Tinajau Pustaka Ikan Teri

135
FERMENTASI RUSIP Oleh: Windo Sastra C34103071 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

description

Pertanian dan perikanan

Transcript of Tinajau Pustaka Ikan Teri

  • FERMENTASI RUSIP

    Oleh:

    Windo Sastra C34103071

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Fermentasi Rusip adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skipsi ini.

    Bogor, Oktober 2008

    Windo Sastra NRP C34103071

  • RINGKASAN WINDO SASTRA. C34103071. Fermentasi Rusip. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan WINARTI ZAHIRUDDIN.

    Rusip adalah produk fermentasi ikan, yang menggunakan bahan baku ikan teri. Proses pembuatan rusip secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat belum memiliki standar tertentu. Dengan melihat masih sedikitnya informasi tentang rusip, maka perlu dilakukan suatu penelitian pembuatan produk ini, sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai mutu rusip ikan teri (Stolephorus sp.) dengan perlakuan konsentrasi garam dan waktu pemeraman yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari proses pembuatan rusip dan mengetahui mutu produk yang dihasilkan selama fermentasi 28 hari. Perlakuan yang diberikan pada penilitian ini adalah konsentrasi garam (7,5%, 10%, 12,5%, dan 15%), gula aren 5% dan kemudian diperam selama 28 hari. Analisis yang dilakukan yaitu uji proksimat, total asam laktat, TPC (Total Plate Count), pH, NaCl dan uji organoleptik pada hari ke-7, 14, 21 dan 28.

    Hasil analisis ikan teri diperoleh nilai kadar air (75,72%), kadar protein (18,83%), kadar abu (2,38%), kadar lemak (1,24%), TPC (Total Plate Count) (8,3x104 koloni/g), pH (6,73), dan TVB (Total Volaitile Base) (28,29 mg N/100g). Berdasarkan analisis yang dilakukan ikan teri yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan rusip masih cukup baik dan termasuk dalam tipe A yaitu kandungan protein tinggi sebesar 18,83% (15 20) dan lemaknya rendah sebesar 1,24% (

  • FERMENTASI RUSIP

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh : Windo Sastra

    C34103071

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

  • Judul Skripsi : FERMENTASI RUSIP

    Nama Mahasiswa : Windo Sastra

    Nomor Pokok : C34103071

    Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan

    Menyetujui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc Ir. Winarti Zahiruddin, MS NIP : 131 664 397 NIP : 130 422 706

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131 578 799

    Tanggal lulus :

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

    rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

    baik.

    Skripsi hasil penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih

    gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan

    Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan studi tentang

    Fermentasi Rusip.

    Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

    kepada pihak-pihak yang telah bersedia membantu, diantaranya adalah:

    1. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, M.S

    sebagai dosen-dosen pembimbing, yang juga tak henti-hentinya memberikan

    ide, saran, motivasi, semangat dan bimbingan yang mengubah cara pandang

    penulis selama ini.

    2. Bapak Uju, S.Pi, M.Si dan Ir. Agoes M. Jacoeb, P.hD sebagai dosen-dosen

    penguji yang selalu memberi pengarahan dan motivasi agar penulis dapat

    menyelesaikan skripsinya dengan baik.

    3. Bapakku Sadikin (Alm) dan Ibunda Wiji Rahayu, S.Pd, terima kasih untuk

    doa, kasih sayang, restu yang tidak terputus, dukungan moral dan materi

    sehingga penulis bisa membuktikan kemampuannya.

    4. Adek-adekku (Shinta Widya Sasmita dan Dewi Ratih Ayu Safitri), beserta

    keluarga besar Suwito di Belitung yang selalu memberikan doa, semangat,

    motivasi dan materi sehingga penulis dapat mengembangkan diri selama

    menempuh ilmu di THP-FPIK, IPB.

    5. Keluarga bapak Andreas yang telah memberikan tempat tinggal sementara

    kepada penulis untuk menunggu hasil ujian SPBM.

    6. Seluruh dosen dan staf Departemen THP, terima kasih atas kerjasama dan

    dukungannya.

    7. Bu Rubiyah, terima kasih atas profesionalitas dan kerjasamanya sehingga

    penelitian ini berjalan sesuai harapan.

  • 8. Rizki Andriyanti (Ant) / C34050241 sebagai Sendykoe yang selalu berdoa dan

    menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsinya dengan baik.

    9. Teman-teman terbaikku (Tomy, Toby, Sigit, Hoe, Helda Beerda, Fijey, Tari,

    dan Ditya), terima kasih atas motivasi, pengertian, keceriaan dan pengalaman

    berharga selama ini.

    10. Tenjo, Rudex, Deden, Bolga, Ari, Gumy, dan Angling, terima kasih telah

    mengingatkan dan membantu meringankan beban penulis.

    11. Teman-teman THP 40, 41 , 42 dan 43 lainnya yang tidak mungkin disebutkan

    satu persatu. terima kasih banyak atas doa dan motivasinya.

    12. Teman-teman asrama Belitung Tanjong Tinggi, terima kasih atas waktunya

    yang telah bersedia melakukan uji organoleptik dan memberikan kenyamanan

    bagi penulis untuk menyelesaikan skripsinya.

    13. Terakhir, kepada berbagai pihak yang tidak disebutkan di sini, penulis

    mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan dan kerjasamanya dalam

    penulisan skripsi ini.

    Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi

    ini, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kemajuan penelitian

    selanjutnya.

    Bogor, September 2008

    Windo Sastra

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Tanjung Pandan pada tanggal

    30 Maret 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara

    pasangan Sadikin (Alm) dan Wiji Rahayu, S.Pd.

    Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1989 di

    TK Melati Tanjung Pandan, kemudian SDN 28 Tanjung

    Pandan, lalu dilanjutkan ke SLTPN 02 Tanjung Pandan,

    dan SMUN 01 Tanjung Pandan serta dinyatakan lulus

    pada tahun 2003. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003, Departemen

    Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur

    Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis aktif dalam berbagai

    kepanitiaan, diantaranya OMBAK, HIMASILKAN, SANITASI, dan berbagai

    lomba yang diselenggarakan di kampus. Penulis juga pernah tercatat sebagai

    asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku, Teknik Refrigerasi Hasil

    Perikanan, dan Teknologi Proses Thermal Hasil Perairan.

    Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan

    penelitian yang berjudul "Fermentasi Rusip". Di bawah bimbingan Bapak

    Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, MS.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL .................................................................................. vi

    DAFTAR GAMBAR................................................................................ vii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ viii

    1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

    1.2 Tujuan ............................................................................................ 2

    2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3

    2.1 Deskripsi Ikan Teri (Stolephorus sp.) ............................................ 3

    2.2 Kemunduran Mutu ......................................................................... 5

    2.3 Fermentasi Ikan.............................................................................. 6

    2.4 Media Fermentasi........................................................................... 9

    2.4.1 Karbohidrat .......................................................................... 9 2.4.2 Protein .................................................................................. 11 2.4.3 Lemak .................................................................................. 11

    2.5 Fungsi Garam dalam Proses Fermentasi........................................ 11

    2.6 Bakteri Asam Laktat ...................................................................... 13

    2.7 Fermentasi Asam Laktat ................................................................ 15

    2.8 Fermentasi Ikan.............................................................................. 16

    2.9 Rusip .............................................................................................. 17

    3. METODOLOGI .................................................................................. 18

    3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 18

    3.2 Bahan dan Alat............................................................................... 18

    3.3 Prosedur Kerja ............................................................................... 18

    3.4.3 Analisis bahan baku ............................................................. 18 3.4.4 Pembuatan rusip................................................................... 18

    3.4 Prosedur Analisis .......................................................................... 20

    3.4.1 Analisis proksimat (AOAC 1995) ....................................... 20 3.4.2 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1989) ............................. 22 3.4.3 Total asam laktat (APHA 1992) .......................................... 23 3.4.4 Pengukuran pH (Apriyantono et al. 1989)........................... 23

  • 3.4.5 Kadar garam (NaCl) (Apriyantono et al. 1989)................... 23 3.4.6 Penetapan Total Volatile Base (TVB) (AOAC 1995) ......... 24 3.4.7 Uji organoleptik ................................................................... 24

    3.5 Analisis Data .................................................................................. 25

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 27

    4.1 Analisis Tingkat Kesegaran Bahan Baku ...................................... 27

    4.2 Analisis Fermentasi Rusip ............................................................. 30

    4.2.1 pH......................................................................................... 30 4.2.2 Kadar garam (NaCl)............................................................. 32 4.2.3 Total asam laktat .................................................................. 35 4.2.4 Total Plate Count (TPC)...................................................... 38 4.2.5 Analisis proksimat ............................................................... 41

    4.3.1.1 Kadar air.................................................................. 41 4.3.1.2 Kadar abu ................................................................ 43 4.3.1.3 Kadar protein .......................................................... 45

    4.3.1.4 Kadar lemak............................................................ 47 4.2.6 Uji organoleptik ................................................................... 49

    4.3.5.1 Penampakan ............................................................ 50 4.3.5.2 Warna ...................................................................... 52 4.3.5.3 Aroma...................................................................... 53 4.3.5.4 Rasa......................................................................... 55

    5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 58

    5.1 Kesimpulan .................................................................................... 56

    5.2 Saran .............................................................................................. 59

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 60

    LAMPIRAN.............................................................................................. 65

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1. Komposisi nilai gizi ikan teri (Stolephorus sp.) per 100 gram ........ 4

    2. Standar mutu gula aren (SII 1991)................................................ 10

    3. Komposisi nilai gizi rusip dalam 1000 gram ................................... 17

    4. Hasil analisis ikan teri berdasarkan parameter kimia dan mikrobiologi.................................................................... 27

    5. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya ....................................................................... 29

    6. Hasil uji lanjut Tukey terhadap pH rusip ........................................ 32

    7. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar garam rusip .......................... 34

    8. Hasil uji lanjut Tukey terhadap total asam laktat rusip.................... 37

    9. Hasil uji lanjut Tukey terhadap jumlah bakteri rusip....................... 40

    10. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar air rusip ............................... 42

    11. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar abu rusip .............................. 44

    12. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar protein rusip......................... 47

    13. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar lemak rusip .......................... 49

    14. Hasil uji lanjut Multiple Comprisons terhadap penampakan rusip . 51

    15. Hasil uji lanjut Multiple Comprisons terhadap aroma rusip ............ 55

    16. Hasil uji lanjut Multiple Comprisons terhadap rasa rusip................ 57

  • DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    1. Ikan teri (Stolephorus sp.)................................................................ 4

    2. Diagram alir proses pembuatan rusip secara tradisional.................. 19

    3. Grafik nilai pH rusip ........................................................................ 30

    4. Grafik nilai kadar garam rusip ......................................................... 33

    5. Grafik nilai total asam laktat rusip................................................... 35

    6. Grafik nilai log TPC rusip................................................................ 38

    7. Grafik nilai kadar air rusip ............................................................... 42

    8. Grafik nilai kadar abu rusip ............................................................. 43

    9. Grafik nilai kadar protein rusip........................................................ 46

    10. Grafik nilai kadar lemak rusip ......................................................... 48

    11. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik dari penampakan rusip......... 50

    12. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik dari warna rusip ................... 52

    13. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik dari aroma rusip ................... 53

    14. Grafik nilai rata-rata uji organoleptik dari rasa rusip....................... 56

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Halaman

    1. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut nilai pH rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 65

    2. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut kadar garam (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 70

    3. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut total asam laktat (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 75

    4. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut log TPC (koloni/ml) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 80

    5. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut kadar air (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 85

    6. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut kadar abu (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 90

    7. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut kadar protein (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 95

    8. Rekapitulasi data, analisis dan uji lanjut kadar lemak (%) rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 100

    9. Contoh skor sheet uji organoleptik skala hedonik ........................... 105

    10. Analisis dan uji lanjut organoleptik skala hedonik rusip selama fermentasi 28 hari dengan berbagai konsentrasi garam yang berbeda ...................................................... 106

    11. Contoh perhitungan analisis proksimat, kadar garam, dan TPC ..................................................................... 118

    12. Foto rusip hasil penelitian................................................................ 118

  • 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Ikan adalah salah satu sumber protein hewani yang potensial. Hal ini

    didukung oleh kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang yang

    susunannya menyerupai susunan protein pada tubuh manusia

    (Winarno et al. 1980). Ikan banyak dikonsumsi untuk makanan diet bagi

    penderita penyakit darah tinggi karena rendahnya kandungan kalori, kolesterol

    dan lemak jenuh. Ikan juga mengandung omega-3 yang dapat meningkatkan

    fungsi otak serta mencegah gangguan jantung.

    Perkembangan industri perikanan di Indonesia mengalami peningkatan yang

    semakin baik dari tahun ke tahun, terutama untuk memenuhi kebutuhan

    masyarakat. Berdasarkan data tahun 2004 tercantum bahwa hasil perikanan

    tangkap secara nasional sebesar 4.320.241 ton dan memiliki indeks kenaikan

    rata-rata per tahun sebesar 3,48%. Secara keseluruhan, sebanyak 2.426.259 ton

    atau 56,16% dari hasil tangkapan dipasarkan dalam keadaan segar, baik untuk

    pasar lokal ataupun untuk tujuan ekspor dan sebesar 1.117.965 ton atau 25,87%

    dipergunakan untuk keperluan industri pengolahan ikan secara tradisional

    (Departemen Kelautan dan Perikanan 2006).

    Komoditas perikanan pada umumnya memiliki masa simpan yang singkat

    karena mudah rusak (perishable). Usaha untuk memperpanjang daya awet dan

    meningkatkan cita rasa dapat dilakukan dengan pengolahan bahan pangan

    tersebut. Pengolahan ikan dapat dilakukan secara tradisional antara lain adalah

    salah satunya dengan fermentasi.

    Fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang kompleks

    menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan

    mikroba dalam keadaan yang terkontrol, dimana bahan-bahan atau komponen

    yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan mikroba pembusuk

    (Borgstrom et al. 1965). Secara umum, pada fermentasi hasil perikanan dikenal

    tiga macam proses pengolahan yang menghasilkan produk akhir yang berbeda

    yaitu bentuk ikan utuh (peda), pasta atau saus (terasi) dan cairan (kecap ikan).

    Pengolahan ikan secara fermentasi memiliki beberapa keunggulan, di antaranya

  • bahan yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan yang tidak memiliki

    nilai ekonomis tinggi. Salah satu produk fermentasi ikan yang diproduksi oleh

    masyarakat Bangka Belitung adalah rusip.

    Rusip merupakan produk fermentasi ikan, dengan menggunakan bahan baku

    ikan teri. Orang Belitung menyebut ikan teri adalah bilis. Pada umumnya rusip

    dibuat dalam skala rumah tangga yaitu selama musim ikan. Penjualan produk ini

    dilakukan dalam skala kecil di pasar atau rumah. Selain garam, bahan lain yang

    ditambahkan adalah gula aren yang dapat berfungsi sebagai sumber energi dan

    nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri-bakteri yang berperan dalam proses

    fermentasi. Rusip ini biasanya dikonsumsi sebagai campuran untuk sambal, baik

    dengan cara dimasak terlebih dahulu atau langsung dikonsumsi sebagai lauk

    dalam keadaan tanpa pemasakan (mentah). Rusip ini siap dikonsumsi setelah

    disimpan selama minimal 1 minggu.

    Proses pembuatan rusip secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat

    belum memiliki standar tertentu. Jumlah penambahan garam, gula merah, tempat

    yang digunakan, kondisi dan lamanya penyimpanan didasarkan pada kebiasaan

    masing-masing pengolah. Sebagaimana dengan produk fermentasi lainnya, hal ini

    dapat menyebabkan mutu produk menjadi tidak stabil dan tidak seragam.

    Menurut Heruwati (2002) beberapa produk fermentasi ikan masih mempunyai

    mutu dan nilai nutrisi yang rendah, tidak konsisten sifat fungsional, serta tidak ada

    jaminan mutu dan keamanan bagi konsumen.

    Sampai saat ini konsumen masih menitik beratkan pemilihan produk rusip

    pada aspek selera (penampakan, warna, rasa, dan aroma). Oleh karena itu, untuk

    meningkatkan rusip menjadi produk fermentasi ikan yang bermutu baik

    dibutuhkan pengembangan dari produk tersebut. Dengan melihat masih

    sedikitnya informasi tentang rusip, maka perlu dilakukan suatu penelitian

    pembuatan produk ini secara spontan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

    memberikan informasi mengenai mutu rusip ikan teri (Stolephorus sp.) dengan

    perlakuan konsentrasi garam dan waktu pemeraman yang berbeda.

  • 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Mempelajari proses pembuatan rusip.

    2. Karakterisasi kadar gizi (proksimat), TVB, dan TPC dari ikan teri

    (Stolephorus sp.) yang digunakan.

    3. Mengetahui mutu rusip selama pemeraman 28 hari.

  • 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Deskripsi Ikan Teri (Stolephorus sp.)

    Ikan teri (Stolephorus sp.) merupakan ikan penghuni perairan pesisir dan

    eustaria serta beberapa jenis dapat hidup pada perairan dengan salinitas 10-15%.

    Pada umumnya, ikan teri hidup bergerombol, terutama jenis-jenis yang berukuran

    kecil, yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor (Hutomo et al. 1987).

    Klasifikasi ikan teri, menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

    Filum : Chordata

    Sub-filum : Vertebrata

    Kelas : Pisces

    Sub-kelas : Teleostei

    Ordo : Malacopterygii

    Famili : Clopeidae

    Sub-famili : Engraulidae

    Genus : Stolephorus

    Spesies : Stolephorus sp.

    Ciri-ciri morfologi ikan teri memiliki tanda khas yang membedakannya dari

    marga anggota anak suku Engraulidae yang lain, yaitu sirip caudal bercagak dan

    tidak bergabung dengan sirip anal serta duri abdominal hanya terdapat sirip

    pektoral dan ventral yang berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak

    berwarna atau agak kemerah-merahan. Bentuk tubuhnya bulat memanjang

    (fusiform) atau agak termampat kesamping (compressed), pada sisi samping

    tubuhnya terdapat garis putih keperakan memanjang dari kepala sampai ekor.

    Sisiknya kecil dan tipis sangat mudah lepas, tulang rahang atas memanjang

    mencapai celah insang. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal sebagian atau

    seluruhnya dibelakang anus, pendek dengan jari-jari lemah sekitar 16-23 buah.

    Giginya terdapat pada rahang, langit-langit palatin, pterigod, dan lidah. Ikan teri

    umumya berukuran kecil sekitar 6-9 cm (Hutomo et.al. 1987). Bentuk ikan teri

    dapat dilihat pada Gambar 1.

  • Gambar 1. Ikan teri (Stolephorus sp.)

    Nilai gizi ikan teri cukup tinggi terutama sebagai sumber protein dan

    mineral, sedangkan kandungan lemak dan vitaminnya rendah (Borgstrom dan

    Paris 1965). Menurut Corden dan Thomas (1971), ikan teri mengandung protein

    dan mineral yang cukup tinggi sedangkan vitamin dan lemaknya rendah jika

    dibandingkan dengan ikan laut lainnya. Jumlah kalori yang dapat dihasilkan dari

    100 gram daging ikan teri mencapai 74 kalori. Ikan teri juga mengandung vitamin

    A, vitamin B, dan sumber mineral seperti dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Komposisi nilai gizi ikan teri (Stolephorus sp.) per 100 gram.

    Kandungan Gizi Nilai Satuan

    Energi 70,2 Kal

    Protein 10,3 g

    Lemak 1,4 g

    Kadar abu 4,2 g

    Hidrat arang total 4,1 g

    Kalsium 972,0 mg

    Fosfor 253,0 mg

    Besi 3,9 mg

    Karotin total 28,0 mg

    Vitamin A 42,0 SI

    Vitamin B1 0,24 mg

    Air 80,0 g

    Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan pengembangan Gizi, DEPKES (1990).

    http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/gambar/species/big_teri.jpg&imgrefurl=http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/species.html?idkat=2&idsp=39&h=150&w=200&sz=4&hl=id&start=49&tbnid=NFoIqqbutlotRM:&tbnh=78&tbnw=104&prev=/images?q=+teri&start=40&gbv=2&ndsp=20&hl=id&sa=Nhttp://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/gambar/species/big_teri.jpg&imgrefurl=http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/species.html?idkat=2&idsp=39&h=150&w=200&sz=4&hl=id&start=49&tbnid=NFoIqqbutlotRM:&tbnh=78&tbnw=104&prev=/images?q=+teri&start=40&gbv=2&ndsp=20&hl=id&sa=N

  • Menurut Winarno (1997), zat besi pada ikan lebih mudah diserap

    dibandingkan zat besi pada serelia dan kacang-kacangan. Selain itu, ikan teri

    kaya akan fosfor yang berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi. Kalsium

    berperan untuk masa pertumbuhan dan mengurangi proses osteoporosis pada

    orang dewasa (Afrianto dan Liviawaty 1991).

    2.2 Kemunduran Mutu

    Proses penurunan mutu diawali dengan perombakan oleh enzim yang secara

    alami terdapat di dalam ikan disebut juga proses kemunduran mutu ikan, disusul

    dengan makin berkembangnya mikroba pembusuk yang disebut dengan proses

    pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada tubuh ikan adalah

    sebagai berikut (Afrianto dan Liviawaty 1991):

    a) Proses rigor mortis.

    Setelah ikan mati, tidak terjadi aliran oksigen di dalam jaringan peredaran

    darah karena aktivitas jantung dan kontrol otaknya telah berhenti. Terhentinya

    aliran darah yang menyebabkan terjadinya reaksi anaerob yang tidak diharapkan

    karena sering mengakibatkan kerugian. Reaksi anaerob akan memanfaatkan ATP

    dan glikogen yang telah terbentuk selama ikan masih hidup, sebagai sumber

    energi, sehingga jumlah ATP terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh ikan

    menurun dan jaringan otot tidak mampu mempertahankan fleksibilitasnya

    (kekenyalannya). Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigor mortis.

    b) Proses perubahan karena aktivitas enzim (autolisis).

    Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim-enzim

    yang terdapat dalam tubuh ikan sendiri. Proses ini biasanya terjadi setelah ikan

    yang mati melewati fase rigor mortis. Proses autolisis akan diikuti oleh

    meningkatnya jumlah bakteri, sebab semua hasil penguraian enzim merupakan

    media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain.

    c) Proses perubahan karena aktivitas mikroorganisme.

    Fase berikutnya perubahan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorgansime,

    terutama bakteri. Dalam keadaan hidup, ikan memiliki sistem kekebalan yang

    mencegah bakteri tumbuh pada daging ikan. Setelah ikan mati, sistem kekebalan

    tersebut tidak berfungsi lagi dan bakteri dapat berkembang biak dengan bebas.

    Bakteri yang umum ditemukan pada tubuh ikan antara lain Achromobacter,

  • Pseudomonas, Flavobacterium, Micrococcus dan Bacillus. Bakteri-bakteri ini

    terdapat di seluruh permukaan tubuh ikan, terutama pada bagian insang, kulit dan

    usus.

    d) Proses perubahan karena oksidasi.

    Perubahan pada ikan dapat terjadi karena proses oksidasi lemak, sehingga

    timbul aroma tengik yang tidak diinginkan. Bau ini sangat merugikan karena

    dapat menurunkan mutu dan daya jualnya.

    Sejalan dengan proses kebusukan ikan, ada beberapa senyawa yang

    terbentuk sesuai dengan kemunduran mutu ikan diantaranya TMA (trimetilamin),

    hipoksantin, asam laktat, senyawa basa nitrogen dan asam amino yang sebagian

    terbentuk akibat aktivitas mikroba. Kesegaran ikan dapat ditentukan dengan

    mengetahui nilai kandungan TVB (total volatil basa) atau TMA (trimetilamin).

    Ikan dinyatakan dalam kondisi segar apabila nilai TVB kurang dari

    20 mg/100 g dan apabila nilai TVB sudah mencapai lebih dari 30 mg/100 g ikan

    dinyatakan mulai busuk. Pada kadar TVB 40 mg/100 g ikan sudah tidak layak

    untuk dikonsumsi (Egan et al. 1981 diacu dalam Zakaria 1998).

    Pengujian bakteri yang terdapat pada daging ikan dapat dilakukan dengan

    menggunakan metode Total plate Count (TPC) yaitu perhitungan jumlah bakteri

    yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan (media agar) dan diinkubasi

    selama 24 jam. Batas maksimum bakteri untuk ikan segar menurut

    SNI-01-2729-1992 yaitu 5x105 koloni/g (Hadiwiyoto 1993).

    2.3 Fermentasi Ikan Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan dimana dalam prosesnya

    memanfaatkan enzim atau mikroorganisme untuk penguraian senyawa dari bahan-

    bahan protein kompleks yang terdapat di dalam tubuh ikan menjadi senyawa yang

    lebih sederhana dalam keadaan yang terkontrol atau diatur (Irawan 1995).

    Menurut Moeljanto (1982) tujuan proses fermentasi yaitu:

    a) Membuat produk baru.

    b) Memperbaiki nilai gizi.

    c) Memperbaiki sifat fisik misalnya rupa, bentuk, kekerasan dan flavour.

    d) Memperpanjang daya awet produk.

  • Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan

    (substrat), jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi

    pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut (Winarno et al. 1980). Produk

    akhir fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus. Prinsip pengawetan

    pada produk fermentasi ikan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

    penurunan aktivitas air oleh garam dan gula, pengeringan serta kombinasi dengan

    penurunan pH karena terbentuknya asam akibat aktivitas bakteri pembentuk asam.

    Fermentasi terjadi sebagai hasil metabolisme anaerobik, dimana mikroba

    dapat mencerna glukosa sebagai bahan baku energi tanpa oksigen, sebagai

    hasilnya hanya sebagian glukosa yang dipecah dengan menghasilkan sejumlah

    kecil energi, karbondioksida, air dan produk akhir metabolisme lainnya. Produk

    akhir ini termasuk sebagian besar asam laktat, asam asetat dan etanol serta

    sejumlah kecil asam organik menguap lainnya, alkohol dan ester dari alkohol

    tersebut (Buckle et al. 1987).

    Berdasarkan sumber mikroba yang berpengaruh dalam fermentasi, maka

    fermentasi makanan dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu fermentasi spontan

    dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang

    dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi

    mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara

    spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya.

    Sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam

    pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau starter, dimana

    mikroba tersebut akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan yang

    difermentasi menjadi produk yang diinginkan (Fardiaz 1992).

    Menurut Suriawiria (1980) proses fermentasi menggunakan bakteri asam

    laktat merupakan cara fermentasi yang relatif mudah, murah dan aman. Dalam

    pembuatan produk-produk fermentasi ikan semacam ini juga ditambahkan garam

    dalam jumlah yang optimum untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat.

    Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semi biologis

    pada prinsipnya dapat dibedakan atas empat golongan (Rahayu et al. 1992), yaitu:

    a) Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya dalam pembuatan

    peda, kecap ikan dan bekasang.

  • b) Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan

    silase ikan dengan cara menambahkan asam-asam propionat dan format.

    c) Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan

    silase ikan menggunakan asam-asam kuat.

    d) Fermentasi menggunakan bakteri asam laktat, misalnya dalam pembuatan

    bekasem dan chaoteri.

    Hasil proses fermentasi ikan dapat dibedakan oleh golongan yang

    menghasilkan senyawa-senyawa yang secara nyata mempunyai kemampuan

    mengawet seperti pada pengolahan bekasem. Proses fermentasi lainnya terjadi

    banyak penguraian atau transformasi yang menghasilkan produk-produk yang

    mempunyai sifat sama sekali berbeda, misalnya pada terasi, kecap ikan dan peda

    (Moeljanto 1982).

    Produk fermentasi yang dibuat menggunakan kadar garam tinggi tidak dapat

    digunakan sebagai makanan sumber protein karena rasanya yang terlalu asin,

    sehingga jumlah yang dapat dikonsumsi juga sedikit. Produk-produk semacam ini

    biasanya hanya digunakan sebagai bahan perangsang makan, penyedap makanan

    atau bumbu.

    Makanan fermentasi tradisional telah lama dikonsumsi oleh penduduk

    Indonesia. Banyak sekali jenis makanan fermentasi tradisional asli Indonesia

    (Winarno 1981). Sampai saat ini, produk tersebut masih disukai, sehingga tetap

    eksis di pasaran. Menurut Hong (1981), beberapa hal yang menyebabkan masih

    bertahannya pengolahan makanan melalui cara fermentasi tradisional adalah :

    a) Dapat mengawetkan bahan-bahan nabati maupun hewani yang bersifat

    mudah rusak.

    b) Dapat memperkecil volume bahan.

    c) Dapat menghilangkan faktor-faktor yang tidak dikehendaki pada bahan

    mentahnya.

    d) Dapat meningkatkan nilai gizi makanan.

    e) Dapat mempertahankan kenampakan dan flavor dari beberapa jenis

    makanan.

    f) Dapat menyelamatkan beberapa produk yang tidak baik digunakan sebagai

    bahan makanan.

  • g) Dapat menghemat bahan bakar pada proses pengolahannya.

    h) Dapat membuat produk memiliki rasa yang lebih nikmat.

    i) Dapat memberikan keamanan pada produk.

    2.4 Media Fermentasi

    Media atau bahan yang digunakan merupakan sumber nutrisi bagi

    bakteri-bakteri yang berperan dalam proses fermentasi. Contoh media-media

    tersebut adalah karbohidrat, protein, dan lemak.

    2.4.1 Karbohidrat

    Karbohidrat merupakan substrat utama yang dipecah dalam proses

    fermentasi. Sebelum difermentasi, zat pati dari sumber karbohidrat akan

    dihidrolisa terlebih dahulu menjadi glukosa oleh enzim amilase. Glukosa

    kemudian akan dipecah menjadi senyawa-senyawa lain tergantung dari jenis

    fermentasinya.

    Fermentasi glukosa pada prinsipnya terdiri dari dua tahap (Fardiaz 1988).

    Tahap pertama, glukosa akan dipecah menjadi asam piruvat. Tahap kedua, asam

    piruvat akan diubah menjadi produk-produk akhir yang spesifik. Diantaranya

    adalah fermentasi glukosa oleh khamir yang menghasilkan alkohol dan CO2

    dengan reaksi sebagai berikut :

    Glukosa 2 Piruvat 2 Etanol + 2 CO2

    Sementara pada golongan bakteri asam laktat, asam piruvat akan diubah

    menjadi asam laktat dengan reaksi sebagai berikut :

    Glukosa 2 Piruvat 2 Asam laktat

    Fermentasi tersebut merupakan fermentasi homolaktat. Bakteri yang

    melakukan fermentasi yang demikian disebut bakteri asam laktat

    homofermentatif. Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif dapat

    mengubah 95% dari glukose atau heksose lainnya menjadi asam laktat dan

    sisanya karbondiokside serta asam asam volatile lainnya (Rahayu et. al 1992).

    Pada bakteri asam laktat heterofermentatif, selain asam laktat juga dihasilkan

    senyawa-senyawa lain seperti CO2, etanol atau asam asetat dan asam format

    dalam jumlah yang hampir sama (Putro 1978). Reaksi keseluruhannya sebagai

    berikut

  • Glukosa 2 Piruvat Asam laktat + Etanol atau Asam asetat + CO2

    Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati baik gula sederhana,

    heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul tinggi seperti pati,

    pektin, selululosa dan lignin (Winarno 1997). Salah satu sumber karbohidrat yang

    sering digunakan sebagai sumber karbon bagi bakteri asam laktat dalam proses

    pembuatan rusip adalah gula aren. Standar mutu gula aren dapat dilihat pada

    Tabel 2.

    Tabel 2. Standar mutu gula aren (SII - 1991)

    Keadaan Satuan Persyaratan

    Bentuk % b/b Normal

    Rasa % b/b Normal dan khas

    Warna % b/b Kuning kecoklatan samapai coklat

    Bagian yang tidak larut air % b/b Maks 1,0

    Air % b/b Maks 12,0

    Abu % b/b Maks 2,0

    Gula pereduksi % b/b Maks 6,0

    Sukrosa % b/b Maks 75,0

    Gula total % b/b Min 80,0

    Timbal (Pb) Mg/kg Nol

    Tembaga (Cu) Mg/kg Nol

    Seng (Zn) Mg/kg Nol

    Raksa (Hg) Mg/kg Nol

    Arsen (As) Mg/kg Nol

    Sumber : Soerawidjaja dan Tatang (1998).

    Menurut Soerawidjaja dan Tatang (1998), mutu gula aren yang baik

    mengandung sukrosa sebesar 75% dan gula reduksi sebesar 6%. Herman dan

  • Yunus (1987) menyatakan bahwa gula aren mempunyai nilai yang sangat tinggi

    karena aromanya dinilai lebih baik jika dibandingkan dengan jenis gula yang lain,

    selain itu gula aren juga mengandung mineral kalsium, fosfor, dan besi yang

    relatif tinggi.

    2.4.2 Protein

    Protein merupakan salah satu makro nutrien yang berperan dalam

    pembentukan biomolekul dan dapat juga dipakai sebagai sumber energi yang

    struktur molekulnya mengandung C, H, O dan N. Pengertian protein menurut

    Girindra (1986) adalah makro molekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah

    asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Melalui fermentasi, substrat

    organik yang mengandung protein akan dihidrolisa menjadi peptida, pepton,

    asam-asam amino dan amoniak oleh enzim proteolitik baik yang terdapat pada

    substrat maupun yang berasal dari mikroba.

    Enzim proteolitik pada tubuh ikan terutama berasal dari organ pencernaan

    dan jaringan tubuh (otot). Jenis enzim yang berasal dari organ pencernaan

    tersebut adalah tripsin, kimotripsin dan pepsin, sedangkan enzim yang berasal dari

    otot adalah enzim katepsin (Macki et al. 1971).

    2.4.3 Lemak

    Lemak akan dipecah oleh enzim lipase menjadi asam lemak, gliserol,

    alkohol dan ester. Beberapa komponen tersebut bersama-sama dengan komponen

    volatil dapat membentuk flavor yang khas. Enzim lipase ini dapat berasal dari

    substrat maupun mikroba.

    Lemak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, sehingga mudah

    teroksidasi dan mengakibatkan ketengikan. Mengingat proses fermentasi

    berlangsung dalam keadaan anaerob, maka proses oksidasi lemak tersebut dapat

    dihambat dan larutan garam juga dapat menghasilkan antioksidan yang dapat

    mengurangi kecepatan proses oksidasi (Macki et al. 1971).

    2.5 Fungsi Garam dalam Proses Fermentasi

    Secara umum garam terdiri dari 39,39% Na dan 60,69% Cl dengan

    kristalnya berbentuk seperti kubus dan berwarna putih. Pada pengolahan ikan,

    garam digunakan sebagai pengawet dan penambah rasa. Garam digunakan

  • sebagai pengawet karena mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, sehingga dapat

    menyebabkan terjadinya proses osmose dalam daging ikan dan pada sel-sel

    mikroorganisme yang menyebabkan plasmolisis sehingga air sel mikroorganisme

    tertarik keluar dan mikroorganisme mati.

    Garam memiliki sifat bakterisidal (membunuh) dan bakteriostatik

    (memperlambat) untuk pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan dari kebanyakan

    bakteri pembusuk yang berbentuk batang dapat dihentikan dengan kadar garam

    10% dan bakteri coli oleh kadar garam 15%. Sedangkan kadar garam lebih dari

    15% digunakan untuk mencegah ikan dari kebusukan (Zaitsev et al. 1969).

    Di dalam fermentasi, garam yang ditambahkan berpengaruh pada populasi

    organisme, organisme mana yang dapat tumbuh dan yang tidak dapat tumbuh dan

    jenis apa yang akan tumbuh sehingga kadar garam dapat digunakan untuk

    mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktor lainnya adalah sama

    (Desrosier 1988). Garam dalam proses fermentasi disamping berfungsi untuk

    meningkatkan citra, juga berperan sebagai pembentuk tekstur dan mengontrol

    pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dan menghambat pertumbuhan

    mikroorganisme pembusuk dan patogen (Rahayu et al. 1992).

    Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme

    pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk, proteolitik dan pembentuk spora

    paling mudah terpengaruh oleh adanya garam walau dengan kadar garam rendah

    sekalipun (6%). Mikroorganisme patogenik termasuk Clostridium botulinum

    dapat dihambat oleh konsentrasi garam 10-12%. Walaupun demikian, beberapa

    mikroorganisme terutama jenis Lactobacillus dan Leuconostoc, dapat tumbuh

    cepat dengan adanya garam (Buckle, et al. 1987).

    Untuk mendapatkan produk yang bermutu baik harus menggunakan garam

    murni, yaitu garam yang kandungan NaCl cukup tinggi (95%) dan sedikit sekali

    mengandung elemen seperti Mg dan Ca (Afrianto dan Liviawati 1989).

    Kemurnian garam sangat penting artinya dalam kecepatan penetrasi dari garam

    tersebut (Ilyas 1972). Faktor penting yang mempengaruhi efektifitasnya adalah

    konsentrasi garam, kecepatan penetrasi garam, kemurnian garam, suhu

    penggaraman, dan jenis ikan (Maoen 1983 diacu dalam Ginting 2002).

  • Mekanisme garam sebagai bahan pengawet adalah garam diionisasikan

    dengan cara setiap ion akan menarik molekul-molekul di sekitarnya. Proses ini

    disebut sebagai hidrasi ion. Semakin besar kandungan garam, semakin banyak air

    yang ditarik oleh hidrat. Suatu larutan garam jenuh pada suhu tertentu adalah

    suatu larutan yang telah jenuh, yaitu telah mencapai titik dimana garam tidak

    dapat larut lagi. Pada titik ini yaitu konsentrasi larutan NaCl 26,5% pada suhu

    ruang maka bakteri, khamir, dan jamur tidak dapat tumbuh lagi. Hal ini

    disebabkan tidak adanya air bebas yang tersedia bagi pertumbuhan mikroba.

    Dalam fermentasi ikan, umumnya garam digunakan sebagai pengendali

    proses yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk.

    Dengan kata lain aktivitas garam terhadap ikan adalah sebagai berikut

    (Rahayu et al. 1992):

    a) Daya osmotik larutan garam menarik air keluar jaringan daging ikan

    sehingga kekurangan air bagi kelangsungan aktivitas mikroba dan enzim.

    Selain itu, penggaraman dapat menyebabkan sel-sel mikroba mengalami

    plasmolisis, sehingga proses hidupnya terhambat dan mengakibatkan

    kematian.

    b) Perubahan-perubahan protein daging ikan dan inti sel bakteri dihambat

    karena penekanan kegiatan enzim oleh garam yang menyebabkan daging

    ikan lebih awet.

    c) Aksi bakteriostatik garam mencegah perkembangan dan membunuh bakteri

    pembusuk.

    Konsentrasi garam 4% dapat menghambat pertumbuhan bakteri

    Staphylococcus. Dalam proses fermentasi, Staphylococcus akan lebih resisten

    pada konsentrasi garam yang tinggi, sedangkan bakteri asam laktat relatif tidak

    dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi garam. Mikroba pembusuk Salmonella

    dan Escherichia coli yang dapat membahayakan manusia dapat dicegah

    pertumbuhannya pada kadar garam 10% sampai 12%. Pada kadar garam lebih

    dari 20% yang mampu tumbuh hanya mikroba halofilik, yang mempunyai

    aktivitas proteolitik (Pelczar dan Chan 1986).

    Kecukupan garam yang digunakan dalam fermentasi sangat berpengaruh

    terhadap produk akhir, karena meskipun mengurangi laju reaksi produksi

  • enzimatik, garam juga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan

    bakteri-bakteri pembusuk yang dapat menimbulkan bau yang tidak dikehendaki.

    Keamanan produk fermentasi ikan ini diperoleh dari kadar garamnya yang tinggi,

    meskipun suhu dan pH fermentasi berada pada kisaran suhu pertumbuhan

    berbagai mikroba yang tidak dikehendaki (Jay 1978).

    2.6 Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat merupakan bakteri laktat yang terlibat langsung pada

    pembuatan makanan dan minuman fermentasi. Bakteri asam laktat merupakan

    kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik

    di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. Bakteri ini

    juga menempel pada jasad hidup lain seperti tanaman, hewan, serta manusia.

    Asam laktat yang dihasilkan bakteri laktat dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4

    cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan

    makanan dan minuman.

    Kelompok bakteri ini menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil

    akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan akan

    menurunkan nilai pH, pada perlakuan garam 30% adalah yang paling cepat bila

    dibandingkan dengan perlakuan garam lainnya (Saono dan Winarno 1979).

    Penurunan pH tersebut cenderung lebih cepat sejalan dengan semakin

    meningkatnya konsentrasi garam yang digunakan, hal ini terjadi karena garam

    mampu menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan merangsang

    pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat.

    Bakteri asam laktat termasuk bakteri yang bersifat gram positif, tidak

    membentuk spora, toleran terhadap asam, dapat tumbuh dengan atau tanpa

    oksigen, memfermentasi gula menjadi asam laktat, tidak bergerak dan sebagian

    besar bersifat katalase negatif (Ingram 1975). Bakteri asam laktat termasuk famili

    Lactobacillaceace, yaitu Lactobacillus, dan famili Streptococcaceae, terutama

    Leuconostoc, Streptococcus, dan Pediococcus. Buckle et al. (1987) juga

    menyatakan jenis-jenis yang penting dari kelompok bakteri asam laktat adalah

    Lactobacillus, Streptococcus, Pediococcus, dan Leuconostoc.

    Bakteri Lactobacillus adalah bakteri asam laktat yang berbentuk batang

    yang panjang, bersifat anaerobik fakultatif, katalase negatif dan mempunyai

  • pertumbuhan optimum pada suhu 30 C sampai 35 C. Bakteri Lactobacillus

    dibedakan atas dua kelompok, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif.

    Spesies dari genus Lactobacillus yang tergolong homofermentatif meliputi

    L. acidophilus (fermentasi susu), L. bulgaricus (fermentasi yogurt), L. lactis,

    L. delbrueckii, dan L. thermophilus (bersifat termofilik) sedangkan yang tergolong

    heterofermentatif adalah L. plantarum (fermentasi daging), L. buchneri

    (fermentasi kecap), L. fermentum (fermentasi keju) dan L. brevis (fermentasi

    kecap dan sayuran), L. leichmanii, dan L. casei (Fardiaz 1992).

    Bakteri Lactobacillus umumnya paling tahan terhadap asam (masih dapat

    tumbuh pada pH 3,8), sehingga bakteri ini cenderung dominan pada akhir proses

    fermentasi asam laktat (Putro 1978). Sedangkan bakteri Leuconostoc

    mesenteroides dan Pediococcus sering terlihat pada awal fermentasi.

    Bakteri Streptococcus merupakan bakteri yang berbentuk bulat yang hidup

    secara berpasangan atau membentuk rantai pendek dan panjang. Bakteri ini

    bersifat homofermentatif, proteolitik dan biasanya lipolitik. Bakteri Streptococcus

    dibedakan atas empat grup berdasarkan sifat fisiologi dan sifat hemolitiknya,

    antara lain grup piogenik (S. pyogenes dan S. agalactiae), grup viridan

    (S. thermophilus dan S. bovis), grup laktat (S. lactis dan S. cremoris), dan grup

    enterokokus (S. faecalis dan S. durans). Suhu pertumbuhan optimum sebesar

    30C (Fardiaz 1992).

    Bakteri Pediococcus sering ditemukan pada fermentasi daging, susu dan

    sayuran. Pediococcus pada umumnya berbentuk tetrad, tetapi beberapa spesies

    lainnya berbentuk rantai pendek. Bakteri ini bersifat homofermentatif, yaitu

    memecah gula menjadi asam laktat sampai mencapai konsentrasi 0,5 0,9%, dan

    tumbuh baik pada konsentrasi garam mencapai 5,5%. Bakteri ini berbentuk bulat,

    bersifat katalase negatif dan mikroaerofilik. Beberapa spesies dari genus

    Pediococcus ini adalah P. cereviceae (kultur starter pada fermentasi sosis),

    P. pentosaeus, P. acidactili dan P. halophilicus yang dapat tumbuh pada

    konsentrasi NaCl 7% (Fardiaz 1992).

    Bakteri Leuconostoc merupakan jenis bakteri asam laktat yang bersifat

    heterofermentatif, yaitu memfermentasikan gula menjadi asam laktat, CO2, dan

    etanol atau asam asetat. Beberapa spesies dari genus Leuconostoc antara lain

  • adalah L. cremoris, L. dextranicum dan L. mesenteroides. Jenis bakteri

    L. cremoris dan L. dextranicum yang dapat memfermentasi asam sitrat menjadi

    diasetil yang digunakan dalam pembuatan keju untuk meningkatkan citarasa

    (Fardiaz 1992).

    2.7 Fermentasi Asam Laktat

    Fermentasi anaerob dihasilkan asam laktat yang dapat meghambat

    pertumbuhan mikroorganisme tertentu yang tidak dikehendaki. Pertumbuhan

    mikroorganisme yang merusak bahan pangan akan sangat terhambat oleh

    lingkungan yang keasamannya tinggi. Oleh karena itu, salah satu cara untuk

    mengawetkan bahan pangan adalah dengan menurunkan pH dari bahan pangan

    tersebut sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat terhambat (Karmas dan

    Harris 1989 diacu dalam Sinagabariang 1997).

    Gula sederhana yang digunakan untuk fermentasi asam laktat adalah

    dekstrosa, sukrosa, dan mannosa (Bacus dan Brown 1985 diacu dalam

    Sinagabariang 1997). Gula sederhana seperti dekstrosa dapat langsung digunakan

    oleh bakteri asam laktat dan 1% karbohidrat yang difermentasi dapat menurunkan

    1 unit pH.

    2.8 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi

    Faktor faktor yang mempengaruhi proses fermentasi diantaranya adalah

    (Potter 1978):

    a) Asam

    Makanan yang mengandung asam biasanya tahan lama, tetapi jika oksigen

    cukup jumlahnya dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus,

    maka daya awet asam tersebut menjadi hilang. Pada keadaan ini mikroba

    proteolitik dan lipolitik dapat berkembang biak menghasilkan senyawa yang

    berbau busuk.

    b) Alkohol

    Makanan dan minuman yang mengandung alkohol dapat tahan lama,

    tergantung dari konsentrasinya. Kandungan alkohol yang terbentuk selama

    fermentasi anggur tergantung pada kandungan gula dalam buah anggur, macam

    ragi, suhu fermentasi dan jumlah oksigen.

  • c) Penggunaan starter

    Fermentasi biasa juga dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang

    dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau

    dibekukan, tetapi adakalanya tidak menggunakan kultur murni, misalnya pada

    penggumpalan susu untuk pembuatan keju yang dilakukan dengan cara

    memasukkan susu asam yang telah menggumpal ke dalam cairan susu.

    d) Suhu

    Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroorganisme yang dominan

    dalam fermentasi. Jika kondisi asam yang dikehendaki telah tercapai maka suhu

    dapat dinaikkan untuk menghentikan fermentasi. Suhu yang optimum untuk

    proses fermentasi sekitar 25 C sampai 35 C.

    e) Kandungan oksigen

    Kandungan oksigen dalam fermentasi akan mempengaruhi pertumbuhan

    optimum mikroba tertentu, misalnya bakteri Acetobacter yang penting dalam

    pembuatan cuka adalah bakteri aerob (membutuhkan oksigen), sedangkan

    pertumbuhan ragi yang menghasilkan alkohol dari gula akan tumbuh lebih baik

    dalam keadaan anaerob.

    f) Garam

    Mikroba dapat dibedakan berdasarkan ketahanannya terhadap garam,

    misalnya mikroba pembentuk asam laktat dalam acar, sayur asin (sauerkraut),

    sosis dan lain-lain, biasanya toleran terhadap konsentrasi garam 10% sampai 18%.

    Beberapa mikroba proteolitik penyebab kebusukan tidak toleran pada konsentrasi

    garam 2,5% dan terutama tidak toleran pada kombinasi antara garam dan asam.

    2.9 Rusip Rusip merupakan produk makanan tradisional khas dari daerah

    Bangka Belitung berupa awetan ikan laut yang berukuran kecil terutama

    berbahan baku ikan teri yang diolah dengan cara fermentasi dengan penambahan

    garam dan gula aren dalam jumlah tertentu. Rusip dapat dikonsumsi secara

    langsung ataupun dengan penambahan bumbu bumbu tertentu untuk

    meningkatkan daya terimanya, seperti irisan bawang merah, cabai, dan perasan

    jeruk kunci (Winarno et al 2000). Secara umum rusip yang dihasilkan oleh

    masyrakat Belitung memiliki parameter yang secara deskriptif yaitu penampakan

  • ikan utuh mulai hancur keruh dan encer, warna abu-abu dan coklat, rasa asin dan

    asam, serta aroma amis dan asam yang merupakan ciri khas produk fermentasi.

    Tabel 3. Komposisi nilai gizi rusip dalam 1000 g.

    Kandungan Gizi Nilai Satuan

    Energi 113,2 Kkal

    Protein 17,1 g

    Lemak 4,5 g

    Kalsium 20,0 g

    Fosfor 200,5 g

    Fe 1 mg

    Vitamin A 150 RE

    Vitamin B1 0,05 mg

    Sumber : Winarno et al (2000)

  • 3. METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2007 sampai Oktober 2007

    bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia

    Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan

    Ilmu Kelautan serta Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan

    Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    3.2 Bahan dan Alat

    Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan teri (Stolephorus

    sp.). Bahan pembantu yang digunakan adalah garam dan gula aren. Bahan yang

    digunakan untuk analisis adalah Plate Count Agar (PCA), K2C03, H2SO4 pekat,

    NaOH, H3BO3 2%, HCl 0,1 N, HCl 0,02 N, fenolftalin 1%, potassium khromat

    5%, AgNO3 0,1 N, aquades, NaCl 50%, NaSO4, CuSO4, garam fisiologis, dan

    TCA 7%.

    Alat-alat yang digunakan adalah botol sebagai wadah untuk pembuatan

    rusip, inkubator, gelas ukur, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volumetrik, labu

    erlenmeyer, cawan petri, cawan conway, timbangan elektrik, timbangan digital,

    pH meter, kertas saring, pengaduk, oven, desikator, labu Kjeldahl, tanur,

    erlenmeyer, sentrifuge, dan kondensor.

    3.3 Prosedur Kerja

    Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu: (1) analisis bahan baku,

    dan (2) analisis rusip selama fermentasi 28 hari.

    3.3.1 Analisis bahan baku

    Pada tahap ini analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat, TPC, dan

    TVB dari ikan teri yang digunakan.

    3.3.2 Pembuatan rusip

    Proses fermentasi rusip ikan adalah sebagai berikut: setelah ikan teri dicuci

    bersih dan ditiriskan kemudian diberi perlakuan penambahan garam dengan

    konsentrasi 7,5%, 10%, 12,5% dan 15% dari berat ikan, lalu diaduk hingga rata.

    Setelah itu ditambahkan gula aren dengan konsentrasi 5% dari berat ikan,

  • kemudian diaduk hingga rata. Setelah itu produk tersebut dimasukkan ke dalam

    botol, ditutup plastik dan diikat menggunakan karet gelang. Pemeraman

    dilakukan pada suhu ruang selama 28 hari. Analisis terhadap produk dilakukan

    pada hari ke-7, 14, 21 dan 28. Adapun analisis yang dilakukan adalah proksimat,

    total plate count (TPC), total asam laktat, pH, NaCl dan organoleptik. Proses

    pembuatan rusip secara tradisional dapat dilihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan rusip secara tradisional

    3.4 Prosedur Analisis

    Analisis yang dilakukan terhadap rusip yaitu proksimat, total plate count

    (TPC), total asam laktat, pH, NaCl dan uji organoleptik.

    Pembersihan dan Pencucian

    Penambahan Garam 7,5%, 10%, 12,5%, dan 15% (b/b)

    Penambahan Gula Merah 5% (b/b)

    Pengadukan

    Penyimpanan dalam botol tertutup

    Pengadukan

    Pemeraman selama 28 hari

    Ikan Teri Segar

    Rusip

  • 3.4.1 Analisis proksimat

    Analisis proksimat yang dilakukan adalah:

    a) Kadar air (AOAC 1995)

    Prosedur penentuan kadar air adalah sebagai berikut:

    1) Sampel yang sudah homogen ditimbang 5 gram dan diletakkan di dalam

    cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya, dimana cawan dan tutupnya

    sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator.

    2) Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven

    dengan suhu 100 C selama 5 jam atau sampai beratnya konstan.

    3) Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan

    ditimbang.

    Kadar air ditentukan dengan rumus:

    b) Kadar abu (AOAC 1995)

    Kadar abu ditentukan dengan prosedur sebagai berikut:

    1) Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah

    ditimbang dan dibakar di dalam tanur serta didinginkan dalam desikator.

    2) Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan

    dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Suhu pemanasan

    dinaikkan secara bertahap hingga mencapai 550 C dan dibiarkan selama 1

    jam.

    3) Setelah suhu tungku pengabuan turun sekitar 200C, cawan yang berisi abu

    tersebut didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan kemudian

    ditimbang beratnya.

    Kadar abu ditentukan dengan rumus:

    %100(g)contoh berat

    (g) keringcontoh berat - (g)contoh berat (%)air Kadar =

    % 100 (g) sampelberat

    (g)abu berat (%)abu Kadar =

  • c) Kadar protein (AOAC 1995)

    Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikrokjeldahl, dengan

    prosedur sebagai berikut:

    1) Sampel ditimbang sebanyak 0,1 gram dimasukkan dalam labu kjeldahl 30

    ml.

    2) Selanjutnya ditambahkan K2SO4 (1,9 g), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta

    beberapa tablet kjeldahl.

    3) Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 11,5 jam) kemudian

    didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi.

    4) Setelah itu labu dibilas dengan air sebanyak 56 kali dan air bilasan tersebut

    dimasukkan dibawah kondensor dengan ujung kondensor terendam

    didalamnya.

    5) Di dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml.

    Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dengan erlenmeyer berisi

    larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2 % dalam

    alkohol dan metilen blue 0,2 % dalam alkohol dengan perbandingan 2:1)

    yang ada dibawah kondensor.

    6) Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang

    bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer.

    7) Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi

    merah muda atau pink. Kadar protein ditentukan dengan rumus:

    d) Kadar lemak (AOAC 1995)

    Penentuan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi

    soxhlet. Cara penentuannya adalah:

    1) Diletakkan 5 g sampel yang sudah dibungkus dengan kertas saring di dalam

    alat soxhlet, kemudian 50 ml pelarut dietil eter dituang ke dalam labu lemak.

    (ml HCl - ml HCl blanko) 0,1 N HCl 14,007% N 100 %mg sampel

    Kadar protein % N 6,25

    =

    =

  • 2) Selanjutnya direfluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun

    kembali ke labu lemak berwarna jernih.

    3) Pelarut yang ada di labu lemak tersebut didestilasi, labu yang berisi hasil

    ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100 C selama 60 menit.

    4) Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai

    memperoleh berat yang konstan.

    Kadar lemak ditentukan dengan rumus:

    3.4.2 Total plate count (TPC) (Fardiaz 1989)

    Penentuan nilai TPC dilakukan dengan menggunakan metode cawan dengan

    cara tuang (Fardiaz 1989). Prosedur kerja pemupukan mikroba adalah sebagai

    berikut:

    1) Sebanyak 1 ml contoh dilarutkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis

    steril sehingga didapatkan pengenceran 10-1.

    2) Larutan tersebut dipipet 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam botol yang

    berisi 9 ml larutan fisiologis steril untuk mendapatkan pengenceran 10-2,

    demikian seterusnya sampai pengenceran 10-4.

    3) Masing-masing pengenceran dipipet 1 ml dan dipindahkan ke dalam cawan

    petri steril. Setiap pengenceran dipindahkan ke dalam 2 cawan petri steril

    (duplo).

    4) Kemudian ke dalam setiap cawan petri ditambahkan 15 ml PCA (plate count

    agar) dan cawan petri digoyang-goyang supaya media PCA (plate count

    agar) merata.

    5) Setelah media PCA membeku cawan petri disimpan dengan posisi terbalik

    di dalam inkubator pada suhu 37 C selama 48 jam

    Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai

    koloni bakteri antara 30-300. Untuk menghitung jumlah koloni digunakan rumus

    sebagai berikut:

    % 100 (g) sampelberat (g)lemak berat (%)lemak Kadar =

  • Keterangan : fp = faktor pengenceran

    3.4.3 Total asam laktat (APHA 1992)

    Total asam: 10 ml sampel ditambah 2-3 tetes indikator fenolftalin 1%

    kemudian dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N sampai titik akhir titrasi

    tercapai, yaitu terbentuk warna merah muda tetap. Total asam dihitung sebagai

    persen asam laktat dengan rumus sebagai berikut:

    Keterangan : A = ml NaOH 0,01N B = Normalitas NaOH C = Bobot Sampel

    3.4.4 Pengukuran pH (Apriyantono et al. 1989)

    Penentuan pH dapat dilakukan sebagai berikut:

    a) pH meter dikalibrasi terlebih dulu dengan buffer standar pH 4 dan 7.

    Stabilisasi pH meter dilakukan selama 15-30 menit.

    b) Setelah itu elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan.

    c) Sampel sebanyak 10 ml dilarutkan dengan 50 ml aquades.

    d) Kemudian elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan pengukuran

    pH dapat dimulai.

    e) Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan

    yang stabil, kemudian pH sampel dicatat.

    3.4.5 Kadar garam (NaCl) (Apriyantono et al. 1989)

    Penetapan kadar garam sampel dilakukan dengan metode Modifikasi Mohr,

    yaitu:

    a) Sebanyak 5 g sampel diabukan seperti pada cara penetapan kadar abu.

    b) Kemudian abu tersebut dicuci dengan 5 ml aquades lalu ditambahkan 1 ml

    larutan potassium khromat 5%.

    1Jumlah koloni per gram = jumlah koloni per cawan x fp

    A x B x 0,009Kadar asam laktat (%) 100 %C

    =

  • c) Selanjutnya larutan sampel dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3)

    0,1 N.

    d) Titik akhir titrasi ditandai dengan warna orange atau jingga yang pertama

    pada larutan.

    Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar NaCl yaitu:

    3.4.6 Penetapan Total Volatile Base (TVB) (AOAC 1995)

    Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan

    senyawa-senyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip

    dari analisis TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amin,

    mono-, di-, dan trimetilamin) pada suhu kamar selama 24 jam. Senyawa tersebut

    kemudian diikat oleh asam borat..

    Penentuan TVB dilakukan menggunakan sisitem Kjeldhal, dimana sample

    ikan dihancurkan dengan menggunakan blender. Kemudian ditambahkan 200 ml

    larutan TCA 7% dan diaduk samapai homogen. Cairan sampel ikan dipisahkan

    dari larutan TCA denagn cara penyaringan menggunakan kertas saring. Cairan

    sampel ikan yang telah disaring kemudian disentrifuse sehingga di dapatkan

    ekstrak sampel ikan. Ekstraksampel ikan dimasukkan ke dalam alat destilasi

    Kjeldhal semimikro sebanyak 5 ml dan ditambahkan 5 ml NaOH 2 M. Destilasi

    dilakukan dimana destilat dilarutkan dengan 15 ml HCl 0,01 M standar. Indikator

    merah fenol sebanyak 2 tetes ditambahkan ke dalam destilat hingga larutan

    berwarna merah muda (pink) yang kemudian dilakukan titrasi dengan NaOH

    0,01 M standar sampai mencapai titik akhir (warna menjadi hijau). Perhitungan

    nilai TVB:

    Keterangan : 14 = Bobot atom N

    V1 = Volume NaOH 0.01 M yang dibutuhkan untuk titrasi sampel M = Berat sampel (g) W = Jumlah air yang adadalam bahan

    % 100 sampelberat mg

    10 58,5 AgNO Normalitas Titer (%) NaClKadar 3

    =

    ( ) ( ) ( )114 300+W x 15-V x0.01 100TVB mgN % = x5 M

  • 3.4.7 Uji organoleptik

    Uji organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subjektif dengan

    menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk daya penerimaan terhadap

    makanan (Soekarto 1981). Uji organoleptik dilakukan berdasarkan score sheet.

    Kriteria yang dinilai adalah penampakan, rasa, warna dan aroma rusip ikan.

    Bahan disajikan secara acak dengan kode-kode tertentu dan dinilai oleh panelis.

    Panelis yang menilai sebanyak 30 orang. Kriteria penilaian rusip ikan adalah

    menggunakan angka skala hedonik yaitu sangat suka (7), suka (6), agak suka (5),

    netral (4), agak tidak suka (3), tidak suka (2), sangat tidak suka (1) (Soekarto

    1985).

    3.5 Analisis data

    Data yang diperoleh dari uji organoleptik dianalisis dengan menggunakan

    statistik non parametrik dengan metode uji Kruskal-Wallis dan apabila berbeda

    nyata dilakukan uji lanjut Multiple Comparison (Steel dan Torrie 1993).

    Perhitungan uji Kruskal-Wallis (Steel dan Torrie, 1993) dengan rumus sebagai

    berikut:

    H = 212 3( 1)

    ( 1)i

    i

    R nn n n

    + +

    H = Pembagi

    H Pembagi = 1 - )1()1( +

    nnn

    T

    Keterangan: ni = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i n = Jumlah data Ri = Jumlah rangking dalam perlakuan ke-i T = Banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok H = H terkoreksi

    Perhitungan uji Multiple Comparison (Steel dan Torrie, 1993):

    Ri Rj >< Z/2p 6

    )1( kN +

  • Keterangan: Ri = Rata-rata rangking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata rangking perlakuan ke-j

    k = Banyaknya ulangan N = Jumlah total data

    Untuk data yang bersifat objektif (pH, kadar garam, total asam laktat, TPC,

    kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak) dianalisis dengan

    menggunakan rancangan percobaan. Rancangan percobaan yang digunakan

    adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan 2 kali ulangan. Perlakuan

    pada penelitian ini terdiri dari 2 faktor percobaan yaitu :

    a) Faktor A adalah lamanya waktu pemeraman yang dilakukan yaitu hari ke-7,

    14, 21, dan 28.

    b) Faktor B adalah konsentrasi garam yang digunakan yaitu 7,5%, 10%, 12,5%

    dan 15%.

    Menurut Mattjik (2002), model umum rancangan yang digunakan adalah

    ijk i j ij ijkY = + A + B + (AB) +

    Keterangan : Yijk = respon pengaruh perlakuan faktor A pada taraf i dan perlakuan

    faktor B pada taraf j ulangan ke-k = pengaruh rata-rata umum. Ai = pengaruh perlakuan faktor A pada taraf i. Bj = pengaruh perlakuan faktor B pada taraf j. (AB)ij = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dengan perlakuan

    faktor B ke-j. = pengaruh acak (galat percobaan).

    Analisis data menggunakan analisis ragam pada taraf beda nyata (p

  • 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Analisis Tingkat Kesegaran Bahan Baku

    Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang busuk dan ikan

    yang baik kualitasnya. Ikan masih segar jika perubahan-perubahan biokimia,

    mikrobiologi dan fisika yang terjadi belum menyebabkan kerusakan pada ikan

    (Ilyas 1983). Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat yang sama

    seperti ikan yang masih hidup, baik berupa rasa, bau maupun teksturnya (Afrianto

    dan Liviawaty 1991).

    Parameter untuk melihat kesegaran ikan terdiri dari parameter fisika, kimia

    dan mikrobiologi. Parameter mikrobiologi dianalisis dengan uji jumlah total

    mikroba (TPC). Parameter kimia meliputi uji proksimat, TVB, dan pH daging

    ikan. Hasil analisis ikan teri (Stolephorus sp.) berdasarkan parameter kimia dan

    mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Hasil analisis ikan teri berdasarkan parameter kimia dan

    mikrobiologi

    Komponen Nilai Standar Kesegaran

    TPC (koloni/ml) 8,3 x 104 0,411 < 5 X 105

    pH 6,73 0,017 > 6,2

    TVB (mg N/100g) 28,29 0,034 < 30

    Kadar air (%) 75,72 0,029 72 80

    Kadar abu (%) 2,38 0,023 1 4

    Kadar lemak (%) 1,24 0,037 0,1 22

    Kadar protein (%) 18,83 0,048 15 20

    Nilai total bakteri (TPC) adalah sebesar 8,3 x 104 koloni/g. Hasil tersebut

    menunjukkan bahwa ikan teri yang digunakan untuk membuat rusip dikategorikan

    masih segar karena memiliki total bakteri lebih rendah dari 106 koloni/ml per

    gram daging. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu et al. (1992), ikan

    dikatakan busuk bila jumlah bakteri seluruhnya (TPC atau Total Plate Count)

    sudah mencapai 105-106 koloni/g. Selain itu, menurut Ockermann (1984) diacu

  • dalam Menajang (1988), ikan yang akan digunakan untuk pengolahan lebih lanjut

    harus memiliki log nilai total bakteri berkisar 5.49901,7317, sedangkan menurut

    SNI-2729-1992 nilai total bakteri ikan segar maksimal sebesar 5x105 koloni/g.

    Nilai pH yang didapatkan dari hasil pengukuran pH adalah sebesar 6,73.

    Hal ini menunjukkan bahwa keadaan pH ikan teri masih mendekati pH alkali (7,0)

    yaitu pH daging ikan ketika masih hidup. Umumnya ikan yang baru ditangkap,

    memiliki pH alkali (pH 7,0) dan kemudian mencapai pH terendah sekitar 5,8-6,2,

    pada saat terjadinya fase rigor mortis. Penurunan pH disebabkan oleh

    menumpuknya asam laktat dari penguraian glikogen (glikolisis). Penurunan pH

    dapat menekan aktivitas mikroba sehingga memperlambat proses pembusukan

    (Rahayu et al. 1992). Pada nilai pH 6,15 dapat diduga jenis mikroba yang ada

    pada bahan pangan adalah bakteri Pseudomonas, Escherichia, Proteus, Bacillus

    dan Clostridium perfringens (Syarief dan Halid 1983). Mikroorganisme yang

    bisa tumbuh dengan kondisi pH 6,15 adalah bakteri dan kapang. Sebagian besar

    mikroorganisme dapat tumbuh pada pH 6,0-8,0. Bakteri mempunyai pH optimum

    pertumbuhan sebesar 6,5-7,5, sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan kapang

    adalah 4,0-6,5 (Pelczar dan Chan 1986).

    Nilai TVB adalah salah satu parameter penentuan kesegaran ikan yang

    dilakukan secara kimia. Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-

    senyawa volatil yang terbentuk karena penguraian asam-asam amino yang

    terdapat dalam daging ikan (Hadiwiyoto 1993). Nilai analisis TVB adalah sebesar

    28,29 mg N/100g. Hasil ini menunjukkan bahwa TVB ikan teri yang digunakan

    memenuhi persyaratan kesegaran ikan, karena memiliki nilai TVB kurang dari

    30 mg N/100g. Hal ini sesuai dengan pernyataan Farber (1965) bahwa ikan masih

    bisa dikonsumsi apabila mempunyai nilai TVB antara 20-30 mg N/100g.

    Menurut Direktorat jendral Perikanan nilai TVB maksimum untuk ikan segar

    yaitu 30 mg N/100g. Meningkatnya nilai TVB disebabkan oleh pembusukan

    akibat aktivitas mikroba dengan menghasilkan senyawa yaitu amine dan ammonia

    yang bersifat volatil.

    Hasil analisis kadar air pada ikan teri adalah sebesar 73,91%. Nilai kadar air

    bahan baku yang digunakan cukup baik, dimana kadar air ikan air laut berkisar

    antara 72%-80% (Stansby 1963). Umumnya derajat kesegaran bahan pangan

  • mempunyai hubungan dengan air yang dikandungnya. Kadar air yang cukup

    besar pada ikan teri, memungkinkan tumbuhnya bakteri. Air merupakan

    kebutuhan pokok bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri menyerap makanannya

    dalam bentuk larutan (Murniyati dan Sunarman 2000).

    Hasil analisis kadar abu adalah sebesar 2,38%. Hal ini menunjukkan bahwa

    ikan teri mengandung mineral sebesar 2,38%. Mineral yang terkandung dalam

    tubuh ikan diantaranya Ca, K, N, Mg, S dan Cl. Ikan juga mengandung vitamin A,

    B, C, D dan E (Rahayu et al. 1992). Nilai kadar abu bahan baku yang digunakan

    cukup baik, dimana kadar abu ikan air laut berkisar antara 1%-4% (Stansby 1963)

    Kadar lemak yang didapatkan dari analisis proksimat ikan teri adalah

    sebesar 1,24%. Nilai kadar lemak ini sesuai dengan pernyataan Suzuki (1981)

    bahwa kandungan lemak pada ikan umumnya sebesar 0,122 %. Perbedaan kadar

    lemak disebabkan oleh perbedaan musim dan tingkat kematangan seksual

    (Rahayu et al. 1992).

    Kadar protein dari hasil analisis proksimat ikan teri adalah sebesar 18,83%.

    Tingginya protein pada ikan teri disebabkan karena hampir semua bagian dalam

    tubuh ikan mengandung protein. Selain pada daging ikan, protein terdapat juga

    pada sirip, kulit, darah, pigmen otot, sel-sel hati, ginjal serta bagian-bagian isi

    perut dari ikan hampir seluruhnya adalah berisi protein (Ilyas 1983).

    Berdasarkan kandungan protein dan lemaknya, Rahayu et al. (1992), ikan

    dapat digolongkan dalam 5 tipe, sebagaimana tercantum pada Tabel 5.

    Tabel 5. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya

    Kandungan Tipe Kategori

    Protein (%) Lemak (%)

    A Protein tinggi, lemak rendah 15-20 20

  • Berdasarkan Tabel 5, dapat disimpulkan ikan teri yang digunakan pada

    penelitian ini termasuk dalam tipe A yaitu mempunyai kandungan protein tinggi

    sebesar 18,83% (15%-20%) dan lemaknya rendah yaitu sebesar 1,24% (

  • produk. Selama pemeraman, asam laktat diproduksi oleh bakteri asam laktat yang

    berperan dalam proses fermentasi sehingga pH produk menurun

    (Bertoldi et al. 2002). Selama proses fermentasi bakteri yang paling banyak

    tumbuh adalah bakteri asam laktat dan sisanya bakteri-bakteri halofilik lain yang

    tahan terhadap kadar garam tinggi. Menurut Buckle et al. (1987),

    mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi adalah bakteri pembentuk asam

    laktat, bakteri pembentuk asam propionat, bakteri pembentuk asam asetat,

    beberapa jenis khamir dan kapang.

    Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa bakteri asam laktat akan mengubah

    gula menjadi asam laktat, asam-asam volatile, alkohol, dan ester yang dapat

    menurunkan pH produk. Pada pH dibawah 5 dan diatas 8,5 bakteri tidak dapat

    tumbuh dengan baik, kecuali bakteri asam laktat (Acinetobacter suboksidans) dan

    bakteri sulfur (Fardiaz 1992). Dengan pH rendah maka pertumbuhan mikroba

    patogen dan pembusuk dapat dihambat karena terbentuknya ion-ion hidrogen

    dalam konsentrasi yang tinggi menyebabkan ketidakstabilan pada membran dan

    meningkatkan permeabilitas membran (Rose 1982). Selain karena adanya

    aktifitas bakteri asam laktat, penurunan nilai pH juga disebabkan oleh adanya

    glikogen yang terdapat dalam tubuh ikan yang akan terurai menjadi asam laktat

    (Ilyas 1972).

    Pada Gambar 3 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi garam yang

    digunakan maka semakin rendah nilai pH. Penurunan pH tersebut disebabkan

    oleh adanya sejumlah besar asam laktat yang diproduksi oleh bakteri asam laktat

    dalam metabolismenya sehingga pH media menjadi asam dan tidak sesuai untuk

    mikroorganisme lainnya (Saono dan Winarno 1979).

    Menurut Tedja (1979), penambahan garam pada produk fermentasi asam

    laktat akan berpengaruh terhadap perubahan pH, total asam laktat dan TVB. Laju

    penurunan pH akan lebih cepat pada penambahan garam dengan konsentrasi 10%

    dan pH dapat turun menjadi 4,6 4,8. Demikian juga dengan kandungan total

    asam laktat dan laju kenaikan asam tertinggi terjadi pada rusip dengan

    penambahan garam 10%.

    Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi garam, waktu

    pemeraman dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai pH

  • dari rusip. Uji lanjut Tukey terhadap nilai pH pada rusip menunjukkan adanya

    perbedaan nyata antara perlakuan konsentrasi garam dan waktu pemeraman.

    Hasil uji lanjut Tukey terhadap pH pada rusip dapat dilihat pada Tabel 6 dan

    Lampiran 1.

    Tabel 6. Hasil uji lanjut Tukey terhadap pH rusip

    Konsentrasi garam (%) Waktu fermentasi (hari)

    7,5% 10% 12,5% 15%

    0 h h h h

    7 g ef de de

    14 f de d bc

    21 ef c bc ab

    28 d c bc a

    Keterangan : Huruf-huruf yang sama pada kolom menunjukkan bahwa

    interaksi antara masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata, misalnya nilai pH

    dari rusip dengan konsentrasi garam 7,5% pada hari ke-21 tidak berbeda nyata

    terhadap pH dari rusip dengan konsentrasi garam 10% pada hari ke-7. Sedangkan

    untuk huruf-huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan bahwa interaksi antara

    masing-masing perlakuan berbeda nyata, misalnya nilai pH dari rusip dengan

    konsentrasi garam 7,5% pada hari ke-7 berbeda nyata terhadap pH dari rusip

    dengan konsentrasi garam 15% pada hari ke-28.

    4.2.2 Kadar Garam (NaCl)

    Garam dalam proses fermentasi berperan sebagai penyeleksi organisme

    karena dapat mengontrol pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dan

    menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen

    (Rahayu et al. 1992). Perubahan nilai kadar garam rusip pada pemeraman selama

    28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.

    Berdasarkan Gambar 4, nilai kadar garam awal (campuran antara ikan teri,

    garam dan gula aren) dengan berbagai perlakuan berkisar antara 0,47% sampai

    0,55% dan pada hari ke-7 (setelah produk menjadi rusip), nilai kadar garam rusip

    ini mengalami peningkatan menjadi 6,35% sampai 10,30%. Peningkatan kadar

  • garam rusip pada semua perlakuan karena pada hari ke-0 garam yang digunakan

    belum masuk ke dalam daging ikan. Mekanisme masuknya garam ke dalam

    daging ikan dibagi tiga tahap, yaitu: a) Terjadi tekanan osmosis yang tinggi pada

    ikan dan garam akan menggantikan kedudukan air dalam tubuh ikan, b) Tekanan

    osmotik masih berpengaruh walaupun mengalami penurunan serta terjadi

    perpindahan garam ke dalam tubuh ikan walaupun sedikit, c) Terjadi

    keseimbangan antara larutan garam dalam cairan sel pada tubuh ikan dan larutan

    garam di sekitar tubuh ikan (Voskresensky 1965).

    0

    4

    8

    12

    0 7 14 21 28

    Waktu fermentasi (hari)

    Kad

    ar g

    aram

    (%)

    7,5%10%12,5%15%

    Gambar 4. Grafik nilai kadar garam rusip.

    Kemudian pada hari ke-14, nilai kadar garam pada semua perlakuan turun

    menjadi 9,04% sampai 4,40%. Nilai kadar garam ini terus menurun hingga hari

    ke-28 (7,90% sampai 3,95%). Penurunan nilai kadar garam (NaCl) ini

    diakibatkan pecahnya senyawa kompleks NaCl menjadi molekul-molekul

    penyusunnya yaitu ion Na+ dan Cl-. Ion Na+ sangat dibutuhkan oleh bakteri asam

    laktat sebagai salah satu faktor pertumbuhannya. Pada dasarnya, membran sel

    dari bakteri asam laktat sebagian besar terdiri atas rangkaian protein golongan

    asam amino nonpolar yang banyak mengandung ion-ion K+ yang berfungsi

    mencegah terpecahnya struktur protein dalam membran. Ion-ion Na+ dari garam

    berfungsi sebagai substitusi ion-ion K+ bakteri ini ketika terjadi difusi

    (Tedja 1979).

  • Zaitsev et al. (1969) menyatakan bahwa secara umum garam terdiri atas

    39,39% Na dan 60,69% Cl dengan kristal berbentuk kubus dan berwarna putih.

    Garam digunakan sebagai bahan pemberi rasa dan penyeleksi mikroba yang

    tumbuh serta sebagai bahan pengawet. Garam juga digunakan sebagai pengawet

    karena mempunyai tekanan osmotik tinggi, sehingga dapat menyebabkan

    terjadinya proses osmose dalam daging ikan dan pada sel-sel mikroorganisme.

    NaCl bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air dari bahan yang

    menyebabkan aw bahan menjadi turun. Selain itu, NaCl dapat mengurangi

    kelarutan oksigen sehingga mikroba aerob dapat dicegah pertumbuhannya

    (Sukamto 1999).

    Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi garam yang

    digunakan maka semakin tinggi kadar garam yang terdapat pada rusip. Hal ini

    disebabkan oleh jumlah garam yang digunakan berbeda untuk setiap

    perlakuannya. Semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan dalam

    pembuatan rusip maka semakin tinggi kadar garam dari rusip tersebut.

    Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi garam, waktu

    pemeraman dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai kadar

    garam dari rusip. Uji lanjut Tukey terhadap kadar garam pada rusip menunjukkan

    adanya perbedaan nyata antara perlakuan konsentrasi garam dan waktu

    pemeraman. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar garam pada rusip dapat dilihat

    pada Tabel 7 dan Lampiran 2.

    Tabel 7. Hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar garam rusip

    Konsentrasi garam (%) Waktu fermentasi (hari)

    7,5% 10% 12,5% 15%

    0 a a a a

    7 f ij k l

    14 c g j k

    21 bc e g hi

    28 b d g h

  • Keterangan : Huruf-huruf yang sama pada kolom menunjukkan bahwa

    interaksi antara masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata, misalnya kadar

    garam dari rusip dengan konsentrasi garam 10% pada hari ke-7 tidak berbeda

    nyata terhadap kadar garam dari rusip dengan konsentrasi garam 15% pada hari

    ke-21. Sedangkan untuk huruf-huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan

    bahwa interaksi antara masing-masing perlakuan berbeda nyata, misalnya kadar

    garam dari rusip dengan konsentrasi garam 7,5% pada hari ke-7 berbeda nyata

    terhadap kadar garam dari rusip dengan konsentrasi garam 15% pada hari ke-28.

    4.2.3 Total Asam Laktat

    Fermentasi asam laktat merupakan suatu metode pengawetan ikan karena

    penurunan pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogenik

    disamping menghasilkan flavor dan cita rasa yang disukai konsumen

    (Buckle et al. 1985 diacu dalam Atika 1990). Fermentasi yang berlangsung

    adalah fermentasi laktat karena terbentuknya asam-asam laktat. Total asam laktat

    diproduksi oleh bakteri asam laktat yang berperan dalam proses fermentasi dan

    mengakibatkan penurunan pH produk (Bertoldi et al. 2004). Bakteri asam laktat

    sangat berperan penting dalam fermentasi. Sifat terpenting dari bakteri asam

    laktat adalah kemampuannya untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat

    (Fardiaz 1992). Perubahan nilai total asam laktat rusip selama pemeraman selama

    28 hari dapat dilihat pada Gambar 5.

    0

    1

    2

    3

    4

    0 7 14 21 28

    Waktu fermentasi (hari)

    Kad

    ar a

    sam

    lakt

    at (%

    )

    7,5%10%12,5%15%

    Gambar 5. Grafik nilai total asam laktat rusip.

  • Berdasarkan Gambar 5, nilai total asam laktat awal (campuran antara ikan

    teri, garam dan gula aren) dengan berbagai perlakuan adalah berkisar antara

    0,89% sampai 0,96%. Nilai total asam laktat produk rusip dengan konsentrasi

    garam 7,5% pada hari ke-7 sampai ke-28 terus mengalami peningkatan dari

    1,85% menjadi 2,45%. Nilai total asam laktat produk rusip dengan konsentrasi

    garam 10% mengalami peningkatan dari hari ke-7 sampai ke-28 dari 2,13%

    menjadi 2,97%. Total asam laktat produk rusip dengan konsentrasi garam 12,5%

    mengalami peningkatan pada hari ke-7 sampai ke-28 dari 2,18% menjadi 3,08%.

    Begitu pula pada total asam laktat produk rusip dengan konsentrasi garam 15%

    mengalami peningkatan pada hari ke-7 sampai ke-28 yaitu dari 2,34% menjadi

    3,19%.

    Meningkatnya total asam laktat mulai hari ke-7 sampai ke-28 pada semua

    perlakuan terjadi karena akumulasi asam laktat yang di produksi oleh bakteri

    asam laktat. Bakteri asam laktat akan mengubah karbohidrat menjadi asam laktat

    dalam kondisi anaerob. Menurut Stanton (1968) diacu dalam Atika (1990), proses

    ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pada tahap awal, zat pati dari sumber

    karbohidrat akan dihidrolisa menjadi malt oleh dan amylase lalu molekul

    maltosa ini akan dipecah menjadi glukosa oleh maltosa. Pada tahap terakhir

    bakteri asam laktat akan mengubah glukosa menjadi asam laktat dan sejumlah

    kecil bahan lainnya yaitu asam asetat dan alkohol. Ikan hanya mengandung

    sedikit karbohidrat dan penambahan karbohidrat akan digunakan oleh bakteri

    asam laktat tersebut sebagai sumber energinya. Penambahan karbohidrat akan

    membuat lingkungan yang baik bagi pertumbuhan bakteri asam laktat

    (Mackie et al. 1971 diacu dalam Atika 1990).

    Selama fermentasi ikan, karbohidrat akan diuraikan menjadi senyawa-

    senyawa yang sederhana seperti asam laktat, asam asetat, asam propionat dan etil

    alkohol. Senyawa-senyawa ini yang menyebabkan rasa asam pada produk dan

    dapat berfungsi sebagai bahan pengawet (Rahayu et al. 1992). Dengan

    bertambahnya waktu inkubasi maka jumlah asam laktat yang dihasilkan akan

    meningkat dan pH akan semakin menur