Tinggalkan Mental Burukmu!

2
Tinggalkan Mental Burukmu! Di tengah persaingan dunia global, manusia semakin dituntut untuk semakin maju. Tak dapat dipungkiri, peradaban manusia menjadi semakin maju dari hari ke hari. Hal ini tentunya berdampak pada peningkatan persaingan dunia global sehingga mau tidak mau kita harus memajukan diri kita sendiri. Di Indonesia misalnya, sarjana sudah mengantre untuk melamar pekerjaan namun hasilnya masih ada sebagian besar yang tidak mendapatkan pekerjaan sehingga mengharuskan dirinya berubah status menjadi “pengangguran”. Begitulah yang terjadi setiap tahunnya terutama di Indonesia. Timpangnya jumlah lowongan pekerjaan dengan pelamar pekerjaan mengharuskan adanya persaingan sengit di an tara para pelamar pekerjaan sehingga hanya yang terbaiklah yang akhirnya mendapat pekerjaan. Sementara yang lainnya? Belum jelas nasibnya. Bagaimana dengan pemerintah? Seharusnya negara mampu menjawab persoalan ini karena menjadi tugas bagi pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Namun, penduduk Indonesia juga sangat “melimpah”, banyak yang membutuhkan pekerjaan, tidak hanya sarjana yang baru lulus, sarjana-sarjana yang lulusnya tahun-tahun lalu pun berlomba-lomba mencari pekerjaan, bahkan yang sudah berumur pun ingin mempunyai pekerjaan tambahan demi mencukupi kebutuhan keluarga yang terus bertambah. Terlepas hal tersebut, penduduk dunia juga semakin bertambah setiap tahunnya. Dapat dikatakan bahwa kita tidak hanya bersaing dengan sesama Warga Negara Indonesia tapi juga dengan Warga

description

-

Transcript of Tinggalkan Mental Burukmu!

Page 1: Tinggalkan Mental Burukmu!

Tinggalkan Mental Burukmu!

Di tengah persaingan dunia global, manusia semakin dituntut untuk semakin maju. Tak

dapat dipungkiri, peradaban manusia menjadi semakin maju dari hari ke hari. Hal ini tentunya

berdampak pada peningkatan persaingan dunia global sehingga mau tidak mau kita harus

memajukan diri kita sendiri. Di Indonesia misalnya, sarjana sudah mengantre untuk melamar

pekerjaan namun hasilnya masih ada sebagian besar yang tidak mendapatkan pekerjaan sehingga

mengharuskan dirinya berubah status menjadi “pengangguran”. Begitulah yang terjadi setiap

tahunnya terutama di Indonesia. Timpangnya jumlah lowongan pekerjaan dengan pelamar

pekerjaan mengharuskan adanya persaingan sengit di antara para pelamar pekerjaan sehingga

hanya yang terbaiklah yang akhirnya mendapat pekerjaan. Sementara yang lainnya? Belum jelas

nasibnya. Bagaimana dengan pemerintah? Seharusnya negara mampu menjawab persoalan ini

karena menjadi tugas bagi pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya.

Namun, penduduk Indonesia juga sangat “melimpah”, banyak yang membutuhkan pekerjaan,

tidak hanya sarjana yang baru lulus, sarjana-sarjana yang lulusnya tahun-tahun lalu pun

berlomba-lomba mencari pekerjaan, bahkan yang sudah berumur pun ingin mempunyai

pekerjaan tambahan demi mencukupi kebutuhan keluarga yang terus bertambah.

Terlepas hal tersebut, penduduk dunia juga semakin bertambah setiap tahunnya. Dapat

dikatakan bahwa kita tidak hanya bersaing dengan sesama Warga Negara Indonesia tapi juga

dengan Warga Negara Asing. Mengapa begitu? Persaingan pekerjaan tidak lagi bersifat lokal,

dunia sudah mengglobal yang mana memudahkan akses bagi negara lain untuk masuk ke negara

kita, begitu pula sebaliknya. Semua manusia butuh makan dan mempunyai banyak kebutuhan

lainnya. Wajar apabila saat ini kita bersaing satu sama lain untuk mendapatkan kualitas hidup

yang lebih baik. Kita pun juga mempunyai kesempatan yang sama untuk memperbaiki kualitas

hidup kita. Tidak menjadi masalah apabila warga asing bekerja di dalam negeri asalkan memang

memenuhi persyaratan yang diminta pemerintah Indonesia serta perusahaan, asalkan semuanya

fair.

Bagaimana dengan kita, warga Indonesia, agar tidak kalah saing? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing yakni sikap kita, apalagi sebagai generasi muda kita harus berusaha agar sejajar dengan SDM di negara maju. Sering digaungkan “Revolusi Mental” oleh Presiden Jokowi yang intinya mengajak masyarakat Indonesia untuk segera mengubah dirinya. Menurut Koentjaraningrat, mentalitas masyarakat Indonesia dihinggapi oleh kelemahan yakni

Page 2: Tinggalkan Mental Burukmu!

meremehkan mutu, suka menerabas, tak percaya diri sendiri, tak berdisiplin murni, dan suka mengabaikan tanggung jawab.1, p.45.

1 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004