Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

24
TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SILANG OLEH : Ida Ayu Putu Trisna Dewi (P07120014006) Desita Diah Larasati (P07120014026) Putu Pratiwi Putri Artadi (P07120014028) Ni Wayan Sumadewi Esty Adhiningsih (P07120014029) Ni Wayan Supartini (P07120014031)

description

semoga bermanfaat

Transcript of Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

Page 1: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

TINDAKAN PENCEGAHAN

DAN PENGENDALIAN INFEKSI SILANG

OLEH :

Ida Ayu Putu Trisna Dewi (P07120014006)

Desita Diah Larasati (P07120014026)

Putu Pratiwi Putri Artadi (P07120014028)

Ni Wayan Sumadewi Esty Adhiningsih (P07120014029)

Ni Wayan Supartini (P07120014031)

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2015/2016

Page 2: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

KATA PENGANTAR

Izinkanlah penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi

atas Waranugraha Beliaulah penulis bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu.

Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih pihak-pihak yang sudah membantu baik

bantuan fisik maupun batin.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini jauh dari kesempurnaan

baik dalam cara penulisannya, pemilihan katanya atau dalam penyusunannya. Maka dari itu,

penulis sangat memohon pada para pembaca agar memberikan kritik-kritik yang positif dan

bisa memperbaiki kekurangan dalam makalah ini.

Oktober 2015

i

Page 3: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 2

1.3 Tujuan........................................................................................................ 2

1.4 Manfaat...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Infeksi........................................................................................................ 3

2.2 Infeksi Nosokomial................................................................................... 3

2.3 Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang........................... 7

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan.................................................................................................... 12

3.2 Saran.......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 4: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

1

Page 5: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi adalah masuk dan berkembangnya agen infeksi ke dalam tubuh seseorang atau

hewan. Pada infeksi yang “manifes”, orang yang terinfeksi tampak sakit secara lahiriah.

Pada infeksi yang “non-manifes”, tidak ada gejala atau tanda lahiriah. Jadi, infeksi jangan

dirancukan dengan penyakit.

Istilah “infeksi” juga hanya mengacu pada organisme patogen, tidak pada semua jenis

organisme. Sebagai contoh, pertumbuhan normal flora bakteri yang biasa hadir di dalam

saluran usus tidak dianggap sebagai infeksi.

Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan

mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat

disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan

menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi

penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang

baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut

infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita

maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula

memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ketempat baru yang kita sebut dengan

self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection/infeksi

silang) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu

pasien ke pasien lainnya.

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di

negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi

masih menjadi penyebab utamanya. Presentase infeksi nososkomial di rumah sakit di

seluruh dunia mencapai 9 % (variasi 3-21 %) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di

rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang

dilakukan oleh WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit

dari 14 negara di Eropa, Timur tengah, dan Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan

adanya infeksi nosokomial, khususnya di Asia Tenggara sebanyak l0%. Di Indonesia

yaitu di 10 RSU pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-

rata 9,8% pada tahun 2010. Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka

1

Page 6: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

operasi( ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada

rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan.

Menurunnya standar pelayanan perawatan merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Salah satu infeksi yang paling sering terjadi

adalah plebitis pada pasien yang mendapat terapi infus. Kejadian ini merupakan salah

satu indikator adanya infeksi akibat kesalahan pemasangan ataupemasangan infus yang

tidak sesuai protap terutama masalah teknik septik-aseptik.

Dalam hal ini, perawat sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan berperan besar

untuk memperkecil risiko infeksi tersebut. Oleh karena itu, kami akan membahas

mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi silang dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan infeksi?

1.2.2 Apa yang dimaksud dengan infeksi nosokomial?

1.2.3 Bagaimana tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian infeksi.

1.3.2 Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial.

1.3.3 Untuk mengetahui tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang.

1.4 Manfaat

1.4.1 Mahasiswa dapat mengetahui pengertian infeksi.

1.4.2 Mahasiswa dapat mengetahui pengertian infeksi nosokomial.

1.4.3 Mahasiswa dapat mengetahui tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi

silang.

2

Page 7: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Infeksi

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu

menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan

menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan.Penyakitb akan timbul jika

patogen berbiak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal. (Potter & perry.

Fundamental Keperawatan Edisi 4.hal : 933 – 942:2005)

Infeksi merupakan infeksi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh,

terutama yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin,

replikasi intra selular, atau respon antigen-antibodi(Kamus Saku Kedokteran

Dorland,edisi 25.hal :555:1998)

Infeksi terjadi jika mikroorganisme bertumbuh dan mengalahkan mekaisme

pertahanan tubuh. Jika mikroorganisme ini merusak tubuh maka disebut patogen. Suatu

patogen harus berkembang biak dalam tubuh untuk dapat menimbulkan infeksi.

Mikroorganisme dapat tumbuh pada seluruh tubuh (infeksi sistemik) atau terbatas pada

area tertentu.

2.2 Infeksi Nosokomial

Tampak sulit dipercaya bahwa infeksi yang didapat saat dirawat di rumah sakit lebih

sering terjadi daripada kecelakaan lalu lintas dan infeksi ini memakan biaya bermiliar-

miliar rupiah untuk perawatan rawat inap lebih lama. Infeksi yang didapat di rumah sakit

disebut infeksi nosokomial (dari bahasa Latin nosokomium berarti rumah sakit). Teknik

aseptik adalah metode terbaik untuk mencegah infeksi nosokomial. Teknikk aseptik ini

digunakan pada setiap prosedur dan peralatan invasif seperti kateter urin. Prosedur ini

harus dilaksanakan pada tempatnya untuk meminimalkan risiko infeksi, diperkirakan

30% infeksi nosokomial dapat dicegah.

Infeksi terjadi jika mikroorganisme menyebar dari suatu reservoar infeksi ke penjamu

yang rentan. Jalan masuk infeksi dapat berupa kontak, aerosol, darah, makanan/air dan

serangga. Reservoar infeksi adalah tempat mikroorganisme dapat bertahan hidup dan

berkembang biak dan dapat berupa pasien itu sendiri (infeksi terhadap diri sendiri) atau

dari pasien lainnya, pengunjung, atau staf rumah sakit (infeksi silang).

3

Page 8: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

Infeksi dapat berasal dari diri sendiri jika jaringan terinfeksi akibat infeksi dari lokasi

yang berbeda pada tubuh pasien, misalnya saluran pernafasan, saluran pencernaan dan

kulit.

Infeksi silang terjadi dari orang yang menderita infeksi atau karier yang tidak

bergejala atau dari suatu reservoar infeksi.

Indikator Infeksi Nosokomial

Indikator adalah salah satu cara untuk menilai penampilan dari suatu kegiatan

dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk

menilai suatu perubahan (Depkes, 2001). WHO dalam Depkes (2001) menyatakan

bahwa, indikator adalah variabel untuk mengukur perubahan. Indikator sering digunakan

terutama bila perubahan tersebut tidak dapat diukur. Indikator pengendalian infeksi

rumah sakit menurut Depkes tahun 2001 meliputi angka pasien dekubitus, angka

kejadian dengan jarum infus/flebitis, dan angka kejadian infeksi luka operasi. Ketiga

indikator ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Angka pasien dengan dekubitus (Dekubitus Ulcer Rate) 

Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan/atau jaringan yang dibawahnya yang

terjadi di rumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah baring.  Luka

dekubitus akan terjadi bila pasien tidak dibolak-balik atau dimiringkan  dalam waktu 2

x 24 jam. Angka  pasien dengan  dekubitus adalah banyaknya pasien yang menderita

dekubitus dan bukan banyaknya kejadian dekubitus.

2. Angka Infeksi karena Jarum Infus/flebitis (Intravenous Canule Infection Rate)

Infeksi karena jarum infus adalah keadaan yang terjadi disekitar tusukan atau bekas

tusukan jarum infus di Rumah Sakit, dan timbul setelah 3 x 24 jam dirawat di rumah

sakit kecuali infeksi kulit karena sebab-sebab lain yang tidak didahului oleh

pemberian infus atau suntikan lain. Infeksi ini ditandai dengan rasa panas, pengerasan

dan kemerahan (kalor, tumor, dan rubor) dengan atau tanpa nanah (pus) pada daerah

bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3 x 24 jam atau kurang dari waktu tersebut

bila infus terpasang. 

3. Angka Kejadian Luka Operasi (Wound Infection Rate)

Adanya infeksi rumah sakit pada semua kategori luka sayatan operasi bersih  yang

dilaksanakan di rumah sakit ditandai oleh rasa panas  (kalor), kemerahan (color),

4

Page 9: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

pengerasan  (tumor), dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam

kecuali infeksi rumah sakit yang terjadi bukan pada tempat luka.

Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial

Penularan kuman penyebab infeksi rumah sakit dapat terjadi melalui :

1. Infeksi sendiri (self infection), yaitu infeksi rumah sakit berasal dari pasien sendiri

(flora endogen) yang berpindah ke tempat atau bagian tubuh lain, seperti

kuman Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, kuman tersebut dapat berpindah

melalui benda yang dipakai, seperti linen atau gesekan sendiri.

2.  Infeksi silang (cross infection), yaitu infeksi rumah sakit terjadi akibat penularan dari

pasien/orang lain di rumah sakit.

3. Infeksi lingkungan (environmental infection), yaitu infeksi yang disebabkan kuman

yang didapat di lingkungan rumah sakit.

Batasan-batasan Infeksi Nosokomial

Infeksi Nosokomial disebut juga dengan “Hospital Acquired Infection” apabila

memenuhi batasan/kriteria sebagai berikut :

1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi tersebut.

2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.

3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak mulai

dirawat

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari nfeksi sebelumya

5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi terbukti

bahwa infeksi didapat penderita waktu perawatan sebelumnya dan belum pernah

dilaporkan sebagai infeksi nosokommial.

Transmisi Infeksi Nosokomial

Bakteri yang menyebabkan infeksi nosokomial dapat menyebar dalam berbagai cara : 

1. Yang telah permanen atau hanya singgah sementara pada pasien (endogenous

infection)

Bakteri ada dikeadaan normal yang menyebabkan transmisi baik dari habitat

luar dan dalam (system urinaria), merusak jaringan (melukai) atau penggunaan

antiobiotik yang tidak tepat. Sebagai contoh, bakteri gram negative yang

menyerang saluran pencernaan sering kali disebabkan daerah pembedahan atau

5

Page 10: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

bekas operasi yang terinfeksi setelah melakukan operasi di bagian perut atau

menyerang sisitem urinaria di salauran kencing.

2. Ke pasien yang lain atau para pegawai (exogenous cross-infection)

Bakteri menular diantara pasien :

a. kontak langsung diantara pasien (tangan, kelenjar saliva (air ludah).

b. dari udara (debu atau sirkulasi udara yang terkontaminasi oleh bakteri

yang sudah menyerang pasien).

c. melalui kontaminasi oleh pegawai/perawat (tangan, baju, hidung dan

tenggorokan/kerongkongan) yang dapat jadi itu terjadi untuk sementara

atau karir permanen.

d. melalui objek yang terkontaminasi dari pasien (termasuk peralatan),

tangan pegawai, pengunjung atau sumber dari lingkungan itu sendiri (air,

gas, makanan).

3. Ke lingkungan (endemic or epidemic exogenous environmental infections)

Beberapa tiper dari mikroorganisme yang selalu ada di lingkungan rumah sakit :

Di air, area yang lembab/basah, dan adakalanya di produk yang steril atau

tidak terinfeksi (Pseudomonas, Acineotobacter, Myobacterium)

Di peralatan yang digunakan untuk perawatan

Pada makanan

Pada debu (bakteri yang diameternya lebih kecil dari 10µm tinggal

pada udara pada beberapa jam dan dapat terhirup pada keadaan yang

bersamaan dengan debu).

Riwayat Alamiah

Masa Inkubasi dan Klinis Masa Inkubasi pada Infeksi Nosokomial adalah 3 x 24 jam

sejak mulai pasien dirawat

Masa Laten dan Periode Infeksi Masa Laten dan Periode Infeksi Noskomial ini

tergantung dari imunitas pasien sendiri. Jika ia mempunyai imunitas yang kuat

terhadap factor eksogen (kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkunga) yang

tidak baik. Maka bisa jadi ia tidak terserang Infeksi Nosokomial. Dan jika

imunitasnya tidak cukup kuat, maka dapat jadi pasien tersebut dirawat berhari,

berminggu-minggu dan lebih parahnya berbulan-bulan

6

Page 11: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

2.3 Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang

Peran penting perawat adalah mengetahui prosedur dan praktik yang mungkin

menyebabkan infeksi nosokomial, misalnya teknik-teknik invasif, jalur tindakan dan

menyadari faktor-faktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko infeksi seperti

kebersihan yang kurang, status gizi kurang, dan imunosupresi. Mungkin faktor

pencegahan terpenting adalah memastikan dilaksanakannya prosedur pengontrolan

infeksi, yang dilaksanakan di setiap rumah sakit. Perawatan terpisah merupakan usaha

mencegah penyebaran infeksi dengan isolasi protektif atau mencegah infeksi dari pasien

yang terinfeksi (isolasi sumber).

2.3.1 Mencuci tangan

Mencuci tangan merupakan rutinitas yang murah dan penting dalam prosedur

pengontrolan infeksi, dan merupakan metode terbaik untuk mencegah transmisi

mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan mencuci tangan secara

signifikan menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi saluran pencernaan. Kulit

yang rusak pada tangan mengandung pathogen yang lebih banyak, yang banyak

menyebabkan infeksi nosokomial.

Faktor penting untuk mempertahankan hygiene yang baik dan mempertahankan

integritas kulit adalah :

Lama mencuci tangan

Paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang digunakan

Menggosok dengan keras hingga terjadi friksi

Pembilasan menyeluruh

Memastikan tangan telah dikeringkan

Hampir semua bakteri bakteri transien dapat diilangkan dengan sabun dan air,

tetapi bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya

Hibiscrub , Povidone-iodine, membuat prosedur ini lebih efektif karena

menghilangkan bakteri residen. Yang perlu perhatian khusus saat mencuci adalah

area tempat berkumpulnya mikroorganisme, seperti di sela-sela jari.

Walaupun mencuci tangan dengan menggunakan bakterisida, namun tidak semua

bakteri dapat dihilangkan. Tangan tidak pernah steril, tanpa satupun

mikroorganisme hidup di atasnya, dan inilah sebabnya diperlukan sarung tangan

7

Page 12: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

steril sekali pakai (disposible) untuk beberapa prosedur. Candida albicans, salah

satu penyebab oral thrush (jamur pada mulut) pada pasien kanker stadium lanjut,

dapat menyebar dari pasien ke tangan perawat. Penyebaran ini dapat dicegah

dengan mengenakan sarung tangan steril saat kontak dengan mukosa oral.

Pakaian pelindung dikenakan untuk mencegah transfer mikroorganisme dari

kamar ke kamar melalui pakaian dan untuk mencegah transfer mikroorganisme

dari pasien ke perawat dan sebaliknya. Hal-hal seperti ini dapat membuat

perbedaan besar terutama jika kontak erat dengan pasien yang infeksius, seperti

tindakan menggendong bayi baru lahir (neonatus). Apron plastic impermeable

sekali pakai lebih baik daripada baju katun karena mikroorganisme dapat

melewati bahan katun, terutama jika basah.

Menurunkan risiko penyebaran infeksi melalui udara juga dapat dilakukan

dengan memastikan bahwa prosedur seperti merapikan dan membersihkan

tempat tidur tidak langsung dikerjakan sebelum membalut luka, karena prosedur

membersihkan tempat tidur dapat menyebarkan mikroorganisme di udara. Selain

itu, membalut luka yang terinfeksi sebaliknya dilakukan paling akhir.

2.3.2 Perawatan keteter vena sentral

Kateter vena sentral (central venous catheter, CVC) dapat diimplantasika

melaluipembedahan pada pasien yang membutuhkan terapi intavena jangka

panjang atau dapat diinsersi oada perifer untuk jangka pendek. Di Inggris, hamper

6000 pasien per tahun mendapatkan infeksi pasa sirkulasi darah karena kateter

(catheter-related bloodstream infection, CR-BSI) , disebabkan pemasangan dan

perawatan kateter vena sentral. Infeksi ini merupakan salah satu komplikasi

paling berbahaya pada pasien. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah

Staphylococcus epidermidis. Infeksi dapat disebarkan dari tangan tenaga medis

saat perawatan atau dari mikroorganisme kulit yang mengontaminasi kateter saat

pemasangan . Maka sangat penting melakukan tindakan penfhalang steril secara

maksimal saat memasang kateter vena sentral.

Rekomendasi dari pedoman pencegahan infeksi oleh tenaga medis menunjukkan

bahwa minimalisasi risiko infeksi dapat dilakukan dengan :

8

Page 13: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

Memilih kateter yang tepat untuk pasien, misalnya kateter berlubang

tunggal yang diberi zat antimokroba

Tempat insersi terbaik, misalnya daerah subklavia (bahu) lebih

disarankan daripada daerah jungular (leher) atau femoral (paha)

Menggunakan teknik aseptic saat pemasangan kateter vena sentral, seperti

baju, sarung tangan, dan duk steril

Persiapan daerah insersi yang tepat, misalnya membersihkan kuit dengan

larutan alcohol klorheksidin glukonat dan dibiarkan mongering sebelum

insersi.

Perawatan kateter dan daerah yang efektif, misalnya disinfeksi

permukaan eksternal kateter dan bagian sambungan, ditutup dengan

menggunakan kasa steril atau balutan transparan

Menjalankan strategi penggaantian kateter vena sentral dengan

memperhatikan metode dan frekuensi penggantian

Tidak menggunakan antibiotik untuk menurunkan risiko infeksi

2.3.3 Perawatan kateter uretra jangka pendek pada perawatan akut

Kateterisasi urin telah diketahui sebagai risiko utama infeksi noskomial. Pada

pasien dengan kateter urin, 20 sampai 30% pasien akan mengalami bakteriuria

(bakteri di urin). Sekitar 2% dari pasien yang mengalami bakteriuria akan

mengalami bacteremia dan sekitar 22% akan meninggal. Telah pula ditunjukkan

bahwa risiko infeksi meningkat dengan semakin lamanya penggunaan kateter.

Oleh karena itu, jelas bahwa praktik keperawatan yang baik sangat diperlukan

untuk prosedur ini.

Risiko infeksi dapat diminimalisasi dengan :

Hanya menggunakan kateter urin ketika tidak ada prosedur alternatif lain

Memilih kateter terkecil yang memungkinkan alran urin dengan baik

Menggunakan peralatan steril tertutup dan teknik aseptic saat pemasangan

Menggunakan system steril tertutup dan mencegah aliran baik urin dari

kantung urin dengan meletakkan kantung urin di bawah kandung kemih

dan penjepitan (clamping) selang kantung jika pasien bergerak.

2.3.4 Mencuci dan disinfeksi

9

Page 14: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

Mencuci adalah proses menghilangkan kotoran yang kelihatan, sementara

disinfeksi adalah tindakan untuk membunuh atau mengurangi pertumbuhan

mikroorganisme tergantung dari resistensi alami mikroorganisme. Disinfeksi

umumnya berbahaya untuk kulit dan harus menggunakan pakaian pelindung saat

memakainya. Antiseptic adalah agen antimikroba yang menurunkan pertumbuhan

mikroorganisme pada jaringan hidup. Contoh antiseptic yang umum adalah iodin

dan hidrogen peroksida.

Peralatan medis harus dibersihkan dan /atau didisinfeksi sebelum digunakan dari

pasien ke pasien lain. Secara umum setiap alat harus dibersihkan, tetapi peralatan

medis yang kontak dengan darah atau cairan tubuh atau digunakan pada pasien

yang menderita infeksi, seperti infeksi Staphylococcus aureus resisten metisilin

(MRSA), diare, maka peralatan medis ini harus didisinfeksi.

Setiap alat harus selalu dicuci dan dibersihkan sebelum disinfeksi karena alat

yang kotor akan melindungi mikroorganisme. Disinfeksi zat pembunuh bakteri,

kadang disebut juga bakterisida, sedangkan zat yang hanya menghambat

pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik. Disinfektan bakterisida dapat bersifat

bakterostatik jika diencerkan. Sehingga penting untuk menggunakan disinfektan

dengan konsentrasi yang tepat. Begitu pula, disinfektan harus digunakan dalam

durasi waktu yang tepat dan dipastikan bahwa larutan disinfektan masih baru agar

prosedur disinfeksi efektif.

Disinfektan yang paling efektif adalah senyawa aldehida, peroksida, dan halogen

tetapi tidak selalu tepat digunakan setiap saat karena efek sampingnya. Semua zat

tersebut adalah agen pengoksidasi kuat.

2.3.5 Sterilisasi

Sterilisasi adalah prosedur untuk membunuh semua organisme termasuk

endospore dan virus. Autoklaf (dapat dilakukan dengan alat masak bertekanan

tinggi, presto) dapat digunakan untuk sterilisasi dengan menggunakan uap

bertekanan tinggi. Prosedur ini sering digunakan untuk sterilisasi instrument

bedah umum dan masker anestesi. Temperatur tinggi dicapai ketika uap berada

dalam tekanan tinggi, seperti 121 0C pada 108 kPa (15 psi) yang akan

membunuh mikroorganisme dalam jangkan pendek dibandingkan menggunakan

10

Page 15: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

panas pada tekanan atmosfer biasa. Di pabrik, produk steril seperti syringe

disposable disterilisasi sebelum dikemas dengan menggunakan radiasi sinar

gamma untuk menghancurkan mikroorganisme.

11

Page 16: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

3.2 Saran

Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan saran-saran kepada berbagai

pihak, yaitu:

1. Kepada staf pengajar, agar lebih banyak memberikan materi tentang Tindakan

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang.

2. Kepada mahasiswa, diharapkan tulisan ini dapat dijadikan motivasi untuk lebih

mendalami materi tentang Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang.

12

Page 17: Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi Silang

DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses, dan Praktik Volume 2 Edisi 4. Jakarta: EGC.

James, Joyce, Collin Baker, Helen Swain. 2002. Prinsip-prinsip Sains Untuk Keperawatan.

Jakarta: Erlangga.