tinjauan asites
Transcript of tinjauan asites
ASITES
LATAR BELAKANG
Asites berasal dari bahasa yunani yang artinya kantong atau tas. Asites adalah menumpuknya
cairan patoligis dalam rongga abdominal. Laki-laki dewasa yang sehat tidak mempunyai atau
terdapat sedikit cairan intraperitoneal, tetapi pada wanita terdapat sebanyak 20 ml tergantung
pada siklus menstruasi. Jurnal ini hanya membahas asites yang berhubungan dengan sirosis.
PATOFISIOLOGIS
Penumpukan cairan asites menggambarkan kadar natrium total dalam tubuh dan pengeluaran air.
Tetapi awal terjadinya ketidak seimbangan belum jelas. Terdapat 3 teori mengenai terbentuknya
asites;
1. Teori pengisian; mengatakan bahwa penyebab utama ketidaknormalan jumlah cairan antara
jaringan vaskuler adalah HT portal dan penurunan sirkulasi aliran darah. Hal ini mengaktifkan
renin plasma, aldosteron, dan saraf simpatis sehingga menyebabkan retensi natrium dan air.
2. Teori overflow; mengatakan bahwa penyebab utama ketidaknormalan adalah retensi natrium
dan air di ginjal akibat kurangnya volume darah. Teori ini terbentuk berdasarkan observasi pada
pasien sirosis yang terdapat hipervolemia intervaskuler.
3. teori yang terakhir hipotesa mengenai vasodilatasi arteri perifer mencakup ke dua teori diatas.
Teori ini mengatakan bahwa hipertensi portal mengakibatkan vasodilatasi yang akan
menyebabkan penurunan voleme darah arteri. Berdasarkan perjalanan penyakit akan terjadi
peningkatan neurohumoral yang akan mengakibatkan retensi natrium dan cairan plasma keluar.
Hal ini mengakibatkan peningkatan cairan pada cavum peritoneal. Berdasarkan teori
vasodilatasi, teori underfilling berlaku pada sirosis tahap lanjut.
Walupun perkembangan hipertensi portal dan retensi natrium masih belum jelas, hipertensi
portal tampaknya meningkatkan kadar NO. NO akan mengakibatka vasodilatasi perifer
splanknikusdan vasodilatasi perifer. Pasien dengan asites mempunyai aktivitas enzim arteri nitrit
oksidase lebih besar dari pada pasien tanpa asites.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung penumpukan cairan pada cavum abdomen. Faktor
pertama adalah peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin, hipoalbumin, penurunan tekanan
onkotik plasma akan mengakibatkan keluarnya cairan plasma ke rongga peritoneal, oleh karena
itu asites jarang terjadi pada pasien sirosis kecuali jika terdapat hipertensi poertal dan
hipoalbumin.
MORTALISTAS / MORBIDITAS
Pasien sirosis dengan asites memiliki prognosis bertahan hidup selama 3 tahunsebesar 50%.
Asites masif prognosisnya buruk, dengan tingkat bertahan hidup selama 1 tahun kurang dari
50%.
SEX
Pria dewasa normal tidak atau mempunyai sedikit cairan intraperitoneal, tetapi wanita dewasa
normal terdapat sekitar 20 ml cairan intraperitoneal tergantung siklus menstruasi.
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Penyebab paling sering asites adalah penyakit hati.Pasien menyatakan bahwa peningkatan cairan
abdomen terjadi dalam waktu singkat.
• Pasien dengan asites harus dinyatakan terdapatnya faktor resiko penyakit hati, meliputi ; -
Penggunaan alkohol dalam jangka waktu lama
- Hepatitis virus kronik / iterus
- Penggunaan obat-obatan i.v
- Sex bebas
- Kelainan sexual
- Transfusi darah
- Tatoo
- Bepergian kedaerah endemik hepatitis
• Pasien dengan sirosis alkoholik yang kadang – kadang berhenti mengkonsumsi alkohol
mungkin mendapatkan asites sesui siklus pemakaian alkohol tersebut. Pasien dengan riwayat
sirosis yang lama dan stabil dan terdapat asites mempunyai kemungkinan terkena karsinoma
hepatoseluler.
• Obesitas, hiperkolesteronemia dan DM tipe 2, sekarang dinyatakan sebagai penyebab steato
hepatitis non alkoholik yang dapat mengakibatkan sirosis.
• Pasien dengan riwayat keganasan terutama kanker gastrointestinal memilki resiko terjadinya
asites maligna. Asites yang berhubungan dengan keganasan umumnya menimbulkan rasa nyeri,
sementara asites akibat sirosis biasanya tidak nyeri.
• Asites yang terdapat pada pasien dengan riwayat diabetes atau sindrom nefrotik dapat disebut
asites nefrotik.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik difokuskan pada tanda-tanda hipertensi dan penyakit hati kronik.
• Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada penyakit hati meliputi ikterik, palmar eritem,
spindernevi.
• Pada papasi hati sulit teraba jika terdapat asites dalam jumlah yang banyak, tapi umumnya hati
membesar. Puddlesign menunjukan terdapat sebanyak 120 ml cairan. Ketika jumlah cairan
pertoneal sebanyak 500 ml asites dapat ditunjukan dengan pemeriksaan shiftingdulness +.
Gambara gelombang cairan biasanya tidak akurat.
• Peningkatan cairan v.jugularis menunjukan penyebab utamanya dari jantung. Nodul kenyal
pada daerah umbilikus yang disebut sister mary joseph nodul, jarang ditemukan tetapi umumnya
menggambarkan adanya Ca peritoneal juga berasal dari keganasan pada gaster, pankreas, atau
keganasan hati primer.
• Nodul patologis supraclavicula sebelah kiri (virchow nodul) menunjukan adanya keganasan
pada daerah abdominal bagian atas.
• Pasien dengan penyakit jantung atau SN menunjukan anasarka.
PENYEBAB
• Normal peritonium
HT portal (serum asites albumin gradien/SAAG > 1,1 g/dl).
- kongesti hati, gagal jantung kongesti, perikarditis konstriktif, infusiensi katup trikuspid, sy.
Budd chiairi
- Penyakit hati, sirosis, hepatitis alkoholik, hepatitis fulminant metastase hati masif.
Hipoalbuminemia :
- SN
- Protein lossing enteropathy
- Malnutrisi akut dengan anasarka.
Kondisi tertentu (SAAG <1,1 g/dl) :
- chylous ascites
- pancreatic ascites
- Bile ascites
- Nephrogenic ascites
- urine ascites
- ovarian disease.
Penyakit peritoneum (SAAG<1,1 g/dl)
- Infeksi
• Bacterial peritonitis
• Tuberculous peritonitis
• HIV-assosiated peritonitis
- Kondisi keganasan
• Peritoneal carsinomatosis
• Primary mesothelioma
• Pseudomyxoma peritonei
• Hepatocellular carcinoma
- Kondisi lain
• Familial mediterranean fever
• Vasculitis
• Granulomatous peritonitis
• Eosinophilic peritonitis
DD./
• Acute liver failure
• Alcoholic hepatitis
• Billiary disease
• Budd-chiari syndrom
• Cardiomyopathy dilated
• Cardiomyopathy restrictive
• Cirrhosis
• Hepatitis viral
• Hepatocellular adenoma
• Hepatorenal syndrome
• Mediterranean fever familial
• Nephrotic syndrome
• Portal hypertension
• Primary billiary cirrhosis
• Protein-losing enteropathy
PEMERIKSAAN LAB
• Cairan peritoneal harus diperiksa untuk dihitung jumlah sel, pada albumin, kultur, total protein,
pewarnaan gram, dan sitologi untuk jenis asites yang tidak diketahui penyebabnya.
- Indikasi : kebanyakan cairan asites transparan dan kuning minimal 10000 sel darah merah /
microliter memeberikan warna cairan asites warna pink dan jaringan terdapat 20000 sel darah
merah / microliter diperkirakan berwarna emrah seperti darah. Hal ini mungkin berhubungan
dengan traumatik pungsi atau keganasan.
• Caira kemerahan yang berasal dari traumatik pungsi berupa darah dan cairan akan membentuk
bekuan. Cairan yang non traumatik berwarna kemerahan dan tidak membentuk bekuan karena
cairan tersebut lisis. Jumlah neutrofil > 50000 sel/microliter memberikan gambar purulent dan
menunjukan infeksi.
- Jumlah hitung sel :
Cairan asites yang normal mengandung < 500 leukosit/microliter dan < 250 leukosit PMN /
microliter. Inflamasi yang alaindapat menyebabkan peningkatan sel darah putih. Jumlah netrofil
> 250 sel / microliter menunjukan adanya hepatitis bakterial. Pada peritonitis TB dan peritoneal
Carsinomatosis terhadap predominan limfosit.
- SAAG
SAAG adalah pemeriksaan terbaik untuk mengklasifikasikan asites dengan hipertensi portal
(SAAG>1,1 g/dl) dan non portal HT (SAAG<1,1 gr/dl)
Pengukuran nilai albumin berhubungan langsung dengan tekanan portal. Spesimen harus
diperoleh secara berkelanjutan.
- Ketepatan hasil SAAG + 97% dalam mengklasifikasikan asites. Kadar albumin yang meningkat
dan rendah menjelaskan sifat asites transudat/eksudat.
- Protein total
Dulu cairan asites dikategorikan eksudat jika jumlah protein > 0.5 g/dl, akan tetapi ketepatan
hanya 56% untuk mendeteksi penyebab eksudat.
Kadar protein total merupakan informasi tambahan pada pemeriksaan SAAG. Peningkatan
SAAG dan jumlah protein yang meningkat pada kebanyakan kasusasites dikarenakan kongesti
hati. Pada pasien-pasien dengan asites maligna mempunyai nilai SAAG yang rendah dan kadar
protein tinggi.
- Kultur atau pewarnaan gram
Sensitifitas kultur darah kira-kira 92 % dalam mendeteksi pertumbuhan bakteri pada cairan
asites. Pewarnaan gram sensitifitasnya hanya 10% dalam memberikan gambaran bakteri pada
peritonitis bakterial spontan. Kira-kira diperlukan 10000 bakteri/ml agar dapat terlihat pada
pewarnaan gram. Pada peritonitis bakteri spontan nilai konsentrasi rata-rata bakteri 1
organisme/ml.
- Sitologi
Pemeriksaan sitologi sensitifitasnya hanya 58-75 % dalam mendeteksi asites maligna.
PENCITRAAN
Foto thorax dan abdomen
• Kenaikan diafragma dengan atau tanpa efusi pleura simphatetik (hepatic hydrothorax) terlihat
pada asites masif. Jika terdapat lebih dari 500 ml cairan asites harus dilakukan pemeriksaan
BNO.
• Tanda-tanda beberapa tanda asites nonspesifik seperti gambar abdomen buram, penonjolan
panggul, batas PSOAS kabur, ketajaman gambar intraabdomen berkurang. Peningkatan
kepadatan pada foto tegak, terpisahnya gambar lengkung usus halus, dan terkumpulnya gas di
usus halus.
• Tanda-tanda berikut lebih spesifik dan dapat dipercaya. Pada 80% pasien asites, tepi lateral hati
diganti oleh dinding thorax abdomen (Hellmer sign).
Obliterasi sudut hepatik terlihat pada 80% orang sehat. Pada pelvic penumpukan cairan pada
kantung rektovesika dan dapat meluap ke fossa paravesika. Adanya cairan memberikan
gambaran kepadatan yang simetris pada kedua sisi kantung vesika urinaria yang di sebut ”dog’s
ear” atau ”mickey mouse” appearance.
Pergeseran sekum dan kolon ascenden kearah tengah dan pergeseran, dan pergeseran garis lemak
properitoneal kelateral terlihat pada 90% dengan asites yang signifikan.
USG
• Real-time sonografi adalah pemeriksaan cairan asites yang paling mudah dan spesifik. Volume
sebesar 5-10 ml dapat dapat terlihat. Asites yang sederhana terlihat sepertigambar yang
homogen, mudah berpindah, anechoic di dalam rongga peritoneal yang akan menyebabkan
terjadinya peningkatan akustik. Cairan asites tidak akan menggeser organ, tetapi cairan akan
berada diantara organ-organ tersebut. Akan terlihat jelas batas organ, dan terbentuk sudut pada
perbatasan antara cairan dan organ-organ tersebut. Jumlah cairan minimal akan terkumpul pada
kantung morison dan mengelilingi hsti membentuk gsmbar karakteristik polisiklik, ”lollipop”
atau arcuate appearance di karenakan cairan tersebut tersusn secara vertikal pada sisi
mesenterium.
• Gambar sonographic tertentu menunjukan adanya asites yang terinfeksi, inflamasi, atau adanya
keganasan. Gambar tersebut meliputi echoes internal kasar (darah), echoes internal halus (chyle),
septal multiple (peritonitis tuberkulosa, pseudomyxoma, peritonei), distribusi cairan terlokalisir
atau atipik, gumpalan lengkung usus, dan penebalan batas antara cairan dan organ yang
berdekatan.
• Pada asites maligna lengkung usus tidak dapat mengapung secara bebas, tetapi tertambat pada
dinding posterior abdomen, melekat pada hati atau oargan lainnya atau lengkung usus tersebut
dikelilingi oleh cairan yang terlokalisir.
• Kebanyakan pasien (95%) dengan keganasan peritonotis mempunyai ketebalan dinding
empedu kurang dari 3mm. Penebalan kantung empedu berhubungan dengan asites jinak pada 82
% kasus. Penebalan kantung empedu secara umum akibat sirosis dan HT portal.
CT-Scan
Asites terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-Scan. Sedikit cairan asites terdapat pada ruang
periheoatik kanan, ruang subhepatik posterior (kantung morison), dan kantung douglas.
Bebarapa gambar pada CT-Scan menunjukkan adanya neoplasia, hepatik, adrenal, splenik, atau
lesi kelenjar limfe berhubungan dengan adanya massa yang berasal dari usus, ovarium, atau
pankreas, yang menunjukkan adanya asites maligna.
Pada pasien dengan asites maligna kumpulan cairan terdapat pada ruang yang lebih besar dan
lebih kecil, sementara pada pasien dengan asites benign cairan terutama terdapat pada ruang
yang lebih besar dan tidak pada bursa omental yang lebih kecil.
PEMERIKSAAN LAIN
• Laparoskopi dilakukan jika terdapat asites maligna. Pemeriksaan ini penting untuk
mendiagnosa adanya mesothelioma maligna.
PROSEDUR
• Parasentesis abdomen
Parasentesis abdomen adalah pemeriksaan yang paling cepat dan efektif untuk mendiagnosa
penyebab asites. Parasentesis terapetik dilakukan untuk asites masif atau sulit disembuhkan.
Pengeluaran 5 liter cairan merupakan parasentesis dalam jumlah besar. Parasentesis total, atau
pengeluaran semua cairan asites (di atas 20 liter) dapat di lakukan secara aman. Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa pemberian albumin 5 g/l pada parasentesis diatas 5 liter dapat
menurukan komplikasi parasentesis seperti gangguan keseimbangan elektrolit dan peningkatan
serum kreatinin akibat pertukaran cairan intravaskuler.
• Transjugular intrahepatik portacaval shunt (TIPS)
Metode ini dilakukan dengan cara memasang paracarval shunt dari sisi kesisi melalui radiologis
dibawah anestesi lokal. Metode ini sering digunakan untuk asites yang berulang.
DERAJAT
• Secara Semikuantitatif
o Derajat 1+ terdeteksi hanya pada pemeriksaan yang secara seksama.
o Derajat 2+ dapat mudah terlihat tetapi dengan volume relatif sedikit.
o Derajat 3+ asites jelas tetapi belum masif.
o Derajat 4+ asites masif.
PENGOBATAN
Pembatasan pemberian Na (20-30 mEq/hr) dan diuretik merupakan terapi standar untuk asites
dan efektif pada 95% pasien.
• Pembatasan cairan dilakukan jika terdapat hiponatremi.
• Parasentesis terapetik harus dipersiapkan pada pasien yang menunjukkan adanya asites masif.
• TIPSadalah metode radiologis yang dapat menurunkan tekanan portal dan merupakan tindakan
yang paling efektif pada pasien asites yang resisten terhadappemberian diuretik.
Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan jarum panjang dari V.Jugularis kanan ke
V.Hepatik. ini merupakan terapi standar pada pasien asites berulang.
PEMBEDAHAN
Peritoneovenous shunt merupakan tindakan alternatif pada pasien asites yang resisten terhadap
pemberian obat-obatan. Penggunaan megalymphatik shunt yang berfungsi untuk mengembalikan
cairan asites ke vena. Efek positif pemasangan shunt ini meliputi peningkatan CO, aliran darah
ginjal, FGR, volume urin, eksresi Na, dan penurunan aktivitas renin plasma dan konsentrasi
aldosteron plasma. Belum ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa pemasangan shunt ini
dapat meningkatkan kemampuan untuk bertahan hidup. Dengan adanya prosedur TIPS, metode
ini sudah tidak terpakai.
KONSULTASI
Konsultasi dengan spesialis gastrointestinal dan atau hepatolog diperlukan untuk pasien dengan
asites, terutama pada asites yang resisten terhadap pengobatan.
DIET
Pembatasn Na 500 mg/hr (22 mmol/hr) dapat dilakukan dengan mudah jika pasien di rawat di
RS. , akan tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan, oleh karena itu pembatasan cairan Na
sebesar 2000 mg/hr (88 mmol/hr). Pembatasan cairan tidak diperlukan kecuali jika kadar Na
dibawah 120 mmol/l.
PERAWATAN LEBIH LANJUT PASIEN RAWAT INAP
• Pantau keadaan asites jika pemakaian Na < 10 mmol/hr.
• Pengukuran Na urin 24 jam berguna pada pasien dengan asites yang berhubungan dengan HT
portal sehingga dinilai kadar Na, respon terhadap diuretik , dan menilai kepatuhan diet.
• Untuk pasien asites derajat 3 dan 4 parasentesis terapi dilakukan secara intermiten.
PERWATAN LEBIH LANJUT PASIEN RAWAT JALAN
• Metode untuk menilai keberhasilan terapi diuretik dilakukan dengan cara memantau berat
badan dan kadar Na urin.
Secara umum pemberian diuretik harus dapat mengurangi 300-500 g/hr pada pasien tanpa udem
dan 800-1000 g/hr pada pasien dengan udem.
• Apabila asites mulai menghilang pemberian diuretik harus di atur untuk menjaga pasien bebas
asites.
OBAT-OBATAN PADA PASIEN RAWAT INAP/JALAN
• Diuretik mulai diberikan pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap Na. Agen
pertama dimulai dengan pemberian spironolakton100 mg/hr. Penambahan loop diuretik
diperluka pada beberapa kasus dimana terjadi peningkatan natriuretik. Jika respon tidak terlihat
selama 4-5 hr dosis dinaikkan sampai 400 mg/hr di tambah furosemid 160 mg/hr.
KOMPLIKASI
• Komplikasi asites yang paling umum adalah terjadinya peritonitis (cairan asites mengandung
lekosit PMN > 250 mikrolliter).
o Pemeriksaan fisik berulang dan pemantauan terhadap kekenyalan abdomen merupakan cara
efektif untuk memantau adanya komplikasi.
Penelitian terakhir pada 133 pasien asites nyeri abdomen dan kekenyalan abdomen, sering
ditemukan pada pasien dengan adanya komplikasi peritonitis bakterial (P<0,1) , tetapi tidak ada
pemeriksaan fisik atau hasol laboratorium yang spesifik yang dapat membedakan kasus
peritonitis bakterial dengan kasus yang lain.
o Setiap pasien dengan asites dan demaam harus dilakukan parasentesis dan kultur darah serta
hitung jenis sel. Pasien dengan kadar protein < 1 g/dl dalam cairan asites memiliki resiko tinggi
menjadi peritonitis bakterial. Antibiotik Profilaksis dengan quinolon disarankan.
• Komplikasi parasentesis meliputi infeksi, gangguan keseimbangan elektrolit, perdarahan, dan
perforasi usus. Adanya perforasi usus harus diperkirakan pada pasien yang dilakukan
parasentesis menunjukan gejala demam atau nyeri abdomen. Semua pasien asites yang berdiri
lama memiliki resiko hernia umbilikalis. Parasentesis dalam jumlah besar dapat menyebabkan
pergeseran cairan dalam jumlah besar. Hal ini dapat dihindari dengan penggantian albumin jika
cairan yang keluar > 5 liter.
PROGNOSIS
Pada pasien asites akibat penyakit hati tergantung pada penyakit yang mendasarinya, derajat
kerusakan dan respon terhadap pengobatan.
PENYULUHAN
• Aspek utama yang perlu diperhatikan adalah menentukan kapan terapi dikatakan gagal dan
kapan pasien berobat ke dokter. Sayangnya kebanyakan kasus kegagalan hati mempunyai
prognosis yang buruk. Semua pasien harus diberatahu mengenai komplikasi yang fatal, gejala
dan tanda-tanda awal.
• Distensi abdomen atau nyeri abdomen merupakan masalah yang sering muncul pada pemberian
diuretik dan pasien harus berobat ke dokt
Field JM., Shah Rahil (2000) dalam artikelnya berjudul Acsites dalam EMedicine,
mengatakan bahwa penyebab Ascites, adalah: a) Hipertensi portal (serum-ascites albmin
gradient=SAAG) > 1.1. g/dl): 1) Kongesti hepatic, ggal jantung kongesti, perikarditis konstriktif,
insuficiensi tricuspid, Budd Chiarry syndrome;(2) Penyakit liver, sirosis, sirosis hepatic, gagal
hati pulminnt, hepatitits massif metastase. b) Hipoalbimumemia (SAAG < 1.1 g/dl): 1) Nefrotic
syndrome, 2) Protein losing entero pathy, 3) Malnutrisi berat karena anasarca). c) Kondisi
lainnya: 1) Asites Silous, 2) asites pankreatik, 3) bile ascites, 4) nefrotic ascites, 5) urine acsites.,
6) penyakit ovarium. D) Penyakit peritoneum: 1) infeksi: (1) peritonis bakteri, (2) Peritonitis
TBC, (3) Peritonitis fungus, (5) HIV-yang dikaitkan dengan peritonitis; 2) kondisi malignansi:
(1) Carcinoma peritoneum, (2) Mesotelioma primer, (3) Pseudomiksoma Peritoneum, (4)
Carcinoma hepaoseluler.; 3) Kondisi lain: (1) Familial Mediteranian fever, (2) Vasculitis, (3)
granulama peritonitis, (4) Eosinofilia peritonitis.
er secepatnya.
Terapi Albumin pada Asites RefraktoriGERAI - Edisi September 2006 (Vol.6 No.2)
Pemberian albumin pada tindakan paracentesis meningkatkan respon terhadap pemberian diuretika pada pasien asites refraktori. Asites adalah satu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan berlebih yang mengisi rongga peritoneal. Diperkirakan sekitar 85 % pasien asitesadalah pasien sirosis hati atau karena penyakit hati lainnya yang parah. “Hampir 60 % pasien sirosis hati akan menjadi asitesdalam masa 10 tahun,” jelas Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer SpPD-KGEH dari divisi Hepatologi, Departemen Penyakit Dalam FKUI, Jakarta dalam Liver Up Date 2006 di Hotel Borobudur Jakarta, 28-30 Juli lalu. Namun, sekitar 15 % pasien asitestidak disebabkan oleh gangguan fungsi hati retensi cairan. Asitesyang terjadi dapat berupa asitestransudatif atau eksudatif. Asites pada sirosis merupakan prognosis yang buruk karena menyebabkan kematian sebesar 50 % dalam waktu tiga tahun jika tanpa transplantasi liver. Dari prevalensi ascites, 10 % nya adalah asites refraktori yang umumnya diterapi dengan pemberian diuretika. “Asitesdikategorikan refraktori bila tidak bisa dimobilisasi atau dicegah dengan terapi medis. Gejala umum pada asites refraktori adalah asites mengalami kekambuhan sesudah tindakan paracentesis, meningkatnya risiko sindroma hepatorenal, dan prognosis yang buruk,” tambahnya lagi. Dalam melakukan terapi pada asites refraktori perlu diperhatikan mengenai durasi pengobatan, respon yang lambat, kekambuhan asitesyang cepat, serta komplikasi yang dipicu oleh pemberian diuretika. Pilihan terapi untuk asites refraktoriadalah, terapi paracentesis, TIPS (transjugular intrahepatic portosystemic shunting), peritoneovenus shunts, dan transplantasi hati. Terapi paracentesis merupakan pengobatan lini pertama untuk asites refraktori karena penerimaannya yang luas di kalangan medis. Prosedur ini merupakan pengulangan pemberian large volume paracentesis (LVP) ditambah albumin. Pemberian LVP 5 L/hari dengan infus albumin (6-8 g/l ascites yang dibuang) lebih efetif mengeliminasi asites dan menghasilkan komplikasi yang minimal jika dibandingkan dengan terapi diuretika. Kombinasi paracentesis dengan infus albumin ini juga menyingkat masa perawatan di rumah sakit. Tindakan paracentesis dapat dilakukan tiap 2 hingga 4 pekan tanpa keharusan opname. Namun tindakan ini tidak berarti menghilangkan kebutuhan akan diuretic (spironolakton atau furosemida), karena kekambuhan asites bisa ditunda pada pasien yang menerima diuretik pascaparacentesis. Hipovolemia pascaparacentesis efektif bisa dicegah dengan pemberian albumin dibandingkan pemberian plasma sintetik ekspander. Sesudah paracentesis, pasien harus melakukan diet sodium rendah (70-90 mmol/hari). Pasien yang menerima diuretika dosis tinggi harus mengecek kadar sodium pada urine, jika kurang dari 30 mEq/hari maka pemberian diuretika harus dihentikan. Komplikasi pada asites refraktori yang tidak diintervensi dengan pengobatan akan berkembang menjadi infeksi SBP (spontaneous bacterial peritonitis), sindrom hepatorenal, hepatic encephalopathy, dan kerusakan fungsi sirkulasi.
“Kondisi hipoalbuminemia kerap dijumpai pada sirosis hati. Hal ini disebabkan oleh penurunan mekanisme sintesa karena disfungsi liver atau diet protein rendah, peningkatan katabolisme albumin, serta adanya asites. Albumin sendiri disintesa secara lengkap pada organ hati,”lanjut Prof. H.M Sjaifoellah. Indikasi terapi albumin pada sirosis hati adalah adanya asites, sindrom hepatorenal, adanya SBP, dan kadar albumin di bawah 2,5 g%. Penggunaan albumin dimaksudkan untuk memelihara colloid oncotic pressure (COP), mengikat dan menyalurkan obat, dan sebagai penangkap radikal bebas. Albumin juga memiliki efek antikoagulan, efek prokoagulatori, efek permeabilitas vaskular, serta ekspansi volume plasma. (Ani)http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=284