TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI...

139
i TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI (Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pada Putusan Perkara Nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.) SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: LAINUN SHABRINA E1A007063 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

Transcript of TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI...

i

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI

(Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 Pada Putusan Perkara Nomor :

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

LAINUN SHABRINA

E1A007063

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I

BAGI DIRI SENDIRI (TinjauanYuridisTerhadapPenerapanUndang-

UndangNomor 35 Tahun 2009 PadaPutusanPerkaraNomor :

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.)

Oleh :

LAINUN SHABRINA

E1A007063

DiajukanUntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman

Diterima dan Disahkan

PadaTanggal Agustus 2012

Pembimbing I,

Dr. NOOR AZIZ SAID, S.H., M.S.

NIP. 19540426 198003 1 004

Pembimbing II,

Dr. BUDIYONO, S.H., M.Hum.

NIP. 19631107 198901 1 001

Penguji

HARYANTO DWI ATMODJO, S.H., M.Hum.

NIP. 19570225 198702 1 001

Mengetahui

DekanFakultasHukum

UniversitasJendralSoedirman

Hj. ROCHANI URIP SALAMI, S.H., M.S.NIP. 19520603 198003 2 001

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : LAINUN SHABRINA

NIM : E1A007063

SKS : 2007

Judul : TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI (Tinjauan Yuridis Terhadap

Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pada Putusan

Perkara Nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya

sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang

lain.

Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut

diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.

Purwokerto,

LAINUN SHABRINA

E1A007063

iv

MOTTO

Jangan katakan “TIDAK BISA” sebelum kita mencoba

Hidup adalah pilihan

Kita hidup untuk memilih

Atau

Memilih untuk hidup

Jangan pernah meremehkan seseorang,

Karena belum tentu kamu bias melakukan apa yang dia lakukan

Kesempatan itu tidak akan dating berulang kali, seperti kamu melakukan

kesalahan yang berulang kali

v

PERSEMBAHAN

Karya Kecilku ini khusus kupersembahkan teruntuk :

Kedua Orang Tuaku Tercinta dan Tersayang

FATCHURRACHMAN S.H., M.Hum Dan SUMARSIH S.Pd

Yang selalu memberikan perhatian, semangat, menerima keluh kesahku dan

selalu mengingatkanku selalu untuk tetap semangat, berusaha dan berdoa …

Ada cinta yang kadang terabaikan, bukan karena tak berarti besar tetapi Karena

cara mengungkapkannya berbeda.

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya

dengan seluruh rahmat, taufik, hidayah, daninayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINDAK PIDANA

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI

(Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Pada Putusan Perkara Nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.)“. Skripsi ini merupakan

salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

Berbagai kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi

ini. Namun berkat bimbingan, bantuan dan moril serta pengarahan dari berbagai

pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tidak terhingga

atas motivasi dan dukungan, baik langsung maupun tidak langsung yaitu kepada :

1. Allah SWT atas bimbingan hidup yang diberikanNya kepada Penulis.

2. Hj.Rochani Urip Salami, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto beserta para Pembantu

Dekan dan seluruh jajarannya.

3. Dr. Noor Aziz Said, S.H., M.S.selaku Dosen Pembimbing I Skripsi, atas

segala bantuan, arahan, dukungan dan masukan yang telah diberikan selama

penulisan skripsi ini.

4. Dr. Budiono, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II Skripsi, atas

segala bantuan, arahan, dukungan dan masukan yang telah diberikan

selama penulisan skripsi ini.

5. Haryanto Dwi Admodjo S.H., M.Hum., selaku Dosen Penguji Skripsi, atas

segala bantuan, arahan, dukungan masukan, menyediakan waktu dan

kebaikan yang telah diberikan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

vii

6. Sutoyo S.H., M.H, selaku Pembimbing Akademik yang memberikan

bimbingan sejak awal perkuliahan.

7. Kedua orang tua Fatchurrachman S.H., M.Hum dan Sumarsih S.Pd yang

dengan kasih sayang dan dukungannya memberikan semangat dan

dorongan yang tak terhingga pada penulis.

8. Kakakku dan adekku tersayang Alfiatin, Fajrina, Adlia, Ari Syi, yang

selama ini selalu memberikan dukungan dan kebahagiaan.

9. R.AzhariSetiadi yang telah memberikan warna tersendiri dalam hidup

Penulis serta memberikan dukungan, doa, kasih saying dan motivasi

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ;

10. Sahabat terbaikku Anggya AGP, Dwinanda Pangestika,Icep Nur Cahya,

Alfian Herlambang, Indri Novianti, Herli, Kartince Afriyanti. Semoga

impian kita untuk sukses bersama bias terwujud.

11. Bang Idhal, Bang Agung atas bantuan dan dorongan dalam penulisan

skripsi ini dan semua penghuni Kos Al-Muhayat atas dukungan dan

kebahagiaanya.

12. Temen-temen KKN ’12 Desa Karang Tengah Purbalingga, mas Catur,

Ardhi, Ahmed, Ira, Windu, dan Bu Lurah beserta keluarga.

13. Teman-teman FakultasHukum , kalian memberikan pengalaman yang

tidak terlupakan dalam berproses di Kampus Merah.

Purwokerto, Agustus 2012

Penulis,

viii

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul“ Tindak Pidana Penyalahgunaan NarkotikaGolongan 1 Bagi Diri Sendiri (Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor: 35 tahun 2009 Pada Putusan Perkara Nomor:56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt). Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahuipertimbangan hakim dalam menerapkan unsur-unsur tindak pidanapenyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri dan untuk mengetahui pertimbanganhakim dalam menjatuhkan pidana dalam perkara nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridisnormative, dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Lokasi yang digunakan dalampenelitian ini yaitu di Pusat Informasi Ilmiah (PII), perpustakaan Fakultas Hukumdan perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman.Sedangkan metode analisisdata yang digunakan adalah normative kualitatif.

Hasil penelitian ini diketahui bahwa penerapan unsur-unsur tindak pidanabagi pertimbangan Hakim dalam putusan perkara Nomor:56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt telah memenuhi unsur-unsur yang disesuai denganpasal 127 ayat 1 huruf (1) UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Unsur-unsurnya adalah setiap orang, dan penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagidiri Sendiri

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam perkara nomor :56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, Tentang Penyalahgunaan Narkotika Golongan I BagiDiri Sendiri kepada terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo dengan adanya SEMANomor 4 Tahun dikenakan pidana Penjara 1 (satu) tahun 1 (satu) bulan,dimaksudkan pembinaan bagi terdakwa agar setelah selesai menjalankanpidananya dapat menjadi orang yang lebih baik lagi, dan Hal-hal yangmemberatkan dan meringankan itulah yang dijadikan bahan pertimbangan Hakimuntuk menjatuhkan Pidana

Kata Kunci :Pertimbangan Hakim, Penyalahgunaan Narkotika

ix

ABSTRACT

This study titled "Crime Narcotics Abuse Group 1 For Yourself (AgainstJudicial Review Application of the Act No. 35 of 2009 In the Decision on CaseNo.: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt). The purpose of this study was to determine theconsideration of the judge in applying the elements of the crime of abuse ofnarcotics for themselves and to find out the consideration of judges in imposingcapital in case number: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. The method used in this study isthe method of normative juridical approach, the specification of descriptiveresearch. Locations used in this study is at the Center for Scientific Information(PII), libraries and library of the University Faculty of Law General Sudirman.While the data analysis methods used are qualitative normative.

The results of this research note that the application of criminal elementsfor consideration in the decision of Justice case Number: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwthas met the elements adapted to Article 127 paragraph 1 point (1) Act No.35 year2009 on Narcotics. Its elements are all people, and abuse of narcotics of category Ifor self-Yourself.

Consideration in imposing criminal judge in the case number:56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, On the Misuse of Drugs For Yourself Group I to thedefendant SaifulNgibad Bin Kusworo with the SEMA No. 4 subject to criminaljail of 1 (one) year 1 (one) month, for the defendant intended to coaching afterrunning a criminal can become a better person, and things that lighten the burdenand that is to be considered for the dropping of Criminal Justice

Keywords: Consideration of Hakim, Narcotics Abuse

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. ii

HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………… iii

MOTTO……………………………………………………………………….. iv

KATA PENGANTAR ………………………………………………………. v

ABSTRAK …………………………………………………………………… viii

ABSTRAC ……………………………………………………………………. ix

DAFTAR ISI ………………………………………………………………… x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1

B. Rumusan Masalah …………………………………………. 6

C. Tujuan Penelitian …………………………………………... 7

D. Kegunaan Penelitian ……………………………………….. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana …………………… 8

1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana …………………... 8

2. Unsur-unsur Tindak Pidana …………………………….. 9

3. Jenis-jenis Tindak Pidana ………………………………. 13

x

B. Tinjauan Umum Tentang Narkotika ………………………... 14

1. Pengertian Narkotika ……………………………………. 14

2. Sejarah Narkotika ……………………………………….. 15

3. Pengaturan Narkotika …………………………………… 17

4. Jenis-jenis Narkotika ……………………………………. 22

C. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika ………………… 29

1. Tindak Pidana Narkotika ...………...……………………. 29

2. Penyalahgunaan Narkotika …….………………………… 30

D. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim .……….……… … 34

1. Pengertian Putusan Hakim ……………………………… 34

2. Proses Penjatuhan Putusan Hakim ……………………….. 35

E. Tinjauan Umum Tentang Sistem Pemidanaan di Indonesia…. 37

1. Teori-Teori Sistem Pemidanaan…………………………... 37

2. Sistem Pemidanaan di Indonesia………………………….. 44

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan ………………………………………….. 50

B. Spesifikasi Penelitian ………………………………………… 51

C. Jenis Data …………………………………………………….. 51

D. Metode Pengumpulan Data …………………………………… 53

E. Metode Penyajian Data……..………………………………..... 53

F. Metode Analisis Data ………………………………………..... 53

x

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian .......................................................................... 55

B. Pembahasan................................................................................. 91

BAB V PENUTUP

A. Simpulan .................................................................................... 121

B. Saran .......................................................................................... 124

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal tersebut tertuang didalam

penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: ”Negara

Indonesia berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan

belaka” Hukum merupakan suatu kaidah atau peraturan yang mengatur

masyarakat. Segala tingkah laku dan perbuatan warga negaranya harus

berdasarkan atas hukum. Oleh karena itu, bagi Indonesia yang sebagai Negara

hukum, wajib untuk menjalankan fungsi hukum dengan konsisten sebagai

sarana penegak keadilan.

Perkembangan jaman yang semakin maju, tentu kejahatanya pun lebih

berkembang dan terorganisir Salah satu persoalan yang sering muncul ke

permukaan dalam kehidupan masyarakat ialah tentang kejahatan pada

umumnya, seperti pada saat ini sering kita jumpai kenakalan berupa

penyalahgunaan narkotika. Di dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, disebutkan pengertian narkotika, yaitu zat

atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun semisintesis,yang

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan–golongan sebagaimana

terlampir dalam Undang–undang.

2

Narkotika sering digunakan di luar kepentingan medis dan ilmu

pengetahuan, yang pada akhirnya akan menjadi suatu bahaya bagi si pemakai,

yang pada akhirnya juga dapat menjadi pengaruh pada tatanan kehidupan

sosial masyarakat, bangsa dan Negara.

Penanggulangan penyalahgunaan narkotika bukanlah hal yang mudah

untuk dilaksanakan tetapi negara telah bertekad untuk memberantasnya.

penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin,

kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Penyalahgunaan narkotika dari tahun

ke tahun mengalami peningkatan yang akhirnya merugikan kader-kader

penerus bangsa. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk

menanggulangi masalah narkotika adalah melalui penyempurnaan dalam

pengaturan dibidang hukumnya. Penyempurnaan tersebut sangat perlu

dilakukan karena pengaruh narkotika sangat besar terhadap kelangsungan

hidup suatu bangsa. Demi penyempurnaan dibidang hukum yang khusus

mengatur mengenai narkotika, pemerintah mengundangkan Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika untuk menggantikan peraturan

perundang-undangan yang sebelumnya telah ada yaitu Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Sebenarnya jauh sebelum

penyempurnaan didalam peraturan hukumnya, pemerintah telah menunjukkan

keseriusan dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkotika

yaitu dengan membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN). Badan Narkotika

Nasional merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang

3

berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab pada Presiden yang ada

disetiap provinsi dan kabupaten/kota.

Berlakunya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam

Lampiran Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika telah

dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang

Narkotika No. 35 Tahun 2009 dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika

Golongan I dan Golongan II dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997

tentang Psikotropika dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Kemudian yang

tidak kalah menarik adalah ditemukannya beberapa rumusan pasal yang

secara tidak langsung mencoba melekatkan status korban kepada pelaku

tindak pidana narkotika tertentu seperti pecandu narkotika. Pecandu narkotika

yang tergolong dalam penyalahguna narkotika golongan 1 pada dasarnya

memenuhi kualifikasi sebagai pelaku tindak pidana narkotika, namun dalam

keadaan tertentu pecandu narkotika akan lebih berkedudukan kearah korban.

Hal ini sesuai dengan pendapat Iswanto yang menyatakan bahwa :

“korban merupakan akibat perbuatan disengaja atau kelalaian, kemauansuka rela, atau dipaksa atau ditipu, bencana alam, dan semuanya benar-benar berisi sifat penderitaan jiwa, raga, harta dan morel serta sifatketidakadilan”.1

Pecandu narkotika merupakan korban dari tindak pidana yang

dilakukannya sendiri yang dipengaruhi kemauan suka rela untuk

menyalahgunakan narkotika.

1Iswanto, Viktimologi, Purwokerto, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, 2009,hlm. 8.

4

Undang-Undang tersebut juga menetapkan perbuatan-perbuatan yang

berhubungan dengan narkotika dan diklasifikasikan sebagai tindak pidana,

antara lain :

1. Tindak pidana yang berkaitan dengan Prekursor Narkotika;

2. Tindak pidana yang berkaitan dengan Narkotika Golongan I;

3. Tindak pidana yang berkaitan dengan Narkotika Golongan II;

4. Tindak pidana yang berkaitan dengan Narkotika Golongan III;

5. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan produksi;

6. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan ekspor dan impor;

7. Tindak pidana narkotika yang berkaitan dengan penyaluran dan

peredaran;

8. Tindak pidana yang berkaitan dengan penggunaan narkotika dan

rehabilitasi.

Setiap tindak pidana akan menimbulkan pertanggungjawaban secara

pidana bagi pelakunya. Untuk sampai pada suatu kesimpulan bahwa pelaku

dikatakan bertanggungjawab atas perbuatannya, penegak hukum harus

berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

sebagai hukum pidana formil yang mengatur tata beracaranya. Tujuan dari

hukum acara pidana dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan

oleh Menteri Kehakiman adalah sebagai berikut.

Tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari dan mendapatkan atausetidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yangselengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkanketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuanuntuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukansuatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta memeriksa dan

5

putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatutindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itudapat dipersalahkan.

Van Bemmelen mengemukakan, tiga fungsi pokok acara pidana adalah:

a. Mencari dan menemukan kebenaran;b. Pengambilan putusan oleh hakim;c. Pelaksanaan daripada putusan.2

Tahapan pengambilan putusan merupakan salah satu tahap yang

menarik perhatian, didalam tahap inilah hakim melakukan pertimbangan

untuk memberi putusan setelah sebelumnya memahami fakta-fakta yang

terungkap dalam persidangan. Putusan merupakan sebuah penentuan nasib

dari seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Jika pelaku terbukti

secara sah dan meyakinkan maka didalam putusan akan memuat sebuah

hukuman yang sebelumnya telah dipetimbangkan oleh majelis hakim.

Berkaitan dengan tindak pidana narkotika Mahkamah Agung pada

tanggal 7 April 2010 telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung

(SEMA) Nomor 4 tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban

Penyalahgunaan dan Korban Pecandu Narkotika Kedalam Lembaga

Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Diterbitkannya SEMA tersebut

memungkinan bagi pengadilan dalam memutus perkara tindak pidana

narkotika berupa putusan hukuman rehabilitasi, dimana tempat-tempat yang

menjadi tempat untuk rehabilitasi dimaksud telah pula ditentukan, tetapi

untuk dapat seseorang terdakwa dijatuhi hukum ini harus memenuhi beberapa

2Van Bemmelen dalam Andy Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, SinarGrafika, 2008, hlm. 8.

6

persyaratan yang terdapat dalam SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung)

Nomor 4 Tahun 2010

Setiap penelitian dalam penulisan karya ilmiah pasti mempunyai

beberapa alasan dalam pemilihan judul. Atas dasar uraian diatas, penulis

merasa tertarik untuk meneliti secara yuridis normatif mengenai suatu

putusan di Pengadilan Negeri Klas IB Purwokerto. Terdapat suatu kasus

mengenai Penyalahgunaan Narkotika golongan 1 bagi diri sendiri, dimana

Hakim memutus terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun dan satu

bulan tanpa rehabilitasi medis karena terdakwa tidak memenuhi syarat-syarat

yang tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun

2010. Berdasarkan uraian tersebut mendorong penulis untuk melakukan

penelitian yang berjudul Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

Golongan I Bagi Diri Sendiri (Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pada Putusan Perkara Nomor :

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis

mengambil pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menerapkan unsur-unsur tindak

pidana penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri?

2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam

perkara Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN. Pwt?

7

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menerapkan unsur-unsur

tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan 1 bagi diri sendiri.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam

perkara Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah wacana dan

pengetahuan hukum dalam bidang hukum pidana, khususnya yang

menyangkut tentang tindak pidana narkotika dalam kaitannya proses

penjatuhan putusan pidana pada kasus penyalahgunaan narkotika golongan

I bagi diri sendiri/pecandu narkotika. Berkaitan dengan pertimbangan

hukum hakim untuk menjatuhkan putusan pidana, syarat-syarat yang harus

dipenuhi untuk menjatuhkan putusan tersebut dan bagaimana

kedudukannya dalam sistem pemidanaan di Indonesia.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitiaan ini diharapkan dapat digunakan sebagai wacana bagi

pembaca untuk menulis judul skripsi ataupun memberikan pengetahuan

baru tentang hukum pidana dan juga berguna bagi masyarakat pada

umumnya

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana

Pembentuk undang-undang telah menggunakan istilah “ strafbaar

feit” untuk menyebut apa yang disebut sebagai “tindak pidana” di dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa memberikan suatu penjelasan

tentang apa yang disebut sebagai “strafbaar feit” tersebut. Oleh karena itu

timbullah beberapa doktrin mengenai pendapat tentang makna dari istilah

“strafbaar feit”tersebut. Mengenai isi pengertian tindak pidana tidak ada

kesatuan pendapat para sarjana, berikut ini adalah beberapa pendapat para

sarjana mengenai penjelasan dari istilah “strafbaar feit” tersebut3

Berikut ini adalah beberapa pendapat ahli hukum pidana yang juga

mengemukakan pendapatnya mengenai istilah “strafbaar feit”, antara lain:

a. Moeljatno, menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu :

Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan manadisertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagibarang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwatindak pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarangdan diancam pidana. Asal saja dalam perbuatan itu diingat bahwalarangan yang ditujukan pada perbuatan yaitu suatu keadaan atau suatukejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang yang menimbulkankejadian itu. kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkanbukan orang.4

3 P.A.F. Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Baktihlm. 24-26

4 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 1982, hlm. 155.

9

b. Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah tindak pidana, yaitusuatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana,5

c. Utrecht menggunakan istilah peristiwa pidana, dengan alasan bahwaistilah “peristiwa pidana” meliputi suatu perbuatan (positif) atau suatumelalaikan (negatif) maupun akibatnya yaitu keadaan yangditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu,6

2. Unsur-unsur Tindak Pidana

Seseorang dapat dijatuhi pidana adalah apabila orang tersebut telah

memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah dirumuskan didalam

suatu peraturan perundang-undangan baik itu didalam KUHP maupun

peraturan perundang-undangan pidana lain diluar KUHP. Mengenai unsur-

unsur tindak pidana Lamintang berpendapat bahwa unsur-unsur tindak

pidana pada umumnya dapat djabarkan kedalam unsur-unsur dasar yang

terdiri dari unsur subyektif dan unsur obyektif.7

Kemudian Lamintang juga menjelaskan tentang unsur-unsur

subyektif dan unsur-unsur obyektif sebagai berikut :

a. Unsur-unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya;

b. Unsur-unsur obyektif yaitu unsur-unsur yang ada hubungannya dengankeadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan darisi pelaku itu harus dilakukan.8

Rumusan unsur-unsur tindak pidana sebagaimana disebutkan di

atas dirasakan terlalu sederhana. Selain hal tersebut di atas, masih terdapat

5 Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT RefikaAditama, 2008, hlm. 59.

6 Utrecht, Hukum Pidana I, Surabaya, Pustaka Tindak Mas, 1986, hlm. 251.7 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya

Bakti, 1997, hlm. 193.8 Loc. Cit.

10

beberapa pendapat para ahli hukum pidana mengenai unsur-unsur tindak

pidana. Sama halnya dengan istilah tindak pidana, mengenai unsur-unsur

tindak pidana pun belum terdapat kesatuan pendapat diantara para ahli

hukum pidana. Setidaknya tentang unsur-unsur tindak pidana menurut

pendapat para ahli hukum pidana pada dasarnya dapat dibedakan menjadi

2 (dua) golongan, yaitu :

1. Pandangan dualistis

Pandangan dualistis mengadakan pemisahan antara dilarangnya

suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana (criminal act atau actus

reus) dan dapat dipertanggungjawabkan si pembuat (adanya mens rea).

Pengikut aliran dualistis, antara lain :

1) H.B. Vos

een srafbaar feit is een menselijke gedraging waarop door dewet (genome in de ruime zin van ”wettelijke bapaling”) straf isgesteld, een gedraging dus, die in het algemeen (tenzij er eenuitsluitingsgrond bestaat) op straffe verboden is.Jadi menurut Vos strafbaar feit hanya berunsurkan :a. kelakuan manusia;b. diancam pidana dalam undang-undang.9.

2) W.P.J. Pompe

berpendapat bahwa ”menurut hukum positif strafbaar feitadalah tidak lain dari feit, yang diancam pidana dalamketentuan undang-undang”. (volgens ons positieve recht is hetstrafbaar feit niets anders een feit, dat in oen wettelijkesrafbepaling als strafbaar in omschreven). Memang beliaumengatakan, bahwa menurut teori, strafbaar feit itu adalahperbuatan, yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengankesalahan, dan diancam pidana. Dalam hukum positif,demikian Pompe, sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid)

9 Vos dalam Sudarto, Loc. Cit.

11

dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanyatindak pidana (strafbaar feit). Untuk penjatuhan pidana tidakcukup dengan adanya tindak pidana, akan tetapi disamping ituharus ada orang yang dapat dipidana. Orang ini tidak ada, jikatidak ada sifat melawan hukum atau kesalahan.10

3) Moeljatno

Dalam pidato dies natalis tersebut di atas beliau memberi artikepada ”perbuatan pidana” sebagai ”perbuatan yang diancamdengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut”.Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur :a. perbuatan (manusia);b. yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini

merupakan syarat formil); danc. bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).11

2. Pandangan monistis

Pandangan monistis melihat bahwa keseluruhan adanya syarat

pemidanaan merupakan sifat dari perbuatan.

Pengikut aliran monistis, antara lain :

1) Simons

Srafbaar feit adalah “een straafbaar gestelde, onrechmatige,met schuld verband staande handeling van eentoerekeningssvatbaar persoon”Jadi unsur-unsur Srafbaar feit adalah :

a. perbuatan manusia (positief atau negatief, berbuat atau tidakberbuat atau membiarkan);

b. diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);c. melawan hukum (onrechtmatig);d. dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband

staand);e. oleh orang yang mampu bertanggung jawab

(teorekeningsvatbaar persoon).12

10 Pompe dalam Sudarto, Ibid, hlm. 43.11 Moeljatno dalam Sudarto, Loc. Cit.12 Sudarto, Hukum Pidana I (cetakan ke II), Semarang :Yayasan Sudarto d/a

Fakultas Hukum Undip Semarang, 1990, hlm. 41.

12

Simons menyebut adanya unsur obyektif dan unsur subyektifdari Strafbaar feit.

Yang disebut sebagai unsur obyektif ialah :a. perbuatan orang;b. akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;c. mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu

seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat-sifat “openbaar” atau“dimuka umum”.

Segi subyektif dari Strafbaar feit :a. orang yang mampu bertanggung jawab;b. adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan ini harus

dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapatberhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengankeadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan.13

2) Van Hamel

Definisinya : Strafbaar feit adalah : “een wettelijk omschrevenmenschelijke gedraging, onrechtmatig, strafwaardig en aanschuld te wijten”Jadi unsur-unsurnya :a. perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-

undang;b. melawan hukum;c. dilakukan dengan kesalahan dan;d. patut dipidana.14

3) Mezger

Die Straftat ist der Inbegriff der Voraussetzungen der Strafe(Tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanyapidana). Selanjutnya dikatakan : Die Straftat ist demnachtatbestandlich- rechtwidrige, personlicht-zurechenbarestrafbedrohte Hanlung. Dengan demikian unsur-unsur tindakpidana ialah :a. perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau

membiarkan);b. sifat melawan hukum (baik bersifat obyektif maupun yang

subyektif);c. dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang;d. diancam dengan pidana.15

13 Simons dalam Sudarto, Loc. Cit.14 Van Hamel dalam Sudarto, Loc.Cit

13

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Pembagian jenis-jenis tindak pidana dalam teori dan praktek

peraturan perundang-undangan ialah sebagai berikut :

a. Kejahatan dan Pelanggaran;

b. Delik formil dan delik materiil;

c. Delik dolus dan delik culpa;

d. Delik Commisissionis, delik Ommissionis, dan delik Commisissionis

perommisionis commisso;

e. Delik tunggal dan delik berganda;

f. Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus;

g. Delik aduan dan delik biasa atau bukan aduan;

h. Delik ekonomi dan bukan delik ekonomi;

i. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya;

j. Kejahatan ringan.

Disamping tindak pidana yang tercantum dalam KUHP ada

beberapa macam tindak pidana yang pengaturannya berada diluar KUHP

atau disebut “tindak pidana khusus”. Adapun jenis-jenis tindak pidana di

luar KUHP antara lain :

a. Tindak Pidana Imigrasi;

b. Tindak Pidana Ekonomi;

c. Tindak Pidana Narkotika.

15 Mezger dalam Sudarto, Ibid. hlm. 41-42.

14

Menurut Sudarto, yang dimaksud dengan hukum pidana khusus adalah :

hukum pidana yang ditetapkan untuk golongan orang khusus atauyang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan khusus, termasukdi dalamnya hukum pidana militer, hukum pidana ekonomisehingga dapat disimpulkan “undang-undang pidana khusus” ituadalah undang-undang pidana selain Kitab Undang-UndangHukum Pidana yang merupakan kedudukan sentral dari KUHP initerutama karena di dalamnya termuat ketentuan-ketentuan umumdari hukum pidana dalam Buku I yang berlaku juga terhadaptindak-tindak pidana yang terdapat di luar KUHP kecuali apabilaundang-undang menentukan lain.16

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah

merupakan salah satu bentuk Undang-undang yang mengatur tindak

pidana di luar KUHP. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika merupakan ketentuan khusus dari ketentuan umum (KUHP)

sebagai perwujudan dari asas lex specialis derogat lex generalis. Oleh

karena itu terhadap kejadian yang menyangkut tindak pidana narkotika

harus diterapkan ketentuan-ketentuan tindak pidana dalam undang-undang

tersebut, kecuali hal-hal yang belum diatur di dalamnya.

B. Tinjauan Umum Tentang Narkotika

1. Pengertian Narkotika

Narkoba pada dasarnya merupakan suatu singkatan kata dari

Narkotika, Psikotropika, dan zat (bahan adiktif) lainnya. Secara

terminologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba adalah obat

16 Sudarto, Hukum Pidana I, Jakarta, PT. Sinar Grafika, 2007, hlm. 21

15

yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan

rasa mengantuk atau rasa merangsang.

Narkotika memiliki arti yang sama dengan narcosis yang berarti

membius. Ada yang mengatakan bahwa kata narkotika berasal dari bahasa

Yunani “narke” yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.17

Selain itu juga ada yang berpendapat bahwa kata narkotika berasal dari

kata narcissus, sejenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga yang

dapat membuat orang menjadi tidak sadar.18

Rachman Hermawan, mendefinisikan narkotika yaitu :

Zat yang dimakan, diminum, atau dimasukkan (disuntikkan) kedalam tubuh manusia, dapat mengubah satu atau lebih fungsi badanmanusia.19

Pengertian narkotika secara yuridis diatur dalam Pasal 1 butir 1

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

menyebutkan bahwa :

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman ataubukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapatmenyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa,mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapatmenimbulkan ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini”.

2. Sejarah Narkotika

Sejak dahulu kita telah mengenal candu sebagai salah satu jenis narkotikayang ada dan dipergunakan oleh sebagian kecil masyarakat.20

17Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : PT. Alumni, 1981, hlm. 36.18Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung, PT.

Mandar Maju, 2003, hlm. 35.19Rachman Hermawan S., Penyalahgunaan Narkotika Oleh Para Remaja, Bandung :

Eresco, 1987, hlm. 10-11.20 Rachman Hermawan S., Op Cit., hal. 7

16

Candu diperkirakan berasal dari daerah timur Pegunungan Mediterania.Candu tersebut terbuat dari buah tanaman Papaver Somniferum L., yaitusejenis tanaman perdu liar yang tumbuh dengan subur di daerahpegunungan tersebut. Pada mulanya dari tanaman tersebut diambil bijinyauntuk dipakai sebagai campuran minuman teh.21

Kebiasaan mengisap candu yang menjadi ciri khas di kawasan Timur Jauhbelum dikenal orang sampai penemuan Benua Amerika oleh Columbustahun 1492, sebab kebiasaan merokok juga tidak dikenal oleh pendudukDunia Lama di Daratan Asia dan Afrika. Kesukaan mengisap candu barumenjadi masalah besar di Cina setelah Cina menjadi sasaran utamaperdagangan candu oleh maskapai Inggris, British East India Company/BEIC dan Belanda.

Pada tahun 1790, BEIC berhasil menjual candu ke Cina. Pada tahun 1838terjadi perang candu I setelah candu gelap Inggris dibatalkan oleh Cina.Perang antara Cina dan Inggris berlangsung kembali antara tahun 1856-1858 dengan kekalahan di pihak Cina. Akibat kekalahan tersebut, Cinaterpaksa membuka pintu dan memasukkan candu melalui beberapapelabuhan.22

Dalam Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Seminar InternasionalAntar-Regional II tentang Pencegahan dan Penyembuhan KetergantunganKepada Obat di Bangkok pada bulan November tahun 1979, dijelaskankisah migrasi orang-orang Cina dari daerah selatan ke negara-negara AsiaTenggara pada akhir abad ke-18 karena musim kering dan bahayakelaparan yang mengancam. Dengan migrasi ini kebiasaan jelek mengisapcandu juga dibawa mereka ke tempat baru. Hal ini kembali menjadimakanan empuk bagi para penjajah dari Eropa. Akibatnya, hingga akhirabad ke-19 perdagangan candu menjadi objek yang sangat menguntungkandi Asia Tenggara.23

Bangsa mana yang pertama membawa candu ke Indonesia tidak dapatdiketahui secara pasti. Namun, diduga diperkenalkan oleh orang India,Arab, dan Cina secara sendiri-sendiri.

21 Loc. Cit.22 Mardani, Op. Cit., hal. 93-94.23 Rachman Hermawan S., Op. Cit., hal 8-9.

17

Setelah menjadi barang dagangan VOC, pemasukan candu di Pulau Jawameningkat terutama setelah VOC memegang monopoli impor ke kerajaanMataram pada tahun 1696, Kesultanan Cirebon pada tahun 1678, dankemudian ke wilayah Kesultanan Banten. 24

Dengan kemajuan teknologi, candu yang berasal dari buah PapaverSomniferum L. dapat diolah sehingga menghasilkan morfina dan heroina.Sedangkan, tanaman koka dapat diolah untuk menghasilkan kokaina.

Di samping tanaman tersebut, ganja yang tumbuh subur di negara kita jugatermasuk salah satu jenis narkotika yang dilarang oleh PemerintahRepublik Indonesia.

Dewasa ini, candu, morfina, heroina, kokaina, dan ganja dikenal dalamketentuan perundang-undangan sebagai narkotika.25

3. Pengaturan Narkotika

Dalam sejarah perundang-undangan yang mengatur tentang

narkotika, dapat dibagi dalam 5 (lima) tahap yang dijabarkan sebagai

berikut :

a. Masa berlakunya berbagai Ordonantie Regie.

Pada masa ini pengaturan narkotika tidak seragam. Setiap

wilayah mempunyai ordonantie regie sendiri-sendiri. Dari berbagai

macam regie ordonantie, yang paling tua adalah Bali Regie

Ordonantie yang dimuat dalam Stbl 1872 No. 76. Di samping itu,

masalah narkotika juga diatur dalam :

1) Morphine Regie Ordonantie (Stbl 1911 No. 373, Stbl 1911No. 484, dan Stbl 1911 No. 485);

2) Ooskust Regie Ordonantie (Stbl 1911 No. 494 dan 644, Stbl1915 No. 255);

24 Loc. Cit.25 Ibid, hal. 10.

18

3) Westkust Regie Ordonantie (Stbl 1914 No. 562, Stbl 1915No. 245);

4) Bepalingen Opium Premien (Stbl 1916 No. 630) dansebagainya.26

b. Masa berlakunya Verdovende Midellen Ordonantie Stbl 1927 No.

278 jo No. 536.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 131 I.S., peraturan tentang obat

bius Nederland Indie disesuaikan dengan peraturan obat bius yang

berlaku di Belanda (azas konkordasi). Gubernur Jenderal dengan

persetujuan Raad van Indie mengeluarkan Stbl 1927 No. 278 jo No.

536 tentang Verdovende Midellen Ordonantie yang diterjemahkan

dengan Undang-Undang Obat Bius. Dengan ketentuan tersebut telah

ditarik 44 perundang-undangan sebelumnya. Jadi, maksud utama

dikeluarkannya Undang-Undang Obat Bius tersebut adalah untuk

mendapatkan unifikasi hukum ketentuan-ketentuan mengenai candu

dan obat-obat bius lainnya yang sebelumnya tersebar dalam berbagai

ordonantie.

c. Masa berlakunya Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang

Narkotika.

Latar belakang digantinya Verdovende Midellen Ordonantie

menjadi Undang-Undang No. 9 Tahun 1967 tentang Narkotika adalah

sehubungan dengan perkembangan lalu lintas dan alat-alat

perhubungan serta pengangkutan modern yang menyebabkan cepatnya

penyebaran/ pemasukan narkotika ke Indonesia. Ditambah lagi dengan

26Hari Sasangka, Op. Cit., hal. 163.

19

kemajuan di bidang pembuatan obat-obatan ternyata tidak cukup

memadai bila tetap memakai ketentuan-ketentuan dalam Verdovende

Midellen Ordonantie. Dalam Verdovende Midellen Ordonantie hanya

mengatur tentang perdagangan dan penggunaan narkotika.

Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini adalah :

1) mengatur jenis-jenis narkotika yang lebih terperinci;2) pidananya juga sepadan dengan jenis-jenis narkotika

tersebut;3) mengatur pelayanan tentang kesehatan untuk pecandu dan

rehabilitasinya;4) mengatur semua kegiatan yang menyangkut narkotika

yakni penanaman, peracikan, produksi, perdagangan, lalulintas pengangkutan serta penggunaan narkotika;

5) acara pidananya bersifat khusus;6) pemberian premi bagi mereka yang berjasa dalam

pembongkaran kejahatan narkotika;7) mengatur kerjasama internasional dalam penanggulangan

narkotika;8) materi pidananya banyak yang menyimpang dari KUHP;9) ancaman pidananya lebih berat.27

d. Masa berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika.

Undang-undang ini diberlakukan pada tanggal 1 September

1997 dan dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1997 No. 67 serta

Tambahan Lembaran Negara No. 3698. Latar belakang

diundangkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika yakni peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai

upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran

27Hari Sasangka, Op. Cit, hal. 164-165.

20

narkotika. Hal tersebut dikarenakan kejahatan narkotika bersifat

transnasional dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan

teknologi canggih termasuk pengamanan hasil-hasil kejahatan

narkotika.

Selain itu, lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1997

tentang Narkotika mengingat adanya ketentuan baru dalam beberapa

konvensi internasional, yaitu :

1) Konvensi Tunggal Narkotika Tahun 1961 yang telah

diratifikasi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1976 tentang

Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika,

2) Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap

Narkotika dan Psikotropika Tahun 1988 (United Nations

Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and

Psychotropic Substances) yang telah diratifikasi melalui

Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United

NationS Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs

and Psychotropic Substances.

e. Masa berlakunya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika.

Pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Indonesia No. VI/ MPR/ 2002 telah

merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik

21

Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan

penggantian atas Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika.

Latar belakang pemikiran yang melandasi penggantian

Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menjadi

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ialah sebagai

berikut :

1) Perlu dilakukan upaya penegakan dan penindakan secaraefektif terhadap penyalahgunaan narkotika karena selainmerusak masa depan bangsa juga dapat mempercepatmeluasnya penyebaran HIV/ Aids dan telah menimbulkankeresahan masyarakat.

2) Kejahatan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotikamerupakan kejahatan transnasional terorganisasi denganmodus operandi yang terus berkembang yang perludiperangi secara bersama-sama baik pada tingkat nasional,regional, maupun global.

3) adanya perubahan dalam struktur kelembagaan yang eratkaitannya dengan pencegahan dan pemberantasanperedaran gelap dan penyalahgunaan narkotika perludiberikan dasar hukum yang jelas agar lembaga-lembagatersebut berfungsi secara efektif dalam melakukanpengawasan, pencegahan, dan pemberantasan peredarangelap dan penyalahgunaan narkotika.

4) Secara sosiologis, sudah semakin banyak korbanpenyalahgunaan narkotika berjatuhan khususnya dikalangan generasi muda.

5) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Narkotikaberdasarkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun2005 merupakan RUU yang menjadi prioritas untukdibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat danPresiden.28

28Keterangan Presiden Republik Indonesia Mengenai Rancangan Undang-UndangRepublik Indonesia Tentang Narkotika, http://www.legalitas.org, diakses pada tanggal 14 Januari2010.

22

Dalam rangka melindungi masyarakat dari bahaya

penyalahgunaan narkotika, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika juga mengatur mengenai prekursor narkotika serta

sanksi pidana bagi penyalahgunaan prekursor narkotika yang

merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat

digunakan dalam pembuatan narkotika Selain itu, untuk lebih

mengefektifkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

dan peredaran gelap narkotika maka dalam Undang-Undang Narkotika

ini diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu

Badan Narkotika Nasional (BNN).

Dengan berlakunya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II

sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang No. 5 Tahun

1997 tentang Psikotropika telah dipindahkan menjadi Narkotika

Golongan I menurut Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009

dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan

II dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

4. Jenis-Jenis Narkotika

M. Ridha Ma’roef membagi jenis-jenis narkotika menjadi dua

macam, yaitu :

23

a. Narkotika alam : narkotika dalam penegertian sempit, termasudidalamnya adalah berbagai jenis candu, morphine, heroin, ganja,hashish, codein dan cocaine.

b. Narkotika sintesis : narkotika dalam pengertia yang luas, termasukdidalamnya adalah zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obatyaitu hallucinogen, depressant, dan stimulant.29

Penggolongan jenis narkotika yang lebih terperinci diatur dalam

ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang

Narkotika dan Penjelasannya bahwa jenis-jenis narkotika dapat

digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu :

a. Narkotika golongan I

Narkotika golongan adalah narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan

dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan. Adapun jenis narkotika golongan I dalam Undang-

Undang Narkotika dalam lampiran 1 disebutkan ada 65 jenis

diantaranya :

1) Tanaman papaver Somniverum L dan semua bagian-bagiannya termasukbuah dan jeraminya, kecuali bijinya;

2) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buahtanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahansekedar untuk membungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikankadar morfinnya;

3) Opium masak terdiri daria. candu, hasil yang diperoleh ari opium mentah melalui suatu rentetan

pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragiandengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksudmengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.

b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikanapakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.

c. Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

29Ibid, hlm. 34.

24

4) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythoxylon dari keluargaEryhroxylaceae termasuk buah dan bijinya;

5) Daun koka, daun belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentukserbuk dari semua tanaman genus erythoxylon dari keluargaErythoxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melaluiperubahan kimia

6) Kokain mentah, semua hasil yang diperoleh dari dau koka yang dapatdiolah secara langsung untuk mendapatkan kokain.

7) Kokaina, metil ester-I-bensoil ekgonina8) Tanaman ganja, semua tanaman ganja termasuk biji, buah, jerami, hasil

olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar danhasis.

9) Tetrahydrocannabinol dan semua isomer serta semua bentuk stereokimianya

10) Delta 9 tetrahydrocannabinol dan semua bentuk stereo kimianya11) Asetofina : 3-0-acetiltetrahidro-7a-(1-hidroksi-1-metilbutil12) Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil]

asetanilida.13) Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida14) Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil]

priopionanilida15) Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil]

propionanilida16) Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4

piperidil] propio-nanilida.17) Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina18) Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-

oripavina19) Heroina : Diacetilmorfina20) Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina21) 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida22) 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil]

propionanilida23) MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)24) Para-fluorofentanil : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida25) PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)26) Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida27) BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- α –

metilfenetilamina DOB28) DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol29) DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina30) DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-

6Hdibenzo[b, d]piran-1-ol31) DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol32) DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina33) ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina

25

34) ETRIPTAMINA. : 3-(2aminobutil) indole35) KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon36) ( + )-LISERGIDA, nama lain : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-

metilergolina-8 β –LSD, LSD-25 karboksamida37) MDMA : (±)-N, α -dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina38) Meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina39) METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on40) 4-metilaminoreks : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina41) MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina42) N-etil MDA : (±)-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin43) N-hidroksi MDA: (±)-N-[α-metil-3,4-(metilendioksi fenetil]

hidroksilamina44) Paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-

dibenzo[b,d] piran-1-ol45) PMA : p-metoksi- α –metilfenetilamina46) psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol47) PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat48) ROLISIKLIDINA, nama lain : 1-( 1- fenilsikloheksil) pirolidina

PHP,PCPY49) STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina50) TENAMFETAMINA, nama lain : α -metil-3,4-(metilendioksi)

fenetilaminaMDA51) TENOSIKLIDINA, nama lain : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil] piperidina

TCP52) TMA : (±)-3,4,5-trimetoksi- α –metilfenetilamina53) AMFETAMINA : (±)- α –metilfenetilamina54) DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina55) FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina56) FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin57) FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina58) LEVAMFETAMINA, nama lain : (- )-(R)- α –metilfenetilamina

levamfetamina59) Levometamfetamina : ( -)- N, α –dimetilfenetilamina60) MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon61) METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina62) METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon63) ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1-

piperazinetano64) Opium Obat65) Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika

b. Narkotika golongan II

26

Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk

pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat

digunakan dalam terapi juga digunakan untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan dan mempunyai potensi tinggi mengakibatkan

ketergantungan. Jenis narkotika golongan II ini sangat banyak, antara

lain :

1) Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana2) Alfameprodina : Alfa - 3 – etil – 1 – metil – 4 – fenil – 4 -

propionoksipiperidina3) Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol4) Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina5) Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]-4-

(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida6) Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina7) Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-karboksilat

etil ester8) Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana9) Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil

ester10) Benzilmorfina : 3-benzilmorfina11) Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina12) Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol13) Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina14) Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana15) Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1-

benzimidazolinil)-piperidina16) Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-

pirolidinil)butil]-morfolina17) Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida18) Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena19) Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-4-

karboksilat etil ester20) Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik21) Dihidromorfina22) Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol23) Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat24) Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena25) Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat26) Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona27) Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol

27

28) Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgoninadan kokaina.

29) Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena30) Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4-

karboksilat etil ester31) Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5nitrobenzimedazol32) Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4-

karboksilat etil ester)33) Hidrokodona : dihidrokodeinona34) Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-

karboksilat etil ester35) Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina36) Hidromorfona : dihidrimorfinona37) Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona38) Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona39) Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida40) Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan41) Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan42) Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4-

karboksilatmEtil ester43) Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina44) Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol45) Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima46) Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan47) Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil)butil]

morfolina48) Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan49) Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan50) Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona51) Metadona intermediate : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana52) Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan53) Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina54) Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina55) Metopon : 5-metildihidromorfinona56) Mirofina : Miristilbenzilmorfina57) Moramida intermediate : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana

karboksilat58) Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat

etil ester59) Morfina-N-oksida60) Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya

termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida

61) Morfina62) Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina63) Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana

28

64) Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan65) Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona66) Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina67) Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona68) Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona69) Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona70) Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina71) Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester72) Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat73) Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester74) Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-

karboksilat etil ester75) Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-

piperdina-4-Karbosilat armida76) Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana77) Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester78) Rasemetorfan : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan79) Rasemoramida : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-

butil]-morfolina80) Rasemorfan : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan81) Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil]

propionanilida82) Tebaina83) Tebakon : asetildihidrokodeinona84) Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1-

karboksilat85) Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina86) Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas

c. Narkotika golongan III

Narkotika golongan III adalah narkoba yang berkhasiat untuk

pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan tujuan

pengobatan serta digunakan dalam tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan dan mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. jenis narkotika golongan III antara lain :

1) Asetildihidrokodeina2) Dekstropropoksifena: α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-butanol

propionat3) Dihidrokodeina

29

4) Etilmorfina : 3-etil morfina5) Kodeina : 3-metil morfina6) Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina7) Nikokodina : 6-nikotinilkodeina8) Norkodeina : N-demetilkodeina9) Polkodina : Morfoliniletilmorfina10)Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida11)Buprenorfina:21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]-

6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina12)Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas13)Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika14)Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika

C Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

1. Tindak Pidana Narkotika

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

menyatakan bahwa setiap perbuatan yang tanpa hak berhubungan secara

langsung maupun tidak langsung dengan narkotika adalah bagian dari

tindak pidana narkotika. Pada dasarnya penggunaan narkotika hanya

boleh digunakan untuk kepentingan pengobatan serta ilmu pengetahuan

dan teknologi. Apabila diketahui terdapat perbuatan diluar kepentingan-

kepentingan sebagaiman disebutkan di atas, maka perbuatan tersebut

dikualifikasikan sebagai tindak pidana narkotika. Hal tersebut ditegaskan

oleh ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika menyatakan bahwa :

“Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanankesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.”

30

Tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai Pasal 148

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dalam segi

perbuatannya ketentuan pidana yang diatur oleh undang-undang tersebut

dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) antara lain:

a. Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika;b. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika;c. Kejahatan yang menyangkut pengangkutan dan trasito

narkotika;d. Kejahatan yang mengangkut penguasaan narkotika;e. Kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika;f. Kejahatan yang menyangkut tidak melapor pecandu narkotika ;g. Kejahatan yang menyangkut label dan publikasi narkotika ;h. Kejahatan yang menyangkut jalannya peradilan narkotika;i. Kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan

narkotika.30

2. Penyalahgunaan Narkotika

Secara harfiah, kata penyalahgunaan berasal dari kata “salah

guna” yang artinya tidak sebagaimana mestinya atau berbuat keliru.

Jadi, penyalahgunaan narkotika dapat diartikan sebagai proses, cara,

perbuatan yang menyeleweng terhadap narkotika.

Djoko Prakoso, Bambang R. L., dan Amir M. menjelaskan

yang dimaksud dengan penyalahgunaan narkotika adalah :

a. Secara terus-menerus/ berkesinambungan,b. Sekali-kali (kadang-kadang),c. Secara berlebihan,d. Tidak menurut petunjuk dokter (non medik).31

30Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2001, hlm.154.

31Djoko Prakoso, Bambang R. L., Amir M., Op.Cit, hal. 489.

31

Secara yuridis pengertian dari penyalah guna narkotika diatur

dalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika adalah :

“Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotikatanpa hak atau melawan hukum.”

Bentuk perbuatan penyalahgunaan narkotika yang paling

sering dijumpai adalah perbuatan yang mengarah kepada pecandu

narkotika. Adapun pengertian pecandu narkotika adalah seperti yang

termuat didalam Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika yaitu :

“Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan ataumenyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaanketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupunpsikis.”

Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan ketergantungan

pada diri pecandu narkotika sebagaiman diatur didalam Pasal 1 butir

14 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :

“Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai olehdorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerusdengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yangsama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/ataudihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik danpsikis yang khas”.

Menurut Rachman Hermawan, menyatakan bahwa :

Pemakaian narkotika secara terus-menerus akanmengakibatkan orang itu bergantung pada narkotika, secaramental maupun fisik, yang dikenal dengan istilahkebergantungan fisik dan mental. Seseorang bisa disebutmengalami kebergantungan mental bila ia selalu terdorong

32

oleh hasrat dan nafsu ynag besar untuk menggunakannarkotika, karena terpikat oleh kenikmatannya.Kebergantungan mental ini dapat mengakibatkan perubahanperangai dan tingkah laku. Seseorang bisa disebut mengalamikebergantungan fisik bila ia tidak dapat melepaskan diri daricengkeraman narkotika tersebut karena, apabila tidak memakainarkotika, akan merasakan siksaan badaniah, seakan-akandianiaya. Kebergantungan fisik ini dapat mendorong seseoranguntuk melakukan kejahatan-kejahatan, untuk memeperolehuang guna membeli narkotika. Kebergantungan fisik danmental lambat-laun dapat menimbulkan gangguan padakesehatan.32

Perbuatan seorang pecandu narkotika merupakan suatu

perbuatan menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri secara tanpa

hak, dalam artian dilakukan oleh seseorang tanpa melalui pengawasan

dokter. Erat kaitannya hubungan antara penyalahgunaan narkotika

dengan pecandu narkotika. Penggunaan narkotika secara tanpa hak

digolongkan kedalam kelompok penyalahguna narkotika, sedangkan

telah kita ketahui bahwa penyalahgunaan narkotika merupakan salah

satu bagian tindak pidana narkotika. Sehingga secara langsung dapat

dikatakan bahwa pecandu narkotika tidak lain adalah pelaku tindak

pidana narkotika.

Kedudukan pecandu narkotika sebagai pelaku tindak pidana

narkotika diperkuat dengan adanya ketentuan didalam Pasal 127

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang

mengatur mengenai penyalahgunaan narkotika, yaitu :

“ (1) Setiap Penyalah Guna:a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

32 Rachman Hermawan S, Op. cit, hlm. 11.

33

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; danc. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat(1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korbanpenyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajibmenjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial “.

Meskipun pecandu narkotika memiliki kualifikasi sebagai

pelaku tindak pidana narkotika, namun didalam keadaan tertentu

pecandu narkotika dapat berkedudukan lebih kearah korban. Iswanto

menyatakan bahwa korban merupakan akibat perbuatan disengaja atau

kelalaian, kemauan suka rela, atau dipaksa atau ditipu, bencana alam,

dan semuanya benar-benar berisi sifat penderitaan jiwa, raga, harta

dan morel serta sifat ketidakadilan”.33 Pecandu narkotika dapat

dikatakan sebagai korban dari tindak pidana penyalahgunaan

narkotika yang dilakuknnya sendiri, sehingga tidak berlebihan jika

sanksi terhadap pelaku tindak pidana ini sedikit lebih ringan daripada

pelaku tindak pidana narkotika yang lain.

Sesuai dengan hal tersebut adalah ketentuan Pasal 103

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :

“(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutanmenjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasijika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukantindak pidana Narkotika; atau

33 Iswanto, Op. Cit, hlm. 8.

34

b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutanmenjalani pengobatan dan/ atau perawatan melalui rehabilitasijika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalahmelakukan tindak pidana Narkotika.(2) Masa menjalani pengobatan dan/ atau perawatan bagiPecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufa diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman “.

Sejalan dengan ide pemikiran rehabilitasi terhadap pecandu

narkotika di atas, Mahkamah Agung pada tanggal 7 April 2010

mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan,

Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam

Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.

Diterbitkannya SEMA tersebut memungkinan bagi pengadilan

dalam memutus perkara tindak pidana narkotika khususnya

yang berkaitan dengan pecandu narkotika berupa putusan

dalam bentuk hukuman rehabilitasi.

D Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim

1. Pengertian Putusan Hakim

Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah

dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat

berbentuk tertulis maupun lisan. Demikian dimuat dalam buku

Peristilahan dalam Praktik yang dikeluarkan Kejaksaan Agung RI 1985

35

Halaman 221.34 Sedangkan pengertian putusan sebagaimana dimaksud

didalam Pasal 1 angka 11 KUHAP, yaitu :

“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkandalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaanatau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal sertamenurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Ada juga yang mengartikan Putusan (vonnis) sebagai Vonnis tetap(definitief) (Kamus istilah Hukum Fockema Andreae). Rumusan-rumusan yang kurang tepat terjadi sebagai akibat penerjemahanahli bahasa yang bukan ahli hukum. Sebaliknya, dalampembangunan hukum yang sedang berlangsung diiperlukankecermatan dalam penggunaan istilah-istilah. Mengenai kataPutusan yang diterjemahkan dari vonis adalah hasil akhir daripemeriksaan perkara di sidang pengadilan. Ada juga yang disebutinterlocutoire yang diterjemahkan dengan Keputusan antara ataukeputusan sela dan preparatoire yang diterjemahkan dengankeputusan pendahuluan/ keputusan persiapan serta keputusanprovisionele yang diterjemahkan dengan keputusan untuksementara. 35

2. Proses Penjatuhan Putusan Hakim

Penjatuhan putusan merupakan salah satu tahap didalam proses

penegakan hukum yang paling menarik perhatian publik. Mengenai

putusan apa yang akan dijatuhkan majelis hakim, tergantung dari hasil

musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan yang dikaitkan

dengan bukti-bukti dan segala sesuatu yang terungkap selama proses

persidangan. Berkaitan dengan proses penjatuhan putusan oleh majelis

hakim maka berlaku ketentuan didalam Pasal 182 ayat (6) KUHAP yang

menyatakan bahwa:

34Leiden Marpaung, Proses Penanganan Perkaara Pidana (Di Kejaksaan &Pengadilan Negeri, Upaya Hukum & Upaya Eksekusi), Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm.129.

35 Ibid, hlm. 129-130.

36

“Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis hakimmerupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelahdiusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, makaberlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Putusan diambil dengan suara terbanyak;b. Jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh

putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang palingmenguntungkan bagi Terdakwa”.

Secara khusus ketentuan sebagaimana disebutkan di atas juga

diatur didalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa :

“(1) Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakimyang bersifat rahasia.(2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajibmenyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadapperkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidakterpisahkan dari putusan.(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapaimufakatbulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratansebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalamPeraturan Mahkamah Agung”.

Sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan, majelis hakim harus

terlebih dahulu dapat memahami secara mantap semua unsur tindak pidana

yang didakwakan, memahami unsur-unsur dari kesalahan beserta

kemampuan pertanggungjawaban pidana yang melekat pada diri pelaku.

M. H. Tirtaamidjaja, mengutarakan sebagai berikut :

Sebagai hakim, ia harus berusaha untuk menetapkan suatuhukuman, yang dirasakan oleh masyarakat dan si tersakwa sebagaisuatu hukuman yang setimpal dan adil. Untuk mencapai usaha ini,ia harus memperhatikan :

a. Sifat pelanggaran pidana itu (apakah itu suatu pelanggaranpidana yang berat atau ringan);

b. Ancaman hukuman terhadap tindak pidana itu;

37

c. Keadaan dan suasana waktu melakukan pelanggaran pidanaitu (yang memberatkan dan meringankan);

d. Pribadi Terdakwa apakah ia seorang penajahat tulen atauseorang penajahat yang telah berulang-ulang dihukum(recidivist) atau seorang penjahat untuk satu kali ini saja;

e. Sebab-sebab untuk melakukan pelanggaran pidana itu;f. Sikap Terdakwa dalam pemeriksaan perkara itu (apakah ia

menyesal tentang kesalahannya ataukah dengan kerasmenyangkal meskipun telah ada bukti yang cukup akankesalahannya);

g. Kepentingan umum.(hukum pidana diadakan untuk melindungi kepentinganumum, yang dalam keadaan-keadaan tertentu menurut suatupenghukuman berat pelanggaran pidana, misalnyapenyelundupan, membuat uang palsu pada waktu negaradalam keadaan ekonomi yang buruk, merampok pada waktubanyak terjadinya perampokan).36

Andy Hamzah mengatakan, setiap keputusan hakim adalah salah

satu dari tiga kemungkinan :

a. Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan/ atau tata tertib;b. Putusan bebas;c. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.37

E. Tinjauan Umum tentang Sistem Pemidanaan di Indonesia

1. Teori-Teori Sistem Pemidanaan

Pemidanaan merupakan upaya terakhir dalam proses penegakan

hukum (pidana) juga merupakan akhir atau puncak dari keseluruhan sistem

upaya-upaya yang menggerakan manusia melakukan tingkah laku tertentu

seperti yang diharapkan masyarakat.38 Pemidanaan sebagai suatu proses

penjatuhan pidana hendaknya dilakukan sebijak mungkin, perlu

dipertimbangkan pidana yang bagaimana yang sesuai dengan kondisi si

36Ibid, hlm. 139-140.37 Andy Hamzah, Op.cit, hlm. 285.38 Roeslan Saleh, Perubahan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta:

Aksara Baru, 1983, hlm. 1.

38

Terdakwa. Harus diakui bahwa pidana itu tidak berakibat sama pada setiap

orang, karena pidana merupakan suatu hal yang relatif.39

Menurut Sudarto, perkataan pemidanaan itu adalah sinonim

dengan perkataan penghukuman. Beliau menyatakan bahwa :

Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapatdiartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentanghukumnya (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwaitu tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saja, akan tetapijuga hukum perdata. Oleh karena tulisan ini berkisar pada hukumpidana, maka istilah tersebut harus disempitkan artinya, yaknipenghukuman dalam perkara pidana, yang kerap kali sinonimdengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana olehhakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna samadengan sentence atau veroordeling.40

Hall membuat deskripsi yang terperinci mengenai pemidanaan

yaitu :

a. pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalamhidup;

b. ia memaksa dengan kekerasan;c. ia diberikan atas nama negara; ia “diotorisasikan”;d. pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan,

pelanggarannya, dan penentuannya yang diekspresikan dalamputusan;

e. ia diberikan kepada pelanggar yang melakukan kejahatan;f. tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan

kejahatan, dan diperberat atau diringankan dengan melihatpersonalitas (kepribadian si pelanggar), motif dandorongannya.41

Ted Honderich berpendapat bahwa pemidanaan harus memuat

tiga unsur berikut :

39 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana Pemidanaan,Jakarta : Sinar Grafika, 2007, hlm. 40.

40 Sudarto dalam Lamintang, Ibid, hlm. 49.41Hall dalam M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar

Double Track System & Implementasinya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003,hlm. 70

39

a. pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan(deprivation) atau kesengsaraan (distress) yang biasanyasecara wajar dirumuskan sebagai sasaran dari tindakanpemidanaan;

b. setiap pemidanaan harus datang dari institusi yang berwenangsecara hukum pula;

c. penguasa yang berwenang berhak untuk menjatuhkanpemidanaan hanya kepada subyek yang telah terbukti secarasengaja melanggar hukum atau peraturan yang berlaku dalammasyarakatnya.42

Menurut Lamintang Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran

tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu:

1. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri2. untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan

kejahatan-kejahatan3. untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak

mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yaknipenjahat-penjahat yang dengan cara-cara yang lain sudah tidakdapat diperbaiki lagi.43

Lamintang juga berpendapat bahwa :

Tentang tujuan yang bagaimana yang ingin dicapai orang dengansuatu pidana itu. Hingga kini belum terdapat suatu kesamaanpendapat di antara para sarjana, akan tetapi dari praktek pidana dandari praktek pemidanaan di tanah air, kita dapat mengetahui bahwapemikiran orang mengenai pidana dan pemidanaan dewasa inisedikit banyak masih dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran orangmengenai pidana dan pemidanaan dari beberapa abad yang lampau,waalaupun karena telah mendapat pengaruh dari beberapa ilmupengetahuan yang baru, terutama dari kriminologi, orang telahdidorong untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan di dalamsistem-sistem pemidanaan, akan tetapi yang karena peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengaturnya hingga kinimasih tetap merupakan peraturan-peraturan perundang-undanganyang lama, maka mengenai sistem-sistem pemidanaan yangdimaksud di atas itu, hingga kini orang masih terpaku pada sistem-sistem yang lama dengan segala kekurangan-kekurangannya.44

42 Ted Honderich dalam M. Sholehuddin, Ibid, hlm. 71.43 P.A.F. Lamintang, Op.cit. hlm. 23.44 Ibid, hlm. 33-34.

40

Hukum pidana mengenal adanya teori-teori mengenai pemidanaan.

Pada dasarnya keberadaan teori-teori tersebut bertitik tolak dari suatu

pemikiran mengenai dasar-dasar pembenaran dan tujuan dari pidana.

Beberapa teori-teori pemidanaan yang dikenal didalam literatur hukum

pidana pada umumnya terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Teori Absolut atau Teori Retributif atau Teori Pembalasan

Pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan

suatu tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada

sebagai suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan tindak

pidana.

Hegel berpendapat bahwa pidana merupakan keharusan logis

sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan, karena kejahatan adalah

pengingkaran terhadap ketertiban hukum negara yang merupakan

perwujudan cita-cita susila.45

Menurut Nigel Walker, penganut teori retributif dapat pula dibagi

dalam beberapa golongan yaitu :

1. Penganut retributif yang murni (the pure retributivist) yangberpendapat bahwa pidana harus cocok atau sepadan dengankesalahan pembuat.

2. Penganut teori retributif yang tidak murni (dengan modifikasi) yangdapat pula dibagi dalam :a) penganut teori retributif yang terbatas (the limiting retributivist)

yang berpendapat bahwa pidana tidak harus cocok/sepadan dengankesalahan, hanya saja tidak boleh melebihi batas yangcocok/sepadan dengan kesalahan Terdakwa.

45Muladi dan Barda Nawawi, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Bandung,Alumni, 1984, hlm. 12.

41

b) penganut teori retributif yang distributif (retribution indistribution), disingkat dengan sebutan teori “distributive” yangberpendapat bahwa pidana janganlah dikenakan pada orang yangtidak bersalah, tetapi pidana juga tidak harus cocok/sepadan dandibatasi oleh kesalahan. Prinsip “tiada pidana tanpa kesalahan”dihormati, tetapi dimungkinkan adanya pengecualian misalnyadalam hal “strict liability”.46

Sudarto berpendapat bahwa :

Sebenarnya sekarang sudah tidak ada lagi penganut ajaranpembalasan yang klasik, dalam arti bahwa pidana merupakan suatukeharusan demi keadilan belaka. Kalaupun ada penganut teoripembalasan, mereka itu dikatakan sebagai penganut teoripembalasan yang modern seperti Van Bemmelen, Pompe, danEnschede. Pembalasan disisni bukanlah sebagai tujuan sendiri,melainkan seebagai pembatasan dalam arti harus adakeseimbangan antara perbuatan dan pidana; maka dapat dikatakanada asas pembalasan yang negatif. Hakilm hanya menetapkanbatas-batas dari pidana; pidana tidak boleh melampaui batas darikesalahan sipembuat.47

b. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Utilitarian Theory)

Pidana bukanlah sekedar pembalasan, karena pembalasan itu tidak

memiliki nilai tetapi hanya sebagai sarana melindungi kepentingan

masyarakat. Pidana bukan karena orang telah melakukan tindak pidana

tetapi agar orang jangan melakukan tindak pidana, pidana memiliki tujuan-

tujuan tertentu yang bermanfaat. Pemidanaan itu adalah suatu cara untuk

mencapai tujuan yang lain dari pada pemidanaan itu sendiri, sehungga

teori ini dikenal sehingga juga dikenal sebagai teori tujuan (utilitarian

theory). Sedangkan menurut Nigel Walker, teori ini lebih tepat disebut

teori atau aliran reduktif (the “reductive” point of view”) karena dasar

46 Ibid, hlm. 12-13.47Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana (Cetakan II), Bandung , Alumni, 1986, hlm.

83.

42

pembenaran pidana menurut teori ini ialah untuk mengurangi frekuensi

kejahatan.48

Karl. O. Cristiansen mengemukakan mengenai ciri-ciri pokok

dari teoti utilitarian antara lain :

1) tujuan pidana adalah pencegahan (preventioan);2) pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk

mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat;3) hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan

kepada si pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yangmemenuhi syarat untuk adanya pidana;

4) pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untukpencegahan kejahatan;

5) pidana melihat kemuka (bersifat prospektif); pidana dapat mngandungunsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsurpembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahankejahantan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.49

c. Teori Gabungan

Tokoh yang pertama kali mengajukan teori ini adalah Pellegrino

Rossi, teori gabungan pada dasarnya tetap menganggap pembalasan

sebagai asas dari pidana dan bahwa beratnya pidana tidak boleh

melampaui suatu pembalasan yanga adil dan berpendirian bahwa pidana

mempunyai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam

masyarakat dalam prevensi general.50

Teori Gabungan merupakan perpaduan antara dua teori

sebelumnya, yaitu teori absolut dengan teori tujuan. Kedua teori tersebut

dianggap memiliki kekurangan. Teori absolut didalamnya dianggap dapat

menimbulkan tindakan yang tidak adil, karena faktor yang mempengaruhi

48Muladi dan Barda Nawawi, Op.cit. hlm. 16.49 Ibid, hlm. 17.50 Ibid, hlm. 19.

43

kejahatan tidak diperhitungkan. Sedangkan pada teori tujuan terdapat

anggapan berat sebelah, sebab tujuan teori ini yang hanya memperbaiki

sifat penjahat dianggap tidak cukup.

Vos menerangkan bahwa di dalam teori gabungan terdapat tiga

aliran yaitu :

1) Teori gabungan yang menitikberatkan pembalasan tetapi denganmaksud sifat pidana pembalasan itu untuk melindungi ketertibanhukum. Penegak aliran ini adalah Zeven Bergen yang menyatakansifat pidana adalah pembalasan, tetapi untuk tujuan melindungiketertiban hukum, untuk respek kepada hukum dan pemerintah. Danpada hakikatnya pidana itu hanya suatu “ultimatum remedium” (padaakhirnya yang dapat menyembuhkan yaitu suatu jalan yang terakhirboleh dipergunakan apabila tiada jalan lain (Mr. J.M. VanBememelen 1986 : 14);

2) Teori gabungan yang menitik beratkan pada perlindungan ketertibanmasyarakat. Teori ini dianut oleh Simons yang mepergunakan jalanpikiran bahwa secara prevensi umum terletak pada ancaman pidanadan secara prevensi khusus terletak pada sifat pidana menakutkan,memperbaiki, dan membinasakan, serta selanjutnya secara absolutpidana itu hanya disesuaikan dengan kesadaran hukum anggotamasyarakat;

3) Teori gabungan yang dititikberatkan sama antara pembalasan danperlindungan kepentingsn masyarakat. Penganutnya adalah De Pinto.Selanjutnya oleh Vos diterangkan, karena pada pada umumnya suatupidana harus disusun sedemikian rupa sebagai suatu hukum pidanayang adil, dengan ide pembalasannya yang tidak mungkin diabaikanbaik secara negatif maupun secara positif (H.B. Vos 1950 : 16-19)51

Simons menyatkan pendapatnya bahwa :

Pandangan orang di dalam zaman modern mengenai asal negara danmengenai hakekat dari negara sebagai suatu organisasi yang mempunyaitujuannya yang tersendiri dan yang mempunyai hak-hak yang lebih lebihtinggi dari pada hak-hak yang dimiliki oleh individu-individu, telahmembuat pidana itu dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan darinegara, dengan akibat bahwa orang menjadi merasa tidak perlu untukmemepermasalahkan kembali tentang apa yang menjadi dasarpembenaran dari suatu pidana, melainkan yang mereka anggap perlu

51 Bambang Purnomo, Op. cit, hlm. 31-32.

44

untuk dibicarakan adalah tentang tujuan yang bagaimana yang harusdicapai dengan suatu pemidanaan.52

2. Sistem Pemidanaan Di Indonesia

KUHP mengenal dua jenis pidana di dalam sistem pemidanaan

Indonesia. Dua jenis pidana tersebut adalah pidana pokok dan pidana

tambahan, sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal 10 KUHP yang

mengatur bahwa :53

“Pidana terdiri dari atas :a. Pidana pokok :

1. pidana mati;2. pidana penjara;3. pidana kurungan;4. denda;

b. Pidana tambahan :1. pencabutan hak-hak tertentu;2. perampasan barang-barang tertentu;3. pengumuman putusan hakim”.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946, hukum

pidana Indonesia telah mendapat satu macam pidana pokok yang baru.

Jenis pidana pokok yang baru tersebut adalah apa yang disebut

sebagai pidana tutupan54. Meskipun jenis pidana ini disebut sebagai

pidana pokok, namun sebenarnya jenis pidana ini lebih merupakan

cara pelaksanaan pidana penjara yang bersifat istimewa (bijzondere

strafmodaliteit).55 Pidana tutupan dilakukan dengan menempatkan

52 Simons dalam Muladi dan Barda Nawawi, Op.cit., hlm. 33.53Lihat KUHP Prof. Moeljatno, S.H., hlm. 5-6.54P.A.F. Lamintang, Op.cit. hlm. 50.55Niniek Suparni, Op.cit, hlm. 34.

45

pelaku tindak pidana dengan latar belakang politik (pidana dengan

motif-motif yang patut di hormati) pada suatu tempat tertentu.

Jenis sanksi lainnya yang juga dikenal di dalam KUHP adalah

sanksi yang berupa tindakan. Keberadaan sanksi tindakan dapat

dijumpai didalam Pasal 44 dan 45 KUHP. Pasal 44 KUHP mengatur

mengenai jenis sanksi tindakan yang berupa tindakan penempatan

dirumah sakit jiwa bagi orang yang tidak dapat dipertanggung

jawabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu

karena penyakit. Sedangkan didalam Pasal 45 KUHP mengatur

mengenai jenis sanksi tindakan berupa tindakan pengembalian kepada

orang tua, wali, atau pemeliharanya maupun penyerahan kepada

pemerintah bagi anak yang belum mencapai umur 16 tahun melakukan

tindak pidana.

Selain sistem pemidanaan yang terdapat di dalam KUHP, juga

terdapat sistem pemidanaan di luar KUHP sebagaimana yang tersebar

di dalam beberapa undang-undang tindak pidana khusus. Sistem

pemidanaan di luar KUHP memilki kecenderungan menggunakan

sanksi pidana dengan sanksi tindakan secara bersamaan sebagaimana

yang dikenal dengan sistem dua jalur (Double Track System). Sistem

pemidanaan antara undang-undang tindak pidana khusus yang satu

dengan lainnya dapat dibedakan dalam hal jenis sanksi yang

diterapkan.

46

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak, terdapat jenis sanksi yang dapat diterapkan terhadap anak. Jenis

sanksi yang dapat diterapkan terhadap anak yang berupa pidana pokok

adalah pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana

pengawasan. Sedangkan yang berupa pidana tambahan adalah

perampasan barang-barang tertentu dan pembayaran ganti rugi. Selain

mengenal pidana pokok dan tambahan, undang-undang pengadilan

anak juga mengenal sanksi tindakan. Macam sanksi tindakan yang

dapat diterapkan terhadap anak yaitu :

a. Pengembalian anak tersebut kepada orang tuanya, walinya, atau

orang tua asuhnya;

b. Pengerahan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan

atau latihan kerja;

c. Penyerahan kepada departemen sosial, organisasi sosial

kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan

dan latihan kerja.

Kemudian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, terdapat sanksi pidana yang berupa pidana penjara, pidana

denda, dan pidana kurungan. Jika pelakunya berupa korporasi sanksi

pidananya berupa pidana denda, sedangkan pidana tambahannya

berupa pencabutan izin dan pencabutan badan hukum. Setelah

diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4

Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban

47

Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga

Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial maka dikenal satu jenis

pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku penyalahguna narkotika

golongan I bagi diri sendiri (pecandu narkotika) berupa pidana dengan

perintah untuk dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi.

Perbuatan menambah-nambah jenis-jenis pidana yang telah

ditentukan di dalam pasal 10 KUHP dengan lain-lain jenis pidana

adalah suatu hal yang dilarang. Dalam menjatuhkan pidana di dalam

praktek peradilan, ternyata pembentuk undang-undang pidana kita

telah tidak berpegang teguh pada asas. Ditemukan di dalam beberapa

perundang-undangan di luar KUHP ternyata telah memperluas jenis-

jenis pidana tambahan dengan pidana tambahan yang tidak dikenal

dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 56

Keberadaan jenis-jenis pidana tambahan yang tidak dikenal

dalam KUHP tidak terlepas dari keberadaan asas lex specialis derogat

lex generali (peraturan khusus menyingkirkan peraturan yang umum).

Keberadaan asas tersebut memungkinkan bagi undang-undang khusus

untuk mengatur secara mandiri ketentuan-ketentuan didalamnya

termasuk mengenai jenis-jenis pidana yang akan diterapkan. Sejalan

dengan hal tersebut, pada kenyataannya KUHP melalui ketentuan

Pasal 103 memberikan jalan bagi undang-undang pidana khusus untuk

56M. Sholehuddin, Op.cit, hlm. 59.

48

mengatur secara mandiri tanpa harus terikat dengan KUHP. Adapun

bunyi Pasal 103 KUHP adalah sebagai berikut :

“Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku inijuga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuanperundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecualijika oleh undang-undang ditentukan lain”.

Menurut M. Sholehunddin, menyatakan bahwa :

Bila diamati perkembangan hukum pidana dewasa ini diIndonesia, terutama Undang-Undang Pidana Khusus atauundang-undang pidana di luar KUHP, terdapat suatukecenderungan penggunaan sistem dua jalur dalam stelselsanksinya yang berarti sanksi pidana dan sanksi tindakan diatursekaligus.57

Sistem dua jalur (Double Track System) merupakan system

mengenai sanksi dalam hukum pidana, yaitu sanksi pidana di satu pihak

dan jenis sanksi tindakan di pihak lain.58 Sistem dua jalur tidak

sepenuhnya memakai satu diantara dua jenis sanksi tersebut, tetapi lebih

menempatkan dua jenis sanksi tersebut dalam kedudukan yang setara.

Penekanan pada kesetaraan sanksi pidana dan sanksi tindakan terkait

dengan fakta bahwa unsur pencelaan/penderitaan (melalui sanksi

pidana) dan unsur pembinaan (melalui sanksi tindakan) sama-sama

penting.59

57Ibid, hlm. 3.58Ibid, hlm. 17.59Ibid hlm. 28.

49

Lamintang, mengatakan bahwa :

“pertumbuhan pemikiran mengenai tujuan dari pemidanaan itu,seringkali telah mendorong orang untuk menciptakan lembaga-lembaga pemidanaan, lembaga-lembaga penindakan ataulembaga-lemabaga kebijaksanaan yang baru. Yang sebelumnyabelum pernah dikenal orang dalam praktek”.60

60P.A.F. Lamintang, Op. cit, hlm. 34.

50

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi

legis positivis . Konsep ini memandang hukum itu identik dengan norma-

norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh pejabat atau lembaga yang

berwenang. Selain itu konsepsi tersebut melihat hukum dari suatu sistem

normatif yang bersifat otonom, terlepas dari kehidupan masyarakat.

Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitupenelitian terhadap data sekunder. Dengan mengadakan penelitiankepustakaan akan diperoleh data awal untuk dipergunakan dalampenelitian lapangan. Yang perlu diperhatikan dalam melakukankepustakaan adalah:

1. Adakalanya data sekunder dianggap sebagai data tuntas.2. Authentisaitas (keaslian) data sekunder harus diperiksa secara

kritis sebelum dipergunakan pada penelitian yang dilakukansendiri

3. Apabila tidak ada penjelasan, sukar untuk mengetahui metodeapa yang dipergunakan dalam pengumpulan dan pengolahandata sekunder tersebut

4. Kerapkali sukar untuk mengetahui secara pasti lokasiterkumpulnya data sekunder tersebut. 61

Oleh karena itu perlu inventaris buku sebagai penunjang data

sekunder tersebut untuk menganalisis terhadap permasalahan yang

dihadapi. Pengujian terhadap penelitian ini adalah dengan peraturan-

peraturan yang ada apakah sudah sesuai dengan aturan atau belum.

61 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum , Jakarta : GhaliaIndonesia, 1983, hlm. 11-12.

51

Penelitian kali ini mengenai studi putusan tentang tindak pidana narkotika

yang berkaitan dengan sistem pemidanaan di Indonesia, selain itu juga

untuk memperoleh kepastian terhadap penjatuhan putusan pidana di dalam

tindak pidana narkotika golongan I bagi diri sendiri yang berhubungan

langsung dengan pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana

terhadap Terdakwa berdasarkan Putusan Nomor :

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

B. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analisis,

yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya di lapangan

dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif

yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

C. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Peneliti dalam hal ini akan melakukan penelitian hukum normatif, maka

dalam penelitiannya lebih ditekankan pada pencarian data sekunder

sedangkan data yang lainnya dijadikan sebagai data penunjang. Data

sekunder di bidang hukum antara lain :

1. Bahan-bahan hukum primer

Data yang bersumber bahan-bahan hukum primer berupa norma

dasar Pancasila, batang tubuh UUD 1945, peraturan perundang-undangan,

52

putusan pengadilan yang sudah tetap, dan sebagainya yang mempunyai

kekuatan mengikat. Kemudian bahan hukum sekunder yang berhubungan

erat dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer seperti rancangan peraturan perundang-

undangan, hasil karya ilmiah para sarjana (buku-buku kepustakaan) dan

hasil-hasil penelitian dan yang terakhir bahan hukum tersier yaitu bahan-

bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder seperti bibliografi dan indeks kumulatif.

Bahan hukum yang digunakan peneliti ini diperoleh dari salah satu

putusan hakim mengenai perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika

golongan I di Pengadilan Negeri Purwokerto dengan nomor :

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

2. Bahan-bahan hukum sekunder

Bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer

yang digunakan oleh peneliti dan dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer, seperti :

a. Buku-buku hasil karya ilmiah para sarjana

b. Hasil-hasil penelitian

c. Rancangan peraturan perundang undang-undangan

3. Bahan hukum tersier

Bahan-bahan yang memberikan petunjuk, informasi maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

contohnya adalah Kamus Besar Ilmiah Populer dan Kamus Hukum

53

D. Metode Pengumpulan Data

1. Sumber data diperoleh dengan melakukan studi pustaka terhadap peraturan

perundang-undangan, putusan pengadilan, buku-buku, literatur,

Yurisprudensi dan doktrin, selain itu juga mencari bahan dari internet yang

berhubungan dengan penelitian sehingga data yang diperoleh dapat

mendukung dan membantu proses penelitian.

2. Studi dokumentasi, yaitu suatu studi terhadap dokumen-dokumen resmi

serta arsip-arsip yang terkait dengan permasalahan yang diangkat.

E. Metode Penyajian Data

Data yang disajikan berbentuk uraian yang disusun secara sistematis,

dan didalam penyusunannya dibuat secara singkat dan jelas, sehingga

penyusunan data dapat dipahami dan mudah dipelajari untuk selanjutnya

dipelajari sebagai kesatuan yang utuh.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode

pendekatan analitis normative kualitative yaitu data yang diperoleh akan

dianalisis dan dijabarkan dengan pembahasan dan penjabaran hasil-hasil

penelitian dengan mendasarkan pada norma-norma dan doktrin-doktrin yang

berkaitan dengan materi yang diteliti untuk menjawab permasalahan.

Penelitian yang dilakukan penulis adalah menganalisis terhadap putusan

54

pengadilan yang kemudian sandarkan dengan peraturan hukum yang terkait

dengan putusan tersebut yaitu Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang KUHAP dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4

tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan. Analisis tersebut nantinya

akan memberikan argumentasi yuridis terhadap pertimbangan-pertimbangan

hukum hakim yang memutus perkara tersebut.

55

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Purwokerto dengan Nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.,

dapat diperoleh data sebagai berikut :

1. Identitas Terdakwa

Nama lengkap : Saiful Ngibad Bin Kusworo

Tempat lahir : Banyumas

Umur / Tanggal lahir : 17 tahun / 02 september 1993

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jln. Raya Kampus No 50 Kelurahan

Grendeng Rt 06/07 Kecamatan Purwokerto

Utara, Kabupaten Banyumas

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Pendidikan : SMA

56

2. Duduk perkara

KESATU

Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo pada hari kamis tanggal 01

September 2011 sekira pukul 21.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu

lain dalam bulan September Tahun 2011, bertempat dirumah Dirin dalam

kamar kosong Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab.

Banyumas atau setidak-tidaknya ditempat-tempat lain yang masih termasuk

dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto. Yang berwenang

memeriksa dan mengadili perkara ini. Tanpa Hak atau Melawan Hukum

Memiliki, Menyimpan, Menguasai, Narkotika Golongan I dalam bentuk

tanaman, 1 bungksus kertas minyak warna coklat berisi 4,025 gran,

perbuatan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :

- Pada awal mulanya pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011 terdakwa

datang kerumah Ari (status DPO) di Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec.

Purwokerto Utara Kab. Banyumas memesan ganja seharga Rp. 100.000,-

(seratus ribu rupiah)

- Bahwa selanjutnya pada hari kamis tanggal 01 September 2011 sekitar

pukul 14.00 wib terdakwa datang kerumah ari (status DPO) dijalan Pada

hari kamis tanggal 01 September 2011 sekitar pukul 14.00 wib terdakwa

datang kerumah Ari (status DPO) di Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec.

Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk mengecek ganja yang berada

dikamar kosong tersebut, dan setelah berada di rumah \Ari (status DPO),

57

lalu terdakwa melihat ternyata benar ada 1 (satu) coklat diduga berisi

ganja yang disembunyikan didalam lemari

- Setelah terdakwa menerima ganja tersebut, lalu terdakwa menghubungi

Niko (status DPO) ke Nomor 08190332269 dan mengatakan “ganja sudah

ada”, dimana sebelumnya Niko memesan untuk dicarikan ganja.

- Sekitar pukul 19.00 wib terdakwa pergi ke Taman Andang Pangrenan

Purwokerto kel. Karangklesem Kec. Purwokerto Selatan Kab. Banyumas

bersama Adin dengan tujuan untuk main di Taman Andang Pangrenan

Purwokerto.

- Pukul 21.00 wib pada saat saksi Pramuaji W dan saksi Aris Budi Setiyono

selaku petugas kepolisian sedang melasanakan tugas di Taman Andhang

Pangrenan Purwokerto tersebut, saksi Pramuaji W dan saksi Aris Budi

Setiyono melihat terdakwa yang mencurigakan di depan pintu Andhang

Pangrenan Purwokerto, kemudian saksi Pramuaji W dan saksi Aris Budi

Setiyono mendekati terdakwa, kemudian saksa Pramuji W menanyakan

identitas terdakwa, dan terdakwa memperlihatkan identitasnya pada saat

polisi sedang memeriksa identitas terdakwa, terdakwa menerima SMS

dengan nomor 08190332269 yang berbunyi “barange wis ana rung sich”.

Dan atas SMS tersebut saksi Aris Budi Setiyono menanyakan “barang

apa” dan dijawab oleh terdakwa “pesanan ganja” lalu saksi Aris Budi

Setiyono menanyakan “dimana ganja tersebut” dan dijawab oleh terdakwa

“disimpan dirumah Dirin dalam kamar kosong Jl. H Madrani

Kel.Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas.

58

- Kemudian saksi Pramuaji W dan saksi Aris Budi Setiyono dan terdakwa

berangkat kerumah Dirin di Jl. H Madrani Kel.Grendeng Kec.

Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk menunjukan dan mengambil

ganja tersebut. Dan setelah berada di rumah Dirin, lalu terdakwa masuk

kedalam kamar kosong dan mengambil 1 (satu) bungkus kertas minyak

warna coklat yang diduga berisi ganja di sembunyikan di dalam lemari,

kemudian saksi Aris Budi Setiyono mengintrogasi kepada terdakwa, dan

dari hasil introgasi, terdakwa mengakui bahwa 1 (satu) bungkus kertas

minyak warna coklat yang diduga berisi ganja milik terdakwa yang dibeli

dari Ari (status DPO) seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan

tidak ada ijin dari yang berwenang, kemudian terdakwa ditangkap dan

diamankan oleh pihak yang berwajib untuk diproses sesuai dengan hukum

yang berlaku.

- Bahwa dari hasil pemeriksaan atas 1 (satu) tube berisi urine, yang disita

dari terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo, sebagaimana Berita Acara

Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab : 1000/KNF/IX/2011

tanggal 07 September 2011 yang dibuat oleh Yayuk Murti Rahayu, B.Sc

dan Ibnu Sutarto ST, dengan hasil pemeriksaan terhadap barang bukti

nomor BB-01885/2011 berupa daun, batang dan biji tersebut diatas adalah

benar ganja, terdaftar dalam golongan 1 (satu) nomor urut 8 lampiran

Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika terhadap barang bukti nomor BB-01886/2011 berupa urine

tersebut adalah NEGATIF. Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana

59

diatur dan diancam pidana dalam pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-

undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Perbuatan terdakwa tersebut sebgaimana diatur dan diancam

pidana dalam pasal 111 ayat (1) Undang-undang No.35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

KEDUA

Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo pada hari Kamis 01

September 2011 sekira pukul 21.00 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain

dalam bulan September tahun 2011, bertempat tinggal di jl. H Madrani Kel.

Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas atau setidak-tidaknya

ditempat-tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan

Negeri Purwokerto yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini.

Penyalah guna Narkotika Golongan 1 bagi diri sendiri, perbuatan tersebut

dilakukan oleh terdakwa dengan cara berikut :

- Pada awal bulan Agustus 2011 terdakwa datang kerumah Ari (status

DPO) di Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab.

Banyumas. Dan setelah berada dirumah Ari (status DPO), terdakwa

ditawari atau diajak Ari untuk memakai atau menghisap ganja, dan atas

ajakan tersebut terdakwa mau menghisap 1 (satu) linting ganja, kemudian

terdakwa menghisap 1 (satu) linting ganja, terdakwa merasa pusing dan

nikmat akhirnya timbul kembali untuk menghisap atau memakai ganja.

- Pada tanggal 21 Agustus 2011 terdakwa memesan 1 (satu) paket ganja

kepada Ari (status DPO) seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah),

60

kemudian terdakwa di SMS oleh Ari (status DPO) bahwa barang ganja

sudah ada.

- Kemudian tanggal 22 Agustus 2011 terdakwa kerumah Ari (status DPO)

di Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas

untuk mengambil 1 (satu) paket ganja, dan terdakwa mendapatkan 1

(satu) paket ganja tersebut dari Ari, lalu terdakwa membagi menjadi 8

(delapan) linting ganja, kemudian terdakwa dan Ari (status DPO)

memakai ganja tersebut, dengan cara 1 (satu) linting ganja dibakar lalu

dihisap seperti merokok sedangkan pengaruh ganja tersebut kepala

pusing.

- Hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011, Niko datang kerumah terdakwa di

Jl. Raya Kampus No 50 Kel. Grendeng Rt. 06/07 Kec. Purwokerto Utara

Kab. Banyumas, untuk memesan ganja Rp 50.000,- (lima puluh ribu

rupiah) untuk dipakai bersama dengan terdakwa, kemudian sekira pukul

14.00 wib terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo datang kerumah Ari

(status DPO) bertempat di Jl. H Madrani Kel. Grendeng Kec. Purwokerto

Utara Kab. Banyumas memesan ganja seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu

rupiah)

- Ke esokan harinya pada tanggal 31 Agustus 2011 sekitar pukul 19.00 wib,

terdakwa menerima SMS dari Ari (status DPO) yang berbunyi “barang

ganja sudah ada di simpan di kamar kosong”.

- Pada hari kamis tanggal 01 September 2011 sekitar pukul 14.00 wib

terdakwa datang kerumah Ari (status DPO) di Jl. H Madrani Kel.

61

Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk mengecek ganja

yang berada dikamar kosong tersebut, dan setelah berada di rumah \Ari

(status DPO), lalu terdakwa melihat ternyata benar ada 1 (satu) coklat

diduga berisi ganja yang disembunyikan didalam lemari.

- Selanjutnya Pukul 21.00 wib terdakwa ditangkap oleh pihak yang

berwajib untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

- Bahwa dari hasil pemeriksaan atas 1 (satu) tube berisi urine, yang disita

dari terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo, sebagaimana Berita Acara

Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab : 1000/KNF/IX/2011

tanggal 07 September 2011 yang dibuat oleh Yayuk Murti Rahayu, B.Sc

dan Ibnu Sutarto ST, dengan hasil pemeriksaan terhadap barang bukti

nomor BB-01885/2011 berupa daun, batang dan biji tersebut diatas adalah

benar ganja, terdaftar dalam golongan 1 (satu) nomor urut 8 lampiran

Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika terhadap barang bukti nomor BB-01886/2011 berupa urine

tersebut adalah NEGATIF.

Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

62

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Berdasarkan kasus tersebut di atas Terdakwa Saeful Ngibad Bin

Kusworo oleh Jaksa Penuntut Umum diajukan ke sidang Pengadilan dengan

dakwaan yang disusun dengan alternatif sebagai berikut :

1. Dakwaan primair

Melanggar pasal 111 ayat (1) Undang-undang No 35 Tahun 2009

tentang Narkotika

2. Dakwaan subsidair

Melanggar pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-undang No.35

Tahun 2009 tentang Narkotika.

4. Keterangan Saksi

a. Keterangan saksi

1. Saksi Aris Budi Setiyono

Bahwa saksi tidak kenal dan tidak ada hubungan keluarga dengan

Terdakwa ;

Bahwa pada hari kamis tanggal 1 September 2011 sekira pukul

21.00 Wib saksi dan saksi Pramuaji bersama team yang sedang

melaksanakan tugas di depan Pintu Taman Andhang Pangrengan

Kelurahan Karangklesem Kecamatan Purwokerto , melihat

seseorang yang mencurigakan di depan pintu Taman Andhang

Pangrengan Purwokerto tersebut, kemudian saksi dan saksi

63

Pramuaji mendekati lalu saksi Pramuaji menanyakan identitas dan

mengaku bernama Saeful (terdakwa) ;

Bahwa pada saat terdakwa ditanya identitasnya terdakwa

menerima SMS dari Niko dengan nomor 08190332269 yang

isinya “ barange wis ana during sich “ ; dan atas SMS tersebut

saksi Aris Budi kemudian menanyakan barang apa yang dimaksud

dan kemudian dijawab terdakwa pesanan ganja ;

Bahwa setelah itu saksi juga menanyakan lagi dimana ganja

tersebut sekarang yang dijawab terdakwa ganja disimpan di kamar

kosong di rumah Dirin di Jl Raya Kampus Kel Grendeng Rt 6/7

Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas ;

Bahwa selanjutnya saksi dan saksi Pramuaji serta terdakwa

berangkat menuju rumah Dirin Jl. Raya Kampus Kel. Grendeng Rt

06/07 Kec. Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas untuk

menunjukan serta mengambil ganja dan setelah berada di rumah

Dirin lalu terdakwa masuk kedalam kamar kosong dan mengambil

1 (satu) bungkus kertas minyak warna coklat yang berisis ganja

yang disembunyikan dalam lemari;

Bahwa saksi sempat menanyakan terdakwa ganja tersebut

darimana dan terdakwa mengakui bahwa 1 (satu) bungkus kertas

minyak warna coklat yang berisi ganja itu adalah milik terdakwa

yang beli dari Ari (status DPO) seharga Rp. 100.000,- dan

terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang untuk

64

membeli ganja tersebut sehingga kemudian dilakukan

penangkapan terhadap terdakwa;

Bahwa menurut pengakuan terdakwa ganja sebanyak 1 (satu)

bungkus kertas minyak warna coklat itu akan digunakan sendiri;

Bahwa sebelumnya sebagai seorang anggota saksi telah mendapat

informasi bahwa di Andhang Pangrenan Purwokerto antara jam

19.00 wib hingga jam 21.00 sering dijadikan transaksi narkoba.

2. Saksi Pramuaji SH

Bahwa saksi tidak kenal ada hubungan keluarga dengan

terdakwa;

Bahwa pada hari kamis tanggal 01 September 2011 sekira puukul

21.00 wib saksi dan saksi Ari Budi Setiyono bersama team yang

sedang melaksanakan tugas didepan pintu Taman Andhang

Pangrenan Kelurahan Karangklesem Kecamatan Purwokerto,

melihat seseorang yang mencurigakan di depan pintu Taman

Andhang Pangrenanan tersebut, kemudian saksi dan saksi Ari

Budi Setiyono mendekati lalu saksi menanyakan identitas dan

mengaku bernama Saeful (terdakwa);

Pada saat terdakwa ditanya identitasnya terdakwa menerima SMS

dari Niko dengan nomoe 08190332269 yang isinya “barange wis

ana rung sich” ; dan atas SMS tersebut saksi Aries Budi kemudian

menanyakan barang apa yang dimaksud dan kemudian dijawab

terdakwa pesanan ganja;

65

Bahwa setelah itu saksi juga menanyakan lagi dimana ganja

tersebut sekarang yang dijawab terdakwa ganja disimpan di

kamar kosong di rumah Dirin di jalan Raya Kampus Kel

Grendeng Rt 07/07 Kec. Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas;

Bahwa selanjutnya saksi dan saksi Dirin di jalan raya kampus

Kel. Grendeng Rt 6/7 Kec. Purwokerto Utara Kabupaten

Banyumas untuk menunjukan serta mengambil ganja ; dan setelah

berada di rumah Dirin di jalan Kampus Kel. Grendeng Rt 6/7

Kec. Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas untuk menunjukan

serta mengambil ganja ; dan setelah berada di rumah Dirin lalu

terdakwa masuk kedalam kamar kosong dan mengambil 1 (satu)

bungkus kertas minyak warna coklat yang berisi ganja yang

disembunyikan di dalam lemari ;

Bahwa saksi Ari Budi Setiyono sempat menanyakan terdakwa

ganja tersebut darimana dan terdakwa mengakui bahwa 1 (satu)

bungkus kertas minyak warna coklat yang berisi ganja itu adalah

milik terdakwa yang dibeli dari Aari (status DPO) seharga Rp

100.000,- dan terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang

berwenang untuk membeli ganja tersebut sehingga kemudian

dilakukan penangkapan terhadap terdakwa ;

Bahwa menurut pengakuan terdakwa ganja sebanyak 1 (satu)

bungkus kertas minyak warna coklat itu akan digunakan sendiri ;

66

Bahwa sebelumnya sebagai seseorang anggota saksi telah

mendapat informasi bahwa di Taman Andhang Pangrengan

Purwokerto antara sekitar jam 19.00 wib hingga jam 21.00 wib

sering dijadikan transaksi narkoba.

3. Saksi Ahmad Sodirin

Bahwa saksi kenal dengan terdakwa ada hubungan keluarga yaitu

saudara sepupu ;

Bahwa saksi pernah diperiksa olah penyidik dan keterangan yang

ada di BAP adalah benar dan saksi masih tetap pada keteranganya

dulu ;

Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekitar jam

21.00 wib pada saat saksi sedang berada di rumahnya diruang

tengah melihat TV di Kel Grendeng Rt 6/7 Kecamatan

Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas, saksi kedatangan

terdakwa Saeful yang mengatakan kepada saksi akan mengambil

head set yang ketinggalan ;

Bahwa saksi tetap melihat TV diruang tengah saat terdakwa

masuk ke kamar yang biasanya dipakai Ari anaknya kalau pulang

ke rumah untuk mengambil head set ; dan tidak lama kemudian

terdakwa keluar dari kamar tersebut dan pergi ; bnamun saksi

tidak tahu terdakwa membawa apa karena saksi tetap menonton

TV dan yang mengantar serta menutup pintu adalah anak saksi ;

67

Bahwa kamar tempat dimana terdakwa masuk akan mengambil

head set adalah kamar yang biasa digunakan oleh Ari kalau

pulang ke rumah dan di kamar tersebut juga biasa teman-teman

Ari yang laki-laki termasuk terdakwa sendiri sering masuk ;

namun saat kejadian kamar tersebut memang koseng Ari tidak ada

ditempat ;

Bahwa Ari dan teman-temanya yang laki-laki sudah sering dan

biasa main di kamar Ari tersebut ;

Bahwa saksi memang tidak tahu apa yang diambil terdakwa dari

kamar anaknya tersebut adalah benar head set atau bukan karena

saksi tidak memperhatikan ; namun kemudian dari Polosi saksi

mengetahui kalau yang diambil terdakwa dari kamar rumahnya

adalah ganja ;

Bahwa saksi juga tidal mengetahui terdakwa sewaktu datang

kerumahnya sama petugas Polisi atau tidak karena saksi sedang

menonton TV ; namun baru besoknya saksi tahu dari adiknya

Nino kalau terdakwa datang bersama Polisi ;

Bahwa benar saksi memang mempunyai anak yang bernama Ari

dan sering main bersama terdakwa ; namun saksi tidak

mengetahui kalau anaknya Ari terlibat kasus ganja dengan

terdakwa ;

Bahwa sejak terdakwa Saeful ditangkap oleh petugas ; anak saksi

yaitu Ari memang pergi dari rumah alasanya mencari pekerjaan,

68

namun sekarang tidak pernah pulang ke rumah saksi dan saksi

tidak mengetahui keberadaan Ari dimana dan status Ari adalah

DPO.

b. Keterangan kedua orang tua terdakwa

Bahwa terdakwa sudah tidak sekolah lagi ;

Bahwa terdakwa di rumah tidak pernah berbuat yang aneh-aneh

dan termasuk anak pendiam, setelah pulang sekolah langsung

pulang dan kalau akan pergi ke rumah temanya selalu pamit ;

Bahwa di rumah terdakwa tidak pernah terlihat merokok ;

Bahwa uang untuk pembayaran spp di sekolah juga dibayarkan ke

sekolah, jadi tidak ada masalah dengan terdakwa perilakunya

selama ini baik ;

Bahwa uang jajan untuk terdakwa juga wajar tidak berlebihan ;

dan terdakwa juga tidak pernah meminta, banyak untuk uang

sakunya tersebut, hanya pada waktu lebaran banyak yang member

uang kepada terdakwa dan uang itulah kemungkinan digunakan

oleh terdakwa untuk membeli/memesan ganja ;

Bahwa sebagai orang tua dari terdakwa mereka masih sanggup

mengurus dan mendidik terdakwa agar dapat menjadi anak yang

baik setelah keluar dari penjara nanti dan sebagai orang tua pula

setelah keluar dari penjara nanti mereka berharap terdakwa dapat

sekolah lagi dan masuk pondok pesantren.

69

5. Barang bukti

Berita Acara Pemeriksaan laboratiris Kriminalistik 7 September

2011 yang ditandatangani oleh Yayuk Murti Rahayu, B, Sc dan

Ibnu Sutarto, ST terhadap barang bukti terhadap barang bukti

berupa ; 1 (satu) bungkus kertas coklat berisi batang, daun, dan

biji dengan berat 4,025 gram dan 1 (satu) buah tube brisi urine

dengan kesimpulan ; bahwa batang, daun dan biji tersebut adalah

positif DERIVAT CANNBINOID / ganja dan terdaftar dalam

golongan 1 (satu) Nomor urut 8 (delapan) Lampiran Undang-

Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika dan 1 (satu) tube urine diatas adalah Negatif ;

1 (satu) bungkus kertas minyak warna coklat berisi paket kecil

ganja seberat 4,025 gram

Handphone merk Nokia tipe 112 warna silver dengan nomor

089665766776

1 botol plastik berisi urine milik Saeful Ngibad Bin Kusworo

(terdakwa)

Kutipan Akta Kelahiran No. 12160/TP/1998 tertanggal 3

Desember 1989 atas nama Saiful Ngibad, lahir pada tanggal 2

September 1993, anak laki-laki dari suami isteri : Kusworo dan

Mujinah, yang dibuat dan ditandatangani oleh Drs. Joeliono

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Banyumas

70

Kartu Keluarga No. 3302272602054207 tertanggal 27 Desember

2006 atas nama kepala keluarga Kusworo.

6. Keterangan Terdakwa

Bahwa terdakwa sudah pernah diperiksa oleh penyidik dan

keterangan yang terdakwa sampaikan benar ;

Bahwa pada hari kamis tanggal 1 September 2011 sekitar jam

21.00 wib di depan pintu Taman Andhang Pangrenan Kelurahan

KarangKlesem Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten

Banyumas saat terdakwa sedang berdiri menunggu seseorang

terdakwa didatangi oleh orang yang ternyata petugas polisi

menyatakan identitas terdakwa dan terdakwa mengaku bernama

Saeful ;

Bahwa pada saat terdakwa ditanya identitasnya terdakwa

menerima SMS dari Niko dengan nomor 08190332269 yang

isinya “ barange wis ana during sich ?” dan para saksi selaku

petugas menanyakan kepada terdakwa barang apa yang dimksud

dalam sms itu, yang oleh terdakwa dijawab ganja ;

Bahwa terdakwa mengerti yang dimaksud dengan barang dari sms

Niko itu adalah ganja

Bahwa para saksi selaku petugas mengetahui yang dimaksud

barang disini adalah ganja kemudian para saksi menanyakan

apakah terdakwa membawa ganja tersebut ; yang oleh terdakwa

71

dijawab terdakwa saat itu tidak membawa ganjanya karena ganja

disimpan di kamar kosong didalam lemari di bawah baju di Jl

Raya Kampus Kel Grendeng Rt 6/7 Kec. Purwokerto Utara Kab.

Banyumas di rumah pak Dirin ;

Bahwa selanjutnya petugas meminta terdakwa menunjukan

dimana ganja tersebut disimpan ; dan terdakwa bersama saksi

kemudian berangkat ke rumah pak Dirin Jl. Raya Kampus Kel.

Grendeng Rt 6/7 Kec. Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas

Bahwa sampai rumah pak Dirin kemudian terdakwa masuk ke

rumah sementara para saksi menunggu di luar agak jauh,

terdakwa bertemu dengan saksi Dirin dan mengatakan akan

mengambil head set yang ketinggalan, terdakwa masuk ke kamar

kosong yang merupakan kamar Ari anak saksi Dirin dan

mengambil head set srta 1 (satu) bungkus kertas minyak warna

coklat yang berisi ganja yang tersimpan didalam lemari dibawah

baju, lalu terdakwa keluar kamar bertemu dengan saksi Dirin dan

pamit pulang ;

Bahwa terdakwa kemudian menyerahkan 1 (satu) bungkus ganja

terbungkus kertas minyak warna coklat tersebut kepada para saksi

selaku petugas dan terdakwa ditangkap ;

Bahwa terdakwa mengakui ganja itu adalah miliknya yg dipesan

kepada Ari (status DPO) seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu

72

rupiah) patungan bersama Niko (status DPO) masing-masing Rp

50.000,- (lima puluh ribu rupiah)

Bahwa terdakwa sampai memesan ganja kepada Ari kejadiannya

berawal ketika pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011 Niko

datang kerumah terdakwa di Jl.raya kampus No.50 A Kel

Grendeng Rt 6/7 Kec. Purwokerto Kab. Banyumas mau memesan

ganja seharga Rp.50.000,- (limapuluh lima rupiah) ; dan

kemudian sepakat dengan terdakwa akan dipakai bersama-sama

sehingga terdakwa ikut mematung juga sebesar Rp.50.000,-

(limapuluh ribu rupiah) ;

Bahwa kemudian terdakwa datang kerumah Ari (DPO) di Kel

Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk

memesan ganja seharga Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) ;

Bahwa besoknya adalah Hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011

sekitar jam 19.00 wib terdakwa menerima SMS dari Ari yang

berbunyi “ Barang ganja sudah ada di simpan di kamar “ ;

Bahwa Ari belum mau memberikan ganja pesanan terdakwa

tersebut karena terdakwa belum bayar ; dan terdakwa sendiri

belum membayar kepada Ari karena Niko belum memberikan

uang patungannya untuk membeli ganja sebesar Rp.50.000,-

(limapuluh ribu rupiah) kepada terdakwa ;

Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekitar jam

14.00 wib terdakwa datang ke rumah Ari di Jl Kel Grendeng Kec.

73

Purwokerto Kab. Banyumas untuk memastikan ganja yang

dipesan sudah ada di kamar kosong yang merupakan kamar Ari

dan terdakwa melihat ternyata benar ada 1 (satu) bungkus kertas

minyak warna coklat berisi ganja yang disembunyikan didalam

lemari dibawah baju ;

Bahwa terdakwa kemudian memberitahukan Niko bahwa ganja

sudah ada ; lalu terdakwa bersama Udin temannya pergi ke

Taman Andhang Pangrenan Purwokerto untuk main ; dan selama

di Andhang Pangrenan Niko selalu berhubungan dengan terdakwa

Bahwa Niko meminta terdakwa keluar dan bertemu di depan

Taman Andhang Pangrenan ; sehingga terdakwa kemudian

menunggu di depan Taman Andhang Pangrenan . Namun belum

sempat bertemu dengan Niko , terdakwa sudah didatangi oleh

petugas dan ditangkap ;

Bahwa rencananya ganja tersebut memang akan digunakan oleh

terdakwa bersama dengan Niko ;

Bahwa terdakwa mengakui dirinya menghisap ganja karena

ditawari oleh Ari (DPO) awalnya ; setelah itu terdakwa jadi

timbul keinginan kembali untuk menghisap atau memakai ganja .

Dan terdakwa sebelumnya telah 2 kali membeli dan menghisap

ganja pada Ari seharga Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) yaitu di

awal bulan Agustus 2011 dan pada tanggal 22 Agustus 2011 ; dan

yang ke 3 kalinya inilah terdakwa ditanggkap ;

74

Bahwa terdakwa tidak mempunyai ijin dari pihak yang

berwenang untuk memesan / membeli ganja ;

Bahwa terdakwa belum pernah dihukum ;

Bahwa terdakwa menyesali perbuatannya ;

Bahwa terdakwa membenarkan terhadap barang bukti yang

diperlihatkan dipersidangan.

7. Fakta-fakta Hukum

a. Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekira pukul

21.00 wib saat saksi Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuaji

bersama team yang sedang melaksanakan tugas di Taman

Andhang Pangrengan Kelurahan Karangklesem Kecamatan

Purwokerto, melihat seseorang yang mencurigakan di depan pintu

Taman andhang Pangrengan Purwokerto tersebut, kemudian saksi

Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuaji mendekati lalu saksi

Pramuaji menanyakan identitas dan mengaku bernama Saeful

(terdakwa) ;

b. Bahwa pada saat terdakwa ditanya identitasnya terdakwa

menerima SMS dari Niko dengan nomor 08190332269 yang

isinya “barange wia ana rung sich” dan atas SMS tersebut saksi

Aris Budi Setiono kemudian menanyakan barang apa yang

dimaksud dan kemudian dijawab terdakwa pesanan ganja ;

75

c. Bahwa setelah itu para saksi sebagai petugas juga menanyakan

lagi dimana ganja tersebut sekarang yang dijawab terdakwa ganja

disimpan di kamar kosong yang merupakan kamar ari (status

DPO) di rumah saksi Dirin di Jalan Raya Kampus Kelurahan

Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten

Banyumas ;

d. Bahwa selanjutnya saksi Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuji

serta terdakwa berangkat menuju rumah saksi Dirin di Jalan Raya

Kampus Kelurahan Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara

Kabupaten Banyumas untuk menunjukan tempat ganja disimpan

serta mengambil ganja tersebut ;

e. Bahwa sampai dirumah saksi Dirin kemudian terdakwa masuk ke

rumah semntara para saksi menunggu di luar agak jauh terdakwa

bertemu dengan saksi Dirin dan mengatakan ankan mengambil

head set yang ketinggalan, kemudian terdakwa masuk ke kamar

kosong yang merupakan kamar Ari anak saksi Dirin dan

mengambil head set serta 1 (satu) bungkus kertas minyak warna

coklat yang berisi ganja yang tersimpan didalam lemari dibawah

baju, lalu terdakwa keluar kamar bertemu dengan saksi Dirin dan

pamit pulang ;

f. Bahwa terdakwa kemudian meyerahkan 1 (satu) bungkus ganja

terbungkus kertas minyak warna coklat tersebut kepada para saksi

selaku petugas dan terdaka ditangkap ;

76

g. Bahwa terdakwa mengakui ganja tersebut adalah miliknya yang

dipesan kepada Ari (status DPO) seharga Rp 100.000,- (seratus

ribu rupiah) patungan bersama Niko (status DPO) masing-masing

Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) ;

h. Bahwa terdakwa sampi memesan ganja kepada Ari kejadianya

berawal ketika pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011 Niko

(status DPO) datang kerumah terdakwa di Jalan Raya Kampus

Kelurahan Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara

Kabupaten Banyumas mau memesan ganja seharga Rp 50.000,-

(lima puluh ribu rupiah) dan kemudian Niko (status DPO) sepakat

dengan terdakwa akan dipakai bersama-sama sehingga terdakwa

ikut mematung juga sebesar Rp 50.000,- (luma puluh ribu rupiah)

i. Bahwa kemudian terdakwa datang ke rumah Ari (status DPO) di

Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten

Banyumas untuk memesan ganja seharga Rp 100.000,- (seratus

ribu rupiah) ;

j. Bahwa besoknya yaitu hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011 sekitar

jam 19.00 wib terdakwa menerima SMS dari Ari (status DPO)

yang berbunyi “barang ganja sudah ada di simpan di kamar ;

k. Bahwa Ari belum mau memberikan ganja pesanan terdakwa

tersebut karena terdakwa belum membayar dan terdakwa sendiri

belum membayar kepada Ari (status DPO) karena Niko (status

77

DPO) belum memberikan uang patunganya untuk membeli ganja

sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) kepada terdakwa ;

l. Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekitar jam

14.00 wib terdakwa datang ke rumah Ari (status DPO) di

kelurahan Grendeng Utara Kabupaten Banyumas untuk

memastikan ganja yang dipesan sudah ada dikamar kosong yang

merupan kamar Ari (status DPO) dan terdakwa melihat ternyata

benar ada 1 (satu) bungkus kertas minyak warna coklat berisi

ganja yang disembunyikan dibawah baju ;

m. Bahwa kemudian terdakwa memberitahukan Niko (status DPO)

bahwa ganja sudah ada, laluterdakwa bersama Udin temanya main

ke Taman Andhang Pangrenan Purwokerto untuk main dan selama

di Taman Andhang Pangrenan Niko selalu berkomunikasi atau

behubugan dengan terdakwa ;

n. Bahwa Niko (status DPO) meminta terdakwa keluar dan bertemu

didepan Taman Andhang Pangrenan, namun belum sempet

bertemu dengan Niko (status DPO), terdakwa sudah didatangi oleh

petugas dan ditangkap ;

o. Bahwa rencananya ganjang tersebut memang akakn dipergunakan

oleh terdakwa bersama-sama dengan Niko (status DP) namun

belum sempat digunakan terdakwa ditangkap petugas ;

p. Bahwa terdakwa mengakui dirinya menghisap ganja karena

ditawari oleh Ari (status DPO) awalnya setelah itu terdakwa jadi

78

timbul keinginan kembali untuk menghisap atau memakai ganja

dan terdakwa sebelumnya telah 2 kali membeli ganja pada Ari

(sattus DPO) sharga Rp 100.00,00 (seratus ribu rupiah) untuk

dipakai yaitu di awal bulan Agustus 2011 dan pada tanggal 2

Agustus 2011 dan yang ketiga inilah terdakwa ditangkap ;

q. Bahwa terdakwa tidak mempunyai ijin dari pihak yang berwenang

untuk memesan/membeli dan memakai ganja ;

r. Bahwa 1 (satu) bungkus kertas minyak coklat berisi batabg, daun,

dan biji sesuai dengan hasil Laboratoris Kriminalistik tertanggal 7

September 2011 NO.LAB : 1000/NNF/IX/2011 yang

ditandatangani oleh Yayuk Murti Rahayu, B,Sc dan Ibnu Sutarto,

ST adalah positif DERIVAT CANNABINOID / ganja dan

terdaftar dalam Golongan 1 (satu) Nomor urut 8 Lampiran

Undang-Undang REpublik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika ;

s. Bahwa pada saat perbuatan dilakukan terdakwa berusia dibawah

18 (delapan belas) tahun sebagaimana Kuitipan Akta Kelahiran

No. 12160/TP/1998 tertanggal 3 Desember 1998 atas nama Seful

Ngibad, lahir pada tanggal 2 Desember 1993, anak laki-laki dari

suami isteri : Kusworo dan Mujinah yang dibuat dan

ditan\datangani oleh Drs. Joeliono Kepala Dinas Kependudukan

dan Catatan Sipil Banyumas .

79

8. Hal yang memberatkan

Terdakwa tidak mendukung progam pemerintah dalam

meberantas Narkotika.

Perbuatan terdakwa dapat merusak mental generasi muda yang

merupakan modal penerus bangsa.

9. Hal-hal yang meringankan

Terdakwa mengakui dan berterus-terang dipersidangan.

Terdakwa menyesali perbuataanya dan berjanji tidak akan

mengulangi lagi.

Terdakwa belum pernah dihukum

Terdakwa masih sangat muda masih bias diharapkan

memperbaiki diri kemudian hari.

Terdakwa masih ingin melanjutkan sekolah lagi.

10. Pertimbangan Hakim

Terdakwa telah diajukan dipersidangan dan Hakim Pengadilan

Negeri tersebut adalah dakwaan kedua Pasal 127 ayat (1) hurf a Undang-

undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang mengandung unsur

sebagai berikut :

1. Setiap Orang

2. Penyalahguna Narkotia Golongan I Pada Diri Sendiri

Uraian dari unsur-unsur tersebut yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim

80

Ad. 1. Unsur Setiap Orang

Menimbang, bahwa menimbang bahwa Undang-undang No 35

tahun 2009 tentang narkotika tidak mendefinisikan secara jelas yang

dimaksud “setiap orang”. Namun beberapa Undang-unadang mendefinisikan

“setiap orang” adalah orang perorangan atau termasuk korporasi.

Menimbang, bahwa unsur “etiap orang” dalam perkara ini

ditunjukan kepada orang oerseorangab, hal ini sebagaimana dari fakta-fakta

hukum yang terungkap di persidangan, bahwa Penuntut Umum telah

mengajukan seorang terdakwa dalam perkara ini adalah bernama SAEFUL

NGIBAD Bin KUWORO dan terdakwa tersebut mampu

mempertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang dilakukannya sendiri.

Menimbang, bahwa dipersidangan terdakwa tersebut membenarkan

identitas dirinya sebagaimana termuat dalam dakwaan Penuntut Umum,

sehingga orang yang dimaksud dalam perkara ini benar ditujukan kepada

terdakwa tersebut diatas, sehingga tidak salah orang atau error in persona

Menimbang, bahwa sesuai alat alat bukti surat berupa Kutipan

Akta Kelahiran No.12160/TP/1998 tertanggal Purwokerto 3 Desember 1998,

Kartu keluarga No.3302272602054207 tertanggal 27 Desember 2006, serta

hasil Laporan Petugas pembimbing Kemasyarakatan, dan keterangan

terdakwa serta orang tua terdakwa, terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin

KUSWORO dilahirkan pada tanggal 2 September 1993

Menimbang, bahwa apabila kelahiran terdakwa tersebut di atas

dikaitkan dengan kejadian tindak pidana yang terjadi pada tanggal 1

81

September 2011, maka terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin KUSWORO saat

kejadian tindak pidana berusia 17 (tujuh belas) tahun, 11 (sebelas) bulan, 29

(dua puluh Sembilan) hari yang artinya masih dibawah 18 (delapan belas)

tahun.

Menimbang, bahwa karena usia terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin

KUSWORO masih dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah

menikah, sehingga secara yuridis terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin

KUSWORO masih tergolong anak (vide Pasal 1 angka Undang-undang

Nomor 3 Tahun 1997), dengan demikian maka yang berwenang memeriksa

terdakwa a quo adalah Pengadilan anak sesuai dengan Undang-undang

Nomor 3 tahun 1997.

Ad. 2. Unsur Penyalahguna Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “penyalah guna

Narkotika” adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau

melawan hukum (vide Ketentuan Umum Pasal 1 angka 15 Undang-undang

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika) sedangkan Pecandu Narkotika

yaitu orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam

keadaan keretgantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis

(vide Ketentuan Umum Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 35 Tahun

2009 Tetntang narkotika).

Menimbang, bahawa pengertian “tanpa hak” disini adalah

tindakanya kewenangan yang melekat pada diri seseorang untuk melakukan

suatu perbuatan menurut Undang-undang atau tidak termasuk lingkup tugas

82

dan wewenang seseorang atau karena tidak mendapat ijin dari pejabat yang

berwenang sebagaimana ditentukan Undang-undang, sedangkan yang

dimaksud dengan “melawan hukum” adalah melakukan suatu perbuatan yang

bertentangan hukum, baik dalam arti formil yaitu bertentangan nilai-nilai

kepatutan, nilai-nilai keadilan yang hidup dan dijunjung tinggi oleh

masyarakat,

Menimbang, bahwa yang dimaksud Narkotika Golongan I sesuai

dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a penjelasan Undang-unadang RI Nomor 35

Tahun 2009 yaitu Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu penegtahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta

mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan;

Menimbang bahwa narkotika Golongan I sesuai dengan pasal 8

ayat (1 dan 2) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

disebutkan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk

kepentingan pelayanan kesehatan, dan dalam jumlah terbatas Narkotika

Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi setelah mendapat persetujuan dari menteri;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap

di persidangan adalah :

- Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekira pukul 21.00 wib

saat saksi Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuaji bersama team yang

sedang melaksanakan tugas di Taman Andhang Pangrengan Kelurahan

Karangklesem Kecamatan Purwokerto, melihat seseorang yang

83

mencurigakan di depan pintu Taman andhang Pangrengan Purwokerto

tersebut, kemudian saksi Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuaji

mendekati lalu saksi Pramuaji menanyakan identitas dan mengaku

bernama Saeful (terdakwa) ;

- Bahwa pada saat terdakwa ditanya identitasnya terdakwa menerima SMS

dari Niko dengan nomor 08190332269 yang isinya “barange wia ana rung

sich” dan atas SMS tersebut saksi Aris Budi Setiono kemudian

menanyakan barang apa yang dimaksud dan kemudian dijawab terdakwa

pesanan ganja ;

- Bahwa para saksi sebagai petugas juga menanyakan lagi dimana ganja

tersebut sekarang yang dijawab terdakwa ganja tersebut tidak ada

ditangannya karena disimpan di kamar kosong yang merupakan kamar ari

(status DPO) di rumah saksi Dirin di Jalan Raya Kampus Kelurahan

Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas ;

- Bahwa selanjutnya saksi Aris Budi Setiyono dan saksi Pramuji serta

terdakwa berangkat menuju rumah saksi Dirin di Jalan Raya Kampus

Kelurahan Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten

Banyumas untuk menunjukan tempat ganja disimpan serta mengambil

ganja tersebut

- Bahwa sampai dirumah saksi Dirin kemudian terdakwa masuk ke rumah

semntara para saksi menunggu di luar agak jauh terdakwa bertemu

dengan saksi Dirin dan mengatakan ankan mengambil head set yang

ketinggalan, terdakwa kemudian masuk ke kamar Ari anak dari saksi

84

Dirin dimanaa saat itu kamar dalam keadaan kosong karena Ari (DPO)

tidak ada di tempat dan terdakwa kemudian mengambil head set serta 1

(satu) bungkus kertas minyak warna coklat yang berisi ganja yang

tersimpan didalam lemari dibawah baju, lalu terdakwa keluar pamit

pulang pada saksi Dirin;

- Bahwa terdakwa mengakui ganja tersebut adalah miliknya yang dipesan

kepada Ari (status DPO) seharga Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah)

patungan bersama Niko (status DPO) masing-masing Rp 50.000,- (lima

puluh ribu rupiah) ;

- Bahwa pemesanan ganja kepada Ari (DPO) dilakukan pada hari Selasa

tanggal 30 Agustus 2011 Niko (status DPO) datang kerumah terdakwa di

Jalan Raya Kampus Kelurahan Grendeng Rt 6/7 Kecamatan Purwokerto

Utara Kabupaten Banyumas mau memesan ganja seharga Rp 50.000,-

(lima puluh ribu rupiah) dan kemudian Niko (status DPO) sepakat dengan

terdakwa akan dipakai bersama-sama sehingga terdakwa ikut mematung

juga sebesar Rp 50.000,- (luma puluh ribu rupiah) ;

- Bahwa kemudian terdakwa datang ke rumah Ari (status DPO) di

Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas

untuk memesan ganja seharga Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan pada

hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011 sekitar jam 19.00 wib terdakwa

menerima SMS dari Ari (status DPO) yang berbunyi “barang ganja sudah

ada di simpan di kamar”, Ari (DPO) belum mau memberikan ganja

pesanan terdakwa tersebut karena terdakwa belum membayar dan

85

terdakwa sendiri belum membayar kepada Ari (status DPO) karena Niko

(status DPO) belum memberikan uang patunganya untuk membeli ganja

sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) kepada terdakwa ;

- Bahwa pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekitar jam 14.00 wib

terdakwa datang ke rumah Ari (status DPO) di kelurahan Grendeng Utara

Kabupaten Banyumas untuk memastikan ganja yang dipesan sudah ada

dikamar kosong yang merupan kamar Ari (status DPO) dan terdakwa

melihat ternyata benar ada 1 (satu) bungkus kertas minyak warna coklat

berisi ganja yang disembunyikan didalam lemari dibawah baju ;

- Bahwa kemudian terdakwa memberitahukan Niko (status DPO) bahwa

ganja sudah ada, laluterdakwa bersama Udin temanya main ke Taman

Andhang Pangrenan Purwokerto untuk main dan selama di Taman

Andhang Pangrenan Niko selalu berkomunikasi atau berhubugan dengan

terdakwa, Niko (status DPO) bahkan melalui telepon meminta terdakwa

keluar dan bertemu didepan Taman Andhang Pangrenan, terdakwa

kemudian keluar menunggu didepan Taman Andhang Pangrenan, namun

belum sempat bertemu dengan Niko (status DPO), terdakwa sudah

didatangi oleh petugas dan ditangkap ;

- Bahwa terdakwa tidak mempunyai ijin dari pihak yang berwenang untuk

menggunakan / menghisap ganja dan terdakwa mengakui dirinya

menggunakan ganja karena ditawari oleh Ari (status DPO) awalnya,

setlah itu dari dalam diri terdakwa sebelumnya telah 2 kali memesan

ganja pada Ari (DPO) seharga Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) itupun

86

selalu untuk digunakan sendiri bukan untuk dijuak yaitu awal bulan

Agustus 2011 dan pada tanggal 22 Agustus 2011 ;

- Bahwa 1 (satu) bungkus kertas minyak coklat berisi batabg, daun, dan biji

sesuai dengan hasil Laboratoris Kriminalistik tertanggal 7 September

2011 NO.LAB : 1000/NNF/IX/2011 yang ditandatangani oleh Yayuk

Murti Rahayu, B,Sc dan Ibnu Sutarto, ST adalah positif DERIVAT

CANNABINOID / ganja dan terdaftar dalam Golongan 1 (satu) Nomor

urut 8 Lampiran Undang-Undang REpublik Indonesia No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika ;

11. Amar Putusan Majelis Hakim

1. Menyatakan Terdakwa : Saiful Ngibad Nin Kusworo tersebut di

atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana : Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Pada Diri

Sendiri

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu

dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan 1 (satu) bulan

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa

tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

4. Memerintahakan agar Terdakwa tetap dalam tahanan

5. Menyatakan agar barang bukti berupa :

1 (satu) paket kecil ganja dalam bungkus kertas minyak seberat

4,025 gram

87

1 (satu) botol plastic berisi urine milik terdakwa Saiful Ngibad

Bin Kusworo ; Dirampas untuk dimusnahkan

1 (satu) buah Handphone merk Nokia warna silver type 112

6. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp 2.500

(dua ribu lima ratus rupiah)

12. SEMA (SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG)

Nomor 04 TAHUN 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan , Korban

Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi

Medis Dan Rehabilitasi Sosial.

1. Bahwa dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tanggal 12 Oktober 2009 tentang

Narkotika, maka dianggap perlu untuk mengadakan revisi terhadap Surat

Edaran Mahkamah Agung RI Nomor : 07 Tahun 2009 tanggal 17 Maret

2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkotika ke Dalam Panti Terapi

dan Rehabilitasi.

2. Bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103

huruf a dan b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana

sebagai berikut:

a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN

dalam kondisi tertangkap tangan;

88

Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a di atas ditemukan barang bukti

pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut:

1. Kelompok metamphetamine (shabu) 1 gram

2. Kelompok MDMA (ekstasi) 2,4 gram = 8 butir

3. Kelompok Heroin 1,8 gram

4. Kelompok Kokain 1,8 gram

5. Kelompok Ganja 5 gram

6. Daun Koka 5 gram

7. Meskalin 5 gram

8. Kelompok Psilosybin 3 gram

9. Kelompok LSD (d-lysergic acid

diethylamide

2 gram

10. Kelompok PCP (phencyclidine) 3 gram

11. Kelompok Fentanil 1 gram

12. Kelompok Metadon 0,5 gram

13. Kelompok Morfin 1,8 gram

14. Kelompok Petidin 0,96 gram

15. Kelompok Kodein 72 gram

16. Kelompok Bufrenorfin 32 mg

c. Surat uji Laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan

permintaan penyidik.

89

d. Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang

ditunjuk oleh Hakim.

e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran

gelap Narkotika.

3. Dalam hal Hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk

dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri Terdakwa, Majelis

Hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang

terdekat dalam amar putusannya. Tempat-tempat rehabilitasi yang

dimaksud adalah:

a. Lembaga rehabiltasi medis dan sosial yang dikelola dan/atau dibina dan

diawasi oleh Badan Narkotika Nasional

b Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta

c. Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Depkes RI)

d. Panti Rehabilitasi Departemen Sosial RI dan Unit Pelaksana Teknis

Daerah (UPTD)

e. Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh

masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau

Departemen Sosial (dengan biaya sendiri).

4. Untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, Hakim harus dengan

sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi/taraf kecanduan Terdakwa,

90

sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar

dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah sebagai berikut:

a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1 (satu) bulan.

b. Program Primer : lamanya 6 (enam) bulan.

c. Program Re-Entry : lamanya 6 (enam) bulan.

5. Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Mahkamah

Agung Nomor : 07 Tahun 2009 tanggal 17 Maret 2009 perihal yang sama,

dinyatakan tidak berlaku lagi.

91

B. Pembahasan

1. Pertimbangan hakim dalam menerapkan unsur-unsur tindak pidana

penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri

Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor :

56/Pid.Sus /2011/ PN.Pwt. tentang tindak pidana penyalahgunaan

narkotika Golongan I bagi diri sendiri dengan melakukan studi pustaka

yang berkaitan dengan objek penelitian, maka dapat dilakukan

pembahasan sebagai berikut :

Majelis Hakim pada amar putusan nomor 2 (dua) telah

menjatuhkan pidana kepada Terdakwa selama 1 (satu) Tahun dan 1 (satu)

bulan. Selanjutnya dalam amar putusan nomor 3 (tiga) menetapkan masa

penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa tersebut dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan dalam amar putusan nomor 4

(empat) menetapkan bahwa terdakwa tetap dalam tahanan.

Seseorang dapat dijatuhi pidana adalah apabila orang tersebut telah

memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah dirumuskan didalam

suatu peraturan perundang-undangan baik itu didalam KUHP maupun

peraturan perundang-undangan pidana lain diluar KUHP.

Lamintang berpendapat bahwa unsur-unsur tindak pidana padaumumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur dasar yang terdiridari unsur subyektif dan unsur obyektif.62

62P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : PT Citra AdityaBakti, 1997, hlm. 193.

92

Kemudian Lamintang juga menjelaskan tentang unsur-unsur

subyektif dan unsur-unsur obyektif sebagai berikut :

1. Unsur-unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya;

2. Unsur-unsur obyektif yaitu unsur-unsur yang ada hubungannya dengankeadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.63

Disamping tindak pidana yang tercantum dalam KUHP ada

beberapa macam tindak pidana yang pengaturannya berada diluar KUHP

atau disebut “tindak pidana khusus”. Adapun jenis-jenis tindak pidana di

luar KUHP antara lain :

a. Tindak Pidana Imigrasi;

b. Tindak Pidana Ekonomi;

c. Tindak Pidana Narkotika.

Sudarto, menyatakan bahwa :

yang dimaksud dengan hukum pidana khusus itu adalah hukumpidana yang ditetapkan untuk golongan orang khusus atau yangberhubungan dengan perbuatan-perbuatan khusus, termasuk didalamnya hukum pidana militer, hukum pidana ekonomi sehinggadapat disimpulkan “undang-undang pidana khusus” itu adalahundang-undang pidana selain Kitab Undang-Undang HukumPidana yang merupakan kedudukan sentral dari KUHP ini terutamakarena di dalamnya termuat ketentuan-ketentuan umum dari hukumpidana dalam Buku I yang berlaku juga terhadap tindak-tindakpidana yang terdapat di luar KUHP kecuali apabila undang-undangmenentukan lain.64

63Loc. Cit.64Sudarto dalam Zainal Aibidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta : PT. Sinar

Grafika, 2007, hlm. 21.

93

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah

merupakan salah satu bentuk Undang-undang yang mengatur tindak

pidana di luar KUHP. Pengaturan tindak pidana diluar KUHP terjadi,

karena perkembangan tindak pidana yang berbanding lurus dengan

perkembangan masyarakat. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika merupakan ketentuan khusus dari ketentuan umum

(KUHP) sebagai perwujudan dari asas lex specialis derogat lex generalis.

Oleh karena itu terhadap kejadian yang menyangkut tindak pidana

narkotika harus diterapkan ketentuan-ketentuan tindak pidana dalam

undang-undang tersebut, kecuali hal-hal yang belum diatur di dalamnya.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang

memuat tindak pidana diluar KUHP itu tentu berbeda dengan KUHP,

selain mengatur segi-segi hukum materiil (yaitu tentang perumusan tindak

pidana, jenis hukuman, dan lain-lain) juga mengatur secara khusus tentang

segi hukum formilnya (yaitu bagaimana cara melakukan hukum pidana

materiil, seperti pengusutan, penuntutan, mengadili perkara, dan lain-

lain).65 Kekhususan dalam segi hukum materilnya diantaranya adalah

penerapan ancaman pidana penjara minimum dan pidana denda minimum

disamping ancaman pidana maksimum dalam pasal tertentu, pidana

pokoknya adalah pidana penjara dan pidana denda yang bisa dijatuhkan

secara kumulatif, kedudukan pelaku percobaan dan pembantu dalam tindak

pidana ini adalah dianggap sama dengan pelaku tindak pidannya.

65M. Sudrajat Bassar, Hukum Pidana (Pelengkap KUHP), Bandung : Armico, 1983,hlm. 17.

94

Sedangkan kekhususan dalam segi hukum formilnya diantaranya adalah

adanya wewenang tambahan bagi penyidik selain yang ditentukan oleh

KUHAP dan dimasukannya perkara ini sebagai perkara yang harus di

dahulukan dari perkara pidana yang lain.66

Di dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika, disebutkan pengertian narkotika, yaitu zat atau obat

yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun semisintesis,yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan–golongan

sebagaimana terlampir dalam Undang–undang.

Pengaturan mengenai narkotika di Indonesia saat ini adalah diatur

dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Terdapat hal-hal yang baru didalam undang-undang tersebut yang tidak

ditemukan didalam peraturan perudang-undangan sebelumnya, yang sudah

tidak berlaku lagi. Hal baru yang pertama adalah dengan berlakunya

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, jenis

Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam

Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I. Lampiran mengenai

jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dicabut dan dinyatakan tidak

66Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung : PT.Mandar Maju, 2003, hlm. 127-128.

95

berlaku. Kedua adalah adanya perubahan sudut pandang dalam

memandang pelaku tindak pidana narkotika tertentu, seperti pecandu

narkotika. Pembentuk undang-undang mencoba melekatkan status korban

kepada pecandu narkotika tanpa pula mengabaikan bahwa status pelaku

juga melekat kepadanya. Ketiga adalah adanya beberapa rumusan pasal

yang ditujukan sebagai penguatan kelembagaan yang secara khusus

menangani masalah narkotika yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN).

Penguatan lembaga ini ditujukan untuk lebih mengefektifkan upaya

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika. Terakhir adalah adanya pengaturan ulang dan menetapkan

perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan

diklasifikasikan sebagai tindak pidana.

Sedangkan penggolongan jenis narkotika yang lebih terperinci

diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun

2009 tentang Narkotika dan Penjelasannya bahwa jenis-jenis narkotika

dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu :

1. Narkotika golongan I

Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan

dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan. Adapun jenis narkotika golongan I dalam Undang-

Undang Narkotika dalam lampiran 1 disebutkan ada 65 jenis

diantaranya :

96

1) Tanaman papaver Somniverum L dan semua bagian-bagiannyatermasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya;

2) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh daribuah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalamipengolahan sekedar untuk membungkus dan pengangkutan tanpamemperhatikan kadar morfinnya;

3) Opium masak terdiri daria. candu, hasil yang diperoleh ari opium mentah melalui suatu

rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan,pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahanbahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadisuatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.

b. jicing,sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpamemperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daunatau bahan lain.

c. Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.4) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythoxylon dari

keluarga Eryhroxylaceae termasuk buah dan bijinya;5) Daun koka, daun belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk

serbuk dari semua tanaman genus erythoxylon dari keluargaErythoxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung ataumelalui perubahan kimia

6) Kokain mentah, semua hasil yang diperoleh dari dau koka yangdapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokain.

7) Kokaina, metil ester-I-bensoil ekgonina8) Tanaman ganja, semua tanaman ganja termasuk biji, buah, jerami,

hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasukdamar dan hasis.

9) Tetrahydrocannabinol dan semua isomer serta semua bentuk stereokimianya

10) Delta 9 tetrahydrocannabinol dan semua bentuk stereo kimianya11) Asetofina : 3-0-acetiltetrahidro-7a-(1-hidroksi-1-metilbutil12) Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil]

asetanilida.13) Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil]

propionanilida14) Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil]

priopionanilida15) Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil]

propionanilida16) Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-

4 piperidil] propio-nanilida.17) Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina18) Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-

oripavina19) Heroina : Diacetilmorfina

97

20) Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina21) 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida22) 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil]

propionanilida23) MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)24) Para-fluorofentanil : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil)

propionanilida25) PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)26) Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida27) BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- α

–metilfenetilamina DOB28) DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol29) DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina30) DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-

6Hdibenzo[b, d]piran-1-ol31) DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol32) DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina33) ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina34) ETRIPTAMINA. : 3-(2aminobutil) indole35) KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon36) ( + )-LISERGIDA, nama lain : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-

metilergolina-8 β –LSD, LSD-25 karboksamida37) MDMA : (±)-N, α -dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina38) Meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina39) METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on40) 4-metilaminoreks : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina41) MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina42) N-etil MDA : (±)-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin43) N-hidroksi MDA: (±)-N-[α-metil-3,4-(metilendioksi fenetil]

hidroksilamina44) Paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-

dibenzo[b,d] piran-1-ol45) PMA : p-metoksi- α –metilfenetilamina46) psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol47) PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen

fosfat48) ROLISIKLIDINA, nama lain : 1-( 1- fenilsikloheksil) pirolidina

PHP,PCPY49) STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina50) TENAMFETAMINA, nama lain : α -metil-3,4-(metilendioksi)

fenetilaminaMDA51) TENOSIKLIDINA, nama lain : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]

piperidina TCP52) TMA : (±)-3,4,5-trimetoksi- α –metilfenetilamina53) AMFETAMINA : (±)- α –metilfenetilamina54) DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina

98

55) FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina56) FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin57) FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina58) LEVAMFETAMINA, nama lain : (- )-(R)- α –metilfenetilamina

levamfetamina59) Levometamfetamina : ( -)- N, α –dimetilfenetilamina60) MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon61) METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina62) METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon63) ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1-

piperazinetano64) Opium Obat65) Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan

narkotika

2. Narkotika golongan II

Yang disebut narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat

untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat

digunakan dalam terapi juga digunakan untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan dan mempunyai potensi tinggi mengakibatkan

ketergantungan. Jenis narkotika golongan II ini sangat banyak, antara

lain :

1) Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana

2) Alfameprodina: Alfa - 3 – etil – 1 – metil – 4 – fenil – 4 -propionoksipiperidina

3) Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol4) Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina5) Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-

il)etil]-4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida6) Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina7) Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-

karboksilat etil ester8) Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana9) Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-

karboksilat etil ester10) Benzilmorfina : 3-benzilmorfina

99

11) Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

12) Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol13) Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina14) Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-

difenilheptana15) Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-

1-benzimidazolinil)-piperidina16) Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-

pirolidinil)butil]-morfolina17) Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida18) Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena19) Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-

4-karboksilat etil ester20) Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik21) Dihidromorfina22) Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol23) Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat24) Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena25) Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat26) Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona27) Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol28) Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan

ekgonina dan kokaina.29) Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena30) Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4-

karboksilat etil ester31) Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-

5nitrobenzimedazol32) Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-

4-karboksilat etil ester)33) Hidrokodona : dihidrokodeinona34) Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-

karboksilat etil ester35) Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina36) Hidromorfona : dihidrimorfinona37) Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona38) Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona39) Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida40) Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan41) Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan42) Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-

4-karboksilatmEtil ester43) Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina44) Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-

nitrobenzimidazol

100

45) Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima46) Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan47) Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-

(1pirolidinil)butil] morfolina48) Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan49) Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan50) Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona51) Metadona intermediate : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana52) Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan53) Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina54) Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina55) Metopon : 5-metildihidromorfinona56) Mirofina : Miristilbenzilmorfina57) Moramida intermediate : asam (2-metil-3-morfolino-1,

1difenilpropana karboksilat58) Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-

karboksilat etil ester59) Morfina-N-oksida60) Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent

lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunyakodeina-N-oksida

61) Morfina62) Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina63) Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-

difenilheptana64) Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan65) Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona66) Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina67) Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona68) Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona69) Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona70) Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina71) Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil

ester72) Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-

karboksilat73) Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester74) Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-

karboksilat etil ester75) Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-

piperdina-4-Karbosilat armida76) Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana77) Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil

ester78) Rasemetorfan : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan

101

79) Rasemoramida : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-butil]-morfolina

80) Rasemorfan : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan81) Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil]

propionanilida82) Tebaina83) Tebakon : asetildihidrokodeinona84) Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1-

karboksilat85) Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina86) Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas

3. Narkotika golongan III

Yang dimaksud dengan narkotika golongan III adalah narkoba yang

berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan

tujuan pengobatan serta digunakan dalam tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan dan mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Yang termasuk dalam jenis narkotika golongan III

antara lain :

1) Asetildihidrokodeina2) Dekstropropoksifena: α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-

butanol propionat3) Dihidrokodeina4) Etilmorfina : 3-etil morfina5) Kodeina : 3-metil morfina6) Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina7) Nikokodina : 6-nikotinilkodeina8) Norkodeina : N-demetilkodeina9) Polkodina : Morfoliniletilmorfina10)Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida11)Buprenorfina:21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-

trimetilpropil]-6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina12)Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas13)Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan

narkotika14)Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan

narkotika

102

Secara tegas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika menyatakan bahwa setiap perbuatan yang tanpa hak

berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan narkotika

adalah bagian dari tindak pidana narkotika. Pada dasarnya penggunaan

narkotika hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengobatan serta ilmu

pengetahuan dan teknologi. Apabila diketahui terdapat perbuatan diluar

kepentingan-kepentingan sebagaiman disebutkan di atas, maka perbuatan

tersebut dikualifikasikan sebagai tindak pidana narkotika. Hal tersebut

ditegaskan oleh ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika menyatakan bahwa :

“Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanankesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.”

Tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai Pasal 148

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dalam segi

perbuatannya ketentuan pidana yang diatur oleh undang-undang tersebut

dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) antara lain:

1. Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika;2. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika;3. Kejahatan yang menyangkut pengangkutan dan trasito

narkotika;4. Kejahatan yang mengangkut penguasaan narkotika;5. Kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika;6. Kejahatan yang menyangkut tidak melapor pecandu narkotika ;7. Kejahatan yang menyangkut label dan publikasi narkotika ;8. Kejahatan yang menyangkut jalannya peradilan narkotika;9. Kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan

narkotika.67

67Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2001, hlm. 154.

103

Salah satu bentuk tindak pidana narkotika adalah perbuatan yang

berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika. Secara harfiah, kata

penyalahgunaan berasal dari kata “salah guna” yang artinya tidak

sebagaimana mestinya atau berbuat keliru. Dari pengertian tersebut maka

penyalahgunaan narkotika dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan

yang menyeleweng terhadap narkotika. Secara yuridis pengertian dari

penyalah guna narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 15

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah :

“Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotikatanpa hak atau melawan hukum.”

Bentuk perbuatan penyalahgunaan narkotika yang paling sering

dijumpai adalah perbuatan yang mengarah kepada pecandu narkotika.

Adapun pengertian pecandu narkotika adalah seperti yang termuat didalam

Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yaitu :

“Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan ataumenyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantunganpada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.”

Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan ketergantungan pada

diri pecandu narkotika sebagaiman diatur didalam Pasal 1 butir 14

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :

“Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai olehdorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerusdengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yangsama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikansecara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas”.

104

Menurut Rachman Hermawan, menyatakan bahwa :

Pemakaian narkotika secara terus-menerus akan mengakibatkanorang itu bergantung pada narkotika, secara mental maupun fisik,yang dikenal dengan istilah kebergantungan fisik dan mental.Seseorang bisa disebut mengalami kebergantungan mental bila iaselalu terdorong oleh hasrat dan nafsu ynag besar untukmenggunakan narkotika, karena terpikat oleh kenikmatannya.Kebergantungan mental ini dapat mengakibatkan perubahanperangai dan tingkah laku. Seseorang bisa disebut mengalamikebergantungan fisik bila ia tidak dapat melepaskan diri daricengkeraman narkotika tersebut karena, apabila tidak memakainarkotika, akan merasakan siksaan badaniah, seakan-akandianiaya. Kebergantungan fisik ini dapat mendorong seseoranguntuk melakukan kejahatan-kejahatan, untuk memeperoleh uangguna membeli narkotika. Kebergantungan fisik dan mentallambat-laun dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan.68

Perbuatan seorang pecandu narkotika merupakan suatu perbuatan

menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri secara tanpa hak, dalam

artian dilakukan oleh seseorang tanpa melalui pengawasan dokter. Erat

kaitannya hubungan antara penyalahgunaan narkotika dengan pecandu

narkotika. Penggunaan narkotika secara tanpa hak digolongkan kedalam

kelompok penyalahguna narkotika, sedangkan telah kita ketahui bahwa

penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu bagian tindak pidana

narkotika. Sehingga secara langsung dapat dikatakan bahwa pecandu

narkotika tidak lain adalah pelaku tindak pidana narkotika.

Kedudukan pecandu narkotika sebagai pelaku tindak pidana

narkotika diperkuat dengan adanya ketentuan didalam Pasal 127 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur

mengenai penyalahgunaan narkotika, yaitu :

68 Rachman Hermawan S, Op. cit, hlm. 11.

105

“ (1) Setiap Penyalah Guna:a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; danc. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat(1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korbanpenyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajibmenjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial “.

Meskipun pecandu narkotika memiliki kualifikasi sebagai pelaku

tindak pidana narkotika, namun didalam keadaan tertentu pecandu

narkotika dapat berkedudukan lebih kearah korban. Iswanto menyatakan

bahwa korban merupakan akibat perbuatan disengaja atau kelalaian,

kemauan suka rela, atau dipaksa atau ditipu, bencana alam, dan semuanya

benar-benar berisi sifat penderitaan jiwa, raga, harta dan morel serta sifat

ketidakadilan”.69 Pecandu narkotika dapat dikatakan sebagai korban dari

tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakuknnya sendiri,

sehingga tidak berlebihan jika sanksi terhadap pelaku tindak pidana ini

sedikit lebih ringan daripada pelaku tindak pidana narkotika yang lain.

Sesuai dengan hal tersebut adalah ketentuan Pasal 103 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu :

“(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalanipengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu

69 Iswanto, Op. Cit, hlm. 8.

106

Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidanaNarkotika; ataub. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutanmenjalani pengobatan dan/ atau perawatan melalui rehabilitasijika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalahmelakukan tindak pidana Narkotika.(2) Masa menjalani pengobatan dan/ atau perawatan bagi PecanduNarkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf adiperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman “.

Dalam perkara putusan nomor 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt bahwa

terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo terbukti melakukan penyalahgunaan

narkotika golongan I bagi diri sendiri sesuai dengan rumusan pasal 127

ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Setiap orang

2. Penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri

Uraian dari unsur-unsur tersebut yang menjadi pertimbangan

Majelis Hakim

Ad. 1. Unsur Setiap Orang

Menimbang, bahwa menimbang bahwa Undang-undang No 35

tahun 2009 tentang narkotika tidak mendefinisikan secara jelas yang

dimaksud “setiap orang”. Namun beberapa Undang-unadang

mendefinisikan “setiap orang” adalah orang perorangan atau termasuk

korporasi.

Menimbang, bahwa unsur “setiap orang” dalam perkara ini

ditunjukan kepada orang perseorangan, hal ini sebagaimana dari fakta-

fakta hukum yang terungkap di persidangan, bahwa Penuntut Umum

107

telah mengajukan seorang terdakwa dalam perkara ini adalah bernama

SAEFUL NGIBAD Bin KUWORO dan terdakwa tersebut mampu

mempertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang dilakukannya

sendiri.

Menimbang, bahwa dipersidangan terdakwa tersebut membenarkan

identitas dirinya sebagaimana termuat dalam dakwaan Penuntut

Umum, sehingga orang yang dimaksud dalam perkara ini benar

ditujukan kepada terdakwa tersebut diatas, sehingga tidak salah orang

atau error in persona

Menimbang, bahwa sesuai alat alat bukti surat berupa Kutipan

Akta Kelahiran No.12160/TP/1998 tertanggal Purwokerto 3 Desember

1998, Kartu keluarga No.3302272602054207 tertanggal 27 Desember

2006, serta hasil Laporan Petugas pembimbing Kemasyarakatan, dan

keterangan terdakwa serta orang tua terdakwa, terdakwa SAIFUL

NGIBAD Bin KUSWORO dilahirkan pada tanggal 2 September 1993

Menimbang, bahwa apabila kelahiran terdakwa tersebut di atas

dikaitkan dengan kejadian tindak pidana yang terjadi pada tanggal 1

September 2011, maka terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin KUSWORO

saat kejadian tindak pidana berusia 17 (tujuh belas) tahun, 11 (sebelas)

bulan, 29 (dua puluh Sembilan) hari yang artinya masih dibawah 18

(delapan belas) tahun.

Menimbang, bahwa karena usia terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin

KUSWORO masih dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum

108

pernah menikah, sehingga secara yuridis terdakwa SAIFUL NGIBAD

Bin KUSWORO masih tergolong anak (vide Pasal 1 angka Undang-

undang Nomor 3 Tahun 1997), dengan demikian maka yang

berwenang memeriksa terdakwa a quo adalah Pengadilan anak sesuai

dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 1997.

Ad. 2. Unsur Penyalahguna Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “penyalah guna

Narkotika” adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau

melawan hukum (vide Ketentuan Umum Pasal 1 angka 15 Undang-

undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika) sedangkan Pecandu

Narkotika yaitu orang yang menggunakan atau menyalahgunakan

Narkotika dan dalam keadaan keretgantungan pada Narkotika, baik

secara fisik maupun psikis (vide Ketentuan Umum Pasal 1 angka 13

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tetntang narkotika).

Menimbang, bahawa pengertian “tanpa hak” disini adalah

tindakanya kewenangan yang melekat pada diri seseorang untuk

melakukan suatu perbuatan menurut Undang-undang atau tidak

termasuk lingkup tugas dan wewenang seseorang atau karena tidak

mendapat ijin dari pejabat yang berwenang sebagaimana ditentukan

Undang-undang, sedangkan yang dimaksud dengan “melawan hukum”

adalah melakukan suatu perbuatan yang bertentangan hukum, baik

dalam arti formil yaitu bertentangan nilai-nilai kepatutan, nilai-nilai

keadilan yang hidup dan dijunjung tinggi oleh masyarakat,

109

Menimbang, bahwa yang dimaksud Narkotika Golongan I sesuai

dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a penjelasan Undang-undang RI Nomor

35 Tahun 2009 yaitu Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu penegtahuan dan tidak digunakan dalam

terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan;

Menimbang bahwa narkotika Golongan I sesuai dengan pasal 8

ayat (1 dan 2) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika disebutkan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan

untuk kepentingan pelayanan kesehatan, dan dalam jumlah terbatas

Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah mendapat

persetujuan dari menteri;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap

di persidangan ;

Menimbang, bahwa sesuai fakta-fakta hukum diatas maka terbukti

bahwa terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin KUSWORO memang telah

memesan ganja kepada An (DPO) seharga Rp.100.000,- (seratus ribu

rupiah) berpatungan bersama temannya Niko (DPO) masing-masing

Rp.50.000,- (limapuluh ribu rupiah) ; dan Ari (DPO) telah

memberitahukan kepada terdakwa via sms kalau ganja pesanan telah

ada dan disimpan di dalam lemari dibawah baju di kamar Ari di jalan

raya kampus kel grendeng Rt 6/7 Kec. Purwokerto Utara Kabupaten

110

Banyumas . Terdakwa sendiri juga telah mengecek ke kamar Ari

(DPO) dan ganja pesanannya memang telah tersedia, amun terdakwa

belum dapat mengambil ganja pesanannya karena terdakwa belum

membayar masih menunggu setoran dan Niko (DPO) ;

Menimbang, bahwa sebelumnya terdakwa telah 2 kali memesan

ganja kepada Ari (DPO) dan selalu digunakan untuk sendiri ;

rencananya pesanan ganja yang ke 3 inipun akan digunakan terdakwa

sendiri bersama-sama dengan Niko ; namun belum sempat terdakwa

gunakan terdakwa ditangkap . Terdakwa tidak mempunyai ijin dari

pejabat yang berwenang sebagaimana ditentukan dalam Undang-

undang Nomor 35 Tahun 2009 dan ganja tersebut sebagaimana barang

bukti dalam perkara a quo berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratoris

Kriminalistik tertanggal 7 September 2011 NO.LAB :

1000/NNF/IX/2011 yang ditandatangani oleh YAYUK MURTI

RAHAYU,B,Sc dan IBNU SUTARTO,ST pada kesimpulannya

menyebutkan : bahwa batang , daun dan biji : adalah positif DERIVAT

CANNABINOID/Ganja dan terdaftar dalam Golongan 1 (satu) Nomor

urut 8 (delapan) Lampiran Undang – Undang Republik Indonesia No.

35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Menimbang, bahwa perbuatan terdakwa yang telah memesan ganja

dan akan menggunakan ganja tersebut untuk dirinya sendiri tanpa ijin

pihak yang berwenang, menurut Hakim terdakwa adalah termasuk

kategori Penyalah guna Narkotika karena hanya menggunakan ganja

111

tanpa hak atau melawan hukum bukan pecandu karena tidak ada

ketergantungan terdakwa, terhadap ganja baik secara fisik maupun

psikis;

Menimbang, bahwa pemesanan dan penggunaan ganja oleh

terdakwa tersebut juga tentu tidak sesuai dengan peruntukkannya

sebagaimana Pasal 7 dan Pasal 8 UndangUndang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ; karena terdakwa bukan

orang/pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan suatu perbuatan

yang berkenaan dengan Narkotika sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum

diatas , maka unsur ke 2 “PENYALAH GUNA NARKOTIKA

GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI “ ini menurut pendapat hakim

telah pula terpenuhi.

2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam perkara

nomor 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor ;

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt dapat diketahui pidana yang dijatuhkan oleh hakim

kepada Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo yang telah terbukti bersalah

melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri.

Pemidanaan berupa 1 (satu) tahun 1 (satu) bulan sebagaimana diatur dalam

pasal 127 ayat 1 huruf (a) tentang narkotika.

112

Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah

dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk

tertulis maupun lisan.70 Sedangkan di dalam KUHAP dijelaskan bahwa

putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang

pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari

segala tuntutan hukum.71

M. H. Tirtaamidjaja mengutarakan sebagai berikut :

Sebagai hakim, ia harus berusaha untuk menetapkan suatuhukuman, yang dirasakan oleh masyarakat dan si Terdakwasebagai suatu hukuman yang setimpal dan adil. Untuk mencapaiusaha ini, ia harus memperhatikan :a. Sifat pelanggaran pidana itu (apakah itu suatu pelanggaran

pidana yang berat atau ringan);b. Ancaman hukuman terhadap tindak pidana itu;c. Keadaan dan suasana waktu melakukan pelanggaran pidana

itu (yang memberatkan dan meringankan);d. Pribadi Terdakwa apakah ia seorang penjahat tulen atau

seorang penjahat yang telah berulang-ulang dihukum(recidivist) atau seorang penjahat untuk satu kali ini saja;

e. Sebab-sebab untuk melakukan pelanggaran pidana itu;f. Sikap Terdakwa dalam pemeriksaan perkara itu (apakah ia

menyesal tentang kesalahannya ataukah dengan kerasmenyangkal meskipun telah ada bukti yang cukup akankesalahannya);

g. Kepentingan umum.(hukum pidana diadakan untuk melindungi kepentinganumum, yang dalam keadaan-keadaan tertentu menurut suatupenghukuman berat pelanggaran pidana, misalnyapenyelundupan, membuat uang palsu pada waktu negaradalam keadaan ekonomi yang buruk, merampok pada waktubanyak terjadinya perampokan).72

Hasil penelitian terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto

pada perkara nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, dalam perkara tersebut

70 Leiden Marpaung, Op.Cit. hlm. 129.71Lihat Pasal 1 angka 11 KUHAP.72Tirtaamidjaja dalam Leiden Marpaung, Ibid. hlm. 139-140.

113

Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana sebagai penyalahguna narkotika Golongan I bagi diri sendiri

sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut ketentuan dalam Pasal 127

ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pada amar putusan nomor 2 (dua) majelis hakim telah menjatuhkan pidana

kepada Terdakwa selama 1 (satu) tahun 1 (satu) bulan. Selanjutnya dalam

amar putusan nomor 4 (empat) memerintahkan agar terdakwa tetap dalam

tahanan. Dimana dalam perkara ini. Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Terpenuhinya pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang

diatur dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP yang dibuktikan dalam

persidangan. Alat bukti yang sah menurut KUHAP adalah :

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

Selain itu juga mendasarkan pada pasal 183 yang berbunyi : hakim tidak

boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakawalah

yang bersalah melakukanya.

114

Alat bukti yang sah yang diajukan ke depan persidangan dalam

kasus ini adalah :

a. Keterangan saksi :

1. Aris Budi Setiyono;

2. Pramuaji SH;

3. Ahmad Sodirin;

b. surat :

1. Berita Acara Pemeriksaan laboratiris Kriminalistik 7 September

2011 yang ditandatangani oleh Yayuk Murti Rahayu, B, Sc dan

Ibnu Sutarto, ST terhadap barang bukti terhadap barang bukti

berupa ; 1 (satu) bungkus kertas coklat berisi batang, daun, dan biji

dengan berat 4,025 gram dan 1 (satu) buah tube brisi urine dengan

kesimpulan ; bahwa batang, daun dan biji tersebut adalah positif

DERIVAT CANNBINOID / ganja dan terdaftar dalam golongan 1

(satu) Nomor urut 8 (delapan) Lampiran Undang-Undang Republik

Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan 1 (satu) tube

urine diatas adalah Negatif ;

2. Kutipan Akta Kelahiran No. 12160/TP/1998 tertanggal 3 Desember

1989 atas nama Saiful Ngibad, lahir pada tanggal 2 September

1993, anak laki-laki dari suami isteri : Kusworo dan Mujinah, yang

dibuat dan ditandatangani oleh Drs. Joeliono Kepala Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Banyumas

115

3. Kartu Keluarga No. 3302272602054207 tertanggal 27 Desember

2006 atas nama kepala keluarga Kusworo.

c. Petunjuk

Terdapat penyesuaian antara keterangan saksi-saksi dan terdakwa

serta barang bukti

d. Keterangan terdakwa

Keterangan terdakwa SAIFUL NGIBAD Bin KUSWORO dimuka

persidangan pada pokoknya menerangkan bahwa semua keterangan

dari para saksi dan barang bukti yang diperlihatkan oleh hakim adalah

benar

Sedangakan barang bukti yang diajukan dipersidangan adalah 1 (satu) paket

kecil ganja dalam bungkus kertas minyak sebesar 4,025 gram dan 1 (satu)

botol plastic berisi urine milik terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo akan

dirampas dan dimusnahkan, sedangkan 1 (satu) buah HP merk NOKIA warna

silver type 112 akan dirampas untuk Negara.

Berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan barang bukti yang diajukan

dipersidangan serta dengan mempertimbangkan nilai pembuktian masing-

masing alat bukti, maka Hakim berpendapat bahwa terdakwa SAIFUL

NGIBAD Bin KUSWORO terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana

Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri sebagaimana yang

dirumuskan dan diancam dalam pasal 127 ayat 1 huruf (a) Undang-undang

nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2. Adanya fakta-fakta yang memenuhi unsur-unsur :

116

1. Setiap orang

2. Penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri

3. Berkaitanya dengan pecandu sehingga kepada terdakwa sebaiknya

dijatuhkan tindakan hukum bukan hukuman, dari syarat yang ditentukan

dalam SURAT EDARAN MA Nomor : 04/Tahun 2010 tersebut jika

dihubungkan dengan fakta-fakta hukum yang diperoleh dipersidangan

Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo tidak dapat memenuhi persyaratan

sebagaimana telah ditentukan dalam SURAT EDARAN MA Nomor :

04/Tahun 2010 tersebut. Karena pada saat tertangkap tangan Terdakwa

Saiful hanya memiliki ganja 4,025 gram sedangkan persyaratan

direhabilitasi adalah yang tertangkap tangan jika memiliki 5 gram ganja.

4. Hakim tidak menemukan alasan penghapus atau peniadaan pidana yang

berupa pemaaf dan maupun pembenar maka terdakwa harus

mempertanggungjawabkan.

Alasan pemaaf adalah bersifat subjektif dan melekat pada diri Terdakwa /

Pelaku, khususnya mengenai sikap bathin sebelum atau pada saat akan

berbuat, telah diatur didalam pasal 44 ayat (1), 48, 49 ayat (2) dan 51

ayat (2) KUHP.

Sedangkan alasan pembenar adalah bersifat objektif dan melekat

padaperbuatan atau hal-hal lain diluar bathin pembuat sebagaimana

diatur dalam pasal 49 ayat (1), 50 ayat(1)KUHP.

5. pasal 59 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak,

Hakim sebelum menjatuhkan putusan hukum terhadap terdakwa perlu

117

mempertimbangkan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) yang

ada dalam perkara ini, yaitu dan Balai Pemasyarakatan Purwokerto yang

dibuat oleh DIAN PUSPITASARI,SH tertanggal 15 September 2011,

yang pada pokoknya berkesimpulan sebagai berikut :

▪ Bahwa Klien ( SAIFUL NGIBAD Bin KUSWORO , umur 17 th,

11 bin, 29 hr) saat sekarang sedang menjalani proses hukum karena

diduga melanggar Pasal 111 ayat (!) Jo Pasal 127 ayat (!) UU RI

No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu memiliki, menyimpan,

menguasai, menyediakan dan atau menggunakan Narkotika jenis

ganja

▪ Bahwa dalam permasalahan ini ( klien memiliki ganja ) karena

temannya NIKO yang memesan dan dank lien meminta pada Ari

untuk membelikan dan ganja tersebut disimpan di rumah Ari dank

lien mau membelikan ganja tersebut dengan harapan akan dibagi

sehingga klien dapat memakai/menghisap

▪ Bahwa Klien sebelumnya pemah mengkonsumsi/menghisap ganja

merasakan nikmat sehingga timbul keinginannya lagi untuk

mengkonsumsi

▪ Bahwa klien menyesali atas perbuatannya dan berjanji tidak akan

mengulangi lagi;

▪ Bahwa klien baru pertama kali berurusan dengan pihak yang

berwajib;

118

▪ Bahwa pihak orang tua masih sanggup untuk mendidik dan

membina klien serta berencana untuk memasukan klien ke pondok

Pesantren Suralaya. jawa barat ;

6. Hakim dalam perkara anak Nakal, baik di dalam maupun di luar sidang

anak dengan membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (vide

pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997), dan Hakim

dalam menjatuhkan pidana atau tindakan diantaranya wajib

memperhatikan Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (penjelasan

pasal 25 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997), walaupun demikian

Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa, tidak mutlak

harus terikat dengan kesimpulan dan saran yang termuat di dalam laporan

Pejabat Kemasyarakatan, sebab hakim bersandar pada asas kebebasan

hakim dan asas kemandirian hakim.

7. Berdasarkan pasal 22, 23, dan pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak, terhadap anak nakal yang telah terbukti

melakukan tindak pidana hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan.

Pidana Pokok terdiri dari : pidana penjara, pidana kurungan, pidana

denda; atau pidana pengawasan; sedangkan pidana tambahan terdiri dari :

perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi,

adapun Tindakan terdiri dari : a. Mengembalikan kepada orang tua, wali,

atau orang tua asuh; b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti

pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau Menyerahkan kepada

119

Departemen Sosial, atau Organisasi Kemasyarakatan yang bergerak di

bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja;

8. Adanya kewajiban hakim untuk memperhatikanhal-hal yang

memberatkan maupun meringankan dari terdakwa sesuai dengan

ketentuan dalam pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP yang perumusanya

adalah sebagai berikut :

Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan

atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi

dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan

meringankan terdakwa.

Hal -hal yang memberatkan :

▪ Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas

peredaran Narkotika.

▪ Perbuatan terdakwa dapat merusak mental generasi muda yang

merupakan penerus bangsa.

Hal-hal yang meringankan :

▪ Terdakwa mengakui dan berterus terang dipersidangan.

▪ Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi

lagi.

▪ Terdakwa belum pemah dihukum.

▪ Terdakwa masih sangat muda masih bisa diharapkan memperbaiki diri di

kemudian hari.

▪ Terdakwa masih ingin melanjutkan sekolah lagi.

120

Hal-hal yang memberatkan dan meringankan itulah yang dijadikan bahan

pertimbangan Hakim untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa yaitu pidana

penjara selama 1 (satu) tahun 1 (satu) bulan kurungan, dimana pidana tersebut lebih

ringan dibandingkan dengan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan

pidana penjara selama 2 (dua) tahun.

Maka Hakim sependapat dengan Penuntut Umum bahwa

penjatuhan pidana adalah yang tepat untuk terdakwa bukan tindakan ;

namun meskipun demikian mengenai lamanya hukuman pidana yang akan

dijatuhkan kepada terdakwa, Hakim tidak sependapat dengan tuntutan dari

Penuntut Umum karena penjatuhan pidana pada dasarnya adalah bukan

dimaksudkan sebagai pembalasan dendam bagi terdakwa, tetapi lebih

merupakan pembinaan bagi terdakwa agar setelah selesai menjalankan

pidananya dapat menjadi orang yang lebih baik lagi, oleh karena itu pidana

yang akan dijatuhkan kepada diri terdakwa nanti menurut Hakim dirasa

sudah cukup adil.

121

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Pertimbangan Hakim dalam menerapkan unsur-unsur tindak pidana

penyalahgunaan narkotika golongan 1 bagi diri sendiri, menurut penulis

telah sesuai dengan makna dari unsur-unsur tindak pidana penyalahgunaan

narkotika golongan I bagi diri sendiri karena telah sesuai dengan pasal 127

ayat 1 huruf (a).

Yaitu unsur-unsurnya adalah :

Setiap Orang

Orang perorangan atau termasuk korporasi

Didalam perkara ini ditunjukan orang perseorangan, hal ini

sebagaimana dari fakta-fakta hukum yang terungkap di

persidangan

Penyalah guna Narkotika Golongan I Bagi Diri Sediri

“penyalahgunaan Narkotika” adalah orang yang menggunakan

Narkotika tanpa hak atau melawan hukum (vide Ketentuan Umum

Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika).

Perbuatan terdakwa yang telah memesan ganja dan akan

menggunakan ganja tersebut untuk dirinya sendiri tanpa ijin pihak

yang berwenang, menurut penulis adalah termasuk kategori

122

Penyalah guna Narkotika karena hanya menggunakan ganja tanpa

hak atau melawan hukum bukan pecandu karena tidak ada

ketergantungan terdakwa, terhadap ganja baik secara fisik maupun

psikis.

Narotika golongan I

Narkotika Golongan I sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a

penjelasan Undang-unadang RI Nomor 35 Tahun 2009 yaitu

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu penegtahuan dan tidak digunakan dalam terapi

serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan.

Narkotika Golongan I sesuai dengan pasal 8 ayat (1 dan 2)

Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

disebutkan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk

kepentingan pelayanan kesehatan, dan dalam jumlah terbatas

Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah mendapat

persetujuan dari menteri.

Bagi diri sendiri

Seseorang dikatakan sebagai pecandu, adalah orang yang

menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam

123

keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun

psikis.

Jika dihubungkan dengan fakta-fakta yang diperoleh dipersidangan

maka telah terbukti bahwa terdakwa ditangkap karena telah

memesan ganja kepada Ari (DPO) seharga RP.100.000,-(seratus

ribu rupiah), dimana ganja tersebut dipesan untuk digunakan

terdakwa sendiri bersama-sama Niko (DPO), dimana sebelum

penangkapan terdakwa pernah pula memesan ganja kepada Ari

(DPO) sebanyak 2 kali dan untuk dipergunakan sendiri

2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam perkara nomor :

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, Tentang Penyalahgunaan Narkotika Golongan I

Bagi Diri Sendiri kepada terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo dengan

adanya SEMA Nomor 4 Tahun dikenakan pidana Penjara 1 (satu) tahun 1

(satu) bulan, dimaksudkan pembinaan bagi terdakwa agar setelah selesai

menjalankan pidananya dapat menjadi orang yang lebih baik lagi , dan

Hal-hal yang memberatkan dan meringankan itulah yang dijadikan bahan

pertimbangan Hakim untuk menjatuhkan Pidana

124

B. Saran

Mengingat telah diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung

(SEMA) Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Penempatan Penyalahgunaan,

Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Korban Pecandu Narkotika

kedalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, tanpa

mengesampingkan besarnya bahaya yang dapat ditimbulkan akibat dari

penyalahgunaan narkotika khususnya bagi kehidupan generasi muda, maka

Hakim dapat menjatuhkan pidana terhadap pelaku penyalahgunaan

narkotika agar sebelumnya lenih memahami secara mendalam tiap-tiap

kasus penyalahgunaan narkotika karena tidak semua tindak pidana

penyalahgunaan narkotika akn berakhir dengan suatu pidana penjara.

Dengan tetap memperhatikan rasa keadilan masyarakat tentu bukan berarti

mengkecilkan rasa keadilan terpidana, oleh karena memperbaiki jauh lebih

bermanfaat dari pada sekedar mempidana.

DAFTAR PUSTAKA

Bassar, M. Sudrajat. 1983. Hukum Pidana (Pelengkap KUHP). Bandung:Armico.

Farid, Zainal Abidin. 2002. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika

M. Sholehuddin. 2003. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar DoubleTrack System & Implementasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hermawan S., Rachman. 1987. Penyalahgunaan Narkotika Oleh Para Remaja.Bandung: Eresco.

Iswanto. 2009. Viktimologi. Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas JenderalSoedirman.

Lamintang, P.A.F.. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: CitraAditya Bakti

Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Marpaung, Leiden. 2010. Proses Penanganan Perkaara Pidana (Di Kejaksaan &Pengadilan Negeri, Upaya Hukum & Upaya Eksekusi). Jakarta: SinarGrafika.

Moeljatno. 1982. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

_________. 1983. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Bina Aksara

Poernomo, Bambang. 1986. Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

Prodjodikoro, Wirjono. 2008. Azas-Azas Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PTRefika Aditama.

Saleh, Roeslan. 1983. Perubahan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana.Jakarta: Aksara Baru.

Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana.Bandung: PT. Mandar Maju.

Soedarto. 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: PT. Alumni.

_______. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana (Cetakan II). Bandung: Alumni

_______. 1990. Hukum pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto

_______. 2001. Hukum Pidana Jilid I A-B. Purwokerto: Fakultas HukumUniversitas Jenderal Soedirman.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1983. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: GhaliaIndonesia.

Sudarsono. 1995. Kenakalan Remaja, Prevensi, Rehabilitasi, dan Rasionalisasi.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sudarto . 2007. Hukum Pidana I. Jakarta: PT. Sinar Grafika.

Supramono, Gatot. 2001. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Utrecht. 1986. Hukum Pidana I. Surabaya: Pustaka Tindak Mas.

Keterangan Presiden Republik Indonesia Mengenai Rancangan Undang-UndangRepublik Indonesia Tentang Narkotika, http://www.legalitas.org, diaksespada tanggal 14 Januari 2010.

B. Peraturan Perundang-undangan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang MenyatakanBerlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang PeraturanHukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia, danMengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran NegaraTahun 1958 Nomor 127).

Indonesia, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan Anak

Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan LembaranNegara Nomor 3204).

Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (LembaranNegara Tahun 2009 Nomor 143).

Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang KekuasaanKehakiman (Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076).

C. Sumber Yuridis

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 tentangPenempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika kedalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.