TERAPI PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI ......i ABSTRAK Indah Nurmalasari. NIM : 1113052000026, Terapi...
Transcript of TERAPI PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI ......i ABSTRAK Indah Nurmalasari. NIM : 1113052000026, Terapi...
-
TERAPI PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI
PENDEKATAN KEAGAMAAN DAN PSIKOSOSIAL
DI YAYASAN MADANI MENTAL HEALTH CARE
CIPINANG BESAR- JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial(S.Sos)
Oleh
Indah Nurmalasari
NIM: 1113052000026
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018
-
i
ABSTRAK
Indah Nurmalasari. NIM : 1113052000026, Terapi Penderita Skizofrenia
Melalui Pendekatan Keagamaan dan Psikososial Di Yayasan Madani Mental
Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur, Dibawah bimbingan Drs. H.
Mahmud Jalal, MA.
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional dengan gangguan
dasar pada kepribadian, ditandai dengan terdapatnya gangguan pada daya nilai realita,
yang dapat dibuktikan dengan adanya tingkah laku yang kacau, persepsi yang salah,
dan proses berpikir yang terganggu. Penampilan umum dari penderita skizofrenia
bermacam-macam, dengan penampilan yang acak-acakkan, berteriak-teriak, atau
adakalanya berdandan secara obsesif, sangat tenang dan tidak bergerak. Penderita
juga senang bicara dan menunjukkan postur tubuh yang aneh.
Penderita skizofrenia sangat membutuhkan bantuan baik itu dalam bentuk
dukungan dari keluarga, lingkungan maupun tempat yang dapat memberikan
kesembuhan dari penyakitnya. Salah satu tempat yang dapat memberikan bantuan
bagi pasien skizofrenia adalah Madani Mental Health Care yaitu saran rehabilitasi
yang menggunakan pembinaan berbasis masyarakat dengan pendekatan Biologi,
Psikologi, Sosial dan Spritual (BPSS).
Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif analisis. Adapun
pengumpulan data yang dilakukan dengan tiga metode yaitu: observasi, wawancara
dan dokumentasi. Serta subjek pada penelitian ini ialah 4 orang terapis, sedangkan
objek dalam penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan terapi melalui pendekatan
keagamaan dan psikososial pada penderita skizofrenia.
Hasil penelitian dari skripsi di Madani Mental Health Care mengambil 2
pendekatan terapi bagi pasien skizofrenia, dengan menggunakan terapi keagamaan
dan psikososial. Hasil terapi keagamaan adalah mempolakan hidup yang agamis
meliputi mengaji dan mengkaji Al-Qur’an, relaksasi, simulasi, pengamalan nilai-nilai
agama seperti sholat, berdzikir, puasa, sedekah, dan peringatan hari-hari besar
lainnya. Hasil terapi psikososial dengan memberikan dorongan atau motivasi,
membangun rasa percaya diri, komunikasi dengan keluarga, teman dan masyarakat.
Kata Kunci : Terapi, Skizofrenia, Keagamaan, Psikososial
-
ii
KATA PENGANTAR
ِحيم ْحمِن الرَّ بِْسِم هللاِ الرَّ
Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta
alam, yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga
senantiasa melimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para
sahabat, dan pengikutnya yang setia.
Alhamdulillah wa syukurillah berkat rahmat dan anugerah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “TERAPI
PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI PENDEKATAN KEAGAMAAN DAN
PSIKOSOSIAL DI YAYASAN MADANI MENTAL HEALTH CARE CIPINANG
BESAR JAKARTA TIMUR”.
Pada penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan
kemampuan penulis. Oleh sebab itu dengan hati terbuka penulis mengarapkan saran
dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat mengembangkan pengetahuan
dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dikemudian hari.
-
iii
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini, baik moril maupun materil,
untuk itu penulis berterima kasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph, D. Selaku Wakil Dekan Bidang Akademik,
Dr. Roudhonah, M. Ag selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, dan
Dr. Suhaimi, M.Si selaku wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si dan Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
3. Drs. H. Mahmud Jalal, M.A selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa
meluangkan tenaga, waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh
pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Keluarga besar Madani Mental Health Care Jakarta Timur, khususnya kepada
Ustadz Darmawan, S.Ag selaku pimpinan Yayasan, Ustadz Harid Isnaeni,
S.Sos.I, Ustadz Mohammad Ufihori, Ustadz R. Indra Wirasetya P. SST, dan
Ustadz Ali Yahya Rambe, SE.SG selaku Terapis, dan seluruh klien Madani
Mental Health Care yang telah membantu memberikan data-data terkait pada
penyusunan skripsi ini.
-
iv
6. Teruntuk Ayah penulis Rahman Gultom, terima kasih untuk dukungan nya
baik secara moril maupun materil dan Ibu penulis Kokom Komala yang
selalu mendoakan, selalu memberi semangat dan mencurahkan kasih
sayangnya kepada penulis. Semoga mereka senantiasa dalam lindungan
Allah SWT.
7. Adik penulis: Anggie Febriani yang selalu mendukung dan mendoakan
penulis
8. Sahabat seperjuangan penulis Dina Malik yang telah meluangkan waktunya
untuk menemani penulis wawancara ke Madani Mental Health Care Jakarta
Timur. Ratna yuningsih, Tiara Nur Hidayati, Meiga Latifah, laila tussadiyah,
Syifa Fauziah, dan juga semua teman BPI A 2013 mohon maaf penulis tidak
bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan kepada
penulis. Terima kasih untuk kenangan yang sangat banyak, dan selalu
berkesan di hati penulis selama 4 tahun lebih,. Semoga pertemanan kita
semua tidak sampai disini saja, dan semoga Allah melindungi kalian dimana
pun kalian berada.
9. Seluruh Keluarga Besar mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama angkatan 2013 yang tidak
bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberi banyak arti
kehidupan dan menemani penulis baik suka maupun duka.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini yang tidak
bisa disebutkan satu persatu, tanpa mengurangi rasa hormat, penulis
mengucapkan terima kasih.
-
v
Semoga bantuan dan perhatian yang tercurah mendapat balasan pahala berlipat
ganda dari Allah SWT. Selain itu semoga apa yang menjadi cita-cita dan impian kita
semua terwujud di masa depan serta mendapat ridha dan keberkahan dari Allah SWT,
Amin.
Jakarta, 20 November 2017
Indah Nurmalasari
NIM: 113052000026
-
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………………….. i
KATA PENGAN …...………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ………..……………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………..1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………….…………6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………....6
D. Metodologi Penelitian …………………………………….7
E. Tinjauan Pustaka ……………………………………….....12
F. Sistematika Penulisan …………………………………….15
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Terapi …………………………………………17
B. Skizofrenia ………………………………………….........20
1. Pengertian Skizofrenia ………………...……………..20
2. Gejala-gejala Skizofrenia.………………………..…...23
3. Ciri-ciri klinis utama skizofrenia .………...…………..25
4. Subtipe Skizofrenia ……………….………..………...26
5. Bentuk-bentuk Terapi bagi Penderita Skizofrenia…….28
-
vii
C. Keagamaan ……………………………………………………..33
1. Pengertian agama …………………………..………………33
2. Agama dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Jiwa………..35
3. Bentuk Pembinaan Keagamaan ……………………………35
D. Psikososial ……………………………………………….........43
1. Pengertian Psikososial …………………………………….43
2. Objek Psikologi sosial …………………………………….45
3. Problem Psikososial ……………………………………….46
4. Bentuk Pembinaan Psikososial …………………………….46
BAB III PROFIL MADANI MENTAL HEALTH CARE JAKARTA
TIMUR
A. Sejarah Yayasan Madani Mental Health Care ………………….53
B. Visi & Misi Lembaga …………………………………………..54
C. Sumber Daya Manusia Madani ………………………………...55
D. Struktural Madani Mental Health Care ......................................57
E. Metode Penanganan BPSS …………………………………….59
F. Sarana dan Prasarana…………………………………………..62
G. Proses Tahapan Pembinaan Penderita Skizofrenia ..…………..63
-
viii
BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS PENELITIAN
A. Deskripsi Informan ……………………………………………...65
B. Terapi Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Keagamaan….72
C. Terapi Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Psikososial…..81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………...89
B. Saran …………………………………………………………….91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Skizofrenia merupakan gangguan mental parah yang secara tipikal muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa awal. Gangguan ini ditandai dengan distorsi
persepsi dan pikir, serta emosi yang tidak sesuai. Gangguan juga meliputi fungsi
dasar yang pada orang normal memberikan perasaan individualitas, keunikan dan
pengarahan diri. Perilakunya mungkin benar-benar terganggu pada konsekuensi
sosial yang tidak menyenangkan. Kepercayaan salah yang sangat kuat dan tanpa
dasar realitas (delusi) merupakan gejala lain yang juga muncul pada gangguan ini.
Penyebab utama skizofrenia, menurut ketua umum ikatan dokter ahli jiwa
Indonesia, Prof. Dr. Sasanto Wibosono, pengaruh faktor genetik sangat
menentukan tetapi bukan satu-satunya faktor. Tanpa faktor genetik, resiko untuk
mengembangkan skizofrenia tetap ada. Dalam DSM-IV-TR (2003) dituliskan
bahwa keturunan pertama penderita skizofrenia mempunyai resiko 10 kali lipat
dibandingkan populasi umum, tetapi lingkungan juga mempunyai peran dalam
insiden skizofrenia.1
Gangguan mental dan perilaku, termasuk skizofrenia, mempunyai dampak
yang luas, baik terhadap penderita, keluarganya, maupun masyarakat. Penderita
skizofrenia, menderita akibat gejala-gejala gangguan yang dialaminya. Mereka
juga kurang atau tidak bisa menikmati kegiatan sosial maupun bekerja, karena
mendapat perlakuan diskriminatif.
1 Juliarti Dewi, Aku Menderita Skizofrenia (Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 2011), h.
89-95.
-
2
Menurut survei yang ada, yaitu dari Kementerian Sosial pada tahun 2008, dari
sekitar 650.000 penderita gangguan jiwa berat di Indonesia, sedikitnya 30.000
dipasung. Alasan pemasungan umumnya agar si penderita tak membahayakan
orang lain dan menimpakan aib kepada keluarga. Bagus Utomo, ketua Komunitas
Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) menyatakan bahwa pemasungan jelas
memperparah kondisi penderita skizofrenia. Penderita mengalami trauma, dendam
kepada keluarga, merasa dibuang, rendah diri, dan putus asa. Lama-kelamaan
muncul depresi dan gejala niat bunuh diri.2
Skizofrenia adalah penyakit jiwa yang paling banyak terjadi dibandingkan
penyakit jiwa lainnya. Penyakit ini menyebabkan kemunduran kepribadian pada
umumnya, yang biasanya mulai tampak pada masa puber, dan yang paling banyak
menderita adalah orang berumur antara 15-30 tahun.3 Gangguan ini ditandai
dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti avolition
(menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya
isi pembicaraan, afek yang datar; serta terganggunya relasi personal (Strauss et al,
dalam Gabbard, 1994). Tampak bahwa gejala-gejala Skizofrenia menimbulkan
hendaya berat dalam kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, kehidupan
afek dan mengganggu relasi sosial.
Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi
Skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2% hingga 2,0% tergantung di Daerah
atau Negara mana studi itu dilakukan. Selanjutnya dikemukakan bahwa lifetime
prevalensi Skizofrenia diperkirakan antara 0,5% dan 1%. Karena Skizofrenia
2 Juliarti Dewi, Aku Menderita Skizofrenia (Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 2011), h.
99. 3 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental (Jakarta: Gunung Agung, 2001), h. 49.
-
3
cenderung menjadi penyakit yang kronis. Maka angka insidensi penyakit ini
(incidence rates) dianggap lebih rendah dari angka prevalensi (prevalence rates)
dan diperkirakan mendekati 1 per 10.000 per tahun (DSM-IV, APA 1994). Di
Indonesia sendiri angka penderita Skizofrenia 23 tahun yang lalu (PJPT I)
diperkirakan 1/1000 penduduk, dan proyeksi 25 tahun mendatang mencapai
3/1000 penduduk (Hawari, 1993)4
Agama masuk menjadi unsur-unsur yang menentukan dalam konstruksi
pribadi sejak kecil. Akan tetapi, apabila seseorang menjadi remaja atau dewasa
tanpa mengenal agama, maka kegoncangan jiwa remaja akan mendorongnya ke
arah kelakuan-kelakuan kurang baik. Jika ilmu jiwa banyak berbicara tentang
perasaan dan ketentraman jiwa, maka agama memberikan berbagai pedoman dan
petunjuk agar ketenraman jiwa tercapai, dalam Al Qur‟an banyak sekali ayat-ayat
tentang itu misalnya Surah Ar Ra‟du Ayat 28 – 29 :
ِ ۗ أَََل ِ تَْطَمئِهُّ ٱْلقُلُىُة ﴿ٱلَِّذيَه َءاَمنُى۟ا َوتَْطَمئِهُّ قُلُىبُهُم بِِذْكِر ٱَّللَّ ﴾٨٢بِِذْكِر ٱَّللَّ
ِت طُىبَىَّٰ لَهُْم َوُحْسُه َمـ َبٍة ﴿ لَِحَّٰ﴾٨٢ٱلَِّذيَه َءاَمنُى۟ا َوَعِملُى۟ا ٱلصََّّٰ
Artinya: “ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka
kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.
Agama memberikan penyelesaian terhadap kesukaran-kesukaran dan
memberikan pedoman dan bimbingan hidup di segala bidang, baik terhadap orang
kecil, buruh atau pekerja kasar, maupun bagi orang-orang besar, pemimpin dan
4Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai
Penerbit FKUI), h. xiii.
-
4
majikan, bahkan bagi kehidupan keluarga, bertetangga dan sebagai pengendali
moral bagi tiap diri pribadi, sehingga selalu selamat dari godaan-godaan luar,
rumah tangganya akan tetap aman tentram, pekerjaan menyenangkan dan orang
akan hidup penuh gairah dan semangat. Agama berfungsi sebagai terapi bagi jiwa
yang gelisah dan terganggu, berperanan sebagai alat pencegah (preventif) terhadap
kemungkinan gangguan kejiwaan dan merupakan faktor pembinaan (konstruktif)
bagi kesehatan mental pada umumnya. Dengan keyakinan beragama, hidup yang
dekat dengan Tuhan serta tekun menjalankan agama, kesehatan mental dapat
terbina, dengan mental yang sehat, efisiensi dan produksi dapat dipercepat
perusahaan akan semakin maju dalam segala bidang apabila setiap anggotanya
tekun beragama.5
Sebenarnya dari dahulu agama dengan ketentuan dan hukum-hukumnya
telah dapat membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu dengan
dihindarkannya segala kemungkinan-kemungkinan sikap, perasaan dan kelakuan
yang membawa kepada kegelisahan. Jika terjadi kesalahan yang akhirnya
membawa kepada penyesalan pada orang yang bersangkutan, maka agama
memberi jalan untuk mengembalikan ketenangan batin dengan minta ampun
kepada Tuhan. Dengan cara bimbingan khusus dalam kehidupan manusia para
pemimpin agama pada masa lalu telah berhasil memperbaiki moral dan
menghubungkan silaturrahmi sesama manusia, sehingga kehidupan sayang-
5 Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental (Jakarta: Bulan
Bintang, 1982), cet.ke-3, h. 80.
-
5
menyayangi jelas tampak dalam kalangan orang-orang yang hidup menjalankan
agamanya.6
Maka itulah penderita Skizofrenia membutuhkan pembinaan agama dan
psikososial supaya mereka bisa lebih terarah, bisa menjadi lebih baik dari
sebelumnya dan menjalani kehidupan yang normal kembali. Dan sekarang ini pun
banyak panti-panti atau tempat rehabilitasi yang memakai metode-metode
pembinaan agama dan pembinaan psikososial untuk menyembuhkan pasien-
pasien Skizofrenia. Salah satu nya seperti Yayasan Madani Mental Health Care
yaitu sarana rehabilitasi yang menggunakan pembinaan berbasis masyarakat
(community) dengan pendekatan Biologi, Psikologi, Sosial, dan Spiritual (BPSS).
Pencegahannya melalui penyuluhan, bimbingan, pembinaan dan konsultasi
mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penyalahgunaan NAPZA, maupun
mengobati serta meningkatkan kualitas hidup korban NAPZA dan penderita
SKIZOFRENIA sehingga dapat kembali ke masyarakat dan lingkungannya secara
baik dan benar.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur yang
berkaitan dengan pembinaan beragama bagi penderita Skizofrenia. Maka penulis
mengambil judul skripsi sebagai berikut “TERAPI PENDERITA
SKIZOFRENIA MELALUI PENDEKATAN KEAGAMAAN DAN
PSIKOSOSIAL DI YAYASAN MADANI MENTAL HEALTH CARE
CIPINANG BESAR JAKARTA TIMUR”
6 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta: Toko Gunung
Agung, 1996), h. 74.
-
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Peneliti akan membatasi masalah hanya pada Terapi Penderita
Skizofrenia Melalui Pendekatan Keagamaan dan Psikososial di Yayasan
Madani Mental Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana Terapi penderita Skizofrenia melalui pendekatan
Keagamaan di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar
Jakarta Timur ?
b. Bagaimana Terapi penderita Skizofrenia melalui pendekatan
Psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar
Jakarta Timur ?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan
penelitian ini, sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana terapi penderita Skizofrenia melalui
pendekatan keagamaan di Yayasan Madani Mental Health Care
Cipinang Besar Jakarta Timur
b. Untuk mengetahui bagaimana terapi penderita Skizofrenia melalui
pendekatan psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care
Cipinang Besar Jakarta Timur
-
7
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini adalah:
a) Manfaat secara akademis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan
keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, dan khususnya pada yang berkaitan dengan
Terapi Penderita Skizofrenia Melalui Pendekatan Keagamaan dan
Psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar
Jakarta Timur.
b) Manfaat secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai tambahan pengetahuan
tentang proses Terapi pada pasien skizofrenia melalui pendekatan
keagamaan dan pendekatan psikososial. Serta dapat diterapkan pada
lembaga rehabilitasi lainnya.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah
adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang
masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian
permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian
kuantitatif dengan positivismenya. Peneliti menginterprestasikan
bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan
bagaimana makna tersebut memengaruhi perilaku mereka. Penelitian
-
8
dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistic) bukan hasil
perlakuan (treatment) atau manupulasi variabel yang dilibatkan.7
Adapun data yang dikumpulkan metode deskriptif adalah berupa
kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh
adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan
berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.8
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Adapun subjek pada penelitian adalah 4 orang terapis yang
memberikan terapi kepada para penderita skizofrenia melalui pendekatan
keagamaan dan psikososial.
b. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan terapi bagi
penderita skizofrenia melalui pendekatan keagamaan dan psikososial di
Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Jakarta Timur.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan
dan mengikuti. Memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati
dengan teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju (Banister, et
al, 1994). Inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan
adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa
7 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi
Aksara,2013), h. 85. 8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007). Cet,Ke-23, h. 11.
-
9
perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat
dihitung dan dapat diukur.9
Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian langsung selama 3
bulan, observasi penulis memfokuskan terhadap proses kegiatan terapi
penderita skizofrenia melalui pendekatan keagamaan dan psikososial
di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar Selatan
Jakarta Timur. Dalam observasi ini, apa saja yang dialami peneliti
yang berhubungan dengan proses terapi penderita skizofrenia melalui
pendekatan keagamaan dan psikososial dicatat dan dituangkan ke
dalam skripsi sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
b. Wawancara
Wawancara adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan
untuk mengumpulkan data penelitian kualitatif. Wawancara
memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari
responden dalam berbagai situasi dan konteks. Meskipun demikian,
wawancara perlu digunakan dengan berhati-hati karena perlu di
triangulasi dengan data lain.10
Teknik pengumpulan data ini dengan cara mengajukan pertanyaan
secara langsung kepada Terapis Ustadz Harid Isnaeni, Ustadz
Mohammad Ufihori, Ustadz Indra Wirasetya, dan Ustadz Ali Yahya
Rambe. Untuk memperoleh kelengkapan data penulis menyusun
terlebih dahulu pertanyaan wawancara yang akan diajukan kepada
9Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial (Jakarta:
Salemba Humanika, 2012).cet.3, h. 131-132. 10
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar ( Jakarta: Indeks, 2012), h. 45
-
10
para terapi mengenai permasalahan yang berkaitan dengan objek
peneliti.
c. Dokumentasi
Selain wawancara dan observasi, data dapat juga diperoleh dengan
cara menelaah dokumen. Dokumen adalah segala sesuatu materi
dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia (Esterberg 2002).
Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik dalam berbentuk
catatan dalam kerta (hardcopy) maupun elektronik (softcopy).
Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian,
manifesto, undang-undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan
lainnya.11
4. Sumber Data
Adapun sumber data pada penelitian ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data primer yaitu data penelitian yang langsung diperoleh dari para
informan yang ada di Yayasan Madani Mental Health Care. Data
primer ini diperoleh melalui pengamatan dan wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan atau
dokumen yang terkait dengan penelitian dari lembaga yang diteliti
ataupun referensi dan buku-buku dari perpustakaan.
11
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar ( Jakarta: Indeks, 2012), h. 61.
-
11
5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Yayasan Madani Mental Health
Care Cipinang Besar Selatan Jakarta Timur, observasi awal dilakukan
pada tanggal 18 Juli 2017 dan penelitian mendalam pada bulan Agustus
sampai 9 Oktober 2017.
6. Analisis Data
Analisis data adalah pencarian atau pelacakan pola-pola. Analisis
data kualitatif adalah penguji sistematik dari sesuatu untuk menetapkan
bagian-bagiannya, hubungan antar kajian, dan hubungannya terhadap
keseluruhannya (Spradley, 1980). Artinya, semua analisis data kualitatif
akan mencakup penelusuran data, melalui catatan-catatan (pengamatan
lapangan) untuk menemukan pola-pola budaya yang dikaji oleh peneliti
(Mantja, 2007).
Sementara itu, Bogdan & Biklen (2007) menyatakan bahwa
analisis data adalah proses pencarian dan pengaturan secara sistematik
hasil wawancara, catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan
untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan
dan memungkinkan menyajikan apa yang ditemukan.12
Proses Analisis data dimulai dengan:
a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu
dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
12
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi
Aksara,2013), h. 210.
-
12
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan
sebagainya.
b. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya
melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat
rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang
perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya.
c. Menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian
dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu
dibuat sambil melakukan koding.
d. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan
keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap
penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori
substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.13
7. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan
oleh CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun akademik 2013.
E. Tinjauan Pustaka
Peneliti menemukan beberapa literatur dan tema yang menunjang
dengan penelitian yang ditulis oleh Peneliti sendiri, diantaranya sebagai
berikut :
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007). Edisi revisi, cet ke- 23, h. 247.
-
13
1. Nama Peneliti : Millaty Hanifa (NIM:1111052000033)
Judul Penelitian : Dampak Terapi Ruqyah Syar‟iyyah Dalam Pemulihan
Kesehatan Kesehatan Mental Pasien Di Rumah Ruqyah Indonesia Cililitan
Jakarta Timur.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2015,UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang
terjadi pada mental pasien setelah melakukan terapi Ruqyah Syar‟iyyah di
Rumah Ruqyah Indonesia Cililitan Jakarta Timur. Kesimpulan dari skripsi
ini ialah pelaksanaan terapi sesuai dengan syariat islam yaitu pelaksanaan
terapi menggunakan ayat-ayat al-Qur‟an atau hadis dengan tidak
mengubah susunan kalimatnya, dengan menggunakan bahasa arab yang
fasih, dibaca dengan jelas, sehingga tidak mengubah makna aslinya.
2. Nama Peneliti : Renita Latifa (NIM: 1050520001764)
Judul Penelitian :Proses Bimbingan Islam Pada Penderita Skizofrenia
dipanti Rehabilitasi Cacat Mental Yayasan Galuh Bekasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2010, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui Bimbingan
Islam Pada penderita Skizofrenia. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa upaya yang dilakukan pembimbing dalam proses Bimbingan Islam
Pada Penderita Skizofrenia di Yayasan Galuh, bermanfaat dalam
pemberian bantuan, membimbing, dan mengobati agar dapat
mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang berguna dan dapat
-
14
hidup berdampingan secara wajar sebagai makhluk sosial lainnya. Selain
itu, metode yang digunakan ialah membimbing pasien dengan bimbingan
berkelompok (group guidance) dalam kesehariannya.
3. Nama Peneliti : Maria Ulfah (NIM: 107052000463)
Judul Penelitian :Metode Therapeutic Community Bagi Residen Narkotika
di Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido Bogor.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2011,UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis penerapan merode Therapeutic Community, keunggulan dan
kelemahan dari metode Therapeutic Community, dan respon para residen
terhadap metode Therapeutic Community. Kesimpulan dari skripsi ini
ialah Penerapan Metode Therapeutic Community antara lain: morning
meeting, morning briefing, open house, encounter group, seminar, general
meeting, community group (vocational/workshop, probe, extended, dan
marathon.
4. Nama Peneliti : Eka Fitriyana (NIM: 1110052000031)
Judul Penelitian : Dampak Psikoterapi Islam Pada Pasien Penyalahgunaan
Narkoba di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar-Jakarta
Timur.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2014, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis pelaksanaan dan dampak psikoterapi islam yang dilakukan di
-
15
Madani Mental Health Care bagi Pasien Penyalahgunaan Narkoba.
Kesimpulan dari skripsi ini yaitu dari sudut pandang psikoterapi islam ini
berbagai macam terapi keislaman yang diberikan kepada pasien NAPZA
maka dalam aspek psikoterapi islam ini dikelompokkan kedalam 3 aspek
yaitu: aspek keimanan, ibadah dan akhlak tujuannya untuk mengembalikan
pasien kepada fitrahnya serta menjadikan mereka sadar dan mandiri secara
mental.
5. Nama Peneliti : Yusuf Arifin (NIM : 1111054100019)
Judul Penelitian : Pengaruh Terapi Kelompok Berbasis Outbound
Terhadap Perilaku Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial Bina Remaja
(PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial 2015,UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa
pengaruh Terapi Kelompok Berbasis Outbound Terhadap Perilaku Remaja
Putus Sekolah di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.
F. Sistematika Penulisan
Dalam rangka mencapai pembahasan skripsi yang sistematis, maka peneliti
membuat sistematika penulisan ke dalam lima (5) BAB yang terdiri dari sub-sub
BAB. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN. Terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Tinjauan Teori, Metodologi Penelitian, Tinjauan
Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
-
16
BAB II LANDASAN TEORI. Dalam BAB ini akan dipaparkan mengenai
teori-teori ataupun pembahasan yang berkaitan dengan Terapi
Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Keagamaan dan
Psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care.
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN MADANI MENTAL
HEALTH CARE CIPINANG BESAR JAKARTA TIMUR.
Pada BAB ini akan dibahas mengenai gambaran secara umum
tempat dilakukannya penelitian, yakni Yayasan Madani Mental
Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur.
BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS PENELITIAN.BAB ini akan
menjelaskan hasil penelitian tentang Terapi Penderita Skizofrenia
melalui Pendekatan Keagamaan dan Psikososial di Yayasan
Madani Mental Health Care Jakarta Timur.
BAB V PENUTUP. Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang
kesimpulan penelitian ini dan saran-saran yang diajukan pihak-
pihak terkait dalam masalah ini.
-
17
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Terapi
1. Pengertian Terapi
Kata Therapy (dalam bahasa inggris) bermakna pengobatan dan
penyembuhan, sedangkan dalam bahasa arab kata therapy sepadan dengan
سفبء-يشفي-شفي yang berasal dari اَلستشفبء , yang artinya menyembuhkan.
Seperti yang telah di gunakan oleh Muhammad Abdul Aziz al Khalidiy
dalam kitabnya “Al Istisyfa „bil Qur‟an” (1 (اَلسشفبء ببالقران. Firman Allah
Ta‟ala yang memuat kata Syifa:
ُدوِز َوهًُدي يَا أَيَُّها انىَّاُس قَْد َجاَءْحُكْم َمْىِعظَتٌ ِمْه َزبُِّكْم َوِشفَاٌء نَِما فِي انصُّ
َوَزْحَمتٌ نِْهُمْؤِمىِيه
Artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuhan untuk penyakit yang ada di
dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”
(QS. Yunus: 57)
Menurut Watson & Morse (1997), Psikoterapi dirumuskan sebagai:
bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada
mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan psikologik dan
terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik
1Hamdani Bakran Adz-Dzaky, KONSELING & PSIKOTERAPI ISLAM (Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru: 2002), h. 227.
-
18
untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri
dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan
tindakannya.2
Menurut Wolberg (1954), Mereka yang menilai bahwa
membebaskan pasien dari masalah yang menimbulkan gejala, kecemasan
dan konflik sebagai tujuan utama dari psikoterapi, merumuskan:
Psikoterapi adalah suatu bentuk perawatan (treatment) terhadap masalah-
masalah yang dasarnya emosi, dimana seseorang membentuk hubungan
professional dengan pasien dengan tujuan memindahkan, mengubah atau
mencegah munculnya gejala dan menjadi perantara untuk menghilangkan
pola-pola perilaku yang terhambat serta meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan positif dari kepribadiannya.
Menurut Whitaker & Malone (1953), adalah mereka yang
menganggap bahwa tujuan terapi adalah membentuk perasaan adekuat
pada diri sendiri, ada keterpaduan dalam diri sendiri dan kematangan
pribadi, merumuskan: psikoterapi dalam arti luas meliputi semua upaya
untuk mempercepat pertumbuhan manusia sebagai pribadi.3
Psikoterapi (perawatan jiwa) tidak ditujukan kepada orang-orang
yang menderita penyakit jiwa saja, akan tetapi lebih banyak diperlukan
oleh orang-orang yang sebenarnya tidak sakit, akan tetapi tidak mampu
meghadapi kesukaran-kesukaran hidup sehari-hari dan tidak pandai
2 Singgih Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1992), cet
ke-1, h. 155. 3Ibid., h. 156.
-
19
menyelesaikan persoalan-persoalan yang disangkanya rumit. Karena
kesukaran-kesukaran dan persoalan-persoalan yang tidak selesai itulah
yang banyak menghilangkan rasa bahagia.4
2. Tanggung Jawab Terapis
Terapis memiliki tanggung jawab terutama kepada klien. Akan
tetapi, karena klien tidak hidup dalam ruang hampa dan dipengaruhi oleh
hubungan-hubungan yang lainnya, terapis memiliki tanggung jawab juga
kepada keluarga klien, kepada biro tempat terapis bekerja, kepada biro
yang dirujuk, kepada masyarakat, dan kepada profesinya.
Karena minat-minat klien mendapat tempat utama dalam hubungan
konseling atau terapi, maka kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraan
klienlah yang diutamakan, bukan kebutuhan-kebutuhan terapis. Prinsip
umum mengenai pengutamaan kesejahteraan klien tampaknya sudah jelas.
Akan tetapi, masalah ini bisa dengan mudah menjadi samar apabila kita
mengingat bahwa terapis juga memiliki tanggung jawab-tanggung jawab
kepada yang lain disamping klien.5
3. Kompetensi Terapis
Sebagai prinsip etika dasar, para terapis diharapkan menyadari
batas-batas kompetensinya serta pembatasan-pembatasan pribadi dan
profesinya. Para terapis yang etis tidak menggunakan diagnostika atau
4 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta: PT. Gunung
Agung: 1982),h. 80. 5Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy Penerjemah oleh
E. Koeswara dalam Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: PT Refika
Aditama,2005), Edisi Ke-2, h. 355.
-
20
prosedur-prosedur treatment yang berada diluar lingkup latihan mereka,
juga tidak menerima klien yang fungsi personalnya terganggu secara serius
kecuali apabila mereka memiliki keahlian dalam menangani klien
semacam itu. Seorang terapis yang menyadari bahwa dirinya kurang
kompeten dalam menangani suatu kasus, bertanggung jawab untuk
berkonsultasi dengan rekan-rekannya atau dengan pembimbing atau
membuat rujukan.6
B. Skizofrenia
1. Pengertian Skizofrenia
Istilah skizofrenia pertama kali diperkenalkan oleh Emil Kraepelin
psikiater dari jerman pada tahun 1896 dengan menggunakan istilah
demensia precox, dan pada tahun 1911 oleh Eugen Bleuler psikiater dari
swiss memperkenalkan istilah skizofrenia dan diartikan sebagai psikosis
yang perjalanannya menahun. Serangan hilang timbul, dapat berhenti atau
kembali pada taraf perkembangan tertentu.7
Skizofrenia berasal dari kata “skizo” yang berarti retak atau pecah
(Split), dan “frenia” yang berarti jiwa. Dengan demikian seseorang yang
menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami
keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (Spilitting of Personality).8
Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan
dengan pandangan popular tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering
6Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy Penerjemah oleh
E. Koeswara dalam Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: PT Refika Aditama,
2005), Edisi Ke-2, h.. 366. 7 Ayub Sani Ibrahim, Skizofrenia Spiliting Personality (Ciputat, Jelajah Nusa, 2011), h. 2.
8 Dadang Hawari, Al-Qur‟an Ilmu Kedokeran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), h. 561.
-
21
kali menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman,
bukannya simpati dan perhatian. Skizofrenia menyerang jati diri
seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan
serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan
konsepsi yang tidak logis.
Skizofrenia menyentuh setiap aspek kehidupan dari orang yang
terkena. Episode akut dari skizofrenia ditandai dengan waham, halusinasi,
pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku
aneh. Di antara episode-episode akut, orang yang mengalami skizofrenia
mungkin tetap tidak dapat berpikir jernih dan mungkin kehilangan respons
emosional yang sesuai terhadap orang-orang dan peristiwa-peristiwa
dalam hidupnya.
Mereka mungkin berbicara dengan nada yang mendatar dan
menunjukkan sedikit jika ada ekspresi (Mandal, Pandey, & Prasad, 1998).
Meskipun para peneliti tetap berfokus pada penggalian dasar-dasar
psikologis dan biologis dari skizofrenia, gangguan ini dalam banyak hal
tetap menjadi suatu misteri. Skizofrenia bukanlah satu-satunya jenis
gangguan psikotik dimana orang mengalami putus dari realitas. Dalam hal
ini kami juga membahas gangguan psikotik lainnya, termasuk gangguan
psikotik singkat, gangguan skizofrenifrom, gangguan skizoafektif, dan
gangguan delusi.9
Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik
yang ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering
9 Jeffrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi
ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 103.
-
22
terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta
disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran, dan kognisi
(Carson dan Butcher,1992). Ada juga ahli yang berpendapat bahwa
terdapat perbedaan esensial antara skizofrenia dengan neurotik, yaitu
bahwa penderita neurotik mengalami gangguan terutama bersifat
emosional, sedangkan skizofrenia terutama mengalami gangguan dalam
pikiran. Pendapat ini bisa jadi benar, tetapi tidak menyeluruh.10
Pada penderita skizofrenia ada desintegrasi pribadi dan kesehatan
pribadi. Tingkah laku emosional dan intelektualnya jadi ambigious
(majemuk), serta mengalami gangguan serius; dan mengalami regresi atau
dementia total. Dia melarikan dari kenyataan hidup dan berdiam dalam
dunia fantasinya. Tampaknya dia tidak bisa memahami lingkungannya dan
responnya selalu maniacal atau kegila-gilaan. Perasaanya selalu tidak
cocok, mengalami gangguan intelektual berat, sehingga pikirannya
melompat-lompat tanpa arah.11
Gambaran gangguan jiwa Skizofrenia beraneka ragam dari mulai
gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai
pada yang tersamar. Gambaran yang mencolok misalnya penderita
bicaranya kacau dengan isi pikiran yang tidak dapat diikuti dan tidak
rasional; perasaannya tidak menentu sebentar marah dan mengamuk
(agresif), sebentar tertawa gembira atau sebaliknya sedih; perilakunya
sering aneh misalnya lari-lari tanpa busana dan lain sebagainya. Gejala
10
Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Abnormal (Bandung: Refika Aditama,
2005), h. 134. 11
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual (Bandung: Mandar
Maju. 2009), h. 167.
-
23
mencolok tersebut diatas mudah dikenali dan mengganggu keluarga dan
masyarakat. Sedangkan gejala yang tersamar dan tidak menggangu
keluarga ataupun masyarakat, misalnya menarik (mengurung) diri dalam
kamar, tidak mau bicara, bicara dan tertawa sendiri dan sebagainya.12
Gangguan jiwa Skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa
remaja atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun). Seorang dikatakan
menderita Skizofrenia (diagnosis skizofrenia) apabila perjalanan
penyakitnya sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh
gejala-gejala awal disebut sebagai fase prodromal yang ditandai dengan
mulai munculnya gejala-gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak
rasional, perasaan yang tidak wajar, perilaku yang aneh, penarikan diri dan
sebagainya. Gejala-gejala prodromal ini sering kali tersamar dan tidak
disadari oleh anggota keluarga lainnya, dan baru 6 bulan kemudian
gangguan jiwa Skizofrenia ini mucul secara klinis nyata, yaitu kekacauan
dalam alam pikir, alam perasaan dan perilaku.
2. Gejala-gejala Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu
menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan
pemahaman diri (self insight) buruk. Gejala-gejala Skizofrenia dapat
dibagi dalam 2 kelompok yaitu Gejala Positif dan Gejala Negatif.
a. Gejala Positif Skizofrenia
Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita
Skizofrenia adalah sebagai berikut:
12
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia(Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2001), h. 41.
-
24
Sebelum seseorang sakit, pada umumnya penderita sudah
mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu. Kepribadian penderita
sebelum sakit disebut sebagai Kepribadian Pramorbid seringkali
digambarkan sebagai orang yang mudah curiga, pendiam, sukar
bergaul, lebih senang menarik diri dan menyendiri serta ekstrentik
(aneh). Pada mereka sering dijumpai kepribadian (personality traits):
Kepribadian Paranoid, Skizoid, Skizotipal atau Ambang (borderline).
Ciri atau tipe kepribadian tersebut dapat menjadi Gangguan
Kepribadian (Personality Disorder) apabila seseorang tidak fleksibel
dan sulit umtuk menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya
sehingga mengakibatkan hendaya (kendala/hambatan) di dalam fungsi
kehidupannya sehari-hari dirumah, disekolah/ kampus, ditempat kerja
dan lingkungan pergaulan sosialnya; kesemuanya itu merupakan
penderitaan subyektif bagi dirinya.
Gejala-gejala positif Skizofrenia sebagaimana yang diuraikan
dimuka amat mengganggu lingkungan (keluarga) dan merupakan
salah satu motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.13
b. Gejala Negatif Skizofrenia
Gejala-gejala negative yang diperlihatkan pada penderita
Skizofrenia adalah sebagai berikut:
1) Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam
perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan
ekspresi.
13
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2001), h. 43.
-
25
2) Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau
bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day
dreaming).
3) Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
4) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
5) Sulit dalam berpikir abstrak
6) Pola pikir streotip.14
3. Ciri-ciri klinis utama skizofrenia
a. Dua atau lebih dari hal-hal berikut harus muncul dalam porsi yang
signifikan selama munculnya penyakit dalam waktu 1 bulan:
1) Waham/ delusi
2) Halusinasi
3) Pembicaraan yang sulit difahami (inkoheren) atau ditandai
oleh asosiasi longgar
4) Perilaku tidak terorganisasi atau katatonik
5) Ciri-ciri negatif (misalnya afek datar)
b. Fungsi pada bidang-bidang seperti hubungan sosial, pekerjaan,
atau perawatan diri selama perjalanan penyakit secara nyata
berada dibawah tingkatan yang dapat dicapai sebelum munculnya
gangguan. Apabila gangguan muncul pada masa kanak-kanak
atau remaja, terdapat suatu kegagalan untuk mencapai tingkat
perkembangan sosial yang diharapkan.
14
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2001), h. 45.
-
26
c. Tanda-tanda gangguan terjadi secara terus-menrus selama masa
setidaknya 6 bulan. Masa 6 bulan ini harus mencakup fase aktif
yang berlangsung setidaknya satu bulan dimana terjadi simtom
psikotik (terdaftar pada no.1 ), yang merupakan karakteristik
skizofrenia.
d. Gangguan tidak dapat diatribusikan sebagai dampak zat-zat
tertentu (misalnya, penyalahgunaan zat atau pengobatan yang
diresepkan) atau pada kondisi medis umum.15
4. Subtipe Skizofrenia
Keyakinan bahwa terdapat perbedaan bentuk atau jenis-jenis
skizofrenia berawal dari Kraeplin yang mendata tiga tipe skizofrenia:
Paranoid, katatonik, dan hebefrenik (sekarang disebut tipe tidak
terorganisir). DSM-IV mencatat tiga tipe khusus dari skizofrenia:
disorganisasi, katatonik, dan paranoid.
a. Tipe Tidak Terorganisasi
Skizofrenia tipe tidak terorganisasi (disorganized type)
dihubungkan dengan ciri-ciri seperti perilaku yang kacau,
pembicaraan yang tidak koheren, halusinasi yang jelas dan sering,
afek yang datar atau tidak sesuai, dan waham yang tidak terorganisasi
yang sering melibatkan tema-tema seksual atau religius. Hendaya
sosial sering ditemui pada orang dengan skizofrenia tidak
terorganisasi. Mereka juga menunjukkan kedunguan dan mood yang
gamang, cekikikan dan berbicara yang tidak-tidak. Mereka sering
15
Jeffrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi
ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 105.
-
27
mengabaikan penampilan dan kebersihan mereka dan kehilangan
control terhadap kandung kemih dan saluran pembuangan makanan.16
b. Tipe katatonik
Tipe katatonik (catatonic type) adalah salah satu jenis skizofrenia
yang ditandai dengan hendaya yang jelas dalam perilaku motorik dan
perlambatan aktivitas yang berkembang menjadi stupor namun
mungkin berubah secara tiba-tiba menjadi fase agitasi. Orang-orang
dengan skizofrenia katatonik mungkin dapat menunjukkan bentuk
perangai atau seringai yang tidak biasa, atau mempertahankan postur
yang aneh, tampak kuat selama berjam-jam meskipun tungkai mereka
menjadi kaku atau bengkak. Ciri yang mengejutkan namun kurang
umum adalah waxy flexibility, yang menampilkan posisi tubuh yang
tetap, sebagaimana posisi yang yang telah dipaparkan oleh orang lain
terhadap mereka. Mereka tidak akan merespons pertanyaan atau
komentar selama masa tersebut, yang dapat berlangsung selama
berjam-jam. Bagaimanapun sesudahnya mereka mungkin mengatakan
mendengar apa yang dikatakan oleh orang lain selama masa itu.17
c. Tipe Paranoid
Skizofrenia Tipe Paranoid (paranoid type) bercirikan focus
terhadap satu atau lebih waham atau adanya halusinasi auditoris yang
sering (APA,2000). Perilaku dan pembicaraan dari seseorang yang
mengalami skizofrenia paranoid tidak menunjukkan disorganisasi
yang jelas sebagaimana ciri dari tipe tidak terorganisai, tidak juga
16
Jeffrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi
ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 117. 17
Ibid., h. 118.
-
28
dengan jelas menunjukkan afek datar atau yang tidak sesuai, atau
perilaku katatonik. Waham mereka sering kali mencakup tema-tema
kebesaran, persekusi, atau kecemburuan. Mereka meyakini,
contohnya, bahwa pasangan atau kekasih mereka tidak setia, tanpa
peduli akan tiadanya bukti. Mereka juga sangat gelisah, bingung atau
ketakutan.18
Tingkah laku abnormal dan menyimpang dari pola umum itu
selalu bersumber pada pola yang keliru dari proses belajar yang
direfleksikan dengan ketidakmampuan memenuhi tuntutan hidup
menurut pola umum (pola yang wajar). Disebabkan oleh kebiasaan-
kebiasaan yang keliru, kemanjaan dan salah didik/asuh sejak usia
sangat muda, si pasien tidak pernah mampu melakukan relasi sosial
yang efektif dengan orang lain. Maka, sebagai akibat dari salah satu
ulah dalam proses belajar itu, terbenturlah ia pada banyak kesulitan,
lalu tenggelam dalam dunia fantasi, atau melarikan diri dalam alam
imajiner. Lama-kelamaan ia mengambangkan pola respons yang salah
dan menjadi neuritis atau mengalami kekalutan mental hebat.
5. Bentuk-bentuk Terapi bagi Penderita Skizofrenia
Menurut Dadang Hawari (2001), ada beberapa pendekatan terapi bagi
penderita gangguan jiwa skizofrenia. Terapi yang dimaksud meliputi terapi
18
Jeffrey S. Nevid, dkk., PSIKOLOGI ABNORMAL (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003),
edisi ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 119.
-
29
dengan obat-obatan anti skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi
psikososial dan terapi psikoreligius.19
1. Psikofarmaka
Gangguan jiwa skizofrenia cenderung berlanjut menahun dan kronis,
oleh karenanya terapi obat psikofarmaka diberikan dalam jangka waktu
relative lama, berbulan bahkan bertahun, seolah-olah obat psikofarmaka
yang diberikannya itu dapat diumpamakan sebagai “vitamin” atau “makan
tambahan” rutin sehari-hari bagi penderita skizofrenia. Atau dengan kata
lain dengan terapi psikofarmaka ini sesungguhnya gangguan jiwa
skizofrenia itu dapat diobati dan disembuhkan dalam arti manageable dan
controllable. Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa terapi
psikofarmaka tidak berarti penderita harus meminum obat seumur hidup,
sebab kadang kala perjalanan gangguan jiwa skizofrenia ini sewaktu-
waktu dapat mengalami remisi (sembuh dengan sendirinya tanpa gejala)
karena pada hakekatnya penyakit ini merupakan self limiting process.
2. Psikoterapi
Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan
dan latar belakang penderita sebelumnya (Pramorbid), sebagai contoh
misalnya:
a. Psikoterapi Suportif
Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan,
semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan
19
Dadang Hawari, PENDEKATAN HOLISTIK PADA GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA
(Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2001), h. 97.
-
30
semangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan
menurun.
b. Psikoterapi Re-edukatif
Jenis terapi ini untuk memberikan pendidikan ulang yang
dimaksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan
juga dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola
pendidikan lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif
terhadap dunia luar.
c. Psikoterapi Re-konstruktif
Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi
kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi Kognitif
Jenis terapi ini untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya
pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu
membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk,
mana yang boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan lain
sebagainya.
e. Psikoterapi Psiko-dinamik
Jenis terapi ini untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit
dan upaya untuk mencari jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini
diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan kelemahan
-
31
dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri
dengan baik.
f. Psikoterapi perilaku
Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku
yang adaptif (menyesuaikan diri).
g. Psikoterapi Keluarga
Dengan psikoterapi ini diharapkan keluarga dapat memahami
mengenai gangguan skizofrenia dan dapat membantu mempercepat
proses penyembuhan penderita.
3. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga
tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama
menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi
obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya menjalani psikoterapi.
Kepada penderita diupayakan tidak melamun, banyak kegiatan dan
kesibukan dan banyak bergaul (silaturrahmi/sosialisasi).20
4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita skizofrenia
ternyata mempunyai manfaat. Dari penelitian yang dilakukan, secara
umum memang menunjukkan bahwa komitmen agama berhubungan
dengan manfaatnya di bidang klinik (religious commitment is associated
20
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta:
Balai penerbit FKUI, 2001), h. 108.
-
32
with clinical benefit). Larson, dkk (1982) dalam penelitiannya
membandingkan keberhasilan terapi terhadap dua kelompok penderita
skizofrenia. Kelompok pertama mendapat terapi yang konversional
(psikofarmaka) dan lain-lainnya tetapi tidak mendapat terapi keagamaan.
Kelompok kedua mendapat terapi yang konvensional (psikofarmaka) dan
lain-lainnya serta mendapat terapi keagamaan. Kedua kelompok tersebut
di rawat Rumah Sakit Jiwa yang sama. Hasil perbandingannya ternyata
cukup bermakna yaitu:
a. Gejala-gejala klinis gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang
pada kelompok kedua (plus terapi keagamaan) dibandingkan
dengan kelompok pertama (minus terapi keagamaan).
b. Pada kelompok kedua lamanya perawatan (long stay
hospitalization) lebih pendek dari pada kelompok pertama.
c. Pada kelompok kedua hendaya (impairment) lebih cepat teratasi
dari pada kelompok pertama.
d. Pada kelompok kedua kemampuan adaptasi lebih cepat dari pada
kelompok pertama.
Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian diatas
adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa,
memanjatkan pujian-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian
kitab suci dan lain sebagainya.21
21
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai
penerbit FKUI, 2001), h. 110.
-
33
Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa pemahaman dan
penafsiran yang salah terhadap agama dapat mencetuskan terjadinya
gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat diamati dengan gejala-gejala
waham (delusi) keagamaan atau jalan pikiran yang patologis dengan pola
sentral keagamaan. Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan
pola sentral keagamaan tadi dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan
atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar.22
C. Keagamaan
1. Pengertian Agama
Definisi agama menurut Harun Nasution berasal dari kata “ad-din”,
religi (relegere, religare) dan agama dalam bahasa arab berarti
menguasai, menundukkan, patah, balasan dan kebiasaan. Sedangkan
dari religi (latin) atau relegere berarti megumpulkan dan membaca,
kemudian religere berarti mengikat. Adapun agama terdiri dari dua suku
kata “a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi” artinya “tidak pergi”,
tetap ditempat, diwarisi turun menurun.23
Berdasarkan pengertian kata-kata tersebut, menurut Harun
Nasution ini inti dari agama adalah ikatan yang harus dipatuhi atau
harus dipegang manusia, yang merupakan kekuatan ghaib yang tidak
dapat ditangkap dengan panca indera. Namun mempunyai pengaruh
yang sangat besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.24
22
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2001), h. 111-112.
23 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1985), cet. Ke-5, h. 9. 24
Ibid., h.10.
-
34
Dapat disaksikan betapa besar perbedaan antara orang beriman
yang hidup menjalankan agamanya, dengan orang yang tidak beragama
atau acuh tak acuh kepada agamanya. Pada wajah orang yang hidup
beragama terlihat ketenraman batin, sikapnya selalu tenang. Mereka
tidak merasa gelisah atau cemas, kelakuan dan perbuatannya tidak ada
yang akan menyengsarakan atau menyusahkan orang. Lain halnya
dengan orang yang hidupnya terlepas dari ikatan agama.Mereka
biasanya mudah terganggu oleh kegoncangan suasana, perhatiannya
tertuju kepada diri dan golongannya, tingkah laku dan sopan santun
dalam hidup, biasanya diukur atau dikendalikan oleh kesenangan-
kesenangan lahiriyah.25
Firman Allah SWT :
ُل ِمَه اْنقُْسآِن َما ُهَى ِشفَاٌء َوَزْحَمتٌ نِْهُمْؤِمىِيَه ۙ َوََل يَِزيُد َووُىَزِّ
اانِِميَه إَِلَّ َخَسازً انظَّ
Artinya :Dan kami turunkan dari Al-Qur‟an sesuatu (yang dapat
menjadi) penyembuhan dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
(percaya dan yakin), dan Al-Qur‟an itu tidak akan menambah kepada
orang yang berbuat aniaya melainkan kerugian” (QS. Al-Isra‟ : 82)
2. Agama dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Jiwa
Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan
hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak
pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang
25
Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta: Toko Gunung
Agung, 1996), h. 56.
-
35
Maha Tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan memberi sikap
optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti
rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman.
Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan asasi
manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Maka, dalam kondisi yang
demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan
fitrah kejadiannya, sehat jasmani, dan rohani.
Agaknya cukup logis kalau setiap ajaran agama mewajibkan
penganutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk dan
pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan ikut berpengaruh dalam
menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan
rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidak-
tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna, dan
manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani
secara terpisah memerlukan perlakuan yang dapat memuaskan
keduanya.26
3. Bentuk Pembinaan Keagamaan
Lindenthal (1970) dan Star (1971) melakukan studi epidemiologik
yang hasilnya menunjukkan bahwa penduduk yang religius resiko
untuk mengalami stress jauh lebih kecil dari pada mereka yang tidak
religius dalam kehidupan sehari-harinya. Sebagaimana diketahui salah
26
Jalaluddin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
prinsip Psikologi (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), Ed. Revisi, Cet Ke-18, h. 147.
-
36
satu akibat stress adalah seseorang dapat jatuh dalam keadaan depresi
dan seringkali melakukan tindak bunuh diri. 27
House, Robbins dan Metzner (1984) melakukan studi terhadap
2.700 orang selama 8-10 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka
yang rajin menjalankan ibadah, berdoa dan berdzikir, angka kematian
(mortality rates) jauh lebih rendah di bandingkan dengan mereka yang
tidak menjalankan ibadah, berdoa dan berdzikir.
Larson (1992) dalam penelitiannya sebagaimana termuat dalam
“Religious Commitment and Health” (APA, 1992) menyatakan antara
lain bahwa komitmen agama amat penting dalam pencegahan agar
seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuan
seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia sedang sakit serta
mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan.28
Menurut Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi (2013), beberapa
pendekatan melalui keagamaan sebagai berikut:
1. Ibadah Shalat
Shalat ialah ibadah yang mencakup ucapan-ucapan dan perbuatan
khusus, diawali dengan takbiratul ihram (ucapan Allahu Akbar) dan
27
Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas dan Depresi (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006), Edisi Ke-2 ,Cet Ke-1, h. 139-140.
28 Ibid., Edisi Ke-2 ,Cet Ke-1, h. 143-144.
-
37
ditutup dengan salam. Didalam islam, shalat memiliki kedudukan yang
tidak bisa disamai oleh ibadah lain.29
Firman Allah SWT:
ًٰ َعِه اْنفَْحَشاِء ََلةَ حَْىَه ََلةَ ۖ إِنَّ انصَّ اْحُم َما أُوِحَي إِنَْيَك ِمَه اْنِكخَاِب َوأَقِِم انصَّ
ِ أَْكبَسُ ُْىن َۗواْنُمْىَكِس ۗ َونَِرْكُس َّللاَّ هَُم َما حَْصىَ ْْ ُ يَ َ َوَّللاَّ
Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al
Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan”. ( Al-Ankabut:45).30
a. Hukum orang yang meninggalkan shalat
Hukum meninggalkan shalat lima waktu, karena ingkar adalah kafir
atau murtad dari agama islam, berdasarkan kesepakatan umat islam.
Barang siapa meninggalkan shalat dengan tetap mengimani dan
meyakini kewajibannya, atau ia meninggalkan shalat karena malas, atau
karena disibukkan oleh urusan lain; maka menurut Syariat Islam alasan-
alasan itu bukan termasuk perkara yang diberi toleransi.
29
Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:
Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h.58. 30
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya: AL-JUMANATUL ALI
(Bandung: CV Penerbit J-ART, 2009), h. 401.
-
38
Diantara hadits riwayat Mualim dan lainnya dari Jabir, dia berkata:
“Rasulullah SAW Bersabda, “Batas pembeda antara seorang muslim
dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat”
b. Syarat Shalat
Syarat Shalat adalah sesuatu yang mendahului shalat yang wajib
dilakukan oleh setiap orang yang shalat. Jika dia meninggalkan salah
satu dari syarat-syarat itu, maka shalatnya menjadi batal. Syarat-syarat
shalat sebagai berikut:31
1) Mengetahui waktu shalat sudah masuk
2) Suci dari hadats kecil dan besar
3) Menutup aurat
4) Batasan aurat laki-laki
5) Batasan aurat wanita
6) Menghadap kiblat
c. Sikap dalam shalat
Ada beberapa hadits dari Rasulullah SAW yang menjelaskan sifat
shalat yang benar. Antara lain, dari Abu Hurairah, dia berkata:
“Seorang laki-laki masuk ke masjid, lalu dia shalat. Kemudian
datanglah dia kepada Nabi SAW dan menyampaikan salam. Beliau
manjawab salamnya dan berkata, „Kembalilah dan shalatlah,
karena kamu belum shalat!‟ Maka dia kembali dan melakukan hal
itu (shalat lagi) sampai tiga kali. Kemudian dia berkata setelah itu:
31
Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:
Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h. 74.
-
39
„Demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, aku tidak bisa shalat
selain ini, maka ajarkan kepadaku!‟ Beliau Rasulullah SAW
bersabda, „Jika engkau berdiri untuk shalat maka takbirlah,
kemudian bacalah apa yang mudah dari Al-Qur‟an, kemudian
rukuklah sehingga kamu tuma‟ninah (tenang) dalam kedaan rukuk,
kemudian bangkitlah dari rukuk sehingga kamu I‟tidal dalam
keadaan berdiri, kemudian sujudlah sehingga kamu tuma‟ninah
dalam keadaan sujud, kemudian duduklah sehingga kamu
tuma‟ninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah sehingga
kamu tuma‟ninah dalam keadaan sujud. Kemudian lakukanlah itu
dalam shalatmu semuanya” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan
Muslim). Hadits ini disebut hadits “Al-Musi‟u fi Shalatihi” (bab
orang yang shalatnya jelek).32
2. Berdzikir
Dzikir adalah sesuatu yang diucapkan oleh lisan dan hati berupa
tasbih kepada Allah, penyucian, pujian, dan sanjungan kepada-Nya, dan
juga menyifati-Nya dengan sifat-sifat yang sempurna, Agung, dan
Indah. Allah SWT telah memerintahkan untuk memperbanyak
berdzikir, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
َ ِذْكًسا َكثِيًسا ) ( َوَسبُِّحىيُ بُْكَسةً ١٤يَا أَيَُّها انَِّريَه آَمىُىا اْذُكُسوا َّللاَّ
(١٤َوأَِصيَل )
32
Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:
Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h.78.
-
40
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, Ingatlah kepada Allah
dengan menyebut (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah
kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. (QS. Al-Ahzab: 41-42)
a. Makna dzikir sebanyak-banyaknya
Firman Allah SWT berfirman:
Allah SWT telah memerintahkan untuk berdzikir dengan dzikir
yang sebanyak-banyaknya, dan menyebut sebagai manusia berakal bagi
siapa yang senantiasa memperhatikan ayat-ayat Allah:
ًٰ ُجىُىبِِهْم َويَخَفَكَُّسونَ ًما َوقُُْىًدا َوَعهَ َ قِيَٰ ِث ٱنَِّريَه يَْرُكُسوَن ٱَّللَّ َىٰ َمٰ فًِ َخْهِق ٱنسَّ
ىََك فَقِىَا َعَراَب ٱنىَّاِز ﴿ ِطًَل ُسْبَحٰ َرا بَٰ ﴾٤٩٤َوٱْْلَْزِض َزبَّىَا َما َخهَْقَج َهٰ
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imran:191)
Mujahid berkata: “Tidaklah dianggap sebagai golongan laki-laki
dan perempuan yang banyak berdzikir kapada Allah, sehingga ia
berdzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring”
Said bin Jubair berkata, “Setiap orang beramal karena Allah dengan
melakukan ketaatan kepada Allah, maka ia adalah orang yang berdzikir
kepada Allah.”
-
41
b. Adab dalam berdzikir
Allah SWT telah memberikan petunjuk tentang apa yang
sepatutnya dilakukan oleh seseorang ketika berdzikir. Allah SWT
berfirman:
َه عاًَوِخيفَتً َوُدوَن اْنَجْهِس ِمَه اْنقَْىِل بِاْنُغُدوِّ َواآلَصاِل َوَلَ حَُكىمِّ بََّك فِي وَْفِسَك حََضسُّ اْنَغافِهِيهَ َواْذُكس زَّ
Artinya: “Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan
suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-
orang yang lalai.”(QS. Al-A‟raf: 205)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa dzikir itu sunnah dilakukan dengan
suara pelan (lirih) atau tidak mengeraskan suara; seperti diisyaratkan
dalam keadaan harap dan takut, demikian yang mesti dilakukan oleh
seseorang ketika sedang berdzikir. Diantara adab berdzikir adalah;
orang yang berdzikir dalam keadaan bersih pakaian, suci badan dan
wangi aromanya, karena hal itu dapat menambah giat dan semangat
bagi jiwa dalam melakukan amal dzikir. Dan hendaknya dzikir itu
dilakukan sebisa mungkin dengan menghadap kea rah kiblat, karena
sebaik-baik majelis adalah yang menghadap ke arah kiblat.33
33
Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:
Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h. 318-
319.
-
42
3. Pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur’an
Didalam istilah ulama, Al-Qur‟an adalah wahyu yang diturunkan
kepada Muhammad dalam bahasa Arab yang kita membacanya sebagai
ibadah, yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, serta
ditantang untuk menciptakan ayat tandingan yang sangat pendek
sekalipun.34
Firman Allah SWT:
ُل ِمَه اْنقُْسآِن َما ُهَى ِشفَاٌء َوَزْحَمتٌ نِْهُمْؤِمىِيَه ۙ َوََل يَِزيُد انظَّانِِميَه إَِلَّ َووُىَزِّ
اَخَسازً
Artinya: “Dan kami turunkan dari Al-Qur‟an itu, apa yang menjadi
obat dan rahmat bagi segala mereka yang beriman.” (QS. Al-isra‟: 82)35
Mendengar dan memperhatikan (menyimak) bacaan Al-Qur‟an,
ketika dibaca orang, adalah wajib. Termasuk juga mendengar dan
memperhatikan bacaan Al-Qur‟an dari media elektronik (radio atau
televisi).
Guna menggerakkan hati kita untuk mengerjakan amalan tilawah
(membaca Al-Qur‟an), serta memantapkan pikiran dan keinginan kita
kepadanya, maka kita akan uraikan faredah membaca (tilawah) Al-
Qur‟an:
a. Ditempatkan didalam shaf (barisan) orang-orang yang utama
34
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa (Semarang, PT. Pustaka
Rizki Putra, 2010), h. 98. 35
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya: AL-JUMANATUL ALI
(Bandung: CV Penerbit J-ART, 2009), h. 290.
-
43
b. Memperoleh beberapa kebaikan dari tiap-tiap huruf yang
dibacanya dan bertambah derajatnya disisi Tuhan sebanyak
kebajikan yang diperolehnya itu.
c. Dinaungi dengan payung rahmat, dikelilingi oleh para
malaikat dan diturunkan Allah SWT. Kepadanya ketenangan
dan kewaspadaan.
d. Dicermelangkan hatinya oleh Allah dan dipelihara dari
kegelapan.
e. Diharumkan baunya, disegani dan dicintai oleh orang-orang
shaleh. Apabila pen-tilawah itu memperbagus bacaan dan
hafalannya, maka ia dapat mencapai derajat malaikat.36
D. Psikososial
1. Pengertian
Psikososial berasal dari kata Psikologi dan Sosial. Menurut asal
katanya, psikologi berasal dari kata-kata Yunani psyche yang berarti
jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti
ilmu jiwa.
a. Menurut Clifford T.Morgan: “Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.”
b. Menurut Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld:
“Psikologi adalah studi tentang hakikat manusia.”
36
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 2010), h. 100-101.
-
44
c. Garden Murphy: “Psikologi adalah ilmu yang mempelajari
respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap
lingkungannya.”37
Selanjutnya istilah sosial (social) mempunyai arti yang berbeda
dengan istilah Sosialisme atau istilah sosial pada Departemen
Sosial.Apabila istilah “sosial” pada ilmu-ilmu sosial menunjuk pada
objeknya, yaitu masyarakat, sosialisme merupakan suatu ideology
yang berpokok pada prinsip pemilikan umum (atas alat-alat produksi
dan jasa-jasa dalam bidang ekonomi). Sementara itu, istilah sosial
pada Depertemen Sosial menunjukkan pada kegiatan-kegiatan
dilapangan sosial. Artinya kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk
mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam
bidang kesejahteraan, seperti misalnya tuna karya, tuna susial, orang
jompo, yatim piatu dan lain sebagainya, yang ruang lingkupnya adalah
pekerjaan ataupun kesejahtaeraan sosial.38
Psikologi Sosial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan
yang baru, dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi
pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan
manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial, seperti
situasi kelompok, situasi massa dan sebagainya; termasuk didalamnya
interaksi antar orang dan hasil kebudayaannya.39
37
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar umum psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2003),
h. 3. 38
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 13. 39
Abu Hamadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 1.
-
45
Psikologi sosial adalah disiplin ilmu tentang cara orang-orang
berpikir, memengaruhi, dan berhubungan satu sama lain. Tema-tema
sentralnya meliputi sebagai berikut :
1) Bagaimana kita mengontruksi realitas sosial kita.
2) Bagaimana intuisi sosial kita memandu kita dan kadang
menjatuhkan kita.
3) Bagaimana perilaku sosial kita dipertajam oleh orang lain, oleh
sikap dan kepribadian kita, dan oleh faktor biologi kita.
4) Bagaimana prinsip-prinsip psiokologi sosial diterapkan ke
dalam berbagai kajian.40
2. Objek Psikologi sosial
Berbicara tentang objek psikologi sosial, tidaklah terlepas dari
objek psikologi pada umumnya, sebab sebagaimana telah diterangkan
dimuka psikologi sosial adalah salah satu cabang dari psikologi pada
umumnya.
Kita mengetahui bahwa objek psikologi adalah manusia dan
kegiatan-kegiatannya, sedang objek psikologi sosial adalah kegiatan-
kegiatan sosial atau gejala-gejala sosial. Manusia adalah makhluk
yang tertinggi ciptaan Tuhan, dan hanya manusialah yang mempunyai
ratio kecerdasan dan kemauan.41
Baik psikologi maupun ilmu-ilmu sosial lainnya berpendapat
bahwa manusia itu dapat dipandang sebagai:
40
David G. Myers, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), Penerjemah:
Aliya Tusyani, dkk, h. 11. 41
Ibid, h. 17.
-
46
a) Makhluk individu
b) Makhluk sosial
c) Makhluk berketuhanan
Manusia tidak mungkin dapat hidup dengan baik tanpa
mengadakan hubungan dengan manusia lain, baik hubungan maupun
pergaulan dengan orang tuanya, kawan-kawan sebaya atau kelompok-
kelompok sosial yang lain. Bahkan S. Freud menegaskan bahwa
pribadi manusia yang sering disebut ego tidak mungkin terbentuk dan
berkembang tanpa pergaulan dengan manusia lain dan dengan
demikian tidak dapat berkembang sebagai manusia dalam arti
selengkap-lengkapnya.42
3. Problem Psikososial
Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami
gangguan jiwa adalah adanya stresor psikososial. Stresor psikososial
adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan seorang (anak, remaja atau dewasa) sehingga orang
itu terpaksa mengadakan adaptasi (penyesuaian diri) untuk
menangulangi stressor (tekanan) yang timbul. Namun, tidak semua
orang mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya,
sehingga timbullah keluhan-keluhan di bidang kejiwaan berupa
gangguan jiwa dari ringan hingga yang berat.43
42
Abu Hamadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2007). h. 18. 43
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa: SKIZOFRENIA (Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2001), h. 30.
-
47
4. Bentuk Pembinaan Psikososial
Individu membentuk tingkah laku sosial dengan individu lain
secara tidak langsung. Pembentukan tingkah laku sosial tersebut,
disebut tidak langsung karena dalam belajar sosial individu terbentuk
kepribadiannya terlebih dahulu dan terbentuknya kepribadian individu
dapat disimpulkan dari tingkah laku sosial individu bersama individu
lain dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping itu, individu tersebut juga melakukan pembinaan
terhadap tingkah laku sosialnya sehingga tingkah laku sosial yang
makin lama makin matang dan meningkat, akan selalu tertanam dalam
dirinya dan setiap saat dapat digunakan sesuai dengan situasi sosial
yang dihadapinya.44
Menurut Kamanto Sunarto (2004), ada beberapa bentuk-bentuk
pendekatan psikososial diantaranya:
a. Sosialisasi
Perter Berger (1978) mencatat adanya perbedaan penting antara
manusia dengan makhluk lain. Berger mendefinisikan sosialisasi
sebagai “a process by which a child learns to be a participant member
of society” yaitu proses melalui mana seorang anak belajar menjadi
seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:
116). Definisi ini disajikannya dalam suatu pokok bahasan berjudul
44
Slamet Santoso, Teori-Teori Psikologi Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), h.
140.
-
48
society in man; dari sini tergambar pandangannya bahwa melalui
sosialisasi mayarakat dimasukkan ke dalam manusia.45
Beberapa orang ahli sosiologi berpendapat bahwa yang diajarkan
melalui sosialisasi ialah peran-peran. Oleh sebab itu teori sosialisasi
sejumlah tokoh sosiologi merupakan teori mengenai peran.
Sosialiasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang
hidup manusia. Dalam kaitan inilah para ahli berbicara mengenai
bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-
kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau pendidikan
berkesinambungan.
Berger dan Luckmann (1967) mendefinisikan sosialisasi primer
sebagai sosialisasi pertama yang jalani individu semasa kecil, melalui
mana ia menjadi anggota masyarakat, sedangkan sosialisasi sekunder
mereka mendefinisikan sebagai proses berikutnya yang
memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sector baru
dari dunia objektif masyarakatnya (Berger dan Luckmann, 1967: 130).46
b. Kelompok Sosial
Kelompok sosial merupakan suatu gejala yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia
berlangsung di dalamnya. Mungkin anda tidak menyadarinya, namun
suatu kenyataan yang dihadapi ialah bahwa sejak lahir hingga kini anda
45
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosisologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), h.21. 46
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosisologi (Jakarta: Lembaga Pen