BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

39
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Terdapat berbagai definisi mengenai perikatan dan perjanjian yang dapat kita temukan pada berbagai literatur, karena para sarjana hukum Indonesia memiliki perbedaan pendapat mengenai definisi dari perikatan dan perjanjian tersebut. Dalam membahas hukum perjanjian terdapat istilah yang berasal dari bahasa belanda, yaitu verbintenis dan overeenkomst, maupun istilah yang berasal dari bahasa inggris, yaitu contract dan agreement. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat kita temukan ketentuan yang mengatur mengenai pengertian dari perjanjian, yaitu pada Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata dapat dikatakan bahwa sumber dari perikatan adalah perjanjian dan undang- undang. Jadi dapat penulis katakan bahwa perjanjian akan menimbulkan suatu perikatan, atau dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Selanjutnya untuk dapat lebih memahami mengenai istilah perikatan dan perjanjian, dapat kita lihat dari beberapa pendapat para sarjana hukum Indonesia. Adapun pendapat tersebut antara lain :

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Terdapat berbagai definisi mengenai perikatan dan perjanjian yang dapat

kita temukan pada berbagai literatur, karena para sarjana hukum Indonesia

memiliki perbedaan pendapat mengenai definisi dari perikatan dan perjanjian

tersebut. Dalam membahas hukum perjanjian terdapat istilah yang berasal dari

bahasa belanda, yaitu verbintenis dan overeenkomst, maupun istilah yang berasal

dari bahasa inggris, yaitu contract dan agreement.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat kita temukan

ketentuan yang mengatur mengenai pengertian dari perjanjian, yaitu pada Pasal

1313 KUHPerdata yang menyatakan “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih”. Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

dapat dikatakan bahwa sumber dari perikatan adalah perjanjian dan undang-

undang. Jadi dapat penulis katakan bahwa perjanjian akan menimbulkan suatu

perikatan, atau dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber

perikatan.

Selanjutnya untuk dapat lebih memahami mengenai istilah perikatan dan

perjanjian, dapat kita lihat dari beberapa pendapat para sarjana hukum Indonesia.

Adapun pendapat tersebut antara lain :

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

20

a. R. Subekti memberikan pengertian dari perikatan adalah sebagai suatu

perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan

mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang

lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan

tersebut. Kemudian pengertian dari perjanjian adalah suatu peristiwa

dimana seorang berjanji kepada seorang lain dimana dua orang itu

saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.1

b. Abdul Kadir Muhammad memberikan pengertian bahwa perikatan

adalah suatu hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu

dengan orang lain karena perbuatan peristiwa atau keadaan.2

Selanjutnya beliau memberikan pengertian dari perjanjian adalah

adalah sebagai suatu persetujuan antara dua orang atau lebih yang

saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam

lapangan harta kekayaan.3

c. R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah

hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat

untuk menimbulkan akibat hukum.4

d. R. Wiryono Prodjodikoro mengemukakan bahwa perjanjian adalah

suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua belah

pihak, dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal

1 R. Subekti. 1985. Hukum Perjanjian. Jakarta : PT. Intermassa. Hlm. 1. 2 Abdul Kadir Muhammad. 1982. Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni. Hlm. 6. 3 Abdulkadir Muhammad. 1992. Hukum Perikatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Hlm. 78. 4 R.M. Sudikno Mertokusumo. 1988. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta : Liberty. Hlm. 97.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

21

atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk

menuntut pelaksanaan perjanjian.5

e. R. Setiawan mengartikan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan

hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.6

Berdasarkan pada beberapa pengertian perjanjian di atas, menurut penulis

perjanjian adalah perbuatan hukum yang dilakukan antara sedikitnya dua pihak

yang telah sepakat untuk saling mengikatkan diri atas sesuatu hal tertentu yang

kemudian menimbulkan suatu hak dan kewajiban yang hanya berlaku bagi pihak-

pihak tersebut dalam jangka waktu tertentu. Dari pengertian tersebut dapat dilihat

bahwa unsur-unsur perjanjian yaitu :

1. adanya minimal dua pihak

2. adanya persetujuan antara pihak-pihak

3. adanya prestasi yang akan dilangsungkan

4. adanya syarat teretentu sebagai isi dari perjanjian.

Perjanjian juga dapat diartikan sebagai “perbuatan”, yaitu perbuatan

hukum (perbuatan yang mempunyai akibat hukum). Perbuatan hukum dalam

perjanjian merupakan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan sesuatu, yaitu

memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang disebut prestasi. Prestasi itu

meliputi perbuatan-perbuatan yaitu menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu,

tidak melakukan sesuatu. 7

5 R. Wiryono Prodjodikoro. 1987. Asas-Asas Hukum Perjanjian. Cet. VIII. Bandung : Sumur. Hlm. 7. 6 R. Setiawan. 1979. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta. Hlm. 49. 7 http://legalakses.com/perjanjian/ (diunduh pada 6 Juli 2012)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

22

2. Subjek Perjanjian

Yang dimaksud dengan subjek perjanjian ialah pihak-pihak yang terkait

dengan suatu perjanjian. Perjanjian sedikitnya melibatkan dua pihak yang saling

memberikan kesepakatan mereka. Subjek perjanjian dapat berupa manusia pribadi

(orang perseorangan) maupun dalam bentuk badan hukum. Subjek perjanjian

harus mampu dalam melakukan perbuatan hukum seperti yang telah ditetapkan

dalam undang-undang. Subjek perjanjian dapat dalam kedudukan sebagai debitur

ataupun kreditur. Pihak yang berkewajiban memenuhi isi perjanjian disebut

debitur, sedangkan pihak lain yang berhak atas pemenuhan kewajiban itu disebut

kreditur.

Suatu badan hukum, sebagai subjek perjanjian, dalam segala perbuatan

hukumnya akan mengikat badan hukum itu sebagai sebuah entitas legal (legal

entity). Meskipun perbuatan badan hukum itu diwakili pemimpinnya, namun

perbuatan itu tidak mengikat pemimpin badan hukum tersebut secara perorangan,

melainkan mewakili badan hukum sebagai legal entity.8

3. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Menurut R.M. sudikno Mertokusumo, asas hukum adalah dasar-dasar atau

petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.9 Adapun asas-asas tersebut

adalah sebagai berikut:10

a. Asas Konsensualisme

8 http://legalakses.com/perjanjian/ (diunduh pada 6 Juli 2012) 9 R.M. Sudikno Mertokusumo. Op.Cit. Hlm. 102. 10 Mariam Darus Badrulzaman. 1991. Perjanjian Kredit Bank. Cet. V. Bandung : PT Citra Aditya. Hlm. 42.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

23

Asas ini berkaitan erat dengan saat lahirnya suatu perjanjian.

Menurut asas konsensualisme, suatu perjanjian lahir seketika saat telah

tercapainya suatu kesepakatan antara para pihak yang mengadakan

perjanjian mengenai unsur-unsur pokoknya.

Berkaitan dengan hal ini, R. Subekti berpendapat bahwa asas

konsensualisme mempunyai arti yang terpenting, yaitu untuk

melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya kata sepakat

mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut, dan bahwa perjanjian

sudah lahir pada saat tercapainya consensus. 11

Jadi dapat disimpulkan bahwa asas konsensualisme (berarti

kesepakatan / consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir

sejak detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu

kata sepakat dinyatakan dan diucapkan, sehingga sebenarnya tidak

perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian terhadap prinsip ini adalah

dalam hal undang-undang memberikan syarat formalitas tertentu

terhadap suatu perjanjian, misalnya syarat untuk harus tertulis.12

b. Asas Kepercayaan

Pihak yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus

dapat menumbuhkan kepercayaan di antara kedua belah pihak bahwa

satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Dengan

kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian

yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang. 11 R. Subekti. Op. Cit. hal 5. 12 http://dadangsukandar.wordpress.com/2010/12/08/asas-asas-perjanjian/ (diunduh pada 6 Juli 2012)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

24

c. Asas Kekuatan Mengikat

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada asas

kepercayaan, di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan

mengikat. Kekuatan mengikat ini adalah sebagai undang-undang hanya

bagi para pihak yang membuat perjanjian saja. Terikatnya para pihak

pada apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain

sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan, kepatuhan, dan kebiasaan.

d. Asas Persamaan Hak

Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat,

dan mengharuskan para pihak untuk menghormati satu sama lain,

walaupun terdapat perbedaan dalam hal kepercayaan, kekuasaan,

jabatan,dan lain-lain.

e. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki para pihak untuk memenuhi dan

melaksanakan perjanjian. Meskipun memiliki hak dan kewajiban yang

berbeda namun kedudukan para pihak, dalam hal ini adalah debitur

dan kreditur, adalah seimbang.

f. Asas Moral

Seseorang yang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral),

yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan

dan menyelesaikan perbuatannya. Faktor yang memberikan motivasi

pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

25

berdasarkan pada kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati

nuraninya.

g. Asas Kepatutan

Asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi

perjanjian. Diharapkan pelaksanan perjanjian tidak melanggar

kepatutan. Kepatutan dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan

kepentingan salah satu pihak terdesak.

h. Asas Kebiasaan

Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang telah

diatur secara tegas, tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan

kebiasaan yang diikuti.

i. Asas Kepastian Hukum

Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

menyatakan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Artinya

bahwa kedua belah pihak wajib menaati dan melaksanakan perjanjian

yang telah disepakati sebagaimana menaati undang-undang.

Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya

salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan

keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian. Putusan

pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

26

pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum (secara pasti

memiliki perlindungan hukum).13

4. Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat sahnya perjanjian adalah syarat-syarat agar perjanjian itu sah dan

mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Suatu perjanjian adalah sah apabila

telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan undang-undang, sehingga

keberadaan perjanjian tersebut diakui oleh hukum.

Syarat sahnya perjanjian dapat kita lihat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata14, yaitu :

a. Ada sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat berarti adanya titik temu diantara para pihak

mengenai kepentingan-kepentingan yang berbeda. Pertemuan

kepentingan yang berbeda akan mencapai titik keseimbangan dalam

perjanjian.15 Selanjutnya kesepakatan dinyatakan tidak ada bila

terdapat suatu unsur penipuan, kesalahan, paksaan, dan

penyalahgunaan keadaan.

b. Ada kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Setiap orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut

hukum. Pada dasarnya orang yang telah dewasa dan sehat pikirannya

adalah cakap untuk melakukn perbuatan hukum. Pada Pasal 1330

13 http://dadangsukandar.wordpress.com/2010/12/08/asas-asas-perjanjian/ (diunduh pada 6 Juli 2012) 14 Mariam Darus Badrulzaman. 1994. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : Alumni. Hlm. 26. 15 http://legalakses.com/perjanjian/ (diunduh pada 6 Juli 2012)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

27

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan bahwa yang tidak

cakap untuk membuat perjanjian adalah :

1) Orang-orang yang belum dewasa

2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan

oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang

kepada siapa undang-undang telah melarang membuat

perjanjian-perjanjian tertentu.

c. Ada suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu berarti obyek perjanjian harus terang dan

jelas, dapat ditentukan baik jenis maupun jumlahnya.16 Artinya dalam

membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak

dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.

d. Ada suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal berarti obyek yang diperjanjikan

bukanlah obyek yang terlarang. Suatu sebab yang tidak halal meliputi

perbuatan melanggar hukum, berlawanan dengan kesusilaan dan

melanggar ketertiban umum, hal ini dapat dilihat pada Pasal 1337

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “suatu sebab adalah

terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila

berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”.

16 ibid

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

28

Jadi berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat

disimpulkan bahwa yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya

kesepakatan antara para pihak yang akan mengadakan perjanjian, harus dilakukan

oleh yang cakap secara hukum, harus mempunyai obyek tertentu, dan karena

suatu sebab yang halal.

Syarat yang pertama dan kedua tersebut berkaitan dengan subyek

perjanjian, dan kemudian disebut sebagai syarat subyektif. Sedangkan syarat

ketiga dan keempat berkaitan dengan obyek perjanjian, dan kemudian disebut

sebagai syarat obyektif. Suatu perjanjian yang tidak terpenuhi syarat-syarat

subyektifnya maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, artinya bahwa selama

tidak ada pembatalan dari salah satu pihak maka perjanjian tersebut terus berlaku.

Sedangkan jika tidak terpenuhinya syarat-syarat obyektif, maka perjanjian

tersebut batal demi hukum. Jadi tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan

perjanjian itu di muka hakim karena sejak semula dianggap tidak pernah ada

perjanjian.

5. Prestasi, Wanprestasi, dan Akibatnya

Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan “tiap-tiap

perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk

tidak berbuat sesuatu”. Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa wujud

prestasi adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, serta tidak berbuat sesuatu.

Prestasi itu sendiri merupakan seperangkat hak dan kewajiban yang timbul

sebagai akibat dari adanya perjanjian.

1. Memberikan Sesuatu, istilah ini dapat mempunyai dua pengertian, yaitu:

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

29

a. Penyerahan kekuasaan atas barang yang menjadi obyek perjanjian

b. Penyerahan hak milik atas barang yang menjadi obyek perjanjian

2. Berbuat Sesuatu, yang dimaksud dengan berbuat sesuatu adalah

melakukan sesuatu perbuatan yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

3. Tidak Berbuat Sesuatu, yang dimaksud dengan tidak berbuat sesuatu

adalah tidak melakukan sesuatu perbuatan sebagaimana yang telah

ditetapkan dalam perjanjian.

Dalam pelaksanaan perjanjian, apabila para pihak telah menjalankan

prestasinya maka perjanjian tersebut akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa

menimbulkan permasalahan. Namun jika ada salah satu pihak yang tidak

melakukan apa yang dijanjikannya, baik karena kealpaannya atau kesengajaannya,

maka ia dikatakan wanprestasi. Menurut kamus hukum, wanprestasi berarti

kelalaian, kealpaan, cidera jani, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.

Wanprestasi juga dapat diartikan sebagai pelanggaran atau kegagalan untuk

melaksanakan ketentuan kontrak atau perjanjian yang mengikat secara hukum.17

Pada umumnya debitur dikatakan wanprestasi apabila tidak bersedia

melaksanakan atau menolak untuk memenuhi prestasi sebagaimana yang telah

ditentukan dalam perjanjian. Wanprestasi yang dilakukan pihak debitur dalam

perjanjian dapat berupa : 18

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan

17 kamusbisnis.com (diunduh pada 2 Juli 2012) 18 R. Subekti. 1985. Aneka Perjanjian. Bandung :Alumni. Hlm. 45.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

30

3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Terdapat dua kemungkinan yang menjadi alasan tidak terpenuhinya

prestasi oleh debitur, yaitu:19

1. Karena keadaan debitur, baik secara sengaja ataupun karena

kelalaiannya.

2. Karena keadaan memaksa (force majeure), terjadi hal-hal yang diluar

kemampuan debitur, jadi tidak ada unsur kesengajaan debitur dalam

hal ini.

Akibat hukum dari adanya debitur yang telah melakukan wanprestasi

adalah hukuman atau sanksi sebagai berikut:20

1. Debitur diharuskan membayar penggantian kerugian (berupa biaya,

rugi, bunga) yang telah diderita oleh kreditur. Hal ini berdasarkan pada

Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Memenuhi perjanjian apabila masih dapat dilakukan, atau pembatalan

perjanjian disertai dengan penggantian biaya kerugian dan bunga. Hal

ini berdasarkan pada Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.

6. Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian akan berakhir jika tujuan perjanjian itu telah tercapai,

dimana masing-masing pihak telah saling memenuhi prestasi yang diperlukan

sebagaimana yang telah dikehendaki bersama-sama dalam perjanjian yang telah

19 Abdulkadir Muhammad. Op.Cit. Hlm. 102. 20 Loc.cit hal 24

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

31

dibuat oleh para pihak tersebut. Namun, suatu perjanjian dapat juga berakhir

karena hal-hal sebagai berikut: 21

a. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak, suatu perjanjian berlaku

dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati para pihak

b. Dengan persetujuan para pihak, suatu perjanjian dapat berakhir jika

para pihak yang membuat perjanjian tersebut menyetujuinya

c. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian

d. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan

terjadinya peristiwa tertentu, maka persetujuan tersebut akan berakhir

e. Pernyataan penghentian persetujuan (pada persetujuan yang bersifat

sementara), misalnya persetujuan kerja dan persetujuan sewa-

menyewa

f. Persetujuan hapus karena putusan hakim

B. Perjanjian Kredit

1. Kredit

1.1.Pengertian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu “Credere” yang artinya

percaya.22 Dengan demikian, seseorang yang telah memperoleh kredit pada

dasarnya telah memperoleh kepercayaan. Apabila dihubungkan dengan bank,

maka terkandung pengertian bahwa bank/kreditur, percaya meminjamkan uang

21 R. Setiawan. Op. Cit. Hlm.69. 22 Mariam Darus Badrulzaman. Op. Cit.Hlm.23.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

32

kepada nasabah/debitur, karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk

membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.23

Jika dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan

pembayaran, karena pengembalian atas penerimaan uang dan atau suatu barang

tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, melainkan pada masa tertentu

yang akan datang.24 Dalam praktek sehari-hari pengertian kredit berkembang

lebih luas, yaitu kredit adalah kemampuan melaksanakan suatu pembelian atau

mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayaran yang akan dilakukan

dan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang telah disepakati.25 Dari kedua

pengertian kredit tersebut, dapat dilihat bahwa pada dasarnya kredit adalah suatu

janji pembayaran terhadap sesuatu hal yang disepakati untuk dilakukan pada suatu

waktu tertentu yang akan datang.

Secara yuridis, Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan

mendefinisikan kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa istilah kredit memiliki arti yang

khusus, yaitu meminjamkan “uang”.

23 Adrian Sutedi. 2006. Impilikasi Hak Tanggungan Terhadap Pemberian Kredit oleh Bank dan Penyelesaian Kredit Bermasalah. Jakarta : BP. Cipta Jaya. Hlm. 16. 24 Ibid. Hlm. 17. 25 Teguh Pudjo Mulyono. 1996. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil. Yogyakarta : BPFE.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

33

1.2.Unsur Kredit

Dalam suatu kredit yang dberikan terdapat unsur-unsur kredit, yaitu : 26

a. Kepercayaan

Adalah suatu keyakinan pemberi kredit bahwa prestasi yang

diberikannya akan benar-benar diterimanya kembali di masa tertentu

yang akan datang.

b. Waktu

Bahwa antara pemberian prestasi dan pengembaliannya

dibatasi oleh suatu masa atau waktu tertentu. Dalam unsur ini

terkandung pengertian mengenai nilai uang, bahwa uang di masa

sekarang adalah lebih bernilai daripada uang di masa yang akan

datang, sehingga pengembaliannya harus dibatasi oleh suatu waktu

tertentu.

c. Degree of Risk

Adanya pemberian kredit dengan memberikan suatu tingkatan

resiko. Resiko timbul bagi kreditur karena prestasi telah lepas kepada

orang lain. Semakin panjang jangka waktu suatu kredit maka semakin

besar resikonya tidak tertagih, demikian pula sebaliknya.

d. Prestasi

Adalah yang diberikan, yaitu suatu prestasi yang dapat berupa

barang, jasa, atau uang. Dalam perkembangan perkreditan, yang

dimaksud dengan prestasi dalam pemberian kredit adalah uang.

26 M. Sinungan. 1995. Dasar-Dasar dan Teknik Manajemen Kredit. Jakarta : Bina Aksara. Hlm. 3-4.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

34

1.3.Dasar-Dasar Pemberian Kredit

Dalam penyaluran kredit tidak pernah terlepas dari adanya resiko kredit,

yaitu resiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan dari debitur atas

kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun bunganya ataupun

keduanya.27 Untuk menghindari resiko kredit tersebut maka pihak bank perlu

untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan dana kredit. Di

Indonesia sendiri masalah prinsip kehati-hatian ini sudah diatur dalam Undang-

Undang Perbankan. Hal ini dapat dilihat dari :

Pasal 2 :

“Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi

ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.

Pasal 29 ayat (2) :

“Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan

modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan

aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan

usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.

Pasal 29 ayat (3) :

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah dan

melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak

merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada

bank”.

27 http://id.m.wikipedia.org/wiki/Risiko_kredit (diunduh pada 4 Juni 2012)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

35

Yang menjadi salah satu dasar dalam pemberian kredit adalah prinsip 6C’s

Analysis, yaitu :28

1) Character, adalah keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan

pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian

terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana

kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan

perjanjian yang telah ditetapkan.

2) Capital, adalah jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh

calon nasabah. Modal sendiri diperlukan bank sebagai alat

kesungguhan dan tanggung jawab nasabah dalam menjalankan

usahanya karena ikut menanggung resiko terhadap gagalnya usaha.

3) Capacity, adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam

menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan.

Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh

mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi

utang-utangnya secara tepat waktu dari usahanya.

4) Collateral, adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai

agunan terhadap kredit yang diterimanya.

5) Condition of economy, yaitu situasi dan kondisi politik, sosial,

ekonomi, budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada

suatu saat yang kemungkinannya mempengaruhi kelancaran usaha

calon debitur.

28 http://arsasi.wordpress.com/2008/09/21/analisa-kredit-6c/ (diunduh pada 14 Juni 2012)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

36

6) Constraints, adalah batasan atau hambatan yang tidak memungkinkan

suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat tertentu, misalnya

pendirian suatu usaha pompa bensin yang disekitarnya terdapat

bengkel las atau pembakaran batu bara.

1.4.Jenis Kredit

Terdapat banyak jenis kredit yang diberikan oleh bank umum dan bank

perkreditan rakyat maupun lembaga keuangan lainnya untuk masyarakat,

diantaranya yaitu : 29

1. Dilihat dari segi tujuan penggunaannya

a. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha

yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi daripada

usahanya.

Kredit investasi

Adalah kredit yang diberikan untuk pengadaan barang

modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan

suatu barang atau jasa bagi usaha yang bersangkutan

Kredit modal kerja

Adalah kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan

usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam

rangka peningkatan produksi atau penjualan.

29 http://infoperbankan.blogspot.com/2011/04/jenis-jenis-kredit.html (diunduh pada 9 Juli 2012)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

37

b. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang-

perorangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

secara pribadi.

2. Dilihat dari segi jangka waktu

a. Kredit jangka pendek, yaitu suatu kredit yang diberikan dengan

tidak melebihi jangka waktu 1 tahun.

b. Kredit jangka menengah, yaitu suatu kredit yang diberikan dengan

jangka waktu 1 tahun hingga 3 tahun.

c. Kredit jangka panjang, yaitu suatu kredit yang diberikan dengan

janga waktu lebih dari 3 tahun.

3. Dilihat dari segi jaminan

a. Kredit dengan agunan, yaitu suatu kredit yang diberikan dengan

adanya jaminan utama dan jaminan tambahan (agunan)

b. Kredit tanpa agunan, yaitu suatu kredit yang diberikan tanpa

diperlukan adanya jaminan tambahan (agunan).

2. Perjanjian Kredit

2.1.Pengertian Perjanjian Kredit

Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan

penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit, agar dapat

mengikat bagi para pihak tersebut. Hal ini berdasarkan pada Pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan “perjanjian adalah suatu

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

38

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih”.

Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum antara para pihak

pem-buatnya yang dinamakan perikatan. Di dalam perikatan tersebut pihak yang

satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut sesuatu disebut

kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut debitur.

Perjanjian kredit yang dibuat oleh debitur dan kreditur akan melahirkan

hubungan hutang piutang, dimana debitur berkewajiban membayar kembali

pinjaman yang diberikan oleh kreditur, dengan berdasarkan syarat dan kondisi

yang telah disepakati oleh para pihak.30 Jadi dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan perjanjian kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara

pemberi kredit dan penerima kredit.

2.2.Bentuk Perjanjian Kredit

Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Perbankan, disebutkan

“Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam

bentuk perjanjian tertulis”, berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa

perjanjian kredit dibuat dalam bentuk tertulis.

Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya

mempergunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Perjanjian baku

adalah perjanjian yang materinya ditentukan terlebih dahulu secara sepihak oleh

kreditur (bank) dengan syarat-syarat yang dibakukan dan ditawarkan kepada

30 http://legalbanking.wordpress.com (diunduh pada 9 Juli 2012)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

39

masyarakat untuk digunakan secara masal atau individual, jika debitur telah

membubuhkan tanda-tangannya diatas formulir perjanjian baku, berarti debitur

tersebut sudah menyetujui isi perjanjian baku itu.31 Dalam prakteknya terdapat

dua bentuk perjanjian kredit, yaitu :32

1. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan.

Artinya perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada

nasabahnya hanya dibuat diantara mereka (kreditur dan debitur) tanpa

notaris. Namun pada prakteknya, perjanjian kredit ini disiapkan dan

dibuat sendiri oleh pihak bank kemudian ditawarkan kepada debitur

untuk disepakati. Dibuat sendiri artinya, ketentuan mengeni perjanjian

kredit tersebut ditentukan sendiri oleh pihak kreditur.

2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris.

Pihak yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah

seorang notaris, namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan

perjanjian kredit disiapkan oleh kreditur kemudian diberikan kepada

notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil.

2.3.Perjanjian Kredit dilihat dari Segi Jaminan

Berikut ini adalah dua jenis perjanjian kredit, apabila dilihat dari

disertakan atau tidaknya suatu jaminan tambahan (agunan) di dalam suatu

perjanjian kredit, yaitu:

2. Perjanjian Kredit Tanpa Jaminan Tambahan (Agunan)

31 Mariam Darus Badrulzaman. Op. Cit. Hlm. 146. 32 http://www.duniakontraktor.com/perjanjian-kredit-dan-permasalahannya/.html (diunduh pada 9 Juli 2012)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

40

Perjanjian kredit tanpa jaminan tambahan (agunan) ini pada

dasarnya tetap memerlukan suatu jaminan, yang berupa itikad baik

debitur. Perjanjian ini biasanya diadakan dengan debitur yang

memiliki usaha, sehingga kreditur memiliki keyakinan atas debitur

tersebut dengan melihat dari prospek usaha milik debitur.

3. Perjanjian Kredit dengan Jaminan

Perjanjian kredit ini memiliki jaminan yang bersifat kebendaan

maupun yang bersifat non kebendaan. Jaminan yang bersifat

kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda

baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Selain jaminan

kebendaan, jaminan lain yang dapat diterima sebagai jaminan kredit

adalah jaminan non kebendaan, yaitu Penanggungan. Sesuai Pasal

1820 KUH Perdata Penanggungan adalah suatu persetujuan pihak

ketiga guna kepentingan kreditur mengikatkan diri untuk membayar

utang debitur bila debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan

penanggungan biasanya diberikan dalam bentuk jaminan perorangan

serta jaminan perusahaan. Jaminan perorangan atau perusahaan

diberikan oleh seseorang atau perusahaan untuk menjamin hutang

pihak ketiga. Jaminan perorangan atau jaminan perusahaan ini

biasanya hanya merupakan jaminan tambahan dari jaminan pokok,

artinya selain jaminan ini bank biasanya meminta jaminan lainnya.

Demikian pula dalam melakukan eksekusi, bank akan mendahulukan

jaminan pokok dulu sebagai pelunasan hutang, apabila ternyata masih

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

41

belum cukup barulah bank melakukan eksekusi terhadap jaminan

perorangan atau perusahaan.

C. Kredit Tanpa Agunan Bermasalah

1. Kredit Tanpa Agunan

Pada Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.

23/69/KEP/DIR tanggal 2 Februari 1991 menyebutkan “Jaminan adalah suatu

keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan

yang diperjanjikan.” Sedangkan pada Pasal 1 angka 23 Undang-Undang

Perbankan menyebutkan “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan

nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat

dikatakan bahwa agunan sebagai jaminan tambahan adalah suatu hal yang dapat

dibedakan dari jaminan utama dimana berupa suatu keyakinan dari kreditur atas

debiturnya, sedangkan jaminan tambahan pada umumnya berwujud fisik misalnya

rumah, tanah, mobil, surat berharga, dan lain-lain.

Pada dasarnya suatu kredit membutuhkan agunan sebagai alat pengaman

apabila kredit yang diberikan kepada debitur menjadi macet dan gagal dalam

pengembalian kredit sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya. Agunan

merupakan salah satu unsur pemberian kredit yang digunakan sebagai alternatif

dalam pembayaran kredit apabila debitur tidak melakukan kewajibannya.

Kredit tanpa agunan merupakan salah satu jenis kredit yang diberikan oleh

bank, yang tidak memerlukan jaminan tambahan, namun tetap memerlukan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

42

jaminan utama yang berupa “keyakinan” bank atas “itikad baik” nasabah debitur

untuk melunasi hutangnya sesuai perjanjian. Mengenai ketiadaan agunan dalam

kredit ini, maka pihak bank sebagai kreditur tentu memiliki penilaian lain yang

menjadi dasar dalam memberikan kredit terhadap debiturnya. Pada umumnya,

bank menjadikan kepemilikan suatu usaha sebagai syarat utama dalam penyaluran

kredit tanpa agunan. Jadi sebagai jaminannya adalah keyakinan bank atas itikad

baik serta prospek kelayakan usaha yang dimiliki calon debitur.

2. Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah adalah kondisi dimana debitur mengingkari janji

mereka membayar bunga dan/atau kredit induk yang telah jatuh tempo, sehingga

terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran,

sedangkan istilah kredit macet umumnya muncul setelah pihak debitur macet dan

gagal melakukan pelunasan kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

Dalam kredit bermasalah dapat dikatakan bahwa pihak debitur melakukan

wanprestasi, karena pembayaran atau pelunasan kredit yang bermasalah berarti

tidak sesuai atau sejalan dengan perjanjian kredit yang telah dibuat sebelumnya

oleh para pihak. Bentuk wanprestasi dari pihak debitur adalah :33

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, dalam hal ini

debitur tidak bersedia melakukan pembayaran kredit

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan, misalnya melakukan pembayaran dengan nominal yang

tidak sesuai dengan yang diperjanjikan

33 Adrian Sutedi. Op. Cit. Hlm. 154.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

43

3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat, debitur melakukan

pembayaran kredit tetapi terlambat tidak sesuai pada waktu yang telah

ditentukan dalam perjanjian

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Dalam rangka menghindari resiko dalam penyaluran kredit, pihak bank

sebagai kreditur menerapkan prinsip kehati-hatian yang salah satunya adalah

dengan dilakukan melalui kegiatan analisis kredit yang berperan sebagai saringan

pertama untuk menangkal munculnya kredit bermasalah.34 Namun, sepandai

apapun analis kredit dalam menganalisis permohonan kredit, kemungkinan kredit

tersebut menjadi macet pasti ada, hal ini disebabkan oleh 2 unsur sebagai

berikut:35

1. Dari pihak perbankan

Artinya, dalam melakukan analisisnya pihak analis kurang teliti

sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak diprediksi sebelumnya.

Dapat juga terjadi karena analisisnya dilakukan secara subjektif.

2. Dari pihak nasabah

a. Adanya unsur kesengajaan, dalam hal ini nasabah sengaja untuk

tidak bermaksud melakukan kewajibannya kepada bank, jadi dapat

dikatakan tidak adanya kemauan untuk membayar.

b. Adanya unsur tidak sengaja, dalam hal ini debitur mau membayar

tapi tidak mampu.

34 Siswanto Sutojo. Op. Cit. Hlm. 95. 35 infoperbankan.blogspot.com/2011/04/teknik-penyelesaian-kredit-macet.html?m=1 (diunduh pada 10 Juli 2012)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

44

Pada umumnya, suatu kredit akan berkembang menjadi kredit bermasalah

ataupun menjadi kredit macet tidak terjadi dengan begitu saja, hal tersebut

sebenarnya dapat diketahui oleh pihak bank jika memperhatikan berbagai hal dari

debitur kreditnya. Berbagai gejala awal kredit bermasalah diantaranya yaitu :

Adanya penyimpangan dari ketentuan perjanjian kredit

Adanya penurunan kondisi keuangan debitur

Adanya perubahan sikap dari debitur, yang menjadi tidak kooperatif

terhadap pihak bank

Adanya permasalahan pribadi, yang kemungkinan mengganggu

kelancaran usaha debitur

Di dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor :

30/267/KEP/DIR jo Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 30/16/UPPB tanggal

27 Febuari 1998 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor

:7/2/PBI/2005, Pasal 12 ayat (3) tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum,

ditetapkan secara tegas penggolongan kualitas kredit, yaitu36 :

1. Lancar (pass), apabila memenuhi kriteria :

a) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu, dan

b) Memiliki mutasi rekening yang aktif, atau

c) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash

collateral).

2. Dalam perhatian khusus (special mention), apabila memenuhi kriteria :

36 Mudhofar, August. 2008. “Penanganan Kredit Bermasalah pada PT. Bank Jateng Cabang Utama, Pemuda, Semarang Setelah Piutang Bank Daerah Bukan Lagi Piutang Negara”. Tesis: Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang. hal 48.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

45

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum

melampaui 90 (Sembilan puluh) hari, atau

b) Kadang-kadang terjadi cerukan, atau

c) Mutasi rekening relatif aktif, atau

d) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan,

atau

e) Didukung oleh pinjaman baru.

3. Kurang lancar (substandard), apabila memenuhi kriteria :

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah

melampaui 90 (Sembilan puluh) hari, atau

b) Terjadi cerukan, atau

c) Frekuensi rekening relatif rendah, atau

d) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari

90 (Sembilan puluh) hari, atau

e) Terjadi indikasi masalah keuangan debitur, atau

f) Dokumentasi pinjaman lemah.

4. Diragukan (doubtful), apabila memenuhi kriteria :

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah

melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari, atau

b) Terjadi cerukan yang bersifat permanen, atau

c) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari,

atau

d) Terjadi kapitalisasi bunga, atau

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

46

e) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit

maupun pengikatan jaminan.

5. Macet (loss), apabila memenuhi kriteria :

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah

melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, atau

b) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, atau

c) Dari segi hukum kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada

nilai wajar.

3. Antisipasi Kredit Bermasalah

Untuk menghindari adanya resiko dari tiap kredit yang diberikannya, maka

pihak bank perlu untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan

dana kredit, yang salah satunya adalah dengan dilakukan melalui kegiatan

penyidikan dan analisis kredit, termasuk dilakukannya BI-Checking.

Pengertian mengenai penyidikan37 dan analisis kredit adalah sebagai

berikut :38

a. Penyidikan Kredit

Yang dimaksud dengan penyidikan (investigasi) kredit adalah

pekerjaan yang meliputi :

1. Wawancara dengan pemohon kredit atau debitur

37 Dalam studi hukum, penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Sedangkan yang dimaksud dengan istilah penyidikan dalam skripsi ini adalah kegiatan penyidikan yang berkaitan dengan kredit perbankan (studi ekonomi). 38 Thomas Suyatno… [et al.]. 1995 Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 70.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

47

2. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit

yang diajukan nasabah, baik data intern bank maupun data ekstern.

Dalam hal ini termasuk informasi antarbank dan pemeriksaan pada

daftar-daftar hitam dan daftar-daftar kredit macet

3. Pemeriksaan / penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai

hal-hal yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang

diperoleh

4. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikkan yang

telah dilaksanakan

b. Analisis Kredit

Yang dimaksud dengan analisis kredit adalah pekerjaan yang meliputi:

1. Mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari segala aspek,

baik keuangan maupun nonkeuangan untuk mengetahui

kemungkinan dapat/tidak dapat dipertimbangan suatu permohonan

kredit

2. Menyusun laporan analisis yang diperlukan, yang berisi penguraian

dan kesimpulan serta penyajian alternatif-alternatif sebagai bahan

pertimbangan untuk pengambilan keputusan pimpinan dari

permohonan kredit nasabah.

Untuk mendapatkan suatu keyakinan atas debiturnya, maka pihak bank

sebagai kreditur juga perlu untuk mengetahui sejarah peminjaman calon

debiturnya. Di Indonesia informasi mengenai nasabah dapat diperoleh melalui

sistem informasi kredit yang dimiliki Bank Indonesia, dengan cara dilakukan BI-

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

48

Checking. Dapat dikatakan bahwa BI-Checking adalah termasuk dalam salah satu

kegiatan penyidikan, yaitu berupa pengumpulan data mengenai informasi

antarbank dan pemeriksaan pada daftar-daftar hitam dan daftar-daftar kredit

macet.

Yang dimaksud dengan BI-Checking itu sendiri adalah suatu proses

pengecekan yang dilakukan oleh lembaga keuangan baik bank maupun non bank,

melalui suatu sistem yang disebut dengan Sistem Informasi Debitur (SID) yang

dikelola oleh Bank Indonesia. Hasil output atau keluaran yang diperoleh dari

pengecekan disebut Informasi Debitur Individual (IDI). Di dalam IDI dapat

diketahui hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pembayaran debitur,

digambarkan dengan informasi hari tunggakan dan kualitas kredit. Dengan adanya

BI-Checking bagi lembaga keuangan diharapkan dapat membantu proses

persetujuan kredit serta menjadi alat untuk pelaksanaan manajemen resiko

kredit.39 Jadi singkatnya, dengan melakukan BI-Checking, dapat diketahui

mengenai laporan dari semua orang yang mempunyai pinjaman di bank, baik itu

bank umum, bank perkreditan rakyat, leasing (karena leasing berkerjasama

dengan bank), contohnya seperti pinjaman kredit pemilikan rumah, pinjaman

motor di leasing, kartu kredit, kredit tanpa agunan, dan lain sebagainya. Pada

suatu bank, yang dapat meminta atau melakukan BI-Checking adalah hanya

karyawan yang bertugas atau bertanggung-jawab pada bagian kredit.

39 http://aniek-myworld.blogspot.com/2009/01/bi-checking-dan-sistem-informasi.html (diunduh pada 20 Juli 2012)

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

49

4. Penyelesaian Kredit Bermasalah

Pada umumnya dalam praktek penyelesaian kredit bermasalah baik kredit

yang dengan maupun tanpa agunan, pihak bank sebagai kreditur pada awalnya

melakukan berbagai upaya misalnya sebagai langkah pertama dan yang paling

utama adalah dilakukan analisa ulang serta penagihan terhadap tiap debitur

macetnya. Dengan dilakukannya analisa ulang oleh pihak bank terhadap kondisi

debitur kreditnya, maka diharapkan dapat diketahui langkah selanjutnya yang

perlu ditempuh oleh pihak bank dalam rangka upaya penyelesaian kredit

bermasalah, akan menempuh upaya hukum atau upaya non hukum.

Penagihan yang dilakukan oleh pihak bank terhadap debiturnya juga

disertai dengan surat peringatan. Apabila ditemukan kesulitan-kesulitan dalam

melakukan penagihan, maka dimungkinkan bagi kreditur untuk menggunakan jasa

pihak lain sebagai penagih hutang kepada debitur macet. Yang dimaksud dengan

jasa penagih hutang adalah suatu cara penagihan hutang atau pinjaman untuk

memperoleh kembali pembayaran yang dilakukan oleh pihak kreditur kepada

debitur yang dianggap wanprestasi.40 Jasa penagih hutang ini lebih dikenal dengan

sebutan Debt Collector. Dalam menggunakan jasa Debt Collector tersebut, pihak

bank harus tetap bertanggung jawab atas pekerjaan yang dialihdayakan kepada

perusahaan penyedia jasa dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan

sebagaimana diatur dalam PBI No.13/25/PBI/2011 tentang prinsip kehati-hatian

bagi bank umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan

kepada pihak lain.

40 Sri Laksmi Sukarsa. Op.Cit. Hlm. 2.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

50

Terhadap kredit yang bermasalah sebaiknya dilakukan penyelamatan

sehingga pihak bank tidak mengalami kerugian. Apabila upaya non hukum

tersebut tidak berhasil, maka selanjutnya pihak bank dapat melakukan upaya

melalui prosedur hukum dengan mengajukan gugatan perdata atas dasar

wanprestasi. Namun kebanyakan pihak bank pada umumnya akan terlebih dahulu

menempuh upaya penyelamatan kredit secara kekeluargaan.

Kredit bermasalah dapat diselesaikan melalui beberapa cara, tergantung

dari kesulitan yang dihadapi debiturnya, yaitu:

1. Tindakan penyelamatan secara kekeluargaan (non litigasi), yaitu:41

a. Penjadwalan Kembali (Rescheduling)

Adalah perubahan persyaratan kredit yang hanya menyangkut

jadwal pembayaran atau jangka waktunya. Keringanan yang

diberikan dalam usaha ini yaitu :

1) Memperpanjang jangka waktu kredit;

2) Memperpanjang jangka waktu angsuran, misalnya semula

angsuran ditetapkan 3 bulan kemudian menjadi 6 bulan;

3) Penurunan jumlah untuk setiap angsuran yang

mengakibatkan perpanjangan jangka waktu kredit.

b. Persyaratan Kembali (Reconditioning)

Adanya perubahan sebagian atau keseluruhan syarat-syarat kredit

yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka

waktu dan/atau persyaratan lain sepanjang menyangkut perubahan 41 C. Timon Yunianti Ananda. Op.Cit. Hlm. 115-117. Llihat juga Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/15/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

51

maksimum saldo kredit. Dalam hal ini, bantuan yang diberikan

adalah berupa keringanan atau perubahan persyaratan, antara lain :

1) Penundaan pembayaran bunga, yaitu bunga tetap dihitung,

tetapi penagihan atau pembebanan kepada nasabah tidak

dilaksanakan sampai nasabah mempunyai kesanggupan.

Atas bunga yang terhutang tersebut tidak dikenakan bunga

dan tidak menambah plafon kredit;

2) Penurunan suku bunga, yaitu dalam hal nasabah dinilai

masih mampu membayar namun bunga yang dikenakan

terlalu tinggi untuk tingkat aktivitas dan hasil usaha pada

waktu itu;

3) Pembebasan bunga, yaitu dalam hal nasabah dinilai

memang tidak sanggup membayar bunga karena usaha

nasabah hanya mencapai tingkat kembali pokok.

Pembebasan bunga ini dapat untuk sementara, selamanya,

ataupun seluruh hutang bunga;

4) Pengkonversian kredit jangka pendek menjadi kredit jangka

panjang dengan syarat yang lebih ringan.

c. Penataan Kembali (Restructuring)

Adalah perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut

penambahan dana bank, konversi seluruh atau sebagian tunggakan

bunga menjadi pokok kredit baru dan/atau konversi seluruh atau

sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan, yang

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

52

disertai dengan penjadwalan kembali dan/atau persyaratan

kembali. Tindakan yang dapat diambil dalam rangka Restructuring

adalah :

1) Kapitalisasi bunga

Yaitu bunga dijadikan hutang pokok sehingga nasabah

untuk waktu tertentu tidak perlu membayar bunga, tetapi

nanti hutang pokoknya dapat melebihi plafon yang

disetujui, ini berarti bhwa fasilitas kredit perlu ditingkatkan.

Disamping itu, atas bunga tersebut dihitung bunga (bunga

majemuk) yang pada dasarnya akan lebih memberatkan

nasabah.

2) Tambahan kredit

Apabila nasabah kekurangan modal kerja, demikian juga

dalam hal investasi, baik perluasan maupun tambahan

investasi.

3) Tambahan equaity

Apabila tambahan kredit memberatkan debitur, sehubungan

dengan pembayaran bunganya, maka perlu

dipertimbangkan tambahan modal sendiri yang berupa :

a) Tambahan modal dari pihak bank dngan cara :

(1) Penambahan atau penyetoran uang (fresh money)

(2) Konversi hutang debitur, baik bunga, pokok, atau

keduanya

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

53

b) Tambahan dari pemilik

Kalau bentuk perusahaannya adalah Perseroan Terbatas

(PT), maka tambahan modal ini dapat berasal dari

pemegang saham maupun pemegang saham baru atau

keduanya.

d. Tindakan penyelamatan dapat juga merupakan kombinasi dari

ketiga usaha yang telah disebutkan diatas.

Upaya-upaya tersebut diatas dapat diterapkan dalam hal penyelesaian

kredit bermasalah yang menggunakan agunan maupun kredit yang

tidak menggunakan agunan, karena bila diperhatikan tidak ditemukan

adanya ketentuan dalam tindakan penyelamatan tersebut yang

berhubungan dengan keberadaan barang agunan.

2. Collateral liquidation

Selanjutnya apabila usaha penyelesaian kredit bermasalah secara

kekeluargaan yaitu rescheduling, reconditioning, restructuring

tersebut tidak berhasil, maka dalam hal perjanjian kredit dengan

agunan pihak kreditur berhak melakukan Collateral liquidation atau

pencairan agunan. Maksudnya adalah, bank sebagai kreditur memaksa

untuk dilakukannya penjualan agunan yang telah diserahkan debitur

kepada bank untuk penyelesaian kredit yang bermasalah. Collateral

liquidation ini tidak berlaku dalam hal perjanjian kredit tanpa agunan.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

54

3. Upaya Hukum

Selanjutnya, pihak bank sebagai kreditur berhak untuk menempuh

upaya hukum. Cara ini biasanya dilakukan sebagai upaya terakhir jika

berbagai upaya yang telah disebutkan diatas belum mencapai hasil

yang maksimal bagi pihak bank. Namun upaya hukum dalam

menyelesaikan permasalahan kredit di Indonesia jarang dilakukan

karena membutuhkan biaya dan waktu yang cukup lama. Pada

dasarnya penyelesaian kredit dapat ditempuh melalui :

1. Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN), bagi

kredit macet yang menyangkut bank milik negara.

2. Proses litigasi di pengadilan, bagi kredit macet yang

menyangkut bank swasta.

3. Arbitrase/perwasitan, apabila kedua cara tersebut diatas

kurang menguntungkan karena faktor waktu dan biaya, oleh

sebab itu kalangan perbankan dan pakar hukum mencoba

menawarkan penanganan lembaga arbitrase untuk

penyelesaian kredit macet.

Apabila pihak bank akan menyelesaikan kredit macet melalui proses

pengadilan dengan mengajukan gugatan, maka akan berbeda dalam hal

perjanjian kredit yang menggunakan agunan dengan perjanjian kredit

yang tidak menggunakan agunan. Berikut ini adalah penjelasannya:

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

55

a. Kredit dengan Agunan

Dalam hal penyelesaian melalui proses pengadilan, pihak bank

dapat menggugat nasabah karena telah melakukan wanprestasi

atas perjanjian kredit yang telah disepakati ke Pengadilan

Negeri. Pengadilan Negeri dalam hal ini akan memproses

gugatan tersebut dengan mempertimbangkan bukti dan

sanggahan yang diajukan oleh kedua belah pihak. Apabila

proses pemeriksaan selesai dilakukan, Pengadilan Negeri akan

mengeluarkan putusan. Putusan tersebut pada umumnya

dilaksanakan dengan sita eksekusi atas agunan yang diberikan

untuk kepentingan pelunasan kredit.42

b. Kredit tanpa Agunan

Pihak bank dapat menggugat nasabah karena telah melakukan

wanprestasi atas perjanjian kredit yang telah disepakati ke

Pengadilan Negeri. Dalam hal perjanjian kredit yang tidak

menggunakan agunan, maka kreditur berhak menagih debitur

sampai pada harta kekayaannya. Yang menjadi dasarnya adalah

Pasal 1131 KUHPerdata, yang menyatakan “Segala barang-

barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang

sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk

perikatan-perikatan perorangan debitur itu”. Hal ini berarti

seluruh harta kekayaan milik debitur akan menjadi jaminan

42 Iwanvictorleonardo.wordpress.com (diunduh pada 10 Juli 2012)

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

56

pelunasan atas hutang debitur kepada semua kreditur.

Kekayaan debitur tersebut meliputi kebendaan bergerak

maupun benda tetap, baik yang sudah ada pada saat perjanjian

kredit dibuat maupun yang baru akan ada di kemudian hari

yang akan menjadi milik debitur setelah perjanjian kredit

dibuat. Jadi jika debitur wanprestasi, maka hasil penjualan atas

semua harta kekayaan milik debitur, merupakan sumber

pelunasan bagi hutangnya.

Berdasarkan pengalaman yang ada, penyelesaian melalui jalur hukum

ini kurang diminati karena selain memakan waktu lama, yang sering

terjadi nilainya jauh dibawah nilai yang diinginkan, sehingga tidak

banyak yang melakukannya,43 walaupun sebenarnya di Indonesia

terdapat asas umum yang mendasar di dalam penyelenggaraan

peradilan, yaitu pada dasarnya mensyaratkan agar peradilan dilakukan

dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

43 Sri Laksmi Sukarsa. Op. Cit. Hlm. 3.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2670/3/T1_312008027_BAB II.pdf · Sedangkan mengenai perikatan, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata

57

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya,

maka dapat penulis berikan gambaran mengenai penyelesaian kredit bermasalah

pada umumnya, sebagai berikut :

Kredit Bermasalah

Kredit dengan Agunan Kredit Tanpa Agunan

Upaya Hukum Upaya Hukum Upaya Non Hukum

Upaya Non Hukum

Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri atas dasar wanprestasi, sebagai permohonan dilakukannya sita eksekusi atas agunan yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit.

1. Penjadwalan kembali (Rescheduling)

2. Persyaratan kembali (Reconditioning)

3. Penataan kembali (Restructuring)

4. Likuidasi jaminan (Collateral liquidation)

Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri atas dasar wanprestasi, sebagai permohonan dilakukannya pembayaran atau pelunasan kredit oleh debitur, dapat berupa uang maupun barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada.

1. Penjadwalan kembali (Rescheduling)

2. Persyaratan kembali (Reconditioning)

3. Penataan kembali (Restructuring)