TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP...

108
TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN AKIBAT TIDAK MEMPUNYAI KETURUNAN Studi Analisis Putusan Cerai Gugat Karena Suami Impoten di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor : 241/Pdt.G/2007/PA.JS” Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) oleh : Deni Ramadhani NIM : 105044101402 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1430 H / 2009 M

Transcript of TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP...

Page 1: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP

PERCERAIAN AKIBAT TIDAK MEMPUNYAI KETURUNAN “Studi Analisis Putusan Cerai Gugat Karena Suami Impoten di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan Perkara Nomor : 241/Pdt.G/2007/PA.JS”

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

oleh :

Deni Ramadhani

NIM : 105044101402

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1430 H / 2009 M

Page 2: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP

PERCERAIAN AKIBAT TIDAK MEMPUNYAI KETURUNAN “Studi Analisis Putusan Cerai Gugat Karena Suami Impoten di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan Perkara Nomor: 241/Pdt.G/2007/PA.JS”

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh

Deni Ramadhani

NIM :105044101402

Di bawah Bimbingan

Drs. H. A. Basiq Djalil ,SH, MA.

NIP : 150 169 102

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1430 H / 2009 M

Page 3: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP

PERCERAIAN AKIBAT TIDAK MEMPUNAI KETURUNAN “Studi Analisis

Putusan Cerai Gugat Karena Suami Impoten di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Perkara Nomor : 241/Pdt.G/2007/PA.JS” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

pada 3 Desember 2009. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Al

Sakhshiyyah.

Jakarta, 10 Desember 2009

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA ( ……………… )

NIP 195003061976031001

2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag, MH ( ……………… )

NIP 197202241998031003

3. Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA ( ……………… )

NIP 195003061976031001

4. Penguji I : JM. Muslimin. M.A,. Ph.D. ( ……………… )

NIP 150 29 54 89

5. Penguji II : Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lc,. M.A. ( ……………… )

NIP 195507061992031001

Page 4: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata satu (S 1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Ciputat, 13 November 2009

Deni Ramadhani

Page 5: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

KATA PENGANTAR

������������������������ �������� �������� ����������������������������

��������������������������������

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Tiada untaian kata yang pantas diucapkan seorang hamba selain segala puji

bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan manusia sebagai

mahluk yang paling sempurna. Semoga rahmat dan karunia-Nya selalu menyertai

setiap langkah-langkah kita di permukaan bumi ini. Diantara salah satu

kesempurnaannya adalah Allah karuniakan manusia pikiran dan kecerdasan.

Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada pemimpin revolusioner ummat Islam

sedunia tiada lain yakni, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat

dan ummatnya yang selalu berpegang teguh “istiqamah” dalam menjalankan

risalahnya, hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai

persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Islam di Fakultas Syariah

dan Hukum. Juga dalam menyelesaikan skripsi ini tidak mengalami kesulitan serta

hambatan yang penulis alami dan berkat kesungguhan hati, kerja keras dan

motivasi serta bantuan dari para pihak, segala kesulitan tersebut memberikan

hikmah tersendiri bagi penulis. Maka atas tersusunnya skripsi ini penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

Page 6: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

memberikan bantuan, bimbingan, petunjuk tentunya tidak terlepas dari beberapa

individu yang sepanjang penulisan skripsi ini banyak membantu dalam

memberikan bimbingan dan masukan yang berharga kepada penulis guna

penyempurnaan skripsi ini. Terutama kepada kedua orang tua penulis yang selalu

mencurahkan kasih sayang dan doanya serta berharap ananda dapat dapat menjadi

anak yang mulia dan sukses dalam menempuh hidup di dunia dan akhirat.

“Semoga amal baik keduanya dicatat disisi-Nya”. Amin.

Dalam kesempatan yang berharga ini penulis ingin mengungkapkan rasa

hormat dan terima kasih tiada terhingga terutama kepada Bapak :

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan

bimbingan serta arahan baik secara langsung maupun tidak langsung

selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA. Ketua Program Studi Ahwal Al-

Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama, sekaligus sebagai dosen

pembimbing yang dengan sabar dalam memberikan arahan dan masukan

yang amat bermanfaat kepada penulis hingga selesainya skripsi ini, tiada

kata yang pantas selain ucapan rasa terima kasih dan do’a semoga Allah

SWT membalasnya.

Page 7: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

3. Kamarusdiana, S.Ag, MH. Sekretaris Prodi Ahwal Syakhshiyah

Konsentrasi Peradilan Agama yang telah sabar dalam membantu proses

transkif nilai, semoga Allah membalasnya.

4. Dr. KH. A Juaini Syukri, Lc., M.A dan JM. Muslimin, M.A,. Ph.D. selaku

penguji penulis yang telah memberikan banyak kritik dan arahan sehingga

penulis dapat menyempurnakan sekripsi penulis.

5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membekali penulis

dengan ilmu yang berharga. Dan seluruh staf Perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta atas pelayanannya yang sangat membantu penulis dalam

memperoleh referensi-referensi untuk karya ilmiah ini.

6. Teristimewa buat Ayahanda, dan Ibunda serta kakak dan adik kandungku

seluruh keluarga tercinta. Terima kasih atas segala do’a, kesabaran, jerih

payah dan pengorbanan serta nasihat yang senantiasa memberikan

semangat tanpa jemu hingga ananda dapat menyelesaikan studi. Tiada kata

yang pantas selain ucapan do’a, sungguh jasamu tiada tara dan tak akan

pernah terbalaskan.

7. Kepada Ketua Pengadilan Agama Jakarta selatan Drs. Pahlawan Harahap.

SH, MA beserta staf, dan para hakim yang telah bersedia untuk wawancara

langsung, Penulis ucapkan banyak terima kasih atas partisipasi dan

bantuannya.

Page 8: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

8. Kepada teman-teman seperjuangan baik dalam organisasi intra atau ekstra

kampus yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas

idea dan dukungan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi. Jasa kalian akan dikenang sampai akhir hayat.

9. Teman-teman angkatan 2005/2006 Fakultas Syariah dan Hukum

Konsentrasi Peradilan Agama, yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, terima kasih atas kebersamaannya selama penulis belajar di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga persahabatan

kita terjalin hingga di alam Syurga nanti.

Akhirul kalam, penulis ucapkan banyak terimakasih kepada seluruh

komponen yang telah berjasa memberikan kontribusinya. Mudah mudahan skripsi

ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta menjadi

amal baik kita di sisi Allah SWT, Akhirnya, semoga setiap bantuan yang telah

diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.

Amin yaa robbal alamien.

Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.

Jakarta, 13 November 2009 M

Penulis

Page 9: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………........................................................................v

DAFTAR ISI ..............................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..………………………………………………....1

B. Pembatasan dan perumusan masalah ..…………………………...….…….7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..……………………………………...…...8

D. Review Studi Terdahulu .…………………………………………...…......9

E. Kerangka teori konseptual ..........................................................................11

F. Metodologi Penelitian .……………………………………………..….....12

G. Sistematika Penulisan .…………………………………………….……..15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN

A. Pengertian dan Dasar hukum perceraian …………………………..……..17

B. Jenis-jenis dan Alasan-alasan Perceraian ...................................................20

C. Akibat dan hikmah perceraian ……………….……………………..........29

BAB III TINJAUAN FIQH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP

PERCERAIAN AKIBAT SUAMI IMPOTEN

A. Pengertian Impotensi ..................................................................................35

B. Impotensi Menurut Pandangan Ulama Fiqh

.........…….............................38

Page 10: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

C. Impotensi Menurut Hukum Positif .........……………………………........40

D. Perceraian Akibat Suami Impoten Menurut Fiqh dan Hukum Positif .......42

BAB IV ANALISA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA

SELATAN TENTANG PERCERAIAN AKIBAT TIDAK

MEMPUNYAI KETURUNAN

A. Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ………………………...……...47

B. Duduk Perkara ....................................................…………….…..............52

C. Pihak-pihak Terkait ...................................................................................53

D. Kronologi ...................................................................................................53

E. Ringkasan Keputusan ................................................................................57

F. Analisa Hukum ..........................................................................................61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………….......66

B. Saran ………………………………………………………………….....67

DAFTAR PUSTAKA …………………………...………………………………...68

LAMPIRAN ……………………………………………………...………………..

1. Surat Pengajuan Proposal Skripsi ……………………………………….

2. Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi …………...

3. Laporan Tahunan Pengadilan agama Jakarta Selatan Tahun 2007 ..........

4. Surat Permohonan Data dan Wawancara ………………………………..

5. Surat Bukti Wawancara ………………………………………………….

Page 11: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

6. Hasil Wawancara Dengan Hakim ………………………………………..

7. Putusan Nomor 241/Pdt.G/PAJS …………………………………….….

Page 12: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan mempunyai nilai nilai yang Sakral dalam agama, karena

mempunyai asas yaitu perkawinan untuk selama-lamanya yang diliputi oleh rasa

kasih sayang dan cinta mencintai antar sesama pasangan. Oleh karena itu agama

islam mengharamkan perkawinan yang bertujuan untuk sementara atau waktu

tertentu sekedar untuk melepas hawa nafsu saja.

Setiap perkawinan pasti mempunyai keinginan dan tujuan maka dari itu

banyak sekali tujuan dari perkawinan tersebut, tetapi pada intinya perkawinan itu

bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa, hal ini sesuai dengan Undang-undang nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan pada pasal 1.1 Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam

perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,

mawaddah dan rahmah.

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan mengatur

tentang perkawinan bagi warga negaranya, hal ini tercermin dari arti

perkawinan tersebut yang tercantum dalam pasal 2 ayat 1 yang

1 Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta, Pradnya

Paramita, 2006 ), cet 37 h. 537

Page 13: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

berbunyi, Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan

pernikahan dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan yaitu akad yang

sangat kuat atau mitsaqon gholidhan untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah.2

Setiap manusia mendambakan pernikahan yang bahagia, dengan

mewujudkan cita-cita sehingga terbentuklah keluarga yang bahagia tersebut. Akan

tetapi banyak pernikahan tersebut hanyalah sekedar mimpi dan tidak seperti yang

diharapkan karena banyak pasangan suami isteri yang bertengkar hanya karena

masalah kecil, yang kemudian menjadi pertengkaran besar yang tidak sedikit

berakhir dengan perceraian (talak).

Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memenuhi petunjuk Allah

dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.

Harmonis dalam menjalankan hak dan kewajiban anggota keluarga sejahtera

artinya menciptakan ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya

kebutuhan hidup lahir batinnya, sehingga timbullah kebahagian, kasih sayang

antara anggota keluarga. Rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga ini akan

2 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta, Akademika Pressindo , 2004) h.114

Page 14: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

dirasakan pula dalam masyarakat atau ummat sehingga terbentuklah ummat yang

diliputi cinta dan kasih sayang3.

Tujuan pernikahan yang mereka inginkan tidak tercapai dengan baik, karena

dengan berbagai alasan. Apakah karena faktor ketidak cocokan atau karena faktor

lain seperti tidak mempunyai keturunan, tetapi pada dasarnya dari berbagai macam

alasan tersebut kita haruslah berpikir jernih apakah keturunan atau anak

mempunyai peranan penting dari arti pernikahan tersebut. Karena bila kita

meninjau kembali dari tujuan pernikahan, yang diinginkan dari pernikahan

tersebut banyak sekali tujuannya seperti : memenuhi petunjuk agama dalam

rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.4

Tetapi kalau tidak ada alasan apapun atau alasanya tidak masuk akal, maka

perceraian yang demikaian adalah telah mengkufuri nikmat yang telah diberikan

Allah kepadanya dan telah berlaku jahat kepada isterinya. Oleh karena itu

perceraian (talak) sangat dibenci oleh Allah.

Agama Islam membolehkan suami-istri bercerai, tentunya dengan alasan-

alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci oleh Allah SWT.1 Perceraian

(Thalaq) merupakan suatu ajaran Islam dalam pernikahan, namun hal itu sangatlah

3 Kamal mukhtar, Asas-asas hukum islam tentang perkawinan (Jakarta, Bulan Bintang, 1993),

cet 3, h.14

4 Abd.Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006),

cet Ke2, h, 22

1 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2002), cet ke-2, h.102.

Page 15: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

dibenci oleh Allah meskipun halal (boleh), karena dengan perceraian berarti tujuan

perkawinan menjadi pudar dan tidak tercapai

Perceraian dalam Islam bukan merupakan sesuatu yang banyak dilakukan

ketika antara pihak suami dan istri sudah tidak harmonis lagi, akan tetapi ketika

terjadi percekcokan maka antara kedua belah pihak suami ataupun istri

mendelegasikan juru damai (hakam). Hakam ini berfungsi untuk menjembatani

kemungkinan untuk membina kembali rumah tangga, juga melerai pertengkaran

suami-istri agar keutuhan pernikahan mahligai rumah tangga dapat berlanjut

sampai akhir hayat.2

Kasus-kasus perceraian sering terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat

entah itu di lakukan karena inisiatif suami untuk permohonan cerai-thalaq, atau

inisiatif istri untuk menggugat cerai suaminya. Dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI) secara umum dijelaskan mengenai perceraian diatur dalam pasal 113 sampai

dengan 148 di bab tentang putusnya perkawinan.

Cerai gugat secara khusus diatur dari pasal 132 ayat 1 yang berbunyi:3

“Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada pengadilan

agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri

meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.”

2 Satria M Zein, Yurisprudensi Hukum Keluarga Islam Kotemporer Analisis Yurisprudensi

Dengan Pendekatan Ushuliyah, (Jakarta, Prenada Media, 2004), cet. Ke-1, h. 116.

3 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta, Akademika Pressindo , 2004). h. 144

Page 16: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Sampai dengan pasal 148 ayat 1 yang berbunyi:4

“Seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khulu

menyampaikan permohonannya kepada pengadilan Agama yang mewilayahi

tempat tinggalnya disertai alasan-alasannya”.

Dalam hal terjadinya peceraian, haruslah memenuhi beberapa alasan

sehingga perceraian tersebut dapat terlaksana, hal ini sesuai dengan pasal 39 ayat 2

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi : untuk

melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri iu tidak

akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

Dalam KHI pasal 116 terdapat alasan-alasan perceraian antara lain yaitu:5

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan sebagainya yang sukar untuk disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain dalam jangka waktu 2 (dua)

tahun secara terus-menerus tanpa izin dari pihak lain dan tanpa alasan

yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapatkan pidana 5 (lima) tahun penjara atau

hukuman lain yang lebih berat.

4 Ibid., h. 148 5 Ibid., h. 141

Page 17: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman yang membahayakan keselamatan

anggota keluarga.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat melakukan kewajibannya sebagai suami-istri.

f. Terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran antara kedua belah

pihak sehingga tidak ada harapan untuk hidup harmonis (terdapat juga

dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 39 ayat 2)

g. Suami melanggar taklik talaq

h. Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak

rukunan dalam rumah tangga.

Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa perceraian

(putusnya perkawinan) diatas, salah satu yang menjadi dasar diperbolehkannya

perceraian adalah salah satu pihak mandapat cacat badan atau penyakit dengan

akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/isteri.

Dari kedua sumber hukum tersebut tidak ada yang menjelaskan tentang

diperbolehkannya perceraian dengan alasan impotensi atau tidak mempunyai

keturunan. Walaupun hal ini bisa dimasukkan pada poin e pasal 116 KHI, tetapi

hal tersebut masih bisa diperdebatkan, karena apabila pernikahan yang tidak

mempunyai keturunan bisa dijadikan alasan perceraian maka akan banyak

pasangan yang mengalami pereraian.

Dalam menyikapi permasalah alasan perceraian diatas terdapat perbedaan

antara tinjauan fiqh dan hukum positif mengenai apakah impotensi pada laki-laki

Page 18: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

dapat dijadikan sebagai alasan perceraian. Sedangkan pada masa sekarang ini ilmu

kedokteran semakin maju sehingga dapat menjadi sarana untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Karena perceraian dapat menimbulkan akibat hukum yang

sangat besar, maka perlu diadakan studi komparatif dari uraian diatas, untuk itu

penulis mengambil judul “TINJAUAN FIQIH DAN HUKUM POSITIF

TERHADAP PERCERAIAN AKIBAT TIDAK MEMPUNYAI

KETURUNAN “Studi Analisis Putusan Cerai Gugat Karena Suami Impoten

di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 241/Pdt.G/2007/PA.JS”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis membatasi yakni, hanya

menekankan pada perceraian dengan alasan suami impoten atau tidak bisa

memberikan keturunan yang ditinjau dari fiqih dan hukum positif dan mengetahui

apa yang menjadi alasan hakim dalam memutuskan perkara tersebut.

2. Rumusan Masalah

Masalah dalam skripsi ini dapat penulis rumuskan sebagaimana berikut

“Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 39

dan PP No 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 diatur secara

eksplisit tentang kebolehan isteri menggugat cerai suaminya apabila tidak

mempunyai keturunan, sedangkan Undang-undang tersebut tidak mengatur secara

Page 19: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

ekplisit kebolehan istri mengajukan cerai gugat apabila suami tidak bisa

memberikan keturunan karena impoten. Tapi pada faktanya putusan cerai gugat

karena alasan suami mengalami impoten terjadi di pengadilan agama. Hal ini

yang ingin penulis telusuri lebih dalam tentang bagaimana hakim mengambil

pertimbangan keputusan dalam putusan cerai gugat karena alasan suami

mengalami impoten”

Dari rumusan di atas penulis dapat merinci dalam bentuk beberapa

pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana persfektif fiqih mengatur tentang perceraian dengan alasan

impoten ?

2. Bagaimana perspektif hukum positif mengatur tentang perceraian dengan

alasan impoten?

3. Apakah yang menjadi alasan hakim dalam mengambil keputusan pada perkara

tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan merujuk pada pembahasan diatas maka penelitian bertujuan

1. Memahami bagaimana fiqh mengatur terhadap Impotensi sebagai alasan

perceraian.

2. Memahami bagaimana hukum positif mengatur terhadap Impotensi sebagai

alasan perceraian.

3. Menahami alasan hakim dalam memutuskan perkara tersebut

Page 20: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Bagi penulis menambah wawasan pengetahuan tentang arti pentingnya

pernikahan dan memahami perkembangan hukum islam dan hukum positif

dibidang perkawinan

b. Bagi masyarakat umum menambah wawasan dalam memahami serta lebih

mengerti tentang masalah perkawinan, terutama masalah perceraian

c. Bagi fakultas memberikan sumbangan kepustakaan dalam rangka

pengembangan akademis.

D. Review Studi Terdahulu

Untuk menemukan pembahasan dalam penulisan skripsi ini penulis

menelaah litelature yang sudah membahas tentang judul yang akan penulis

kemukakan dalam penulisan skripsi :

1. Agustina “Perceraian Akibat Suami Impoten (studi terhadap persepsi

karyawati fakutas syariah dan hukum) ” skripsi ini menjelaskan

mengenai perceraian akibat impoten yang didalamnya mencakup

tentang tinjauan perceraian dalam islam yang mencakup

pengertian perceraian, bentuk dan akibat perceraian, dan Dalam

skripsi ini menjelaskan tentang tinjauan impotensi terhadap keutuhan

rumah tangga dan pandangan hukum islam tentang suami impoten

terhadap keutuhan rumah tangga.

2. Ahmad Madroji “Cerai Gugat Menurut Hukum Islam dan Hukum

Positif (studi kasus cerai gugat karena cacat badan di pengadilan

Page 21: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

agama jakarta timur)” skripsi ini menjelaskan mengenai ketetapan

hukum tentang cerai gugat karena cacat badan menurut hukum

islam dan hukum positif. Dalam kesimpulan skripsi ini, seorang isteri

mempunyai hak menggugat suaminya dengan pertimbangan agar

isteri tercegah dari perbuatan maksiat karena suami tidak bisa

menjalankan kewajibanya.

3. Gufron Tamim “Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Positif Terhadap

Impotensi Sebagai Alasan Perceraian” skripsi ini menjelaskan

mengenai perceraian yang di akibatkan karna impotensi yang di

dalamnya mencakup mengenai pengertian perceraian, perceraian

menurut hukum Islam dan hukum positif, pengertian umum tentang

impotensi dalam hubungan rumah tangga. Dan yang terakhir

tinjauan hukum Islam dan hukum positif tentang impotensi sebagai

alasan perceraian. Dalam penulisanya skripsi ini menggunakan studi

pustaka.

Perbedaan skripsi-skripsi diatas dengan skripsi yang akan penulis bahas

adalah dalam skripsi ini yang ingin penulis bahas dan teliti khusus perceraian

akibat tidak mempunyai keturunan. Yang menjadi pembahasan antara lain:

1. Cerai gugat yang dilayangkan isteri dikarenakan sang suami mengalami

impotensi atau tidak dapat memberikan keturunan.

Page 22: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

2. Skripsi ini menganalisis putusan pengadilan agama, yang secara tidak

langsung menganalisa putusan hakim yang menyelesaikan perkara cerai

Gugat akibat tidak mempunyai keturunan.

E. Kerangka Teori Konseptual

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan pernikahan dalam Kompilasi

Hukum Islam dijelaskan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon gholidhan

untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Seiringnya waktu berjalan dalam pernikahan pasti akan banyak

timbul permasalahan, yang apabila tidak bisa diselesaikan maka tidak

jarang perceraian yang akan terjadi. Dalam perceraian haruslah ada

alasan-alasan yang dapat diberikan apabila peceraian tersebut ingin

terjadi, karena hal ini sesuai yang diatur dalam Undang-undang nomor 1

tahun 1974 tentang pekawinan pasal 39, PP No 9 Tahun 1975 tentang

Pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal

39 ayat 2, dan kompilas hukum islam pasal 116.

Dalam terjadinya perceraian banyak sekali alasan-alasan yang

dikemukakan, salah satunya dalam hal kasus ini, dimana yang menjadi

alasan dari perceraian tersebut adalah karena salah satu pihak tidak

Page 23: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

mempunai keturunan, sedangkan apabila kita melihat dari esensi

pernikahan atau tujuan pernikahan maka banyak sekali yang akan kita

jumpai. Sedangkan dalam hal keturunan bisa dapat teratasi bila

pasangan tersebut mempunyai cara lain agar hubungan rumah tangga

mereka dapat diselamatkan. Sehingga perceraian dikarenakan suami

mengalami impoten atau tidak mempunai keturunan akan sangat

berdampak pada salah satu pasangan apabila pernikahan tersebut

diakhiri dengan perceraian.

F. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan dalam menyusun

skripsi ini, maka penulis menggunakan metode Deskriptif Analysis yang

digunakan dalam pendekatan Kualitatif. Deskriptif Analysis adalah

metode yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap

kenyataan dilapangan. Sedangkan yang di maksud dengan pendekatan

kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata terulis dan lisan dari orang atau prilaku yang diamati.6

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah:

6 Lexi. J. Moleong Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004)

Page 24: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

a. Study Lapangan (Field Research) untuk memperoleh informasi yang

akurat dan obyektif dari tempat penelitian baik dengan observasi

langsung maupun dengan menggunakan data-data dalam bentuk resmi

dari lembaga pengadilan. Sedangkan tempat penelitian adalah

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

b. Study Pustaka (Library Research) yaitu metode pengumpulan data yang

dipergunakan bersama-sama metode lain seperti wawancara,

pengamatan (observasi) dan kuesioner.7 Pada tahapan ini penulis

mencari landasan teoritis dari rumusan masalah yang ada dan studi

kepustakaan merupakan separuh dari keseluruhan aktivitas penelitian.8

pencarian literatur secara umum dengan buku-buku, seminar-seminar

ataupun media elektronik yang menunjang pembahasan penulis.

2. Sumber Data

a. Data primer

Data primer yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang

baru atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta yang

7 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek., h. 50.

8 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta, PT. Raja grafindo Persada,

2003) Cet. Ke. 6, h. 113.

Page 25: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

diketahui maupun mengenai suatu gagasan.9 Diantaranya adalah buku,

seminar, laporan penelitian, majalah, disertasi dan seterusnya. Data

tersebut di dapatkan dari Pengadilan Agama Jakarta Selatan berupa

putusan cerai gugat, dan Wawancara terhadap Hakim.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah bahan pustaka yang berisikan informasi tentang

bahan primer.10

Dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas

dokumen-dokumen, dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Quran,

Hadis, buku-buku ilmiah, Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan, UUPA (undang-undang peradilan Agama) No 3 Tahun 2006

Tentang Perubahan atas Undang-undang No 7 tahun 1989 tentang

peradilan Agama, KHI, serta dokumen lainnya.

3. Tekhnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini di lakukan dengan cara :

a. Menganalisis terhadap putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

b. Interview atau wawancara yaitu metode yang dianggap sebagai metode

yang paling efektif dalam pengumpulan data primer di lapangan.11

9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan Di dalam

Penelitian Hukum, (Jakarta, Pusat Dokumentasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986)

h.34.

10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan Di dalam

Penelitian Hukum, h. 35.

Page 26: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Yaitu penulis mengadakan dialog langsung dengan responden dalam hal

ini adalah hakim, panitra ataupun pihak yang berperkara di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan.

c. Analisis Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan

lain, Dalam menganalisis data penulis menggunakan analisis deskriptif

yaitu suatu metode analisis data dimana penulis menjabarkan data-data

yang diperoleh dari hasil penelitian. Sehingga didapatkan suatu

kesimpulan yang objektif, logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan

tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.12

d. Tekhnik Penulisan

Dalam penyusunan metode penulisan, semua berpedoman pada prinsip-

prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan

skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

BAB I Pada bab ini menguraikan alasan dan ketertarikan penulis dalam

meneliti masalah ini, gambaran secara keseluruhan skripsi, seperti yang terdapat di

dalam latar belakang masalah, agar penulisan skripsi ini dapat tertuju pada

11

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek., h. 57. 12

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung, Alfabeta, 2007),

cet ke-III, h. 244

Page 27: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

masalah pokoknya maka perlu dibuat pembatasan dan perumusan masalah serta

tujuan dan manfaat penelitian, dan supaya penulisan skripsi ini lebih terarah maka

penulis menggunakan review study terdahulu, kerangka teori konseptual, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Sebelum berbicara mengenai impotensi menurut perspektif hukum

fikih dan hukum positif maka penulis akan terlebih dahulu membahas sekilas

tentang tinjauan umum tentang Perceraian yang di dalamnya terdapat penjelasan

mengenai apa yang dimaksud dengan pengertian dan dasar hukum Perceraian,

Jenis-jenis dan alasan-alasan perceraian, serta akibat dan hikmah dari perceraian.

BAB III Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai perceraian akibat

tidak mempunyai keturunan dalam perspektif hokum fikih dan hukum positif yang

didalamnya terdapat penjelsan mengenai apa yang dimaksud dengan impoten

(pengertian), pandangan Ulama fikih tentang impotensi, pandangan hukum positif

tentang impotensi, serta pandangan ulama fikih dan hukum positif terhadap

impotensi.

BAB IV Pada bab ini menjelaskan mengenai Analisis penulis terhadap

putusan hakim tentang perceraian akibat tidak mempunyai keturunan, terdapat

profil mengenai Pengadilan Agama jakarta selatan, kronologis perkara perceraian

akibat impoten, prosedur jalanya persidangan sampai pada putusan hakim, serta

analisa penulis tentang putusan perkara perceraian nomor : 241/Pdt.G/2007/PA.JS

BAB V Bab terakhir yang memuat kesimpulan yang diperoleh dari teori yang

menggambarkan secara umum tentang permasalahan yang dibahas untuk ditarik

Page 28: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

kesimpulan, dalam bab ini juga mencakup saran-saran dari penulis atas

permasalahan yang diteliti sehingga trcapai upaya untuk mencapai tujuan dari

yang dilakukan.

Page 29: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

BAB II

TINJAUAN UMUM PERCERAIAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian

1. Pengertian perceraian

Secara bahasa (etimologi), talak artinya melepaskan ikatan dan

membebaskan. Sedangkan menurut istilah (terminologi) para Ulama

mengemukankan rumusan yang berbeda tentang arti talak. Al-Jaziri dalam

kitabnya al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arb’ah merumuskan:13

� ��� �� #�" ص ا � � ق إ ز �� ا���� ح أ و ��� ن �

Artinya: “Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan atau bisa juga

disebut mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata

tertentu”.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata cerai diartikan dengan pisah atau

putus hubungan sebagi suami istri.14

13 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arb’ah, (Kairo:

Daarul Hadits, 2004), Juz IV, h. 278.

14 Departemen pendidikan dan kebudayaan kamus besar bahasa Indonesia,

balai pustaka, h. 163

Page 30: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Sedangkan perceraian dalam bahasa arab adalah talak kata thalaq berasal

dari kata ( ,yang artinya lepas dari ikatan, berpisah ( ا%�ق- & �$-%�$

menceraikan, pembebasan.15

Ibnu Hajar dalam kitabnya Bulugh al-Maram

merumuskan talak dengan: 16

-,+ ا���� ح ��� %� ق و �*" ( �)'Artinya: “Melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafadz

talak atau semisalnya”.

Menurut Sayyid Sabiq talak terambil dari kata “ithlaq” yang menurut bahasa

artinya ‘melepaskan atau meninggalkan’. Sedangkan menurut syara’, talak yaitu:

Menurut bahasa talak adalah:

17 ك> ا �;: و ل8 ر ا4"ه. ق� %4 ا 3 � ذ" خ/� : ق� � ا

Talak diambil dari kata " ithlaq " yang menurut bahasa artinya " melepaskan

atau meninggalkan ". menurut istilah syara' talak yaitu :

C�,18: و ا�<:� -�B ا� ء@�ا واج و ا�<:� ر)'�

Artinya: “Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri“.

15 Ahmad Warson Munawir, AlMunawir kamus besar Indonesia, ( Surabaya;

Pustaka Progressif.1997 ). Cet ; 14 h.861

16 Ibnu Hajar al -‘Asqalani, Bulugh al-Maram, (Jakarta: Dar al-Islamiyah,

2002), h. 245.

17 Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah Jilid Dua, ( Darul Fattah, t.th ), h 278

18 Ibid.,

Page 31: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,

dijelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan.

Setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak (Pasal 39 ayat 1)19

Hal ini sesuai dengan

Kompilasi Hukum Islam pasal 115 dikatakan bahwa perceraian hanya dapat

dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah pengadilan agama tersebut

berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.20

Bila kita melihat dari redaksi di atas bahwa yang dinamakan perceraian adalah

menghilangkan atau melepas ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan

tersebut maka tidak lagi halal bagi suami atas istrinya. Tetapi dari pengertian di

atas ada perbedaan bahwa para ulama mendefinisikan perceraian bisa dilakukan

kapanpun dan dimanapun, tetapi hal ini berbeda jika kita melihat di dalam Undang-

Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam bahwa perceraian dapat

dilangsungkan hanya pada pengadilan agama.

Sehingga apabila ada orang Islam yang berada di negara Indonesia yang

melakukan pernikahan secara sah baik secara agama atau negara dan ia melakukan

19 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

(PT Pradnya Paramita, Jakarta,2006) cet ke-37, h 549

20 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, ( Akademika

Persindo, Jakarta, 1992 ) h 141

Page 32: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

perceraian di luar pengadilan agama maka perceraiannya itu tidak sah demi hukum

atau batal demi hukum.

2. Dasar hukum perceraian

Memang tidak terdapat dalam Al-qur’an ayat-ayat yang menyuruh atau

melarang eksistensi perceraian itu, namun isinya hanya sekedar mengatur bila

thalaq terjadi. Di dalam hal perceraian dasar-dasar perceraian itu dapat kita lihat

dari beberapa ayat Al-Qur'an atau hadis, seperti:

1.) Al-Baqarah Ayat 232

������ ���� �!"�# ���$��%&� '� �(")*�+

,�-.("/0�1 2⌧�+ ,�45�4"67�4�8 9�1

٢٣٢: ا��E>ة �1? ��<0/.-�, =(>;:���'

Artinya : “ Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa

iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi

dengan bakal suaminya”.(Q.S. Al-Baqarah Ayat 232 )

2.) At-Thalaq Ayat 1 @ABC�D! )= EF�GH<� ���� I�K �!"�#

���$��%&� ,�45�6��A"�L�+

MNAP,C�4�� $� �١: ا

Artinya :“ Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka

hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)

iddahnya (yang wajar)”. (Q.S. At-Thalaq :1 )

3.) Hadits Abu Dawud dan Ibnu Majah

ل-<IJ 3 ل ر8"ل ااO ص�:K ااJ O�,� وN:�8 اLM ا�*�ل ا�3J : K ا - ااO ا� :�ق

Page 33: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

21)روا( ا" داود (

Artinya :“Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda

Sesuatu yang halal yang paling dibenci Allah adalah talak “( Riwayat Abu

Daud )

B. Jenis-Jenis dan Alasan-alasan Perceraian

1. Jenis-jenis Perceraian

Dilihat dari kemaslahatan atau kemudaharatannya, hukum perceraian adalah

sebagai berikut :22

a. Wajib

Apabila terjadi perselisiahn antar suami isteri lalu tidak ada jalan yang dapat

ditempuh kecuali dengan mendatangkan dua hakim yang mengurus perkara

keduanya. Jika kedua orang hakim tersebut memandang bahwa perceraian lebih

baik bagi mereka, maka saat itulah talak menjadi wajib.

b. Makruh

Talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan. Sebagian ulama

ada yang mengatakan mengenai talak yang makruh ini terdapat dua pendapat, yaitu

:

Pertama, bahwa talak tersebut haram dilakukan. Karena dapat menimbulkan

mudharat bagi dirinya juga bagi isterinya, serta tidak mendatangkan manfaat

21

Abi Daud Sulaiman bin As-as Sajastani, Sunan Abi Daud, ( Daarul

Fikr, 1994 ), h. 500

22

Syaikh Hasan Ayub. Fikih Keluarga, (t.t., Pustaka Al-Kautsar, 2006 ) cet ke

5, h 208

Page 34: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

apapun. Talak ini haram sama seperti tindakan merusak atau menghamburkan harta

kekayaan tanpa guna.

Kedua, menyatakan bahwa talak seperti itu dibolehkan, hal itu didasarkan

kepada sabda Rasulullah SAW, yaitu :

ل-<IJ 3 ل ر8"ل ااO ص�:K ااJ O�,� وN:�8 اLM ا�*�ل ا�3J : K ا -3 � C� ( ااO ا� :�ق 23)روا( ا" داود وا

Artinya : “ Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Saw telah

bersabda Sesuatu yang halal yang paling dibenci Allah adalah talak “(

Riwayat Abu Daud )

Talak itu dibenci karena dilakukan tanpa adanya tuntutan dan sebab yang

membolehkan, dank karena talak semacam itu dapat membatalkan pernikahan yang

menghasilkan kebaikan yang memang disunnahkan sehingga talak itu menjadi

makruh hukumnya.

c. Mubah

Talak yang dilakukan karena ada kebutuhan, misalnya karena buruknya ahlak

isteri dan kurang baiknya pergaulan yang hanya mendatangkan mudharat dan

menjauhkan mereka dari tujuan pernikahan.

d. Sunnah

23

Abi Daud Sulaiman bin As-as Sajastani, Sunan Abi Daud, h. 500

Page 35: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Talak yang dilakukan pada saat isteri mengabaikan hak-hak Allah Ta’ala yang

telah diwajibkan kepadanya, misalnya shalat, puasa dan kewajiban lainnya.

Sedangkan suami juga sudah tidak sanggup lagi memaksanya. Atau isterinya sudah

tidak lagi menjaga kehormatan dan kesucian dirinya.

e. Mazhur (Terlarang)

Talak yang dilakukan ketika isteri sedang haid, para ulama Mesir telah

sepakat untuk mengharamkannya. Talak ini disebut juga dengan talak bid’ah.

Disebut bid’ah karena suami yang menceraikan itu menyalahi sunnah Rasull dan

mengabaikan perintah Allah dan Rasul-Nya, sesuaikan firman Allah, yaitu :

@ABC�D! )= EF�GH<� ����

I�K �!"�# ���$��%&� ,�45�6��A"�L�+

MNAP,C�4�� $� �١ :ا

Artinya : “Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka

hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)

iddahnya (yang wajar)” ( Q.S. At-Thalaq ayat 1 )

Sedangkan dilihat dari dibolehkannya sang suami untuk kembali kepada

isterinya, adalah24

:

1.) Talak raj’iy, talak yang sang suami diberi hak untuk kembali kepada

isterinya tanpa melalui nikah baru, selama isterinya itu masih dalam masa iddah.

Talak raj’iy itu adalah talak satu atau talak dua tanpa didahului tebusan dari pihak

24 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh

Munakahat dan UU Perkawinan, ( Jakarta, Prenada Media, 2006) h 220

Page 36: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

isteri. Boleh ruju’ dalam talak satu atau dua itu dapat dilihat dalam firman Allah

Swt, yaitu :

-R ("SL� T9�8�E�U V WW$� X�Y�+

Z�[\�4]^�; ���1 _⌧=�`a,�8

�� $�a��Y�b ة<�E�٢٢٩: ا

Artinya : “ Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk

lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. “ (

Q.S.Al-Baqarah : 229)

2.) Talak bain, talak yang putus secara penuh dalam arti tidak

memungkinkan suami kembali kepada isterinya kecuali dengan nikah baru, talak

bain inilah yang tepat untuk disebut putusnya perkawinan.

Talak bain ini terbagi kepada dua macam :

a) Bain Sughra, ialah talak yang suami tidak boleh ruju’ kepada mantan

isterinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhallil.

Yang termasuk bain sughra ini adalah :

Pertama : talak yang dilakukan sebelum isteri digauli oleh suami. Talak

dalam bentuk ini tidak memerlukan iddah, maka tidak ada kesempatan untuk ruju’,

sebab ruju’ hanya dilakukan dalam masa iddah. Hal ini sesuai firman Allah, yaitu :

@ABC�D! )= )cd�eS� Vf��<)X�� ���� I�K���;)g

�h ]&�X��-☺ � j�4� ,�45�-☺k �!"�# ��X Tlm*�e 9�1

MN45�\�/☺�8 /☺�+ mn�;�� ,��. �(")o a��X p],C�� @A)q�rC)K�4�8 V اب>�Vا :

٤٩

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi

perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka

Page 37: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka

'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.” ( Q.S Al-Ahzab ayat :

49 )

Kedua. Talak yang dilakukan dengan cara tebusan dari pihak isteri atau

disebut khulu’, hal ini dipahami dari isyarat dalam firman Allah, yaitu;

�9�Y�+ ���� ^:' st�1 �uv���= /��-C�( �� 2⌧�+ //]&�0

/☺Am`(")� �uv�+ an/C)k + w���b ; /_+"�8 -��-C�( �� 2⌧�+ /5�-C)k�4�8 x �)X�� ,C/4)k)= /��-C�( ��

/_y! ��D�zD�+ �n45 )9��u�" S6� : ا��E>ة ٢٢٩

Artinya :“ Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat

menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya

tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya Itulah

hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang

melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (

Q.S. Al-Baqarah : 229 )

Ketiga. Perceraian melalui putusan hakim di pengadilan atau yang disebut

fasakh.

b) Bain Kubra, yaitu talak yang tidak memungkinkan suami ruju’, kepada

mantan isterinya, dia hanya boleh kembali kepada isterinya apabila isterinya telah

kamin lagi dengan laki-laki lain dan bercerai pula dengan laki-laki itu dan habis

masa iddahnya. Hal ini tersirat di dalamfirman Allah SWT yaitu :

9�Y�+ /.��!"�# 2⌧�+ rl�)�X {�1�� |��X -C�4)b xF}�/� /⌧:;&�8

e~���/? {(�`m�⌧� ; 9�Y�+ /.��!"�# 2⌧�+ //�<�0 �/☺Am`(")o 9�1

�/4/0 ٢٣٠: ا��E>ة =(�(`�

Artinya : “ Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang

kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin

Page 38: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya,

Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk

kawin kembali “ ( Q.S. Al-Baqarah : 230 )

Sedangkan dilihat dari segi tegas atau tidaknya kata-kata yang dipergunakan

sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu25

:

a) Talak Sharih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas

dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan,

tidak mungkin dipahami lagi.

Menurut Imam Syafi’I mengatakan bahwa kata-kata yang

dipergunakan untuk talak sharih ada tiga, yaitu talak, firaq, dan sarah, ketiga ayat

itu disebut dalam Al-qur’an dan hadits.

Al-Zhahiriyah berkata bahwa talak tidak jatuh kecuali dengan

mempergunakan salah satu dari tiga kata tersebut, karena syara’ telah

mempergunakan kata-kata yang telah ditetapkan oleh syara’. Beberapa contoh

talak sharih ialah seperti suami berkata kepada isterinya26

:

25 Abd.Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, ( Jakarta, Kencana Prenada Media

Group, 2006 ), cet Ke 2, h 194

26 Abd.Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, ( Jakarta, Kencana Prenada Media

Group, 2006 ), cet Ke 2, h 195

Page 39: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

1. Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya cerai sekarang juga.

2. Engkau saya firaq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang juga.

3. Engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya lepas sekarang juga.

Apabila suami menjatuhkan talak terhadap isterinya dengan talak yang

sharih maka menjadi jatuhlah talak itu dengan sendirinya, sepanjang ucapannya itu

dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemauan sendiri.

b) Talak Kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sindiran

atau samar-samar seperti suami berkata kepada isterinya :

1. Engakau sekarang telah jauh dari diriku.

2. Selesaikan sendiri segala urusanmu.

3. Janganlah engkau mendekati aku lagi.

4. Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga.

5. Pergilah engkau dari tempat ini sekarang juga.

6. Susullah keluargamu sekarang juga.

7. Pulanglah ke rumah orang tuamu juga sekarang.

8. Beriddahlah engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu.

9. Saya sekarang telah sendirian dan hidup membujang.

10. Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian.

Page 40: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Talak dengan kata-kata tersebut di atas bisa menjadi jatuh talak, apabila

sang suami mengatakan hal tersebut dengan niat memang menceraikan isterinya,

niatlah yang menjadi indikator menurut Taqiyudin Al-Husaini.27

2. Alasan alasan perceraian

Yang dimaksud dengan alasan perceraian disini adalah suatu kondisi dimana

suami atau isteri mempergunakanya sebagai alasan untuk mengakhiri atau

memutuskan tali perkawinan mereka

Di indonesia dalam hal masalah perceraian telah di atur dalam rangkaian

undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawianan. Dan sebagai warga negara

indonesia sudah sepatutnya kita harus mentaati dan menjalankan peraturan yang

ada. Pada pasal 39 ayat 1 menerangkan bahwa “ perceraian hanya dapat dilakukan

di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan

tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”

Dalam hal terjadinya perceraian haruslah memenuhi beberapa alasan-alasan.

Sehingga perceraian tersebut dapat terlaksana, hal ini sesuai dengan pasal 39 ayat 2

undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi : “ untuk

melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami dan isteri itu

tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.” Di dalam muatan Peraturan

27 Abd.Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, ( Jakarta, Kencana Prenada Media

Group, 2006 ), cet Ke 2, h 196

Page 41: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Pemerintah Republik Indonesia No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-

undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menerangkan bahwa

alasan-alasan perceraian yang dinyatakan pada pasal 19 sebagai berikut:

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan

lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

luar kemampuanya;

c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

memnahayakan pihak lain;

e. salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

f. antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Sedangkan Di dalam pasal 116 kompilasi hukum islam (KHI) menjelaskan

hal tambahan dua point dalam penyempurnaannya yaitu, Perceraian dapat terjadi

karena:

a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan

lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

Page 42: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

b. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain luar

kemampuanya;

c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

memnahayakan pihak lain;

e. salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

f. antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. suami melanggar taklik-talak

h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan

dalam rumah tangga

C. Akibat Dan Hikmah Perceraian

1. Akibat Perceraian

Apabila perkawinan yang diharapkan tidak tercapai, dan perceraian yang

diambil sebagai jalan keluarnya maka akan timbul akibat dari perceraian itu

sendiri. Dalam hal ini baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 atau Kompilasi

Hukum Islam (KHI) mengatur hal tersebut pada pasal-pasal-pasal berikut ini, yaitu

:

Page 43: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

1. Dalam pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 197428

disebutkan,

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi

keputusannya;

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliaharaan dan

pendidikan yang diperlakukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan

tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut Pengadilan dapat menentukan

bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri;

2. Dalam pasal 149 Kompilasi Hukum Islam (KHI)29

dinyatakan, Bilamana

perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :

a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa

uang atau benda kecuali bekas isteri tersebut Qobla al Dukhul;

28 Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , (

Jakarta, Pradnya Paramita, 2006) h 549.

29 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta, Akademika

Presindo, 2004, h 149

Page 44: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama

dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan

dalam keadaan tidak hamil;

c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separoh apabila

Qobla al Dukhul;

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum

mencapai umur 21 tahun;

c) Dalam Pasal 150 dinyatakan, Bekas suami berhak melakukan ruju’

kepada bekas isterinya yang masih dalam masa iddah;

d) Dalam pasal 151 dinyatakan, Bekas isteri selama dalam masa iddah,

wajib menjaga dirinya tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan

pria lain;

e) Dalam pasal 152 dinyatakan, Bekas isteri berhak mendapat nafkah

iddah dari bekas suaminya kecuali bila ia nusyuz;

f) Dalam Pasal 156 dinyatakan, Akibat putusnya perkawinan karena

perceraian ialah :

a. Anak yang belum mumayiz berhak mendapatkan hadhanah dari

ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya

digantikan oleh :

1. Wanita-wanita dalam garis lurus dari ibu;

2. Ayah;

3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;

Page 45: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah;

b. Anak yang sudah mumayiz berhak memilih untuk mendapatkan

hadhanah dari ayah atau ibunya;

c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin

keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah

telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan

Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang

mempunyai hak hadhanah pula;

d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah

menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa

dan dapat mengurus diri sendiri ( 21 tahun );

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,

Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c),

dan (d);

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang

tidak turut padanya.

2. Hikmah Perceraian

Dalam suatu kejadian pastilah terdapat hikmah yang akan didapatkan, begitu

juga pada permasalahan perceraian akan ada hikmah yang akan kita dapatkan, baik

Page 46: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

bagi sang suami atau sang isteri. Talak pada dasarnya sesuatu yang halal tetapi hal

yang paling dibenci oleh Allah, hikmah dibolehkannya talak itu adalah karena

dinamika kehidupan rumah tangga kadang-kadang menjurus kepada sesuatu yang

bertentangan dengan tujuan pembentukan rumah tangga itu.30

Dalam keadaan

begini kalau dilanjutkan akan menimbulkan mudharat bagi kedua belah pihak, baik

itu sang suami atau isteri bahkan kepada sang anak itu sendiri.

Allah Yang Maha Bijaksana menghalalkan talak tapi membencinya, kecuali

untuk kepentingan suami, istri atau keduanya, atau untuk kepentingan

keturunannya. Dalam hal ini masalah ini mengandung dua hal yang merupakan

kemungkinan terjadinya talak:31

1. Kemandulan, apabila seorang laki-laki mandul, maka ia tidak akan mempunyai

keturunan, padahal anak adalah bagian utama dari perkawianan. Dengan anak

atau keturunan, maka dunia kan lebih berwarna. Begitu pula dengan wanita

mandul, maka ia tidak akan dapat memberikan keturnan bagi suaminya.

Sehingga apabila salah satu pasangan mandul, maka perceraian dapat dijadikan

solusi akhir, sebab diantara tujuan yang mendorong untuk melakukan

30

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh dan

Munakahat dan UU perkawinan, ( Jakarta, Prenada Media, 2006), h 201

31Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta, Akademika

Presindo, 2004, h 167

Page 47: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

perkawinan adalah anak atau keturunan. Sehingga disinilah hikmah adanya

perceraian untuk mereka yang mandul, baik bagi laki-laki atau wanita.

2. Terjadinya perbedaan dan pertentangan kemarahan dan segala yang

mengingkari cinta dan kasih saying. Karena kalau cinta dan kasih sayang sudah

hilang dari kehidupan berumah tangga, maka perjalanan berumah tangga tidak

akan lagi nyaman. Ketika terjadi pertengkaran, maka yang menjadi korban

adalah anak, mereka akan berada dalam bahaya kegoncangan akibat sering

melihat kedua orang tuanya bertengkar. Hal ini yang menjadi perceraian adalah

solusi yang baik untuk mengeluarkan sanag anak dari bahaya kejiwaan karena

seringnya ia melihat kedua orang tuanya bertengkar.

Selain hal itu, hikmah adanya perceraian, akan menambahkan kita pada

pembelajaran hidup bahwasanya dalam hidup terdapat dinamika yang harus kita

jalani, baik itu bersifat senang atapun sedih. Karena semua ini sudah ada

ketentuannya yang telah lama ditentukan oleh Allah Swt, sehingga diharapkan

semua peristiwa yang kita alami, dapat kita ambil hikmah atau sebagai

pembelajaran untuk kehidupan kita kedepan agar lebih baik dan bisa lebih

mendekatkan diri dengan sang pencipta yaitu Allah Swt.

Page 48: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

BAB III

TINJAUAN FIQH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

AKIBAT IMPOTENSI

E. Pengertian Impoten

Suatu perkawinan yang bahagia harus ada cinta kasih dan simpatik timbal

balik, ide-ide bersama, minat bersama, keadaan keuangan yang relatif cukup serta

kecocokan dalam berbagai hal seperti pribadi dan sosial. Dilain pihak juga benar

bahwa suatu perkawinan tidak bisa sukses kalau tidak ada daya tarik seksual atau

kalau kehidupan seksual tidak memuaskan.32

Banyak kendala kendala dalam rumah tangga dewasa ini langsung atau tidak

langsung bersumber pada kesulitan-kesulitan seksual. Faktor seksual juga

mempunyai peranan penting dalam perkawinan. Adanya mitos seks yang tidak

benar membuat kendala dalam perkawinan seperti bahwa hubungan seksual adalah

nafsu hewani yang hina dan kotor. Bila hal itu yang diingat karena pemahaman

orang tua yang kaku tentang seks, maka keyakinan mereka tentang seks adalah hal

yang memalukan padahal seks dalam perkawianan itu hal yang logis dan sakral.33

Diantara penyakit seks yang sering dialami seorang pria itu salah satunya adalah

impoten

32 Anto Groho, Penyebab disfungsi pada pria, http://pa-sungailiat.pta-

babel.net/talk-show.pasgt diakses tanggal 30-10-2009.

33 Ibid,

Page 49: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Impotensi atau adalah perihal lemah syahwat keadaan tidak berdaya

sedangkan impoten adalah tidak ada daya untuk bersenggama atau mati pucuk

(lemah syahwat atau tidak mempunyai tenaga) tidak dapat berbuat apa-apa.34

Kata impoten berasal dari bahasa inggris yang berarti tidak berdaya, tak

bertenaga, mati pucuk (lemah zakar). Dan didalam bahasa Arab disebut “Unnah

dan juga bisa disebut ‘Inniin yang berarti35

:

“ 3,�J ” : Yang tak kuasa bersetubuh dengan perempuan

Ibnu abidin juga mengemukakan pendapatnya yang dikutip oleh Firdaweri di

dalam bukunya tentang pengertian impotensi. Menurut bahasa impotensi adalah

orang yang tidak sanggup bersetubuh. Dan menurut istilah orang impoten adalah

orang yang tidak sanggupmensenggamai isterinya, karena terhalang dari sisuami

itu sendiri. Seperti sudah tua atau masih kecil. Dan untuk lebih jelasnya

Abdurrahman Al-Jaziri memperinci lagi maksud dari impoten itu, ia

mengemukakan bahwa orang impoten ialah orang yang tidak sanggup

bersenggama dengan isterinya pada kemaluanya, walaupun sudah bangun

kemaluanya waktu mendekati isterinya, sekalipun dia sanggup bersetubuh dengan

34 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), cet. 2 h. 427

35 Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, (jakarta, CV

Pedoman Ilmu Jaya, 1998, cet ke-1. h.90

Page 50: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

wanita lain. (juga disebut impoten) orang yang hanya sanggup bersenggama

dengan perempuan janda, tidak sanggup dengan perempuan perawan (juga disebut

impoten) orang yang sanggup dengan isterinya pada duburnya dan tidak sanggup

pada kemaluannya. Maka orang yang ditemui keadaanya seperti yang tersebut

diatas dinamakan impoten untuk mensetubuhi isterinya.36

Menurut ilmu kedokteran yang dimaksud impoten disebut juga disfungsi

erektil yang mana pengertiannya adalah Disfungsi erektil, yang juga disebut

impotens, adalah ketidak mampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi

yang cukup untuk menyelesaikan koiteus. Pasien dapan melaporkan penurunan

frekuensi ereksi, ketidak mampuan untuk mencapai ereksi yang keras, atau

detumescence (menghilangnya ereksi) yang cepat.37

Disfungsi seksual sering disebut juga disfungsi ereksi yaitu masalah seksual

bagi sebagian pria. Tingkatan disfungsi ereksi dipengaruhi oleh beberapa hal

seperti fisik (hormonal & gaya hidup) maupun psikis, dari ejakulasi dini hingga

ketidakmampuan untuk mengalami ereksi sama sekali.38

36 Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, (jakarta, CV

Pedoman Ilmu Jaya, 1998, cet ke-1. h.89

37 Brunner&Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, (Jakarta,

Pnerbit Buku Kedokteran EGC, 1997) jilid 8. h. 1621

38 http://www.andriewongso.com (diakses pada tanggal 30-10-2009)

Page 51: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Dengan demikian jelas bahwa yang dikatakan impoten dalam uraian diatas

adalah menurut bahasa orang yang tidak sanggup bersetubuh, sedangkan menurut

istilah Syara’ ialah orang tidak sanggup bersenggama pada kemaluan isterinya.

Dalam hal ini penulis beranggapan apabila hal ini terdapat pada seorang

seorang suami tentu isteri kurang menerima haknya. Selama seorang isteri tidak

mempermasalahkan hal ini dan merelakan keadaan suaminya impoten tidak akan

menjadi masalah, akan tetapi bagi isteri yang tidak menerima keadaan seperti yang

dijelaskan diatas dia akan menuntut haknya. Seorang isteri bisa mengadukanya

kepada pengadilan Agama setempat dan tidak sedikit dari isteri yang mengalami

keadaan seperti ini akan berakhir pada perceraian.

F. Impotensi Menurut Pandangan Ulama Fiqh

Para ulama telah sepakat bahwa jika salah satu dari suami isteri mengetahui

adanya cacat pada pihak lain sebelum akad nikah ataupun diketahuinya sesudah

akad, tetapi ia telah rela atau ada tanda yang menunjukan kerelaanya, ia tidak

mempunyai hak untuk meminta cerai dengan alasan cacat bagaimanapun juga39

.

Tetapi hal ini bisa berbeda bila salah satu pihak mengetahui adanya cacat pada

salah satu pihak, dan pihak yang merasa dirugikan dapat meminta bercerai. Seperti

seorang suami yang mempunyai penyakit impoten atau lemah syahwat atau

39

Mahmud Syalthut, Muqoronah al-Madzahib fi al-Fiqh, (Mahmud Ali

Shibih, 1953), h.99

Page 52: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

disfungsi seksual, maka bila terjadi hal itu istri dapat meminta bercerai atau khulu

terdhadap suaminya.

Hal ini sejalan dengan pendapat para ulama tentang kebolehan khulu dengan

alasan suami impoten atau mengalami disfungsi seksual adalah sebagai berikut:

1. Hanafiyah berpendapat bahwa suami tidak mempunyai hak Fasakh karena

sesuatu cacat yang ada pada isteri. Yang memiliki hak fasakh hanyalah isteri

apabila suaminya impoten, isteri tidak boleh khulu kecuali penyakit jab

(terpotongnya zakar), impoten, gila, sopak, kusta.40

2. Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabillah berpendapat bahwa boleh tidaknya

menuntut cerai adalah hak masing-masing seorang isteri. Ahmad bin Hanbal

menambahkan penyakit yang boleh menuntut cerai adalah delapan yaitu: gila,

sopak, kusta, jab (terpotongnya zakar), impoten, ar-ritq (tersumbatnya lubang

vagina yang menyebabkan kesulitan bersenggama), al-qorn (benjolan yang

tumbuh pada vagina), dan al-a’fal (daging yang tumbuh dan selalu

mengeluarkan bau busuk). Sebagian mereka menambahkan lagi beberapa

cacat seperti ambeien, buang air kecil terus menerus dan bau badan.

Tiga imam tersebut berhujjah dengan dalil nash untuk sebagian dan dengan

qiyas untuk sebagian yang lain. Adapun nash hadits yang menerangkan bahwa

nabi SAW bersabda kepada perempuan yang dilihatnya ada noda putih pada

lambungnya, “bergabung kembali dengan keluargamu”. Dengan hadits ini jelas

40

Ibid. H.100

Page 53: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

sopak, kemudian diqiyaskan kepada kusta dan gila dengan alasan sama-sama

menjijikan. Rasulullah SAW bersabda ”Larilah dari orang yang berpenyakit

kusta”.

Hadis ini tegas-tegas memandang kusta itu salah satu untuk lari dan maksud

dari lari itu adalah dengan fasakh. Mereka mengatakan, nikah dikiaskan dengan

jual beli, cacat-cacat yang membolehkan fasakh pada jual beli, membolehkan juga

fasakh pada nikah. Mereka mengqiaskan cacat-cacat tersebut kepada jab dan

impoten, dengan alasan masing masing penyakit tersebut menghilangkan tujuan

nikah bagi pihak suami isteri.

3. Ibnu Qayyim berpendapat boleh fasakh dengan cacat apapun bentuknya yang

dapat menghilangkan ketenangan, kecintaan dankasih sayang. Beliau

berpendapat bahwa menuntut cerai bisa dilakukan dengan alasan setiap cacat

yang mebuat pasangan hidupnya tidak bertahan hidup bersamanya, baik

penyakitnya parah atau tidak seperti mandul, tuli , buta, tangan atau kakinya

terpotong, dan lain-lain.41

G. Impotensi Menurut Hukum Positif

Dalam hal impotensi (disfungsi seksual), di Indonesia sebagai negara hukum

terdapat peraturan hukum atau Undang-undang yang menjelaskan hal itu. Hal

tersebut terdapat pada peraturan yang mengatur tentang perceraian dengan karena

41

Mahmud syalthut, Muqoronah al Madzahib fi al Fiqh, h.101

Page 54: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

cacat badan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 124 yang

menyatakan “khulu harus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai ketentuan

pasal 116”

Adapun hubungan dalam masalah cacat badan pada pasal 116 ialah poin e

yang menyatakan “ salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit

dengan akibat tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri”

perceraian seperti ini pun selaras dengan KHI yang menyatakan adanya

kesepakatan suami dan isteri sepertiyang tertulis dalam pasal 148 ayat 4

menyatakan: “setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadh atau

tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan izin bagi suami untuk

mengikrarkan talaknya di depan Pengadilan Agama. Terhadap penerapan itu tidak

dapat dilakukan upaya banding dan kasasi”.

Dihubungkan pula pasal 132 KHI yang menyebutkan “gugatan perceraian

diajukan oleh isteri atau kuasanya pada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya

mewilayahi daerah hukum penggugat kecuali isteri meninggalkan kediaman

bersama tanpa seizin suami”

Oleh karena itu peraturan tentang cerai gugat sangat mendukung bahwa

sinergi dan selerasnya antara khulu dan cerai gugat. Sinergi disini adalah bahwa

cerai gugat dan khulu sama-sama datangnya atas kehendak isteri, yang

membedakan adalah akibat hukum dan tebusan oleh isteri kepada suami.

Page 55: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Impoten atau lemah syahwat dalam undang undang perkawinan no 1 tahun

1974 tentang perkawinan dan PP No 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan

perkawinan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tidak secara tegas disebutkan

bahwa lemah syahwat atau impoten dapat dijadikan alasan tersendiri untuk

melakukan perceraian.

Tetapi bila kita melihat pada pasal 39 poin 2 Undang-undang No 1 Tahun

1974 dikatakan “ untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antar

suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Hal ini didasari

pada pasal 34 poin 3 yaitu “ jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-

masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan”. Bila kita garis bawahi

pada kata-kata melalaikan kewajiban, banyak arti yang dapat diambil dari kata-

kata tersebut. Dalam hal kewajiban berumah tangga bisa berarti kewajiban

terhadap jasmani atau kewajiban terhadap rohani, kewajiban terhadap rohani disini

seperti terpenuhinya kebutuhan biologis.

Bila kewajiban kebutuhan biologis tidak terpenuhi, maka akan sangat

dikhawatirkan berpengaruh terhadap keharmonisan berumah tangga. Sehingga bila

hal itu terjadi, dan salah satu pihak ingin bercerai maka alasan ketidak harmonisan

tersebut dapat dijadikan alasan untuk bercerai.

H. Perceraian Akibat Impoten Menurut Fiqh dan Hukum Positif

1. Perceraian Akibat Impoten (disfungsi seksual) Menurut Fiqh

Page 56: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Aib dalam rumah tangga haruslah ditutupi oleh semua pihak di dalam kelurga

tersebut, baik itu aib yang terdapat pada pihak suami atau pada pihak istri, tetapi

bila aib tersebut berpengaruh pada keharmonisan rumah tangga, hal ini haruslah

dapat didudukkan permasalahannya dengan bijak dan baik.

ر,ا�# ب YZ �ح��ا دا�>و B� ,[ �I�>أةا�#, ر ا�B,"ب 3� _,^ YV[\ إ�:� ��,�� أZ -"لI:وإ� ZY �[ a�Y وا��B:� ا�

b� ل"- c� � ZBY -"ل وb� ا��;$ ا�#, رإZY:V آ�'� ذ�dEe& ZY c إ�:� وا�_:Ee"ت�+I�أ ZY �(��ا .N�Jوا & Zب أن: أخ",B�ر ا ,#���;EeI�ا �B]ء ت ث�ث� أش, ت_;>ك@,Y ل C�<�ء ا �"ن وهZ وا���[ kام ا� � ن�#; واث� ن وا�E>ص وا� لC�<� Iوه �[ ا���[ ء ت#;l' وأرB� وا��B:� ا� Zوا��;$ وا�>:ت$ ا��>ان وه (�B�وا '[ � Y b - <آk�و ا �:�B�ا > B�3 اJ ع I NnJ وا->ان ا4�;_ ر B+ ا�,3 إ�*>اق وا��;$ إ�_+ادا��>ج وا�>:ت$ ا�"طء b�I& 3� ا��>ج YZ &�"ن � �(*� �kة 3� تb�I ر%"� و-,) ا��>ج ZY &�"ن �*N وا�B�) ا�E"ل و�#>ج ا�"طء عI 42.ا�

Dalam hal ini Penulis mengutip ulasan tentang permaslahan Aib ini dari kitab

mizanul Kubro yang dikarang oleh Abi Al-Mawahib. Dalam kitab fikih ini

menjelaskan bahwa terdapat kriteria aib dalam rumah tangga, baik yang terdapat

pada laki-laki atau terdapat pada wanita atau juga terdapat pada keduanya. Adapun

macam-macam aib tersebut adalah43

:

a. Aib yang terdapat pada laki-laki dan wanita

1. Junun ( Gila ) ا����ن

2. Juzam ( kusta/lepra) ا���ام

42

Abi al-mawahib Abdul wahab bin ahmad, Mizanul Kubro, (Dar El-Fikr,

1978), h.115

43

Ibid., h.115

Page 57: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

3. Baros ( Penyakit kulit / Belang ) ا���ص

b. Aib yang terdapat pada Laki-laki

1. Al-Jub ( Terpotongnya zakar ) ���ا�

2. Unnah ( Impoten ) �����ا

c. Aib yang terdapat pada Wanita

1. Qorn ( Yang menghalangi atau mencegahnya Wath’i atau Jima’) ا���ان

2. Rotak ( Vaginanya tertutup daging) ��ا���

3. Fatek ( Dempetnya saluran kencing dan vagina) ����ا

4. Aflun ( Daging yang tumbuh sehingga mencegah nikmatnya berjima’) ����ا

Bila semua atau salah satu tersebut yang di atas ada pada salah satu pihak dan

hal tersebut dapat mempengaruhi keharmonisan dalam berumah tangga, maka

salah satu pihak dapat memilih apakah meneruskan rumah tangga yang sudah

berjalan atau memilih untuk berpisah.

Dalam hal adanya aib yang menyebabkan perceraian ini para fuqaha berbeda

pendapat tentang permasalahan tersebut, yaitu :44

a. Menurut Imam Abu Hanifah ; berpendapat bahwasanya tidak ada fasakh

dalam suatu pernikahan yang didasari karena adanya aib, akan tetapi perempuan

tersebut boleh memilih, jika alasannya atau aibnya berupa al-jub ( terpotongnya

zakar ) dan unnah ( impoten ).

44

Abi al-mawahib Abdul wahab bin ahmad, Mizanul Kubro, (Dar El-Fikr,

1978), h.115

Page 58: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

b. Menurut Imam Maliki dan Syafi’i ; berpendapat bahwa ketetapan dalam

masalah memilih tersebut diperbolehkan kecuali aib tersebut adalah fatek (

dempetnya lubang air kencing dan vagina).

c. Menuurt Imam Ahmad bin Hambal ; berpendapat bahwa semua aib dapat

menyebabkan seorang wanita dapat memilih.

2. Perceraian Akibat Disfungsi Seksual Menurut Hukum Positif

Impoten atau lemah syahwat dalam undang undang perkawinan no 1 tahun

1974 tentang perkawinan dan PP No 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan

perkawinan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tidak secara tegas disebutkan

bahwa lemah syahwat atau impoten dapat dijadikan alasan tersendiri untuk

melakukan perceraian.

Tetapi bila kita melihat pada pasal 39 poin 2 Undang-undang No 1 Tahun

1974 dikatakan “ untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antar

suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Hal ini didasari

pada pasal 34 poin 3 yaitu “ jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-

masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan”. Bila kita garis bawahi

pada kata-kata melalaikan kewajiban, banyak arti yang dapat diambil dari kata-

kata tersebut. Dalam hal kewajiban berumah tangga bisa berarti kewajiban

terhadap jasmani atau kewajiban terhadap rohani, kewajiban terhadap rohani disini

seperti terpenuhinya kebutuhan biologis.

Page 59: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Bila kewajiban kebutuhan biologis tidak terpenuhi, maka akan sangat

dikhawatirkan berpengaruh terhadap keharmonisan berumah tangga. Sehingga bila

hal itu terjadi, dan salah satu pihak ingin bercerai maka alasan ketidak harmonisan

tersebut dapat dijadikan alasan untuk bercerai.

Page 60: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

BAB IV

ANALISA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

TENTANG PERCERAIAN AKIBAT TIDAK MEMPUNYAI

KETURUNAN

A. Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan

1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah sebagai salah satu institusi

yang melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai

berikut:45

1. Udang-Undang Dasar 1945 pasal 24;

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang ketentuan-ketentuan

pokok kekuasaan kehakiman

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

5. Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-

Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan

dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil

45

Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 06

november 2009, h.1

Page 61: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

7. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963, Tentang

Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

8. Peraturan-Peraturan lain yang berhubungan dengan tata cara kerja dan

wewenang Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2. Sejarah Singkat Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan

Menteri Agama Republik Indonesia No 69 Tahun 1963 tentang pembentukan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Pada awalnya Pengadilan Agama di wilayah

DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang dinamakan kantor cabang yaitu46

:

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara;

2. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah;

3. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk;

Semua Pengadilan Agama tersebut di atas termasuk wilayah Hukum Cabang

Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya Cabang

Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan Menteri Agama

Nomor 71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976 Tentang Dasar Hukum

Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama.47

Semua Pengadilan Agama di Propinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan

Agama yang berada di daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam wilayah hukum

46

Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 06

november 2009, h.3.

47

Ibid., h. 3.

Page 62: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA). Berdasarkan

surat keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1985

tanggal 16 Juli 1985 pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Surakarta

dipindahkan ke Jakarta, akan tetapi baru bisa direalisasikan pada tanggal 30

Oktober 1987 dan secara otoritas wilayah hukum Pengadilan Agama di Wilayah

DKI Jakarta adalah menjadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta48

.

3. Perkembangan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Terbentuknya kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan jawaban

dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang mana pada tahun 1967 merupakan

cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang berkantor di jalan

Otista Raya Jakarta timur, dan sebutan pada waktu itu adalah cabang dari

Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta

Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk serta tuntutan

masyarakat Jakarta Selatan yang wilayahnya cukup luas, Sehingga pada waktu itu

keadaan kantor dalam kondisi darurat, yaitu menempati gedung bekas kantor

kecamatan pasar minggu tepatnya di gang kecil yang sampai saat ini dikenal

dengan sebutan gang Pengadilan Agama Pasar Minggu Jakarta Selatan yang di

pimpin oleh polana49

.

48

Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 06

november 2009, h.3.

49

Ibid, h.4.

Page 63: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar pada permasalahan perceraian akan

tetapi kalaupun ada mengenai warisan maka masuk kepada komparasi itupun

dimulai tahun 1969 bekerja sama dengan Pengadilan Negeri yang pada saat itu

dipimpin oleh Bismar Siregar. Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa

waris akan tetapi hal tersebut ditentang oleh pihak keamanan karena bertentangan

dengan kewenangannya sehingga sempat terjadi penahanan beberapa orang

termasuk Hasan Mughni karena fatwa waris tersebut, sehingga sejak saat itu fatwa

waris ditambahkan dengan kalimat “jika ada harta peninggalan”50

Pada tahun 1976 gedung kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pindah ke Blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi

masjid Syarif Hidayatullah dan pada saat itu sebutan kantor cabang dihilangkan

menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada saat itu diangkat pula beberapa

hakim honorer yang salah satunya adalah Ichtijanto. Penunjukan tempat tersebut

atas inisiatif kepala Kandepag Jakarta Selatan yang pada saat itu dijabat oleh

Muhdi Yasin. Seiring dengan perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan

untuk menangani tugas-tugas kepanitraan yaitu; Ilyas Hasbullah, Hasan Jauhari,

Sukandi, Tuwon Haryanto Fathullah AN, Hasan Mughni, dan Imran, keadaan

penempatan kantor diserambi masjid tersebut bertahan sampai tahun 1979.51

50

Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 06

november 2009, h. 4.

51

Ibid., h. 4.

Page 64: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Pada bulan Desember 1979 kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah

ke gedung baru di. Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan menempati gedung

baru dengan tanah yang masih menumpang pada areal tanah PGAN Pondok

Pinang dan pada tahun 1979 pada saat Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang

dipimpin oleh H.Alim, diangkat pula hakim-hakim honorer untuk menangani

perkara-perkara yang masuk, mereka diantaranya adalah KH. Yakub, KH, Muhdas

Yusuf, Hamim Qarib, Rasyid Abdullah, Ali Imran, Noer Chazin. Pada

perkembangan selanjutnya yaitu semasa kepemimpinan Djabir Manshur kantor

Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke jalan Rambutan VII No.48 Pejaten

Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru yang

merupakan hibah dari pemda DKI. Di gedung baru ini meskipun kurang

memenuhi syarat karena terletak ditengah-tengah penduduk dan jalan masuk

dengan kelas III C akan tetapi jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan

sebelumnya, pembenahan-pembenahan fisikpun dilakukan terutama pada masa

kepemimpinan Jayusman52

.

Begitu pula pembenahan-pembenahan administrasi terutama pada masa

kepemimpinan Ahmad kamil. Pada masa ini pula Pengadilan Agama Jakarta

Selatan mulai menggunakan komputer walaupun hanya sebatas pengetikan dan hal

tersebut terus ditingkatkan pada masa Rif’at Yusuf. Pada masa perkembangan

selanjutnya pada tahun 2001 pada saat itu kepemimpinan dijabat oleh Zainudin

52

Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 06

november 2009, h. 5.

Page 65: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Fajari, Pembenahan-pembenahan terus dilakukan baik fisik maupun non fisik

sampai pada tahapan komputerisasi online dalam administrasi, dan hal tersebut

pada saat ini masih terus dibenahi sampai sekarang oleh ketua Pengadilan Agama

Jakarta Selatan Sayed Ustman dan sampai pada ketua Pengadilan Agama Jakarta

Selatan sekarang yang dijabat oleh Pahlawan Harahap, yang tujuannya untuk

meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan sehingga

terciptanya keadilan dalam masyarakat53

.

B. Duduk Perkara

Dalam hal ini penulis merumuskan awal dari permasalahan atau duduk

perkara dari permasalahan yang dialami para pihak, baik dari pihak penggugat

maupun dari pihak tergugat. Masalahnya adalah karena setelah penggugat dan

tergugat berumah tangga ada beberapa hal yang membuat penggugat merasa

membuat hubungan keluarga tidak harmonis lagi, yaitu dengan seringnya tergugat

marah, bersikap temperamental kepada penggugat dan yang lebih utama lagi yaitu

adalah tergugat tidak bisa memberikan nafkah lahir batin dikarenakan tergugat

mempunyai penyakit impoten yang pada intinya dari perkawinan mereka tidak bisa

memberikan keturunan.

53

Ibid, h. 5

Page 66: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

C. Pihak-pihak Terkait

- Penggugat : Ira Irayanti bin Maman Suparman, umur 26 tahun, agama Islam,

Pendidikan D1, pekerjaan swasta, tempat tinggal Jl. Raya Lenteng Agung Gg. H

Zakaria, Rt. 005/03, Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

- Tergugat : Ahmad Fakih bin Zainal Abidin, umur 34 tahun, agama islam,

pendidikan S1, pekerjaan swasta, tempat tinggal Jl Raya Lenteng Agung Rt

002/03, Kelurahan Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Para Saksi :

- Koko Komarudin bin H. Maman sebagai kakak kandung penggugat.

- Imam Nursyamsudin bin H. Maman sebagai kakak kandung tergugat.

- Dian binti H. Zainal Abidin sebagai kakak kandung tergugat.

- Yulia binti H. Zainal Abidin sebagai adik kandung tergugat.

D. Kronologi Perkara

Kronologis perkara ini sesuai yang didaftarkan pada kepaniteraan

tertera pada Nomor 241/Pdt.G/2007/PA.JS adalah pada saat Ira Irayanti

binti Maman Suparman sebagai Penggugat mengajukan gugatan di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Ahmad Fikih bin Zainal Abidin

sebagai tergugat. Awalnya mereka menikah pada tanggal 06 Juli 2003

dihadapan Pejabat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Jagakarsa

Jakarta Selatan sesuai Kutipan Akta Nikah Nomor 716/31/VI/2001 tanggal

Page 67: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

06 Juli 2003. Pada pembahasan ini penulis mengambil kasus perceraian

yang diakibatkan pihak tergugat mempunyai penyakit impotensi.

Bahwa dalam persidangannya penggugat dan tergugat hadir

dalam persidangannya yang mana telah ditentukan dengan surat

panggilan dan telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadiri

sidangnya. Pada saat itu majlis hakim mengupayakan perdamaian

diantara kedua belah pihak tetapi hal tersebut tidak berhasil, maka majlis

hakim meneruskan pemeriksaan perkara dengan membacakan surat

gugatan penggugat. Yang mana sebab-sebab terjadinya perselisiahan

tersebut karena:

1. Tergugat tempramental dan sering marah kepada penggugat

2. Tergugat tidak dapat memberikan nafkah bathin kepada penggugat,

dan untuk mengatasi permasalahan tersebut tergugat telah berusaha

untuk berobat, namun tidak berhasil.

Selanjutnya dalam persidangan tersebut setelah Majlis Hakim membacakan

surat gugatan kemudian tergugat memberikan jawaban secara lisan, yang mana

dalam jawaban tersebut penggugat mengakui dan membenarkan atas dalil gugatan

pihak penggugat dengan seringnya terjadi perselisihan dan masalah nafkah bathin

yang tidak pernah mencapai organsme atas ketidak mampuan tergugat. Akan tetapi

Page 68: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

pihak tergugat merasa keberatan atas gugatan penggugat karna masih adanya rasa

sayang dan rasa cinta terhadap penggugat.

Setelah mendengarkan gugatan dari pihak pergugat dan mendengarkan

jawaban dari pihak tergugat kemudian majlis hakim meminta kepada pihak

penggugat untuk menghadirkan bukti-bukti, yaitu berupa bukti tertulis dan

pemanggilan para saksi. Adapun saksi-saksi yang dihadirkan berasal dari kedua

belah pihak yaitu antara penggugat dan tergugat.

Pertama yang dihadirkan adalah saksi dari pihak penggugat yaitu Koko

Komarudin bin H. Maman yang tidak lain adalah kakak kandung dari penggugat.

Dalam kesaksianya saksi menjelaskan bahwa rumah tangga pengggugat dengan

tergugat sudah tidak rukun lagi, dengan seringnya terjadi peseisihan dan

pertengkaran yang dikarenakan masalah nafkah bathin. Dan dalam kesaksianya

tersebut saksi juga mengatakan bahwa pernah menerima pengaduan dari penggugat

dana tergugat mengenai ketidak mampuan tergugat dalam memenuhi nafkah bathin

dan saat itu saksi menyarankan kepada para pihak untuk menjalani pengobatan.

Dan setelah memberikan saran saksi juga memberikan nasehat agar para pihak

rukun kembali akan tetapi usaha dari saksi tidak berhasil, dikarenakan pihak

penggugat tetap ingin bercerai dari pihat tergugat.

Selanjutnya Majlis Hakim memanggil saksi yang kedua dari pihak

penggugat yaitu Imam Nursyamsudin bin H. Maman yang tidak lain adalah kakak

kandung penggugat. Yang mana dalam kesaksiannya saksi menerangkan

bahwasanya mereka adalah suami isteri yang belum dikaruniai anak, saksi juga

Page 69: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

menerangkan bahwa rumah tangga pengggugat dengan tergugat sudah tidak rukun

lagi dengan seringnya terjadi peseisihan dan pertengkaran yang dikarenakan

masalah nafkah bathin yang mana dari cerita penggugat kepada saksi bahwa

tergugat tidak mampu melakukan hubungan intim karena impoten. Dan juga saksi

pernah ditelepon dengan tenggugat yang menerangkan bahwasanya penggugat

masih perawan, dan keadaan rumah tangga sudah tidak harmonis. Saksipun

mengetahui tergugat pernah berobat ke dokter boyke, dalam kehidupan rumah

tangga saksi menerangkan bahwa penggugat dan tergugat telah pisah ± 3 bulan.

Dan setelah memberikan saran saksi juga memberikan nasehat agar para pihak

rukun kembali akan tetapi usaha dari saksi tidak berhasil, dikarenakan pihak

penggugat tetap ingin bercerai dari pihat tergugat. Tersebut diatas adalah saksi dari

pihak penggugat.

Setelah mendengarkan keterangan saksi dari pihak pengugat majlis hakim

meminta kepada tergugat untuk meneguhkan dalil-dalil bantahanya dengan

menghadirkan bukti-bukti yaitu berupa bukti tertulis dan pemanggilan para saksi

dari pihak tergugat.

Saksi pertama dari pihak tergugat adalah Dian binti H. Zainal Abidin tidak

lain adalah kakak kandung tergugat. Dalam kesaksianya saksi menerangkan

bahwasanya saksi mengetahui rumah tangga tergugat dan penggugat sudah tidak

rukun lagi sering terjadi perselisihan dan pertengkaran karena tergugat tidak punya

kemampuan masalah hubungan sek (suami isteri). Dan juga saksi mengetahui

tergugat karena penyakit tersebut telah melakuakan pengobatan kepada banyak

Page 70: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

pihak. Saksi mengetahui bahwa penggugat dan tergugat telah pisah tempat tinggal,

masing-masing tinggal bersama orang tua, dan saksi pun telah berupaya untuk

mendamaikan dan merukunkan kembali antara pihak penggugat dan terguggat

namun tidak berhasil karena penggugat tetap ingin bercerai.

Selanjutnya Majlis Hakim memanggil saksi yang kedua dari pihak tenggugat

yaitu Yulia binti H. Zainal Abidin tidak lain adalah adik kandung tergugat. Dalam

kesaksianya saksi menerangkan bahwa saksi mengetahui rumah tangga penggugat

dan tergugat tidak rukun dan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran karena

tergugat tidak mampu melakukan hubungan suami isteri (impoten), selain itu saksi

juga mengetahui penggugat dan tergugat telah pisah ranjang selama ± 3 bulan

lamanya, dalam hal ini pun saksi telah berupaya untuk mendamaikan dan

merukunkan kembali antara pihak penggugat dan terguggat namun tidak berhasil

karena penggugat tetap ingin bercerai dan saksi menyerahkan kepada majlis.

Tersebut di atas adalah saksi dari pihak tergugat.

Setelah itu penggugat maupun tergugat membenarkan keterangan para saksi-

saksi di atas dan untuk mempersingkat uraian putusan ini selama dalam

persidangan telah ditunjuk dalam berita acara pemeriksaan perkara ini. Dan

selanjutnya penggugat maupun tergugat menyatakan tidak ada lagi yang akan

disampaikan dan telah menyampaikan kesimpulannya dan akhirnya mohon

putusan.

E. Ringkasan Keputusan

Page 71: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Hakim dalam hal kasus yang dilayangkan oleh Ira Irayanti bin

Maman Suparman sebagai pihak Penggugat melawan Ahmad Fikih bin

Zainal Abidin sebagai pihak tergugat dengan pokok perkara yaitu

perceraian akibat pihak tergugat mengalami impoten hakim dalam hal ini

orang yang mengambil keputusan tidak ada satupun dalil hukum yang

dijadikan pertimbangan hukum, lebih banyak pertimbangan keadaan

para pihak.

Berdasarkan fakta yang penulis peroleh dapat diketahui bahwa

setelah pemohon dalam permohonannya meminta agar Pengadilan

Agama Jakarta Selatan

Adapun dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor:

241/Pdt.G/2007/PA.JS diantaranya adalah

Menimbang, bahwa pada pokok gugatannya Penggugat memohon

ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan agar diputuskan perkawinannya

dengan Tergugat dengan alasan bahwa sejak awal kehidupan rumah

tangga Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan

pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi sehingga membawa

akibat buruk bagi kelangsungan hidup berumah tangga karena Tergugat

tidak dapat memberiakn nafkah bathin;

Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan pokok

perkaranya terlebih dahulu akan dipertimbangkan hubungan hukum

Page 72: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

antara Penggugat dan Tergugat yang untuk kepentingan hal tersebut

Penggugat telah mengajukan bukti surat P.1 dan t.1 yang telah memenuhi

syarat formil dan materiil pembuktian dengan surat sesuai pasal 165 HIR jo

pasal 1 huruf f (2) PP No. 24 tahun 2000 sehingga bukti surat tersebut dapat

diterima sebagai alat bukti di persidangan, dengan demikian telah terbukti

dan telah menjadi fakta hukum bahwa Penggugat dan dan Tergugat

adalah suami istri yang sah yang perkawinannya dilaksanakan

berdasarkan syariat Islam;

Menimbang, bahwa di depan sidang Tergugat telah mengakui

kebenaran dalil-dalil gugat sehingga oleh karenanya pengakuantersebut

dapat diterima sebagai alat bukti di persidangan yang mempunyai nilai

pembuktian sempurna, mengikat dan menentukan sesuai pasal 174 HIR,

dengan demikian dalil gugat telah terbukti dan telah menjadi fakta

hukum;

Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalilnya Penggugat

telah menghadirkan 2 orang saksi, dan salah satunya bertindak sebaagi

saksi keluarga;

Menimbang, bahwa 2 orang saksi yang diajukan Tergugat secara

bersesuaian menerangkan di bawah sumpahnya, bahwa saksi tersebut

tahu rumah tangga Tergugat dan Pengggugat tidak rukun serta sudah

pisah tempat tinggal bersama Tergugat tidak ammpu memberikan nafkah

Page 73: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

bathin terhadap Penggugat saksi juga tahu bahwa pihak keluarga telah

berusaha menasehati dan merukunkan kedua belah pihak tetapi tidak

berhasil;

Menimbang, bahwa karena fakta tentang perselisihan pertengkaran,

dan adanya saling tidak memperdulikan serta ketidakmampuan Tergugat

untuk melakukan hubungan suami istri telah diakui oleh Tergugat meskipun

Tergugat telah melakukan pengobatan dokter ahli bukti T.2 dan T.3 dan

dari keterangan 2 orang saksi Tergugat dan bukti P.2 meneguhkan adanya

fakta ketidakrukunan dan perselisihan terus menerus telah menjadi tetap

dan terbukti. Oleh karenanya majelis berpendapat bahwa hal tersebut

telah sejalan dengan alasan perceraian sebagaimana yang dirumuskan

oleh pasal 19 (f) PP No. 9 tahun 1975 jo pasal 116 (f) KHI,

Menimbang, bahwa oleh karena tergugat selaku suami tidak

mampu melakukan hubungan suami isteri (impoten) maka si isteri memiliki

hak untuk memutuskan perkawinannya sebagaimana dalil dari kitab sirojul

wahaj hal 362 yang berbunyi;

� ت� وC+ أو,�J او �"� � dEر ث KY \]Y ا�*,

ا��� ح

Page 74: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Artinya: "Atau apabila si istri mendapati suaminya impotent dan

maka tetaplah si perempuan itu memiliki hak pisah”.

Menimbang, bahwa perkawinan penggugat dan tergugat sudah

tidak sejalan dengan maksud dan tujuan perkawinan sebagaimana

digariskan oleh Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974, yaitu untuk membentuk

keluarga yang bahagia yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa, dan tidak sejalan dengan tujuan Pasal 3 KHI yaitu untuk mewujudkan

rumah tangga sakinah, mawaddah dan rahmah karena yang terjadi

adalah kedua belah pihak sudah tidak saling percaya dan menjauhkan

diri, dan sudah tidak memperdulikan;

Menimbang, bahwa meskipun Tergugat menyatakan masih

mencintai Penggugat namun pada waktu yang sama Penggugat pun

menyatakan sudah tidak ada rasa cinta lagi terhadap Tergugat,

sehingga bila pada perkawinan ini tetap dipertahankan akan berjalan

pincang dan tidak menguntungkan kedua belah pihak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tersebut di atas maka gugatan Penggugat untuk dapat bercerai dengan

Tergugat harus dikabulkan dengan menjatuhkan talak dari Tergugat

terhadap Penggugat;

MENGADILI

Page 75: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

1. Mengabulkan gugatan Penggugat;

2. Menjatuhkan talak bain Tergugat ( Ahmad Fikih bin Zainal Abidin )

terhadap Penggugat ( Ira Irayanti bin Maman Suparman );

3. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara

ini sebesar Rp. 375. 000,- ( Tiga Ratus Tujuh Puluh Lima ribu Rupiah );

F. Analisa Hukum

Pada bagian analisa akhir ini penulis mengambil satu kasus perceraian

karena suami impoten karena berkaitan Tinjauan Fiqih dan Hukum Positif

terhadap perceraian karena suami tidak bisa memberikan nafkah bathin (impoten),

Majlis Hakim mengabulkan gugatan penggugat dapat penulis analisa

sebagaimana berikut:

Pertama, Tergugat tidak cukup alasan untuk mempertahankan rumah

tangganya, walaupun dalam persidangan tergugat menyatakan tidak ingin berpisah

dari penggugat dengan alasan masih menyayangi penggugat, akan tetapi pada saat

yang bersamaan penggugat menyatakan bahwa penggugat sudah tidak suka

disamping faktor yang utama adalah suami tidak bisa memberikan nafkah bathin

sehingga menimbulkan percekcokan yang berkepanjangan oleh karenanya majlis

hakim berpendapat bahwa hal tersebut telah sejalan dengan alasan perceraian

sebagaimana yang dirumuskan oleh pasal 19 (f) PP No. 9 tahun 1975 jo pasal 116

(f) KHI.

Page 76: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Kedua, Gugatan istri terhadap suaminya bukanlah semata-mata karena suami

tidak bisa memberikan nafkah bathin, akan tetapi suami juga melakukan perilaku-

perilaku negatif seperti tempramental sehingga menimbulkan percekcokan dan

perselisihan berkepanjangan.

Ketiga, Tergugat mengakui dan membenarkan dalil-dalil atau alasan-alasan

yang di arahakan oleh penggugat terhadap tergugat di depan sidang, serta

dikuatkan oleh saksi-saksi baik dari saksi penggugat ataupun tergugat (bukti T. 2

dan T.3 yang menjadikan bukti kuat yang mempunyai nilai pembuktian sempurna

Keempat, Hakim mengabulkan gugatan penggugat yaitu istri “pertama”,

berdasarkan KHI pasal 19 (f) PP no. 9 tahun 1975 jo pasal 116 (f) KHI, bahwa

karena fakta perselisihan pertengkaran, dan adanya saling tidak mempedulikan

serta ketidakmampuan tergugat untuk melakukan hubungan suami istri telah di

akui oleh tergugat telah melakukan pengobatan dokter ahli. “kedua”, berdasarkan

rujukan kitab klasik yang digunakan langsung secara tertulis dalam putusan hakim

yaitu kitab Sirojul Wahaj hal. 362 yang menyatakan karena tergugat selaku suami

tidak mampu melakukan hubungan suami istri (impoten) maka istri memiliki hak

untuk memutuskan perkawinannya. Dan yang “ketiga” pasal 1 UU. No. 1 tahun

1974, yang menyatakan secara global bahwa perkawinan penggugat dan tegugat

sudah tidak sejalan dengan maksud tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk

keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.

Putusan Hakim pengadilan Agama Jakarta selatan terhadap kasus tersebut,

yakni mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan menetapkan perkawinan

Page 77: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

penggugat dan tergugat putus karena perceraian dengan talak bain sughra,

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut penulis berpendapat

adalah bagian dari Tinjauan Fiqih dan dan Hukum Postif yang memerhatikan

kepentingan pada pihak istri sebagai bagian dari keadilan dalam berumah tangga.

Karena pada dasarnya apabila perkawinan yang faktanya suami tidak bisa

memberikan nafkah bathin, maka akan terjadi pengabaian hak-hak kemanusiaan

yang seharusnya didapatkan oleh seorang istri. Maka pada dasarnya hakim

memutuskan pada kasus tersebut untuk tercapainya tujuan perkawinan yang

diinginkan berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa yaitu sakinah mawahdah

warahmah.54

Dalam hal ini penulispun ingin memberikan gambaran profil keluarga yang

tidak sampai kepada perceraian hanya karena tidak mempunyai keturunan.

Gambaran profil perkawinan pasangan suami isteri yang harmonis dan tidak

sampai bercerai hanya karena tidak mempunyai keturunan.

Nama Suami : Ade Badru* (nama disamarkan)

Nama Isteri : Amalia* (nama disamarkan)

Keterangan:

54

Wawancara khususdengan hakim Drs. Muhayat pada tanggal 07-11-2009,

Hakim pengadilan agama Jakarta selatan.

Page 78: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Bahwa pasangan suami isteri ini menikah pada tanggal 12 Desember 2003,

dan dalam perjalanan mahligai rumah tangganya sesuai yang penulis amati dan

menyangkut penulisan skripsi penulis mereka belum dikaruniai anak selama 6

Tahun jalinan rumah tangga mereka. Akan tetapi mereka menerima karena

pasangan suami istri ini beranggapan bahwa Allah SWT belum mengkaruniai

anak kepada mereka. Ketika penulis telusuri ternyata merekapun sudah berusaha

memancing-mancing agar dapat mempunyai keturunan yaitu dengan cara

mengasuh anak atau mengadopsi anak, akan tetapi sampai sekarangpun belum

juga di karuniai anak atau belum hadirnya seorang anak dalam keluarga.

Dari permasalahan ini penulis menilai betapa bahagianya pasangan suami

isteri ini karena satu sama lain saling mengerti dan menerima keadaan dan

kenyataan kehidupan yang mereka jalani. Karena penulis melihat belum pernah

ada masalah atau perseturuan yang tajam dari keluarga mereka karena selama

penulis telusuri dan penulis perhatikan rasa kecintaan antara pasangan suami isteri

ini sangat tinggi dan menjungjung tinggi kesetian, dalam hal ini penulis menilai

tidak banyak pasangan suami isteri yang mengalami hal yang sama. Karena tidak

jarang pula pasangan suami isteri yang lebih memilih kawin lagi dengan cara

berpoligami dalam hal ini suami, atau tidak sedikit pula yang berakhir pada

perceraian.

Jadi disini penulis menilai bahwa tentang perceraian akibat tidak

mempunyai keturunan itu tidak semua kasus cerai ini diputus cerai karean ada

juga yang mempunyai ataupun mengalami kasus yang sama tetapi mereka

Page 79: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

memilih jalan untuk menyelesaikan dengan cara kekeluargaan atau menunjuk

hakam dari para pihak yang bersangkutan untuk mendamaikan pasangan suami

isteri yang sedang dilanda masalah ini.

Dalam hal ini penulis mengamati optimalisasi peran hakim dalam mediasi

terasa kurang dalam persidangan, karena sesuai dengan PERMA RI No 1 Tahun

2008 tentang Mediasi di pengadilan, yang mana hakim setiap menyelesaikan

perkara khususnya perkara perdata diwajibkan untuk mendamaikan para pihak.

Pasal 6 PERMA berbunyi hakim berkewajiban mendorong para pihak untuk

menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal

persidangan maupun selama berlangsungnya pemeriksaan.

Dari sini penulis beranggapan bahwa setiap dilakukan mediasi itu baiknya

harus mempunyai tempat yang khusus untuk ruangan mediasi bukan pada saat

diruangan sidang dan juga yang menjadi hakam atau juru mediasi harus seorang

hakim yang sudah berpengalaman dalam memberikan nasihat dan tausiyah

sehingga dalam hal ini pasangan suami isteri tidak sampai melanjutkan perkara

perceraian karna mereka sudah cukup untuk di damaikan di sesi mediasi tersebut.

Page 80: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

BAB IV

ANALISA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

TENTANG PERCERAIAN AKIBAT TIDAK MEMPUNYAI

KETURUNAN

A. Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan

4. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah sebagai salah satu institusi

yang melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai

berikut:55

9. Udang-Undang Dasar 1945 pasal 24;

10. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang ketentuan-ketentuan

pokok kekuasaan kehakiman

11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

13. Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-

Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

14. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan

dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil

55

Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 06

november 2009, h.1

Page 81: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

15. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963, Tentang

Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

16. Peraturan-Peraturan lain yang berhubungan dengan tata cara kerja dan

wewenang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

5. Sejarah Singkat Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan

Menteri Agama Republik Indonesia No 69 Tahun 1963 tentang pembentukan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Pada awalnya Pengadilan Agama di wilayah

DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang dinamakan kantor cabang yaitu56

:

4. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara;

5. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah;

6. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk;

Semua Pengadilan Agama tersebut di atas termasuk wilayah Hukum Cabang

Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya Cabang

Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan Menteri Agama

Nomor 71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976 Tentang Dasar Hukum

Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama.57

Semua Pengadilan Agama di Propinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan

Agama yang berada di daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam wilayah hukum

56

Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 06

november 2009, h.3.

57

Ibid., h. 3.

Page 82: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA). Berdasarkan

surat keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1985

tanggal 16 Juli 1985 pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Surakarta

dipindahkan ke Jakarta, akan tetapi baru bisa direalisasikan pada tanggal 30

Oktober 1987 dan secara otoritas wilayah hukum Pengadilan Agama di Wilayah

DKI Jakarta adalah menjadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta58

.

6. Perkembangan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Terbentuknya kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan jawaban

dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang mana pada tahun 1967 merupakan

cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang berkantor di jalan

Otista Raya Jakarta timur, dan sebutan pada waktu itu adalah cabang dari

Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta

Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk serta tuntutan

masyarakat Jakarta Selatan yang wilayahnya cukup luas, Sehingga pada waktu itu

keadaan kantor dalam kondisi darurat, yaitu menempati gedung bekas kantor

kecamatan pasar minggu tepatnya di gang kecil yang sampai saat ini dikenal

dengan sebutan gang Pengadilan Agama Pasar Minggu Jakarta Selatan yang di

pimpin oleh polana59

.

58

Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 06

november 2009, h.3.

59

Ibid, h.4.

Page 83: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar pada permasalahan perceraian akan

tetapi kalaupun ada mengenai warisan maka masuk kepada komparasi itupun

dimulai tahun 1969 bekerja sama dengan Pengadilan Negeri yang pada saat itu

dipimpin oleh Bismar Siregar. Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa

waris akan tetapi hal tersebut ditentang oleh pihak keamanan karena bertentangan

dengan kewenangannya sehingga sempat terjadi penahanan beberapa orang

termasuk Hasan Mughni karena fatwa waris tersebut, sehingga sejak saat itu fatwa

waris ditambahkan dengan kalimat “jika ada harta peninggalan”60

Pada tahun 1976 gedung kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pindah ke Blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi

masjid Syarif Hidayatullah dan pada saat itu sebutan kantor cabang dihilangkan

menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada saat itu diangkat pula beberapa

hakim honorer yang salah satunya adalah Ichtijanto. Penunjukan tempat tersebut

atas inisiatif kepala Kandepag Jakarta Selatan yang pada saat itu dijabat oleh

Muhdi Yasin. Seiring dengan perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan

untuk menangani tugas-tugas kepanitraan yaitu; Ilyas Hasbullah, Hasan Jauhari,

Sukandi, Tuwon Haryanto Fathullah AN, Hasan Mughni, dan Imran, keadaan

penempatan kantor diserambi masjid tersebut bertahan sampai tahun 1979.61

60

Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 06

november 2009, h. 4.

61

Ibid., h. 4.

Page 84: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Pada bulan Desember 1979 kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah

ke gedung baru di. Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan menempati gedung

baru dengan tanah yang masih menumpang pada areal tanah PGAN Pondok

Pinang dan pada tahun 1979 pada saat Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang

dipimpin oleh H.Alim, diangkat pula hakim-hakim honorer untuk menangani

perkara-perkara yang masuk, mereka diantaranya adalah KH. Yakub, KH, Muhdas

Yusuf, Hamim Qarib, Rasyid Abdullah, Ali Imran, Noer Chazin. Pada

perkembangan selanjutnya yaitu semasa kepemimpinan Djabir Manshur kantor

Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke jalan Rambutan VII No.48 Pejaten

Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru yang

merupakan hibah dari pemda DKI. Di gedung baru ini meskipun kurang

memenuhi syarat karena terletak ditengah-tengah penduduk dan jalan masuk

dengan kelas III C akan tetapi jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan

sebelumnya, pembenahan-pembenahan fisikpun dilakukan terutama pada masa

kepemimpinan Jayusman62

.

Begitu pula pembenahan-pembenahan administrasi terutama pada masa

kepemimpinan Ahmad kamil. Pada masa ini pula Pengadilan Agama Jakarta

Selatan mulai menggunakan komputer walaupun hanya sebatas pengetikan dan hal

tersebut terus ditingkatkan pada masa Rif’at Yusuf. Pada masa perkembangan

selanjutnya pada tahun 2001 pada saat itu kepemimpinan dijabat oleh Zainudin

62

Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tanggal 06

november 2009, h. 5.

Page 85: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Fajari, Pembenahan-pembenahan terus dilakukan baik fisik maupun non fisik

sampai pada tahapan komputerisasi online dalam administrasi, dan hal tersebut

pada saat ini masih terus dibenahi sampai sekarang oleh ketua Pengadilan Agama

Jakarta Selatan Sayed Ustman dan sampai pada ketua Pengadilan Agama Jakarta

Selatan sekarang yang dijabat oleh Pahlawan Harahap, yang tujuannya untuk

meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan sehingga

terciptanya keadilan dalam masyarakat63

.

B. Kronologis Perkara

Kronologis perkara ini sesuai yang didaftarkan pada kepaniteraan

tertera pada Nomor 241/Pdt.G/2007/PA.JS adalah pada saat Ira Irayanti

binti Maman Suparman sebagai Penggugat mengajukan gugatan di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Ahmad Fikih bin Zainal Abidin

sebagai tergugat. Awalnya mereka menikah pada tanggal 06 Juli 2003

dihadapan Pejabat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Jagakarsa

Jakarta Selatan sesuai Kutipan Akta Nikah Nomor 716/31/VI/2001 tanggal

06 Juli 2003.

Setelah sekian lama rumah tangga mereka jalani dengan baik

sesuai niat awal mereka dengan membentuk keluarga yang sakinah

63

Ibid, h. 5

Page 86: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

mawaddah warohmah, akan tetapi dari perkawinan mereka tidak

dikaruniai keturunan (anak).

Sejak awal kehidupan rumah tangga penggugat dan tergugat

sering terjadi perselisihan / pertengkaran secara terus menerus yang sulit

diatasi, sehingga membawa akibat buruk bagi kelangsungan hidup

bersama yang telah dibina bersama. Sebab –sebab terjadinya

perselisihan tersebut antara lain tergugat mempunyai sifat tempramental

dan sering marah kepada penggugat juga permasalahan yang inti yaitu

tergugat tidak dapat memberikan nafkah bathin kepada penggugat,

dan dengan adanya masalah ini tergugat telah mencoba dengan

berbagai usaha seperti berobat ke dokter akan tetapi tidak ada

perubahan ( tidak berhasil ) tergugat tetap saja tidak bisa memberikan

keturunan.

Walaupun sudah di adakan musyawarah antara pihak penggugat

dan tergugat juga keluarga tetapi tetap saja pihak tergugat tidak bisa

menunaikan kewajibanya memberikan nafkah bathin kepada penggugat

yang pada akhirnya penggugat memutuskan untuk bercerai dari

tergugat dengan melayangkan surat gugatan terhadap suaminya di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Nomor perkara:

241/Pdt.G/2007/PA.JS

C. Prosedur Jalannya Persidangan Sampai Pada Putusan Hakim

Page 87: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Hakim dalam hal kasus yang di layangkan oleh Ira Irayanti binti Maman

Suparman sebagai Penggugat yang mengajukan gugatan di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dengan melawan Ahmad Fikih bin Zainal Abidin sebagai pihak

tergugat. Dengan pokok perkara yaitu perceraian dengan alasan suami tidak dapat

memberikan nafkah bathin “impoten”

Dalam sub bab ini penulis akan menganalisa masalah perceraian akibat

tidak mempunyai keturunan yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama Jakarta

Selatan, yang di layangkan oleh Ira Irayanti binti Maman Suparman sebagai

Penggugat yang mengajukan gugatan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan

melawan Ahmad Fikih bin Zainal Abidin sebagai pihak tergugat. Dengan pokok

perkara yaitu perceraian dengan alasan suami tidak dapat memberikan nafkah

bathin “impoten”.

Dalam memeriksa kasus ini Pengadilan Agama Jakarta Selata mengambil

sumber Hukum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan

PP nomor 9 tahun 1975 Tentang aturan Pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan serta Intruksi Presiden No.1 tahun 1991 Kompilasi

Hukum Islam (KHI). Dimana ketiga perundang-undangan ini adalah yang

digunakan Pengadilan Agama seluruh Indonesia.

Pada bagian ini penulis menelaah kasus perceraian dengan alasan suami

impoten, sebagaimana telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya. Dalam

pertimbangan majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat (istri) dapat penulis

analisa sebagaimana berikut:

Page 88: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Pertama, dalam sub bab ini penulis menganalisa masalah perceraian karena

suami impoten yang ditetapkan oleh pengadilan agama jakarta selatan, pada kasus

ini diperiksa oleh pengadilan agama jakarta selatan yang mengambil sumber

hukum Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, PP No 9 tahun 1975

tentang aturan pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan serta

instruksi presiden No 1 tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam. Dimana ketiga

perundang undangan ini adalah dasar hukum yang digunakan pengadilan agama

seluruh indonesia.

Pada kasus yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya adalah kasus cerai

gugat dalam hal ini isteri sebagai pihak penggugat dan suami adalah pihak

tergugat. Dalam perkara gugat cerai ini, majelis hakim pengadilan agama jakarta

selatan telah berupaya mengambil langkah-langkah positif untuk kelangsungan

hubungan jalinan rumah tangga suami isteri tersebut karena pada kasus ini adalah

suatu kasus yang bisa diselesaikan dengan bermusyawarah dan menyelesaikan

dengan menyembuhkan penyakitnya dan diharapkan dapat diselesaikan tanpa

harus melalui jalur pengadilan yang berakhir pada perceraian, sehingga langkah

pertama yang diambil oleh majlis hakim pengadilan agama jakarta selatan adalah

upaya perdamaian dan apabila upaya perdamaian tidak berhasil maka dilakukan

penyelesaian.64

1. perdamaian lewat mediasi

64

Wawancara khusus dengan Dra. Muhayat, pada tanggal 06-11-2009 selaku

hakim pengadilan agama jakarta selatan.

Page 89: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebelum memberikan putusan pada kasus

tersebut telah berupaya mendamaikan lewat medaiasi yang dilakukan langsung

oleh hakim sebagai mana upaya tersebut berdasarkan petunjuk al-quran surat

annisa ayat 35:

ش� ق خ�;N وإنI@�,eB"ا Y I�� 3� ��أه I��3� و &>&+ا إن أه�@ � ا��:� &"�Y$ إص�I@�, آ ن ا��:� إن: I,�J ا<,E65خ

Kata “persengketaan” yang terdapat dalam terjemahan ayat tersebut adalah

terjemah dari siqoq. Dalam ayat tersebut secara etimologi berarti percekcokan,

perselisihan, dan permusuhan dimana sikap dan arah berfikir masing-masing pihak

sudah tidak bisa dikompromikan.66

Pertama, ketidak sesuaian pada kedua belah pihak, artinya masing-masing

pihak telah memperlihatkan prilaku yang tidak kompromi lagi hal ini terbukti

dengan alasan-alasan gugatan yang diarahkan kepada tergugat dibenarkan oleh

tergugat. Diantaranya

• Tergugat tempramental dan sering marah kepada penggugat

65

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya , yayasan

penyelenggara penterjemah/pentafsir Al-quran, cet. Ke-6, Bandung, CV

Diponegoro, 2005

66 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum keluarga Islam Kontemporer

”analisis yurisprudensi dengan pendekatan ushuliyah”, (Jakarta, Prenada Media,

2004) h. 115

Page 90: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

• Tergugat tidak dapat memberikan nafkah bathin kepada

penggugat, dan untuk mengatasi permasalahan tersebut

tergugat telah berusaha untuk berobat, namun tidak berhasil.

Hal inilah yang membedakan antara nusuz dengan siqoq dimana permasalah timbul

dari kedua belah pihak, dalam kasus ini menurut penulis percekcokan

berkepanjangan memang terjadi antara suami dan isteri. Diperkuat dengan adanya

ketidak mampuan suami dalam memberikan nafkah bathin (impoten) dan

mempunyai sifat tempramental walaupun dalam kenyataanya sang suami

memberikan pernyataan bahwa dia masih sayang terhadap isterinya. Dan

akibatnya terjadilah percekcokan yang berkepanjangan.

Kedua, bahwa penggugat dalam hal ini isteri telah berupaya mengatasi

permasalahan tersebut dengan jalan musyawarah namun tidak berhasil dan

akhirnya penggugat memutuskan untuk mengajukan cerai gugat terhadap suami

2. penyelesaian melalui Prosedur pengadilan

Untuk menyelesaikan perkara tersebut pengadilan agama jakarta selatan,

dalam salah satu pertimbangan mengatakan:

“menimbang” bahwa dari pertimbangan-peartimbangan tersebut di atas telah terbukti

hal-hal sebagai berikut:

1) Telah terjadi perselisihan dan pertengkaran sejak awal pernikahan

antara penggugat dan tergugat secara terus menerus yang sulit di

atasi sehingga membawa akibat buruk bagi kelangsungan hidup

rumah tangga, terutama hal tersebut dipicu karena tergugat tidak

Page 91: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

bisa menafkahi bathin serta tergugat mempunyai sifat

tempramental

2) Untuk kepentingan hukum bahwa penggugat telah mengajukan

bukti surat P.1 dan T. 1 yang telah memenuhi syarat formil dan

materiil pembuktian dengan surat sesuai pasal 165 HIR jo pasal 1

huruf f angka (2) PP No. 24 tahun 2000 sehingga bukti surat tersebut

dapat diterima sebagai alat bukti dipersidangan, dengan demkian

telah terbukti dan telah menjadi fakta hukum bahwa penggugat

dan tergugat adalah suami istri yang sah yang perkawinannya

dilaksanakan berdasarkan syariat Islam

3) Telah terbukti di depan sidang tergugat telah mengakui kebenaran

dalil-dalil penggugat sehingga oleh karenanya pengakuan

tersebut dapat diterima sebagai alat bukti di persidangan yang

mempunyai nilai pembuktian sempurna, mengikat dan

menentukan pasal 174 HIR, dengan demikian dalil penggugat telah

terbukti dan telah menjadi fakta hukum

4) Bahwa untuk meneguhkan dalil-dalilnya penggugat telah

menghadirkan dua orang saksi, dan salah satunya bertindak

sebagai saksi keluarga, demikian juga dengan tergugat telah

menghadirkan saksi yang telah terbukti berkesuaian, bahwa rumah

tangga penggugat dan tergugat tidak rukun serta sudah pisah

tempat tinggal bersama dan tergugat tidak mampu memberikan

Page 92: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

nafkah bathin (impoten) terhadap penggugat, serta saksi juga

mengetahui bahwa keluarga telah berusaha menasihati dan

merukunkan kedua belah pihak akan tetapi tidak berhasil

5) Bahwa telah karena fakta tentang perselisihan pertengkaran, dan

adanya saling tidak mempedulikan serta ketidakmampuan

tergugat untuk melakukan hubungan suami istri telah diakui oleh

tergugat walaupun telah melakukan pengobatan dokter ahli

sebagaimana bukti T.2 dan T.3 dan keterangan dua orang saksi

6) Bahwa oleh karena tergugat selaku suami tidak mampu melakukan

hubungan suami istri (impoten) maka si istri memiliki hak untuk

memutuskan perkawinannya sebagaimana dalil yang dirujuk oleh

hakim dari kitab Sirojul Wahaj hal 362 yang berbunyi:

� ثdE ا�*, ر Y KY[\ أ"� � او �,�J �ت +Cو و

ا��� ح

Artinya: "Atau apabila si istri mendapati suaminya impotent

dan maka tetaplah si perempuan itu memiliki hak pisah”.

Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majlis hakim

jakarta selatan memutuskan kasus tersebut dengan mengabulkan

gugatan penggugat, dan menyatakan perkawinan penggugat

Page 93: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

dengan tergugat putus karena perceraian dengan talak bain

sughra.

E. Analisis Penulis

Pada bagian analisa akhir ini penulis mengambil satu kasus perceraian

karena suami impoten karena berkaitan tinjauan fiqih dan hukum positif terhadap

perceraian karena suami tidak bisa memberikan nafkah bathin (impoten),

Majlis Hakim mengabulkan gugatan penggugat dapat penulis analisa

sebagaimana berikut:

Pertama, Tergugat tidak cukup alasan untuk mempertahankan rumah

tangganya, walaupun dalam persidangan tergugat menyatakan tidak ingin berpisah

dari penggugat dengan alasan masih menyayangi penggugat, akan tetapi pada saat

yang bersamaan penggugat menyatakan bahwa penggugat sudah tidak suka

disamping faktor yang utama adalah suami tidak bisa memberikan nafkah bathin

sehingga menimbulkan percekcokan yang berkepanjangan oleh karenanya majlis

hakim berpendapat bahwa hal tersebut telah sejalan dengan alasan perceraian

sebagaimana yang dirumuskan oleh pasal 19 (f) PP No. 9 tahun 1975 jo pasal 116

(f) KHI.

Kedua, Gugatan istri terhadap suaminya bukanlah semata-mata karena

suami tidak bisa memberikan nafkah bathin, akan tetapi suami juga melakukan

perilaku-perilaku negatif seperti tempramental sehingga menimbulkan

percekcokan dan perselisihan berkepanjangan.

Page 94: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Ketiga, Tergugat mengakui dan membenarkan dalil-dalil atau alasan-alasan

yang di arahakan oleh penggugat terhadap tergugat di depan sidang, serta

dikuatkan oleh saksi-saksi baik dari saksi penggugat ataupun tergugat (bukti T. 2

dan T.3 yang menjadikan bukti kuat yang mempunyai nilai pembuktian sempurna

Keempat, Hakim mengabulkan gugatan penggugat yaitu istri “pertama”,

berdasarkan KHI pasal 19 (f) PP no. 9 tahun 1975 jo pasal 116 (f) KHI, bahwa

karena fakta perselisihan pertengkaran, dan adanya saling tidak mempedulikan

serta ketidakmampuan tergugat untuk melakukan hubungan suami istri telah di

akui oleh tergugat telah melakukan pengobatan dokter ahli. “kedua”, berdasarkan

rujukan kitab klasik yang digunakan langsung secara tertulis dalam putusan hakim

yaitu kitab Sirojul Wahaj hal. 362 yang menyatakan karena tergugat selaku suami

tidak mampu melakukan hubungan suami istri (impoten) maka istri memiliki hak

untuk memutuskan perkawinannya. Dan yang “ketiga” pasal 1 UU. No. 1 tahun

1974, yang menyatakan secara global bahwa perkawinan penggugat dan tegugat

sudah tidak sejalan dengan maksud tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk

keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.

Putusan Hakim pengadilan Agama Jakarta selatan terhadap kasus tersebut,

yakni mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan menetapkan perkawinan

penggugat dan tergugat putus karena perceraian dengan talak bain sughra,

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut penulis berpendapat

adalah bagian dari Tinjauan Fiqih dan dan Hukum Postif yang memerhatikan

kepentingan pada pihak istri sebagai bagian dari keadilan dalam berumah tangga.

Page 95: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Karena pada dasarnya apabila perkawinan yang faktanya suami tidak bisa

memberikan nafkah bathin, maka akan terjadi pengabaian hak-hak kemanusiaan

yang seharusnya didapatkan oleh seorang istri. Maka pada dasarnya hakim

memutuskan pada kasus tersebut untuk tercapainya tujuan perkawinan yang

diinginkan berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa yaitu sakinah mawahdah

warahmah.67

Dalam hal ini penulispun ingin memberikan gambaran profil keluarga yang

tidak sampai kepada perceraian hanya karena tidak mempunyai keturunan.

Gambaran profil perkawinan pasangan suami isteri yang harmonis dan tidak

sampai bercerai hanya karena tidak mempunyai keturunan.

Nama Suami : Ade Badru* (nama disamaran)

Nama Isteri : amalia* (nama disamarkan)

Keterangan:

Bahwa pasangan suami isteri ini menikah pada tanggal 12 Desember 2003,

dan dalam perjalanan mahligai rumah tangganya sesuai yang penulis amati dan

menyangkut penulisan skripsi penulis mereka belum dikaruniai anak selama 6

Tahun jalinan rumah tangga mereka akan tetapi mereka menerima karena

pasangan suami istri ini beranggapan bahwa Allah SWT belum mengaruniai anak.

Ketika penulis telusuri ternyata merekapun sudah berusaha memancing-mancing

67

Wawancara khususdengan hakim Drs. Muhayat pada tanggal 07-11-2009,

Hakim pengadilan agama Jakarta selatan.

Page 96: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

agar dapat mempunyai keturunan yaitu dengan cara mengasuh anak atau

mengadopsi anak akan tetapi sampai sekarangpun belm juga di karuniai anak.

Dari permasalahan ini penulis menilai betapa bahagianya pasangan suami

isteri ini karena satu sama lain saling mengerti dan menerima keadaan dan

kenyataan kehidupan yang mereka jalani. Karena penulis melihat belum pernah

ada kata kata perseturuan dari keluarga mereka (wallahua’lam) karena selama

penulis telusuri dan penulis perhatikan rasa kecintaan antara pasangan suami isteri

ini sangat tinggi dan menjungjung tinggi kesetian, karena tidak banya pasangan

suami isteri yang mengalami hal yang sama seperti ini suaminya memilih kawin

lagi dengan cara berpoligami atau tidak sedikit pula yang berakhir pada

perceraian.

Jadi disini penulis menilai bahwa tentang perceraian akibat tidak

mempunyai keturunan itu tidak semua kasus cerai ini diputus cerai karean ada

juga yang mempunyai ataupun mengalami kasus yang sama tetapi mereka

memilih jalan untuk menyelesaikan dengan cara kekeluargaan atau menunjuk

hakam dari para pihak yang bersangkutan untuk mendamaikan pasangan suami

isteri yang sedang dilanda masalah ini.

Dalam hal ini penulis mengamati optimalisasi peran hakim dalam mediasi

terasa kurang dalam persidangan, karena sesuai dengan PERMA RI No 1 Tahun

2008 tentang Mediasi di pengadilan yang mana hakim setiap menyelesaikan

perkara khususnya perkara perdata diwajibkan untuk mendamaikan para pihak.

Pasal 6 PERMA berbunyi hakim berkewajiban mendorong para pihak untuk

Page 97: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

menyeklesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal

persidangan maupun selama berlangsungnya pemeriksaan.

Dari sini penulis beranggapan bahwa setiap dilakukan mediasi itu baiknya

harus mempunyai tempat yang khusus untuk ruangan mediasi bukan pada saat

diruangan sidang dan juga yang menjadi hakam atau juru mediasi harus seorang

hakim yang sudah berpengalaman dalam memberikan nasihat dan tausiyah

sehingga dalam hal ini pasangan suami isteri tidak sampai melanjutkan perkara

perceraian karna mereka sudah cukup untuk di damaikan di sesi mediasi tersebut.

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat penulis

ambil beberapa kesimpulan dan saran sebagaimana berikut.

A. Kesimpulan

Setelah melihat dan menganalisa putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

sesuai registrasi Nomor : 241/Pdt.G/2007/PA.JS. Untuk penulis ada beberapa

kesimpulan yang dapat ditarik dari hal tersebut, yaitu:

1. Dalam perspektif hukum fiqih perceraian dengan alasan suami tidak bisa

memberikan nafkah bathin (impoten) adalah suatu kebolehan (mubah) oleh

Page 98: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

syariat, tidak ada fasakh dalam pernikahan karena adanya aib akan tetapi

dalam hal ini fiqih memberikan ruang kepada isteri untuk memilih bercerai

dengan suaminya yang tidak bisa memberikan nafkah bathin (impoten).

Kebolehan tersebut berdasarkan atas pengkompromian nilai ataupun konsep

kebolehan, asalkan tidak bertentangan dengan maqasid syariah. Sebagai mana

hakim merujuk dari kitab fiqih secara tertulis pada putusan dalam kitab

Sirojul Wahaj halaman 362, Hal tersebut dibolehkan oleh hukum fiqih

berdasarkan pertimbangan kemaslahatan secara umum. Menurut penulis

putusan hakim pada kasus perceraian dengan alasan suami tidak bisa

memberikan nafkah bathin “impoten” substansinya adalah sejalan dengan

maqasid syariah yaitu mewujudkan keadilan dalam berumah tangga.

2. Dalam perspektif Hukum Positif penulis menggaris bawahi bahwasanya

substansi yang terkandung dalam muatan pasal 19 (F) PP No 9 Tahun 1975 jo

pasal 116 KHI mengenai perceraian dengan alasan suami tidak bisa

menafkahi bathin “impoten” pada dasarnya bersumber pada kitab fiqih

sehingga penulis menyimpulkan prespektif antara hukum fiqih dengan hukum

positif tentang perceraian dengan alasan suami impoten memiliki substansi

yang sama dengan redaksi yang berbeda.

3. Majlis Hakim berpendapat bahwa hal tersebut telah sejalan dengan alasan

perceraian sebagaimana yang dirumuskan oleh pasal 19 (f) PP No. 9 tahun

1975 jo pasal 116 (f) KHI. Dan kitab sirojul wahaj hal 362. Dalam hal ini

penulis dapat menyimpulkan hakim mengabulkan gugatan penggugat

Page 99: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

berdasarkan perspektif fiqih dan hukum positif yang tiada lain memberikan

putusan yang mencegah terjadinya pengabaian hak-hak kemanusian yang

seharusnya didapatkan oleh seorang isteri.

B. Saran - Saran

1. Dirasakan perlu sosialisasi melalui media cetak, seminar-seminar ataupun

majlis ta’lim yang bertujuan menghilangkan dualisme pemikiran antara

perspektif hukum fiqih dengan hukum positif sehingga diharapkan terjadinya

kesadaran secara merata disegala lapisan masyarakat yang awam dan tidak

terjadi pemahaman fanatisme yang berlebihan yang mengakibatkan

kemadharatan pada konteks kekinian. Seperti sosialisasi kompilasi hukum

islam (KHI) ataupun hukum positif yang lainya secara menyeluruh baik

melalui pemahaman pendekatan yang digunakan kompilasi hukum islam

ataupun pemahaman secara metodologi yang digunakan dalam

penyusunannya.

2. Diharapkan pada akademisi-akademisi untuk memberikan pemahaman yang

menyeluruh tentang konsep hukum fiqih dan hukum positif kepada

masyarakat bukan hanya sebatas pada permasalahan yang bersifat tidak terjadi

pada masa ulama terdahulu (Salafusshalih) akan tetapi seyogyanya

mengemukakan permasalahan-permasalahan fiqih yang kontemporer baik

yang bersifat keilmuan secara umum maupun yang bersifat ubudiyah.

Page 100: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

3. Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-undang No 1 Tahun 1974 perlu

di sosialisasikan melalui lembaga pendidikan umum, ceramah, khotib, dan

dimasukan kedalam kurikulum fiqih tsanawiyah dan aliyah

Page 101: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemah, Departemen Agama RI, Yayasan penyelenggara

penterjemah/pentafsir Al-quran, cet. Ke-6, Bandung, CV Diponegoro, 2005

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta, Akademika Presindo,

2004)

Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2002), cet ke-2

Al-Jaziri, abdurrahman, Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arb’ah, (Kairo: Daarul Hadits,

2004), Juz IV

Arsip pengadilan agama jakarta selatan pada tanggal 12 juli 2008,

Asqalani, ibnu Hajar al , Bulugh al-Maram, (Jakarta: Dar al-Islamiyah, 2002),

Ayub, syaikh hasan. Fikih Keluarga, (t.t., Pustaka Al-Kautsar, 2006 ) cet ke 5

Bambang, Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 2006)

Cet. Ke 2, h. 9.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1989), cet. 2

Effendi, M. Zein Satria, Problematika Hukum keluarga Islam Kontemporer ”analisis

yurisprudensi dengan pendekatan ushuliyah”, (Jakarta, Prenada Media, 2004)

Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, (jakarta, CV Pedoman Ilmu

Jaya, 1998, cet ke-1

Ghazaly Abd.Rahman, Fiqh Munakahat, ( Jakarta, Kencana Prenada Media Group,

2006 ), cet Ke 2

Mawahib, abi abdul wahab bin ahmad, Mizanul Kubro, (Dar El-Fikr, 1978)

Page 102: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Mukhtar, Kamal, Asas-asas hukum islam tentang perkawinan (Jakarta, Bulan

Bintang, 1993), cet 3

Munawir, ahmad warson, AlMunawir kamus besar Indonesia, ( Surabaya; Pustaka

Progressif.1997 ). Cet ; 14

Sayyid, Sabiq, Fiqh al Sunnah Jilid Dua, ( Darul Fattah, t.th ), h 278

Soerjono, Soekanto dan Mamudji Sri, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan Di

dalam Penelitian Hukum, (Jakarta, Pusat Dokumentasi Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 1986)

Suddarth, Brunner, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, (Jakarta, Pnerbit Buku

Kedokteran EGC, 1997) jilid 8

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung, Alfabeta,

2007), cet ke-III, h. 244

Sulaiman, abi daud bin as- sajastani, Sunan Abi Daud, ( Daarul Fikr, 1994 )

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta, PT. Raja grafindo

Persada, 2003) Cet. Ke. 6

Syalthut, Mahmud, Muqoronah al-Madzahib fi al-Fiqh, (Mahmud Ali Shibih, 1953),

h.99

Syarifudin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat

dan UU Perkawinan, ( Jakarta, Prenada Media, 2006)

Tjitrosudibio, Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (PT Pradnya

Paramita, Jakarta,2006) cet ke-37

Wawancara khusus dengan hakim Drs. Muhayat pada tanggal 07-11-2009, Hakim

pengadilan agama Jakarta Selatan

Page 103: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

Web Site :Groho, Anto, Penyebab disfungsi pada pria, http://pa-sungailiat.pta-

babel.net/talk-show.pasgt diakses tanggal 30-10-2009

http://www.andriewongso.com (diakses pada tanggal 30-10-2009)

Page 104: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 105: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

PEDOMAN WAWANCARA

1. lokasi wawancara berada di pengadilan agama jakarta selatan

2. subjek wawancara adalah penulis dan objek wawancara adalah hakim yang

menangani perkara gugat cerai dengan alasan suami mengalami disfungsi seksual

3. jumlah objek yang akan diwawancara adalah beberapa orang hakim

4. instrumen yang digunakan adalah voice recorder

5. jumlah pertanyaan yang akan ditnyakan kepada objek wawancara ada 8 butir

diantaranya;

a. Alasan-alasan apa saja yang diterima oleh peradilan agama dari seorang isteri

yang mengajukan cerai gugat ?

Jawaban;

“Bisa dilihat pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 Tentang

Pelaksanaan Undang-undang No ! Tahun 1974 Tentang Perkawinan jungto

Pasal 116 KHI”

b. Menurut bapak/ibu hakim bolehkah isteri mengajukan gugatan karna suaminya

mengalami impotensi/ disfungsi seksual ?

Jawaban;

“Boleh. Karna apabila seorang isteri mengajukan gugatan dan mempunyai

cukup alasan yang menerangkan bahwa hubungan rumah tangga mereka sudah

tidak harmonis atau sudah tidak sehat lagi maka pengadilan agama bisa

menerimanya. Dan dalam hal impotensi bisa masuk kepada 2 faktor:

i. Faktor Penyakit : Salah satu pihak mendapat cacat badan atau

penyakit dengan akibat tidak dapat melakukan

kewajibannya sebagai suami-istri. Seperti halnya

impoten ini suami tidak bisa menjalankan

kewajibanya sebagai suami

Page 106: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

j. Faktor psycologis : diantara suami dan isteri sudah tidak ada lagi

rasa cinta sehingga mempengaruhi terhadap

kewajiban nafkah bathin alhasil tidak tercapai

tujuan perkawinan”

c. Disfungsi seksual apa bahasa hukumnya dan masuk ke faktor yang mana dalam

perkara perceraian,apakah masuk ketidak harmonisan atau yang lain ?

Jawaban;

“Disfungsi seksual masuk kategori cacat badan Pasal 116 Poin E,

Permasalahan ini bisa juga masuk pada pasal 116 poin F

Faktor-faktor yang menyebabkan ketidak harmonisan.

1. faktor komunikasi yang tidak lancar seperti halnya pasangan pekerja karir

(ketemu pagi dimeja makan ketemu malam di tempat tidur). Komunikasi yang

kurang.

2. Komunikasi yang pasif, maksudnya jika salah satu pihak mempunyai

masalah atau kedua belah pihak ada masalah tidak saling terbuka, dan

permasalahan itu disimpan hingga memuncak kemudian berakhir pada

perceraian”.

d. Apakah gugat cerai isteri terhadap suami dalam hal disfungsi seksual selalu

dilandasi dengan siqoq?

Jawaban;

“Siqoq itu adalah perseturuan yang sangat tajam, jadi belum bisa di

kategorikan permasalahan ini siqoq. Jadia dilihat dulu perkara atau

permasalahannya apabila ada perselisihan dan pertengkaran yang tidak bisa di

selesaikan dan berlarut larut dan sudah di datangkan hakam atau juru damai

untuk menyelesaikan masalah atau perkara ini tapi tidak bisa di selesaikan juga

itu masuk perkara siqoq.”

Page 107: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN

e. Pada pasal 116 point (e) menerangkan bahwa alasan perceraian salah satu pihak

mendapatkan cacat badan/penyakit. Apakah menurut bapak/ibu hakim disfungsi

seksual masuk kedalam kategori cacat badan/penyakit?atau ada kategori lain!

Jawaban;

“Ya karna dalam masalah ini hakim pasif dalam menyidangkan penggugat dan

tergugat jadi dalam permasalahan perceraian hakim hanya mengedepankan

bukti-bukti dari para penggugat dan tergugat juga para saksi. Oleh karena itu

dalam permasalahan ini harus cukup bukti dengan surat keterangan dokter atau

pisum yang otentik”

f. Dalam hal cerai gugat, siapa yang menentukan besarnya iwadh ?

Jawaban;

“Dalam hal ini besarnya iwad telah jelas dalam buku nikah di dalam

pembacaan sighat taklik talak bahwa apabila isteri mengajukan gugatan dan

terjadi perceraian maka besarnya iwad Rp.10.000”

g. Bagaimana proses pembuktiannya di pengadilan agama dalam perkara disfungsi

seksual?

Jawaban;

“Pembuktian dengan cara pisum atau surat keterangan resmi dari dokter”

Page 108: TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21517/1/DENI RAMADHANI-FSH.pdf · TINJAUAN FIKIH DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PERCERAIAN