SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI...

138
SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor : 139/G/2013/PTUN.JKT.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Oleh : RISTI MUTIARA K. E1A011179 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2015

Transcript of SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI...

Page 1: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

SENGKETA TATA USAHA NEGARA

MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN

TENTANG PENGANGKATAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI

( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta

Nomor : 139/G/2013/PTUN.JKT.)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :

RISTI MUTIARA K.

E1A011179

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2015

Page 2: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

SENGKETA TATA USAHA NEGARA

MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN

TENTANG PENGANGKATAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI

( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta

Nomor : 139/G/2013/PTUN.JKT.)

SKRIPSI

Oleh :

RISTI MUTIARA K.

E1A011179

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2015

Page 3: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM
Page 4: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Risti Mutiara K.

NIM : E1A011179

Angkatan : 2011

Program Studi : Ilmu Hukum

Program Kekhususan : Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

Judul : SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI

SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG

PENGANGKATAN HAKIM MAHKAMAH

KONSTITUSI (TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN

PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA

NOMOR: 139/G/2013/PTUN-JKT.)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan

hasil karya saya, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain

yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Purwokerto, 2015

Yang Membuat Pernyataan,

Risti Mutiara K.

NIM. E1A011179

Page 5: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN

PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM MAHKAMAH

KONSTITUSI

( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan PTUN Jakarta Nomor:

139/G/2013/PTUN-Jkt.)

Oleh:

RISTI MUTIARA K.

E1A011179

ABSTRAK

Keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara harus sesuai dengan perundang-

undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, jika tidak akan berakibat

pada dinyatakan batal atau tidak sahnya KTUN. Salah satu kasus mengenai

pembatalan KTUN, terdapat dalam Putusan PTUN Jakarta Nomor

139/G/2013/PTUN-JKT . Dalam hal ini Peneliti tertarik meneliti mengenai keabsahan

Surat Keputusan objek sengketa dari aspek wewenang, substansi, prosedur dan Asas-

Asas Umum Pemerintahan yang Baik, serta mengenai akibat hukum atas

dibatalkannya Surat Keputusan objek sengketa terhadap keabsahan Hakim

Mahkamah Konstitusi yang bersangkutan.

Dalam rangka menjawab permasalahan di atas, metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tipe penelitian yuridis

normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan metode pendektan kasus.

Metode analisis yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan model

intepretasi.

Hasil penelitian menyatakan bahwa dari aspek prosedur penerbitan Surat

Keputusan objek sengketa oleh Tergugat telah bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik terutama asas

kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas akuntabilitas dan asas keterbukaan.

Adapun akibat hukum dibatalkannya Surat Keputusan objek sengketa bahwa Surat

Keputusan objek sengketa masih tetap dianggap sah menurut hukum sebelum adanya

putusan pengadilan yang telah inkrah yang membatalkan Surat Keputusan objek

sengketa tersebut.

Kata Kunci: Keabsahan KTUN, Aspek prosedur, Pembatalan dan Akibat hukum.

Page 6: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN

PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM MAHKAMAH

KONSTITUSI

( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan PTUN Jakarta Nomor:

139/G/2013/PTUN-Jkt.)

Oleh:

RISTI MUTIARA K.

E1A011179

ABSTRACK

Validity of State Administration Decision must be appropriate with law and

good general principle goverment if it is not, it will cause the cancellation or

invalidity of State Administration Dicision. One of the cases about cancellation of

state administration decision is contained in Jakarta state administration decision

number 139/G/2013/PTUN-JKT. Researcher are attracted to research about validity

of dispute object decision letter from authority, substance, procedure aspect and good

general principle government also about legal consequence on cancellation of dispute

object letter decision toward validity court judge constitution concerned.

In order to answer that problem research method used on this research is using

normative juridical research type by law approach and case approach method.

Analytical method in used is qualitative by using interpretation models

Research result claim that publishing procedure of dispute objet decision letter

by defendant has conflicted with rules and good government general procedure

especially the principle of legal certainty, public interest, accountability, and

openness. The legal consequence on cancellation dispute object decision letter that is

dispute object decision still valid according to law before the dispute.

Key words: Validity State Administrative Decision, Procedure Aspect, Cancellation

and Legal Consequence.

Page 7: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin,

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberi begitu banyak kenikmatan, sehingga dengan kenikmatan-kenikmatan

tersebut Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:

“SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

MAHKAMAH KONSTITUSI” (TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN

TATA USAHA NEGARA JAKARTA NOMOR: 139/G/2013/PTUN-JKT.)

Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Penulis menyadari

bahwa dalam penulisan skripsi ini mengalami kesulitan dan hambatan. Namun, berkat

bimbingan, petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan. Oleh karena itu, Penulis ingin menyampaikan terima kasih dan

penghargaan yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman.

2. Bapak Weda Kupita, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah

memberikan bimbingan, arahan, nasihat dan masukan dengan segala kesabaran

dan ketulusan hatinya dalam menyusun skripsi ini.

Page 8: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

3. Bapak H. Kadar Pamuji, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang

telah memberikan bimbingan, arahan, nasihat dan masukan yang sangat berguna

bagi Penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Antonius Sidik Maryono S.H.,M.S, selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun untuk Penulis.

5. Bapak Haryanto Dwi Atmodjo, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang telah membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

6. Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang

telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada Penulis selama menuntut ilmu

di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

7. Kedua orang tua Penulis, H. Drs. Ii Somantri dan Hj. Reni Sumarni yang telah

menjadi motivator terbesar dalam hidup Penulis, yang tanpa lelah selalu

mendoakan dan memberikan dukungan sehingga Penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

8. Kakak-kakak tercinta, Puja Januar, Ari Mugia, Agie Satia, Yulian Safitri dan

Septiana Deka yang selalu mendukung serta memberikan semangat kepada Penulis

dalam segala hal.

9. Sahabat-sahabat yang senantiasa mewarnai serta mengiringi perjalanan Penulis

selama menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

10. Teman-teman seperjuangan skripsi PERATUN Kartika Hanazafira, Erina

Permata Althafunnisarry, Dani Habibi dan Nur Laila yang telah berjuang bersama

Page 9: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

serta telah saling memberikan semangat dan dukungannya dalam menyelesaikan

skripsi ini.

11. Teman-teman dari berbagai kalangan yang telah memberikan semangat serta

dukungan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan, karena keterbatasan serta

kemampuan yang dimiliki Penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Purwokerto, Februari 2015

Penulis

Page 10: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN………………………………. ii

PERNYATAAN……………………………………………... iii

ABSTRAK…………………………………………………… iv

ABSTRACK…………………………………………………. v

KATA PENGANTAR……………………………………….. vi

DAFTAR ISI…………………………………………………. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………..... 1

B. Perumusan Masalah……………………………………….... 5

C. Kerangka Teori……………………………………………... 6

D. Tujuan Penelitian…………………………………………… 12

E. Kegunaan Penelitian………………………………………... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Negara Hukum……………………………………………… 14

B. Peradilan Tata Usaha Negara……………………………….. 19

1. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara………………… 19

2. Asas-Asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara… 22

3. Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara……… 28

Page 11: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

C. Keputusan Tata Usaha Negara……………………………… 31

1. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara…………….. 31

2. Keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara…………….. 35

D. Mekanisme Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi… 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Pendekatan…………………………………… 50

B. Spesifikasi Penelitian………………………………………. 51

C. Lokasi Penelitian…………………………………………… 52

D. Sumber Bahan Hukum……………………………………... 52

E. Metode Pengumpulan Bahan Hukum……………………… 53

F. Metode Penyajian Bahan Hukum………………………….. 54

G. Metode Analisis Bahan Hukum……………………………. 54

BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian……………………………………………… 56

B. Pembahasan…………………………………………………. 76

BAB V PENUTUP

A. Simpulan…………………………………………………….. 116

B. Saran…………………………………………………………. 119

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tercantum dalam

ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.Sebagai negara hukum, setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan

haruslah berdasarkan pada hukum yang berlaku (wetmatigheid van

bestuur).1Keberadaan Negara Indonesia sebagai Negara hukum membawa

konsekuensi terbentuknya tiga pilar kekuasaan dalam sistem ketatanegaraan

Republik Indonesia, yaitu Kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif

(Kehakiman). Berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal 24 Undang-

Undang Dasar 1945 (Perubahan) Jo. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman (LembaranNegaraRepublik

IndonesiaTahun2009Nomor157,Tambahan Lembaran

NegaraRepublikIndonesiaNomor5076), ditegaskan bahwa Kekuasaan

Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan

yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan Tata

Usaha Negaradan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

1 Ridwan H.R., 2010, HukumAdministrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 17.

Page 13: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Peradilan Tata Usaha Negaramerupakan salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman yang ditugasi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

sengketa Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur pada

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

(Lembaran Negara RI Tahun 1986 Nomor 77,Tambahan Lembaran Negara

RepublikIndonesia Nomor3344), sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4380), dan kemudian diubah lagi dengan Undang-

Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5079).

Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Adapun yang dimaksud

denganpengertian SengketaTata Usaha Negara sebagaimana terdapat dalam Pasal

1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 adalah sengketa yang timbul

dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai

Page 14: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa

kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pengertian Sengketa Tata Usaha Negara di atas, makadapat

disimpulkan bahwa yang menjadi subjekdi Peradilan Tata Usaha Negara

(PERATUN) adalah orang atau Badan Hukum Perdata sebagai Penggugat,

dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai Tergugat. Sedangkan

yang menjadi objek gugatannyaadalahKeputusan Tata Usaha

Negara(beschikking). Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2004 ditentukan bahwa :

“orang maupun badan hukum perdata yang merasa kepentingannya

dirugikan atas dikeluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara oleh

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan secara

tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar

Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal

atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai ganti rugi dan atau

rehabilitasi”.

Adapun alasan-alasan yang dapat digunakan dalam mengajukan gugatan

berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004

adalah:

1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-

asas umum pemerintahan yang baik.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2004 di atas, dapat diketahui bahwa Keputusan Tata

Page 15: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Usaha Negara akan dinyatakan batal atau tidak sah, apabila Keputusan Tata

Usaha Negara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-

Asas Umum Pemerintahan yang Baik.

Salah satu kasus mengenai pembatalan Keputusan Tata Usaha Negara

karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas

Umum Pemerintahan Yang Baik, terdapat dalam Putusan Pengadilan Tata

Usaha Negara Jakarta dengan Nomor Perkara 139/G/2013/PTUN-JKT. Para

pihak dalam perkara tersebut adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia dan Indonesian Corruption Watch (ICW) sebagai Penggugat,

melawan Presiden Republik Indonesia sebagai Tergugat, sedangkan yang

menjadi Objek Gugatan dalam perkara tersebut yaitu Surat Keputusan Presiden

Republik Indonesia No. 87/P Tahun 2013 Tanggal 22 Juli 2013 tentang

Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut sebagai Surat

Keputusan Objek Sengketa).

Terhadap Sengketa Tata Usaha Negara mengenai Pengangkatan Hakim

Mahkamah Konstitusi, Majelis Hakim berpendapat bahwa Surat Keputusan yang

dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia No. 87/P Tahun 2013 dinyatakan

batal atau tidak sah karena tidak memenuhi Aspek Prosedur seperti yang diatur

dalam ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstitusi(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor

98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4316), yang

Page 16: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

menentukan bahwa dalam Pencalonan Hakim Konstitusi harus dilaksanakan

berdasarkan prosedur yang transparan dan partisipatif.

Secara normatif dan doktrinal, untuk menentukan keabsahan suatu

Keputusan Tata Usaha Negara, Majelis Hakim seharusnya mempertimbangkan

dari berbagai aspek, yakni Aspek Prosedural, Aspek Substansi, Aspek

Wewenang serta Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, sehingga putusan

yang dihasilkan dapat mengungkapkan kebenaran materiil serta dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, terlihat adanya

persoalan yuridis mengenai keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara

(KTUN) dari aspek prosedur dalam kaitannya dengan prosedur yang transparan

dan partisipatif dalam pengangkatan hakim Mahkamah Konstitusi. Berangkat

dari persoalan yuridis tersebut, Penulis bermaksud melakukan penelitian yang

menitikberatkan pada aspek yuridis normatif, dan hendak menuangkannya dalam

bentuk skripsi dengan judul :“Sengketa Tata Usaha Negara Mengenai Surat

Keputusan Presiden Tentang Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi”,

dengan sub judul : (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Tata

Usaha Negara Jakarta Nomor: 139/G/2013/PTUN-JKT.).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

Page 17: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

1. “Apakah pembatalan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 87/P

Tahun 2013 tentang Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusitelah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan

yang Baik?”

2. “Akibat hukum apakah yang timbul dengan dibatalkannya Surat Keputusan

Presiden Republik Indonesia No. 87/P Tahun 2013 Tanggal 22 Juli

2013tentang Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi?”

C. Kerangka Teori

Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana tercantum

dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 Amandemen IV menetukan bahwa Negara Indonesia adalah Negara

hukum.Sebagai konsekuensi Negara Indonesia menganut Negara hukum, maka

segala penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan hukum.

Hamid S. Attamimi, dengan mengutip Burkens, mengatakan bahwa

negara hukum (rechtstaat) secara sederhana adalah negara yang menempatkan

hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut

dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum.2Secara sederhana

negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya

didasarkan atas hukum, dimana kekuasaan menjalankan pemerintahan

berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk

menjalankan ketertiban hukum dan memberikan petunjuk hidup pada

masyarakat.Sebagai negara hukum, setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan

2Ridwan H.R,2003, Hukum Administrasi negara, UII Pres Yogyakarta, Yogyakarta, hlm.14.

Page 18: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

harus berdasarkan pada hukum yang berlaku (wetmatigheid van bestuur).3Salah

satu ciri negara hukum adalah adanya Peradilan Administrasi atau Peradilan Tata

Usaha Negara.

Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur pada Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha, sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan kemudian

diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata

Usaha Negara.

Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Adapun yang dimaksud dengan

pengertianSengketa Tata Usaha Negara sebagaimana terdapat dalam Pasal 1

angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 adalah sengketa yang timbul

dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai

akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa

kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pengertian sengketa Tata Usaha Negara tersebut, dapat

diketahui bahwa Keputusan Tata Usaha Negara merupakan dasar lahirnya

sengketa Tata Usaha Negara. Dimana setiap orang yang merasa kepentingannya

3 Ridwan H.R., Loc.,Cit..

Page 19: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

dirugikan atas dikeluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara Negara oleh

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara maka berdasarkan ketentuan Pasal 53

ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dapat mengajukan gugatan

secara tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar

Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau

tidak sah. Demikian pula dalam kasus perkara a quo, dalam hal ini Indonesia

Corruption Watch dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia selaku

Penggugat yang merasa kepentingannya dirugikan atas dikeluarkannya Surat

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 87/P Tahun 2013 Tanggal 22 Juli

2013 tentang Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi oleh Tergugat telah

mengajukan gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Penggugat

dalam gugatannya berpendapat bahwa keputusan objek sengketa yang

dikeluarkan Tergugat bertentangan dengan ketentuan Pasal 15, Pasal 19, dan

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

serta telah melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, diantaranya

Asas Kepastian Hukum, Asas Kepentingan Umum, Asas Akuntabilitas dan Asas

Keterbukaan.

Dalam pertimbangan hukum terhadap perkara a quo, Majelis Hakim

berpendapat bahwa Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Republik

Indonesia No. 87/P Tahun 2013 dinyatakan batal atau tidak sah karena tidak

memenuhi Aspek Prosedur seperti yang diatur dalam ketentuan Pasal 19

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, yang

Page 20: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

menentukan bahwa dalam pencalonan Hakim Konstitusi harus dilaksanakan

berdasarkan prosedur yang transparan dan partisipatif.

Hakim menilai bahwa berdasarkan pembuktian terhadap alat-alat bukti

yang diajukan oleh Para Penggugat, Hakim berkeyakinan bahwa dalil Para

Penggugat terbukti dan beralasan menurut hukum, oleh karenanya Surat

Keputusan objek sengketa yang diterbitkan oleh Tergugat dinyatakan batal atau

tidak sah menurut hukum.

Berdasarkan deskripsi sengketa Tata Usaha Negara tersebut di atas,

secara normatif dan doktrinal, untuk menentukan keabsahan suatu Keputusan

Tata Usaha Negara, perlu dilihat dari berbagai aspek, yakni Aspek Prosedural,

Aspek Substansi, Aspek Wewenang serta Azas-Azas Umum Pemerintahan yang

Baik, sehingga putusan yang dihasilkan dapat mengungkapkan kebenaran

materiil serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara erat kaitannya dengan

proses pembuatannya. Pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara, Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara sebagai Pemerintah harus memperhatikan syarat-

syarat mengenai sahnya suatu Keputusan Tata Usaha Negara menurut hukum,

adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan mencakup syarat materiil dan

syarat formil :

1. Syarat-syarat materiil terdiri dari :

a. Organ Pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang

b. Ketetapan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis

Page 21: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

c. Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan

d. Ketetapan tidak boleh melanggar perundang-undangan, serta isi dan tujuan

ketetapan harus sesuai dengan peraturan dasarnya.

2. Syarat-syarat formil terdiri dari :

a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya

ketetapan dan berhubungan dengan cara dibuatnya ketetapan harus

dipenuhi.

b. Bentuk ketetapan harus berdasarkan peraturan dasar.

c. Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan ketetapan harus dipenuhi.

d. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang

menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya ketetapan itu harus

diperhatikan.4

Suatu keputusan yang telah memenuhi syarat materiil dan syarat formil,

maka keputusan tersebut sah menurut hukum (rechtgeltig), artinya dapat diterima

sebagai suatu bagian dari tertib hukum atau sejalan dengan ketentuan hukum

yang ada baik prosedural/ formil maupun materiil.5

Kemudian menurut pendapat Van der Pot, mengemukakan ada 4 (empat)

syarat yang harus dipenuhi agar ketetapan dapat berlaku sebagai ketetapan yang

sah, yaitu:

4 Martiman Prodjohamidjojo, 2005, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-

Undang PTUN 2004,Ghalia Indonesia, Bogor,hlm. 33. 5Ibid.,hlm. 170.

Page 22: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

1. Ketetapan harus dibuat oleh alat (organ) yang berkuasa (bevoegd)

membuatnya.

2. Karena ketetapan suatu pernyataan kehendak (willsverklaring), maka

pembentukan kehendak itu tidak boleh memuat kekurangan yuridis (geen

jundische gebreken in de wilsvorming).

3. Ketetapan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan yang

menjadi dasarnya dan pembuatannya harus juga memperhatikan

cara(procedur) membuat ketetapan itu, bilamana cara itu ditetapkan dengan

tegas dalam peraturan dasar tersebut.

4. Isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasar.6

Keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara selanjutnya dapat dilihat

dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2004, bahwa Keputusan Tata Usaha Negara akan dinyatakan batal atau

tidak sah, jika:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas

umum pemerintahan yang baik.

6W. Riawan Tjandra, 2005, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma Jaya

Yogyakarta, Yogyakarta, hlm.30.

Page 23: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Berdasarkan Penjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986, suatu Keputusan Tata Usaha Negara dikategorikan bertentangan

dengan ketentuan peraturan-perundang-undangan yaitu apabila:

1. Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan yang bersifat prosedural/formal.

2. Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan yang bersifat materiil/substansial.

3. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak

berwenang.

Mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, berdasarkan

penjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf b UU Nomor 9 Tahun 2004, AUPB yang

dimaksud di sini adalah adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas

dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu meliputi asas kepastian hukum, tertib

penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsional, profesionalitas, dan

akuntabilitas.

Berdasarkan beberapa kriteria mengenai keabsahan suatu Keputusan Tata

Usaha Negara di atas, Hakim Tata Usaha Negara memiliki penilaian sendiri

mengenai keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara, menurut Indroharto

penilaian tersebut dapat dilakukan dengan cara:

Page 24: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

1. Menguji Keputusan Tata Usaha Negara tersebut terhadap peraturan

perundang-undangan yang mendasari dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha

Negara tersebut;

2. Pengujian suatu Keputusan Tata Usaha Negara terhadap peraturan dasarnya

dilakukan hanya terhadap peraturan perundang-undangan yang dipergunakan

sebagai dasar menetapkan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut walaupun

setelah Keputusan Tata Usaha Negara itu ditetapkan terjadi perubahan

peraturan perundang-undangan.7

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah pembatalan Surat Keputusan Presiden Republik

Indonesia No. 87/P Tahun 2013tentang Pengangkatan Hakim Mahkamah

Konstitusitelah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas

Umum Pemerintahan yang Baik.

2. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dengan dibatalkannya Surat

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 87/P Tahun 2013tentang

Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi.

E. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk

pengembangan pustaka hukum yang berkaitan dengan Hukum Administrasi

7Indroharto, 2005, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

Buku III Pustaka Harapan, Jakarta, hlm. 179.

Page 25: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

negara yang khususnya mengenai Hukum Acara Peradilan Tata Usaha

Negara.

2. Kegunaan Praktis.

Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan bagi penulis

sekaligus hasil dari penelitian ini dapat menjadi pedoman dan acuan bagi yang

akan melakukan penelitian serupa, serta bagi para praktisi Hukum Acara Tata

Usaha Negara dalam menguraikan keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha

Negara.

Page 26: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Negara Hukum

Negara ialah pelaksanaan kekuasaan dalam arti menciptakan dan

memelihara suatu ketertiban tertentu dalam kenyataan.Sedangkan Menurut

Epicurus, negara adalah alat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya.8

Menurut Utrecht, dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia

mengemukakan: “Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup (perintah-

perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat,

dan oleh karena itu seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang

bersangkutan”.9

A. Hamid S. Attamimi, dengan mengutip Burkens, mengatakan bahwa

negara hukum (rechtstaat) secara sederhana adalah negara yang menempatkan

hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut

dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum.10

Secara sederhana

negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya

didasarkan atas hukum, dimana kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan

kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban

hukum dan memberikan petunjuk hidup pada masyarakat. Sebagai negara hukum,

8Philipus M. Hadjon, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta, Cet. XI, hlm. 17. 9Riduan Syahrani, 2009, Kata – Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, P.T. Alumni, Bandung,

hlm.78. 10

Ridwan H.R, 2003, Loc. Cit.

Page 27: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan harus berdasarkan pada hukum yang

berlaku (wetmatigheid van bestuur).11

Secara umum ada dua sistem hukum besar, yaitu sistem hukum Eropa

Kontinental yang menghasilkan sistem negara hukumrechstaat, dan sistem hukum

Anglo Saxon yang melahirkan sistem negara hukumthe rule of law.Para ahli di

Eropa Kontinental seperti Immanuel Kant dan Julius Stahl menggunakan istilah

yaitu rechtstaat, sedangkan A.V. Dicey menggunakan istilah The Rule of

Law.Kedua istilah tersebut secara formil dapat mempunyai arti yang sama, yaitu

negara hukum, akan tetapi secara materiil mempunyai arti yang berbeda yang

disebabkan oleh latar belakang sejarah dan pandangan hidup suatu bangsa.12

Konsep Rechtstaat dan The Rule of Law memiliki perbedaan, antara lain

dalam The Rule of Law, tidak terdapat peradilan administrasi (PTUN) sedangkan

dalam Rechtstaat terdapat Peradilan Administrasi Negara yang berdiri sendiri

terpisah dari peradilan umum. Sistem rechstaat yang banyak dianut di negara-

negara Eropa Kontinental bertumpu pada sistem civil law, sedangkan sistem rule

of law yang banyak dikembangkan di negara-negara dengan tradisi Anglo Saxon

bertumpu pada sistem common law.13

Menurut Julius Stahl, konsep negara hukum yang disebut dengan istilah

rechtstaat mencakup empat elemen penting, yaitu:

1. Perlindungan hak asasi manusia;

2. Pembagian kekuasaan;

3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang;

11

Ridwan H.R., Loc.,Cit.. 12

Mahmud MD., 1999, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta,, hlm. 126. 13

Ibid.

Page 28: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

4. Peradilan Tata Usaha Negara.14

Adapun A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap

Negara hukum yang disebutnya dengan istilah The Rule of Law, yaitu:

1. Supremacy of Law

2. Equality before the law

3. Due Process of Law.15

Keempat prinsip „rechtsstaat‟ yang dikembangkan oleh Julius Stahl

tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip „Rule of

Law‟ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara hukum

modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The International Commission of

Jurist”, prinsip-prinsip Negara hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan

bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary) yang di

zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara

demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting Negara hukum menurut

“The International Commission of Jurists” itu adalah:

1.Negara harus tunduk pada hukum.

2.Pemerintah menghormati hak-hak individu.

3.Peradilan yang bebas dan tidak memihak.16

Selanjutnya Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie merumuskan dua belas prinsip

pokok Negara hukum dimana kedua belas prinsip pokok ini merupakan pilar-pilar

14

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, 2009, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Garafika,

Jakarta, hlm. 125. 15

Ibid, hlm. 125-126. 16

Ibid, hlm. 126.

Page 29: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat

disebut sebagai Negara hukum(The Rule of Law ataupun Rechstaat) dalam arti

sebenarnya, diantaranya adalah :17

1. Supremasi Hukum

2. Persamaan Dalam Hukum,

3. Asas Legalitas,

4. Pembatasan Kekuasaan,

5. Organ Eksekutif Yang Independent,

6. Peradilan Bebas Dan Tidak Memihak.

7. Peradilan Tata Usaha Negara,

8. Peradilan Tata Negara,

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia,

10. Bersifat Demokratis

11. Sarana Untuk Mewujudkan Tujuan Negara

12. Transparansi Dan Kontrol Sosial.

Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana tercantum

dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 Amandemen IV menetukan

bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Indonesia dapat dikatakan sebagai

Negara hukum karena memenuhi unsur-unsur konsep Negara

hukumrechstaat.Salah satunya pada unsur adanya peradilan administrasi

(PTUN).Meskipun demikian, Negara Indonesia tidak dapat digolongkan ke dalam

salah satu dari dua kelompok negara hukum tersebut.

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa negara hukum di Indonesia

tidak dapat dengan begitu saja dipersamakan dengan “Rechstaat” maupun “The

Rule of Law” dengan alasan sebagai berikut:

1. Baik konsep “Rechstaat” maupun “The Rule of Law” dari latar belakang

sejarahnya lahir dari suatu usaha atau perjuangan menentang kesewenangan

17

Ibid, hlm. 127.

Page 30: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

penguasa, sedangkan Negara Republik Indonesia sejak perencanaan berdirinya

jelas-jelas menentang segala bentuk kesewenangan atau absolutisme;

2. Baik konsep “Rechstaat” maupun “The Rule of Law” menempatkan

pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia sebagai titik sentral,

sedangkan Negara Republik Indonesia yang menjadi titik sentral adalah

keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;

3. Untuk melindungi hak asasi manusia konsep “Rechstaat” mengedepankan

prinsip wetmatigheid dan “The Rule of Law” mengedepankan prinsip equality

before the law, sedangkan Negara Republik Indonesia mengedepankan asas

kerukunan dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat.18

Berdasarkan alasan di atas, maka Negara Indonesia tidak digolongkan ke

dalam konsep negara hukum baik “Rechstaat” maupun “The Rule of Law”,

melainkan Negara Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945. Sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,

hak dan kepentingan perseorangan dijunjung tinggi disamping juga hak

masyarakatnya. Oleh karena itu untuk memberikan perlindungan terhadap setiap

warga negara yang merasa haknya dirugikan oleh akibat suatu perbuatan hukum

publik oleh pejabat administrasi negara, serta untuk menjaga keseimbangan antara

kepentingan umum dengan kepentingan perseorangan, maka di Indonesia dibentuk

suatu lembaga peradilan yang dapat menjamin hak-hak warganya dari tindakan

sewenang-wenang pejabat administrasi negara yaitu Peradilan Tata Usaha Negara.

18

Philipus Hadjon, dkk, 1993, Hukum Administrasi Negara, Gajah Mada University, Press,

Yogyakarta, hlm. 84-85.

Page 31: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

B. Peradilan Tata Usaha Negara

1. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu badan peradilan

yang melakukan kekuasaan kehakiman, yang merdeka dan berada di bawah

Mahkamah Agung dalam rangka menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan.Penegakan hukum dan keadilan ini

merupakan bagian dari perlindungan hukum bagi rakyat atas perbuatan hukum

publik oleh pejabat administrasi negara yang melanggar hukum.

Peradilan Tata Usaha Negara diatur dengan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Yang menjadi pertimbangan

adanya Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah:

a. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata

keidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, serta tertib,,

yang menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum, dan

yang menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta

selaras, antara aparatur di bidang Tata Usaha Negara dengan para warga

masyarakat;

b. Adanya kemungkinan timbulnya benturan kepentingan, perselisihan, atau

sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga

Page 32: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

masyarakat yang dapat merugikan atau menghambat jalannya pembangunan

nasional.19

Berdasarkan hal tersebut, maka peradilan Tata Usaha Negara diadakan

dalam rangka memberikan perlindungan kepada rakyat pencari keadilan yang

merasa dirinya dirugikan akibat suatu perbuatan hukum publik oleh pejabat

administrasi negara, melalui pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian

sengketa dalam bidang administrasi negara.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun segala bentuk

tindakan pejabat administrasi negara telah diatur dalam norma-norma hukum

administrasi negara akan tetapi bila tidak ada lembaga penegak hukum dari

hukum administrasi negara itu sendiri, maka norma-norma tersebut tidak

mempunyai arti apa-apa. Oleh sebab itu eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara

sesuatu yang wajib, dengan maksud selain sebagai sarana kontrol yuridis

terhadap pelaksana administrasi negara juga sebagai suatu bentuk atau wadah

perlindungan hukum bagi masyarakat karena dari segi kedudukan hukumnya

berada pada posisi yang lemah.20

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan pengadilan yang berwenang

untuk menilai keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara dalam rangka

19

Philipus M. Hadjon dkk, 1994, Pengantar Hukum Administrasi di Indonesia, Gajah Mada

University Press, Yogyakarta, hlm. 301. 20

https://edrasatmaidi2010.wordpress.com/2010/07/15/penyelesaian-sengketa-tun-melalui-ptun/

, diakses pada Tanggal 14 Desember 2014.

Page 33: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

pelaksanaan urusan pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah.21

Peradilan

Tata Usaha Negara diciptakan untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah

dan warga negaranya, yakni sengketa yang timbul sebagai akibat dan adanya

tindakan-tindakan Pemerintah yang dianggap melanggar hak-hak warga

negaranya. Adapun tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara adalah:

1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-

hak individu.

2. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan

kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat

tersebut.22

Selanjutnya pelaksanaan berpekara di Peradilan Tata Usaha Negara ini

diatur dalam rangkaian peraturan yang dinamakan Hukum Acara Peradilan Tata

Usaha Negara. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah hukum yang

mengatur tentang cara-cara bersengketa di Peradilan Tata Usaha Negara, serta

mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam proses

penyelesaian sengketa tersebut.23

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara merupakan hukum acara

yang secara bersama-sama diatur dengan hukum materiilnya di dalam Undang-

21

W. Riawan Tjandra, Op. Cit., hlm.4. 22

Ibid, hlm. 1. 23

Rozali Abdullah. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 1991, hlm.1.

Page 34: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Undang Nomor 5 Tahun 1986. Ada beberapa ciri khusus yang membedakan

antara Pengadilan Tata Usaha Negara dengan Pengadilan lainnya, yaitu:

1. Peranan hakim yang aktif karena ia dibebani tugas untuk mencari kebenaran

materiil

2. Adanya ketidakseimbangan antara kedudukan Penggugat dan Tergugat

(Pejabat Tata Usaha Negara). Dengan mengingat hal ini maka perlu diatur

adanya kompensasi, karena diasumsikan bahwa kedudukan Penggugat

(orang atau badan hukum perdata), adalah dalam posisi yang lebih lemah

dibandingkan Tergugat selaku pemegang kekuasaan publik.

3. Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas.

4. Gugatan di Pengadilan tidak mutlak bersifat menunda pelaksanaan

Keputusan tata Usaha Negara yang digugat.

5. Putusan hakim tidak boleh melebihi tuntutan Penggugat, tetapi

dimungkinkan membawa Penggugat ke dalam keadaan yang lebih buruk

sepanjang hal ini diatur dalam Undang-undang.

6. Putusan hakim tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, tetapi

juga berlaku bagi pihak-pihak yang terkait.

7. Para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar penjelasannya

sebelum hakim membuat putusannya.

8. Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan dari sang Penggugat.24

24

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/8328/SKRIPSI%20GABUNG.pdf?se

quence=1 , diakses pada Tanggal 14 Desember 2014.

Page 35: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

2. Asas-Asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa asas hukum merupakan

jantungnya peraturan hukum, karena ia merupakan landasan yang paling luas

bagi lahirnya suatu peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum itu

pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kecuali disebut

landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan lahirnya peraturan

hukum, atau merupakan ratio logis dari peraturan hukum.25

Menurut Scholten memberikan definisi asas hukum adalah pikiran-

pikiran dasar yang terdapat didalam dan di belakang sistem hukum masing-

masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-

putusan hakim,yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-

keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.26

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara garis

besar terdapat beberapa asas dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

yaitu:

a. Asas praduga Rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid, prasumptio

iustae causa).Dengan asas ini setiap tindakan pemerintah selalu dianggap

rechmatig sampai ada pembatalan. (Pasal 67ayat (1) UU No. 5 Tahun

1986).

25

Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, hlm. 85. 26

http://po-box2000.blogspot.com/2011/04/hukum-ptun-pengertian-asas-asas-dan.html, diakses

pada tanggal 28 November 2014.

Page 36: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

b. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan Keputusan

Tata Usaha Negara yang dipersengketakan, kecuali ada kepentingan yang

mendesak dari penggugat (Pasal 67ayat (1) dan ayat (4) huruf a).

c. Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem). Para pihak

mempunyai kedudukan yang sama dan harus diperlakukan dan diperhatikan

secara adil. Hakim tidak dibenarkan hanya memperhatikan barang bukti,

keterangan, atau penjelasan salah satu pihak saja.

d. Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis baik dalam pemeriksaan di

peradilan judex facti, maupun kasasi dengan MA sebagai puncaknya. Atas

dasar satu kesatuan hukum berdasarkan Wawasan Nusantara, maka dualism

hukum acara dalam wilayah Indonesia menjadi tidak relevan.

e. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari

segala macam campur tangan kekuasaan yang lain baik secara langsung dan

tidak langsung bermaksud untuk mempengaruhi keobjektifan putusan

pengadilan (Pasal 24 UUD 1945 jo Pasal 3 UU No. 48 Tahun 2009).

f. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan ringan (Pasal 4 UU

No. 48 Tahun 2009). Sederhana adalah hukum acara yang mudah dipahami

dan tidak berbelit-belit. Dengan hukum acara yang mudah dipahami

peradilan akan berjalan dalam waktu yang relativ cepat. Dengan demikian

biaya berperkaya juga menjadi ringan.

g. Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa

hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan apakah

Page 37: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar atau dilengkapi

dengan pertimbangan (Pasal 62 UU No. 5 Tahun 1986), dan pemeriksaan

persiapan untuk mengetahui apakah gugatan penggugat kurang jelas,

sehingga penggugat perlu untuk melengkapinya (Pasal 63 UU No. 5 Tahun

1986). Dengan demikian asas ini memberikan peran kepada hakim dalam

proses persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materiil dan untuk

itu UU No. 5 Tahun 1986 mengarah pada pembuktian bebas. Bahkan, jika

dianggap perlu untuk mengatasi kesulitan penggugat memperoleh informasi

atau data yang diperlukan, maka hakim dapat memerintahkan Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara sebagai pihak tergugat itu untuk memberikan

informasi atau data yang diperlukan itu (Pasal 85 UU No. 5 Tahun 1986).

h. Asas sidang terbuka untuk umum. Asas inimembawa konsekuensi bahwa

semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum

apabila di ucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 13UU 48

Tahun 2009 jo Pasal 70 UU No. 5 Tahun 1986).

i. Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan di mulai dari tingkat yang

paling bawah yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara, kemudian Pengadilan

Tinggi Tata Usaha Negara, dan puncaknya adalah Mahkamah

Agung. Dengan dianutnya asas ini, maka kesalahan dalam putusan

pengadilan yang lebih rendah dapat dikoreksi oleh pengadilan yang lebih

tinggi. Terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap

dapat diajukan upaya hukum banding kepada PTTUN dan kasasi kepada

Page 38: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Mahkamah Agung. Sedangkan terhadap putusan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya hukum permohonan peninjauan

kembali kepada Mahkamah Agung.

j. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan. Asas

ini menempatkan pengadilan sebagai ultimum remedium. Sengketa Tata

Usaha Negara sedapat mungkin terlebih dahulu diupayakan

penyelesaiannya melalui upaya administratif yang diatur dalam Pasal 48

UU No. 5 Tahun 1986 lebih menunjukkan penyelesaian ke arah itu. Apabila

musyawarah tidak mencapai mufakat, maka barulah penyelesaian melalui

Pengadilan Tata Usaha Negara dilakukan.

k. Asas Objektivitas. Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau

panitera wajib mengundurkan diri, apabila terikat hubungan keluarga

sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubngan suami atau istri

meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau penasihat hukum

atau antara hakim dengan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat

hubungan sebagaimana yang di sebutkan di atas, atau hakim atau

paniteratersebut mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung

dengan sengketanya. (Pasal 78 dan Pasal 79 UU No. 5 Tahun 1986).

l. Asas Pembuktian Bebas. Peluang hakim administrasi menerapkan asas

pembuktian bebas hanyalah merupakan konsekuensi logis dari tugas hakim

menemukan kebenaran materiil dan pemberian peran aktif hakim

administrasi. Wewenang untuk menetapkan asas pembuktian bebas ini,

Page 39: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

mengakibatkan hakim tidak lagi terikat terhadap alat-alat bukti yang

diajukan para pihak dan penilaian pembuktian juga diserahkan sepenuhnya

kepada hakim akibat dari itu pula peran hakim menjadi melebar karena

hakim dapat menguji aspeknya di luar sengketa.27

Penjelasan Umum angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

menyebutkan bahwa hukum acara yang digunakan pada Peradilan Tata Usaha

Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara yang digunakan pada

Peradilan Umum untuk perkara perdata, dengan beberapa perbedaan antara

lain :

a. Pada Peradilan Tata Usaha Negara Hakim berperan lebih aktif dalam proses

persidangan guna memperoleh kebenaran material dan untuk undang-undang

ini mengarah pada ajaran pembuktian bebas;

b. Suatu gugatan Tata Usaha Negara pada dasarnya tidak bersifat menunda

pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan.

Spesifikasi hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara ditampakan oleh

asas-asas yang menjadi landasan normatif-operasional hukum acara Peradilan

Tata Usaha Negara, yaitu:

a. Asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid-praesumption

iustae causa). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa

selalu harus dianggap rechmatig sampai ada pembatalannya. Dengan asas

27

Zairin Harahap, 2007, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Raja GrafindoPersada,

Jakarta, hlm. 24-27.

Page 40: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

ini, gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat

(1) UU No. 5 Tahun 1986).

b. Asas pembuktian bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian.

c. Asas keaktifan Hakim (dominus litis). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk

mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata

usaha Negara sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata.

d. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan “erga omnes”. Sengketa

Tata Usaha Negara adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian

putusan pengadilan Tata Usaha Negara berlaku bagi siapa saja, tidak hanya

bagi para pihak yang bersengketa.28

3. Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara

Kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan untuk mengadili

suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan kompetensi

absolut.Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk

mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya.Sedangkan

kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu

perkara menurut objek, materi atau pokok sengketa.29

Kewenangan Absolut dari pengadilan di lingkungan Peradilan Tata

Usaha Negara terdapat dalam Pasal 47 yang menentukan bahwa Pengadilan

28

Philipus M. Hadjon dkk, 1993, Op. Cit., hlm. 313. 29

S.F.Marbun, 2003, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta, hlm. 59.

Page 41: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa

Tata Usaha Negara.30

Kompetensi absolut dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk

memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa yang timbul dalam bidang

Tata Usaha Negara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan

atau pejabat Tata Usaha Negara akibat dikeluarkannya suatu keputusan Tata

Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian (Pasal 1 angka 10 UU No. 51

Tahun 2009) dan tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang dimohonkan

seseorang sampai batas waktu yang ditentukan dalam suatu peraturan

perundang-undangan, sedangkan hal itu merupakan kewajiban badan atau

pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan (Pasal 3 UU No. 5 Tahun

1986).31

Dengan demikian kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara

minimal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Yang bersengketa (pihak-pihak) adalah orang atau badan hukum perdata

dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;

b.Objek yang disengketakan adalah Keputusan Tata Usaha Negara yakni

penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara;

c. Keputusan yang dijadikan objek sengketa itu berisi tindakan hukum

TataUsaha Negara;

30

R. Wiyono, 2009, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Gravika, Jakarta, hlm. 6. 31

Zairin Harahap, Op. Cit., hlm.30.

Page 42: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

d. Keputusan yang dijadikan objek sengketa itu bersifat konkrit, individual, dan

final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum

perdata.32

Kompetensi relatif adalah kompetensi Pengadilan ditentukan

berdasarkan wilayah hukum yang menjadi wilayah kewenangannya.Suatu

badan pengadilan dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu sengketa

apabila salah satu pihak sedang bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman

di salah satu daerah hukum yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu.33

Ini

artinya bahwa dalam pengajuan gugatan ke peradilan harus melihat subjek yang

berperkara yaitu tergugat dan penggugat untuk menentukan Peradilan Tata

Usaha Negara mana yang memiliki kompetensi untuk mengadili.Untuk

Pengadilan Tata Usaha Negara, kompetensi relatifnya diatur dalam Pasal 6 UU

No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah

diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan UU No. 51 tahun 2009 menyatakan:

(1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota,

dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.

(2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi

dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

Kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat

kediamanpara pihak, yakni pihak Penggugat atau pihak Tergugat,

diaturtersendiri di dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 sebagai berikut:

32

SF. Marbun, Op. Cit., hlm. 186. 33

http://repository.uksw.edu/jspui/bitstream/123456789/2671/3/T1_312008029_BAB%20II.pdf,

diakses pada Tanggal 29 November 2014.

Page 43: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

(1) Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang

berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat;

(2) Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan, gugatan

diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;

(3) Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah hukum

Pengadilan tempat kediaman Penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke

Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat

untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan;

(4) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara

yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan

dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya

meliputi tempat kediaman Penggugat;

(5) Apabila Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri,

gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta;

(6) Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat di luar

negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan

Tergugat.

C. Keputusan Tata Usaha Negara

1. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Page 44: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 UU No. 51 Tahun 2009, bahwa

sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata

Usaha Negara antara orang atau badan Hukum Perdata dengan Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat

dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian,

Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) merupakan dasar lahirnya sengketaTata

Usaha Negara yang kemudian disebut sebagai objek sengketa Tata Usaha

Negara.

Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 merumuskan Keputusan Tata

Usaha Negara (KTUN) adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh

badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha

Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat

konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang

atau badan hukum perdata.

Berdasarkan pengertian Keputusan Tata Usaha Negara tersebut di atas

maka Keputusan Tata Usaha Negara mengandung beberapa unsur, yaitu sebagai

berikut:

1. Penetapan Tertulis

Penjelasan pasal tersebut menggariskan bahwa istilah “penetapan

tertulis” terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan

yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan itu

Page 45: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukanlah

bentuk formatnya seperti surat keputusan pengangkatan dan sebagainya.

Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian.

2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat di

pusat dan daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif.

3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan

perundang-undangan

Tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah perbuatan hukum Badan

atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada suatu ketentuan

hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban

pada orang lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan”

ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan

oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik di tingkat pusat

maupun di tingkat daerah serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga

bersifat mengikat secara umum.

4. Bersifat konkrit, individual dan final

Bersifat konkrit, artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan

Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat

ditentukan.Bersifat individual artinya Keputusan Tata Usaha Negara tidak

ditujukan untuk umum, tetapi tetentu baik alamat maupun hal yang

Page 46: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

dituju.Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat

menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan

persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final karenanya

belum dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada pihak yang

bersangkutan.

5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata

Menimbulkan akibat hukum artinya perbuatan hukum yang diwujudkan

dalam pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara itu dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada seseorang atau

badan hukum perdata.34

Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur Keputusan Tata Usaha Negara

pada prinsipnya meliputi :

1. Dari segi pembuatnya : dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara dalam rangka melaksanakan kegiatan yang bersifat eksekutif (urusan

pemerintahan)

2. Wujud materiilnya : berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yaitu

tindakan Hukum Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk

menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.

3. Dari segi sifatnya : konkrit, individual dan final.

34

W. Riawan Tjandra, Op.Cit.,hlm.18.

Page 47: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

4. Dari segi akibatnya : menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan

hukum perdata.35

Tidak semua Keputusan Tata Usaha Negara(KTUN) yang memenuhi

unsur-unsur yang tercantum dalam Pasal 1 Angka 9 UU No. 51 Tahun 2009

dapat dijadikan objek sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara, sebab UU No.

5 tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004 memberikan pembatasan-pembatasan

atau pengecualian-pengecualian terhadap KTUN-KTUN yang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2, serta limitasi dalam Pasal 49.

Pasal 2 Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 menyebutkan bahwa tidak

termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut undang-

undang ini:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat

umum;

c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;

d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum

pidana;

e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil

pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional

Indonesia;

g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah

mengenai hasil pemilihan umum.

Berdasarkan alasan keadaan tertentu Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986

memberikan limitasi terhadap pengertian KTUN yang dapat diuji oleh

35

Ibid,hlm.20.

Page 48: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Peradilan Administrasi.36

Pasal 49 menyebutkan bahwa Pengadilan tidak

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha

Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan :

a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan

luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara

Sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka

10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 adalah sengketa yang timbul dalam

bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai

akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa

kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berkaitan dengan pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara, Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara sebagai Pemerintah harus memperhatikan syarat-

syarat mengenai sahnya suatu Keputusan Tata Usaha Negara menurut hukum,

adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan mencakup syarat materiil dan

syarat formil :

1. Syarat-syarat materiil terdiri dari :

a. Organ Pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang

b. Ketetapan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis

36

Ibid,hlm.27.

Page 49: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

c. Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan

d. Ketetapan tidak boleh melanggar perundang-undangan, serta isi dan

tujuan ketetapan harus sesuai dengan peraturan dasarnya.

2. Syarat-syarat formil terdiri dari :

a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya

ketetapan dan berhubungan dengan cara dibuatnya ketetapan harus

dipenuhi.

b. Bentuk ketetapan harus berdasarkan peraturan dasar.

c. Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan ketetapan harus dipenuhi.

d. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang

menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya ketetapan itu harus

diperhatikan.37

Suatu keputusan dianggap sah menurut hukum (rechtmatig), apabila

memenuhi syarat materiil dan syarat formil, artinya dapat diterima sebagai

suatu bagian dari tertib hukum atau sejalan dengan ketentuan hukum yang ada

baik prosedural/ formil maupun materiil.38

Pengujian aspek legalitas Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking)

menyangkut masalah keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Van der

Pot mengemukakan ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi agar ketetapan

dapat berlaku sebagai ketetapan yang sah, yaitu:

37

Martiman Prodjohamidjojo, Loc. Cit. 38

Ibid.,hlm. 170.

Page 50: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

1. Ketetapan harus dibuat oleh alat (organ) yang berkuasa (bevoegd)

membuatnya.

2. Karena ketetapan suatu pernyataan kehendak (willsverklaring), maka

pembentukan kehendak itu tidak boleh memuat kekurangan yuridis (geen

jundische gebreken in de wilsvorming).

3. Ketetapan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan yang

menjadi dasarnya dan pembuatannya harus juga memperhatikan

cara(procedur) membuat ketetapan itu, bilamana cara itu ditetapkan dengan

tegas dalam peraturan dasar tersebut.

4. Isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasar.39

Selanjutnya keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat

dilihat dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2004, bahwa Keputusan Tata Usaha Negara akan dinyatakan

batal atau tidak sah, jika:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-

asas umum pemerintahan yang baik.

Penjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1986

menyebutkan bahwa suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat dinilai

39

W. Riawan Tjandra, Op.Cit.,hlm.30.

Page 51: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

“bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” apabila

keputusan yang bersangkutan:

1. Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan yang bersifat prosedural/formal.

2. Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan yang bersifat materiil/substansial.

3. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak

berwenang.

Berdasarkan penjabaran di atas, keabsahan (rechmatigheid) suatu

Keputusan Tata Usaha Negara diukur dengan peraturan perundang-undangan

dan/atau hukum tidak tertulis berupa Asas-Asas Umum Pemerintahan yang

Baik. Aspek-aspek yang diukur adalah: Wewenang, Substansi dan Prosedur.40

Keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara ditinjau dari segi

kewenangan, Riawan Tjandramenegaskan bahwa Keputusan Tata Usaha

Negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang

tidak berwenang (onvoegdheid) disebut keputusan yang cacat mengenai

kewenangan (bevoegdheidsgebreken), yang meliputi:

a. Onbevoegdheid ratione materiae, yaitu apabila suatu keputusan tidak ada

dasarnya dalam peraturan perundang-undangan atau apabila keputusan itu

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak

berwenang mengeluarkannya.

40

Philipus M. Hadjon, dkk, 1993, Op. Cit., hlm. 330

Page 52: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

b. Onbevoegdheid ratione loci, keputusan yang diambil oleh Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara tersebut menyangkut hal yang berada di luar

batas wilayahnya (geografis).

c. Onbevoegdheid ratione temporis, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

belum berwenang atau tidak berwenang lagi untuk mengeluarkan Keputusan

Tata Usaha Negara.41

Berdasarkan teori kewenangan tersebut di atas, berarti Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara harus mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan

Keputusan Tata Usaha Negara.Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan

doktrin, kewenangan yang ada pada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

menjadi salah satu tolok ukur untuk menilai sah atau tidaknya suatu Keputusan

Tata Usaha Negara.

Selanjutnya keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara perlu pula

ditinjau dari segi substansi. Menurut Indroharto, Hakim Tata Usaha Negara

memiliki penilaian sendiri mengenai keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha

Negara yang dapat dilakukan dengan cara:

1. Menguji Keputusan Tata Usaha Negara tersebut terhadap peraturan

perundang-undangan yang mendasari dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha

Negara tersebut;

2. Pengujian suatu Keputusan Tata Usaha Negara terhadap peraturan dasarnya

dilakukan hanya terhadap peraturan perundang-undangan yang dipergunakan

41

W. Riawan Tjandra, Op.Cit.,hlm. 73.

Page 53: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

sebagai dasar menetapkan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut walaupun

setelah Keputusan Tata Usaha Negara itu ditetapkan terjadi perubahan

peraturan perundang-undangan.42

Kemudian Indrohartojuga berpendapat bahwa pengujian dari segi

hukumnya tidak hanya mengenai keputusannya saja, tetapi mengenai

keseluruhan proses pembentukan keputusan tersebut dalam segala

tingkatannya. Artinya pengujian itu juga mengenai:

a. Prosedur permohonannya: umpama apakah pemohon telah diberi

kesempatan untuk melengkapi surat-suratnya dalam waktu yang layak?

b. Penelitian yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang

bersangkutan: apakah instansi tersebut telah mengadakan penelitian

mengenai pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh mereka yang

berkepentingan? Umpama yang berkepentingan itu mengemukakan, bahwa

ternyata ada permohonan-permohonan yang keadaannya serupa dengan

permohonannya telah memperoleh izin yang dimohon maka semestinya

instansi tersebut juga perlu melakukan penelitian akan kebenaran mengenai

yang dikemukakan tersebut. Apabila menurut peraturan ditentukan bahwa

yang berkepentingan harus didengar, maka perlu diteliti apakah hal tersebut

benar sudah dilakukan oleh instansi tersebut? Apakah keharusan untuk

meminta pendapat instansi lain seperti yang ditentukan dalam peraturan yang

bersangkutan itu benar sudah dilakukan?

42

Indroharto,Loc. Cit.

Page 54: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

c. Keputusan sendiri: apakah instansi yang bersangkutan itu benar berwenang

untuk mengeluarkan keputusan yang digugat itu? Apakah peraturan yang

menjadi dasar wewenang telah secara tepat ditafsirkan oleh instansi yang

mengeluarkan keputusan itu? Apakah benar telah dilakukan penimbangan

secara layak mengenai kepentingan-kepentingan yang terkait dengan

keputusan itu? Bagaimanakah keputusan mengenai hal itu atau keadaan yang

serupa pada waktu-waktu yang lampau? Apakah oleh instansi yang

bersangkutan telah dikeluarkan peraturan mengenai hal yang ditentukan

keputusan itu? Apakah peraturan kebijaksanaan tersebut telah

dipublikasikan? Apakah oleh instansi yang bersangkutan telah diberikan

janji-janji tertentu kepada pemohon?

d. Bentuk keputusan yang digugat: apakah keputusan itu sendiri sudah cukup

jelas? Apakah keputusan itu memuat pertimbangan-pertimbangan yang

didasarkan kepada fakta-fakta yang benar?43

Dasar pengujian suatu Keputusan Tata Usaha Negara berikutnya adalah

Asas Umum Pemerintah yang Baik.Asas Umum Pemerintah yang Baik dalam

bentuk tertulis, dapat diketahui daripenjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf b UU

Nomor 9 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Asas

Umum Pemerintah yang Baik adalah meliputi asas kepastian hukum, tertib

penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsional, profesionalitas, dan

akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun

43

Ibid.,hlm. 168-169.

Page 55: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme.

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dapat dipahami sebagai

asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam

penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian

penyelenggaraan pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil, dan terhormat,

bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan

wewenang dan tindakan sewenang-wenang. Asas-Asas Umum Pemerintahan

yang Baik berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administrasi negara dalam

menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam

menilai tindakan administrasi negara, dan dasar gugatan bagi masyarakat yang

merasa dirugikan oleh Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara.44

Pengertian Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik disebutkan dalam

Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, yaitu:

1. Asas kepastian hukum adalah asas yang mengutamakan landasan Peraturan

Perundang-Undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan

penyelenggara negara.

2. Asas tertib penyelenggara negara adalah asas yang menjadi landasan

keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian

penyelenggaraan negara.

44

Ridwan H.R, 2011, Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm 235.

Page 56: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

3. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Asas keterbukaan adalah membuka diri terhadap hak masyarakat untuk

memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak

asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara

hak dan kewajiban penyelenggara negara.

6. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang

berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

7. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan setiap kegiatan dan hasil

akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan

tertinggi Negara.45

D. Mekanisme Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara baru dalam struktur

kelembagaan Negara Republik Indonesia yang dibentuk berdasarkan amanat Pasal

24C Jo.Pasal III Aturan Peralihan Perubahan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi

adalah lembaga Negara yang termasuk salah satu pelaku kekuasaan kehakiman

yang melakukan fungsi peradilan dalam menangani permasalahan ketatanegaraan

45

Jum Anggriani, 2012, Hukum Administrasi Negara, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 237.

Page 57: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

berdasarkan otoritas UUD 1945, yang meliputi lima perkara pokok yaitu : (i)

menguji konstitusionalitas undang-undang, (ii) memutus sengketa kewenangan

lembaga Negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, (iii) memutus

pembubaran partai politik, (iv) memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan

(v) memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai

dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden.46

Eksistensi Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang dirumuskan dalam

ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah

sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang kedudukannya sederajat

dengan Mahkamah Agung maupun lembaga tinggi negara lainnya.Dalam

kedudukannya yang demikian, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pusat

kekuasaan dalam suprastruktur politik negara sekaligus sebagai pelaksana

kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, pengisian jabatan hakim Mahkamah Konstitusi

haruslah dipilih melalui tata cara pencalonan yang baik dan benar sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan serta pencalonan hakim

Konstitusi diatur Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi menjelaskan bahwa untuk mendapatkan hakim Mahkamah

Konstitusi yang memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan

46

Ikhsan Rosyada Parluhutan Daulay, 2004, Mahkamah Konstitusi, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.

18-19.

Page 58: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar, Undang-Undang ini mengatur

mengenai syarat calon hakim Mahkamah Konstitusi secara jelas. Disamping itu,

diatur pula ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian, cara pencalonan

secara transparan dan partisipatif, dan pemilihan hakim konstitusi secara objektif

dan akuntabel.

Menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003 tentang Mahkamah Konstitusi, hakim konstitusi berjumlah sembilan

orang.Kesembilan hakim konstitusi tersebut terdiri atas tiga orang yang dipilih

atau ditentukan oleh Presiden, tiga orang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat,

dan tiga orang dipilih atau ditentukan oleh Mahkamah Agung.47

Berdasarkan

ketentuan tersebut terdapat tiga lembaga yang diberi kewenangan secara langsung

oleh undang-undang untuk memilih dan menentukan masing-masing tiga calon

hakim konstitusi yaitu, Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat serta Mahkamah

Agung. Hal ini demikian pula di atur dalam ketentuan Pasal 24 C ayat (3) dan ayat

(6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditegaskan

bahwa:

(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi

yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masingmasing tiga orang oleh

Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang

oleh Presiden.

47

Prof.Dr. Jimly Asshiddiqie, 2010, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Sinar Gravika,

Jakarta,hlm.233.

Page 59: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

(6)Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta

ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-

undang.

Selanjutnya pelaksanaan Pasal 24 C ayat (6) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatur dalam ketentuan Pasal 15, Pasal 16,

Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi.48

Ketentuan Pasal 15 dan Pasal 16 mengatur mengenai persyaratan hakim

Mahkamah Konstitusi, sebagai berikut :

Pasal 15

Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;

b. adil; dan

c. negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

Pasal 16

(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang calonharus memenuhi

syarat:

a. wargaNegara Indonesia;

b. berpendidikan sarjana hukum;

c. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun pada saat

pengangkatan;

d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

e. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan

f. mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya 10

(sepuluh) tahun.

(2) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam

jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pengajuan calon

diterima Presiden.

48

Ibid.

Page 60: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, ketentuan

Pasal 15 ini diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1) Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;

b. adil; dan

c. negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

(2) Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus

memenuhi syarat:

a. warga negara Indonesia;

b. berijazah doctor dan magister dengan dasar sarjana yang berlatar belakang

pendidikan tinggi hukum;

c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;

d. berusia paling rendah 47 (empat puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 65

(enam puluh lima) tahun pada saat pengangkatan;

e. mampu secara jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas dan

kewajiban;

f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

g. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan

h. mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima

belas) tahun dan/atau pernah menjadi pejabat negara.

(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) calon

hakim konstitusi juga harus memenuhi kelengkapan administrasi dengan

menyerahkan:

a. surat pernyataan kesediaan untuk menjadi hakim konstitusi;

b. daftar riwayat hidup;

c. menyerahkan fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi dengan menunjukan

ijazah asli;

d. laporan daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon yang disertai

dengan dokumen pendukung yang sah dan telah mendapat pengesahan dari

lembaga yang berwenang; dan

e. nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Page 61: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Kemudian, ketentuan Pasal 17 mengatur mengenai larangan bagi hakim

konstitusi merangkap jabatan, sebagai berikut :

Hakim konstitusi dilarang merangkap menjadi:

a. pejabat negara lainnya;

b. anggota partai politik;

c. pengusaha;

d. advokat; atau

e. pegawai negeri.

Pasal 18:

(1) Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah

Agung, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk

ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(2) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam

jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pengajuan calon

diterima presiden.

Mengenai proses pencalonan hakim konstitusi, Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tidak memerinci secara detail, tetapi hanya menyebutkan prinsip-

prinsip umum bahwa pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan

dan partisipatif serta pemilihannya dilakukan secara objektif dan akuntabel.49

Hal

ini diatur dalam ketentuan pasal 19 dan 20, sebagai berikut:

Pasal 19:

Pencalonan Hakim Konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.

Pasal 20:

49

Tim Penyusun Cetak Biru Mahkamah Konstitusi, 2004, Cetak Biru Membangun Mahkamah

Konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, hlm. 69.

Page 62: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

(1) Ketentuan mengenai tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon Hakim

Konstitusi diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang sebagaimana

dimaksud dalam pasal 18 ayat (1).

(2) Pemilihan Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan secara objektif dan akuntabel.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, dapat

dipahami bahwa mekanisme pengangkatan hakim Mahkamah Konstitusi meliputi

dua hal, yaitu (1) syarat administratif yang harus dipenuhi oleh seorang calon

hakim konstitusi, dan (2) tata cara pencalonan hakim Mahkamah Konstitusi yang

dilaksanakan secara transparan dan partisipatif, dan pemilihan hakim Mahkamah

Konstitusi secara objektif dan akuntabel.

Page 63: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Pendekatan

Sesuai dengan perumusan masalah yang diteliti, penelitian ini merupakan

penelitian hukum (legal research). Menurut F. Sugeng Istanto, penelitian hukum

adalah penelitian yang diterapkan atau diberlakukan khusus pada ilmu

hukum.50

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif atau penelitian hukum yang hanya meneliti bahan pustaka sehingga

disebut juga penelitian hukum kepustakaan.51

Dalam penelitian dengan pendekatan

yuridis normatif, peneliti mengonsepsikan hukum sebagai sistem normatif yang

bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan hukum masyarakat.52

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute

approach), pendekatan analitis (analitycal approach) dan pendekatan kasus (case

approach).

1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu

hukum yang sedang ditangani.53

Metode pendekatan perundang-undangan

digunakan dengan mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Pendekatan ini

50

F. Sugeng Istanto, 2007, Penelitian Hukum, CV. Ganda, Yogyakarta, hlm. 29. 51

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hlm 14. 52

Ronny Hanitijo Sumitro, 2005, Penelitian Hukum Normatif, Kencana, Jakarta, hlm. 93. 53

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum Normatif, Kencana, Jakarta, hlm.93.

Page 64: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

memberi kesempatan kepada peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi

dan kesesuaian antara ketentuan dalam suatu undang-undang dengan

pertimbangan hakim dalam suatu putusan pengadilan.

2. Pendekatan analitis(analitycal approach) adalah pendekatan dengan

menganalisa bahan hukum untuk mengetahui makna yang dikandung oleh

istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan.54

Pendekatan analitis digunakan untuk mengetahui makna yang dikandung oleh

istilah-istilah yang digunakan dalam perundang-undangan secara konsepsional,

sekaligus penerapannnya dalam praktik hukum.55

3. Pendekatan kasus digunakan dalam penelitian normatif, digunakan untuk

mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam

praktik hukum.56

Kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi

atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai pada suatu

putusan. Baik keperluan praktik maupun kajian akademis, ratio decidendi atau

reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam

pemecahan isu hukum.57

Adapun kajian pokok dalam penelitian ini adalah

pertimbangan hukum hakim dalam menyatakan bahwa Keputusan Tata Usaha

Negara yang dikeluarkan Presiden merupakan Keputusan Tata Usaha Negara

yang tidak sah menurut hukum.

54

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hlm. 54. 55

Jhonny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia

Publising, Cetakan Kedua, Jakarta, hlm. 295. 56

Ibid, hlm.321. 57

Peter Mahmud Marzuki,Op. Cit., hlm. 94.

Page 65: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis sesuai dengan

masalah dan tujuan dalam penelitian. Menurut Ronn Hanitijo Soemitro, deskriptif

analitis adalah menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dikaitkan dengan teori-teori hukum dari praktek pelaksanaan hukum positif yang

menyangkut permasalahan dalam penelitian ini.58

C. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah (PII) Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman dan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Universitas

Jenderal Soedirman dan di tempat lain yang berkaitan erat dengan adanya sumber

bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini.

D. Sumber Bahan Hukum

Pada penelitian normatif, data sekunder merupakan data pokok atau utama

yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku literature maupun

surat-surat resmi yang ada hubungannya dengan objek penelitian.Menurut

Soerjono dan Sri Mamudji, data sekunder (bahan-bahan pustaka) terdiri dari bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan tersier.59

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dan diuraikan ke

dalamtiga bagian yaitu :

58

Ronny Hanintijo Soemitro, 1999, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia Indonesia,

Jakarta, hal 97-98 59

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hlm. 14.

Page 66: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan bahan hukum yang bersifat mutlak dan

mengikat terdiri dari:

1) Peraturan dasar, yaitu Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara;

3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi;

4) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

5) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara;

6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi;

7) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013

Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

Tentang Mahkamah Konstitusi;

8) Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor: 139/G/2013/PTUN-JKT.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, literatur-literatur,

makalah-makalah, artikel-artikel, risalah sidang di PTUN Jakarta, serta

Petunjuk Teknis maupun Petunjuk Pelaksanaan yang dikeluarkan oleh MA

yang relevan dengan objek penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.60

Penelitian ini menggunakan kamus

umum bahasa Indonesia sebagai bahan hukum tersier.

E. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

60

Soerdjono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 296.

Page 67: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan mengiventarisir

bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan, Putusan Hakim di

PTUN Jakarta, dan Yurisprudensi yang relevan, serta peraturan perundang-

undangan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.

Pengumpulan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara studi pustaka

terhadap hasil-hasil penelitian, literatur-literatur, makalah-makalah, artikel-artikel,

risalah sidang di PTUN Jakarta, serta Petunjuk Teknis maupun Petunjuk

Pelaksanaan yang dikeluarkan oleh MA.

F. Metode Penyajian Bahan Hukum

Metode penyajian bahan hukumyang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode display, yang merupakan suatu kegiatan memilah-milah bahan hukum ke

dalam bagian-bagian tertentu yang mendeskripsikan seluruh bahan hukum yang

dikumpulkan.Dalam kegiatan ini, bahan hukum disajikan dalam bentuk teks

naratif, yaitu suatu penyajian dalam bentuk uraian yang mendasarkan pada teori

yang disusun secara logis dan sistematis.

Setelahbahan hukum primer, sekunder dan tersier dikumpulkan, akan

dilakukan klasifikasi dan inventarisasi. Dari hasil klasifikasi dan inventarisasi

tersebut, hasil yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan logis, dimana

antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum yang lainnya memiliki

hubungan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam

penelitian ini.

G. Metode Analisis Bahan Hukum

Page 68: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Analisis dimaksudkan untuk mengetahui makna yang dikandung dari

istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara konsep

dan teknis penerapannya.Analisis bahan hukum bertujuan untuk menjelaskan suatu

permasalahan dengan memberikan arti atau makna terhadap bahan hukum yang

telah diolah sebelumnya.

Bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif-kualitatif,

yaitu pembahasan secara sistematis dengan menggambarkan, menjabarkan dan

menginterpretasikan norma atau kaidah hukum dan doktrin hukum yang ada kaitan

relevansinya dengan permasalahan yang diteliti. Norma hukum diperlukan sebagai

premis mayor, kemudian dikorelasikan dengan fakta-fakta yang relevan (legal

facts) yang dipakai sebagai premis minor dan melalui proses silogisme akan

diperoleh kesimpulan (conclusion) terhadap permasalahannya. Analisis bahan

hukum tersebut dilakukan dengan menggunakan model interpretasi sebagai

berikut:

1. Intepretasi Sistematis

Menurut P.W.C Akkerman, interpretasi sistematis adalah interpretasi

dengan melihat kepada hubungan dimana aturan dalam suatu undang-undang

yang saling bergantung. Disamping itu juga harus dilihat asas yang

melandasinya.Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah undang-

Page 69: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

undang merupakan suatu kesatuan dan tidak satu pun ketentuan dalam undang-

undang merupakan aturan yang berdiri sendiri.61

2. Interpretasi Gramatikal

Merumuskan suatu aturan perundang-undangan atau suatu perjanjian

seharusnya menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat yang

menjadi tujuan pengaturan hukum tersebut, atau para pihak yang terkait dengan

pembuatan suatu teks perjanjian.62

Peneliti menggunakan kedua model interpretasi tersebut untuk dapat

memberikan penjelasan mengenai ketentuan undang-undang dengan cara

menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya, sehingga dapat

mengetahui apakah ruang lingkup kaidah dalam undang-undang tersebut dapat

diterapkan terhadap objek yang diteliti atau tidak.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang berbentuk data sekunder bersumber dari Putusan

Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 139/G/2013/PTUN-JKT., yang

diuraikan secara sistematis sebagai berikut:

1. Para Pihak yang Berperkara

1.1. Para Penggugat

61

Peter Mahmud Marzuki,Op. Cit.,,hlm. 112. 62

Jhonny Ibrahim,Op. Cit., hlm. 220.

Page 70: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Para Penggugat dalam perkara ini adalah Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) yang berbentuk badan hukum.

1.1.1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang dalam

hal ini diwakili oleh:

Nama : Alvon Kurnia Palma

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga

Bantuan Hukum Indonesia

Alamat : Jalan Diponegoro No. 74 Menteng, Jakarta

1.1.2. Indonesia Corruption Watch yang dalam hal ini diwakili oleh:

Nama : Danang Widoyoko

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Koordinator Badan Pekerja Indonesia

Corruption Watch

Alamat : Jalan Kalibata Timur IV, Jakarta Selatan

1.2. Tergugat

Nama Jabatan : Presiden Republik Indonesia

Tempat Kedududukan : Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara

No. 1, Jakarta Pusat

1.3. Tergugat II Intervensi

Nama : Dr. Patrialis Akbar, S.H.,M.H.

Kewarganegaraan : Indonesia

Page 71: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Pekerjaan : Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Tempat Tinggal : Jalan Cakrawijaya V Blok P No. 3, Kompleks Diskum,

Cipinang Muara, Jakarta Timur

2. Objek Gugatan

Bahwa yang menjadi objek gugatan dalam perkara ini adalah Surat

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 87/P Tahun 2013 Tanggal 22 Juli

2013yang memutuskan:

Menetapkan:

Pertama : Memberhentikan dengan hormat dari jabatan Hakim

Konstitusi,masing-masing atas nama :

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., M.H.

Kedua : Mengangkat dalam jabatan Hakim Konstitusi, masing-

masingatas nama :

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H.

3. Kasus Posisi Menurut Penggugat

3.1 Presiden (Tergugat) selaku Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara telah

menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan objek

sengketa dalam gugatan, yaitu berupa Keputusan Presiden Republik

Indonesia No. 87/P Tahun 2013 tanggal 22 Juli 2013.

Page 72: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

3.2 Bahwa dengan diterbitkannya Surat Keputusan objek sengketa tersebut

oleh Tergugat, menyebabkan kepentingan Para Penggugat dalam perkara a

quo dirugikan karena tidak dapat memberikan masukan dan pertimbangan

terhadap calon Hakim Konstitusi, sehingga Para Penggugat mengajukan

gugatan terhadap Surat Keputusan objek sengketa yang dikeluarkan oleh

Tergugat.

3.3 Bahwa dalam proses pengangkatan Hakim Konstitusi dari utusan

pemerintah sebagaimana yang tertera dalam Surat Keputusan objek

sengketa, diduga kuat tidak melaksanakan amanat Undang-Undang

Mahkamah Konstitusi sehingga terjadi ketidaklengkapan syarat maupun

prosedur yang berlaku.

3.4 Bahwa Surat Keputusan objek sengketa yang dikeluarkan oleh Tergugat

bertentangan dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

karena pencalonan Hakim Konstitusi tidak dipublikasikan sehingga

persyaratan yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003 tidak dipenuhi dengan baik.

3.5 Bahwa Surat Keputusan objek sengketa yang dikeluarkan oleh Tergugat

bertentangan dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003karena pemilihan Hakim Konstitusi oleh Tergugat tidak dilakukan

secara transparan dan tidak dipenuhinya partisipasi masyarakat dalam

melakukan pemantauan dan pengawasan serta memberikan masukan

kepada calon-calon Hakim Konstitusi yang akan diusulkan.

Page 73: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

3.6 Bahwa Surat Keputusan objek sengketa yang dikeluarkan oleh Tergugat

bertentangan dengan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003 karena tidak terbukanya partisipasi publik dan transparansi sehingga

menegasikan objektivitas dan akuntabilitas pencalonan Hakim Konstitusi.

3.7 Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka keputusan objek sengketa yang

dikeluarkan oleh Tergugat dianggap telah bertentangan dengan Pasal 15, 19

dan 20 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

8 Tahun 2011dan dianggap telah melaggar Asas-Asas Umum

Pemerintahan yang Baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2)

UU No. 5 Tahun 1986 jo. Pasal 3 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme, diantaranya yaitu Asas Kepastian Hukum, Asas Kepentingan

Umum, Asas Akuntabilitas dan Asas Keterbukaan.

4. Petitum atau Tuntutan Penggugat

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Para Penggugat memohon

kepada Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang memeriksa

dan mengadili perkara ini untuk memberikan putusan sebagai berikut:

4.1 Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;

4.2 Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 87/P Tahun 2013, tanggal 22 Juli 2013 yang memutuskan:

Menetapkan:

Page 74: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Pertama : Memberhentikan dengan hormat dari jabatan Hakim

Konstitusi,masing-masing atas nama :

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., M.H.

Kedua : Mengangkat dalam jabatan Hakim Konstitusi, masing-

masingatas nama :

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H

4.3 Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 87/P Tahun 2013, tanggal 22 Juli 2013 yang

memutuskan:

Menetapkan:

Pertama : Memberhentikan dengan hormat dari jabatan Hakim

Konstitusi,masing-masing atas nama :

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., M.H.

Kedua : Mengangkat dalam jabatan Hakim Konstitusi, masing-

masingatas nama :

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H.

4.4 Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam

perkara ini.

Page 75: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

5. Kasus Posisi Menurut Tergugat

5.1 Tergugat dalam menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara Nomor

87/P/Tahun 2013 yang menjadi objek gugatan pada tanggal 22 Juli 2013

telah didasarkan pada tiga apek hukum utama dalam penyusunan

Keputusan Tata Usaha Negara yaitu wewenang, prosedur dan substansi.

5.2 Tergugat memiliki kewenangan untuk mengajukan calon Hakim Konstitusi

sebanyak tiga orang dan menetapkan Hakim Konstitusi dari calon yang

telah diajukan untuk menjadi Hakim Konstitusi berdasarkan pada ketentuan

Pasal 24 C ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 jo.

Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

5.3 Prosedur penerbitan Surat Keputusan objek sengketa telah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 24 C ayat (3) dan ayat (6) UUD

1945, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 Undang-Undang

No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 3, Pasal 34, dan

Pasal 35 Undang Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

5.4 Para Penggugat dalam gugatannya mendalilkan bahwa penerbitan Surat

Keputusan objek sengketa tidak dilakukan secara transparan karena

pemilihan Hakim Konstitusi yang tidak dipublikasikan di media masa oleh

Tergugat bertentangan dengan penjelasan Pasal 19 Undang-Undang No. 24

Page 76: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Tahun 2003 dan tidak diikutsertakannya Para Penggugat dalam proses

pemilihan Hakim Konstitusi melanggar hak masyarakat dalam melakukan

pengawasan serta memberikan masukan kepada calon-calon Hakim

Konstitusi yang akan diusulkan tidak berdasar hukum dengan alasan bahwa

berdasarkan Bagian E Penjelasan Nomor 176 dan 177 Penjelasan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011, maka suatu penjelasan tidak boleh

mencantumkan rumusan berisi norma, penjelasan hanya berfungsi sebagai

tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-Undangan atas norma tertentu

dalam batang tubuh, sehingga ketentuan mengenai publikasi pencalonan

Hakim Mahkamah Konstitusi di media masa baik cetak maupun elektronik,

bukan merupakan suatu keharusan yang dilaksanakan oleh Pemerintah.

5.5 Tidak ada satupun ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang

mengharuskan Tergugat untuk meminta pertimbangan kepada Para

Penggugat dalam menerbitkan Surat Keputusan objek sengketa dan

undang-undang memberikan kewenangan bagi masing-masing lembaga

untuk mengatur tata cara pengangkatan Hakim Konstitusi.

5.6 Ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tidak mengatur

tentang publikasi tetapi mengatur mengenai persyaratan yang harus

dipenuhi oleh calon Hakim Konstitusi, sehingga tidak terdapat keterkaitan

antara persyaratan sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi yang diatur dalam

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 dengan publikasi

sebagaimana didalilkan oleh Para Penggugat.

Page 77: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

5.7 Bahwa dari aspek substansi, penerbitan Surat Keputusan objek sengketa

tidak bertentangan dengan Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 28

Tahun 1999, karena dalam pencalonan Hakim Konstitusi, pemeritah telah

melakukan berbagai langkah-langkah sebagaimana diamanatkan dalam

undang-undang.

6. Petitum atau Tuntutan Tergugat

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Tergugat memohon kepada

Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang memeriksa dan

mengadili perkara ini untuk memberikan putusan sebagai berikut:

6.1 Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;

6.2 Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 87/P Tahun 2013, tanggal 22 Juli 2013 tentang pemberhentian

dengan hormat dari jabatan Hakim Konstitusi, masing-masing atas nama:

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., M.H. dan pengangkatan dalam jabatan

Hakim Konstitusi Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. dan Dr.

Patrialis Akbar, S.H., M.H.;

6.3 Membebankan biaya perkara kepada Para Penggugat.

7. Alat Bukti

7.1 Alat Bukti Saksi Penggugat

Saksi Penggugat bernama Wayudi, pada pokoknya menerangkan

bahwa:

Page 78: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

- Pada tahun 2008, Elsam (tempat bekerja saksi) bersama koalisis

masyarakat sipil diundang secara tertulis oleh Pansel pada Watimpres

untuk diminta partisipasinya dalam proses pemilihan hakim Mahkamah

Konstitusi dari Pemerintah.

- Panitia seleksi dibentuk melalui Keputusan Presiden, yang terdiri dari

lima orang tim ahli yang salah satu tugasnya adalah melakukan fit and

proper test terhadap calon Hakim Konstitusi.

- Saksi bersama koalisi masyarakat sipil memberikan masukan dan catatan-

catatan serta rekam jejak masing-masing calon Hakim Konstitusi pada

waktu pemilihan Hakim Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008.

- Saksi tidak mengetahui proses pengangkatan Hakim Konstitusi atas nama

Maria Farida dan Patrialis Akbar, karena langsung ada Keputusan

Presiden yang menetapkannya.

7.2 Alat Bukti Saksi Tergugat

Tergugat dalam hal ini tidak mengajukan alat bukti saksi.

7.3 Alat Bukti Ahli Penggugat

Penggugat mengajukan dua orang Ahli yaitu Dr. Riawan Tjandra,

SH., M.Hum dan Prof. Dr. Saldi Isra, SH., MPA., yang pada pokoknya

menerangkan bahwa:

- Pasal 20 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi merupakan suatu

prasyarat untuk dilaksanakannya Pasal 18.

Page 79: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

- Dalam mekanisme penetapan hakim konstitusi, Undang-Undang

Mahkamah Konstitusi mengatur syarat transparansi dan partisipatif

dalam Pasal 19.

- Transparansi dan partisipatif merupakan hak masyarakat (insprackht)

yang sudah dinormatifkan dalam Undang-Undang Mahkamah

Konstitusi. Partisipatif dan transparan dalam pencalonan Hakim

Mahkamah Konstitusi tersebut dilaksanakan dengan cara dipublikasikan

dalam media cetak atau media elektronika, dengan maksud agar

masyarakat bias memberikan masukan.

- Penjelasan Pasal 19 walaupun bukan norma hukum tetapi setidaknya

membantu memberikan arahan sosok calon yang harus berkelakuan baik

dan masyarakat diminta berpartisipasi.

- Kesempatan masyarakat untuk partisipasi dalam pencalonan Hakim

Mahkamah Konstitusi sesuai dengan teori kedaulatan rakyat sebagai

salah satu pengejawantahan dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2013 tentang

perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Disebutkan bahwa

pengisian akan dilaksanakan oleh Panel Ahli.

- Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara menjadi suatu kewajiban bagi

Pejabat Tata Usaha Negara untuk senantiasa memperhatikan syarat sah

suatu KTUN. Dan akibat hukumnya bisa berupa batal, batal demi

hukum dan dapat dibatalkan apabila ada pelanggaran Pasal 19 Undang-

Undang Mahkamah Konstitusi.

Page 80: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

7.4 Alat Bukti Ahli Tergugat

Tergugat mengajukan satu orang Ahli yaitu Prof. Dr. Muchsan,

S.H., yang pada pokoknya menerangkan bahwa:

- LSM tidak punya kewenangan untuk menggugat masalah Keppres

apalagi mengenai pengangkatan Hakim Konstitusi, semestinya harus

lewat kritik-kritik melalui media cetak dan tidak bias mengajukan

gugatan ke PTUN karena terdapat persyaratan-persyaratan normatif

kecuali ada AD/ART nya yang mengatur secara spesial (kewenangan

khusus).

- Undang-Undang Mahkamah Konstitusi tidak secara tegas mengatur

mekanisme pengangkatan atau penunjukkan HakimKonstitusi. Jika

mengacu kepada Pasal 18 dan ditafsirkan secara gramatikal, maka harus

dimaknai bahwa ketiga lembaga negara (DPR, Presiden dan Mahkamah

Agung) terikat dengan protap masing-masing lembaga. Jika ketentuan

ini dikaitkan dengan pasal selanjutnya dan ditafsirkan secara gramatikal,

maka harus dimaknai bahwa ketiga lembaga negara tersebut adalah

pihak yang berwenang untuk menafsirkan makna “partisipatif”,

“akuntabel” dan “transparan”. Tidak ada lembaga lain yang berwenang

menafsirkan itu. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan bahwa

mekanisme pengangkatan Hakim Konstitusi berbeda satu sama lain

karena adanya perbedaan penafsiran antar “partisipatif”, “akuntabel”

dan “transparan” lembaga negara.

Page 81: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

- Penafsiran ketiga lembaga negara bersifat dinamis sehingga bisa saja

berbeda dari satu waktu ke waktu atau antar lembaga negara.

Pemerintah mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi eksekusi. Kedua,

fungsi pelayanan. Hanya terhadap fungsi pelayanan saja yang dapat

diajukan gugatan. Namun gugatan tersebut harus tetap didasarkan pada

paying hukum baik dari segi materiil maupun formil. Digunakan atau

tidak digunakannya fit dan proper test bergantung kepada penafsiran

lembaga negara yang mengajukan calon Hakim Konstitusi sebagaimana

diatur dalam Pasal 18 UU MK.

- Di dalam pengangkatan Hakim Konstitusi tidak harus menggunakan

atau membentuk panitia seleksi meskipun pada tahun 2008 pemilihan

Hakim Konstitusi menggunakan panitia seleksi, karena terdapat

perbedaan penafsiran “partisipatif”, “akuntabel” dan “transparan” pada

tahun 2008 dan sekarang.

8. Pertimbangan Hukum Hakim

Menurut Majelis Hakim, hal-hal yang relevan dan merupakan pokok

sengketa sehingga perlu diuji dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah

mengenai:

1. Apakah calon Hakim Konstitusi Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH., MH.

dan Dr. Patrialis Akbar, SH., MH. telah memenuhi syarat administratif

Page 82: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi?

2. Apakah tata cara pencalonan Hakim Konstitusi Prof. Dr. Maria Farida

Indrati SH., MH. dan Dr. Patrialis Akbar, SH., MH. telah dilaksanakan

secara transparan dan partisipatif?

8.1 Berikut pertimbangan Majelis Hakim mengenai apakah calon Hakim

Konstitusi Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH., MH. dan Dr. Patrialis

Akbar, SH., MH. telah memenuhi syarat administratif sebagaimana yang

ditentukan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi?

Menimbang, bahwa mengacu pada bukti-bukti di bawah ini:

T-25 : Fotokopi Surat Pernyataan Prof. Dr. Maria Farida Indrati,

SH., MH., kepada Presiden Republik Indonesia Perihal Surat

Pernyataan Kesanggupan menjadi Hakim Konstitusi tanggal 26

Februari 2013 (Sesuai dengan aslinya);

T-26 : Fotokopi Daftar Riwayat Hidup Prof. Dr. Maria Farida Indrati,

SH., MH., tanggal 12 November 2013 (Sesuai dengan aslinya);

T-27 : Fotokopi Ijazah Universitas Indonesia menjadi Doktor tanggal 14

Agustus 2002, Magister Ilmu Hukum tanggal 15 April 1997 dan

Page 83: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Sarjana Hukum (S1) tanggal 18 Juni 1975 atas nama Maria Farida

Indrati, SH., MH., (Sesuai dengan aslinya);

T-28 : Fotokopi Pengumuman Komisi Pemberantasan Korupsi

Indonesia berupa Berkas Tanda Terima Penyerahan Formulir

Laporan Kekayaan Penyelenggara Negara atas nama Prof. Dr.

Maria Farida Indrati, SH., MH., tanggal 29 April 2010 (Sesuai

dengan aslinya);

T-29 : Fotokopi Kartu Tanda Penduduk Provinsi DKI Jakarta, Jakarta

Selatan NIK : 3174075406490005 tanggal 14 Juni 2012 berlaku

Hingga Seumur Hidup (Sesuai dengan aslinya);

Menurut Pengadilan, calon Hakim Konstitusi atas nama Prof. Dr.

Maria Farida Indrati, SH., MH. telah memenuhi syarat administratif

sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan ayat

(3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Menimbang, bahwa selanjutnya mengacu pada bukti-bukti di bawah ini:

T-20 : Fotokopi Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Hakim

Konstitusi atas nama Dr. Patrialis Akbar, SH., MH., tanggal 22

Pebruari 2013 (Sesuai dengan aslinya);

T-21 : Fotokopi Personal Data atas nama Patrialis Akbar, Periode

Oktober 2009-Pebruari 2013 tanggal 22 Pebruari 2013 (Sesuai

dengan aslinya);

Page 84: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

T-22 : Fotokopi Ijazah Doktor Universitas Padjajaran atas nama

Patrialis Akbar tanggal 03 Desember 2012 (Sesuai dengan

aslinya);

T-23 : Fotokopi Pengumuman Harta Kekayaan Penyelenggara Negara dari

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indoensia atas nama

Patrialis Akbar, SH., MH., tanggal 27 Maret 2012 (Sesuai

dengan aslinya );

T-24 : Fotokopi NPWP 06.449.251.5-002.000 atas nama Patrialis

Akbar, terdaftar tanggal 11 Agustus 2003 (Sesuai dengan

aslinya);

Menurut Pengadilan, calon Hakim Konstitusi atas namaDr. Patrialis

Akbar, SH., MH. telah memenuhi syarat administratif sebagaimana yang

ditentukan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

8.2 Berikut pertimbangan Majelis Hakim mengenai apakah tata cara

pencalonan Hakim Konstitusi Prof. Dr. Maria Farida Indrati SH., MH. dan

Dr. Patrialis Akbar, SH., MH. telah dilaksanakan secara transparan dan

partisipatif.

Menimbang, bahwa Pasal 24 C ayat (3) UUD 1945 memberikan

kewenangan kepada Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan

Presiden untuk mengusulkan masing-masing tiga orang calon Hakim

Page 85: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Konstitusi kepada Presiden untuk diangkat menjadi Hakim Konstitusi

dengan keputusan Presiden.

Menimbang, bahwa dalam praktek yang terjadi selama ini,

pemilihan dan pengangkatan Hakim Konstitusi mengacu pada mekanisme

masing-masing lembaga. Hal ini disebabkan karena undang-undang tidak

merumuskan secara jelas dan tegas tentang tata cara tersebut.

Menimbang, bahwa dalam persidangan Pengadilan menemukan

fakta bahwa mekanisme pemilihan dan pengangkatan Hakim Konstitusi

yang terjadi selama ini, yaitu dari periode pertama lahirnya Mahkamah

Konstitusi (2003-2008) hingga periode keempat yaitu tahun 2011, terdapat

inkonsistensi Presiden dalam melaksanakan pemilihan dan pengangkatan

Hakim Konstitusi. Selanjutnya timbul pertanyaan hukum utama yang harus

dijawab oleh Pengadilan, yaitu : Apakah pengangkatan Prof. Dr. Maria

Farida Indrati SH., MH. dan Dr. Patrialis Akbar, SH., MH., dalam jabatan

Hakim Konstitusi oleh Presiden dalam keputusan objek sengketa a quo

telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku?

Menimbang, bahwa untuk menjawab pertanyaan hukum di atas,

Pengadilan terlebih dahulu merujuk pada ketentuan Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

yang menegaskan bahwa Pengadilan diwajibkan menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam

Page 86: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan

hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Menimbang, bahwa apabila ketentuan di atas dihubungkan dengan

kondisi saat ini, yaitu:

1. Pada tanggal 17 Oktober 2013, Presiden mengeluarkan Peraturan

Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013

Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

Tentang Mahkamah Konstitusi, yang berisi pada pokoknya menekankan

bahwa untuk menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia,

serta untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Mahkamah

Konstitusi sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi

menegakkan Undang-undang Dasar, akibat adanya kemoerosotan

integritas dan kepribadian yang tercela dari Hakim Konstitusi, perlu

dilakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai syarat dan pengajuan

Hakim Konstitusi serta pembentukan Majelis Kehormatan Hakim

Konstitusi.

2. Dan pada tanggal 22 Desember 201, DPR telah mengesahkan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 menjadi

undang-undang.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Pengadilan,

mekanisme dan tata cara internal yang dilakukan oleh Mahkamah

Agung, DPR, dan Presiden dalam melaksanakan pemilihan dan

Page 87: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

pengangkatan Hakim Konstitusi, yang terjadi dalam praktek selama ini

terdapat suatu persoalan, yaitu seolah-olah Hakim Konstitusi diangkat

begitu saja oleh masing-masing lembaga, tanpa dipilih melalui suatu

proses yang transparan dan partisipatif. Padahal transparan merupakan

syarat untuk mewujudkan keputusan yang akuntabel dan partisipatif

merupakan syarat untuk mewujudkan keputusan yang objektif.

Menimbang, bahwa dalam penafsiran teleologis, Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 yang

dikeluarkan oleh Tergugat, mencerminkan bahwa Tergugat menyadari akar

kausa persoalan yang menimpa Mahkamah Konstitusi saat ini karena

Hakim Konstitusi diangkat begitu saja oleh masing-masing lembaga, tanpa

dipilih melalui suatu proses yang transparan dan partisipatif.

Menimbang, bahwa eksistensi Mahkamah Konstitusi sebagaimana

dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, adalah sebagai salah satu pelaku Kekuasaan

Kehakiman yang kedudukannya sederajat dengan Mahkamah Agung

maupun lembaga tinggi negara lainnya.Dalam kedudukan yang demikian,

Mahkamah Konstitusi merupakan pula salah satu pusat kekuasaan dalam

suprastruktur politik negara sekaligus sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.

Oleh karena itu, pengisian jabatan Hakim Konstitusi haruslah dipilih

melalui tata cara pencalonan yang dilaksanakan secara transparan dan

Page 88: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

partisipatif dan bukan dengan cara diangkat melalui penunjukkan langsung

oleh lembaga yang sederajat dengan Mahkamah Konstitusi.

Menimbang, bahwa pengangkatan Prof. Dr. Maria Farida Indrati

SH., MH.dan Dr. Patrialis Akbar, SH., MH. Dalam jabatan Hakim

Konstitusi oleh Presiden dalam keputusan objek sengketa a quo dilakukan

melalui proses penunjukan langsung, tanpa melalui tata cara pencalonan

yang dilaksanakan secara transparan dan partisipatif, menurut Pengadilan

tindakan Tergugat tersebut mengandung kekurangan yuridis karena tidak

memenuhi ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi, yang menggariskan bahwa dalam

pencalonan Hakim Konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan

partisipatif.

Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, dalil

gugatan Para Penggugat yang menyatakan bahwa objek sengketa telah

melanggar ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi adalah beralasan menurut hukum.

Menimbang bahwa karena dalil Para Penggugat terbukti dan

beralasan menurut hukum, maka sangat beralasan hukum bagi Pengadilan

untuk mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Para Penggugat

dikabulkan, maka keputusan objek sengketa dinyatakan batal, dan

mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut keputusan objek sengketa,

Page 89: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

serta mewajibkan kepada Tergugat untuk menerbitkan Keputusan Tata

Usaha Negara yang baru berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

9. Diktum Amar Putusan Majelis Hakim

9.1 Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;

9.2 Menyatakan batal Surat KeputusanPresiden Republik Indonesia Nomor

87/P Tahun 2013, tanggal 22 Juli 2013 yang memutuskan:

Menetapkan:

Pertama : Memberhentikan dengan hormat dari jabatan Hakim

Konstitusi,masing-masing atas nama :

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., M.H.

Kedua : Mengangkat dalam jabatan Hakim Konstitusi, masing-

masingatas nama :

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H

9.3 Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 87/P Tahun 2013, tanggal 22 Juli 2013 yang

memutuskan:

Menetapkan:

Pertama : Memberhentikan dengan hormat dari jabatan Hakim

Konstitusi,masing-masing atas nama :

Page 90: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., M.H.

Kedua : Mengangkat dalam jabatan Hakim Konstitusi, masing-

masingatas nama :

1. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

2. Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H.

9.4 Mewajibkan kepada Tergugat untuk menerbitkan Keputusan Tata Usaha

Negara yang baru berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

9.5 Menghukum Tergugatdan Tergugat II Intervensi untuk membayar biaya

perkara yang timbul dalam perkara ini.

B. Pembahasan

Negara Indonesia adalah negara hukum dengan jelas tercantum dalam

ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.Sebagai negara hukum, setiap

penyelenggaraan urusan pemerintahan haruslah berdasarkan pada hukum yang

berlaku (wetmatigheid van bestuur).63

Konsep negara hukum dianggap sebagai konsep yang universal, pada

tataran implementasi ternyata memiliki karakterisktik yang beragam.Hal ini

disebabkan adanya pengaruh-pengaruh situasi kesejahteraan, pengaruh falsafah

bangsa, ideology negara dan lain-lain. atas dasar tersebut secara historis dan

praktis konsep negar hukum muncul dalam berbagai model seperti negara hukum

63

Ridwan H.R., 2010, Op. Cit., hlm. 17.

Page 91: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

menurut konsep Al-Quran dan Sunnah atau Nomokrasi Islam, negara hukum

menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechtstaat, negara hukum

menurut konsep Anglo Saxon (rule of law), konsep socialist legality,konsep

negara hukum Pancasila. Konsep-Konsep negara hukum tersebut memiliki

dinamika sejarah masing-masing.64

Sesuai dengan konsepnegara hukum, kekuasaan dalam negara harus

dipisah atau dibagi.Oleh karena itu, keberadaan Negara Indonesia sebagai negara

hukum membawa konsekuensi terbentuknya tiga pilar kekuasaan dalam sistem

ketatanegaraan Republik Indonesia, yaitu Kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan

Yudikatif (Kehakiman).

Salah satu konsep negara hukum adalah adanya kekuasaan Yudikatif yang

bebas dan mandiri dari pengaruh kekuasaa lembaga negara lain. Berkaitan dengan

Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan)

Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah

Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan

militer, lingkungan peradilan Tata Usaha Negaradan oleh sebuah Mahkamah

Konstitusi.

Peradilan Tata Usaha Negaramerupakan salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman, dan salah satu lingkungan Peradilan yang menurut Pasal 47 Undang-

64

Ibid.,hlm.1-2.

Page 92: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Undang Nomor 5 Tahun 1986 bertugas dan berwenang untuk memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.Dengan demikian,

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan pengadilan yang berwenang untuk

menilai keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara dalam rangka pelaksanaan

urusan pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah.

Adapun yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana

terdapat dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 adalah

sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan

hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat

maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara,

termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Berdasarkan pengertian tersebut,dapat diketahui bahwa sengketa Tata

Usaha Negara itu terjadi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha

Negara. Adapun pengertian Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur

dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 adalah suatu

penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan

akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Berdasarkan pengertian Keputusan Tata Usaha Negara di atas, maka

apabila dikaitkan Surat Keputusan objek sengketa yakni Surat Keputusan Presiden

Page 93: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Nomor 87/P, maka unsur-unsur Keputusan Tata Usaha Negara dalam Surat

Keputusan objek sengketa dapat dideskripsikan sebagai berikut:

- Unsur pertama Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis.

Secara teoritis, merupakan hukum publik (publiekrechtsbetrekking) senantiasa

bersifat sepihak atau bersegi satu, “Administratiefrechttelijk rechtshandelingen

zijn enzijdige rechtshandelingen” (tindakan hukum administrasi adalah

tindakan hukum sepihak). Surat Keputusan objek sengketa dalam hal ini

merupakan tindakan hukum sepihak yang dituangkan dalam bentuk tertulis,

yaitu dikeluarkan oleh Presiden secara tertulis atau dengan kata lain hitam di

atas putih.

- Unsur kedua adalah dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang

menyelenggarakan “urusan pemerintahan”. Surat Keputusan objek sengketa

dalam hal ini dikeluarkan oleh Presiden dimana Presiden merupakan Pejabat

Tata Usaha Negara yang menyelenggarakan urusan pemerintahan.

- Unsur ketiga adalah berdasarkan peraturan peundang-undangan yang berlaku.

Pembuatan dan penerbitan ketetapan harus didasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku atau harus didasarkan pada wewenang

pemerintahan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Peraturan

perundang-undangan yang dimaksud dalam Surat Keputusan objek sengketa

adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Page 94: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

- Unsur keempat adalah bersifat konkret, individual, dan final. Dalam penjelas

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 disebutkan bahwa

konkret berarti objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu

tidak abstrak tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Surat Keputusan

objek sengketa bersifat konkret karena nyata-nyata dibuat oleh Tergugat yang

berisikan mengenai Pengangkatan Hakim Konstitusi. Individual artinya

Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu

baik alamat maupun hal yang dituju. Surat Keputusan objek sengketa bersifat

individual karena ditujukan kepada Hakim Konstitusi yang diangkat oleh Surat

Keputusan objek sengketa tersebut. Final artinya sudah definitif sehingga dapat

menimbulkan akibat hukum. Atau dengan kata lain Keputusan Tata Usaha

Negara yang bersifat final artinya merupakan keputusan akhir yang dapat

dilaksanakan sehingga keputusan yang masih memerlukan persetujuan pihak

lain bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara. Surat Keputusan objek

sengketa bersifat final karena Keputusan objek sengketa sudah berlaku definitif

serta berdasarkan Surat Keputusan objek sengketa tersebut menimbulkan suatu

akibat hukum berupa pelantikan atas hakim yang diangkat.

- Unsur kelima adalah menimbulkan akibat hukum. Berdasarkan tindakan

hukum pemerintahan tersebut tampak bahwa ketetapan merupakan instrument

yang digunakan oleh organ pemerintahan dalam bidang publik dan digunakan

untuk menimbulkan akibat hukum tertentu.Dengan dikeluarkannya Surat

Keputusan objek sengketa telah menimbulkan akibat hukum berupa

Page 95: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

ditetapkannya orang yang tersebut dalam keputusan itu menjadi Hakim

Mahkamah Konstitusi, akibat hukum disini berupa timbulnya hak dan

kewajiban sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan hasil penelitian Nomor 2 digambarkan bahwaSurat Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 87/P Tahun 2013 Tanggal 22 Juli 2013

tentang pemberhentian dan pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi yang

dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia, dapat dikategorikan sebagai

Keputusan Tata Usaha Negara yang kualifikasi yang sebagaimana diatur dalam

ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009.

Pengajuan gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara sesuai Pasal 53 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dipersyaratkan harus mempunyai

kepentingan yang dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat.

Sesuai dengan asas point d‟interest, point d‟action yang terkandung dalam Pasal

53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, konsekuensinya adalah tanpa

ada kepentingan dari Penggugat yang dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha

Negara yang disengketakan, maka tidak mungkin melahirkan hak pada Penggugat

untuk menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Jadi adanya kepentingan saja,

tidak cukup untuk melahirkan gugatan, karena harus diiringi oleh adanya hak-hak

subjektif yang dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat. Sesuai

yurisprudensi yang berlaku, kepentingan dalam kaitannya dengan hak untuk

menggugat atau kepentingan yang harus dilindungi oleh Pengadilan baru ada, jika:

Page 96: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

1. Kepentingan itu jelas-jelas ada hubungannya dengan Penggugat sendiri. Artinya

Penggugatlah yang mempunyai kepentigan sendiri untuk mengajukan gugatan,

bukan orang lain;

2. Kepentingan itu harus bersifat pribadi;

3. Kepentingan itu harus bersifat langsung, artinya yang terkena secara langsung

dalah kepentingan Penggugat itu sendiri;

4. Kepentingan secara objektif dapat ditentukan, baik mengenai luas maupun

intensitasnya.65

Berdasarkan hasil penelitian Nomor 1 mengenai para pihak dalam

hubungannya dengan ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2004, Indonesia Corruption Watch dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum

Indonesia sebagai Para Penggugat telah memenuhi persyaratan sebagai subjek

hukum Penggugat berupa “badan hukum perdata” berkaitan dengan

kepentingannya sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sedangkan

Presiden Republik Indonesia juga memenuhi persyaratan sebagai subjek hukum

Tergugat, karena Presiden Republik Indonesia dapat dikatgorikan sebagai Pejabat

Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No.

51 Tahun 2009.

Adapun tuntutan pokok Para Penggugat seperti yang tertuang dalam hasil

penelitian Nomor 4.2. adalah menghendaki agar dibatalkannya Surat Keputusan

65

Wicipto Setiadi, 1994, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Suatu Perbandingan, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 57.

Page 97: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

objek sengketa yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia, dapat

dikategorikan sebagai tuntutan atau petitum pokok sebagaimana diatur dalam

Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yaitu yang menentukan

bahwa di Pengadilan Tata Usaha Negara hanya ada satu tuntutan pokok yaitu

berupa pernyataan batal atau tidak sahnya suatu Keputusan Tata Usaha

Negara.Sedangkan tuntutan atau petitum ketiga seperti yang tertuang dalam hasil

penelitian Nomor 4.3. yang berisi permohonan agar Tergugat mencabut Keputusan

Tata Usaha Negara objek sengketa adalah merupakan konsekuensi yuridis

mengenai pembebanan kewajiban kepada Tergugat apabila nantinya Tergugat

dinyatakan kalah dalam Amar Putusan Majelis Hakim, hal ini sesuai dengan

ketentuan Pasal 97 ayat (9) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.

Analisis di atas mengenai eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam

negara hukum, kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara, sengketa Tata

Usaha Negara, hubungan hukum antara Penggugat dengan Keputusan Tata Usaha

Negara objek sengketa, dan petitum dari Para Penggugat, dalam skripsi ini

diposisikan sebagai pengantar untuk menelaah persoalan keabsahan Surat

Keputusan objek sengketa dilihat dari sudut pandang peraturan perundang-

undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.

1. Keabsahan Surat Keputusan objek sengketa ditinjau dari peraturan

perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.

Sebelum menelaah lebih lanjut, Penulis merasa perlu untuk

mendeskripsikan lagi secara singkat duduk perkara mengapa Para Penggugat

Page 98: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

sampai mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, jawaban

gugatan dari Tergugat, pertimbangan hukum Majelis Hakim yang menyatakan

bahwa Tergugat dalam menerbitkan keputusan objek sengketa tidak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yaitu dari aspek prosedural, serta telah melanggar

asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas akuntabilitas, dan asas

keterbukaan.

Mengenai duduk perkara serta pendapat Majelis Hakim dapat dirangkum

secara singkat sebagai berikut:

1. Pada tahun 2013, telah dilaksanakan proses seleksi calon hakim Mahkamah

Konstitusi yang dilaksanakan dengan cara dipilih langsung atas utusan

pemerintah, serta ditetapkan oleh Presiden (Tergugat) melalui Surat Keputusan

yang dikeluarkan oleh Tergugat tertanggal 22 Juli 2013.

2. Para Penggugat merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Surat

Keputusan objek sengketa karena dengan proses pengangkatan Hakim

Konstitusi yang ditetapkan langsung oleh Presiden, Para Penggugat menjadi

tidak dapat memberikan masukan dan pertimbangan terhadap calon Hakim

Konstitusi yang akan dipilih.

3. Para Penggugat mendalilkan bahwa keputusan objek sengketa yang dikeluarkan

oleh Tergugat telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 karena proses pencalonan Hakim Konstitusi oleh

Tergugat tidak dilakukan secara transparan dan tidak dipenuhinya partisipasi

Page 99: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

masyarakat dalam melakukan pemantauan dan pengawasan serta memberikan

masukan kepada calon-calon Hakim Konstitusi yang akan diusulkan.

4. Menurut Tergugat, Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan objek

sengketa telah didasarkan pada tiga apek hukum utama dalam penyusunan

Keputusan Tata Usaha Negara yaitu wewenang, prosedur dan substansi.

Mengenai publikasi pencalonan Hakim Mahkamah Konstitusi di media masa

baik cetak maupun elektronik,menurut Tergugat hal tersebut bukan merupakan

suatu keharusan yang dilaksanakan oleh Pemerintah.

5. Putusan Majelis Hakim didasarkan pada pertimbangan hakim yang menyatakan

bahwa pengangkatan hakim Konstitusi oleh Tergugat dalam Surat Keputusan

objek sengketa dilakukan melalui penunjukan langsung tanpa melalui tata cara

pencalonan yang dilaksanakan secara transparan dan partisipatif sehingga

tindakan Tergugat dinilai mengandung cacat yuridis karena tidak memenuhi

ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang menggariskan

bahwa dalam pencalonan Hakim Konstitusi harus transparan dan partisipatif,

maka Surat Keputusan objek sengketa dinyatakan batal atau tidak sah, sehingga

Amar Putusan Majelis Hakim dalam perkara a quo mengabulkan gugatan

untuk seluruhnya.

Berdasarkan rangkuman kronologis persengketaan tersebut di atas,

paragraph berikut di bawah ini merupakan analisis Penulis terhadap duduk

perkara, serta pendapat Majelis Hakim tentang perkara tersebut di atas.

Page 100: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Untuk menentukan keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara

diperlukan suatu alat uji atau tolok ukur sebagai dasar pengujian. Berdasarkan

Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 alat uji untuk menentukan

keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut adalah peraturan perundang-

undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Sehingga suatu

Keputusan Tata Usaha Negara yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, maka berakibat

dibatalkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut.

Mengenai peraturan perundang-undangan sebagai tolak ukur untuk menilai

keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara, berdasarkan Penjelasan Pasal 53 ayat

(2) huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, menentukan bahwa suatu

Keputusan Tata Usaha Negara dapat dikategorikan bertentangan dengan ketentuan

peraturan-perundang-undangan yaitu apabila:

1. Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan yang bersifat prosedural/formal.

2. Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan yang bersifat materiil/substansial.

3. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak berwenang.

Untuk menentukan aspek legalitas atau keabsahan suatu Keputusan Tata

Usaha Negara, salah satunya dapat ditinjau dari segi prosedural/formal proses

pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut. Dalam hal ini, maka

pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara harus memperhatikan beberapa

Page 101: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

persyaratan agar keputusan tersebut menjadi sah menurut hukum. Syarat-syarat

formil yang harus diperhatikan dalam pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara

yaitu meliputi:

a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya

ketetapan dan berhubungan dengan cara dibuatnya ketetapan harus dipenuhi.

b. Bentuk ketetapan harus berdasarkan peraturan dasar.

c. Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan ketetapan harus dipenuhi.

d. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan

dibuatnya dan diumumkannya ketetapan itu harus diperhatikan.66

Kemudian, untuk menentukan keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha

Negara dari segi materiil atau subtansi, maka pembuatan Keputusan Tata Usaha

harus memperhatikan beberapa persyaratan yang bersifat materiil yakni:

a. Organ Pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang

b. Ketetapan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis

c. Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan

d. Ketetapan tidak boleh melanggar perundang-undangan, serta isi dan tujuan

ketetapan harus sesuai dengan peraturan dasarnya.67

MenurutIndrohartojuga berpendapat bahwa pengujian dari segi hukumnya

tidak hanya mengenai keputusannya saja, tetapi mengenai keseluruhan proses

66

Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit., hlm. 33. 67

Ibid.

Page 102: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

pembentukan keputusan tersebut dalam segala tingkatannya. Artinya pengujian itu

juga mengenai:

a. Prosedur permohonannya: umpama apakah pemohon telah diberi kesempatan

untuk melengkapi surat-suratnya dalam waktu yang layak?

b. Penelitian yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang

bersangkutan: apakah instansi tersebut telah mengadakan penelitian mengenai

pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh mereka yang berkepentingan?

Umpama yang berkepentingan itu mengemukakan, bahwa ternyata ada

permohonan-permohonan yang keadaannya serupa dengan permohonannya

telah memperoleh izin yang dimohon maka semestinya instansi tersebut juga

perlu melakukan penelitian akan kebenaran mengenai yang dikemukakan

tersebut. Apabila menurut peraturan ditentukan bahwa yang berkepentingan

harus didengar, maka perlu diteliti apakah hal tersebut benar sudah dilakukan

oleh instansi tersebut? Apakah keharusan untuk meminta pendapat instansi lain

seperti yang ditentukan dalam peraturan yang bersangkutan itu benar sudah

dilakukan?

c. Keputusan sendiri: apakah instansi yang bersangkutan itu benar berwenang

untuk mengeluarkan keputusan yang digugat itu? Apakah peraturan yang

menjadi dasar wewenang telah secara tepat ditafsirkan oleh instansi yang

mengeluarkan keputusan itu? Apakah benar telah dilakukan penimbangan

secara layak mengenai kepentingan-kepentingan yang terkait dengan keputusan

itu? Bagaimanakah keputusan mengenai hal itu atau keadaan yang serupa pada

Page 103: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

waktu-waktu yang lampau? Apakah oleh instansi yang bersangkutan telah

dikeluarkan peraturan mengenai hal yang ditentukan keputusan itu? Apakah

peraturan kebijaksanaan tersebut telah dipublikasikan? Apakah oleh instansi

yang bersangkutan telah diberikan janji-janji tertentu kepada pemohon?

d. Bentuk keputusan yang digugat: apakah keputusan itu sendiri sudah cukup

jelas? Apakah keputusan itu memuat pertimbangan-pertimbangan yang

didasarkan kepada fakta-fakta yang benar?68

Mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebagai tolak ukur

untuk menilai keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara, berdasarkan penjelasan

Pasal 53 ayat (2) huruf b UU Nomor 9 Tahun 2004, AUPB yang dimaksud di sini

adalah adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme, yaitu meliputi asas kepastian hukum, tertib

penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsional, profesionalitas, dan

akuntabilitas.

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dapat dipahami sebagai asas-

asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan

pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggaraan

pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil, dan terhormat, bebas dari kezaliman,

pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan

sewenang-wenang. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik berfungsi sebagai

68

Indroharto, Op. Cit., hlm. 168-169.

Page 104: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

pegangan bagi pejabat administrasi negara dalam menjalankan fungsinya,

merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi

negara, dan dasar gugatan bagi masyarakat yang merasa dirugikan oleh Pejabat

atau Badan Tata Usaha Negara.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan doktrin, analisis Penulis

mengenai keabsahan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 87/P

Tahun 2013 Tanggal 22 Juli 2013 perihalpemberhentian dengan hormat dari

jabatan Hakim Konstitusi, masing-masing atas nama Prof. Dr. Maria Farida

Indrati, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., M.H. serta pengangkatan

dalam jabatan Hakim Konstitusi masing-masing atas nama Prof. Dr. Maria Farida

Indrati, S.H., M.H. dan Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H dapat dideskripsikan

sebagai berikut:

a. Keabsahan Surat Keputusan objek sengketa ditinjau dari peraturan

perundang-undangan.

Keabsahan Surat Keputusan objek sengketa ditinjau dari peraturan

perundang-undangan dapat diukur melalui tiga aspek yaitu aspek wewenang,

aspek prosedural serta aspek substansi.

Keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara ditinjau dari segi

kewenangan ini berarti bahwa dalam mengeluarkan suatu Keputusan Tata

Usaha Negara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara harus mempunyai

kewenangan.Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan doktrin,

kewenangan yang ada pada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menjadi

Page 105: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

salah satu tolok ukur untuk menilai sah atau tidaknya suatu Keputusan Tata

Usaha Negara.

Riawan Tjandra menegaskan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara

yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak

berwenang (onvoegdheid) disebut keputusan yang cacat mengenai kewenangan

(bevoegdheidsgebreken), yang meliputi:

1. Onbevoegdheid ratione materiae, yaitu apabila suatu keputusan tidak ada

dasarnya dalam peraturan perundang-undangan atau apabila keputusan itu

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak

berwenang mengeluarkannya.

2. Onbevoegdheid ratione loci, keputusan yang diambil oleh Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara tersebut menyangkut hal yang berada di luar

batas wilayahnya (geografis).

3. Onbevoegdheid ratione temporis, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

belum berwenang atau tidak berwenang lagi untuk mengeluarkan Keputusan

Tata Usaha Negara.69

Ditinjau dari segi kewenangan, Tergugat dalam mengeluarkan Surat

Keputusan objek sengketa adalah berdasarkan Pasal 24 C ayat (3) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo. Pasal 18 ayat (1)

Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 jo. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No.

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman maka Tergugat memiliki

69

W. Riawan Tjandra, Op.Cit.,hlm. 73.

Page 106: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

kewenangan untuk mengajukan calon Hakim Konstitusi sebanyak 3 (tiga) orang

dan menetapkan Hakim Konstitusi sehingga Tergugat berwenang untuk

menerbitkan Surat Keputusan objek sengketa.

Penunjukan Presiden kepada Prof. Dr. Maria Farida Indrati SH.,

MH.dan Dr. Patrialis Akbar, SH., MH. sebagai Hakim Konstitusi berdasarkan

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 87/P Tahun 2013 Tanggal 22 Juli

2013 adalah dalam rangka melaksanakan kewenangan dan kewajiban Presiden

untuk memenuhi perintah Konstitusi UUD 1945 Pasal 24 C ayat (3) yang

menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota

Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masingmasing

tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat,

dan tiga orang oleh Presiden.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

penerbitan Surat Keputusan objek sengketa telah memenuhi dan melaksanakan

pemberian kewenangan Tergugat dalam pengajuan Hakim Konstitusi

sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, maka Surat Keputusan objek sengketa telah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan dalam dimensi wewenang.

Berikutnya ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang bersifat

prosedural, maka Surat Keputusan objek sengketa harus sesuai dengan

prosedur yang telah ditentukan mengenai mekanisme atau tata cara

pengangkatan Hakim Konstitusi. Peraturan perundang-undangan yang dijadikan

Page 107: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

dasar pengujian untuk menguji keabsahan Surat Keputusan objek sengketa

tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

mengatur di dalamnya mengenai mekanisme atau tata cara pengangkatan

Hakim Konstitusi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15, Pasal 16, Pasal

17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20. Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah ke dalam pasal 15 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2011 berisi ketentuan yang bersifat prosedural, dimana

ditentukan bahwa secara prosedural untuk dapat diangkat menjadi Hakim

Konstitusi seorang calonHakim Konstitusiharus memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan. Selain itu Pasal 19 menentukan bahwa prosedur pencalonan Hakim

Konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif serta pemilihannya

dilakukan secara objektif dan akuntabel.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, dapat diketahui

bahwa mekanisme pengangkatan hakim Mahkamah Konstitusi meliputi dua hal,

yaitu (1) syarat administratif yang harus dipenuhi oleh seorang calon Hakim

Konstitusi, hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat

(2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan (2)

tata cara pencalonan hakim Mahkamah Konstitusi yang dilaksanakan secara

transparan dan partisipatif, dan pemilihan hakim Mahkamah Konstitusi secara

Page 108: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

objektif dan akuntabel, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19 Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003.

Berdasarkan fakta hukum, terlihat bahwa mekanisme pengangkatan

Prof. Dr. Maria Farida Indrati SH., MH.dan Dr. Patrialis Akbar, SH., MH.

dalam jabatan sebagai Hakim Konstitusi oleh Presiden dilakukan melalui proses

penunjukan langsung, tanpa melalui tata cara pencalonan yang dilaksanakan

secara transparan dan partisipatif,karena tidak dipublikasikandi

mediamassabaikcetakmaupunelektronik,sehingga menurut Pengadilan tindakan

Tergugat tersebut mengandung cacat yuridis karena tidak memenuhi ketentuan

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi, yang menggariskan bahwa dalam pencalonan Hakim Konstitusi

harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif. Sehingga berdasarkan

fakta yuridis tersebut, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa Tergugat

melanggar peraturan perundang-undangan yang bersifat prosedural.

Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas, dapat

diketahui bahwa yang menjadi titik permasalahan dalam objek sengketa adalah

mengenai penerapan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang

mengatur bahwa pencalonan Hakim Konstitusi dilaksanakan secara transparan

dan partisipatif.

Menurut penjelasan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

bahwa yang dimaksud dengan dilaksanakan secara transparan dan

partisipatifadalah calonHakim Konstitusidipublikasikandi

Page 109: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

mediamassabaikcetakmaupunelektronik, sehingga

masyarakatmempunyaikesempatanuntuk ikut memberimasukanatascalon

hakimyangbersangkutan.

Penjelasan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 telah

dengan sangat jelas memberikan pengertian dari proses transparan dan

partisipatif. Berdasarkan penjelasan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003 ditentukan bahwa yang dimaksud dengan transparan dan partisipatif

dalam pencalonan Hakim Konstitusi adalah dengan cara dipublikasikan dalam

media cetak atau media elektronik dengan maksud agar masyarakat dapat

memberikan masukan. Sehingga ketentuan mengenai publikasi pencalonan

hakim Konstitusi di media masa baik cetak maupun elektronik merupakan

suatu keharusan yang dilaksanakan oleh lembaga yang diberi kewenangan

untuk mengsyaratkan dilaksakannya proses pencalonan dan pemilihan Hakim

Konstitusi yang transparan serta partisipatif sebagaimana diamanatkan dalam

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003.

Pernyataan Tergugat yang menyatakan bahwa penjelasan hanya

berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk peraturan perundang-undangan atas

norma tertentu dalam batang tubuh, dan tidak dapat dijadikan sebagai dasar

hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut, menunjukan ketidakkonsistenan

Tergugat dalam memahami suatu penjelasan dalam peraturan perundang-

undangan.

Page 110: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Tindakan Tergugat dengan menunjuk langsung calon Hakim Konstitusi

tanpa melakukan publikasi melalui media masa jelas menggambarkan bahwa

proses pencalonan Hakim Konstitusi yang dilakukan Presiden tersebut tidak

dilaksanakan secara transparan dan partisipatif. Sehingga tidak terpenuhinya

syarat transparan dan partisipatif tersebut mengakibatkan tidak sahnya

Keputusan objek sengketa dari segi prosedural.

Selanjutnya, mengenai proses pengangkatan Patrialis akbar sebagai

Hakim Konstitusi banyak diprotes oleh para aktivis hukum, ahli hukum, dan

penggiat demokrasi karena Patrialis berasal dari lingkungan Partai Politik.

Persoalan diperuncing lagi dengan ditangkapnya Akil Mochtar oleh KPK.Oleh

karena itu, Presiden menyikapi protes tersebut dengan mengeluarkan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013

berisimengenai ketentuan perlunya Panel Ahli untuk menyeleksi calon Hakim

Konstitusi, dan tata cara pengangkatan calon Hakim Konstitusiyang diatur

dalam Pasal 1 angka 5, Pasal 15 ayat (2) dan (3) dan Pasal 18A, 18B, 18C.

Sebelum menelaah lebih lanjut, berikut kronologis yuridis penerbitan

Surat Keputusan objek sengketa dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Surat Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 diterbitkan pada tanggal

22 Juli 2013.

Page 111: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

2. Surat Gugatan terdaftar di Panitera PTUN Jakarta, tanggal 12 Agustus 2013.

3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013

tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi, diundangkan tanggal 17 Oktober 2013.

4. Putusan PTUN Jakarta No: 139/G/2013/PTUN-JKT, tanggal 20 Desember

2013

5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun menjadi undang-

undang, diundangkan tanggal 15 Januari 2014

6. Putusan Mahakamah Konstitusi Nomor: 1-2/PUU-XII/2014 tentang

Pembatalan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014, tanggal 13 Fabruari

2014.

Berdasarkan kronologi tersebut di atas dapat diketahui bahwa pada saat

Surat Keputusan objek sengketa diterbitkan oleh Tergugat, Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 belum berlaku.

Kemudian, dikarenakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-UndangNomor

24 Tahun 2003 tentang Mahakamah Konstitusi mulai diundangkan tanggal 17

Oktober 2013, maka dapat diketahui bahwa pada saat Putusan PTUN Jakarta

dikeluarkan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2013 masih berlaku sebagai hukum positif, akan tetapi karena Surat Keputusan

objek sengketa dikeluarkan sebelum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Page 112: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Undang Nomor 1 Tahun 2013, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2013 tidak dapat dijadikan acuan untuk menentukan

keabsahan Surat Keputusan objek sengketa.

Sekalipun tidak mengacu kepada Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 dan hanya mengacu kepada Undang-

UndangNomor 24 Tahun 2003, maka ketentuan sebagaimana diatur dalam

Penjelasan Pasal 19 Undang-UndangNomor 24 Tahun 2003 mengenai

persyaratan mekanisme pencalonan Hakim Konstitusi yang mengharuskan

dipublikasikan dalam media cetak maupun media elektronik tetap menjadi

ketentuan yang tidak dapat disimpangi.Sehingga, dalam hal ini Surat Keputusan

objek sengketa tetap dinyatakan batal atau tidak sah karena tidak memenuhi

ketentuan Pasal 19 Undang-UndangNomor 24 Tahun 2003 dan pertimbangan

Majelis hakim yang mendasarkan pada Penjelasan Pasal 19 Undang-

UndangNomor 24 Tahun 2003 adalah tepat.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tindakan

Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan objek sengketa tidak sah dari

aspek prosedur dalam penerbitan suatu Keputusan Tata Usaha Negara karena

tidak memenuhi ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

yang menggariskan bahwa dalam pencalonan Hakim Konstitusi harus

dilaksanakan secara transparan dan partisipatif. Dengan demikian, maka Surat

Keputusan objek sengketa telah bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang bersifat prosedural.

Page 113: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Berikutnya,ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang bersifat

substansial, maka Surat Keputusan objek sengketa harus sesuai dengan

substansi kewenangan dan kewajiban Tergugat sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

dinyatakan bahwa Tergugat (Presiden) memiliki hak, kewenangan dan

kewajiban untuk mengajukan calon Hakim Konstitusi sebanyak 3 (tiga) orang

dan menetapkan Hakim Konstitusi dari calon yang telah diajukan tersebut ke

dalam suatu bentuk Keputusan Tata Usaha Negara. Sehingga subtansi dari

Keputusan Tata Usaha Negara tersebut harus berupa “pengangkatan dalam

jabatan hakim Mahkamah Konstitusi”

Secara substansi, Surat Keputusan objek sengketa yang berisi

“pengangkatan dalam jabatan Hakim Konstitusi masing-masing atas nama Prof.

Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. dan Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H.” telah

sesuai dengan hak, kewenangan dan kewajiban Tergugat sebagai Pejabat Tata

Usaha Negara, karena dalam hal ini calon Hakim Konstitusi atas nama Prof. Dr.

Maria Farida Indrati, S.H., M.H. dan Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H. telah

memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1), (2) dan ayat

(3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, sehingga Tergugat (sebagai Pejabat

Tata Usaha Negara) berkewajiban untuk menjalankan hak, kewajiban dan

wewenangnya untuk mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara objek

Page 114: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

sengketa sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 Undang-Undang No. 24

Tahun 2003. Dengan demikian, dari aspek substansi, penerbitan Surat

Keputusan objek sengketa tidak bertentangan dengan Pasal 9 ayat (1) huruf a

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 sebagaimana yang telah didalilkan Para

Penggugat, sehingga Surat Keputusan objek sengketa telah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang bersifat substansiil.

b. Keabsahan Surat Keputusan objek sengketa ditinjau dari Asas-Asas

Umum Pemerintahan Yang Baik.

Berikutnya keabsahan Surat Keputusan objek sengketa ditinjau dari

Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yaitu mengacu kepada Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, AUPB tersebut meliputi asas

kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas keterbukaan, asas

proporsional, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.

Mengacu kepada AUPB sebagaimana terdapat dalam Pasal 3 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999 sebagaimana disebutkan di atas, AUPB yang

dipermasalahkan oleh Para Penggugat atas tindakan Tergugat dalam

menerbitkan Surat Keputusan objek sengketa adalah asas kepastian hukum,

asas kepentingan umum, asas akuntabilitas, dan asas keterbukaan.

Pelanggaran mengenai asas kepastian hukum, menurut Para Penggugat

dikarenakan penerbitan Surat Keputusan objek sengketa oleh Tergugat tidak

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan yaitu ketentuan

Page 115: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

prosedur pencalonan Hakim Konstitusi yang diatur Pasal 19 Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 sehingga kepatutan dan keadilan bagi kepentingan Para

Penggugat dalam berpartisipatif dinilai terabaikan.

Bahwa yang dimaksud dengan asas kepastian hukum menurut

penjelasan Pasal 3 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah asas

dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-

undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan

negara.

Asas kepastian hukum tersebut di atas mengamanatkan agar setiap

penyelenggaraan negara harus berdasarkan peraturan perundang-undangan serta

keadilan dalam setiap penyelenggaraan negara, namun tindakan Tergugat dalam

menerbitkan Surat Keputusan objek sengketa telah bertentangandengan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku ditinjau dari aspek prosedur.

Proses pencalonan Hakim Konstitusi melalui penunjukan langsung oleh

Tergugat tanpa melalui publikasi di media masa menunjukan bahwa proses

pemilihan Hakim Konstitusi tersebut tidak dilaksanakan secara transparan dan

partisipatif sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003. Proses pencalonan Hakim Konstitusi yang demikian menunjukan

proses penyelenggaraan negara yang tidak menjalankan perundang-undangan

yang berlaku.

Selanjutnya keabsahan Surat Keputusan objek sengketa ditinjau dari

asas kepentingan umum. Menurut Para Penggugat pelanggaran terhadap asas

Page 116: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

kepentingan umum oleh Tergugat adalah karena penerbitan Surat Keputusan

objek sengketa hanya berdasarkan kepentingan golongan dan

mengesampingkan kepentingan umum yaitu kepentingan Para Penggugat untuk

menyampaikan masukan dan pilihan terhadap pemilihan Hakim Konstitusi.

Menurut penjelasan Pasal 3 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999 yang dimaksud dengan asas kepentingan umum adalah asas yang

mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan

selektif.

Berdasarkan pengertian asas kepentingan umum tersebut di atas, asas ini

menghendaki pemerintah harus mengutamakan kepentingan umum terlebih

dahulu.Namundalam hal ini, Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan

objek sengketa telah mengesampingkan kepentingan umum yaitu kepentingan

masyarakat untuk turut serta dalam memberikan pertimbangan serta masukan

dalam menetapkan calon Hakim Konstitusi.Sehingga, penerbitan Surat

Keputusan objek sengketa oleh Tergugat dinilai telah bertentangan dengan asas

kepentingan umum.

Mengenai keabsahan Surat Keputusan objek sengketa ditinjau dari asas

akuntabilitas. Menurut Para Penggugat pelanggaran terhadap asas akuntabilitas

oleh Tergugat adalah karena penerbitan Surat Keputusan objek sengketa

bertentangan dengan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

dan terkesan Tergugat tidak melakukan rekrut Hakim Konstitusi kepada orang-

orang yang memiliki kredibilitas yang baik dan tidak tercela sehingga

Page 117: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

penerbitan Surat Keputusan objek sengketa akan sulit dipertanggungjawabkan

dengan baik dan benar.

Menurut penjelasan Pasal 3 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999 yang dimaksud dengan asas akuntabilitas asas yang menentukan setiap

kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan

tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan objek sengketa tidak

menerapkan asas akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003.Proses pengangkatan Hakim Konstitusi

yang ditunjuk secara langsung serta tanpa melalui proses yang transparan dan

partisipatif dinilai tidak dapat dipertanggungjawabkan secara baik dan benar

terhadap masyarakat selaku pemegang kedaulatan tertinggi.

Mengenai keabsahan Surat Keputusan objek sengketa ditinjau dari asas

keterbukaan. Menurut Para Penggugat pelanggaran terhadap asas akuntabilitas

oleh Tergugat adalah karena penerbitan Surat Keputusan objek sengketa oleh

Tergugat tidak pernah melalui pemberian informasi kepada masyarakat dan

Para Penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003.

Menurut penjelasan Pasal 3 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999 yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri

Page 118: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan

tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap

memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia

negara.

Berdasarkan pengertian asas keterbukaan tersebut di atas, Tergugat

dalam menerbitkan Surat Keputusan objek sengketa tidak memenuhi asas

keterbukaan karena dalam proses pencalonan Hakim Konstitusi oleh Tergugat

tidak dilakukan publikasi sehingga proses pencalonan Hakim Konstitusi yang

demikian tidak melalui pemberian informasi kepada masyarakat dan Para

Penggugat.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam

penerbitan Surat Keputusan objek sengketa ditemukan adanya cacat yuridis baik

segi prosedural. Sehingga Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan objek

sengketa tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta

telah bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik terutama

asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas akuntabilitas, dan asas

keterbukaan.

2. Akibat hukum yang timbul dengan dibatalkannya Surat Keputusan objek

sengketa.

Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara mengatur di dalamnya mengenai hukum materiil dan hukum

formil.Hukum formil adalah hukum yang menegakkan hukum materiil.Hukum

Page 119: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

formil dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 ini yaitu yang dikenal dengan

sebutan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Adapun pengertian Hukum

Acara Peradilan Tata Usaha Negara yaituhukum yang mengatur tentang cara-cara

bersengketa di Peradilan Tata Usaha Negara, serta mengatur hak dan kewajiban

pihak-pihak yang terkait dalam proses penyelesaian sengketa tersebut.Sedangkan

yang dimaksud sebagai hukum materiil adalah Hukum Administrasi

Negara.Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur tindakan

pemerintah serta mengatur pula di dalamnya mengenai hubungan antara warga

negara dengan pemerintah.

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara merupakan hukum acara yang

secara bersama-sama diatur dengan hukum materiilnya di dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986.Oleh karena hukum materiil dalam hal ini adalah Hukum

Administrasi Negara maka asas-asas yang berlaku dalam Hukum Administrasi

Negara berlaku pula sebagai Asas-Asas Peradilan Tata Usaha Negara. Berikut

asas-asas yang dikenal dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara yaitu:

a. Asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid-praesumption iustae

causa). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu

harus dianggap rechmatig sampai ada pembatalannya. Dengan asas ini, gugatan

tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat (1) UU No. 5

Tahun 1986).

b. Asas pembuktian bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian.

Page 120: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

c. Asas keaktifan Hakim (dominus litis). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk

mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha

Negara sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata.

d. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan “erga omnes”. Sengketa Tata

Usaha Negara adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan

pengadilan Tata Usaha Negara berlaku bagi siapa saja, tidak hanya bagi para

pihak yang bersengketa.70

Salah satu asas yang terdapat dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha

Negara ialah asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid-

praesumption iustae causa).Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan

penguasa selalu harus dianggap rechmatig sampai ada pembatalannya.Menurut

asas ini ditegaskan bahwa perbuatan hukum pemerintah adalah sah sampai

dinyatakan batal. Oleh karena itu, pada asasnya selama hal tersebut belum

diputuskan oleh Pengadilan , maka Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat

tetap dianggap sah menurut hukum dan dapat dilaksanakan. Sehingga sekalipun

terhadap Keputusan Tata Usaha Negara tersebut terdapat gugatan yang digugat

oleh Penggugat, hal ini menimbulkan konsekuensi sebagaimana diatur dalam

ketentuan Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 bahwa gugatan

tersebut tidak menunda atau tidak menjadikan tidak dilaksanakannya KTUN yang

digugat. Sehingga selama gugatan dalam proses pemeriksaan, KTUN yang digugat

70

Philipus M. Hadjon dkk, Op. Cit., hlm. 313.

Page 121: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

tetap mempunyai kekuatan hukum sepenuhnya serta tetap harus dianggap sah dan

berlaku sampai dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan.

Konsekuensi atas asas praduga rechtmatigmengakibatkan bahwa suatu

KTUN itu tidak dapat batal demi hukum tetapi hanya dapat dibatalkan.Relevan

dengan asas praduga rechtmatig, akibat suatu keputusan yang tidak sah dapat

berupa tiga hal yaitu:

1. Keputusan yang batal (nietig) yaitu berarti perbuatan yang dilakukan dianggap

tidak ada. Konsekuensinya bagi hukum, akibat dari perbuatan itu dianggap

tidak pernah ada, sehingga disebut sebagai batal mutlak.

2. Keputusan yang batal karena hukum atau batal demi hukum (van rechtswege

nietig-nietigheid van rechtwege)yaitu berarti akibat dari perbuatan dianggap

tidak ada tanpa perlu adanya suatu putusan hakim atau keputusan badan

pemerintahan lain yang berkompeten membatalkan perbuatan tersebut.

3. Keputusan yang dapat dibatalkan (vernietigbaar) yaitu berarti perbuatan yang

dilakukan dan akibatnya dianggap ada sampai waktu pembatalan oleh hakim

atau badan pemerintah lain yang kompeten.71

Tindakan pemerintah dapat berakibat pada batal, batal demi hukum atau

dapat dibatalkan tergantung pada “essential tidaknya” cacat yang terdapat dalam

keputusan itu.Berdasarkan asas praduga rechtmatig, dalam Peradilan Tata Usaha

71

Suparto Wijoyo, 2005, Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi (Peradilan Tata

Usaha Negara, Airlangga University Press, Surabaya, hlm.59-60.

Page 122: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Negara, tindakan pemerintah dalam mengeluarkan suatu KTUN itu hanya dapat

dibatalkan tidak dapat batal demi hukum atau batal mutlak.

Kemudian, meskipun suatu keputusan itu dianggap sah dan akan

menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata, akan tetapi

keputusan yang sah itu tidak dengan sendirinya berlaku, karena untuk berlakunya

suatu keputusan harus memperhatikan hal sebagai berikut yaitu : pertama, jika

berdasarkan peraturan dasarnya terhadap keputusan itu tidak memberi

kemungkinan mengajukan permohonan banding bagi yang dikenai keputusan,

maka keputusan itu mulai berlaku sejak saat diterbitkan; kedua, jika berdasarkan

peraturan dasarnya terdapat kemungkinan untuk mengajukan banding terhadap

keputusan yang bersangkutan maka keberlakuannya keputusan itu tergantung dari

proses banding itu. Sehingga, apabila terdapat upaya hukum banding atau

keberatan yang diajukan para pihak atas putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan

Tata Usaha Negara, maka dalam hal ini terhadap putusan tersebut belum tercapai

putusan yang ingkrah.Sehingga secara hukum KTUN tersebut masih dinyatakan

sah dan belum dinyatakan batal.Kemudian, dalam hal telah tercapai putusan yang

ingkrah, maka putusan tersebut baru mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak

dibatalkannya KTUN bukan sejak diterbitkannya KTUN.Ini merupakan

konsekuensi dari asas praduga rechtmatig yang menyebutkan bahwa setiap

tindakan pemerintah selalu dianggap rechmatig sampai ada pembatalan.72

72

Ridwan HR., 2010, Op. Cit., hlm. 164.

Page 123: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Lebih lanjut, konsekuensi asas praduga rechtmatig ini adalah bahwa pada

dasarnya keputusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah itu tidak dapat ditunda

pelaksanaanya meskipun terdapat keberatan (bezwaar), banding (beroep),

perlawanan (bestreden) atau gugatan terhadap suatu keputusan oleh pihak yang

dikenai keputusan tersebut.Sehingga selama belum tercapai putusan yang ingkrah

maka suatu KTUN yang digugat masih dianggap sah dan dapat dilaksanakan

kecuali apabila diajukan permohonan penundaan.

Adapun dalam perkara a quo, berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim

Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Surat Keputusan objek sengketa yang

dikeluarkan oleh Tergugat dinyatakan tidak sah karena dinilai telah bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan serta Asas-Asas Umum Pemerintahan

Yang Baik sehingga Surat Keputusan objek sengketa dinyatakan batal. Pembatalan

Surat Keputusan objek sengketa tersebut oleh Pengadilan telah menimbulkan

akibat-akibat hukum

Adanya konsekuensi asas praduga rechtmatig sebagaimana diuraikan di

atas apabila dikaitkan dengan perkara a quo, maka dalam hal ini Surat Keputusan

objek sengketa masih dianggap sah menurut hukum sebelum tercapainya putusan

yang ingkrah. Sehingga dalam hal ini apabila Tergugat merasa tidak puas atas

putusan Majelis Hakim serta kemudian mengajukan upaya hukum banding

terhadap putusan tersebut maka selama itu belum tercapai putusan yang

ingkrah.Oleh karenanya, Surat Keputusan objek sengketa secara hukum masih

dianggap sah dan masih dapat dilaksanakan selama tidak diajukan permohonan

Page 124: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

penundaan atau selama permohonan penundaan KTUN tersebut tidak dikabulkan

oleh Pengadilan. Sehingga, dalam hal ini segala tindakan Prof. Dr. Maria Farida

Indrati, S.H., M.H. serta Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H (Tergugat II Intervensi)

yang dilakukan selama menduduki jabatan Hakim Konstitusi berdasarkan Surat

Keputusan objek sengketa masih sah dan baru dianggap tidak mempunyai

kekuatan hukum lagi sejak dibatalkannya Surat Keputusan objek sengketa bukan

sejak diterbitkannya Surat Keputusan objek sengketa.

Selanjutnya, menurut ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor

9 Tahun 2004 seorang atau badan hukum perdata yang mengajukan gugatan ke

Pengadilan Tata Usaha Negara adalah untuk menuntut agar KTUN yang

dipersengketakan dinyatakan batal atau tidak sah. Suatu KTUN akan dinyatakan

tidak sah yaitu apabila KTUN tersebut dikeluarkan oleh badan atau pejabat yang

tidak berwenang, KTUN tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang mendasari dikeluarkannya KTUN tersebut, kemudian isinya

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta

bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemrintahan Yang Baik. Selain itu, F.H.

van der Burg dan kawan-kawan menyebutkan bahwa keputusan dianggap tidak

sah jika dibuat oleh oragan yang tidak berwenang (onbevoegdhid), mengandung

cacat bentuk (vormgebreken), cacat isi (inhoudsgebreken), dan cacat kehendak

(wilsgebreken).

Suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak sah tentunya menimbulkan

beberapa macam akibat hukum yang ditimbulkan. Dalam konteks akibat-akibat

Page 125: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

hukum yang ditimbulkan sebagai akibat adanya suatu KTUN yang tidak sah A.M.

Donner mengemukakan sebagai berikut:

1. Keputusan itu harus dianggap batal sama sekali;

2. Berlakunya keputusan itu dapat digugat:

a. dalam banding (beroep).

b. dalam pembatalan oleh jabatan (amtshalve vernietiging) karena bertentangan

dengan undang-undang.

c. Dalam penarikan kembali (intekking) oleh kekuasaan yang berhak

(competent) mengeluarkan keputusan itu.

3. Dalam hal keputusan tersebut, sebelum dapat berlaku, memerlukan persetujuan

(peneguhan) suatu badan kenegaraan yang lebih tinggi, maka persetujuan itu

tidak diberi.

4. Keputusan itu diberi tujuan lain dari pada tujuan permulaannya.73

Berdasarkan analisis bagian yang relevan adalah bagian nomor 1 dan 2,

sedangkan pada bagian nomor 3 dan 4 ini tidak terkait sehingga menurut hemat

Penulis bagian yang tidak relevan tidak perlu dibahas. Menurut doktrin tersebut

disebutkan bahwa akibat dari suatu keputusan yang tidak sah mengakibatkan

keputusan itu harus dianggap batal sama sekali. Hal ini berbeda dengan prinsip

yang diatur dalam asas hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara yang

menentukan bahwa suatu Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat batal demi

hukum tidak dapat dibatalkan.Sehingga hal ini menimbulkan konsekuensi yang

73

Ibid, hlm. 163.

Page 126: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

berbeda. Akibat dari suatu keputusan yang dinyatakan batal demi hukum yaitu

bahwa setelah adanya putusan hakim atau putusan badan pemerintahan lain yang

berwenang yang menyatakan bahwa keputusan itu tidak sah maka keputusan

tersebut dianggap tidak pernah pernah ada atau tidak sah sejak mula diterbitkan.

Konsekuensi dari keputusan yang batal demi hukum ini serupa dengan akibat

hukum yang disebutkan dalam doktrin yaitu keputusan itu harus dianggap batal

sama sekali, sehingga dari semula dianggap tidak pernah diterbitkannya keputusan

tersebut. Sedangkan prinsip “hanya dapat dibatalkan” dalam hukum acara

Peradilan Tata Usaha Negara mengandung konsekuensi keputusan itu tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak dibatalkan bukan sejak

diterbitkan.Sehingga keputusan itu dianggap ada dan baru dianggap batal atau

tidak sah sejak dibatalkan oleh Pengadilan bukan sejak semula keputusan itu

diterbitkan.

Mengenai berlakunya keputusan itu dapat digugat dalam banding, dalam

pembatalan oleh jabatan (amtshalve vernietiging) karena bertentangan dengan

undang-undang serta dalam penarikan kembali (intekking) oleh kekuasaan yang

berhak (competent) mengeluarkan keputusan itu, dalam hal ini gugatan yang

diajukan atasa keputusan tersebut tidak dapat mempengaruhi keberlakuan

keputusan tersebut karena pada asasnya keputusan yang telah dikeluarkan oleh

pemerintah itu tidak dapat ditunda pelaksanaanya meskipun terdapat keberatan

(bezwaar), banding (beroep), perlawanan (bestreden) atau gugatan terhadap suatu

keputusan oleh pihak yang dikenai keputusan tersebut. Sehingga dalam hal suatu

Page 127: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

keputusan yang dikeluarkan pemerintah kemudian digugat melalui banding dan

lainnya, maka secara hukum keputusan tersebut masih dianggap berlaku dan sah

hingga telah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap, dengan

demikian adanya proses gugatan terhadap suatu keputusan tidaklah mempengaruhi

keberlakuan suatu keputusan tersebut.

Kemudian, pada bagian lain masih terkait dengan akibat dari suatu

keputusan yang tidak sah terdapat pendapat yang menarik yang dikemukakan oleh

Van der Wel yang menyebutkan enam macam akibat suatu keputusan yang

mengandung kekurangan, yaitu sebagai berikut:

1. Batal karena hukum.

2. Kekurangan itu menjadi sebab atau menimbulkan kewajiban untuk

membatalkan keputusan itu untuk sebagiannya atau seluruhnya.

3. Kekurangan itu menyebabkan bahwa alat pemerintah yang lebih tinggi dan

yang berkompeten untuk menyetujui atau meneguhkannya, tidak sanggup

memberi persetujuan atau peneguhan itu.

4. Kekurangan itu tidak mempengaruhi berlakunya keputusan.

5. Karena kekurangan itu, keputusan yang bersangkutan dikonversi ke dalam

keputusan lain.

6. Hakim sipil (biasa) menganggap keputusan yang bersangkutan tidak

mengikat.74

74

Ibid.

Page 128: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Berdasarkan doktrin yang dikemukakan oleh Van der Wel tersebut di atas

terdapat poin yang menarik dimana disebutkan bahwa akibat dari suatu keputusan

yang tidak sah salah satunya adalah keputusan itu batal karena hukum. Hal ini

berlawanan dengan konsekuensi asas praduga rechmatig yang menyebutkan

bahwa suatu keputusan hanya dapat dibatalkan tidak batal demi hukum.

Selain itu Stellinga menegaskan bahwa keputusan pemerintah selalu tidak

boleh dianggap batal (batal demi hukum), baik dalam hal keputusan itu digugat di

muka hakim administrasi atau banding administrasi, maupun dalam hal

kemungkinan untuk menggugat dan untuk memohon banding itu tidak digunakan,

demikian juga dalam hal kedua kemungkinan tersebut tidak ada.75

Perbedaan akibat hukum ini menimbulkan konsekuensi yang jelas berbeda

dimana suatu keputusan yang dinyatakan batal demi hukum berarti bahwa

keputusan itu dianggap tidak ada setelah dinyatakan tidak sah melalui putusan

hakim sedangkan konsekuensi dari dapat dibatalkannya suatu keputusan adalah

keputusan itu tetap dianggap ada dan baru dinyatakan batal dan tidak berlaku

ketika sampai waktu pembatalan oleh hakim.Dengan demikian akibat hukum yang

menyatakan bahwa suatu keputusan tidak sah adalah batal demi hukum adalah

bertentangan dengan konsekuensi asas praduga rechtmatig dalam hukum acara.

Kemudian, mengenai akibat hukum lainnya dari suatu keputusan yang

tidak sah adalah kekurangan itu dapat menjadi sebab untuk membatalkan

keputusan itu untuk sebagiannya atau seluruhnya.Hal ini telah sesuai bahwasannya

75

Suparto Wijoyo, Op. Cit., hlm.60-61.

Page 129: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

suatu perbuatan hukum yang dapat dibatalkan adalah suatu perbuatan yang

mengandung cacat (kekurangan yuridis), sehingga terhadap suatu keputusan yang

mengandung kekurangan atau cacat yuridis itu dapat diajukan pembatalan baik

untuk sebagian maupun seluruhnya melalui gugatan.Dengan demikian terhadap

keputusan yang mengandung kekurangan itu dapat dijadikan sebagai alasan untuk

mengajukan gugatan yang pada dasarnya memohon agar keputusan itu dibatalkan

baik sebagian maupun seluruhnya.

Keputusan yang mengandung kekurangan atau tidak sah pada dasarnya

tidak mempengaruhi keberlakuan keputusan tersebut.Keputusan yang mengandung

kekurangan tetap dianggap sah serta berlaku secara hukum selama belum

dinyatakan batal oleh hakim melalui putusan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap.Selama keputusan itu belum dinyatakan tidak sah dengan putusan

Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, keputusan itu dianggap

sah dan mempunyai kekuatan hukum untuk berlaku bagaimanapun cacat atau

kurangnya keputusan itu.

Mengenai mengikatnya suatu keputusan, dalam hal ini suatu keputusan

yang tidak sah masih mempunyai kekuatan hukum mengikat selama keputusan itu

belum dinyatakan batal oleh Pengadilan dan baru tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat sejak dibatalkannya keputusan itu.

Dengan berdasarkan dokrin tersebut di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa dengan dibatalkannya Surat Keputusan objek sengketa itu tidak

mengakibatkan Surat Keputusan objek sengketa itu batal karena hukum tetapi

Page 130: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

hanya dapat dibatalkan. Dibatalkannya Surat Keputusan objek sengketa dalam hal

ini pun tidak mempengaruhi keberlakuan keputusan tersebut, sehingga Surat

Keputusan objek sengketa tesebut masih sah dan mempunyai kekuatan hukum

untuk berlaku sebelum tercapainya putusan yang ingkrah.Sehingga apabila

Tergugat merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan dan masih dimungkinkan

untuk mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan tersebut maka selama

itu belum tercapai putusan yang ingkrah.Oleh karenanya, Surat Keputusan objek

sengketa secara hukum masih dianggap sah dan masih dapat dilaksanakan selama

tidak diajukan permohonan penundaan atau selama permohonan penundaan

KTUN tersebut tidak dikabulkan oleh Pengadilan.

Page 131: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pembatalan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 87/P Tahun

2013 Tanggal 22 Juli 2013 perihalpemberhentian dengan hormat dari jabatan

Hakim Konstitusi, masing-masing atas nama Prof. Dr. Maria Farida Indrati,

S.H., M.H. dan Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., M.H. serta pengangkatan

dalam jabatan Hakim Konstitusi masing-masing atas nama Dr. Patrialis Akbar,

S.H., M.H, apabiladitinjaudari peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas

Umum Pemerintah yang baik, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Keabsahan Surat Keputusan objek sengketa ditinjau dari peraturan

perundang-undangan, dapat dilihat dari tiga aspek yaitu ditinjau dari aspek

wewenang, aspek substansi serta aspek prosedur. Ditinjau dari aspek

wewenang dan aspek substansi, Surat Keputusan objek sengketa telah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan ditinjau dari

aspek prosedur Surat Keputusan objek sengketa tidak sah karena tidak

memenuhi ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

yang mensyaratkan proses pencalonan Hakim Konstitusi harus dilakukan

secara transparan dan partisipatif.

b. Keabsahan Surat Keputusan objek sengketa ditinjau dari Asas-Asas

Umum Pemerintahan Yang Baik, Tergugat dalam mengeluarkan Surat

Page 132: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Keputusan objek sengketa telah bertentangan dengan Asas-Asas Umum

Pemerintahan Yang Baik terutama asas kepastian, asas kepentingan umum,

asas akuntabilitas dan asas keterbukaan.

Berdasarkan deskripsi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

Surat Keputusan objek sengketa perihal pengangkatan Hakim Konstitusi

tersebut tidak memenuhi syarat keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha

Negara, sehingga pembatalan Surat Keputusan objek sengketa telah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan

yang baik.

2. Akibat hukum yang ditimbulkan dengan dibatalkannya Surat Keputusan objek

sengketa oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yaitu

dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Sebagai konsekuensi adanya asas praduga rechtmatig yang menyebutkan

bahwa setiap tindakan pemerintah selalu dianggap rechmatig sampai ada

pembatalan, maka Surat Keputusan objek sengketa hanya dapat

dibatalkan, tidak batal demi hukum.

b. Surat Keputusan objek sengketa tetap dianggap sah menurut hukum

sebelum adanya putusan pengadilan yang telah inkrah yang

membatalkanSurat Keputusan objek sengketa tersebut.

c. Adanya hak Tergugat untuk mengajukan upaya hukum banding ke

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, dan apabila Tergugat tidak

mengajukan upaya hukum banding maka Surat Keputusan objek sengketa

Page 133: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena putusannya

telah inkrah, serta apabila Tergugat mengajukan banding maka Surat

Keputusan objek sengketa dianggap masih mempunyai kekuatan hukum

mengikat karena putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta belum

inkrah.

d. Surat Keputusan objek sengketa secara hukum masih dapat dilaksanakan

selama tidak diajukan permohonan penundaan atau selama permohonan

penundaan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut tidak dikabulkan oleh

Pengadilan.

e. Segala tindakan Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. serta Dr.

Patrialis Akbar, S.H., M.H yang dilakukan selama menduduki jabatan

Hakim Konstitusi berdasarkan Surat Keputusan objek sengketa, masih

tetap sah,sebelum ada putusan Pengadilan yang telah inkrah yang

membatalkan Surat Keputusan objek sengketa.

f. Terhadap putusan Pengadilan yang telah inkrah, yang berisi amar putusan

mengabulkan gugatan dan membatalkan KTUN, maka Tergugat dibebani

kewajiban mencabut Surat Keputusan objek sengketa tersebut, apabila

Tergugat tidak bersedia mencabut, berdasarkan ketentuan Pasal 116 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 setelah jangka waktu 60 hari

maka Surat Keputusan objek sengketa tersebut otomatis tidak lagi

mempunyai kekuatan hukum mengikat.

B. Saran

Page 134: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Terhadap Pejabat Tata Usaha Negara hendaknya lebih cermat dan hati-hati

dalam mengeluarkan suatu Keputusan Tata Usaha Negara dengan memperhatikan

keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan dari aspek peraturan

perundang-undangan serta Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, sehingga

tidak berakibat pada dibatalkan atau dinyatakan tidak sahnya Keputusan Tata

Usaha Negara tersebut.

Page 135: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Abdullah, Rozali. 1991. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

Anggriani, Jum. 2012. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta:Graha Ilmu.

Asshiddiqie, Jimly. 2009. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:Sinar

Garafika.

________________. 2010. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang.Jakarta: Sinar

Gravika.

Daulay, Ikhsan Rosyada Parluhutan. 2004. Mahkamah Konstitusi. Jakarta:Rineka

Cipta.

Hadjon, Philipus M. dkk.Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta:Gajah Mada

University Press.

____________________. 1993. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

____________________. 1994. Pengantar Hukum Administrasi di

Indonesia.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

____________________. 2011. Pengantar Hukum Administrasi

Indonesia.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Cet. XI.

____________________. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia.

Surabaya:PT. Bina Ilmu.

Harahap, Zairin. 2007. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

H.R., Ridwan. 2003. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

___________. 2010. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

___________. 2011. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Page 136: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

Indroharto.2005. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara.Jakarta: Buku III Pustaka Harapan.

Istanto, F. Sugeng. 2007. Penelitian Hukum. Yogyakarta: CV Ganda.

Ibrahim, Jhonny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:

Banyumedia Publising, Cetakan Kedua.

Marbun, S.F. 2003.Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Marzuki, PeterMahmud. 2005. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Kencana.

MD, Mahfud. 1999. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama Media.

Rahardjo, Satjipto. 1986. Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Alumni.

Setiadi, Wicipto. 1994. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Suatu

Perbandingan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerdjono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2007. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Sumitro, Ronny Hanitijo. 2005. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Kencana.

Syahrani, Riduan. 2009.Kata – Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum. Bandung: PT

Alumni.

Tim Penyusun Cetak Biru Mahkamah Konstitusi. 2004. Cetak Biru Membangun

Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Tjandra, W.Riawan. 2005. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta:

Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Wijoyo, Suparto. 2005. Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi

(Peradilan Tata Usaha Negara). Surabaya:Airlangga University Press.

Wiyono, R. 2009. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar

Gravika.

Peraturan Perundang-undangan :

1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Page 137: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8);

3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77);

4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75);

5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98);

6) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35);

7) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160);

8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70);

Putusan Pengadilan:

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor: 139/G/2013/PTUN-JKT.;

Internet:

1. http://ptun.palembang.go.id/upload_data/BEBERAPA%20ASPEK%20DALAM%

20HUKUM%20MATERIIL.pdf

2. http://po-box2000.blogspot.com/2011/04/hukum-ptun-pengertian-asas-asas-

dan.html

3. http://repository.uksw.edu/jspui/bitstream/123456789/2671/3/T1_312008029_BA

B%20II.pdf

Page 138: SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Risti...SENGKETA TATA USAHA NEGARA MENGENAI SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGANGKATAN HAKIM

4. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/8328/SKRIPSI%20GAB

UNG.pdf?sequence=1

5. https://edrasatmaidi2010.wordpress.com/2010/07/15/penyelesaian-sengketa-tun-

melalui-ptun/