TERAPI PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI ......i ABSTRAK Indah Nurmalasari. NIM : 1113052000026, Terapi...

125
TERAPI PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI PENDEKATAN KEAGAMAAN DAN PSIKOSOSIAL DI YAYASAN MADANI MENTAL HEALTH CARE CIPINANG BESAR- JAKARTA TIMUR Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial(S.Sos) Oleh Indah Nurmalasari NIM: 1113052000026 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018

Transcript of TERAPI PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI ......i ABSTRAK Indah Nurmalasari. NIM : 1113052000026, Terapi...

  • TERAPI PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI

    PENDEKATAN KEAGAMAAN DAN PSIKOSOSIAL

    DI YAYASAN MADANI MENTAL HEALTH CARE

    CIPINANG BESAR- JAKARTA TIMUR

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Sosial(S.Sos)

    Oleh

    Indah Nurmalasari

    NIM: 1113052000026

    PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

    FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1439 H/2018

  • i

    ABSTRAK

    Indah Nurmalasari. NIM : 1113052000026, Terapi Penderita Skizofrenia

    Melalui Pendekatan Keagamaan dan Psikososial Di Yayasan Madani Mental

    Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur, Dibawah bimbingan Drs. H.

    Mahmud Jalal, MA.

    Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional dengan gangguan

    dasar pada kepribadian, ditandai dengan terdapatnya gangguan pada daya nilai realita,

    yang dapat dibuktikan dengan adanya tingkah laku yang kacau, persepsi yang salah,

    dan proses berpikir yang terganggu. Penampilan umum dari penderita skizofrenia

    bermacam-macam, dengan penampilan yang acak-acakkan, berteriak-teriak, atau

    adakalanya berdandan secara obsesif, sangat tenang dan tidak bergerak. Penderita

    juga senang bicara dan menunjukkan postur tubuh yang aneh.

    Penderita skizofrenia sangat membutuhkan bantuan baik itu dalam bentuk

    dukungan dari keluarga, lingkungan maupun tempat yang dapat memberikan

    kesembuhan dari penyakitnya. Salah satu tempat yang dapat memberikan bantuan

    bagi pasien skizofrenia adalah Madani Mental Health Care yaitu saran rehabilitasi

    yang menggunakan pembinaan berbasis masyarakat dengan pendekatan Biologi,

    Psikologi, Sosial dan Spritual (BPSS).

    Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah dengan

    menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif analisis. Adapun

    pengumpulan data yang dilakukan dengan tiga metode yaitu: observasi, wawancara

    dan dokumentasi. Serta subjek pada penelitian ini ialah 4 orang terapis, sedangkan

    objek dalam penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan terapi melalui pendekatan

    keagamaan dan psikososial pada penderita skizofrenia.

    Hasil penelitian dari skripsi di Madani Mental Health Care mengambil 2

    pendekatan terapi bagi pasien skizofrenia, dengan menggunakan terapi keagamaan

    dan psikososial. Hasil terapi keagamaan adalah mempolakan hidup yang agamis

    meliputi mengaji dan mengkaji Al-Qur’an, relaksasi, simulasi, pengamalan nilai-nilai

    agama seperti sholat, berdzikir, puasa, sedekah, dan peringatan hari-hari besar

    lainnya. Hasil terapi psikososial dengan memberikan dorongan atau motivasi,

    membangun rasa percaya diri, komunikasi dengan keluarga, teman dan masyarakat.

    Kata Kunci : Terapi, Skizofrenia, Keagamaan, Psikososial

  • ii

    KATA PENGANTAR

    ِحيم ْحمِن الرَّ بِْسِم هللاِ الرَّ

    Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta

    alam, yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga

    penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga

    senantiasa melimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para

    sahabat, dan pengikutnya yang setia.

    Alhamdulillah wa syukurillah berkat rahmat dan anugerah-Nya sehingga

    penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “TERAPI

    PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI PENDEKATAN KEAGAMAAN DAN

    PSIKOSOSIAL DI YAYASAN MADANI MENTAL HEALTH CARE CIPINANG

    BESAR JAKARTA TIMUR”.

    Pada penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan

    jauh dari kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan

    kemampuan penulis. Oleh sebab itu dengan hati terbuka penulis mengarapkan saran

    dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat mengembangkan pengetahuan

    dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dikemudian hari.

  • iii

    Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

    membantu dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini, baik moril maupun materil,

    untuk itu penulis berterima kasih kepada:

    1. Dr. Arief Subhan, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

    Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph, D. Selaku Wakil Dekan Bidang Akademik,

    Dr. Roudhonah, M. Ag selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, dan

    Dr. Suhaimi, M.Si selaku wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

    2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si dan Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si selaku

    Ketua dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

    3. Drs. H. Mahmud Jalal, M.A selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa

    meluangkan tenaga, waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam

    penyusunan skripsi ini.

    4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan

    memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh

    pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    5. Keluarga besar Madani Mental Health Care Jakarta Timur, khususnya kepada

    Ustadz Darmawan, S.Ag selaku pimpinan Yayasan, Ustadz Harid Isnaeni,

    S.Sos.I, Ustadz Mohammad Ufihori, Ustadz R. Indra Wirasetya P. SST, dan

    Ustadz Ali Yahya Rambe, SE.SG selaku Terapis, dan seluruh klien Madani

    Mental Health Care yang telah membantu memberikan data-data terkait pada

    penyusunan skripsi ini.

  • iv

    6. Teruntuk Ayah penulis Rahman Gultom, terima kasih untuk dukungan nya

    baik secara moril maupun materil dan Ibu penulis Kokom Komala yang

    selalu mendoakan, selalu memberi semangat dan mencurahkan kasih

    sayangnya kepada penulis. Semoga mereka senantiasa dalam lindungan

    Allah SWT.

    7. Adik penulis: Anggie Febriani yang selalu mendukung dan mendoakan

    penulis

    8. Sahabat seperjuangan penulis Dina Malik yang telah meluangkan waktunya

    untuk menemani penulis wawancara ke Madani Mental Health Care Jakarta

    Timur. Ratna yuningsih, Tiara Nur Hidayati, Meiga Latifah, laila tussadiyah,

    Syifa Fauziah, dan juga semua teman BPI A 2013 mohon maaf penulis tidak

    bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan kepada

    penulis. Terima kasih untuk kenangan yang sangat banyak, dan selalu

    berkesan di hati penulis selama 4 tahun lebih,. Semoga pertemanan kita

    semua tidak sampai disini saja, dan semoga Allah melindungi kalian dimana

    pun kalian berada.

    9. Seluruh Keluarga Besar mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan

    Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama angkatan 2013 yang tidak

    bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberi banyak arti

    kehidupan dan menemani penulis baik suka maupun duka.

    10. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini yang tidak

    bisa disebutkan satu persatu, tanpa mengurangi rasa hormat, penulis

    mengucapkan terima kasih.

  • v

    Semoga bantuan dan perhatian yang tercurah mendapat balasan pahala berlipat

    ganda dari Allah SWT. Selain itu semoga apa yang menjadi cita-cita dan impian kita

    semua terwujud di masa depan serta mendapat ridha dan keberkahan dari Allah SWT,

    Amin.

    Jakarta, 20 November 2017

    Indah Nurmalasari

    NIM: 113052000026

  • vi

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK ………………………………………………………………….. i

    KATA PENGAN …...………………………………………………………. ii

    DAFTAR ISI ………..……………………………………………………… vi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah …………………………………..1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………….…………6

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………....6

    D. Metodologi Penelitian …………………………………….7

    E. Tinjauan Pustaka ……………………………………….....12

    F. Sistematika Penulisan …………………………………….15

    BAB II TINJAUAN TEORI

    A. Pengertian Terapi …………………………………………17

    B. Skizofrenia ………………………………………….........20

    1. Pengertian Skizofrenia ………………...……………..20

    2. Gejala-gejala Skizofrenia.………………………..…...23

    3. Ciri-ciri klinis utama skizofrenia .………...…………..25

    4. Subtipe Skizofrenia ……………….………..………...26

    5. Bentuk-bentuk Terapi bagi Penderita Skizofrenia…….28

  • vii

    C. Keagamaan ……………………………………………………..33

    1. Pengertian agama …………………………..………………33

    2. Agama dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Jiwa………..35

    3. Bentuk Pembinaan Keagamaan ……………………………35

    D. Psikososial ……………………………………………….........43

    1. Pengertian Psikososial …………………………………….43

    2. Objek Psikologi sosial …………………………………….45

    3. Problem Psikososial ……………………………………….46

    4. Bentuk Pembinaan Psikososial …………………………….46

    BAB III PROFIL MADANI MENTAL HEALTH CARE JAKARTA

    TIMUR

    A. Sejarah Yayasan Madani Mental Health Care ………………….53

    B. Visi & Misi Lembaga …………………………………………..54

    C. Sumber Daya Manusia Madani ………………………………...55

    D. Struktural Madani Mental Health Care ......................................57

    E. Metode Penanganan BPSS …………………………………….59

    F. Sarana dan Prasarana…………………………………………..62

    G. Proses Tahapan Pembinaan Penderita Skizofrenia ..…………..63

  • viii

    BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS PENELITIAN

    A. Deskripsi Informan ……………………………………………...65

    B. Terapi Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Keagamaan….72

    C. Terapi Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Psikososial…..81

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ……………………………………………………...89

    B. Saran …………………………………………………………….91

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Skizofrenia merupakan gangguan mental parah yang secara tipikal muncul

    pada usia remaja akhir atau dewasa awal. Gangguan ini ditandai dengan distorsi

    persepsi dan pikir, serta emosi yang tidak sesuai. Gangguan juga meliputi fungsi

    dasar yang pada orang normal memberikan perasaan individualitas, keunikan dan

    pengarahan diri. Perilakunya mungkin benar-benar terganggu pada konsekuensi

    sosial yang tidak menyenangkan. Kepercayaan salah yang sangat kuat dan tanpa

    dasar realitas (delusi) merupakan gejala lain yang juga muncul pada gangguan ini.

    Penyebab utama skizofrenia, menurut ketua umum ikatan dokter ahli jiwa

    Indonesia, Prof. Dr. Sasanto Wibosono, pengaruh faktor genetik sangat

    menentukan tetapi bukan satu-satunya faktor. Tanpa faktor genetik, resiko untuk

    mengembangkan skizofrenia tetap ada. Dalam DSM-IV-TR (2003) dituliskan

    bahwa keturunan pertama penderita skizofrenia mempunyai resiko 10 kali lipat

    dibandingkan populasi umum, tetapi lingkungan juga mempunyai peran dalam

    insiden skizofrenia.1

    Gangguan mental dan perilaku, termasuk skizofrenia, mempunyai dampak

    yang luas, baik terhadap penderita, keluarganya, maupun masyarakat. Penderita

    skizofrenia, menderita akibat gejala-gejala gangguan yang dialaminya. Mereka

    juga kurang atau tidak bisa menikmati kegiatan sosial maupun bekerja, karena

    mendapat perlakuan diskriminatif.

    1 Juliarti Dewi, Aku Menderita Skizofrenia (Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 2011), h.

    89-95.

  • 2

    Menurut survei yang ada, yaitu dari Kementerian Sosial pada tahun 2008, dari

    sekitar 650.000 penderita gangguan jiwa berat di Indonesia, sedikitnya 30.000

    dipasung. Alasan pemasungan umumnya agar si penderita tak membahayakan

    orang lain dan menimpakan aib kepada keluarga. Bagus Utomo, ketua Komunitas

    Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) menyatakan bahwa pemasungan jelas

    memperparah kondisi penderita skizofrenia. Penderita mengalami trauma, dendam

    kepada keluarga, merasa dibuang, rendah diri, dan putus asa. Lama-kelamaan

    muncul depresi dan gejala niat bunuh diri.2

    Skizofrenia adalah penyakit jiwa yang paling banyak terjadi dibandingkan

    penyakit jiwa lainnya. Penyakit ini menyebabkan kemunduran kepribadian pada

    umumnya, yang biasanya mulai tampak pada masa puber, dan yang paling banyak

    menderita adalah orang berumur antara 15-30 tahun.3 Gangguan ini ditandai

    dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

    gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti avolition

    (menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya

    isi pembicaraan, afek yang datar; serta terganggunya relasi personal (Strauss et al,

    dalam Gabbard, 1994). Tampak bahwa gejala-gejala Skizofrenia menimbulkan

    hendaya berat dalam kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, kehidupan

    afek dan mengganggu relasi sosial.

    Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi

    Skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2% hingga 2,0% tergantung di Daerah

    atau Negara mana studi itu dilakukan. Selanjutnya dikemukakan bahwa lifetime

    prevalensi Skizofrenia diperkirakan antara 0,5% dan 1%. Karena Skizofrenia

    2 Juliarti Dewi, Aku Menderita Skizofrenia (Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 2011), h.

    99. 3 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental (Jakarta: Gunung Agung, 2001), h. 49.

  • 3

    cenderung menjadi penyakit yang kronis. Maka angka insidensi penyakit ini

    (incidence rates) dianggap lebih rendah dari angka prevalensi (prevalence rates)

    dan diperkirakan mendekati 1 per 10.000 per tahun (DSM-IV, APA 1994). Di

    Indonesia sendiri angka penderita Skizofrenia 23 tahun yang lalu (PJPT I)

    diperkirakan 1/1000 penduduk, dan proyeksi 25 tahun mendatang mencapai

    3/1000 penduduk (Hawari, 1993)4

    Agama masuk menjadi unsur-unsur yang menentukan dalam konstruksi

    pribadi sejak kecil. Akan tetapi, apabila seseorang menjadi remaja atau dewasa

    tanpa mengenal agama, maka kegoncangan jiwa remaja akan mendorongnya ke

    arah kelakuan-kelakuan kurang baik. Jika ilmu jiwa banyak berbicara tentang

    perasaan dan ketentraman jiwa, maka agama memberikan berbagai pedoman dan

    petunjuk agar ketenraman jiwa tercapai, dalam Al Qur‟an banyak sekali ayat-ayat

    tentang itu misalnya Surah Ar Ra‟du Ayat 28 – 29 :

    ِ ۗ أَََل ِ تَْطَمئِهُّ ٱْلقُلُىُة ﴿ٱلَِّذيَه َءاَمنُى۟ا َوتَْطَمئِهُّ قُلُىبُهُم بِِذْكِر ٱَّللَّ ﴾٨٢بِِذْكِر ٱَّللَّ

    ِت طُىبَىَّٰ لَهُْم َوُحْسُه َمـ َبٍة ﴿ لَِحَّٰ﴾٨٢ٱلَِّذيَه َءاَمنُى۟ا َوَعِملُى۟ا ٱلصََّّٰ

    Artinya: “ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

    dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati

    menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka

    kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.

    Agama memberikan penyelesaian terhadap kesukaran-kesukaran dan

    memberikan pedoman dan bimbingan hidup di segala bidang, baik terhadap orang

    kecil, buruh atau pekerja kasar, maupun bagi orang-orang besar, pemimpin dan

    4Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai

    Penerbit FKUI), h. xiii.

  • 4

    majikan, bahkan bagi kehidupan keluarga, bertetangga dan sebagai pengendali

    moral bagi tiap diri pribadi, sehingga selalu selamat dari godaan-godaan luar,

    rumah tangganya akan tetap aman tentram, pekerjaan menyenangkan dan orang

    akan hidup penuh gairah dan semangat. Agama berfungsi sebagai terapi bagi jiwa

    yang gelisah dan terganggu, berperanan sebagai alat pencegah (preventif) terhadap

    kemungkinan gangguan kejiwaan dan merupakan faktor pembinaan (konstruktif)

    bagi kesehatan mental pada umumnya. Dengan keyakinan beragama, hidup yang

    dekat dengan Tuhan serta tekun menjalankan agama, kesehatan mental dapat

    terbina, dengan mental yang sehat, efisiensi dan produksi dapat dipercepat

    perusahaan akan semakin maju dalam segala bidang apabila setiap anggotanya

    tekun beragama.5

    Sebenarnya dari dahulu agama dengan ketentuan dan hukum-hukumnya

    telah dapat membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu dengan

    dihindarkannya segala kemungkinan-kemungkinan sikap, perasaan dan kelakuan

    yang membawa kepada kegelisahan. Jika terjadi kesalahan yang akhirnya

    membawa kepada penyesalan pada orang yang bersangkutan, maka agama

    memberi jalan untuk mengembalikan ketenangan batin dengan minta ampun

    kepada Tuhan. Dengan cara bimbingan khusus dalam kehidupan manusia para

    pemimpin agama pada masa lalu telah berhasil memperbaiki moral dan

    menghubungkan silaturrahmi sesama manusia, sehingga kehidupan sayang-

    5 Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental (Jakarta: Bulan

    Bintang, 1982), cet.ke-3, h. 80.

  • 5

    menyayangi jelas tampak dalam kalangan orang-orang yang hidup menjalankan

    agamanya.6

    Maka itulah penderita Skizofrenia membutuhkan pembinaan agama dan

    psikososial supaya mereka bisa lebih terarah, bisa menjadi lebih baik dari

    sebelumnya dan menjalani kehidupan yang normal kembali. Dan sekarang ini pun

    banyak panti-panti atau tempat rehabilitasi yang memakai metode-metode

    pembinaan agama dan pembinaan psikososial untuk menyembuhkan pasien-

    pasien Skizofrenia. Salah satu nya seperti Yayasan Madani Mental Health Care

    yaitu sarana rehabilitasi yang menggunakan pembinaan berbasis masyarakat

    (community) dengan pendekatan Biologi, Psikologi, Sosial, dan Spiritual (BPSS).

    Pencegahannya melalui penyuluhan, bimbingan, pembinaan dan konsultasi

    mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penyalahgunaan NAPZA, maupun

    mengobati serta meningkatkan kualitas hidup korban NAPZA dan penderita

    SKIZOFRENIA sehingga dapat kembali ke masyarakat dan lingkungannya secara

    baik dan benar.

    Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

    di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur yang

    berkaitan dengan pembinaan beragama bagi penderita Skizofrenia. Maka penulis

    mengambil judul skripsi sebagai berikut “TERAPI PENDERITA

    SKIZOFRENIA MELALUI PENDEKATAN KEAGAMAAN DAN

    PSIKOSOSIAL DI YAYASAN MADANI MENTAL HEALTH CARE

    CIPINANG BESAR JAKARTA TIMUR”

    6 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta: Toko Gunung

    Agung, 1996), h. 74.

  • 6

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    1. Pembatasan Masalah

    Peneliti akan membatasi masalah hanya pada Terapi Penderita

    Skizofrenia Melalui Pendekatan Keagamaan dan Psikososial di Yayasan

    Madani Mental Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur.

    2. Perumusan Masalah

    a. Bagaimana Terapi penderita Skizofrenia melalui pendekatan

    Keagamaan di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar

    Jakarta Timur ?

    b. Bagaimana Terapi penderita Skizofrenia melalui pendekatan

    Psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar

    Jakarta Timur ?

    C. Tujuan dan Manfaat penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan

    penelitian ini, sebagai berikut:

    a. Untuk mengetahui bagaimana terapi penderita Skizofrenia melalui

    pendekatan keagamaan di Yayasan Madani Mental Health Care

    Cipinang Besar Jakarta Timur

    b. Untuk mengetahui bagaimana terapi penderita Skizofrenia melalui

    pendekatan psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care

    Cipinang Besar Jakarta Timur

  • 7

    2. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini adalah:

    a) Manfaat secara akademis

    Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan

    keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan dan

    Penyuluhan Islam, dan khususnya pada yang berkaitan dengan

    Terapi Penderita Skizofrenia Melalui Pendekatan Keagamaan dan

    Psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar

    Jakarta Timur.

    b) Manfaat secara praktis

    Hasil penelitian ini diharapkan sebagai tambahan pengetahuan

    tentang proses Terapi pada pasien skizofrenia melalui pendekatan

    keagamaan dan pendekatan psikososial. Serta dapat diterapkan pada

    lembaga rehabilitasi lainnya.

    D. Metodologi Penelitian

    1. Metode Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah

    adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

    bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang

    masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian

    permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian

    kuantitatif dengan positivismenya. Peneliti menginterprestasikan

    bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan

    bagaimana makna tersebut memengaruhi perilaku mereka. Penelitian

  • 8

    dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistic) bukan hasil

    perlakuan (treatment) atau manupulasi variabel yang dilibatkan.7

    Adapun data yang dikumpulkan metode deskriptif adalah berupa

    kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh

    adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan

    berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.8

    2. Subjek dan Objek Penelitian

    a. Subjek Penelitian

    Adapun subjek pada penelitian adalah 4 orang terapis yang

    memberikan terapi kepada para penderita skizofrenia melalui pendekatan

    keagamaan dan psikososial.

    b. Objek Penelitian

    Objek dari penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan terapi bagi

    penderita skizofrenia melalui pendekatan keagamaan dan psikososial di

    Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Jakarta Timur.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    a. Observasi

    Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan

    dan mengikuti. Memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati

    dengan teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju (Banister, et

    al, 1994). Inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan

    adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa

    7 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi

    Aksara,2013), h. 85. 8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,

    2007). Cet,Ke-23, h. 11.

  • 9

    perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat

    dihitung dan dapat diukur.9

    Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian langsung selama 3

    bulan, observasi penulis memfokuskan terhadap proses kegiatan terapi

    penderita skizofrenia melalui pendekatan keagamaan dan psikososial

    di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar Selatan

    Jakarta Timur. Dalam observasi ini, apa saja yang dialami peneliti

    yang berhubungan dengan proses terapi penderita skizofrenia melalui

    pendekatan keagamaan dan psikososial dicatat dan dituangkan ke

    dalam skripsi sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

    b. Wawancara

    Wawancara adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan

    untuk mengumpulkan data penelitian kualitatif. Wawancara

    memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari

    responden dalam berbagai situasi dan konteks. Meskipun demikian,

    wawancara perlu digunakan dengan berhati-hati karena perlu di

    triangulasi dengan data lain.10

    Teknik pengumpulan data ini dengan cara mengajukan pertanyaan

    secara langsung kepada Terapis Ustadz Harid Isnaeni, Ustadz

    Mohammad Ufihori, Ustadz Indra Wirasetya, dan Ustadz Ali Yahya

    Rambe. Untuk memperoleh kelengkapan data penulis menyusun

    terlebih dahulu pertanyaan wawancara yang akan diajukan kepada

    9Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial (Jakarta:

    Salemba Humanika, 2012).cet.3, h. 131-132. 10

    Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar ( Jakarta: Indeks, 2012), h. 45

  • 10

    para terapi mengenai permasalahan yang berkaitan dengan objek

    peneliti.

    c. Dokumentasi

    Selain wawancara dan observasi, data dapat juga diperoleh dengan

    cara menelaah dokumen. Dokumen adalah segala sesuatu materi

    dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia (Esterberg 2002).

    Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik dalam berbentuk

    catatan dalam kerta (hardcopy) maupun elektronik (softcopy).

    Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian,

    manifesto, undang-undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan

    lainnya.11

    4. Sumber Data

    Adapun sumber data pada penelitian ini terbagi menjadi dua

    bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

    a. Data primer

    Data primer yaitu data penelitian yang langsung diperoleh dari para

    informan yang ada di Yayasan Madani Mental Health Care. Data

    primer ini diperoleh melalui pengamatan dan wawancara.

    b. Data Sekunder

    Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan atau

    dokumen yang terkait dengan penelitian dari lembaga yang diteliti

    ataupun referensi dan buku-buku dari perpustakaan.

    11

    Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar ( Jakarta: Indeks, 2012), h. 61.

  • 11

    5. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Lokasi penelitian dilakukan di Yayasan Madani Mental Health

    Care Cipinang Besar Selatan Jakarta Timur, observasi awal dilakukan

    pada tanggal 18 Juli 2017 dan penelitian mendalam pada bulan Agustus

    sampai 9 Oktober 2017.

    6. Analisis Data

    Analisis data adalah pencarian atau pelacakan pola-pola. Analisis

    data kualitatif adalah penguji sistematik dari sesuatu untuk menetapkan

    bagian-bagiannya, hubungan antar kajian, dan hubungannya terhadap

    keseluruhannya (Spradley, 1980). Artinya, semua analisis data kualitatif

    akan mencakup penelusuran data, melalui catatan-catatan (pengamatan

    lapangan) untuk menemukan pola-pola budaya yang dikaji oleh peneliti

    (Mantja, 2007).

    Sementara itu, Bogdan & Biklen (2007) menyatakan bahwa

    analisis data adalah proses pencarian dan pengaturan secara sistematik

    hasil wawancara, catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan

    untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan

    dan memungkinkan menyajikan apa yang ditemukan.12

    Proses Analisis data dimulai dengan:

    a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu

    dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan

    12

    Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi

    Aksara,2013), h. 210.

  • 12

    lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan

    sebagainya.

    b. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya

    melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat

    rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang

    perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya.

    c. Menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian

    dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu

    dibuat sambil melakukan koding.

    d. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan

    keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap

    penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori

    substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.13

    7. Teknik Penulisan

    Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada Pedoman

    Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan

    oleh CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    tahun akademik 2013.

    E. Tinjauan Pustaka

    Peneliti menemukan beberapa literatur dan tema yang menunjang

    dengan penelitian yang ditulis oleh Peneliti sendiri, diantaranya sebagai

    berikut :

    13

    Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,

    2007). Edisi revisi, cet ke- 23, h. 247.

  • 13

    1. Nama Peneliti : Millaty Hanifa (NIM:1111052000033)

    Judul Penelitian : Dampak Terapi Ruqyah Syar‟iyyah Dalam Pemulihan

    Kesehatan Kesehatan Mental Pasien Di Rumah Ruqyah Indonesia Cililitan

    Jakarta Timur.

    Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan

    Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2015,UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang

    terjadi pada mental pasien setelah melakukan terapi Ruqyah Syar‟iyyah di

    Rumah Ruqyah Indonesia Cililitan Jakarta Timur. Kesimpulan dari skripsi

    ini ialah pelaksanaan terapi sesuai dengan syariat islam yaitu pelaksanaan

    terapi menggunakan ayat-ayat al-Qur‟an atau hadis dengan tidak

    mengubah susunan kalimatnya, dengan menggunakan bahasa arab yang

    fasih, dibaca dengan jelas, sehingga tidak mengubah makna aslinya.

    2. Nama Peneliti : Renita Latifa (NIM: 1050520001764)

    Judul Penelitian :Proses Bimbingan Islam Pada Penderita Skizofrenia

    dipanti Rehabilitasi Cacat Mental Yayasan Galuh Bekasi.

    Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan

    Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2010, UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui Bimbingan

    Islam Pada penderita Skizofrenia. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan

    bahwa upaya yang dilakukan pembimbing dalam proses Bimbingan Islam

    Pada Penderita Skizofrenia di Yayasan Galuh, bermanfaat dalam

    pemberian bantuan, membimbing, dan mengobati agar dapat

    mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang berguna dan dapat

  • 14

    hidup berdampingan secara wajar sebagai makhluk sosial lainnya. Selain

    itu, metode yang digunakan ialah membimbing pasien dengan bimbingan

    berkelompok (group guidance) dalam kesehariannya.

    3. Nama Peneliti : Maria Ulfah (NIM: 107052000463)

    Judul Penelitian :Metode Therapeutic Community Bagi Residen Narkotika

    di Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido Bogor.

    Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan

    Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2011,UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dan

    menganalisis penerapan merode Therapeutic Community, keunggulan dan

    kelemahan dari metode Therapeutic Community, dan respon para residen

    terhadap metode Therapeutic Community. Kesimpulan dari skripsi ini

    ialah Penerapan Metode Therapeutic Community antara lain: morning

    meeting, morning briefing, open house, encounter group, seminar, general

    meeting, community group (vocational/workshop, probe, extended, dan

    marathon.

    4. Nama Peneliti : Eka Fitriyana (NIM: 1110052000031)

    Judul Penelitian : Dampak Psikoterapi Islam Pada Pasien Penyalahgunaan

    Narkoba di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar-Jakarta

    Timur.

    Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan

    Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2014, UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dan

    menganalisis pelaksanaan dan dampak psikoterapi islam yang dilakukan di

  • 15

    Madani Mental Health Care bagi Pasien Penyalahgunaan Narkoba.

    Kesimpulan dari skripsi ini yaitu dari sudut pandang psikoterapi islam ini

    berbagai macam terapi keislaman yang diberikan kepada pasien NAPZA

    maka dalam aspek psikoterapi islam ini dikelompokkan kedalam 3 aspek

    yaitu: aspek keimanan, ibadah dan akhlak tujuannya untuk mengembalikan

    pasien kepada fitrahnya serta menjadikan mereka sadar dan mandiri secara

    mental.

    5. Nama Peneliti : Yusuf Arifin (NIM : 1111054100019)

    Judul Penelitian : Pengaruh Terapi Kelompok Berbasis Outbound

    Terhadap Perilaku Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial Bina Remaja

    (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur.

    Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan

    Ilmu Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial 2015,UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa

    pengaruh Terapi Kelompok Berbasis Outbound Terhadap Perilaku Remaja

    Putus Sekolah di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.

    F. Sistematika Penulisan

    Dalam rangka mencapai pembahasan skripsi yang sistematis, maka peneliti

    membuat sistematika penulisan ke dalam lima (5) BAB yang terdiri dari sub-sub

    BAB. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.

    BAB I PENDAHULUAN. Terdiri dari Latar Belakang Masalah,

    Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

    Penelitian, Tinjauan Teori, Metodologi Penelitian, Tinjauan

    Pustaka, dan Sistematika Penulisan.

  • 16

    BAB II LANDASAN TEORI. Dalam BAB ini akan dipaparkan mengenai

    teori-teori ataupun pembahasan yang berkaitan dengan Terapi

    Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Keagamaan dan

    Psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care.

    BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN MADANI MENTAL

    HEALTH CARE CIPINANG BESAR JAKARTA TIMUR.

    Pada BAB ini akan dibahas mengenai gambaran secara umum

    tempat dilakukannya penelitian, yakni Yayasan Madani Mental

    Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur.

    BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS PENELITIAN.BAB ini akan

    menjelaskan hasil penelitian tentang Terapi Penderita Skizofrenia

    melalui Pendekatan Keagamaan dan Psikososial di Yayasan

    Madani Mental Health Care Jakarta Timur.

    BAB V PENUTUP. Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang

    kesimpulan penelitian ini dan saran-saran yang diajukan pihak-

    pihak terkait dalam masalah ini.

  • 17

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. Terapi

    1. Pengertian Terapi

    Kata Therapy (dalam bahasa inggris) bermakna pengobatan dan

    penyembuhan, sedangkan dalam bahasa arab kata therapy sepadan dengan

    سفبء-يشفي-شفي yang berasal dari اَلستشفبء , yang artinya menyembuhkan.

    Seperti yang telah di gunakan oleh Muhammad Abdul Aziz al Khalidiy

    dalam kitabnya “Al Istisyfa „bil Qur‟an” (1 (اَلسشفبء ببالقران. Firman Allah

    Ta‟ala yang memuat kata Syifa:

    ُدوِز َوهًُدي يَا أَيَُّها انىَّاُس قَْد َجاَءْحُكْم َمْىِعظَتٌ ِمْه َزبُِّكْم َوِشفَاٌء نَِما فِي انصُّ

    َوَزْحَمتٌ نِْهُمْؤِمىِيه

    Artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu

    pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuhan untuk penyakit yang ada di

    dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”

    (QS. Yunus: 57)

    Menurut Watson & Morse (1997), Psikoterapi dirumuskan sebagai:

    bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada

    mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan psikologik dan

    terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik

    1Hamdani Bakran Adz-Dzaky, KONSELING & PSIKOTERAPI ISLAM (Yogyakarta:

    Fajar Pustaka Baru: 2002), h. 227.

  • 18

    untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri

    dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan

    tindakannya.2

    Menurut Wolberg (1954), Mereka yang menilai bahwa

    membebaskan pasien dari masalah yang menimbulkan gejala, kecemasan

    dan konflik sebagai tujuan utama dari psikoterapi, merumuskan:

    Psikoterapi adalah suatu bentuk perawatan (treatment) terhadap masalah-

    masalah yang dasarnya emosi, dimana seseorang membentuk hubungan

    professional dengan pasien dengan tujuan memindahkan, mengubah atau

    mencegah munculnya gejala dan menjadi perantara untuk menghilangkan

    pola-pola perilaku yang terhambat serta meningkatkan pertumbuhan dan

    perkembangan positif dari kepribadiannya.

    Menurut Whitaker & Malone (1953), adalah mereka yang

    menganggap bahwa tujuan terapi adalah membentuk perasaan adekuat

    pada diri sendiri, ada keterpaduan dalam diri sendiri dan kematangan

    pribadi, merumuskan: psikoterapi dalam arti luas meliputi semua upaya

    untuk mempercepat pertumbuhan manusia sebagai pribadi.3

    Psikoterapi (perawatan jiwa) tidak ditujukan kepada orang-orang

    yang menderita penyakit jiwa saja, akan tetapi lebih banyak diperlukan

    oleh orang-orang yang sebenarnya tidak sakit, akan tetapi tidak mampu

    meghadapi kesukaran-kesukaran hidup sehari-hari dan tidak pandai

    2 Singgih Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1992), cet

    ke-1, h. 155. 3Ibid., h. 156.

  • 19

    menyelesaikan persoalan-persoalan yang disangkanya rumit. Karena

    kesukaran-kesukaran dan persoalan-persoalan yang tidak selesai itulah

    yang banyak menghilangkan rasa bahagia.4

    2. Tanggung Jawab Terapis

    Terapis memiliki tanggung jawab terutama kepada klien. Akan

    tetapi, karena klien tidak hidup dalam ruang hampa dan dipengaruhi oleh

    hubungan-hubungan yang lainnya, terapis memiliki tanggung jawab juga

    kepada keluarga klien, kepada biro tempat terapis bekerja, kepada biro

    yang dirujuk, kepada masyarakat, dan kepada profesinya.

    Karena minat-minat klien mendapat tempat utama dalam hubungan

    konseling atau terapi, maka kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraan

    klienlah yang diutamakan, bukan kebutuhan-kebutuhan terapis. Prinsip

    umum mengenai pengutamaan kesejahteraan klien tampaknya sudah jelas.

    Akan tetapi, masalah ini bisa dengan mudah menjadi samar apabila kita

    mengingat bahwa terapis juga memiliki tanggung jawab-tanggung jawab

    kepada yang lain disamping klien.5

    3. Kompetensi Terapis

    Sebagai prinsip etika dasar, para terapis diharapkan menyadari

    batas-batas kompetensinya serta pembatasan-pembatasan pribadi dan

    profesinya. Para terapis yang etis tidak menggunakan diagnostika atau

    4 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta: PT. Gunung

    Agung: 1982),h. 80. 5Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy Penerjemah oleh

    E. Koeswara dalam Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: PT Refika

    Aditama,2005), Edisi Ke-2, h. 355.

  • 20

    prosedur-prosedur treatment yang berada diluar lingkup latihan mereka,

    juga tidak menerima klien yang fungsi personalnya terganggu secara serius

    kecuali apabila mereka memiliki keahlian dalam menangani klien

    semacam itu. Seorang terapis yang menyadari bahwa dirinya kurang

    kompeten dalam menangani suatu kasus, bertanggung jawab untuk

    berkonsultasi dengan rekan-rekannya atau dengan pembimbing atau

    membuat rujukan.6

    B. Skizofrenia

    1. Pengertian Skizofrenia

    Istilah skizofrenia pertama kali diperkenalkan oleh Emil Kraepelin

    psikiater dari jerman pada tahun 1896 dengan menggunakan istilah

    demensia precox, dan pada tahun 1911 oleh Eugen Bleuler psikiater dari

    swiss memperkenalkan istilah skizofrenia dan diartikan sebagai psikosis

    yang perjalanannya menahun. Serangan hilang timbul, dapat berhenti atau

    kembali pada taraf perkembangan tertentu.7

    Skizofrenia berasal dari kata “skizo” yang berarti retak atau pecah

    (Split), dan “frenia” yang berarti jiwa. Dengan demikian seseorang yang

    menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami

    keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (Spilitting of Personality).8

    Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan

    dengan pandangan popular tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering

    6Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy Penerjemah oleh

    E. Koeswara dalam Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: PT Refika Aditama,

    2005), Edisi Ke-2, h.. 366. 7 Ayub Sani Ibrahim, Skizofrenia Spiliting Personality (Ciputat, Jelajah Nusa, 2011), h. 2.

    8 Dadang Hawari, Al-Qur‟an Ilmu Kedokeran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:

    PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), h. 561.

  • 21

    kali menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman,

    bukannya simpati dan perhatian. Skizofrenia menyerang jati diri

    seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan

    serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan

    konsepsi yang tidak logis.

    Skizofrenia menyentuh setiap aspek kehidupan dari orang yang

    terkena. Episode akut dari skizofrenia ditandai dengan waham, halusinasi,

    pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku

    aneh. Di antara episode-episode akut, orang yang mengalami skizofrenia

    mungkin tetap tidak dapat berpikir jernih dan mungkin kehilangan respons

    emosional yang sesuai terhadap orang-orang dan peristiwa-peristiwa

    dalam hidupnya.

    Mereka mungkin berbicara dengan nada yang mendatar dan

    menunjukkan sedikit jika ada ekspresi (Mandal, Pandey, & Prasad, 1998).

    Meskipun para peneliti tetap berfokus pada penggalian dasar-dasar

    psikologis dan biologis dari skizofrenia, gangguan ini dalam banyak hal

    tetap menjadi suatu misteri. Skizofrenia bukanlah satu-satunya jenis

    gangguan psikotik dimana orang mengalami putus dari realitas. Dalam hal

    ini kami juga membahas gangguan psikotik lainnya, termasuk gangguan

    psikotik singkat, gangguan skizofrenifrom, gangguan skizoafektif, dan

    gangguan delusi.9

    Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik

    yang ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering

    9 Jeffrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi

    ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 103.

  • 22

    terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta

    disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran, dan kognisi

    (Carson dan Butcher,1992). Ada juga ahli yang berpendapat bahwa

    terdapat perbedaan esensial antara skizofrenia dengan neurotik, yaitu

    bahwa penderita neurotik mengalami gangguan terutama bersifat

    emosional, sedangkan skizofrenia terutama mengalami gangguan dalam

    pikiran. Pendapat ini bisa jadi benar, tetapi tidak menyeluruh.10

    Pada penderita skizofrenia ada desintegrasi pribadi dan kesehatan

    pribadi. Tingkah laku emosional dan intelektualnya jadi ambigious

    (majemuk), serta mengalami gangguan serius; dan mengalami regresi atau

    dementia total. Dia melarikan dari kenyataan hidup dan berdiam dalam

    dunia fantasinya. Tampaknya dia tidak bisa memahami lingkungannya dan

    responnya selalu maniacal atau kegila-gilaan. Perasaanya selalu tidak

    cocok, mengalami gangguan intelektual berat, sehingga pikirannya

    melompat-lompat tanpa arah.11

    Gambaran gangguan jiwa Skizofrenia beraneka ragam dari mulai

    gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai

    pada yang tersamar. Gambaran yang mencolok misalnya penderita

    bicaranya kacau dengan isi pikiran yang tidak dapat diikuti dan tidak

    rasional; perasaannya tidak menentu sebentar marah dan mengamuk

    (agresif), sebentar tertawa gembira atau sebaliknya sedih; perilakunya

    sering aneh misalnya lari-lari tanpa busana dan lain sebagainya. Gejala

    10

    Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Abnormal (Bandung: Refika Aditama,

    2005), h. 134. 11

    Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual (Bandung: Mandar

    Maju. 2009), h. 167.

  • 23

    mencolok tersebut diatas mudah dikenali dan mengganggu keluarga dan

    masyarakat. Sedangkan gejala yang tersamar dan tidak menggangu

    keluarga ataupun masyarakat, misalnya menarik (mengurung) diri dalam

    kamar, tidak mau bicara, bicara dan tertawa sendiri dan sebagainya.12

    Gangguan jiwa Skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa

    remaja atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun). Seorang dikatakan

    menderita Skizofrenia (diagnosis skizofrenia) apabila perjalanan

    penyakitnya sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh

    gejala-gejala awal disebut sebagai fase prodromal yang ditandai dengan

    mulai munculnya gejala-gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak

    rasional, perasaan yang tidak wajar, perilaku yang aneh, penarikan diri dan

    sebagainya. Gejala-gejala prodromal ini sering kali tersamar dan tidak

    disadari oleh anggota keluarga lainnya, dan baru 6 bulan kemudian

    gangguan jiwa Skizofrenia ini mucul secara klinis nyata, yaitu kekacauan

    dalam alam pikir, alam perasaan dan perilaku.

    2. Gejala-gejala Skizofrenia

    Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu

    menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan

    pemahaman diri (self insight) buruk. Gejala-gejala Skizofrenia dapat

    dibagi dalam 2 kelompok yaitu Gejala Positif dan Gejala Negatif.

    a. Gejala Positif Skizofrenia

    Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita

    Skizofrenia adalah sebagai berikut:

    12

    Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia(Jakarta: Balai

    Penerbit FKUI, 2001), h. 41.

  • 24

    Sebelum seseorang sakit, pada umumnya penderita sudah

    mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu. Kepribadian penderita

    sebelum sakit disebut sebagai Kepribadian Pramorbid seringkali

    digambarkan sebagai orang yang mudah curiga, pendiam, sukar

    bergaul, lebih senang menarik diri dan menyendiri serta ekstrentik

    (aneh). Pada mereka sering dijumpai kepribadian (personality traits):

    Kepribadian Paranoid, Skizoid, Skizotipal atau Ambang (borderline).

    Ciri atau tipe kepribadian tersebut dapat menjadi Gangguan

    Kepribadian (Personality Disorder) apabila seseorang tidak fleksibel

    dan sulit umtuk menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya

    sehingga mengakibatkan hendaya (kendala/hambatan) di dalam fungsi

    kehidupannya sehari-hari dirumah, disekolah/ kampus, ditempat kerja

    dan lingkungan pergaulan sosialnya; kesemuanya itu merupakan

    penderitaan subyektif bagi dirinya.

    Gejala-gejala positif Skizofrenia sebagaimana yang diuraikan

    dimuka amat mengganggu lingkungan (keluarga) dan merupakan

    salah satu motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.13

    b. Gejala Negatif Skizofrenia

    Gejala-gejala negative yang diperlihatkan pada penderita

    Skizofrenia adalah sebagai berikut:

    1) Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam

    perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan

    ekspresi.

    13

    Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai

    Penerbit FKUI, 2001), h. 43.

  • 25

    2) Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau

    bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day

    dreaming).

    3) Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

    4) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

    5) Sulit dalam berpikir abstrak

    6) Pola pikir streotip.14

    3. Ciri-ciri klinis utama skizofrenia

    a. Dua atau lebih dari hal-hal berikut harus muncul dalam porsi yang

    signifikan selama munculnya penyakit dalam waktu 1 bulan:

    1) Waham/ delusi

    2) Halusinasi

    3) Pembicaraan yang sulit difahami (inkoheren) atau ditandai

    oleh asosiasi longgar

    4) Perilaku tidak terorganisasi atau katatonik

    5) Ciri-ciri negatif (misalnya afek datar)

    b. Fungsi pada bidang-bidang seperti hubungan sosial, pekerjaan,

    atau perawatan diri selama perjalanan penyakit secara nyata

    berada dibawah tingkatan yang dapat dicapai sebelum munculnya

    gangguan. Apabila gangguan muncul pada masa kanak-kanak

    atau remaja, terdapat suatu kegagalan untuk mencapai tingkat

    perkembangan sosial yang diharapkan.

    14

    Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai

    Penerbit FKUI, 2001), h. 45.

  • 26

    c. Tanda-tanda gangguan terjadi secara terus-menrus selama masa

    setidaknya 6 bulan. Masa 6 bulan ini harus mencakup fase aktif

    yang berlangsung setidaknya satu bulan dimana terjadi simtom

    psikotik (terdaftar pada no.1 ), yang merupakan karakteristik

    skizofrenia.

    d. Gangguan tidak dapat diatribusikan sebagai dampak zat-zat

    tertentu (misalnya, penyalahgunaan zat atau pengobatan yang

    diresepkan) atau pada kondisi medis umum.15

    4. Subtipe Skizofrenia

    Keyakinan bahwa terdapat perbedaan bentuk atau jenis-jenis

    skizofrenia berawal dari Kraeplin yang mendata tiga tipe skizofrenia:

    Paranoid, katatonik, dan hebefrenik (sekarang disebut tipe tidak

    terorganisir). DSM-IV mencatat tiga tipe khusus dari skizofrenia:

    disorganisasi, katatonik, dan paranoid.

    a. Tipe Tidak Terorganisasi

    Skizofrenia tipe tidak terorganisasi (disorganized type)

    dihubungkan dengan ciri-ciri seperti perilaku yang kacau,

    pembicaraan yang tidak koheren, halusinasi yang jelas dan sering,

    afek yang datar atau tidak sesuai, dan waham yang tidak terorganisasi

    yang sering melibatkan tema-tema seksual atau religius. Hendaya

    sosial sering ditemui pada orang dengan skizofrenia tidak

    terorganisasi. Mereka juga menunjukkan kedunguan dan mood yang

    gamang, cekikikan dan berbicara yang tidak-tidak. Mereka sering

    15

    Jeffrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi

    ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 105.

  • 27

    mengabaikan penampilan dan kebersihan mereka dan kehilangan

    control terhadap kandung kemih dan saluran pembuangan makanan.16

    b. Tipe katatonik

    Tipe katatonik (catatonic type) adalah salah satu jenis skizofrenia

    yang ditandai dengan hendaya yang jelas dalam perilaku motorik dan

    perlambatan aktivitas yang berkembang menjadi stupor namun

    mungkin berubah secara tiba-tiba menjadi fase agitasi. Orang-orang

    dengan skizofrenia katatonik mungkin dapat menunjukkan bentuk

    perangai atau seringai yang tidak biasa, atau mempertahankan postur

    yang aneh, tampak kuat selama berjam-jam meskipun tungkai mereka

    menjadi kaku atau bengkak. Ciri yang mengejutkan namun kurang

    umum adalah waxy flexibility, yang menampilkan posisi tubuh yang

    tetap, sebagaimana posisi yang yang telah dipaparkan oleh orang lain

    terhadap mereka. Mereka tidak akan merespons pertanyaan atau

    komentar selama masa tersebut, yang dapat berlangsung selama

    berjam-jam. Bagaimanapun sesudahnya mereka mungkin mengatakan

    mendengar apa yang dikatakan oleh orang lain selama masa itu.17

    c. Tipe Paranoid

    Skizofrenia Tipe Paranoid (paranoid type) bercirikan focus

    terhadap satu atau lebih waham atau adanya halusinasi auditoris yang

    sering (APA,2000). Perilaku dan pembicaraan dari seseorang yang

    mengalami skizofrenia paranoid tidak menunjukkan disorganisasi

    yang jelas sebagaimana ciri dari tipe tidak terorganisai, tidak juga

    16

    Jeffrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi

    ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 117. 17

    Ibid., h. 118.

  • 28

    dengan jelas menunjukkan afek datar atau yang tidak sesuai, atau

    perilaku katatonik. Waham mereka sering kali mencakup tema-tema

    kebesaran, persekusi, atau kecemburuan. Mereka meyakini,

    contohnya, bahwa pasangan atau kekasih mereka tidak setia, tanpa

    peduli akan tiadanya bukti. Mereka juga sangat gelisah, bingung atau

    ketakutan.18

    Tingkah laku abnormal dan menyimpang dari pola umum itu

    selalu bersumber pada pola yang keliru dari proses belajar yang

    direfleksikan dengan ketidakmampuan memenuhi tuntutan hidup

    menurut pola umum (pola yang wajar). Disebabkan oleh kebiasaan-

    kebiasaan yang keliru, kemanjaan dan salah didik/asuh sejak usia

    sangat muda, si pasien tidak pernah mampu melakukan relasi sosial

    yang efektif dengan orang lain. Maka, sebagai akibat dari salah satu

    ulah dalam proses belajar itu, terbenturlah ia pada banyak kesulitan,

    lalu tenggelam dalam dunia fantasi, atau melarikan diri dalam alam

    imajiner. Lama-kelamaan ia mengambangkan pola respons yang salah

    dan menjadi neuritis atau mengalami kekalutan mental hebat.

    5. Bentuk-bentuk Terapi bagi Penderita Skizofrenia

    Menurut Dadang Hawari (2001), ada beberapa pendekatan terapi bagi

    penderita gangguan jiwa skizofrenia. Terapi yang dimaksud meliputi terapi

    18

    Jeffrey S. Nevid, dkk., PSIKOLOGI ABNORMAL (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003),

    edisi ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 119.

  • 29

    dengan obat-obatan anti skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi

    psikososial dan terapi psikoreligius.19

    1. Psikofarmaka

    Gangguan jiwa skizofrenia cenderung berlanjut menahun dan kronis,

    oleh karenanya terapi obat psikofarmaka diberikan dalam jangka waktu

    relative lama, berbulan bahkan bertahun, seolah-olah obat psikofarmaka

    yang diberikannya itu dapat diumpamakan sebagai “vitamin” atau “makan

    tambahan” rutin sehari-hari bagi penderita skizofrenia. Atau dengan kata

    lain dengan terapi psikofarmaka ini sesungguhnya gangguan jiwa

    skizofrenia itu dapat diobati dan disembuhkan dalam arti manageable dan

    controllable. Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa terapi

    psikofarmaka tidak berarti penderita harus meminum obat seumur hidup,

    sebab kadang kala perjalanan gangguan jiwa skizofrenia ini sewaktu-

    waktu dapat mengalami remisi (sembuh dengan sendirinya tanpa gejala)

    karena pada hakekatnya penyakit ini merupakan self limiting process.

    2. Psikoterapi

    Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan

    dan latar belakang penderita sebelumnya (Pramorbid), sebagai contoh

    misalnya:

    a. Psikoterapi Suportif

    Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan,

    semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan

    19

    Dadang Hawari, PENDEKATAN HOLISTIK PADA GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA

    (Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2001), h. 97.

  • 30

    semangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan

    menurun.

    b. Psikoterapi Re-edukatif

    Jenis terapi ini untuk memberikan pendidikan ulang yang

    dimaksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan

    juga dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola

    pendidikan lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif

    terhadap dunia luar.

    c. Psikoterapi Re-konstruktif

    Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-

    konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi

    kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.

    d. Psikoterapi Kognitif

    Jenis terapi ini untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya

    pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu

    membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk,

    mana yang boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan lain

    sebagainya.

    e. Psikoterapi Psiko-dinamik

    Jenis terapi ini untuk menganalisa dan menguraikan proses

    dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit

    dan upaya untuk mencari jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini

    diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan kelemahan

  • 31

    dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri

    dengan baik.

    f. Psikoterapi perilaku

    Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku

    yang adaptif (menyesuaikan diri).

    g. Psikoterapi Keluarga

    Dengan psikoterapi ini diharapkan keluarga dapat memahami

    mengenai gangguan skizofrenia dan dapat membantu mempercepat

    proses penyembuhan penderita.

    3. Terapi Psikososial

    Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu

    kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu

    merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga

    tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama

    menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi

    obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya menjalani psikoterapi.

    Kepada penderita diupayakan tidak melamun, banyak kegiatan dan

    kesibukan dan banyak bergaul (silaturrahmi/sosialisasi).20

    4. Terapi Psikoreligius

    Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita skizofrenia

    ternyata mempunyai manfaat. Dari penelitian yang dilakukan, secara

    umum memang menunjukkan bahwa komitmen agama berhubungan

    dengan manfaatnya di bidang klinik (religious commitment is associated

    20

    Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta:

    Balai penerbit FKUI, 2001), h. 108.

  • 32

    with clinical benefit). Larson, dkk (1982) dalam penelitiannya

    membandingkan keberhasilan terapi terhadap dua kelompok penderita

    skizofrenia. Kelompok pertama mendapat terapi yang konversional

    (psikofarmaka) dan lain-lainnya tetapi tidak mendapat terapi keagamaan.

    Kelompok kedua mendapat terapi yang konvensional (psikofarmaka) dan

    lain-lainnya serta mendapat terapi keagamaan. Kedua kelompok tersebut

    di rawat Rumah Sakit Jiwa yang sama. Hasil perbandingannya ternyata

    cukup bermakna yaitu:

    a. Gejala-gejala klinis gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang

    pada kelompok kedua (plus terapi keagamaan) dibandingkan

    dengan kelompok pertama (minus terapi keagamaan).

    b. Pada kelompok kedua lamanya perawatan (long stay

    hospitalization) lebih pendek dari pada kelompok pertama.

    c. Pada kelompok kedua hendaya (impairment) lebih cepat teratasi

    dari pada kelompok pertama.

    d. Pada kelompok kedua kemampuan adaptasi lebih cepat dari pada

    kelompok pertama.

    Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian diatas

    adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa,

    memanjatkan pujian-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian

    kitab suci dan lain sebagainya.21

    21

    Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai

    penerbit FKUI, 2001), h. 110.

  • 33

    Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa pemahaman dan

    penafsiran yang salah terhadap agama dapat mencetuskan terjadinya

    gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat diamati dengan gejala-gejala

    waham (delusi) keagamaan atau jalan pikiran yang patologis dengan pola

    sentral keagamaan. Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan

    pola sentral keagamaan tadi dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan

    atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar.22

    C. Keagamaan

    1. Pengertian Agama

    Definisi agama menurut Harun Nasution berasal dari kata “ad-din”,

    religi (relegere, religare) dan agama dalam bahasa arab berarti

    menguasai, menundukkan, patah, balasan dan kebiasaan. Sedangkan

    dari religi (latin) atau relegere berarti megumpulkan dan membaca,

    kemudian religere berarti mengikat. Adapun agama terdiri dari dua suku

    kata “a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi” artinya “tidak pergi”,

    tetap ditempat, diwarisi turun menurun.23

    Berdasarkan pengertian kata-kata tersebut, menurut Harun

    Nasution ini inti dari agama adalah ikatan yang harus dipatuhi atau

    harus dipegang manusia, yang merupakan kekuatan ghaib yang tidak

    dapat ditangkap dengan panca indera. Namun mempunyai pengaruh

    yang sangat besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.24

    22

    Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2001), h. 111-112.

    23 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: Universitas

    Indonesia Press, 1985), cet. Ke-5, h. 9. 24

    Ibid., h.10.

  • 34

    Dapat disaksikan betapa besar perbedaan antara orang beriman

    yang hidup menjalankan agamanya, dengan orang yang tidak beragama

    atau acuh tak acuh kepada agamanya. Pada wajah orang yang hidup

    beragama terlihat ketenraman batin, sikapnya selalu tenang. Mereka

    tidak merasa gelisah atau cemas, kelakuan dan perbuatannya tidak ada

    yang akan menyengsarakan atau menyusahkan orang. Lain halnya

    dengan orang yang hidupnya terlepas dari ikatan agama.Mereka

    biasanya mudah terganggu oleh kegoncangan suasana, perhatiannya

    tertuju kepada diri dan golongannya, tingkah laku dan sopan santun

    dalam hidup, biasanya diukur atau dikendalikan oleh kesenangan-

    kesenangan lahiriyah.25

    Firman Allah SWT :

    ُل ِمَه اْنقُْسآِن َما ُهَى ِشفَاٌء َوَزْحَمتٌ نِْهُمْؤِمىِيَه ۙ َوََل يَِزيُد َووُىَزِّ

    اانِِميَه إَِلَّ َخَسازً انظَّ

    Artinya :Dan kami turunkan dari Al-Qur‟an sesuatu (yang dapat

    menjadi) penyembuhan dan rahmat bagi orang-orang yang beriman

    (percaya dan yakin), dan Al-Qur‟an itu tidak akan menambah kepada

    orang yang berbuat aniaya melainkan kerugian” (QS. Al-Isra‟ : 82)

    2. Agama dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Jiwa

    Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan

    hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak

    pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang

    25

    Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta: Toko Gunung

    Agung, 1996), h. 56.

  • 35

    Maha Tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan memberi sikap

    optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti

    rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman.

    Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan asasi

    manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Maka, dalam kondisi yang

    demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan

    fitrah kejadiannya, sehat jasmani, dan rohani.

    Agaknya cukup logis kalau setiap ajaran agama mewajibkan

    penganutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk dan

    pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan ikut berpengaruh dalam

    menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan

    rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidak-

    tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna, dan

    manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani

    secara terpisah memerlukan perlakuan yang dapat memuaskan

    keduanya.26

    3. Bentuk Pembinaan Keagamaan

    Lindenthal (1970) dan Star (1971) melakukan studi epidemiologik

    yang hasilnya menunjukkan bahwa penduduk yang religius resiko

    untuk mengalami stress jauh lebih kecil dari pada mereka yang tidak

    religius dalam kehidupan sehari-harinya. Sebagaimana diketahui salah

    26

    Jalaluddin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-

    prinsip Psikologi (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), Ed. Revisi, Cet Ke-18, h. 147.

  • 36

    satu akibat stress adalah seseorang dapat jatuh dalam keadaan depresi

    dan seringkali melakukan tindak bunuh diri. 27

    House, Robbins dan Metzner (1984) melakukan studi terhadap

    2.700 orang selama 8-10 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka

    yang rajin menjalankan ibadah, berdoa dan berdzikir, angka kematian

    (mortality rates) jauh lebih rendah di bandingkan dengan mereka yang

    tidak menjalankan ibadah, berdoa dan berdzikir.

    Larson (1992) dalam penelitiannya sebagaimana termuat dalam

    “Religious Commitment and Health” (APA, 1992) menyatakan antara

    lain bahwa komitmen agama amat penting dalam pencegahan agar

    seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuan

    seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia sedang sakit serta

    mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan.28

    Menurut Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi (2013), beberapa

    pendekatan melalui keagamaan sebagai berikut:

    1. Ibadah Shalat

    Shalat ialah ibadah yang mencakup ucapan-ucapan dan perbuatan

    khusus, diawali dengan takbiratul ihram (ucapan Allahu Akbar) dan

    27

    Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas dan Depresi (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006), Edisi Ke-2 ,Cet Ke-1, h. 139-140.

    28 Ibid., Edisi Ke-2 ,Cet Ke-1, h. 143-144.

  • 37

    ditutup dengan salam. Didalam islam, shalat memiliki kedudukan yang

    tidak bisa disamai oleh ibadah lain.29

    Firman Allah SWT:

    ًٰ َعِه اْنفَْحَشاِء ََلةَ حَْىَه ََلةَ ۖ إِنَّ انصَّ اْحُم َما أُوِحَي إِنَْيَك ِمَه اْنِكخَاِب َوأَقِِم انصَّ

    ِ أَْكبَسُ ُْىن َۗواْنُمْىَكِس ۗ َونَِرْكُس َّللاَّ هَُم َما حَْصىَ ْْ ُ يَ َ َوَّللاَّ

    Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al

    Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu

    mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan

    sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar

    (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui

    apa yang kamu kerjakan”. ( Al-Ankabut:45).30

    a. Hukum orang yang meninggalkan shalat

    Hukum meninggalkan shalat lima waktu, karena ingkar adalah kafir

    atau murtad dari agama islam, berdasarkan kesepakatan umat islam.

    Barang siapa meninggalkan shalat dengan tetap mengimani dan

    meyakini kewajibannya, atau ia meninggalkan shalat karena malas, atau

    karena disibukkan oleh urusan lain; maka menurut Syariat Islam alasan-

    alasan itu bukan termasuk perkara yang diberi toleransi.

    29

    Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:

    Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h.58. 30

    Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya: AL-JUMANATUL ALI

    (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2009), h. 401.

  • 38

    Diantara hadits riwayat Mualim dan lainnya dari Jabir, dia berkata:

    “Rasulullah SAW Bersabda, “Batas pembeda antara seorang muslim

    dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat”

    b. Syarat Shalat

    Syarat Shalat adalah sesuatu yang mendahului shalat yang wajib

    dilakukan oleh setiap orang yang shalat. Jika dia meninggalkan salah

    satu dari syarat-syarat itu, maka shalatnya menjadi batal. Syarat-syarat

    shalat sebagai berikut:31

    1) Mengetahui waktu shalat sudah masuk

    2) Suci dari hadats kecil dan besar

    3) Menutup aurat

    4) Batasan aurat laki-laki

    5) Batasan aurat wanita

    6) Menghadap kiblat

    c. Sikap dalam shalat

    Ada beberapa hadits dari Rasulullah SAW yang menjelaskan sifat

    shalat yang benar. Antara lain, dari Abu Hurairah, dia berkata:

    “Seorang laki-laki masuk ke masjid, lalu dia shalat. Kemudian

    datanglah dia kepada Nabi SAW dan menyampaikan salam. Beliau

    manjawab salamnya dan berkata, „Kembalilah dan shalatlah,

    karena kamu belum shalat!‟ Maka dia kembali dan melakukan hal

    itu (shalat lagi) sampai tiga kali. Kemudian dia berkata setelah itu:

    31

    Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:

    Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h. 74.

  • 39

    „Demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, aku tidak bisa shalat

    selain ini, maka ajarkan kepadaku!‟ Beliau Rasulullah SAW

    bersabda, „Jika engkau berdiri untuk shalat maka takbirlah,

    kemudian bacalah apa yang mudah dari Al-Qur‟an, kemudian

    rukuklah sehingga kamu tuma‟ninah (tenang) dalam kedaan rukuk,

    kemudian bangkitlah dari rukuk sehingga kamu I‟tidal dalam

    keadaan berdiri, kemudian sujudlah sehingga kamu tuma‟ninah

    dalam keadaan sujud, kemudian duduklah sehingga kamu

    tuma‟ninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah sehingga

    kamu tuma‟ninah dalam keadaan sujud. Kemudian lakukanlah itu

    dalam shalatmu semuanya” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan

    Muslim). Hadits ini disebut hadits “Al-Musi‟u fi Shalatihi” (bab

    orang yang shalatnya jelek).32

    2. Berdzikir

    Dzikir adalah sesuatu yang diucapkan oleh lisan dan hati berupa

    tasbih kepada Allah, penyucian, pujian, dan sanjungan kepada-Nya, dan

    juga menyifati-Nya dengan sifat-sifat yang sempurna, Agung, dan

    Indah. Allah SWT telah memerintahkan untuk memperbanyak

    berdzikir, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

    َ ِذْكًسا َكثِيًسا ) ( َوَسبُِّحىيُ بُْكَسةً ١٤يَا أَيَُّها انَِّريَه آَمىُىا اْذُكُسوا َّللاَّ

    (١٤َوأَِصيَل )

    32

    Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:

    Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h.78.

  • 40

    Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, Ingatlah kepada Allah

    dengan menyebut (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah

    kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. (QS. Al-Ahzab: 41-42)

    a. Makna dzikir sebanyak-banyaknya

    Firman Allah SWT berfirman:

    Allah SWT telah memerintahkan untuk berdzikir dengan dzikir

    yang sebanyak-banyaknya, dan menyebut sebagai manusia berakal bagi

    siapa yang senantiasa memperhatikan ayat-ayat Allah:

    ًٰ ُجىُىبِِهْم َويَخَفَكَُّسونَ ًما َوقُُْىًدا َوَعهَ َ قِيَٰ ِث ٱنَِّريَه يَْرُكُسوَن ٱَّللَّ َىٰ َمٰ فًِ َخْهِق ٱنسَّ

    ىََك فَقِىَا َعَراَب ٱنىَّاِز ﴿ ِطًَل ُسْبَحٰ َرا بَٰ ﴾٤٩٤َوٱْْلَْزِض َزبَّىَا َما َخهَْقَج َهٰ

    Artinya : “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil

    berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan

    tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,

    tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,

    maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imran:191)

    Mujahid berkata: “Tidaklah dianggap sebagai golongan laki-laki

    dan perempuan yang banyak berdzikir kapada Allah, sehingga ia

    berdzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring”

    Said bin Jubair berkata, “Setiap orang beramal karena Allah dengan

    melakukan ketaatan kepada Allah, maka ia adalah orang yang berdzikir

    kepada Allah.”

  • 41

    b. Adab dalam berdzikir

    Allah SWT telah memberikan petunjuk tentang apa yang

    sepatutnya dilakukan oleh seseorang ketika berdzikir. Allah SWT

    berfirman:

    َه عاًَوِخيفَتً َوُدوَن اْنَجْهِس ِمَه اْنقَْىِل بِاْنُغُدوِّ َواآلَصاِل َوَلَ حَُكىمِّ بََّك فِي وَْفِسَك حََضسُّ اْنَغافِهِيهَ َواْذُكس زَّ

    Artinya: “Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan

    merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan

    suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-

    orang yang lalai.”(QS. Al-A‟raf: 205)

    Ayat ini mengisyaratkan bahwa dzikir itu sunnah dilakukan dengan

    suara pelan (lirih) atau tidak mengeraskan suara; seperti diisyaratkan

    dalam keadaan harap dan takut, demikian yang mesti dilakukan oleh

    seseorang ketika sedang berdzikir. Diantara adab berdzikir adalah;

    orang yang berdzikir dalam keadaan bersih pakaian, suci badan dan

    wangi aromanya, karena hal itu dapat menambah giat dan semangat

    bagi jiwa dalam melakukan amal dzikir. Dan hendaknya dzikir itu

    dilakukan sebisa mungkin dengan menghadap kea rah kiblat, karena

    sebaik-baik majelis adalah yang menghadap ke arah kiblat.33

    33

    Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:

    Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h. 318-

    319.

  • 42

    3. Pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur’an

    Didalam istilah ulama, Al-Qur‟an adalah wahyu yang diturunkan

    kepada Muhammad dalam bahasa Arab yang kita membacanya sebagai

    ibadah, yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, serta

    ditantang untuk menciptakan ayat tandingan yang sangat pendek

    sekalipun.34

    Firman Allah SWT:

    ُل ِمَه اْنقُْسآِن َما ُهَى ِشفَاٌء َوَزْحَمتٌ نِْهُمْؤِمىِيَه ۙ َوََل يَِزيُد انظَّانِِميَه إَِلَّ َووُىَزِّ

    اَخَسازً

    Artinya: “Dan kami turunkan dari Al-Qur‟an itu, apa yang menjadi

    obat dan rahmat bagi segala mereka yang beriman.” (QS. Al-isra‟: 82)35

    Mendengar dan memperhatikan (menyimak) bacaan Al-Qur‟an,

    ketika dibaca orang, adalah wajib. Termasuk juga mendengar dan

    memperhatikan bacaan Al-Qur‟an dari media elektronik (radio atau

    televisi).

    Guna menggerakkan hati kita untuk mengerjakan amalan tilawah

    (membaca Al-Qur‟an), serta memantapkan pikiran dan keinginan kita

    kepadanya, maka kita akan uraikan faredah membaca (tilawah) Al-

    Qur‟an:

    a. Ditempatkan didalam shaf (barisan) orang-orang yang utama

    34

    Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa (Semarang, PT. Pustaka

    Rizki Putra, 2010), h. 98. 35

    Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya: AL-JUMANATUL ALI

    (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2009), h. 290.

  • 43

    b. Memperoleh beberapa kebaikan dari tiap-tiap huruf yang

    dibacanya dan bertambah derajatnya disisi Tuhan sebanyak

    kebajikan yang diperolehnya itu.

    c. Dinaungi dengan payung rahmat, dikelilingi oleh para

    malaikat dan diturunkan Allah SWT. Kepadanya ketenangan

    dan kewaspadaan.

    d. Dicermelangkan hatinya oleh Allah dan dipelihara dari

    kegelapan.

    e. Diharumkan baunya, disegani dan dicintai oleh orang-orang

    shaleh. Apabila pen-tilawah itu memperbagus bacaan dan

    hafalannya, maka ia dapat mencapai derajat malaikat.36

    D. Psikososial

    1. Pengertian

    Psikososial berasal dari kata Psikologi dan Sosial. Menurut asal

    katanya, psikologi berasal dari kata-kata Yunani psyche yang berarti

    jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti

    ilmu jiwa.

    a. Menurut Clifford T.Morgan: “Psikologi adalah ilmu yang

    mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.”

    b. Menurut Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld:

    “Psikologi adalah studi tentang hakikat manusia.”

    36

    Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2010), h. 100-101.

  • 44

    c. Garden Murphy: “Psikologi adalah ilmu yang mempelajari

    respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap

    lingkungannya.”37

    Selanjutnya istilah sosial (social) mempunyai arti yang berbeda

    dengan istilah Sosialisme atau istilah sosial pada Departemen

    Sosial.Apabila istilah “sosial” pada ilmu-ilmu sosial menunjuk pada

    objeknya, yaitu masyarakat, sosialisme merupakan suatu ideology

    yang berpokok pada prinsip pemilikan umum (atas alat-alat produksi

    dan jasa-jasa dalam bidang ekonomi). Sementara itu, istilah sosial

    pada Depertemen Sosial menunjukkan pada kegiatan-kegiatan

    dilapangan sosial. Artinya kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk

    mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam

    bidang kesejahteraan, seperti misalnya tuna karya, tuna susial, orang

    jompo, yatim piatu dan lain sebagainya, yang ruang lingkupnya adalah

    pekerjaan ataupun kesejahtaeraan sosial.38

    Psikologi Sosial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan

    yang baru, dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi

    pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan

    manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial, seperti

    situasi kelompok, situasi massa dan sebagainya; termasuk didalamnya

    interaksi antar orang dan hasil kebudayaannya.39

    37

    Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar umum psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2003),

    h. 3. 38

    Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 13. 39

    Abu Hamadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 1.

  • 45

    Psikologi sosial adalah disiplin ilmu tentang cara orang-orang

    berpikir, memengaruhi, dan berhubungan satu sama lain. Tema-tema

    sentralnya meliputi sebagai berikut :

    1) Bagaimana kita mengontruksi realitas sosial kita.

    2) Bagaimana intuisi sosial kita memandu kita dan kadang

    menjatuhkan kita.

    3) Bagaimana perilaku sosial kita dipertajam oleh orang lain, oleh

    sikap dan kepribadian kita, dan oleh faktor biologi kita.

    4) Bagaimana prinsip-prinsip psiokologi sosial diterapkan ke

    dalam berbagai kajian.40

    2. Objek Psikologi sosial

    Berbicara tentang objek psikologi sosial, tidaklah terlepas dari

    objek psikologi pada umumnya, sebab sebagaimana telah diterangkan

    dimuka psikologi sosial adalah salah satu cabang dari psikologi pada

    umumnya.

    Kita mengetahui bahwa objek psikologi adalah manusia dan

    kegiatan-kegiatannya, sedang objek psikologi sosial adalah kegiatan-

    kegiatan sosial atau gejala-gejala sosial. Manusia adalah makhluk

    yang tertinggi ciptaan Tuhan, dan hanya manusialah yang mempunyai

    ratio kecerdasan dan kemauan.41

    Baik psikologi maupun ilmu-ilmu sosial lainnya berpendapat

    bahwa manusia itu dapat dipandang sebagai:

    40

    David G. Myers, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), Penerjemah:

    Aliya Tusyani, dkk, h. 11. 41

    Ibid, h. 17.

  • 46

    a) Makhluk individu

    b) Makhluk sosial

    c) Makhluk berketuhanan

    Manusia tidak mungkin dapat hidup dengan baik tanpa

    mengadakan hubungan dengan manusia lain, baik hubungan maupun

    pergaulan dengan orang tuanya, kawan-kawan sebaya atau kelompok-

    kelompok sosial yang lain. Bahkan S. Freud menegaskan bahwa

    pribadi manusia yang sering disebut ego tidak mungkin terbentuk dan

    berkembang tanpa pergaulan dengan manusia lain dan dengan

    demikian tidak dapat berkembang sebagai manusia dalam arti

    selengkap-lengkapnya.42

    3. Problem Psikososial

    Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami

    gangguan jiwa adalah adanya stresor psikososial. Stresor psikososial

    adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan

    dalam kehidupan seorang (anak, remaja atau dewasa) sehingga orang

    itu terpaksa mengadakan adaptasi (penyesuaian diri) untuk

    menangulangi stressor (tekanan) yang timbul. Namun, tidak semua

    orang mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya,

    sehingga timbullah keluhan-keluhan di bidang kejiwaan berupa

    gangguan jiwa dari ringan hingga yang berat.43

    42

    Abu Hamadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2007). h. 18. 43

    Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa: SKIZOFRENIA (Jakarta:

    Balai Penerbit FKUI, 2001), h. 30.

  • 47

    4. Bentuk Pembinaan Psikososial

    Individu membentuk tingkah laku sosial dengan individu lain

    secara tidak langsung. Pembentukan tingkah laku sosial tersebut,

    disebut tidak langsung karena dalam belajar sosial individu terbentuk

    kepribadiannya terlebih dahulu dan terbentuknya kepribadian individu

    dapat disimpulkan dari tingkah laku sosial individu bersama individu

    lain dalam kehidupan sehari-hari.

    Di samping itu, individu tersebut juga melakukan pembinaan

    terhadap tingkah laku sosialnya sehingga tingkah laku sosial yang

    makin lama makin matang dan meningkat, akan selalu tertanam dalam

    dirinya dan setiap saat dapat digunakan sesuai dengan situasi sosial

    yang dihadapinya.44

    Menurut Kamanto Sunarto (2004), ada beberapa bentuk-bentuk

    pendekatan psikososial diantaranya:

    a. Sosialisasi

    Perter Berger (1978) mencatat adanya perbedaan penting antara

    manusia dengan makhluk lain. Berger mendefinisikan sosialisasi

    sebagai “a process by which a child learns to be a participant member

    of society” yaitu proses melalui mana seorang anak belajar menjadi

    seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:

    116). Definisi ini disajikannya dalam suatu pokok bahasan berjudul

    44

    Slamet Santoso, Teori-Teori Psikologi Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), h.

    140.

  • 48

    society in man; dari sini tergambar pandangannya bahwa melalui

    sosialisasi mayarakat dimasukkan ke dalam manusia.45

    Beberapa orang ahli sosiologi berpendapat bahwa yang diajarkan

    melalui sosialisasi ialah peran-peran. Oleh sebab itu teori sosialisasi

    sejumlah tokoh sosiologi merupakan teori mengenai peran.

    Sosialiasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang

    hidup manusia. Dalam kaitan inilah para ahli berbicara mengenai

    bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-

    kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau pendidikan

    berkesinambungan.

    Berger dan Luckmann (1967) mendefinisikan sosialisasi primer

    sebagai sosialisasi pertama yang jalani individu semasa kecil, melalui

    mana ia menjadi anggota masyarakat, sedangkan sosialisasi sekunder

    mereka mendefinisikan sebagai proses berikutnya yang

    memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sector baru

    dari dunia objektif masyarakatnya (Berger dan Luckmann, 1967: 130).46

    b. Kelompok Sosial

    Kelompok sosial merupakan suatu gejala yang sangat penting

    dalam kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia

    berlangsung di dalamnya. Mungkin anda tidak menyadarinya, namun

    suatu kenyataan yang dihadapi ialah bahwa sejak lahir hingga kini anda

    45

    Kamanto Sunarto, Pengantar Sosisologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

    Universitas Indonesia, 2004), h.21. 46

    Kamanto Sunarto, Pengantar Sosisologi (Jakarta: Lembaga Pen