Tetanus Neonatorum

download Tetanus Neonatorum

of 19

description

tetanus

Transcript of Tetanus Neonatorum

Tetanus Neonatorum

Bulan Handestiany Tetanus Neonatorum2015

BAB I

PENDAHULUAN

Tetanus neonatorum merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan terjadinya penyakit tetanus pada neonatus (bayi berusia 3-28 hari).1,2 Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit yang berbahaya dan memilki tingkat morbiditas yang tinggi. Data WHO tahun 2005 menunjukan Tetanus neonatorum merupakan penyebab dari 14 % kematian neonatus di dunia.3

Clostridium tetani merupakan bakteri yang menyebabkan terjadinya penyakit tetanus, di mana pada bayi baru lahir infeksi terutama terjadi melalui luka saat pemotongan tali pusat atau akibat proses partus yang kurang steril. Proses partus dan penanganan tali pusat yang kurang steril memungkinkan adanya infeksi bakteri sehingga membahayakan baik bagi si bayi maupun ibu melahirkan.1,3,4 Hal inilah yang menyebabkan 90% kasus tetanus neonatorum terjadi di negara negara yang kurang dan masih berkembang, di mana standar kesehatan masih sangat rendah dan fasilitas kesehatan yang layak tidak tersedia atau terbatas.1,3,4

Terapi pada tetanus neonatorum meliputi pemberian antitoksin tetanus, pelemas otot dan pemberian makanan intravena.4 Selain itu juga dapat diberikan anti microbial, debridement luka dan penanganan jalan napas pasien.4 Pencegahan penyakit ini sebenarnya sangat mudah dan menjadi fokus utama WHO, yaitu dengan pemberian vaksin pada ibu sebelum atau selama masa kehamilan; proses partus serta penanganan paska melahirkan yang steril. WHO telah mencanangkan program eliminasi tetanus maternal dan tetanus neonatorum sejak tahun 1989. Program ini telah berhasil dilaksanakan oleh negara-negara maju dan sebagian negara berkembang sehingga tetanus neonatorum sangat jarang ditemukan di negara-negara tersebut.4

Keterbatasan ekonomi di negara-negara kurang berkembang menyebabkan tingginya jumlah kasus tetanus neonatorum. Fasilitas kesehatan yang terbatas dan rendahnya pengetahuan masyarakat akan masalah ini tetap menjadikan tetanus neonatrum sebuah problematika kesehatan pada neonatal.1,4BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos yang berarti kencang atau tegang.1 Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik paralisis yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus generalisasi (umum), tetanus local dan tetanus sefalik. Bentuk tetanus yang paling sering terjadi adalah tetanus generalisasi dan juga merupakan bentuk tetanus yang paling berbahaya.1,3,4Neonatal (berasal dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti lahir)2 merupakan suatu istilah kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak bayi lahir hingga usia 28 hari kehidupan.1,2

Tetanus neonatorum merupakan suatu bentuk tetanus generalisasi yang terjadi pada masa neonatal.3,4ETIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi neorutoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan bakteri Clostridium tetani pada masa neonatal. Umumnya infeksi terjadi akibat proses partus dan penanganan tali pusat yang kurang steril.1,3 Penyakit ini khususnya terjadi pada bayi dengan ibu yang belum mendapatkan imunisasi tetanus sebelumnya1,3

Pada tahun 1884, Arthur Nicolaier berhasil mengisolasi bakteri Clostridium tetani yang hidup bebas dan pada tahun 1889 Kitasato Shibasaburo berhasil mengisolasi bakteri ini dari manusia. Vaksin tetanus (Tetanus toxoid) pertama kali pada tahun 1924 oleh P Descombey.1

EPIDEMIOLOGI

Tetanus merupakan suatu masalah kesehatan di berbagai belahan dunia dengan taraf ekonomi rendah. Jumlah kasus tetanus neonatorum dapat dikatakan berbanding terbalik dengan kondisi sosial ekonomi suatu negara. Semakin baik taraf sosial ekonomi suatu begara semakin sedikit pula jumlah kasus tetanus neonatorum di negara tersebut, demikian juga sebaliknya.

Tetanus neonatorum saat ini merupakan suatu penyakit yang dapat dikatakan langka di banyak negara maju dan berkembang, di mana proses partus yang steril dan pemberian vaksin tetanus secara umum telah disosialisasikan dan dilaksanakan sebagai suatu prosedur kesehatan wajib. Amerika Serikat memilki insiden tetanus neonatorum yang sangat rendah yaitu 0,01/1000 kelahiran sejak tahun 1967.5

Tetanus neonatorum terjadi sama banyaknya baik pada laki-laki maupun wanita (1:1), usia ibu yang paling sering mengalami tetanus maternal adalah antara usia 20-30 tahun (berbanding lurus dengan usia melahirkan terbanyak). 90 % kasus tetanus neonatorum dan tetanus maternal terjadi pada partus yang dilakukan di luar fasilitas kesehatan (di rumah, dukun, dsb).6

Tetanus neonatorum memilki tingkat morbiditas yang tinggi, dimana > 50% kasus tetanus neonatorum berakhir dengan kematian. Menurut data UNICEF, setiap 9 menit, seorang bayi meninggal akibat penyakit ini.6 WHO menyatakan bahwa tetanus neonatorum merupakan poenyebab dari 14 % kematian neonatus di seluruh dunia.7

Tetanus neonatorum dan tetanus maternal merupakan suatu kesatuan dan dengan dieliminasinya tetanus neonatorum, maka tetanus pada ibu melahirkan secara tidak langsung juga dieliminasi.5,6 Pada tahun 1989, WHO mencanangkan suatu program dengan target pada tahun 1995, penyakit tetanus pada maternal-neonatus dapat dieliminasi dan pada tahun 2005 penyakit ini bukan lagi sebuah masalah kesehatan masyarakat dunia.8 Eliminasi dianggap tercapai jika jumlah kasus tetanus neonatorum 30 x/menit

3. BeratTrismus berat, spastic dan spasme seluruh tubuh, disfagia berat, jumlah

napas >140x/menit, mulai muncul apneu dan sistem simpatis mulai tergang ditandai takikardi >120x/menit

4. Sangat beratStadium 3 ditambah dengan gangguan sistem saraf simpatis berat termasuk sistem kardiovaskuler

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat gambaran dan gejala klinis yang ada. Pemeriksaan kultur jarang dilakukan karena ditemukan tidaknya bakteri Clostridium tetani bukan merupakan suatu tanda karakterisitik pada infeksi bakteri ini. Pemeriksaan dengan spatula lidah dapat digunakan untuk mendeteksi dini penyakit ini. Hasil positif ditunjukan ketika spatula disentuhkan ke orofaring lalu terjadi spasme pada otot maseter dan bayi menggigit spatula lidah.25

KOMPLIKASI

1. Laringospasme yaitu spasme dari laring dan/atau otot pernapasan menyebabkan gangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pada kasus tetanus neonatorum.

2. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot berlebihan yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana pembentukan dan kepadatan tulang masih belum sempurna

3. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang dapat menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti jantung (cardiac arrest). Merupakan penyebab kematian neonatus yang sudah distabilkan jalan napasnya.

4. Sepsis akibat infeksi nosokomial (cth: Bronkopneumonia)5. Pneumonia Aspirasi (sering kali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun minuman yang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung)KOMPLIKASI JANGKA PANJANG

Pada sebuah penelitian, ditemukan deficit neurologis pada sebagian penderita tetanus neonatorum yang selamat. Gejala yang muncul dapat berupa cerebral palsy, gangguan perkembangan intelektual maupun gangguan perilaku.26 Gejala tersebut didapatkan pada anak-anak berusia 7-12 tahun. Hal ini diperkirakan terjadi akibat anoxia yang terjadi semasa kejang yang terjadi. 26 Namun demikian presentasi terjadinya sequalae pada penyakit ini belum dapat dipastikan. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan tetanus neonatorum pada dasarnya sama dengan tetanus lainnya, yaitu meliputi terapi suportif (sedasi, pelemas otot, dsb) selama tubuh berusaha memtabolisme neurotoxin, mencegah bertambahnya toxin yang mencapai CNS dan berusaha membunuh kuman yang masih dalam bentuk vegetatif untuk mencegah produksi tetanospasmin yang berkelanjutan.24 Perawatan di NICU mutlak diperlukan.7Eliminasi kuman dalam bentuk vegetatif dilakukan dengan membersihkan situs luka; debridement merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk membersihkan luka, diharpakan dengan tindakan tersebut, suasana anaerobik yang dibutuhkan kuman untuk germinasi dapat dihilangkan.18 Pemberian antibiotik diperlukan untuk membunuh kuman bukan untuk netralisasi toksin. Penicillin G (100.000 U/kg/24 jam IV dibagi menjadi 4-6 kali pemberian selama 10-14 hari) merupakan salah satu antibiotik pilihan,3 namun studi terbaru menemukan bahwa penicillin merupakan suatu antagonis GABA sehingga dapat meningkatkan efek dari tetanospasmin, oleh karenanya saat ini antibiotik pilihan adalah Metronidazole IV (30 mg/kg/hari, dengan dosis maksimal 4 g/hari selama 10-14 hari).7Netralisasi toksin dalam sirkulasi dilakukan dengan pemberian Tetanus Immunoglobulin (TIG) 3000-6000 unit dosis tunggal intramuskular.7 Pada suatu penelitian ditemukan bahwa dosis sebesar 500 unit memiliki efektifitas yang sama dengan pemberian dosis yang lebih besar, namun hingga saat ini pemberian dosis TIG 3000-6000 unit (IM) masih menjadi rekomendasi resmi WHO.7,24 Jika sediaan TIG tidak tersedia, pemberian anti-tetanus serum (ATS) dapat menjadi pilihan alternatif. ATS dapat diberikan dengan dosis 10.000 unit dan pemberiannya dibagi menjadi 2 dosis ( IM, IV).3,7 Di negara-negara miskin dan berkembang, TIG masih sulit didapatkan karena harganya yang mahal, sedangkan ATS karena harganya yang lebih murah lebih banyak digunakan. Penggunaan ATS harus didahului dengan uji desensitisasi terhadap antigen serum yang terkandung di dalamnya karena sering menimbulkan reaksi alergi pada penderita.7,24 Pemberian TIG ataupun ATS harus dilakukan secepatnya (maksimal 24 jam setelah didiagnosis), karena toksin tidak dapat lagi dinetralisir oleh TIG atau ATS apabila sudah mencapai medula spinalis.3,18Terapi Suportif

Terapi suportif mutlak diperlukan dan memegang peranan penting dalam menentukan tingkat mortalitas yang terjadi.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah penanganan jalan napas. Penggunaan ventilator merupakan pilihan utama. Selain itu pemberian muscle-relaxant atau sedative dengan tujuan mengurangi spasme otot sekaligus melebarkan jalan napas. Obat yang terbukti cukup efektif adalah benzodiazepine (cth: diazepam, midazolam).7,27 Diazepam memiliki efek pelemas otot, anti anxietas dan sedasi. Hal itu menyebabkan diazepam efektif digunakan dalam penanganan tetanus neonatorum.27 Pemberian diazepam bervariasi untuk tiap individu, 0,1-0,8 mg/kg/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis untuk spasme ringan, dan 0,1-0,3 mg/kg IV dalam 4-8 jam untuk spasme sedang-berat. Diazepam kemudian dititrasi untuk maintenance dose dengan dosis yang bervariasi dan belum memiliki suatu standard resmi. Pada suatu laporan kasus, maintenance dose diberikan 0,08 mg/kg IV setiap 4 jam dan midazolam 0,1 mg/kg/jam.27

Pemberian cairan harus diberikan untuk menggantikan cairan dan elektrolit. Pemberian makanan secara oral dilarang, karena dapat menyebabkan aspirasi, oleh karena itu, nutrisi diberikan secara parenteral atau via nasogastric tube (NGT). Pada kasus neonatus dengan jalan napas yang tidak berhasil distabilkan atau intubasi yang melebihi 10 hari, trakeostomi dapat dilakukan.25Pencegahan/Profilaksis

1. Proses persalinan yang steril yang didukung tenaga medis dan peralatan medis yang mendukung

2. Pendidikan dan pengarahan tentang pentingnya persalinan yang steril dan sosialisasi vaksinasi tetanus pada ibu hamil khususnya yang belum mendapat vaksinasi atau dengan riwayat vaksinasi yang belum jelas.

3. Imunisasi pada ibu hamil merupakan fokus primer dalam pencegahan tetanus neonatorum

VAKSINASI TETANUS

Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang bertindak sebagai antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi antibodi dengan protein spesifik. Pemberian vaksin tetanus toksoid dilakukan untuk profilaksis jika riwayat vaksin tidak diketahui atau kurang dari 3 kali imunisasi TT.1Imunisasi tetanus pada wanita masa subur (12 atau 15 tahun sampai 45 tahun) atau sedang mengandung merupakan cara pencegahan tetanus neonatorum yang paling mudah dan efektif.7 Melalui imunisasi tetanus lengkap, proteksi terhadap infeksi tetanus mencapai lebih dari 90%.

Wanita tanpa adanya riwayat imunisasi tetanus harus diberikan dua dosis tetanus toxoid (TT) atau difteri tetanus toxoid (Td) atau DPT (difteri pertusis tetanus) dengan jarak antar dosis minimal 4 minggu. Dosis ke 3 diberikan 6-12 bulan kemudian, dosis ke 4 satu tahun sesudah pemberian dosis ke 3, dan dosis ke 5, 1 tahun setelah pemberian dosis ke 4.8

Pada wanita yang sudah pernah diimunisasi 1 kali baik dengan TT, Td, atau DPT, dapat diberikan booster setiap 10 tahun.8

Pada wanita hamil dengan riwayat imunisasi yang jelas, harus diberikan vaksin pertama secepatnya dan disusuli oleh dosis ke 2 maksimal 3 minggu sebelum melahirkan.8

Wanita yang sudah mendapat 2 dosis vaksin pada kehamilan sebelumnya harus diberikan dosis ke 3 pada kehamilan berikutnya. Dosis ke 3 ini dapat memberikan perlindungan hingga 5 tahun.8Tabel 2 Rekomendasi jadwal imunisasi tetanus toxoid (TT) dan tetanus dan difteri toxoid (Td) untuk wanita pada masa subur yang belum divaksinasi

DosisJadwal Pemberian

TT1 atau Td1Pada kontak pertama atau sedini mungkin saat kehamilan

TT2 atau Td2Paling sedikit 4 minggu setelah dosis pertama

TT3 atau Td36-12 bulan setelah dosis kedua atau pada kehamilan berikutnya

TT4 atau Td41-5 tahun setelah dosis ketiga atau saat kehamilan berikutnya

TT5 atau Td51-10 tahun setelah dosis keempat atau saat kehamilan berikutnya

Tabel 3 Efikasi vaksin tetanus toxoid berdasarkan dosis

DosisInterval minimum antar dosisPercent protectedDurasi proteksi

TT1---

TT24 minggu80%3 tahun

TT36 bulan95%5 tahun

TT41 tahun99%10 tahun

TT51 tahun99%Mungkin seumur hidup

PERAWATAN PERSALINAN DAN PASCA PERSALINAN

Perawatan persalinan dan pasca persalinan yang bersih dan steril secara signifikan dapat menurunkan jumlah infeksi perinatal, termasuk di dalamnya tetanus neonatorum. Persalinan yang bersih didefinisikan sebagai suatu persalinan yang dibantu oleh tenaga medis di dalam suatu institusi medis atau dilakukan di rumah dengan bantuan bidan dengan prosedur persalinan yang higienis (memastikan kebersihan tangan, tali pusat, perineum, dan semua substans yang digunakan).7DIAGNOSIS BANDING

Tetanus neonatorum memilki ciri khas, namun demikian, beberapa kelainan lainnya dapat menyebabkan kejang pada neonatus dan harus dapat dibedakan dari tetanus neonatorum.8 Secara umum penyebab kejang pada neonatus dapat dibagi menjadi 3 kategori:

1. Kongenital (anomaly cerebral)

2. Perinatal (komplikasi persalinan, trauma perinatal, anoxia, perdarahan intracranial)

3. Postnatal (infeksi dan gangguan metabolisme)Kerusakan otak oleh karena gangguan kongenital atau perinatal dapat menyebabkan spasticity, gerakan tubuh yang jerky, dan kejang. Cerebral contusion, umumnya berhubungan dengan trauma pada saat persalinan atau kesulitan obstetrik lainnya, dan terjadi pada bayi cukup bulan. Sindrom kerusakan otak sering menyebabkan laxness of mouth and tongue; refleks hisap hilang, dan bayi tidak dapat menelan sejak lahir. Tidak ada kondisi yang menyebabkan trismus seperti tetanus.

Infeksi terpenting saat neonatus adalah meningitis, umumnya berhubungan dengan septicemia. Meningitis neonatorum dapat disebabkan oleh Streptococcus grup B, Escherichia coli, Lysteria monocytogenes, atau Klebsiella-Enterobacter-Serratia. Dua infeksi pertama mencakup 70% penyebab infeksi sistemik oleh bakteri pada neonatus. Bayi dengan meningitis datang dengan letargi, kejang, episode apneu, sulit minum, hipotermi atau hipertermi, dan, kadang, respiratory distress pada minggu pertama. Gejala yang sering ditemukan adalah ubun-ubun besar yang tegang.

Infeksi streptococcus grup B dapat mengenai bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Onset gejala dapat awal, dalam 48 jam pertama kehidupan, atau telat, antara 10 hari sampai 4 bulan. Apneu merupakan gejala pertama yang sering ditemukan dan pneumonia dengan gagal napas dapat terjadi.

Trismus tidak terdapat pada penyakit-penyakit di atas, dan sifat kejang berbeda dengan yang disebabkan oleh tetanus. Kejang pada kondisi di atas umumnya terjadi dengan gerakan yang lebih lambat dalam waktu yang lebih singkat dan umumnya hanya mengenai satu bagian tubuh. Pada tetanus neonatorum, tidak ditemukan ubun-ubun tegang.

Gangguan metabolik meliputi hipoglikemi terutama pada bayi BBLR atau bayi dari ibu dengan diabetes dan hipokalsemi. Insidens hipokalsemi pada neonatus tinggi pada hari pertama, kedua, atau ketiga kehidupan, dan akhir minggu pertama. Hypocalcemic tetany pada bayi baru lahir dapat menimbulkan kejang dan laringospasme. Kejang berbeda dengan yang disebabkan oleh tetanus, dan umumnya disertai tremor dan muscle twitching, sedangkan hipokalsemi tidak menimbulkan trismus atau rigiditas seluruh tubuh yang dilihat pada tetanus. Bayi dengan hypocalcemic tetany kelihatan normal di antara episode kejang.

PROGNOSISPrognosis bergantung pada masa inkubasi, waktu yang dibutuhkan dari inokulasi spora hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali munculnya gejala hingga spasme tetanik yang pertama.29 Statistik terbaru menunjukkan tingkat mortalitas pada tetanus ringan-sedang mencapai 6%. Sedangkan tetanus berat memiliki tingkat mortalitas 60%. 7

Suatu sistem penilaian untuk menilai prognosis dari tetanus dibuat oleh sebuah tim dari Senegal.30 Semakin tinggi nilai yang didapat, semakin buruk prognosisnya.29Tabel 4. Sistem skor untuk menentukan prognosis Tetanus

NomorFaktor Prognosis1 point0 point

1Masa Inkubasi< 7 hari >7 hari

2Masa Onset< 2 hari >2hari

3Situs masuk kuman (port of entry)Umbilikus, uterus, luka bakar, fraktur terbuka, injeksi intramuskularSitus lain atau tidak diketahui

4Spasme yang muncul mendadak, dan bertambah buruk (paroxysm)yaTidak

5Suhu (diukur melalui rectal)>38,4o C38,4o C

6Nadi : pada dewasa :

pada neonatus : > 120x/menit> 150x/ menit