Tingkat Pemanfaatan Ikan Teri (stolephorus sp.) di ...repository.umrah.ac.id/1433/1/Adi...
Transcript of Tingkat Pemanfaatan Ikan Teri (stolephorus sp.) di ...repository.umrah.ac.id/1433/1/Adi...
1
Tingkat Pemanfaatan Ikan Teri (stolephorus sp.)
di Perairan Sebauk Kecamatan
Tanjungpinang Kota
Adi Setiabudi, Febrianti Lestari, Susiana
Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan , Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Penelitian ini mengenai tingkat pemanfaatan ikan teri (Stolephorus sp.) telah
dilakukan di perairan Sebauk Kota Tanjungpinang. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui Potensi Lestari (MSY), tingkat pemanfaatan dan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) ikan teri (Stolephorus sp.) di perairan
Sebauk Kota Tanjungpinang. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey
dengan melakukan wawancara terhadap nelayan teri dan observasi langsung
dilapangan. Hasil penelitian yang diperoleh nilai potensi lestari (MSY) sebesar
3883,28 kg/bulan, tingkat pemanfaatan ikan bilis pada bulan Maret 59%, April
93% dan bulan Mei 46%, jumlah tangkapan yang diperbolehkan Maret yakni
sebesar 3130,31 kg/bulan. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan di bulan April
sebesar 3298,61 kg/bulan, sedangkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan pada
bulan Mei yakni sebesar 1598,82 kg/bulan, artinya jumlah tangkapan yang
diperbolehkan ikan teri di perairan Sebauk masih di bawah nilai potensi lestari
(MSY), sehingga penangkapan ikan teri masih dapat ditingkatkan.
Kata kunci: Ikan teri, Potensi lestari (MSY) , jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB), tingkat pemanfaatan.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan tangkap mempunyai peranan penting dalam menopang ketahanan
pangan di Indonesia termasuk dalam hal penyediaan ikan. Semakin meningkatnya
konsumsi ikan per kapita menyebabkan kebutuhan terhadap ikan juga mengalami
peningkatan sehingga mengakibatkan kegiatan perikanan tangkap juga meningkat.
Kegiatan penangkapan ikan banyak dilakukan salah satunya di perairan Sebauk,
Kelurahan Senggarang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO),
Indonesia menjadi negara terbesar kedua produksi perikanan tangkap sebesar 6
2
juta ton pada 2014. Permintaan ikan yang meningkat 200 kg setiap bulan nya di
daerah Bintan (Dhewani, N et al. 2008) tentunya memiliki makna yang positif
bagi pengembangan perikanan, terlebih lagi di Provinsi Kepulauan Riau yang
memiliki potensi perairan yang cukup luas dan potensial untuk pengembangan
perikanan baik penangkapan maupun akuakultur. Namun demikian, tuntutan
pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya tersebut akan diikuti oleh tekanan
eksploitasi sumberdaya ikan yang juga semakin intensif. Menurut Johanes
Widodo & Suadi. (2008), Jika pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak dikelola
secara bijaksana maka akan mendorong usaha perikanan ke jurang kehancuran
dan terjadinya berbagai konflik terhadap sumberdaya ikan. Perairan Sebauk
merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan
terutama ikan teri. Berdasakan hasil survei yang dilakukan di perairan Sebauk
ditemukan alat tangkap ikan teri berupa bagan apung/rakit (kelong).
Setiap bulannya pengepul ikan teri bisa mencapai 3 sampai 4 kali menjual ikan
teri kering ke Pekanbaru, berdasarkan hasil wawancara kepada penjual ikan teri
yang berada di Pelantar II pasar baru Tanjungpinang Kota mengatakan bahwa
selain masyarakat lokal yang mengkonsumsi ikan teri, para wisatawan asal Asia
terutama Singapura, Malaysia dan China sangat menyukai ikan teri yang ada di
pasar baru Tanjungpinang dengan alasan harga teri yang sangat murah
dibandingkan dengan negara lain dan sangat enak. Peningkatan permintaan akan
ikan teri oleh masyarakat dikhawatirkan akan menyebabkan penangkapan yang
berlebihan (over fishing), hal ini jelas akan mempengaruhi potensi lestari dan hasil
upaya tangkapan ikan teri di perairan Sebauk sehingga perlu dilakukan
pengelolaan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Dengan demikian, salah satu langkah untuk menjaga keberadaan sumberdaya
ikan teri (Stolephorus sp.) tetap lestari di perairan Sebauk yaitu dengan cara
pengkajian stok ikan teri (Stolephorus sp.) untuk mengetahui potensi lestari
(MSY), dan penelitian ini penting untuk mengetahui tingkat pemanfaatan ikan
teri dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) agar sumberdaya ikan ini
tetap lestari dan tetap tersedia di masa yang akan datang tanpa merusak
populasinya. Selain itu, MSY bertujuan untuk melindungi stok ikan pada tingkat
aman agar tetap berada dalam level yang seimbang.
3
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui potensi lestari (MSY) ikan teri (Stolephorus sp.) di perairan
Sebauk
2. Mengetahui tingkat pemanfaatan ikan teri (Stolephorus sp.) di perairan
Sebauk
3. Mengetahui jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) di perairan Sebauk
BAHAN DAN METODE
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November tahun 2017 hingga Mei
2018. Lokasi penelitian ini di tetapkan di perairan Sebauk Kelurahan Senggarang
Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Peta lokasi Penelitian dapat di lihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Perairan Sebauk
4
2.2 Alat dan Bahan
Pada penelitian ini sangat ditentutakan oleh ketersedian peralatan pendukung.
Peralatan yang digunakan pada penelitia ini meliputi alat dan bahan. Adapun alat
dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan
2.3 Metode Penelitian
2.3.1 Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan
Observasi. Metode survey merupakan suatu teknik pengumpulan informasi yang
dilakukan dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang diajukan pada responden
sedangkan observasi adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis baik secara
langsung maupun secara tidak langsung pada tempat yang diamati.
Jenis dan sumber data yang akan di gunakan yaitu data primer dan sekunder.
Data primer dilakukan dengan cara mewawancarai nelayan di perairan Sebauk.
Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara berupa data kegiatan operasi
penangkapan ikan, serta hasil tangkapan ikan per hauling sedangkan data
sekunder diperoleh dengan mengumpulkan data dari intansi terkait seperti kantor
Kelurahan Senggarang dan menggunakan referensi terkait untuk bahan
perbandingan.
No Ala dan Bahan Kegunaan
1
2
3
Kamera
Alat Tulis
Lembar Kuesioner
untuk dokumentasi
.
untuk menyalin data
penelitian
wawan cara nelayan
teri
4. Ikan teri sampel yang akan di
timbang
5. Timbangan untung menimbang
5
2.3.2 Penentuan Responden
Metode yang digunakan dalam pemilihan responden adalah total sampling.
Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimanajumlah sampel sama
dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambiltotal sampling karena
menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yangkurang dari 100 seluruh populasi
dijadikan sampel penelitian semuanya. Responden yang dituju adalah nelayan
pemilik alat tangkap bagan apung (kelong) sebanyak 7 responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Catch Per Unit Effort (CPUE)
Hasil tangkapan per upaya atau dikenal dengan istilah Catch Per Unit Effort
(CPUE) diperoleh dari hasil perhitungan upaya tangkapan dan hasil tangkapan teri
yang dilakukan hasil tangkapan per upaya tangkap. Hasil tangkapan pada
prinsipnya adalah output dari kegiatan penangkapan, sedangkan effort yang
diperlukan merupakan input dari kegiatan penangkapan tersebut
(Noordiningroom, 2012). Hasil tangkapan perupaya tangkapan secara rinci dapat
dilihat pada Gambar 2.
(a) (b)
Gambar 2. (a) Hasil Tangkapan dan (b) Upaya Tangkapan
6
Berdasarkan hasil pengambilan data selama 3 bulan (Maret, April, dan Mei)
yang dilakukan, diketahui hasil tangkapan berfluktuatif. Namun dapat dilihat dari
data, upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan teri selama 3 bulan
berkisar antara 95-196 hauling dengan rata-rata sebanyak 159 hauling/bulan.
Upaya penangkapan optimal terjadi pada bulan April, sedangkan upaya tangkapan
terendah terjadi pada bulan Mei. Penurunan upaya penangkapan pada bulan Mei
cukup signifikan karena sebagian besar nelayan di kelurahan Senggarang
khususnya di nelayan di sebauk tidak melaut karena menyambut bulan Suci
Rhamadan. Pada bulan April mendukung dilakukannya penangkapan teri karena
cuaca yang sangat mendukung. Jika cuara berubah menjadi ekstrim akan sangat
mempengaruhi upaya tangkapan yang dilakukan oleh nelayan teri.
Nilai Catch (hasil tangkapan) selama bulan Maret, April, serta Mei juga
mengalami fluktuasi. Namun hasil tangkapan selama 3 bulan berkisar antara
1775-3624 kg atau dengan rata-rata sebesar 2568 kg/bulan. Hasil tangkapan
tertinggi juga terdapat pada bulan April serta hasil tangkapan terendah terjadi pada
bulan Mei. Hasil tangkapan terendah pada bulan Mei. Sehingga dapat dilihat
bahwa semakin meningkatnya upaya tangkapan yang dilakukan akan
meningkatkan hasil tangkapan teri di Sebauk kelurahan Senggarang. Hasil
tangkapan teri di perairan Sebauk tergolong rendah jika dibandingkan dengan
penelitian Mulyawan et al. (2015) yang memperoleh tangkapan kan teri
(Stolephorus sp.) sebanyak 103,610 Kg/bulan. Hasil analisis nilai CPUE
penangkapan teri disajikan pada Gambar 3.
7
(c)
Gambar 3. CPUE penangkapan teri
Setelah menganalisis nilai upaya (effort) serta hasil tangkapan (catch) maka
dianalisis lebih lanjut dengan nilai CPUE. Nilai CPUE tertinggi terjadi pada bulan
Mei dengan nilai sebesar 18,69 kg/Hauling dan terendah pada bulan Maret.
Artinya pada bulan Maret terjadi optimalisasi penangkapan dengan besaran upaya
penangkapan. Menurut Nugraha, et al., (2012) adanya penambahan upaya
penangkapan yang tidak diikuti oleh peningkatan jumlah hasil tangkapan akan
mengakibatkan penurunan CPUE, sedangkan meurut Lubis, et al., (2013) jika
effort belum melebihi effort optimum maka bisa meningkatkan nilai produksi Jika
jika effort dilakukan melebihi effort optimum maka akan menurunnya produksi.
Menurunnya CPUE tersebut merupakan indikator bahwa pemanfaatan
sumberdaya di perairan sudah tinggi. Seperti yang terjadi pada data penangkapan
teri bahwa upaya minimum yakni di bulan Mei sebesar 95 hauling, justru
meningkatkan nilai CPUE sebesar 18,68 kg/hauling. Sedangkan upaya tertinggi
pada bulan April sebesar 196 hauling hanya menghasilkan nilai CPUE sebesar
18,49 kg/hauling. Meskipun upaya tangkapan pada bulan Mei mengalami
penurunan yang signifikan, akan tetapi hasil tangkapan yang diperoleh cukup
optimum. Kondisi ini menggambarkan laju pemanfaatan optimum dengan upaya
tangkapan rendah namun hasil tangkapan yang diperoleh lebih tinggi.
3.2 MSY (Nilai Potensi Lestari)
Nilai potensi lestari atau dikenal dengan istilah MSY (Maximum Sustainable
Yield) merupakan suatu pendekatan perhitungan data untuk melihat nilai
8
pemanfaatan optimum terhadap sumberdaya perikanan. Nilai MSY diperlukan
untuk menduga tingkat penangkapan yang dilakukan terhadap suatu sumberdaya
perikanan. Hasil perhitungan nilai MSY penangkapan teri di kelurahan
Senggarang disajikan seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Nilai potensi lestari (MSY) penangkapan teri
Gambar 4 menunjukkan bahwa hasil penangkapan optimum terhadap
sumberdaya teri di perairan Sebauk kelurahan Senggarang sebesar 3883,28
kg/bulan dengan upaya optimum (F-optimum) sebesar 369 hauling/bulan.
Dibandingkan dengan hasil penelitian bahwa rata-rata hasil tangkapan teri sebesar
2568,3 kg/bulan dengan upaya tangkapan rata-rata sebesar 159 hauling/bulan.
Artinya, upaya penangkapan teri dan hasil tangkapannya masih dibawah nilai
Nilai potensi lestari (MSY) dan penangkapan masih dapat ditingkatkan. Meskipun
nilai penangkapan teri masih dibawah nilai MSY, namun untuk menjaga
keberlangsungan sumberdaya teri, penambahan upaya penangkapan tidak
dianjurkan untuk memperoleh hasil yang lebih tinggi. Kondisi ini didukung oleh
pendapat Hertini dan Gusriani (2013) bahwa konsep tangkapan lestari atau
Maximum Sustainability Yield (MSY), bertujuan untuk mempertahankan ukuran
populasi pada titik maksimum dimana tingkat pertumbuhan dengan pemanenan
yang biasanya akan ditambahkan ke dalam populasi, dan memungkinkan populasi
tersebut menjadi produktif selamanya. Jika diperoleh nilai MSY dari suatu
9
suberdaya perikanan, maka jika upaya penangkapan memebihi dari nilai MSY
yang tertera pada grafik, maka dapat dipastikan telah terjadi overfishing. Menurut
Jamal et al. (2014) jika nilai upaya optimum yang sudah melampaui nilai MSY,
maka kondisi ini dinyatakan sebagai over exploited (tangkapan lebih).
3.3 Tingkat Pemanfaatan (TP)
Berdasarkan nilai upaya penangkapan yang optimum serta nilai MSY maka
dapat diketahui tingkat pemanfaatan perikanan tangkap teri dapat diketahui,
Adapun tingkat pemanfaatan teri dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Tingkat Pemanfaatan teri di Perairan Sebauk
Gambar 5 menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan pada bulan Maret sebesar
59%, sedangkan pada bulan April merupakan nilai penanfatan sumberdaya teri
tertinggi yakni sebesar 93%, serta pada bulan Mei merupakan nilai penangkapan
terendah hanya sebesar 46%. Keseluruhan nilai tingkat pemanfaatan diketahui
masih dibawah nilai potensi lestari (MSY) artinya penangkapan sumberdaya teri
masih tergolong rendah. Akan tetapi pada bulau April, nilai pemanfaatan teri
hampir saja mendekati nilai MSY yang artinya terjadi peningkatan hasil
tangkapan.
Namun jika upaya terus ditingkatkan akan mencapai hasil tangkapan optimum
(MSY) dan dikhawatirkan akan terjadi tangkapan lebih atau dikenal dengan istilah
over exploited (Sriati, 2012). Kondisi ini tentunya akan membahayakan
sumberdaya perikanan yang diambil. Meskipun nilai tingkat pemanfaatan
sumberdaya teri masih dibawah MSY ( Yuniarti, 2015), namun perlu diperhatikan
10
terkait dengan peningkatan upaya tangkapan agar tidak terjadi tangkapan lebih.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa, kebijakan untuk mengupayakan tercapainya
tingkat pemanfaatan yang optimal antara kapasitas stok yang terkandung dalam
sumberdaya di setiap wilayah penangkapan dan hasil tangkapannya adalah hal
yang sangat penting menuju tercapainya pelaksanaan usaha perikanan yang
berkelanjutan (Tanjaya, 2012). Menurut Noija et al., (2014) pemanfaatan
sumberdaya perikanan cukup potensial dan berpelung untuk dikembangkan guna
meningkatkan ekonomi masyarakat jika tingkat pemanfaatan masih rendah
(dibawah nilai MSY). Namun jika hasil tingkat pemanfaatan sudah tergolong
tinggi, tidak boleh dilakukan peningkatan terhadap upaya karena akan berpotensi
menjadi overfishing.
3.4 Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB)
Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan kuota penangkapan
adalah upaya pembatasan jumlah teri yang boleh ditangkap. Untuk menjaga
kelestarian sumberdaya teri, maka nilai JTB harus dibawah Maximum Sustainable
Yield yang telah ditentukan. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau dikenal
dengan JTB merupakan nilai tangkapan yang dianjurkan untuk menghindari
terjadinya tangkapan lebih. Hasil perhitungan nilai JTB terhadap sumberdaya teri
di perairan Sebauk disajikan seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. JTB penangkapan teri di perairan Sebauk
11
Gambar 6 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan yang diperbolehkan pada
penangkapan teri di bulan Maret yakni sebesar 3130,31 kg/bulan. Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan di bulan Apil sebesar 3298,61 kg/bulan, sedangkan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan pada bulan Mei yakni sebesar 1598,82
kg/bulan. Namun jika dilihat dari jumlah hasil tangkapan pada bulan pada bulan
April sebesar 3624 kg/bulan, diketahui bahwa nilai hasil tangkapan pada bulan
April tersebut telah melebihi nilai JTB yang ditetapkan artinya tingkat
pemanfaatan teri pada bulan April tergolong tinggi mencapai 93% dari nilai MSY
dan melebihi nilai JTB.
Diketahui secara keseluruhan rata-rata nilai JTB adalah sebesar 2675,91
kg/bulan. Sedangkan hasil penangkapan secara keseluruhan yakni sebesar
2568,33kg/bulan. Artinya nilai hasil tangkapan masih dibawah nilai JTB hasil
perhitungan dan analisis. Selisih atau surplus antara nilai hasil tangkapan dan nilai
JTB yakni sebesar 107,58 kg/bulan. Jika mengacu pada nilai JTB, peningkatan
hasil tangkapan masih dapat dilakukan sebanyak 107,58 kg/bulan. Dari hasil
analisis JTB, diketahui bahwa ekploitasi sumberdaya teri di perairan Sebauk
masih dalam kategori underfishing. Seperti pernyataan Rosana dan Prasita (2015)
bahwa sumberdaya perikanan masih dikatakan underfishing jika pemanfaatannya
masih dibawah nilai JTB (kurang dari 80% dari MSY) artinya jumlah hasil
tangkapan yang diperbolehkan yang dianjurkan yakni 80% dari nilai MSY.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat diketahui beberapa
kesimpulan meliputi :
1. Potensi Lestari (MSY) penangkapan ikan teri di perairan Sebauk adalah
sebesar 3883,28 kg/bulan.
2. Tingkat pemanfaatan sumber daya teri di Perairan Sebauk pada bulan Maret
sebesar 59%, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan teri pada bulan April yatu
sebesar 93% dan tingakat pemanfaatan pada bulan Mei yaitu sebesar 46%.
3. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan pada penangkapan teri di bulan Maret
yakni sebesar 3130,31 kg/bulan. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan di
12
bulan Apil sebesar 3298,61 kg/bulan, sedangkan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan pada bulan Mei yakni sebesar 1598,82 kg/bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Dhewani, N., Supono., Sutiadi, R., 2008. Pemantauan Perikanan Berbasis
Masyarakat (Creel) Di Kabupaten Bintan. Perikanan Kelautan 7 (3) : 14-20.
Hertini. E., Gusriani. N., 2013. Maximum Sustainable Yield (Msy) Pada
Perikanan Dengan Struktur Prey-Predator. Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir
1 (1) : 307-311.
Jamal, M., Sondita, A,F., Wiryawan, B., Haluan, J., 2014. Konsep Pengelolaan
Perikanan Tangkap Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Kawasan Teluk Bone
dalam Perspektif Keberkelanjutan. IPTEKS PSP. 1.(2) : 196-207.
Lubis, R.S., Mulya, M.B., Desrita., 2013. Potensi, Tingkat Pemanfaatan dan
Keberlanjutan Ikan Terbang (Sardinella spp.) di Perairan Selat malaka,
Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Aquacoast Marine. 1 (1) : 1-12.
Mulyawan., Masjamsir., Andriani, Y., 2015. Pengaruh Perbedaan Warna Cahaya
Lampu Terhadap Hasil Tangkapan Cumi-Cumi (Loligo spp) Pada Bagan
Apung Di Perairan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Jurnal
Perikanan Kelautan 6 (2) : 116-124.
Noija., Donald., Sulaeman Martasuganda., Bambang Murdiyanto., Am Azbas
Taurusman., 2014. Potensi dan tingkat Pemanfaatan Sumberdaya ikan
Demersal diperairan Pulau Ambon-Provinsi Maluku. Jurnal Teknologi
Perikanan dan Kelautan 5 (1) : 55-64.
Sugiyono., 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif . Bandung Alfaberta.
Sriati, U., Utami P. D., Gumilar., Iwang., 2012. Analisi Bioekonomi penangkapan
ikan layur (Trichirussp.) di Perairan Parigi Kabupaten Ciamis. Perikanan dan
Kelautan. 3 (3) : 137-144.
Tanjaya, E., 2015. Potensi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tongkol (Auxisthazard)
di Perairan Kabupaten Maluku Tenggara Amanisal. PSP FPIK Unpatti-
Ambon 4 (1) : 32-37.
Widodo, J., Suadi., 2008. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah
Mada University Press.
Yuniarti, N., Ershad, K., Bachrulhaja, T., 2015. Potensi lestari dan tingkat
Pemanfaatan Ikan Kurisi (Nemipterusjaponicas) di Perairan Teluk Banten.
Perikanan dan Kelautan 3 (1) : 91-98.