TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI...
Transcript of TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI...
i
TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI
(Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Pada Putusan Perkara Nomor :
56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
LAINUN SHABRINA
E1A007063
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I
BAGI DIRI SENDIRI (TinjauanYuridisTerhadapPenerapanUndang-
UndangNomor 35 Tahun 2009 PadaPutusanPerkaraNomor :
56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.)
Oleh :
LAINUN SHABRINA
E1A007063
DiajukanUntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman
Diterima dan Disahkan
PadaTanggal Agustus 2012
Pembimbing I,
Dr. NOOR AZIZ SAID, S.H., M.S.
NIP. 19540426 198003 1 004
Pembimbing II,
Dr. BUDIYONO, S.H., M.Hum.
NIP. 19631107 198901 1 001
Penguji
HARYANTO DWI ATMODJO, S.H., M.Hum.
NIP. 19570225 198702 1 001
Mengetahui
DekanFakultasHukum
UniversitasJendralSoedirman
Hj. ROCHANI URIP SALAMI, S.H., M.S.NIP. 19520603 198003 2 001
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama : LAINUN SHABRINA
NIM : E1A007063
SKS : 2007
Judul : TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI (Tinjauan Yuridis Terhadap
Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pada Putusan
Perkara Nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang
lain.
Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut
diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.
Purwokerto,
LAINUN SHABRINA
E1A007063
iv
MOTTO
Jangan katakan “TIDAK BISA” sebelum kita mencoba
Hidup adalah pilihan
Kita hidup untuk memilih
Atau
Memilih untuk hidup
Jangan pernah meremehkan seseorang,
Karena belum tentu kamu bias melakukan apa yang dia lakukan
Kesempatan itu tidak akan dating berulang kali, seperti kamu melakukan
kesalahan yang berulang kali
v
PERSEMBAHAN
Karya Kecilku ini khusus kupersembahkan teruntuk :
Kedua Orang Tuaku Tercinta dan Tersayang
FATCHURRACHMAN S.H., M.Hum Dan SUMARSIH S.Pd
Yang selalu memberikan perhatian, semangat, menerima keluh kesahku dan
selalu mengingatkanku selalu untuk tetap semangat, berusaha dan berdoa …
Ada cinta yang kadang terabaikan, bukan karena tak berarti besar tetapi Karena
cara mengungkapkannya berbeda.
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya
dengan seluruh rahmat, taufik, hidayah, daninayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINDAK PIDANA
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI
(Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Pada Putusan Perkara Nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.)“. Skripsi ini merupakan
salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Berbagai kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi
ini. Namun berkat bimbingan, bantuan dan moril serta pengarahan dari berbagai
pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tidak terhingga
atas motivasi dan dukungan, baik langsung maupun tidak langsung yaitu kepada :
1. Allah SWT atas bimbingan hidup yang diberikanNya kepada Penulis.
2. Hj.Rochani Urip Salami, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto beserta para Pembantu
Dekan dan seluruh jajarannya.
3. Dr. Noor Aziz Said, S.H., M.S.selaku Dosen Pembimbing I Skripsi, atas
segala bantuan, arahan, dukungan dan masukan yang telah diberikan selama
penulisan skripsi ini.
4. Dr. Budiono, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II Skripsi, atas
segala bantuan, arahan, dukungan dan masukan yang telah diberikan
selama penulisan skripsi ini.
5. Haryanto Dwi Admodjo S.H., M.Hum., selaku Dosen Penguji Skripsi, atas
segala bantuan, arahan, dukungan masukan, menyediakan waktu dan
kebaikan yang telah diberikan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.
vii
6. Sutoyo S.H., M.H, selaku Pembimbing Akademik yang memberikan
bimbingan sejak awal perkuliahan.
7. Kedua orang tua Fatchurrachman S.H., M.Hum dan Sumarsih S.Pd yang
dengan kasih sayang dan dukungannya memberikan semangat dan
dorongan yang tak terhingga pada penulis.
8. Kakakku dan adekku tersayang Alfiatin, Fajrina, Adlia, Ari Syi, yang
selama ini selalu memberikan dukungan dan kebahagiaan.
9. R.AzhariSetiadi yang telah memberikan warna tersendiri dalam hidup
Penulis serta memberikan dukungan, doa, kasih saying dan motivasi
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ;
10. Sahabat terbaikku Anggya AGP, Dwinanda Pangestika,Icep Nur Cahya,
Alfian Herlambang, Indri Novianti, Herli, Kartince Afriyanti. Semoga
impian kita untuk sukses bersama bias terwujud.
11. Bang Idhal, Bang Agung atas bantuan dan dorongan dalam penulisan
skripsi ini dan semua penghuni Kos Al-Muhayat atas dukungan dan
kebahagiaanya.
12. Temen-temen KKN ’12 Desa Karang Tengah Purbalingga, mas Catur,
Ardhi, Ahmed, Ira, Windu, dan Bu Lurah beserta keluarga.
13. Teman-teman FakultasHukum , kalian memberikan pengalaman yang
tidak terlupakan dalam berproses di Kampus Merah.
Purwokerto, Agustus 2012
Penulis,
viii
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul“ Tindak Pidana Penyalahgunaan NarkotikaGolongan 1 Bagi Diri Sendiri (Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor: 35 tahun 2009 Pada Putusan Perkara Nomor:56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt). Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahuipertimbangan hakim dalam menerapkan unsur-unsur tindak pidanapenyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri dan untuk mengetahui pertimbanganhakim dalam menjatuhkan pidana dalam perkara nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridisnormative, dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Lokasi yang digunakan dalampenelitian ini yaitu di Pusat Informasi Ilmiah (PII), perpustakaan Fakultas Hukumdan perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman.Sedangkan metode analisisdata yang digunakan adalah normative kualitatif.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa penerapan unsur-unsur tindak pidanabagi pertimbangan Hakim dalam putusan perkara Nomor:56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt telah memenuhi unsur-unsur yang disesuai denganpasal 127 ayat 1 huruf (1) UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Unsur-unsurnya adalah setiap orang, dan penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagidiri Sendiri
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam perkara nomor :56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, Tentang Penyalahgunaan Narkotika Golongan I BagiDiri Sendiri kepada terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo dengan adanya SEMANomor 4 Tahun dikenakan pidana Penjara 1 (satu) tahun 1 (satu) bulan,dimaksudkan pembinaan bagi terdakwa agar setelah selesai menjalankanpidananya dapat menjadi orang yang lebih baik lagi, dan Hal-hal yangmemberatkan dan meringankan itulah yang dijadikan bahan pertimbangan Hakimuntuk menjatuhkan Pidana
Kata Kunci :Pertimbangan Hakim, Penyalahgunaan Narkotika
ix
ABSTRACT
This study titled "Crime Narcotics Abuse Group 1 For Yourself (AgainstJudicial Review Application of the Act No. 35 of 2009 In the Decision on CaseNo.: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt). The purpose of this study was to determine theconsideration of the judge in applying the elements of the crime of abuse ofnarcotics for themselves and to find out the consideration of judges in imposingcapital in case number: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. The method used in this study isthe method of normative juridical approach, the specification of descriptiveresearch. Locations used in this study is at the Center for Scientific Information(PII), libraries and library of the University Faculty of Law General Sudirman.While the data analysis methods used are qualitative normative.
The results of this research note that the application of criminal elementsfor consideration in the decision of Justice case Number: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwthas met the elements adapted to Article 127 paragraph 1 point (1) Act No.35 year2009 on Narcotics. Its elements are all people, and abuse of narcotics of category Ifor self-Yourself.
Consideration in imposing criminal judge in the case number:56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, On the Misuse of Drugs For Yourself Group I to thedefendant SaifulNgibad Bin Kusworo with the SEMA No. 4 subject to criminaljail of 1 (one) year 1 (one) month, for the defendant intended to coaching afterrunning a criminal can become a better person, and things that lighten the burdenand that is to be considered for the dropping of Criminal Justice
Keywords: Consideration of Hakim, Narcotics Abuse
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. ii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………… iii
MOTTO……………………………………………………………………….. iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. v
ABSTRAK …………………………………………………………………… viii
ABSTRAC ……………………………………………………………………. ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………. 6
C. Tujuan Penelitian …………………………………………... 7
D. Kegunaan Penelitian ……………………………………….. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana …………………… 8
1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana …………………... 8
2. Unsur-unsur Tindak Pidana …………………………….. 9
3. Jenis-jenis Tindak Pidana ………………………………. 13
x
B. Tinjauan Umum Tentang Narkotika ………………………... 14
1. Pengertian Narkotika ……………………………………. 14
2. Sejarah Narkotika ……………………………………….. 15
3. Pengaturan Narkotika …………………………………… 17
4. Jenis-jenis Narkotika ……………………………………. 22
C. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika ………………… 29
1. Tindak Pidana Narkotika ...………...……………………. 29
2. Penyalahgunaan Narkotika …….………………………… 30
D. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim .……….……… … 34
1. Pengertian Putusan Hakim ……………………………… 34
2. Proses Penjatuhan Putusan Hakim ……………………….. 35
E. Tinjauan Umum Tentang Sistem Pemidanaan di Indonesia…. 37
1. Teori-Teori Sistem Pemidanaan…………………………... 37
2. Sistem Pemidanaan di Indonesia………………………….. 44
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan ………………………………………….. 50
B. Spesifikasi Penelitian ………………………………………… 51
C. Jenis Data …………………………………………………….. 51
D. Metode Pengumpulan Data …………………………………… 53
E. Metode Penyajian Data……..………………………………..... 53
F. Metode Analisis Data ………………………………………..... 53
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 55
B. Pembahasan................................................................................. 91
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .................................................................................... 121
B. Saran .......................................................................................... 124
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal tersebut tertuang didalam
penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: ”Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka” Hukum merupakan suatu kaidah atau peraturan yang mengatur
masyarakat. Segala tingkah laku dan perbuatan warga negaranya harus
berdasarkan atas hukum. Oleh karena itu, bagi Indonesia yang sebagai Negara
hukum, wajib untuk menjalankan fungsi hukum dengan konsisten sebagai
sarana penegak keadilan.
Perkembangan jaman yang semakin maju, tentu kejahatanya pun lebih
berkembang dan terorganisir Salah satu persoalan yang sering muncul ke
permukaan dalam kehidupan masyarakat ialah tentang kejahatan pada
umumnya, seperti pada saat ini sering kita jumpai kenakalan berupa
penyalahgunaan narkotika. Di dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, disebutkan pengertian narkotika, yaitu zat
atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun semisintesis,yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan–golongan sebagaimana
terlampir dalam Undang–undang.
2
Narkotika sering digunakan di luar kepentingan medis dan ilmu
pengetahuan, yang pada akhirnya akan menjadi suatu bahaya bagi si pemakai,
yang pada akhirnya juga dapat menjadi pengaruh pada tatanan kehidupan
sosial masyarakat, bangsa dan Negara.
Penanggulangan penyalahgunaan narkotika bukanlah hal yang mudah
untuk dilaksanakan tetapi negara telah bertekad untuk memberantasnya.
penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin,
kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Penyalahgunaan narkotika dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan yang akhirnya merugikan kader-kader
penerus bangsa. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk
menanggulangi masalah narkotika adalah melalui penyempurnaan dalam
pengaturan dibidang hukumnya. Penyempurnaan tersebut sangat perlu
dilakukan karena pengaruh narkotika sangat besar terhadap kelangsungan
hidup suatu bangsa. Demi penyempurnaan dibidang hukum yang khusus
mengatur mengenai narkotika, pemerintah mengundangkan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika untuk menggantikan peraturan
perundang-undangan yang sebelumnya telah ada yaitu Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Sebenarnya jauh sebelum
penyempurnaan didalam peraturan hukumnya, pemerintah telah menunjukkan
keseriusan dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkotika
yaitu dengan membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN). Badan Narkotika
Nasional merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang
3
berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab pada Presiden yang ada
disetiap provinsi dan kabupaten/kota.
Berlakunya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika telah
dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang
Narkotika No. 35 Tahun 2009 dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika
Golongan I dan Golongan II dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Kemudian yang
tidak kalah menarik adalah ditemukannya beberapa rumusan pasal yang
secara tidak langsung mencoba melekatkan status korban kepada pelaku
tindak pidana narkotika tertentu seperti pecandu narkotika. Pecandu narkotika
yang tergolong dalam penyalahguna narkotika golongan 1 pada dasarnya
memenuhi kualifikasi sebagai pelaku tindak pidana narkotika, namun dalam
keadaan tertentu pecandu narkotika akan lebih berkedudukan kearah korban.
Hal ini sesuai dengan pendapat Iswanto yang menyatakan bahwa :
“korban merupakan akibat perbuatan disengaja atau kelalaian, kemauansuka rela, atau dipaksa atau ditipu, bencana alam, dan semuanya benar-benar berisi sifat penderitaan jiwa, raga, harta dan morel serta sifatketidakadilan”.1
Pecandu narkotika merupakan korban dari tindak pidana yang
dilakukannya sendiri yang dipengaruhi kemauan suka rela untuk
menyalahgunakan narkotika.
1Iswanto, Viktimologi, Purwokerto, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, 2009,hlm. 8.
4
Undang-Undang tersebut juga menetapkan perbuatan-perbuatan yang
berhubungan dengan narkotika dan diklasifikasikan sebagai tindak pidana,
antara lain :
1. Tindak pidana yang berkaitan dengan Prekursor Narkotika;
2. Tindak pidana yang berkaitan dengan Narkotika Golongan I;
3. Tindak pidana yang berkaitan dengan Narkotika Golongan II;
4. Tindak pidana yang berkaitan dengan Narkotika Golongan III;
5. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan produksi;
6. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan ekspor dan impor;
7. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan penyaluran dan
peredaran;
8. Tindak pidana yang berkaitan dengan penggunaan narkotika dan
rehabilitasi.
Setiap tindak pidana akan menimbulkan pertanggungjawaban secara
pidana bagi pelakunya. Untuk sampai pada suatu kesimpulan bahwa pelaku
dikatakan bertanggungjawab atas perbuatannya, penegak hukum harus
berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
sebagai hukum pidana formil yang mengatur tata beracaranya. Tujuan dari
hukum acara pidana dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan
oleh Menteri Kehakiman adalah sebagai berikut.
Tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari dan mendapatkan atausetidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yangselengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkanketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuanuntuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukansuatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta memeriksa dan
5
putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatutindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itudapat dipersalahkan.
Van Bemmelen mengemukakan, tiga fungsi pokok acara pidana adalah:
a. Mencari dan menemukan kebenaran;b. Pengambilan putusan oleh hakim;c. Pelaksanaan daripada putusan.2
Tahapan pengambilan putusan merupakan salah satu tahap yang
menarik perhatian, didalam tahap inilah hakim melakukan pertimbangan
untuk memberi putusan setelah sebelumnya memahami fakta-fakta yang
terungkap dalam persidangan. Putusan merupakan sebuah penentuan nasib
dari seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Jika pelaku terbukti
secara sah dan meyakinkan maka didalam putusan akan memuat sebuah
hukuman yang sebelumnya telah dipetimbangkan oleh majelis hakim.
Berkaitan dengan tindak pidana narkotika Mahkamah Agung pada
tanggal 7 April 2010 telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) Nomor 4 tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban
Penyalahgunaan dan Korban Pecandu Narkotika Kedalam Lembaga
Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Diterbitkannya SEMA tersebut
memungkinan bagi pengadilan dalam memutus perkara tindak pidana
narkotika berupa putusan hukuman rehabilitasi, dimana tempat-tempat yang
menjadi tempat untuk rehabilitasi dimaksud telah pula ditentukan, tetapi
untuk dapat seseorang terdakwa dijatuhi hukum ini harus memenuhi beberapa
2Van Bemmelen dalam Andy Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, SinarGrafika, 2008, hlm. 8.
6
persyaratan yang terdapat dalam SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung)
Nomor 4 Tahun 2010
Setiap penelitian dalam penulisan karya ilmiah pasti mempunyai
beberapa alasan dalam pemilihan judul. Atas dasar uraian diatas, penulis
merasa tertarik untuk meneliti secara yuridis normatif mengenai suatu
putusan di Pengadilan Negeri Klas IB Purwokerto. Terdapat suatu kasus
mengenai Penyalahgunaan Narkotika golongan 1 bagi diri sendiri, dimana
Hakim memutus terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun dan satu
bulan tanpa rehabilitasi medis karena terdakwa tidak memenuhi syarat-syarat
yang tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun
2010. Berdasarkan uraian tersebut mendorong penulis untuk melakukan
penelitian yang berjudul Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
Golongan I Bagi Diri Sendiri (Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pada Putusan Perkara Nomor :
56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis
mengambil pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menerapkan unsur-unsur tindak
pidana penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri?
2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam
perkara Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN. Pwt?
7
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menerapkan unsur-unsur
tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan 1 bagi diri sendiri.
2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam
perkara Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah wacana dan
pengetahuan hukum dalam bidang hukum pidana, khususnya yang
menyangkut tentang tindak pidana narkotika dalam kaitannya proses
penjatuhan putusan pidana pada kasus penyalahgunaan narkotika golongan
I bagi diri sendiri/pecandu narkotika. Berkaitan dengan pertimbangan
hukum hakim untuk menjatuhkan putusan pidana, syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk menjatuhkan putusan tersebut dan bagaimana
kedudukannya dalam sistem pemidanaan di Indonesia.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitiaan ini diharapkan dapat digunakan sebagai wacana bagi
pembaca untuk menulis judul skripsi ataupun memberikan pengetahuan
baru tentang hukum pidana dan juga berguna bagi masyarakat pada
umumnya
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana
1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana
Pembentuk undang-undang telah menggunakan istilah “ strafbaar
feit” untuk menyebut apa yang disebut sebagai “tindak pidana” di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa memberikan suatu penjelasan
tentang apa yang disebut sebagai “strafbaar feit” tersebut. Oleh karena itu
timbullah beberapa doktrin mengenai pendapat tentang makna dari istilah
“strafbaar feit”tersebut. Mengenai isi pengertian tindak pidana tidak ada
kesatuan pendapat para sarjana, berikut ini adalah beberapa pendapat para
sarjana mengenai penjelasan dari istilah “strafbaar feit” tersebut3
Berikut ini adalah beberapa pendapat ahli hukum pidana yang juga
mengemukakan pendapatnya mengenai istilah “strafbaar feit”, antara lain:
a. Moeljatno, menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu :
Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan manadisertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagibarang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwatindak pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarangdan diancam pidana. Asal saja dalam perbuatan itu diingat bahwalarangan yang ditujukan pada perbuatan yaitu suatu keadaan atau suatukejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang yang menimbulkankejadian itu. kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkanbukan orang.4
3 P.A.F. Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Baktihlm. 24-26
4 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 1982, hlm. 155.
9
b. Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah tindak pidana, yaitusuatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana,5
c. Utrecht menggunakan istilah peristiwa pidana, dengan alasan bahwaistilah “peristiwa pidana” meliputi suatu perbuatan (positif) atau suatumelalaikan (negatif) maupun akibatnya yaitu keadaan yangditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu,6
2. Unsur-unsur Tindak Pidana
Seseorang dapat dijatuhi pidana adalah apabila orang tersebut telah
memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah dirumuskan didalam
suatu peraturan perundang-undangan baik itu didalam KUHP maupun
peraturan perundang-undangan pidana lain diluar KUHP. Mengenai unsur-
unsur tindak pidana Lamintang berpendapat bahwa unsur-unsur tindak
pidana pada umumnya dapat djabarkan kedalam unsur-unsur dasar yang
terdiri dari unsur subyektif dan unsur obyektif.7
Kemudian Lamintang juga menjelaskan tentang unsur-unsur
subyektif dan unsur-unsur obyektif sebagai berikut :
a. Unsur-unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya;
b. Unsur-unsur obyektif yaitu unsur-unsur yang ada hubungannya dengankeadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan darisi pelaku itu harus dilakukan.8
Rumusan unsur-unsur tindak pidana sebagaimana disebutkan di
atas dirasakan terlalu sederhana. Selain hal tersebut di atas, masih terdapat
5 Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT RefikaAditama, 2008, hlm. 59.
6 Utrecht, Hukum Pidana I, Surabaya, Pustaka Tindak Mas, 1986, hlm. 251.7 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya
Bakti, 1997, hlm. 193.8 Loc. Cit.
10
beberapa pendapat para ahli hukum pidana mengenai unsur-unsur tindak
pidana. Sama halnya dengan istilah tindak pidana, mengenai unsur-unsur
tindak pidana pun belum terdapat kesatuan pendapat diantara para ahli
hukum pidana. Setidaknya tentang unsur-unsur tindak pidana menurut
pendapat para ahli hukum pidana pada dasarnya dapat dibedakan menjadi
2 (dua) golongan, yaitu :
1. Pandangan dualistis
Pandangan dualistis mengadakan pemisahan antara dilarangnya
suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana (criminal act atau actus
reus) dan dapat dipertanggungjawabkan si pembuat (adanya mens rea).
Pengikut aliran dualistis, antara lain :
1) H.B. Vos
een srafbaar feit is een menselijke gedraging waarop door dewet (genome in de ruime zin van ”wettelijke bapaling”) straf isgesteld, een gedraging dus, die in het algemeen (tenzij er eenuitsluitingsgrond bestaat) op straffe verboden is.Jadi menurut Vos strafbaar feit hanya berunsurkan :a. kelakuan manusia;b. diancam pidana dalam undang-undang.9.
2) W.P.J. Pompe
berpendapat bahwa ”menurut hukum positif strafbaar feitadalah tidak lain dari feit, yang diancam pidana dalamketentuan undang-undang”. (volgens ons positieve recht is hetstrafbaar feit niets anders een feit, dat in oen wettelijkesrafbepaling als strafbaar in omschreven). Memang beliaumengatakan, bahwa menurut teori, strafbaar feit itu adalahperbuatan, yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengankesalahan, dan diancam pidana. Dalam hukum positif,demikian Pompe, sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid)
9 Vos dalam Sudarto, Loc. Cit.
11
dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanyatindak pidana (strafbaar feit). Untuk penjatuhan pidana tidakcukup dengan adanya tindak pidana, akan tetapi disamping ituharus ada orang yang dapat dipidana. Orang ini tidak ada, jikatidak ada sifat melawan hukum atau kesalahan.10
3) Moeljatno
Dalam pidato dies natalis tersebut di atas beliau memberi artikepada ”perbuatan pidana” sebagai ”perbuatan yang diancamdengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut”.Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur :a. perbuatan (manusia);b. yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini
merupakan syarat formil); danc. bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).11
2. Pandangan monistis
Pandangan monistis melihat bahwa keseluruhan adanya syarat
pemidanaan merupakan sifat dari perbuatan.
Pengikut aliran monistis, antara lain :
1) Simons
Srafbaar feit adalah “een straafbaar gestelde, onrechmatige,met schuld verband staande handeling van eentoerekeningssvatbaar persoon”Jadi unsur-unsur Srafbaar feit adalah :
a. perbuatan manusia (positief atau negatief, berbuat atau tidakberbuat atau membiarkan);
b. diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);c. melawan hukum (onrechtmatig);d. dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband
staand);e. oleh orang yang mampu bertanggung jawab
(teorekeningsvatbaar persoon).12
10 Pompe dalam Sudarto, Ibid, hlm. 43.11 Moeljatno dalam Sudarto, Loc. Cit.12 Sudarto, Hukum Pidana I (cetakan ke II), Semarang :Yayasan Sudarto d/a
Fakultas Hukum Undip Semarang, 1990, hlm. 41.
12
Simons menyebut adanya unsur obyektif dan unsur subyektifdari Strafbaar feit.
Yang disebut sebagai unsur obyektif ialah :a. perbuatan orang;b. akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;c. mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu
seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat-sifat “openbaar” atau“dimuka umum”.
Segi subyektif dari Strafbaar feit :a. orang yang mampu bertanggung jawab;b. adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan ini harus
dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapatberhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengankeadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan.13
2) Van Hamel
Definisinya : Strafbaar feit adalah : “een wettelijk omschrevenmenschelijke gedraging, onrechtmatig, strafwaardig en aanschuld te wijten”Jadi unsur-unsurnya :a. perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-
undang;b. melawan hukum;c. dilakukan dengan kesalahan dan;d. patut dipidana.14
3) Mezger
Die Straftat ist der Inbegriff der Voraussetzungen der Strafe(Tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanyapidana). Selanjutnya dikatakan : Die Straftat ist demnachtatbestandlich- rechtwidrige, personlicht-zurechenbarestrafbedrohte Hanlung. Dengan demikian unsur-unsur tindakpidana ialah :a. perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau
membiarkan);b. sifat melawan hukum (baik bersifat obyektif maupun yang
subyektif);c. dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang;d. diancam dengan pidana.15
13 Simons dalam Sudarto, Loc. Cit.14 Van Hamel dalam Sudarto, Loc.Cit
13
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Pembagian jenis-jenis tindak pidana dalam teori dan praktek
peraturan perundang-undangan ialah sebagai berikut :
a. Kejahatan dan Pelanggaran;
b. Delik formil dan delik materiil;
c. Delik dolus dan delik culpa;
d. Delik Commisissionis, delik Ommissionis, dan delik Commisissionis
perommisionis commisso;
e. Delik tunggal dan delik berganda;
f. Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus;
g. Delik aduan dan delik biasa atau bukan aduan;
h. Delik ekonomi dan bukan delik ekonomi;
i. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya;
j. Kejahatan ringan.
Disamping tindak pidana yang tercantum dalam KUHP ada
beberapa macam tindak pidana yang pengaturannya berada diluar KUHP
atau disebut “tindak pidana khusus”. Adapun jenis-jenis tindak pidana di
luar KUHP antara lain :
a. Tindak Pidana Imigrasi;
b. Tindak Pidana Ekonomi;
c. Tindak Pidana Narkotika.
15 Mezger dalam Sudarto, Ibid. hlm. 41-42.
14
Menurut Sudarto, yang dimaksud dengan hukum pidana khusus adalah :
hukum pidana yang ditetapkan untuk golongan orang khusus atauyang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan khusus, termasukdi dalamnya hukum pidana militer, hukum pidana ekonomisehingga dapat disimpulkan “undang-undang pidana khusus” ituadalah undang-undang pidana selain Kitab Undang-UndangHukum Pidana yang merupakan kedudukan sentral dari KUHP initerutama karena di dalamnya termuat ketentuan-ketentuan umumdari hukum pidana dalam Buku I yang berlaku juga terhadaptindak-tindak pidana yang terdapat di luar KUHP kecuali apabilaundang-undang menentukan lain.16
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah
merupakan salah satu bentuk Undang-undang yang mengatur tindak
pidana di luar KUHP. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika merupakan ketentuan khusus dari ketentuan umum (KUHP)
sebagai perwujudan dari asas lex specialis derogat lex generalis. Oleh
karena itu terhadap kejadian yang menyangkut tindak pidana narkotika
harus diterapkan ketentuan-ketentuan tindak pidana dalam undang-undang
tersebut, kecuali hal-hal yang belum diatur di dalamnya.
B. Tinjauan Umum Tentang Narkotika
1. Pengertian Narkotika
Narkoba pada dasarnya merupakan suatu singkatan kata dari
Narkotika, Psikotropika, dan zat (bahan adiktif) lainnya. Secara
terminologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba adalah obat
16 Sudarto, Hukum Pidana I, Jakarta, PT. Sinar Grafika, 2007, hlm. 21
15
yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan
rasa mengantuk atau rasa merangsang.
Narkotika memiliki arti yang sama dengan narcosis yang berarti
membius. Ada yang mengatakan bahwa kata narkotika berasal dari bahasa
Yunani “narke” yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.17
Selain itu juga ada yang berpendapat bahwa kata narkotika berasal dari
kata narcissus, sejenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga yang
dapat membuat orang menjadi tidak sadar.18
Rachman Hermawan, mendefinisikan narkotika yaitu :
Zat yang dimakan, diminum, atau dimasukkan (disuntikkan) kedalam tubuh manusia, dapat mengubah satu atau lebih fungsi badanmanusia.19
Pengertian narkotika secara yuridis diatur dalam Pasal 1 butir 1
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang
menyebutkan bahwa :
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman ataubukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapatmenyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa,mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapatmenimbulkan ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini”.
2. Sejarah Narkotika
Sejak dahulu kita telah mengenal candu sebagai salah satu jenis narkotikayang ada dan dipergunakan oleh sebagian kecil masyarakat.20
17Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : PT. Alumni, 1981, hlm. 36.18Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung, PT.
Mandar Maju, 2003, hlm. 35.19Rachman Hermawan S., Penyalahgunaan Narkotika Oleh Para Remaja, Bandung :
Eresco, 1987, hlm. 10-11.20 Rachman Hermawan S., Op Cit., hal. 7
16
Candu diperkirakan berasal dari daerah timur Pegunungan Mediterania.Candu tersebut terbuat dari buah tanaman Papaver Somniferum L., yaitusejenis tanaman perdu liar yang tumbuh dengan subur di daerahpegunungan tersebut. Pada mulanya dari tanaman tersebut diambil bijinyauntuk dipakai sebagai campuran minuman teh.21
Kebiasaan mengisap candu yang menjadi ciri khas di kawasan Timur Jauhbelum dikenal orang sampai penemuan Benua Amerika oleh Columbustahun 1492, sebab kebiasaan merokok juga tidak dikenal oleh pendudukDunia Lama di Daratan Asia dan Afrika. Kesukaan mengisap candu barumenjadi masalah besar di Cina setelah Cina menjadi sasaran utamaperdagangan candu oleh maskapai Inggris, British East India Company/BEIC dan Belanda.
Pada tahun 1790, BEIC berhasil menjual candu ke Cina. Pada tahun 1838terjadi perang candu I setelah candu gelap Inggris dibatalkan oleh Cina.Perang antara Cina dan Inggris berlangsung kembali antara tahun 1856-1858 dengan kekalahan di pihak Cina. Akibat kekalahan tersebut, Cinaterpaksa membuka pintu dan memasukkan candu melalui beberapapelabuhan.22
Dalam Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Seminar InternasionalAntar-Regional II tentang Pencegahan dan Penyembuhan KetergantunganKepada Obat di Bangkok pada bulan November tahun 1979, dijelaskankisah migrasi orang-orang Cina dari daerah selatan ke negara-negara AsiaTenggara pada akhir abad ke-18 karena musim kering dan bahayakelaparan yang mengancam. Dengan migrasi ini kebiasaan jelek mengisapcandu juga dibawa mereka ke tempat baru. Hal ini kembali menjadimakanan empuk bagi para penjajah dari Eropa. Akibatnya, hingga akhirabad ke-19 perdagangan candu menjadi objek yang sangat menguntungkandi Asia Tenggara.23
Bangsa mana yang pertama membawa candu ke Indonesia tidak dapatdiketahui secara pasti. Namun, diduga diperkenalkan oleh orang India,Arab, dan Cina secara sendiri-sendiri.
21 Loc. Cit.22 Mardani, Op. Cit., hal. 93-94.23 Rachman Hermawan S., Op. Cit., hal 8-9.
17
Setelah menjadi barang dagangan VOC, pemasukan candu di Pulau Jawameningkat terutama setelah VOC memegang monopoli impor ke kerajaanMataram pada tahun 1696, Kesultanan Cirebon pada tahun 1678, dankemudian ke wilayah Kesultanan Banten. 24
Dengan kemajuan teknologi, candu yang berasal dari buah PapaverSomniferum L. dapat diolah sehingga menghasilkan morfina dan heroina.Sedangkan, tanaman koka dapat diolah untuk menghasilkan kokaina.
Di samping tanaman tersebut, ganja yang tumbuh subur di negara kita jugatermasuk salah satu jenis narkotika yang dilarang oleh PemerintahRepublik Indonesia.
Dewasa ini, candu, morfina, heroina, kokaina, dan ganja dikenal dalamketentuan perundang-undangan sebagai narkotika.25
3. Pengaturan Narkotika
Dalam sejarah perundang-undangan yang mengatur tentang
narkotika, dapat dibagi dalam 5 (lima) tahap yang dijabarkan sebagai
berikut :
a. Masa berlakunya berbagai Ordonantie Regie.
Pada masa ini pengaturan narkotika tidak seragam. Setiap
wilayah mempunyai ordonantie regie sendiri-sendiri. Dari berbagai
macam regie ordonantie, yang paling tua adalah Bali Regie
Ordonantie yang dimuat dalam Stbl 1872 No. 76. Di samping itu,
masalah narkotika juga diatur dalam :
1) Morphine Regie Ordonantie (Stbl 1911 No. 373, Stbl 1911No. 484, dan Stbl 1911 No. 485);
2) Ooskust Regie Ordonantie (Stbl 1911 No. 494 dan 644, Stbl1915 No. 255);
24 Loc. Cit.25 Ibid, hal. 10.
18
3) Westkust Regie Ordonantie (Stbl 1914 No. 562, Stbl 1915No. 245);
4) Bepalingen Opium Premien (Stbl 1916 No. 630) dansebagainya.26
b. Masa berlakunya Verdovende Midellen Ordonantie Stbl 1927 No.
278 jo No. 536.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 131 I.S., peraturan tentang obat
bius Nederland Indie disesuaikan dengan peraturan obat bius yang
berlaku di Belanda (azas konkordasi). Gubernur Jenderal dengan
persetujuan Raad van Indie mengeluarkan Stbl 1927 No. 278 jo No.
536 tentang Verdovende Midellen Ordonantie yang diterjemahkan
dengan Undang-Undang Obat Bius. Dengan ketentuan tersebut telah
ditarik 44 perundang-undangan sebelumnya. Jadi, maksud utama
dikeluarkannya Undang-Undang Obat Bius tersebut adalah untuk
mendapatkan unifikasi hukum ketentuan-ketentuan mengenai candu
dan obat-obat bius lainnya yang sebelumnya tersebar dalam berbagai
ordonantie.
c. Masa berlakunya Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang
Narkotika.
Latar belakang digantinya Verdovende Midellen Ordonantie
menjadi Undang-Undang No. 9 Tahun 1967 tentang Narkotika adalah
sehubungan dengan perkembangan lalu lintas dan alat-alat
perhubungan serta pengangkutan modern yang menyebabkan cepatnya
penyebaran/ pemasukan narkotika ke Indonesia. Ditambah lagi dengan
26Hari Sasangka, Op. Cit., hal. 163.
19
kemajuan di bidang pembuatan obat-obatan ternyata tidak cukup
memadai bila tetap memakai ketentuan-ketentuan dalam Verdovende
Midellen Ordonantie. Dalam Verdovende Midellen Ordonantie hanya
mengatur tentang perdagangan dan penggunaan narkotika.
Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini adalah :
1) mengatur jenis-jenis narkotika yang lebih terperinci;2) pidananya juga sepadan dengan jenis-jenis narkotika
tersebut;3) mengatur pelayanan tentang kesehatan untuk pecandu dan
rehabilitasinya;4) mengatur semua kegiatan yang menyangkut narkotika
yakni penanaman, peracikan, produksi, perdagangan, lalulintas pengangkutan serta penggunaan narkotika;
5) acara pidananya bersifat khusus;6) pemberian premi bagi mereka yang berjasa dalam
pembongkaran kejahatan narkotika;7) mengatur kerjasama internasional dalam penanggulangan
narkotika;8) materi pidananya banyak yang menyimpang dari KUHP;9) ancaman pidananya lebih berat.27
d. Masa berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika.
Undang-undang ini diberlakukan pada tanggal 1 September
1997 dan dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1997 No. 67 serta
Tambahan Lembaran Negara No. 3698. Latar belakang
diundangkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika yakni peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai
upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran
27Hari Sasangka, Op. Cit, hal. 164-165.
20
narkotika. Hal tersebut dikarenakan kejahatan narkotika bersifat
transnasional dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan
teknologi canggih termasuk pengamanan hasil-hasil kejahatan
narkotika.
Selain itu, lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1997
tentang Narkotika mengingat adanya ketentuan baru dalam beberapa
konvensi internasional, yaitu :
1) Konvensi Tunggal Narkotika Tahun 1961 yang telah
diratifikasi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1976 tentang
Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika,
2) Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap
Narkotika dan Psikotropika Tahun 1988 (United Nations
Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psychotropic Substances) yang telah diratifikasi melalui
Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United
NationS Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs
and Psychotropic Substances.
e. Masa berlakunya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
Pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Indonesia No. VI/ MPR/ 2002 telah
merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
21
Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan
penggantian atas Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika.
Latar belakang pemikiran yang melandasi penggantian
Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menjadi
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ialah sebagai
berikut :
1) Perlu dilakukan upaya penegakan dan penindakan secaraefektif terhadap penyalahgunaan narkotika karena selainmerusak masa depan bangsa juga dapat mempercepatmeluasnya penyebaran HIV/ Aids dan telah menimbulkankeresahan masyarakat.
2) Kejahatan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotikamerupakan kejahatan transnasional terorganisasi denganmodus operandi yang terus berkembang yang perludiperangi secara bersama-sama baik pada tingkat nasional,regional, maupun global.
3) adanya perubahan dalam struktur kelembagaan yang eratkaitannya dengan pencegahan dan pemberantasanperedaran gelap dan penyalahgunaan narkotika perludiberikan dasar hukum yang jelas agar lembaga-lembagatersebut berfungsi secara efektif dalam melakukanpengawasan, pencegahan, dan pemberantasan peredarangelap dan penyalahgunaan narkotika.
4) Secara sosiologis, sudah semakin banyak korbanpenyalahgunaan narkotika berjatuhan khususnya dikalangan generasi muda.
5) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Narkotikaberdasarkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun2005 merupakan RUU yang menjadi prioritas untukdibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat danPresiden.28
28Keterangan Presiden Republik Indonesia Mengenai Rancangan Undang-UndangRepublik Indonesia Tentang Narkotika, http://www.legalitas.org, diakses pada tanggal 14 Januari2010.
22
Dalam rangka melindungi masyarakat dari bahaya
penyalahgunaan narkotika, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika juga mengatur mengenai prekursor narkotika serta
sanksi pidana bagi penyalahgunaan prekursor narkotika yang
merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan narkotika Selain itu, untuk lebih
mengefektifkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika maka dalam Undang-Undang Narkotika
ini diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu
Badan Narkotika Nasional (BNN).
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang No. 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika telah dipindahkan menjadi Narkotika
Golongan I menurut Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009
dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan
II dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
4. Jenis-Jenis Narkotika
M. Ridha Ma’roef membagi jenis-jenis narkotika menjadi dua
macam, yaitu :
23
a. Narkotika alam : narkotika dalam penegertian sempit, termasudidalamnya adalah berbagai jenis candu, morphine, heroin, ganja,hashish, codein dan cocaine.
b. Narkotika sintesis : narkotika dalam pengertia yang luas, termasukdidalamnya adalah zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obatyaitu hallucinogen, depressant, dan stimulant.29
Penggolongan jenis narkotika yang lebih terperinci diatur dalam
ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika dan Penjelasannya bahwa jenis-jenis narkotika dapat
digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Narkotika golongan I
Narkotika golongan adalah narkotika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Adapun jenis narkotika golongan I dalam Undang-
Undang Narkotika dalam lampiran 1 disebutkan ada 65 jenis
diantaranya :
1) Tanaman papaver Somniverum L dan semua bagian-bagiannya termasukbuah dan jeraminya, kecuali bijinya;
2) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buahtanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahansekedar untuk membungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikankadar morfinnya;
3) Opium masak terdiri daria. candu, hasil yang diperoleh ari opium mentah melalui suatu rentetan
pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragiandengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksudmengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikanapakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c. Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
29Ibid, hlm. 34.
24
4) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythoxylon dari keluargaEryhroxylaceae termasuk buah dan bijinya;
5) Daun koka, daun belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentukserbuk dari semua tanaman genus erythoxylon dari keluargaErythoxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melaluiperubahan kimia
6) Kokain mentah, semua hasil yang diperoleh dari dau koka yang dapatdiolah secara langsung untuk mendapatkan kokain.
7) Kokaina, metil ester-I-bensoil ekgonina8) Tanaman ganja, semua tanaman ganja termasuk biji, buah, jerami, hasil
olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar danhasis.
9) Tetrahydrocannabinol dan semua isomer serta semua bentuk stereokimianya
10) Delta 9 tetrahydrocannabinol dan semua bentuk stereo kimianya11) Asetofina : 3-0-acetiltetrahidro-7a-(1-hidroksi-1-metilbutil12) Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil]
asetanilida.13) Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida14) Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil]
priopionanilida15) Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil]
propionanilida16) Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4
piperidil] propio-nanilida.17) Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina18) Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-
oripavina19) Heroina : Diacetilmorfina20) Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina21) 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida22) 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil]
propionanilida23) MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)24) Para-fluorofentanil : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida25) PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)26) Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida27) BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- α –
metilfenetilamina DOB28) DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol29) DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina30) DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-
6Hdibenzo[b, d]piran-1-ol31) DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol32) DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina33) ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina
25
34) ETRIPTAMINA. : 3-(2aminobutil) indole35) KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon36) ( + )-LISERGIDA, nama lain : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-
metilergolina-8 β –LSD, LSD-25 karboksamida37) MDMA : (±)-N, α -dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina38) Meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina39) METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on40) 4-metilaminoreks : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina41) MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina42) N-etil MDA : (±)-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin43) N-hidroksi MDA: (±)-N-[α-metil-3,4-(metilendioksi fenetil]
hidroksilamina44) Paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-
dibenzo[b,d] piran-1-ol45) PMA : p-metoksi- α –metilfenetilamina46) psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol47) PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat48) ROLISIKLIDINA, nama lain : 1-( 1- fenilsikloheksil) pirolidina
PHP,PCPY49) STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina50) TENAMFETAMINA, nama lain : α -metil-3,4-(metilendioksi)
fenetilaminaMDA51) TENOSIKLIDINA, nama lain : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil] piperidina
TCP52) TMA : (±)-3,4,5-trimetoksi- α –metilfenetilamina53) AMFETAMINA : (±)- α –metilfenetilamina54) DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina55) FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina56) FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin57) FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina58) LEVAMFETAMINA, nama lain : (- )-(R)- α –metilfenetilamina
levamfetamina59) Levometamfetamina : ( -)- N, α –dimetilfenetilamina60) MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon61) METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina62) METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon63) ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1-
piperazinetano64) Opium Obat65) Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika
b. Narkotika golongan II
26
Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk
pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi juga digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Jenis narkotika golongan II ini sangat banyak, antara
lain :
1) Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana2) Alfameprodina : Alfa - 3 – etil – 1 – metil – 4 – fenil – 4 -
propionoksipiperidina3) Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol4) Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina5) Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]-4-
(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida6) Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina7) Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-karboksilat
etil ester8) Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana9) Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester10) Benzilmorfina : 3-benzilmorfina11) Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina12) Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol13) Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina14) Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana15) Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1-
benzimidazolinil)-piperidina16) Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-
pirolidinil)butil]-morfolina17) Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida18) Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena19) Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester20) Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik21) Dihidromorfina22) Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol23) Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat24) Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena25) Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat26) Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona27) Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol
27
28) Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgoninadan kokaina.
29) Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena30) Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester31) Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5nitrobenzimedazol32) Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester)33) Hidrokodona : dihidrokodeinona34) Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-
karboksilat etil ester35) Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina36) Hidromorfona : dihidrimorfinona37) Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona38) Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona39) Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida40) Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan41) Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan42) Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4-
karboksilatmEtil ester43) Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina44) Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol45) Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima46) Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan47) Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil)butil]
morfolina48) Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan49) Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan50) Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona51) Metadona intermediate : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana52) Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan53) Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina54) Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina55) Metopon : 5-metildihidromorfinona56) Mirofina : Miristilbenzilmorfina57) Moramida intermediate : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana
karboksilat58) Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat
etil ester59) Morfina-N-oksida60) Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya
termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida
61) Morfina62) Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina63) Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana
28
64) Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan65) Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona66) Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina67) Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona68) Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona69) Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona70) Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina71) Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester72) Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat73) Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester74) Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-
karboksilat etil ester75) Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-
piperdina-4-Karbosilat armida76) Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana77) Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester78) Rasemetorfan : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan79) Rasemoramida : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-
butil]-morfolina80) Rasemorfan : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan81) Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil]
propionanilida82) Tebaina83) Tebakon : asetildihidrokodeinona84) Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1-
karboksilat85) Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina86) Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas
c. Narkotika golongan III
Narkotika golongan III adalah narkoba yang berkhasiat untuk
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan tujuan
pengobatan serta digunakan dalam tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. jenis narkotika golongan III antara lain :
1) Asetildihidrokodeina2) Dekstropropoksifena: α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-butanol
propionat3) Dihidrokodeina
29
4) Etilmorfina : 3-etil morfina5) Kodeina : 3-metil morfina6) Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina7) Nikokodina : 6-nikotinilkodeina8) Norkodeina : N-demetilkodeina9) Polkodina : Morfoliniletilmorfina10)Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida11)Buprenorfina:21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]-
6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina12)Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas13)Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika14)Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika
C Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
1. Tindak Pidana Narkotika
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
menyatakan bahwa setiap perbuatan yang tanpa hak berhubungan secara
langsung maupun tidak langsung dengan narkotika adalah bagian dari
tindak pidana narkotika. Pada dasarnya penggunaan narkotika hanya
boleh digunakan untuk kepentingan pengobatan serta ilmu pengetahuan
dan teknologi. Apabila diketahui terdapat perbuatan diluar kepentingan-
kepentingan sebagaiman disebutkan di atas, maka perbuatan tersebut
dikualifikasikan sebagai tindak pidana narkotika. Hal tersebut ditegaskan
oleh ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika menyatakan bahwa :
“Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanankesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.”
30
Tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai Pasal 148
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dalam segi
perbuatannya ketentuan pidana yang diatur oleh undang-undang tersebut
dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) antara lain:
a. Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika;b. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika;c. Kejahatan yang menyangkut pengangkutan dan trasito
narkotika;d. Kejahatan yang mengangkut penguasaan narkotika;e. Kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika;f. Kejahatan yang menyangkut tidak melapor pecandu narkotika ;g. Kejahatan yang menyangkut label dan publikasi narkotika ;h. Kejahatan yang menyangkut jalannya peradilan narkotika;i. Kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan
narkotika.30
2. Penyalahgunaan Narkotika
Secara harfiah, kata penyalahgunaan berasal dari kata “salah
guna” yang artinya tidak sebagaimana mestinya atau berbuat keliru.
Jadi, penyalahgunaan narkotika dapat diartikan sebagai proses, cara,
perbuatan yang menyeleweng terhadap narkotika.
Djoko Prakoso, Bambang R. L., dan Amir M. menjelaskan
yang dimaksud dengan penyalahgunaan narkotika adalah :
a. Secara terus-menerus/ berkesinambungan,b. Sekali-kali (kadang-kadang),c. Secara berlebihan,d. Tidak menurut petunjuk dokter (non medik).31
30Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2001, hlm.154.
31Djoko Prakoso, Bambang R. L., Amir M., Op.Cit, hal. 489.
31
Secara yuridis pengertian dari penyalah guna narkotika diatur
dalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika adalah :
“Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotikatanpa hak atau melawan hukum.”
Bentuk perbuatan penyalahgunaan narkotika yang paling
sering dijumpai adalah perbuatan yang mengarah kepada pecandu
narkotika. Adapun pengertian pecandu narkotika adalah seperti yang
termuat didalam Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika yaitu :
“Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan ataumenyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaanketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupunpsikis.”
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan ketergantungan
pada diri pecandu narkotika sebagaiman diatur didalam Pasal 1 butir
14 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :
“Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai olehdorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerusdengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yangsama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/ataudihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik danpsikis yang khas”.
Menurut Rachman Hermawan, menyatakan bahwa :
Pemakaian narkotika secara terus-menerus akanmengakibatkan orang itu bergantung pada narkotika, secaramental maupun fisik, yang dikenal dengan istilahkebergantungan fisik dan mental. Seseorang bisa disebutmengalami kebergantungan mental bila ia selalu terdorong
32
oleh hasrat dan nafsu ynag besar untuk menggunakannarkotika, karena terpikat oleh kenikmatannya.Kebergantungan mental ini dapat mengakibatkan perubahanperangai dan tingkah laku. Seseorang bisa disebut mengalamikebergantungan fisik bila ia tidak dapat melepaskan diri daricengkeraman narkotika tersebut karena, apabila tidak memakainarkotika, akan merasakan siksaan badaniah, seakan-akandianiaya. Kebergantungan fisik ini dapat mendorong seseoranguntuk melakukan kejahatan-kejahatan, untuk memeperolehuang guna membeli narkotika. Kebergantungan fisik danmental lambat-laun dapat menimbulkan gangguan padakesehatan.32
Perbuatan seorang pecandu narkotika merupakan suatu
perbuatan menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri secara tanpa
hak, dalam artian dilakukan oleh seseorang tanpa melalui pengawasan
dokter. Erat kaitannya hubungan antara penyalahgunaan narkotika
dengan pecandu narkotika. Penggunaan narkotika secara tanpa hak
digolongkan kedalam kelompok penyalahguna narkotika, sedangkan
telah kita ketahui bahwa penyalahgunaan narkotika merupakan salah
satu bagian tindak pidana narkotika. Sehingga secara langsung dapat
dikatakan bahwa pecandu narkotika tidak lain adalah pelaku tindak
pidana narkotika.
Kedudukan pecandu narkotika sebagai pelaku tindak pidana
narkotika diperkuat dengan adanya ketentuan didalam Pasal 127
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
mengatur mengenai penyalahgunaan narkotika, yaitu :
“ (1) Setiap Penyalah Guna:a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
32 Rachman Hermawan S, Op. cit, hlm. 11.
33
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; danc. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat(1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korbanpenyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajibmenjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial “.
Meskipun pecandu narkotika memiliki kualifikasi sebagai
pelaku tindak pidana narkotika, namun didalam keadaan tertentu
pecandu narkotika dapat berkedudukan lebih kearah korban. Iswanto
menyatakan bahwa korban merupakan akibat perbuatan disengaja atau
kelalaian, kemauan suka rela, atau dipaksa atau ditipu, bencana alam,
dan semuanya benar-benar berisi sifat penderitaan jiwa, raga, harta
dan morel serta sifat ketidakadilan”.33 Pecandu narkotika dapat
dikatakan sebagai korban dari tindak pidana penyalahgunaan
narkotika yang dilakuknnya sendiri, sehingga tidak berlebihan jika
sanksi terhadap pelaku tindak pidana ini sedikit lebih ringan daripada
pelaku tindak pidana narkotika yang lain.
Sesuai dengan hal tersebut adalah ketentuan Pasal 103
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :
“(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutanmenjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasijika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukantindak pidana Narkotika; atau
33 Iswanto, Op. Cit, hlm. 8.
34
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutanmenjalani pengobatan dan/ atau perawatan melalui rehabilitasijika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalahmelakukan tindak pidana Narkotika.(2) Masa menjalani pengobatan dan/ atau perawatan bagiPecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufa diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman “.
Sejalan dengan ide pemikiran rehabilitasi terhadap pecandu
narkotika di atas, Mahkamah Agung pada tanggal 7 April 2010
mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan,
Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam
Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
Diterbitkannya SEMA tersebut memungkinan bagi pengadilan
dalam memutus perkara tindak pidana narkotika khususnya
yang berkaitan dengan pecandu narkotika berupa putusan
dalam bentuk hukuman rehabilitasi.
D Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim
1. Pengertian Putusan Hakim
Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah
dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat
berbentuk tertulis maupun lisan. Demikian dimuat dalam buku
Peristilahan dalam Praktik yang dikeluarkan Kejaksaan Agung RI 1985
35
Halaman 221.34 Sedangkan pengertian putusan sebagaimana dimaksud
didalam Pasal 1 angka 11 KUHAP, yaitu :
“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkandalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaanatau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal sertamenurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Ada juga yang mengartikan Putusan (vonnis) sebagai Vonnis tetap(definitief) (Kamus istilah Hukum Fockema Andreae). Rumusan-rumusan yang kurang tepat terjadi sebagai akibat penerjemahanahli bahasa yang bukan ahli hukum. Sebaliknya, dalampembangunan hukum yang sedang berlangsung diiperlukankecermatan dalam penggunaan istilah-istilah. Mengenai kataPutusan yang diterjemahkan dari vonis adalah hasil akhir daripemeriksaan perkara di sidang pengadilan. Ada juga yang disebutinterlocutoire yang diterjemahkan dengan Keputusan antara ataukeputusan sela dan preparatoire yang diterjemahkan dengankeputusan pendahuluan/ keputusan persiapan serta keputusanprovisionele yang diterjemahkan dengan keputusan untuksementara. 35
2. Proses Penjatuhan Putusan Hakim
Penjatuhan putusan merupakan salah satu tahap didalam proses
penegakan hukum yang paling menarik perhatian publik. Mengenai
putusan apa yang akan dijatuhkan majelis hakim, tergantung dari hasil
musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan yang dikaitkan
dengan bukti-bukti dan segala sesuatu yang terungkap selama proses
persidangan. Berkaitan dengan proses penjatuhan putusan oleh majelis
hakim maka berlaku ketentuan didalam Pasal 182 ayat (6) KUHAP yang
menyatakan bahwa:
34Leiden Marpaung, Proses Penanganan Perkaara Pidana (Di Kejaksaan &Pengadilan Negeri, Upaya Hukum & Upaya Eksekusi), Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm.129.
35 Ibid, hlm. 129-130.
36
“Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis hakimmerupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelahdiusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, makaberlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Putusan diambil dengan suara terbanyak;b. Jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh
putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang palingmenguntungkan bagi Terdakwa”.
Secara khusus ketentuan sebagaimana disebutkan di atas juga
diatur didalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa :
“(1) Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakimyang bersifat rahasia.(2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajibmenyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadapperkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidakterpisahkan dari putusan.(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapaimufakatbulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratansebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalamPeraturan Mahkamah Agung”.
Sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan, majelis hakim harus
terlebih dahulu dapat memahami secara mantap semua unsur tindak pidana
yang didakwakan, memahami unsur-unsur dari kesalahan beserta
kemampuan pertanggungjawaban pidana yang melekat pada diri pelaku.
M. H. Tirtaamidjaja, mengutarakan sebagai berikut :
Sebagai hakim, ia harus berusaha untuk menetapkan suatuhukuman, yang dirasakan oleh masyarakat dan si tersakwa sebagaisuatu hukuman yang setimpal dan adil. Untuk mencapai usaha ini,ia harus memperhatikan :
a. Sifat pelanggaran pidana itu (apakah itu suatu pelanggaranpidana yang berat atau ringan);
b. Ancaman hukuman terhadap tindak pidana itu;
37
c. Keadaan dan suasana waktu melakukan pelanggaran pidanaitu (yang memberatkan dan meringankan);
d. Pribadi Terdakwa apakah ia seorang penajahat tulen atauseorang penajahat yang telah berulang-ulang dihukum(recidivist) atau seorang penjahat untuk satu kali ini saja;
e. Sebab-sebab untuk melakukan pelanggaran pidana itu;f. Sikap Terdakwa dalam pemeriksaan perkara itu (apakah ia
menyesal tentang kesalahannya ataukah dengan kerasmenyangkal meskipun telah ada bukti yang cukup akankesalahannya);
g. Kepentingan umum.(hukum pidana diadakan untuk melindungi kepentinganumum, yang dalam keadaan-keadaan tertentu menurut suatupenghukuman berat pelanggaran pidana, misalnyapenyelundupan, membuat uang palsu pada waktu negaradalam keadaan ekonomi yang buruk, merampok pada waktubanyak terjadinya perampokan).36
Andy Hamzah mengatakan, setiap keputusan hakim adalah salah
satu dari tiga kemungkinan :
a. Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan/ atau tata tertib;b. Putusan bebas;c. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.37
E. Tinjauan Umum tentang Sistem Pemidanaan di Indonesia
1. Teori-Teori Sistem Pemidanaan
Pemidanaan merupakan upaya terakhir dalam proses penegakan
hukum (pidana) juga merupakan akhir atau puncak dari keseluruhan sistem
upaya-upaya yang menggerakan manusia melakukan tingkah laku tertentu
seperti yang diharapkan masyarakat.38 Pemidanaan sebagai suatu proses
penjatuhan pidana hendaknya dilakukan sebijak mungkin, perlu
dipertimbangkan pidana yang bagaimana yang sesuai dengan kondisi si
36Ibid, hlm. 139-140.37 Andy Hamzah, Op.cit, hlm. 285.38 Roeslan Saleh, Perubahan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta:
Aksara Baru, 1983, hlm. 1.
38
Terdakwa. Harus diakui bahwa pidana itu tidak berakibat sama pada setiap
orang, karena pidana merupakan suatu hal yang relatif.39
Menurut Sudarto, perkataan pemidanaan itu adalah sinonim
dengan perkataan penghukuman. Beliau menyatakan bahwa :
Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapatdiartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentanghukumnya (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwaitu tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saja, akan tetapijuga hukum perdata. Oleh karena tulisan ini berkisar pada hukumpidana, maka istilah tersebut harus disempitkan artinya, yaknipenghukuman dalam perkara pidana, yang kerap kali sinonimdengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana olehhakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna samadengan sentence atau veroordeling.40
Hall membuat deskripsi yang terperinci mengenai pemidanaan
yaitu :
a. pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalamhidup;
b. ia memaksa dengan kekerasan;c. ia diberikan atas nama negara; ia “diotorisasikan”;d. pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan,
pelanggarannya, dan penentuannya yang diekspresikan dalamputusan;
e. ia diberikan kepada pelanggar yang melakukan kejahatan;f. tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan
kejahatan, dan diperberat atau diringankan dengan melihatpersonalitas (kepribadian si pelanggar), motif dandorongannya.41
Ted Honderich berpendapat bahwa pemidanaan harus memuat
tiga unsur berikut :
39 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana Pemidanaan,Jakarta : Sinar Grafika, 2007, hlm. 40.
40 Sudarto dalam Lamintang, Ibid, hlm. 49.41Hall dalam M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar
Double Track System & Implementasinya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003,hlm. 70
39
a. pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan(deprivation) atau kesengsaraan (distress) yang biasanyasecara wajar dirumuskan sebagai sasaran dari tindakanpemidanaan;
b. setiap pemidanaan harus datang dari institusi yang berwenangsecara hukum pula;
c. penguasa yang berwenang berhak untuk menjatuhkanpemidanaan hanya kepada subyek yang telah terbukti secarasengaja melanggar hukum atau peraturan yang berlaku dalammasyarakatnya.42
Menurut Lamintang Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran
tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu:
1. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri2. untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan
kejahatan-kejahatan3. untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak
mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yaknipenjahat-penjahat yang dengan cara-cara yang lain sudah tidakdapat diperbaiki lagi.43
Lamintang juga berpendapat bahwa :
Tentang tujuan yang bagaimana yang ingin dicapai orang dengansuatu pidana itu. Hingga kini belum terdapat suatu kesamaanpendapat di antara para sarjana, akan tetapi dari praktek pidana dandari praktek pemidanaan di tanah air, kita dapat mengetahui bahwapemikiran orang mengenai pidana dan pemidanaan dewasa inisedikit banyak masih dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran orangmengenai pidana dan pemidanaan dari beberapa abad yang lampau,waalaupun karena telah mendapat pengaruh dari beberapa ilmupengetahuan yang baru, terutama dari kriminologi, orang telahdidorong untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan di dalamsistem-sistem pemidanaan, akan tetapi yang karena peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengaturnya hingga kinimasih tetap merupakan peraturan-peraturan perundang-undanganyang lama, maka mengenai sistem-sistem pemidanaan yangdimaksud di atas itu, hingga kini orang masih terpaku pada sistem-sistem yang lama dengan segala kekurangan-kekurangannya.44
42 Ted Honderich dalam M. Sholehuddin, Ibid, hlm. 71.43 P.A.F. Lamintang, Op.cit. hlm. 23.44 Ibid, hlm. 33-34.
40
Hukum pidana mengenal adanya teori-teori mengenai pemidanaan.
Pada dasarnya keberadaan teori-teori tersebut bertitik tolak dari suatu
pemikiran mengenai dasar-dasar pembenaran dan tujuan dari pidana.
Beberapa teori-teori pemidanaan yang dikenal didalam literatur hukum
pidana pada umumnya terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Teori Absolut atau Teori Retributif atau Teori Pembalasan
Pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan
suatu tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada
sebagai suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan tindak
pidana.
Hegel berpendapat bahwa pidana merupakan keharusan logis
sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan, karena kejahatan adalah
pengingkaran terhadap ketertiban hukum negara yang merupakan
perwujudan cita-cita susila.45
Menurut Nigel Walker, penganut teori retributif dapat pula dibagi
dalam beberapa golongan yaitu :
1. Penganut retributif yang murni (the pure retributivist) yangberpendapat bahwa pidana harus cocok atau sepadan dengankesalahan pembuat.
2. Penganut teori retributif yang tidak murni (dengan modifikasi) yangdapat pula dibagi dalam :a) penganut teori retributif yang terbatas (the limiting retributivist)
yang berpendapat bahwa pidana tidak harus cocok/sepadan dengankesalahan, hanya saja tidak boleh melebihi batas yangcocok/sepadan dengan kesalahan Terdakwa.
45Muladi dan Barda Nawawi, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Bandung,Alumni, 1984, hlm. 12.
41
b) penganut teori retributif yang distributif (retribution indistribution), disingkat dengan sebutan teori “distributive” yangberpendapat bahwa pidana janganlah dikenakan pada orang yangtidak bersalah, tetapi pidana juga tidak harus cocok/sepadan dandibatasi oleh kesalahan. Prinsip “tiada pidana tanpa kesalahan”dihormati, tetapi dimungkinkan adanya pengecualian misalnyadalam hal “strict liability”.46
Sudarto berpendapat bahwa :
Sebenarnya sekarang sudah tidak ada lagi penganut ajaranpembalasan yang klasik, dalam arti bahwa pidana merupakan suatukeharusan demi keadilan belaka. Kalaupun ada penganut teoripembalasan, mereka itu dikatakan sebagai penganut teoripembalasan yang modern seperti Van Bemmelen, Pompe, danEnschede. Pembalasan disisni bukanlah sebagai tujuan sendiri,melainkan seebagai pembatasan dalam arti harus adakeseimbangan antara perbuatan dan pidana; maka dapat dikatakanada asas pembalasan yang negatif. Hakilm hanya menetapkanbatas-batas dari pidana; pidana tidak boleh melampaui batas darikesalahan sipembuat.47
b. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Utilitarian Theory)
Pidana bukanlah sekedar pembalasan, karena pembalasan itu tidak
memiliki nilai tetapi hanya sebagai sarana melindungi kepentingan
masyarakat. Pidana bukan karena orang telah melakukan tindak pidana
tetapi agar orang jangan melakukan tindak pidana, pidana memiliki tujuan-
tujuan tertentu yang bermanfaat. Pemidanaan itu adalah suatu cara untuk
mencapai tujuan yang lain dari pada pemidanaan itu sendiri, sehungga
teori ini dikenal sehingga juga dikenal sebagai teori tujuan (utilitarian
theory). Sedangkan menurut Nigel Walker, teori ini lebih tepat disebut
teori atau aliran reduktif (the “reductive” point of view”) karena dasar
46 Ibid, hlm. 12-13.47Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana (Cetakan II), Bandung , Alumni, 1986, hlm.
83.
42
pembenaran pidana menurut teori ini ialah untuk mengurangi frekuensi
kejahatan.48
Karl. O. Cristiansen mengemukakan mengenai ciri-ciri pokok
dari teoti utilitarian antara lain :
1) tujuan pidana adalah pencegahan (preventioan);2) pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat;3) hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan
kepada si pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yangmemenuhi syarat untuk adanya pidana;
4) pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untukpencegahan kejahatan;
5) pidana melihat kemuka (bersifat prospektif); pidana dapat mngandungunsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsurpembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahankejahantan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.49
c. Teori Gabungan
Tokoh yang pertama kali mengajukan teori ini adalah Pellegrino
Rossi, teori gabungan pada dasarnya tetap menganggap pembalasan
sebagai asas dari pidana dan bahwa beratnya pidana tidak boleh
melampaui suatu pembalasan yanga adil dan berpendirian bahwa pidana
mempunyai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam
masyarakat dalam prevensi general.50
Teori Gabungan merupakan perpaduan antara dua teori
sebelumnya, yaitu teori absolut dengan teori tujuan. Kedua teori tersebut
dianggap memiliki kekurangan. Teori absolut didalamnya dianggap dapat
menimbulkan tindakan yang tidak adil, karena faktor yang mempengaruhi
48Muladi dan Barda Nawawi, Op.cit. hlm. 16.49 Ibid, hlm. 17.50 Ibid, hlm. 19.
43
kejahatan tidak diperhitungkan. Sedangkan pada teori tujuan terdapat
anggapan berat sebelah, sebab tujuan teori ini yang hanya memperbaiki
sifat penjahat dianggap tidak cukup.
Vos menerangkan bahwa di dalam teori gabungan terdapat tiga
aliran yaitu :
1) Teori gabungan yang menitikberatkan pembalasan tetapi denganmaksud sifat pidana pembalasan itu untuk melindungi ketertibanhukum. Penegak aliran ini adalah Zeven Bergen yang menyatakansifat pidana adalah pembalasan, tetapi untuk tujuan melindungiketertiban hukum, untuk respek kepada hukum dan pemerintah. Danpada hakikatnya pidana itu hanya suatu “ultimatum remedium” (padaakhirnya yang dapat menyembuhkan yaitu suatu jalan yang terakhirboleh dipergunakan apabila tiada jalan lain (Mr. J.M. VanBememelen 1986 : 14);
2) Teori gabungan yang menitik beratkan pada perlindungan ketertibanmasyarakat. Teori ini dianut oleh Simons yang mepergunakan jalanpikiran bahwa secara prevensi umum terletak pada ancaman pidanadan secara prevensi khusus terletak pada sifat pidana menakutkan,memperbaiki, dan membinasakan, serta selanjutnya secara absolutpidana itu hanya disesuaikan dengan kesadaran hukum anggotamasyarakat;
3) Teori gabungan yang dititikberatkan sama antara pembalasan danperlindungan kepentingsn masyarakat. Penganutnya adalah De Pinto.Selanjutnya oleh Vos diterangkan, karena pada pada umumnya suatupidana harus disusun sedemikian rupa sebagai suatu hukum pidanayang adil, dengan ide pembalasannya yang tidak mungkin diabaikanbaik secara negatif maupun secara positif (H.B. Vos 1950 : 16-19)51
Simons menyatkan pendapatnya bahwa :
Pandangan orang di dalam zaman modern mengenai asal negara danmengenai hakekat dari negara sebagai suatu organisasi yang mempunyaitujuannya yang tersendiri dan yang mempunyai hak-hak yang lebih lebihtinggi dari pada hak-hak yang dimiliki oleh individu-individu, telahmembuat pidana itu dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan darinegara, dengan akibat bahwa orang menjadi merasa tidak perlu untukmemepermasalahkan kembali tentang apa yang menjadi dasarpembenaran dari suatu pidana, melainkan yang mereka anggap perlu
51 Bambang Purnomo, Op. cit, hlm. 31-32.
44
untuk dibicarakan adalah tentang tujuan yang bagaimana yang harusdicapai dengan suatu pemidanaan.52
2. Sistem Pemidanaan Di Indonesia
KUHP mengenal dua jenis pidana di dalam sistem pemidanaan
Indonesia. Dua jenis pidana tersebut adalah pidana pokok dan pidana
tambahan, sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal 10 KUHP yang
mengatur bahwa :53
“Pidana terdiri dari atas :a. Pidana pokok :
1. pidana mati;2. pidana penjara;3. pidana kurungan;4. denda;
b. Pidana tambahan :1. pencabutan hak-hak tertentu;2. perampasan barang-barang tertentu;3. pengumuman putusan hakim”.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946, hukum
pidana Indonesia telah mendapat satu macam pidana pokok yang baru.
Jenis pidana pokok yang baru tersebut adalah apa yang disebut
sebagai pidana tutupan54. Meskipun jenis pidana ini disebut sebagai
pidana pokok, namun sebenarnya jenis pidana ini lebih merupakan
cara pelaksanaan pidana penjara yang bersifat istimewa (bijzondere
strafmodaliteit).55 Pidana tutupan dilakukan dengan menempatkan
52 Simons dalam Muladi dan Barda Nawawi, Op.cit., hlm. 33.53Lihat KUHP Prof. Moeljatno, S.H., hlm. 5-6.54P.A.F. Lamintang, Op.cit. hlm. 50.55Niniek Suparni, Op.cit, hlm. 34.
45
pelaku tindak pidana dengan latar belakang politik (pidana dengan
motif-motif yang patut di hormati) pada suatu tempat tertentu.
Jenis sanksi lainnya yang juga dikenal di dalam KUHP adalah
sanksi yang berupa tindakan. Keberadaan sanksi tindakan dapat
dijumpai didalam Pasal 44 dan 45 KUHP. Pasal 44 KUHP mengatur
mengenai jenis sanksi tindakan yang berupa tindakan penempatan
dirumah sakit jiwa bagi orang yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu
karena penyakit. Sedangkan didalam Pasal 45 KUHP mengatur
mengenai jenis sanksi tindakan berupa tindakan pengembalian kepada
orang tua, wali, atau pemeliharanya maupun penyerahan kepada
pemerintah bagi anak yang belum mencapai umur 16 tahun melakukan
tindak pidana.
Selain sistem pemidanaan yang terdapat di dalam KUHP, juga
terdapat sistem pemidanaan di luar KUHP sebagaimana yang tersebar
di dalam beberapa undang-undang tindak pidana khusus. Sistem
pemidanaan di luar KUHP memilki kecenderungan menggunakan
sanksi pidana dengan sanksi tindakan secara bersamaan sebagaimana
yang dikenal dengan sistem dua jalur (Double Track System). Sistem
pemidanaan antara undang-undang tindak pidana khusus yang satu
dengan lainnya dapat dibedakan dalam hal jenis sanksi yang
diterapkan.
46
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak, terdapat jenis sanksi yang dapat diterapkan terhadap anak. Jenis
sanksi yang dapat diterapkan terhadap anak yang berupa pidana pokok
adalah pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana
pengawasan. Sedangkan yang berupa pidana tambahan adalah
perampasan barang-barang tertentu dan pembayaran ganti rugi. Selain
mengenal pidana pokok dan tambahan, undang-undang pengadilan
anak juga mengenal sanksi tindakan. Macam sanksi tindakan yang
dapat diterapkan terhadap anak yaitu :
a. Pengembalian anak tersebut kepada orang tuanya, walinya, atau
orang tua asuhnya;
b. Pengerahan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan
atau latihan kerja;
c. Penyerahan kepada departemen sosial, organisasi sosial
kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan
dan latihan kerja.
Kemudian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, terdapat sanksi pidana yang berupa pidana penjara, pidana
denda, dan pidana kurungan. Jika pelakunya berupa korporasi sanksi
pidananya berupa pidana denda, sedangkan pidana tambahannya
berupa pencabutan izin dan pencabutan badan hukum. Setelah
diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4
Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban
47
Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga
Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial maka dikenal satu jenis
pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku penyalahguna narkotika
golongan I bagi diri sendiri (pecandu narkotika) berupa pidana dengan
perintah untuk dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi.
Perbuatan menambah-nambah jenis-jenis pidana yang telah
ditentukan di dalam pasal 10 KUHP dengan lain-lain jenis pidana
adalah suatu hal yang dilarang. Dalam menjatuhkan pidana di dalam
praktek peradilan, ternyata pembentuk undang-undang pidana kita
telah tidak berpegang teguh pada asas. Ditemukan di dalam beberapa
perundang-undangan di luar KUHP ternyata telah memperluas jenis-
jenis pidana tambahan dengan pidana tambahan yang tidak dikenal
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 56
Keberadaan jenis-jenis pidana tambahan yang tidak dikenal
dalam KUHP tidak terlepas dari keberadaan asas lex specialis derogat
lex generali (peraturan khusus menyingkirkan peraturan yang umum).
Keberadaan asas tersebut memungkinkan bagi undang-undang khusus
untuk mengatur secara mandiri ketentuan-ketentuan didalamnya
termasuk mengenai jenis-jenis pidana yang akan diterapkan. Sejalan
dengan hal tersebut, pada kenyataannya KUHP melalui ketentuan
Pasal 103 memberikan jalan bagi undang-undang pidana khusus untuk
56M. Sholehuddin, Op.cit, hlm. 59.
48
mengatur secara mandiri tanpa harus terikat dengan KUHP. Adapun
bunyi Pasal 103 KUHP adalah sebagai berikut :
“Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku inijuga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuanperundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecualijika oleh undang-undang ditentukan lain”.
Menurut M. Sholehunddin, menyatakan bahwa :
Bila diamati perkembangan hukum pidana dewasa ini diIndonesia, terutama Undang-Undang Pidana Khusus atauundang-undang pidana di luar KUHP, terdapat suatukecenderungan penggunaan sistem dua jalur dalam stelselsanksinya yang berarti sanksi pidana dan sanksi tindakan diatursekaligus.57
Sistem dua jalur (Double Track System) merupakan system
mengenai sanksi dalam hukum pidana, yaitu sanksi pidana di satu pihak
dan jenis sanksi tindakan di pihak lain.58 Sistem dua jalur tidak
sepenuhnya memakai satu diantara dua jenis sanksi tersebut, tetapi lebih
menempatkan dua jenis sanksi tersebut dalam kedudukan yang setara.
Penekanan pada kesetaraan sanksi pidana dan sanksi tindakan terkait
dengan fakta bahwa unsur pencelaan/penderitaan (melalui sanksi
pidana) dan unsur pembinaan (melalui sanksi tindakan) sama-sama
penting.59
57Ibid, hlm. 3.58Ibid, hlm. 17.59Ibid hlm. 28.
49
Lamintang, mengatakan bahwa :
“pertumbuhan pemikiran mengenai tujuan dari pemidanaan itu,seringkali telah mendorong orang untuk menciptakan lembaga-lembaga pemidanaan, lembaga-lembaga penindakan ataulembaga-lemabaga kebijaksanaan yang baru. Yang sebelumnyabelum pernah dikenal orang dalam praktek”.60
60P.A.F. Lamintang, Op. cit, hlm. 34.
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi
legis positivis . Konsep ini memandang hukum itu identik dengan norma-
norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh pejabat atau lembaga yang
berwenang. Selain itu konsepsi tersebut melihat hukum dari suatu sistem
normatif yang bersifat otonom, terlepas dari kehidupan masyarakat.
Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitupenelitian terhadap data sekunder. Dengan mengadakan penelitiankepustakaan akan diperoleh data awal untuk dipergunakan dalampenelitian lapangan. Yang perlu diperhatikan dalam melakukankepustakaan adalah:
1. Adakalanya data sekunder dianggap sebagai data tuntas.2. Authentisaitas (keaslian) data sekunder harus diperiksa secara
kritis sebelum dipergunakan pada penelitian yang dilakukansendiri
3. Apabila tidak ada penjelasan, sukar untuk mengetahui metodeapa yang dipergunakan dalam pengumpulan dan pengolahandata sekunder tersebut
4. Kerapkali sukar untuk mengetahui secara pasti lokasiterkumpulnya data sekunder tersebut. 61
Oleh karena itu perlu inventaris buku sebagai penunjang data
sekunder tersebut untuk menganalisis terhadap permasalahan yang
dihadapi. Pengujian terhadap penelitian ini adalah dengan peraturan-
peraturan yang ada apakah sudah sesuai dengan aturan atau belum.
61 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum , Jakarta : GhaliaIndonesia, 1983, hlm. 11-12.
51
Penelitian kali ini mengenai studi putusan tentang tindak pidana narkotika
yang berkaitan dengan sistem pemidanaan di Indonesia, selain itu juga
untuk memperoleh kepastian terhadap penjatuhan putusan pidana di dalam
tindak pidana narkotika golongan I bagi diri sendiri yang berhubungan
langsung dengan pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap Terdakwa berdasarkan Putusan Nomor :
56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.
B. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analisis,
yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya di lapangan
dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif
yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
C. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Peneliti dalam hal ini akan melakukan penelitian hukum normatif, maka
dalam penelitiannya lebih ditekankan pada pencarian data sekunder
sedangkan data yang lainnya dijadikan sebagai data penunjang. Data
sekunder di bidang hukum antara lain :
1. Bahan-bahan hukum primer
Data yang bersumber bahan-bahan hukum primer berupa norma
dasar Pancasila, batang tubuh UUD 1945, peraturan perundang-undangan,
52
putusan pengadilan yang sudah tetap, dan sebagainya yang mempunyai
kekuatan mengikat. Kemudian bahan hukum sekunder yang berhubungan
erat dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan
memahami bahan hukum primer seperti rancangan peraturan perundang-
undangan, hasil karya ilmiah para sarjana (buku-buku kepustakaan) dan
hasil-hasil penelitian dan yang terakhir bahan hukum tersier yaitu bahan-
bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder seperti bibliografi dan indeks kumulatif.
Bahan hukum yang digunakan peneliti ini diperoleh dari salah satu
putusan hakim mengenai perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika
golongan I di Pengadilan Negeri Purwokerto dengan nomor :
56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.
2. Bahan-bahan hukum sekunder
Bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer
yang digunakan oleh peneliti dan dapat membantu menganalisis dan
memahami bahan hukum primer, seperti :
a. Buku-buku hasil karya ilmiah para sarjana
b. Hasil-hasil penelitian
c. Rancangan peraturan perundang undang-undangan
3. Bahan hukum tersier
Bahan-bahan yang memberikan petunjuk, informasi maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
contohnya adalah Kamus Besar Ilmiah Populer dan Kamus Hukum
53
D. Metode Pengumpulan Data
1. Sumber data diperoleh dengan melakukan studi pustaka terhadap peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, buku-buku, literatur,
Yurisprudensi dan doktrin, selain itu juga mencari bahan dari internet yang
berhubungan dengan penelitian sehingga data yang diperoleh dapat
mendukung dan membantu proses penelitian.
2. Studi dokumentasi, yaitu suatu studi terhadap dokumen-dokumen resmi
serta arsip-arsip yang terkait dengan permasalahan yang diangkat.
E. Metode Penyajian Data
Data yang disajikan berbentuk uraian yang disusun secara sistematis,
dan didalam penyusunannya dibuat secara singkat dan jelas, sehingga
penyusunan data dapat dipahami dan mudah dipelajari untuk selanjutnya
dipelajari sebagai kesatuan yang utuh.
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode
pendekatan analitis normative kualitative yaitu data yang diperoleh akan
dianalisis dan dijabarkan dengan pembahasan dan penjabaran hasil-hasil
penelitian dengan mendasarkan pada norma-norma dan doktrin-doktrin yang
berkaitan dengan materi yang diteliti untuk menjawab permasalahan.
Penelitian yang dilakukan penulis adalah menganalisis terhadap putusan
54
pengadilan yang kemudian sandarkan dengan peraturan hukum yang terkait
dengan putusan tersebut yaitu Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang KUHAP dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4
tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan. Analisis tersebut nantinya
akan memberikan argumentasi yuridis terhadap pertimbangan-pertimbangan
hukum hakim yang memutus perkara tersebut.
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap Putusan
Pengadilan Negeri Purwokerto dengan Nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.,
dapat diperoleh data sebagai berikut :
1. Identitas Terdakwa
Nama lengkap : Saiful Ngibad Bin Kusworo
Tempat lahir : Banyumas
Umur / Tanggal lahir : 17 tahun / 02 september 1993
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jln. Raya Kampus No 50 Kelurahan
Grendeng Rt 06/07 Kecamatan Purwokerto
Utara, Kabupaten Banyumas
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : SMA
56
2. Duduk perkara
KESATU
Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo pada hari kamis tanggal 01
September 2011 sekira pukul 21.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu
lain dalam bulan September Tahun 2011, bertempat dirumah Dirin dalam
kamar kosong Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab.
Banyumas atau setidak-tidaknya ditempat-tempat lain yang masih termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto. Yang berwenang
memeriksa dan mengadili perkara ini. Tanpa Hak atau Melawan Hukum
Memiliki, Menyimpan, Menguasai, Narkotika Golongan I dalam bentuk
tanaman, 1 bungksus kertas minyak warna coklat berisi 4,025 gran,
perbuatan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Pada awal mulanya pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011 terdakwa
datang kerumah Ari (status DPO) di Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec.
Purwokerto Utara Kab. Banyumas memesan ganja seharga Rp. 100.000,-
(seratus ribu rupiah)
- Bahwa selanjutnya pada hari kamis tanggal 01 September 2011 sekitar
pukul 14.00 wib terdakwa datang kerumah ari (status DPO) dijalan Pada
hari kamis tanggal 01 September 2011 sekitar pukul 14.00 wib terdakwa
datang kerumah Ari (status DPO) di Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec.
Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk mengecek ganja yang berada
dikamar kosong tersebut, dan setelah berada di rumah \Ari (status DPO),
57
lalu terdakwa melihat ternyata benar ada 1 (satu) coklat diduga berisi
ganja yang disembunyikan didalam lemari
- Setelah terdakwa menerima ganja tersebut, lalu terdakwa menghubungi
Niko (status DPO) ke Nomor 08190332269 dan mengatakan “ganja sudah
ada”, dimana sebelumnya Niko memesan untuk dicarikan ganja.
- Sekitar pukul 19.00 wib terdakwa pergi ke Taman Andang Pangrenan
Purwokerto kel. Karangklesem Kec. Purwokerto Selatan Kab. Banyumas
bersama Adin dengan tujuan untuk main di Taman Andang Pangrenan
Purwokerto.
- Pukul 21.00 wib pada saat saksi Pramuaji W dan saksi Aris Budi Setiyono
selaku petugas kepolisian sedang melasanakan tugas di Taman Andhang
Pangrenan Purwokerto tersebut, saksi Pramuaji W dan saksi Aris Budi
Setiyono melihat terdakwa yang mencurigakan di depan pintu Andhang
Pangrenan Purwokerto, kemudian saksi Pramuaji W dan saksi Aris Budi
Setiyono mendekati terdakwa, kemudian saksa Pramuji W menanyakan
identitas terdakwa, dan terdakwa memperlihatkan identitasnya pada saat
polisi sedang memeriksa identitas terdakwa, terdakwa menerima SMS
dengan nomor 08190332269 yang berbunyi “barange wis ana rung sich”.
Dan atas SMS tersebut saksi Aris Budi Setiyono menanyakan “barang
apa” dan dijawab oleh terdakwa “pesanan ganja” lalu saksi Aris Budi
Setiyono menanyakan “dimana ganja tersebut” dan dijawab oleh terdakwa
“disimpan dirumah Dirin dalam kamar kosong Jl. H Madrani
Kel.Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas.
58
- Kemudian saksi Pramuaji W dan saksi Aris Budi Setiyono dan terdakwa
berangkat kerumah Dirin di Jl. H Madrani Kel.Grendeng Kec.
Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk menunjukan dan mengambil
ganja tersebut. Dan setelah berada di rumah Dirin, lalu terdakwa masuk
kedalam kamar kosong dan mengambil 1 (satu) bungkus kertas minyak
warna coklat yang diduga berisi ganja di sembunyikan di dalam lemari,
kemudian saksi Aris Budi Setiyono mengintrogasi kepada terdakwa, dan
dari hasil introgasi, terdakwa mengakui bahwa 1 (satu) bungkus kertas
minyak warna coklat yang diduga berisi ganja milik terdakwa yang dibeli
dari Ari (status DPO) seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan
tidak ada ijin dari yang berwenang, kemudian terdakwa ditangkap dan
diamankan oleh pihak yang berwajib untuk diproses sesuai dengan hukum
yang berlaku.
- Bahwa dari hasil pemeriksaan atas 1 (satu) tube berisi urine, yang disita
dari terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo, sebagaimana Berita Acara
Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab : 1000/KNF/IX/2011
tanggal 07 September 2011 yang dibuat oleh Yayuk Murti Rahayu, B.Sc
dan Ibnu Sutarto ST, dengan hasil pemeriksaan terhadap barang bukti
nomor BB-01885/2011 berupa daun, batang dan biji tersebut diatas adalah
benar ganja, terdaftar dalam golongan 1 (satu) nomor urut 8 lampiran
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika terhadap barang bukti nomor BB-01886/2011 berupa urine
tersebut adalah NEGATIF. Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana
59
diatur dan diancam pidana dalam pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-
undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Perbuatan terdakwa tersebut sebgaimana diatur dan diancam
pidana dalam pasal 111 ayat (1) Undang-undang No.35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
KEDUA
Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo pada hari Kamis 01
September 2011 sekira pukul 21.00 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain
dalam bulan September tahun 2011, bertempat tinggal di jl. H Madrani Kel.
Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas atau setidak-tidaknya
ditempat-tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan
Negeri Purwokerto yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini.
Penyalah guna Narkotika Golongan 1 bagi diri sendiri, perbuatan tersebut
dilakukan oleh terdakwa dengan cara berikut :
- Pada awal bulan Agustus 2011 terdakwa datang kerumah Ari (status
DPO) di Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab.
Banyumas. Dan setelah berada dirumah Ari (status DPO), terdakwa
ditawari atau diajak Ari untuk memakai atau menghisap ganja, dan atas
ajakan tersebut terdakwa mau menghisap 1 (satu) linting ganja, kemudian
terdakwa menghisap 1 (satu) linting ganja, terdakwa merasa pusing dan
nikmat akhirnya timbul kembali untuk menghisap atau memakai ganja.
- Pada tanggal 21 Agustus 2011 terdakwa memesan 1 (satu) paket ganja
kepada Ari (status DPO) seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah),
60
kemudian terdakwa di SMS oleh Ari (status DPO) bahwa barang ganja
sudah ada.
- Kemudian tanggal 22 Agustus 2011 terdakwa kerumah Ari (status DPO)
di Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas
untuk mengambil 1 (satu) paket ganja, dan terdakwa mendapatkan 1
(satu) paket ganja tersebut dari Ari, lalu terdakwa membagi menjadi 8
(delapan) linting ganja, kemudian terdakwa dan Ari (status DPO)
memakai ganja tersebut, dengan cara 1 (satu) linting ganja dibakar lalu
dihisap seperti merokok sedangkan pengaruh ganja tersebut kepala
pusing.
- Hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011, Niko datang kerumah terdakwa di
Jl. Raya Kampus No 50 Kel. Grendeng Rt. 06/07 Kec. Purwokerto Utara
Kab. Banyumas, untuk memesan ganja Rp 50.000,- (lima puluh ribu
rupiah) untuk dipakai bersama dengan terdakwa, kemudian sekira pukul
14.00 wib terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo datang kerumah Ari
(status DPO) bertempat di Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec. Purwokerto
Utara Kab. Banyumas memesan ganja seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu
rupiah)
- Ke esokan harinya pada tanggal 31 Agustus 2011 sekitar pukul 19.00 wib,
terdakwa menerima SMS dari Ari (status DPO) yang berbunyi “barang
ganja sudah ada di simpan di kamar kosong”.
- Pada hari kamis tanggal 01 September 2011 sekitar pukul 14.00 wib
terdakwa datang kerumah Ari (status DPO) di Jl. H Madrani Kel.
61
Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk mengecek ganja
yang berada dikamar kosong tersebut, dan setelah berada di rumah \Ari
(status DPO), lalu terdakwa melihat ternyata benar ada 1 (satu) coklat
diduga berisi ganja yang disembunyikan didalam lemari.
- Selanjutnya Pukul 21.00 wib terdakwa ditangkap oleh pihak yang
berwajib untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Bahwa dari hasil pemeriksaan atas 1 (satu) tube berisi urine, yang disita
dari terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo, sebagaimana Berita Acara
Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab : 1000/KNF/IX/2011
tanggal 07 September 2011 yang dibuat oleh Yayuk Murti Rahayu, B.Sc
dan Ibnu Sutarto ST, dengan hasil pemeriksaan terhadap barang bukti
nomor BB-01885/2011 berupa daun, batang dan biji tersebut diatas adalah
benar ganja, terdaftar dalam golongan 1 (satu) nomor urut 8 lampiran
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika terhadap barang bukti nomor BB-01886/2011 berupa urine
tersebut adalah NEGATIF.
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
62
3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Berdasarkan kasus tersebut di atas Terdakwa Saeful Ngibad Bin
Kusworo oleh Jaksa Penuntut Umum diajukan ke sidang Pengadilan dengan
dakwaan yang disusun dengan alternatif sebagai berikut :
1. Dakwaan primair
Melanggar pasal 111 ayat (1) Undang-undang No 35 Tahun 2009
tentang Narkotika
2. Dakwaan subsidair
Melanggar pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-undang No.35
Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Keterangan Saksi
a. Keterangan saksi
1. Saksi Aris Budi Setiyono
Bahwa saksi tidak kenal dan tidak ada hubungan keluarga dengan
Terdakwa ;
Bahwa pada hari kamis tanggal 1 September 2011 sekira pukul
21.00 Wib saksi dan saksi Pramuaji bersama team yang sedang
melaksanakan tugas di depan Pintu Taman Andhang Pangrengan
Kelurahan Karangklesem Kecamatan Purwokerto , melihat
seseorang yang mencurigakan di depan pintu Taman Andhang
Pangrengan Purwokerto tersebut, kemudian saksi dan saksi
63
Pramuaji mendekati lalu saksi Pramuaji menanyakan identitas dan
mengaku bernama Saeful (terdakwa) ;
Bahwa pada saat terdakwa ditanya identitasnya terdakwa
menerima SMS dari Niko dengan nomor 08190332269 yang
isinya “ barange wis ana during sich “ ; dan atas SMS tersebut
saksi Aris Budi kemudian menanyakan barang apa yang dimaksud
dan kemudian dijawab terdakwa pesanan ganja ;
Bahwa setelah itu saksi juga menanyakan lagi dimana ganja
tersebut sekarang yang dijawab terdakwa ganja disimpan di kamar
kosong di rumah Dirin di Jl Raya Kampus Kel Grendeng Rt 6/7
Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas ;
Bahwa selanjutnya saksi dan saksi Pramuaji serta terdakwa
berangkat menuju rumah Dirin Jl. Raya Kampus Kel. Grendeng Rt
06/07 Kec. Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas untuk
menunjukan serta mengambil ganja dan setelah berada di rumah
Dirin lalu terdakwa masuk kedalam kamar kosong dan mengambil
1 (satu) bungkus kertas minyak warna coklat yang berisis ganja
yang disembunyikan dalam lemari;
Bahwa saksi sempat menanyakan terdakwa ganja tersebut
darimana dan terdakwa mengakui bahwa 1 (satu) bungkus kertas
minyak warna coklat yang berisi ganja itu adalah milik terdakwa
yang beli dari Ari (status DPO) seharga Rp. 100.000,- dan
terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang untuk
64
membeli ganja tersebut sehingga kemudian dilakukan
penangkapan terhadap terdakwa;
Bahwa menurut pengakuan terdakwa ganja sebanyak 1 (satu)
bungkus kertas minyak warna coklat itu akan digunakan sendiri;
Bahwa sebelumnya sebagai seorang anggota saksi telah mendapat
informasi bahwa di Andhang Pangrenan Purwokerto antara jam
19.00 wib hingga jam 21.00 sering dijadikan transaksi narkoba.
2. Saksi Pramuaji SH
Bahwa saksi tidak kenal ada hubungan keluarga dengan
terdakwa;
Bahwa pada hari kamis tanggal 01 September 2011 sekira puukul
21.00 wib saksi dan saksi Ari Budi Setiyono bersama team yang
sedang melaksanakan tugas didepan pintu Taman Andhang
Pangrenan Kelurahan Karangklesem Kecamatan Purwokerto,
melihat seseorang yang mencurigakan di depan pintu Taman
Andhang Pangrenanan tersebut, kemudian saksi dan saksi Ari
Budi Setiyono mendekati lalu saksi menanyakan identitas dan
mengaku bernama Saeful (terdakwa);
Pada saat terdakwa ditanya identitasnya terdakwa menerima SMS
dari Niko dengan nomoe 08190332269 yang isinya “barange wis
ana rung sich” ; dan atas SMS tersebut saksi Aries Budi kemudian
menanyakan barang apa yang dimaksud dan kemudian dijawab
terdakwa pesanan ganja;
65
Bahwa setelah itu saksi juga menanyakan lagi dimana ganja
tersebut sekarang yang dijawab terdakwa ganja disimpan di
kamar kosong di rumah Dirin di jalan Raya Kampus Kel
Grendeng Rt 07/07 Kec. Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas;
Bahwa selanjutnya saksi dan saksi Dirin di jalan raya kampus
Kel. Grendeng Rt 6/7 Kec. Purwokerto Utara Kabupaten
Banyumas untuk menunjukan serta mengambil ganja ; dan setelah
berada di rumah Dirin di jalan Kampus Kel. Grendeng Rt 6/7
Kec. Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas untuk menunjukan
serta mengambil ganja ; dan setelah berada di rumah Dirin lalu
terdakwa masuk kedalam kamar kosong dan mengambil 1 (satu)
bungkus kertas minyak warna coklat yang berisi ganja yang
disembunyikan di dalam lemari ;
Bahwa saksi Ari Budi Setiyono sempat menanyakan terdakwa
ganja tersebut darimana dan terdakwa mengakui bahwa 1 (satu)
bungkus kertas minyak warna coklat yang berisi ganja itu adalah
milik terdakwa yang dibeli dari Aari (status DPO) seharga Rp
100.000,- dan terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang
berwenang untuk membeli ganja tersebut sehingga kemudian
dilakukan penangkapan terhadap terdakwa ;
Bahwa menurut pengakuan terdakwa ganja sebanyak 1 (satu)
bungkus kertas minyak warna coklat itu akan digunakan sendiri ;
66
Bahwa sebelumnya sebagai seseorang anggota saksi telah
mendapat informasi bahwa di Taman Andhang Pangrengan
Purwokerto antara sekitar jam 19.00 wib hingga jam 21.00 wib
sering dijadikan transaksi narkoba.
3. Saksi Ahmad Sodirin
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa ada hubungan keluarga yaitu
saudara sepupu ;
Bahwa saksi pernah diperiksa olah penyidik dan keterangan yang
ada di BAP adalah benar dan saksi masih tetap pada keteranganya
dulu ;
Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekitar jam
21.00 wib pada saat saksi sedang berada di rumahnya diruang
tengah melihat TV di Kel Grendeng Rt 6/7 Kecamatan
Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas, saksi kedatangan
terdakwa Saeful yang mengatakan kepada saksi akan mengambil
head set yang ketinggalan ;
Bahwa saksi tetap melihat TV diruang tengah saat terdakwa
masuk ke kamar yang biasanya dipakai Ari anaknya kalau pulang
ke rumah untuk mengambil head set ; dan tidak lama kemudian
terdakwa keluar dari kamar tersebut dan pergi ; bnamun saksi
tidak tahu terdakwa membawa apa karena saksi tetap menonton
TV dan yang mengantar serta menutup pintu adalah anak saksi ;
67
Bahwa kamar tempat dimana terdakwa masuk akan mengambil
head set adalah kamar yang biasa digunakan oleh Ari kalau
pulang ke rumah dan di kamar tersebut juga biasa teman-teman
Ari yang laki-laki termasuk terdakwa sendiri sering masuk ;
namun saat kejadian kamar tersebut memang koseng Ari tidak ada
ditempat ;
Bahwa Ari dan teman-temanya yang laki-laki sudah sering dan
biasa main di kamar Ari tersebut ;
Bahwa saksi memang tidak tahu apa yang diambil terdakwa dari
kamar anaknya tersebut adalah benar head set atau bukan karena
saksi tidak memperhatikan ; namun kemudian dari Polosi saksi
mengetahui kalau yang diambil terdakwa dari kamar rumahnya
adalah ganja ;
Bahwa saksi juga tidal mengetahui terdakwa sewaktu datang
kerumahnya sama petugas Polisi atau tidak karena saksi sedang
menonton TV ; namun baru besoknya saksi tahu dari adiknya
Nino kalau terdakwa datang bersama Polisi ;
Bahwa benar saksi memang mempunyai anak yang bernama Ari
dan sering main bersama terdakwa ; namun saksi tidak
mengetahui kalau anaknya Ari terlibat kasus ganja dengan
terdakwa ;
Bahwa sejak terdakwa Saeful ditangkap oleh petugas ; anak saksi
yaitu Ari memang pergi dari rumah alasanya mencari pekerjaan,
68
namun sekarang tidak pernah pulang ke rumah saksi dan saksi
tidak mengetahui keberadaan Ari dimana dan status Ari adalah
DPO.
b. Keterangan kedua orang tua terdakwa
Bahwa terdakwa sudah tidak sekolah lagi ;
Bahwa terdakwa di rumah tidak pernah berbuat yang aneh-aneh
dan termasuk anak pendiam, setelah pulang sekolah langsung
pulang dan kalau akan pergi ke rumah temanya selalu pamit ;
Bahwa di rumah terdakwa tidak pernah terlihat merokok ;
Bahwa uang untuk pembayaran spp di sekolah juga dibayarkan ke
sekolah, jadi tidak ada masalah dengan terdakwa perilakunya
selama ini baik ;
Bahwa uang jajan untuk terdakwa juga wajar tidak berlebihan ;
dan terdakwa juga tidak pernah meminta, banyak untuk uang
sakunya tersebut, hanya pada waktu lebaran banyak yang member
uang kepada terdakwa dan uang itulah kemungkinan digunakan
oleh terdakwa untuk membeli/memesan ganja ;
Bahwa sebagai orang tua dari terdakwa mereka masih sanggup
mengurus dan mendidik terdakwa agar dapat menjadi anak yang
baik setelah keluar dari penjara nanti dan sebagai orang tua pula
setelah keluar dari penjara nanti mereka berharap terdakwa dapat
sekolah lagi dan masuk pondok pesantren.
69
5. Barang bukti
Berita Acara Pemeriksaan laboratiris Kriminalistik 7 September
2011 yang ditandatangani oleh Yayuk Murti Rahayu, B, Sc dan
Ibnu Sutarto, ST terhadap barang bukti terhadap barang bukti
berupa ; 1 (satu) bungkus kertas coklat berisi batang, daun, dan
biji dengan berat 4,025 gram dan 1 (satu) buah tube brisi urine
dengan kesimpulan ; bahwa batang, daun dan biji tersebut adalah
positif DERIVAT CANNBINOID / ganja dan terdaftar dalam
golongan 1 (satu) Nomor urut 8 (delapan) Lampiran Undang-
Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dan 1 (satu) tube urine diatas adalah Negatif ;
1 (satu) bungkus kertas minyak warna coklat berisi paket kecil
ganja seberat 4,025 gram
Handphone merk Nokia tipe 112 warna silver dengan nomor
089665766776
1 botol plastik berisi urine milik Saeful Ngibad Bin Kusworo
(terdakwa)
Kutipan Akta Kelahiran No. 12160/TP/1998 tertanggal 3
Desember 1989 atas nama Saiful Ngibad, lahir pada tanggal 2
September 1993, anak laki-laki dari suami isteri : Kusworo dan
Mujinah, yang dibuat dan ditandatangani oleh Drs. Joeliono
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Banyumas
70
Kartu Keluarga No. 3302272602054207 tertanggal 27 Desember
2006 atas nama kepala keluarga Kusworo.
6. Keterangan Terdakwa
Bahwa terdakwa sudah pernah diperiksa oleh penyidik dan
keterangan yang terdakwa sampaikan benar ;
Bahwa pada hari kamis tanggal 1 September 2011 sekitar jam
21.00 wib di depan pintu Taman Andhang Pangrenan Kelurahan
KarangKlesem Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten
Banyumas saat terdakwa sedang berdiri menunggu seseorang
terdakwa didatangi oleh orang yang ternyata petugas polisi
menyatakan identitas terdakwa dan terdakwa mengaku bernama
Saeful ;
Bahwa pada saat terdakwa ditanya identitasnya terdakwa
menerima SMS dari Niko dengan nomor 08190332269 yang
isinya “ barange wis ana during sich ?” dan para saksi selaku
petugas menanyakan kepada terdakwa barang apa yang dimksud
dalam sms itu, yang oleh terdakwa dijawab ganja ;
Bahwa terdakwa mengerti yang dimaksud dengan barang dari sms
Niko itu adalah ganja
Bahwa para saksi selaku petugas mengetahui yang dimaksud
barang disini adalah ganja kemudian para saksi menanyakan
apakah terdakwa membawa ganja tersebut ; yang oleh terdakwa
71
dijawab terdakwa saat itu tidak membawa ganjanya karena ganja
disimpan di kamar kosong didalam lemari di bawah baju di Jl
Raya Kampus Kel Grendeng Rt 6/7 Kec. Purwokerto Utara Kab.
Banyumas di rumah pak Dirin ;
Bahwa selanjutnya petugas meminta terdakwa menunjukan
dimana ganja tersebut disimpan ; dan terdakwa bersama saksi
kemudian berangkat ke rumah pak Dirin Jl. Raya Kampus Kel.
Grendeng Rt 6/7 Kec. Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas
Bahwa sampai rumah pak Dirin kemudian terdakwa masuk ke
rumah sementara para saksi menunggu di luar agak jauh,
terdakwa bertemu dengan saksi Dirin dan mengatakan akan
mengambil head set yang ketinggalan, terdakwa masuk ke kamar
kosong yang merupakan kamar Ari anak saksi Dirin dan
mengambil head set srta 1 (satu) bungkus kertas minyak warna
coklat yang berisi ganja yang tersimpan didalam lemari dibawah
baju, lalu terdakwa keluar kamar bertemu dengan saksi Dirin dan
pamit pulang ;
Bahwa terdakwa kemudian menyerahkan 1 (satu) bungkus ganja
terbungkus kertas minyak warna coklat tersebut kepada para saksi
selaku petugas dan terdakwa ditangkap ;
Bahwa terdakwa mengakui ganja itu adalah miliknya yg dipesan
kepada Ari (status DPO) seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu
72
rupiah) patungan bersama Niko (status DPO) masing-masing Rp
50.000,- (lima puluh ribu rupiah)
Bahwa terdakwa sampai memesan ganja kepada Ari kejadiannya
berawal ketika pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011 Niko
datang kerumah terdakwa di Jl.raya kampus No.50 A Kel
Grendeng Rt 6/7 Kec. Purwokerto Kab. Banyumas mau memesan
ganja seharga Rp.50.000,- (limapuluh lima rupiah) ; dan
kemudian sepakat dengan terdakwa akan dipakai bersama-sama
sehingga terdakwa ikut mematung juga sebesar Rp.50.000,-
(limapuluh ribu rupiah) ;
Bahwa kemudian terdakwa datang kerumah Ari (DPO) di Kel
Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk
memesan ganja seharga Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) ;
Bahwa besoknya adalah Hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011
sekitar jam 19.00 wib terdakwa menerima SMS dari Ari yang
berbunyi “ Barang ganja sudah ada di simpan di kamar “ ;
Bahwa Ari belum mau memberikan ganja pesanan terdakwa
tersebut karena terdakwa belum bayar ; dan terdakwa sendiri
belum membayar kepada Ari karena Niko belum memberikan
uang patungannya untuk membeli ganja sebesar Rp.50.000,-
(limapuluh ribu rupiah) kepada terdakwa ;
Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekitar jam
14.00 wib terdakwa datang ke rumah Ari di Jl Kel Grendeng Kec.
73
Purwokerto Kab. Banyumas untuk memastikan ganja yang
dipesan sudah ada di kamar kosong yang merupakan kamar Ari
dan terdakwa melihat ternyata benar ada 1 (satu) bungkus kertas
minyak warna coklat berisi ganja yang disembunyikan didalam
lemari dibawah baju ;
Bahwa terdakwa kemudian memberitahukan Niko bahwa ganja
sudah ada ; lalu terdakwa bersama Udin temannya pergi ke
Taman Andhang Pangrenan Purwokerto untuk main ; dan selama
di Andhang Pangrenan Niko selalu berhubungan dengan terdakwa
Bahwa Niko meminta terdakwa keluar dan bertemu di depan
Taman Andhang Pangrenan ; sehingga terdakwa kemudian
menunggu di depan Taman Andhang Pangrenan . Namun belum
sempat bertemu dengan Niko , terdakwa sudah didatangi oleh
petugas dan ditangkap ;
Bahwa rencananya ganja tersebut memang akan digunakan oleh
terdakwa bersama dengan Niko ;
Bahwa terdakwa mengakui dirinya menghisap ganja karena
ditawari oleh Ari (DPO) awalnya ; setelah itu terdakwa jadi
timbul keinginan kembali untuk menghisap atau memakai ganja .
Dan terdakwa sebelumnya telah 2 kali membeli dan menghisap
ganja pada Ari seharga Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) yaitu di
awal bulan Agustus 2011 dan pada tanggal 22 Agustus 2011 ; dan
yang ke 3 kalinya inilah terdakwa ditanggkap ;
74
Bahwa terdakwa tidak mempunyai ijin dari pihak yang
berwenang untuk memesan / membeli ganja ;
Bahwa terdakwa belum pernah dihukum ;
Bahwa terdakwa menyesali perbuatannya ;
Bahwa terdakwa membenarkan terhadap barang bukti yang
diperlihatkan dipersidangan.
7. Fakta-fakta Hukum
a. Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekira pukul
21.00 wib saat saksi Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuaji
bersama team yang sedang melaksanakan tugas di Taman
Andhang Pangrengan Kelurahan Karangklesem Kecamatan
Purwokerto, melihat seseorang yang mencurigakan di depan pintu
Taman andhang Pangrengan Purwokerto tersebut, kemudian saksi
Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuaji mendekati lalu saksi
Pramuaji menanyakan identitas dan mengaku bernama Saeful
(terdakwa) ;
b. Bahwa pada saat terdakwa ditanya identitasnya terdakwa
menerima SMS dari Niko dengan nomor 08190332269 yang
isinya “barange wia ana rung sich” dan atas SMS tersebut saksi
Aris Budi Setiono kemudian menanyakan barang apa yang
dimaksud dan kemudian dijawab terdakwa pesanan ganja ;
75
c. Bahwa setelah itu para saksi sebagai petugas juga menanyakan
lagi dimana ganja tersebut sekarang yang dijawab terdakwa ganja
disimpan di kamar kosong yang merupakan kamar ari (status
DPO) di rumah saksi Dirin di Jalan Raya Kampus Kelurahan
Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten
Banyumas ;
d. Bahwa selanjutnya saksi Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuji
serta terdakwa berangkat menuju rumah saksi Dirin di Jalan Raya
Kampus Kelurahan Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara
Kabupaten Banyumas untuk menunjukan tempat ganja disimpan
serta mengambil ganja tersebut ;
e. Bahwa sampai dirumah saksi Dirin kemudian terdakwa masuk ke
rumah semntara para saksi menunggu di luar agak jauh terdakwa
bertemu dengan saksi Dirin dan mengatakan ankan mengambil
head set yang ketinggalan, kemudian terdakwa masuk ke kamar
kosong yang merupakan kamar Ari anak saksi Dirin dan
mengambil head set serta 1 (satu) bungkus kertas minyak warna
coklat yang berisi ganja yang tersimpan didalam lemari dibawah
baju, lalu terdakwa keluar kamar bertemu dengan saksi Dirin dan
pamit pulang ;
f. Bahwa terdakwa kemudian meyerahkan 1 (satu) bungkus ganja
terbungkus kertas minyak warna coklat tersebut kepada para saksi
selaku petugas dan terdaka ditangkap ;
76
g. Bahwa terdakwa mengakui ganja tersebut adalah miliknya yang
dipesan kepada Ari (status DPO) seharga Rp 100.000,- (seratus
ribu rupiah) patungan bersama Niko (status DPO) masing-masing
Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) ;
h. Bahwa terdakwa sampi memesan ganja kepada Ari kejadianya
berawal ketika pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011 Niko
(status DPO) datang kerumah terdakwa di Jalan Raya Kampus
Kelurahan Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara
Kabupaten Banyumas mau memesan ganja seharga Rp 50.000,-
(lima puluh ribu rupiah) dan kemudian Niko (status DPO) sepakat
dengan terdakwa akan dipakai bersama-sama sehingga terdakwa
ikut mematung juga sebesar Rp 50.000,- (luma puluh ribu rupiah)
i. Bahwa kemudian terdakwa datang ke rumah Ari (status DPO) di
Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten
Banyumas untuk memesan ganja seharga Rp 100.000,- (seratus
ribu rupiah) ;
j. Bahwa besoknya yaitu hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011 sekitar
jam 19.00 wib terdakwa menerima SMS dari Ari (status DPO)
yang berbunyi “barang ganja sudah ada di simpan di kamar ;
k. Bahwa Ari belum mau memberikan ganja pesanan terdakwa
tersebut karena terdakwa belum membayar dan terdakwa sendiri
belum membayar kepada Ari (status DPO) karena Niko (status
77
DPO) belum memberikan uang patunganya untuk membeli ganja
sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) kepada terdakwa ;
l. Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekitar jam
14.00 wib terdakwa datang ke rumah Ari (status DPO) di
kelurahan Grendeng Utara Kabupaten Banyumas untuk
memastikan ganja yang dipesan sudah ada dikamar kosong yang
merupan kamar Ari (status DPO) dan terdakwa melihat ternyata
benar ada 1 (satu) bungkus kertas minyak warna coklat berisi
ganja yang disembunyikan dibawah baju ;
m. Bahwa kemudian terdakwa memberitahukan Niko (status DPO)
bahwa ganja sudah ada, laluterdakwa bersama Udin temanya main
ke Taman Andhang Pangrenan Purwokerto untuk main dan selama
di Taman Andhang Pangrenan Niko selalu berkomunikasi atau
behubugan dengan terdakwa ;
n. Bahwa Niko (status DPO) meminta terdakwa keluar dan bertemu
didepan Taman Andhang Pangrenan, namun belum sempet
bertemu dengan Niko (status DPO), terdakwa sudah didatangi oleh
petugas dan ditangkap ;
o. Bahwa rencananya ganjang tersebut memang akakn dipergunakan
oleh terdakwa bersama-sama dengan Niko (status DP) namun
belum sempat digunakan terdakwa ditangkap petugas ;
p. Bahwa terdakwa mengakui dirinya menghisap ganja karena
ditawari oleh Ari (status DPO) awalnya setelah itu terdakwa jadi
78
timbul keinginan kembali untuk menghisap atau memakai ganja
dan terdakwa sebelumnya telah 2 kali membeli ganja pada Ari
(sattus DPO) sharga Rp 100.00,00 (seratus ribu rupiah) untuk
dipakai yaitu di awal bulan Agustus 2011 dan pada tanggal 2
Agustus 2011 dan yang ketiga inilah terdakwa ditangkap ;
q. Bahwa terdakwa tidak mempunyai ijin dari pihak yang berwenang
untuk memesan/membeli dan memakai ganja ;
r. Bahwa 1 (satu) bungkus kertas minyak coklat berisi batabg, daun,
dan biji sesuai dengan hasil Laboratoris Kriminalistik tertanggal 7
September 2011 NO.LAB : 1000/NNF/IX/2011 yang
ditandatangani oleh Yayuk Murti Rahayu, B,Sc dan Ibnu Sutarto,
ST adalah positif DERIVAT CANNABINOID / ganja dan
terdaftar dalam Golongan 1 (satu) Nomor urut 8 Lampiran
Undang-Undang REpublik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika ;
s. Bahwa pada saat perbuatan dilakukan terdakwa berusia dibawah
18 (delapan belas) tahun sebagaimana Kuitipan Akta Kelahiran
No. 12160/TP/1998 tertanggal 3 Desember 1998 atas nama Seful
Ngibad, lahir pada tanggal 2 Desember 1993, anak laki-laki dari
suami isteri : Kusworo dan Mujinah yang dibuat dan
ditan\datangani oleh Drs. Joeliono Kepala Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Banyumas .
79
8. Hal yang memberatkan
Terdakwa tidak mendukung progam pemerintah dalam
meberantas Narkotika.
Perbuatan terdakwa dapat merusak mental generasi muda yang
merupakan modal penerus bangsa.
9. Hal-hal yang meringankan
Terdakwa mengakui dan berterus-terang dipersidangan.
Terdakwa menyesali perbuataanya dan berjanji tidak akan
mengulangi lagi.
Terdakwa belum pernah dihukum
Terdakwa masih sangat muda masih bias diharapkan
memperbaiki diri kemudian hari.
Terdakwa masih ingin melanjutkan sekolah lagi.
10. Pertimbangan Hakim
Terdakwa telah diajukan dipersidangan dan Hakim Pengadilan
Negeri tersebut adalah dakwaan kedua Pasal 127 ayat (1) hurf a Undang-
undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang mengandung unsur
sebagai berikut :
1. Setiap Orang
2. Penyalahguna Narkotia Golongan I Pada Diri Sendiri
Uraian dari unsur-unsur tersebut yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim
80
Ad. 1. Unsur Setiap Orang
Menimbang, bahwa menimbang bahwa Undang-undang No 35
tahun 2009 tentang narkotika tidak mendefinisikan secara jelas yang
dimaksud “setiap orang”. Namun beberapa Undang-unadang mendefinisikan
“setiap orang” adalah orang perorangan atau termasuk korporasi.
Menimbang, bahwa unsur “etiap orang” dalam perkara ini
ditunjukan kepada orang oerseorangab, hal ini sebagaimana dari fakta-fakta
hukum yang terungkap di persidangan, bahwa Penuntut Umum telah
mengajukan seorang terdakwa dalam perkara ini adalah bernama SAEFUL
NGIBAD Bin KUWORO dan terdakwa tersebut mampu
mempertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang dilakukannya sendiri.
Menimbang, bahwa dipersidangan terdakwa tersebut membenarkan
identitas dirinya sebagaimana termuat dalam dakwaan Penuntut Umum,
sehingga orang yang dimaksud dalam perkara ini benar ditujukan kepada
terdakwa tersebut diatas, sehingga tidak salah orang atau error in persona
Menimbang, bahwa sesuai alat alat bukti surat berupa Kutipan
Akta Kelahiran No.12160/TP/1998 tertanggal Purwokerto 3 Desember 1998,
Kartu keluarga No.3302272602054207 tertanggal 27 Desember 2006, serta
hasil Laporan Petugas pembimbing Kemasyarakatan, dan keterangan
terdakwa serta orang tua terdakwa, terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin
KUSWORO dilahirkan pada tanggal 2 September 1993
Menimbang, bahwa apabila kelahiran terdakwa tersebut di atas
dikaitkan dengan kejadian tindak pidana yang terjadi pada tanggal 1
81
September 2011, maka terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin KUSWORO saat
kejadian tindak pidana berusia 17 (tujuh belas) tahun, 11 (sebelas) bulan, 29
(dua puluh Sembilan) hari yang artinya masih dibawah 18 (delapan belas)
tahun.
Menimbang, bahwa karena usia terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin
KUSWORO masih dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah
menikah, sehingga secara yuridis terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin
KUSWORO masih tergolong anak (vide Pasal 1 angka Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1997), dengan demikian maka yang berwenang memeriksa
terdakwa a quo adalah Pengadilan anak sesuai dengan Undang-undang
Nomor 3 tahun 1997.
Ad. 2. Unsur Penyalahguna Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “penyalah guna
Narkotika” adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau
melawan hukum (vide Ketentuan Umum Pasal 1 angka 15 Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika) sedangkan Pecandu Narkotika
yaitu orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam
keadaan keretgantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis
(vide Ketentuan Umum Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 35 Tahun
2009 Tetntang narkotika).
Menimbang, bahawa pengertian “tanpa hak” disini adalah
tindakanya kewenangan yang melekat pada diri seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan menurut Undang-undang atau tidak termasuk lingkup tugas
82
dan wewenang seseorang atau karena tidak mendapat ijin dari pejabat yang
berwenang sebagaimana ditentukan Undang-undang, sedangkan yang
dimaksud dengan “melawan hukum” adalah melakukan suatu perbuatan yang
bertentangan hukum, baik dalam arti formil yaitu bertentangan nilai-nilai
kepatutan, nilai-nilai keadilan yang hidup dan dijunjung tinggi oleh
masyarakat,
Menimbang, bahwa yang dimaksud Narkotika Golongan I sesuai
dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a penjelasan Undang-unadang RI Nomor 35
Tahun 2009 yaitu Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu penegtahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan;
Menimbang bahwa narkotika Golongan I sesuai dengan pasal 8
ayat (1 dan 2) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
disebutkan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan, dan dalam jumlah terbatas Narkotika
Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi setelah mendapat persetujuan dari menteri;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap
di persidangan adalah :
- Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekira pukul 21.00 wib
saat saksi Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuaji bersama team yang
sedang melaksanakan tugas di Taman Andhang Pangrengan Kelurahan
Karangklesem Kecamatan Purwokerto, melihat seseorang yang
83
mencurigakan di depan pintu Taman andhang Pangrengan Purwokerto
tersebut, kemudian saksi Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuaji
mendekati lalu saksi Pramuaji menanyakan identitas dan mengaku
bernama Saeful (terdakwa) ;
- Bahwa pada saat terdakwa ditanya identitasnya terdakwa menerima SMS
dari Niko dengan nomor 08190332269 yang isinya “barange wia ana rung
sich” dan atas SMS tersebut saksi Aris Budi Setiono kemudian
menanyakan barang apa yang dimaksud dan kemudian dijawab terdakwa
pesanan ganja ;
- Bahwa para saksi sebagai petugas juga menanyakan lagi dimana ganja
tersebut sekarang yang dijawab terdakwa ganja tersebut tidak ada
ditangannya karena disimpan di kamar kosong yang merupakan kamar ari
(status DPO) di rumah saksi Dirin di Jalan Raya Kampus Kelurahan
Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas ;
- Bahwa selanjutnya saksi Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuji serta
terdakwa berangkat menuju rumah saksi Dirin di Jalan Raya Kampus
Kelurahan Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten
Banyumas untuk menunjukan tempat ganja disimpan serta mengambil
ganja tersebut
- Bahwa sampai dirumah saksi Dirin kemudian terdakwa masuk ke rumah
semntara para saksi menunggu di luar agak jauh terdakwa bertemu
dengan saksi Dirin dan mengatakan ankan mengambil head set yang
ketinggalan, terdakwa kemudian masuk ke kamar Ari anak dari saksi
84
Dirin dimanaa saat itu kamar dalam keadaan kosong karena Ari (DPO)
tidak ada di tempat dan terdakwa kemudian mengambil head set serta 1
(satu) bungkus kertas minyak warna coklat yang berisi ganja yang
tersimpan didalam lemari dibawah baju, lalu terdakwa keluar pamit
pulang pada saksi Dirin;
- Bahwa terdakwa mengakui ganja tersebut adalah miliknya yang dipesan
kepada Ari (status DPO) seharga Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah)
patungan bersama Niko (status DPO) masing-masing Rp 50.000,- (lima
puluh ribu rupiah) ;
- Bahwa pemesanan ganja kepada Ari (DPO) dilakukan pada hari Selasa
tanggal 30 Agustus 2011 Niko (status DPO) datang kerumah terdakwa di
Jalan Raya Kampus Kelurahan Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto
Utara Kabupaten Banyumas mau memesan ganja seharga Rp 50.000,-
(lima puluh ribu rupiah) dan kemudian Niko (status DPO) sepakat dengan
terdakwa akan dipakai bersama-sama sehingga terdakwa ikut mematung
juga sebesar Rp 50.000,- (luma puluh ribu rupiah) ;
- Bahwa kemudian terdakwa datang ke rumah Ari (status DPO) di
Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas
untuk memesan ganja seharga Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan pada
hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011 sekitar jam 19.00 wib terdakwa
menerima SMS dari Ari (status DPO) yang berbunyi “barang ganja sudah
ada di simpan di kamar”, Ari (DPO) belum mau memberikan ganja
pesanan terdakwa tersebut karena terdakwa belum membayar dan
85
terdakwa sendiri belum membayar kepada Ari (status DPO) karena Niko
(status DPO) belum memberikan uang patunganya untuk membeli ganja
sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) kepada terdakwa ;
- Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekitar jam 14.00 wib
terdakwa datang ke rumah Ari (status DPO) di kelurahan Grendeng Utara
Kabupaten Banyumas untuk memastikan ganja yang dipesan sudah ada
dikamar kosong yang merupan kamar Ari (status DPO) dan terdakwa
melihat ternyata benar ada 1 (satu) bungkus kertas minyak warna coklat
berisi ganja yang disembunyikan didalam lemari dibawah baju ;
- Bahwa kemudian terdakwa memberitahukan Niko (status DPO) bahwa
ganja sudah ada, laluterdakwa bersama Udin temanya main ke Taman
Andhang Pangrenan Purwokerto untuk main dan selama di Taman
Andhang Pangrenan Niko selalu berkomunikasi atau berhubugan dengan
terdakwa, Niko (status DPO) bahkan melalui telepon meminta terdakwa
keluar dan bertemu didepan Taman Andhang Pangrenan, terdakwa
kemudian keluar menunggu didepan Taman Andhang Pangrenan, namun
belum sempat bertemu dengan Niko (status DPO), terdakwa sudah
didatangi oleh petugas dan ditangkap ;
- Bahwa terdakwa tidak mempunyai ijin dari pihak yang berwenang untuk
menggunakan / menghisap ganja dan terdakwa mengakui dirinya
menggunakan ganja karena ditawari oleh Ari (status DPO) awalnya,
setlah itu dari dalam diri terdakwa sebelumnya telah 2 kali memesan
ganja pada Ari (DPO) seharga Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) itupun
86
selalu untuk digunakan sendiri bukan untuk dijuak yaitu awal bulan
Agustus 2011 dan pada tanggal 22 Agustus 2011 ;
- Bahwa 1 (satu) bungkus kertas minyak coklat berisi batabg, daun, dan biji
sesuai dengan hasil Laboratoris Kriminalistik tertanggal 7 September
2011 NO.LAB : 1000/NNF/IX/2011 yang ditandatangani oleh Yayuk
Murti Rahayu, B,Sc dan Ibnu Sutarto, ST adalah positif DERIVAT
CANNABINOID / ganja dan terdaftar dalam Golongan 1 (satu) Nomor
urut 8 Lampiran Undang-Undang REpublik Indonesia No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika ;
11. Amar Putusan Majelis Hakim
1. Menyatakan Terdakwa : Saiful Ngibad Nin Kusworo tersebut di
atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana : Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Pada Diri
Sendiri
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan 1 (satu) bulan
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa
tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
4. Memerintahakan agar Terdakwa tetap dalam tahanan
5. Menyatakan agar barang bukti berupa :
1 (satu) paket kecil ganja dalam bungkus kertas minyak seberat
4,025 gram
87
1 (satu) botol plastic berisi urine milik terdakwa Saiful Ngibad
Bin Kusworo ; Dirampas untuk dimusnahkan
1 (satu) buah Handphone merk Nokia warna silver type 112
6. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp 2.500
(dua ribu lima ratus rupiah)
12. SEMA (SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG)
Nomor 04 TAHUN 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan , Korban
Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi
Medis Dan Rehabilitasi Sosial.
1. Bahwa dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tanggal 12 Oktober 2009 tentang
Narkotika, maka dianggap perlu untuk mengadakan revisi terhadap Surat
Edaran Mahkamah Agung RI Nomor : 07 Tahun 2009 tanggal 17 Maret
2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkotika ke Dalam Panti Terapi
dan Rehabilitasi.
2. Bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
huruf a dan b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana
sebagai berikut:
a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN
dalam kondisi tertangkap tangan;
88
Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a di atas ditemukan barang bukti
pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut:
1. Kelompok metamphetamine (shabu) 1 gram
2. Kelompok MDMA (ekstasi) 2,4 gram = 8 butir
3. Kelompok Heroin 1,8 gram
4. Kelompok Kokain 1,8 gram
5. Kelompok Ganja 5 gram
6. Daun Koka 5 gram
7. Meskalin 5 gram
8. Kelompok Psilosybin 3 gram
9. Kelompok LSD (d-lysergic acid
diethylamide
2 gram
10. Kelompok PCP (phencyclidine) 3 gram
11. Kelompok Fentanil 1 gram
12. Kelompok Metadon 0,5 gram
13. Kelompok Morfin 1,8 gram
14. Kelompok Petidin 0,96 gram
15. Kelompok Kodein 72 gram
16. Kelompok Bufrenorfin 32 mg
c. Surat uji Laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan
permintaan penyidik.
89
d. Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang
ditunjuk oleh Hakim.
e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran
gelap Narkotika.
3. Dalam hal Hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk
dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri Terdakwa, Majelis
Hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang
terdekat dalam amar putusannya. Tempat-tempat rehabilitasi yang
dimaksud adalah:
a. Lembaga rehabiltasi medis dan sosial yang dikelola dan/atau dibina dan
diawasi oleh Badan Narkotika Nasional
b Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta
c. Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Depkes RI)
d. Panti Rehabilitasi Departemen Sosial RI dan Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD)
e. Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh
masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau
Departemen Sosial (dengan biaya sendiri).
4. Untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, Hakim harus dengan
sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi/taraf kecanduan Terdakwa,
90
sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar
dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah sebagai berikut:
a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1 (satu) bulan.
b. Program Primer : lamanya 6 (enam) bulan.
c. Program Re-Entry : lamanya 6 (enam) bulan.
5. Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor : 07 Tahun 2009 tanggal 17 Maret 2009 perihal yang sama,
dinyatakan tidak berlaku lagi.
91
B. Pembahasan
1. Pertimbangan hakim dalam menerapkan unsur-unsur tindak pidana
penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri
Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor :
56/Pid.Sus /2011/ PN.Pwt. tentang tindak pidana penyalahgunaan
narkotika Golongan I bagi diri sendiri dengan melakukan studi pustaka
yang berkaitan dengan objek penelitian, maka dapat dilakukan
pembahasan sebagai berikut :
Majelis Hakim pada amar putusan nomor 2 (dua) telah
menjatuhkan pidana kepada Terdakwa selama 1 (satu) Tahun dan 1 (satu)
bulan. Selanjutnya dalam amar putusan nomor 3 (tiga) menetapkan masa
penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa tersebut dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan dalam amar putusan nomor 4
(empat) menetapkan bahwa terdakwa tetap dalam tahanan.
Seseorang dapat dijatuhi pidana adalah apabila orang tersebut telah
memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah dirumuskan didalam
suatu peraturan perundang-undangan baik itu didalam KUHP maupun
peraturan perundang-undangan pidana lain diluar KUHP.
Lamintang berpendapat bahwa unsur-unsur tindak pidana padaumumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur dasar yang terdiridari unsur subyektif dan unsur obyektif.62
62P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : PT Citra AdityaBakti, 1997, hlm. 193.
92
Kemudian Lamintang juga menjelaskan tentang unsur-unsur
subyektif dan unsur-unsur obyektif sebagai berikut :
1. Unsur-unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya;
2. Unsur-unsur obyektif yaitu unsur-unsur yang ada hubungannya dengankeadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.63
Disamping tindak pidana yang tercantum dalam KUHP ada
beberapa macam tindak pidana yang pengaturannya berada diluar KUHP
atau disebut “tindak pidana khusus”. Adapun jenis-jenis tindak pidana di
luar KUHP antara lain :
a. Tindak Pidana Imigrasi;
b. Tindak Pidana Ekonomi;
c. Tindak Pidana Narkotika.
Sudarto, menyatakan bahwa :
yang dimaksud dengan hukum pidana khusus itu adalah hukumpidana yang ditetapkan untuk golongan orang khusus atau yangberhubungan dengan perbuatan-perbuatan khusus, termasuk didalamnya hukum pidana militer, hukum pidana ekonomi sehinggadapat disimpulkan “undang-undang pidana khusus” itu adalahundang-undang pidana selain Kitab Undang-Undang HukumPidana yang merupakan kedudukan sentral dari KUHP ini terutamakarena di dalamnya termuat ketentuan-ketentuan umum dari hukumpidana dalam Buku I yang berlaku juga terhadap tindak-tindakpidana yang terdapat di luar KUHP kecuali apabila undang-undangmenentukan lain.64
63Loc. Cit.64Sudarto dalam Zainal Aibidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta : PT. Sinar
Grafika, 2007, hlm. 21.
93
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah
merupakan salah satu bentuk Undang-undang yang mengatur tindak
pidana di luar KUHP. Pengaturan tindak pidana diluar KUHP terjadi,
karena perkembangan tindak pidana yang berbanding lurus dengan
perkembangan masyarakat. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika merupakan ketentuan khusus dari ketentuan umum
(KUHP) sebagai perwujudan dari asas lex specialis derogat lex generalis.
Oleh karena itu terhadap kejadian yang menyangkut tindak pidana
narkotika harus diterapkan ketentuan-ketentuan tindak pidana dalam
undang-undang tersebut, kecuali hal-hal yang belum diatur di dalamnya.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
memuat tindak pidana diluar KUHP itu tentu berbeda dengan KUHP,
selain mengatur segi-segi hukum materiil (yaitu tentang perumusan tindak
pidana, jenis hukuman, dan lain-lain) juga mengatur secara khusus tentang
segi hukum formilnya (yaitu bagaimana cara melakukan hukum pidana
materiil, seperti pengusutan, penuntutan, mengadili perkara, dan lain-
lain).65 Kekhususan dalam segi hukum materilnya diantaranya adalah
penerapan ancaman pidana penjara minimum dan pidana denda minimum
disamping ancaman pidana maksimum dalam pasal tertentu, pidana
pokoknya adalah pidana penjara dan pidana denda yang bisa dijatuhkan
secara kumulatif, kedudukan pelaku percobaan dan pembantu dalam tindak
pidana ini adalah dianggap sama dengan pelaku tindak pidannya.
65M. Sudrajat Bassar, Hukum Pidana (Pelengkap KUHP), Bandung : Armico, 1983,hlm. 17.
94
Sedangkan kekhususan dalam segi hukum formilnya diantaranya adalah
adanya wewenang tambahan bagi penyidik selain yang ditentukan oleh
KUHAP dan dimasukannya perkara ini sebagai perkara yang harus di
dahulukan dari perkara pidana yang lain.66
Di dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika, disebutkan pengertian narkotika, yaitu zat atau obat
yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun semisintesis,yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan–golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang–undang.
Pengaturan mengenai narkotika di Indonesia saat ini adalah diatur
dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Terdapat hal-hal yang baru didalam undang-undang tersebut yang tidak
ditemukan didalam peraturan perudang-undangan sebelumnya, yang sudah
tidak berlaku lagi. Hal baru yang pertama adalah dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, jenis
Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I. Lampiran mengenai
jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dicabut dan dinyatakan tidak
66Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung : PT.Mandar Maju, 2003, hlm. 127-128.
95
berlaku. Kedua adalah adanya perubahan sudut pandang dalam
memandang pelaku tindak pidana narkotika tertentu, seperti pecandu
narkotika. Pembentuk undang-undang mencoba melekatkan status korban
kepada pecandu narkotika tanpa pula mengabaikan bahwa status pelaku
juga melekat kepadanya. Ketiga adalah adanya beberapa rumusan pasal
yang ditujukan sebagai penguatan kelembagaan yang secara khusus
menangani masalah narkotika yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN).
Penguatan lembaga ini ditujukan untuk lebih mengefektifkan upaya
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika. Terakhir adalah adanya pengaturan ulang dan menetapkan
perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan
diklasifikasikan sebagai tindak pidana.
Sedangkan penggolongan jenis narkotika yang lebih terperinci
diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika dan Penjelasannya bahwa jenis-jenis narkotika
dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Narkotika golongan I
Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Adapun jenis narkotika golongan I dalam Undang-
Undang Narkotika dalam lampiran 1 disebutkan ada 65 jenis
diantaranya :
96
1) Tanaman papaver Somniverum L dan semua bagian-bagiannyatermasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya;
2) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh daribuah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalamipengolahan sekedar untuk membungkus dan pengangkutan tanpamemperhatikan kadar morfinnya;
3) Opium masak terdiri daria. candu, hasil yang diperoleh ari opium mentah melalui suatu
rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan,pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahanbahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadisuatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. jicing,sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpamemperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daunatau bahan lain.
c. Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.4) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythoxylon dari
keluarga Eryhroxylaceae termasuk buah dan bijinya;5) Daun koka, daun belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk
serbuk dari semua tanaman genus erythoxylon dari keluargaErythoxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung ataumelalui perubahan kimia
6) Kokain mentah, semua hasil yang diperoleh dari dau koka yangdapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokain.
7) Kokaina, metil ester-I-bensoil ekgonina8) Tanaman ganja, semua tanaman ganja termasuk biji, buah, jerami,
hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasukdamar dan hasis.
9) Tetrahydrocannabinol dan semua isomer serta semua bentuk stereokimianya
10) Delta 9 tetrahydrocannabinol dan semua bentuk stereo kimianya11) Asetofina : 3-0-acetiltetrahidro-7a-(1-hidroksi-1-metilbutil12) Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil]
asetanilida.13) Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil]
propionanilida14) Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil]
priopionanilida15) Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil]
propionanilida16) Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-
4 piperidil] propio-nanilida.17) Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina18) Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-
oripavina19) Heroina : Diacetilmorfina
97
20) Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina21) 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida22) 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil]
propionanilida23) MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)24) Para-fluorofentanil : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil)
propionanilida25) PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)26) Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida27) BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- α
–metilfenetilamina DOB28) DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol29) DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina30) DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-
6Hdibenzo[b, d]piran-1-ol31) DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol32) DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina33) ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina34) ETRIPTAMINA. : 3-(2aminobutil) indole35) KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon36) ( + )-LISERGIDA, nama lain : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-
metilergolina-8 β –LSD, LSD-25 karboksamida37) MDMA : (±)-N, α -dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina38) Meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina39) METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on40) 4-metilaminoreks : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina41) MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina42) N-etil MDA : (±)-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin43) N-hidroksi MDA: (±)-N-[α-metil-3,4-(metilendioksi fenetil]
hidroksilamina44) Paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-
dibenzo[b,d] piran-1-ol45) PMA : p-metoksi- α –metilfenetilamina46) psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol47) PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen
fosfat48) ROLISIKLIDINA, nama lain : 1-( 1- fenilsikloheksil) pirolidina
PHP,PCPY49) STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina50) TENAMFETAMINA, nama lain : α -metil-3,4-(metilendioksi)
fenetilaminaMDA51) TENOSIKLIDINA, nama lain : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]
piperidina TCP52) TMA : (±)-3,4,5-trimetoksi- α –metilfenetilamina53) AMFETAMINA : (±)- α –metilfenetilamina54) DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina
98
55) FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina56) FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin57) FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina58) LEVAMFETAMINA, nama lain : (- )-(R)- α –metilfenetilamina
levamfetamina59) Levometamfetamina : ( -)- N, α –dimetilfenetilamina60) MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon61) METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina62) METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon63) ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1-
piperazinetano64) Opium Obat65) Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan
narkotika
2. Narkotika golongan II
Yang disebut narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat
untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi juga digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Jenis narkotika golongan II ini sangat banyak, antara
lain :
1) Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana
2) Alfameprodina: Alfa - 3 – etil – 1 – metil – 4 – fenil – 4 -propionoksipiperidina
3) Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol4) Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina5) Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-
il)etil]-4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida6) Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina7) Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-
karboksilat etil ester8) Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana9) Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester10) Benzilmorfina : 3-benzilmorfina
99
11) Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
12) Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol13) Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina14) Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-
difenilheptana15) Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-
1-benzimidazolinil)-piperidina16) Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-
pirolidinil)butil]-morfolina17) Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida18) Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena19) Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-
4-karboksilat etil ester20) Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik21) Dihidromorfina22) Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol23) Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat24) Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena25) Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat26) Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona27) Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol28) Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan
ekgonina dan kokaina.29) Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena30) Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester31) Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-
5nitrobenzimedazol32) Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-
4-karboksilat etil ester)33) Hidrokodona : dihidrokodeinona34) Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-
karboksilat etil ester35) Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina36) Hidromorfona : dihidrimorfinona37) Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona38) Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona39) Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida40) Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan41) Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan42) Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-
4-karboksilatmEtil ester43) Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina44) Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-
nitrobenzimidazol
100
45) Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima46) Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan47) Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1pirolidinil)butil] morfolina48) Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan49) Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan50) Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona51) Metadona intermediate : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana52) Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan53) Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina54) Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina55) Metopon : 5-metildihidromorfinona56) Mirofina : Miristilbenzilmorfina57) Moramida intermediate : asam (2-metil-3-morfolino-1,
1difenilpropana karboksilat58) Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester59) Morfina-N-oksida60) Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent
lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunyakodeina-N-oksida
61) Morfina62) Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina63) Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-
difenilheptana64) Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan65) Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona66) Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina67) Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona68) Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona69) Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona70) Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina71) Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester72) Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat73) Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester74) Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-
karboksilat etil ester75) Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-
piperdina-4-Karbosilat armida76) Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana77) Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil
ester78) Rasemetorfan : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan
101
79) Rasemoramida : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-butil]-morfolina
80) Rasemorfan : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan81) Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil]
propionanilida82) Tebaina83) Tebakon : asetildihidrokodeinona84) Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1-
karboksilat85) Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina86) Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas
3. Narkotika golongan III
Yang dimaksud dengan narkotika golongan III adalah narkoba yang
berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan
tujuan pengobatan serta digunakan dalam tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Yang termasuk dalam jenis narkotika golongan III
antara lain :
1) Asetildihidrokodeina2) Dekstropropoksifena: α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-
butanol propionat3) Dihidrokodeina4) Etilmorfina : 3-etil morfina5) Kodeina : 3-metil morfina6) Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina7) Nikokodina : 6-nikotinilkodeina8) Norkodeina : N-demetilkodeina9) Polkodina : Morfoliniletilmorfina10)Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida11)Buprenorfina:21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-
trimetilpropil]-6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina12)Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas13)Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan
narkotika14)Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan
narkotika
102
Secara tegas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika menyatakan bahwa setiap perbuatan yang tanpa hak
berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan narkotika
adalah bagian dari tindak pidana narkotika. Pada dasarnya penggunaan
narkotika hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengobatan serta ilmu
pengetahuan dan teknologi. Apabila diketahui terdapat perbuatan diluar
kepentingan-kepentingan sebagaiman disebutkan di atas, maka perbuatan
tersebut dikualifikasikan sebagai tindak pidana narkotika. Hal tersebut
ditegaskan oleh ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika menyatakan bahwa :
“Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanankesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.”
Tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai Pasal 148
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dalam segi
perbuatannya ketentuan pidana yang diatur oleh undang-undang tersebut
dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) antara lain:
1. Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika;2. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika;3. Kejahatan yang menyangkut pengangkutan dan trasito
narkotika;4. Kejahatan yang mengangkut penguasaan narkotika;5. Kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika;6. Kejahatan yang menyangkut tidak melapor pecandu narkotika ;7. Kejahatan yang menyangkut label dan publikasi narkotika ;8. Kejahatan yang menyangkut jalannya peradilan narkotika;9. Kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan
narkotika.67
67Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2001, hlm. 154.
103
Salah satu bentuk tindak pidana narkotika adalah perbuatan yang
berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika. Secara harfiah, kata
penyalahgunaan berasal dari kata “salah guna” yang artinya tidak
sebagaimana mestinya atau berbuat keliru. Dari pengertian tersebut maka
penyalahgunaan narkotika dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan
yang menyeleweng terhadap narkotika. Secara yuridis pengertian dari
penyalah guna narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 15
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah :
“Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotikatanpa hak atau melawan hukum.”
Bentuk perbuatan penyalahgunaan narkotika yang paling sering
dijumpai adalah perbuatan yang mengarah kepada pecandu narkotika.
Adapun pengertian pecandu narkotika adalah seperti yang termuat didalam
Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
yaitu :
“Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan ataumenyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantunganpada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.”
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan ketergantungan pada
diri pecandu narkotika sebagaiman diatur didalam Pasal 1 butir 14
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :
“Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai olehdorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerusdengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yangsama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikansecara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas”.
104
Menurut Rachman Hermawan, menyatakan bahwa :
Pemakaian narkotika secara terus-menerus akan mengakibatkanorang itu bergantung pada narkotika, secara mental maupun fisik,yang dikenal dengan istilah kebergantungan fisik dan mental.Seseorang bisa disebut mengalami kebergantungan mental bila iaselalu terdorong oleh hasrat dan nafsu ynag besar untukmenggunakan narkotika, karena terpikat oleh kenikmatannya.Kebergantungan mental ini dapat mengakibatkan perubahanperangai dan tingkah laku. Seseorang bisa disebut mengalamikebergantungan fisik bila ia tidak dapat melepaskan diri daricengkeraman narkotika tersebut karena, apabila tidak memakainarkotika, akan merasakan siksaan badaniah, seakan-akandianiaya. Kebergantungan fisik ini dapat mendorong seseoranguntuk melakukan kejahatan-kejahatan, untuk memeperoleh uangguna membeli narkotika. Kebergantungan fisik dan mentallambat-laun dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan.68
Perbuatan seorang pecandu narkotika merupakan suatu perbuatan
menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri secara tanpa hak, dalam
artian dilakukan oleh seseorang tanpa melalui pengawasan dokter. Erat
kaitannya hubungan antara penyalahgunaan narkotika dengan pecandu
narkotika. Penggunaan narkotika secara tanpa hak digolongkan kedalam
kelompok penyalahguna narkotika, sedangkan telah kita ketahui bahwa
penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu bagian tindak pidana
narkotika. Sehingga secara langsung dapat dikatakan bahwa pecandu
narkotika tidak lain adalah pelaku tindak pidana narkotika.
Kedudukan pecandu narkotika sebagai pelaku tindak pidana
narkotika diperkuat dengan adanya ketentuan didalam Pasal 127 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur
mengenai penyalahgunaan narkotika, yaitu :
68 Rachman Hermawan S, Op. cit, hlm. 11.
105
“ (1) Setiap Penyalah Guna:a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; danc. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat(1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korbanpenyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajibmenjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial “.
Meskipun pecandu narkotika memiliki kualifikasi sebagai pelaku
tindak pidana narkotika, namun didalam keadaan tertentu pecandu
narkotika dapat berkedudukan lebih kearah korban. Iswanto menyatakan
bahwa korban merupakan akibat perbuatan disengaja atau kelalaian,
kemauan suka rela, atau dipaksa atau ditipu, bencana alam, dan semuanya
benar-benar berisi sifat penderitaan jiwa, raga, harta dan morel serta sifat
ketidakadilan”.69 Pecandu narkotika dapat dikatakan sebagai korban dari
tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakuknnya sendiri,
sehingga tidak berlebihan jika sanksi terhadap pelaku tindak pidana ini
sedikit lebih ringan daripada pelaku tindak pidana narkotika yang lain.
Sesuai dengan hal tersebut adalah ketentuan Pasal 103 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :
“(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalanipengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu
69 Iswanto, Op. Cit, hlm. 8.
106
Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidanaNarkotika; ataub. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutanmenjalani pengobatan dan/ atau perawatan melalui rehabilitasijika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalahmelakukan tindak pidana Narkotika.(2) Masa menjalani pengobatan dan/ atau perawatan bagi PecanduNarkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf adiperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman “.
Dalam perkara putusan nomor 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bahwa
terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo terbukti melakukan penyalahgunaan
narkotika golongan I bagi diri sendiri sesuai dengan rumusan pasal 127
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Setiap orang
2. Penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri
Uraian dari unsur-unsur tersebut yang menjadi pertimbangan
Majelis Hakim
Ad. 1. Unsur Setiap Orang
Menimbang, bahwa menimbang bahwa Undang-undang No 35
tahun 2009 tentang narkotika tidak mendefinisikan secara jelas yang
dimaksud “setiap orang”. Namun beberapa Undang-unadang
mendefinisikan “setiap orang” adalah orang perorangan atau termasuk
korporasi.
Menimbang, bahwa unsur “setiap orang” dalam perkara ini
ditunjukan kepada orang perseorangan, hal ini sebagaimana dari fakta-
fakta hukum yang terungkap di persidangan, bahwa Penuntut Umum
107
telah mengajukan seorang terdakwa dalam perkara ini adalah bernama
SAEFUL NGIBAD Bin KUWORO dan terdakwa tersebut mampu
mempertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang dilakukannya
sendiri.
Menimbang, bahwa dipersidangan terdakwa tersebut membenarkan
identitas dirinya sebagaimana termuat dalam dakwaan Penuntut
Umum, sehingga orang yang dimaksud dalam perkara ini benar
ditujukan kepada terdakwa tersebut diatas, sehingga tidak salah orang
atau error in persona
Menimbang, bahwa sesuai alat alat bukti surat berupa Kutipan
Akta Kelahiran No.12160/TP/1998 tertanggal Purwokerto 3 Desember
1998, Kartu keluarga No.3302272602054207 tertanggal 27 Desember
2006, serta hasil Laporan Petugas pembimbing Kemasyarakatan, dan
keterangan terdakwa serta orang tua terdakwa, terdakwa SAIFUL
NGIBAD Bin KUSWORO dilahirkan pada tanggal 2 September 1993
Menimbang, bahwa apabila kelahiran terdakwa tersebut di atas
dikaitkan dengan kejadian tindak pidana yang terjadi pada tanggal 1
September 2011, maka terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin KUSWORO
saat kejadian tindak pidana berusia 17 (tujuh belas) tahun, 11 (sebelas)
bulan, 29 (dua puluh Sembilan) hari yang artinya masih dibawah 18
(delapan belas) tahun.
Menimbang, bahwa karena usia terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin
KUSWORO masih dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
108
pernah menikah, sehingga secara yuridis terdakwa SAIFUL NGIBAD
Bin KUSWORO masih tergolong anak (vide Pasal 1 angka Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1997), dengan demikian maka yang
berwenang memeriksa terdakwa a quo adalah Pengadilan anak sesuai
dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 1997.
Ad. 2. Unsur Penyalahguna Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “penyalah guna
Narkotika” adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau
melawan hukum (vide Ketentuan Umum Pasal 1 angka 15 Undang-
undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika) sedangkan Pecandu
Narkotika yaitu orang yang menggunakan atau menyalahgunakan
Narkotika dan dalam keadaan keretgantungan pada Narkotika, baik
secara fisik maupun psikis (vide Ketentuan Umum Pasal 1 angka 13
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tetntang narkotika).
Menimbang, bahawa pengertian “tanpa hak” disini adalah
tindakanya kewenangan yang melekat pada diri seseorang untuk
melakukan suatu perbuatan menurut Undang-undang atau tidak
termasuk lingkup tugas dan wewenang seseorang atau karena tidak
mendapat ijin dari pejabat yang berwenang sebagaimana ditentukan
Undang-undang, sedangkan yang dimaksud dengan “melawan hukum”
adalah melakukan suatu perbuatan yang bertentangan hukum, baik
dalam arti formil yaitu bertentangan nilai-nilai kepatutan, nilai-nilai
keadilan yang hidup dan dijunjung tinggi oleh masyarakat,
109
Menimbang, bahwa yang dimaksud Narkotika Golongan I sesuai
dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a penjelasan Undang-undang RI Nomor
35 Tahun 2009 yaitu Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu penegtahuan dan tidak digunakan dalam
terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan;
Menimbang bahwa narkotika Golongan I sesuai dengan pasal 8
ayat (1 dan 2) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika disebutkan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan
untuk kepentingan pelayanan kesehatan, dan dalam jumlah terbatas
Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah mendapat
persetujuan dari menteri;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap
di persidangan ;
Menimbang, bahwa sesuai fakta-fakta hukum diatas maka terbukti
bahwa terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin KUSWORO memang telah
memesan ganja kepada An (DPO) seharga Rp.100.000,- (seratus ribu
rupiah) berpatungan bersama temannya Niko (DPO) masing-masing
Rp.50.000,- (limapuluh ribu rupiah) ; dan Ari (DPO) telah
memberitahukan kepada terdakwa via sms kalau ganja pesanan telah
ada dan disimpan di dalam lemari dibawah baju di kamar Ari di jalan
raya kampus kel grendeng Rt 6/7 Kec. Purwokerto Utara Kabupaten
110
Banyumas . Terdakwa sendiri juga telah mengecek ke kamar Ari
(DPO) dan ganja pesanannya memang telah tersedia, amun terdakwa
belum dapat mengambil ganja pesanannya karena terdakwa belum
membayar masih menunggu setoran dan Niko (DPO) ;
Menimbang, bahwa sebelumnya terdakwa telah 2 kali memesan
ganja kepada Ari (DPO) dan selalu digunakan untuk sendiri ;
rencananya pesanan ganja yang ke 3 inipun akan digunakan terdakwa
sendiri bersama-sama dengan Niko ; namun belum sempat terdakwa
gunakan terdakwa ditangkap . Terdakwa tidak mempunyai ijin dari
pejabat yang berwenang sebagaimana ditentukan dalam Undang-
undang Nomor 35 Tahun 2009 dan ganja tersebut sebagaimana barang
bukti dalam perkara a quo berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratoris
Kriminalistik tertanggal 7 September 2011 NO.LAB :
1000/NNF/IX/2011 yang ditandatangani oleh YAYUK MURTI
RAHAYU,B,Sc dan IBNU SUTARTO,ST pada kesimpulannya
menyebutkan : bahwa batang , daun dan biji : adalah positif DERIVAT
CANNABINOID/Ganja dan terdaftar dalam Golongan 1 (satu) Nomor
urut 8 (delapan) Lampiran Undang – Undang Republik Indonesia No.
35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
Menimbang, bahwa perbuatan terdakwa yang telah memesan ganja
dan akan menggunakan ganja tersebut untuk dirinya sendiri tanpa ijin
pihak yang berwenang, menurut Hakim terdakwa adalah termasuk
kategori Penyalah guna Narkotika karena hanya menggunakan ganja
111
tanpa hak atau melawan hukum bukan pecandu karena tidak ada
ketergantungan terdakwa, terhadap ganja baik secara fisik maupun
psikis;
Menimbang, bahwa pemesanan dan penggunaan ganja oleh
terdakwa tersebut juga tentu tidak sesuai dengan peruntukkannya
sebagaimana Pasal 7 dan Pasal 8 UndangUndang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ; karena terdakwa bukan
orang/pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan suatu perbuatan
yang berkenaan dengan Narkotika sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ;
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum
diatas , maka unsur ke 2 “PENYALAH GUNA NARKOTIKA
GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI “ ini menurut pendapat hakim
telah pula terpenuhi.
2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam perkara
nomor 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor ;
56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt dapat diketahui pidana yang dijatuhkan oleh hakim
kepada Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo yang telah terbukti bersalah
melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri.
Pemidanaan berupa 1 (satu) tahun 1 (satu) bulan sebagaimana diatur dalam
pasal 127 ayat 1 huruf (a) tentang narkotika.
112
Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah
dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk
tertulis maupun lisan.70 Sedangkan di dalam KUHAP dijelaskan bahwa
putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari
segala tuntutan hukum.71
M. H. Tirtaamidjaja mengutarakan sebagai berikut :
Sebagai hakim, ia harus berusaha untuk menetapkan suatuhukuman, yang dirasakan oleh masyarakat dan si Terdakwasebagai suatu hukuman yang setimpal dan adil. Untuk mencapaiusaha ini, ia harus memperhatikan :a. Sifat pelanggaran pidana itu (apakah itu suatu pelanggaran
pidana yang berat atau ringan);b. Ancaman hukuman terhadap tindak pidana itu;c. Keadaan dan suasana waktu melakukan pelanggaran pidana
itu (yang memberatkan dan meringankan);d. Pribadi Terdakwa apakah ia seorang penjahat tulen atau
seorang penjahat yang telah berulang-ulang dihukum(recidivist) atau seorang penjahat untuk satu kali ini saja;
e. Sebab-sebab untuk melakukan pelanggaran pidana itu;f. Sikap Terdakwa dalam pemeriksaan perkara itu (apakah ia
menyesal tentang kesalahannya ataukah dengan kerasmenyangkal meskipun telah ada bukti yang cukup akankesalahannya);
g. Kepentingan umum.(hukum pidana diadakan untuk melindungi kepentinganumum, yang dalam keadaan-keadaan tertentu menurut suatupenghukuman berat pelanggaran pidana, misalnyapenyelundupan, membuat uang palsu pada waktu negaradalam keadaan ekonomi yang buruk, merampok pada waktubanyak terjadinya perampokan).72
Hasil penelitian terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto
pada perkara nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, dalam perkara tersebut
70 Leiden Marpaung, Op.Cit. hlm. 129.71Lihat Pasal 1 angka 11 KUHAP.72Tirtaamidjaja dalam Leiden Marpaung, Ibid. hlm. 139-140.
113
Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana sebagai penyalahguna narkotika Golongan I bagi diri sendiri
sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut ketentuan dalam Pasal 127
ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Pada amar putusan nomor 2 (dua) majelis hakim telah menjatuhkan pidana
kepada Terdakwa selama 1 (satu) tahun 1 (satu) bulan. Selanjutnya dalam
amar putusan nomor 4 (empat) memerintahkan agar terdakwa tetap dalam
tahanan. Dimana dalam perkara ini. Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Terpenuhinya pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang
diatur dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP yang dibuktikan dalam
persidangan. Alat bukti yang sah menurut KUHAP adalah :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Selain itu juga mendasarkan pada pasal 183 yang berbunyi : hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakawalah
yang bersalah melakukanya.
114
Alat bukti yang sah yang diajukan ke depan persidangan dalam
kasus ini adalah :
a. Keterangan saksi :
1. Aris Budi Setiyono;
2. Pramuaji SH;
3. Ahmad Sodirin;
b. surat :
1. Berita Acara Pemeriksaan laboratiris Kriminalistik 7 September
2011 yang ditandatangani oleh Yayuk Murti Rahayu, B, Sc dan
Ibnu Sutarto, ST terhadap barang bukti terhadap barang bukti
berupa ; 1 (satu) bungkus kertas coklat berisi batang, daun, dan biji
dengan berat 4,025 gram dan 1 (satu) buah tube brisi urine dengan
kesimpulan ; bahwa batang, daun dan biji tersebut adalah positif
DERIVAT CANNBINOID / ganja dan terdaftar dalam golongan 1
(satu) Nomor urut 8 (delapan) Lampiran Undang-Undang Republik
Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan 1 (satu) tube
urine diatas adalah Negatif ;
2. Kutipan Akta Kelahiran No. 12160/TP/1998 tertanggal 3 Desember
1989 atas nama Saiful Ngibad, lahir pada tanggal 2 September
1993, anak laki-laki dari suami isteri : Kusworo dan Mujinah, yang
dibuat dan ditandatangani oleh Drs. Joeliono Kepala Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Banyumas
115
3. Kartu Keluarga No. 3302272602054207 tertanggal 27 Desember
2006 atas nama kepala keluarga Kusworo.
c. Petunjuk
Terdapat penyesuaian antara keterangan saksi-saksi dan terdakwa
serta barang bukti
d. Keterangan terdakwa
Keterangan terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin KUSWORO dimuka
persidangan pada pokoknya menerangkan bahwa semua keterangan
dari para saksi dan barang bukti yang diperlihatkan oleh hakim adalah
benar
Sedangakan barang bukti yang diajukan dipersidangan adalah 1 (satu) paket
kecil ganja dalam bungkus kertas minyak sebesar 4,025 gram dan 1 (satu)
botol plastic berisi urine milik terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo akan
dirampas dan dimusnahkan, sedangkan 1 (satu) buah HP merk NOKIA warna
silver type 112 akan dirampas untuk Negara.
Berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan barang bukti yang diajukan
dipersidangan serta dengan mempertimbangkan nilai pembuktian masing-
masing alat bukti, maka Hakim berpendapat bahwa terdakwa SAIFUL
NGIBAD Bin KUSWORO terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana
Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri sebagaimana yang
dirumuskan dan diancam dalam pasal 127 ayat 1 huruf (a) Undang-undang
nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Adanya fakta-fakta yang memenuhi unsur-unsur :
116
1. Setiap orang
2. Penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri
3. Berkaitanya dengan pecandu sehingga kepada terdakwa sebaiknya
dijatuhkan tindakan hukum bukan hukuman, dari syarat yang ditentukan
dalam SURAT EDARAN MA Nomor : 04/Tahun 2010 tersebut jika
dihubungkan dengan fakta-fakta hukum yang diperoleh dipersidangan
Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo tidak dapat memenuhi persyaratan
sebagaimana telah ditentukan dalam SURAT EDARAN MA Nomor :
04/Tahun 2010 tersebut. Karena pada saat tertangkap tangan Terdakwa
Saiful hanya memiliki ganja 4,025 gram sedangkan persyaratan
direhabilitasi adalah yang tertangkap tangan jika memiliki 5 gram ganja.
4. Hakim tidak menemukan alasan penghapus atau peniadaan pidana yang
berupa pemaaf dan maupun pembenar maka terdakwa harus
mempertanggungjawabkan.
Alasan pemaaf adalah bersifat subjektif dan melekat pada diri Terdakwa /
Pelaku, khususnya mengenai sikap bathin sebelum atau pada saat akan
berbuat, telah diatur didalam pasal 44 ayat (1), 48, 49 ayat (2) dan 51
ayat (2) KUHP.
Sedangkan alasan pembenar adalah bersifat objektif dan melekat
padaperbuatan atau hal-hal lain diluar bathin pembuat sebagaimana
diatur dalam pasal 49 ayat (1), 50 ayat(1)KUHP.
5. pasal 59 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak,
Hakim sebelum menjatuhkan putusan hukum terhadap terdakwa perlu
117
mempertimbangkan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) yang
ada dalam perkara ini, yaitu dan Balai Pemasyarakatan Purwokerto yang
dibuat oleh DIAN PUSPITASARI,SH tertanggal 15 September 2011,
yang pada pokoknya berkesimpulan sebagai berikut :
▪ Bahwa Klien ( SAIFUL NGIBAD Bin KUSWORO , umur 17 th,
11 bin, 29 hr) saat sekarang sedang menjalani proses hukum karena
diduga melanggar Pasal 111 ayat (!) Jo Pasal 127 ayat (!) UU RI
No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu memiliki, menyimpan,
menguasai, menyediakan dan atau menggunakan Narkotika jenis
ganja
▪ Bahwa dalam permasalahan ini ( klien memiliki ganja ) karena
temannya NIKO yang memesan dan dank lien meminta pada Ari
untuk membelikan dan ganja tersebut disimpan di rumah Ari dank
lien mau membelikan ganja tersebut dengan harapan akan dibagi
sehingga klien dapat memakai/menghisap
▪ Bahwa Klien sebelumnya pemah mengkonsumsi/menghisap ganja
merasakan nikmat sehingga timbul keinginannya lagi untuk
mengkonsumsi
▪ Bahwa klien menyesali atas perbuatannya dan berjanji tidak akan
mengulangi lagi;
▪ Bahwa klien baru pertama kali berurusan dengan pihak yang
berwajib;
118
▪ Bahwa pihak orang tua masih sanggup untuk mendidik dan
membina klien serta berencana untuk memasukan klien ke pondok
Pesantren Suralaya. jawa barat ;
6. Hakim dalam perkara anak Nakal, baik di dalam maupun di luar sidang
anak dengan membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (vide
pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997), dan Hakim
dalam menjatuhkan pidana atau tindakan diantaranya wajib
memperhatikan Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (penjelasan
pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997), walaupun demikian
Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa, tidak mutlak
harus terikat dengan kesimpulan dan saran yang termuat di dalam laporan
Pejabat Kemasyarakatan, sebab hakim bersandar pada asas kebebasan
hakim dan asas kemandirian hakim.
7. Berdasarkan pasal 22, 23, dan pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak, terhadap anak nakal yang telah terbukti
melakukan tindak pidana hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan.
Pidana Pokok terdiri dari : pidana penjara, pidana kurungan, pidana
denda; atau pidana pengawasan; sedangkan pidana tambahan terdiri dari :
perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi,
adapun Tindakan terdiri dari : a. Mengembalikan kepada orang tua, wali,
atau orang tua asuh; b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti
pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau Menyerahkan kepada
119
Departemen Sosial, atau Organisasi Kemasyarakatan yang bergerak di
bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja;
8. Adanya kewajiban hakim untuk memperhatikanhal-hal yang
memberatkan maupun meringankan dari terdakwa sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP yang perumusanya
adalah sebagai berikut :
Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan
atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan
meringankan terdakwa.
Hal -hal yang memberatkan :
▪ Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas
peredaran Narkotika.
▪ Perbuatan terdakwa dapat merusak mental generasi muda yang
merupakan penerus bangsa.
Hal-hal yang meringankan :
▪ Terdakwa mengakui dan berterus terang dipersidangan.
▪ Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi
lagi.
▪ Terdakwa belum pemah dihukum.
▪ Terdakwa masih sangat muda masih bisa diharapkan memperbaiki diri di
kemudian hari.
▪ Terdakwa masih ingin melanjutkan sekolah lagi.
120
Hal-hal yang memberatkan dan meringankan itulah yang dijadikan bahan
pertimbangan Hakim untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa yaitu pidana
penjara selama 1 (satu) tahun 1 (satu) bulan kurungan, dimana pidana tersebut lebih
ringan dibandingkan dengan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan
pidana penjara selama 2 (dua) tahun.
Maka Hakim sependapat dengan Penuntut Umum bahwa
penjatuhan pidana adalah yang tepat untuk terdakwa bukan tindakan ;
namun meskipun demikian mengenai lamanya hukuman pidana yang akan
dijatuhkan kepada terdakwa, Hakim tidak sependapat dengan tuntutan dari
Penuntut Umum karena penjatuhan pidana pada dasarnya adalah bukan
dimaksudkan sebagai pembalasan dendam bagi terdakwa, tetapi lebih
merupakan pembinaan bagi terdakwa agar setelah selesai menjalankan
pidananya dapat menjadi orang yang lebih baik lagi, oleh karena itu pidana
yang akan dijatuhkan kepada diri terdakwa nanti menurut Hakim dirasa
sudah cukup adil.
121
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pertimbangan Hakim dalam menerapkan unsur-unsur tindak pidana
penyalahgunaan narkotika golongan 1 bagi diri sendiri, menurut penulis
telah sesuai dengan makna dari unsur-unsur tindak pidana penyalahgunaan
narkotika golongan I bagi diri sendiri karena telah sesuai dengan pasal 127
ayat 1 huruf (a).
Yaitu unsur-unsurnya adalah :
Setiap Orang
Orang perorangan atau termasuk korporasi
Didalam perkara ini ditunjukan orang perseorangan, hal ini
sebagaimana dari fakta-fakta hukum yang terungkap di
persidangan
Penyalah guna Narkotika Golongan I Bagi Diri Sediri
“penyalahgunaan Narkotika” adalah orang yang menggunakan
Narkotika tanpa hak atau melawan hukum (vide Ketentuan Umum
Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika).
Perbuatan terdakwa yang telah memesan ganja dan akan
menggunakan ganja tersebut untuk dirinya sendiri tanpa ijin pihak
yang berwenang, menurut penulis adalah termasuk kategori
122
Penyalah guna Narkotika karena hanya menggunakan ganja tanpa
hak atau melawan hukum bukan pecandu karena tidak ada
ketergantungan terdakwa, terhadap ganja baik secara fisik maupun
psikis.
Narotika golongan I
Narkotika Golongan I sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a
penjelasan Undang-unadang RI Nomor 35 Tahun 2009 yaitu
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu penegtahuan dan tidak digunakan dalam terapi
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
Narkotika Golongan I sesuai dengan pasal 8 ayat (1 dan 2)
Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
disebutkan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan, dan dalam jumlah terbatas
Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah mendapat
persetujuan dari menteri.
Bagi diri sendiri
Seseorang dikatakan sebagai pecandu, adalah orang yang
menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam
123
keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun
psikis.
Jika dihubungkan dengan fakta-fakta yang diperoleh dipersidangan
maka telah terbukti bahwa terdakwa ditangkap karena telah
memesan ganja kepada Ari (DPO) seharga RP.100.000,-(seratus
ribu rupiah), dimana ganja tersebut dipesan untuk digunakan
terdakwa sendiri bersama-sama Niko (DPO), dimana sebelum
penangkapan terdakwa pernah pula memesan ganja kepada Ari
(DPO) sebanyak 2 kali dan untuk dipergunakan sendiri
2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam perkara nomor :
56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, Tentang Penyalahgunaan Narkotika Golongan I
Bagi Diri Sendiri kepada terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo dengan
adanya SEMA Nomor 4 Tahun dikenakan pidana Penjara 1 (satu) tahun 1
(satu) bulan, dimaksudkan pembinaan bagi terdakwa agar setelah selesai
menjalankan pidananya dapat menjadi orang yang lebih baik lagi , dan
Hal-hal yang memberatkan dan meringankan itulah yang dijadikan bahan
pertimbangan Hakim untuk menjatuhkan Pidana
124
B. Saran
Mengingat telah diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Penempatan Penyalahgunaan,
Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Korban Pecandu Narkotika
kedalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, tanpa
mengesampingkan besarnya bahaya yang dapat ditimbulkan akibat dari
penyalahgunaan narkotika khususnya bagi kehidupan generasi muda, maka
Hakim dapat menjatuhkan pidana terhadap pelaku penyalahgunaan
narkotika agar sebelumnya lenih memahami secara mendalam tiap-tiap
kasus penyalahgunaan narkotika karena tidak semua tindak pidana
penyalahgunaan narkotika akn berakhir dengan suatu pidana penjara.
Dengan tetap memperhatikan rasa keadilan masyarakat tentu bukan berarti
mengkecilkan rasa keadilan terpidana, oleh karena memperbaiki jauh lebih
bermanfaat dari pada sekedar mempidana.
DAFTAR PUSTAKA
Bassar, M. Sudrajat. 1983. Hukum Pidana (Pelengkap KUHP). Bandung:Armico.
Farid, Zainal Abidin. 2002. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika
M. Sholehuddin. 2003. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar DoubleTrack System & Implementasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hermawan S., Rachman. 1987. Penyalahgunaan Narkotika Oleh Para Remaja.Bandung: Eresco.
Iswanto. 2009. Viktimologi. Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas JenderalSoedirman.
Lamintang, P.A.F.. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: CitraAditya Bakti
Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Marpaung, Leiden. 2010. Proses Penanganan Perkaara Pidana (Di Kejaksaan &Pengadilan Negeri, Upaya Hukum & Upaya Eksekusi). Jakarta: SinarGrafika.
Moeljatno. 1982. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
_________. 1983. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Bina Aksara
Poernomo, Bambang. 1986. Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Prodjodikoro, Wirjono. 2008. Azas-Azas Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PTRefika Aditama.
Saleh, Roeslan. 1983. Perubahan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana.Jakarta: Aksara Baru.
Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana.Bandung: PT. Mandar Maju.
Soedarto. 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: PT. Alumni.
_______. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana (Cetakan II). Bandung: Alumni
_______. 1990. Hukum pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto
_______. 2001. Hukum Pidana Jilid I A-B. Purwokerto: Fakultas HukumUniversitas Jenderal Soedirman.
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1983. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: GhaliaIndonesia.
Sudarsono. 1995. Kenakalan Remaja, Prevensi, Rehabilitasi, dan Rasionalisasi.Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sudarto . 2007. Hukum Pidana I. Jakarta: PT. Sinar Grafika.
Supramono, Gatot. 2001. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Utrecht. 1986. Hukum Pidana I. Surabaya: Pustaka Tindak Mas.
Keterangan Presiden Republik Indonesia Mengenai Rancangan Undang-UndangRepublik Indonesia Tentang Narkotika, http://www.legalitas.org, diaksespada tanggal 14 Januari 2010.
B. Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang MenyatakanBerlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang PeraturanHukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia, danMengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran NegaraTahun 1958 Nomor 127).
Indonesia, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan Anak
Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan LembaranNegara Nomor 3204).
Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (LembaranNegara Tahun 2009 Nomor 143).
Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang KekuasaanKehakiman (Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076).