TINGKAT IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL …repository.fisip-untirta.ac.id/1233/1/SKRIPSI...
Transcript of TINGKAT IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL …repository.fisip-untirta.ac.id/1233/1/SKRIPSI...
TINGKAT IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI TAHUN 2007 DAN 2009 DI KELURAHAN KETAPANG
KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
NURMALASARI
NIM. 061492
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG
2011
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Nurmalasari
NIM : 061492
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 08 Mei 1988
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Tingkat Implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan
Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang adalah hasil karya saya sendiri,
dan seluruh sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan
dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur
plagiat, maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.
Serang, Januari 2011 Materai Rp.6.000
Nurmalasari
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama : NURMALASARI
NIM : 061492
Judul Skripsi : TINGKAT IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM)
MANDIRI TAHUN 2007 DAN 2009 DI
KELURAHAN KETAPANG KECAMATAN
CIPONDOH KOTA TANGERANG
Serang, Januari 2011 Skripsi ini Telah Disetujui untuk Diujikan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,
Dr. H. Asnawi Syarbini, MPA NIP. 195207261981031002
Dosen Pembimbing II,
Ipah Ema Jumiati, S.Ip, M.Si NIP. 197501312005012004
Mengetahui,
Dekan FISIP UNTIRTA
Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si. NIP. 196507042005011002
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Nama : NURMALASARI NIM : 061492 Judul Skripsi : TINGKAT IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI TAHUN 2007 DAN 2009 DI KELURAHAN KETAPANG KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG
Telah diuji di hadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi di Serang, tanggal 14 bulan Februari tahun 2011 dan dinyatakan LULUS.
Serang, Maret 2011
Ketua Penguji: Maulana Yusuf, S.Ip, M.Si (……………………) NIP. 197603192005011004 Anggota: Rahmawati, S.Sos, M.Si (……………………) NIP. 197905252005012001 Anggota: Ipah Ema Jumiati, S.Ip, M.Si (…….......……….....) NIP. 197501312005012004
Mengetahui, Dekan FISIP Untirta Ketua Program Studi Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si. Kandung Sapto N, S.Sos, M.Si. NIP. 196507042005011002 NIP. 19780918200501100
Mendapatkan yang Anda kejar adalah Kesuksesan Tapi mencintai perjalanan selama Anda berusaha
Mendapatkannya adalah Kebahagiaan
Skripsi ini kupersembahkan untuk: Kedua Orangtuaku dan kakakku tersayang
Terima kasih untuk menanti keberhasilanku
ABSTRAK
Nurmalasari, 061492, “Tingkat Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang,” Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Kata Kunci: Implementasi, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Fokus penelitian ini adalah tingkat implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar tingkat implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Teori yang digunakan adalah teori dari Van Metter dan Van Horn yang terdiri dari enam indikator, antara lain ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap dan kecenderungan para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan aktifitas pelaksana, dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat miskin sebagai penerima manfaat dari program PNPM Mandiri yaitu sebanyak 1.000 orang. Dengan menggunakan Tabel Issac dan Michael dengan tingkat kesalahan 5% maka sampel yang didapat adalah sebesar 258 orang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan Proportional Area Random Sampling. Untuk menganalisis data menggunakan uji hipotesis t-test satu sampel. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang masih kurang maksimal. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa angka t-hitung ≤ t-tabel ( -4,43 < 1,645) dan didukung dari hasil yang dicapai hanya 68,29% dari nilai yang diharapkan. Tingkat Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang menjadi kurang maksimal dikarenakan kurangnya sosialisasi, tidak adanya kegiatan ekonomi berupa pinjaman dana bergulir untuk mengembangkan usaha masyarakat, dan program ini hanya sebatas memberikan keterampilan dan pembinaan saja, tidak berkelanjutan. Sehingga peneliti memberikan saran agar pihak pelaksana dapat lebih teliti lagi dalam mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat, meningkatkan koordinasi dan komunikasi antara petugas/pelaksana dengan masyarakat, dan meningkatkan pengawasan oleh ketua BKM beserta anggotanya dalam pelaksanaan kegiatan.
ABSTRACT Nurmalasari, 061492, "Level Implementation of National Program of The Mandiri Peoples Empowerment of 2007 and 2009 in District Ketapang, Sub-District Cipondoh, Tangerang City," Public Administration Departement, Social and Politic Faculty, Sultan Ageng Tirtayasa University. Keywords: Implementation, PNPM Mandiri The research focus is the implementation of National Program of The Mandiri Peoples Empowerment of 2007 and 2009 in District Ketapang, Sub-District Cipondoh, Tangerang City. The research purpose is to find out how much the level of implementation of National Program of The Mandiri Peoples Empowerment of 2007 and 2009 in District Ketapang, Sub-District Cipondoh, Tangerang City. The theory used from Van Metter’s and Van Horn’s theory is composed of six indicators, such as size and policy objectives, resources, characteristics of the implementing agency, attitudes and trends of the executor, interorganization communication and implementing activities, and economic environment, social and political. The method used in this research is quantitative descriptive. The research subject is the poor as beneficiaries of PNPM Mandiri as many as 1,000 people. By using Table Issac and Michael with an error rate of 5% then the samples were obtained at 258 people. The sampling technique using Proportional Area Random Sampling. To analyze the data using hypothesis testing one sample t-test. Based on research results indicate that level implementation of National Program of The Mandiri Peoples Empowerment of 2007 and 2009 in District Ketapang, Sub-District Cipondoh, Tangerang City is still less than the maximum. The results show that t-count ≤ t-table (-4.43 <1.645) and supported from the results achieved only 68.29% of the expected value. Level Implementation of National Program of The Mandiri Peoples Empowerment of 2007 and 2009 in District Ketapang, Sub-District Cipondoh, Tangerang City of be less than the maximum because of the lack of socialization, absence of economic activity in the form of revolving loan funds to develop the business community, and the program is only limited to providing skills and coaching course, not sustainable. So the researcher gave suggestion for implementers to more closely identify the existing problems in society, improve coordination and communication between officers / implementers with the community, and improve supervision by the head of the BKM and their members in the implementation of activities.
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya yang telah diberikan kepada kita semua. Salawat serta salam
senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW
kepada Keluarga, Sahabat serta tak lupa juga kita yang senantiasa selalu istiqomah
dan ikhlas untuk menjadi umatnya.
Hasil penelitian yang selanjutnya dinamakan skripsi ini diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi
Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul “Tingkat Implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan
Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang”. Hasil Penelitian ini tentunya
tak lepas dari doa orang tua dan bantuan berbagai pihak yang selalu mendukung
peneliti secara moril dan materil. Maka dengan ketulusan hati, peneliti ingin
mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak sebagai
berikut:
1. Prof. Dr. Ir. Rahman Abdullah, M.Sc. selaku Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Rahmi Winangsih, S.Sos., M.Si, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Idi Dimyati, S.IKom, Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, Selaku Ketua Jurusan Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Rina Yulianti, S.Ip, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Dr. H. Asnawi Syarbini, MPA, selaku Pembimbing I Skripsi ini yang selalu
membimbing penulis dengan masukan yang bermanfaat.
9. Ipah Ema Jumiati, S.Ip, M.Si selaku Pembimbing II Skripsi ini yang selalu
membimbing penulis dengan masukan yang bermanfaat.
10. Semua Dosen dan staff TU Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
11. Semua Staff PNPM Mandiridi Kelurahan Ketapang, Bpk. Rusman selaku
Ketua BKM Sejahtera di Kelutahan Ketapang.
12. Untuk semua staff Kelurahan Ketapang, terima kasih atas bantuannya. Dan
teruntuk masyarakat kelurahan yang telah memberikan bantuannya untuk
kelancaran skripsi ini.
13. Kakakku tersayang Irfan Fauzi, terima kasih atas suportnya dan bantuan
materinya dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Untuk seluruh keluarga besarku terimakasih atas dukungan moril yang telah
diberikan walaupun tidak selalu bertemu namun melekat dihati.
15. Sahabat – sahabat ku tersayang dan teman seperjuangan suka duka,
terimakasih karena sedikit banyak kalian telah membantu aku dalam
pengerjaan Skripsi ini. Untuk teman-teman Brondols: Erwinda Eka Juwita,
Dewi Purnami, Reni Khaerani, Rifa’ Aulia Insani, Medina Fitriani, Widya
Rachmawati, Yunia Tri Astuti, Manda Lestari, Juniartati Siswati L, Anneke
Nainggolan, dan Martini Sunansah, serta kawan-kawan Mahasiswa Jurusan
Ilmu Administrasi Negara angkatan 2006, khususnya kelas B yang tidak
disebutkan satu persatu saya ucapkan terima kasih.
16. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, mulai dari teman
masa kecil hingga teman SMA yang telah memberikan perhatian, dukungan
dan mendoakan penulis, saya ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya.
Selain itu, peneliti menyadari pula banyaknya kekurangan dari apa yang
coba telah dipaparkan dan dibahas dalam penelitian ini. Maka dari itu peneliti
dengan segala keterbukaan, kerendahan hati, dan juga kelapangan dada bersedia
menerima segala masukan baik itu saran dan kritik yang dapat membangun
peneliti dalam melangkah dan memutuskan, serta membuat karya yang lebih baik
dan lebih bermanfaat lagi untuk kemudian hari.
Serang, Januari 2011
Nurmalasari NIM. 061492
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................ 10
1.3. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................ 11
1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................... 11
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................. 12
1.6. Sistematika Penulisan ............................................................. 13
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Deskripsi Teori ........................................................................ 18
2.1.1. Pengertian Kebijakan.................................................... 18
2.1.2. Pengertian Kebijakan Publik ........................................ 19
2.1.3. Pengertian Implementasi Kebijakan ............................ 22
2.1.4. Pengertian Pemberdayaan ............................................ 34
2.1.5. Pengertian Partisipasi ................................................... 40
2.1.6. Pengertian Kemiskinan ................................................ 44
2.2. Deskripsi PNPM Mandiri ......................................................... 47
2.3. Kerangka Berpikir .................................................................... 55
2.4. Hipotesis Penelitian ................................................................. 58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian .................................................................... 59
3.2. Instrumen Penelitian ............................................................... 59
3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian .............................................. 63
3.4. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ................................... 65
3.5. Lokasi Dan Jadwal Penelitian ................................................. 69
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ....................................................... 71
4.1.1 Deskripsi Kelurahan Ketapang .................................... 71
4.1.2 Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Sejahtera ... 72
4.1.3 Deskripsi Kegiatan PNPM Mandiri ............................ 74
4.2. Pengujian Persyaratan Statistik ................................................. 75
4.2.1 Uji Validitas Instrumen ............................................... 75
4.2.2 Uji Reliabilitas Instrumen ........................................... 77
4.2.3 Uji Frekuensi dan Normalitas Data ............................. 78
4.3. Deskripsi Data ........................................................................... 83
4.3.1 Identitas Responden .................................................... 83
4.3.2 Analisis Data ............................................................... 87
4.4. Pengujian Hipotesis .................................................................. 131
4.5. Interpretasi hasil Penelitian ...................................................... 134
4.6. Pembahasan .............................................................................. 136
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 147
5.2. Saran ......................................................................................... 150
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Data Penduduk Kecamatan Cipondoh ............................................... 6
Tabel 2 Skor Item Instrumen ........................................................................... 61
Tabel 3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ........................................................... 62
Tabel 4 Perhitungan Sampel ............................................................................ 64
Tabel 5 Jadwal Penelitian ............................................................................... 70
Tabel 6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Struktur Umur .................................. 72
Tabel 7 Kegiatan Pemberdayaan Fisik/Lingkungan ....................................... 74
Tabel 8 Kegiatan Pemberdayaan Sosial .......................................................... 75
Tabel 9 Hasil Uji Validitas Instrumen ............................................................ 76
Tabel 10 Reliability Statistics ......................................................................... 78
Tabel 11 Standar Deviasi Implementasi PNPM Mandiri ................................ 79
Tabel 12 Distribusi Frekuensi Implementasi PNPM mandiri ......................... 80
Tabel 13 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................ 83
Tabel 14 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Usia .............................. 84
Tabel 15 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .................... 85
Tabel 16 Identitas responden Berdasarkan Pekerjaan ..................................... 86
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1 Distribusi Data Implementasi PNPM Mandiri ............................... 82
Grafik 2 Kesesuaian Tujuan program PNPM Mandiri dengan yang
Diharapkan ...................................................................................... 88
Grafik 3 Kesesuaian kegiatan-kegiatan yang Dilaksanakan Dalam Program
PNPM Mandiri dengan Yang Diharapkan ...................................... 90
Grafik 4 Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Sudah Tepat Pada sasaran yang
Dituju .............................................................................................. 91
Grafik 5 Kegiatan Yang Dilaksanakan PNPM Mandiri Mengutamakan
Kepentingan Masyarakat Miskin .................................................... 93
Grafik 6 Jumlah Tenaga Pelaksana Sudah Mencukupi Untuk melaksanakan
Kegiatan ........................................................................................... 95
Grafik 7 Pembangunan Sarana Umum Dilakukan Oleh Tenaga Ahli Yang
Sesuai ............................................................................................... 96
Grafik 8 Dana Pembangunan Infrastruktur Terdistribusi Secara Merata ...... 97
Grafik 9 Masyarakat Yang Mengetahui Laporan Keuangan dari Petugas PNPM
Mandiri ............................................................................................. 99
Grafik 10 Petugas PNPM Mandiri Dalam Melaksanakan Kegiatan Bersikap
Tegas Kepada Masyarakat ............................................................ 101
Grafik 11 Petugas PNPM Mandiri Memberikan Teguran Kepada Masyarakat
Yang Tidak Ikut Dalam Melaksanakan Kegiatan ........................ 102
Grafik 12 Pembangunan Infrastruktur Didukung oleh Teknologi Canggih .. 103
Grafik 13 Tersedianya Sarana Komputer Untuk Pembuatan Proposal/Laporan
Kegiatan ....................................................................................... 105
Grafik 14 Adanya Pihak-pihak Yang Mengutamakan Kepentingan
Individu/Kelompok ...................................................................... 106
Grafik 15 Adanya pihak-pihak yang Mendominasi Dalam Melaksanakan
Kegiatan ....................................................................................... 107
Grafik 16 Petugas PNPM Mandiri Disiplin Dalam Melaksanakan
Kegiatan ....................................................................................... 109
Grafik 17 Pelaksanaan Kegiatan Program PNPM Mandiri Sesuai Dengan Waktu
Yang Telah Ditentukan ................................................................ 110
Grafik 18 Petugas PNPM Mandiri Bersikap Ramah Kepada Masyarakat ... 111
Grafik 19 Kegiatan Sosialisasi Petugas PNPM Mandiri Memberikan Senyuman
Kepada Masyarakat ...................................................................... 113
Grafik 20 Adanya Komunikasi Yang Baik Antara Petugas PNPM Mandiri
dengan Masyarakat ....................................................................... 114
Grafik 21 Petugas PNPM Mandiri sering Melakukan Sosialisasi Kepada
Masyarakat ................................................................................... 116
Grafik 22 Masyarakat yang Selalu Hadir dan Aktif Dalam Kegiatan Sosialisasi
yang Dilakukan Petugas PNPM Mandiri ..................................... 117
Grafik 23 Masyarakat yang Paham dan Mengerti informasi yang Diberikan oleh
Petugas PNPM Mandiri ................................................................ 118
Grafik 24 Masyarakat yang Mengetahui Kegiatan Apa Saja yang Dilakukan
dalam Program PNPM Mandiri ................................................... 120
Grafik 25 Petugas PNPM Mandiri Memberikan Konfirmasi Kembali Pada
Masyarakat tentang Kegiatan yang akan Dilaksanakan ............... 121
Grafik 26 Kegiatan-kegiatan dalam Program PNPM Mandiri Dapat Menciptakan
Lapangan Pekerjaan Bagi Masyarakat ......................................... 123
Grafik 27 Adanya Peningkatan Pendapatan Masyarakt Setelah Diadakan
Program PNPM Mandiri .............................................................. 124
Grafik 28 Adanya Dukungan yang Positif dari Masyarakat terhadap Pelaksanaan
Program PNPM Mandiri .............................................................. 126
Grafik 29 Kerjasama yang Terjalin Antara para Pelaksana PNPM Mandiri
dengan Masyarakat ....................................................................... 127
Grafik 30 Pengaruh Lingkungan Politik Terhadap Pelaksanaan Kegiatan
Program PNPM Mandiri .............................................................. 128
Grafik 31 Adanya Dukungan yang Baik dari Pemerintah Daerah terhadap
Program PNPM Mandiri .............................................................. 130
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Berpikir .......................................................................... 57
Gambar 2 Struktur Organisasi DPK BKM Sejahtera ...................................... 73
Gambar 3 Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis ................................. 134
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian dari Kelurahan Ketapang
Lampiran 4 Surat Ijin Menyebarkan Kuesioner
Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian dari KMW
Lampiran 6 Tabel Skoring instrumen
Lampiran 7 Tabel Uji validitas
Lampiran 8 Tabel Nilai r tabel
Lampiran 9 Tabel nilai t tabel
Lampiran 10 Tabel Issac & Michael
Lampiran 11 Nama Responden
Lampiran 12 Lembar Catatan Bimbingan Skripsi
Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah kemiskinan dewasa ini bukan saja menjadi persoalan bangsa
Indonesia. Kemiskinan telah menjadi isu global dimana setiap negara merasa
berkepentingan untuk membahas kemiskinan, terlepas apakah itu negara
berkembang maupun sedang berkembang. Masalah kemiskinan di Indonesia
ditandai oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat yang ditunjukkan oleh
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Di antara beberapa negara
ASEAN, Indonesia masih lebih rendah dari Malaysia dan Thailand. Sementara itu
Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia lebih tinggi dari Philipina dan
Thailand. (Chamsyah, 2007).
Kemiskinan di Indonesia memiliki tiga karakteristik yang menonjol.
Pertama, banyaknya rumah tangga yang berkerumun di sekitar garis kemiskinan
nasional dari segi pendapatan. Kedua, perhitungan angka kemiskinan dari segi
pendapatan tidak dapat mencerminkan kemiskinan di Indonesia secara
sepenuhnya, banyak penduduk Indonesia yang tidak miskin dari segi pendapatan
dapat tergolong miskin berdasarkan kurangnya akses mereka terhadap layanan
publik dan buruknya indikator-indikator pembangunan manusia mereka. Ketiga,
dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan alam yang sangat
berbeda, profil kemiskinan antara satu daerah dengan daerah lainnya sangat
berbeda, dan ini menjadi satu karakteristik dari kemiskinan di Indonesia. (Ridwan,
2009).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa:
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 37,12 juta jiwa atau 16,58%. Angka ini lebih rendah dibanding periode yang tahun lalu, yaitu 39,30 juta jiwa atau 17,75% dari total penduduk. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Juli 2008 sebesar 34,96 juta orang atau 15,42%. Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 yang berjumlah 37,12 juta orang berarti jumlah penduduk miskin tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 2,21 juta orang. Sedangkan jumlah pengangguran mengalami penurunan sebesar 1,12 juta orang dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 yaitu dari 10,55 juta orang menjadi 9,43 juta orang pada Februari 2008. (Modjo, 2008) Data diatas menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia
mengalami penurunan, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan orang
miskin banyak ditemukan dimana-mana. Sejak krisis ekonomi melanda bangsa
Indonesia, pemerintah telah meluncurkan beberapa program penanggulangan
kemiskinan, diantaranya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT), Jaring
Pengaman Sosial (JPS), dan Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi
Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE). Meskipun berbagai bentuk program
pengentasan kemiskinan diterapkan pemerintah tetapi permasalahan kemiskinan
belum juga terselesaikan.
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan
program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program
penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya
penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Kedua, kurangnya pemahaman
berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-
program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang
penyebabnya berbeda-beda secara lokal. Strategi untuk mengatasi krisis
kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja (pendekatan ekonomi),
tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap
semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal. (Hamonangan Ritonga,
Penyebab kegagalan kemiskinan).
Belajar dari kegagalan program-program penaggulangan kemiskinan yang
selama ini dilakukan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri dikembangkan sebagai suatu alternatif penyempurnaan program
sebelumnya. PNPM Mandiri meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk
mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan
pemberdayaan dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah
daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya.
Program pemberdayaan ini merupakan suatu sistem yang berinteraksi dan
berkolaborasi dengan lingkungan sosial dan fisik. Dengan makna lainnya
pemberdayaan bukanlah merupakan upaya pemaksaan kehendak terhadap
subyeknya dalam membuat kekuatan dan menciptakan kekuasaannya, akan tetapi
sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) sangat strategis
dalam konteks pemenuhan kebutuhan masyarakat saat ini. Dalam perspektif
sosiologis bahwa pemberdayaan menampilkan peran-peran aktif dan kolaboratif
antara masyarakat dan mitranya. Dalam mengatasi masalah kemiskinan
diperlukan kajian yang menyeluruh (komprehensif), sehingga dapat dijadikan
acuan dalam merancang program pembangunan kesejahteraan sosial yang lebih
menekankan pada konsep pertolongan. Pada konsep pemberdayaan,
pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk menolong yang lemah atau
tidak berdaya (powerless) agar mampu (berdaya) baik secara fisik, mental dan
pikiran untuk mencapai kesejahteraan sosial hidupnya.
Penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam rangka mengedepankan
peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dilakukan melalui: pelibatan intensif
pemerintah daerah pada pelaksanaan PNPM Mandiri, penguatan peran dan fungsi
Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D) agar mampu menyusun
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPK-D) dan PJM
Pronangkis berbasis program masyarakat.
Semua pendekatan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri ditujukan untuk
mendorong proses percepatan terbangunnya landasan yang kokoh bagi
terwujudnya kemandirian penanggulangan kemiskinan dan juga melembaganya
pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, pelaksanaan PNPM Mandiri
sebagai “gerakan bersama membangun kemandirian dan pembangunan
berkelanjutan yang berbasis nilai-nilai universal” diyakini akan mampu
membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku individu ke arah yang lebih
baik lagi. Kebijakan PNPM Mandiri dilaksanakan sesuai dengan mekanisme
bottom-up dimana daerah mengusulkan lokasi yang akan menjadi sasaran program
sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh pusat. Selanjutnya strategi
pemberdayaan disusun di pusat setelah menerima masukan dari bawah, tetapi
pelaksanaan kegiatan diserahkan kepada masyarakat.
Dalam penanggulangan kemiskinan, visi yang menjadi pemersatu.
Kelompok Swadaya masyarakat (KSM) berorientasi pada penanggulangan
kemiskinan sehingga harus dipastikan warga miskin terdaftar dan terlibat dalam
kegiatan kelompok dan merupakan penerima manfaat primer sebagai kelompok
sasaran dari program-program yang sudah dikembangkan dalam PJM Pronangkis.
Manfaat yang dirasakan dapat berupa peningkatan pengetahuan dan kemampuan
serta peningkatan kualitas hidup seperti kualitas pendidikan, kesehatan,
peningkatan ekonomi, pemukiman dan lainnya.
Bantuan kepada orang miskin diberikan dalam bentuk dana yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan usaha yang diusulkan dan dalam bentuk
pendampingan teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan. Dana dalam
PNPM Mandiri merupakan dana bantuan hibah dan pinjaman dari Bank Dunia
yang disalurkan kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) secara langsung
dengan sepengetahuan konsultan yang mengelola PNPM Mandiri di suatu wilayah
kerja, sepengetahuan Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) yang
ditunjuk, dan sepengetahuan warga masyarakat setempat melalui kelembagaan
lokal masyarakat yang dibentuk.
Berikut ini merupakan data penduduk miskin di Kecamatan Cipondoh
Kota Tangerang:
Tabel 1
DATA PENDUDUK
KECAMATAN CIPONDOH
NO KELURAHAN Penduduk Penduduk Miskin Prosentase 2008 2009 2008 2009
1 Cipondoh 18.954 19.270 1.128 1.095 1.4 %
2 Cipondoh Indah 23.769 23.989 1.769 1.756 0.3 %
3 Cipondoh Makmur 23.355 23.570 880 884 0.2 %
4 Poris Plawad 11.755 12.852 1.503 1.497 0.2 %
5 Poris Plawad Utara 12.210 12.334 707 702 0.3 %
6 Poris Plawad Indah 8.535 8.684 552 548 0.3 %
7 Kenanga 9.864 9.960 1.245 1.231 0.5 %
8 Ketapang 10.144 10.155 1.900 1.926 0.6 %
9 Gondrong 13.151 13.261 1.265 1.128 5.7 %
10 Petir 15.021 15.042 1.207 1.157 2.1 % Sumber: Laporan Tahunan Kecamatan Cipondoh, 2009
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk miskin
di Kecamatan Cipondoh dari tahun 2008 sampai tahun 2009 ada yang mengalami
peningkatan dan ada juga yang mengalami penurunan. Hasil prosentase tertinggi
diperoleh pada Kelurahan Gondrong sebesar 5,7%, tetapi itu merupakan hasil
penurunan, sedangkan kelurahan yang jumlah penduduk miskinnya bertambah
yaitu Kelurahan Cipondoh Makmur sebesar 0,2% dan Kelurahan Ketapang
sebesar 0,6%. Oleh karena itu peneliti memilih Kelurahan Ketapang sebagai lokus
penelitiannya, karena prosentase peningkatan jumlah penduduk miskinnya lebih
besar dibandingkan dengan Kelurahan Cipondoh Makmur, yaitu dari 1.900 jiwa
menjadi 1.926 jiwa.
Kelurahan Ketapang terdiri dari 5 RW dan 28 RT. Kelurahan Ketapang
merupakan daerah yang berada di pinggiran kota dan juga berbatasan langsung
dengan wilayah Jakarta Barat. Tetapi pemukiman penduduk yang kurang tertata
dengan baik dan ditambah masih kurangnya sarana dan prasarana lingkungan
menjadikan Kelurahan Ketapang masih tertinggal dengan kelurahan yang ada di
sekitarnya.
Permasalahan-permasalahan yang terdapat di Kelurahan Ketapang dapat
dikelompokkan menjadi permasalahan lingkungan fisik, masalah sosial, dan
masalah ekonomi. Masalah lingkungan fisik berupa pasarana seperti jalan, saluran
air, sumber air bersih, dan penerangan jalan. Masalah sosial berkaitan dengan
sumber daya manusia yang ada. Sumber daya manusia di Kelurahan Ketapang
dirasa masih kurang karena masih kebanyakan masyarakatnya hanya bisa
menempuh pendidikan pada tingkat SLTA saja, sedangkan masalah ekonomi
berkaitan dengan modal yang dimiliki oleh masyarakat. Kebanyakan masyarakat
di Kelurahan Ketapang tidak mempunyai cukup modal untuk membuka usaha,
padahal banyak jenis usaha yang dapat dikembangkan apalagi jumlah lahan yang
tersedia masih cukup luas.
Langkah-langkah yang dilakukan PNPM Mandiri di Kelurahan Ketapang
yaitu sosialisasi substansi PNPM Mandiri, rembug kesiapan masyarakat yang
merupakan proses konfirmasi kembali masyarakat apakah menerima atau tidak
pelaksanaan PNPM Mandiri, dengan konsekuensi masyarakat ikut berpartisipasi
secara langsung. Focus Group Discussion (FDG) merupakan proses rembug yang
melibatkan partisipasi masyarakat kelurahan untuk mengidentifikasi kriteria,
karakteristik, dan faktor-faktor penyebab kemiskinan. Berikutnya Pemetaan
Swadaya yang meliputi Tridaya (lingkungan, ekonomi, sosial). Kemudian
pembentukan BKM, dimana anggotanya berasal dari masyarakat itu sendiri.
Terakhir yaitu pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang
merupakan kelompok sasaran penerima manfaat dana pinjaman.
Sebelum ada Program PNPM Mandiri, di Kelurahan Ketapang sudah
dilaksanakan Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Program
P2KP di Kelurahan Ketapang dilaksanakan mulai tahun 2002 sampai tahun 2006,
kemudian pada tahun 2007 diganti menjadi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) yang merupakan kelanjutan dari P2KP. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan pada program P2KP yaitu pelaksanaan pembangunan fisik berupa
perbaikan jalan dan pembuatan jembatan, kegiatan sosial berupa pemberian
bantuan kepada usaha-usaha kecil, dan kegiatan ekonomi yang berbentuk dana
pinjaman bergulir.
Pada tahun 2005 kegiatan ekonomi yang berupa pinjaman dana bergulir
yang diberikan kepada masyarakat mulai macet, karena masyarakat tidak
mengembalikan dana yang telah mereka pinjam. Pada tahun berikutnya kegiatan
ekonomi tersebut tidak dapat berjalan lagi karena terdapat peraturan mengenai
pencairan dana bergulir, sehingga kegiatan yang dilaksanakan pada program
PNPM pada tahun 2007 hanya kegiatan fisik dan sosial dan pada tahun 2009
hanya kegiatan fisik saja.
Program PNPM Mandiri tahun 2007 di Kelurahan Ketapang mendapat
dana BLM sebesar 200 juta yang dibagi ke dalam dua jenis kegiatan yaitu
fisik/lingkungan dan sosial. Kegiatan fisik mendapatkan dana sebesar 180 juta dan
untuk kegiatan sosial 20 juta. Untuk kegiatan fisik memperoleh dana yang lebih
besar karena membutuhkan dana yang besar pula untuk pembangunan lingkungan
seperti pembuatan jembatan, drainase dan paving block. Kegiatan sosial yang
dilaksanakan berupa pelatihan menjahit dan membuat anyaman yang diadakan di
setiap RW. Karena tidak ada kegiatan ekonomi maka KSM yang dibentuk yaitu
KSM untuk lingkungan yang berjumlah 11 KSM dan untuk KSM sosial berjumlah
2 KSM, tiap-tiap KSM terdiri dari 8 sampai 10 orang. Program PNPM Mandiri di
tahun 2009 mendapatkan dana BLM sebesar 100 juta dan hanya digunakan untuk
kegiatan lingkungan/fisik saja.
Setelah kegiatan program PNPM Mandiri berlangsung mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai pemeliharaan, maka peneliti bermaksud
melakukan penelitian terhadap pelaksanaan program PNPM Mandiri tesebut.
Dalam hal ini banyak ditemukan permasalahan-permasalahan yang terjadi.
Pertama, kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh para pelaksana dan juga
aparatur yang terlibat sehingga pemahaman masyarakat terhadap program PNPM
Mandiri masih kurang. Masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang PNPM
Mandiri dan mengakibatkan program ini belum tepat pada sasaran yang dituju.
Kedua, tidak adanya kegiatan ekonomi berupa dana pinjaman bergulir yang dapat
mengembangkan usaha masyarakatnya. Dana bergulir merupakan salah satu
upaya menekan tingkat pengangguran, karena melalui dana bergulir masyarakat
miskin diberikan modal untuk usaha atau menambah modal bagi masyarakat yang
sebelumnya sudah memiliki usaha agar bisa lebih berkembang. Terakhir yaitu
bahwa program PNPM Mandiri hanya sebatas memberikan pembinaan atau
keterampilan kepada masyarakat yang putus sekolah atau menganggur sehingga
setelah program PNPM Mandiri ini selesai masyarakat tetap menganggur dan
program ini tidak berkelanjutan.
Bertolak dari permasalahan yang penulis uraikan sebelumnya, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Tingkat Implementasi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007
dan 2009 di Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang .”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, penelitian ini perlu adanya
identifikasi permasalahan-permasalahan yang ada pada lokasi penelitian dari hasil
penelitian awal peneliti, peneliti mengidentifikasikan masalah yang ada sebagai
berikut :
1. Kurangnya sosialisasi yang mengakibatkan kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap program PNPM Mandiri.
2. Tidak adanya kegiatan ekonomi berupa pinjaman dana bergulir yang
dapat mengembangkan usaha masyarakat.
3. Program PNPM Mandiri hanya sebatas memberikan pembinaan atau
keterampilan kepada masyarakat dan tidak berkelanjutan.
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah
1.3.1 Batasan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian
lebih diarahkan kepada kajian mengenai :
Tingkat Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang.
1.3.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah tersebut, peneliti
merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:
Berapa besar tingkat implementasi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang?
1.4 Tujuan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mempunyai tujuan yaitu untuk
mengetahui berapa besar tingkat implementasi dari Program Nasonal
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan
Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diadakan dengan harapan mempunyai manfaat besar bagi
kita semua, umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagi peneliti sendiri.
Dalam penelitian ini dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu:
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
2. Untuk mengembangkan Ilmu Administrasi Negara yang berkaitan
dengan Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada Tim Pelaksana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri di Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang.
2. Untuk pembaca, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
dasar atau referensi dalam melakukan penelitian sejenis atau penelitian
selanjutnya di bidang Kebijakan Publik.
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran untuk meningkatkan implementasi pada prgram PNPM
Mandiri.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah berisikan tentang latar belakang atau
alasan mengapa peneliti mengambil permasalahan tersebut
sekaligus menjabarkan fakta-fakta yang ada dari fokus penelitian.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah menyebutkan permasalahan yang muncul
dari fokus penelitian yang kita teliti. Identifikasi masalah biasanya
diketahui melalui studi pendahuluan ke fokus masalah, observasi
dan wawancara atau sekedar informasi yang masih berkaitan
dengan masalah tersebut.
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah
Pembatasan masalah mencakup pembahasan lokus atau tempat
dan fokus penelitian. Sedangkan perumusan masalah adalah
mendefinisikan permasalahan yang telah kita tetapkan berdasarkan
desain penelitian yang disusun dengan memperhatikan maksud dan
tujuan penelitian.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin
dicapai dengan dilaksanakannya penelitian terhadap masalah yang
telah dirumuskan.
1.5 Manfaat Penelitian
Bagian ini menjelaskan manfaat yang akan di dapat baik
teoritis maupun praktis.
1.6 Sistematika Penulisan
Sub bab terakhir ini merupakan yang terakhir dalam bab
pendahuluan, dimana menjelaskan bab per bab tentang sistematika
penulisan laporan secara singkat dan jelas.
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori
Deskripsi teori memuat hasil kajian terhadap sejumlah teori
yang relevan dengan permasalahan dan variabel penelitian
sehingga akan memperoleh konsep penelitian yang jelas.
2.2 Deskripsi PNPM Mandiri
Deskripsi PNPM Mandiri memuat tentang petunjuk-petunjuk
pelaksanaan dan kegiatan yang dilakukan dalam program PNPM
Mandiri tersebut.
2.3 Kerangka Berpikir
Menggambarkan alur berpikir dari peneliti sebagai kelanjutan
dari deskripsi teori yang telah dikemukakan dan memberikan
penjelasan terhadap pembaca tentang anggapan peneliti.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara dari
peneliti terhadap permasalahan yang diteliti dan akan diuji
kebenarannya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Pada sub bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang
dipergunakan dalam penelitian ini.
3.2 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang bagaimana proses penyusunan dan jenis
alat pengumpulan data yang digunakan. Proses pengumpulan data
serta teknis penentuan kualitas instrumen.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi menjelaskan wilayah generalisasi atau proposal
penelitian, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang
diambil serta dapat mewakili dari populasi.
3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan dan analisis data menjelaskan teknik analisa
beserta rasionalisasinya yang sesuai dengan sifat data yang diteliti.
3.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian yang
dilaksanakan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi
penelitian secara jelas. Struktur organisasi dari populasi atau
sampel yang telah ditentukan serta hal lain yang berhubungan
dengan objek penelitian.
4.2 Pengujian Persyaratan Statistik
Menjelaskan hasil pengujian persyaratan statistik melalui
teknik SPSS seperti pengujian validitas dan realibilitas instrumen.
4.3 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah
dengan mempergunakan teknis analisa data yang relevan.
4.4 Pengujian Hipotesis
Menguji kebenaran dari dugaan sementara yang telah dibuat
oleh peneliti dengan pelaksanaan PNPM Mandiri di Kelurahan
Ketapang.
4.5 Interpretasi Hasil Penelitian
Melakukan penafsiran suatu keterangan-keterangan yang nyata
terhadap hasil pengujian hipotesis
4.6 Pembahasan
Membahas hasil penelitian dilapangan terkait dengan jawaban
dari rumusan penelitian itu.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara
singkat, jelas dan mudah dipahami. Kesimpulan juga harus sejalan
dengan permasalahan serta hipotesis penelitian.
5.2 Saran
Berisikan rekomendasi yang ditawarkan peneliti terhadap
permasalahan yang diteliti.
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori
Dalam melakukan penelitian, peneliti berpedoman pada beberapa teori
yang menjadi landasan dasar bagi peneliti. Berkaitan dengan judul penelitian yaitu
Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang, maka landasan teori yang digunakan yaitu teori Kebijakan, Kebijakan
Publik, Implementasi Kebijakan, Pemberdayaan, Partisipasi, Kemiskinan, dan
PNPM Mandiri.
2.1.1 Kebijakan
Mendefinisikan tentang kebijakan dalam kerangka teori amatlah luas.
Banyak penafsiran mengenai arti kebijakan itu sendiri. Menurut Anderson dalam
Wahab (2008:2) merumuskan kebijakan sebagai perilaku dari sejumlah aktor
(pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu
bidang kegiatan tertentu.
Menurut Friedrich dalam Wahab (2008:3) menyatakan bahwa kebijakan
adalah:
”Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.” Menurut Budiarjo (2008:20) dalam bukunya dasar-dasar ilmu politik
menjelaskan pengertian kebijakan sebagai berikut:
”Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak-pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya.” Definisi lain mengenai kebijakan dikemukakan oleh Laswell dalam
bukunya The Policy Orientation (1951:5) dalam Wicaksono (2006:57):
”The word ”policy” commonly used to disignate the most important choices made either in organized or in private life...”policy’ is free of many of undesirable connotation clustered about the word political, which is often believed to imply ”partisanship” or ”coruption”. (Kata ”kebijakan” (policy) pada umumnya dipakai untuk menunjukkan pilihan terpenting yang diambil baik dalam kegidupan organisasi atau privat...”Kebijakan” bebas dari konotasi yang dicakup dalam kata politis (political) yang diyakini mengandung makna ”keberpihakan” dan ”korupsi”) Dari teori-teori yang disebutkan dari beberapa ahli tersebut, peneliti dapat
menarik kesimpulan mengenai arti dari kebijakan. Kebijakan adalah
pilihan/tindakan baik itu pemerintah, organisasi, atau swasta dalam mengambil
sebuah keputusan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.2 Kebijakan Publik
Definisi teori kebijakan publik menurut Eyestone dalam bukunya The
Threads of Public Policy, dalam Agustino, (2006:40) mendefinisikan kebijakan
publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya.
Hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya dapat meliputi hampir
semua elemen dalam konteks negara.”
Freidrich dalam Agustino (2006:41) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai berikut:
“Serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.” Tokoh lain yang mendefinisikan kebijakan publik adalah Anderson, dalam
Islamy (2004:17), yakni:
“Kebijakan publik sebagai serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.” Dari beberapa definisi kebijakan publik yang telah dipaparkan oleh
beberapa tokoh tersebut, maka yang dimaksud dengan Kebijakan Publik adalah
serangkaian kegiatan yang memiliki tujuan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan dalam suatu lingkungan tertentu atau negara oleh para aktor
pembuat kebijakan yang berada dalam lingkungan tersebut.
Pengertian kebijakan publik menurut Nugroho dalam bukunya yang
berjudul ”Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi” (2003:54)
adalah hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan.
Masih menurut Nugroho (2003:57) kebijakan publik itu dibagi kedalam dua
kelompok.
”Kelompok yang pertama adalah kebijakan yang dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangan, dan kelompok yang kedua adalah peraturan-peraturan yang tidak tertulis namun disepakati, yaitu apa yang kita sebut konvensi-konvensi”. Jadi pada dasarnya kebijakan publik tidak selalu berbentuk peraturan
perundangan tetapi kebijakan publik juga dapat berupa peraturan yang tidak
tertulis namun disepakati, sebagai contoh dalam aktivitas belajar di kampus adalah
kontrak perkuliahan.
Kebijakan publik dibuat bukannya tanpa maksud dan tujuan. Maksud dan
tujuan kebijakan publik dibuat adalah untuk memecahkan masalah publik yang
tumbuh kembang di masyarakat. Masalah tersebut tentu saja beraneka ragam
bentuk dan intensitasnya serta keharusan untuk segera menyelesaikan
permasalahan yang ada. Dalam setiap permasalahan publik tidak semuanya yang
menjadi suatu kebijakan publik, hanya masalah publik yang dapat menggerakkan
orang banyak untuk ikut memikirkan dan mencari solusi yang bisa menghasilkan
sebuah kebijakan publik.
Dalam membuat kebijakan publik yang baik dan benar memang tidak
mudah, perlu adanya kejelian dari para pembuat kebijakan publik itu dalam
memformulasi kebijakan publik itu sendiri. Selain itu, dalam kebijakan publik
tersebut berisikan masukan-masukan yang bersifat ideal-teoritis-metodologis,
caranya adalah dengan menggunakan beberapa tahapan dalam proses kebijakan
publik. Menurut Nugroho (2003:73) ada beberapa tahap dalam kebijakan publik,
yaitu”
1. Perumusan kebijakan 2. Implementasi kebijakan 3. Evaluasi kebijakan
2.1.3 Implementasi Kebijakan
2.1.3.1 Pengertian Implementasi Kebijakan
Definisi Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Horn dalam
Agustino (2006:153) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:
“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diharapkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.”
Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier, dalam Wahab (2008:65)
menjelaskan makna implementasi kebijakan sebagai berikut:
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.”
Menurut Jenkins dalam Parsons (2006:463) “Studi implementasi adalah
suatu perubahan : Bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan
perubahan bisa dimunculkan. Ia juga merupakan studi tentang mikrostruktur
dari kehidupan politik ; bagaimana organisasi diluar dan didalam sistem politik
menjalankan motivasi – motivasi mereka bertindak seperti itu, dan apa motivasi
lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda”.
Dari beberapa definisi implementasi yang telah diuraikan di atas, peneliti
merumuskan definísi implementasi sebagai tindakan atau usaha untuk
melaksanakan keputusan yang telah ditentukan bersama pada waktu perumusan
kebijakan dan kebijakan tersebut dilaksanakan oleh seluruh stakeholder (baik
masyarakat secara individu, pemerintah maupun swasta).
Implementasi kebijakan publik model Van Metter dan Horn dalam
Agustino (2006:161) yaitu model pendekatan top-down yang disebut dengan A
Model of The Policy Implementation. Model ini menandakan bahwa
implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang
tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.
Menurut Van Meter dan Horn dalam Agustino (2006:161), ada enam
variabel yang dapat meempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut, antara
lain:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang berada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan di level warga maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga untuk yang dapat dikatakan berhasil.
2. Sumberdaya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Tetapi diluar
sumber daya manusia, sumber-sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu.
3. Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelakana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan para Pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana sangat mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan dilaksanakan implementor adalah kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambilan keputusannya tidak pernah mengetahui kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang ingin diselesaikan warga.
5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah, sejauhmana lingkungan eksternal mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk
mengimplementasikan kebiijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada,
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau
melalui formulasi kebijakan derivet atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: (Nugroho, 2003:159)
Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Perda adalah jenis
kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering
diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung
operasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah,
Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain.
Kebijakan Publik
Kebijakan Publik Penjelas Program Intervensi
Proyek Intervensi
Kegiatan Intervensi
Publik/Masyarakat/Beneficiaries
Dari gambar diatas dapat dilihat dengan jelas rangkaian implementasi
kebijakan yaitu dimulai dari program, ke proyek, dan ke kegiatan. Tujuan
kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan intervensi. Oleh karena itu,
implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action) intervensi itu sendiri.
Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Nugroho, 2003:162) memberikan
gambaran bagaimana melakukan intervensi atau implementasi kebijakan dalam
langkah sebagai berikut:
Dengan demikian program harus disusun secara jelas dan harus
dioperasionalkan dalam bentuk proyek.
Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan
dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni ("ryn" Moelya, 2010):
1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan;
2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;
3. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;
4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;
Identifikasi masalah yang harus diintervensi
Menegaskan tujuan yang hendak dicapai
Merancang struktur proses implementasi
5. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;
6. Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.
Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal
penting yakni ("ryn" Moelya, 2010):
1. Penyiapan sumber daya, unit dan metode;
2. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima
dan dijalankan;
3. Penyediaan layanan, pembayaran, manfaat dan hal lain secara rutin.
Aktivitas penorganisasian (Organivation) merupakan suatu upaya untuk
menetapkan dan menanta kembali sumber daya (units), dan metode-metode
(methods) yang mengarah pada upaya mewujudkan atau merealisasikan kebijakan
menjadi hasil (outcomes) sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan sasaran
kebijakan. Aktivitas interprestasi (penjelasan) merupakan subtansi dari suatu
kebijakan dalam bahasa yang lebih operasional dan mudah dipahami. Aktivitas
aplikasi merupakan aktivitas penyediaan layanan secara rutin sesuai dengan tujuan
dan sarana kebijakan yang ada.
Berikut ini merupakan tahapan-tahapan operasional implementasi sebuah
kebijakan ("ryn" Moelya, 2010):
1. Tahapan intepretasi. Tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah
kebijakan yang bersifat abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau
tindakan yang lebih bersifat manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak
biasanya tertuang dalam bentuk peraturan perundangan yang dibuat oleh
lembaga eksekutif dan legislatif, bisa berbentuk perda ataupun undang-
undang. Kebijakan manajerial biasanya tertuang dalam bentuk keputusan
eksekutif yang bisa berupa peraturan presiden maupun keputusan kepala
daerah, sedangkan kebijakan operasional berupa keputusan pejabat
pemerintahan bisa berupa keputusan/peraturan menteri ataupun keputusan
kepala dinas terkait. Kegiatan dalam tahap ini tidak hanya berupa proses
penjabaran dari kebijakan abstrak ke petunjuk pelaksanaan/teknis namun
juga berupa proses komunikasi dan sosialisasi kebijakan tersebut – baik
yang berbentuk abstrak maupun operasional – kepada para pemangku
kepentingan.
2. Tahapan pengorganisasian. Kegiatan pertama tahap ini adalah penentuan
pelaksana kebijakan (policy implementor) – yang setidaknya dapat
diidentifikasikan sebagai berikut: instansi pemerintah (baik pusat maupun
daerah); sektor swasta; LSM maupun komponen masyarakat. Setelah
pelaksana kebijakan ditetapkan; maka dilakukan penentuan prosedur tetap
kebijakan yang berfungsi sebagai pedoman, petunjuk dan referensi bagi
pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya kesalahpahaman saat para
pelaksana tersebut menghadapi masalah. Prosedur tetap tersebut terdiri
atas prosedur operasi standar (SOP) atau standar pelayanan minimal
(SPM). Langkah berikutnya adalah penentuan besaran anggaran biaya dan
sumber pembiayaan. Sumber pembiayaan bisa diperoleh dari sektor
pemerintah (APBN/APBD) maupun sektor lain (swasta atau masyarakat).
Selain itu juga diperlukan penentuan peralatan dan fasilitas yang
diperlukan, sebab peralatan tersebut akan berperan penting dalam
menentukan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kebijakan. Langkah
selanjutnya – penetapan manajemen pelaksana kebijakan – diwujudkan
dalam penentuan pola kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan, dalam
hal ini penentuan focal point pelaksana kebijakan. Setelah itu, jadwal
pelaksanaan implementasi kebijakan segera disusun untuk memperjelas
hitungan waktu dan sebagai salah satu alat penentu efisiensi implementasi
sebuah kebijakan.
3. Tahapan implikasi. Tindakan dalam tahap ini adalah perwujudan masing-
masing tahapan yang telah dilaksanakan sebelumnya.
2.1.3.2 Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Implementasi
Implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, dimana
pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehingga pada
akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran
kebijakan itu sendiri. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh
Lester dan Stewart Jr (dalam Agustino, 2006:154) mengatakan bahwa
implementasi merupakan suatu proses sekaligus suatu hasil (output).
Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses
dan pencapaian tujuan yang ingin diraih. Grindle (dalam Agustino, 2006:154)
juga menambahkan sebagai berikut:
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan menyertakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dan individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam
keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan
secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidak
tercapainya tujuan.
1. Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi, antara lain:
1. Logika kebijakan itu sendiri
2. Kemampuan pelaksana dan ketersediaan sumber
3. Manajemen yang baik
4. Lingkungan dimana kebijakan diimplementasikan
2. Faktor Penentu Kegagalan Implementasi
1. Bad Policy
Perumusannya asal-asalan, kondisi internal belum siap, kondisi
eksternal tak memungkinkan.
2. Bad Implementation
Pelaksana tak memahami juklak, terjadi implementasi gap.
3. Bad Luck
Kebijakan itu memang bernasip jelek.
2.1.3.3 Peluang dan Hambatan Implementasi Faktor-faktor yang mempengaruhi peluang dan hambatan implementasi
(Agustino, 2006:170) adalah sebagai berikut:
1. Faktor Penentu Pelaksanaan / Peluang Implementasi 1. Respek Anggota Masyarakat pada Otoritas dan Keputusan Pemerintah
Kodrat manusia, dikatakan memiliki state of nature yang berkarakter positif. Ini artinya, manusia dapat menerima dengan baik hubungan
relasional antarindividu. Ketika relasi ini berjalan dengan baik, logikanya, ada sistem sosial yang menggerakkan seluruh warga untuk saling menghormati, memberikan respek pada otoritas orang tua, memberikan penghargaan yang tinggi pada ilmu dan pengetahuan, menghormati undang-undang yang dibuat oleh politisi, mematuhi aturan hukum yang ditetapkan, mempercayai pejabat-pejabat pemerintah yang menjabat, dan sebagainya. Kepatuhan-kepatuhan tersebut akan berlangsung hingga individu dan warga masih menganggap cukup beralasan dan masuk akal untuk menghormati persoalan-persoalan itu.
2. Adanya Kesadaran Untuk Menerima Kebijakan Dalam masyarakat yang digerakkan oleh pilihan-pilihan yang rasional banyak dijumpai bahwa individu/kelompok warga mau menerima dan melaksanakan kebijakan publik sebagai sesuatu yang logis, rasional, serta memang dirasa perlu. Di sisi lain, banyak orang yang tidak suka untuk membayar pajak, apalagi dalam kondisi perekonomian yang tengah melemah seperti saat ini; tetapi bila mereka percaya bahwa membayar pajak itu perlu untuk memberikan kontribusi atas pelayanan pemerintah pada publik, maka orang akan sadar dan patuh untuk membayar pajak. Tetapi hal ini tidak mudah. Karena bermain di ranah “kesadaran” artinya pemerintah harus mampu merubah mindset warga dengan cara sikap dan perilaku yang sesuai dengan mindset yang hendak dibentuk oleh aparatur itu sendiri.
3. Adanya Sanksi Hukum
Orang dengan akan sangat terpaksa mengimplementasikan dan melaksanakan suatu kebijakan karena ia takut terkena sanksi hukuman, misalnya denda, kurungan, dan sanksi-sanksi lainnya. Karena itu, salah satu strategi yang sering digunakan oleh aparatur administrasi atau aparatur birokrasi dalam upaya mangimplementasikan kebijakan publik ialah dengan cara menghadirkan sanksi hukum yang berat pada setiap kebijakan yang dibuatnya. Selain itu, orang atau kelompok warga seringkali mematuhi dan melaksanakan kebijakan karena ia tidak suka dikatakan sebagai orang yang melanggar aturan hukum, sehingga dengan terpaksa ia melakukan isi kebijakan publik tersebut.
4. Adanya Kepentingan Publik Masyarakat mempunyai keyakinan bahwa kebijakan publik dibuat secara sah, konstitusional, dan dibuat oleh pejabat publik yang berwenang, serta melalui prosedur yang sah yang telah tersedia. Bila suatu kebijakan dibuat berdasarkan ketentuan tersebut, maka masyarakat cenderung mempunyai kesediaan diri untuk menerima dan melaksanakan kebijakan itu. Apalagi ketika kebijakan itu memang berhubungan erat dengan hajat hidup mereka.
5. Adanya Kepentingan Pribadi Seseorang atau sekelompok orang sering memperoleh keuntungan langsung dari suatu projek implementasi kebijakan, sehingga dengan senang hati mereka akan menerima, mendukung, dan melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Sebagai contoh, pemerintah berencana untuk membuat jalan pintas antarkota yang menyita beberapa hektar tanah milik warga, melalui mekanisme pembebasan tanah. Ada beberapa warga yang menolak dan ada juga warga yang menerima. Ketika diperhatikan, ternyata tanah sebagian warga yang mau memenuhi keputusan pemerintah adalah warga yang tidak terkena pembebasan, dan bahkan tanahnya yang tidak jauh dari jalan antarkota yang tengah dibangun menghasilkan hasil-hasil kebun yang baik. Dengan jelas sebagian warga ini memperoleh keuntungan dengan terbukanya jalur distribusi bagi hasil-hasil kebun yang diproduksi mereka, sehingga tanpa diminta pun mereka bersedia membantu projek pemerintah demi keuntungan yang akan diperolehnya melalui pembangunan jalan transkota tersebut.
6. Masalah Waktu Kalau masyarakat memandang ada suatu kebijakan yang bertolak belakang dengan kepentingan publik, maka warga akan cenderung untuk menolak kebijakan tersebut. Tetapi begitu waktu berlalu, pada akhirnya suatu kebijakan yang dulunya pernah ditolak dan dianggap controversial, berubah menjadi kebijakan yang wajar dan dapat diterima.
2. Faktor Penentu Penolakan atau Hambatan Implementasi 1. Adanya Kebijakan yang Betentangan dengan Sistem Nilai yang
Mengada Bila suatu kebijakan dipandang bertentangan secara ekstrim atau secar tajam dengan sistem nilai yang dianut oleh suatu masyarakat secara luas, atau kelompok-kelompok tertentu secara umum, maka dapat dipastikan kebijakan publik yang hendak diimplementasikan akan sulit untuk terlaksana.
2. Tidak Adanya Kepastian Hukum Tidak adanya kepastian hukum, ketidakjelasan aturan-aturan hukum, ada kebijakan-kebijakan yang saling bertentangaan dapat menjadi sumber ketidakpatuhan warga pada kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang tidak jelas, kebijakan yang bertentangan isinya, atau kebijakan yang
ambigu dapat menimbulkan salah pengertian, sehingga cenderung untuk ditolak implementasinya oleh warga.
3. Adanya Keanggotan Seseorang dalam Suatu Organisasi Seseorang yang patuh atau tidak patuh pada peraturan atau kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah dapat disebabkan oleh keterlibatannya dalam suatu organisasi tertentu. Jika tujuan organisasi yang dimasuki oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu organisasi seide atau segagasan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka ia akan mau bahkan mengejahwantahkan atau melakukan ketetapan pemerintah itu dengan tulus. Tetapi apabila tujuan organisasi yang dimasukinya bertolak belakang dengan ide dan gagasan kebijakan, maka sebagus apapun kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah akan sulit untuk terimplementasi dengan baik.
4. Adanya Konsep Ketidakpatuhan Selektif Terhadap Hukum Masyarakat ada yang patuh pada suatu jenis kebijakan tertentu, tetapi ada juga yang tidak patuh pada jenis kebijakan lain. Ada orang yang patuh pada kebijakan kriminalitas tetapi di saat yang bersamaan ia dapat tidak patuh dengan kebijakan pelarangan pedagang kaki lima.
2.1.3.4 Pendekatan-Pendekatan Implementasi
Berikut ini merupakan beberapa pendekatan yang digunakan dalam
implementasi kebijakan (Wahab, 2008:110) antara lain:
1. Pendekatan-pendekatan Struktural Analisis organisasi modern telah memberikan sumbangan yang berharga pada studi implementasi, karena rancang bangun kebijaksanaan dan rancang bangun organisasi, sedapat mungkin dipertimbangkan secara bersamaan. Kendatipun demikian, masa jaya ketika orang percaya akan prinsip-prinsip universal mengenai organisasi yang baik kini telah ketinggalan zaman dan pusat perhatian kini diberikan pada keyakinan bahwa struktur organisasi tertentu hanya cocok pada tipe tugas dan lingkungan yang tertentu pula. Struktur-struktur yang bersifat organis dianggap cocok dalam lingkungan/situasi yang penuh dengan ketidakpastian atau lingkungan yang sedang mengalami perubahan yang cepat. Struktur-struktur seperti ini mampu menyesuaikan diri dengan cepat dan efektif, sebagian karena mereka memiliki kemampuan yang besar untuk mengolah informasi, khususnya bila dibandingkan dengan kekurangan-kekurangan yang ada
pada organisasi birokrasi yang tradisional yang menekankan pada saluran-saluran resmi dan komunikasi vertikal.
2. Pendekatan-pendekatan Prosedural dan Manajerial Pendekatan ini mengasumsikan bahwa adanya tingkat kemampuan
pengawasan yang sangat tinggi atas pelaksanaan dan hasil akhir suatu program dan dinggap terisolasi dari pengaruh lingkungan. Teknik manajerial yang merupakan perwujudan dari pendekatan ini ialah perencanaan jaringan kerja dan pengawasan yang menyajikan suatu kerangka kerja di mana proyek dapat direncanakan dan implementasinya dapat diawasi dengan cara mengidentifikasikan tugas-tugas yang harus diselesaikan, hubungan diantara tugas-tugas tersebut dan urutan logis di mana tugas-tugas itu harus dilaksanakan. Bentuk-bentuk jaringan kerja yang canggih, semisal Programme Evaluation and Review Technique (PERT) memungkinkan untuk memperkirakan secara tepat jangka waktu penyelesaian tiap-tiap tugas, menghitung lintasan kritis di mana setiap keteledoran akan dapat menghambat penyelesaian keseluruhan proyek, memonitor setiap luang waktu yang tersedia bagi penyelesaian tugas dalam jaringan kerja, dan merealokasikan sumber-sumber guna memungkinkan kegiatan-kegiatan yang terletak di sepanjang lintasan kritis dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
3. Pendekatan pendekatan Keperilakuan Pendekatan keperilakuan diawali dengan suatu kesadaran bahwa seringkali terdapat penolakan terhadap perubahan. Dalam kenyataannya, alternatif-alternatif yang tersedia jarang sekali yang sederhana seperti menerima atau menolak. Penerapan analisis keperilakuan pada masalah-masalah manajemen yang paling terkenal ialah yang disebut “OD” (Organization Depelopment/Pengembangan Organisasi). OD salah satu proses untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang diinginkan oleh suatu organisasi melalui penerapan ilmu0ilmu keperilakuan. Di samping itu OD juga merupakan salah satu bentuk konsultasi manajemen di mana seorang konsultan bertindak selaku agen perubahan untuk mempengaruhi seluruh budaya organisasi, termasuk sikap dan perilaku dari pegawai yang menduduki posisi-posisi kunci.
4. Pendekatan-pendekatan Politik Dalam pembahasan ini pengertian politik lebih mengacu kepada pola-pola kekuasaan dan pengaruh di antara dan di dalam lingkungan organisasi. Alasan sederhana yang dapat dikemukakan ialah bahwa implementasi suatu kebijaksanaan bisa saja telah direncanakan dengan seksama, baik dilihat dari sudut organisasinya, prosedurnya, manajemennya dan pengaruh-pengaruh pada perilaku, tetapi apabilai ia tidak/kurang memperhitungkan realita-realita kekuasaan maka mustahil
kebijaksanaan tersebut dapat berhasil. Dengan demikian, keberhasilan suatu kebijaksanaan.
2.1.4 Pemberdayaan
Bennis dan Mische dalam Makmur (2008:61) mengemukakan bahwa
pemberdayaan berarti menghilangkan batasan birokratis yang mengotak-
ngotakkan orang dan membuat mereka menggunakan seefektif mungkin
keterampilan, pengalaman, energi, dan ambisinya.”
Menurut Kartasasmita dalam Makmur (2008:55) menyatakan pengertian
pemberdayaan sebagai berikut:
“Pemberdayaan merupakan unsur yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan (survive), dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Pemberdayaan ini menjadi sumber dari apa yang di dalam wawasan politik pada tingkat nasional disebut ketahanan nasional.” Menurut Parsons dalam Suhartono (2004:106), pemberdayaan adalah:
“Sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang yang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.” Dari beberapa definisi pemberdayaan yang dipaparkan, pada dasarnya
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok atau individu yang mengalami masalah kemiskinan
dengan tujuan pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin
dicapai oleh sebuah perubahan sosial.
Bagi seorang pelaku perubahan, hal yang dilakukan terhadap klien mereka
(baik pada tingkat individu, keluarga, kelompok, ataupun komunitas) adalah
upaya memberdayakan (mengembangkan klien dari keadaan tidak atau kurang
berdaya menjadi mempunyai daya) guna mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dalam kaitan dengan hal ini, Payne dalam Adi (2003:54) mengemukakan bahwa
suatu proses pemberdayaan (empowerment), pada intinya ditujukan guna:
“Membantu klien mempermudah daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.” Dalam buku Pedoman Umum PNPM Mandiri, pemberdayaan masyarakat
adalah upaya untuk menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik
secara individu maupun kelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait
upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya.
Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari
perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan
dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.
Pemberdayaan masyarakat juga dapat diartikan sebagai upaya untuk
memulihkan atau meningkatkan keberdayaan suatu komunitas agar mampu
berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak
dan tanggung jawab mereka sebagai komunitas manusia dan warga.
Pemberdayaan sebagai konsep yang sedang popular mengacu pada usaha
menumbuhkan keinginan pada seseorang untuk mengaktualisasikan diri,
melakukan mobilitas ke atas serta memberikan pengalaman psikologis yang
membuat seseorang berdaya. Manusia yang berdaya adalah manusia yang mampu
menjalankan harkat dan martabatnya sebagai manusia, merdeka dalam bertindak
sebagai manusia dengan didasari akal sehat serta hati nurani. Artinya manusia
tidak harus terbelenggu oleh lingkungan, akan tetapi semata-mata menjadikan
nilai-nilai luhur kemanusiaan sebagai kontrol terhadap sikap dan perilakunya.
Manusia dikaruniai hati nurani sehingga mempunyai sifat-sifat yang baik dalam
dirinya sesuai dengan fitrahnya.
Munculnya konsep pemberdayaan ini pada awalnya merupakan gagasan
yang ingin menempatkan manusia sebagai subjek dunianya sendiri. Oleh karena
itu, wajar apabila konsep ini menampakkan dua kecenderungan. Pertama,
pemberdayaan menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan
sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat,
organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Proses ini sering disebut
sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Kedua, kecenderungan
sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, dan memotivasi
individu agar mempunyai kemampuan atau pemberdayaan untuk menentukan apa
yang menjadi pilihan hidupnya.
Menurut Hanna dan Robinson dalam Makmur (2008:48) strategi
pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga hal, yaitu:
1. Apa yang dikerjakan dalam strategi pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat berfungsi?
2. Strategi pemberdayaan yang bagaimana yang membuat masyarakat berfungsi?
3. Mengapa suatu strategi pemberdayaan dapat membuat masyarakat berfungsi? Di lingkungan birokrasi pemerintahan, khususnya pemerintahan desa,
upaya-upaya pemberdayaan terhadap SDM menjadi keharusan karena di level
inilah terjadinya kemandegan atau stagnasi penyelenggaraan pemerintahan.
Pemberdayaan SDM dalam level pemerintah desa dapat menumbuhkembangkan
motivasi, inovasi, dan kreativitas penyelenggaraan pemerintahan desa. Dan hal ini
dapat terwujud jika pemberdayaan SDM pemerintah desa dapat berfungsi dengan
baik.
Kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan mempengaruhi arah serta
pelaksanaan suatu program ditentukan dengan mengandalkan power yang
dimilikinya sehingga pemberdayaan merupakan central line atau jiwa partisipasi
yang sifatnya aktif dan kreatif. Perlu dimaklumi juga bahwa konsep
pemberdayaan (empowerment) muncul karena adanya dua premis mayor, yakni
kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model
pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan
lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, adanya alternatif-alternatif
pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender,
persamaan antar generasi, dan pertumbuhan ekonomi secara memadai. Kegagalan
dan harapan ini bukan merupakan alat ukur ilmu-ilmu sosial, melainkan cerminan
nilai-nilai normatif dan moral yang terasa sangat nyata di tingkat individu dan
masyarakat. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya adalah
nilai kolektif pemberdayaan individu.
Pemberdayaan, sebagai konsep alternatif pembangunan, dengan demikian
menekankan otonomi pengambilan keputusan suatu kelompok masyarakat yang
berlandaskan pada sumber daya pribadi, partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran
sosial melalui pengalaman langsung. Konsep pemberdayaan merupakan hasil
interaksi di tingkat ideologis maupun praktis. Di tingkat ideologis, konsep ini
merupakan hasil interaksi antara konsep top-down dan bottom-up, antara growth
strategy dan people-centered strategy, sedangkan di tingkat praktis, interaksi
terjadi lewat pertarungan antar-otonomi.
Indikator terpenting keberhasilan program pemberdayaan masyarakat
adalah perubahan struktur secara alamiah. Perubahan struktur ini bisa terjadi bila
kemampuan lokal meningkat signifikan dan kesejahteraan meningkat secara
memadai dan lestari, yang ditandai dengan meningkatnya akumulasi modal di
tingkat lokal.
Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau
meningkatkan kemandirian masyarakat. Dalam kerangka pembangunan nasional,
upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sisi: pertama, menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang. Kedua,
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai
bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik maupun
sosial, serta pengembangan kelembagaan di daerah. Ketiga, melindungi/memihak
yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan
kemitraan saling menguntungkan.
Pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan dan pemihakan pada
hakikatnya mempunyai prinsip sebagai berikut (Sumodiningrat, 2007:108):
Pertama, concern. Pembangunan harus dipahami sebagai proses perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat untuk mewujudkan, yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia, perubahan struktur ekonomi, penanggulangan kemiskinan, dan stabilitas ekonomi. Kedua, consistent. Kerangka kebijakan pembangunan nasional yang termanifestasi dalam program-program pembangunan harus diselenggarakan secara terpadu, terarah, tepat sasaran, bermanfaat bagi
segenap lapisan masyarakat, transparan, dapat dipertanggung jawabkan, dan berkesinambungan. Ketiga, continuous. Semua warga masyarakat dapat mengambil manfaat pembangunan secara berkelanjutan. Apabila masih ada warga masyarakat yang belum mengambil manfaat pembangunan, maka kebijakan dan programnya harus disempurnakan. Dengan demikian, sasaran pokok kebijakan pemberdayaan masyarakat
adalah (Sumodiningrat, 2007:110):
1. Meningkatnya pendapatan masyarakat di tingkat bawah dan turunnya jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
2. Berkembangnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kegiatan sosial ekonomi produktif di pedesaan.
3. Berkembangnya kemampuan masyarakat baik aparat maupun warga.
2.1.5 Partisipasi
Istilah partisipasi masyarakat belakangan ini hampir setiap hari dapat kita
dengar, berbagai pernyataan mereka mengharapkan keikutsertaan anggota
masyarakat dalam suatu kegiatan, istilah itu merupakan seruan dan semboyan
yang merupakan yang hampir tidak pernah ketinggalan. Demikian istilah
partisipasi ini didefinisikan banyak ilmuan sosial sangat beragam belum terdapat
kesepakatan adapun teori-teori yang digunakan pada umumnya langsung
menyangkut kepada penerapannya atau aplikasinya.
Menurut Soetrisna dalam Karina (2003:23) menyatakan ada 2 definisi
partisipasi yang beredar di masyarakat, yaitu:
Definisi pertama, partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam definisi inipun disamakan dengan kemauan rakyat
untuk ikut menanggung biaya pembangunan baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan pemerintah. Dipandang dari sudut sosiologis definisi ini tidak dapat dikatakan sebagai partisipasi rakyat dalam pembangunan melainkan mobilisasi rakyat dalam pembangunan. Definisi kedua, partisipasi dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat untuk menanggung biaya pembangunan tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang dibangun di wilayah mereka serta ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan proyek itu. Menurut Bhattachrya dalam Wahyu (2005:224) partisipasi adalah
pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Selanjutnya menurut Kurnia dalam
Wahyu (2005:224) partisipasi adalah pengikutsertaan seluruh anggota masyarakat
di dalam seluruh kegiatan pengambilan keputusan yang mencakup perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil.
Partisipasi menurut Tangkilisan (2005:321) adalah keterlibatan seseorang
dalam kegiatan bersama yang berkaitan dengan pelaksanaan proses pembangunan,
terutama yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, sedangkan
menurut Steere dalam Tangkilisan (2005:321) partisipasi adalah:
”Merupakan unsur kunci pembangunan, pengertian partisipasi bukan semata-mata melalui pemikiran umum saja, ia juga mengandung suatu sistem yang benar-benar menjamin terwujudnya hak soaial dan ekonomi selain hak-hak sipil dan politik beserta pendidikan kewarganegaraan. Didalamnya harus ada budaya partisipasi (a culture of participation) dimana rakyat membutuhkan sejumlah kemampuan dan sumber daya untuk berperan.” Dari beberapa definisi diatas maka peneliti menyimpulkan definisi
partisipasi sebagai keikutsertaan masyarakat dalam menjalankan suatu program
dengan memberikan dukungan maupun bantuan untuk mencapai tujuan dari suatu
kebijakan yang sedang dilaksanakan.
Adanya partisipasi masyarakat didasarkan pada pertimbangan bahwa
kedaulatan ada ditangan rakyat yang melaksanakannya melalui kegiatan bersama
untuk menetapkan tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan
orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan untuk masa berikunya.
Dalam rangka pembangunan bangsa yang meliputi segala aspek kehidupan,
partisipasi masyarakat memainkan peranan penting, bahkan Tjokroamidjojo
dalam Kaho (2007:125) menegaskan: “pembangunan yang meliputi segala segi
kehidupan, politik, ekonomi dan sosial budaya itu baru akan berhasil apabila
merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh rakyat dalam suatu
negara”. Sementara itu, Katz dalam Kaho (2007:126) menempatkan partisipasi
sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan disamping
faktor-faktor tenaga terlatih, biaya, informasi, peralatan dan kewenangan yang
sah.
Sanit dalam Kaho (2007:126) juga menambahkan apabila kita berbicara
tentang pembangunan, sesungguhnya yang diperbincangkan adalah keterlibatan
seluruh masyarakat sebagai sistem terhadap masalah yang dihadapinya dan
pencarian jawaban bagi masalah tersebut. Masyarakat sendiri dapat berpartisipasi
pada beberapa tahap terutama dalam pembangunan, yakni pada tahap inisiasi,
legitimasi, dan eksekusi. Atau dengan kata lain pada tahap decision making,
implementation, benefit, dan tahap evaluation. Seperti yang dirumuskan
Tjokroamidjojo dalam Kaho (2007:127) sebagai berikut:
“Pertama keterlibata aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi, dan kebijaksanaan. Kedua, adalah keterlibatan dalam memikul hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dapat
terjadi pada empat jenjang, yaitu:
1. Partisipasi dalam Proses Pembuatan keputusan
Partisipasi masyarakat dalam tahap ini sangat mendasar sekali, terutama
karena “putusan politik” yang diambil menyangkut nasib mereka secara
keseluruhan. Semakin besar kemampuan untuk menentukan nasib sendiri,
semakin besar partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
2. Partisipasi dalam Pelaksanaan
Partisipasi dalam pembangunan ini dapat dilakukan melalui keikutsertaan
masyarakat dalam memberikan kontribusi guna dalam menunjang pelaksanaan
pembangunan yang berwujud tenaga, uang, barang material, ataupun
informasi yag berguna bagi pelaksanaan pembangunan.
3. Partisipasi dalam Memanfaatkan Hasil
Setiap usaha bersama manusia, bagaimanapun ditujukan untuk kepentingan
dan kesejahteraan bersama anggota masyarakat. Oleh karena itu, anggota
masyarakat berhak untuk berpartisipasi dalam menikmati setiap usaha
bersama yang ada.
4. Partisipasi dalam Evaluasi
Sikap ikut memelihara dan melestarikan hasil yang telah dicapai, dapat dilihat
sebagai indikator adanya dukungan positif anggota masyarakat terhadap apa
yang dihasilkan. Karenanya mudah diperkirakan hal tersebut sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Sebaliknya sikap apatisme dan tak
adanya perasaan ikut memiliki merupakan indikasi bahwa apa yang
diselenggarakan belum sesuai dengan kepentingan masyarakat. Dan ini
tentunya berguna sekali dalam penyusunan kegiatan berikutnya.
Tjokroamidjojo (1995:222) mengemukakan empat aspek mengenai
partisipasi, yaitu:
1. Terlibatnya dan ikut sertanya rakyat sesuai dengan mekanisme proses politik dalam suatu negara turut menentukan arah, strategi, dan kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah.
2. Meningkatkan artikulasi (kemampuan) untuk meruuskan tujuan-tujuan dan terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu yang sebaiknya.
3. Pertisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan arah, strategi, dan rencana yang telah ditentukan dalam proses politik.
4. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif dalam pembangunan yang berencana.
2.1.6 Kemiskinan
2.1.6.1 Pengertian Kemiskinan
Secara umumnya, kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang itu
kekurangan bahan-bahan keperluan hidup. Dalam masyarakat modern
kemiskinan biasanya disamai dengan masalah kekurangan uang. Kemiskinan
merupakan kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau
kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk
mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu
yang berlaku dalam masyarakat karena sebab-sebab natural, kultural, atau
struktural.
Menurut Seabrook (2006:20) mendefinisikan kemiskinan yaitu suatu
keadaan kekurangan yang absolut dimana tidak adanya suatu kebutuhan pokok
yang menunjang untuk bertahan hidup.
BAPPENAS dalam Sahdan (2005:2) mendefinisikan kemiskinan sebagai
berikut:
”Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.’
BPS dan Departemen Sosial, dalam Suhartono (2004:3) mengartikan
kemiskinan sebagai berikut:
”Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan maupun non-makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinaan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang.” Dari beberapa definisi diatas peneliti menyimpulkan bahwa kemiskinan
adalah suatu kondisi seseorang yang serba kekurangan baik itu sandang, pangan
maupun papan.
2.1.6.2 Penyebab Kemiskinan
Menurut Sharp dalam Kuncoro (2004:157) mengidentifikasi penyebab
kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama. Secara mikro, kemiskinan
muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang
menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya
memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua,
kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia.
Rendahnya kalitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib
yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. Ketiga,
kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan
kemiskinan (vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan,
ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya
produktivitas kemudian menyebabkan rendahnya pendapatan yang mereka
terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan
investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya.
2.1.6.3 Indikator Kemiskinan
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan
Pusat Statistika Tahun 2005, antara lain sebagi berikut:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu
murahan 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas
rendah/ tembok tanpa plester 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah
tangga lain 5. Sumber Penerangan Rumah Tangga tidak menggunakan listrik
6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindungi/ sungai /air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
8. Hanya mengkomsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/ poliklinik 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan
0.5 ha, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya SD
14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.500.000.-(lima ratus ribu rupiah), seperti: Sepeda motor (kredit/ non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.
Sumber: http://bersamatoba.com
Kriteria Kemiskinan Masyarakat Kelurahan Ketapang:
1. Pekerjaan Suatu keluarga dianggap miskin karena pekerjaan yang diberlakukan umumnya tidak menghasilkan pendapatan yang mencukupi kebutuhan pokok hidup kesehatan.
2. Pendapatan Suatu keluarga dianggap miskin dengan tingkat pendapatan yang kurang dari Rp. 400.000,- per bulan.
3. Aset/Kepemilikan Suatu keluarga dianggap miskin dilihat dari kepemilikan rumah dan kondisi rumah hunian, kendaraan, sumber air bersih, penerangan, dan penggunaan bahan bakar untuk memasak.
4. Kemampuan Suatu keluarga dianggap miskin dilihat dari tingkat kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan. (Laporan PJM Pronangkis tahun 2007). Menurut World Bank dalam Nugroho (2004:170) mengukur kemiskinan
bertujuan antara lain:
1. Melihat sejauhmana kemiskinan terjadi: lokasi, jumlah, sebaran, kondisi masyarakat, dan ketampakan lainnya;
2. Memberikan data statistik yang berguna bagi analisis dan perencanaan pembangunan serta penghapusan kemiskinan;
3. Mempengaruhi pola kebijakan dan pengambilan keputusan yang kelak diterapkan.
2.2 Deskripsi PNPM Mandiri
2.2.1 Pengertian PNPM Mandiri
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah
gerakan nasional yang dituangkan dalam kerangka kebijakan yang menjadi acuan
pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat. Dalam pengertian ini, pemberdayaan masyarakat
bertujuan menciptakan kapasitas masyarakat baik secara individu maupun
kelompok, untuk memutuskan berbagai persoalan pembangunan yang
dihadapinya dengan baik dan benar
Agar pemberdayaan masyarakat tidak hanya dilakukan oleh para konsultan
pendamping maupun LSM, pemahaman aparat pemerintah dan berbagai pihak
lainnya terhadap pemberdayaan masyarakat memerlukan rekonstruksi yang benar.
Untuk itu, dalam PNPM dilakukan harmonisasi kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan khususnya yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
2.2.2 Pendekatan PNPM Mandiri
Pendekatan atau metode/cara yang digunakan untuk mewujudkan tujuan
PNPM adalah yang berbasis masyarakat dengan:
1. Menggunakan basis kecamatan sebagai pendekatan lokus program.
2. Memposisikan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan.
3. Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses
pembangunan partisipatif.
4. Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan
karakteris geografis.
5. Melalui proses pemberdayaan yang terdiri atas pembelajaran,
pelembagaan dan keberlanjutan.
2.2.3 Strategi PNPM Mandiri
2.2.3.1 Strategi Dasar
1. Mengintensifkan upaya-upaya pemberdayaan untuk meningkatkan
kemampuan dan kemandirian masyarakat.
2. Menjalin kemitraan yang seluas-luasnya dengan berbagai pihak untuk
bersama-sama mewujudkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat.
3. Menerapkan keterpaduan dan sinergi pendekatan pembangunan sektoral,
pembangunan kewilayahan, dan pembangunan partisipatif.
2.2.3.2 Strategi Operasional
1. Mengoptimalkan seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki
masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi,
perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi
masyarakat, dan kelompok peduli lainnya secara sinergis.
2. Menguatkan peran pemerintah kota/kabupaten sebagai pengelola
program-program penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.
3. Mengembangkan kelembagaan masyarakat yang dipercaya, mengakar dan
akuntabel.
4. Mengoptimalkan peran sektor dalam pelayanan dan kegiatan
pembangunan secara terpadu di tingkat komunitas.
5. Meningkatkan kemampuan pembelajaran di masyarakat dalam memahami
kebutuhan dan potensinya serta memecahkan berbagai masalah yang
dihadapinya.
6. Menerapkan konsep pembangunan partisipatif secara konsisten dan
dinamis serta berkelanjutan.
2.2.4 Dasar Hukum PNPM Mandiri
Dasar hukum pelaksanaan PNPM Mandiri mengacu pada landasan
konstitusional UUD 1945 beserta amandemennya. Landasan Idiil Pancasila, dan
Peraturan perundang-Undangan yang berlaku, serta landasan khusus Pelaksanaan
PNPM Mandiri yang akan khususnya terkait sistem pemerintahan, Perencanaan,
Keuangan Negara, dan kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah sebagai
berikut:
Dasar peraturan perundangan sistem pemerintahan yang digunakan adalah:
1. Undang-Undang No. 22 tahun 1990 jo Undang-Undang No.32 Tahun 2004
tenteng Pemerintahan Daerah.
2. Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa.
3. Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.
4. Peraturan Presiden No.54 tahun 2005 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan.
Dasar Peraturan Perundangan sistem Perencanaan terkait yang digunakan
adalah:
1. Undang-Undang No.25 tahun 2004 tentang Rencana Perencanaan
Pambangunan Nasional (SPPN).
2. Undang-Undang No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005-2025.
3. Peraturan Presiden No.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2004-2009.
4. Peraturan Pemerintah No.39 tahun 2006 tentang Tata cara Pengendalian
dan Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan.
5. Peraturan Pemerintah No.40 tahun 2007 tentang Tata cara Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional.
2.2.5 Prinsip Dasar
PNPM-Mandiri menekankan prinsip-prinsip dasar berikut ini:
1. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pelaksanaan PNPM Mandiri
senantiasa bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia
seutuhnya.
2. Otonomi. Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri, masyarakat memiliki
kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan
mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.
3. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral
dan kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat
sesuai dengan kapasitasnya.
4. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan
mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan
kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
5. Partisipasi. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses
pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong royong
menjalankan pembangunan.
6. Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai
kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam
menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan.
7. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan
secara musyarawah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada
kepentingan masyarakat miskin.
8. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang
memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan
sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan
dipertanggunggugatkan baik secara moral, teknis, legal, maupun
administratif.
9. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan
kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakan secara
optimal berbagai sumberdaya yang terbatas.
10. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan
kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar
pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan.
11. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan
kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini
tapi juga di masa depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
12. Sederhana. Semua aturan, mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan
PNPM Mandiri harus sederhana, fleksibel, mudah dipahami, dan mudah
dikelola, serta dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakat. (Pedoman
Umum PNPM Mandiri Tahun 2007)
2.2.6 Tujuan PNPM Mandiri
Tujuan Pelaksanaan PNPM Mandiri adalah sebagai berikut:
1. Mewujudkan masyarakat “berdaya“ dan “mandiri” yang mampu mengatasi
berbagai persoalan kemiskinan di wilayahnya, sejalan dengan kebijakan
PNPM Mandiri.
2. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam menerapkan model
pembangunan partisipatif yang berbasis kemitraan dengan masyarakat dan
kelompok peduli setempat.
3. Mewujudkan harmonisasi dan sinergi berbagai program pemberdayaan
masyarakat untuk optimalisasi penanggulangan kemiskinan.
4. Meningkatkan capaian manfaat bagi masyarakat miskin untuk mendorong
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran
MDGs.
2.2.7 Sasaran
Sasaran Pelaksanaan PNPM Mandiri adalah sebagai berikut:
1. Terbangunnya lembaga kepemimpinan masyarakat yang aspiratif,
representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya
partisipasi serta kemandirian masyarakat.
2. Tersedianya PJM Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi
berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan
sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat.
3. Meningkatnya akses terhadap pelayanan kebutuhan dasar bagi warga
miskin dalam rangka meningkatkan IPM dan MDGs.
2.2.8 Kategorisasi PNPM Mandiri
Masyarakat yang mandiri melaksanakan pembangunan dan upaya
penanggulangan kemiskinan tidak dapat diwujudkan secara instan. Kemandirian
masyarakat dapat terwujud melalui serangkaian proses kegiatan pemberdayaan
masyarakat yang direncanakan, dilaksanakan, dan dimanfaatkan oleh masyarakat
sendiri. Agar pelaksanaan berbagai program pemberdayaan di suatu wilayah
berjalan efektif dan sinergis mendukung upaya penanggulangan kemiskinan,
dilakukan harmonisasi pelaksanaan berbagai program tersebut dalam kerangka
kebijakan PNPM mandiri.
Program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan
masyarakat dapat dikategorisasikan sebagai:
1. PNPM-Inti: terdiri dari program/proyek penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di tingkat
kecamatan atau desa/kelurahan. Untuk tahun 2008, termasuk dalam
PNPM-Inti adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Pengembangan
Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), dan program
Pengembangan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)
2. PNPM-Pendukung: terdiri dari program-program pembangunan struktural
berbasis pemberdayaan masyarakat yang pelaksanaannya terkait dengan
pencapaian target sektor tertentu. Dalam rangka efektivitas dan efisiensi
upaya penanggulangan kemiskinan, pelaksanaan program-program ini di
tingkat masyarakat mengacu pada kerangka kebijakan PNPM.
2.3 Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini dimana peneliti membahas Implementasi Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di
Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
merupakan salah satu program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan
melalui pembangunan kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah.
Masyarakat miskin ditempatkan sebagai komponen utama mulai dari perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan. Sebenarnya banyak
program pengentasan kemiskinan yang sudah dilakukan oleh pemerintah, seperti
Jaring Pengaman Sosial (JPS), Bantuan Langsung Tunai (BLT), PDMDKE dan
lain-lain. Program-program tersebut menggunakan pendekatan top-down dimana
keterlibatan masyarakat kurang diperhatikan sehingga hasil yang diharapkan
masih kurang. Berbeda dengan program-program sebelumnya, PNPM Mandiri
dalam pengentasan kemiskinan tersebut menggunakan pendekatan bottom-up,
artinya melibatkan masyarakat itu sendiri dalam pelaksanaannya sehingga
pemerintah tahu apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakatnya dalam rangka
pengentasan kemiskinan.
Dalam PNPM bukan pemerintah pusat yang secara penuh menjalankan
program tersebut tetapi diserahkan kepada daerah masing-masing agar lebih
terfokus. Kemudian di setiap daerah tersebut dibentuk BKM dan KSM yang
mengelola kegiatan dan ada seorang konsultan sebagai pendamping dan juga
pengawas dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Anggota KSM dan BKM dipilih
dari anggota masyarakat itu sendiri. Karena program ini difokuskan pada daerah-
daerah maka masyarakat melakukan kegiatan berupa penyusunan kriteria
kemiskinan lokal yang dilakukan di tingkat RT untuk menyepakati secara bersama
kriteria seseorang disebut miskin.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori implementasi dari Van
Metter dan Horn karena terdapat kesesuaian antara masalah yang terdapat pada
identifikasi masalah dengan apa yang dijabarkan dalam teori tersebut. Kesesuaian
dapat dilihat dari indikator ukuran dan tujuan kebijakan bahwa tujuan dari
program ini belum tercapai karena belum mencapai pada sasaran yang dituju. Dari
indikator komunikasi dimana komunikasi belum dapat dijalankan dengan baik
karena masih banyak masyarakat yang belum tahu dan mengerti tentang PNPM
Mandiri. Terakhir yaitu bahwa program PNPM Mandiri ini hanya sebatas
memberikan pembinaan atau keterampilan kepada masyarakat yang putus sekolah
atau menganggur sehingga setelah program ini selesai masyarakat tetap
menganggur dan program ini menjadi tidak berkelanjutan.
Dengan demikian, setelah menggunakan teori yang telah dipaparkan diatas
diharapkan tujuan dari penelitian ini untuk menyelesaikan permasalahan yang ada
dapat tercapai. Maka untuk mempermudah mamahami alur berpikir peneliti
menggambarkan kerangka berpikirnya sebagai berikut:
Gambar 1
KERANGKA BERPIKIR
Implementasi PNPM Mandiri: 1. Ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber daya 3. Karakteristik agen pelaksana 4. Sikap/kecenderungan para
pelaksana 5. Komunikasi antar organisasi 6. Lingkungan ekonomi, sosial,
politik (Van Metter dan Horn)
Permasalahan dalam implementasi
PNPM Mandiri:
1. Kurangnya sosialisasi yang
mengakibatkan kesalahpahaman
pada masyarakat.
2. Tidak adanya kegiatan ekonomi
berupa pinjaman dana bergulir
untuk mengembangkan usaha
Tujuan PNPM Mandiri: 1. Peningkatan pendapatan 2. Peningkatan modal 3. Peningkatan SDM 4. Peningkatan kesejahteraan
masyarakat
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan
diteliti dan akan dibuktikan kebenarannya. Hipotesis merupakan hasil dari refleksi
penelitian berdasarkan landasan teori yang digunakannya sebagai dasar
argumentasi. Dengan demikian hipotesis penelitian menggambarkan keyakinan
peneliti tentang jawaban dari masalah yang akan diteliti.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti memiliki
hipotesis yaitu: “Tingkat Implementasi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, peneliti memprediksikan hipotesis tersebut
masih kurang maksimal, paling tinggi sebesar 70% dari nilai ideal”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2008:2),
sedangkan penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap
variabel mandiri tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan
variabel yang lain. Jenis datanya adalah kuantitatif, sehingga metode penelitian
yang digunakan oleh peneliti adalah metode kuantitatif deskriptif. Metode
penelitian ini digunakan untuk memperoleh dan menyajikan data secara maksimal
dan menyeluruh sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian sehingga
diharapkan data yang diperoleh benar-benar mengkualifikasi temuan-temuan.
3.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2008:102),
sehingga instrumen yang dibuat adalah sesuai dengan variabel dalam penelitian
ini. Jadi pada dasarnya instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai
variabel yang diteliti dan diukur dari indikator-indikator variabel yang diberikan
oleh peneliti.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya:
1. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2008:142). Kuesioner diberikan
kepada (subyek) responden penelitian atau sampel yang telah ditentukan
dan berisi beberapa pertanyaan atau pernyataan untuk dijawab sesuai
dengan fokus penelitian.
2. Wawancara
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara tidak
terstruktur yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis
dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Sugiyono, 2008:140).
Wawancara tidak terstruktur bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
lebih mendalam lagi tentang fokus penelitian.
3. Pengamatan / Observasi
52
Menurut Hadi dalam Sugiyono (2008:145) mengemukakan bahwa
observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis. Dalam penelitian
ini, observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi nonpartisipan
yaitu peneliti tidak terlibat langsung dan hanya menjadi pengamat yang
independen.
4. Studi Kepustakaan
Pengumpulan data penelitian diperoleh dari berbagai referensi yang
relevan mengenai penelitian ini berdasarkan teks books maupun jurnal
ilmiah.
Dalam penelitian ini, skala pengukuran instrumen penelitian yang
digunakan adalah Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Indikator yang disusun melalui item-item instrumen dalam
bentuk pertanyaan atau pernyataan diberikan jawaban setiap instrumennya.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yang dapat berupa kata-kata.
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban setiap item instrumen diberi
skor sebagai berikut: (Sugiyono, 2008:94)
Tabel 2 Skoring Item Instrumen Jawaban Skor
Sangat Setuju 4 Setuju 3
Tidak Setuju 2 Sangat Tidak Setuju 1
Berikut ini adalah kisi-kisi instrumen dari tingkat implementasi Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di Kelurahan Ketapang
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang:
Tabel 3
Kisi-kisi Istrumen Penelitian
Variabel Indikator Sub Indikator No.Item
Instrumen
Implementasi
menurut Van
Metter dan Van
Horn
1.Ukuran dan Tujuan
Kebijakan
1. Tujuan Kebijakan
2. Sasaran
1, 2
3, 4
2. Sumberdaya 1. Sumberdaya manusia
2. Sumberdaya finansial
5, 6
7, 8
3.Karakteristik Agen
Pelaksana
1. Ketegasan
2. Teknologi
3. Kepentingan
9, 10
11, 12
13, 14
4.Sikap/Kecenderungan
para pelaksana
1. Disiplin
2. Ramah
15, 16
17, 18
5. Komunikasi
Antarorganisasi dan
Aktivitas Pelaksana
1. Transmisi
2. Kejelasan
3. Konsistensi
19, 20
21, 22
23, 24
6. Lingkungan
ekonomi, sosial dan
politik
1. Ekonomi
2. Sosial
3. Politik
25, 26
27, 28
29, 30
3.3 Populasi dan Sampel Peneitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:80).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat miskin penerima manfaat
PNPM Mandiri di Kelurahan Ketapang dimana masyarakat miskinnya berjumlah
1.000 orang, berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Ketapang.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oeh
populasi tersebut (Sugiyono, 2008:81). Sampel dalam penelitian ini dihitung
berdasarkan ketentuan besaran sampel atas besaran populasi dengan
menggunakan teknik Proportional Area Random Sampling. Dikatakan
Proportional area random sampling karena populasi terdiri dari sub populasi
yang tidak homogen, dan tiap-tiap populasi akan diwakili dalam penelitian sesuai
dengan proporsinya masing-masing. Jadi pada pokoknya yaitu mengambil sampel
dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub populasi,
100035
100061
100021
100010
100048
100031
100012
100022
100026
100038
100052
100013
sehingga nantinya jumlah sampel yang akan diambil akan menghasilkan sampel
yang representatif.
Tabel 4
Perhitungan Sampel
N = 1000
S = 258 tingkat kesalahan 5% (lihat tabel penentuan jumlah sampel menurut Issac
Michale dalam Sugiyono, (2008:87)
Area Jumlah Penduduk
Perhitungan Hasil Hasil Akhir
Rt 01 35 x 100 % = 0.035 % x 258 9.03 9
Rt 02 61 x 100 % = 0.061 % x 258 15.7 16
Rt 03 21 x 100 % = 0.021 % x 258 5.4 5
Rt 04 10 x 100 % = 0.01 % x 258 2.5 3
Rt 05 48 x 100 % = 0.048 % x 258 12.3 12
Rt 06 31 x 100 % = 0.031 % x 258 7.9 8
Rt 07 12 x 100 % = 0.012 % x 258 3.09 3
Rt 08 22 x 100 % = 0.022 % x 258 5.6 6
Rt 09 26 x 100 % = 0.026 % x 258 6.7 7
Rt 10 38 x 100 % = 0.038 % x 258 9.8 10
Rt 11 52 x 100 % = 0.052 % x 258 13.4 13
100031
100057
100053
100034
100045
100063
100085
100098
100047
100068
100050
Rt 12 13 x 100 % = 0.013 % x 258 3.3 3
Rt 13 31 x 100 % = 0.031 % x 258 7.9 8
Rt 14 57 x 100 % = 0.057 % x 258 14.7 15
Rt 15 53 x 100 % = 0.053 % x 258 13.6 14
Rt 16 34 x 100 % = 0.034 % x 258 8.7 9
Rt 17 45 x 100 % = 0.045 % x 258 11.6 12
Rt 18 63 x 100 % = 0.063 % x 258 16.2 16
Rt 19 85 x 100 % = 0.085 % x 258 21.9 22
Rt 20 98 x 100 % = 0.098 % x 258 25.2 25
Rt 21 50 x 100 % = 0.05 % x 258 12.9 13
Rt 22 47 x 100 % = 0.047 % x 258 12.1 12
Rt 23 68 x 100 % = 0.068 % x 258 17.5 17
Jumlah 1000 258
Dari perhitungan sampel tersebut diatas, maka peneliti mengambil sampel
sebanyak 258 sampel yang kesemuanya tersebar di seluruh area, sedangkan cara
pengambilan sampel tersebut, peneliti menentukannya secara acak (random).
3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.4.1 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data menurut Burhan (2005:164) adalah kegiatan lanjutan
setelah pengumpulan data dilaksanakan. Pada penelitian kuantitatif, pengolahan
data secara umum dilaksanakan dengan melalui tahap memeriksa (editing),
proses pemberian identitas (coding), dan proses pembenaran (tabulating) adalah
sebagai berikut:
1. Editing
Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai
menghimpun data di lapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena
kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala belum memenuhi
harapan peneliti, ada diantaranya kurang atau terlewatkan, berlebihan bahkan
tumpang tindih.
2. Coding
Coding adalah bahwa data yang telah diedit diberi identitas sehingga
memiliki arti tertentu pada saat dianalisis. Pengkodean ini menggunakan dua
cara, pengkodean frekuensi dan pengkodean lambang. Pengkodean frekuensi
digunakan apabila jawaban pada poin tertentu memiliki bobot tertentu,
sedangkan pengkodean lambang digunakan pada poin yang tidak memiliki
bobot tertentu.
3. Tabulating
Tabulating adalah memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur
angka-angka serta menghitungnya. Tabel data adalah tabel yang dipakai
untuk mendeskripsikan data sehingga memudahkan peneliti untuk
memahami struktur dari sebuah data.
3.4.2 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan oleh peneliti adalah statistik
deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul.
1. Validitas
Uji validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya suatu kuesioner.
Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen
benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur
dalam penelitian serta mampu menunjukkan tingkat kesesuaian
konsep dan hasil pengukuran. Rumus uji validitas ini adalah dengan
menggunakan rumus Product Moment yang dikutip oleh Sugiyono
(2008:183).
Keterangan:
rxy = Koefisien Korelasi Product Moment ∑X = Jumlah skor dalam sebaran X ∑Y = Jumlah skor dalam sebaran Y ∑XY = Jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan ∑X² = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran 2X ∑Y² = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran 2Y n = Jumlah sampel
2. Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan internal konsistensi
dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach yaitu teknik perhitungan
rxy = }{ }{ ∑ ∑∑ ∑
∑ ∑ ∑−−
−2222 )()(
))((
YYNXXN
YXXYN
yang dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi diantara
butir-butir pernyataan dalam kuesioner. Variabel yang dinyatakan
reliabel jika nilai Alphanya lebih dari 0,3 (Purwanto, 2007:181).
Dengan dilakukan uji reliabilitas maka akan menghasilkan suatu
instrumen yang benar-benar tepat/akurat dan mantap. Apabila
koefisien reliabilitas instrumen yang dihasilkan lebih besar berarti
instrumen tersebut memiliki reliabilitas yang cukup baik.
Rumus Alpha Cronbach (Arikunto, 2002:171) adalah sebagai berikut:
ri =
Keterangan:
ri = reliabilitas internal seluruh instrument ∑si
2 = mean kuadrat kesalahan k = mean kuadrat antara subyek st
2 = varians total
Adapun untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan Uji T
(t-test) satu sampel dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2008:178):
t = X - µо
S √n
Keterangan:
t = nilai t yang dihitung X = nilai rata-rata µо = nilai yang dihipotesiskan s = simpangan baku sampel n = jumlah anggota sampel
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Hipotesis Nol (Ho) lebih kecil atau
sama dengan (≤) dan Hipotesis Alternatifnya (Ha) lebih besar (>) sehingga yang
digunakan adalah uji pihak kanan dengan taraf kesalahan 5%. Dengan demikian
berlaku ketentuan:
1. Bila t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak
2. Bila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima
3.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Ketapang yang beralamat di Jl.
Darussalam III Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang Kode
Pos. 15147. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2009 sampai dengan
Januari 2011.
Adapun jadwal penelitiannya adalah sebagai berikut:
Tabel 5
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan
Desember 2009 – Januari 2011 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan
1 Pengajuan Judul
2 Perizinan dan Observasi Awal
3 Pengumpulan Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Deskripsi Kelurahan Ketapang
Kelurahan Ketapang merupakan bagian dari Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang Provinsi Banten. Secara administratif Kelurahan Ketapang terbagi
menjadi 5 RW dan 28 RT. Luas Kelurahan Ketapang seluruhnya adalah 180 Ha.
Letak geografis Kelurahan Ketapang merupakan daerah dataran rendah. Jumlah
penduduk di Kelurahan Ketapang yaitu 10.371 jiwa. Pekerjaan atau mata
pencaharian utama penduduk adalah wiraswasta, baik sebagai karyawan,
pedagang ataupun jasa dengan sebagian diantaranya memiliki kerja tidak tetap.
Jumlah penduduk miskin di Kelurahan Ketapang sebanyak 1.000 jiwa. Adapun
4. Penyusunan Usulan Proposal
5. Seminar Skripsi
6. Revisi Usulan
7. Penelitian Lapangan
8. Pengolahan Data
9. Penyusunan Hasil Penelitian
10. Ujian Skripsi
11. Revisi Laporan
batas-batas administratif wilayah Kelurahan Ketapang yaitu, sebelah utara
berbatasan dengan DKI Jakarta, sebelah selatan berbatsan dengan Kelurahan
Gondrong, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Petir, sebelah barat
berbatasan dengan Kelurahan Poris Indah.
Tabel 6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Struktur Umur
No. Kelompok
Umur (Tahun)
Jumlah Penduduk
Tahun 2009 2010
1 0-5 852 919
2 6-10 783 826
3 11-15 866 896
4 16-20 900 926
5 21-25 854 863
6 26-30 786 803
7 31-35 977 981
8 36-40 826 835
9 41-45 680 698
10 46-50 687 704
Sumber: Laporan Pendataan Penduduk kelurahan Ketapang, 2010
4.1.2 Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Sejahtera
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Sejahtera dibentuk pada tanggal
21 September 2007 dan dicatatkan di akta notaris No. 0019/Da/Daf/2007 dan
00198/Daf/2007. Koordinator BKM dipilih melalui voting tertutup oleh para
anggota BKM terpilih secara periodik (bergantian) karena setiap anggota BKM
memiliki peluang yang sama sebagai koordinator BKM. Anggota BKM terdiri
dari 12 orang, selain pengurus BKM ada juga Unit-unit Pengelola, yaitu Unit
11 51-55 678 695
12 56-60 545 540
13 61-65 437 432
14 66> 289 253
Jumlah 10.155 10.371
Pengelola Keuangan (UPK), Unit Pengelola Lingkungan (UPL), dan Unit
Pengelola Sosial (UPS).
1. VISI
”Masyarakat mampu membangun sinergi dengan berbagai pihak untuk
menanggulangi kemiskinan secara mandiri, kolektif, dan berkelanjutan”.
2. MISI
”Memberdayakan masyarakat perkotaan, terutama masyarakat miskin,
dalam penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan kapasitas, penyediaan
sumber daya dan mmembudayakan kemitraan sinergis antara masyarakat dengan
pelaku pembangunan lainnya”.
Gambar 2
STRUKTUR DPK BKM SEJAHTERA BKM
RUSMAN
SEKRETARIAT
ROSIDI
UPL
MUHIDIN
UPK
PAJAR MAWARTI
UPS
JUBAEDAH
4.1.3 Deskripsi Kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri di Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang
Ada dua program kerja yang terealisasi dalam Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang dilaksanakan di Kelurahan
Ketapang yaitu:
1. Pemberdayaan Fisik/Lingkungan
Kegiatannya berupa:
Tabel 7
Kegiatan Pemberdayaan Fisik/Lingkungan
No Nama KSM Jenis Kegiatan Lokasi
1. Surya Pekerjaan Paving Block RT 04 RW 02
RT05 RW02
2. Gelatik Pekerjaan Paving Block RT02 RW02
3. Anggrek Perbaikan Saluran Air RT05 RW04
4. Palem Penerangan Jalan Umum RW 004
5. Mawar Pekerjaan Paving Block
&Perbaikan Saluran Air
RT05 RW05
RT02 RW05
6. Mentari Perbaikan Jembatan RT04 RW03
7. Abadi Pekerjaan Paving Block RT01 RW01
8. Anugrah Pekerjaan Paving Block RT04 RW05
RT02 RW 05
9. Merpati Perbaikan Saluran Air &
Pekerjaan Paving Block
RT04 RW02
RT03 RW02
10. Budi Mulia Pekerjaan Paving Block RT04 RW04
11. Warna Pembuatan Tong Sampah RW 01 – 05
Sumber: Laporan PJM Pronangkis PNPM Mandiri, 2009
2. Pemberdayaan Sosial
Kegiatannya berupa:
Tabel 8
Kegiatan Pemberdayaan Sosial
No Nama KSM Jenis Kegiatan Lokasi 1. Melati • Penyuluhan/Pelatihan
Ibu hamil & melahirkan
• Pelatihan membuat souvenir dari manik-manik
RW 01 – 05 RW 03
2. Garuda • Pelatihan keterampilan menjahit & border
• Pelatihan membuat anyaman dari resam
• Pelatihan keterampilan Sablon
RW 01 – 05 RW 04 RW 05
Sumber: Laporan PJM Pronangkis PNPM Mandiri, 2009
4.2 Pengujian Persyaratan Statistik
4.2.1 Uji Validitas Instrumen
Pada penelitian ini, analisis data penelitian yang dilakukan pertama kali
adalah dengan melakukan uji validitas instrument. Hal ini dimaksudkan untuk
menjaga ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Uji Validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya suatu kuesioner.
Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar
mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta
mampu menunjukkan tingkat kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran.
Adapun rumus yang digunakan adalah menggunakan statistik korelasi product
momen dengan bantuan SPSS Statistics 13.0 dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 9
Hasil Uji Validitas Instrumen (Uji Butir Pertanyaan)
No. Butir Pernyataan Koefisien Korelasi r tabel Keterangan
1 1 0,438 0,113 Valid 2 2 0,359 0,113 Valid 3 3 0,325 0,113 Valid 4 4 0,407 0,113 Valid 5 5 0,485 0,113 Valid 6 6 0,305 0,113 Valid 7 7 0,272 0,113 Valid 8 8 0,361 0,113 Valid 9 9 0,342 0,113 Valid 10 10 0,245 0,113 Valid 11 11 0,337 0,113 Valid 12 12 0,380 0,113 Valid 13 13 0,191 0,113 Valid 14 14 0,173 0,113 Valid 15 15 0,376 0,113 Valid 16 16 0,371 0,113 Valid 17 17 0,334 0,113 Valid 18 18 0,303 0,113 Valid 19 19 0,354 0,113 Valid 20 20 0,355 0,113 Valid 21 21 0,451 0,113 Valid 22 22 0,336 0,113 Valid 23 23 0,406 0,113 Valid 24 24 0,463 0,113 Valid 25 25 0,468 0,113 Valid 26 26 0,449 0,113 Valid 27 27 0,202 0,113 Valid 28 28 0,128 0,113 Valid 29 29 0,134 0,113 Valid 30 30 0,237 0,113 Valid
Sumber: Data primer diolah, 2010
Adapun kriteria item/butir instrumen yang digunakan adalah apabila r
hitung > r tabel, berarti item/butir instrumen dinyatakan valid, dan jika r hitung ≤ r
tabel, berarti item/butir instrument dinyatakan tidak valid. Berdasarkan tabel 9 di
atas dapat diketahui bahwa semua instrumen adalah valid dengan dibuktikan dari
nilai r hitung > r tabel pada taraf signifikasi 95 persen atau dengan kata lain
memiliki tingkat kesalahan sebesar 5 persen. Artinya semua instrumen dipakai
karena indikator sudah terukur pula dari instrumen lainnya.
4.2.2 Uji Realibilitas Instrumen
Untuk menjaga kehandalan dari sebuah instrumen atau alat ukur maka
peneliti melakukan uji reliabilitas, dimana instrumen yang dilakukan uji
reliabilitas adalah instrumen yang dinyatakan valid, sedangkan instrumen yang
dinyatakan tidak valid maka tidak bisa dilakukan uji reliabilitas. Dalam
pengukuran reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan bantuan
SPSS Statistics 13.0. Adapun hasil dari uji reliabilitas yang telah dilakukan dalam
penelitian ini adalah nilai Alpha Cronbach sebesar 0.721. Jika kita mengacu pada
Purwanto yang menggunakan pedoman reliability instrumen adalah sebesar 0.3
artinya 0.721 > dari 0.3 sehingga instrumen yang diuji bisa reliabel.
Tabel 10
Reliability Statistics
Sumber: Data primer diolah, 2010
4.2.3 Uji Frekuensi dan Normalitas Data
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data hasil penelitian
ini maka peneliti mencoba untuk melakukan mean, median dan modus dan
normalitas data guna menjaga ketepatan metode statistik yang digunakan, karena
apabila data yang dihasilkan tidak normal maka statistik yang digunakan adalah
statistik non parametric sedangkan apabila data yang dihasilkan adalah normal
maka statistik yang digunakan adalah statistik parametric. Pengolahan data dalam
penelitian ini menggunakan bantuan SPSS Statistics 13.0. SPSS atau Statistical
Product and Service Solution merupakan program aplikasi yang digunakan untuk
melakukan perhitungan statistik dengan menggunakan komputer (Sarwono,
2006:71). Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 11 dibawah ini :
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized
Items N of Items .721 .725 30
Tabel 11
Standar Deviasi Implementasi PNPM Mandiri
Sumber: Data primer diolah, 2011
Dari tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata atau mean dari nilai
implementasi PNPM Mandiri diketahui sebesar 81,96 dengan standar error of
mean 0,464. Dengan demikian rata-rata implementasi PNPM Mandiri populasi
penelitian adalah berkisar antara mean ± (2 x 0,464) atau berkisar 81,96. Standar
deviasi implementasi PNPM Mandiri sebesar 7,456 artinya sebaran data berkisar
antara 7,456 di bawah rata-rata (74,504) hingga 7,456 di atas rata-rata (89,416).
N Valid 258 Missing 0
Mean 81.96 Std. Error of Mean .464 Median 80.82(a) Mode 81 Std. Deviation 7.456 Variance 55.590 Skewness .540 Std. Error of Skewness .152 Kurtosis -.022 Std. Error of Kurtosis .302 Range 39 Minimum 67 Maximum 106 Sum 21145
Tabel 12
Distribusi Frekuensi Implementasi PNPM Mandiri TOTAL
Sumber: Data primer diolah, 2010
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 67 2 .8 .8 .8
68 1 .4 .4 1.2 70 4 1.6 1.6 2.7 71 8 3.1 3.1 5.8 72 9 3.5 3.5 9.3 73 6 2.3 2.3 11.6 74 10 3.9 3.9 15.5 75 12 4.7 4.7 20.2 76 14 5.4 5.4 25.6 77 14 5.4 5.4 31.0 78 10 3.9 3.9 34.9 79 17 6.6 6.6 41.5 80 16 6.2 6.2 47.7 81 18 7.0 7.0 54.7 82 10 3.9 3.9 58.5 83 11 4.3 4.3 62.8 84 8 3.1 3.1 65.9 85 9 3.5 3.5 69.4 86 10 3.9 3.9 73.3 87 10 3.9 3.9 77.1 88 11 4.3 4.3 81.4 89 4 1.6 1.6 82.9 90 5 1.9 1.9 84.9 91 6 2.3 2.3 87.2 92 7 2.7 2.7 89.9 93 7 2.7 2.7 92.6 94 2 .8 .8 93.4 95 4 1.6 1.6 95.0 96 7 2.7 2.7 97.7 98 2 .8 .8 98.4 101 1 .4 .4 98.8 103 1 .4 .4 99.2 105 1 .4 .4 99.6 106 1 .4 .4 100.0 Total 258 100.0 100.0
Berdasarkan tabel 12 di atas, distribusi frekuensi implementasi PNPM
Mandiri menunjukan bahwa Implementasi PNPM Mandiri tersebut cukup
bervariasi, dimana nilai terendah adalah 67 dan nilai tertinggi adalah 106.
Demikian halnya dengan jumlah responden yang memperoleh nilai-nilai tersebut,
dimana dari 258 responden yang memperoleh nilai 68, 101, 103, 105, 106 masing-
masing hanya satu orang atau 0,4 persen. Nilai 67, 94, 98 masing-masing terdiri
dari dua orang atau 0,8 persen. Nilai 70, 89, 95 masing-masing terdiri dari empat
orang atau 1,6 persen, sedangkan untuk nilai 90 hanya lima orang atau 1,9 persen.
Nilai 73, 91 masing-masing terdiri dari enam orang atau 2,3 persen. Nilai 92, 93,
96 masing-masing terdiri dari tujuh orang atau 2,7 persen. Nilai 71, 84 masing-
masing terdiri dari delapan orang atau 3,1 persen. Nilai 72, 85 masing-masing
terdiri dari sembilan orang atau 3,5 persen. Nilai 74, 78, 82, 86, 87 terdiri dari
sepuluh orang atau 3,9 persen. Nilai 83, 88 tardiri dari 11 orang atau 4,3 persen.
Nilai 75 hanya 12 orang atau 4,7 persen. Nilai 76, 77 hanya 14 orang atau 5,4
persen. Nilai 80 hanya 16 orang atau 6,2 persen. Nilai 79 hanya 17 orang atau 6,6
persen. Nilai 81 hanya 18 orang atau 7,0 persen. Nilai 81 menunjukkan mode
atau modus untuk implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri. Apabila dibandingkan dengan nilai tengah dari top score atau
(target maksimum) implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri sebesar 81,96.
Berdasarkan nilai distribusinya juga dapat diketahui distribusi
implementasi program PNPM Mandiri adalah normal. Hal ini diketahui dari
swekness sebesar 0,540 dan kurtosis yang menunjukan nilai sebesar -0,022,
dimana nilai ini berada pada angka kisaran antara -1 hingga 1 atau -2 hingga 2
(Yuliana, 2010:81), berarti distribusi data implementasi program PNPM Mandiri
adalah normal. Apabila digambarkan bentuk distribusi data implementasi Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri seperti pada grafik 1 seperti
berikut:
Grafik 1
Distribusi Data Implementasi PNPM Mandiri
Sumber: Data primer diolah, 2010
11010090807060
50
40
30
20
10
0
Frequency
Mean = 81.96Std. Dev. = 7.456N = 258
4.3 Deskripsi Data
4.3.1 Identitas Responden
Responden adalah salah satu hal penting dalam penelitian ilmiah.
Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat miskin penerima program
PNPM Mandiri yang ada di kelurahan ketapang. Masyarakat miskin berjumlah
1.000 orang. Berdasarkan tabel Issac Michael dengan tingkat kesalahan 5% maka
diperoleh sampel dalam penelitian ini sejumlah 258 orang.
Dalam mengisi kuesioner, responden diminta untuk memberikan identitas
diri sebagai penunjang data. Dimana identitas diri meliputi jenis kelamin, tingkat
usia, tingkat pendidikan terakhir, dan status pekerjaan.
Tabel 13
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 157 61%
Perempuan 101 39%
Jumlah 258 100%
Sumber : Data primer diolah, 2010
Berdasarkan tabel 13 di atas maka dapat diketahui jumlah responden
sebanyak 258 orang, terdiri dari 157 laki-laki dan 101 perempuan. Dengan lebih
banyaknya identitas responden yang berjenis kelamin laki-laki maka pandangan
dari golongan perempuan kurang mewakili dalam memberikan penilaian terhadap
implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di
Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Hal ini disebabkan
karena jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki atau sebesar 61% lebih
mendominasi daripada jumlah responden yang berjenis kelamin perempuan atau
sebesar 39%, sehingga pandangan dari responden yang berjenis kelamin laki-laki
lebih besar.
Tabel 14
Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Usia
Tingkat Usia Jumlah Persentase
31-40 40 16%
41-50 81 31%
51-60 92 36%
60> 45 17%
Jumlah 258 100%
Sumber : Data primer diolah, 2010
Berdasarkan tabel 14 di atas, dapat dideskripsikan bahwa responden
memiliki usia yang bervariasi, mulai dari usia 31-40 tahun hingga usia 60 tahun
ke atas. Komposisi variasi usia responden dengan rincian tingkat usia 31-40 tahun
sebanyak 40 orang dari keseluruhan sampel, tingkat usia 41-50 tahun sebanyak 81
orang dari keseluruhan sampel, tingkat usia 51-60 tahun sebanyak 92 orang dari
keseluruhan sampel, dan tingkat usia 60 tahun ke atas sebanyak 45 orang. Dari
tabel di atas terlihat bahwa frekuensi terbesar responden berada pada rentang usia
51-60 tahun sebesar 36%, sedangkan frekuensi terkecil responden berada pada
rentang usia 31-40 tahun yaitu sebesar 16%. Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas masyarakat yang menerima manfaat dari program PNPM Mandiri
adalah dengan rentang usia tersebut di mana kebanyakan diantaranya sudah tidak
memiliki pekerjaan lagi.
Tabel 15
Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase
SD 154 60%
SLTP 71 27%
SLTA 33 13%
Jumlah 258 100%
Sumber : Data primer diolah, 2010
Berdasarkan data tabel 15 di atas, maka dapat dilihat bahwa responden
memiliki latar belakang tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Penjabarannya
adalah sebagai berikut: responden yang berlatar belakang SD berjumlah 154
orang, yang berlatar belakang SLTP berjumlah 71 orang, dan yang berlatar
belakang SLTA berjumlah 33 orang. Dapat disimpulkan bahwa tingkat
pendidikan responden didominasi oleh responden yang berlatar belakang SD
yakni sebesar 60%, karena sasaran program PNPM Mandiri adalah masyarakat
miskin.
Tabel 16
Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase
Buruh 121 47%
Wiraswasta 24 10%
Pedagang 14 5%
Ibu Rumah Tangga 99 38%
Jumlah 258 100%
Sumber : Data primer diolah, 2010
Berdasarkan data tabel 16 di atas, maka dapat diketahui bahwa responden
memiliki status pekerjaan yang berbeda. Dengan penjabaran sebagai berikut
responden yang bekerja sebagai buruh berjumlah 121, lalu yang bekerja
wiraswasta berjumlah 24 orang, kemudian yang bekerja sebagai pedagang
berjumlah 14 orang, dan yang terakhir yaitu sebagai Ibu Runah Tangga berjumlah
99 orang. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden dan juga
sebagai penerima manfaat dari program PNPM Mandiri yaitu buruh dan ibu
rumah tangga yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan sewaktu-waktu, tidak
hanya itu gaji buruh juga kecil sehingga kebutuhannya kurang terpenuhi.
4.3.2 Analisis Data
Jenis dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif deskriptif, maka data yang diperoleh tidak hanya berbentuk kalimat
dari hasil wawancara dan pernyataan dari hasil penyebaran kuesioner, melainkan
ditampilkan dari hasil penelitian yang berbentuk angka yang kemudian diolah.
Skala yang dipakai dalam kuesioner adalah skala Likert, pilihan jawaban dalam
kuesioner terdiri dari empat item yaitu sangat setuju bernilai 4, setuju bernilai 3,
tidak setuju bernilai 2, dan sangat tidak setuju bernilai 1. Pada penelitian ini
peneliti menggunakan enam indikator implementasi kebijakan yang dikemukakan
oleh Van Metter dan Van Horn. Maka enam indikator implementasi kebijakan itu
terdiri dari ukuran dan tujuan kebijakan, sumberdaya, karakteristik agen
pelaksana, sikap/kecenderungan para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan
aktivitas pelaksana, dan lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya.
Untuk mengetahui dan menjelaskan lebih dalam mengenai berapa besar
tingkat implementasi PNPM Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan
Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang terkait dengan keenam indikator
dari teori yang telah dirumuskan sesuai dengan masalah yang ditemukan di
lapangan. Adapun lebih lengkapnya peneliti menguraikannya dalam bentuk grafik
disertai pemaparan dan kesimpulan hasil jawaban dari pernyataan yang diajukan
melalui kuesioner kepada para responden yaitu sebagai berikut:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Tingkat keberhasilan implementasi kebijakan dapat diukur dari ukuran dan
tujuan kebijakan yang dibuat. Oleh karena itu untuk merealisasikan kebijakan
publik agar berhasil maka ukuran dan tujuan kebijakan yang dibuat harus
disesuaikan dengan permasalahan yang ada dan juga kondisi masyarakat
setempat. Dalam indikator ukuran dan tujuan kebijakan terdapat dua sub indikator
yakni tujuan kebijakan dan sasaran kebijakan.
Tujuan kebijakan implementasi terdapat dua pernyataan. Pertama,
pernyataan mengenai tujuan dari program tersebut sudah sesuai dengan yang
diharapkan. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,5 persen tidak setuju
dengan pernyataan bahwa tujuan dari program tersebut sudah sesuai. Untuk lebih
jelasnya perhatikan grafik 2 berikut:
Grafik 2
Kesesuaian Tujuan Program PNPM Mandiri
Dengan yang Diharapkan
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 2 di atas dapat dilihat bahwa 53 responden atau sebesar
20,5 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan tentang kesesuaian tujuan
program PNPM Mandiri dengan yang diharapkan, 78 responden atau sebesar 30,2
persen menjawab setuju, 89 responden atau sebesar 34,5 persen menjawab tidak
setuju, dan 38 responden atau sebesar 14,7 persen menjawab sangat tidak setuju
dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden menjawab tidak setuju terkait pernyataan tersebut,
hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar responden merasakan bahwa
Program PNPM Mandiri belum sesuai yang diharapkkan oleh masyarakat. Masih
banyak masyarakat yang belum tahu dan paham tentang apa itu PNPM Mandiri.
Akan tetapi ada juga yang menjawab setuju dan sangat setuju, hal ini dikarenakan
mereka telah merasakan manfaat dari kegiatan PNPM itu dan disebabkan juga
karena hanya orang-orang tertentu saja yang memahami tentang PNPM Mandiri,
seperti Ketua RT dan RW dan juga Kepala Lingkungan setempat.
Kedua, pernyataan mengenai kagiatan yang dilaksanakan dalam program
PNPM Mandiri sudah sesuai dengan yang ditetapkan. Data hasil penelitian
menunjukan bahwa 55,8 persen dari keseluruhan responden menyatakan setuju
terhadap pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 3 di bawah
ini:
Grafik 3
Kesesuaian Kegiatan-kegiatan yang Dilaksanakan dalam
Program PNPM Mandiri Sesuai dengan yang Sudah Ditetapkan
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 3 di atas dapat dilihat bahwa 40 responden atau sebesar
15,5 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan dalam program PNPM Mandiri sesuai dengan yang sudah
ditetapkan, 144 responden atau sebesar 55,8 persen menjawab setuju, 61
responden atau sebesar 23,6 persen menjawab tidak setuju dan 13 responden atau
sebesar 5,0 persen menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden menjawab setuju dengan pernyataan tersebut, hal ini
dapat diartikan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam program
PNPM Mandiri sudah sesuai dengan yang ditetapkan. Artinya tidak ada
penyimpangan antara apa yang sudah ditetapkan dengan kegiatan dan hasilnya.
Namun ada juga yang menjawab tidak setuju, hal ini dikarenaan masyarakat tidak
mengetahui kegiatan apa saja yang telah dilaksanakan.
Sasaran kebijakan terdapat dua pernyataan. Pernyataan pertama mengenai
pelaksanaan program PNPM Mandiri sudah tepat pada sasaran yang dituju. Data
hasil penelitian menunjukan bahwa 57 persen responden tidak setuju bahwa
pelaksanaan program PNPM Mandiri sudah tepat pada sasaran yang dituju. Untuk
lebih jelasnya perhatikan grafik 4 di bawah ini.
Grafik 4
Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Sudah Tepat
Pada Sasaran Yang Dituju
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 4 di atas dapat dilihat bahwa 8 responden atau sebesar
3,1 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa pelaksanaan
program PNPM Mandiri sudah tepat pada sasaran yang dituju, 86 responden atau
sebesar 33,3 persen menjawab setuju, 147 responden atau sebesar 57,0 persen
menjawab tidak setuju dan 17 responden atau sebesar 6,6 persen menjawab sangat
tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden yakni sebesar 57% responden atau lebih dari
setengah jumlah sampel menjawab tidak setuju dengan pernyataan yang
menyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan program PNPM Mandiri sudah tepat
pada sasaran yang dituju. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar responden
belum merasakan manfaat dari program PNPM tersebut. Program ini dibuat
dengan tujuan mengurangi jumlah masyarakat miskin tapi kenyataan di lapangan
bahwa jumlah penduduk miskin di Kelurahan Ketapang mengalami peningkatan.
Akan tetapi masih ada responden yang menjawab setuju dan sangat setuju terkait
hal tersebut, karena jika saja program PNPM Mandiri ini benar-benar
dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ada dan bersikap adil kepada masyarakat
maka program tersebut akan berjalan dengan baik.
Pernyataan kedua yaitu mengenai kegiatan yang dilaksanakan program
PNPM Mandiri mengutamakan kepentingan masyarakat miskin. Data hasil
penelitian menunjukkan bahwa 69,8 persen responden menjawab tidak setuju
dengan pernyataan bahwa kegiatan dalam program PNPM Mandiri
mengutamakan masyarakat miskin. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 5 di
bawah ini:
Grafik 5
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan PNPM Mandiri Mengutamakan
Kepentingan Masyarakat Miskin
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 5 di atas dapat dilihat bahwa 36 responden atau sebesar
14 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan PNPM Mandiri mengutamakan kepentingan masyarakat
miskin, 36 responden atau sebesar 14 persen menjawab setuju, 180 responden atau
sebesar 69,8 persen menjawab tidak setuju, dan 6 responden atau sebesar 2,3
persen menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden yakni sebesar 69,8 persen responden atau lebih
dari setengah jumlah sampel menjawab tidak setuju dengan pertanyaan yang
menyatakan bahwa kegiatan yang dilaksanakan dalam program PNPM Mandiri
mengutamakan kepentingan masyarakat miskin. Hal ini dapat diartikan bahwa
program ini belum mengutamakan sasarannya pada masyarakat miskin. Apalagi
kegiatan pinjaman dana bergulir yang diutamakan untuk masyarakat miskin sudah
tidak berjalan lagi. Namun ada pula yang menjawab setuju dan sangat setuju
sebesar 14 persen, karena mereka sudah merasakan manfaat dari kegiatan PNPM
Mandiri tersebut.
2. Sumber Daya
Indikator kedua dari teori Van Metter dan Van Horn adalah sumber daya,
hal ini terkait dengan sejauh mana kemampuan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia karena akan menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Dalam
indikator sumber daya terdapat dua sub indikator yakni sumber daya manusia dan
sumber daya finansial.
Sumber daya manusia terdiri dari dua pernyataan. Pertama, jumlah tenaga
pelaksana sudah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan. Data hasil penelitian
menunjukkan bahwa 61,6 persen responden setuju bahwa jumlah tenaga
pelaksana sudah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan. Untuk lebih jelasnya
perhatikan grafik 6 berikut:
Grafik 6
Jumlah Tenaga Pelaksana Sudah Mencukupi
Untuk Melaksanakan Kegiatan
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 6 di atas dapat dilihat bahwa 35 responden atau sebesar
13,6 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa jumlah tenaga
pelaksana sudah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan, 159 responden atau
61,6 persen menjawab setuju, dan 64 responden atau sebesar 24,8 persen
menjawab tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yaitu sebesar 61,6 persen setuju dengan pernyataan
tersebut, hal ini dapat diartikan bahwa jumlah tenaga pelaksana sudah mencukupi
untuk melaksanakan kegiatan. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan yang
dilaksanakan dapat selesai pada waktu yang tepat, selain itu dalam kegiatan
pembangunan infrastruktur memang tidak membutuhkan tenaga yang terlalu
banyak karena dapat meminta bantuan dari masyarakat sebagai wujud partisipasi
masyarakat terhadap program tersebut. Di sisi lain adapula responden yang
menjawab tidak setuju sebesar 23,8 persen terkait dengan pernyataan tersebut,
karena mereka jarang melihat dan tidak kenal dengan para pekerjanya.
Pernyataan kedua dari sub indikator sumberdaya manusia adalah
pembangunan sarana umum dilaksanakan oleh tenaga ahli yang sesuai. Data hasil
penelitian menunjukkan bahwa 59,3 persen responden menjawab setuju dengan
pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 7 di bawah ini:
Grafik 7
Pembangunan Sarana Umum Dilaksanakan Oleh
Tenaga Ahli Yang Sesuai
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 7 di atas dapat dilihat bahwa 44 responden atau sebesar
17,1 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa pembangunan
sarana umum dilaksanakan oleh tenaga ahli yang sesuai, 153 responden atau 59,3
persen menjawab setuju, 54 responden atau sebesar 20,9 persen menjawab setuju,
dan 7 responden atau sebesar 2,7 persen menjawab sangat setuju dengan
pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yaitu sebanyak 153 orang atau 59,3 persen setuju
dengan pernyataan tersebut, hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan sarana
umum/infrastruktur dilaksanakan oleh tenaga ahli yang sesuai. Maksudnya
pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan dilaksanakan oleh orang
yang mengerti dan memiliki sifat pekerja keras karena pembangunan ini
membutuhkan tenaga yang cukup kuat.
Sub indikator ke dua dari indikator sumber daya adalah sumber daya
finansial yang terdiri dari dua pernyataan. Pernyataan pertama mengenai dana
pembangunan infrastruktur terdistribusi secara merata. Data hasil penelitian
menunjukkan bahwa 149 responden atau 57,8 persen tidak setuju dengan
pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 8 di bawah ini:
Grafik 8
Dana Pembangunan Infrastruktur Terdistribusi Secara Merata
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 8 di atas dapat dilihat bahwa 28 responden atau sebesar
10,9 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa dana pembangunan
infrastruktur terdistribusi secara merata, 69 responden atau sebesar 26,7 persen
menjawab setuju, 149 responden atau sebesar 57,8 persen menjawab tidak setuju,
dan 12 responden atau sebesar 4,7 persen menjawab sangat tidak setuju dengan
pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden yakni sebesar 57,8 persen responden atau lebih
dari setengah jumlah sampel menjawab tidak setuju dengan pernyataan yang
menyatakan bahwa dana dalam pembangunan infrastruktur terdistribusi secara
merata. Hal ini dikarenakan perbedaan luas antara wilayah satu dengan yang
lainnya. Namun ada 69 responden yang menjawab setuju dengan pernyataan ini.
Pernyataan kedua dari sub indikator sumberdaya finansial adalah
masyarakat yang mengetahui laporan keuangan dari petugas PNPM Mandiri. Data
hasil penelitian menunjukkan bahwa 51,2 persen responden tidak setuju dengan
pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 9 di bawah ini:
Grafik 9
Masyarakat Mengetahui Laporan Keuangan dari
Petugas PNPM Mandiri
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 9 di atas dapat dilihat bahwa 22 responden atau sebesar
8,5 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa masyarakat
mengetahui laporan keuangan dari petugas PNPM Mandiri, 71 responden atau
sebesar 27,5 persen menjawab setuju, 132 responden atau sebesar 51,2 persen
menjawab tidak setuju, dan 33 responden atau sebesar 12,8 persen menjawab
sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden yakni sebesar 51,2 persen responden atau
setengah dari jumlah sampel menjawab tidak setuju dengan pernyataan yang
menyatakan bahwa masyarakat mengetahui laporan keuangan dari petugas PNPM
Mandiri. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar responden tidak
mengetahui laporan keuangan maupun kegiatan dari program PNPM Mandiri.
Akan tetapi masih ada responden yang menjawab setuju terkait hal tersebut,
berdasarkan hasil wawancara oleh Bapak Munir salah satu responden penelitian
ini mengatakan bahwa yang mengetahui kegiatan-kegiatan dan juga laporan
PNPM Mandiri hanyalah orang-orang dekat/kerabat dari para petugas PNPM itu
sendiri.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Indikator ketiga dari teori Van Metter dan Van Horn adalah karakteristik
agen pelaksana, hal ini terkait dengan agen pelaksana yang terlibat dalam
pengimplementasian kebijakan publik. Kinerja implementasi kebijakan juga
sangat dipengaruhi oleh agen pelaksana yang menjalankannya. Dalam indikator
karakteristik agen pelaksana terdapat tiga sub indikator yakni ketegasan,
tekhnologi, dan kepentingan.
Sub indikator ketegasan terdiri dari dua pernyataan. Pertama, petugas
PNPM Mandiri dalam melaksanakan kegiatan bersikap tegas kepada masyarakat.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 47,7 persen setuju dengan pernyataan
tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 10 berikut ini:
Grafik 10
Petugaas PNPM Mandiri Dalam Melaksanakan Kegiatan
Bersikap Tegas Kepada Masyarakat
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 10 di atas dapat dilihat bahwa 57 responden atau 22,1
persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa petugas PNPM Mandiri
dalam melaksanakan kegiatan bersikap tegas kepada masyarakat, 123 responden
atau sebesar 47,7 persen menjawab setuju, 72 responden atau sebesar 27,9 persen
menjawab tidak setuju, dan 6 responden atau sebesar 2,3 persen menjawab sangat
tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yaitu sebesar 123 orang atau 47,7 persen menjawab
setuju dengan pernyataan yang menyatakan bahwa petugas PNPM Mandiri
bersikap tegas pada masyarakat dalam melaksanakan kegiatan. Sikap tegas ini
dimaksudkan untuk mendukung masyarakat agar lebih semangat dalam
melaksanakan kegiatan, dan agar tujuan dari program PNPM mandiri dapat segera
terwujud. Akan tetapi masih ada responden yang menjawab tidak setuju terkait hal
tersebut, hal ini dikarenakan masyarakat tidak mengetahui kegiatan PNPM
Mandiri.
Pernyataan kedua dari sub indikator ketegasan yaitu mengenai petugas
PNPM Mandiri memberikan teguran kepada masyarakat yang tidak ikut dalam
melaksanakan kegiatan. Data hasil penelitian menunjkkan bahwa 48,1 persen
responden menjawab setuju. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 11 di bawah
ini:
Grafik 11
Petugas PNPM Mandiri Memberikan Teguran Kepada Masyarakat
Yang Tidak Ikut Dalam Melaksanakan Kegiatan
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 11 di atas dapat dilihat bahwa 31 responden atau
sebesar 12,0 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa petugas
PNPM Mandiri memberikan teguran kepada masyarakat yang tidak ikut dalam
melaksanakan kegiatan, 124 responden atau sebesar 48,1 persen menjawab setuju,
80 responden atau 31,0 persen menjawab tidak setuju, dan 23 responden atau
sebesar 8,9 persen menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yakni sebanyak 124 responden atau 48,1 persen
menjawab setuju dengan pernyataan yang menyatakan bahwa petugas PNPM
Mandiri memberikan teguran kepada masyarakat yang tidak ikut dalam
melaksanakan kegiatan. Akan tetapi faktanya bagi mereka yang sudah
mendapatkan teguran tetap saja tidak mau melaksanakan kegiatan, padahal
kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Namun ada 80
responden atau 31,0 persen yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena
merasa tidak perlu ada teguran dari petugas PNPM Mandiri.
Sub indikator teknologi terdiri dari dua pernyataan. Pertama,
pembangunan infrastruktur didukung oleh teknologi canggih. Data hasil penelitian
menunjukkan bahwa 55,8 persen responden tidak setuju dengan pernyataan
tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 12 berikut ini:
Grafik 12
Pembangunan Infrastruktur didukung Oleh Teknologi Canggih
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Berdasarkan grafik 12 di atas dapat dilihat bahwa 34 responden atau
sebesar 13,2 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa
pembangunan infrastruktur didukung oleh teknologi canggih, 65 responden atau
sebesar 25,2 persen menjawab setuju, 144 responden atau 55,8 persen menjawab
tidak setuju, dan15 responden atau sebesar 5,8 persen menjawab sangat tidak
setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yakni sebanyak 144 responden atau 55,8 persen
menjawab tidak setuju dengan pernyataan yang menyatakan bahwa pembangunan
infrastruktur didukung oleh teknologi canggih. Hal ini dikarenakan pembangunan
infrastruktur jalan yang dilakukan masih dalam lingkungan desa yang tidak
membutuhkan teknologi canggih seperti pembangunan infrastruktur di jalan-jalan
besar, seperti kota atau provinsi. Namum ada juga responden yang menjawab
setuju dan sangat setuju karena dengan didukung oleh teknologi canggih maka
jalan yang dibuat akan lebih kuat dan tahan lama.
Pernyataan kedua dari sub indikator teknologi yaitu tersedianya sarana
komputer untuk pembuatan proposal/laporan kegiatan Data hasil penelitian
menunjkkan bahwa 60,1 persen responden menjawab setuju. Untuk lebih jelasnya
perhatikan grafik 13 di bawah ini:
Grafik 13
Tersedianya Sarana Komputer Untuk
Pembuatan Proposal/Laporan Kegiatan
Sumber: Data primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 13 di atas dapat dilihat bahwa 68 responden atau
sebesar 26,4 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa tersedianya
sarana komputer untuk pembuatan proposal atau laporan kegiatan. 155 responden
atau sebesar 60,1 persen menjawab setuju, 32 responden atau 12,4 persen
menjawab tidak setuju, dan 3 responden atau sebesar 1,2 persen menjawab sangat
tidak setuju dengan pernyataan tersebut
Mayoritas responden sebanyak 155 orang atau 60,1 persen menjawab
setuju dengan pernyataan yang menyatakan bahwa tersedianya sarana komputer
untuk pembuatan proposal atau laporan kegiatan, karena ketersediaan komputer
akan sangat membantu bagi masyarakat yang ingin mengajukan proposal untuk
kegiatan yang diajukan dan juga bermanfaat bagi petugas PNPM mandiri untuk
membuat laporan kegiatan. Namun ada juga beberapa responden yang menjawab
stidak setuju karena akan membuang-buang biaya.
Sub indikator kepentingan terdiri dari dua pernyataan. Pertama, adanya
pihak-pihak yang mengutamakan kepentingan individu/kelompok. Data hasil
penelitian menunjukkan bahwa 47,3 persen responden setuju dengan pernyataan
tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 14 berikut ini:
Grafik 14
Adanya Pihak-pihak Yang Mengutamakan
Kepentingan Individu/Kelompok
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 14 di atas dapat dilihat bahwa 67 responden atau
sebesar 26,0 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa adanya
pihak-pihak yang mengutamakan kepentingan individu/kelompok, 107 responden
atau sebesar 41,5 persen menjawab setuju, 60 responden atau 23,3 persen
menjawab tidak setuju, dan 24 responden atau sebesar 9,3 persen menjawab
sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden menjawab setuju yaitu sebesar 41,5 persen
dengan pernyataan yang menyatakan bahwa adanya pihak-pihak yang
mengutamakan kepentingan individu/kelompok. Tidak dapat dipungkiri bahwa
dalam setiap pelaksanaan suatu program pasti ada saja pihak yang mengutamakan
kepentingan individu/kelompok, sama halnya dengan program PNPM Mandiri ini
terdapat pihak yang lebih mengutamakan keluarga, kerabat atau wilayahnya untuk
dijadikan sebagai sasaran penerima manfaat program. Akan tetapi ada juga yang
menjawab tidak setuju karena hal seperti itu akan sangat merugikan bagi
masyarakat miskin yang lebih membutuhkan.
Pernyataan kedua dari sub indikator kepentingan yaitu adanya pihak yang
mendominasi dalam melaksanakan kegiatan. Data hasil penelitian menunjukkan
bahwa 48,8 persen responden menjawab setuju dengan pernyataan tersebut. Untuk
lebih jelasnya perhatikan grafik 15 di bawah ini:
Grafik 15
Adanya Pihak Yang Mendominasi Dalam Melaksanakan Kegiatan
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 15 di atas dapat dilihat bahwa 66 responden atau
sebesar 25,6 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa adanya
pihak yang mendominasi dalam melaksanakan kegiatan, 126 responden atau
sebesar 48,8 persen menjawab setuju, 61 responden atau 23,6 persen menjawab
tidak setuju, dan 5 responden atau sebesar 1,9 persen menjawab sangat tidak
setuju dengan pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden menjawab setuju yaitu sebesar 48,8 persen
dengan pernyataan yang menyatakan bahwa adanya pihak yang mendominasi
dalam melaksanakan kegiatan. Pada dasarnya pernyataan ini hampir sama dengan
pernyataan sebelumnya, bahwa terdapat pihak yang mendominasi kegiatan-
kegiatan dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri.
4. Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana
Indikator keempat dari teori Van Metter dan Van Horn adalah
sikap/kecenderungan para pelaksana, hal ini terkait dengan sikap penerimaan atau
penolakan dari agen pelaksana yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau
tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Dalam indikator
sikap/kecenderungan para pelaksana terdapat dua sub indikator yakni disiplin dan
ramah.
Sub indikator disiplin terdiri dari dua pernyataan. Pertama, petugas PNPM
Mandiri disiplin dalam melaksanakan kagiatan. Data hasil penelitian
menunjukkan bahwa 52,3 persen responden setuju dengan pernyataan tersebut.
Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 16 berikut ini:
Grafik 16
Petugas PNPM Mandiri Disiplin Dalam Melaksanakan Kagiatan
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 16 di atas dapat dilihat bahwa 54 responden atau
sebesar 20,9 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa petugas
PNPM Mandiri disiplin dalam melaksanakan kegiatan, 135 responden atau
sebesar 52,3 persen menjawab setuju, 66 responden atau 25,6 persen menjawab
tidak setuju, dan 3 responden atau sebesar 1,2 persen menjawab sangat tidak
setuju dengan pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden yaitu sebanyak 135 orang atau 52,3 persen
menjawab setuju dan 54 orang atau 20,9 persen sangat setuju dengan pernyataan
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan yang dilaksanakan sudah sesuai
dengan jadwal yang sudah dibuat sebelumnya. Di sisi lain terdapat 25,6 persen
menjawab tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena mereka tidak
mengetahui jadwal kegiatan program tersebut.
Pernyataan kedua dari sub indikator disiplin yaitu mengenai pelaksanaan
kegiatan program PNPM Mandiri sudah sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Data hasil penelitian menunjkkan bahwa 49,6 persen responden
menjawab tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya
perhatikan grafik 17 di bawah ini:
Grafik 17
Pelaksanaan Kegiatan Program PNPM Mandiri Sudah Sesuai
Dengan Waktu Yang Telah Ditentukan
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 17 di atas dapat dilihat bahwa 21 responden atau
sebesar 8,1 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa pelaksanaan
kegiatan program PNPM Mandiri sudah sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, 63 responden atau sebesar 24,4 persen menjawab setuju, 128
responden atau 49,6 persen menjawab tidak setuju, dan 46 responden atau sebesar
17,8 persen menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden yaitu sebanyak 128 orang atau 49,6 persen
menjawab tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Namun ada juga yang
menjawab setuju yaitu sebesar 24,4 persen. Pada dasarnya setiap pelaksanaan
kegiataan sudah ada jadwalnya, mungkin mereka tidak mengetahui jadwal
tersebut karena hanya petugas dan anggota pelaksana saja yang mengetahui
jadwalnya.
Sub indikatir ke dua dari indikator sikap/kecenderungan para pelaksana
adalah ramah yang terdiri dari dua pernyataan. Pernyataan pertama mengenai
petugas PNPM Mandiri yang bersikap ramah kepada masyarakat Data hasil
penelitian menunjukkan bahwa 124 responden atau 48,1 persen setuju dengan
pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 18 di bawah ini:
Grafik 18
Petugas PNPM Mandiri Yang Bersikap Ramah Kepada Masyarakat
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 18 di atas dapat dilihat bahwa 84 responden atau
sebesar 32,6 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan tentang petugas
PNPM Mandiri yang bersikap ramah kepada masyarakat, 124 responden atau
sebesar 48,1 persen menjawab setuju, 45 responden atau 17,4 persen menjawab
tidak setuju, dan 5 responden atau sebesar 1,9 persen menjawab sangat tidak
setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden menjawab setuju sebanyak 48,1 persen dan sangat
setuju sebanyak 32,6 persen dengan pernyataan tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap petugas PNPM Mandiri harus bersikap ramah kepada masyarakat
agar masyarakat merasa ada kedekatan dan lebih nyaman dalam melaksanakan
kegiatan.
Pernyataan kedua dari sub indikator ramah yaitu mengenai kegiatan
sosialisasi petugas PNPM Mandiri yang memberikan senyuman kepada
masyarakat. Data hasil penelitian menunjkkan bahwa 48,8 persen responden
menjawab setuju dengan pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan
grafik 19 di bawah ini:
Grafik 19
Kegiatan Sosialisasi Petugas PNPM Mandiri yang
Memberikan Senyuman Kepada Masyarakat
Sumber: data primer diolah, 2010
Berdasarkan grafik 19 di atas dapat dilihat bahwa 70 responden atau
sebesar 27,1 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa dalam
kegiatan sosialisasi petugas PNPM Mandiri memberikan senyuman, 126
responden atau sebesar 48,8 persen menjawab setuju, 59 responden atau 22,9
persen menjawab tidak setuju, dan 3 responden atau sebesar 1,2 persen menjawab
sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden yaitu 48,8 persen menjawab setuju dengan
pernyataan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kegiatan sosialisasi
petugas harus bersikap ramah kepada masyarakat, misalnya kepada masyarakat
yang bertanya tentang kegiatan PNPM Mandiri maka petugas harus bisa
memberikan penjelasan dengan kata-kata yang sopan dan tidak membentak atau
marah-marah. Karena sikap dari para petugas akan sangat mempengaruhi
keikutsertaan masyarakat dalam menjalankan kegiatan. Namun ada juga yang
menjawab tidak setuju, karena menurutnya motivasi untuk menjalankan suatu
kegiatan itu tergantung dari tiap individunya masing-masing.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Indikator kelima dari teori Van Metter dan Van Horn adalah komunikasi
antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, hal ini terkait dengan koordinasi
komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi,
dengan komunikasi yang terjalin dengan baik maka kesalahan-kesalahan akan
sangat kecil untuk terjadi. Dalam indikator komunikasi antarorganisasi dan
aktivitas pelaksana terdapat dua sub indikator yakni transmisi dan kejelasan.
Sub indikator transmisi terdiri dari dua pernyataan. Pertama, adanya
komunikasi yang baik antara petugas PNPM Mandiri dengan masyarakat. Data
hasil penelitian menunjukkan bahwa 55,4 persen responden setuju dengan
pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 20 berikut ini:
Grafik 20
Adanya Komunikasi Yang Baik Antara
Petugas PNPM Mandiri dengan Masyarakat
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 20 di atas dapat dilihat bahwa 72 responden atau
sebesar 27,9 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa adanya
komunikasi yang baik antara petugas PNPM Mandiri dengan masyarakat,143
responden atau sebesar 55,4 persen menjawab setuju, 38 responden 14,7 persen
menjawab tidak setuju, dan 5 responden atau sebesar 1,9 persen menjawab sangat
tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yaitu sebanyak 143 orang atau 55,4 persen menjawab
setuju dan 72 orang atau 27,9 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan
tersebut. Hal ini berarti bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat penting
dalam kegiatan agar informasi yang diberikan dapat diterima dengan baik kepeda
si penerima. Ini berkaitan juga dengan kegiatan sosialisasi, informasi yang jelas
akan membantu masyarakat agar lebih faham tentang apa itu PNPM Mandiri.
Tanpa adanya informasi yang jelas maka tujuan kegiatan akan sulit untuk dicapai.
Namun ada beberapa responden hanya 14,9 persen yang tidak setuju dengan
pernyataan tersebut karena mungkin kurang mengerti akan pentingnya
komunikasi dalam suatu kegiatan.
Pernyataan kedua dari sub indikator transmisi yaitu mengenai Petugas
PNPM Mandiri sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Data hasil
penelitian menunjkkan bahwa 55,8 persen responden menjawab setuju dengan
pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 21 di bawah ini:
Grafik 21
Petugas PNPM Mandiri sering Melakukan Sosialisasi Kepada Masyrakat
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 21 di atas dapat dilihat bahwa 44 responden atau
sebesar 17,1 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa petugas
PNPM Mandiri sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat, 144 responden
atau sebesar 55,8 persen menjawab setuju, 66 responden atau 25,6 persen
menjawab tidak setuju, dan 4 responden atau sebesar 1,6 persen menjawab sangat
tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yaitu sebanyak 144 orang atau 55,8 persen menjawab
setuju dengan pernyataan tersebut, bahwa kegiatan sosialisasi yang lebih sering
dilaksanakan itu sangat penting. Kegiatan sosialisasi sebaiknya juga melibatkan
masyarakat sebagai penerima manfaat program tersebut agar lebih mengerti.,
karena fakta yang terjadi masih banyak masyarakat yang belum faham tentang
PNPM Mandiri. Namun ada 25,6 persen menjawab tidak setuju dengan
pernyataan tersebut.
Sub indikator ke dua dari indikator komunikasi antarorganisasi dan
aktivitas pelaksana adalah kejelasan yang terdiri dari empat pernyataan.
Pernyataan pertama mengenai masyarakat yang selalu hadir dan aktif dalam
kagiatan sosialisasi yang dilakukan petugas PNPM Mandiri. Data hasil penelitian
menunjukkan bahwa 146 responden atau 55,6 persen setuju dengan pernyataan
tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 22 di bawah ini:
Grafik 22
Masyarakat Yang Selalu hadir dan Aktif Dalam Kagiatan Sosialisasi
Yang Dilakukan Petugas PNPM Mandiri
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 22 di atas dapat dilihat bahwa 20 responden atau
sebesar 7,8 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa masyarakat
selalu hadir dan aktif dalam kegiatan sosialisasi yang dilakukan petugas PNPM
Mandiri, 146 responden atau sebesar 55,6 persen menjawab setuju, 85 responden
atau 32,9 persen menjawab tidak setuju, dan 7 responden atau 2,7 persen
menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yaitu sebanyak 55,6 persen menjawab setuju dan
32,9 persen menjawab tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Kehadiran
masyarakat dalam kegiatan sosialisasi memang sangat penting, tapi faktanya
bahwa hanya sedikit sekali masyarakat yang bisa mengikuti kegiatan sosialisasi.
Kagiatan sosialisasi harusnya dihadiri oleh seluruh ketua RW dan RT serta
masyarakat, dan diwajibkan pula kepada ketua RT untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat akan tetapi hal itu tidak pernah dilakukan sehingga
masyarakat tidak tahu.
Pernyataan kedua dari sub indikator transmisi yaitu mengenai masyarakat
yang paham dan mengerti semua informasi yang diberikan oleh petugas PNPM
Mandiri. Data hasil penelitian menunjkkan bahwa 53,9 persen responden
menjawab tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya
perhatikan grafik 23 di bawah ini:
Grafik 23
Masyarakat yang Paham dan Mengerti semua informasi
yang diberikan oleh Petugas PNPM Mandiri
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Berdasarkan grafik 23 di atas dapat dilihat bahwa 16 responden atau
sebesar 6,2 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa masyarakat
paham dan mengerti semua informasi yang diberikan oleh petugas PNPM
Mandiri, 91 responden atau sebesar 35,3 persen menjawab setuju, 139 responden
atau 53,9 persen menjawab tidak setuju, dan 12 responden atau sebesar 4,7 persen
menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yaitu sebanyak 53,9 persen tidak setuju dengan
pernyataan tersebut karena memang faktanya bahwa hanya sedikit sekali
masyarakat yang ikut dan hadir dalam kegiatan sosialisasi sehingga pengetahuan
mereka tentang PNPM Mandiri juga sangat sedikit. Akan tetapi ada sebanyak 35,3
persen yang menjawab setuju dengan pernyataan tersebut karena mereka
mengetahui tentang program PNPM Mandiri.
Pernyataan ketiga dari sub indikator transmisi yaitu mengenai masyarakat
yang mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan dalam program PNPM
Mandiri. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 58,5 persen responden
menjawab tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya
perhatikan grafik 24 di bawah ini:
Grafik 24
Masyarakat Yang Mengetahui Kegiatan Apa Saja
Yang Dilakukan Dalam Program PNPM Mandiri
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 24 di atas dapat dilihat bahwa 22 responden atau
sebesar 8,5 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa masyarakat
mengetahui kegiatan apa saja yang dilaksanakan dalam program PNPM Mandiri,
80 responden atau sebesar 31,0 persen menjawab setuju, 151 responden atau 58,5
persen menjawab tidak setuju, dan 5 responden atau sebesar 1,9 persen menjawab
sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yaitu sebanyak 58,5 persen menjawab tidak setuju
dengan pernyataan tersebut. Hal ini berarti menunjukkan bahwa masyarakat tidak
mengetahui kegiatan apa saja yang dilaksanakan dalam program PNPM Mandiri
karena kegiatan sosialisasi yang tidak efektif. Akan tetapi ada 31,0 persen yang
menjawab setuju dengan pernyataan tersebut mereka memang sudah mengetahui
kegiatan dalam program PNPM Mandiri.
Pernyataan keempat dari sub indikator transmisi yaitu mengenai petugas
PNPM Mandiri memberikan konfirmasi pada masyarakat tentang kegiatan yang
akan dilaksanakan. Data hasil penelitian menunjkkan bahwa 51,9 persen
responden menjawab setuju dengan pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya
perhatikan grafik 25 di bawah ini:
Grafk 25
Petugas PNPM Mandiri Memberikan Konfirmasi Pada
Masyarakat Tentang Kegiatan Yang Akan Dilaksanakan
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 25 di atas dapat dilihat bahwa 50 responden atau
sebesar 19,4 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa petugas
PNPM Mandiri memberikan konfirmasi pada masyarakat tentang kegiatan yang
akan dilaksanakan, 134 responden atau sebesar 51,9 persen menjawab setuju, 60
responden atau 23,3 persen menjawab tidak setuju, dan 14 responden atau sebesar
5,4 persen menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yaitu sebesar 134 orang atau 51,9 persen menjawab
setuju dengan pernyataan bahwa petugas PNPM Mandiri memberikan konfirmasi
pada masyarakat tentang kegiatan yang akan dilaksanakan. Pemberian konfirmasi
kembali memang sangat penting untuk mengingatkan kembali pada masyarakat
bahwa akan ada kegiatan yang dilaksanakan, setidaknya konfirmasi dilakukan
satu hari sebelum pelaksanaan kegiatan. Namun ada juga yang menjawab tidak
setuju dengan pernyataan tersebut karena semua kegiatan sudah diatur dalam
jadwal yang telah dibuat.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Indikator keenam dari teori Van Metter dan Van Horn adalah lingkungan
ekonomi, sosial, dan politik. Hal ini terkait dengan sejauhmana lingkungan
eksternal mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.
Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang
keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Dalam indikator
lingkungan ekonomi, sosial, dan politik terdapat tiga sub indikator yakni ekonomi,
sosial, dan politik.
Sub indikator ekonomi terdiri dari dua pernyataan. Pertama, kegiatan-
kegiatan dalam program PNPM Mandiri dapat menciptakan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 52,3 persen responden
tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 26
berikut ini:
Grafik 26
Kegiatan-Kegiatan Dalam Program PNPM Mandiri
Dapat Menciptakan Lapangan Pekerjaan Bagi Masyarakat
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 26 di atas dapat dilihat bahwa 36 responden atau
sebesar 14,0 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa kegiatan-
kegiatan dalam program PNPM Mandiri dapat menciptakan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat, 72 responden atau sebesar 27,9 persen menjawab setuju, 135
responden atau 52,3 persen menjawab tidak setuju, dan 15 responden atau sebesar
5,8 persen menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden yaitu sebanyak 135 orang atau 52,3 persen
menjawab tidak setuju dengan pernyataan bahwa kegiatan-kegiatan dalam
program PNPM Mandiri dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Nahidi salah satu anggota BKM
Sejahtera di kelurahan ketapang mengatakan bahwa pada dasarnya tujuan setelah
program PNPM Mandiri ini selesai diharapkan dapat membuka lapangan
pekerjaan dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat. Namun faktanya bahwa
sebagian besar masyarakat tidak dapat membuka lapangan pekerjaan baru. Akan
tetapi ada sebesar 27,9 persen menjawab setuju dan 14,0 persen menjawab setuju
dengan pernyataan tersebut. Mereka yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan
baru biasanya dilakukan dengan cara mencari tambahan modal lain dan memiliki
motivasi kerja yang tinggi.
Pernyataan kedua dari sub indikator ekonomi yaitu adanya peningkatan
pendapatan masyarakat setelah diadakan program PNPM Mandiri. Data hasil
penelitian menunjkkan bahwa 47,3 persen responden menjawab tidak setuju
dengan pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 27 di bawah
ini:
Grafik 27
Adanya Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Setelah Diadakan Program PNPM Mandiri
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 27 di atas dapat dilihat bahwa 47 responden atau
sebesar 18,2 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan tentang adanya
peningkatan pendapatan masyarakat setelah diadakan program PNPM Mandiri, 65
responden atau sebesar 25,2 persen menjawab setuju, 122 responden atau 47,3
persen menjawab tidak setuju, dan 24 responden atau sebesar 9,3 persen
menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Sebagian besar responden yaitu sebanyak 122 orang atau 47,3 persen
menjawab tidak setuju dengan pernyataan tentang adanya peningkatan pendapatan
masyarakat setelah diadakan program PNPM Mandiri. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Nahidi salah satu anggota BKM Sejahtera di Kelurahan
Ketapang mengatakan bahwa pada dasarnya tujuan setelah program PNPM
Mandiri ini selesai diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan dan
peningkatan pendapatan bagi masyarakat. Namun faktanya bahwa tidak ada
masyarakat yang pendapatannya meningkat bahkan masih sama seperti
sebelumnya. Ada juga responden yang menjawab setuju dengan pernyataan
tersebut, mungkin karena mereka bisa memanfaatkan kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan dengan baik.
Sub indikator ke dua dari indikator lingkunan ekonomi, sosial, dan politik
adalah lingkungan sosial yang terdiri dari dua pernyataan. Pernyataan pertama
mengenai adanya dukungan yang positif dari masyarakat terhadap pelaksanaan
PNPM Mandiri. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 183 responden atau
70,9 persen menjawab setuju dengan pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya
perhatikan grafik 28 di bawah ini:
Grafik 28
Adanya Dukungan Yang Positif Dari Masyarakat
Terhadap Pelaksanaan PNPM Mandiri
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 28 di atas dapat dilihat bahwa 36 responden atau
sebesar 14,0 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa adanya
dukungan yang positif dari masyarakat terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri, 183
responden atau sebesar 70,9 persen menjawab setuju, 36 responden atau 14,0
persen menjawab tidak setuju, dan 3 responden atau sebesar 1,2 persen menjawab
sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden
yaitu sebanyak 183 orang atau 70,9 persen menjawab setuju dengan pernyataan
tentang adanya dukungan yang positif dari masyarakat terhadap pelaksanaan
PNPM Mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat dalam
mendukung program PNPM Mandiri sangat besar, dan dengan adanya program ini
diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang nyaman. Akan tetapi terdapat 1,2
persen yang menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Pernyataan kedua dari sub indikator lingkungan sosial yaitu kerjasama
yang terjalin antara para pelaksana PNPM Mandiri dengan masyarakat. Data hasil
penelitian menunjkkan bahwa 76,0 persen responden menjawab setuju dengan
pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan grafik 29 di bawah ini:
Grafik 29
Kerjasama Yang Terjalin Antara Para Pelaksana
PNPM Mandiri Dengan Masyarakat
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 29 di atas dapat dilihat bahwa 23 responden atau
sebesar 8,9 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa terjalin
kerjasama antara para pelaksana PNPM Mandiri dengan masyarakat, 196
responden atau sebesar 76,0 persen menjawab setuju, 26 responden atau 10,1
persen menjawab tidak setuju, dan 13 responden atau sebesar 5,0 persen
menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden menjawab setuju yaitu sebesar 76,0 persen dengan
pernyataan mengenai kerjasama yang terjalin antara para pelaksana PNPM
Mandiri dengan masyarakat, dan sedikit sekali yang menjawab tidak setuju hanya
10,1 persen. Ini artinya bahwa dalam setiap pelaksanaan kegiatan apapun hal yang
paling penting adalah kerjasama yang baik antara masyarakat dengan para
pelaksananya, karena tanpa ada kerjasama maka tujuan dari kegiatan tersebut akan
sulit dicapai.
Sub indikatir ketiga dari indikator lingkunan ekonomi, sosial, dan politik
adalah lingkungan politik yang terdiri dari dua pernyataan. Pernyataan pertama
mengenai pengaruh lingkungan politik terhadap pelaksanaan kegiatan program
PNPM Mandiri. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 149 responden atau
57,8 persen menjawab setuju dengan pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya
perhatikan grafik 30 di bawah ini:
Grafik 30
Pengaruh Lingkungan Politik Terhadap
Pelaksanaan Kegiatan Program PNPM Mandiri
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 30 di atas dapat dilihat bahwa 78 responden atau
sebesar 30,2 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan mengenai
pengaruh lingkungan politik terhadap pelaksanaan kegiatan program PNPM
Mandiri, 117 responden atau sebesar 45,3 persen menjawab setuju, 54 responden
atau sebesar 20,9 persen menjawab tidak setuju, dan 9 responden atau sebesar 3,5
persen menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden yaitu sebesar 45,3 persen menjawab setuju dengan
pernyataan bahwa lingkungan politik sangat mempengaruhi dalam setiap
kebijakan, terutama orang-orang yang mempunyai kekuasaan biasanya akan
sangat mendominasi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Akan tetapi ada juga
responden yang menjawab tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena tanpa
ada dukungan dari pemerintah asal anggaran yang tersedia cukup maka kegiatan
akan berjalan dengan baik.
Pernyataan kedua dari sub indikator lingkungan politik yaitu mengenai
adanya dukungan yang baik dari pemerintah daerah terhadap program PNPM
Mandiri. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 60,5 persen responden
menjawab setuju dengan pernyataan tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan
grafik 31 di bawah ini:
Grafik 31
Adanya Dukungan Yang Baik Dari Pemerintah Daerah
Terhadap Program PNPM Mandiri
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Berdasarkan grafik 31 di atas dapat dilihat bahwa 27 responden atau
sebesar 10,5 persen menjawab sangat setuju dengan pernyataan bahwa adanya
dukungan yang baik dari pemerintah daerah terhadap program PNPM Mandiri,
156 responden atau sebesar 60,5 persen menjawab setuju, 61 responden atau
sebesar 23,6 persen menjawab tidak setuju, dan 14 responden atau sebesar 5,4
persen menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Mayoritas responden menjawab setuju dengan pernyataan tersebut,
pemerintah daerah sangat mendukung program tersebut apalagi program PNPM
Mandiri ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat supaya mandiri dan
untuk mengurangi kemiskinan. Tanpa adanya dukungan dari pemerintah maka
kegiatan program tersebut tidak dapat terealisasi dengan baik. Namun dalam
pelaksanaannya terdapat hambatan seperti kurangnya anggaran yang tersedia, hal
ini terbukti bahwa belum semua masyarakat miskin merasakan manfaat dari
program PNPM Mandiri. Di sisi lain ada juga responden yang menjawab tidak
setuju dengan pernyataan tersebut karena sudah tidak percaya lagi dengan janji-
janji aparat pemerintah yang tidak pasti.
4.4 Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki hipotesis sebagai berikut:
“Tingkat Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang Kecamatan
Cipondoh Kota Tangerang, peneliti memprediksikan hipotesis tersebut masih
kurang maksimal, paling tinggi sebesar 70% dari nilai ideal”.
Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikasi dari
hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, maka pada tahap
pengujian hipotesis penelitian ini, peneliti menggunakan rumus t-test satu sampel.
Adapun penghitungan pengujian hipotesis tersebut yakni sebagai berikut.
1. Berdasarkan data yang diperoleh, maka skor ideal yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah
4 x 30 x 258 = 30960
Keterangannya adalah 4 = nilai dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan
pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 30 = jumlah item
pernyataan yang diajukan kepada responden, 258 = jumlah sampel yang
dijadikan responden. Nilai mean atau rata-ratanya 30960 : 258 = 120,
sedangkan untuk skor penelitian adalah sebesar 21145. Skor penelitian adalah
jumlah total nilai seluruh pertanyaan yang dijawab oleh seluruh responden.
Dengan demikian nilai tingkat Implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah 21145 : 30960 = 0,68
maka dalam persentase menjadi 68%.
2. Dalam variabel penelitian mengenai tingkat Implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di Kelurahan Ketapang nilai
yang dihipotesiskan adalah 70%, ini berarti bahwa 0,70 x 30960 = 21,672
dibagi 258 = 84. Hipotesis statistiknya dapat dirumuskan sebagai berikut: Ho
untuk memprediksi µ lebih rendah atau sama dengan 70% dari skor ideal
paling tinggi, sedangkan Ha lebih besar dari 70% dari skor ideal yang
diharapkan. Atau dapat ditulis dengan rumus:
Ho = µ ≤ 70% ≤ 0,70 x 30960 : 258 = 84
Ha = µ > 70% > 0,70 x 30960 : 258 = 84
Diketahui:
x = 21145 : 258 = 81,96
µo = 70% = 0,70 x 30960 : 258 = 84
s = 7,456
n = 258
ditanya : t ?
Keterangan :
t = nilai t yang dihitung
x = nilai rata-rata
µ0 = nilai yang dihipotesiskan
s = simpangan baku sampel
n = jumlah anggota sampel
Jawab : t =
ns
x μο−
t = 81,96 – 84
7,456 √258
t = -2,04
7,456
16,06
t = -2,04
0,46
t = -4,43 Harga thitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel dengan
derajat kebebasan (dk) = n – 1 = 258 – 1 = 257 dan taraf kesalahan = 5% untuk
uji satu pihak kanan (one tail test) maka harga t tabelnya yaitu 1,645, karena harga
thitung lebih kecil dari pada harga ttabel atau Ho (-4,43 < 1,645) dan jatuh pada
penerimaan Ho maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Dari perhitungan populasi ditemukan bahwa tingkat Implementasi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan
2009 di Kelurahan Ketapang adalah:
21145 Tingkat Implementasi PNPM Mandiri = x 100% = 68,29 % 30960
Jadi, telah diketahui bahwa tingkat implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan
Ketapang adalah sebesar 68,29%.
Daerah Daerah Penerimaan Penolakan
Ho Ho
-4,43 1,645
68% 70%
Gambar 3 Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis
Uji Pihak Kanan
4.5 Interpretasi Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, hal yang paling penting dan diutamakan adalah
menjawab rumusan masalah deskriptif yang telah dibuat oleh peneliti di awal
penelitian yaitu seberapa besar tingkat Implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan
Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.
Dalam penelitian untuk menjawab rumusan masalah ini, kita dapat melihat
dari perhitungan dengan menggunakan rumus t test satu sampel dengan menguji
pihak kanan adalah bila harga t-hitung lebih kecil atau sama dengan (≤) harga t
tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Karena Ho (-4,43 < 1,645 ) maka Ho
diterima dan Ha ditolak, ini berarti Ho dapat diterima bila ≤ 70 persen. Kemudian
berdasarkan data yang diperoleh, skor ideal instrumen adalah adalah 4 x 30 x 258
= 30960. (4 = nilai dari setiap jawaban pertanyaan yang diajukan pada responden,
30 = jumlah item pertanyaan yang diajukan kepada responden, 258 = jumlah
sampel yang dijadikan responden), sedangkan nilai skor dari hasil penelitian
adalah sebesar 21145. Dengan demikian nilai tingkat implementasi Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di
Kelurahan Ketapang adalah 21145 : 30960 = 0,6829 atau 68,29 persen.
Dari perhitungan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa jawaban dari
rumusan masalah deskriptif yaitu seberapa besar tingkat implementasi Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di
Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang mencapai 68,29%,
apabila di ukur dengan menggunakan skala interval maka tingkat implementasi
PNPM Mandiri di Kelurahan Ketapang dapat dikatakan kurang baik atau belum
maksimal. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
Sangat Tidak Baik Tidak Baik Baik Sangat Baik
7740 15480 23220 30960
21145
Sumber: Data Primer diolah, 2010
Nilai 21145 termasuk dalam kategori interval tidak baik dan baik, oleh
karena itu tingkat Implementasi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang
termasuk dalam kategori kurang baik karena berada di antara interval
keduanya.
4.6 Pembahasan
Dalam hasil penelitian dapat kita melihat kembali pada teori yang
digunakan peneliti dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan teori implementasi
kebijakan dari Van Metter dan Van Horn yang disebut dengan A Model of The
Policy Implementation yang dikutip dari buku Agustino, selanjutnya digunakan
sebagai indikator untuk mengukur tingkat implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Teori implementasi kebijakan dari
Van Metter dan Van Horn tersebut terdiri dari enam indikator yaitu Ukuran dan
Tujuan Kebijakan, Sumberdaya, Karakteristik Agen Pelaksana,
Sikap/kecenderungan Para Pelaksana, Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas
Pelaksana, dan Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diperoleh data yang
menggambarkan harga tingkat indikator penelitian mengenai tingkat implementasi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Untuk
mengetahui harga tingkat indikator terlebih dahulu mengetahui skor ideal dari
setiap indikator. Skor ideal indikator yang terdiri dari empat pernyataan (1,2,dan
4) diperoleh dari perhitungan 4 x 258 x 4 = 4128 (4 = nilai tertinggi dari setiap
jawaban yang diajukan kepada responden, 258 = jumlah sampel yang dijadikan
responden, 4 = jumlah ítem pernyataan yang diajukan kepada responden). Untuk
indikator yang terdiri dari enam pernyataan (indikator 3,5, dan 6) skor idealnya
adalah 4 x 258 x 6 = 6192 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban yang diajukan
kepada responden, 258 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 6 = jumlah
ítem pernyataan yang diajukan kepada responden).
Hasil perhitungan skor pada indikator ukuran dan tujuan kebijakan adalah
2608 (lihat lampiran tabel jawaban responden), maka nilai indikator ukuran dan
tujuan kebijakan adalah 2608 : 4128 = 0,63 diprosentasikan (dikalikan 100)
menjadi 63 persen. Skor pada indikator sumberdaya adalah 2722, maka nilai
indikatornya adalah 2722 : 4128 = 0,65 diprosentasikan (dikalikan 100) menjadi
65 persen. Skor indikator karakteristik agen pelaksana adalah sebesar 4366, maka
nilai indikatornya adalah 4366 : 6192 = 0,70 diprosentasikan (dikalikan 100)
menjadi 70 persen. Skor indikator sikap/kecenderungan para pelaksana adalah
sebesar 2913, maka nilai indikatornya adalah 2913 : 4128 = 0,70 diprosentasikan
(dikalikan 100) menjadi 70 persen. Skor indikator komunikasi antarorganisasi dan
aktivitas pelaksana adalah sebesar 4235, maka nilai indikatornya adalah 4235 :
6192 = 0,68 diprosentasikan (dikalikan 100) menjadi 68 persen. Skor indikator
lingkungan ekonomi, sosial, dan politik adalah 4301, maka nilai indikatornya
adalah 4301 : 6192 = 0,69 diprosentasikan (dikalikan 100) menjadi 69 persen.
Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat
persetujuan responden terhadap indikator penelitian adalah indikator ukuran dan
tujuan kebijakan sebesar 63 persen, indikator sumberdaya sebesar 65 persen,
indikator karakteristik agen pelaksana sebesar 70 persen, indikator
sikap/kecenderungan para pelaksana sebesar 70 persen, indikator komunikasi
antarorganisasi dan aktivitas pelaksana sebesar 68 persen, dan indikator
lingkungan ekonomi, sosial, dan politik sebesar 69 persen.
Dari masing-masing tingkat persetujuan tersebut dapat diartikan bahwa
tingkat implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang untuk setiap indikatornya
berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat di bawah ini:
1. Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Sangat Tidak Baik Tidak Baik Baik Sangat Baik
1032 2046 3096 4128
2608
Nilai 2608 termasuk dalam kategori interval tidak baik dan baik, maka masuk
dalam kategori kurang baik karena berada di antara keduanya.
Indikator ukuran dan tujuan kebijakan termasuk dalam kategori kurang
baik karena dari hasil prosentase baru mencapai 63% dari nilai yang
diharapkan yaitu 70%. Salah satu tujuan dari Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah mengurangi angka kemiskinan, akan
tetapi berdasarkan hasil penelitian atau fakta di lapangan ternyata Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di Kelurahan Ketapang
belum mengutamakan masyarakat miskin bahkan jumlah penduduk miskin
yang ada bertambah. Apalagi jumlah dana yang di dapat dari pemerintah
untuk pelaksanaan program PNPM mandiri di Kelurahan Ketapang tiap
tahunnya mengalami penurunan dan kegiatan ekonomi berupa pinjaman dana
bergulir sudah tidak berjalan lagi, padahal kegiatan tersebut merupakan salah
satu cara untuk mengembangkan usaha dan kemandirian masyarakat. Selain
itu masih banyak pula masyarakat miskin yang belum merasakan manfaat dari
Program Nasional Pemberdayaan masyarakat (PNPM) Mandiri.
Menurut para responden yang mengikuti program ini dirasakan
program ini masih kurang konsisten karena para pelaksana dari program itu
sendiri diantaranya masih mementingkan kepentingannya masing-masing.
Untuk itulah maka PNPM mandiri ini masih perlu diawasi dalam
pelaksanaannya agar tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat tercapai
sebagaimana yang diharapkan. (Hana, 2010:73)
2. Indikator Sumberdaya
Sangat Tidak Baik Tidak Baik Baik Sangat Baik
1032 2064 3096 4128
2722 Nilai 2722 termasuk dalam ketegori interval tidak baik dan baik, maka masuk
kategori kurang baik karena berada di antara keduanya.
Indikator sumber daya termasuk ke dalam kategori kurang baik karena
dari hasil prosentase baru mencapai 65% dari nilai yang diharapkan yaitu
70%. Indikator sumber daya terdiri dari sumber daya manusia dan sumber
daya finansial. Berdasarkan hasil penelitian atau fakta di lapangan
membuktikan bahwa sumber daya manusia telah cukup baik tetapi sumber
daya finansial masih terdapat kekurangan karena dari dana yang tersedia
belum bisa mencakup seluruh kegiatan terutama pembangunan jalan secara
keseluruhan. Selain itu masaih ada masyarakat yang tidak mengetahui laporan
kegiatan serta keuangan dari PNPM mandiri. Masyarakat juga
mengungkapkan bahwa alokasi dana untuk suksesnya program ini masih harus
ditingkatkan alokasinya mengingat masih cukup tingginya angka kemiskinan
di kelurahan Ketapang.
Dalam melaksanakan kegiatan untuk penegembangan sumber daya
manusia ada masyarakat yang menyatakan tidak setuju karena tidak
seluruhnya kegiatan pelatihan dan seminar ataupun yang lainnya memberi
dampak output yang sama, akan tetapi ada juga yang tidak mampu
mengembangkan kemampuannya walaupun telah mengikuti kegiatan-kegiatan
tersebut. Untuk itulah dalam pelaksanaan PNPM Mandiri ini masih belum
mencapai keberhasilan yang diharapkan. Masyarakat juga merasa bahwa
program PNPM Mandiri tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, hal ini
wajar karena masyarakat masih beranggapan bahwa bantuan dari pemerintah
berbentuk uang yang tidak perlu dikembalikan lagi seperti Bantuan Langsung
Tunai (BLT). (Hana, 2010:64)
3. Indikator Karakteristik Agen Pelaksana
Sangat Tidak Baik Tidak Baik Baik Sangat Baik
1548 3096 4644 6192 4366
Nilai 4366 termasuk dalam kategori interval tidak baik dan baik, maka masuk
dalam kategori baik karena lebih mendekati kategori baik.
Indikator karakteristik agen pelaksana termasuk dalam kategori baik
karena dari hasil prosentase sudah mencapai 70% dari nilai yang diharapkan
yaitu 70%. Kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri-
ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Indikator
karakteristik agen pelaksana ini terdiri dari 3 sub indikator, yaitu ketegasan,
kepentingan, teknologi. Indikator ini dinilai sudah cukup baik karena para
pelaksananya dapat bertindak tegas kepada masyarakat. Selain memberikan
teguran, para petugas juga memberikan motivasi untuk
menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan
PNPM Mandiri.
Masyarakat sangat mendukung dengan adanya pejabat pelaksana
PNPM Mandiri karena pelaksanaan program-program dapat terlaksana dengan
konsep yang jelas sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah dibuat
sebelumnya. (Herawati, 2010:76)
4. Indikator Sikap/Kecenderungan para Pelaksana
Sangat Tidak Baik Tidak Baik Baik Sangat Baik
1032 2064 3096 4128
2913
Nilai 2913 termasuk dalam kategori interval tidak baik dan baik, maka masuk
ke dalam kategori baik karena lebih mendekati kategori baik.
Indikator sikap/kecenderungan pelaksana termasuk dalam kategori
baik karena dari hasil prosentase sudah mencapai 70% dari nilai yang
diharapkan yaitu 70%. Sikap/kecenderungan para pelaksana menentukan
berhasil atau tidaknya implementasi kebijakan publik. Mayoritas masyarakat
menjawab setuju dan menilai baik sikap ramah dan disiplin dari para
pelaksana, karena setiap kegiatan dapat dijalankan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan sebelumnya. Pelaksana PNPM Mandiri juga bersikap ramah
dan bersahabat kepada masyarakat sehingga ada kedekatan antara pelaksana
dengan masyarakat dan pada akhirnya mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi dalam program tersebut.
5. Indikator Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Sangat Tidak Baik Tidak Baik Baik Sangat Baik
1548 3096 4644 6192
4235
Nilai 4235 termasuk dalam kategori interval tidak baik dan baik, maka masuk
ke dalam kategori kurang baik karena berada di antara keduanya.
Indikator komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana termasuk
dalam kategori kurang baik karena dari hasil prosentase baru mencapai angka
68% dari yang diharapkan yaitu 70%. Komunikasi merupakan faktor penting
dalam menjalankan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan hasil
penelitian membuktikan bahwa komunikasi yang terjalin antara pelaksana
PNPM Mandiri dengan masyarakat kurang baik karena sosialisasi yang tidak
efektif. Kegiatan sosialisasi kebanyakan hanya dihadiri oleh ketua RW, RT,
Kepala lingkungan dan anggota BKM serta masyarakat terdekat saja,
sedangkan masyarakat sebagai penerima manfaat dari program ini hanya
beberapa orang saja. Hal inilah yang mengakibatkan kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap program PNPM Mandiri.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Sangat Tidak Baik Tidak Baik Baik Sangat Baik
1548 3096 4644 6192
4301
Nilai 4301 termasuk dalam kategori interval tidak baik dan baik, maka masuk
ke dalam kategori baik karena lebih mendekati kategori baik.
Indikator lingkungan ekonomi, sosial, dan politik termasuk dalam
kategori baik karena hampir mendekati nilai yang diharapkan yaitu 69%.
Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa lingkungan sosial dan
politik sangat mendukung adanya program PNPM Mandiri ini, dimana adanya
dukungan yang positif dari masyarakat dan Pemerintah Daerah. Masyarakat di
Kelurahan Ketapang dalam kehidupan sehari-hari masih saling membantu dan
bersifat kekeluargaan oleh karena pengembangan masyarakat mencakup
serangkaian kegiatan untuk mambangun kesadaran kritis dan kemandirian
masyarakat. Pemerintah Daerah juga sangat mendukung program ini karena
ikut membantu menyelesaikan permasalahan di daerahnya untuk mengurangi
kemiskinan dan memberdayakan masyarakat supaya mandiri. Tanpa adanya
dukungan dari pemerintah maka tujuan yang ingin dicapai akan sulit
direlisasikan. Namun dari segi ekonomi masih terdapat kendala yaitu masih
terbatasnya jumlah anggaran yang diterima pelaksana PNPM Mandiri untuk
melaksanakan kegiatan.
Berdasarkan perhitungan dan pengujian hipotesis diketahui bahwa tingkat
implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang adalah sebesar 68,29 persen dari
nilai ideal yang diharapkan. Hal tersebut berarti bahwa tingkat implementasi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan
2009 di Kelurahan Ketapang masih kurang maksimal. Pengujian hipotesis
berdasarkan uji hipotesis satu pihak yang menunjukkan Ho diterima dan Ha
ditolak. Jadi hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa tingkat implementasi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan
2009 di Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang masih kurang
maksimal dan paling tinggi 70 persen dari apa yang diharapkan dapat diterima,
atau tidak terdapat perbedaan antara yang diduga dalam populasi dengan data
yang terkumpul dari sampel.
Pembahasan selanjutnya peneliti akan menjawab perumusan masalah yang
terdapat pada bab 1 yaitu mengenai seberapa besar tingkat implementasi Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di
Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, yaitu bahwa besar
tingkat implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota
Tangerang masih kurang maksimal. Hal ini ditunjukan dari hasil perhitungan pada
tingkat implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri di Kelurahan Ketapang tersebut. Skor ideal instrumen adalah 4 x 30 x
258 = 30960. (4 = nilai dari setiap jawaban pertanyaan yang diajukan pada
responden, 30 = jumlah item pertanyaan yang diajukan kepada responden, 258 =
jumlah sampel yang dijadikan responden), sedangkan hasil kuesioner
pengumpulan data adalah sebesar 21145. Dengan demikian nilai tingkat
implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di
Kelurahan Ketapang adalah 21145 : 30960 = 0,6829 atau 68,29 persen. Pengujian
hipotesis pada bahasan sebelumnya menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha
ditolak. Berdasarkan data yang terkumpul dapat diketahui bahwa tingkat
implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di
Kelurahan Ketapang mencapai angka 68,29 persen dari yang diharapkan.
Dari pengolahan data diatas dapat diketahui bahwa interval untuk masing-
masing indikator pada tingkat implementasi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri di Kelurahan Ketapang adalah cukup tinggi yaitu
hampir mendekati kategori baik. Hal ini sesuai dengan hasil hipotesis yang
didapat yaitu 68,29 persen dari yang diharapkan yaitu maksimal 70 persen.
Artinya bahwa dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri masih dihadapkan
pada beberapa hambatan. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi kesiapan
pemerintah dan masyarakat dalam menyambut dan melaksanakan program PNPM
tersebut.
Kegiatan sosialisasi yang tidak efektif merupakan salah satu hal yang
menjadi hambatan dalam program ini. Fakta yang ada di lapangan bahwa masih
banyak masyarakat yang belum tahu dan mengerti tentang PNPM Mandiri. Dalam
melaksanakan sebuah kebijakan atau proram-program yang diberikan pemerintah
komunikasi dan koordinasi merupakan hal penting yang harus dilakukan. Bentuk
komunikasi tersebut salah satunya yaitu dengan sosialisasi, jika sosialisasi
dilakukan dengan baik dan benar maka kesalahan-kesalahan akan sangat kecil
untuk terjadi dalam proses implementasi.
Hambatan lainnya yaitu program PNPM Mandiri ini hanya sebatas
memberikan pembinaan atau keterampilan saja dan tidak berkelanjutan. Padahal
program PNPM Mandiri ini merupakan salah satu program pemerintah untuk
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara
melakukan kegiatan-kegiatan sosial seperti belajar keterampilan menjahit,
membuat anyaman atau kerajinan tangan dan lain-lain. Namun kegiatan-kegiatan
tersebut hanya dilaksanakan pada saat ada kegiatan saja, setelah program selesai
masyarakat kembali seperti sebelumnya. Jika masyarakat mau lebih bekerja keras
lagi dan memiliki motivasi yang tinggi serta didukung dengan ide-ide yang kreatif
maka kegiatan-kegiatan yang pernah dilksanakan dapat dikembangkan lagi
sehingga program tersebut menjadi berkelanjutan, bahkan bisa menambah
pendapatan dan juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lain.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam penelitian tentang tingkat Implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan
Ketapang Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang, peneliti menggunakan teori dari
Van Metter dan Van Horn yang disebut dengan A Model of The Policy
Implementation. Ada enam indikator implementasi kebijakan dari Van Metter dan
Van Horn yang kemudian digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat
implementasi PNPM Mandiri di Kelurahan Ketapang, yaitu Ukuran dan Tujuan
Kebijakan, Sumberdaya, Karakteristik Agen Pelaksana, Sikap/Kecenderungan
Para Pelaksana, Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana, dan
Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.
Untuk mengukur tingkat implementasi PNPM Mandiri pada penelitian ini
adalah melalui penyebaran kuesioner dengan menggunakan teori dari Van Metter
dan Van Horn yang di dalamnya terdapat 6 indikator yang terdiri dari 14 sub
indikator, di mana seluruh indikator tersebut terdapat 30 pernyataan yang diajukan
kepada responden. Adapun hasil penelitian berdasarkan masing-masing indikator
adalah sebagai berikut:
Indikator pertama yaitu ukuran dan tujuan kebijakan yang terdiri dari 2 sub
indikator yang didalamnya terdapat 4 pernyataan. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa indikator ukuran dan tujuan kebijakan mencapai angka 63%.
Hal ini dapat diartikan bahwa tujuan dari PNPM Mandiri di Kelurahan Ketapang
belum tercapai, karena masih banyak masyarakat yang belum tahu dan paham
tentang PNPM Mandiri dan masih banyak masyarakat miskin yang belum
meerasakan manfaat dari kegiatan PNPM Mandiri tersebut.
Indikator kedua yaitu sumber daya yang terdiri dari 2 sub indikator yang di
dalamnya terdapat 4 pernyataan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
sumber daya untuk mendukung pelaksanaan program PNPM Mandiri diantaranya
sumber daya manusia dan sumber daya finansial mencapai angka 65%. Dari
sumber daya manusia sudah cukup baik tetapi masih terdapat kekurangan dari
sumber daya finansial yaitu dana yang tersedia belum bisa mencakup seluruh
kegiatan atau pembangunan infrastruktur secara keseluruhan.
Indikator ketiga yaitu karakteristik agen pelaksana yang terdiri dari 3 sub
indikator yang di dalamnya terdapat 6 pernyataan. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa indikator karakteristik agen pelaksana sudah mencapai angka
70%. Indikator ini dinilai sudah cukup baik karena para pelaksananya dapat
bertindak tegas kepada masyarakat. Selain memberikan teguran, para petugas juga
memberikan motivasi untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat dalam
pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri.
Indikator keempat yaitu sikap/kecenderungan para pelaksana yang terdiri
dari 2 sub indikator yang di dalamnya terdapat 4 pernyataan. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa indikator indikator sikap/kecenderungan para pelaksana
mencapai angka 70%. Mayoritas masyarakat menjawab setuju dan menilai baik
sikap ramah dan disiplin dari para pelaksana, karena setiap kegiatan dapat
dijalankan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Pelaksana
PNPM Mandiri juga bersikap ramah dan bersahabat kepada masyarakat sehingga
ada kedekatan antara pelaksana dengan masyarakat dan pada akhirnya mendorong
masyarakat untuk berpartisipasi dalam program tersebut.
Indikator kelima yaitu komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana
yang terdiri dari 3 sub indikator yang di dalamnya terdapat 6 pernyataan. Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator komunikasi antarorganisasi dan
aktivitas pelaksana mencapai angka 68%. Komunikasi yang terjalin antara
pelaksana PNPM Mandiri dengan masyarakat kurang baik karena sosialisasi yang
tidak efektif. Kegiatan sosialisasi kebanyakan hanya dihadiri oleh ketua RW, RT,
Kepala lingkungan dan anggota BKM serta masyarakat terdekat saja, sedangkan
masyarakat sebagai penerima manfaat dari program ini hanya beberapa orang saja.
Hal inilah yang mengakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap
program PNPM Mandiri.
Indikator keenam yaitu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik yang
terdiri dari 3 sub indikator dan di dalamnya terdapat 6 pernyataan. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa indikator lingkungan ekonomi, sosial, politik
mencapai angka 69% dan dapat dikatakan baik. Program PNPM Mandiri ini
mendapat dukungan yang positif dari masyarakat dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Daerah sangat mendukung program ini karena ikut membantu
menyelesaikan permasalahan di daerahnya untuk mengurangi kemiskinan dan
memberdayakan masyarakat supaya mandiri. Tanpa adanya dukungan dari
pemerintah maka tujuan yang ingin dicapai akan sulit direlisasikan. Namun dari
segi ekonomi masih terdapat kendala yaitu masih terbatasnya jumlah anggaran
yang diterima pelaksana PNPM Mandiri untuk melaksanakan kegiatan.
5.2 Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan di
atas dengan judul “Tingkat Implementasi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri tahun 2007 dan 2009 di Kelurahan Ketapang
Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang”, peneliti memberikan saran sebagai
berikut:
1. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, petugas pelaksana PNPM Mandiri
sebaiknya lebih teliti lagi dalam mengidentifikasi masalah yang ada di
masyarakat agar program PNPM Mandiri ini berjalan sesuai dengan sasaran
dan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu untuk mengurangi jumlah penduduk
miskin dan memberdayakan masyarakat.
2. Agar sosialisasi dapat berjalan dengan baik maka perlu ditingkatkan
koordinasi dan komunikasi antara lembaga pelaksana yaitu antara BKM
Sejahtera dengan masyarakat, karena dengan adanya komunikasi yang baik
maka penyampaian informasi dari tingkat atas (pelaksana) sampai tingkat
bawah (masyarakat) akan lebih mudah diterima sehingga masyarakat lebih
tahu dan paham tentang PNPM Mandiri.
3. Dalam proses pelaksanaan kegiatan agar dapat berjalan lancer sesuai dengan
prosedur maka perlu ditingkatkan pengawasan oleh ketua BKM beserta
anggotanya yakni dengan memberikan teguran dan motivasi kepada
masyarakat untuk meningkatkan atau menumbuh kembangkan kesadaran kritis
masyarakat dalam melaksanakan setiap kegiatan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan membangun masyarakat yang mandiri.
4. Dalam melaksanakan kegiatan sosial sebaiknya pihak penyelenggara PNPM
Mandiri memberikan kegiatan-kegiatan yang lebih menarik dan bermanfaat
tetapi dengan biaya yang murah kepada masyarakat untuk memudahkan
masyarakat mengembangkan usaha tersebut. Misalnya membuat kerajinan
tangan yang berasal dari sumber daya yang ada di daerah tersebut seperti
membuat tikar anyaman yang terbuat dari daun pandan atau alang-alang dan
anyaman yang terbuat dari resam. Selain itu dapat juga membuat rangkaian
bunga dari sedotan, bahannya bisa didapat dengan menggunakan sedotan
bekas yang sudah tidak terpakai. Jadi untuk membuat kerajinan itu tidak perlu
membutuhkan biaya yang mahal akan tetapi bisa memanfaatkan sumber daya
yang ada di daerah tersebut dengan sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI
Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung-
Puslit KP2W Lemlit Unpad
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta:rineka Cipta
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Bungin, Burhan. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media
Group
Islamy, Irfan. 2004. Prinsip -prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:
Bumi Aksara
Kaho, Josef Riwu. 2007. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Karina. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan. Jakarta: Gramedia
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga
Makmur, Syarif. 2008. Pemberdayaan SDM dan Efektivitas Organisasi. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
MS, Wahyu. 2005. Perubahan Sosial dalam Pembangunan. Jakarta: Mitra Utama
Nugroho, Iwan dan Rokhmin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah: Perspektif
Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES
Nugroho, Rian. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Parson, Wayne. 2006. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Purwanto. 2007. Instrumen Penelitian dan Pendidikan:Pengembangan dan
Pemanfaatan. Yogyakarta:Pelajar
Rochaety, Ety dkk. 2009. Metode Penelitian Bisnis dengan Aplikasi SPSS.
Jakarta: Mitra Wacana Media
Seabrook, Jeremy. 2006. Kemiskinan Global. Yogyakarta: Resist Book
Singarimbun, Masri dkk. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Pustaka LP3ES
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sumodiningrat, Gunawan. 2007. Pemberdayaan Sosial: Kajian Ringkas tentang
Pembangunan Manusia Indonesia. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara
Syafiie, Inu Kencana. 2008. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
(SANRI). Jakarta: Bumi Aksara
Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta:
LP3ES
Wahab, Solihin Abdul. 2008. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan Negara. Jakkarta: Bumi Aksara
Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sumber Lain
Agoes Widjanarko. 2007. Petunjuk Pelaksanaan PNPM Mandiri. Jakarta :
Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Cipta Karya
Chamsyah, Bachtiar. 2007. Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Indonesia
Upaya Menangani Permasalahan Sosial Kemiskinan
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=21
6&Itemid=76, tanggal akses 12 Mei 201
Modjo, Ikhsan. 2008. Menyikapi Penurunan Angka kemiskinan.
http://mimodjo.blogspot.com/2008/07/menyikapi-penurunan-angka-
kemiskinan.html. Tanggal akses 25 April 2010
Moelya, Febryna ”ryn”. 2010. Implementasi Kebijakan.
http://rynmoelya.blogspot.com/2010/11/implementasi-kebijakan.html.
Tanggal Akses 25 Februari 2010
Ridwan, Muhammad. 2009. Memahami Masalah Kemiskinan di Indonesia.
http://www.mediawarga-bogor.co.cc/2009/01/memahami-masalah-
kemiskinan-di.html
Ritonga, Hamotangan. Penyebab Kegagalan Kemiskinan.
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/ekonomi. Tanggal akses 12 Mei
2010
Sahdan, Gregorius. 2005. Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan.
http://www.ekonomirakyat.org/edisi.22/artikel_6.html, tanggal akses 25
April 2010
Sidabutar, Albert. 2008. Indikator kemiskinan pada satu Rumah Tangga Miskin.
http://bersamatoba.com/tobasa/berita/14-indikator-kemiskinan-di-rumah-
tangga, tanggal akses 27 Mei 2010
Tim Penyusun. 2007. Modul PJM Pronangkis. Jakarta : Departemen Pekerjaan
Umum. Direktorat Jenderal Cipta Karya
http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan, tanggal akses 12 Mei 2010