PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG...

91
PEMIKIRAN FIKIH TENTANG STATUS PE Diajukan KONS PROGRAM STUDI H FAKU UN H IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL- ERNIKAHAN ISTRI AKIBAT SUAMI ME SKRIPSI untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memper Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: IIM ROSADI NIM. 1111044100095 SENTRASI PERADILAN AGAMA HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAK ULTAS SYARIAH DAN HUKUM NIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M -MUGHNI ENGHILANG roleh KHSIYYAH)

Transcript of PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG...

Page 1: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI

TENTANG STATUS PERNIKAHAN ISTRI AKIBAT SUAMI MENGHILANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

IIM ROSADI

NIM. 1111044100095

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSIYYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI

TENTANG STATUS PERNIKAHAN ISTRI AKIBAT SUAMI MENGHILANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

IIM ROSADI

NIM. 1111044100095

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSIYYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI

TENTANG STATUS PERNIKAHAN ISTRI AKIBAT SUAMI MENGHILANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

IIM ROSADI

NIM. 1111044100095

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSIYYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status
Page 3: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status
Page 4: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah dicantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan (plagiat) dari orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 03 September 2015

Iim Rosadi

NIM 111141100095

Page 5: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

ABSTRAK

Iim Rosadi. NIM 1111044100095. Pemikiran Fikih Ibnu QudamahDalam Kitab Al-Mughni Tentang Status Pernikahan Istri Akibat SuamiMenghilang. Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga(Ahwal Syakhsiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1436 H/2015 M.

Fokus penelitian ini adalah bagaimana status pernikahan istri ketika suaminyamenghilang, Secara konseptual yang dimaksud dalam pemikiran fikih Ibnu Qudamahdalam kitab al-Mughni Suami yang mafqud yaitu seorang suami yang hilang darikeluarganya tanpa diketahui tempat tinggalnya dan kabar mengenai hidup ataumatinya. Masalah ini penting dilakukan untuk menjawab problema hukum mengenaiboleh atau tidaknya istri meminta fasakh nikah dan melaksanakan iddah untuk dapatmenikah lagi dengan laki-laki lain. Dikalangan ulam sepakat Imam Abu Hanifah danImam Syafi’i mengatakan bahwa orang yang hilang tersebut tetap dianggap masihhidup dan bagi istrinya tidak halal kawin lagi sampai dia mendapatkan kabarkepastian kondisi suami, atau dengan menunggu lewat waktu yang lazimnya suamidinyatakan tidak mungkin masih hidup, yang dibatasi Abu Hanifah dengan waktu120 tahun, dan Imam Syafi’i serta Imam Ahmad memberikan batasan 90 tahun. IbnuQudamah dalam kitabnya Al -Mughni ‘ala syarh al Kabir, berpendapat bahwa istridiperbolehkan untuk menikah lagi setelah menunggu selama 4 tahun dan beriddahselama 4 bulan 10 hari. Permasalahan ini semakin menarik bila dikaitkan denganhukum perkawinan di Indonesia.

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, sedangkan pendekatan yangdigunakan adalah pendekatan teoritik.

Kata kunci : Kitab al-Mughni Ibnu Qudamah, Mafqud, Status Istri

Pembimbing : Dr. H. Umar al-Haddad M.A

Daftar Pustaka : Tahun 1987 s.d Tahun 2013

Page 6: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat

serta salam selalu tercurahkan kepada pahlawan revolusioner Nabi Muhammad SAW.

yang telah membawa pencerahan dalam kehidupan seluruh umat manusia.

Sudah sekitar empat tahun bergabung di civitas akademika di Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama itu

pula penulis belajar, berdiskusi, dan menimba ilmu dari para dosen. Suatu proses

tolabul ilmi yang mempunyai kesan suka maupun duka.

Teringat akan syair Imam Ali KR.A tentang enam hal yang harus ada dalam

menuntut ilmu yaitu; pandai, semangat, kerja keras, biaya, pengajaran guru, dan waktu

yang panjang. Dalam konteks ini dibutuhkan kesungguhan dan keseriusan, yang

penulis merasa masih jauh dari harapan yang ideal tersebut.

Setiap cita-cita harus diraih melalui kerja keras. Menempuh proses perjuangan

yang panjang dan berbagai halangan yang ada. Begitupun dalam penulisan skripsi ini

memerlukan pengorbanan waktu, fikiran, tenaga dan harta.

Alhamdulillah berkat ridho Allah akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

Dalam proses penyusunan skripsi ini telah banyak pihak yang memberikan bantuan,

bimbingan, dan motivasi baik moril maupun materil. Dengan kerendahan hati izinkan

mengucapkan terima kasih kepada:

Page 7: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dr. Asep Saepudin Jahar. MA

2. Dr. Abdul Halim. M.Ag, dan Arip Purkon. M.A, Selaku Ketua Program Studi dan

Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah) Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Umar Al-Haddad, M.A, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

mencurahkan waktu, pikiran, dan perhatian serta dengan penuh kesabaran

membimbing dalam proses penulisan skripsi.

4. Dosen pada lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya selama duduk

dibangku perkuliahan. Petugas Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan

Perpustakaan Utama yang telah membantu dalam pengadaan referensi-referensi

sebagai bahan rujukan skripsi.

5. Keluarga Besar Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Keluarga Besar UKM

PRAMUKA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh

pihak yang membantu dalam pembuatan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabatku, Peradilan Agama Angkatan 2011 Azhar, Rafael, Didi, Rizaludin,

Alimudin, Wanda, Zulfahmi, Zahra, Intan Pratiwi, Juniarti Harahap dan yang lain

yang senantiasa memotivasi dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini,

serta teman-teman dalam suka dan duka dalam mengarungi dinamika kehidupan

kampus.

7. Serta teman-teman Ma’had Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang

selalu memberi dukungan dan semangat dalam penyusunan Skripsi ini.

Page 8: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

8. Kedua orang tua penulis, ayahanda Ust. Mursail dan ibunda tercinta Ibu Sab’ah yang

dengan kesabaran dan keresahannya memberikan motivasi untuk menyelesaikan

skripsi ini.

Di sadari bahwa dalam pembuatan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan dan

kehilapan, oleh sebab itu diharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk

kesempurnaan karya ini dimasa mendatang.

Jakarta, 03 September 2015

Page 9: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……………………………………………………………………......... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ………………………………………………. 7

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ………..……………………... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ….……......................................... 8

E. Kajian Pustaka …………………………………………………….. 9

F. Metode Penelitian ……………………….………….……………... 11

G. Sistematika Penulisan …………………………...….…………....... 14

BAB II PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Pernikahan ...................................................................... 16

B. Syarat dan Rukun Pernikahan ........................................................... 20

C. Tujuan dan Hikmah Pernikahan ........................................................ 25

D. Hak dan Kewajiban Suami Istri ........................................................ 32

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MAFQUD

A. Pengertian Suami yang Mafqud ….………………………..……… 42

B. Status Hukum Istri yang Suaminya Mafqud …………………..….. 44

C. Macam-Macam Mafqud ………..……………………………. …... 49

D. Mafqud dalam Hukum Positif di Indonesia ………………………. 51

E. Iddah bagi Istri yang Suaminya Mafqud ………………………….. 55

Page 10: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

ii

BAB IV STATUS ISTRI AKIBAT SUAMI MAFQUD DALAM PEMIKIRAN

IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI

A. Biografi Ibnu Qudamah ……………………………………….. 58

B. Karya-Karya Ibnu Qudamah ………………………………….. 62

C. Pemikiran Fikih Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni tentang

Status Pernikahan Istri akibat Suami Menghilang ...………........ 66

D. Analisis Perbandingan Pemikiran Ibnu Qudamah dengan Hukum

Positif di Indonesia tentang Status Pernikahan Istri akibat Suami

Menghilang ……………………………………………………… 70

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………. 77

B. Saran …………………………………………………………... 79

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 80

Page 11: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan lembaga yang melahirkan keluarga, tempat

seluruh hidup dan kehidupan menusia berputar. Awalnya perkawinan

bertujuan untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu

bisa mengakibatkan perkawinan tidak dapat diteruskan, sehingga harus

diputuskan atau dengan kata lain terjadi perceraian diantara suami istri.

Perceraian memang diperbolehkan dalam Islam jika memang

perkawinan sudah tidak bisa dipertahankan, akan tetapi hendaknya

perceraian dilakukan dengan jalan yang baik pula.

Allah SWT berfirman:

)٢:٢٢٩/لبقرة١(

Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu bolehrujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yangbaik (Al-Baqarah (2):229).1

Dalam fiqih, putusnya perkawinan atau perceraian ada yang terjadi

atas inisiatif suami, yang disebut thalaq, ada yang merupakan inisiatif dari

1 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Media Cipta,2005), h. 36.

Page 12: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

2

istri dengan cara mengajukan ganti rugi yang disebut khulu’ dan ada yang

terjadi atas inisiatif pihak ketiga yaitu hakim yang disebut fasakh.2

Sedangkan yang menjadi permasalahan adalah mengenai bagaimana

status wanita yang suaminya mafqud atau hilang, karena istri sebagai pihak

yang lemah pasti butuh perlindungan dari seorang suami baik karena alasan

ekonomi ataupun alasan biologis. Hilangnya suami yang bahkan sampai

bertahun-tahun tanpa kabar berita tentunya menimbulkan problem yang

serius terkait apakah dia boleh meminta diceraikan dari suaminya kepada

Hakim di Pengadilan.

Masalah orang hilang merupakan persoalan yang masih banyak

dijumpai, khususnya di Indonesia. Seiring dengan bertambahnya persoalan

social serta semakin tingginya tingkat populasi masyarakat, semakin banyak

tingginya tingkat populasi masyarakat, semakin banyak saja orang yang

dilaporkan hilang. Di berbagai surat kabar atau media informasi seperti

televisi sering diberitakan mengenai laporan orang hilang.

Kasus orang hilang di Indonesia dari dahulu hingga sekarang

cenderung masih banyak terjadi dan sebabnya pun bermacam-macam,

seperti kasus hilangnya para aktifis yang diduga karena alasan politik,

hilangnya orang-orang yang terkena musibah seperti pada waktu bencana

tsunami di Aceh pada tahun 2004, ataupun kasus para TKI yang hilang di

2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.243

Page 13: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

3

luar negeri. Selain itu juga banyak adanya laporan dari masyarakat yang

kehilangan anggota keluarganya, baik diculik ataupun menghilang tanpa

diketahui sebabnya3.

Hal ini menjadi penting untuk dibahas, terutama terkait

permasalahan seorang suami yang hilang ataupun meninggalkan

keluarganya tanpa diketahui keberadaannya. Hilangnya suami pastinya

membuat istri diliputi ketidak jelasan, sehingga tidak jarang istri

memutuskan untuk menggugat cerai dan berniat menikah lagi. Karena hal

ini maka perlu untuk ditentukan bagaimana hukum mengenai hal ini.

Kompilasi Hukum Islam pasal 116 disebutkan bahwa perceraian

dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan yang pada ayat 2 berbunyi,

“Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

di luar kemampuannya”.4

Dari ketentuan di atas dapat juga dipahami bahwa jika seorang suami

telah meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa alasan atau

bisa juga dimaknai hilang atau mafqud, maka bagi istri diperbolehkan untuk

meminta cerai dan kemudian beriddah untuk kemudian menikah lagi

dengan laki-laki lain. Ulama berbeda pendapat dalam mengatasi persoalan

3 ttp://members.tripod.com/missing_person/artikel/index.html, “06/02/2013.4 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,

2009), h. 36.

Page 14: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

4

mafqudnya suami ini. Mereka berbeda dalam menghukumi suami yang

hilang tersebut dan apa yang boleh dilakukan istri ketika suaminya mafqud.

Istri berhak mengajukan cerai yang disebut khulu’, tapi itu harus

diputuskan oleh pengadilan agama. Bila tidak mengajukan khulu’ atau

tuntutan apapun kepada pihak berwenang. Penentuan status bagi mafqud,

apakah ia masih hidup atau telah wafat amatlah penting, karena menyangkut

beberapa hak dan kewajiban dari si mafqud tersebut serta hak dan kewajiban

keluarganya sendiri. Para Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.

Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i mengatakan bahwa Istri laki-

laki yang tidak ada kabar beritanya tersebut tidak halal kawin lagi sampai

dia melewati waktu yang lazimnya suaminya dinyatakan tidak mungkin

masih hidup, yang dibatasi Abu Hanifah dengan waktu seratus dua puluh

tahun, dan Syafi’i serta Ahmad memberikan batasan sembilan puluh tahun.5

Kalangan Hanafiyah juga berpendapat bahwa seorang istri yang

ditinggal lama oleh suaminya hendaknya bersabar dan tidak boleh menuntut

cerai. Mereka berdalil bahwa pada asalnya pernikahan antara keduanya

masih berlangsung hingga terdapat keterangan yang jelas bahwa suaminya

meninggal atau telah menceraikannya.6

5 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, diterjemahkan Masykur A. B.dkk Cet ke- 6, (Jakarta: Penerbit Lentera, 2007), h. 475.

6 Ibnu Humam Al Hanafi, Fathul Qadir,Juz 6, (Beirut: Dar al-Kutub al- Ilmiyah,t.th), h.137.

Page 15: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

5

Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat bahwa seorang istri

yang ditinggal suami tanpa diketahui keberadaannya, maka ia menunggu 4

tahun sebagaimana waktu hamil paling lama dan 4 bulan 10 hari

sebagaimana iddah wafat, setelah itu ia halal untuk menikah lagi dengan

laki-laki lain.7

Mereka berdasar pada hadits Umar yang mengatakan:

ن حدثني یحي عن مالك عن یحي بن سعید عن سعد بن المسیب ان عمر ب

جھا فلم تدر این ھو فانھا تنتظیر اربع الخطاب قال ایما امراة فقدت زو

ثم تحلسنین ثم تعتد اربعة اشھر وعشرا

Artinya:Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik, dari Yahya

bin Sa’id, dari Sa’d bin Musayyab, bahwasanya Umar berkata: Bagiperempuan yang kehilangan suaminya, dan ia tidak mengetahuikeberadaannya, maka ia wajib menunggu 4 tahun, kemudian beriddah 4bulan 10 hari, setelah itu ia halal untuk menikah. (H.R. Malik).

Ibnu Qudamah dari kalangan Hanabilah menuliskan dalam kitabnya,

bahwa mafqud itu bisa bermacam-macam, maka terhadap persoalan

mafqudnya suami, perlu diteliti bagaimana sifatnya mafqud atau hilangnya

suami ini. Inilah yang nantinya akan menentukan boleh atau tidaknya istri

untuk beriddah dan menikah lagi dengan laki-laki lain.

Menurutnya, Mafqud digolongkan dalam dua kategori. Pertama,

yaitu orang hilang yang secara lahirnya dia selamat, seperti orang yang

7 Muhammad bin Abdirrahman as Syafii Ad Dimasyqa, Rahmat al Ummah fi IkhtilafilAimmah, (Surabaya: Al Hidayah t.th), h. 243.

Page 16: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

6

hilang ketika berdagang, pergi menuntut ilmu dan sebagainya. Dalam hal

ini, ikatan suami istri itu tidak hilang selama belum diyakini matinya suami

atau lewat masa yang orang seperti dia tidak mungkin masih hidup.8

Sedangkan kategori yang kedua yaitu, hilang yang menurut lahirnya tidak

selamat, seperti orang yang hilang tiba-tiba di antara keluarganya, pergi

karena suatu keperluan yang seharusnya ia kembali, lalu tidak ada kabar

beritanya atau ia hilang diantara dua pasukan yang bertempur atau

bersamaan dengan tenggelamnya sebuah kapal dan sebagainya. Hukum

mengenai hal itu, ditunggu sampai 4 tahun. Kalau tidak ada juga kabar

beritanya, maka istrinya mulai beriddah sebagai istri yang meninggal

suaminya, yaitu 4 bulan 10 hari, dan setelah itu, halal bagi istri untuk

menikah lagi dengan laki-laki lain.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji secara

mendalam, dengan penelitian ilmiah tentang tentang Pemikiran Fiqh Ibnu

Qudamah dalam Kitab Al-Mughni dalam bentuk skripsi dengan judul:

“Pemikiran Fikih Ibnu Qudamah Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

Pernikahan Istri Akibat Suami Menghilang”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil dari latar belakang masalah diatas tentang pemikiran

fikih Ibnu Qudamah dalam kitab al-mughni tentang status pernikahan istri akibat

suami menghilang, diperoleh beberapa masalah sebagai berikut :

8 Ibnu Qudamah, Al Mughni, Juz 9, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah t.th), h.131.

Page 17: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

7

1. Bagaimana status istri yang suaminya mafqud atau hilang, menurut

beberapa pendapat ulama?

2. Bagaimana hukum positif di Indonesia menyelesaikan masalah tentang

status pernikahan istri akibat suami menghilang?

3. Bagaimana Ibnu Qudamah berpendapat tentang status pernikahan istri

akibat suami menghilang?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Menyadari karena lausnya permasalahan pada hukum perkawinan,

maka untuk fokusnya penulis akan mengetengahkan persoalan yang

mengganggu kehidupan rumah tangga, dengan pembatasan masalah pada

status penikahan istri akibat suami menghilang.

2. Perumusan Masalah

Untuk uraian skripsi ini penulis mencoba untuk merumuskan

permasalahan sebagai berikut: satu keluarga supaya tidak menjadi

perceraian, suami dan istri dituntut untuk melaksanakan hak dan kewajiban,

dalam keadaan tertentu diperbolehkan bercerai, seperti karena salah satu

pihak meninggalkan selama 2 tahun berturut-turut (penjelasan pasal 39 ayat

2 undang-undang pernikahan No 1 Tahun 1974) dan buku nikah suami

meninggalkan 6 bulan berturut-turut, demikian pula menurut fikih Ibnu

Qudamah dalam kitab al-mughni tentang status pernikahan istri akibat

suami menghilang yaitu harus menunggu 4 tahun jika suami tetap datang

Page 18: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

8

istri boleh menikah lagi dan beriddah 4 bulan 10 hari layaknya suami yang

meninggal dunia,

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah

di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran fikih Ibnu Qudamah tentang status

pernikahan istri akibat suami menghilang?

2. Apa perbedaannya dengan ketentuan dalam hukum positif di

Indonesia tentang status pernikahan istri akibat suami menghilang?

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tentang pemikiran fiqh Ibnu Qudamah

dalam Kitab Al-Mughni tentang status pernikahan istri akibat

suami menghilang (Mafqud).

2. Untuk mengetahui perbedaan dengan hukum positif di

Indonesia tentang status pernikahan istri akibat suami

menghilang.

Sedangkan manfaat penelitian skripsi ini adalah :

1. bagi penulis memberikan pemahaman untuk menerapkan ilmu

yang telah didapat pada masyarakat khsusnya bidang

kekeluargaan Islam.

Page 19: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

9

2. Memperdalam dan memperkaya penelitian sebelumnya

disamping juga menambah khazanah keilmuan pada Fakultas

Syariah dan Hukum.

3. Diharapkan dengan penelitian ini masyarakat mendapatkan

wawasan dan pengertian tentang status istri suami yang hilang,

batas waktu kepergian suami, dan menciptakan kehidupan

perkawinan yang sakinah, mawadah dan rahmah.

D. Kajian Pustaka

Pada dasarnya urgensi kajian penelitian adalah sebagai bahan auto

kritik terhadap penelitian yang ada, mengenai kelebihan maupun

kekurangannya, sekaligus sebagai bahan perbandingan terhadap kajian

yang terdahulu, dan untuk menghindari terjadinya pengulangan hasil

temuan yang membahas permasalahan yang sama dan hampir sama dari

seseorang, baik dalam bentuk skripsi, buku dan dalam

bentuk tulisan lainnya.

Beberapa penelitian berkaitan dengan pemikiran fiqh Ibnu

Qudamah tentang status pernikahan istri akibat suami menghilang yang

sudah teruji keshahihannya diantanya meliputi:

1. Skripsi yang disusun oleh Rio Arif Wicaksono (NIM

102044225105 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dengan Judul:

Status Perkawinan Istri Akibat Suami Menghilang.

Page 20: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

10

2. Skripsi yang disusun oleh Zainal Abidin (NIM 2101265 IAIN

Walisongo Semarang) dengan judul: Studi Analisis Terhadap

Pendapat Ibnu Taimiyah Tentang Jumlah Masa Iddah Bagi wanita

Yang Khuluk. Lewat kajian ilmiah ini dijelaskan bahwa menurut

Jumhur Ulama, khuluk merupakan talak bain, jadi akibat hukum

khuluk juga disamakan dengan talak, yaitu dengan beriddah tiga

kali haid. Berbeda dengan Ibnu Taimiyah yang menjelaskan antara

khuluk dengan talak tidak sama. Karena dalam hadits dan

kesepakatan sahabat bahwasanya iddah khuluk adalah cukup

dengan satu kali haid.

3. Skripsi yang disusun oleh Mukminah (NIM 2100031 IAIN

Walisongo Semarang) dengan judul: Studi Analisis Pentarjihan

Qaul Qadim Mengenai Status Istri dari Suami Hilang (Mafqud)

Menurut Ulama Syafi’iyyah. Dalam skripsinya dijelaskan bahwa

Sebagian Ashhab (Ulama Syafi’iyyah) menemukan beberapa fatwa

dalam qaul qadim Syafi’i yang dianggap masih relevan dengan

keadaan sekarang, sehingga harus ditarjih dan difatwakan kembali.

Diantaranya koreksi dari An-Nawawi dan Abu Zahra, yaitu

mengenai status istri dari suami yang hilang (mafqud). Fatwa Imam

Syafi’i dalam qaul qadimnya yang membolehkan istri orang yang

mafqud untuk meminta cerai dan halal menikah lagi dengan laki-

laki lain setelah menunggu 4 tahun ditambah 4 bulan 10 hari untuk

Page 21: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

11

iddah dianggap lebih memberikan manfaat dibandingkan fatwa

dalam qaul jadidnya yang mengharuskan istri untuk menunggu

kepastian sampai benar-benar diyakini kematian suaminya.

Berdasarkan hasil beberapa penelitian terdahulu tersebut, Penulis

berpendapat bahwa masing-masing menunjukan perbedaan dari segi

pembahasannya dengan skripsi yang akan penulis susun. Penulis

memfokuskan penelitian kepada kajian tentang status pernikahan istri yang

ditinggal lama oleh suaminya tanpa kabar (mafqud) menurut pendapat

Ibnu Qudamah.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan

data, sedangkan instrumen adalah alat bantu yang digunakan dalam

mengumpulkan data itu.9maka metode penelitian skripsi ini dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penulisan ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu jenis

penelitian yang menggunakan bentuk kata-kata. Untuk memperoleh data

yang dibutuhkan, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library

research) yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan pengumpulan

9 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. ke- 12,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 194.

Page 22: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

12

dan penelusuran data-data serta pengolahan buku-buku, literatur dan bahan

pustaka lain yang berkaitan dengan topik pembahasan.10

2. Sumber Data

Sumber data adalah subyek dari mana data itu dapat diperoleh.

Sumber data itu sendiri terbagi menjadi dua, sumber primer (pokok) dan

sumber sekunder (tambahan).

a. Data Primer

Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh dari data-data

primer yaitu sumber asli yang memuat informasi.11

Secara sederhana data ini disebut juga data asli. Adapun sumber data

primer ini adalah karya Ibnu Qudamah yang berhubungan dengan judul di

atas, yaitu kitab “Al Mughni”. Kitab ini disusun oleh Ibnu Qudamah

secara sistematis sesuai dengan bab-bab fiqih dan menjadi rujukan utama

dalam Mazhab Hambali. Kitab ini memuat pendapat Ahmad bin Hambal

dan pendapat beliau sendiri dalam berbagai masalah fiqih.

b. Data Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber yang menjadi bahan penunjang

dan melengkapi suatu analisa. Data sekunder antara lain mencakup

10 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2004), h. 3.

11 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik, Cet ke-7, (Bandung: Tarsito, 1989), h. 163.

Page 23: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

13

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud

laporan, dan sebagainya.12

Sumber ini juga berupa buku-buku atau literatur-literatur yang

mempunyai sifat melengkapi dan menguatkan dari sumber-sumber pokok

yang ada.

Adapun sumber sekunder yang digunakan dalam skripsi ini

adalah kitab Al Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu karya Wahbah Zuhaili, I’lam

al Muwaqqi’in karya Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Ushul Al Fiqh dan

sumber-sumber lain yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini.

3. Analisis Data

Sebagai pegangan dalam pengolahan data penelitian, maka

penulis menggunakan content analisis. Pengolahan data penelitian yang

sudah diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data

sedemikian rupa sehingga dapat dibaca dan dapat ditafsirkan.13

Metode tersebut adalah sebagai berikut:

a. Analisis Deskriptif

Analisis ini bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai

subyek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari

subyek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.

12 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Rajawali Press, 2006), h. 30.

13 Saifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar, 1998), h. 123.

Page 24: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

14

Dalam hal ini metode analisis deskriptif diarahkan untuk menggam

barkan dan menganalisis pendapat Ibnu Qudamah tentang status

pernikahan istri akibat suami menghilang.

b. Analisis Historis

Analisis ini bertujuan untuk menggambarkan sejarah hidup, sejarah

pemikiran, yang dalam hubungan ini adalah unsur-unsur sejarah yang

terkandung dalam objek penelitian, bukan penelitian itu sendiri. Analisis

historis juga melibatkan unsur-unsur sejarah yang berada diluar objek,

sebagai aspek ekstrinsik.14 Analisis ini digunakan untuk meneliti unsur-

unsur sejarah yang mempengaruhi pendapat Ibnu Qudamah kaitannya

dengan pembahasan iddah istri yang suaminya mafqud.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan rencana outline penulisan skripsi

yang akan dikerjakan.15 Untuk memudahkan dalam pembahasan dan

pemahaman yang lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini,

maka disusunlah sistematika penulisan penelitian ini. Dengan garis

besarnya adalah sebagai berikut:

Bab pertama membahas tentang pendahuluan. Dalam bab ini

dibahas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

14 Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu SosialHumaniora Pada Umumnya, (Yogyakarta : PT. Pustaka Pelajar, 2010), h. 362.

15 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, (Semarang: Fakultas Syari’ah, 2008) h. 15.

Page 25: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

15

tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan

teknik penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab kedua merupakan landasan teori yang akan menjadi kerangka

dasar (teoritik) sebagai acuan dari keseluruhan bab-bab yang akan dibahas

dalam penelitian ini. Adapun di dalamnya antara lain berisi tinjauan umum

tentang Pernikahan, definisi pernikahan, syarat dan rukun pernikahan,

tujuan dan hikmah, hak dan kewajiban suami istri.

Bab ketiga membahas tentang tinjauan umum tentang mafqud,

definisi suami yang mafqud, status hukum istri yang suaminya mafqud,

macam-macam mafqud, mafqud dalam hukum positif di Indonesia, dan

iddah bagi istri yang suaminya mafqud.

Bab keempat membahas tentang gambaran dan pemaparan awal

mengenai obyek kajian dari penelitian dalam penelitian ini yang antara lain

berisi tentang: biografi Ibnu Qudamah dan karya-karyanya, pemikiran

Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni tentang status pernikahan istri

akibat suami menghilang, serta analisis perbandingan pemikiran Ibnu

Qudamah dengan hukum positif Islam di Indonesia.

Bab kelima merupakan bab terakhir dan merupakan bab penutup

yang akan menggambarkan mengenai kesimpulan dari apa yang menjadi

pokok kajian dalam penelitian ini, yang di dalamnya antara lain berisi:

kesimpulan, saran dan penutup.

Page 26: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

16

BAB II

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

A. Pengertian Pernikahan

Dalam bahasa Indonesia, kata nikah diartikan dengan kawin. Istilah

pernikahan, yang dalam fikih Islam umum pula disebut dengan istilah

zawaj atau at-tazwij merupakan sinonim dari kata perkawinan.1 Mahmud

Yunus dalam kamusnya menyatakan bahwa nikah berasal dari kata

“nakaha” ( نكح ), “yankihu” ( ينكح ), “nikahan” ( نكاحا ) yang artinya

mengawini.2 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, perkawinan berasal

dari kata “nikah” berarti ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai

dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.3

Nikah adalah salah satu kata arab yang telah baku menjadi kata

Indonesia, makna asalnya ialah: berkumpul, menindas, dan memasukan

sesuatu disamping juga bersetubuh dan berakad. Adapun yang dimaksud

nikah dengan istilah para ahli hukum Islam (fukoha) seperti yang

dikemukakan oleh sebagian mereka ialah suatu akad yang dengannya

1 IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia. (Jakarta:Djambatan, 1992), h.171

2 Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1999), Cet. Ke-1,h. 47

3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: BalaiPustaka, 2002), edisi ketiga, h. 782

Page 27: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

17

hubungan kelamin antara pria dan wanita yang melakukan akad

(perjanjian) tersebut menjadi halal.4

Sudarsono berpendapat dalam hukum kekeluargaan nasional,

istilah nikah berasal dari bahasa arab; sedangkan menurut istilah Bahasa

Indonesia adalah perkawinan. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara

“nikah” dengan “kawin”, akan tetapi pada prinsipnya antara “pernikahan”

dan “perkawinan” hanya berbeda didalam menarik akar kata saja. Apabila

ditinjau dari segi hukum Nampak jelas bahwa pernikahan dan perkawinan

adalah suatu akad yang suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang

menjadi sebab sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkannya

hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih

saying, kebijakan, dan saling menyantuni.5

Menurut Dzuker Z dalam buku Hukum Perkawinan Islam dan

relevansinya dengan kesadaran hukum masyarakat menyatakan bahwa

perjanjian akad itu menimbulkan ikatan, baik secara lahir maupun batin

antara pria dengan wanita yang dinikahinya.6 Dan perikatan itupun

menghalalkan hubungan kelamin antara seorang laki-laki dan perempuan

untuk hidup bersama sebagai suami istri dalam mewujudkan kebahagiaan

hidup keluarga sesuai dengan aturan-aturan syariat Islam.

4 IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, h. 7415 Sudarsono, Hukum Keluargaan Nasional, (Jakarta:Fineka Cipta, 1991), h. 626 Dzuker Z, Hukum Perkawinan dan Relevansinya Dengan Kesadaran Hukm Masyarakat,

(Jakarta: Dewaruci, 1983), Cet, Ke 1, h. 27

Page 28: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

18

Sedangkan menurut istilah banyak pengrtian yang dikemukakan

oleh beberapa ulama fikih. Ulama Hanafiyah mendifinisikan, nikah adalah

akad yang memberikan kesenangan dengan secara sengaja, dan makna

milik kesenangan yang dikhususkan kepada laki-laki dari kemaluan

perempuan dan seluruh badannya dilihat dari segi kelezatannya.7 Menurut

ulama Syafi’iyah, nikah adalah akad yang mengandung arti hubungan

intim dengan lafadz nikah. Sedangkan ulama Malikiyah nikah adalah akad

yang semata-mata menghantarkan pada kesenangan dan kenikmatan

dengan istri. Dan ulama Hanabilah, nikah akad dengan lafadz nikah atau

tazwij atas memberikan kesenangan.

Berdasarkan definisi yang dibuat oleh masing-masing ulama fikih

Ibrahim Hosen dalam buku berjudul fiqih perbandingan dalam masalah

nikah, thalaq, ruju dan hukum kewarisan menyimpulkan nikah adalah akad

yang diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak milik

penggunaan terhadap faradj (kemaluan) wanita dan seluruh tubuhnya

untuk penikmatan sebagai tujuan primer.

Perkawinan adalah ikatan dalam ajaran Islam disebut aqad (ijab

qabul) antara dua jenis bani adam yang saling mencintai, hubungan

mereka bukan hanya menyangkut jasmaniah tetapi meliputi segala macam

keperluan hidup insani. Keakraban yang sempurna, saling membutuhkan,

7 Abdul Rahman al-Jaziry, Kitab Fiqh’ala Mazhab al-Arba’ah, (Beirut: Daar al-Fikr,1991), Jild 4, h. 2.

Page 29: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

19

dan saling mencintai, serta rela mengendalikan diri satu dengan lainnya

merupakan bagian dan kesatuan yang tak terpisahkan, keduanya harus

memikul bersama tanggung jawab saling mengisi dan tolong menolong

dalam melayarkan bahtera rumah tangga.8

Menurut Djoko Prakoso, dan I Ketut Murtika, merumuskan arti

perkawinan tidak cukup dengan adanya ikatan lahir bathin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami istri.9 Dalam perkawinan

“ikatan lahir bathin” dimaksud, adalah bahwa pekawinan tidak cukup

dengan adanya ikatan lahir saja, atau ikatan bathin saja. Akan tetapi hal ini

harus ada kedua-duanya, sehingga akan terjalin ikatan lahir dan ikatan

bathin yang merupakan pondasi yang kuat dalam membentuk dan

membina keluarga yang bahagia dan kekal.

Allah berfirman dalam surat An-Nisa (4) 1:

)1:4/النساء(

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-muyang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allahmenciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang

8 Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Modul Pembinaan KeluargaSakinah, (Jakarta: DEPAG, 1995), h. 161.

9 Djoko Prakosa dan Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta:PT Bina Aksara, 1987), h. 3.

Page 30: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

20

biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepadaAllah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling memintasatu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. SesungguhnyaAllah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (An-Nisa (4):1)

Adapun menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974

tentang perkawinan berbunyi: Perkawinan adalah ikatan lahir bathin

antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.10

Dari beberapa pendapat diatas, penulis berkesimpulan bahwa

perkawinan merupakan ikatan lahir bathin yang sakral dan suci

berdasarkan nilai-nilai keislaman, sesuai dengan yang disyariatkan ajaran

Islam. Di sisi lain perkawinan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hasrat

seksual manusia mencegah perzinahan dan menjaga ketentraman jiwa dan

hati, serta menciptakan hubungan abadi untuk membina keluarga yang

sakinah, mawadah, warahmah.

B. Syarat dan Rukun Pernikahan

Inti upacara pernikahan adalah akad nikah. Dari segi bahasa ‘aqd

artinya mempertemukan dua hal atau mengukuhkan dua pihak, digunakan

untuk menyebut pengukuhan dua orang dalam ikatan suami istri. Dalam

hal budaya modern, akad adalah perjanjian yang tercatat atau kontrak yang

dokumennya disebut piagam, akta atau sertifikat. Dari segi ajaran agama,

10 Departemen Agama, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,(Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 2004), h. 14.

Page 31: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

21

akad nikah adalah ketentuan syariat (rukun nikah) yang mengikat seorang

suami dan perempuan dalam satu ikatan, yaitu ikatan perkawinan.11

Sahnya suatu perkawinan dalam hukum islam adalah dengan

terlaksananya akad nikah yang memenuhi syarat-syarat dan rukunnya.

Rukun merupakan unsur yang wajib dalam suatu akad, karena itu rukun

dan syariat dalam perkawinan dijadikan sebagai hal yang penting yang

harus diperhatikan guna terlaksananya cita-cita mulia, yaitu mewujudkan

rumah tangga sebaagai antara sebagai suatu institusi yang suci.

Adapun rukun nikah terdiri dari;

1. Shigot (Ijab Qabul)

2. Calon Suami,

3. Calon Istri;

4. Dua orang saksi;

5. Wali nikah.12

Adapun syarat-syarat nikah dapat dirinci dibawah ini sebagai berikut;

1. Syarat-syarat Calon Suami

a. Tidak sedang menunaikan ibadah haji;

b. Tidak terpaksa, atas kemauannya sendiri;

c. Orangnya tertentu;

11 Ahmad Mubarok, Psikologi Keluarga: Dari Keluarga Sakinah Hingga KeluargaBangsa, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2005), h. 116.

12 Syihab al-Din Ahmad Ibn Salamah Al-Qolyubi, Hasyiatun Qolyubi Umairoh, (Beirut:Dar al-Fikr, 2006), Juz, 3, h. 217.

Page 32: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

22

d. Bukan Muhrim;

2. Syarat-syarat Calon Istri;

a. Tidak ada halangan syar’I yaitu tidak bersuami, bukan mahram,

tidak sedang dalam iddah;

b. Merdeka, atas kemauan sendiri;

c. Jelas orangnya;

d. Tidak sedang berihram haji;

3. Syarat-syarat wali

a. Laki-laki

b. Baligh;

c. Waras akalnya;

d. Tidak dipaksa;

e. Adil

f. Tidak sedang ihram;

g. Memiliki hak perwalian;

4. Syarat-syarat saksi;

a. Minimal dua orang laki-laki;

b. Baligh;

c. Waras akalnya;

d. Adil

e. Dapat mendengar dan melihat

f. Bebas, tidak dipaksa;

Page 33: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

23

g. Tidak sedang ihram haji;

h. Memahami bahasa ijab qabul;

5. Syarata-syarat Ijab Qabul;

Dalam teknis hukum perkawinan, ijab artinya penegasan kehendak

mengikat diri dalam bentuk perkawinan yang dilakukan oleh pihak

perempuan ditujukan kepada pihak laki-laki calon suami. Sedangkan qabul

berarti penegasan penerimaan mengikat diri sebagai suami istri yang

dilakukan oleh pihak laki-laki langsung sesudah ucapan penegasan ijab

pihak perempuan tidak boleh mempunyai waktu yang lama.13

Sighat akad nikah mempunyai beberapa syarat yaitu:

a. Kedua belah pihak sudah tamyiz

Bila salah satu pihak gila dan masih kecil dan belum tamyiz

(membolehkan benar dan salah), maka pernikahannya tidak sah.

b. Ijab qabulnya dalam salam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan

ijab qabul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut

dapat dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab

qabul.

c. Hendaklah ucapan qabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali kalau

lebih baik dari ucapan ijabnya sendiri menunjukkan pernyataan

persetujuan lebih tegas.

13 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI-PRESS, 1986) Cet. Ke-5,h. 63.

Page 34: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

24

d. Pihak yang melakukan akad harus dapat pernyataan masing-

masingnya, dengan kalimat yang maksudnya menyatakan terjadi

pelaksanaan akad nikah, sekalipun kata-katanya ada yang tidak dapat

dipahami karena yang dipertimbangkan disini adalah maksud dan

niatnya.14

Didalam pasal 6 undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

syaratnya adalah :

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur

21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua

Ditambahkan pada pasal 7 ayat 1, yang berbunyi: “perkawinan

hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun (Sembilan

belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)

tahun”.

Menurut hemat penulis persyaratan dan rukun perkawinan dari apa

yang telah dikemukakan di atas, baik pandangan hukum islam dan hukum

positif mempunyai relevansi untuk melakukan sebuah akad pernikahan dan

merupakan landasan ideal untuk dilaksanakannya sebuah akad pernikahan.

Sebab perkawinan bukanlah hanya sekedar bersatu dua insan yang lainan

jenis yang memerlukan kesadaran dan kesungguhan dari kedua belah pihak,

14 Sayid Shabiq, Fikih Sunnah, Penterjemah: Mahyuddin Syaf, (Bandung: PT Al-Maarif,1996), Jilid 6, h. 49.

Page 35: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

25

namun juga untuk menjalani kehidupan yang sangat panjang dan

melaksanakannya adalah suatu ibadah.

C. Tujuan dan Hikmah Pernikahan

1. Tujuan Pernikahan

a. Menurut Al-Qur’an

Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk hidup

saling berpasang-pasangan, sehingga mereka dapat berhubungan satu sama

lain dan saling mencintai, sehingga menghasilkan keturunan serta hidup

dalam kedamaian sebagaimna perintah Allah SWT. Dalam firmannya pada

ayat suci al-quran, banyak ayat yang menjelaskan tentang tujuan dan

hikmah pernikahan antara lain, pertama surat Al-A’raf (7):189 ;

)٧:١٨٩/االعراف(

Artinya : Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dandari padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senangkepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandungkandungan yang ringan, dan teruslah Dia merasa ringan (Beberapawaktu). kemudian tatkala Dia merasa berat, keduanya (suami-isteri)bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jikaEngkau memberi Kami anak yang saleh, tentulah Kami terraasuk orang-orang yang bersyukur". (Al-Araf (7):189).

Ayat diatas menjelaskan bahwa tujuan pernikahan itu adalah untuk

bersenang-senang. Dari ayat ini kita tampaknya tidak juga dilarang

Page 36: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

26

bersenang-senang tentunya tidak sampai meninggalkan hal-hal yang

penting karenanya, karena memang diakui bahwa rasa senang itu salah

satu unsur untuk mendukung sehat rohani dan jasmani.15

Selanjutnya dalam surat Al-Rum (30) : 21 :

)٣٠:٢١/لروم١(

Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Diamenciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamucenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nyadiantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itubenar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(Al-Rum (30) :21)

Dari kandungan surat diatas ada tiga makna yang dituju satu

pernikahan yakni: pertama, litaskunu ilaiha, artinya supaya tenang/diam

dan yang sepertinya adalah sakana, sukun, sikin, kedua, mawaddah artinya

membina rasa cinta, ketiga rahmah yang berarti sayang.

b. Menurut Hadis

15 Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman Di Tanah Gayo, (Jakarta: QALBUNSALIM, 2007), edisi pertama, h. 87.

Page 37: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

27

Nabi Muhammad SAW sebagai panutan Umat islam juga telah

menggariskan apa saja yang akan di dapat dalam sebuah pernikahan.

Secara global ada dua hal yang dituju pernikahan menurut hadits.

Pertama, untuk menundukan pandangan dan faradj (kemaluan).

Dan Nabi menganjurkan berpuasa bagi yang telah sampai umur, bila

kemampuan materil belum memungkinkan.

Kedua, sebagai kebanggaan Nabi dihari kiamat, yakni dengan

banyaknya keturunan Imat Islam melalui perkawinan yang jelas, secara

tekstual nabi menyatakan jumlah (kuantitas) yang banyak itu Nabi

harapkan, karena dalam jumlah yang banyak itulah terkandung kekuatan

yang besar. Kekuatan yang bisa menunjukkan kemuliaan dan keagungan

ajaran-ajaran Islam, bukan hanya dalam lintasan sejarah masa lalu namun

juga masa sekarang.

Perkawinan dapat mengembangkan umat manusia menjadi satu

masyarakat yang besar bermula dari unsur keluarga. Hubungan laki-laki

dan perempuan yang tidak terikat oleh tali pernikahan dapat juga

memperkembangkan manusia. Akan tetapi, bila ini dierapkan maka

tanggung jawab manusia tidak dapat dikontrol. Sebab itulah perkawinan

sangat penting untuk pengembangan manusia secara bertanggung jawab.16

c. Menurut Akal

16 Chuzaimah T Yanggo (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer (Jakarta: LSIK,2002) Buku Kedua, h.76.

Page 38: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

28

a. Memelihara dan Menjaga Bumi

Bumi ini cukup luas, kelilingya ada 40.000 KM, sedangkan garis

tengahnya atau diameternya ada 25.000 KM, wilayah yang demikian

luas tentunya harus diurus oleh banyak, karena bumi ini Allah

nyatakan dibuat untuk kita (manusia). Bila orangnya hanya sedikit

tentu banyak wilayah yang tersia-sia.

Untuk meningkatkan jumlah manusia tentunya harus dengan

perkawinan atau pernikahan.17 Oleh karena itu, demi kemakmuran

bumi secara lestari, kehadiran manusia sangat diperlukan sepanjang

bumi masih ada. Sehingga perkawinan merupakan syarat mutlak bagi

kelestarian dan kemakmuran bumi.18

1. Tertib Nasab

Bila manusia banyak tentunya harus diwujudkan ketertiban atau

keteraturan, terutama yang berkaitan dengan nasab, sebab kalau tidak

tertib tentu akan terjadi kekacauan karena tidak diketahui si A dan si B

anak siapa. Bila nasab tidak tertata rapi tentu semua akan tidak

menentu, tentu ini menjadi awal dari sebesar-besarnya bencana.19

Selain itu diadakannya hukum perkawinan dalam islam adalah

memelihara moralitas. Islam menganggap perbuatan zina merupakan

17 Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran, h. 90.18 Chuzaimah T Yanggo (ed), Problematika Hukum, h. 116.

Page 39: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

29

perbuatan yang tidak halal,20 yang dapat merusak tatanan kehidupan

masyarakat. Selain itu jika tanpa nasab yang tidak jelas maka akan

membuat kesulitan apabila sianak akan membuat atau mengurus

tentang surat yang berperihal pada kependudukan dan lain sebagainya.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Kamal Mukhtar,

keturunan yang bersih, yang jelas ayah, kakek dan sebagainya hanya

diperoleh dengan perkawinan. Dengan demikian akan jelas pula orang-

orang yang bertanggung jawab terhadap anak-anak, yang akan memelihara

dan mendidiknya sehingga menjadilah seorang muslim yang dicita-

citakan.21

2. Tertib Harta

Untuk menjaga kewarisan, setiap orang yang hidup tentu akan

memiliki barang atau benda yang diperlukan manusia, walau hanya

sekeping papan atau sehelai kain. Ketika manusia itu wafat tentu harus

ada ahli waris yang menerima atau menampung harta peninggalan

tersebut. Nah untuk tertibnya para ahli waris, tentunya harus dilakukan

prosedur yang tertib pula, yakni dengan pernikahan.22

d. Menurut Undang-Undang

20 Abul A’la-Maududi dan Fazl Ahmed, Pedoman Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta:Darul Ulum Press, 1999), h. 7.

21 Kamal Muhktar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: BulanBintang, 1974) Cet. Ke-2, h. 15.

22 Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran, h. 90.

Page 40: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

30

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,

disebutkan dalam pasal 1 yang berbunyi : tujuan pernikahan adalah untuk

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal yang sama juga didapat dalam Kompilasi

Hukum Islam pada pasal 3 bahwa tujuan perkawinan adalah mewujudkan

rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Sehingga jelaslah

bahwa perintah mengharapkan pernikahan sebagai pondasi awal menuju

struktur kehidupan berbangsa dan bernegara yang tenteram dan damai.

2. Hikmah Pernikahan

a. Menyalurkan Kebutuhan Biologis

Setiap manusia dewasa yang normal, dia pasti memiliki

dorongan seksual yang menuntut adanya penyaluran. Dorongan yang

satu ini menjadi sumber fitnah yang membahayakan,23 yang bisa

berakibat terjatuh pada bahaya perzinahan dan prostitusi yang dapat

merusak ketenangan dan menimbulkan keresahan pada masyarakat.

Dengan adanya pernikahan, dorongan seksual yang bergejolak dapat

disalurkan sepuas-puasnya dengan istri tercinta secara sah dan benar.

b. Mempererat dan Menambah Persaudaraan

Menurut Islam, perkawinan bukan hanya merapatkan hubungan

dua pihak secara individual antara suami dan istri, namun lebih jauh

23 M. Nipan Abdul Halim, Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama, (Yogyakarta: MITRAPUSTAKA, 2000), Cet. 2, h. 114

Page 41: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

31

dapat mempererat tali hubungan antar keluarga pihak suami dan pihak

istri.24 Dengan beristri, maka suami akan bertambah banyak sanak dan

saudaranya. Saudara-saudara ipar, segenap keluarga besar dari pihak

istri, para tetangga dan masyarakat dilingkungan istri, apalagi kelak

setelah berbesanan dengan seorang tatkala anaknya telah dewasa

semua itu akan memperbanyak saudara.

c. Menciptakan Ketenangan Jiwa

Suatu perkawinan dapat menimbulkan rasa kasih sayang antara

suami dan istri, juga menenangkan jiwa memperkokoh dan

menanamkan kasih sayang antar keduanya.25 Disamping itu dengan

beristri akan kebih terbentangi dari hal-hal yang memudarkan nilai

peribadatan dan pengamalanya terhadap agama. Suami tak lagi

dibayangi oleh pikiran-pikiran negative terhadap wanita dan lebih

terbantu dengan kehadiran istri tercinta.

d. Menumbuhkan Sikap Bertanggung Jawab

Sebelum beristri seorang laki-laki idak menghadapi banyak

tuntutan. Tetapi setelah beristri, ia dituntut oleh banyak hal. Ia akan

menyadari rasa tanggung jawab kepada istri, anak-anak. Menimbulkan

sikap rajin bekerja dan sunggung-sungguh dalam mengarahkan

24 Chuzaimah T Yanggo (ed), Problematika Hukum, h. 77.25 Sayyid Sabiq, Fiqh al- Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), Jilid. 2, h.12.

Page 42: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

32

pendidikan anak, serta meningkatkan status dalam pergaulan

masyarakat, sehingga dihargai dan dihormati.

Dari uraian yang telah dikemukakan penulis menarik

kesimpulan begitu besar dan banyak manfaat dari tujuan dan hikmah

perkawinan. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Perkawinan dalam Islam sebagaimana yang telah kta

ketahui, bukan semata-mata untuk mengikuti rasul, tetapi lebih jauh

membuat ketenangan baik lahir dan bathin dan berbagai manfaat yang

tidak bisa kita dapatkan tanpa melalui perkawinan, sehingga ikatan

suci menjadikan seorang pria dan wanita dapat memelihara diri dari

perbuatan dan perilaku tidak senonoh, melanjutkan keturunan, dan

yang paling besar ialah mendapatkan ridha dari Allah SWT.

D. Hak dan Kewajiban Suami Istri

Apabila dilaksanakan akad nikah yang sah, maka mulai saat itu

berarti antara kedua calon mempelai sudah terikat dalam ikatan

perkawinan dan telah resmi hidup sebagai suami istri. Maka untuk

mencapai tujuan perkawinan sebagaimana yang telah disebutkan maka

diperlukan hak dan kewajiban bagi suami istri.

1. Hak dan Kewajiban Suami

Mengenai hak-hak suami terhadap istri tersebut dalam surat An-Nisa

(4) 34, yaitu firman Allah SWT:

Page 43: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

33

)٣ع:ع/النساء(

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atassebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telahmenafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yangsaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminyatidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanitayang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka danpisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-carijalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagiMaha besar. (An-Nisa (4): 34).

Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hak suami atas istri

ialah:

a. Taat

Istri hendaklah taat kepada suaminya dalam melaksanakan urusan-

urusan rumah tangga mereka, selama suaminya masih menjalankan

ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan dengan kehidupan suami

istri. Taat kepada suami dalam ayat dipergunakan perkataan “qanitat”

yang berarti “tunduk patuh”. Perkataan ini biasanya digunakan untuk

menerangkan ketundukan dan kepatuhan seorang hamba kepada Allah.

Page 44: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

34

Dengan ayat ini Allah menerangkan bentuk ketaatan istri kepada

suami, sama dengan bentuk ketaatna kepada Allah.26

b. Istri tidak diperkenankan menghadiahkan sesuatu dari harta suaminya

kecuali atas izinnya.27

Maksudnya seorang istri tidak diperkenankan memberikan hadiah

apapun dari harta suaminya kecuali dengan izinnya. Disamping itu

untuk mencegah kecurigaan pihak suami terhadap istri yang dapat

merusak keharmonisan perkawinan.

c. Menerima sedekah dari harta istri dalam keadaan sulit atau bersabar,

menghadapi tekanan hidup jika ia tidak mempunyai harta.

Diantara hak suami yang ada pada istrinya, ialah istri harus

menyedekahkan hartanya ketika sedang dalam keadaan sulit. Kalau

istri tidak punya harta, maka ia bersabar bersamanya menghadapi

tekanan hidup.28

d. Istri menjaga dirinya dan harta suami

Dalam al-Quran surat an-Nisa ayat 34 dijelaskan bahwa istri harus

bisa menjaga dirinya baik ketika berada didepan maupun dibelakang

suami, dan ini merupakan salah satu ciri istri sholeha.

26 Kamal Muktar, Asas-asas Hukum, h. 153.27 Muhammad al-Shabbagh, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung,

Remaja Roada Karya, 1991) Cet. Ke-1, h. 152.28 Yudian wahyudin, dkk, Keluarga Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Mantik, 1993), h.

160.

Page 45: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

35

Maksud memelihara diri dibelakang suami dalam ayat tersebut adalah,

istri dalam menjaganya, dirinya ketika suaminya tidak ada dan

berbuat khianat kepadanya, baik mengenai diri maupun harta

bendanya. Inilah kewajiban tertinggi seorang istri terhadap suami.29

Sedangkan kewajiban suami adalah sebagai berikut :

a. Suami wajib menperlakukan istrinya dengan baik dan nyaman,

menghormatinya, bergaul dengan baik, memperlakukannya

dengan wajar, mendahulukan kepentingannya yang memang

patut didahulukan untuk melunakan hatinya, lebih-lebih bersikap

menahan diri dari sikap yang kurang menyenangkan melakukan

dari padanya atau bersabar untuk menghadapinya, sehingga istri

akan bersikap lebih perhatian terhadap kelangsungan kehidupan

perkawinan.

b. Menjaganya dari segala sesuatu yang mungkin melibatkannya

pada suatu perbuatan dosa dan maksiat atau ditimpa oleh sesuatu

kesulitan dan mara bahaya, sehingga istri merasa tenang dalam

menjalankan tugas dan kewajibannya baik ketika suaminya ada

atau tidak berada dirumah. Dalam ayat ini terkandung suruhan

untuk menjaga kehidupan beragama istrinya, membuat istrinya

tetap menjalankan ajaran agama dan menjauhkan istrinya dari

segala sesuatu yang dapat menimbulkan kemarahan Allah. Untuk

29 Abdurahman Ghazali, Fikih Munakahat, (Jakarta: Permada Media, 2003), h. 160.

Page 46: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

36

maksud tertentu suami wajib memberikan pendidikan agama dan

pendidikan lain yang berguna bagi istri dalam kedudukannya

sebagai istri.30

c. Suami wajib mewujudkan kehidupan perkawinan yang

diharapkan Allah untuk terwujud, yaitu mawaddah, rahmah, dan

sakinah. Untuk maksud itu suami wajib memberikan rasa tenang

bagi istrinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-

Rum (30) :21 :

)۳۰:۲۱/لروم١(Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah

Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supayakamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yangdemikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yangberfikir.

d. Menanggung Biaya Hidup

Islam telah memberikan garis batas bagi pekerjaan suami dan

pekerjaan istri. Tugas laki-laki adalah bekerja mencari nafkah dan

mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup keluarganya. Tugas ini

30 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Premada Media,2006), h. 161.

Page 47: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

37

merupakan tugas yang harus dipatuhi dalam status laki-laki sebagai

pelindung.31

2. Hak dan Kewajiban Istri

Hak istri atas suami adalah sebagai berikut :

a. Menerima Nafaqah

Nafaqah merupakan hak istri dan suami wajib membayarnya. Dasarnya

adalah surat Al-Baqarah (2) :223 :

)۲:۲۲۳/البقرة(

Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selamadua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dankewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengancara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadarkesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karenaanaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajibandemikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengankerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa ataskeduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Makatidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut

31 Abul A’la al-Maududi dan Fazl Ahmad, Pedoman Perkawinan, h. 22

Page 48: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

38

yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa AllahMaha melihat apa yang kamu kerjakan.(Al-Baqarah (2):223).

Kewajiban memberikan nafakah olehsuami kepada istrinya yang

berlaku pada fiqih didasarkan pada prinsip pemisahan harta suami dan

istri. Prinsip ini mengikuti alur piker bahwa suami itu adalah pencari

rezeki, rezeki yang diperolehnya itu menjadi haknya penuh dan untuk

selanjutnya suami berkedudukan sebagai pemberi nafaqah.32

b. Mendapatkan pergaulan secara baik dan patut. Hal ini sesuai firman

Allah dalam surat An-Nisa (4):19 :

…….. ))١٩:ع/النساء(

Artinya: ………. Dan bergaullah dengan mereka secara patut.kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karenamungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikanpadanya kebaikan yang banyak.

Yang dimaksud dengan disini secara khusus adalah pergaulan

suami istri termasuk hal-hal yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan

seksual. Bentuk pergaulan yang dikatakan dalam ayat tersebut adalah

diistilahkan dengan makruf yang mengandung arti secara baik; sedangkan

bentuk yang makruf itu tidak dijelaskan Allah secara khusus. Dalam hal ini

diserahkan kepada pertimbangan alur dan patut menurut pandangan adat

dan lingkungan setempat.

32 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan, h. 165.

Page 49: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

39

3. Hak Supaya Suami Menjaga dan Memilihara Istrinya

Maksudnya ialah menjaga kehormatan istri, tidak menyia-nyiakannya, dan

menjaganya agar selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan

menghentikan segala yang dilarang Allah.33 Firman Allah:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dankeluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia danbatu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidakmendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada merekadan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

4. Kalau Suami Mempunyai Istri Lebih, Maka Hendaklah Ia Berlaku Adil

Terhadap Istrinya. Firman Allah :

Artinya: ……….. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat

Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamumiliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Yang dimaksud dengan berlaku adil dalam ayat ini ialah berlaku

adil dalam hal-hal yang dapat dilaksanakan, seperti adil dalam menetapkan

giliran hari antara istri-istri dan sebagainya. Adapun adil dalam dalam hal

cinta dan kasih sayang sukar dilaksanakan oleh manusia. Walaupun

33 Kamal Muhktar, Asas-Asas Hukum, h. 152.

Page 50: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

40

demikian janganlah hendaknya karena kecintaan kepada istri yang

seorang, membiarkan istri yang lain terkatung-katung hidupnya.

Sedangkan kewajiban seorang istri adalah :

a. Istri Wajib Mengasuh Anak

Istri berusaha untuk mengasuh anak termasuk sesuatu yang dianjurkan

oleh agama dan utamakan, karena anak merupakan sambungan hidup

dari orang tuanya. Cita-cita atau usaha-usaha yang tidak sanggup orang

tuanya melaksanakan, diharapkan agar anaknya nanti yang

melaksanakannya. Anak yang saleh merupakan amal orang tuanya.

b. Istri Menjaga Dirinya Sendiri dan Harta Suami, menjauhkan diri dari

mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkannya, tidak cemberut

dihadapannya, tidak menunjukan keadaan yang tidak disenanginya.

c. Istri Wajib Menyusukan Anaknya, selama ia sanggup melaksanakan

dan menjalankannya. Firman Allah al-Baqarah (2):233 :

)۲:۲۲۳/البقرة(

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selamadua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dankewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengancara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadarkesanggupannya. (Al-Baqarah (2):223).

Page 51: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

41

Sedangkan Hak dan Kewajiban suami istri menurut Undang-undang No. 1

Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan pada :

a. Pasal 30 Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

menyatakan bahwa :

“Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah

tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”.

b. Pasal 31 ayat 1 Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

menyatakan bahwa :34

“Hak dan Kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan

kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan

hidup bersama dalam masyarakat”

Teranglah bahwa, kehidupan perkawinan tidak berhenti pada

selesainya upacara akad nikah, namun yang arti perkawinan sesungguhnya

ialah tetap terbinanya hubungan suami istri pada kehidupan yang

harmonis. Hal ini dapat terlaksana dengan baik apabila keduanya mau

memahami posisinya dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Dalam

hal ini islam dan perundang-undangan telah mengatur dengan baik, dengan

memberikan pedoman dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai

suami istri. Sehingga hal-hal seperti ketidakharmonisan, perpecahan, dan

sampai pemutusan perkawinan dapat dihindari.

34 Departemen Agama, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Jakarta:Dirjen Bimas Islam, 2004), h. 14.

Page 52: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

42

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG MAFQUD

A. Pengertian Suami yang Mafqud

Persoalan mafqudnya suami yang tidak diketahui ke mana perginya

dan dimana keberadaannya dalam waktu yang lama pasti menyulitkan

kehidupan istri yang ditinggalkan, terutama bila suami tidak meninggalkan

sesuatu untuk menjadi nafkah istri dan anak-anaknya. Dalam hal ini terjadi

perbedaan pendapat di kalangan para Ulama mengenai kebolehan istri

mengajukan pilihan untuk meminta fasakh nikah. Sebelum penulis

mengemukakan atau memaparkan lebih jauh mengenai hukumnya,

terlebih dahulu akan penulis kemukakan pengertian mafqud ini dari dua

segi, yaitu segi bahasa dan segi istilah.

Menurut bahasa, kata mafqud dalam bahasa Arab secara harfiah

bermakna menghilang. Kata mafqud merupakan bentuk isim maf’ul dari

kata faqida yafqadu yang artinya hilang1. Jadi, kata mafqud secara bahasa

artinya ialah hilangnya seseorang karena suatu sebab-sebab tertentu.

Adapun pengertian mafqud menurut istilah, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Para Ulama yaitu:

1 Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,(Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), h. 321.

Page 53: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

43

Kalangan Hanafiyah mengatakan bahwa mafqud ialah:2

الدي ال یدري حیاتھ وال موتھArtinya: Yaitu orang yang tidak diketahui hidup dan matinya.

Sementara Kalangan Malikiyyah menjelaskan3:

المفقود ھو الدي غاب عن اھلھ وفقدوه حتى انقطع خبرهArtinya: Mafqud ialah orang yang hilang dari keluarganya dan merekamerasa kehilangan orang tersebut hingga terputus kabar mengenai orangyang hilang tersebut.

Wahbah Zuhaili memberikan penjelasan yaitu4:

القبرام میت اودع قدومه فيتوقع هو أحي يدر مل الذي الغائب هو

املفقودArtinya: Mafqud ialah orang hilang yang tidak diketahui apakah masihhidup yaitu bisa dharapkan kehadirannya ataukah sudah mati beradadalam kubur.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa mafqud yaitu

hilangnya seseorang dari suatu tempat, tidak diketahui kabar dan

keberadaannya secara pasti, serta tidak diketahui apakah dirinya masih

hidup atau sudah meninggal dunia. Suami yang mafqud yakni seorang

suami yang hilang dari keluarganya tanpa diketahui dimana dia berada dan

kapan dia akan kembali. Kepergian suami mungkin karena kesengajaan

2 Ibnu Humam Al-Hanafi, Fathul Qadir, Juz 6, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, th), h.133.

3 Abu bakar bin Hasan Al-Kasynawi, Ashal Al-Madarik, Juz 1, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, t.th), h. 407.

4 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Juz. 9, (Damaskus: Dar Al- Fikr,2006), h. 7187.

Page 54: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

44

dengan motif melarikan diri akibat suatu hal, atau mungkin karena ia

meninggal dunia dan tidak diketahui kabarnya, atau mungkin karena hal

lainnya.

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa suami yang

mafqud adalah seorang suami yang hilang dari keluarganya tanpa

diketahui tempat tinggalnya dan kabar mengenai hidup atau matinya.

B. Status Hukum Istri Yang Suaminya Mafqud

Setelah membahas mafqud dari segi pengertian, maka di bawah ini

penulis akan membahas mengenai status hukum istri dari suami yang

mafqud. Hal ini mengenai apa yang boleh dilakukan istri jika suaminya

hilang tanpa ada kabar beritanya. Para Ulama berbeda pendapat dalam

masalah ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa seorang istri yang

ditinggal lama oleh suaminya hendaknya sabar dan tidak boleh menuntut

cerai. Ini adalah pendapat madzhab Hanafiyah dan Syafi’iyah. Mereka

berdalil bahwa pada asalnya pernikahan antara kedua masih berlangsung

hingga terdapat keterangan yang jelas, bahwa suaminya meninggal atau

telah menceraikannya.5 Mereka cenderung memandangnya dari segi

positif, yaitu dengan menganggap orang yang hilang itu masih hidup,

sampai dapat dibuktikan dengan bukti-bukti bahwa ia telah wafat. Sikap

5 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Juz. 9, (Damaskus: Dar Al- Fikr,2006), h. 7187.

Page 55: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

45

yang diambil Ulama fiqih ini berdasarkan kaidah istishab, yaitu

menetapkan hukum yang berlaku sejak semula, sampai ada dalil yang

menunjukan hukum lain. Mereka juga berdasar pada hadits:6

امراة "وسلم قال رسول هللا صلى هللا علیھ. عن المغیرة بن سعبة قال

الدارقطنى بإسناد ظعیف. احرجھ". البیانتیھاالمفقود امراتھ حت یأArtinya: Dari Mughirah bin Syu’bah berkata: Rasulullah SAW

bersabda: istri orang yang hilang tetap sebagai istrinya sampai iamendapat berita (tentang kematiannya). (H.R. Al- Daruquthni dengansanad yang lemah).

Sebagian Ulama juga berpendapat bahwa persoalan status hukum

istri yang suaminya mafqud itu sebenarnya tidak ada alasan, kecuali jika

suami yang hilang itu tidak meninggalkan apapun yang menjadi

kewajibannya bagi istrinya. Hal ini berarti bahwa suami itu dianggap ada

disamping istrinya. Karena tidak ada hak istri yang tidak dibayarkan selain

dari bersetubuh, sedangkan bersetubuh adalah hak suami.7 Akan tetapi

anggapan masih hidup tersebut tidak bisa dipertahankan terus menerus,

karena ini akan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Oleh karena harus

digunakan suatu pertimbangan hukum untuk mencari kejelasan status

hukum bagi si mafqud, karena yang berhak untuk menetapkan status bagi

orang hilang tersebut adalah hakim, baik untuk menetapkan bahwa orang

hilang itu telah wafat atau belum.

6 Ibnu Hajar Al ‘Asqalani, Bulughul Maram, (Semarang: Thoha Putra, t.th), h. 237.7 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 2, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.

135.

Page 56: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

46

Ada dua macam pertimbangan hukum yang dapat digunakan

dalam mencari kejelasan status hukum bagi si mafqud, yaitu:

1. Berdasarkan bukti-bukti yang otentik yang dibenarkan oleh syariat,

yang dapat menetapkan suatu ketetapan hukum. Misalnya, ada dua

orang yang adil dan dapat dipercaya untuk memberikan kesaksian

bahwa si fulan yang hilang telah meninggal dunia, maka Hakim dapat

menjadikan dasar persaksian tersebut untuk memutuskan status

kematian bagi si mafqud. Jika demikian hal nya, maka si mafqud sudah

hilang status mafqudnya. Ia ditetapkan seperti orang yang mati haqiqi.

2. Berdasarkan tenggang waktu lamanya si mafqud pergi atau

berdasarkan kadaluwarsa. Dalam kondisi seperti ini, Hakim

menghukuminya sebagai orang yang telah meninggal secara hukumi

setelah berlalunya waktu yang lama, karena masih ada kemungkinan

orang tersebut masih hidup.8

Sedangkan Pendapat kedua mengatakan bahwa seorang istri yang

ditinggal lama oleh suaminya, dan merasa dirugikan secara batin, maka

dia berhak menuntut cerai. Ini adalah pendapat Hanabilah dan Malikiyah.9

Adapun dalil-dalil yang bisa dikemukakan untuk mendukung

pendapat ini adalah :

8 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,Jilid 4, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin dari “Fqh Al-Sunnah”, (Jakarta: Pundi Aksara, 2006), h. 87.

9 Muhammad Abu Zahrah, Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, (Kairo: Dar Al Fikr Al‘Arabi, t.th),h. 428.

Page 57: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

47

1. Firman Allah swt :

Artinya: Dan pergaulilah mereka dengan baik (An Nisa (4):19 ).10

2. Firman Allah swt

……

Artinya: Janganlah engkau tahan mereka untuk memberi kemudharatanbagi mereka, karena demikian itu berarti kamu menganiaya mereka. ( Al-Baqarah (2) : 231 ).

3. Sabda Rasulullah saw :

ال ضرر وال ضرارArtinya: “Tidak ada yang mudharat (dalam ajaran Islam) dan tidak bolehseorang muslim membuat kemudharatan bagi orang lain” ( Hadist HasanRiwayat Ibnu Majah dan Daruqutni ).

Ayat dan hadist di atas melarang seorang muslim, khususnya suami

untuk membuat kemudharatan bagi istrinya dengan pergi meninggalkan

rumah dalam jangka waktu yang lama tanpa ada keperluan yang jelas.

Maka, istri yang merasa dirugikan dengan kepergian suaminya tersebut

berhak untuk menolak mudharat tersebut dengan gugatan cerai yang

diajukan ke pengadilan.

10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil MediaCipta, 2005), h. 80.

Page 58: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

48

Disamping itu, seorang istri dalam keadaan sendirian, biasanya

sangat sulit untuk menjaga dirinya, apalagi di tengah-tengah zaman yang

penuh dengan fitnah seperti ini. Untuk menghindari fitnah dan bisikan

syetan tersebut, maka dibolehkan baginya untuk meminta cerai dan

menikah dengan lelaki lain.

Mereka juga mengqiyaskan dengan masalah “al-iila” (suami yang

bersumpah untuk tidak mendekati istrinya) dan“al- Unnah” (suami yang

impoten), dalam dua masalah tersebut sang istri boleh memilih untuk cerai,

maka begitu juga dalam masalah ini.11 Untuk menuntut cerai diperlukan

empat syarat:

1. Kepergian atau hilangnya suami dari istrinya itu tanpa ada alasan

yang dapat diterima.

2. Istri merasa kesulitan dengan kepergian suaminya.

3. Suami pergi meninggalkan tempat tinggal istri.

4. Sudah lewat satu tahun dan istri merasa tidak aman.12

Penentuan masa satu tahun ini adalah pendapat Imam Malik,

walaupun ada riwayat lain yang menentukan 3 tahun. Imam Ahmad

menetapkan batas minimal yang membolehkan istri menuntut cerai yaitu

setelah lewat enam bulan, karena enam bulan adalah batas kesabaran

11 Malik bin Anas, Al Muwatha’, (Beirut: Dar Al- Fikr, t.th), h. 533.12 H.S.A. Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,

1980), h. 225.

Page 59: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

49

seorang istri ditinggalkan suaminya, sebagaimana yang diterangkan dalam

dialog Umar dengan Hafshah Ummul Mukminin.13

Ahmad Syarabashi mengatakan bahwa seorang suami yang hilang

akan menyulitkan kehidupan si istri, karena istri memerlukan keberadaan

suami untuk melindunginya dan keperluan nafkah sehari-harinya. Padahal

hal itu diperintahkan oleh syariat agar dilaksanakan oleh suaminya. Jika

hal itu dibiarkan, atau istri itu disia-siakan, maka berarti suami itu telah

berdosa. Sebab istri itu keadaannya seperti digantung, yaitu ia tidak

menerima hak-haknya sebagai istri yang berada dalam ketenangan, dan

juga ia tidak bebas untuk menerima laki-laki yang lain.14

C. Macam-macam Mafqud

Berdasarkan penjelasan tentang status hukum istri yang suaminya

mafqud, maka pembagian macam-macam mafqud hanya tertentu pada

pendapat Ulama yang membolehkan istri untuk menuntut cerai, dalam hal

ini yaitu pendapat Ulama kalangan Malikiyyah dan Hanabilah.

Kalangan Malikiyyah membagi mafqud menjadi 4 macam, yaitu:

1. Hilang di negeri Islam. Dalam hal ini istri diperbolehkan untuk

menuntut cerai dari suaminya.

13 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 8, diterjemahkan oleh Moh Thalib dari “Fqh Al-Sunnah”, (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1980), h. 91.

14 Husein Bahreisj (ed.), Himpunan fatwa,(Surabaya: Al Ikhlas, 1987), h. 340.

Page 60: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

50

2. Hilang di negeri Musuh (kafir). Mereka berpendapat bahwa

hukumnya sama dengan hukum orang tawanan, artinya istrinya

tidak boleh dikawin dan harta bendanya tidak boleh dibagi.

Kecuali pendapat Asyhab yang mengatakan bahwa hukum suami

tersebut sama dengan hukum orang yang hilang di negeri islam.

3. Hilang dalam perang Islam, yakni perang antar kaum Muslimin.

Malik berpendapat bahwa ia disamakan dengan orang yang mati

terbunuh tanpa harus menunggu. Pendapat lain mengatakan harus

ditunggu berdasarkan dekat atau jauhnya tempat terjadinya

peperangan. Akan tetapi bagi Malik, masa menunggu yang paling

lama adalah satu tahun.

4. Hilang dalam peperangan dengan kaum kafir. Menegenai hal ini

ada empat pendapat.

1. Hukumnya sama dengan hukum orang yang ditawan.

2. Hukumnya sama dengan hukum orang yang dibunuh sesudah

menunggu masa satu tahun, kecuali jika ia berada disuatu

tempat yang sudah jelas, maka disamakan dengan hukum orang

yang hilang dalam peperangan dan tindak kekerasan yang

terjadi antar kaum Muslimin.

3. Hukumnya sama dengan hukum orang yang hilang di negeri

kaum Muslimin.

Page 61: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

51

4. Hukumnya sama dengan hukum orang yang dibunuh berkaitan

dengan istrinya, dan sama dengan hukum orang yang hilang di

negeri kaum Muslimin berkaitan dengan harta bendanya. Yakni

harus ditunggu, baru sesudah itu dibagi.15

Sementara kalangan Ulama madzhab Hambali membagi mafqud

menjadi 2 macam, yaitu:

1. Hilang yang menurut lahirnya selamat, seperti pergi berniaga ketempat

yang tidak berbahaya, pergi menuntut ilmu dan mengembara.

2. Hilang yang menurut lahirnya tidak selamat, seperti orang yang hilang

tiba-tiba diantara keluarganya, atau ia keluar untuk shalat tetapi tidak

kembali lagi, atau ia pergi karena suatu keperluan yang seharusnya ia

kembali, lalu tidak ada kabar beritanya atau ia hilang antara dua

pasukan yang bertempur atau bersamaan dengan tenggelamnya sebuah

kapal dan sebagainya.16

D. Mafqud Dalam Hukum Positif Di Indonesia

Dalam hukum Positif di Indonesia disebutkan bahwa seorang istri

akan tetap menjadi istri dari suami yang menikahinya secara sah, sampai

suaminya menceraikannya atau di sendiri yang mengajukan cerai dan

pengajuannya itu diterima pihak berwenang, yakni Kantor Urusan Agama.

15 Mahmoud Syaltout dan M. Ali as sayis, Perbandingan Mazhab, diterjemahkan olehIsmuha dari “Muqaranah Al Madzahib Fil Fiqh”, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, t.th), h.248-249.

Page 62: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

52

Istri berhak mengajukan cerai yang disebut khulu’, tetapi itu harus

diputuskan oleh Pengadilan Agama. Bila tidak mengajukan khulu’ atau

tuntutan apapun kepada pihak berwenang, maka istri istri yang ditinggal

mafqud suaminya dianggap ridha terhadap perlakuan suami yang

menghilang. Apabila sejak awal akad nikah sudah ada sighat talaq ta’liq

dimana salah satu poinnya adalah “jika suami menghilang dalam jangka

waktu tertentu (harus disebutkan beberapa lama), atau tidak memberi

nafkah, atau hal lain maka otomatis akan jatuh talak”, barulah si istri yang

ditinggal (mafqud) bisa dikatakan tercerai secara otomatis. Sebetulnya

dalam buku perkawinan yang ada sekarang, ada sighat ta’liq, apabila

terjadi pelanggaran dari pihak suami, tetap saja istri harus mengajukan

tuntutan terlebih dahulu ke Pengadilan Agama. Artinya, apabila suami

melanggar sighat ta’liq tapi si istri tidak mengajukan tuntutan, maka tidak

akan terjadi perceraian. Intinya adalah bahwa apapun pelanggaran suami

termasuk menghilang tanpa kabar berita dan tidak ada sighat ta’liq sejak

awal akad, atau si istri tidak mengajukan perceraian kepada pihak

berwenang, maka istri yang suaminya mafqud tetap menjadi istri sah dari

suami yang mafqud tersebut.17

Dalam Kitab Undang-Undang hukum Perdata (KUHPer) telah

mencantumkan ketentuan mengenai mafqud (orang hilang). KUHPer

17 http://elramdzikro.blogspot.com/2011/04/status-hukum-perkawinan-wanita-yang.html?m=1, ”16/02/2013.

Page 63: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

53

tidak menggunakan istilah mafqud, akan tetapi menggunakan istilah

“orang yang diperkirakan telah meninggal dunia”. Dalam Pasal 467,

KUHPer menentukan bahwa seseorang yang telah pergi meninggalkan

tempat kediamannya dalam jangka waktu 5 tahun, atau telah lewat waktu 5

tahun sejak terakhir didapat berita kejelasan tentang keadaan orang

tersebut, tanpa memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusan dan

kepentingan-kepentingannya, dapat dimohonkan oleh pihak yang memiliki

kepentingan keperdataan dengan orang tersebut ke Pengadilan untuk

dipanggil menghadap kepersidangan untuk memastikan keberadaan dan

nasibnya. Jangka waktu panggilan ini adalah dalam waktu 3 bulan. Jika

orang tersebut tidak dapat menghadap untuk memberikan kesan dan

petunjuk bahwa dia masih hidup, walaupun telah dipanggil untuk yang

kedua kalinya, begitu seterusnya sampai panggilan ketiga dengan jangka

waktu panggilan adalah 3 bulan. Panggilan tersebut diumumkan di surat-

surat kabar, papan pengumuman di Pengadilan, dan papan pengumuman di

alamat terakhir orang tersebut diketahui.

Apabila sudah dipanggil tiga kali tetap tidak datang menghadap

kepengadilan, maka Pengadilan bisa menetapkan secara hukum bahwa

orang itu telah meninggal dunia, terhitung sejak hari dia meninggalkan

tempat tinggalnya, atau sejak hari terakhir mengenai kabar berita tentang

hidupnya.

Page 64: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

54

Putusan yang telah diambil oleh Pengadilan mengenai mafqud

tersebut harus diumumkan dalam media surat kabar yang sama ketika

dalam pemanggilan.18

Dalam peraturan hukum positif Indonesia, persoalan mafqudnya

suami dapat menjadi alasan terjadinya perceraian, yakni dengan alasan

suami meninggalkan istri selama 2 tahun berturut-turut. Dalam pasal 19 PP

No 9 Tahun 1975 huruf b atau dalam pasal 116 KHI huruf b disebutkan

bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan, “Salah satu pihak

meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin

pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya”.19 Bagi orang islam dalam kaitannya dengan penentuan

suami mafqud sebagai alasan perceraian, maka hakim Pengadilan Agama

harus berpijak pada peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang

No. 3 Tahun 2006 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai peraturan

pelaksanaannya. Dalam hal ini istri mengajukan gugatannya ke Pengadilan

Agama yang mewilayahi tempat tinggal penggugat (pasal 132 KHI).

Namun apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka panitera akan

menempelkan surat gugatan penggugat di papan pengumuman yang ada di

Pengadilan Agama atau melalui media massa (pasal 138). Sedangkan bagi

18 R. Subekti dan Tjitrosudibio, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA,(Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1995), h. 144-145.

19 Redaksi New Merah Putih, Undang Undang Perkawinan Nomor I Tahun 1974,(Yogyakarta: New Merah Putih, 2009), h. 60.

Page 65: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

55

Hakim Pengadilan Negeri, Hakim harus berpijak pada peraturan

perundang-undangan yang mengatur masalah perkawinan yakni Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975

sebagai peraturan pelaksanaannya. Hukum acara yang berlaku dan yang

dapat dijadikan pedoman oleh Hakim dalam memutus perkara perceraian

dengan alasan salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain adalah

adalah HIR sebagai ketentuan Umum (lex generalis) dan Undang-Undang

No. 7 Tahun 1989 sebagai ketentuan khusus (lex specialis) serta Kompilasi

hukum Islam sebagai hukum materiilnya. Ketentuan ini termuat dalam

pasal 54 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989.20

E. Iddah Bagi Istri Yang Suaminya Mafqud

Bagi seorang istri yang putus perkawinannya dari suaminya,

berlaku baginya waktu tunggu atau masa iddah kecuali apabila seorang

istri dicerai suaminya sebelum berhubungan (qabla dukhul). Baik karena

kematian, perceraian atau atas keputusan pengadilan.

Wahbah Zuhaili dalam Al Fiqh Al Islami Wa Adillatuhu

menyatakan bahwa termasuk salah satu dari pembagian macam- macam

iddah adalah termasuk iddah bagi wanita yang suaminya mafqud.21

Ketentuan mengenai iddah bagi istri yang suaminya mafqud sebetulnya

tidak ada perbedaan dikalangan para Ulama, baik Ulama yang

20 http://elramdzikro.blogspot.com.

Page 66: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

56

menganggap orang yang hilang itu masih hidup, sehingga harus menunggu

hingga dipastikan matinya suami, ataupun Ulama yang membolehkan

seorang istri untuk menuntut cerai jika ditinggal lama oleh suaminya tanpa

kejelasan, dan merasa dirugikan secara batin. Mereka sepakat bahwa jika

sang suami telah dihukumi kematiannya, maka iddah bagi si istri adalah

iddah wanita yang ditinggal mati suaminya, yaitu empat bulan sepuluh

hari. Ketentuan ini meliputi baik istri itu pernah bercampur dengan

suaminya atau belum, keadaan istri itu belum pernah haid, masih berhaid,

ataupun telah lepas haid. Ketetapan ini berdasarkan firman Allah dalam

surat Al Baqarah (2):234 :

.)۲:۲۳۴/البقرة(

Artinya: orang-orang yang meninggal dunia di antaramu denganmeninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkandirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.22 (A;Baqarah (2):234).

Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu

(para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut

yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (Al Baqarah: 234).

Perhitungan bulan dalam iddah dibulatkan dengan 30 hari,

sehingga empat bulan sepuluh hari berarti 130 (seratus tiga puluh) hari.

22 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil MediaCipta, 2005), h. 38.

Page 67: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

57

Akan tetapi para Ulama berbeda pendapat mengenai hukum perceraiannya.

Imam Malik mengatakan bahwa thalaqnya dianggap thalaq bain,

sedangkan Imam Ahmad menganggapnya sebagai fasakh.23 Dalam buku-

buku fiqih, kebanyakan para Ulama menganggapnya sebagai fasakh

sebagaimana pendapat Imam Ahmad. Fasakh diartikan sebagai pembatalan

pernikahan oleh Pengadilan Agama berdasarkan tuntutan istri atau suami

yang dapat dibenarkan Pengadilan Agama atau karena pernikahan yang

telah terlanjur menyalahi hukum pernikahan.24 Hukum positif di Indonesia

memang secara langsung tidak menjelaskan mengenai iddah bagi wanita

yang suaminya mafqud, akan tetapi bisa dijelaskan dari segi hukum

perceraiannya. Dari hukumnya, jika perceraian karena suami mafqud

dianggap fasakh, maka hal itu menjadi bertolak belakang dengan pendapat

para Ulama mengenai iddahnya. Dalam Pasal 155 Kompilasi Hukum

Islam disebutkan, “Waktu iddah bagi janda yang putus perkawinannya

karena khulu’, fasakh dan li’an berlaku iddah talak”.25 Dari pasal tersebut

dapat dipahami bahwa, jika seorang wanita putus perkawinannya karena

fasakh.

23 H.S.A. Alhamdani, Perceraian Dalam Islam (Bandung Pers 2005), h. 225.24 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.

242.25 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,

2009), h. 48.

Page 68: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

58

BAB IV

STATUS ISTRI AKIBAT SUAMI MAFQUD DALAM PEMIKIRAN IBNU

QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI

A. Biografi Ibnu Qudamah

Ibnu Qudamah lahir di desa Jamma’il, salah satu daerah bawahan

Nabulasi, dekat Baitul Maqdis, Tanah Suci di palestina pada tahun 541

H/1147 M. Hijrah ke Damaskus bersama keluarganya pada usia 20 tahun.

Nama lengkapnya adalah Syaikh Muwaffaquddin Abu Muhammad

Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdis Al-Hambali.1

Di Damaskus mereka singgah di Masjid Abu Salih, di luar gerbang timur.

Setelah dua tahun disana, mereka pindah ke kaki gunung Qaisun di Shalihia,

Damaskus. Di masa-masa itu Muwaffaquddin menghafal al Quran dan

Mukhtasar Al Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad bin Hambal) kepada

ayahnya, bul’Abbas, seorang ulama yang memiliki kedudukan mulia serta

seorang yang zuhud. Kemudian ia berguru kepada Abu al Makarim bin

Hilal, Abu al Ma’ali bin Shabir dan Ulama Ulama Damaskus lainnya. Ia

memiliki kemajuan pesat dalam mengkaji ilmu. Pada tahun 561 H, ia pergi

ke Baghdad ditemani saudara sepupunya, Abdul Ghani al-Maqdisi (anak

saudara laki-laki ibunya). Di kota itu juga ia berguru kepada Imam

1 TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Hukum Islam,(Jakarta: Bulan Bintang, 1971). h. 236.

Page 69: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

59

Hibatullah Ibn Ad-Daqqaq dan Ulama lainnya, di antaranya Ibnu Bathi

Sa’addullah bin Dujaji, Syaikh Abdul Qadir al Jailani, Ibnu Taj al-Qara,

Ibnu Syafi’, Abu Zur’ah, dan Yahya Ibnu Tsabit. Selanjutnya ia tidak pisah

dengan Abul Fatah Ibn Manni untuk mengaji kepada beliau madzab Ahmad

dan perbandingan madzab. Ia menetap di Baghdad selama 4 tahun.

Pada tahun 578 H ia pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji

di Mekkah, ia juga menyempatkan sebentar untuk menuntut ilmu kepada

Syaikh al-Mubarak bin Ali bin al-Husain bin Abdillah bin Muhammad al-

Thabakh al-Baghdadi (wafat 575 H), seorang ulama besar Mazhab Hanbali

di bidang fiqih dan ushul fiqih. Kemudian ia kembali lagi ke Baghdad

menuntut ilmu kepada Ibnu al-Manni di bidang fikih dan ushul fikih

dalam Madzhab Hanbali. Setelah satu tahun ia kembali ke Damaskus untuk

mengembangkan ilmunya dengan mengajar dan menulis buku.

Sekembalinya di Damaskus, dia mulai menyusun kitabnya“Al-

Mughni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi”. Kitab ini tergolong kitab kajian

terbesar dalam masalah fiqih secara umum.2 Sampai-sampai Imam Izzudin

Ibn Abdus Salam as-Syafi’i yang digelari Sulthanul Ulama mengatakan

tentang kitab ini: ‘’Saya merasa kurang puas dalam berfatwa sebelum saya

menyanding kitab “Al-Mughni’’. Banyak para santri yang menimba ilmu

hadis kepadanya, fiqih, dan ilmu-ilmu lainnya. Dan banyak pula yang

2 Lihat pendahuluan Ibnu Qudamah, Al Mugni, Juz 1, (Beirut: Dar Al Kutub Al-Ilmiyyah,

t.th), h. 4.

Page 70: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

60

menjadi ulama fiqih setelah mengaji kepadanya. Diantaranya keponakannya

sendiri, seorang qadhi terkemuka, Syaikh Syamsuddin Abdur Rahman bin

Abu Umar dan ulama lain seangkatannya. Di samping itu ia masih terus

menulis karya-karya ilmiah di berbagai disiplin ilmu, lebih-lebih di bidang

fiqih yang dikuasainya dengan matang.

Murid-muridnya yang menonjol antara lain adalah dua orang anak

kandungnya sendiri, yaitu Abu al-Fajr Abdurahman bin Muhammad bin

Qudamah (Ketua Mahkamah Agung di Damaskus). Dan al-Imam Ibrahim

bin Abdul Wahid bin Ali bin Surur al-Maqdisi bin ad-Dimasqyi, seorang

ulama besar Mazhab Hanbali).3

Ibnu Qudamah selain sibuk dengan mengajar dan menulis buku, sisa

hidupnya juga diabadikannya untuk menghadapi perang salib melalui

pidato-pidatonya yang tajam dan membakar semangat umat Islam. Ia juga

dikenal sebagai ulama’besar Hanabilah yang zuhud, wara’, dan ahli ibadah

serta mengusai semua bidang ilmu, baik Al-Qur’an dan tafsirnya, ilmu

hadis, fiqh dan ushul fiqh, faraidh, nahwu, hisab dan lain sebagainya.

Imam Ibnu Qudamah wafat pada hari Sabtu, tepat di hari Idul Fithri

tahun 629 H. Ia dimakamkan di kaki gunung Qasiun di Shalihiya, di sebuah

lereng di atas Jami’ Al-Hanabilah (masjid besar para pengikut madzhab

Imam Ahmad bin Hanbal).

3 M. Ali Hasan, Perbandingan Madzhab,Cet ke- 4, (Jakarta: PT. RajaGrafindo persada,2002), h. 280.

Page 71: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

61

Ibnu Qudamah dikenal oleh Ulama sezamannya sebagai seorang

ulama besar yang menguasai berbagai bidang ilmu, memiliki pengetahuan

yang luas tentang persoalan-persoalan yang dihadapi umat Islam, cerdas dan

dicintai teman-teman sejawatnya. Gurunya sendiri Abu al-Fat Ibnu al-Manni

mengakui bahwa Ibnu Qudamah sangat cerdas. Ketika akan meninggalkan

Irak, Ibnu al-Manni enggan melepasnya, seraya berkata: “Tinggallah engkau

di Irak ini, karena jika engkau berangkat, tak ada lagi ulama yang sebanding

dengan engkau di Irak”. Sedang Ibnu Taimiyah mengakui: “Setelah al-

Auza’i (salah seorang pengumpul hadis di Syam), ulama besar di Suriah

adalah Ibnu Qudamah.” Pengakuan ulama besar terhadap luasnya ilmu Ibnu

Qudamah dapat dibuktikan para zaman sekarang melalui tulisan-tulisan

yang ditinggalkannya. Selain itu ia juga memiliki beberapa keistimewaan

(karamah) yang banyak diceritakan orang, di antaranya adalah sebagaimana

yang diceritakan oleh Sabth Ibn al-Jauzi di mana ia pernah berkata dalam

hati (ber’azam), seandainya aku mampu, pasti akan kubangun sebuah

madrasah untuk Ibnu Qudamah4 dan akan aku beri seribu dirham setiap

harinya, selang beberapa hari ia dating ke kediaman Ibnu Quddamah untuk

bersilaturahmi, seraya tersenyum, Ibnu Quddamah5 berkata kepadanya,

ketika seorang berniat melakukan sesuatu yang baik, maka dicatat baginya

4 http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Qudamah, "28/3/2012.

5Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz 1, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah), h. 5.

Page 72: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

62

pahala niat tersebut. Sekalipun Ibnu Qudamah menguasai berbagai disiplin

ilmu tetapi yang menonjol, sebagai ahli fiqih dan ushul fiqih. Keistimewaan

kitab Al-Mughni adalah bahwa apabila pendapat Madzhab Hanbali berbeda

dengan madzhab lainnya, senantiasa diberikan alasan dari ayat atau hadis

yang mendukung pendapat Madzhab Hanbali itu.

Keterikatan Ibnu Quddamah kepada teks ayat dan hadits, sesuai

dengan prinsip Madzhab Hanbali. Oleh sebab itu, jarang sekali ia

mengemukakan argumentasi berdasarkan akal. Kitab Al-Mughni (fiqh) dan

Raudhah al- Nadhair (ushul fiqh) adalah dua kitab yang menjadi rujukan

dalam Madzhab Hambali dan ulama lainnya dari kalangan yang bukan

bermadzhab Hambali.6

B. Karya Karya Ibnu Qudamah

Sebagai seorang Ulama besar di kalangan Mazhab Hambali, ia

meninggalkan beberapa karya besar yang menjadi standar dalam Mazhab

Hambali. Kitab yang sangat berpengaruh adalah Al-Mughni. Ibnu Hajib

pernah berkata: Ia adalah seorang imam, dan Allah menganugerahkan

berbagai kelebihan. Ia memadukan antara kebenaran tekstual dan

kebenaran intelektual7.

Al-Hafidz Ibnu Rajab dalam “Thabaqat Al-Hambaliyah” mengatakan:

6 Ibnu Qudamah, Kitab Al-Mughni h. 281-282.

7 Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), h. 141.

Page 73: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

63

Ibnu Qudamah memiliki karya yang banyak dan bagus, baik

dalam bidang furu’ maupun ushul, hadits, bahasa dan tasawuf. Karyanya

dalam bidang ushuludin sangat bagus, kebanyakan menggunakan metode

para muhaditsin yang dipenuhi hadits-hadits dan atsar beserta sanadnya,

sebagaimana metode yang digunakan oleh Imam Ahmad Ibnu Hambal

dan imam-imam hadis lainnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdul Aziz Abdurahman

al-Said, seorang tokoh fiqh Arab Saudi, karya-karya Ibnu Qudamah

dalam berbagai bidang ilmu seluruhnya berjumlah 31 buah, dalam ukuran

besar atau kecil.8

Di antara karya-karya Ibnu Qudamah yaitu:

a) Dalam bidang Ushuludin yaitu :

• Al-Burhan fi Masail al-Qur’an, membahas ilmu-ilmu Qur’an terdiri

hanya satu juz.

• Jawabu Mas’alah Waradat fi al-Qur’an hanya satu juz

• Al-I’tiqad satu juz

• Mas’alah al-Uluwi terdiri dari dua juz

• Dzam al-Takwil membahas persoalan takwil, hanya satu juz

• Kitab al-Qadar berbicara tentang qadar hanya satu juz

8 Perbandingan Madzhab,Cet ke- 4, (Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2002), h. 280.

Page 74: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

64

• Kitab Fadla’il al-Sahabah, juga dikenal dengan Minhajul Qashidin fi

Fadlail Khulafa Rasyidiin, dalam dua juz.

• Risalah Ila Syaikh Fahruddin Ibn Taimiyah fi Takhlidi ahli al-

Bida’i fi al-Naar

• Mas’alatu fi tahriimi al-Nazar fi kutubi Ahli al-Kalam.

b) Dalam bidang hadits:

• Mukhtasar al-Ilal al-Khailal, berbicara tentang cacat-cacat hadits,

dalam satu jilid besar.

• Masyikhah Syuyukhah, satu juz.

• Masyikhakh Ukhra.

c) Dalam bidang fiqh, yaitu :

• Al-Mughni, kitab fikih dalam 10 jilid besar, memuat seluruh

persoalan fikih, mulai dari ibadah, muamalah dengan segala

aspeknya, sampai kepada masalah perang.

• Al-Kaafi, kitab fikih dalam 4 jilid. Merupakan ringkasan bab

fikih.

• Al-Muqni’, kitab fikih yang terdiri atas 3 jilid besar, tetapi tidak

selengkap kitab al-Mughni.

• Al-Umdah fi al-Fiqh, kitab fikih kecil yang disusun untuk para

pemula dengan mengemukakan argumentasi dari Al-Qur’an dan

Sunnah.

• Mukhtasar al-Hidayah li Abi al-Khatab, dalam satu jilid.

Page 75: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

65

• Menasik al-Haji tentang tata cara haji, dalam satu juz.

• Dzam al-Was-Was, satu juz.

• Raudlah al-Nazdzir fi Ushul al-Fiqh, membahas persoalan ushul

fiqh dan merupakan kitab ushul tertua dalam mazhab Hambali, di

kemudian hari diringkas oleh Najamuddin al-Tufi, selain itu beliau

juga memiliki fatwa dan risalah yang sangat banyak.

d) Dalam bidang bahasa dan nasab:

• Qun’ah al-Arib fi al-Gharib, hanya satu jilid kecil

• Al-Tibyan an Nasab al-Quraisysin, menjelaskan nasab-nasab

orang Quraiys, hanya satu juz

• Ikhtisar fi Nasab al-Anshar, kitab satu jilid yang berbicara

tentang keturunan orang orang Anshar.

e) Dalam bidang tasawuf :

• Kitab Al-Tawabin fi al-Hadits, membicarakan masalah-masalah

taubat dalam hadits terdiri dari dua juz

• Kitab Al-Mutahabiin fillah, dalam dua juz

• Kitab Al-Riqah wa al-Bika‟ dalam dua juz

• Fadhail al-Syura, kitab dua juz yang berbicara tentang keutamaan

bulan asyura

• Fadhail al-Asyari9.

9 Ibnu Qudamah, kitab al-mughni Juz 9 h. 9-10.

Page 76: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

66

C. Pemikiran Ibnu Qudamah Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

Pernikahan Istri Akibat Suami Menghilang

Persoalan mengenai status pernikahan istri akibat suami

menghilang, dalam Kitab Al-Mughni, sebelumnya Ibnu Qudamah

menjelaskan mengenai suami yang dikategorikan mafqud, beliau

menyatakan:10

Ketika seorang laki-laki hilang dari istrinya, maka tidak terlepas

dari dua keadaan: Pertama, hilang yang komunikasi tidak putus,

diketahui kabar beritanya dan sampai suratnya darinya. Maka yang

demikian, bagi si istri tidak boleh menikah lagi menurut semua ahli ilmu,

kecuali jika si istri kesulitan dalam hal nafkah, maka istri boleh

mengajukan fasakh, dan nikah bisa difasakh. Bagi kami yang demikian

itu bukanlah yang dinamakan mafqud (suami yang hilang), maka nikah

tidak bisa difasakh.

Berdasarkan teks tersebut, dapat dipahami bahwa menurut Ibnu

Qudamah, suami yang ghaib itu ada dua kemungkinan, pertama yaitu

ghaib yang komunikasi tidak putus dan diketahui kabar beritanya. Maka

menurutnya, ghaib yang seperti ini bukanlah yang dinamakan mafqud

dan nikah tidak bisa difasakh dan bagi istri tidak boleh menikah lagi,

10 Ibnu Qudamah, kitab al-Mughni Juz 9, h. 130.

Page 77: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

67

kecuali jika istri kesulitan dalam hal nafkah, maka istri boleh mengajukan

fasakh.11

Keadaan kedua, hilangnya suami yang terputus kabarnya, tidak diketahui

tempat tinggalnya. Maka yang demikian terbagi menjadi 2 macam:

Pertama, yaitu hilang yang secara lahir kemungkinan selamat,

seperti hilang ketika bepergian untuk berdagang ditempat yang tidak

membahayakan, kaburnya seorang budak, hilang ketika mencari ilmu,

berlaut. Maka hal ini tidak menjadikan status perkawinan hilang, selama

belum diyakini kematian sang suami.

Kedua, yaitu hilangnya suami yang secara lahir dia tidak selamat,

seperti orang yang hilang dari keluarganya, baik malam maupun siang,

atau ia keluar untuk shalat tetapi tidak kembali lagi, atau ia pergi karena

suatu keperluan yang seharusnya ia kembali, lalu tidak ada kabar

beritanya atau ia hilang antara dua pasukan yang bertempur atau

bersamaan dengan tenggelamnya sebuah kapal, atau hilang di tempat

yang dinilai membahayakan seperti daratan hijaz dan yangsemacamnya.

Dzahir madzhab Ahmad terhadap masalah ini maka istri suami yang

mafqud tersebut diharuskan menunggu empat tahun, sebagaimana masa

hamil terpanjang, setelah itu istri beriddah selama empat bulan sepuluh

11 Ibnu Qudamah, kitab al-Mughni Juz 9, h. 131.

Page 78: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

68

hari sebagaimana iddah istri yang ditinggal mati suaminya, barulah istri

halal untuk menikah lagi.

Kedua yaitu, suami yang ghaib dan terputus kabar mengenai

dirinya, atau sudah tidak ada komunikasi sama sekali antara si suami

dengan istri. Inilah pengertian mafqud yang dikehendaki Ibnu Qudamah.

Mafqud ini sendiri masih dibagi menjadi dua macam, yakni mafqud

suami yang masih ada dugaan suami selamat dan mafqud yang

menyebabkan berat dugaan bahwa suami tidak selamat. Jika suami hilang

dan menurut lahirnya dia selamat, seperti hilang ketika bepergian untuk

berdagang di tempat yang tidak membahayakan, kaburnya seorang budak,

hilang ketika mencari ilmu, berlaut, atau yang semacamnya, maka

hukumnya harus ditunggu hingga jelas kabar kematian suami atau

dengan lewat waktu tertentu, yaitu 90 tahun terhitung sejak lahirnya

orang yang hilang itu.

Ibnu Quddamah mengatakan dalam kitabnya:

انما اعتبر تسعین سنة من یوم وال دتھ الن الضاھر انھ ال یعیش اكثر

هموتاع خبره وجب الحكم بمن ھدا العمر فإن اكترن بھ انقطArtinya: Sesungguhnya perhitungan 90 tahun dari kelahiran

suami itu di karenakan pada dasarnya dia tidak mungkin hidup melebihiumur tersebut. Jika telah melewati 90 tahun dan tetap terputus kabardarinya, maka wajib dihukumi akan kematiannya.

Sedangkan jika suami hilang dan menurut lahirnya tidak selamat,

seperti orang yang hilang dari keluarganya, baik malam maupun siang,

Page 79: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

69

atau ia keluar untuk shalat tetapi tidak kembali lagi, atau ia pergi karena

suatu keperluan yang seharusnya ia kembali, lalu tidak ada kabar

beritanya atau ia hilang antara dua pasukan yang bertempur atau

bersamaan dengan tenggelamnya sebuah kapal, atau hilang di tempat

yang dinilai membahayakan seperti daratan hijaz dan yang semacamnya,

maka hukum mengenai hal itu, ditunggu 4 tahun. Kalau tidak ada juga

kabar beritanya, maka istri mulai beriddah sebagai istri yang suaminya

meninggal, yaitu 4 bulan 10 hari. Setelah itu ia diperbolehkan menikah

dengan laki-laki lain.

Pendapat Ibnu Qudamah ini juga sama halnya dengan pendapat

kalangan Ulama madzhab Hambali lainnya, seperti yang dituliskan

Baharuddin Abdurrahman bin Ibrahim Al Maqdisi dalam Al ‘Uddah

Syarhul ‘Umdah, bahwa hanya bagi istri yang suaminya hilang dan

dimungkinkan tidak selamat saja, istri boleh menunggu 4 tahun dan

beriddah 4 bulan sepuluh hari, sedang bagi istri yang suaminya hilang

dan dimungkinkan selamat, maka ia tidak boleh menikah lagi hingga jelas

keyakinan akan kematian suami.12

Begitupula yang dijelaskan oleh ‘Alauddin bin Al Hasan Ali bin

Sulaiman dalam karyanya Al Inshaf. Dari yang telah penulis jelaskan,

dapat disimpulkan bahwa disini Ibnu Qudamah mengatakan bahwa

12Bahauddin Abdurrahman bin Ibrahim Al Maqdisi, Al‘Uddah Syarhul ‘Umdah, Juz 1,(Beirut: Dar al-Kutub Al-Ilmiyyah, t.th), h. 61.

Page 80: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

70

keputusan menunggu 4 tahun adalah mengenai kasus suami hilang yang

menurut lahirnya adalah tidak selamat. Sedangkan kasus suami hilang

yang menurut lahirnya selamat adalah tetap harus ditunggu kabar

kejelasan mengenai kematiannya.13

D. Analisis Perbandingan Pemikiran Ibnu Qudamah Dalam Kitab Al-

Mughni dengan Hukum Positif Islam Tentang Status Pernikahan

Istri Akibat Suami Menghilang

Dalam fiqih, putusnya perkawinan atau perceraian ada yang

terjadi atas inisiatif suami, yang disebut thalaq, ada yang merupakan

inisiatif dari istri dengan cara mengajukan ganti rugi yang disebut khulu’

dan ada yang terjadi atas inisiatif pihak ketiga yaitu hakim yang disebut

fasakh.14

Putusnya perkawinan melalui fasakh artinya adalah bahwa Hakim

memutuskan perkawinan setelah mengetahui bahwa perkawinan itu tidak

dapat dilanjutkan. Dari segi alasan terjadinya, fasakh secara garis besar

dibagi kepada dua sebab:

Pertama : fasakh yang terjadi karena perkawinan yang

sebelumnya telah berlangsung ternyata kemudian tidak memenuhi

persyaratan yang ditentukan, baik tentang rukun, maupun syaratnya, atau

13Alauddin bin Al Hasan Ali bin Sulaiman, Al- Inshaf, Juz 9, (Kairo: Maktabah IbnuTaimiyyah, t.th), h. 288.

14 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.243-244.

Page 81: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

71

pada perkawinan tersebut terdapat halangan yang tidak membenarkan

terjadinya perkawinan.

Kedua : fasakh yang terjadi karena pada diri suami atau istri

terdapat sesuatu yang menyebabkan perkawinan tidak mungkin

dilanjutkan, karena kalau dilanjutkan akan menyebabkan kerusakan pada

suami atau istri atau keduanya sekaligus.

Fasakh dalam bentuk ini dalam fiqih juga biasa disebut dengan

khiyar fasakh. Persoalan hilangnya suami yang tidak diketahui ke mana

perginya dan dimana keberadaannya dalam waktu yang lama pasti

menyulitkan kehidupan istri yang ditinggalkan, terutama bila suami tidak

meninggalkan sesuatu untuk menjadi nafkah istri dan anak-anaknya.

Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan para Ulama

mengenai kebolehan istri mengajukan pilihan untuk meminta fasakh

nikah.

Ibnu Qudamah berpendapat bahwa suami yang mafqud masih

mengandung dua kemungkinan, yakni mafqud yang masih ada dugaan

suami selamat dan mafqud yang menyebabkan berat dugaan bahwa suami

tidak selamat.15

Jika suami hilang dan menurut lahirnya dia selamat, maka

hukumnya adalah status pernikahan tersebut tidak hilang selama belum

15 Muhammad bin Abdirrahman as Syafii Ad Dimasyqa, Rahmat al Ummah fi IkhtilafilAimmah, (Surabaya: Al Hidayah, t.th), h. 243.

Page 82: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

72

ada keyakinan akan wafatnya suami. Sedangkan jika suami hilang dan

menurut lahirnya tidak selamat, maka Ibnu Qudamah mengatakan:

ثم تعتد للوفاة اربعة , الحملأكشر مدة , أن زوجتھ تتربص أربع سنین

أشھر وعشرا وتحل لالزواج

Artinya: istri tersebut menunggu empat tahun sebagaimana masahamil terpanjang, kemudian beriddah wafat selama empat bulan sepuluhhari dan kemudian halal untuk kembali menikah.

Maksudnya nikah bisa difasakh dan istri mulai beriddah sebagai

istri yang suaminya meninggal, yaitu 4 bulan 10 hari. kemudian ia

diperbolehkan menikah dengan laki-laki lain. Pendapat Ibnu Qudamah

adalah berdasar pada fatwa Umar berkaitan suatu peristiwa seorang

perempuan yang suaminya hilang karena disembunyikan jin pada zaman

kekhalifahan Umar.

Ibnu Qudamah mengatakan bahwa keputusan hukum ini adalah

terbatas mengenai kasus-kasus orang hilang yang menurutnya adalah tidak

selamat. Ia juga mengatakan bahwa keputusan Umar terjadi berkaitan

seorang suami yang hilang dan secara lahir telah meninggal, maka yang

selain daripada itu tidak bisa diqiyaskan kepada pendapat Umar ini. Ibnu

Qudamah menuliskan:16

Artinya: Khabar Umar terjadi pada orang yang hilang secara lahir

telah meninggal, maka yang selain itu tidak bisa disamakan kepadanya.

16 Ibnu Qudamah, Al Mugni, Juz 9, (Beirut: Dar Al Kutub Al-Ilmiyyah, t.th), h. 132.

Page 83: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

73

Maka jika hilangnya secara lahir selamat, tetap harus ditunggu

hingga ada kepastian mengenai matinya orang yang hilang itu atau bisa

juga dengan lewat waktu tertentu, yaitu 90 tahun terhitung sejak lahirnya

orang yang hilang itu. Perhitungan 90 tahun ini didasarkan bahwa secara

lahirnya, hidup manusia tidak lebih dari umur 90 tahun. Oleh karenanya,

ketika telah lewat 90 tahun dari kelahiran suami yang mafqud tersebut dan

tetap tidak ada kabar beritanya, maka suami wajib dihukumi akan

kematiannya. Dan bagi si istri menjalankan iddah sebagai istri yang

ditinggal mati suaminya, dan kemudian halal untuk menikah lagi dengan

laki-laki lain.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kebolehan terjadinya

fasakh nikah dan iddah bagi istri yang suaminya mafqud menurut Ibnu

Qudamah adalah ketika sang suami hilang yang dimungkinkan tidak

selamat atau dianggap telah meninggal.

Menurut penulis, dengan melihat batasan yang dipakai Ibnu

Qudamah mengenai bolehnya fasakh nikah bagi wanita yang suaminya

mafqud, penulis menilai pendapatnya lebih tepat dan tidak kaku, artinya

ia mencoba untuk tidak memaknai qaul Umar ini secara tekstual, akan

tetapi ia juga memaknai qaul ini berdasarkan konteksnya agar bisa

menciptakan hukum yang benar-benar dapat menciptakan maslahat.17

17 Muhammad Rawwas Qal’ahji, Mausu’ah Fiqh Umar ibn Al Khattab, (Dar Al Nafais, t.th),h. 787.

Page 84: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

74

Selain itu, pendapatnya mungkin juga karena dipengaruhi oleh sisi

historis di mana dan kapan Ibnu Qudamah hidup. Ibnu Qudamah

merupakan salah satu Ulama madzhab Hambali, madzhab terakhir dari

empat madzhab yang masyhur. Barangkali situasi yang dilihatnya pada

masa itu menghendaki yang demikian. Seluruh kasus orang hilang yang

dinukilkan adalah peristiwa yang mempunyai keadaan dan situasi, maka

ia memberi ketentuan sesuai dengan keadaan itu menurut pendapatnya.

Maka menurut penulis, pendapat Ibnu Qudamah ini tetap dapat

untuk dijadikan pertimbangan hukum terhadap permasalahan status istri

yang suaminya mafqud. Apa yang telah dirumuskan Ibnu Qudamah ini

juga dapat menjadi pendorong dan penyemangat bagi para ahli hukum

bahwa teori-teori atau ijtihad para pemikir klasik harus dianggap hal yang

belum final.

Dalam konteks sekarang, penentuan masa tunggu bagi istri

terhadap suami hilang yang dimungkinkan masih hidup dengan ketentuan

90 tahun sudah pasti sangat memberatkan istri, apalagi jika harus

menunggu hingga 120 tahun sebagaimana pendapat kalangan Hanafiyah.

Sebab, jika penentuan tersebut didasarkan pada rata-rata umur hidup

manusia, pada zaman sekarang tidak banyak orang yang bisa hidup

hingga mencapai umur 90 tahun, walaupun diberbagai daerah tertentu

mungkin masih bisa dijumpai. Terlebih jika ditentukan 120 tahun,

Page 85: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

75

mungkin tidak ada atau kalaupun ada sangat jarang sekali orang yang bisa

mencapai umur itu.

Di dalam hukum positif, persoalan tentang suami yang mafqud

atau hilang ini hanya dapat ditafsiri dalam pasal mengenai alasan-alasan

terjadinya perceraian. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

pasal 19 huruf b18 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 116 ayat 2

disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena “salah satu pihak

meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin

pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.19 Artinya bisa juga dipahami, bahwa menurut hukum

positif, jangka waktu yang ditunggu istri sebelum diputuskan cerai dari

suaminya dan beriddah adalah ditentukan dua tahun.

Adapun mengenai peraturan yang berlaku dan mengatur masalah

perkawinan di Indonesia saat ini adalah:

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang dipertegas

dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan juga INPRES NO. 1 Tahun 1991

tentang Kompilasi Hukum Islam. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tent

ang perkawinan dan disebut Undang-Undang Perkawinan disingkat

18 Redaksi New Merah Putih, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,(Yogyakarta: New Merah Putih, 2009), h. 60.

19 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2009),h. 36.

Page 86: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

76

(UUP) disahkan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 2 Januari 1974 dan

diundangkan dalam Lembaran Negara No. 1 Tahun 1974 dan penjelasann

ya dimuat dalam tambahan Lembaran Negara No. 3019.

Adapun dasar pertimbangan pemerintah Republik Indonesia dan

DPR untuk mengeluarkan Undang-Undang Perkawinan ini adalah, bahwa

sesuai dengan falsafah pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum

nasional, perlu adanya undang-undang tentang perkawinan yang berlaku

bagi semua warga Negara Indonesia. Awalnya perkawinan adalah bertuj

uan untuk selama-lamanya,tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu

bisa mengakibatkan perkawinan tidak dapat diteruskan, jadi harus

diputuskan di tengah jalan atau terpaksa putus dengan sendirinya atau den

gan kata lain terjadi perceraian diantara suami isteri.

Page 87: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

77

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah memaparkan semua masalah yang telah diuraikan diatas,

dibawah ini merupakan kesimpulan yang dijabarkan sebagai berikut:

Pada dasarnya perkawinan adalah bertujuan untuk selama-lamanya,

tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa mengakibatkan

perkawinan tidak dapat diteruskan, jadi harus diputuskan di tengah jalan

atau terpaksa putus dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadi

perceraian diantara suami istri.

1. Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni

Ibnu Qudamah, mengatakan ketika seorang suami pergi

meninggalkan istrinya/ hilang, maka tidak terlepas dari kedua

keadaan. Pertama, hilang yang komunikasi tidak putus, diketahui

kabar beritanya dan sampai suratnya darinya. kedua, hilangnya

suami yang terputus kabarnya, tidak diketahui tempat tinggalnya,

bagi istri yang suaminya hilang dan dimungkinkan tidak selamat

saja, istri boleh menunggu 4 tahun dan beriddah 4 bulan sepuluh

hari, sedangkan bagi istri yang suaminya hilang dan dimungkinkan

Page 88: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

78

selamat, maka ia tidak boleh menikah lagi hingga jelas keyakinan

akan kematian suami.

2. Peraturan Hukum Positif Indonesia.

Peraturan Hukum Positip di Indonesia dijelaskan suami

tidak boleh meninggalkan istri selama enam bulan berturut-turut,

tertulis pada penjelasan pasal 39 ayat 2 pada huruf b undang-

undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

3. Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Kompilasi Hukum Islam lahir dari gejolak para ulama yang

tersebar diseluruh nusantara. Tujuan utamanya adalah selain

mempositifkan syariat Islam dalam bidang keperdataan (Ahwal

Syakhsiyyah), juga ingin mengkodifikasi dan menyamakan kitab

fikih yang akan dipakai dipengadilan. Karena pada saat itu terjadi

keberagaman putusan pengadilan terhadap perkara yang serupa.

Dengan tujuan tersebut maka timbulah keseragaman dan

kebonafitan hukum untuk umat Islam. Pada Pasal 116 ayat 2

disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena “salah satu pihak

meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa

izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di

luar kemampuannya.1 Artinya bisa juga dipahami, bahwa menurut

1 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2009), h.36.

Page 89: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

79

hukum positif, jangka waktu yang ditunggu istri sebelum

diputuskan cerai dari suaminya dan beriddah adalah ditentukan dua

tahun.

B. SARAN

1. Untuk pasangan suami istri harus memahami serta menjalankan hak

dan kewajibannya masing-masing melalui, menyimak ceramah,

membaca buku tentang perkawinan.

2. Untuk BP4, KUA dan lembaga-lembaga yang mempunyai peran

dalam masalah perkawinan untuk ikut serta dalam mengambil bagian

dalam proses penyuluhan, pelatihan, dan pendidikan tentang

perkawinan terhadap problem yang kerap terjadi ditengah-tengah

masyarakat.

3. Departemen Agama supaya memasukan penambahan bab pengajaran

yang berbasis pada kelangsungan dan kebahagiaan tentang

pernikahan pada mata pelajaran ilmu agama islam baik pada tingkat

tsanawiyah, maupun perguruan tinggi.

4. Untuk para hakim PTA/PTN dalam memutuskan masalah kasus ini

agar tetap berpegang teguh kepada para pendapat-pendapat ulama-

ulama seperti Ibnu Quddamah.

Page 90: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

80

DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, Semarang: Thoha Putra.

Al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail Abu ‘Abd Allah, Shahih Bukhari,

Beirut: Dar al-Ibn Katsir, juz. 5

Al-Hanafi Ibnu Humam, Fathul Qadir,Juz 6, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah).

Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, Fiqih Wanita Islam, Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1991, Cet. Pertama.

Al-Maqdisiy, Ibnu Qudamah, Al-Mughni Juz 9, Beirut: Dar al-Kutub al-

Ilmiyah.

Al-Maududi, abul A’la, & Ahmed , Fazl, Pedoman Perkawinan Dalam Islam,

Jakarta: Darul Ulum Press, 1999, Cet ke-1.

Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. Ke-2.

Al-Shabbagh, Mahmud, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam,

Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991, Cet. Ke-1.

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: PT. Syamil

Media Cipta, 2005.

Daly, Peunoh, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1988,

Cet.1.

Departemen Agama, UU No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam,

Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 2004.

Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Haji, Modul Pembinaan

Keluarga Sakinah, Jakarta: DEPAG, 1995.

Djaelani, Abdul Qadir, Keluarga Sakinah, Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1995,

Cet. Pertama.

Djalil, A. Basiq, Pernikahan Lintas Agama, Jakarta: QALBUN SALIM,

2005, Cet. Ke-1.

Page 91: PEMIKIRAN FIKIH IBNU QUDAMAH DALAM KITAB AL-MUGHNI TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45008/1/IIM ROSADI-FSH.pdf · Dalam Kitab Al-Mughni Tentang Status

81

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka 1998.

Ghazali, Abdurahman, Fikih Munakahat, Jakarta: Premada Media. 2003.

Halim, M. Nipan Abdul, Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama,

(Yogyakarta: MITRA PUSTAKA, 2000), Cet. Ke-2

IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta:

Djambatan, 1992.

Malik, Imam, Al-Muwatha, Muhammad Fuad Abd Al-Baqi, Kitab Al-shib, Kairo.

Mubarak, Ahmad, Prof. Dr. MA., Psikologi Keluarga : Dari Keluarga

Sakinah Hingga Keluarga Bangsa, Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara,

2005, Cet. 1.

Mughniyah Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Penerbit

Lentera, 2007.

Muhammad bin Abdirrahman As-Syafi’i, Rahmat al- Ummah fi Ikhtilafil

Aimmah, (Surabaya: Al Hidayah).

Rahman Fathur, Ilmu Waris, Bandung : PT. Al-Maarif, 1987.

Presiden Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Syarifuddin Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2006).

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: CV.

Nuansa Aulia, 2009.

Sumiati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty,

1986.