Tgs Farmakologi NSAID, Yoga Zunandy Pratama, G1A112057

22
Tugas farmakologi “NSAID” Yoga Zunandy Pratama G1A112057 1. Ibuprofen Mekanisme kerja Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi terganggu. Ada dua jenis siklooksigenase, yang dinamakan COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat pada pembuluh darah, lambung, dan ginjal, sedangkan COX- 2 keberadaannya diinduksi oleh terjadinya inflamasi oleh sitokin dan merupakan mediator inflamasi. Aktivitas antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi dari ibuprofen. Berhubungan dengan kemampuan inhibisi COX-2, dan adapun efek samping seperti perdarahan saluran cerna dan kerusakan ginjal adalah disebabkan inhibisi COX-1. Ibuprofen menghambat COX-1 dan COX-2 dan membatasi produksi prostaglandin yang berhubungan dengan respon inflamasi. Farmakodinamik Ibuprofen hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, dan efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, ibuprofen bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.

description

Tgs Farmakologi NSAID, Yoga Zunandy Pratama, G1A112057

Transcript of Tgs Farmakologi NSAID, Yoga Zunandy Pratama, G1A112057

Tugas farmakologi NSAIDYoga Zunandy PratamaG1A112057

1. Ibuprofen

Mekanisme kerjaIbuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi terganggu. Ada dua jenis siklooksigenase, yang dinamakan COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat pada pembuluh darah, lambung, dan ginjal, sedangkan COX- 2 keberadaannya diinduksi oleh terjadinya inflamasi oleh sitokin dan merupakan mediator inflamasi. Aktivitas antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi dari ibuprofen.Berhubungan dengan kemampuan inhibisi COX-2, dan adapun efek samping seperti perdarahan saluran cerna dan kerusakan ginjal adalah disebabkan inhibisi COX-1. Ibuprofen menghambat COX-1 dan COX-2 dan membatasi produksi prostaglandin yang berhubungan dengan respon inflamasi.

Farmakodinamik Ibuprofen hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, dan efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, ibuprofen bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi. Ibuprofen akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Ibuprofen menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali thermostat di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi.Sebagai antiinflamasi, efek inflamasi dari ibuprofen dicapai apabila penggunaan pada dosis 1200-2400 mg sehari. Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Ibuprofen dapat dimanfaatkan pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritis rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Namun, ibuprofen hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal.

FarmakokinetikAbsorbsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Sembilan puluh persen ibuprofen terikat pada protein plasma. Onset sekitar 30 menit. Durasi ibuprofen berkisar antara 6-8 jam. Absorpsi jika diberikan secara oral mencapai 85%. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi dimetabolisme dihati untuk dua metabolit utama aktif yang dengan cepat dan lengkap dikeluarkan oleh ginjal. Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit atau konyugata (1% sebagai obat bebas), beberapa juga diekskresi melalui feses. Ibuprofen masuk ke ruang synovial dengan lambat. Konsentrasinya lebih tinggi di ruang synovial dibandingkan diplasma.

IndikasiEfek analgesik dan antiinflamasi ibuprofen dapat digunakan untuk meringankan gejala-gejala penyakit rematik tulang, sendi, gejala arthritis, osteoarthritis, dan non-sendi. Juga dapat digunakan untuk meringankan gejala-gejala akibat trauma otot dan tulang atau sendi (trauma muskuloskeletal). Meringankan nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada dismenore primer (nyeri haid), nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri setelah operasi dan sakit kepala Ibuprofen juga umumnya bertindak sebagai vasodilator, dapat melebarkan arteri koroner dan beberapa pembuluh darah lainnya. Ibuprofen diketahui memiliki efek antiplatelet, meskipun relatif lebih lemah bila dibandingkan dengan aspirin atau obat lain yang lebih dikenal sebagai antiplatelet. Dapat digunakan pada neonatus dengan paten duktus arteriosus, disfungsi ginjal, nekrotizing enterokolitis, perforasi usus, dan perdarahan intraventrikular, efek protektif neuronal. Ibuprofen lisin diindikasikan untuk penutupan duktus arteriosus. paten pada bayi prematur dengan berat antara 500 dan 1.500 gram, yang tidak lebih dari 32 minggu usia kehamilan saat restriksi cairan, diuretik, dukungan pernafasan tidak efektif.

Efek sampingIbuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu. Prostaglandin terlibat dalam pelepasan renin, vaskular lokal, sirkulasi regional, keseimbangan air, dan keseimbangan natrium. Prostaglandin juga menstimulasi perbaikan sel epitelial gastrointestinal dan menstimulasi sekresi bikarbonat dari sel epitelial. Hal ini menyebabkan ibuprofen dapat menurunkan sekresi mukus yang berfungsi sebagai pelindung dalam lambung dan usus kecil, dan juga dapat menyebabkan vasokonstriksi pada mukosa lambung. Selain itu efek samping pada gastrointestinal meliputi stress lambung, kehilangan darah tiba-tiba, diare, mual, muntah, heartburn, dispepsia, anoreksia, konstipasi, distress atau karma atau nyeri abdominal, kembung, kesukaran mencerna, dan rasa penuh pada perut juga dapat disebabkan oleh penggunaan ibuprofen. Efek samping pada sistem kardiovaskular antara lain edema perifer, retensi air, dan perburukan CHF. Pada sistem saraf pusat antara lain dizzines, mengantuk, vertigo, sakit kepala ringan, dan aseptik meningitis. Pada mata, telinga dan nasofaring antara lain gangguan penglihatan, fotopobia, dan tinnitus. Pada genitourinaria antara lain menometrorrhagia, hematuria, cistisis, acute renal insufisiensi; interstitial nephritis; hiperkalemia; hiponatremia; nekrosis papillar renal. Pada kulit antara lain rash, pruritus, dan eritema. Efek samping yang lain seperti kram otot.Hampir sama dengan jenis OAINS lain, ibuprofen juga dapat meningkatkan risiko palpitasi, ventrikular aritmia dan infark miokard (serangan jantung), khususnya di antara mereka yang menggunakan dosis tinggi dalam jangka waktu lama. Studi pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kebiasaan menggunakan OAINS dikaitkan dengan peningkatan gangguan pendengaran. Penggunaan pada paten duktus arteriosus saat neonatal dengan masa gestasi kurang dari 30 minggu dapat mengakibatkan peningkatan hiperbilirubinemia pada neonatal, karena dapat menggeser kedudukan bilirubin dari albumin, sehingga dapat mengakibatkan kerniikterus dan ensefalopati. Namun hal ini, dapat dikurangi dengan cara pemberian bersama dengan indometasin. Efek samping yang umum ditemukan antara lain sembelit, epistaksis, sakit kepala, pusing, ruam, retensi garam dan cairan mual, kenaikkan enzim hati,dispepsia, ulserasi gastrointestinal atau perdarahan, diare, dan hipertensi. Ibuprofen dapat menghambat aliran darah renal, GFR, dan transprtasi ion tubular. Prostaglandin juga mengatur aliran darah ginjal sebagai fungsional dari antagonis angiotensin II dan norepinefrin. Jika pengeluaran dua zat tersebut meningkat (misalnya, dalam hipovolemia), inhibisi produksi PG mungkin mengakibatkan berkurangnya aliran darah ginjal dan kerusakan ginjal. Namun, efek samping yang terkait dengan ginjal jarang terjadi pada dosis ibuprofen yang ditentukan. Waktu paruh yang pendek pada ibuprofen terkait dengan menurunnya resiko efek ginjal daripada OAINS lain dengan waktu paruh yang panjang. Dari penelitian-penelitian yang Penggunaan jangka pendek dari ibuprofen tidak signifikan meningkatkan risiko kerusakan ginjal pada sukarelawan sehat atau pada anak dengan penyakit demam. Pengobatan jangka panjang dengan ibuprofen dengan dosis 1200 mg / hari tidak meningkatkan risiko kerusakan ginjal pada orang lanjut usia. Ibuprofen juga bisa mempengaruhi agregasi trombosit. Efek ini ditimbulkan karena adanya penghambatan biosintesis tromboksan A2 (TXA2).

Sediaan dan PosologiBentuk sediaan generik yang tersedia yaitu berupa sediaan tablet 200 mg, 400 mg, 600 mg; tablet salut selaput 200 mg, 400 mg; kaptabs salut selaput 200 mg. Bentuk sediaan paten yang tersedia yaitu berupa sediaan tablet 200 mg, 400 mg, 600 mg; tablet salut selaput 200 mg, 400 mg, 600 mg; kaptabs salut selaput 200 mg, 400 mg; suspensi 100 mg/5 mL, 200 mg/5 mL; tablet kunyah 100 mg ; suppositoria 125 mg.Sediaan kombinasi yang tersedia yaitu berupa kombinasi ibuprofen dengan parasetamol; ibuprofen dengan parasetamol dan kafein; dan ibuprofen dengan Vitamin B6 B1 dan B12.Posologi : Ibuprofen dosis rendah (200 mg dan 400 mg) banyak tersedia. Ibuprofen memiliki durasi tergantung dosis yaitu sekitar 4-8 jam, yang lebih lama dari yang disarankan dari waktu paruh. Dosis yang dianjurkan bervariasi tergantung massa tubuh dan indikasi. Umumnya, dosis oral 200-400 mg (5 10 mg / kg BB pada anak-anak) setiap 4-6 jam, dapat ditambahkan sampai dosis harian 800-1200 mg. Jumlah maksimum ibuprofen untuk orang dewasa adalah 800 miligram per dosis atau 3200 mg per hari (4 dosis maksimum). Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kgBB dengan interval pemberian 4-6 jam, mereduksi demam 15% lebih cepat dibandingkan parasetamol dosis 10-15 mg/kgBB.

Keamanan untuk kehamilan dan menyusuiKontraindikasi kehamilan tiga bulan terakhir dan menyusui.

Interaksi obat

Toksisitas

Gejala -gejala overdosis ibuprofen mirip dengan gejala yangdisebabkan oleh overdosis OAINS lain. Korelasi antara tingkat keparahangejala dengan kadar ibuprofen dalam plasma pernah ditemukan. Efek racuntidak mungkin muncul pada dosis di bawah 100 mg/kg tetapi saat di atas 400mg/kg; (sekitar 150 tablet dari 200 unit mg). Dosis letal sukar ditentukankarena bervariasi tergantung pada usia, berat badan, dan penyakit padapasien. Terapi untuk overdosis dalam kasus awal adalah dekontaminasilambung menggunakan arang aktif, jarang menyerap obat sebelum bisa masukke sirkulasi sistemik. Lavage lambung sekarang jarang digunakan, namundapat dipertimbangkan jika jumlah yang dikonsumsi secara potensialmengancam kehidupan dan dapat dilakukan dalam waktu 60 menit setelahmenelan. Emesis tidak dianjurkan. Mayoritas konsumsi ibuprofen hanya menghasilkan efek ringan dan pengelolaan overdosis sangatlah mudah. Standar langkah-langkah untuk mempertahankan output urine normal harus dilakukan dan fungsi ginjal harus dipantau. Ibuprofen memiliki sifat asam dan juga diekskresikan dalam urin, diuresis paksa alkaline secara teori menguntungkan. Namun, karena ibuprofen sangat terikat protein dalam darah, sehingga ekskresi dari ginjal minimal. Diuresis paksa alkalin mempunyai manfaat yang terbatas. Terapi simtomatis untuk hipotensi, perdarahan GI, asidosis, dan toksisitas ginjal dapat diindikasikan. Kadang-kadang, pemantauan ketat di unit perawatan intensif selama beberapa haridiperlukan. Jika seorang pasien bertahan pada keracunan akut, merekabiasanya tidak akan mengalami gejala ulangan.

2. Asam Mefenamat

Mekanisme obat

Kerja anti-inflamatori dari NSAIDs dijelasakan dengan menghambat sintesis prostaglandin dengan COX-2. COX-2 merupakan COX yang utama yang menghasilkan prostaglandin selama proses inflamasi. Prostaglandin E dan F menimbulkan gejala inflamasi seperti vasodilatasi, hyperemia, meningkatkan permeabilitas vascular, pembengkakan, nyeri, dan meningkatkan migrasi leukosit. Sebagai tambahan, mereka memperkuat mediator inflamatoi seperti histamine, bradykinin, dan 5-hydroxytryptamine. Semua NSAIDs kecuali COX-2-selsctive agen mencegah atau menghambat COX isoform; derajat penghambatan COX-1 bervariasi dari obat yang satu ke obat yang lain.

Farmakodinamik

Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik analgesic dan anti inflamasi. Misalnya parasetamol(asetaminofen) bersifat anti piretik dan anlgesik tetapi anti inflamasinya lemah sekali. Ponstan ( asam mefenamat ) adalah obat anti inflamasi non steroid ( OAINS ) dikenal sebagai anti inflamasi, analgetik, dan antipiretik aktif pada studi hewan. Mekanisme kerja dari ponstan, sama seperti obat OAINS lainnya, secara keseluruhan belum dimengerti betul tetapi berkaitan dengan penghambatan sintesis prostaglandin.

Farmakokinetik

Meskipun terdapat banyak golongan dari OAINS tetapi hampir semuanya memiliki sifat yang sama. Salah satunya hamper semua dari OAINS tergolong asam organic yang lemah kecuali nabumetone.Hampir semua obat ini diserap dengan baik dan makanan tidak banyak mengubah bioavailability. OAINS dimetabolisme dengan baik melalui mekanisme fase 1 dan fase 2 dan sisanya melalui glucoronidation. Metabolisme ini berlansung di hati dengan enzim P450 families. Eksresinya sebagian besar melalui ginjal. Sebagian besar dari OAINS (98%) berikatan dengan albumin.AbsorpsiAsam mefenamat sangat cepat diabsorpsi setelah administrasi oral. Dalam dua kali 500 mg dosis oral yang diteliti, menunjukkan luas daerah absorpsi sebesar 30,5 mcg/hr/mL ( 17% CV ). Berdasarkan 1 gr dosis oral single, level puncak plasma mulai dari 10 sampai 20 mcg/mL3. Level puncak plasma dimulai dari 2 sampai 4 jam dam eliminasi waktu paruh kira-kira 2 jam. Efek makanan kecepatan dan luas daerah absorbsi dari asam mefenamat belum diteliti. Ingesi dari antacid yang mengandung magnesium hidrokside bersamaan dengan asam mefenamat, menunjukkan peningkatan yang signifikan dari kecepatan dan luas daerah absorbsi asam mefenamat tersebut.DistribusiAsam mefenamat dinyatakan lebih dari 90% dikelilingi albumin. Volume distribusi yang jelas ( Vzss/F ) diperkirakan mengikuti 500 mg dosis oral asam mefenamat yaitu 1,06 L/kg. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya, ponstan diduga dieksresikan pada air susu ibu pada manusia.MetabolismeAsam mefenamat dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 CYP2C9 menjadi 3- hydroxymethyl mefenamic acid ( metabolite I ). Mengalami proses oksidasi lebih lanjut mejjadi 3- carboxymefenamic acid ( metabolite II ). Level puncak plasma kira-kira 20 mcg/mL setelah 3 jam untuk hydroxy metabolite dan level puncak plasma untuk carboxy metabolite adalah 8 mcg/mL setelah 6 sampai 8 jam.EksresiKira-kira 52 % dari dosis asam mefenamat dieksresikan melalui urine terutama sebagai glucuronida asam mefenamat ( 6% ), 3-hydroxymefenamic acid ( 25% ), dan 3- carboxymefenamic acid ( 21% ). Pengeluaran melalui feses sejumlah 20% dari dosis, sebagian besar dalam bentuk 3-carboxymefenamic acid yang belum dikonjugasi. Waktu paruh dari asam mefenamat kira-kira 2 jam.

Interaksi obat

Asam mefenamat berinteraksi dengan obat-obat anti koagulan oral seperti warfarizn, asetosal (aspirin), diuretik, methotrexate dan insulin.

Indikasi

Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan.

Efek Samping

Sejumlah kasus toksisitas yang diakibatkan NSAIDs sebagai hasil dari penghambatan sintesis prostaglandin dapat terjadi. Kemampuan NSAIDs dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan mencegah pembekuan darah sehingga dapat menimbulkan toksisitas sistem penceranaan. Reaksi ringan seperti heartburn dan indigestion, dapat menurun dengan pengaturan kembali dosis, penggunaan antasida, atau memakan obat setelah makan. Hilangnya darah dari GI tract dan anemia defisiensi iron dalam penggunaan NSAIDs berkepanjangan, termasuk peptic ulserasi dan GI hermorage walaupun jarang terjadi.NSAIDs dapat menghalangi atau mengganggu fungsi ginjal, menyebabkan retensi cairan dan meninmbulkan reaksi hipersensitivitas, termasuk bronchospasm, asthma, urticaria, polip, dan reaksi anafilaktik (meskipun jarang terjadi). Spectrum toksisitas yang ditimbulkan setiap NSAIDs berhubungan dengan penghambatan COX isoform yang spesifik. Kebanyakan obat dikembangkan yang menghambat COX-2 dan karena itu tidak mengganggu GI tract, dan efek samping dari antiplatelet ditimbulkan oleh penghambatan COX-1.Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar dalam sirkulasi darah mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian menyumbat dengan endotel yang rusak dengan cepat sehingga perdarahan terhenti. Agregasi trombosit disebabkan oleh adanya tromboksan A2 (TXA2). TXA2, sama seperti prostaglandin, disintesis dari asam arachidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. OAINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase. Aspirin mengasetilasi Cox I (serin 529) dan Cox II (serin 512) sehingga sintesis prostaglandin dan TXA2 terhambat. Dengan terhambatnya TXA2, maka proses trombogenesis terganggu, dan akibatnya agregasi trombosit tidak terjadi. Jadi, efek antikoagulan trombosit yang memanjang pada penggunaan aspirin atau OAINS lainnya disebabkan oleh adanya asetilasi siklooksigenase trombosit yang irreversibel (oleh aspirin) maupun reversibel (oleh OAINS lainnya). Proses ini menetap selama trombosit masih terpapar OAINS dalam konsentrasi yang cukup tinggi.Dengan menggunakan meta analisis, dapat diketahui bahwa OAINS dapat meningkatkan tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure) sebanyak kurang lebih 5 mmHg. OAINS paling kuat mengantagonis efek antihipertensi -blocker dan ACE-inhibitor, sedangkan terhadap efek antihipertensi vasodilator atau diuretik efeknya paling lemah. OAINS yang paling kuat menimbulkan efek meningkatkan tekanan darah ialah piroksikam.OAINS juga dapat menyebabkan reaksi kulit seperti erupsi morbiliform yang ringan, reaksi-reaksi obat yang menetap, reaksi-reaksi fotosensitifitas, erupsi-erupsi vesikobulosa, serum sickness, dan eritroderma exofoliatif. Hampir semua OAINS dapat menyebabkan urtikaria terutama pada pasien yang sensitif dengan aspirin. Menurut studi oleh Akademi Dermatologi di Amerika pada tahun 1984, OAINS yang paling sedikit menimbulkan gangguan kulit adalah piroksikam, zomepirac, sulindak, natrium meklofenamat, dan benaxoprofen.Pada sistem syaraf pusat, OAINS dapat menyebabkan gangguan seperti, depresi, konvulsi, nyeri kepala, rasa lelah, halusinasi, reaksi depersonalisasi, kejang, dan sinkope. Pada penderita usia lanjut yang menggunakan naproksen atau ibuprofen telah dilaporkan mengalami disfungsi kognitif, kehilangan personalitas, pelupa, depresi, insomnia, iritasi, rasa ringan kepala, hingga paranoid.20 Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitifitas berupa rinitis vasomotor, oedem angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkiale, hipotensi hingga syok.

Dosis Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu makan. Untuk dewasa dan anak di atas 14 tahun dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam. Untuk mengobati dismenore atau sakit saat menstruasi dosisnya sebanyak 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari. Untuk mengobati menoragia yaitu 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan berhenti.

3. Meloxicam

FarmakodinamikMekanisme kerja dari meloxicam adalah penghambatan enzim siklooksigenase (COX). Produksi prostaglandin lokal sangat penting dalam proses inflamasi. Pada keadaan normal, prostaglandin disintesis oleh aktivitas COX-1 yang membantu menjaga integritas mukosa lambung, memodulasi aliran darah ke ginjal, dan fungsi trombosit .Proses inflamasi atau kaskade inflamasi dimulai dari suatu stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan sel. Sebagai reaksi terhadap kerusakan maka sel tersebut akan melepaskan beberapa fosfolipid yang di antaranya ialah asam arakhidonat. Setelah asam arakhidonat tersebut bebas akan segera diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya lipoksigenase dan siklooksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakhidonat ke dalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang selanjutnya dimetabolisir menjadi leukotrien, prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan. Jaringan yang mengalami trauma/cedera mengaktifkan COX-2, yang menyebabkan produksi prostaglandin sebagai mediator peradangan, sehingga menyebabkan nyeri. Meloxicam adalah kompetitor selektif untuk COX-2, yang dapat meredakan nyeri dan peradangan dari metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin dan thromboksan.

Farmakokinetik

Farmakokinetik meloxicam, yaitu: - Biovaibilitas oral 89% dengan konsentrasi maksimum didapat dalam 4-5 jam. - Absorbsi tergolong lambat tapi secara keseluruhan tidak terganggu oleh intake makanan. Distribusi meloxicam terikat pada protein plasma manusia (terutama albumin) dalam rentang dosis terapeutik. Fraksi dalam mengikat protein tidak tergantung pada konsentrasi obat, selama rentang konsentrasi relevan secara klinis, tetapi menurun pada pasien dengan penyakit ginjal. Konsentrasi Meloxicam dalam cairan sinovial setelah dosis tunggal oral, berkisar antara 40% sampai 50% dari yang ada di dalam plasma. Fraksi bebas dalam cairan sinovial adalah 2,5 kali lebih tinggi daripada di dalam plasma, karena kandungan albumin yang rendah pada cairan sinovial dibandingkan dengan plasma. Meloxicam dimetabolisme sampai empat metabolit biologis aktif dan diekskresikan dalam urin dan tinja. Waktu paruh (t1/2) eliminasi meloxicam adalah sekitar 20 jam. Hal ini tercermin dalam klirens plasma total 7 sampai 8 ml/menit. Meloxicam diserap dengan baik pada pemberian oral; dan penyerapan tidak berubah/dipengaruhi oleh makanan.

Indikasi

Meloxicam digunakan untuk mengobati nyeri, pembengkakan dan rasa sakit yang disebabkan oleh peradangan osteoarthritis dan rheumatoid arthritis. Meloxicam digunakan untuk mengobati radang sendi.

Kontraindikasi

Kontraindikasi pemberian Meloxicam: Penggunaan meloxicam merupakan kontraindikasi selama kehamilan dan menyusui. Tidak ada studi tentang terapi meloxicam pada wanita hamil. Meloxicam umumnya harus dihindari selama trimester pertama dan kedua kehamilan. Sejak meloxicam dapat menyebabkan cacat lahir janin disebut ductus arteriosus (penutupan awal dari dua pembuluh darah utama dari jantung dan paru-paru) pada trimester ketiga kehamilan, meloxicam juga harus dihindari selama ini akhir kehamilan.

Interaksi Obat

a. Meloksikam + AspirinPenggunaan kombinasi meloksikam dan aspirin meningkatkan risiko kerusakan saluran cerna. Tidak ada alasan klinis untuk mengkombinasikan penggunaan tersebut, dan harus dihindari. Penggunaan aspirin 3g sehari meningkatkan kadar plasma maksimum meloksikam 30 mg harian sebesar 25 mg% dan AUC nya sebesar 10%.

b. Meloksikam + Coumarin dan obat sejenis.Fenilbutazon (p.434) dan obat terkait yang diketahui menghambat metabolisme warfarin oleh sitokrom P450 isoenzim CYP2C9. NSAID dikenal sebagai inhibitor CYP2C9, meskipun terdapat substrat CYP2C9. Dalam satu penelitian kohort, pada pasien yang memakai acenocoumarol atau phenprocoumon, penggunaan NSAID yang mengandung substrat CYP2C9 (celecoksib, diklofenak, flurbiprofen, ibuprofen, indometasin, ketoprofen, meloksikam, naproxen dan piroksikam) sedikit meningkatkan risiko over-antikoagulasi.

c. Meloksikam + MetotreksatFarmakokinetik metotreksat dapat diubah oleh beberapa NSAID. Pada 13 pasien dengan artritis reumatoid yang diberi 15 mg metotreksat intravena dan setelah mengonsumsi meloksikam 15 mg sehari selama seminggu, terlihat meningkatkan efek toksisitas hematologi dari metotreksat.

d. Meloksikam + SiklosforinMeningkatkan efek toksisitas ginjal dari siklosporin, yang akan ditingkatkan oleh obat-obatan AINS (meloksikam) melalui efek prostaglandin di ginjal.

e. Meloksikam + makananMeloksikam sebaiknya di konsumsi bersamaan dengan makanan. Meloksikam dapat mengiritasi mukosa lambung, sehingga lebih baik jika dikonsumsi bersama makanan untuk mengutangi efek samping pada gastrointestinal.

Efek samping

Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.Penghambatan biosintesis PG di ginjal, terutama PGE2, berperan dalam gangguan homeostasis ginjal yang ditimbulkan oleh obat mirip aspirin (meloxicam). Pada orang normal gangguan ini tidak banyak mempengaruhi fungsi ginjal. Tetapi pada pasien hipovolemia, sirosis hepatis yang disertai asites dan pasien gagal jantung, aliran darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomeruli akan berkurang, bahkan dapat terjadi gagal ginjal akut.Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap obtat aspirin atau mirip aspirin (meloxicam). Reaksi ini umumnya berupa rhinitis vasomotor, edema angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkhial, hipotensi sampai keadaan presyok dan syok.

Bentuk Sediaan

Bentuk sediaan untuk meloxicam yaitu :Tablet :7,5 mg & 15 mg.

Dosis, Cara dan Waktu Pemberian

Dosis efektif terendah harus digunakan untuk setiap pasien. Dosis awal & pemeliharaan pada pasien dewasa adalah dosis tunggal 7,5 mg/hari. Dosis tertinggi adalah 15 mg sekali sehari. Tidak ada penyesuaian dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal/hati. Tidak disarankan untuk pasien dengan kerusakan ginjal/hati. Meloxicam dapat digunakan bersamaan dengan atau tanpa makanan.

4. Natrium diclofenac

IndikasiPengobatan akut dan kronis gejala-gejala reumatoid artritis, osteoartritis dan ankilosing spondilitis.

KontraindikasiPenderita yang hipersensitif terhadap diklofenak atau yang menderita asma, urtikaria atau alergi pada pemberian aspirin atau NSAIA lain, Penderita tukak lambung.

FarmakokinetikAbsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah yang diabsorbsi tidak berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar puncak obat dicapai dalam -1 jam. Ikatan protein 99,7%, waktu paruh 1-2 jam. Pemberian dosis berulang tiidak menyebabkan akumulasi . eliminasi terutama melalui urin.

FarmakodinamikMenghambat enzim siklo-oksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat.

Efek sampingNyeri/keram perut, sakit kepala, retensi cairan, diare, nausea, konstipasi, flatulen, kelainan pada hasil uji hati, indigesti, tukak lambung, pusing, ruam, pruritus dan tinitus.

Dosis2 - 3 kali sehari 50 mg atau 2 kali sehari 75 mg.

Interaksi obat1. Penggunaan bersama aspirin akan menurunkan konsentrasi plasma dan AUC diklofenak.2. Diklofenak meningkatkan konsentrasi plasma digoksin, metotreksat, siklosporin dan litium sehingga meningkatkan toksisitasnya.3. Diklofenak menurunkan aktivitas obat-obatan diuretik.

PenyimpananDalam wadah tertutup rapat.