Tinajau Pustaka Ikan Teri
-
Upload
satria-agung -
Category
Documents
-
view
71 -
download
13
description
Transcript of Tinajau Pustaka Ikan Teri
-
FERMENTASI RUSIP
Oleh:
Windo Sastra C34103071
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
-
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Fermentasi Rusip adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skipsi ini.
Bogor, Oktober 2008
Windo Sastra NRP C34103071
-
RINGKASAN WINDO SASTRA. C34103071. Fermentasi Rusip. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan WINARTI ZAHIRUDDIN.
Rusip adalah produk fermentasi ikan, yang menggunakan bahan baku ikan teri. Proses pembuatan rusip secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat belum memiliki standar tertentu. Dengan melihat masih sedikitnya informasi tentang rusip, maka perlu dilakukan suatu penelitian pembuatan produk ini, sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai mutu rusip ikan teri (Stolephorus sp.) dengan perlakuan konsentrasi garam dan waktu pemeraman yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari proses pembuatan rusip dan mengetahui mutu produk yang dihasilkan selama fermentasi 28 hari. Perlakuan yang diberikan pada penilitian ini adalah konsentrasi garam (7,5%, 10%, 12,5%, dan 15%), gula aren 5% dan kemudian diperam selama 28 hari. Analisis yang dilakukan yaitu uji proksimat, total asam laktat, TPC (Total Plate Count), pH, NaCl dan uji organoleptik pada hari ke-7, 14, 21 dan 28.
Hasil analisis ikan teri diperoleh nilai kadar air (75,72%), kadar protein (18,83%), kadar abu (2,38%), kadar lemak (1,24%), TPC (Total Plate Count) (8,3x104 koloni/g), pH (6,73), dan TVB (Total Volaitile Base) (28,29 mg N/100g). Berdasarkan analisis yang dilakukan ikan teri yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan rusip masih cukup baik dan termasuk dalam tipe A yaitu kandungan protein tinggi sebesar 18,83% (15 20) dan lemaknya rendah sebesar 1,24% (
-
FERMENTASI RUSIP
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh : Windo Sastra
C34103071
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
-
Judul Skripsi : FERMENTASI RUSIP
Nama Mahasiswa : Windo Sastra
Nomor Pokok : C34103071
Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc Ir. Winarti Zahiruddin, MS NIP : 131 664 397 NIP : 130 422 706
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131 578 799
Tanggal lulus :
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
Skripsi hasil penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih
gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan studi tentang
Fermentasi Rusip.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak yang telah bersedia membantu, diantaranya adalah:
1. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, M.S
sebagai dosen-dosen pembimbing, yang juga tak henti-hentinya memberikan
ide, saran, motivasi, semangat dan bimbingan yang mengubah cara pandang
penulis selama ini.
2. Bapak Uju, S.Pi, M.Si dan Ir. Agoes M. Jacoeb, P.hD sebagai dosen-dosen
penguji yang selalu memberi pengarahan dan motivasi agar penulis dapat
menyelesaikan skripsinya dengan baik.
3. Bapakku Sadikin (Alm) dan Ibunda Wiji Rahayu, S.Pd, terima kasih untuk
doa, kasih sayang, restu yang tidak terputus, dukungan moral dan materi
sehingga penulis bisa membuktikan kemampuannya.
4. Adek-adekku (Shinta Widya Sasmita dan Dewi Ratih Ayu Safitri), beserta
keluarga besar Suwito di Belitung yang selalu memberikan doa, semangat,
motivasi dan materi sehingga penulis dapat mengembangkan diri selama
menempuh ilmu di THP-FPIK, IPB.
5. Keluarga bapak Andreas yang telah memberikan tempat tinggal sementara
kepada penulis untuk menunggu hasil ujian SPBM.
6. Seluruh dosen dan staf Departemen THP, terima kasih atas kerjasama dan
dukungannya.
7. Bu Rubiyah, terima kasih atas profesionalitas dan kerjasamanya sehingga
penelitian ini berjalan sesuai harapan.
-
8. Rizki Andriyanti (Ant) / C34050241 sebagai Sendykoe yang selalu berdoa dan
menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsinya dengan baik.
9. Teman-teman terbaikku (Tomy, Toby, Sigit, Hoe, Helda Beerda, Fijey, Tari,
dan Ditya), terima kasih atas motivasi, pengertian, keceriaan dan pengalaman
berharga selama ini.
10. Tenjo, Rudex, Deden, Bolga, Ari, Gumy, dan Angling, terima kasih telah
mengingatkan dan membantu meringankan beban penulis.
11. Teman-teman THP 40, 41 , 42 dan 43 lainnya yang tidak mungkin disebutkan
satu persatu. terima kasih banyak atas doa dan motivasinya.
12. Teman-teman asrama Belitung Tanjong Tinggi, terima kasih atas waktunya
yang telah bersedia melakukan uji organoleptik dan memberikan kenyamanan
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsinya.
13. Terakhir, kepada berbagai pihak yang tidak disebutkan di sini, penulis
mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan dan kerjasamanya dalam
penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kemajuan penelitian
selanjutnya.
Bogor, September 2008
Windo Sastra
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Pandan pada tanggal
30 Maret 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara
pasangan Sadikin (Alm) dan Wiji Rahayu, S.Pd.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1989 di
TK Melati Tanjung Pandan, kemudian SDN 28 Tanjung
Pandan, lalu dilanjutkan ke SLTPN 02 Tanjung Pandan,
dan SMUN 01 Tanjung Pandan serta dinyatakan lulus
pada tahun 2003. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis aktif dalam berbagai
kepanitiaan, diantaranya OMBAK, HIMASILKAN, SANITASI, dan berbagai
lomba yang diselenggarakan di kampus. Penulis juga pernah tercatat sebagai
asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku, Teknik Refrigerasi Hasil
Perikanan, dan Teknologi Proses Thermal Hasil Perairan.
Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan
penelitian yang berjudul "Fermentasi Rusip". Di bawah bimbingan Bapak
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, MS.
-
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ viii
1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
2.1 Deskripsi Ikan Teri (Stolephorus sp.) ............................................ 3
2.2 Kemunduran Mutu ......................................................................... 5
2.3 Fermentasi Ikan.............................................................................. 6
2.4 Media Fermentasi........................................................................... 9
2.4.1 Karbohidrat .......................................................................... 9 2.4.2 Protein .................................................................................. 11 2.4.3 Lemak .................................................................................. 11
2.5 Fungsi Garam dalam Proses Fermentasi........................................ 11
2.6 Bakteri Asam Laktat ...................................................................... 13
2.7 Fermentasi Asam Laktat ................................................................ 15
2.8 Fermentasi Ikan.............................................................................. 16
2.9 Rusip .............................................................................................. 17
3. METODOLOGI .................................................................................. 18
3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 18
3.2 Bahan dan Alat............................................................................... 18
3.3 Prosedur Kerja ............................................................................... 18
3.4.3 Analisis bahan baku ............................................................. 18 3.4.4 Pembuatan rusip................................................................... 18
3.4 Prosedur Analisis .......................................................................... 20
3.4.1 Analisis proksimat (AOAC 1995) ....................................... 20 3.4.2 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1989) ............................. 22 3.4.3 Total asam laktat (APHA 1992) .......................................... 23 3.4.4 Pengukuran pH (Apriyantono et al. 1989)........................... 23
-
3.4.5 Kadar garam (NaCl) (Apriyantono et al. 1989)................... 23 3.4.6 Penetapan Total Volatile Base (TVB) (AOAC 1995) ......... 24 3.4.7 Uji organoleptik ................................................................... 24
3.5 Analisis Data .................................................................................. 25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 27
4.1 Analisis Tingkat Kesegaran Bahan Baku ...................................... 27
4.2 Analisis Fermentasi Rusip ............................................................. 30
4.2.1 pH......................................................................................... 30 4.2.2 Kadar garam (NaCl)............................................................. 32 4.2.3 Total asam laktat .................................................................. 35 4.2.4 Total Plate Count (TPC)...................................................... 38 4.2.5 Analisis proksimat ............................................................... 41
4.3.1.1 Kadar air.................................................................. 41 4.3.1.2 Kadar abu ................................................................ 43 4.3.1.3 Kadar protein .......................................................... 45
4.3.1.4 Kadar lemak............................................................ 47 4.2.6 Uji organoleptik ................................................................... 49
4.3.5.1 Penampakan ............................................................ 50 4.3.5.2 Warna ...................................................................... 52 4.3.5.3 Aroma...................................................................... 53 4.3.5.4 Rasa......................................................................... 55
5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 58
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 56
5.2 Saran .............................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 60
LAMPIRAN.............................................................................................. 65
-
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi nilai gizi ikan teri (Stolephorus sp.) per 100 gram ........ 4
2. Standar mutu gula aren (SII 1991)................................................ 10
3. Komposisi nilai gizi rusip dalam 1000 gram ................................... 17
4. Hasil analisis ikan teri berdasarkan parameter kimia dan mikrobiologi.................................................................... 27
5. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya ....................................................................... 29
6. Hasil uji lanjut Tukey terhadap pH rusip ........................................ 32
7. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar garam rusip .......................... 34
8. Hasil uji lanjut Tukey terhadap total asam laktat rusip.................... 37
9. Hasil uji lanjut Tukey terhadap jumlah bakteri rusip....................... 40
10. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar air rusip ............................... 42
11. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar abu rusip .............................. 44
12. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar protein rusip......................... 47
13. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar lemak rusip .......................... 49
14. Hasil uji lanjut Multiple Comprisons terhadap penampakan rusip . 51
15. Hasil uji lanjut Multiple Comprisons terhadap aroma rusip ............ 55
16. Hasil uji lanjut Multiple Comprisons terhadap rasa rusip................ 57
-
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Ikan teri (Stolephorus sp.)................................................................ 4
2. Diagram alir proses pembuatan rusip secara tradisional.................. 19
3. Grafik nilai pH rusip ........................................................................ 30
4. Grafik nilai kadar garam rusip ......................................................... 33
5. Grafik nilai total asam laktat rusip................................................... 35
6. Grafik nilai log TPC rusip................................................................ 38
7. Grafik nilai kadar air rusip ............................................................... 42
8. Grafik nilai kadar abu rusip ............................................................. 43
9. Grafik nilai kadar protein rusip........................................................ 46
10. Grafik nilai kadar lemak rusip ......................................................... 48
11. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik dari penampakan rusip......... 50
12. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik dari warna rusip ................... 52
13. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik dari aroma rusip ................... 53
14. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik dari rasa rusip....................... 56
-
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut nilai pH rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 65
2. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut kadar garam (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 70
3. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut total asam laktat (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 75
4. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut log TPC (koloni/ml) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 80
5. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut kadar air (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 85
6. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut kadar abu (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 90
7. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut kadar protein (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 95
8. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut kadar lemak (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 100
9. Contoh skor sheet uji organoleptik skala hedonik ........................... 105
10. Analisis dan uji lanjut organoleptik skala hedonik rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 106
11. Contoh perhitungan analisis proksimat, kadar garam, dan TPC ..................................................................... 118
12. Foto rusip hasil penelitian................................................................ 118
-
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ikan adalah salah satu sumber protein hewani yang potensial. Hal ini
didukung oleh kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang yang
susunannya menyerupai susunan protein pada tubuh manusia
(Winarno et al. 1980). Ikan banyak dikonsumsi untuk makanan diet bagi
penderita penyakit darah tinggi karena rendahnya kandungan kalori, kolesterol
dan lemak jenuh. Ikan juga mengandung omega-3 yang dapat meningkatkan
fungsi otak serta mencegah gangguan jantung.
Perkembangan industri perikanan di Indonesia mengalami peningkatan yang
semakin baik dari tahun ke tahun, terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Berdasarkan data tahun 2004 tercantum bahwa hasil perikanan
tangkap secara nasional sebesar 4.320.241 ton dan memiliki indeks kenaikan
rata-rata per tahun sebesar 3,48%. Secara keseluruhan, sebanyak 2.426.259 ton
atau 56,16% dari hasil tangkapan dipasarkan dalam keadaan segar, baik untuk
pasar lokal ataupun untuk tujuan ekspor dan sebesar 1.117.965 ton atau 25,87%
dipergunakan untuk keperluan industri pengolahan ikan secara tradisional
(Departemen Kelautan dan Perikanan 2006).
Komoditas perikanan pada umumnya memiliki masa simpan yang singkat
karena mudah rusak (perishable). Usaha untuk memperpanjang daya awet dan
meningkatkan cita rasa dapat dilakukan dengan pengolahan bahan pangan
tersebut. Pengolahan ikan dapat dilakukan secara tradisional antara lain adalah
salah satunya dengan fermentasi.
Fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang kompleks
menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan
mikroba dalam keadaan yang terkontrol, dimana bahan-bahan atau komponen
yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan mikroba pembusuk
(Borgstrom et al. 1965). Secara umum, pada fermentasi hasil perikanan dikenal
tiga macam proses pengolahan yang menghasilkan produk akhir yang berbeda
yaitu bentuk ikan utuh (peda), pasta atau saus (terasi) dan cairan (kecap ikan).
Pengolahan ikan secara fermentasi memiliki beberapa keunggulan, di antaranya
-
bahan yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan yang tidak memiliki
nilai ekonomis tinggi. Salah satu produk fermentasi ikan yang diproduksi oleh
masyarakat Bangka Belitung adalah rusip.
Rusip merupakan produk fermentasi ikan, dengan menggunakan bahan baku
ikan teri. Orang Belitung menyebut ikan teri adalah bilis. Pada umumnya rusip
dibuat dalam skala rumah tangga yaitu selama musim ikan. Penjualan produk ini
dilakukan dalam skala kecil di pasar atau rumah. Selain garam, bahan lain yang
ditambahkan adalah gula aren yang dapat berfungsi sebagai sumber energi dan
nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri-bakteri yang berperan dalam proses
fermentasi. Rusip ini biasanya dikonsumsi sebagai campuran untuk sambal, baik
dengan cara dimasak terlebih dahulu atau langsung dikonsumsi sebagai lauk
dalam keadaan tanpa pemasakan (mentah). Rusip ini siap dikonsumsi setelah
disimpan selama minimal 1 minggu.
Proses pembuatan rusip secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat
belum memiliki standar tertentu. Jumlah penambahan garam, gula merah, tempat
yang digunakan, kondisi dan lamanya penyimpanan didasarkan pada kebiasaan
masing-masing pengolah. Sebagaimana dengan produk fermentasi lainnya, hal ini
dapat menyebabkan mutu produk menjadi tidak stabil dan tidak seragam.
Menurut Heruwati (2002) beberapa produk fermentasi ikan masih mempunyai
mutu dan nilai nutrisi yang rendah, tidak konsisten sifat fungsional, serta tidak ada
jaminan mutu dan keamanan bagi konsumen.
Sampai saat ini konsumen masih menitik beratkan pemilihan produk rusip
pada aspek selera (penampakan, warna, rasa, dan aroma). Oleh karena itu, untuk
meningkatkan rusip menjadi produk fermentasi ikan yang bermutu baik
dibutuhkan pengembangan dari produk tersebut. Dengan melihat masih
sedikitnya informasi tentang rusip, maka perlu dilakukan suatu penelitian
pembuatan produk ini secara spontan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai mutu rusip ikan teri (Stolephorus sp.) dengan
perlakuan konsentrasi garam dan waktu pemeraman yang berbeda.
-
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari proses pembuatan rusip.
2. Karakterisasi kadar gizi (proksimat), TVB, dan TPC dari ikan teri
(Stolephorus sp.) yang digunakan.
3. Mengetahui mutu rusip selama pemeraman 28 hari.
-
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Teri (Stolephorus sp.)
Ikan teri (Stolephorus sp.) merupakan ikan penghuni perairan pesisir dan
eustaria serta beberapa jenis dapat hidup pada perairan dengan salinitas 10-15%.
Pada umumnya, ikan teri hidup bergerombol, terutama jenis-jenis yang berukuran
kecil, yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor (Hutomo et al. 1987).
Klasifikasi ikan teri, menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub-kelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Clopeidae
Sub-famili : Engraulidae
Genus : Stolephorus
Spesies : Stolephorus sp.
Ciri-ciri morfologi ikan teri memiliki tanda khas yang membedakannya dari
marga anggota anak suku Engraulidae yang lain, yaitu sirip caudal bercagak dan
tidak bergabung dengan sirip anal serta duri abdominal hanya terdapat sirip
pektoral dan ventral yang berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak
berwarna atau agak kemerah-merahan. Bentuk tubuhnya bulat memanjang
(fusiform) atau agak termampat kesamping (compressed), pada sisi samping
tubuhnya terdapat garis putih keperakan memanjang dari kepala sampai ekor.
Sisiknya kecil dan tipis sangat mudah lepas, tulang rahang atas memanjang
mencapai celah insang. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal sebagian atau
seluruhnya dibelakang anus, pendek dengan jari-jari lemah sekitar 16-23 buah.
Giginya terdapat pada rahang, langit-langit palatin, pterigod, dan lidah. Ikan teri
umumya berukuran kecil sekitar 6-9 cm (Hutomo et.al. 1987). Bentuk ikan teri
dapat dilihat pada Gambar 1.
-
Gambar 1. Ikan teri (Stolephorus sp.)
Nilai gizi ikan teri cukup tinggi terutama sebagai sumber protein dan
mineral, sedangkan kandungan lemak dan vitaminnya rendah (Borgstrom dan
Paris 1965). Menurut Corden dan Thomas (1971), ikan teri mengandung protein
dan mineral yang cukup tinggi sedangkan vitamin dan lemaknya rendah jika
dibandingkan dengan ikan laut lainnya. Jumlah kalori yang dapat dihasilkan dari
100 gram daging ikan teri mencapai 74 kalori. Ikan teri juga mengandung vitamin
A, vitamin B, dan sumber mineral seperti dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi nilai gizi ikan teri (Stolephorus sp.) per 100 gram.
Kandungan Gizi Nilai Satuan
Energi 70,2 Kal
Protein 10,3 g
Lemak 1,4 g
Kadar abu 4,2 g
Hidrat arang total 4,1 g
Kalsium 972,0 mg
Fosfor 253,0 mg
Besi 3,9 mg
Karotin total 28,0 mg
Vitamin A 42,0 SI
Vitamin B1 0,24 mg
Air 80,0 g
Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan pengembangan Gizi, DEPKES (1990).
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/gambar/species/big_teri.jpg&imgrefurl=http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/species.html?idkat=2&idsp=39&h=150&w=200&sz=4&hl=id&start=49&tbnid=NFoIqqbutlotRM:&tbnh=78&tbnw=104&prev=/images?q=+teri&start=40&gbv=2&ndsp=20&hl=id&sa=Nhttp://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/gambar/species/big_teri.jpg&imgrefurl=http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/species.html?idkat=2&idsp=39&h=150&w=200&sz=4&hl=id&start=49&tbnid=NFoIqqbutlotRM:&tbnh=78&tbnw=104&prev=/images?q=+teri&start=40&gbv=2&ndsp=20&hl=id&sa=N
-
Menurut Winarno (1997), zat besi pada ikan lebih mudah diserap
dibandingkan zat besi pada serelia dan kacang-kacangan. Selain itu, ikan teri
kaya akan fosfor yang berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi. Kalsium
berperan untuk masa pertumbuhan dan mengurangi proses osteoporosis pada
orang dewasa (Afrianto dan Liviawaty 1991).
2.2 Kemunduran Mutu
Proses penurunan mutu diawali dengan perombakan oleh enzim yang secara
alami terdapat di dalam ikan disebut juga proses kemunduran mutu ikan, disusul
dengan makin berkembangnya mikroba pembusuk yang disebut dengan proses
pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada tubuh ikan adalah
sebagai berikut (Afrianto dan Liviawaty 1991):
a) Proses rigor mortis.
Setelah ikan mati, tidak terjadi aliran oksigen di dalam jaringan peredaran
darah karena aktivitas jantung dan kontrol otaknya telah berhenti. Terhentinya
aliran darah yang menyebabkan terjadinya reaksi anaerob yang tidak diharapkan
karena sering mengakibatkan kerugian. Reaksi anaerob akan memanfaatkan ATP
dan glikogen yang telah terbentuk selama ikan masih hidup, sebagai sumber
energi, sehingga jumlah ATP terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh ikan
menurun dan jaringan otot tidak mampu mempertahankan fleksibilitasnya
(kekenyalannya). Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigor mortis.
b) Proses perubahan karena aktivitas enzim (autolisis).
Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim-enzim
yang terdapat dalam tubuh ikan sendiri. Proses ini biasanya terjadi setelah ikan
yang mati melewati fase rigor mortis. Proses autolisis akan diikuti oleh
meningkatnya jumlah bakteri, sebab semua hasil penguraian enzim merupakan
media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain.
c) Proses perubahan karena aktivitas mikroorganisme.
Fase berikutnya perubahan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorgansime,
terutama bakteri. Dalam keadaan hidup, ikan memiliki sistem kekebalan yang
mencegah bakteri tumbuh pada daging ikan. Setelah ikan mati, sistem kekebalan
tersebut tidak berfungsi lagi dan bakteri dapat berkembang biak dengan bebas.
Bakteri yang umum ditemukan pada tubuh ikan antara lain Achromobacter,
-
Pseudomonas, Flavobacterium, Micrococcus dan Bacillus. Bakteri-bakteri ini
terdapat di seluruh permukaan tubuh ikan, terutama pada bagian insang, kulit dan
usus.
d) Proses perubahan karena oksidasi.
Perubahan pada ikan dapat terjadi karena proses oksidasi lemak, sehingga
timbul aroma tengik yang tidak diinginkan. Bau ini sangat merugikan karena
dapat menurunkan mutu dan daya jualnya.
Sejalan dengan proses kebusukan ikan, ada beberapa senyawa yang
terbentuk sesuai dengan kemunduran mutu ikan diantaranya TMA (trimetilamin),
hipoksantin, asam laktat, senyawa basa nitrogen dan asam amino yang sebagian
terbentuk akibat aktivitas mikroba. Kesegaran ikan dapat ditentukan dengan
mengetahui nilai kandungan TVB (total volatil basa) atau TMA (trimetilamin).
Ikan dinyatakan dalam kondisi segar apabila nilai TVB kurang dari
20 mg/100 g dan apabila nilai TVB sudah mencapai lebih dari 30 mg/100 g ikan
dinyatakan mulai busuk. Pada kadar TVB 40 mg/100 g ikan sudah tidak layak
untuk dikonsumsi (Egan et al. 1981 diacu dalam Zakaria 1998).
Pengujian bakteri yang terdapat pada daging ikan dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Total plate Count (TPC) yaitu perhitungan jumlah bakteri
yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan (media agar) dan diinkubasi
selama 24 jam. Batas maksimum bakteri untuk ikan segar menurut
SNI-01-2729-1992 yaitu 5x105 koloni/g (Hadiwiyoto 1993).
2.3 Fermentasi Ikan Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan dimana dalam prosesnya
memanfaatkan enzim atau mikroorganisme untuk penguraian senyawa dari bahan-
bahan protein kompleks yang terdapat di dalam tubuh ikan menjadi senyawa yang
lebih sederhana dalam keadaan yang terkontrol atau diatur (Irawan 1995).
Menurut Moeljanto (1982) tujuan proses fermentasi yaitu:
a) Membuat produk baru.
b) Memperbaiki nilai gizi.
c) Memperbaiki sifat fisik misalnya rupa, bentuk, kekerasan dan flavour.
d) Memperpanjang daya awet produk.
-
Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan
(substrat), jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi
pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut (Winarno et al. 1980). Produk
akhir fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus. Prinsip pengawetan
pada produk fermentasi ikan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
penurunan aktivitas air oleh garam dan gula, pengeringan serta kombinasi dengan
penurunan pH karena terbentuknya asam akibat aktivitas bakteri pembentuk asam.
Fermentasi terjadi sebagai hasil metabolisme anaerobik, dimana mikroba
dapat mencerna glukosa sebagai bahan baku energi tanpa oksigen, sebagai
hasilnya hanya sebagian glukosa yang dipecah dengan menghasilkan sejumlah
kecil energi, karbondioksida, air dan produk akhir metabolisme lainnya. Produk
akhir ini termasuk sebagian besar asam laktat, asam asetat dan etanol serta
sejumlah kecil asam organik menguap lainnya, alkohol dan ester dari alkohol
tersebut (Buckle et al. 1987).
Berdasarkan sumber mikroba yang berpengaruh dalam fermentasi, maka
fermentasi makanan dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu fermentasi spontan
dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang
dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi
mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara
spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya.
Sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam
pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau starter, dimana
mikroba tersebut akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan yang
difermentasi menjadi produk yang diinginkan (Fardiaz 1992).
Menurut Suriawiria (1980) proses fermentasi menggunakan bakteri asam
laktat merupakan cara fermentasi yang relatif mudah, murah dan aman. Dalam
pembuatan produk-produk fermentasi ikan semacam ini juga ditambahkan garam
dalam jumlah yang optimum untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat.
Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semi biologis
pada prinsipnya dapat dibedakan atas empat golongan (Rahayu et al. 1992), yaitu:
a) Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan
peda, kecap ikan dan bekasang.
-
b) Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan
silase ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionat dan format.
c) Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan
silase ikan menggunakan asam-asam kuat.
d) Fermentasi menggunakan bakteri asam laktat, misalnya dalam pembuatan
bekasem dan chaoteri.
Hasil proses fermentasi ikan dapat dibedakan oleh golongan yang
menghasilkan senyawa-senyawa yang secara nyata mempunyai kemampuan
mengawet seperti pada pengolahan bekasem. Proses fermentasi lainnya terjadi
banyak penguraian atau transformasi yang menghasilkan produk-produk yang
mempunyai sifat sama sekali berbeda, misalnya pada terasi, kecap ikan dan peda
(Moeljanto 1982).
Produk fermentasi yang dibuat menggunakan kadar garam tinggi tidak dapat
digunakan sebagai makanan sumber protein karena rasanya yang terlalu asin,
sehingga jumlah yang dapat dikonsumsi juga sedikit. Produk-produk semacam ini
biasanya hanya digunakan sebagai bahan perangsang makan, penyedap makanan
atau bumbu.
Makanan fermentasi tradisional telah lama dikonsumsi oleh penduduk
Indonesia. Banyak sekali jenis makanan fermentasi tradisional asli Indonesia
(Winarno 1981). Sampai saat ini, produk tersebut masih disukai, sehingga tetap
eksis di pasaran. Menurut Hong (1981), beberapa hal yang menyebabkan masih
bertahannya pengolahan makanan melalui cara fermentasi tradisional adalah :
a) Dapat mengawetkan bahan-bahan nabati maupun hewani yang bersifat
mudah rusak.
b) Dapat memperkecil volume bahan.
c) Dapat menghilangkan faktor-faktor yang tidak dikehendaki pada bahan
mentahnya.
d) Dapat meningkatkan nilai gizi makanan.
e) Dapat mempertahankan kenampakan dan flavor dari beberapa jenis
makanan.
f) Dapat menyelamatkan beberapa produk yang tidak baik digunakan sebagai
bahan makanan.
-
g) Dapat menghemat bahan bakar pada proses pengolahannya.
h) Dapat membuat produk memiliki rasa yang lebih nikmat.
i) Dapat memberikan keamanan pada produk.
2.4 Media Fermentasi
Media atau bahan yang digunakan merupakan sumber nutrisi bagi
bakteri-bakteri yang berperan dalam proses fermentasi. Contoh media-media
tersebut adalah karbohidrat, protein, dan lemak.
2.4.1 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan substrat utama yang dipecah dalam proses
fermentasi. Sebelum difermentasi, zat pati dari sumber karbohidrat akan
dihidrolisa terlebih dahulu menjadi glukosa oleh enzim amilase. Glukosa
kemudian akan dipecah menjadi senyawa-senyawa lain tergantung dari jenis
fermentasinya.
Fermentasi glukosa pada prinsipnya terdiri dari dua tahap (Fardiaz 1988).
Tahap pertama, glukosa akan dipecah menjadi asam piruvat. Tahap kedua, asam
piruvat akan diubah menjadi produk-produk akhir yang spesifik. Diantaranya
adalah fermentasi glukosa oleh khamir yang menghasilkan alkohol dan CO2
dengan reaksi sebagai berikut :
Glukosa 2 Piruvat 2 Etanol + 2 CO2
Sementara pada golongan bakteri asam laktat, asam piruvat akan diubah
menjadi asam laktat dengan reaksi sebagai berikut :
Glukosa 2 Piruvat 2 Asam laktat
Fermentasi tersebut merupakan fermentasi homolaktat. Bakteri yang
melakukan fermentasi yang demikian disebut bakteri asam laktat
homofermentatif. Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif dapat
mengubah 95% dari glukose atau heksose lainnya menjadi asam laktat dan
sisanya karbondiokside serta asam asam volatile lainnya (Rahayu et. al 1992).
Pada bakteri asam laktat heterofermentatif, selain asam laktat juga dihasilkan
senyawa-senyawa lain seperti CO2, etanol atau asam asetat dan asam format
dalam jumlah yang hampir sama (Putro 1978). Reaksi keseluruhannya sebagai
berikut
-
Glukosa 2 Piruvat Asam laktat + Etanol atau Asam asetat + CO2
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati baik gula sederhana,
heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul tinggi seperti pati,
pektin, selululosa dan lignin (Winarno 1997). Salah satu sumber karbohidrat yang
sering digunakan sebagai sumber karbon bagi bakteri asam laktat dalam proses
pembuatan rusip adalah gula aren. Standar mutu gula aren dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Standar mutu gula aren (SII - 1991)
Keadaan Satuan Persyaratan
Bentuk % b/b Normal
Rasa % b/b Normal dan khas
Warna % b/b Kuning kecoklatan samapai coklat
Bagian yang tidak larut air % b/b Maks 1,0
Air % b/b Maks 12,0
Abu % b/b Maks 2,0
Gula pereduksi % b/b Maks 6,0
Sukrosa % b/b Maks 75,0
Gula total % b/b Min 80,0
Timbal (Pb) Mg/kg Nol
Tembaga (Cu) Mg/kg Nol
Seng (Zn) Mg/kg Nol
Raksa (Hg) Mg/kg Nol
Arsen (As) Mg/kg Nol
Sumber : Soerawidjaja dan Tatang (1998).
Menurut Soerawidjaja dan Tatang (1998), mutu gula aren yang baik
mengandung sukrosa sebesar 75% dan gula reduksi sebesar 6%. Herman dan
-
Yunus (1987) menyatakan bahwa gula aren mempunyai nilai yang sangat tinggi
karena aromanya dinilai lebih baik jika dibandingkan dengan jenis gula yang lain,
selain itu gula aren juga mengandung mineral kalsium, fosfor, dan besi yang
relatif tinggi.
2.4.2 Protein
Protein merupakan salah satu makro nutrien yang berperan dalam
pembentukan biomolekul dan dapat juga dipakai sebagai sumber energi yang
struktur molekulnya mengandung C, H, O dan N. Pengertian protein menurut
Girindra (1986) adalah makro molekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah
asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Melalui fermentasi, substrat
organik yang mengandung protein akan dihidrolisa menjadi peptida, pepton,
asam-asam amino dan amoniak oleh enzim proteolitik baik yang terdapat pada
substrat maupun yang berasal dari mikroba.
Enzim proteolitik pada tubuh ikan terutama berasal dari organ pencernaan
dan jaringan tubuh (otot). Jenis enzim yang berasal dari organ pencernaan
tersebut adalah tripsin, kimotripsin dan pepsin, sedangkan enzim yang berasal dari
otot adalah enzim katepsin (Macki et al. 1971).
2.4.3 Lemak
Lemak akan dipecah oleh enzim lipase menjadi asam lemak, gliserol,
alkohol dan ester. Beberapa komponen tersebut bersama-sama dengan komponen
volatil dapat membentuk flavor yang khas. Enzim lipase ini dapat berasal dari
substrat maupun mikroba.
Lemak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, sehingga mudah
teroksidasi dan mengakibatkan ketengikan. Mengingat proses fermentasi
berlangsung dalam keadaan anaerob, maka proses oksidasi lemak tersebut dapat
dihambat dan larutan garam juga dapat menghasilkan antioksidan yang dapat
mengurangi kecepatan proses oksidasi (Macki et al. 1971).
2.5 Fungsi Garam dalam Proses Fermentasi
Secara umum garam terdiri dari 39,39% Na dan 60,69% Cl dengan
kristalnya berbentuk seperti kubus dan berwarna putih. Pada pengolahan ikan,
garam digunakan sebagai pengawet dan penambah rasa. Garam digunakan
-
sebagai pengawet karena mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya proses osmose dalam daging ikan dan pada sel-sel
mikroorganisme yang menyebabkan plasmolisis sehingga air sel mikroorganisme
tertarik keluar dan mikroorganisme mati.
Garam memiliki sifat bakterisidal (membunuh) dan bakteriostatik
(memperlambat) untuk pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan dari kebanyakan
bakteri pembusuk yang berbentuk batang dapat dihentikan dengan kadar garam
10% dan bakteri coli oleh kadar garam 15%. Sedangkan kadar garam lebih dari
15% digunakan untuk mencegah ikan dari kebusukan (Zaitsev et al. 1969).
Di dalam fermentasi, garam yang ditambahkan berpengaruh pada populasi
organisme, organisme mana yang dapat tumbuh dan yang tidak dapat tumbuh dan
jenis apa yang akan tumbuh sehingga kadar garam dapat digunakan untuk
mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktor lainnya adalah sama
(Desrosier 1988). Garam dalam proses fermentasi disamping berfungsi untuk
meningkatkan citra, juga berperan sebagai pembentuk tekstur dan mengontrol
pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk dan patogen (Rahayu et al. 1992).
Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme
pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk, proteolitik dan pembentuk spora
paling mudah terpengaruh oleh adanya garam walau dengan kadar garam rendah
sekalipun (6%). Mikroorganisme patogenik termasuk Clostridium botulinum
dapat dihambat oleh konsentrasi garam 10-12%. Walaupun demikian, beberapa
mikroorganisme terutama jenis Lactobacillus dan Leuconostoc, dapat tumbuh
cepat dengan adanya garam (Buckle, et al. 1987).
Untuk mendapatkan produk yang bermutu baik harus menggunakan garam
murni, yaitu garam yang kandungan NaCl cukup tinggi (95%) dan sedikit sekali
mengandung elemen seperti Mg dan Ca (Afrianto dan Liviawati 1989).
Kemurnian garam sangat penting artinya dalam kecepatan penetrasi dari garam
tersebut (Ilyas 1972). Faktor penting yang mempengaruhi efektifitasnya adalah
konsentrasi garam, kecepatan penetrasi garam, kemurnian garam, suhu
penggaraman, dan jenis ikan (Maoen 1983 diacu dalam Ginting 2002).
-
Mekanisme garam sebagai bahan pengawet adalah garam diionisasikan
dengan cara setiap ion akan menarik molekul-molekul di sekitarnya. Proses ini
disebut sebagai hidrasi ion. Semakin besar kandungan garam, semakin banyak air
yang ditarik oleh hidrat. Suatu larutan garam jenuh pada suhu tertentu adalah
suatu larutan yang telah jenuh, yaitu telah mencapai titik dimana garam tidak
dapat larut lagi. Pada titik ini yaitu konsentrasi larutan NaCl 26,5% pada suhu
ruang maka bakteri, khamir, dan jamur tidak dapat tumbuh lagi. Hal ini
disebabkan tidak adanya air bebas yang tersedia bagi pertumbuhan mikroba.
Dalam fermentasi ikan, umumnya garam digunakan sebagai pengendali
proses yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk.
Dengan kata lain aktivitas garam terhadap ikan adalah sebagai berikut
(Rahayu et al. 1992):
a) Daya osmotik larutan garam menarik air keluar jaringan daging ikan
sehingga kekurangan air bagi kelangsungan aktivitas mikroba dan enzim.
Selain itu, penggaraman dapat menyebabkan sel-sel mikroba mengalami
plasmolisis, sehingga proses hidupnya terhambat dan mengakibatkan
kematian.
b) Perubahan-perubahan protein daging ikan dan inti sel bakteri dihambat
karena penekanan kegiatan enzim oleh garam yang menyebabkan daging
ikan lebih awet.
c) Aksi bakteriostatik garam mencegah perkembangan dan membunuh bakteri
pembusuk.
Konsentrasi garam 4% dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus. Dalam proses fermentasi, Staphylococcus akan lebih resisten
pada konsentrasi garam yang tinggi, sedangkan bakteri asam laktat relatif tidak
dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi garam. Mikroba pembusuk Salmonella
dan Escherichia coli yang dapat membahayakan manusia dapat dicegah
pertumbuhannya pada kadar garam 10% sampai 12%. Pada kadar garam lebih
dari 20% yang mampu tumbuh hanya mikroba halofilik, yang mempunyai
aktivitas proteolitik (Pelczar dan Chan 1986).
Kecukupan garam yang digunakan dalam fermentasi sangat berpengaruh
terhadap produk akhir, karena meskipun mengurangi laju reaksi produksi
-
enzimatik, garam juga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
bakteri-bakteri pembusuk yang dapat menimbulkan bau yang tidak dikehendaki.
Keamanan produk fermentasi ikan ini diperoleh dari kadar garamnya yang tinggi,
meskipun suhu dan pH fermentasi berada pada kisaran suhu pertumbuhan
berbagai mikroba yang tidak dikehendaki (Jay 1978).
2.6 Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat merupakan bakteri laktat yang terlibat langsung pada
pembuatan makanan dan minuman fermentasi. Bakteri asam laktat merupakan
kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik
di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. Bakteri ini
juga menempel pada jasad hidup lain seperti tanaman, hewan, serta manusia.
Asam laktat yang dihasilkan bakteri laktat dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4
cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan
makanan dan minuman.
Kelompok bakteri ini menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil
akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan akan
menurunkan nilai pH, pada perlakuan garam 30% adalah yang paling cepat bila
dibandingkan dengan perlakuan garam lainnya (Saono dan Winarno 1979).
Penurunan pH tersebut cenderung lebih cepat sejalan dengan semakin
meningkatnya konsentrasi garam yang digunakan, hal ini terjadi karena garam
mampu menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan merangsang
pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat.
Bakteri asam laktat termasuk bakteri yang bersifat gram positif, tidak
membentuk spora, toleran terhadap asam, dapat tumbuh dengan atau tanpa
oksigen, memfermentasi gula menjadi asam laktat, tidak bergerak dan sebagian
besar bersifat katalase negatif (Ingram 1975). Bakteri asam laktat termasuk famili
Lactobacillaceace, yaitu Lactobacillus, dan famili Streptococcaceae, terutama
Leuconostoc, Streptococcus, dan Pediococcus. Buckle et al. (1987) juga
menyatakan jenis-jenis yang penting dari kelompok bakteri asam laktat adalah
Lactobacillus, Streptococcus, Pediococcus, dan Leuconostoc.
Bakteri Lactobacillus adalah bakteri asam laktat yang berbentuk batang
yang panjang, bersifat anaerobik fakultatif, katalase negatif dan mempunyai
-
pertumbuhan optimum pada suhu 30 C sampai 35 C. Bakteri Lactobacillus
dibedakan atas dua kelompok, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif.
Spesies dari genus Lactobacillus yang tergolong homofermentatif meliputi
L. acidophilus (fermentasi susu), L. bulgaricus (fermentasi yogurt), L. lactis,
L. delbrueckii, dan L. thermophilus (bersifat termofilik) sedangkan yang tergolong
heterofermentatif adalah L. plantarum (fermentasi daging), L. buchneri
(fermentasi kecap), L. fermentum (fermentasi keju) dan L. brevis (fermentasi
kecap dan sayuran), L. leichmanii, dan L. casei (Fardiaz 1992).
Bakteri Lactobacillus umumnya paling tahan terhadap asam (masih dapat
tumbuh pada pH 3,8), sehingga bakteri ini cenderung dominan pada akhir proses
fermentasi asam laktat (Putro 1978). Sedangkan bakteri Leuconostoc
mesenteroides dan Pediococcus sering terlihat pada awal fermentasi.
Bakteri Streptococcus merupakan bakteri yang berbentuk bulat yang hidup
secara berpasangan atau membentuk rantai pendek dan panjang. Bakteri ini
bersifat homofermentatif, proteolitik dan biasanya lipolitik. Bakteri Streptococcus
dibedakan atas empat grup berdasarkan sifat fisiologi dan sifat hemolitiknya,
antara lain grup piogenik (S. pyogenes dan S. agalactiae), grup viridan
(S. thermophilus dan S. bovis), grup laktat (S. lactis dan S. cremoris), dan grup
enterokokus (S. faecalis dan S. durans). Suhu pertumbuhan optimum sebesar
30C (Fardiaz 1992).
Bakteri Pediococcus sering ditemukan pada fermentasi daging, susu dan
sayuran. Pediococcus pada umumnya berbentuk tetrad, tetapi beberapa spesies
lainnya berbentuk rantai pendek. Bakteri ini bersifat homofermentatif, yaitu
memecah gula menjadi asam laktat sampai mencapai konsentrasi 0,5 0,9%, dan
tumbuh baik pada konsentrasi garam mencapai 5,5%. Bakteri ini berbentuk bulat,
bersifat katalase negatif dan mikroaerofilik. Beberapa spesies dari genus
Pediococcus ini adalah P. cereviceae (kultur starter pada fermentasi sosis),
P. pentosaeus, P. acidactili dan P. halophilicus yang dapat tumbuh pada
konsentrasi NaCl 7% (Fardiaz 1992).
Bakteri Leuconostoc merupakan jenis bakteri asam laktat yang bersifat
heterofermentatif, yaitu memfermentasikan gula menjadi asam laktat, CO2, dan
etanol atau asam asetat. Beberapa spesies dari genus Leuconostoc antara lain
-
adalah L. cremoris, L. dextranicum dan L. mesenteroides. Jenis bakteri
L. cremoris dan L. dextranicum yang dapat memfermentasi asam sitrat menjadi
diasetil yang digunakan dalam pembuatan keju untuk meningkatkan citarasa
(Fardiaz 1992).
2.7 Fermentasi Asam Laktat
Fermentasi anaerob dihasilkan asam laktat yang dapat meghambat
pertumbuhan mikroorganisme tertentu yang tidak dikehendaki. Pertumbuhan
mikroorganisme yang merusak bahan pangan akan sangat terhambat oleh
lingkungan yang keasamannya tinggi. Oleh karena itu, salah satu cara untuk
mengawetkan bahan pangan adalah dengan menurunkan pH dari bahan pangan
tersebut sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat terhambat (Karmas dan
Harris 1989 diacu dalam Sinagabariang 1997).
Gula sederhana yang digunakan untuk fermentasi asam laktat adalah
dekstrosa, sukrosa, dan mannosa (Bacus dan Brown 1985 diacu dalam
Sinagabariang 1997). Gula sederhana seperti dekstrosa dapat langsung digunakan
oleh bakteri asam laktat dan 1% karbohidrat yang difermentasi dapat menurunkan
1 unit pH.
2.8 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi
Faktor faktor yang mempengaruhi proses fermentasi diantaranya adalah
(Potter 1978):
a) Asam
Makanan yang mengandung asam biasanya tahan lama, tetapi jika oksigen
cukup jumlahnya dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus,
maka daya awet asam tersebut menjadi hilang. Pada keadaan ini mikroba
proteolitik dan lipolitik dapat berkembang biak menghasilkan senyawa yang
berbau busuk.
b) Alkohol
Makanan dan minuman yang mengandung alkohol dapat tahan lama,
tergantung dari konsentrasinya. Kandungan alkohol yang terbentuk selama
fermentasi anggur tergantung pada kandungan gula dalam buah anggur, macam
ragi, suhu fermentasi dan jumlah oksigen.
-
c) Penggunaan starter
Fermentasi biasa juga dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang
dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau
dibekukan, tetapi adakalanya tidak menggunakan kultur murni, misalnya pada
penggumpalan susu untuk pembuatan keju yang dilakukan dengan cara
memasukkan susu asam yang telah menggumpal ke dalam cairan susu.
d) Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroorganisme yang dominan
dalam fermentasi. Jika kondisi asam yang dikehendaki telah tercapai maka suhu
dapat dinaikkan untuk menghentikan fermentasi. Suhu yang optimum untuk
proses fermentasi sekitar 25 C sampai 35 C.
e) Kandungan oksigen
Kandungan oksigen dalam fermentasi akan mempengaruhi pertumbuhan
optimum mikroba tertentu, misalnya bakteri Acetobacter yang penting dalam
pembuatan cuka adalah bakteri aerob (membutuhkan oksigen), sedangkan
pertumbuhan ragi yang menghasilkan alkohol dari gula akan tumbuh lebih baik
dalam keadaan anaerob.
f) Garam
Mikroba dapat dibedakan berdasarkan ketahanannya terhadap garam,
misalnya mikroba pembentuk asam laktat dalam acar, sayur asin (sauerkraut),
sosis dan lain-lain, biasanya toleran terhadap konsentrasi garam 10% sampai 18%.
Beberapa mikroba proteolitik penyebab kebusukan tidak toleran pada konsentrasi
garam 2,5% dan terutama tidak toleran pada kombinasi antara garam dan asam.
2.9 Rusip Rusip merupakan produk makanan tradisional khas dari daerah
Bangka Belitung berupa awetan ikan laut yang berukuran kecil terutama
berbahan baku ikan teri yang diolah dengan cara fermentasi dengan penambahan
garam dan gula aren dalam jumlah tertentu. Rusip dapat dikonsumsi secara
langsung ataupun dengan penambahan bumbu bumbu tertentu untuk
meningkatkan daya terimanya, seperti irisan bawang merah, cabai, dan perasan
jeruk kunci (Winarno et al 2000). Secara umum rusip yang dihasilkan oleh
masyrakat Belitung memiliki parameter yang secara deskriptif yaitu penampakan
-
ikan utuh mulai hancur keruh dan encer, warna abu-abu dan coklat, rasa asin dan
asam, serta aroma amis dan asam yang merupakan ciri khas produk fermentasi.
Tabel 3. Komposisi nilai gizi rusip dalam 1000 g.
Kandungan Gizi Nilai Satuan
Energi 113,2 Kkal
Protein 17,1 g
Lemak 4,5 g
Kalsium 20,0 g
Fosfor 200,5 g
Fe 1 mg
Vitamin A 150 RE
Vitamin B1 0,05 mg
Sumber : Winarno et al (2000)
-
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2007 sampai Oktober 2007
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia
Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan serta Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan teri (Stolephorus
sp.). Bahan pembantu yang digunakan adalah garam dan gula aren. Bahan yang
digunakan untuk analisis adalah Plate Count Agar (PCA), K2C03, H2SO4 pekat,
NaOH, H3BO3 2%, HCl 0,1 N, HCl 0,02 N, fenolftalin 1%, potassium khromat
5%, AgNO3 0,1 N, aquades, NaCl 50%, NaSO4, CuSO4, garam fisiologis, dan
TCA 7%.
Alat-alat yang digunakan adalah botol sebagai wadah untuk pembuatan
rusip, inkubator, gelas ukur, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volumetrik, labu
erlenmeyer, cawan petri, cawan conway, timbangan elektrik, timbangan digital,
pH meter, kertas saring, pengaduk, oven, desikator, labu Kjeldahl, tanur,
erlenmeyer, sentrifuge, dan kondensor.
3.3 Prosedur Kerja
Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu: (1) analisis bahan baku,
dan (2) analisis rusip selama fermentasi 28 hari.
3.3.1 Analisis bahan baku
Pada tahap ini analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat, TPC, dan
TVB dari ikan teri yang digunakan.
3.3.2 Pembuatan rusip
Proses fermentasi rusip ikan adalah sebagai berikut: setelah ikan teri dicuci
bersih dan ditiriskan kemudian diberi perlakuan penambahan garam dengan
konsentrasi 7,5%, 10%, 12,5% dan 15% dari berat ikan, lalu diaduk hingga rata.
Setelah itu ditambahkan gula aren dengan konsentrasi 5% dari berat ikan,
-
kemudian diaduk hingga rata. Setelah itu produk tersebut dimasukkan ke dalam
botol, ditutup plastik dan diikat menggunakan karet gelang. Pemeraman
dilakukan pada suhu ruang selama 28 hari. Analisis terhadap produk dilakukan
pada hari ke-7, 14, 21 dan 28. Adapun analisis yang dilakukan adalah proksimat,
total plate count (TPC), total asam laktat, pH, NaCl dan organoleptik. Proses
pembuatan rusip secara tradisional dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan rusip secara tradisional
3.4 Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan terhadap rusip yaitu proksimat, total plate count
(TPC), total asam laktat, pH, NaCl dan uji organoleptik.
Pembersihan dan Pencucian
Penambahan Garam 7,5%, 10%, 12,5%, dan 15% (b/b)
Penambahan Gula Merah 5% (b/b)
Pengadukan
Penyimpanan dalam botol tertutup
Pengadukan
Pemeraman selama 28 hari
Ikan Teri Segar
Rusip
-
3.4.1 Analisis proksimat
Analisis proksimat yang dilakukan adalah:
a) Kadar air (AOAC 1995)
Prosedur penentuan kadar air adalah sebagai berikut:
1) Sampel yang sudah homogen ditimbang 5 gram dan diletakkan di dalam
cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya, dimana cawan dan tutupnya
sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator.
2) Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 100 C selama 5 jam atau sampai beratnya konstan.
3) Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan
ditimbang.
Kadar air ditentukan dengan rumus:
b) Kadar abu (AOAC 1995)
Kadar abu ditentukan dengan prosedur sebagai berikut:
1) Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah
ditimbang dan dibakar di dalam tanur serta didinginkan dalam desikator.
2) Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan
dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Suhu pemanasan
dinaikkan secara bertahap hingga mencapai 550 C dan dibiarkan selama 1
jam.
3) Setelah suhu tungku pengabuan turun sekitar 200C, cawan yang berisi abu
tersebut didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan kemudian
ditimbang beratnya.
Kadar abu ditentukan dengan rumus:
%100(g)contoh berat
(g) keringcontoh berat - (g)contoh berat (%)air Kadar =
% 100 (g) sampelberat
(g)abu berat (%)abu Kadar =
-
c) Kadar protein (AOAC 1995)
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikrokjeldahl, dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Sampel ditimbang sebanyak 0,1 gram dimasukkan dalam labu kjeldahl 30
ml.
2) Selanjutnya ditambahkan K2SO4 (1,9 g), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta
beberapa tablet kjeldahl.
3) Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 11,5 jam) kemudian
didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi.
4) Setelah itu labu dibilas dengan air sebanyak 56 kali dan air bilasan tersebut
dimasukkan dibawah kondensor dengan ujung kondensor terendam
didalamnya.
5) Di dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml.
Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dengan erlenmeyer berisi
larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2 % dalam
alkohol dan metilen blue 0,2 % dalam alkohol dengan perbandingan 2:1)
yang ada dibawah kondensor.
6) Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang
bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer.
7) Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi
merah muda atau pink. Kadar protein ditentukan dengan rumus:
d) Kadar lemak (AOAC 1995)
Penentuan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi
soxhlet. Cara penentuannya adalah:
1) Diletakkan 5 g sampel yang sudah dibungkus dengan kertas saring di dalam
alat soxhlet, kemudian 50 ml pelarut dietil eter dituang ke dalam labu lemak.
(ml HCl - ml HCl blanko) 0,1 N HCl 14,007% N 100 %mg sampel
Kadar protein % N 6,25
=
=
-
2) Selanjutnya direfluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun
kembali ke labu lemak berwarna jernih.
3) Pelarut yang ada di labu lemak tersebut didestilasi, labu yang berisi hasil
ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100 C selama 60 menit.
4) Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai
memperoleh berat yang konstan.
Kadar lemak ditentukan dengan rumus:
3.4.2 Total plate count (TPC) (Fardiaz 1989)
Penentuan nilai TPC dilakukan dengan menggunakan metode cawan dengan
cara tuang (Fardiaz 1989). Prosedur kerja pemupukan mikroba adalah sebagai
berikut:
1) Sebanyak 1 ml contoh dilarutkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis
steril sehingga didapatkan pengenceran 10-1.
2) Larutan tersebut dipipet 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam botol yang
berisi 9 ml larutan fisiologis steril untuk mendapatkan pengenceran 10-2,
demikian seterusnya sampai pengenceran 10-4.
3) Masing-masing pengenceran dipipet 1 ml dan dipindahkan ke dalam cawan
petri steril. Setiap pengenceran dipindahkan ke dalam 2 cawan petri steril
(duplo).
4) Kemudian ke dalam setiap cawan petri ditambahkan 15 ml PCA (plate count
agar) dan cawan petri digoyang-goyang supaya media PCA (plate count
agar) merata.
5) Setelah media PCA membeku cawan petri disimpan dengan posisi terbalik
di dalam inkubator pada suhu 37 C selama 48 jam
Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai
koloni bakteri antara 30-300. Untuk menghitung jumlah koloni digunakan rumus
sebagai berikut:
% 100 (g) sampelberat (g)lemak berat (%)lemak Kadar =
-
Keterangan : fp = faktor pengenceran
3.4.3 Total asam laktat (APHA 1992)
Total asam: 10 ml sampel ditambah 2-3 tetes indikator fenolftalin 1%
kemudian dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N sampai titik akhir titrasi
tercapai, yaitu terbentuk warna merah muda tetap. Total asam dihitung sebagai
persen asam laktat dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : A = ml NaOH 0,01N B = Normalitas NaOH C = Bobot Sampel
3.4.4 Pengukuran pH (Apriyantono et al. 1989)
Penentuan pH dapat dilakukan sebagai berikut:
a) pH meter dikalibrasi terlebih dulu dengan buffer standar pH 4 dan 7.
Stabilisasi pH meter dilakukan selama 15-30 menit.
b) Setelah itu elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan.
c) Sampel sebanyak 10 ml dilarutkan dengan 50 ml aquades.
d) Kemudian elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan pengukuran
pH dapat dimulai.
e) Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan
yang stabil, kemudian pH sampel dicatat.
3.4.5 Kadar garam (NaCl) (Apriyantono et al. 1989)
Penetapan kadar garam sampel dilakukan dengan metode Modifikasi Mohr,
yaitu:
a) Sebanyak 5 g sampel diabukan seperti pada cara penetapan kadar abu.
b) Kemudian abu tersebut dicuci dengan 5 ml aquades lalu ditambahkan 1 ml
larutan potassium khromat 5%.
1Jumlah koloni per gram = jumlah koloni per cawan x fp
A x B x 0,009Kadar asam laktat (%) 100 %C
=
-
c) Selanjutnya larutan sampel dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3)
0,1 N.
d) Titik akhir titrasi ditandai dengan warna orange atau jingga yang pertama
pada larutan.
Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar NaCl yaitu:
3.4.6 Penetapan Total Volatile Base (TVB) (AOAC 1995)
Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan
senyawa-senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip
dari analisis TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amin,
mono-, di-, dan trimetilamin) pada suhu kamar selama 24 jam. Senyawa tersebut
kemudian diikat oleh asam borat..
Penentuan TVB dilakukan menggunakan sisitem Kjeldhal, dimana sample
ikan dihancurkan dengan menggunakan blender. Kemudian ditambahkan 200 ml
larutan TCA 7% dan diaduk samapai homogen. Cairan sampel ikan dipisahkan
dari larutan TCA denagn cara penyaringan menggunakan kertas saring. Cairan
sampel ikan yang telah disaring kemudian disentrifuse sehingga di dapatkan
ekstrak sampel ikan. Ekstraksampel ikan dimasukkan ke dalam alat destilasi
Kjeldhal semimikro sebanyak 5 ml dan ditambahkan 5 ml NaOH 2 M. Destilasi
dilakukan dimana destilat dilarutkan dengan 15 ml HCl 0,01 M standar. Indikator
merah fenol sebanyak 2 tetes ditambahkan ke dalam destilat hingga larutan
berwarna merah muda (pink) yang kemudian dilakukan titrasi dengan NaOH
0,01 M standar sampai mencapai titik akhir (warna menjadi hijau). Perhitungan
nilai TVB:
Keterangan : 14 = Bobot atom N
V1 = Volume NaOH 0.01 M yang dibutuhkan untuk titrasi sampel M = Berat sampel (g) W = Jumlah air yang adadalam bahan
% 100 sampelberat mg
10 58,5 AgNO Normalitas Titer (%) NaClKadar 3
=
( ) ( ) ( )114 300+W x 15-V x0.01 100TVB mgN % = x5 M
-
3.4.7 Uji organoleptik
Uji organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subjektif dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk daya penerimaan terhadap
makanan (Soekarto 1981). Uji organoleptik dilakukan berdasarkan score sheet.
Kriteria yang dinilai adalah penampakan, rasa, warna dan aroma rusip ikan.
Bahan disajikan secara acak dengan kode-kode tertentu dan dinilai oleh panelis.
Panelis yang menilai sebanyak 30 orang. Kriteria penilaian rusip ikan adalah
menggunakan angka skala hedonik yaitu sangat suka (7), suka (6), agak suka (5),
netral (4), agak tidak suka (3), tidak suka (2), sangat tidak suka (1) (Soekarto
1985).
3.5 Analisis data
Data yang diperoleh dari uji organoleptik dianalisis dengan menggunakan
statistik non parametrik dengan metode uji Kruskal-Wallis dan apabila berbeda
nyata dilakukan uji lanjut Multiple Comparison (Steel dan Torrie 1993).
Perhitungan uji Kruskal-Wallis (Steel dan Torrie, 1993) dengan rumus sebagai
berikut:
H = 212 3( 1)
( 1)i
i
R nn n n
+ +
H = Pembagi
H Pembagi = 1 - )1()1( +
nnn
T
Keterangan: ni = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i n = Jumlah data Ri = Jumlah rangking dalam perlakuan ke-i T = Banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok H = H terkoreksi
Perhitungan uji Multiple Comparison (Steel dan Torrie, 1993):
Ri Rj >< Z/2p 6
)1( kN +
-
Keterangan: Ri = Rata-rata rangking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata rangking perlakuan ke-j
k = Banyaknya ulangan N = Jumlah total data
Untuk data yang bersifat objektif (pH, kadar garam, total asam laktat, TPC,
kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak) dianalisis dengan
menggunakan rancangan percobaan. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan 2 kali ulangan. Perlakuan
pada penelitian ini terdiri dari 2 faktor percobaan yaitu :
a) Faktor A adalah lamanya waktu pemeraman yang dilakukan yaitu hari ke-7,
14, 21, dan 28.
b) Faktor B adalah konsentrasi garam yang digunakan yaitu 7,5%, 10%, 12,5%
dan 15%.
Menurut Mattjik (2002), model umum rancangan yang digunakan adalah
ijk i j ij ijkY = + A + B + (AB) +
Keterangan : Yijk = respon pengaruh perlakuan faktor A pada taraf i dan perlakuan
faktor B pada taraf j ulangan ke-k = pengaruh rata-rata umum. Ai = pengaruh perlakuan faktor A pada taraf i. Bj = pengaruh perlakuan faktor B pada taraf j. (AB)ij = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dengan perlakuan
faktor B ke-j. = pengaruh acak (galat percobaan).
Analisis data menggunakan analisis ragam pada taraf beda nyata (p
-
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Tingkat Kesegaran Bahan Baku
Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang busuk dan ikan
yang baik kualitasnya. Ikan masih segar jika perubahan-perubahan biokimia,
mikrobiologi dan fisika yang terjadi belum menyebabkan kerusakan pada ikan
(Ilyas 1983). Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat yang sama
seperti ikan yang masih hidup, baik berupa rasa, bau maupun teksturnya (Afrianto
dan Liviawaty 1991).
Parameter untuk melihat kesegaran ikan terdiri dari parameter fisika, kimia
dan mikrobiologi. Parameter mikrobiologi dianalisis dengan uji jumlah total
mikroba (TPC). Parameter kimia meliputi uji proksimat, TVB, dan pH daging
ikan. Hasil analisis ikan teri (Stolephorus sp.) berdasarkan parameter kimia dan
mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil analisis ikan teri berdasarkan parameter kimia dan
mikrobiologi
Komponen Nilai Standar Kesegaran
TPC (koloni/ml) 8,3 x 104 0,411 < 5 X 105
pH 6,73 0,017 > 6,2
TVB (mg N/100g) 28,29 0,034 < 30
Kadar air (%) 75,72 0,029 72 80
Kadar abu (%) 2,38 0,023 1 4
Kadar lemak (%) 1,24 0,037 0,1 22
Kadar protein (%) 18,83 0,048 15 20
Nilai total bakteri (TPC) adalah sebesar 8,3 x 104 koloni/g. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa ikan teri yang digunakan untuk membuat rusip dikategorikan
masih segar karena memiliki total bakteri lebih rendah dari 106 koloni/ml per
gram daging. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu et al. (1992), ikan
dikatakan busuk bila jumlah bakteri seluruhnya (TPC atau Total Plate Count)
sudah mencapai 105-106 koloni/g. Selain itu, menurut Ockermann (1984) diacu
-
dalam Menajang (1988), ikan yang akan digunakan untuk pengolahan lebih lanjut
harus memiliki log nilai total bakteri berkisar 5.49901,7317, sedangkan menurut
SNI-2729-1992 nilai total bakteri ikan segar maksimal sebesar 5x105 koloni/g.
Nilai pH yang didapatkan dari hasil pengukuran pH adalah sebesar 6,73.
Hal ini menunjukkan bahwa keadaan pH ikan teri masih mendekati pH alkali (7,0)
yaitu pH daging ikan ketika masih hidup. Umumnya ikan yang baru ditangkap,
memiliki pH alkali (pH 7,0) dan kemudian mencapai pH terendah sekitar 5,8-6,2,
pada saat terjadinya fase rigor mortis. Penurunan pH disebabkan oleh
menumpuknya asam laktat dari penguraian glikogen (glikolisis). Penurunan pH
dapat menekan aktivitas mikroba sehingga memperlambat proses pembusukan
(Rahayu et al. 1992). Pada nilai pH 6,15 dapat diduga jenis mikroba yang ada
pada bahan pangan adalah bakteri Pseudomonas, Escherichia, Proteus, Bacillus
dan Clostridium perfringens (Syarief dan Halid 1983). Mikroorganisme yang
bisa tumbuh dengan kondisi pH 6,15 adalah bakteri dan kapang. Sebagian besar
mikroorganisme dapat tumbuh pada pH 6,0-8,0. Bakteri mempunyai pH optimum
pertumbuhan sebesar 6,5-7,5, sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan kapang
adalah 4,0-6,5 (Pelczar dan Chan 1986).
Nilai TVB adalah salah satu parameter penentuan kesegaran ikan yang
dilakukan secara kimia. Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-
senyawa volatil yang terbentuk karena penguraian asam-asam amino yang
terdapat dalam daging ikan (Hadiwiyoto 1993). Nilai analisis TVB adalah sebesar
28,29 mg N/100g. Hasil ini menunjukkan bahwa TVB ikan teri yang digunakan
memenuhi persyaratan kesegaran ikan, karena memiliki nilai TVB kurang dari
30 mg N/100g. Hal ini sesuai dengan pernyataan Farber (1965) bahwa ikan masih
bisa dikonsumsi apabila mempunyai nilai TVB antara 20-30 mg N/100g.
Menurut Direktorat jendral Perikanan nilai TVB maksimum untuk ikan segar
yaitu 30 mg N/100g. Meningkatnya nilai TVB disebabkan oleh pembusukan
akibat aktivitas mikroba dengan menghasilkan senyawa yaitu amine dan ammonia
yang bersifat volatil.
Hasil analisis kadar air pada ikan teri adalah sebesar 73,91%. Nilai kadar air
bahan baku yang digunakan cukup baik, dimana kadar air ikan air laut berkisar
antara 72%-80% (Stansby 1963). Umumnya derajat kesegaran bahan pangan
-
mempunyai hubungan dengan air yang dikandungnya. Kadar air yang cukup
besar pada ikan teri, memungkinkan tumbuhnya bakteri. Air merupakan
kebutuhan pokok bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri menyerap makanannya
dalam bentuk larutan (Murniyati dan Sunarman 2000).
Hasil analisis kadar abu adalah sebesar 2,38%. Hal ini menunjukkan bahwa
ikan teri mengandung mineral sebesar 2,38%. Mineral yang terkandung dalam
tubuh ikan diantaranya Ca, K, N, Mg, S dan Cl. Ikan juga mengandung vitamin A,
B, C, D dan E (Rahayu et al. 1992). Nilai kadar abu bahan baku yang digunakan
cukup baik, dimana kadar abu ikan air laut berkisar antara 1%-4% (Stansby 1963)
Kadar lemak yang didapatkan dari analisis proksimat ikan teri adalah
sebesar 1,24%. Nilai kadar lemak ini sesuai dengan pernyataan Suzuki (1981)
bahwa kandungan lemak pada ikan umumnya sebesar 0,122 %. Perbedaan kadar
lemak disebabkan oleh perbedaan musim dan tingkat kematangan seksual
(Rahayu et al. 1992).
Kadar protein dari hasil analisis proksimat ikan teri adalah sebesar 18,83%.
Tingginya protein pada ikan teri disebabkan karena hampir semua bagian dalam
tubuh ikan mengandung protein. Selain pada daging ikan, protein terdapat juga
pada sirip, kulit, darah, pigmen otot, sel-sel hati, ginjal serta bagian-bagian isi
perut dari ikan hampir seluruhnya adalah berisi protein (Ilyas 1983).
Berdasarkan kandungan protein dan lemaknya, Rahayu et al. (1992), ikan
dapat digolongkan dalam 5 tipe, sebagaimana tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya
Kandungan Tipe Kategori
Protein (%) Lemak (%)
A Protein tinggi, lemak rendah 15-20 20
-
Berdasarkan Tabel 5, dapat disimpulkan ikan teri yang digunakan pada
penelitian ini termasuk dalam tipe A yaitu mempunyai kandungan protein tinggi
sebesar 18,83% (15%-20%) dan lemaknya rendah yaitu sebesar 1,24% (
-
produk. Selama pemeraman, asam laktat diproduksi oleh bakteri asam laktat yang
berperan dalam proses fermentasi sehingga pH produk menurun
(Bertoldi et al. 2002). Selama proses fermentasi bakteri yang paling banyak
tumbuh adalah bakteri asam laktat dan sisanya bakteri-bakteri halofilik lain yang
tahan terhadap kadar garam tinggi. Menurut Buckle et al. (1987),
mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi adalah bakteri pembentuk asam
laktat, bakteri pembentuk asam propionat, bakteri pembentuk asam asetat,
beberapa jenis khamir dan kapang.
Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa bakteri asam laktat akan mengubah
gula menjadi asam laktat, asam-asam volatile, alkohol, dan ester yang dapat
menurunkan pH produk. Pada pH dibawah 5 dan diatas 8,5 bakteri tidak dapat
tumbuh dengan baik, kecuali bakteri asam laktat (Acinetobacter suboksidans) dan
bakteri sulfur (Fardiaz 1992). Dengan pH rendah maka pertumbuhan mikroba
patogen dan pembusuk dapat dihambat karena terbentuknya ion-ion hidrogen
dalam konsentrasi yang tinggi menyebabkan ketidakstabilan pada membran dan
meningkatkan permeabilitas membran (Rose 1982). Selain karena adanya
aktifitas bakteri asam laktat, penurunan nilai pH juga disebabkan oleh adanya
glikogen yang terdapat dalam tubuh ikan yang akan terurai menjadi asam laktat
(Ilyas 1972).
Pada Gambar 3 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi garam yang
digunakan maka semakin rendah nilai pH. Penurunan pH tersebut disebabkan
oleh adanya sejumlah besar asam laktat yang diproduksi oleh bakteri asam laktat
dalam metabolismenya sehingga pH media menjadi asam dan tidak sesuai untuk
mikroorganisme lainnya (Saono dan Winarno 1979).
Menurut Tedja (1979), penambahan garam pada produk fermentasi asam
laktat akan berpengaruh terhadap perubahan pH, total asam laktat dan TVB. Laju
penurunan pH akan lebih cepat pada penambahan garam dengan konsentrasi 10%
dan pH dapat turun menjadi 4,6 4,8. Demikian juga dengan kandungan total
asam laktat dan laju kenaikan asam tertinggi terjadi pada rusip dengan
penambahan garam 10%.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi garam, waktu
pemeraman dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai pH
-
dari rusip. Uji lanjut Tukey terhadap nilai pH pada rusip menunjukkan adanya
perbedaan nyata antara perlakuan konsentrasi garam dan waktu pemeraman.
Hasil uji lanjut Tukey terhadap pH pada rusip dapat dilihat pada Tabel 6 dan
Lampiran 1.
Tabel 6. Hasil uji lanjut Tukey terhadap pH rusip
Konsentrasi garam (%) Waktu fermentasi (hari)
7,5% 10% 12,5% 15%
0 h h h h
7 g ef de de
14 f de d bc
21 ef c bc ab
28 d c bc a
Keterangan : Huruf-huruf yang sama pada kolom menunjukkan bahwa
interaksi antara masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata, misalnya nilai pH
dari rusip dengan konsentrasi garam 7,5% pada hari ke-21 tidak berbeda nyata
terhadap pH dari rusip dengan konsentrasi garam 10% pada hari ke-7. Sedangkan
untuk huruf-huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan bahwa interaksi antara
masing-masing perlakuan berbeda nyata, misalnya nilai pH dari rusip dengan
konsentrasi garam 7,5% pada hari ke-7 berbeda nyata terhadap pH dari rusip
dengan konsentrasi garam 15% pada hari ke-28.
4.2.2 Kadar Garam (NaCl)
Garam dalam proses fermentasi berperan sebagai penyeleksi organisme
karena dapat mengontrol pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen
(Rahayu et al. 1992). Perubahan nilai kadar garam rusip pada pemeraman selama
28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan Gambar 4, nilai kadar garam awal (campuran antara ikan teri,
garam dan gula aren) dengan berbagai perlakuan berkisar antara 0,47% sampai
0,55% dan pada hari ke-7 (setelah produk menjadi rusip), nilai kadar garam rusip
ini mengalami peningkatan menjadi 6,35% sampai 10,30%. Peningkatan kadar
-
garam rusip pada semua perlakuan karena pada hari ke-0 garam yang digunakan
belum masuk ke dalam daging ikan. Mekanisme masuknya garam ke dalam
daging ikan dibagi tiga tahap, yaitu: a) Terjadi tekanan osmosis yang tinggi pada
ikan dan garam akan menggantikan kedudukan air dalam tubuh ikan, b) Tekanan
osmotik masih berpengaruh walaupun mengalami penurunan serta terjadi
perpindahan garam ke dalam tubuh ikan walaupun sedikit, c) Terjadi
keseimbangan antara larutan garam dalam cairan sel pada tubuh ikan dan larutan
garam di sekitar tubuh ikan (Voskresensky 1965).
0
4
8
12
0 7 14 21 28
Waktu fermentasi (hari)
Kad
ar g
aram
(%)
7,5%10%12,5%15%
Gambar 4. Grafik nilai kadar garam rusip.
Kemudian pada hari ke-14, nilai kadar garam pada semua perlakuan turun
menjadi 9,04% sampai 4,40%. Nilai kadar garam ini terus menurun hingga hari
ke-28 (7,90% sampai 3,95%). Penurunan nilai kadar garam (NaCl) ini
diakibatkan pecahnya senyawa kompleks NaCl menjadi molekul-molekul
penyusunnya yaitu ion Na+ dan Cl-. Ion Na+ sangat dibutuhkan oleh bakteri asam
laktat sebagai salah satu faktor pertumbuhannya. Pada dasarnya, membran sel
dari bakteri asam laktat sebagian besar terdiri atas rangkaian protein golongan
asam amino nonpolar yang banyak mengandung ion-ion K+ yang berfungsi
mencegah terpecahnya struktur protein dalam membran. Ion-ion Na+ dari garam
berfungsi sebagai substitusi ion-ion K+ bakteri ini ketika terjadi difusi
(Tedja 1979).
-
Zaitsev et al. (1969) menyatakan bahwa secara umum garam terdiri atas
39,39% Na dan 60,69% Cl dengan kristal berbentuk kubus dan berwarna putih.
Garam digunakan sebagai bahan pemberi rasa dan penyeleksi mikroba yang
tumbuh serta sebagai bahan pengawet. Garam juga digunakan sebagai pengawet
karena mempunyai tekanan osmotik tinggi, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya proses osmose dalam daging ikan dan pada sel-sel mikroorganisme.
NaCl bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang
menyebabkan aw bahan menjadi turun. Selain itu, NaCl dapat mengurangi
kelarutan oksigen sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya
(Sukamto 1999).
Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi garam yang
digunakan maka semakin tinggi kadar garam yang terdapat pada rusip. Hal ini
disebabkan oleh jumlah garam yang digunakan berbeda untuk setiap
perlakuannya. Semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan dalam
pembuatan rusip maka semakin tinggi kadar garam dari rusip tersebut.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi garam, waktu
pemeraman dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai kadar
garam dari rusip. Uji lanjut Tukey terhadap kadar garam pada rusip menunjukkan
adanya perbedaan nyata antara perlakuan konsentrasi garam dan waktu
pemeraman. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar garam pada rusip dapat dilihat
pada Tabel 7 dan Lampiran 2.
Tabel 7. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar garam rusip
Konsentrasi garam (%) Waktu fermentasi (hari)
7,5% 10% 12,5% 15%
0 a a a a
7 f ij k l
14 c g j k
21 bc e g hi
28 b d g h
-
Keterangan : Huruf-huruf yang sama pada kolom menunjukkan bahwa
interaksi antara masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata, misalnya kadar
garam dari rusip dengan konsentrasi garam 10% pada hari ke-7 tidak berbeda
nyata terhadap kadar garam dari rusip dengan konsentrasi garam 15% pada hari
ke-21. Sedangkan untuk huruf-huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan
bahwa interaksi antara masing-masing perlakuan berbeda nyata, misalnya kadar
garam dari rusip dengan konsentrasi garam 7,5% pada hari ke-7 berbeda nyata
terhadap kadar garam dari rusip dengan konsentrasi garam 15% pada hari ke-28.
4.2.3 Total Asam Laktat
Fermentasi asam laktat merupakan suatu metode pengawetan ikan karena
penurunan pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogenik
disamping menghasilkan flavor dan cita rasa yang disukai konsumen
(Buckle et al. 1985 diacu dalam Atika 1990). Fermentasi yang berlangsung
adalah fermentasi laktat karena terbentuknya asam-asam laktat. Total asam laktat
diproduksi oleh bakteri asam laktat yang berperan dalam proses fermentasi dan
mengakibatkan penurunan pH produk (Bertoldi et al. 2004). Bakteri asam laktat
sangat berperan penting dalam fermentasi. Sifat terpenting dari bakteri asam
laktat adalah kemampuannya untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat
(Fardiaz 1992). Perubahan nilai total asam laktat rusip selama pemeraman selama
28 hari dapat dilihat pada Gambar 5.
0
1
2
3
4
0 7 14 21 28
Waktu fermentasi (hari)
Kad
ar a
sam
lakt
at (%
)
7,5%10%12,5%15%
Gambar 5. Grafik nilai total asam laktat rusip.
-
Berdasarkan Gambar 5, nilai total asam laktat awal (campuran antara ikan
teri, garam dan gula aren) dengan berbagai perlakuan adalah berkisar antara
0,89% sampai 0,96%. Nilai total asam laktat produk rusip dengan konsentrasi
garam 7,5% pada hari ke-7 sampai ke-28 terus mengalami peningkatan dari
1,85% menjadi 2,45%. Nilai total asam laktat produk rusip dengan konsentrasi
garam 10% mengalami peningkatan dari hari ke-7 sampai ke-28 dari 2,13%
menjadi 2,97%. Total asam laktat produk rusip dengan konsentrasi garam 12,5%
mengalami peningkatan pada hari ke-7 sampai ke-28 dari 2,18% menjadi 3,08%.
Begitu pula pada total asam laktat produk rusip dengan konsentrasi garam 15%
mengalami peningkatan pada hari ke-7 sampai ke-28 yaitu dari 2,34% menjadi
3,19%.
Meningkatnya total asam laktat mulai hari ke-7 sampai ke-28 pada semua
perlakuan terjadi karena akumulasi asam laktat yang di produksi oleh bakteri
asam laktat. Bakteri asam laktat akan mengubah karbohidrat menjadi asam laktat
dalam kondisi anaerob. Menurut Stanton (1968) diacu dalam Atika (1990), proses
ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pada tahap awal, zat pati dari sumber
karbohidrat akan dihidrolisa menjadi malt oleh dan amylase lalu molekul
maltosa ini akan dipecah menjadi glukosa oleh maltosa. Pada tahap terakhir
bakteri asam laktat akan mengubah glukosa menjadi asam laktat dan sejumlah
kecil bahan lainnya yaitu asam asetat dan alkohol. Ikan hanya mengandung
sedikit karbohidrat dan penambahan karbohidrat akan digunakan oleh bakteri
asam laktat tersebut sebagai sumber energinya. Penambahan karbohidrat akan
membuat lingkungan yang baik bagi pertumbuhan bakteri asam laktat
(Mackie et al. 1971 diacu dalam Atika 1990).
Selama fermentasi ikan, karbohidrat akan diuraikan menjadi senyawa-
senyawa yang sederhana seperti asam laktat, asam asetat, asam propionat dan etil
alkohol. Senyawa-senyawa ini yang menyebabkan rasa asam pada produk dan
dapat berfungsi sebagai bahan pengawet (Rahayu et al. 1992). Dengan
bertambahnya waktu inkubasi maka jumlah asam laktat yang dihasilkan akan
meningkat dan pH akan semakin menur