Laporan Kasus Asma Bronkiale

24
BAB I PENDAHULUAN Kata asma berasal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah” atau sukar bernafas. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episode tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 1 Dalam ilmu kedokteran istilah asma meliputi 2 pengertian pertama, untuk merujuk pada asma kardial yang sesak nafasnya berkaitan dengan kegagalan jantung yang menyebabkan oedem paru. Kedua, asma bronkial yang sesak nafasnya diakibatkan oleh penyempitan saluran nafas secara menyeluruh serta didasari oleh kepekaan yang meningkat (hyperreactivity) dan tanggapan saluran pernafasan yang berlebihan (hyperresponsiveness) terhadap berbagai macam rangsangan. Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi. Penderita asma di Amerika Serikat berkisar antara 6 sampai dengan 8 juta, suatu keadaan klinik yang ditandai adanya kepekaan yang tinggi dari percabangan saluran pernafasan terhadap berbagai rangsangan. Gambaran awal 1

description

laporan kasus Asma Bronkiale

Transcript of Laporan Kasus Asma Bronkiale

Page 1: Laporan Kasus Asma Bronkiale

BAB I

PENDAHULUAN

Kata asma berasal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah” atau sukar

bernafas. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak

sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas

yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat

dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episode tersebut berhubungan

dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel

dengan atau tanpa pengobatan.1

Dalam ilmu kedokteran istilah asma meliputi 2 pengertian pertama, untuk merujuk

pada asma kardial yang sesak nafasnya berkaitan dengan kegagalan jantung yang

menyebabkan oedem paru. Kedua, asma bronkial yang sesak nafasnya diakibatkan oleh

penyempitan saluran nafas secara menyeluruh serta didasari oleh kepekaan yang

meningkat (hyperreactivity) dan tanggapan saluran pernafasan yang berlebihan

(hyperresponsiveness) terhadap berbagai macam rangsangan. Asma bronkial adalah salah

satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi.

Penderita asma di Amerika Serikat berkisar antara 6 sampai dengan 8 juta, suatu

keadaan klinik yang ditandai adanya kepekaan yang tinggi dari percabangan saluran

pernafasan terhadap berbagai rangsangan. Gambaran awal berupa sesak nafas (dyspneu)

dan nafas berbunyi (wheezing) adalah keluhan yang diakibatkan oleh penyempitan

saluran pernafasan, merupakan gambaran yang khas dari asma bronkial. Pada beberapa

penderita dapat terjadi adanya keluhan awal tersebut berupa batuk dengan atau tidak

adanya dahak yang kental. Keluhan-keluhan pada penderita asma adalah akibat obstruksi

spasme bronkus, edema dan peradangan dinding bronkus, serta sekresi yang berlebihan

dari kelenjar mukosa, yang menyebabkan inflasi yang berlebihan, pertukaran gas

menurun, dan meningkatkan kerja respirasi. Gejala awal tersebut dapat hilang dengan

sendirinya, atau dapat berlanjut dan menjadi berat walaupun sudah diberi pengobatan dan

mengakibatkan timbulnya tanda-tanda asfiksia. Sebagian besar serangan asma dapat pulih

kembali secara spontan baik dengan atau tanpa obat.

1

Page 2: Laporan Kasus Asma Bronkiale

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI ASMA

Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada awal

kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10 tahun dan

sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak-anak, terdapat

perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun perbandingan ini menjadi

sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang

lain dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.3,4

Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma. Asma

alergi sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga

seperti rinitis, urtikaria, dan eksema. Keadaan ini dapat pula disertai dengan reaksi kulit

terhadap injeksi intradermal dari ekstrak antigen yang terdapat di udara, dan dapat pula

disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan atau respon positif terhadap tes

provokasi yang melibatkan inhalasi antigen spesifik.4

Di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian.

Hal tersebut tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) diberbagai

propinsi di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10

penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan empisema.

Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan empisema sebagai penyebab kematian

(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh

Indonesia sebesar 13/1000 dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru

2/1000.1

II.2 PATOFISIOLOGI ASMA

Patofisiologi asma merupakan proses yang sangat kompleks, dan melibatkan beberapa

komponen yaitu inflamasi saluran nafas, obstruksi aliran udara, dan hiperaktivitas

bronkus.4

II.2.1 Penyempitan Saluran Napas

Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya gejala dan

perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya

2

Page 3: Laporan Kasus Asma Bronkiale

penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada saluran

napas, penebalan dinding saluran napas dan hipersekresi mukus. 2

Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai

mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap

penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat dikembalikan dengan bronkodilator.

Edema pada saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi. Hal ini penting

pada eksaserbasi akut. Penebalan saluran napas disebabkan karena perubahan struktural

atau disebut juga ”remodelling”.2 Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan

kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing

process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian sel-sel yang mati atau

rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan perbaikan

jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang

rusak dengan jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada asma kedua

proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian

akan menghasilkan perubahan struktur yang komplek yang dikenal dengan airway

remodelling.1

II.2.2 Hiperreaktivitas saluran napas

Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis yang secara

klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggungjawab terhadap

reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui dengan pasti tetapi

mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi dan

hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang menyebabkan perubahan kontraktilitas.

Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat

memperberat penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.7,8

II.3 FAKTOR PENCETUS ASMA

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor) dan

faktor lingkungan. 1

a. Faktor host :

Genetik

Obesitas

Jenis Kelamin

b. Faktor Lingkungan :

3

Page 4: Laporan Kasus Asma Bronkiale

Rangsangan alergen

Rangsangan bahan-bahan di tempat kerja

Infeksi

Merokok

Obat

Penyebab lain atau faktor lainnya

II.4 GAMBARAN KLINIS ASMA

Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala lainnya

dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi kerja, nyeri

tenggorokan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau bersin. Gejala

tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau

perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal. Timbulnya gejala juga sangat

dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen, udara dingin,

infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi

munculnya serangan pada pasien asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak,

karakteristik tempat bekerja atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan.4

II.5 DIAGNOSIS ASMA1,2

Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas yang

reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala :

- bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

- gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.

- gejala timbul/memburuk di malam hari.

- respons terhadap pemberian bronkodilator.

Selain itu melalui anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat keluarga (atopi), riwayat

alergi/atopi, penyakit lain yang memberatkan, perkembangan penyakit dan pengobatan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran nafas dan

tanda yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namun pada sebagian penderita

dapat ditemukan suara nafas yang normal pada auskultasi walaupun pada pengukuran faal

paru telah terjadi penyempitan jalan nafas.

Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas, reversibiliti

kelainan faal paru, variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif

jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang standar adalah pemeriksaan spirometri dan peak

4

Page 5: Laporan Kasus Asma Bronkiale

expiratory flow meter (arus puncak ekspirasi). Pemeriksaan lain yang berperan untuk

diagnosis antara lain uji provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji provokasi

bronkus mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen alergi

pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik

serum, namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis asma, hanya membantu

dalam mengidentifikasi faktor pencetus.

II.6 KLASIFIKASI ASMA1,2

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis (Sebelum Pengobatan)1

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paruI. Intermiten Bulanan APE ≥ 80%

Gejala < 1x/minggu Tanpa gejala diluar serangan Serangan singkat

≤ 2x/bulan VEP1 ≥ 80% nilai prediksi APE ≥ 80% nilai terbaik Variabilitas APE < 20%

II. Persisten Ringan Mingguan APE ≥ 80%

Gejala > 1x/minggu, tapi < 1x/hari

Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

Membutuhkan bronkodilator setiap hari

> 2x/bulan VEP1 ≥ 80% nilai prediksi APE ≥ 80% nilai terbaik Variabilitas APE 20-30%

III. Persisten Sedang Harian APE 60-80%

Gejala setiap hari

Serangan menggangu aktivitas

dan tidur

Membutuhkan bronkodilator

setiap hari

>1x/minggu VEP1 60-80% nilai prediksi

APE 60-80% nilai terbaik

Variabilitas APE > 30%

IV. Persisten Berat Kontinyu APE ≤ 60%

Gejala terus menerus Sering kambuh Aktivitas fisik terbatas

Sering VEP1 ≤ 60% nilai prediksi APE≤ 60% nilai terbaik Variabilitas APE > 30%

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Asma pada Penderita dalam Pengobatan1Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian

Gejala dan faal paru dalam pengobatanTahap 1Intermiten

Tahap 2Pesisten ringan

Tahap 3Persisten sedang

Tahap I: IntermitenGejala < 1x/mgguSerangan singkatGejala malam < 2x/bln

Intermiten Persisten ringan Persisten sedang

5

Page 6: Laporan Kasus Asma Bronkiale

Faal paru normal diluar seranganTahap II: Persisten RinganGejala >1x/mggu, tapi <1x/hariGejala malam >2x/bln, tapi <1x/mgguFaal paru normal diluar serangan

Persisten ringan Persisten sedang Persisten berat

Tahap III: Persisten SedangGejala setiap hariSerangan mempengaruhi tidur dan aktivitasGejala malam >1x/mggu60%<VEP1<80% nilai prediksi60%<APE<80% nilai terbaik

Persisten sedang Persisten berat Persisten berat

Tahap III: Persisten BeratGejala terus menerusSerangan seringGejala malam seringVEP1≤60% nilai prediksi, atauAPE≤60% nilai terbaik

Persisten berat Persisten berat Persisten berat

II.7 PENATALAKSANAAN ASMA1-10

Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia yang dikeluarkan

oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2004, ada 7 komponen program

penatalaksanaan asma dimana 6 di antaranya menyerupai komponen pengobatan yang

dianjurkan oleh GINA dan ditambah satu komponen yaitu pola hidup sehat.1

EDUKASI

Edukasi yang diberikan antara lain adalah pemahaman mengenai asma itu sendiri, tujuan

pengobatan asma, bagaimana mengidentifikasi dan mengontrol faktor pencetus, obat-obat

yang digunakan berikut efek samping obat, dan juga penanganan serangan asma di

rumah.

PENILAIAN DERAJAT BERATNYA ASMA

Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri

mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma.

A. Pemantauan tanda gejala asma.

B. Pemeriksaan faal paru

IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN FAKTOR PENCETUS

Sebagian penderita dengan mudah mengenali fakor pencetus, akan tetapi sebagian lagi

tidak dapat menegtahui faktor pencetus asmanya.

MERENCANAKAN DAN MEMBERIKAN PENGOBATAN JANGKA PANJANG

Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan. Dalam

menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk mencapai atau

6

Page 7: Laporan Kasus Asma Bronkiale

mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat tiga faktor yang perlu

dipertimbangkan:

1. Medikasi (obat-obatan)

2. Tahapan pengobatan

3. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas,

terdiri atas pengontrol dan pelega.

A. Pengontrol

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan

setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma

persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol adalah:

a. Glukokortikosteroid inhalasi

Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.

Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan

perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan nafas, mengurangi gejala,

mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualitas hidup. Efek

samping adalah efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia dan

batuk karena airitasi saluran nafas atas.

b. Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai

pengontrol pada keadaan asma persisten berat, tetapi penggunaannya terbatas

mengingat risiko efek sistemik. Untuk jangka panjang, lebih efektif menggunakan

steroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid oral terpaksa harus

diberikan, maka dibutuhkan selama jangka waktu tertentu. Efek samping jangka

panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari

hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas, penipisan kulit, striae, dan kelemahan

otot.

c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Mekanisme yang pasti belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan

antiinflamasi nonsteroid, menghambat pelepasan mediator dari sel mast melalui

reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung pada dosis dan seleksi serta supresi

pada sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, monosit), selain juga

kemungkinan menghambat saluran kalsium pada sel target. Pemberiannya secara

7

Page 8: Laporan Kasus Asma Bronkiale

inhalasi, digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Efek samping

umumnya minimal seperti batuk atau rasa tidak enak obat saat melakukan

inhalasi.

d. Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti

antiinflamasi. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan

bersama/kombinasi dengan agonis β2 kerja singkat, sebagai alternatif

bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat

digunakan sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka panjang efektif

mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas lambat mempunyai

aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk mengontrol gejala asma

malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Efek samping berpotensi

terjadi pada dosis tinggi (≥10 mg/kgBB/hari atau lebih) dengan gejala

gastrointestinal seperti nausea, muntah adalah efek samping yang paling dulu dan

sering terjadi. Efek kardiopulmoner seperti takikardi, aritmia dan kadangkala

merangsang pusat nafas. Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan

kematian.

e. Agonis β2 kerja lama

Termasuk agonis β2 kerja lama inhalasi adalah salmoterol dan formoterol yang

mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Agonis β2 memiliki efek relaksasi otot

polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas

pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Pada pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi, walau kecil dan

mempunyai efek protektif terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian

inhalasi agonis β2 kerja lama menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik

dibandingkan preparat oral. Karena pengobatan jangka panjang dengan agonis β2

kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu

dikombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, dimana penambahan agonis β2

kerja lama inhalasi akan memperbaiki gejala, menurunkan asma malam,

memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis β2 kerja singkat (pelega)

dan menurunkan frekuensi serangan asma.

Agonis β2 kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping sistemik

(rangsangan kardiovaskuler, tremor otot rangka dan hipokalemia) yang lebih

sedikit atau jarang daripada pemberian oral.

8

Page 9: Laporan Kasus Asma Bronkiale

f. Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.

Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis

semua leukotrien (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien

sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas). Mekanisme

kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan

bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat

bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.

B. Pelega

a. Agonis β2 kerja singkat

Mempunyai waktu mulai kerja singkat (onset) yang cepat. Formoterol mempunyai

onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral,

pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping

minimal/tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis β2 yaitu relaksasi otot

polos saluran nafas, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan

permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast

dan basofil. Efek sampingnya rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan

hipokalemia. Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek

samping.

b. Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walaupun efek bronkodilatasinya lebih lemah

dibandingkan agonis β2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat tidak menambah efek

bronkodilatasi agonis β2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi mempunyai manfaat

untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernafasan dan mempertahankan

respon terhadap agonis β2 kerja singkat diantara pemberian satu dengan

berikutnya.

c. Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek pelepasan

asetilkolin dari saraf kolinergik dari jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi

dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat

refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.. Efek samping berupa rasa kering

di mulut dan rasa pahit.

d. Adrenalin

9

Page 10: Laporan Kasus Asma Bronkiale

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak

tersedia agonis β2, atau tidak respon dengan agonis β2 kerja singkat.

C. Tahapan penanganan asma

Pengobatan jangka panjang berdasarkan derajat berat asma, agar dapat tercapai tujuan

pengobatan dengan menggunakan medikasi seminimal mungkin. Perhimpunan Dokter

Paru Indonesia (PDPI) menyarankan stepdown therapy.

D. Pengobatan berdasarkan derajat berat asmaTabel 3. Pengobatan Sesuai Berat Asma1

Semua tahapan : ditambahkan agonis β2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak > 3-4x/hari

Berat Asma Medikasi Pengontrol Harian

Alternatif/Pilihan Lain Alternatif Lain

Asma Intermiten

Tidak perlu - -

Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400ug BD/hari atau equivalennya)

Teofilin lepas lambat

Kromolin

Leukotrien modifiers

-

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800ug BD/hari atau equivalennya) dan agonis β2

kerja lama

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800ug BD/hari atau equivalennya) ditambah teofilin lepas lambat, atau

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800ug BD/hari atau equivalennya) ditambah agonis β2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800ug BD atau equivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800ug BD atau equivalennya) ditambah leukotriene modifiers

Ditambah agonis β2 kerja lama oral, atau

Ditambahkan teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (>800ug BD/hari atau equivalennya) dan agonis β2

kerja lama, ditambah ≥1 dibawah ini:

- teofilin lepas lambat

- leukotriene modifiers

Prednisolon/ metil prednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis β2

kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

10

Page 11: Laporan Kasus Asma Bronkiale

- glukokortikosteroid oral

Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian diturunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol

MENETAPKAN PENGOBATAN PADA SERANGAN AKUT

Kunci awal dalam penanganan serangan akut adalah penilaian berat serangan.

Tabel 4. Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut1

Gejala dan Tanda

Berat Serangan Akut Keadaan Mengancam

JiwaRingan Sedang Berat

Sesak nafas Berjalan Berbicara IstirahatPosisi Dapat tidur terlentang Duduk Duduk membungkukCara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kataKesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk,

gelisah, kesadaran menurun

Frekuensi nafas < 20/menit 20-30/menit > 30 menitNadi < 100 100-120 > 120 BradikardiaPulsus paradoksus

-10 mmHg

±10-20 mmHg

+> 25 mmHg

-kelelahan otot

Otot bantu nafas dan retraksi suprasternal

- + + Torakoabdominal paradoksal

Mengi Akhir ekspirasi paksa Akhir ekspirasi Inspirasi dan ekspirasi

Silent chest

APE > 80% 60-80% < 60%PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHgPaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHgSaO2 > 95% 91-95% < 90%

Tabel 5. Rencana Pengobatan Serangan Asma Berdasarkan Berat Serangan dan Tempat Pengobatan1

Serangan Pengobatan Tempat pengobatanRinganAktivitas relatif normalBerbicara satu kalimat dalam 1 nafas

Terbaik:Inhalasi agonis β2

Alternatif:Kombinasi oral agonis β2 dan

Di rumah

Di praktek dokter/ klinik/ puskesmas

11

Page 12: Laporan Kasus Asma Bronkiale

Nadi < 100APE > 80%

teofilin

Sedang Jalan jarak jauh timbulkan gelajaBerbicara beberapa kata dalam 1 nafasNadi 100-120APE 60-80%

Terbaik:Nebulasi agonis β2 @ 4 jamAlternatif:- Agonis β2 subkutan- Aminofilin iv- Adrenalim 1/1000 0,3 mL scOksigen bila mungkinKortikosteroid sistemik

Darurat gawat/RSKlinikPraktek dokterPuskesmas

Berat Sesak saat istirahatBerbicara kata perkata dalam 1 nafasNadi > 120APE < 60% atau 100 L/dtk

Terbaik:Nebulasi agonis β2 @ 4 jamAlternatif:- Agonis β2 sc/iv- Adrenalim 1/1000 0,3 mL sc

Aminofilin bolus dilanjutkan dripOksigenKortikosteroid iv

Darurat gawat/RSKlinik

Mengancam jiwaKesadaran berubah /menurunGelisahSianosisGagal nafas

Seperti serangan akut beratPertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik

Darurat gawat/RSICU

KONTROL SECARA TERATUR

Dua hal penting yang harus diperhatikan dokter dalam penatalaksanaan asma jangka

panjang adalah melakukan tindak lanjut/follow up teratur dan merujuk ke ahli paru pada

keadaan-keadaan tertentu.

POLA HIDUP SEHAT

Pola hidup sehat yang dianjurkan antara lain adalah meningkatkan kebugaran fisik

melalui olahraga, penderita dianjurkan untuk berhenti atau tidak pernah merokok

karena rokok merupakan oksidan yang dapat menimbulkan inflamasi dan menyebabkan

ketidakseimbangan protease antiprotease serta penderita asma dianjurkan untuk tidak

bekerja di tempat kerja yang merupakan faktor pencetus asma.

BAB IIITINJAUAN KASUS

III.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : NKS

12

Page 13: Laporan Kasus Asma Bronkiale

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Bangsa : Indonesia

Suku : Bali

Agama : Hindu

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Petani

Alamat : Gumbrih

Tanggal Pemeriksaan : 29 Mei 2012

III.2 KELUHAN UTAMA

Sesak napas

III.3 ANAMNESIS

Penderita datang ke UGD Puskesmas Pekutatan dengan keluhan sesak nafas. Sesak

dirasakan secara tiba-tiba saat penderita berbaring dan akan tidur, yaitu sekitar 1 jam

sebelum datang ke UGD. Sesak dirasakan seperti rasa penuh dan berat di bagian dada,

dan tidak berkurang dengan perubahan posisi. Selain itu penderita juga mengeluarkan

suara ”ngik-ngik” pada saat mengalami serangan. Sesak membuat penderita susah untuk

berbicara dan hanya mampu mengucapkan beberapa kata dengan terputus-putus.

Penderita mengatakan sesak nafasnya jarang kambuh. Dalam sebulan biasanya penderita

mengalami sesak paling banyak sekali saja dan malah tidak pernah kambuh. Sesak napas

biasanya muncul pada malam hari, yaitu pada saat udara dirasakan dingin, yang diawali

dengan batuk disertai dahak berwarna putih. Sebelum serangan sesak, penderita tidak

melakukan aktivitas yang berat atau dalam keadaan emosional.

Panas tidak ada, mual muntah tidak ada, BAK, BAB dirasakan biasa, tidak ada

keluhan lainnya.

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA

Penderita mulai merasakan sesak sejak ia kecil, tetapi tidak pernah sampai masuk rumah

sakit. Untuk mengurangi rasa sesaknya biasanya penderita membeli sendiri obat di toko

obat atau sembuh dengan sendirinya, namun serangan sesak yang sekarang dirasakan

lebih berat sehingga penderita langsung berobat ke puskesmas. Riwayat penyakit jantung,

13

Page 14: Laporan Kasus Asma Bronkiale

hipertensi, kencing manis, dan ginjal disangkal penderita. Penderita mengatakan tidak

memiliki riwayat alergi terhadap makanan maupun debu.

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA

Penderita mengatakan bahwa ayahnya pernah dikatakan menderita asma, namun tidak

mengkonsumsi obat asma secara teratur karena asma ayahnya tidak pernah kambuh lagi.

Tidak ditemukan riwayat penyakit jantung, hipertensi, kencing manis, ginjal, dan alergi

pada anggota keluarga lainnya.

RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL

Penderita adalah seorang petani, penderita tidak merokok dan tidak pernah

mengkonsumsi minuman beralkohol.

III.4 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik

Status Present:

Kondisi umum : sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 112 x/mnt

Respirasi : 36 x/mnt, expirasi memanjang

Suhu aksila : 36,0 °C

Berat badan : 55 kg

Tinggi badan : 152 cm

IMT : 23,81 kg/m²

Status G eneral :

Mata : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, oedem

palpebra-/-

THT :

Telinga : sekret -/-, kotoran telinga -/-

14

Page 15: Laporan Kasus Asma Bronkiale

Hidung : sekret -/-, kongesti -/-

Tenggorokan : tonsil T1/T1, pharing hiperemis -/-, lidah normal,

bibir normal

Leher : JVP PR +0 cm H2O, pembesaran kelenjar -, kaku

kuduk -

Thorax :

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas kiri : 3 jari lateral MCL (sinistra) ICS V

batas kanan : 1 jari lateral PSL (dextra) ICS V

batas atas : ICS II

Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo

Inspeksi : gerak pernafasan simetris, statis dan dinamis

Palpasi : vokal fremitus N/N

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/- wheezing +/+ pada seluruh

lapangan paru, expirasi memanjang

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), denyut epigastrium (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (–)

ballottement -/-

Perkusi : shifting dullness (-)

nyeri Ketok CVA( –)

Ekstremitas : akral hangat +/+, edema -/-

+/+ -/-

III.5 ASSESMENT

Serangan asma akut pada asma intermiten

15

Page 16: Laporan Kasus Asma Bronkiale

III.6 PENATALAKSANAAN

- O2 4 lpm

- Nebulizer Ventolin

- Salbutamol 3x1

- Dexamethason 3x1

- Glyseril Guaicolate 3x1

III.7 MONITORING

- Vital sign

- Keluhan

III.8 PROGNOSIS

Dubius ad bonam

16