Tinjauan Kasus - · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi...

28
1 Tinjauan Kasus PENATALAKSANAAN PENDERITA DENGAN DIABETIK NEFROPATHY Penulis: Andik Sunaryanto Pembimbing: dr Wira Gotera, Sp.PD-KEMD Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar 1.1 Pendahuluan Diabetes melitus telah menjadi salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan penyakit ginjal kronik. Kelainan ginjal akibat dari penyakit diabetes melitus ini kemudian lebih dikenal dengan nama Diabetic Kidney Disease (DKD) yang sesungguhnya merupakan komplikasi mikrovaskular kronis pembuluh darah kapiler ginjal pada penderita diabetes mellitus. Komplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang progresif dengan ekskresi protein pada urin yang berlanjut dengan penurunan fungsi ginjal. Proteinuria pada umumnya ditemukan dalam perjalanan penyakit ginjal progresif, peran proteinuria khususnya mikroalbuminuria sebagai petanda awal nefropati diabetik. disebut sebagai faktor kunci awal yang meramalkan progresivitas dari glomerulopati diabetik dan dipandang sebagai ukuran keparahan dan pemicu terjadinya nefropati yang progresif. Pada sebagian penderita komplikasi ini akan berlanjut menjadi gagal ginjal terminal yang memerlukan pengobatan cuci darah atau cangkok ginjal. DKD menduduki urutan ketiga (16,1%) setelah glomerulonefritis kronik (30,1%) dan pielonefritis kronik (18,51%), sebagai penyebab paling sering gagal ginjal terminal yang memerlukan cuci darah. Perkembangan penyakit DM menjadi penyakit ginjal stadium akhir diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terlibat, antara lain : faktor genetik, diet, dan kondisi medis yang lain seperti hipertensi serta kadar gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol. 1,2

Transcript of Tinjauan Kasus - · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi...

Page 1: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

1

Tinjauan Kasus

PENATALAKSANAAN PENDERITA DENGAN DIABETIK NEFROPATHY

Penulis: Andik Sunaryanto

Pembimbing: dr Wira Gotera, Sp.PD-KEMD

Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar

1.1 Pendahuluan

Diabetes melitus telah menjadi salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan

penyakit ginjal kronik. Kelainan ginjal akibat dari penyakit diabetes melitus ini kemudian lebih

dikenal dengan nama Diabetic Kidney Disease (DKD) yang sesungguhnya merupakan

komplikasi mikrovaskular kronis pembuluh darah kapiler ginjal pada penderita diabetes mellitus.

Komplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang

progresif dengan ekskresi protein pada urin yang berlanjut dengan penurunan fungsi ginjal.

Proteinuria pada umumnya ditemukan dalam perjalanan penyakit ginjal progresif, peran

proteinuria khususnya mikroalbuminuria sebagai petanda awal nefropati diabetik. disebut

sebagai faktor kunci awal yang meramalkan progresivitas dari glomerulopati diabetik dan

dipandang sebagai ukuran keparahan dan pemicu terjadinya nefropati yang progresif. Pada

sebagian penderita komplikasi ini akan berlanjut menjadi gagal ginjal terminal yang memerlukan

pengobatan cuci darah atau cangkok ginjal. DKD menduduki urutan ketiga (16,1%) setelah

glomerulonefritis kronik (30,1%) dan pielonefritis kronik (18,51%), sebagai penyebab paling

sering gagal ginjal terminal yang memerlukan cuci darah. Perkembangan penyakit DM menjadi

penyakit ginjal stadium akhir diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terlibat, antara lain :

faktor genetik, diet, dan kondisi medis yang lain seperti hipertensi serta kadar gula darah yang

tinggi dan tidak terkontrol. 1,2

Page 2: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

2

2.2 Tinjauan Pustaka

Penyakit ginjal diabetik (PGD) atau nefropati diabetik (ND) merupakan salah satu

komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes. Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada

filter ginjal atau yang dikenal dengan glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus

maka sejumlah protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang

diekskresikan adalah albumin. Pada keadaan normal albumin juga diekskresikan dalam jumlah

sedikit dalam urine. Peningkatan kadar albumin dalam urine merupakan tanda awal adanya

kerusakan ginjal oleh karena diabetes. PGD dapat dibedakan menjadi dua kategori utama

berdasarkan jumlah albumin yang hilang pada ginjal, yaitu:1,2,3

1. Mikroalbuminuria

Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30-300 mg/hari. Mikroalbuminuria juga dikenal

sebagai tahapan nefropati insipien.

2. Proteinuri

Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300mg/hari. Keadaan ini dikenal

sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt.

Progresi umum dari mikroalbuminuria menjadi nefropati overt menyebabkan banyak

yang menganggap mikroalbuminuria sebagai tanda nefropati tahap awal. Kelainan ginjal sering

terjadi sekunder pada penderita diabetes yang lama terutama penderita diabetes tipe I. Secara

klinis nefropati diabetik ditandai dengan adanya peningkatan proteinuria yang progresif,

penurunan GFR, hipertensi, dan risiko tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskular.

Perjalanan alamiah nefropati diabetik merupakan sebuah proses dengan progresivitas bertahap

setiap tahun. Diabetes fase awal ditandai dengan hiperfiltrasi glomerulus dan peningkatan GFR.

Hal ini berhubungan dengan peningkatan perkembangan sel dan ekspansi ginjal, yang mungkin

dimediasi oleh hiperglikemia. Mikroalbuminuria biasanya terjadi setelah 5 tahun menderita

penyakit Diabetes tipe 1 sedangkan nefropati yang ditandai dengan ekskresi protein urin lebih

dari 300 mg/hari, biasanya terjadi dalam waktu 10-15 tahun. Penyakit ginjal stadium terminal

terjadi pada sekitar 50% penderita DM tipe I, yang akan mengalami nefropati dalam 10 tahun. 4,5

DM tipe II memiliki patogenesis yang lebih bervariasi. Penderita sering didiagnosis

sudah dengan mikroalbuminuria yang disebabkan karena keterlambatan diagnosis dan faktor lain

yang mempengaruhi ekskresi protein. Sebagian kecil penderita dengan mikroalbuminuria akan

berkembang menjadi penyakit ginjal tahap lanjut. Tanpa intervensi, sebanyak 30% penderita

Page 3: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

3

akan berkembang menjadi nefropati dengan proteinuria yang nyata, dan setelah 20 tahun

mengalami nefropati, sekitar 20% akan berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir.

Diabetes yang lama menyebabkan perubahan pada pembuluh darah kecil yang dapat

menyebabkan kerusakan ginjal dimana kerusakan ginjal tersebut dapat menyebabkan kegagalan

ginjal yang berat. Kerusakan ginjal dapat dimulai sejak tahun pertama setelah terdiagnosis

menderita DM tipe I dan dapat ditemukan pada saat terdiagnosis DM tipe II. Namun diperlukan

waktu sekitar 5-10 tahun untuk menjadi masalah kerusakan ginjal yang bermakna. 6,7

Berdasarkan data yang diperoleh dari UK Renal Registry pada tahun 1998, penyakit

ginjal diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal di antara penderita yang

menjalani terapi pengganti ginjal (16%). Dari angka tersebut sebanyak 9,5% disebabkan oleh

penyakit ginjal diabetik, (6,8%) dilaporkan disebabkan oleh DM tipe I dan 2,7% disebabkan oleh

DM tipe II. Prevalensi mikroalbuminuria pada penderita yang menderita DM tipe I selama 30

tahun adalah sekitar 30 %. Sedangkan prevalensi mikroalbuminuria pada penderita yang

menderita DM tipe II selama 10 tahun adalah sekitar 20-25%. Sumber lain menyebutkan dari

hasil estimasi 12 sampai 14 juta penderita DM di USA diperoleh bahwa 30% sampai 40%

penderita DM tipe I akan mengalami komplikasi menjadi gagal ginjal terminal sedangkan pada

penderita DM tipe II hanya sekitar 5-10% yang berkembang menjadi gagal ginjal terminal. 8,9

Diagram 2.1. Penyebab Gagal Ginjal 5

Page 4: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

4

Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat diterangkan dengan pasti.

Pengaruh genetik, lingkungan, faktor metabolik dan hemodinamik berpengaruh terhadap

terjadinya proteinuria. Gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai dasar terjadinya nefropati

adalah terjadinya proses hiperfiltrasi-hiperperfusi membran basal glomeruli. Gambaran histologi

jaringan pada ND memperlihatkan adanya penebalan membran basal glomerulus, ekspansi

mesangial glomerulus yang akhirnya menyebabkan glomerulosklerosis, hyalinosis arteri eferen

dan eferen serta fibrosis tubulo interstitial. Tampaknya berbagai faktor berperan dalam terjadinya

kelainan tersebut. Peningkatan glukosa yang menahun (glukotoksisitas) pada penderita yang

mempunyai predisposisi genetik merupakan faktor-faktor utama ditambah faktor lainnya dapat

menimbulkan nefropati. Glukotoksisitas terhadap basal membran dapat melalui 2 jalur: 5

a. Alur metabolik (metabolic pathway): Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

glukosa dapat bereaksi secara proses non enzimatik dengan asam amino bebas

menghasilkan AGE’s (advance glycosilation end-products). Peningkatan AGE’s akan

menimbulkan kerusakan pada glomerulus ginjal. Terjadi juga akselerasi jalur poliol, dan

aktivasi protein kinase C. Pada alur poliol (polyol pathway) terjadi peningkatan sorbitol

dalam jaringan akibat meningkatnya reduksi glukosa oleh aktivitas enzim aldose

reduktase. Peningkatan sorbitol akan mengakibatkan berkurangnya kadar inositol yang

menyebabkan gangguan osmolaritas membran basal.

Gambar 2.1 Mekanisme polyol pathway5

Page 5: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

5

Penjelasan: Aldose reduktase adalah enzim utama pada jalur polyol, yang merupakan

sitosolik monomerik oxidoreduktase yang mengkatalisa NADPH-dependent reduction dari

senyawa karbon, termasuk glukosa. Aldose reduktase mereduksi aldehid yang dihasilkan

oleh ROS (Reactive Oxygen Species) menjadi inaktif alkohol serta mengubah glukosa

menjadi sorbitol dengan menggunakan NADPH sebagai kofaktor. Pada sel, aktivitas aldose

reduktase cukup untuk mengurangi glutathione (GSH) yang merupakan tambahan stres

oksidatif. Sorbitol dehydrogenase berfungsi untuk mengoksidasi sorbitol menjadi fruktosa

menggunakan NAD – sebagai kofaktor.

Gambar 2.2 Mekanisme AGE-pathway5

Penjelasan: mekanisme melalui produksi intracelular prekursor AGE (Advanced Glycation

End-Product) menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Perubahan ikatan kovalen protein

intraseluler oleh prekursor dicarbonyl AGE akan menyebabkan perubahan pada fungsi

selular. Sedangkan adanya perubahan pada matriks protein ekstraseluler mengakibatkan

interaksi abnormal dengan matriks protein yang lain dan dengan integrin. Perubahan plasma

protein oleh prekursor AGE membentuk rantai yang akan berikatan dengan reseptor AGE,

kemudian menginduksi perubahan pada ekspresi gen pada sel endotel, sel mesangial, dan

makrofag.

Page 6: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

Gambar

Penjelasan: keadaan hiperglikemia menyebabkan peningkatan DAG (

selanjutnya mengaktivasi protein kinase

menyebabkan beberapa akibat pathogenik melalui pengaruhnya terhadap

oxide synthetase (eNOS), endotelin

transforming growth factor

aktivasi NF-kB dan NAD(P)H oxidase.

Gambar

6

Gambar 2.3 Mekanisme protein kinase-C 5

keadaan hiperglikemia menyebabkan peningkatan DAG (

selanjutnya mengaktivasi protein kinase-C, utamanya pada isoform β dan

menyebabkan beberapa akibat pathogenik melalui pengaruhnya terhadap

(eNOS), endotelin-1 (ET-1), vascular endothelial growth f

transforming growth factor-β (TGF- β) dan plasminogen activator inhibitor

kB dan NAD(P)H oxidase.

Gambar 2.4 Mekanisme hexosamine pathway

keadaan hiperglikemia menyebabkan peningkatan DAG (Diacylglycerol), yang

C, utamanya pada isoform β dan δ. Aktivasi PKC

menyebabkan beberapa akibat pathogenik melalui pengaruhnya terhadap endothelial nitric

vascular endothelial growth factor (VEGF),

) dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), dan

5

Page 7: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

7

Penjelasan: glycolytic intermediate fructose-6-phosphate (Fruc-6-P) dirubah menjadi

glucosamine-6-phosphate oleh enzim glutamin: fructose-6-phosphate amidotransferase

(GFAT). Glikosilasi intraseluler oleh N-acethylglucosamine (GIcNAC) menjadi serin dan

theorenin yang dikalisasi oleh enzim O-GicNAc transferase (OGT). Peningkatan donasi

GicNAC pada residu serin dan threonine dari faktor transkripsi seperti Sp1, yang biasanya

terjadi pada tempat fosforilasi akan menyebabkan peningkatan produksi fakor seperti PAI-1

dan TGF-β1, AZA,azaserine; AS-GFAT, antisense GFAT.

b. Alur Hemodinamik : Gangguan hemodinamik sistemik dan renal pada penderita DM

terjadi akibat glukotoksisitas yang menimbulkan kelainan pada sel endotel pembuluh

darah. Faktor hemodinamik diawali degan peningkatan hormon vasoaktif seperti

angiotensin II. angiotensin II juga berperan dalam perjalanan ND. Angiotensin II

berperan baik secara hemodinamik maupun non-hemodinamik. Peranan tersebut antara

lain merangsang vasokontriksi sistemik, meningkatkan tahanan kapiler arteriol

glomerulus, pengurangan luas permukaan filtrasi, stimulasi protein matriks ekstra selular,

serta stimulasi chemokines yang bersifat fibrogenik. Hipotesis ini didukung dengan

meningkatnya kadar prorenin, aktivitas faktor von Willebrand dan trombomodulin

sebagai penanda terjadinya gangguan endotel kapiler. Hal ini juga yang dapat

menjelaskan mengapa pada penderita dengan mikroalbuminuria persisten, terutama pada

DM tipe 2, lebih banyak terjadi kematian akibat kardiovaskular dari pada akibat GGT.

Peran hipertensi dalam patogenesis diabetik kidney disease masih kontroversial, terutama

pada penderita DM tipe 2 dimana pada penderita ini hipertensi dapat dijumpai pada awal

malahan sebelum diagnosis diabetes ditegakkan. Hipotesis mengatakan bahwa hipertensi

tidak berhubungan langsung dengan terjadinya nefropati tetapi mempercepat progesivitas

ke arah GGT pada penderita yang sudah mengalami diabetik kidney disease.

Dari kedua faktor diatas maka akan terjadi peningkatan TGF beta yang akan

menyebabkan proteinuria melalui peningkatan permeabilitas vaskuler. TGF beta juga

akan meningkatkan akumulasi ektraceluler matrik yang berperan dalam terjadinya ND.

Page 8: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

8

Tabel 2.1. Peranan Angiotensin II dalam Nefropati Diabetik. 10

Peran Angiotensin II dalam Nefropati Diabetik

1. Vasokonstriksi sistemik

2. Peningkatan tahanan arteriol glomerulus

3. Peningkatan tekanan kapiler glomerulus

4. Peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus

5. Penurunan luas permukaan filtrasi

6. Stimulasi protein matriks ekstraseluler

7. Stimulasi faktor fibrogenik

Bagan 2.1. Patofisiologi Nefropati Diabetika11

Metabolik

Glukosa

Advanced

glycation

Protein

Kinase C

Penimbunan ECM

ECM↑ ECM cross

linking

Proteinuria

Hormon-hormon vasoaktif

(misal angiotensin II,

Endotelin)

Sitokin (TGF β

VEGF)

Permeabilitas pembuluh

darah

Aliran /

tekanan

Genetik hemodinamik

Page 9: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

9

Diagnosis PGD dimulai dari dikenalinya albuminuria pada penderita DM baik tipe I

maupun tipe II. Bila jumlah protein atau albumin di dalam urin masih sangat rendah, sehingga

sulit untuk dideteksi dengan metode pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24

jam ataupun >20µg/menit disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Hal ini sudah dianggap

sebagai nefropati insipien. Derajat albuminuria atau proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan

rationya terhadap kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin atau

kreatinin ratio (ACR). Tingginya ekskresi albumin atau protein dalam urine selanjutnya akan

menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal seperti terlihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Tingkat Kerusakan Ginjal 11

Kategori Kumpulan Urin 24 jam(mg/24 jam)

Kumpulan Urin

sewaktu (µg/menit)

Urin Sewaktu

(µg/mg creatinin)

Normal

Mikroalbuminuria

Albuminuria Klinis

< 30

30 – 299

≥ 300

< 20

20 – 199

≥ 200

< 30

30 – 299

≥ 300

1. Tahap I

Pada tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40% di atas normal yang disertai

pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal.

Tahap ini masih reversible dan berlangsung 0 – 5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I

ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi

maupun struktur ginjal akan normal kembali.

2. Tahap II

Terjadi setelah 5 -10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubaan struktur ginjal berlanjut,

dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah latihan

jasmani, keadaan stress atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini dapat

berlangsung lama. Hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas

biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini selalu disebut

sebagai tahap sepi (silent stage).

Page 10: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

10

3. Tahap III

Ini adalah tahap awal nefropati (insipient diabetic nephropathy), saat mikroalbuminuria

telah nyata. Tahap ini biasanya terjadi 10-15 tahun diagnosis DM tegak. Secara

histopatologis, juga telah jelas penebalan membran basalis glomerulus. LFG masih tetap

tinggi dan tekanan darah masih tetap ada dan mulai meningkat. Keadaan ini dapat

bertahan bertahun-tahun dan progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali

glukosa dan tekanan darah yang kuat.

4. Tahap IV

Ini merupakan tahapan saat dimana nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis dengan

proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering meningkat secara

LFG yang sudah menurun di bawah normal. Ini terjadi setelah 15 – 20 tahun DM tegak.

Penyulit diabetes lainnya sudah pula dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati,

gangguan profil lemak dan gangguan vascular umum. Progresivitas ke arah gagal ginjal

hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah dan tekanan

darah.

5. Tahap V

Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga penderita

menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik, dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi

pengganti, dialisis maupun cangkok ginjal.

Pada DM tipe II, pada saat diagnosis ditegakkan, sudah banyak penderita yang mengalami mikro

dan makroalbuminuria, karena sebenarnya DM telah berlangsung bertahun-tahun sebelumnya.

Lagipula keberadaan albuminuria kurang spesifik untuk adanya nefropati diabetik. Tanpa

penanganan khusus 20-40 % dari tahap ini akan berlanjut kepada nefropati nyata. Setelah

terjadinya penurunan LFG maka laju penurunan akan bervariasi secara individual, akan tetapi 20

tahun setelah keadaan ini, hanya sekitar 20 % pada mereka yang berlanjut menjadi penyakit

ginjal tahap akhir (PGTA). Pada tahap ini tidak ada lagi perbedaan antara DM tipe I dan tipe II.

Begitupun karena usia penderita dengan DM tipe II lebih tua, maka banyak pula penderita yang

diiringi penyakit jantung koroner, yang sering membuat penderita tak sampai mencapai PGTA.

Akan tetapi karena penanggulangan PJK dewasa ini telah lebih baik, maka banyak pula penderita

DM yang hidupnya cukup lama yaitu sampai mengalami gagal ginjal. 12,13

Page 11: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

11

Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah, dan kendali lemak

darah. Disamping itu, perlu pula dilakukan mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet,

penurunan berat badan bila berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan merokok dll. Semua

tindakan ini adalah juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskuler.

Secara non farmakologis terdiri dari 3 pengelolaan penyakit ginjal diabetik yaitu: 11-14

1. Edukasi.

Hal ini dilakukan untuk mencapai perubahan prilaku, melalui pemahaman tentang

penyakit DM, makna dan perlunya pemantauan dari pengendalian DM, penyulit DM,

intervensi farmakologis dan non-farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yang

dihadapi, dll.

2. Perencanaan makan.

Perencanaan makan pada penderita DM dengan komplikasi penyakit ginjal diabetik

disesuaikan dengan penatalaksanaan diet pada penderita gagal ginjal kronis.

Perencanaan diet yang diberikan adalah diet tinggi kalori, rendah protein dan rendah

garam. Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet rendah

protein sangat penting. Dalam suatu penelitian klinik selama 4 tahun pada penderita

DM Tipe I diberi diet mengandung protein 0,9 gr/kgBB/hari selama 4 tahun

menurunkan resiko terjadinya penyakit gagal ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD)

sebanyak 76 %. Pada umumnya dewasa ini disepakati pemberian diet mengandung

protein sebanyak 0,8 gr/kgBB/hari yaitu sekitar 10 % dari kebutuhan kalori pada

penderita dengan nefropati overt, akan tetapi bila LFG telah mulai menurun, maka

pembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gr/kgBB/hari mungkin bermanfaat untuk

memperlambat penurunan LFG selanjutnya. Jenis protein sendiri juga berperan dalam

terjadinya dislipidemia. Pemberian diet rendah protein ini harus diseimbangkan dengan

pemberian diet tinggi kalori, yaitu rata-rata 40-50 Kal/24 jam. Penderita DM sendiri

cenderung mengalami keadaan dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan

obat bila diperlukan. Dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol <

100mg/dl pada penderita DM dan < 70 mg/dl bila sudah ada kelainan

kardiovaskuler.12,13

Page 12: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

12

3. Latihan Jasmani.

Dilakukan teratur 3-4 kali seminggu, selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani

dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, tapi tetap

harus disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani penderita. Contoh latihan

jasmani yang dimaksud adalah jalan, sepeda santai, joging, berenang. Prinsipnya

CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance).

Intervensi Farmakologis yang perlu dilakukan adalah :

1. Pengendalian DM

Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun) dengan melibatkan ribuan

penderita telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan

mencegah progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskuler, baik pada DM

tipe I maupun tipe II. Oleh karena itu, perlu sekali diupayakan agar terapi ini

dilaksanakan sesegera mungkin. Diabetes terkendali yang dimaksud adalah pengendalian

secara intensif kadar gula darah, lipid dan kadar HbAlc sehingga mencapai kadar yang

diharapkan. Selain itu pengendalian status gizi dan tekanan darah juga perlu

diperhatikan.15,16

Tabel 2.3 Kadar gula darah, lipid, HbAlc

Indikator keberhasilan Target

Glukosa darah puasa 80-100 mg/dl

Glukosa darah 2 jam pp 80-144 mg/dl

A1C <6,5%

Kolesterol total <200

Kolesterol LDL <100

Kolesterol HDL >45

Trigliserida <150

Page 13: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

13

2. Pengendalian Tekanan Darah

Pengendalian tekanan darah merupakan hal yang penting dalam pencegahan dan terapi

nefropati diabetik. Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek

perlindungan yang besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi maupun terhadap organ

kardiovaskuler. Makin rendah tekanan darah yang dicapai, makin baik pula renoproteksi.

Banyak panduan yang menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian

tekanan darah pada penderita diabetes.17

Pada penderita diabetes dan kelainan ginjal, target tekanan darah yang dianjurkan

oleh American Diabetes Association dan National Heart, Lung, and Blood Institute

adalah < 130/80 mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat ≥ 1 gr/24 jam, maka

target lebih rendah yaitu < 125/75 mmHg. Pengelolaan tekanan darah dilakukan dengan

dua cara, yaitu non-farmakologis dan famakologis. Terapi non-farmakologis adalah

melalui modifikasi gaya hidup antara lain menurunkan berat badan, meningkatkan

aktivitas fisik, menghentikan merokok, serta mengurangi konsumsi garam. Harus diingat

bahwa untuk mencapai target ini tidak mudah. Sering harus memakai kombinasi berbagai

jenis obat dengan berbagai efek samping dan harga obat yang kadang sulit dijangkau

penderita. Hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah yang

ditargetkan apapun jenis obat yag dicapai. Akan tetapi karena Angiotensin Converting

Enzyme Inhibitor (ACE-I) dan Angiotensin Reseptor blocker (ARB), dikenal mempunyai

efek antiprotein uric maupun renoproteksi yang baik, maka selalu disukai pemakaian

obat-obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada penderita DM. Pada penderita

hipertensi dengan mikroalbuminuria atau makroalbuminuria, ACE inhibitor dan ARB

merupakan terapi utama yang paling dianjurkan. Jika salah satu tidak dapat diterima atau

memberikan hasil yang kurang maksimal maka dapat dianjurkan penggunaan Non

Dihydropyridine Calcium–Channel Blockers (NDCCBs).18,19,20

3. Penanganan Gagal Ginjal

Dasar penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

Terapi konservatif dan terapi pengganti. 21

a. Terapi Konservatif

1. Memperkecil beban ginjal atau mengurangi kadar toksin uremik:

- keseimbangan cairan

Page 14: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

14

- diet tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam bila ditemukan adanya

oedema atau hipertensi

- menghindarkan obat-obat nefrotoksik (NSAID, aminoglikosida, tetrasiklin, dll)

2. Memperbaiki faktor-faktor yang reversible

- mengatasi anemia

- menurunkan tekanan darah

- mengatasi infeksi

3. Mengatasi hiperfosfatemia dengan memberikan Ca(CO)3 dan diet rendah fosfat

4. Terapi penyakit dasar seperti DM

5. Terapi keluhan:

- untuk mual/muntah diberikan Metoklopramid

- untuk gatal-gatal diberikan Dipenhydramin

6. Terapi komplikasi

- payah jantung dengan Diuretik, vasodilator, dan hati-hati terhadap pemberian

digitalis

b. Terapi pengganti

1. Dialisis

- hemodialisis

- dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan

- indikasi : bila Klirens Kreatinin kurang dari 5 cc/menit.

2. Cangkok ginjal

4. Penanganan Multifaktorial

Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Center di Copenhagen mendapatkan bahwa

penanganan intensif secara multifaktorial pada penderita DM tipe II dengan

mikroalbuminuria menunjukkan pengurangan faktor resiko yang jauh melebihi

penanganan sesuai panduan umum penanggulangan diabets nasional mereka. Juga

ditunjukkan bahwa penurunan yang sangat bermakna pada kejadian kardiovaskuler,

termasuk stroke yang fatal dan nonfatal. Demikian pula kejadian yang spesifik seperti

nefropati, retinopati, dan neuropati autonomik lebih rendah. Yang dimaksud dengan

intensif adalah energi yang dititrasi sampai mencapai target, baik tekanan arah, kadar gula

darah, lemak darah dan mikroalbuminuria juga disertai pencegahan penyakit

Page 15: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

15

kardiovaskuler dengan pemberian aspirin. dalam kenyataanya penderita dengan terapi

intensif lebih banyak mendapat obat golongan ACE-I dan ARB. Demikian juga dengan

obat hipoglikemik oral atau insulin. Untuk pengendalian lemak darah lebih banyak

mendapat statin. Bagi penderita yang sudah berada dalam tahap V gagal ginjal maka

terapi yang khusus untuk gagal ginjal perlu dijalankan, sepeti pemberian diet rendah

protein, pemberian obat pengikat fosfat dalam makanan, pencegahan dan pengobatan

anemia dengan pemberian eritropoietin dan lain-lain. 22 Pada tinjauan kasus ini, akan

difokuskan pada pembahasan tentang diagnosis dan penatalaksanaan penderita dengan

nefropatik diabetik.

3.1 Kasus

Seorang laki-laki, 57 tahun, Hindu, Bali datang ke rumah sakit dikeluhkan sesak napas

sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan seperti sulit mengeluarkan napas

Awalnya sesak dirasakan tidak terlalu berat sehingga penderita masih mampu melakukan

aktivitas ringan. Namun sesak dirasakan semakin memberat sejak 30 menit sebelum masuk

rumah sakit, sesak dirasakan membaik jika penderita duduk dan semakin berat jika penderita

berbaring sehingga penderita tidak mampu melakukan aktivitas. Berat badan dikatakan menurun.

Sekitar 15 tahun yang lalu penderita pernah memiliki berat badan 80 kg, namun kini berat badan

hanya 58 kg walaupun makan dan minumnya biasa saja. Makan 3x sehari, satu piring tiap kali

makan. Frekuensi berkemihnya agak menurun, dulu dikatakan 5-6 kali sehari, dengan volume

berkemih 1-2 gelas per kali. Sejak sebulan yang lalu berkurang menjadi 2-3 x/hari, dengan

volume 1/2 gelas kali. Urine berwarna agak keruh, berbuih, tidak berbau. BAB dikatakan biasa

saja. Badan lemas dikatakan dirasakan sejak sebulan yang lalu. Lemas di seluruh badan, hampir

sepanjang hari, bertambah berat bila digunakan beraktivitas dan sedikit membaik jika

beristirahat.

Saat ini penderita sedang menjalani pengobatan DM, rutin berobat ke dokter spesialis dan

diberikan obat Novomix (10-0-8). Penderita menderita DM sejak tahun 1992, kontrol ke dokter

hanya bila muncul keluhan. Sejak 1992 mulai mengkonsumsi obat diabetes oral. Namun sejak

bulan Juni 2009 obat diabetes oral diganti dengan insulin. 6 bulan yang lalu, penderita pernah

dirawat dengan diagnosis CKD st V dan mulai dilakukan HD regular 1 x seminggu. HD terakhir

pada hari minggu (5 hari SMRS). Penderita juga memiliki riwayat hipertensi yang diketahui

Page 16: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

16

sejak saat itu. Penderita tidak memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, batu. Adik laki-laki

menderita penyakit ginjal, diketahui di dokter setelah melakukan pemeriksaan dan rutin cuci

darah. Penderita tidak memilki kebiasaan merokok dan minum alkohol maupun mengkonsumsi

jamu-jamuan.

Pada hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 7 Januari 2010 didapatkan

penderita dengan kesadaran compos mentis (E4V5M6) dengan tekanan darah 170/90 mmHg. Nadi

84 kali per menit, reguler, isi cukup. Respirasi 24 kali per menit (teratur, tipe thorakoabdominal).

Temperatur aksila 36,70 C. Tinggi badan 165 cm, berat badan 58 kilogram, IMT 21,3 kg/m2.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada kedua mata tampak anemia. Tidak tampak

ikterus, refleks pupil positif pada kedua mata. Telinga Hidung Tenggorokan dalam batas normal.

Pada leher tidak didapatkan peningkatan Jugular Venous Pressure (JVP).

Pemeriksaan thorak didapatkan dada simetris kanan dan kiri saat statis dan dinamis. Pada

palpasi didapatkan vokal fremitus kanan sama dengan kiri , perkusi sonor pada lapang paru atas

dan redup pada kedua sisi paru region basal, auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler, ronkhi

basah halus pada seluruh lapangan paru kanan dan kiri, dan rongki basah kasar pada bagian basal

paru kanan dan kiri. Tidak terdapat wheezing pada kedua sisi paru. Pemeriksaan fisik jantung,

inspeksi iktus cordis tidak tampak, palpasi iktus kordis teraba pada MCL kiri ICS VI, tidak kuat

angkat, pada perkusi didapatkan batas atas pada ICS II, batas kanan PSL dextra, batas kiri teraba

1 jari lateral MCL sinistra, auskultasi didapatkan S1S2 tunggal reguler, tidak ada murmur.

Pemeriksaan abdomen, inspeksi tidak tampak ada distensi, auskultasi bising usus normal,

palpasi hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, ballotement negatif, perkusi perut

didapatkan suara timpani. Hangat pada keempat ektremitas dan ditemukan adanya edema pada

kedua kaki penderita.

Dari hasil pemeriksaan penunjang pada saat waktu masuk (1 Januari 2010) didapatkan

WBC 10,9 K/uL, RBC 2,94 106/mm3, HGB 8,8 gr/dL, HCT 25,5 %, PLT 233 K/uL, MCV 86,8,

MCH 29,9 pg, MCHC 34,5 gr/dl, dengan diferensiasi sel neutrofil 8,6 K/uL (78,9%), limfosit 1,2

K/uL (10,8%), Monosit 0,9 (8,0%), Eosinofil 0,2 (1,6%), dan basofil 0,1 (0,7%). Dari hasil

pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT 35,28 IU/L, SGPT 43,39 IU/L, albumin 4,126 g/dL,

BUN 87,89 mg/dL, creatinin 10,76 mg/dL, glukosa darah sewaktu 165,60 mg/dL. Pemeriksaan

analisa gas darah didapatkan pH 7,45, pCO2 34 mmHg, pO2 93 mmHg, Hct 26%, HCO3- 23,6

mmol/L, BE (B) -0,2, SO2 98 %, Na+ 130 mmol/L, K+ 4,3 mmol/L. Pemeriksaan EKG

Page 17: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

17

didapatkan irama sinus, 100 kali per menit, axis normal, R+S>35. Dari hasil pemeriksaan foto

thorak AP: Cor: membesar dengan CTR: 66%. Pulmo: tampak perivaskuler infiltrate. Sinus

pleura kanan-kiri tertutup perselubungan. Diafragma tertutup perselubungan. Tulang-tulang

normal. Kesan: kardiomegali dengan edema pulmonum dan efusi pleura kanan-kiri. Dari hasil

Foto BOF didapatkan kesan: Spondylosis lumbalis dan tidak tampak batu radioopak pada KUB.

Pemeriksaan tanggal 2 Januari 2010 didapatkan HbA1c 5,427%, BUN 45,3 mg/dl,

creatinin 6,24 mg/dl, Na 132,30 mmol/L, K 3,47 mmol/L. Pemeriksaan urine lengkap didapatkan

PH 5, leukosit 500 (3+), nitrit (-), protein 500 (4+), glukosa 50 (4+), keton (-), urobilinogen

(norm), bilirubin (-), eritrosit 50 (3+). Specific gravity 1,015, warna kuning, sedimen urin;

leukosit banyak/lp, eritrosit 8-10/lp, sel epitel gepeng 2-3/lp, silinder granula +2, Kristal amorph

+3, bakteri (+), tubulus cell (+). Pemeriksaan gula darah puasa 201 mg/dl (04/01/2010). Tanggal

05/01/2010, didapatkan hasil glukosa darah puasa 192 mg/dL, glukosa darah sewaktu 263

mg/dL.

Pasien ini didiagnosa dengan CKD stg V ec susp DKD dd PNC, uremic lung, anemia

ringan N-N on CKD, hiponatremia hipoosmolar kronis asimptomatik, DM tipe II, observasi

kardiomegali ec suspect HHD/FC II, Hipertensi stadium II. Penatalaksanaan pada pasien ini

diberikan IVFD NS 8 tts/mnt, diet 35 kkal+1,2 gr protein/kgBB/hr, asam folat 2x4 mg, CaCO3

3x 500 mg, captopril 2x25 mg tab, amlodipin 1x10 mg, Irbesartan 1x150mg, novorapid 3x6

IU/hr, HD cito.

Untuk perencanaan mendiagnosis pasien ini direncanakan dilakukan echocardiografi,

konsul mata, neuro, dan gizi, dengan pemantauan vital sign dan keluhan pasien. Prognosis pada

pasien ini dubius ad malam.

Page 18: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

18

4.1. Pembahasan Kasus

Perubahan dalam diagnosis dan klasifikasi DM terus-menerus dibuat baik oleh WHO, American

Diabetes Association (ADA), maupun PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia).

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat

ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja.

Tabel 4.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan

diagnosis DM (mg/dL) 1

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa

darah sewaktu

(mg/dL)

Plasma vena <100 100-199 ≥200

Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa

darah puasa

(mg/dL)

Plasma vena <100 100-125 ≥126

Darah kapiler <90 90-99 ≥100

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan

lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita.

Tabel 4. 2. Kriteria diagnosis diabetes melitus 11

1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan

waktu makan terakhir

Atau

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

Atau

3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75

g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Page 19: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

19

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu

kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian

lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal.

Pada pasien diagnosis ditegakkan dari anamnesis, didapatkan bahwa pasien telah dikatakan

menderita DM sejak tahun 1992, didapatkan penurunan berat badan serta dari pemeriksaan gula

gula darah puasa 201 mg/dl (04/01/2010). Tanggal 05/01/2010, didapatkan hasil glukosa darah

puasa 192 mg/dL, glukosa darah sewaktu 263 mg/dL. Dari hasil pemeriksaan HbA1C ditemukan

hasil 5,427 mg/dl. Dari kriteria pengendalian DM, hal ini masuk ke dalam pengendalian baik.

Namun hal ini bukanlah satu-satunya kriteria yang digunakan karena HbA1C hanya

menggambarkan pengendalian dalam waktu 3 bulan terakhir.

Diagnosis PGK mengacu pada kriteria K/DOQI didasarkan atas 2 kriteria, yaitu:

1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa

penurunan penurunan laju filtrasi glomerolus berdasarkan kelainan patologik atau

petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada komposisi darah atau urin atau kelainan

pada pemeriksaan pencitraan.

2. Laju filtrasi glomerolus < 60 ml/min/1,73 m3 selama ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

PGK diklasifikasikan berdasarkan oleh laju filtrasi glomerolus, yaitu stadium yang lebih

tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerolus yang lebih rendah, berdasarkan ada atau

tidaknya penyakit ginjal.

Tabel 4.3. Stadium Penyakit Ginjal Kronik 3

Stadium Deskripsi LFG (ml.min/1,73 m3) 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau > 90 2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan 60-89 3 Penurunan LFG sedang 30-59 4 Penurunan LFG berat 15-29 5 Gagal Ginjal < 15 atau dialisis

LFG dihitung menggunakan rumus Cockroft Gault yaitu: 16

LFG (ml/menit/1,73 m3) = ( 140 – umur ) x BB x 0,85 (jika wanita)

72 x kreatinin plasma

Page 20: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

20

Pasien ini didiagnosis dengan PGK stadium V ec. susp. DKD dd PNC. Berdasarkan

rumus Cockroft Gault, LFG pasien saat ini adalah 6,42. Hal ini berarti sesuai dengan kriteria dan

klasifikasi yaitu PGK stadium V atau gagal ginjal.

Nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes mellitus

yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/ 24 jam atau >200mg/menit) pada minimal

dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Dasar dari diagnosis penyakit ginjal diabetik

adalah adanya riwayat diabetes mellitus yang lama disertai dengan ditemukannya protein atau

albumin dalam urin. Tahapan nefropati diabetik oleh Mogensen dibagi menjadi 5 tahap yaitu :

Tabel 4.4 Tahapan nefropati diabetik oleh Mogensen 11

Tahap Kondisi AER LFG TD Prognosis 1 Hipertropi

hiperfungsi N ↑ N Reversibel

2 Kelainan struktur N ↑/N ↑/N Mungkin reversibel

3 Mikroalbuminuria persisten

20-200 mg/menit

↑ ↑ Mungkin reversibel

4 Makroalbuniuria Proteinuria

>200 mg/menit

Rendah Hipertensi Mungkin bisa stabilisasi

5 Uremia Tinggi/rendah <10 ml/menit

Hipertensi Kesintasan 2 tahun + 50%

Penyebab dari gagal ginjal pada pasien ini adalah suatu penyakit ginjal diabetik. Hal ini

didukung dari anamnesis bahwa pasien telah mengidap diabetes lama sejak 17 tahun (1992)

dengan kontrol yang tidak teratur. Menurut tahapan Mogensen, pasien ini dapat digolongkan

nefropati diabetik tahap 5, karena ditemukan ekskresi albumin tinggi, LFG yang rendah < 10

ml/menit (6,42), serta hipertensi.

Hiperglikemia pada tahap awal dapat menyebabkan peningkatan LFG (hiperfiltrasi), hal

ini diikuti dengan kompensasi berupa peningkatan ukuran ginjal yang terjadi baik karena

hipertropi ginjal maupun peningkatan proliferasi tubulointerstisial. Perubahan yang terlihat

setelahnya adalah mikroalbuminuria persisten (ekskresi albumin 30-300 mg/hari), yang jika tidak

tertangani dapat berkembang menjadi proteinuria (ekskresi albumin >300 mg/hari. Proteinuria

ini menandakan kerusakan glomerulus yang parah, sampai akhirnya ginjal tidak mampu

Page 21: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

21

menjalankan fungsi ekskresi, yang ditandai dengan LFG yang rendah (<10 ml/menit) dan

menumpuknya bahan uremik. Mekanisme hiperglikemia menyebabkan nefropati diabetik adalah

melalui beberapa hal : efek langsung glukosa melalui protein kinase C, efek produk akhir glikasi

(AGE) dan efek dari sorbitol (poliol pathway). 5

Pasien ini juga didiagnosa anemia ringan normokromik normositer ec. PGK. Secara

laboratorik anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin, eritrosit dan hematokrit di

bawah normal. Sesuai dengan umur pasien maka kadar RBC 2,94 juta/mm3, HGB 8,8 gr/dL,

HCT 25,5 % berada dibawah normal. Derajat anemia pada pasien ini adalah anemia ringan,

sesuai dengan klasifikasi derajat anemia ringan yaitu HGB 8-9,9 g/dl. Klasifikasi anemia pada

pasien ini didasarkan atas morfologik dan etiopatogenesis yaitu anemia normokromik normositer

ec. PGK karena nilai MCV 86,8 fl (80-94), MCH 29,9 pg (27-32) masih dalam batas normal

serta penyebab anemia pada pasien ini oleh karena PGK. Penyebab utama terjadinya anemia

pada PGK adalah penurunan produksi eritropoietin oleh ginjal. Akan tetapi banyak faktor non

renal yang ikut berkontribusi antara lain infeksi, inflamasi, masa hidup eritrosit yang memendek,

dan faktor-faktor yang berpotensi menurunkan fungsi sumsum tulang seperti defesiensi besi,

asam folat, toksisitas aluminium dan hiperparatiroidism. 18

Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah pasien 170/90 mmHg. Sesuai dengan

klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 maka pasien ini diklasifikasi dalam hipertensi stadium II.

Tabel 4.5. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII 22

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal Prehipertensi Hipertensi stadium I Hipertensi stadium II

< 120 dan < 80 120-139 atau 80-89 140-159 atau 90-99 > 160 atau > 100

Seperti diketahui bahwa hipertensi dan diabetik nefropati merupakan dua hal yang

memiliki hubungan timbal balik, di mana hipertensi dapat menyebabkan nefropati diabetik dan

nefropati diabetik juga dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Hipertensi pada nefropati

diabetik disebabkan karena keterlibatan sistem renin angiotensin. Mekanisme patologi yang

menyebabkan angiotensin II menyebabkan nefropati diabetik tidak terlalu jelas. Sebagai

tambahan efek hemodinamik yaitu dengan meningkatkan tekanan darah sistemik dan

Page 22: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

22

glomerulus, menyebabkan proteinuria, dan vasokonstriksi ginjal, angiotensin II juga merangsang

proliferasi sel, hipertropi, ekspansi matriks dan sintesis sitokin terutama TGFß.

Pada pasien ini hipertensi diketahui baru sejak Juni 2009, setelah pasien menderita DM

hampir selama 17 tahun. Jadi kemungkinan hipertensi terjadi setelah terjadinya nefropati diabetik

atau kerusakan ginjal. Hipertensi memiliki berbagai macam komplikasi berupa kerusakan target

organ seperti jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark myokard, gagal jantung), otak

(stroke dan Transient Ischemic Attack), penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, dan

retinopati. Pada pemeriksaan toraks didapatkan pembesaran jantung 66%, dari EKG

menunjukkan R+S >35 mV. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui

mikroangiopati adalah pemeriksaan optalmologi dengan funduskopi. Pada pemeriksaan dapat

dicari suatu retinopati diabetik atau retinopati hipertensif.

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi pembuluh darah perifer, di

mana jika salah satu atau keduanya meningkat maka akan menyebabkan peningkatan tekanan

darah. Pada PGK kedua faktor tersebut mengalami peningkatan yang disebabkan karena

penurunan fungsi ginjal. Penyebab utama hipertensi pada PGK adalah ketidakmampuan ginjal

mengekskresikan natrium dan air. Hal ini akan menyebabkan air yang berada di ekstraseluler

akan berpindah ke pembuluh darah untuk menyesuaikan osmolaritas darah, sehingga volume

darah akan bertambah dan menyebabkan peningkatan curah jantung. 18

Peningkatan resistensi vaskular pada PGK dipengaruhi oleh beberapa hal. Pada PGK

terjadi disregulasi sistem renin angiotensin yang disebabkan oleh iskemia pada aparatus

jukstaglomerolus. Iskemia tersebut mengakibatkan ketidakadekuatan pengaktifan renin terhadap

rangsangan natrium. Pada PGK juga terjadi aktivitas berlebihan dari sistem saraf simpatis yang

terjadi akibat peningkatan sensitifitas kemoreseptor ginjal terhadap toksin uremic dan afferent

limb yang akan mengaktifkan sistem saraf simpatik sentral. Pada PGK juga terjadi peningkatan

vasopresor (Endothelin I dan Thromboxane) dan penurunan vasodilator (Nitric Oxide).

Hiperparatiod sekunder yang diakibatkan oleh hiperfosfatemia juga mengakibatkan peningkatan

resistensi vaskular melalui peningkatan kalsium intraseluler, efek langsung terhadap sekresi

renin, dan sensitisasi otot polos pembuluh darah terhadap vasopresor. 19,20

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan IVFD NS 8 tts/mnt, diet 35 kkal+1,2 gr

protein/kgBB/hr, asam folat 2x4 mg, CaCO3 3x500mg, captopril 2x25 mg tab, amlodipin 1x10

mg, Irbesartan 1x150mg, novorapid 3x6 IU/hr, HD cito.

Page 23: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

23

Rekomendasi dari K-DOQI untuk mempertahankan keadaan klinik stabil pada pasien

gagal ginjal setelah dilakukan HD reguler adalah 1,2 gram protein/kgBB/hr, di mana 50 %

protein dianjurkan yang mempunyai nilai biologi tinggi. Energi yang dibutuhkan adalah 35

Kkal/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menurunkan hasil katabolisme protein dan asam

amino berupa ureum, fosfat dan toksin uremik lainnya yang tidak dapat diekskresikan oleh

ginjal. Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna mencegah terjadinya pembakaran protein tubuh

dan merangsang pengeluaran insulin. Selain itu pada pasien ini juga dilakukan diet rendah garam

karena adanya hipertensi dan edema.

Untuk mencegah osteodistrofi tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfat

serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfat (terutama daging dan susu). Apabila LFG <

30 ml/menit, diperlukan pemberian pengikat fosfor seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat

yang diberikan pada saat makan. Pada penderita ini juga diberikan CaCO3 3x500 mg untuk

mencegah terjadinya hiperfosfatemia, sehingga hipokalsemia dan hiperparatiroidisme dapat

dicegah.

Pada penatalaksanaan pasien ini diberikan asam folat 2 x II. Pemberian asam folat

dimaksudkan untuk mengatasi keadaan hiperhomositein pada PGK. Peningkatan kadar

homosistein dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Selain itu asam folat

juga dimaksudkan untuk mengatasi anemia pada pasien PGK yang disebabkan oleh defisiensi

asam folat.

Pasien ini didiagnosa dengan hipertensi derajat II, sehingga modalitas terapi yang

digunakan adalah kombinasi dua atau lebih macam obat antihipertensi. Pada pasien ini diberikan

captopril 2 x 25 mg Seperti telah disebutkan di atas bahwa salah satu mekanisme terjadinya

hipertensi pada pasien PGK adalah melalui aktivasi sistem renin angiotensin. Oleh sebab itu

terapi lini pertama adalah anti hipertensi golongan ACE Inhibitor. Suatu penelitian membuktikan

bahwa pemberian ACE inhibitor dapat menurunkan proteinuria dan memperbaiki perubahan

glomerulus berkaitan dengan penurunan tekanan hidrostatik glomerulus. ACE inhibitor juga

menurunkan cedera tubulointerstitial pada percobaan Diabetes. Suatu penelitian pada manusia

juga menunjukkan ACE inhibitor menghambat progresi mikroalbuminuria pada diabetes tipe 1

dan 2. Kombinasi yang disukai untuk hipertensi pada DM adalah ACE inhibitor dan Angiotensin

Reseptor Blocker (ARB) karena efek antiprotein uric maupun renoproteksi yang baik.

Penggunaan Calsium Channel Blocker pada hipertensi dengan DM dan PGD masih merupakan

Page 24: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

24

kontroversi, karena penggunaan tunggal dapat meningkatkan proteinuria dan angka kejadian

kardiovaskuler. Namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan CCB apabila

dikombinasikan dengan ACE inhibitor tidak terbukti meningkatkan risiko kardiovaskuler.

Target terapi pada pasien hipertensi dengan PGK adalah < 130/80.

Pada pasien ini dilakukan HD cito karena terjadi bendungan paru yang ditandai dengan

sesak napas yang berat. Indikasi klinik untuk dilakukan hemodialisis adalah:

1. Indikasi cito

• Pericarditis/efusi perikardium

• Ensefalopati/neuropati azotemik

• Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan

diuretik.

• Hiperkalemia (> 6,5)

2. Indikasi elektif

• Sindrom uremia

• Hipertensi sulit terkontrol

• Overload cairan

• Persiapan preoperasi

• Oliguria-anuria (3-5 hari)

• BUN > 120 mg% dan kreatinin > 10mg% atau CCT < 5 ml/menit.

Prognosis pasien ini dubius ad malam baik tanda-tanda vital maupun fungsi tubuh secara

keseluruhan. Pasien sudah masuk dalam tahap gagal ginjal kronik dan sampai saat ini terapi

definitif untuk gagal ginjal kronik adalah terapi pengganti baik itu transplantasi, hemodialisis,

maupun peritonial dialisis. Pasien dengan gagal ginjal kronik juga memiliki berbagai macam

komplikasi oleh karena hipertensi, anemia, hiperfosfatemia, maupun uremic toksin yang juga

bisa memperburuk prognosis pada pasien ini.

5.1 Ringkasan

Penyakit ginjal diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit DM.

Patogenesis yang menyebabkan keadaan hiperglikemi menyebabkan penyakit ginjal diabetik

melalui alur metabolik yang melibatkan produk akhir glikasi (AGE), protein kinase C dan

polyol, serta alur hemodinamik yang terutama melibatkan sistem angiotensin II. Pada pasien ini

Page 25: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

25

penyakit ginjal kronik yang terjadi diakibatkan karena penyakit diabetes yang diderita pasien

selama > 17 tahun. Menurut tahapan Mogensen, pasien ini dapat digolongkan nefropati diabetik

tahap 5, karena ditemukan ekskresi albumin tinggi, LFG yang rendah < 10 ml/menit (6,42), serta

hipertensi.

Pasien ini didiagnosa dengan CKD stg V ec susp DKD dd PNC, uremic lung, anemia

ringan N-N on CKD, hiponatremia hipoosmolar kronis asimptomatik, DM, observasi

kardiomegali ec suspect HHD/FC II, Hipertensi stadium II. Penatalaksanaan pada pasien ini

diberikan IVFD NS 8 tts/mnt, diet 35 kkal+1,2 gr protein/kgBB/hr, asam folat 2x4 mg, CaCO3

3x 500 mg, captopril 2x25 mg tab, amlodipin 1x10 mg, Irbesartan 1x150mg, novorapid 3x6

IU/hr, HD cito.

Page 26: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Foster, D.W., Unger, R.H., (1998), DM, in: Williams Textbook of Endocrinology, 9th ed,

WB Saunders, Philadelphia, Pg 973-1039.

2. Waspadji, S., (1996), Komplikasi Kronik DM: Pengenalan dan Penanganannya. dalam:

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ketiga, Gaya Baru, Jakarta, hal. 597-614.

3. Sundoyo, Ari W, dkk. (Juni 2006), Penyakit Ginjal Diabetik, dalam: Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam,

FKUI, Jakarta, Hal. 545-547.

4. Perkeni. Konsensus Pengelolaan DM Tipe 2 Di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni; 2006.

5. Bethesda.”Kidney Disease of Diabetes” Available at: http: // www. kidney. niddk. nih.

gov / kudiseases / pubs / kdd / index.htm. Accessed; Januari 8, 2010.

6. “Diabetic Nephropathy”, (2006, August 30-last update), Available at:

http://www.diabetes.org.uk/ (Accessed: 8 Januari 2010).

7. Joshua, A.,”Diabetic Nephropathy”, Available at: http: // www. Cleveland clinicmeded.

com / disease management/ nephrology.htm. (Accessed: 8 Januari 2010) .

8. Micahl, T. “Diabetic Nephropathy: Common Questions”, Available at:

http://www.aafp.org/afp/20050701/96.html. (Accessed 8 Januari 2010).

9. Goldman Ausiello. Cecil Essential of Medicine. “Diabetes and The Kidney”. WB

Saunders Company, USA, l997.

10. DeFronzo RA, (1996), Diabetic Nephropathy. In: Ellendberg & Rifkin’s DM, 5th ed.

Connecticut: Appleton Lange. pp: 971-1008.

11. Hendromartono. (Juni 2006), Nefropati Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi IV Jilid III, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI,

Jakarta, Hal. 1920-1923

12. Michael, S., “Diabetic Nephropathy: Clinical Evidence Concise”, Available at:

http://www.aafp.org/afp/20051201/bmj.html, (Accessed 8 Januari 2010).

13. Micahl, T. “Diabetic Nephropathy: Common Questions”, Available at:

http://www.aafp.org/afp/20050701/96.html. (Accessed 8 Januari 2010).

14. “Diabetic Nephropathy”. Available at:http://en.wikipedia.org/wiki/ Diabeticnephropathy .

(Accessed 8 Januari 2010).

Page 27: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

27

15. “Diabetic Nephropathy” (2006, July 25 – last update). Available at:

http://renux.dmed.ed.ac.uk/edren/EdRenINFObits/Diabetic_nephLong.html (Accessed 8

Januari 2010).

16. Nicholas Robertloon, MB, BCh, BAO. Diabetic Kidney Disease: Preventing Dialysis and

Transplantation. Clinical Diabetes. Vol. 21:2. 2003

17. Perkeni. (2002), Petunjuk Praktis Pengelolaan DM Tipe 2. Jakarta: PB Perkeni.

18. Steigerwalt S, MD, FACP. Management hypertension in Diabetic Patient With Chronic

Kidney Disease. Diabetes Spectrum. Vol.21: 1. 2008

19. “Diabetes and Cardiovascular Disease Review”, Available at: http: // www. diabetes. org

/ uedocuments / ADA cardioreview_2pdf. (Accessed 8 Januari 2010)

20. Williams G H. Hipertensive vascular disease. In: Harrison’s of internal medicine. 15th ed.

India: Mc Graw-Hill. 2003; 1: 1414-1377.

21. Powers AC. DM. In: Harrison’s of internal medicine. 15th ed. India: Mc Graw-Hill. 2003;

2: 2109-2137

22. Chobanian, AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA. 2003;289;19; pp

2560-2572.

Page 28: Tinjauan Kasus -   · PDF fileKomplikasi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal yang ... Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

28

TINJAUAN KASUS

PENATALAKSANAAN PENDERITA DENGAN

DIABETIK NEFROPATHY

Oleh :

Andik Sunaryanto (0402005114)

Pembimbing:

Pembimbing: dr Wira Gotera, Sp.PD-KEMD

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT SANGLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2010