Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

17
Manajemen asma dan pencegahan Manajemen asma terdiri atas beberapa komponen, diantaranya : A. Membangun kerjasama dokter/tenaga kesehatan-pasien 1 Salah satu cara dapat dilakukan dengan Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang meliputi: 1. Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan penanggulangan asma. 2. Meningkatkan pengetahuan, motivasi dan partisipasi pasien dalam pengendalian asma. 3. Untuk merubah sikap dan perilaku pasien dalam pengendalian asma. 4. Meningkatkan kemandirian pasien dalam ketrampilan penggunaan obat/alat inhalasi Contoh bentuk edukasi yang dapat diberikan oleh dokter keluarga : Meningkatkan kebugaran fisis Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa percaya diri dan meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat salah satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/ EIA), akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Bila dikhawatirkan terjadi serangan asma akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum melakukan olahraga.

description

MKK

Transcript of Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

Page 1: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

Manajemen asma dan pencegahan

Manajemen asma terdiri atas beberapa komponen, diantaranya :

A. Membangun kerjasama dokter/tenaga kesehatan-pasien1

Salah satu cara dapat dilakukan dengan Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang

meliputi:

1. Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan penanggulangan asma.

2. Meningkatkan pengetahuan, motivasi dan partisipasi pasien dalam pengendalian asma.

3. Untuk merubah sikap dan perilaku pasien dalam pengendalian asma.

4. Meningkatkan kemandirian pasien dalam ketrampilan penggunaan obat/alat inhalasi

Contoh bentuk edukasi yang dapat diberikan oleh dokter keluarga :

• Meningkatkan kebugaran fisis

Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum, menambah rasa percaya diri dan

meningkatkan ketahanan tubuh. Walaupun terdapat salah satu bentuk asma yang timbul

serangan sesudah exercise (exercise-induced asthma/ EIA), akan tetapi tidak berarti

penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Bila dikhawatirkan terjadi serangan asma

akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta2-agonis sebelum melakukan

olahraga.

Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena

melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada

olahraga umumnya. Senam asma Indonesia dikenalkan oleh Yayasan Asma Indonesia

dan dilakukan di setiap klub asma di wilayah yayasan asma di seluruh Indonesia. Manfaat

senam asma telah diteliti baik manfaat subjektif (kuesioner) maupun objektif (faal paru);

didapatkan manfaat yang bermakna setelah melakukan senam asma secara teratur dalam

waktu 3 – 6 bulan, terutama manfaat subjektif dan peningkatan VO2max.

• Berhenti atau tidak pernah merokok

Asap rokok merupakan oksidan, menimbulkan inflamasi dan menyebabkan ketidak

seimbangan protease antiprotease. Penderita asma yang merokok akan mempercepat

perburukan fungsi paru dan mempunyai risiko mendapatkan bronkitis kronik dan atau

Page 2: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

emfisema sebagaimana perokok lainnya dengan gambaran perburukan gejala klinis,

berisiko mendapatkan kecacatan, semakin tidak produktif dan menurunkan kualiti hidup.

Oleh karena itu penderita asma dianjurkan untuk tidak merokok. Penderita asma yang

sudah merokok diperingatkan agar menghentikan kebiasaan tersebut karena dapat

memperberat penyakitnya.

• Lingkungan Kerja

Bahan-bahan di tempat kerja dapat merupakan faktor pencetus serangan asma, terutama

pada penderita asma kerja. Penderita asma dianjurkan untuk bekerja pada lingkungan

yang tidak mengandung bahan-bahan yang dapat mencetuskan serangan asma. Apabila

serangan asma sering terjadi di tempat kerja perlu dipertimbangkan untuk pindah

pekerjaan. Lingkungan kerja diusahakan bebas dari polusi udara dan asap rokok serta

bahan-bahan iritan lainnya.

Pelaksanaan KIE tentang asma dan faktor risikonya dapat dilakukan melalui berbagai

media penyuluhan, seperti penyuluhan tatap muka, radio, televisi dan media elektronik

lainnya, poster, leaflet, pamflet, surat kabar, majalah dan media cetak lainnya.

B. Identifikasi dan mengurangi factor risiko

Dilakukan identifikasi terhadap :

Faktor Pencetus :

Faktor pada pasien

o Aspek genetik

o Kemungkinan alergi

o Saluran napas yang memang mudah terangsang

o Jenis kelamin

o Ras/etnik

Faktor lingkungan

Page 3: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

o Bahan-bahan di dalam ruangan :

Tungau debu rumah

Binatang, kecoa

o Bahan-bahan di luar ruangan :

Tepung sari bunga

Jamur

o Makanan-makanan tertentu, bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan

o Obat-obatan tertentu

o Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray )

o Ekspresi emosi yang berlebihan

o Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

o Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

o Infeksi saluran napas

o Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas fisik

tertentu

o Perubahan cuaca

Faktor Resiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan

faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi

untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis

kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/

predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi

dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan

yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan

(virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/ pejamu

dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan :

pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,

baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.

Page 4: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

Deteksi dini

Sebagai dokter keluarga penting untuk melakukan deteksi dini pada pasien asma

Deteksi dini asma bronkiale :

• Riwayat penyakit / gejala:

– bersifat episodik, sering kali reversible dengan atau tanpa pengobatan

– gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada, dan berdahak

– gejala timbul atau memburuk terutama malam hari/dini hari

– diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

– respon terhadap pemberian bronkodilator

• Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit:

– riwayat keluarga (atopi) - penyakit lain yang memberatkan

– riwayat alergi (atopi) - perkembangan penyakit dan pengobatan

• Pemeriksaan jasmani

– tidak dalam serangan: normal

– dalam serangan: sesak, mengi, dan hiperinflasi

• serangan ringan: mengi pada ekspirasi paksa

• serangan berat: silent chest 

• spirometri: gambaran obstruksi

C. Penilaian, tatalaksana dan monitor asma

Penatalaksanaan Asma Bertujuan:

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar kualitas hidup meningkat

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas lainnya

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel

7. Meminimalkan kunjngan ke gawat darurat

Page 5: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

Komunikasi yang baik dan terbuka antara dokter dan pasien adalah hal yang penting

sebagai dasar penatalaksanaan. Diharapkan agar dokter selalu bersedia mendengarkan keluhan

pasien, itu merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Komponen yang dapat diterapkan dalam

penatalaksanaan asma, yaitu mengembangkan hubungan dokter pasien, identifikasi dan

menurunkan pajanan terhadap faktor risiko, penilaian, pengobatan dan monitor asma serta

penatalaksanaan asma eksaserbasi akut. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan

menjadi 2 golongan yaitu:

1. Penatalaksanaan Asma Akut

Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis segera, Penanganan

harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat darurat. Kemampuan pasien untuk

mendeteksi dini perburukan asmanya adalah penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri

saat serangan di rumah sebelum ke dokter. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan

riwayat serangan, gejala, pemeriksaan fisis dan bila memungkinkan pemeriksaan faal paru, agar

dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada prinsipnya tidak diperkenankan pemeriksaan faal

paru dan laboratorium yang dapat menyebabkan keter-lambatan dalam pengobatan/tindakan.

2. Penatalaksanaan Asma Kronik

Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan asma secara mandiri,

sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan asma. Anti inflamasi merupakan

pengobatan rutin yang yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal

sebagai pengontrol. Bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi

eksaserbasi/serangan, dikenal dikenal dengan pelega

Ciri-ciri asma terkontrol:

1. Tanpa gejala harian atau d” 2x/minggu

2. Tanpa keterbatasan aktivitas harian

3. Tanpa gejala asma malam

4. Tanpa pengobatan pelega atau d” 2x/minggu

5. Fungsi paru normal atau hampir normal

6. Tanpa eksaserbasi

Page 6: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

Ciri-ciri asma tidak terkontrol

1. Asma malam (terbangun malam hari karena gejala asma)

2. Kunjungan ke gawat darurat, karena serangan akut

3. Kebutuhan obat pelega meningkat.

Pengendalian asma bertujuan:

1. Meningkatkan kemandirian pasien dalam upaya pencegahan asma

2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang terpajan faktor risiko asma

3. Terlaksananya deteksi dini pada kelompok masyarakat berisiko asma

4. Terlaksananya penegakan diagnosis dan tatalaksana pasien asma sesuai standar/kriteria

5. Menurunnya angka kesakitan akibat asma

6. Menurunnya angka kematian akibat asma

Banyak penderita asma tidak diobati menurut pedoman mutakhir, menimbulkan asma

tidak terkontrol dan merupakan beban bagi penderita, keluarga serta seluruh sistem perawatan

kesehatan. Pemantauan dan penilaian secara terus menerus penting untuk keberhasilan

penanganan klinis. Menurut konsep baru, penanganan asma dibuat dalam 3 golongan umur yaitu

0-4 tahun, 4-12 tahun dan diatas 12 tahun, serta menggunakan 2 domain dalam evaluasi derajat

berat dan kontrol asma, yaitu gangguan dan risiko. Bila diagnosis asma sudah ditegakkan, setiap

penderita dilakukan penilaian derajat berat asma, Derajat berat adalah intensitas intrinsik proses

penyakit yang diukur praterapi, dan dapat memberikan informasi kepada dokter untuk

mengembangkan rencana pengobatan awal. Pengobatan awal diberikan sesuai dengan regimen

(tahap) pengobatan.

Penilaian Kontrol Asma: Memantau dan Mempertahankan

dengan Pendekatan Bertahap

Evaluasi kontrol dalam 2-6 minggu (tergantung derajat berat awal atau kontrol).

PFM (Peak Flow Meter) digunakan pada penderita 6 tahun. Bila hasil spirometri

menunjukkan kontrol buruk dibanding tanda kontrol lainnya, pertimbangkan obstruksi

yang menetap dan nilai ukuran lainnya. Bila obstruksi yang menetap tidak menerangkan

kontrol yang kurang, lakukan step up, karena FEV1 yang buruk merupakan predictor

Page 7: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

eksaserbasi. Bila riwayat eksaserbasi menunjukkan control buruk, nilai derajat gangguan

paru dan pertimbangkan stepup, penanganan eksaserbasi dan menggunakan

kortikosteroid/ KS oral terutama untuk penderita dengan riwayat eksaserbasi berat. Bila

kontrol asma tidak didapat dengan cara tersebut, evaluasi kepatuhan pasien terhadap

penggunaan obat, teknik inhalasi, kontrol lingkungan (pajanan baru) dan penanganan

komorbid. Bila asma sudah terkontrol, pemantauan seterusnya adalah penting agar

kontrol asma dapat dipertahankan serta menentukan tahap dan dosis obat terendah.

Pendekatan bertahap (stepping up dan stepping down) dianjurkan untuk memperoleh dan

mempertahankan kontrol asma. Pendekatan pengobatan bertahap menggabungkan kelima

komponen yang diperlukan dalam penanganan asma. Jenis, jumlah dan jadwal obat

ditentukan oleh ambang berat asma atau kontrol asma. Pengobatan ditingkatkan (stepping

up) bila diperlukan, dan diturunkan (stepping down) bila mungkin. Oleh karena asma

adalah penyakit kronis, asma persisten dapat dikontrol terbaik dengan pemberian obat

pengontrol jangka lama untuk menekan inflamasi setiap hari. Kortikosteroid inhalasi

merupakan obat anti-inflamasi yang efektif untuk semua usia pada semua tahap

perawatan asma persisten. Seleksi terapi alternative berdasarkan atas pertimbangan

pengobatan yang efektif untuk penderita (gangguan, risiko atau keduanya) dan riwayat

penderita mengenai respons sebelumnya (sensitivitas dan respons terhadap berbagai obat

asma dapat berbeda di antara penderita) serta kesediaan dan kemampuan penderita

ataupun keluarga untuk menggunakan obat-obatan. Bila asma sudah terkontrol,

pemantauan adalah esensial, oleh karena asma dapat berbeda dengan waktu. Stepping up

mungkin diperlukan, atau bila mungkin stepping down, identifikasi obat minimal

diperlukan dalam mempertahankan kontrol asma.

Pengobatan Bertahap pada Berbagai Usia

Penilaian derajat berat dan kontrol dilakukan menurut 2 domain yang sama yaitu

gangguan (gejala, tidur, dan aktivitas) dan risiko eksaserbasi yang memerlukan steroid

oral. Derajat berat asma ditentukan oleh domain gangguan dan risiko terberat.

Pendekatan stepwise adalah untuk menolong, bukan untuk menggantikan. Ambang

derajat berat ditentukan oleh domain gangguan terberat (nilai dari 2-4 minggu yang akhir,

dapat menggunakan PFM) dan risiko

Page 8: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

Keputusan berdasarkan data klinis untuk memenuhi kebutuhan penderita. Dewasa

ini tidak cukup bukti hubungan antara frekuensi eksaserbasi dengan berbagai ambang

derajat berat asma. Bila perbaikan tidak dicapai dalam 4-6 minggu walaupun teknik

pengobatan dan ketaatan cukup baik, pertimbangkan terapi penyesuaian atau alternatif.

Penderita dengan dua atau lebih eksaserbasi, memerlukan steroid oral dalam 6 bulan

akhir atau empat episode mengi dalam satu tahun terakhir, dianggap sebagai penderita

asma persisten, meskipun tidak disertai ambang gangguan yang konsisten dengan asma

persisten. Sebelum step up, perlu dievaluasi kepatuhan penderita minum obat, teknik

penggunaan inhaler, control lingkungan dan komorbiditas. Bila diberikan pengobatan

alternatif, hentikan penggunaannya sebelum step up.

Gejala klinis sebelum terapi atau terapi adekuat

Terapi yang dibutuhkan untuk jangka panjang

symptom/hariSymptom/malam

PEF or FEV1

PEF Variability

Terapi harian

persisten berat terus menerussering

<60%>30%

kortikosteroid inhalasi dosis tinggidanagonis 2 inhalasi kerja panjangdan, jika dibutuhkan kortikosteroid tablet/sirup (2mg/kg/dose, tidak melebihi 60mg/dose)

persisten sedang setiap hari>1 mlm/mgg

>60%-<80%>30%

kortikosteroid inhalasi dosis sedang/rendah dan agonis 2 inhalasi kerja panjangterapi alternatif :meningkatkan dosis kortikosteroid inhalasi dengan dosis sedangataukortikosteroid inhalasi dosis sedang/rendah dan antagonis reseptor leukotrien/teofilin

persisten ringan >2/mgg tp <1/hr>2mgg/bln

>80%20-30%

kortikosteroid inhalasi dosis rendahterapi alternatif : kromolin, antagonis reseptor leukotrien,teofilin

Page 9: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

intermiten ringan <2 hr/mgg<2 mlm/bln

>80%<20%

tidak membutuhkan terapi harian

Semua pasien Bronkodilator kerja lambat : 2-4 puff agonis 2 inhalasi kerja lambat pada saat timbul gejala. Ulangi 3 x dengan interval 20 menit. Jika tidak ada pengaruh gunakan kortikosteroid oral

Step down Jika pasien sudah membaik maka kurangi dosisStep up Jika obat yang diberikan masi kurang adekuat maka ada penambahan

dosis atau obat.

D. Manejemen terhadap eksaserbasi

Eksaserbasi Asma

Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang memburuk

secara progresif disertasi batuk, mengi, dan dada sakit, atau beberapa kombinasi

gejalagejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus napas yang dapat

diukur secara obyektif (spirometri atau PFM) dan merupakan indikator yang lebih dapat

dipercaya dibanding gejala. Penderita asma terkontrol dengan steroid inhaler, memiliki

risiko yang lebih kecil untuk eksaserbasi. Namun, penderita tersebut masih dapat

mengalami eksaserbasi, misalnya bila menderita infeksi virus saluran napas. Penanganan

eksaserbasi yang efektif juga melibatkan keempat komponen penanganan asma jangka

panjang, yaitu pemantaan, penyuluhan, kontrol lingkungan dan pemberian obat. Tidak

ada keuntungan dari dosis steroid lebih tinggi pada eksaserbasi asma, atau juga

keuntungan pemberian intravena dibanding oral. Jumlah pemberian steroid sistemik

untuk eksaserbasi asma yang memerlukan kunjungan gawat darurat dapat berlangsung 3-

10 hari. Untuk kortikosteroid, tidak perlu tapering off, bila diberikan dalam waktu kurang

dari satu minggu. Untuk waktu sedikit lebih lama (10 hari) juga mungkin tidak perlu

tapering off bila penderita juga mendapat kortikosteroid inhaler.

Prinsip Pencegahan

A. Mencegah Sensititasi

Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi,

diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma

pada individu yang disensitisasi. Selain menghindari pajanan dengan asap rokok, baik in

Page 10: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

utero atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan

asma. Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem imun bayi kearah Th1, respons

nonalergi atau modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis.

B. Mencegah Eksaserbasi

Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai factor (trigger) seperti alergen

(indoor seperti tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor

seperti polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan penderita

dengan beberapa faktor seperti menghentikan merokok, menghindari asap rokok,

lingkungan kerja, makanan, aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki

kontrol asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak

faktor lingkungan sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain

yang harus pula dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, makanan dan aditif,

obesitas, emosi-stres dan berbagai faktor lainnya.

Pencegahan primer

Cegah sensitisasi pada bayi dengan resiko asma (orang tua asma), dengan cara :

- faktor lingkungan: hindari asap rokok, polusi udara, hindari alergen di luar dan di dalam

rumah, serta hindari paparan oleh tungau debu rumah, binatang piaraan dan kecoak sejak

usia dini.

- Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu

asupan janin.

- Beri ASI eksklusif sedikitnya 6 bulan jauhi makanan padat bagi bayi sampai usia 6 bulan

- Diet hipoalergenik ibu menyusui. bayi dengan risiko tinggi menjadi alergi: beri ASI

eksklusif sedikitnya 6 bulan, apabila tidak mungkin beri susu formula hipoalergenik

sampai usia 4 bulan selanjutnya diberi seperti bayi tanpa risiko alergi, tidak ada

pantangan makanan bagi ibu selama hamil dan menyusui serta hindari makanan padat

bagi bayi sampai usia 6 bulan

Pencegahan Sekunder

Page 11: Tindakan Pencegahan Pada Kasus Asma Bronkiale

Pencegahan sekunder mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak

berkembang menjadi asma. Studi terbaru mengenai pemberian antihitamin H-1 dalam

menurunkan onset mengi pada penderita anak dermatitis atopik. Studi lain yang sedang

berlangsung, mengenai peran imunoterapi dengan alergen spesifik untuk menurunkan

onset asma. Pengamatan pada asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan

alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan sudah

dengan gejala asma, adalah lebih menghasilkan pengurangan /resolusi total dari gejala

daripada jika pajanan terus berlangsung. Upaya pencegahan sekunder dapat dilakukan

dengan menghindari asap rokok, hindari alergen yang diketahui sebagai penyebab,

membungkus bantal, guling dan kasur dengan bahan yang aman, mencuci seprai, sarung

bantal dan guling dengan air panas serta menjauhkan karpet dari kamar tidur.

Pencegahan Tersier

Mencegah terjadinya serangan yang dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis

pencetus pada penderita yang sudah asma . Sehingga menghindari pajanan pencetus akan

memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/ obat.

dapus :

1. Pruit B. Assessing and managing asthma: A Global Initiative for Asthma. Available at : http://journals.lww.com/nursing/Fulltext/2011/05000/Assessing_and_managing_asthma__A_Global_Initiative.14.aspx. Last updates May 2011