TESIS - Repository UIN JAMBI

160
MODEL KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA RELIGIUS DI SMP SATU ATAP KECAMATAN PELANGIRAN INDRAGIRI HILIR RIAU TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Magister Strata Dua (S-2) Program Studi Manajemen Pendidikan Islam OLEH SA’ALUDIN NIM: MMP. 1622645 PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDIN JAMBI 2018 i

Transcript of TESIS - Repository UIN JAMBI

Page 1: TESIS - Repository UIN JAMBI

1

MODEL KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA RELIGIUS DI SMP

SATU ATAP KECAMATAN PELANGIRAN INDRAGIRI HILIR RIAU

TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh

Magister Strata Dua (S-2) Program Studi Manajemen Pendidikan Islam

OLEH SA’ALUDIN

NIM: MMP. 1622645

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN THAHA SAIFUDIN JAMBI 2018

i

Page 2: TESIS - Repository UIN JAMBI

2

ii

Page 3: TESIS - Repository UIN JAMBI

3

Page 4: TESIS - Repository UIN JAMBI

4

Page 5: TESIS - Repository UIN JAMBI

5

Page 6: TESIS - Repository UIN JAMBI

6

Page 7: TESIS - Repository UIN JAMBI

7

MOTTO

Artinya : Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan

yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.(Q.S. Al A‟raf :199).2

2Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya;

Departemen Agama Republik Indonesia (Semarang: Karya Toha Putra, 2002), hal. 237

vii

Page 8: TESIS - Repository UIN JAMBI

8

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan:

لحمد ٱ رب لميهٱلله لع

Tesis ini ku persembahkan kepada

Ayahanda ku Yusak,

Ibunda ku Siti Fatimah,

Ayahanda Mertua ku Fahmi,

Ibunda Mertua ku Elya Mulfa,

Istri ku Yerti Oktaviana, S. Pd.I dan anak ku tersayang Tiara Nursyatifa. Kakak ku Wahidah beserta suami dan anaknya, adik ku Ruzita, S.Pd.I dan

Syahrianto, S.Pd.I, serta sanak saudara jauh dan dekat yang selalu

menginspirasi penulis untuk selalu berjuang dan berkarya yang terbaik.

viii

Page 9: TESIS - Repository UIN JAMBI

9

ABSTRAK Sa’aludin, MMP 1622645 program studi Pendidikan Islam kosentrasi MPI, judul : Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Religius Di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran. Tesis Manajemen Pendidikan Islam, Pascasarjana UIN STS Jambi, tahun 2018

Tesis ini membahas tentang model kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) model kepemimpinan kepala sekolah terkait visi misi sekolah dalam mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, (2) budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, (3) upaya kepala sekolah dalam Mengembangkan Budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Semua data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan data yang terdiri atas tahapan memilah data pokok, penyajian data dan penarikan kesimpulan evaluasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Model kepemimpinan kepala sekolah di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yang diterapkan kepala sekolah adalah dengan menggabungkan semua model di dalam aktivitas sehari-hari di sekolah. Kepala sekolah menerapkan semua model yakni visioner, transformasional, dan kurikulum. (2) Budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yang dikembangkan berupa kebiasaan menggunakan memakai busana muslim dan muslimah ke sekolah, memperingati hari-hari besar islam, membiasakan mengucap salam, membiasakan berdo‟a sebelum dan sesudah belajar, hal tersebut sangat baik untuk dilakukan didalam lembaga pendidikan dan untuk membiasakan peserta didik agar belajar menghayati dan mempraktikkan agama dalam kehidupan sehari-hari. (3) Kepemimpinan kepala sekolah belum mampu mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran.

. Kata Kunci : Model Kepemimpinan, Budaya Religius

ix

Page 10: TESIS - Repository UIN JAMBI

10

ABSTRACT

Sa’aludin, MMP 1622645 study program on Islamic Education MPI concentration, title: Principal Leadership Model in Developing Religious Culture in the One Roof Junior High School Pelangiran District. Islamic Education Management Thesis, Postgraduate UIN Jambi STS, 2018 This thesis discusses the principal's leadership model in developing religious culture. This study aims to determine: (1) the principal's leadership model related to the vision and mission of the school in developing religious culture in Pelangiran District One Roof Junior High School, (2) religious culture in Pelangiran District One Roof Junior High School, (3) the efforts of principals in developing religious culture at Pelangiran District One Roof Junior High School. This research is qualitative research. Data is obtained through observation, interviews and documentation. All data collected is then analyzed using data consisting of stages of sorting out the main data, presenting data and drawing conclusions from the evaluation. The results of the study show that: (1) The leadership model of the principal in the One Roof Junior High School of Pelangiran District that is applied by the principal is by combining all the models in the daily activities at school. The principal applies all types of charismatic, participatory, and transformative. (2) Religious culture at Pelangiran District One Roof Junior High School which was developed in the form of the habit of using Muslim clothing and Muslim women to school, commemorating Islamic holidays, getting used to greetings, getting used to praying before and after learning, it is very good to do in educational institutions and to familiarize students to learn to live and practice religion in their daily lives. (3) Principal leadership has not been able to develop religious culture in Pelangiran District One Roof Junior High School. Keywords: Leadership Model, Religious Culture

x

Page 11: TESIS - Repository UIN JAMBI

11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis mampu

menyelesaikan peneltian ini kedalam sebuah bentuk laporan berbentuk

tesis yang berjudul Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam

Mengembangkan Budaya Religius Di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran meski dirasakan masih banyak kekurangan, namun hanya ini

yang dapat penulis lakukan dalam proses penelitian sampai penulisan

telah dilakukan secara maksimal.

Penulis menyadari bahawa selama ini perjalanan studi maupun

penyelesaian tesis ini banyak mendapat pengalaman baru karena

mendapatkan motivasi dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa syukur dan terimakasih

kepada :

1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan. MA selaku rektor UIN SultanThaha

Saifuddin Jambi dan seluruh pembantu rektor atas segala motivasi

dan layanan fasilitas yang telah diberikan selama peneliti menjalani

proses penelitian hingga selesai.

2. Bapak Prof.Dr.H. Ahmad Husein Ritonga, MA selaku direktur

pascasarjana UIN SultanThaha Saifuddin Jambi.

3. Bunda Dr. Risnita M.Pd, selaku wakil direktur pascasarjana UIN

SultanThaha Saifuddin Jambi dan seluruh ketua kosentrasi dan

seluruh staf atas bantuan fasilitas dan kemudahan yang diberikan

selama peneliti berurusan dengannya.

4. Bapak Prof.Dr.H. Ahmad Syukri, SS., M.Ag dan Bapak Dr. H. Hidayat

M.Pd. Selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah

memberikan bimbingan yang berharga, petunjuk dan motivasi yang

berkelanjutan hingga selesainya tesis.

xi

Page 12: TESIS - Repository UIN JAMBI

12

5. Bapak dan Ibu Dosen pascasarjana UIN STS Jambi yang selalu

memotivasi dan memberikan ilmu-ilmu yang sangat berharga untuk

selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak H. Saini, S.Pd.I dan segenap guru SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan

tesis ini.

7. Seluruh teman teman mahasiswa Pascasarjana khusus konsentrasi

Manajemen Pendidikan Islam atas perhatian dan kritiknya selama ini

penulis merasa terbantu dalam membangun kepercayaan.

8. Seluruh pihak yang telah membantu selama perencanaan,

pelaksanaan dan penulisan hasil penelitian ini penulis tidak dapat

memberi bantuan dalam bentuk materi kecuali hanya memanjatkan

doa semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal dan amal

yang sangat berguna, dimurah kan rezeki dan diangkat derajat hidup

oleh-Nya.

Dalam penulisan tesis ini masih banyak sekali kekeliruan dan

kelemahan yang terdapat di dalam isi, metode penelitian dan sistematika

penulisan sehingga kepada pembaca yang berminat kíranya dapat

memberikan kritikan dan masukan yang berharga untuk kesempurnaan

kemudian semoga bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, negara dan

agama.

Jambi, 23 Oktober 2018

Penulis

Sa’aludin NIM.MMP.1622645

xii

Page 13: TESIS - Repository UIN JAMBI

13

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN LOGO .................................................................................... ii NOTA DINAS .......................................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... v MOTTO .................................................................................................. vii PERSEMBAHAN.................................................................................... viii ABSTRAK ............................................................................................... ix ABSTRACT .............................................................................................. x KATA PENGANTAR ............................................................................... xi DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv DAFTAR TABEL .................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................... 19 C. Fokus Penelitian.......................................................................... 19 D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ................................................ 19

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. LandasanTeori ............................................................................ 21 1. Model Kepemimpinan Kepala Sekolah .................................... 21 2. Budaya Religius ...................................................................... 33 3. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan

Budaya Religius ..................................................................... 45 B. Penelitian yang Relevan .............................................................. 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ................................................................ 50 B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian ........................................... 52 C. Jenis Dan Sumber Data ............................................................. 53 D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 54 E. Teknik Analisis Data .................................................................... 59 F. Uji Kepercayaan Data ................................................................ 63 G. Pelaksanaaan dan Waktu Penelitian ........................................... 65

BAB IV DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN DAN ANALISIS HASIL

PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................ 67

1. Sejarah Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran ....... 67 2. Geografis. ............................................................................... 68 3. Struktur Organisasi ................................................................ 69 4. Keadaan Guru ........................................................................ 73

xiii

Page 14: TESIS - Repository UIN JAMBI

14

5. Keadaan Siswa ...................................................................... 74 6. Keadaan Sarana Prasarana ................................................... 75

B. Temuan Dan Analisis Hasil Penelitian ......................................... 79

1. Model Kepemimpinan Kepala Sekolah di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran ............................................................ 79

2. Kendala Yang Dihadapi Dalam Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran..... ............. 88

3. Hasil Yang Dicapai Dalam Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran..... .............................. 89

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 129 B. Implikasi ...................................................................................... 134 C. Rekomendasi .............................................................................. 135 D. Penutup ...................................................................................... 136

DAFTAR PUSTAKA CURRIKULUM VITAE

xiv

Page 15: TESIS - Repository UIN JAMBI

15

DAFTAR GAMBAR GAMBAR Halaman 3. 1. Analisis Data Model Interaktif (Intractif Model of Data Analysis) ....... 53 4. 1. Struktur Organisasi SMP Satu Atap Kec. Pelangiran ....................... 62

xv

Page 16: TESIS - Repository UIN JAMBI

16

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman 3. 1. Pelaksanaan dan Waktu Penelitian ............................................... 56 4. 1. Identitas Sekolah ........................................................................... 58 4. 2. Keadaan Personil Sekolah ............................................................. 64 4. 3. Keadaan Siswa .............................................................................. 56 4. 4. Keadaan Prasarana ....................................................................... 67 4. 5. Keadaan Sarana ............................................................................ 68

xvi

Page 17: TESIS - Repository UIN JAMBI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada

kepemimpinan kepala sekolah, keberhasilan sekolah adalah keberhasilan

kepala sekolah. Bagaimanapun, kepala sekolah merupakan unsur vital

bagi efektifitas lembaga pendidikan. Tidak kita jumpai sekolah yang baik

dengan kepala sekolah yang buruk atau sebaliknya sekolah yang buruk

dengan kepala sekolah yang baik. Kepala sekolah yang baik bersikap

dinamis untuk mempersiapkan berbagai macam program pendidikan.

Bahkan, tinggi rendahnya mutu suatu sekolah dibedakan oleh

kepemimpinan kepala sekolah.

Setiap lembaga pendidikan diharapkan memiliki suatu

kelebihan yang bersifat positif, misalnya berupa budaya yang di

berdayakan lembaga, untuk menjadi pembeda lembaga pendidikan

tersebut dengan lembaga pendidikan yang lain. Sehingga lembaga

tersebut memiliki keunikan/keunggulan yang dijanjikan kepada masyarakat

sebagai konsumen pendidikan. Oleh karena itu, agar kualitas pendidikan

meningkat, selain dilakukan secara struktural perlu diiringi pula dengan

pendekatan kultural.

Efektivitas individu, kelompok, dan organisasi dipengaruhi oleh

perilaku dan proses organisasi yang dijalankan oleh sejumlah orang untuk

mencapai tujuan organisasi. Penempatan aspek manusia merupakan

salah satu komponen yang paling penting dalam organisasi dan menjadi

asumsi dasar dalam perilaku organisasi.

Kepemimpinan diterjemahkan dari bahasa Inggris “Leadership”.

Dalam ensiklopedi umum diartikan sebagai hubungan yang erat antara

seorang dan kelompok manusia, karena ada kepentingan yang sama.

Hubungan tersebut ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing

dari pemimpin dan yang dipimpin. Sutrisno menyatakan bahwa;

Kepemimpinan merupakan suatu proses yang melibatkan pemimpin dan

Page 18: TESIS - Repository UIN JAMBI

2

para pengikutnya, dimana sang pemimpin mempengaruhi mereka untuk

melakukan apa yang diinginkannya.

Dalam Islam istilah kepemimpinan dikenal dengan istilah

khalifah dan ulil amri. Kata khalifah mengandung makna ganda. Di

satu pihak khalifah diartikan sebagai kepala negara dalam

pemerintahan, di lain pihak khalifah diartikan sebagai wakil Tuhan di muka

bumi. Yang dimaksud wakil Tuhan itu bisa dua macam, pertama yang

diwujudkan dalam jabatan. Kedua fungsi manusia itu sendiri di muka

bumi sebagai ciptaan Tuhan3

Merujuk kepada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi :4

Artinya:”ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:

"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka

bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan

(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan

padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa

bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"

Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak

kamu ketahui."

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor yang menjadi

kunci pendorong keberhasilan dan keberlangsungan suatu budaya

sekolah. Hal itu harus didukung dengan penampilan kepala sekolah.

Penampilan kepala sekolah ditentukan oleh faktor kewibawaan, sifat, dan

keterampilan, prilaku maupun fleksibilitas kepala sekolah. Agar fungsi

kepemimpinan kepala sekolah berhasil memberdayakan segala sumber 3Firman Kurnia Asy Syifa, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan

Budaya Islami Di Smp Muhamadiyah 3 Kaliwungu (Semarang: UIN FKIP, 2016), hal. 8. 4Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.Cit hal. 6.

Page 19: TESIS - Repository UIN JAMBI

3

daya sekolah terutama dalam hal mengembangkan budaya sekolah

untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang kepala

sekolah yang memiliki kemampuan profesional yaitu: kepribadian,

keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan.

Kepala sekolah seperti ini memberi orientasi pada terbentuknya

budaya sekolah yang kuat strong cultural guna mendukung kesuksesan

pencapaian tujuan sekolah. Integrasi kepala sekolah dengan budaya

sekolah merupakan upaya-upaya untuk mengartikulasikan tujuan dan

misi sekolah, nilai-nilai sekolah, keunikan sekolah, simbol sekolah,

imbalan yang memadai, ikatan organisatoris berdasarkan saling

percaya dan komitmen antar guru, siswa, dan masyarakat.

Pemimpin adalah orang paling bertanggung jawab atas efektivitas

organisasi, dan sebagai jangkar organisasi pemimpin adalah bentuk

paling nyata dari integritas organisasi yang tugas utamanya

mengembangkan organisasi dan mengkreasikan nilai dan sistem

organisasi. Efektif atau tidaknya seorang pemimpin tergantung dari

bagaimana kemampuannya dalam mengelola dan menerapkan pola

kepemimpinannya sesuai situasi dan kondisi organisasi.5

Individu yang berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk

menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat mengakomodasi

kepentingan semua pihak, agar dalam menjalankan aktivitasnya tidak

berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari masing-masing

individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya dimana individu

berada, seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan sebagainya.

Pada dasarnya organisasi terbentuk dari kumpulan individu yang berbeda

baik sifat, karakter, keahlian, pendidikan, maupun latar belakang

pengalaman dalam hidupnya. Setiap individu dalam organisasi juga

mempunyai kepribadian dan jati diri sendiri yang turut dipengaruhi latar

belakang budayanya masing-masing.

5Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan (Jakarta : Gaung Persada

Press, 2009), hal. 76.

Page 20: TESIS - Repository UIN JAMBI

4

Setiap organisasi atau instansi memiliki budaya yang tercermin dari

perilaku para anggotanya, para pegawainya, kebijakan-kebijakannya, dan

peraturan-peraturannya. Pola asumsi dasar diciptakan, ditemukan, atau

dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka menyesuaikan diri

dengan masalah-masalah eksternal dan integrasi internal yang telah

bekerja cukup baik serta dianggap berharga, Untuk itu harus diajarkan

kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang

benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

Sebuah nilai budaya yang merupakan sebuah system bias menjadi

sebuah asumsi dasar sebuah organisasi untuk bergerak di dalam

meningkatkan sebuah kinerjanya yang salah satunya terbentuknya

budaya yang kuat yang bisa mempengaruhi.

Budaya Organisasi merupakan karakteristik organisasi, bukan

individu anggotanya. Jika organisasi disamakan dengan manusia, maka

budaya organisasi merupakan personalitas atau kepribadian organisasi.

Akan tetapi budaya organisasi membentuk perilaku organisasi

anggotanya, bahkan tidak jarang perilaku anggota organisasi sebagai

individu. Budaya organisasi timbul sebagai hasil bersama dari para

anggota organisasi agar tetap bertahan, dan budaya organisasi harus

ditanamkan kepada para anggota baru organisasi sebagai acuan dalam

berorganisasi.

Teori dasar yang menjadi landasan berpikir mengenai budaya

religius di sekolah adalah menurut Cepi Triatna, budaya sekolah adalah

nilai-nilai dasar sekolah merupakan perekat dan ciri khas organisasi yang

bisa membedakan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya juga

ditularkan kepada setiap personel baru sekolah. Hobby dalam Cepi

Triatna juga menyatakan bahwa budaya sekolah sebagai nilai dan

keyakinan bersama di sekolah.6

6Cepi Triatna, Perilaku Organisasi dalam Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2015), hal. 175.

Page 21: TESIS - Repository UIN JAMBI

5

Pada sebuah organisasi seperti sekolah, keunikan individu akan

memberikan corak tersendiri pada budaya organisasi. Sehingga seluruh

personel sekolah baik kepala sekolah, guru, dan siswa akan mendapatkan

posisi dan tugas sesuai dengan kompetensi dan bidang yang telah

diberikan kepada mereka masing-masing. Hal ini sejalan dengan firman

Allah Swt dalam surat Az-Zukhruf ayat 32 berikut ini:

Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami

telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” 7

Menurut Luthan dalam Dadang Suhardan, karakteristik budaya pada

umumnya digunakan untuk:

1. Sebagai aturan perilaku, baik berkomunikasi, berperilaku,

memecahkan masalah maupun ritual

2. Norma aturan dalam bekerja

3. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi

4. Filosofi yang dijadikan pegangan atau way of life organisasi

5. Petunjuk dan pedoman dalam memecahkan masalah

6. Iklim organisasi dan ukuran kepuasan kerja.8

Budaya sekolah memberikan gambaran bagaimana seluruh aktivitas

akademika bergaul, bertindak dan menyelesaikan masalah dalam segala

urusan di lingkungan sekolahnya. Kebiasaan mengembangkan diri dan

7Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op. Cit, hal.706

8Dadang Suhardan, Supervisi Profesional (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 122

Page 22: TESIS - Repository UIN JAMBI

6

meningkatkan mutu pekerjaan merupakan kultur yang seharusnya hidup

sebagai suatu tradisi yang tidak lagi dianggap sebagai beban kerja.

Pembangunan budaya religius di sekolah perlu kerja sama antar

warga sekolah antara kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan,

sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Oleh

karena itu, pengembangan budaya religius membutuhkan pengelolaan

yang baik agar pengembangannya senantiasa selaras dengan visi dan

misi sekolah. Tanpa melalui pengelolaan yang baik kemungkinan

pencapaian tujuan berjalan kurang maksimal. Selain itu sekolah

merupakan sistem sosial yang di dalamnya terdapat pola-pola yang

mengatur hubungan timbal balik antar individu dalam masyarakat dan

antara individu dengan masyarakat, dan tingkah laku individu tersebut,

dalam hubungan timbal balik ini, kedudukan dan peranan memiliki peran

penting karena langgengnya masyarakat tergantung pada keseimbangan

kepentingan-kepentingan individu tersebut.

Karena itu, kerjasama dalam lembaga pendidikan dilaksanakan

sesuai dengan peran mereka masing-masing. Peran tersebut

dilaksanakan oleh seseorang sesuai status dan kedudukan, hak dan

kewajiban, tugas dan tanggung jawabnya dalam sebuah sistem di mana

mereka berada. Peran merupakan suatu fungsi yang dibawakan oleh

seseorang pada saat ia menduduki jabatan tertentu. Orang dapat

melaksanakan fungsinya karena posisi yang didudukinya.

Sekolah sebagai sebuah kesatuan kerja yang formal dan mempunyai

sasaran masing-masing, cenderung memiliki kekhasan dalam interaksi

yang terjadi di antara para pegawai dalam mencapai sasaran. Suatu

budaya tidak dapat dikategorikan bernilai baik atau buruk. Kesan baik atau

buruk itu timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain dengan

menggunakan budayanya sendiri tanpa memperhatikan dan

menyesuaikan dengan budaya lawan bicaranya.

Setiap kelompok manusia selalu membutuhkan sosok seorang

pemimpin. Hal tersebut diakibatkan masing-masing orang di dalam

Page 23: TESIS - Repository UIN JAMBI

7

kelompok tentu mempunyai pemikiran dan kehendak yang berbeda

bahkan saling bertentangan. Jika hal tersebut terjadi, maka kelompok

tersebut selalu berada dalam iklim perdebatan, disini peran pemimpin

sangat dibutuhkan.

Bagi sebuah sekolah, kepemimpinan sangat diperlukan guna

menentukan kemajuan dan kemunduran organisasi pendidikan. Tidak ada

satupun organisasi pendidikan yang maju tanpa adanya kepemimpinan

yang baik. Pada kenyataannya, apapun bentuk organisasinya peran

seorang pemimpin sangat dibutuhkan. Seorang yang menduduki posisi

sebagai pemimpin dalam suatu organisasi mengamban tugas

melaksanakan kepemimpinan.

Teori dasar yang digunakan mengenai kepemimpinan kepala

sekolah yaitu menurut Ordway Tead dalam Subagiyo, menyebutkan

kepemimpinan adalah “kombinasi dari serangkaian perangai dimana

seseorang mampu mendorong orang lain untuk menyelesaikan tugas

tertentu”9 Ordway Tead yang dikutip Euis Karwati menyatakan tujuh

metode kepemimpinan yang mempengaruhi setiap tindakan pemimpin

yang sukses yaitu: memberi perintah, celaan dan pujian, memupuk

tingkah laku pribadi yang benar, peka terhadap saran dan nasehat,

memperkuat rasa persatuan kelompok, mengembangkan rasa tanggung

jawab, serta membuat keputusan yang bernilai dan tepat pada

waktunya.10

Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi

manajemen sekolah. Kepemiminan berkaitan dengan masalah kepala

sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan

secara efektif dengan guru dalam situasi yang kondusif. Perilaku kepala

sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan

rasa bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan terhadap para guru,

9Soebagio Atmodiwirio,Manajemen Pendidikan Indonesia (Jakarta: Azbadizya, 2005),

hal. 19. 10

Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah Membangun Sekolah yang Bermutu, (Bandung :Alfabeta, 2013), hal. 171-172.

Page 24: TESIS - Repository UIN JAMBI

8

baik sebagai individu maupun kelompok. Perilaku pemimpin yang positif

dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu

untuk bekerja sama dalam kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan

organisasi.

Dalam sebuah lembaga pendidikan, seorang pemimpin yaitu kepala

sekolah berkewajiban: menjabarkan visi dalam misi target mutu,

merumuskan tujuan dan target mutu yang akan dicapai, menganalisis

tantangan, peluang, kekuatan, kelemahan sekolah,membuat rencana

kerja strategis, bertanggung jawab dalam membuat keputusan, melibatkan

guru dalam pengambilan keputusan, menjaga dan memotivasi kerja

tenaga pendidik, bertanggung jawab atas perencanaan partisipatif,

melaksanakan dan merumuskan program supervisi, meningkatkan mutu,

memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan

kedudukan, membantu dan membina lingkungan sekolah, menjalin

kerjasama yang baik, dan mendelegasikan sebagian tugas dan wewenang

kepada wakil sesuai dengan bidangnya.11

Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya

manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan

kepribadian manusia.12Dalam dunia pendidikan, kepala sekolah adalah

pemimpin paling menentukan dalam internal sekolah, dengan model

kepemimpinan yang dimiliki selalu mendapat tuntutan untuk berperan

memainkan gaya yang tepat dalam menjalankan kewenangan yang

melekat padanya. Hal ini harus dilakukan sebagai langkah optimalisasi

tugas dan fungsi dalam jajarannya, mulai dari wakil kepala, guru, dan

tenaga kependidikan untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran dan

kualitas output.

11

Dedi Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 117-118 12

Soekidjo Notoatmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 16.

Page 25: TESIS - Repository UIN JAMBI

9

Menurut Hasan Hariri, Dedy H. Karwan, dan Ridwan dalam

Manajemen Pendidikan memperkenalkan tiga model kepemimpinan

dalam pendidikan13. Model kepemimpinan tersebut adalah:

1. Kepemimpinan visioner

Kepemimpinan ini difokuskan pada rekayasa masa depan yang

penuh tantangan, menjadi agen perubahan (agen of change) yang unggul

dan menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih

yang provisional dan menjadi pembimbing anggota lainnya.

2. Kepemimpinan transformasional

Pemimpin dengan kepemimpinan transformasional adalah

kepemimpinan yang memiliki visi ke depan dan mampu

mengidentifikasikan perubahan lingkungan serta mampu

mentransformasikan perubahan tersebut ke dalam organisasi.

3. Kepemimpinan kurikulum

Pemimpin kurikulum harus memiliki pengetahuan substansial dan

terbaru atas perkembangan kebijakkan pendidikan bangsa, dan

pengimplementasian. Pemimpin kurikulum juga harus rajin memonitor

diskusi yang terus berlangsung dan perubahan kebijakan yang

berpengaruh di semua level.

Model atau juga dikatakan sebagai gaya pemimpin sangat bervariasi

dan bukan elemen penting dari kepemimpinan. Visi, komitmen, energi,

dan semua risiko adalah elemen penting dalam kepemimpinan. Sangat

mudah untuk menyatakan bahwa seorang pemimpin otokratik akan

kurang berhasil dalam dunia usaha saat ini. Meskipun sering benar,

memiliki gaya partisipatif tidak begitu penting untuk menjadi pemimpin

yakni sebagai pemilik visi, sebagai orang yang sangat berkomitmen

terhadap visi tersebut, pemimpin seperti membawa energi yang besar

untuk mewujudkan visi dan memiliki pengikut.14

13

Hasan Hariri, Dedy H. Karwan, dan Ridwan, Manajemen Pendidikan (Yogyakarta: Media Akademi, 2016), hal. 251-260 14

Alben Ambarita, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Yogyakarta: Graha ilmu, 2015), hal. 44.

Page 26: TESIS - Repository UIN JAMBI

10

Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang besar dalam penetapan

keputusan di sekolah. Kepala sekolah juga dapat memberikan dukungan

dalam merencanakan dan melaksanakan budaya religius di sekolah.

Dengan berbagai macam model kepemimpinan, kepala sekolah memiliki

peluang lebih besar dalam mengembangkan budaya religius di sekolah.

Kepala sekolah berfungsi sebagai leader dan manajer di sekolah

yang mempunyai peran penting dalam mewujudkan visi dan misi sekolah.

Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional dimana

kepala sekolah adalah seorang guru yang diberikan tugas tambahan

sebagai kepala sekolah atau madrasah untuk memimpin dan mengelola

sekolah atau madrasah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

Selain itu, kepala sekolah mempunyai lima dimensi kompetensi yang

telah ditetapkan juga di Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

yaitu: (1) kepribadian, (2) manajerial, (3) kewirausahaan, (4) supervisi, (5)

sosial. Kriteria kepemimpinan kepala sekolah yang sukses adalah (1)

mampu mengelola lembaga yang dipimpinnya, (2) mampu mengantisipasi

perubahan, (3) mampu mengoreksi kekurangan dan kelemahan serta (4)

sanggup membawa lembaga pada tujuan yang telah ditetapkan,

sehubungan dengan hal ini kepemimpinan merupakan kunci sukses

bagi mutu sekolah.15

Kepemimpinan kepala sekolah harus kuat dan berkualitas sesuai

dengan perkembangan zaman. Kepala sekolah juga dituntut memiliki

kemampuan dan keterampilan kepemimpinan agar tujuan dan

program yang telah dibina dapat tercapai secara efektif, sehingga

dapat meningkatkan mutu pendidikan. Meningkat tidaknya mutu sekolah

15

Akhmad Said, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Melestarikan Budaya Mutu Sekolah (EVALUASI. Vol.2, No. 1), (Malang: STAI Ma‟had Aly Al-Hikam, 2018), hal. 262-

263.

Page 27: TESIS - Repository UIN JAMBI

11

tergantung pada kebijaksanaan kepala sekolah yang diterapkan

terhadap semua aparatur sekolah.16

Kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

memerlukan model dan gaya kepemimpinan. Model dan gaya

kepemimpinan kepala sekolah bukanlah suatu kebetulan, akan tetapi ada

nilai-nilai yang mendasarinya. Owens menyodorkan beberapa dimensi,

salah satunya yaitu dimensi soft yang mempengaruhi terhadap

kinerja individu dan mutu, yaitu nilai-nilai (values), keyakinan (belief),

budaya (culture) dan norma perilaku. Nilai-nilai adalah pembentuk

budaya dan merupakan dasar dan landasan bagi perubahan

dalam hidup pribadi atau kelompok.

Budaya adalah dinamika sistem nilai dalam berbagai bidang

kehidupan yang berlaku dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai

pedoman manusia berperilaku. Perilaku manusia yang berasal dari

sistem nilai tersebut adalah hasil dari gagasan dan ide -ide manusia

yang disebut dengan sistem budaya (cultural system). Fungsi sistem

budaya adalah "menata dan memantapkan tindakan-tindakan serta

tingkah laku manusia." Proses pembelajaran dari sistem budaya ini

dilakukan melalui tindakan pembudayaan atau institutionalization

(pelembagaan). Dalam prosesnya, seorang individu mempelajari dan

menyesuaikan intelektual dan sikapnya dengan norma yang hidup dalam

kebudayaannya. Jika diterapkan dalam organisasi, maka proses

pelembagaan budaya organisasi yang telah tertanam pada setiap

anggota organisasi, akan berpengaruh pada perilaku dan sikap para

anggota organisasi tersebut. "Hal ini karena telah terjadi proses

penanaman dan pengahayatan budaya organisasi kedalam jiwa para

anggota organisasi tersebut.

Tindakan pembudayaan pada sekolah harus dilandasi dengan

filosofi yang jelas tentang alasan-alasan diterapkannya budaya tersebut.

Budaya religius adalah salah satu budaya yang sangat jelas dasar

16

Ibid, hal. 269

Page 28: TESIS - Repository UIN JAMBI

12

filosofinya. Nilai-nilai perilaku religius yang dibingkai dalam kata akhlak

merupakan suatu budaya yang ideal untuk diterapkan di sekolah.

Adapun budaya religius yang harus diterapkan disekolah dan tindakan

pembudayaannya harus dikembangkan adalah: 1) budaya tepat waktu

2) budaya menjaga amanah dan memenuhi janji 3) budaya musyawarah

4) budaya senyum 5) budaya literasi 6) budaya profesional 7) budaya

yang mengacu pada sifat umum para rasul 8) budaya shalat berjamaah.

Proses pembudayaan yang dilakukan harus mampu mempengaruhi

dan memotivasi peserta didik agar mau mempelajari dan menyesuaikan

sikap dengan aturan dan norma yang sudah menjadi aturan.

Pengembangan budaya sekolah adalah bagian dari kompetensi

kepribadian yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Dengan kompetensi

tersebut, berarti kepala sekolah harus berakhlak mulia, mengembangkan

budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi

komunitas di sekolah. Selain itu kepala sekolah harus memiliki integritas

kepribadian sebagai pemimpin, agar strategi yang diterapkan terhadap

warga sekolah dapat berjalan dengan baik dan dilaksanakan dengan

suasana hati yang bahagia tanpa ada unsur paksaan.17

Dengan menyadari peranan kepala sekolah sebagai pemimpin,

tentunya setiap kebijakan yang dikeluarkannya harus dilaksanakan

dengan baik oleh pelaksana kebijakan (Pelaksana kebijakan yang

dimaksud adalah pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, serta

warga sekolah yang terkait dengan sekolah tersebut termasuk orang tua.)

terutama kebijakan yang berhubungan dengan budaya sekolah. Budaya

religius sekolah yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan harus

diterapkan oleh kepala sekolah adalah budaya Islami.

17

M. Nandang Wijaya, Herawati, Ulil Amri Syafri, Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Islami Di SMPN Kecamatan Ciawi;Seminar Nasional (Bogor: Universitas Ibnu Khaldun, 2018), hal. 201.

Page 29: TESIS - Repository UIN JAMBI

13

Nilai keagamaan atau nilai relegiusitas dalam sebuah organisasi

akan terwujud melalui pola interaksi. Salah satu indikator yang menjadi

acuan sebagaimana menurut Maragustam, bahwa nilai relegiusitas adalah

lebih mengarah pada kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang

berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya.18

Budaya relegius yang dimaksud pada pembahasan ini adalah

budaya yang masuk kepada budaya yang Islami di sekolah, budaya-

budaya Islami tersebut diantaranya:

a. Berpakaian (berbusana) Islami.

Pakaian sangat diperlukan oleh manusia sebagai penutup

aurat dan pelindung bagi pengaruh iklim yang membahayakan.

Hendaknya manusia, terutama umat Islam berpakaian dengan pantas

karena yang demikian itu melambangkan kebudayaan, keluwesan

dan kebersihan. Kita harus selalu ingat bahwa pakaian

merupakan berkah yang telah diberikan oleh Allah hanya kepada

manusia. Maka jika mampu, sejauh mungkin kita harus mengenakan

pakaian yang pantas, sopan dan indah dipandang serta menutupi

aurat sesuai dengan ketentuan syar‟i.Ketentuan berbusana dalam

Islam (berbusana Islami) merupakan salah satu ajaran/ syari‟at

Islam. Tujuannya tidak lain untuk memuliakan dan menyelamatkan

manusia di dunia dan di akhirat.

Mengenai berpakaian, Allah SWT berfirman:

Artinya:Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutup auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik.

18

Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna, (Yogyakarta: NuhaLitera, 2010), hal 150.

Page 30: TESIS - Repository UIN JAMBI

14

Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat. (Q.S Al A‟raaf 26)19

b. Shalat berjamaah. Shalat menurut bahasa adalah do‟a. Sedangkan

shalat menurut istilah syara‟ adalah ibadah kepada Allah yang

berisikan bacaan-bacaan dan gerakan-gerakan yang khusus,

dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Sedangkan

jama‟ah menurut bahasa berarti kumpulan, kelompok, sekawananAl-

Jama‟atu diambil dari makna Al-Ijtima‟u yang berarti berkumpul.

Batas minimal dengan terwujudnya makna terkumpul adalah dua

orang, yaitu imam dan makmum. Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:“Shalat jamaah lebih baik 27 derajat dibanding shalat sendirian.”

(HR. Bukhari, no. 645 dan Muslim, no. 650)20

Adapun shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan oleh orang

banyak bersama-sama, sekurang-kurangnya dua orang, seorang

diantara mereka lebih fasih bacaannya dan lebih mengerti tentang

hukum Islam. Shalat berjamaah memiliki keutamaan dibandingkan

shalat sendirian. Diantara keutamaan shalat berjamaah adalah: 1)

Shalat berjamaah lebih utama dibandingkan dengan shalat

sendirian, 2) Keutamaan shaf pertama adalah selalu terbaik

dalam shalat berjamaah. 3) Terhindar dari lupa dan memberi ingat

kepada imam apabila lupa terhadap sesuatu, 4) Melahirkan syi‟ar

keagungan Islam, 5) Menjawab salam imam, 6) Mengambil manfaat

dengan jalan berkumpul untuk berdo‟a, berdzikir dan memperoleh

berkah dari orang yang sempurna shalatnya, 7) Menghidupkan sendi-

sendi ukhuwah (persaudaraan) antara tetangga, 8) Mendengar (qira‟ah) 19

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Bandung: Syaamil Qur‟an, 2012), hal. 153. 20https://rumaysho.com/15780-27-derajat-dalam-shalat-berjamaah.html.

Page 31: TESIS - Repository UIN JAMBI

15

bacaan imam, 9) Berta‟min (mengaminkan bacaan imam). Seorang

muslim yang sadar tentang keberadaan diri selaku hamba Allah,

maka dia melakukan shalat itu bukan karena melakukan kewajiban

semata, tetapi dia merasa berkewajiban untuk melaksanakannya

sebagai salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan

sebagai tanda syukur atas limpahan rahmat dan karunia yang

diterimanya.

c. Dzikir secara bersama-sama.

Secara etimologis, zikir berasal dari bahasa Arab, yaitu

dzakara, yadzkuru, zikir yang berarti menyebut atau mengingat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, zikir mempunyai arti puji-

pujian kepada Allah yang diucapkan secara berulang. Jadi, zikir

kepada Allah (dzikrullah) secara sederhana dapat diartikan ingat

kepada Allah/menyebut nama Allah secara berulang-ulang. Berdzikir

bisa dilakukan dengan mengingat Allah dalam hati atau

menyebutnya (berupa ucapan- ucapan zikrullah) dengan lisan atau

bisa juga dengan mentadaburi atau mentafakuri (memikirkan

kekuasaan Allah) yang terdapat pada alam semesta ini. Agar zikir

bisa khusuk dan membekas dalam hati, maka perlu dikerjakan

sesuai adab yang diajarkan dalam Islam. Allah berfirman:

Artinya:41.Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah,

dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, 42. dan

bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. (Q.S Al

Ahzab 41-42).21

d. Tadarus/membaca Al Qur‟an

Al Qur‟an merupakan sumber hukum yang pertama dalam

Islam, didalamnya terkandung hukum atau aturan yang menjadi

21

Al-Qur‟an dan Terjemah, Op.Cit, hal. 423.

Page 32: TESIS - Repository UIN JAMBI

16

petunjuk bagi mereka yang beriman. Menerangkan bagaimana

seharusnya hidup seorang muslim, hal-hal yang harus dilakukan dan

mana yang harus ditinggalkan demi mencapai kesejahteraan hidup

di dunia dan di akhirat. Sebagai bacaan yang berisi pedoman dan

petunjuk hidup maka sudah seharusnya bila seorang muslim selalu

membaca, mempelajari dan kemudian mengamalkannya. Terdapat

suatu ayat dalam Al Qur‟an yang secara khusus diturunkan kepada

nabi Muhammad SAW sebagai perintah agar beliau dan umatnya

membaca Al-Qur‟an. Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu „anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda:“Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa‟at kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).22

e. Menebar ukhuwah melalui kebiasaan berkomunikasi secara Islami

(Senyum, Salam, dan Sapa)

Budaya 3S (Senyum, Salam, Sapa) yang seringkali kita lihat di

sekolah-sekolah adalah cita-cita nyata dari sebuah lingkungan

pendidikan. Dengan adanya budaya 3S ini akan lebih

meningkatkan hubungan yang harmonis antara pimpinan

sekolah, guru, para karyawan sekolah dan siswa.

f. Membiasakan adab yang baik.

Istilah adab, menurut Naquib al- Attas adalah disiplin tubuh, jiwa

dan ruh, disiplin yang menegaskan pengenalan dan pengakuan

tempat yang tepat hubungannya dengan kemampuan dan potensi

22

https://muslim.or.id/8669-keutamaan-membaca-al-quran.html.

Page 33: TESIS - Repository UIN JAMBI

17

jasmaniah, intelektual ruhaniah, dan juga adab meliputi kehidupan

material dan spiritual. Maka penekanan adab mencakup amal dan

ilmu, mengkombinasikan ilmu dan amal serta adab secara harmonis.

Untuk mewujudkan nilai-nilai adab ini, maka diperlukan pembiasaan

melalui Adab Masuk Sekolah; Adab di Luar Kelas; Adab di Dalam

Kelas; Adab Makan Minum; Adab Kebersihan; Adab Berbicara; dan

Adab Bergaul.

g. Menyediakan sarana pendidikan yang diperlukan dalam menunjang

terciptanya ciri khas agama Islam.

Sarana pendidikan tersebut antara lain: 1) Tersedianya

mushalla/masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan aktifitas, 2)

Tersedianya perpustakaan yang dilengkapi dengan buku- buku

dari berbagai disiplin, khususnya mengenai ke-Islaman, 3)

Terpasangnya kaligrafi ayat-ayat dan hadits Nabi, kata hikmah

tentang semangat belajar, doa‟-do‟a, dan pengabdian kepada agama,

serta pembangunan nusa dan bangsa; 4) Terpeliharanya suasana

sekolah yang bersih, tertib, indah, dan aman serta tertanam rasa

kekeluargaan; 5) Adanya organisasi atau lembaga yang bisa

mengembangkan minat dan bakat siswa; 6) Adanya komitmen

setiap warga sekolah menampilkan citra Islami, antara lain: Cara dan

model busana sesuai dengan aturan berbusana yang Islami, tata

cara pergaulan yang sopan mencerminkan sikap akhlakul karimah,

Disiplin dengan waktu dan tata tertib yang ada, sehingga dapat

menumbuhkan sikap interest dari masyarakat terhadap sekolah.

Memiliki semangat belajar yang tinggi dan pemikiran yang luas.

Sehingga dalam menghadapi heterogenitas budaya global tidak

bersikap fanatik.

h. Melakukan berbagai kegiatan yang dapat mencerminkan suasana

keagamaan, berupa: 1) Do‟a bersama sebelum dan sesudah

melakukan kegiatan pembelajaran, 2) Tadarus Al-Qur‟an (15-20

menit) sebelum jam pertama dimulai, dipimpin oleh guru yang

Page 34: TESIS - Repository UIN JAMBI

18

mengajar pada jam pertama. 3) Shalat dhuhur berjama‟ah dan

kultum (kuliah tujuh menit), atau bimbingn keagamaan secara berkala,

4) Mengisi peringatan hari-hari besar keagamaan dengan kegiatan

yang menunjang internalisasi nilai-nilai agama, dan menambah

ketaatan beribadah, 5) Mengintensifkan praktik beribadah, baik

ibadah mahdhah maupun ibadah sosial, 6) Melengkapi bahan kajian

mata pelajaran umum dengan nuansa keislaman yang relevan

dengan nilai-nilai agama, 7) Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan

yang bernuansa keagamaan, 8) Memakai simbol-simbol keagamaan

pada hari-hari tertentu, misalnya pada hari jum‟at memakai baju

kurung bagi perempuan dan baju melayu bagi laki-laki.23

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator budaya religius

seseorang, yakni; 1) komitmen terhadap perintah dan larangan agama,2)

bersemangat mengkaji ajaran agama, 3) aktif dalam kegiatan agama, 4)

menghargai simbol-simbol agama, 5) akrab dengan kitab suci, 6)

mempergunakan pendekatan agama dalam membentuk pilihan, 7) ajaran

agama dijadikan sebagai sumber perwujudan ide24

Bertolak dari indikator di atas, maka grand tour penulis selama

berada di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran menunjukkan bahwa

model kepemimpinan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran bervariasi. Kemudian penulis juga melihat di sekolah telah

menerapkan pengembangan budaya religius sebagaimana setiap hari

jum‟at diadakan kegiatan keagamaan seperti pembacaan yasin dan tahlil,

pelaksanaan sholat zuhur berjama‟ah yang diselenggarakan di mesjid

yang berdekatan dengan sekolah. Namun demikian masih ada sebagian

siswa yang tidak mengikuti kegiatan tersebut dengan berbagai alasan dan

adanya sebagian siswi yang belum konsisten untuk berbusana muslim.

23

Abdurrahman R. Mala, Membangun Budaya Islami Di Sekolah, (Gorontalo: IAIN Sultan Amai, Vol. 11, 2015), hal. 6-9. 24Amru Almu‟tasim, Penciptaan Budaya Religius Perguruan Tinggi Islam, Jurnal

Pendidikan Agama Islam, Vol. 3, (2016): hal. 114.

Page 35: TESIS - Repository UIN JAMBI

19

Penulis juga melihat kurangnya dukungan orang tua siswa dan siswi

dalam upaya mengembangkan budaya religius. 25

Berdasarkan uraian di atas, maka timbul keinginan penulis untuk

mengangkat penelitian ini dalam sebuah tesis yang berjudul: “Model

Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah

penelitian yang akan dibahas adalah model kepemimpinan kepala sekolah

dalam mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran yang belum berjalan maksimal. Maka rumusan masalah

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana model kepemimpinan kepala sekolah di SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran?

2. Bagaimana kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam

mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran?

3. Bagaimana hasil yang dicapai kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran?

C. Fokus Penelitian

Agar tidak terjadi kesimpang siuran pada penelitian ini, maka peneliti

membatasi masalah Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam

Mengembangkan Budaya Religius Di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran adalah hubungan kepemimpinan terhadap budaya religius.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Ingin mengetahui model kepemimpinan kepala sekolah di SMP Satu

Atap Kecamatan Pelangiran.

25

Observasi, Budaya Islami Sekolah, 2017.

Page 36: TESIS - Repository UIN JAMBI

20

b. Ingin mengetahui kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam

mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran.

c. Ingin mengetahui hasil yang dicapai kepala sekolah dalam

mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun Kegunaan penelitian adalah:

a. Bagi lembaga

Untuk memberikan masukan dan referensi bagi lembaga pendidikan

untuk mengetahui dan mengembangkan lembaga pendidikan tersebut

ke arah yang lebih baik.

b. Bagi peneliti

Untuk menambah wawasan keilmuan penulis dan sebagai dasar

untuk menyelesaikan studi di pascasarjana.

c. Bagi pembaca dan masyarakat

1. Sebagai bahan bacaan.

2. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan.

3. Sebagai bahan perbandingan bagi lembaga pendidikan lain.

4. Sebagai referensi atau rujukan pengembangan suatu lembaga.

Page 37: TESIS - Repository UIN JAMBI

21

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. Landasan Teori

1. Model Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh

seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun,

menggerakkan, mengarahkan, dan jika perlu memaksa orang atau

kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat

sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang

telah ditetapkan. Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan

untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan

pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan

efisien.26

Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan

orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai

suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Gaya kepemimpinan

seorang pemimpin adalah unik dan tidak dapat diwariskan secara

otomatis. Setiap pemimpin memiliki karakteristik tertentu yang timbul pada

situasi yang berbeda.27

Kepemimpinan adalah bentuk konkret dari jiwa pemimpin. Salah satu

bentuk konkret itu adalah sifat terampil dan berwibawa serta cerdas dalam

mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas-tugas yang

merupakan cita-cita dan tujuan yang ingin diraih oleh pemimpin. Sifat

dasar yang biasanya dimiliki pemimpin adalah memiliki pengalaman yang

lebih banyak dibandingkan anak buahnya, memiliki ilmu pengetahuan

yang luas dari yang dipimpinnya, prestasi kerja cemerlang, karir dan

jabatannya terbaik dalam organisasi, kesempatan yang lebih besar dalam

26

Muhammad Rohman dan Sofan Amri, Manajemen Pendidikan: Analisis dan Solusi Terhadap Kinerja Manajemen Kelas dan Strategi Pengajaran yang Efektif (Jakarta: Prestasi Pustaka Karya, 2012), hal.102-103. 27

Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 287.

21

Page 38: TESIS - Repository UIN JAMBI

22

menempati jabatan tertinggi dan tertentu, kewibawaan yang dibanggakan

oleh anggota organisasi, meraih kekuasaan secara politik dengan

berbagai cara dan strategi, memiliki para pendukung yang loyal dan

komitmen pada visi dan misi yang diembannya, menguasai metode dan

teknik dalam mengelola organisasi.28

Kesiapan pemimpin dalam menghadapi perubahan sangat

diperlukan dengan tindakan hati-hati dari seorang pemimpin karena

pemimpin membawa organisasinya kemana ia akan melangkah bukan

hanya dirinya tetapi juga bawahannya, staf-stafnya, dan orang yang

mempercayakan kepemimpinannya, terutama dalam membangun

hubungan. Beberapa definisi yang cukup ideal dalam kepemimpinan

adalah sebagai berikut:

1. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan

struktur dalam harapan dan interaksi.

2. Kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi yang dijalankan dalam

suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke

arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.

3. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit,

pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-

pengarahan rutin organisasi.

4. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi aktivitas-aktivitas suatu

kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.

5. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin

aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai

bersama.

6. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberikan arti (pengarahan

yang berarti terhadap suatu kolektif, dan yang mengakibatkan

kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai

sasaran.

28

Hikmat, Manajemen Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 249-250.

Page 39: TESIS - Repository UIN JAMBI

23

Sehingga, para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten

memberikan kontribusi yang efektif terhadap orde sosial, serta yang

diharapkan dan dipersepsikan melakukannya. Kerangka kerja

kepemimpinan memperlihatkan bahwa pemimpin memiliki antusiasme

yang tinggi, mempunyai harapan dan memilki energi dalam membangun

kepemimpinannya. Ketiga aspek tersebut bersinggungan langsung

dengan moral purpose, understanding change, relationship building,

knowledge creation and sharing, and coherence making.

Dari kelima aspek tersebut memadukan kepada komitmen baik

secara eksternal maupun internal dan apa pun hasil yang terbaik dapat

dirasakan dampaknya oleh seorang pemimpin.29

Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang bertugas dan

bertanggung jawab dalam mengembangkan mutu sekolah. Karakteristik

kepemimpinan adalah melakukan transformasi. Kepemimpinan

transformasional kepala sekolah menuntut kemampuan dalam hal:

pertama, berkomunikasi secara persuasif. Kepala sekolah yang mampu

berkomunikasi secara persuasif, akan menjadi faktor pendukung dalam

proses transformasi kepemimpinannya. Kedua, motivasi dan kemampuan,

baik kemampuan intelektual maupun kemampuan dalam manajerial

organisasi sekolah, berupa pengelolaan ke dalam (internal) atau

pengelolaan keluar (eksternal) . Ketiga, kejelasan dalam visi dan misi,

pemberian rangsangan intelektual, serta perhatian secara pribadi

terhadap permasalahan individu anggota organisasinya. Keempat,

membangun perubahan dengan sikap keteladanan, motivasi inspirasional,

pertimbangan individual dan stimulasi intelektual dan pribadi. Sehingga

dari beberapa sikap tersebut, seorang pemimpin akan menganggap

kepada bawahannya sebagai mitra kerja (kerja sama tim). Sebab tinggi

29

Diding Nurdin dan Imam Sibaweh, Pengelolaan Pendidikan; Dari Teori Menuju Implementasi (Jakarta: RajaGrafindo Persada), hal. 66-67.

Page 40: TESIS - Repository UIN JAMBI

24

rendahnya kerja sama tim (mitra kerja) di sekolah sangat dipengaruhi oleh

kepemimpan kepala sekolah.30

Kepala sekolah perlu mengadopsi karakteristik kepemimpinan

transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat

berfungsi secara optimal. Sebab kepemimpinan transformasional

merupakan kepemimpinan yang selalu mengutamakan pemberian

kesempatan dan mendorong kepada semua elemen stakeholder yang ada

untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga

semua unsur yang ada, bersedia tanpa paksaan untuk ikut berpartisipasi

secara optimal dalam mencapai tujuan tersebut. Selain itu juga bahwa

kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik

dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi

mencapai tujuan. Maka dari itu kepemimpinan transformasional sangat

penting terhadap keberlangsungan sekolah dalam mengorganisasikan apa

yang akan menjadi supervisi bagi sekolah, sehingga menjadi penunjang

dalam meningkatkan kualitas sekolah itu sendiri.

Peran utama yang harus diemban kepala sekolah yang

membedakannya dari jabatan lainnya adalah peran sebagai pemimpin

pendidikan. Kepemimpinan pendidikan mengacu kepada kualitas tertentu

yang harus dimiliki kepala sekolah untuk mengemban tanggung jawabnya

secara berhasil. Kualitas tersebut adalah:

a. Visi dan misi. Kepala sekolah harus mengetahui dengan persis apa

yang ingin dicapainya (visi) dan bagaimana mencapainya (misi). Ia

akan berusaha secara konsisten untuk terus berupaya menggalang

komitmen untuk mewujudkan visi itu.

b. Kompetensi. Kepala sekolah harus memiliki sejumlah kompetensi

untuk melaksanakan misi guna mewujudkan visi itu. Kepala sekolah

perlu memiliki sejumlah kompetensi yaitu memfasilitasi

pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran

30

Jurnal, Transformational Leadership Model Of Headmaster In Improving Quality Of Madrasah, vol, hal. 3

Page 41: TESIS - Repository UIN JAMBI

25

yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas

sekolah; membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan

sekolah yang kondusif; menjamin bahwa manajemen organisasi dan

pengoperasian sumber daya sekolah digunakan untuk menciptakan

lingkungan belajar, bekerjasama dengan orang tua murid dan anggota

masyarakat; memberi contoh (teladan) tindakan berintegritas;

memahami, menanggapi, dan mempengaruhi lingkungan politik,

sosial, ekonomi, dan budaya yang lebih luas.

c. Integritas. Kepala sekolah harus memiliki karakter tertentu yang

menunjukkan integritasnya. Integritas adalah ketaatan pada nilai-nilai

moral dan etika yang diyakini seseorang dan membentuk perilakunya

sebagai manusia yang berharkat dan bermartabat.31

Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam manajemen

berbasis sekolah dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut:

a. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses

pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.

b. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang

telah ditetapkan.

c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat

sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka

mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.

d. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan

tingkat kedewasan guru dan pegawai lain di sekolah.

e. Bekerja dengan tim manajemen.

f. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produtif sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan.32

Faktor dominan yang mempengaruhi proses kepemimpinan dapat

dipetakan atau dipolakan sebagai berikut:

31

Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management: Analisis Teori dan Praktik (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 206-207. 32

E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 126.

Page 42: TESIS - Repository UIN JAMBI

26

Kemampuan

Jabatan situasi

Gambar 1. Segitiga Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan

1) Faktor kemampuan individu. Dalam kepemimpinan faktor pribadi yang

berupa berbagai kompetensi seorang pemimpin sangat

mempengaruhi proses kepemimpinannya. Dalam hal ini, konsepsi

kepemimpinan memusatkan perhatian kepada pribadi pemimpin

dengan berbagai kualitas atau kemampuan yang dimilikinya.

2) Faktor jabatan. Seorang pemimpin dalam berperilaku harus

mengindahkan dalam posisi mana ia berada. Seorang pemimpin

harus memiliki citra tentang perilaku kepemimpinan yang digunakan

sehingga sesuai dengan situasi yang menyertainya.

3) Faktor situasi dan kondisi. Situasi khusus selalu membutuhkan tipe

kepemimpinan yang khusus pula. Seorang pemimpin harus memiliki

fleksibilitas yang tinggi terhadap situasi dan kondisi yang menyertai

para bawahannya.33

Menurut Scott Eacott dalam bukunya School Leadreship and

Strategy in Managerialist Times menyebutkan bahwa educational

leadership is widely taught in universities (Bates & Eacott, 2008), the

proliferation of professional standards and leadership capability

frameworks combined with an inherent anti-intellectualism is highly

problematic for school leaders and, by implication, for future generations,

34 yang maksudnya kepemimpinan pendidikan secara luas diajarkan di

universitas, proliferasi standar profesional dan kemampuan kepemimpinan

kerangka kerja yang dikombinasikan dengan anti-intelektualisme yang

33

Bahar Agus Setiawan, Transformasional Leadership: Ilustrasi di Bidang Organisasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 32. 34

Scoot Eacott, School Leadreship and Strategy in Managerialist Times (Netherlands: Sense Publishers, 2011), hal. 64.

Kepemimpinan

Page 43: TESIS - Repository UIN JAMBI

27

melekat sangat bermasalah bagi para pemimpin sekolah dan,

implikasinya, untuk generasi mendatang.

Dalam melaksanakan tugas kepemimpinan, kepala sekolah

mempunyai tiga misi utama sebagai pemimpin pendidikan: (1)

pengembangan kemampuan profesional dalam kepemimpinan

pendidikan, (2) pengembangan kemampuan personal dalam

kepemimpinan pendidikan, dan (3) pengembangan kemampuan sosial

dalam kepemimpinan pendidikan. Kritik yang membangun bagi para

pemimpin pendidikan konsep dasar dari Fred Luthans dimodifikasi oleh

Diding Nurdin dan Imam Sibaweh bahwa pendidikan diharapkan memiliki

5 (lima) keterampilan kepemimpinan pendidikan yang dijelaskan berikut

ini:

1. Fleksibilitas budaya, para pemimpin pendidikan harus memiliki

keterampilan bukan hanya mengelola, tetapi juga mengenali dan

mengamati nilai perbedaan di dalam organisasi mereka.

2. Keterampilan komunikasi, pemimpin pendidikan harus mampu

berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tulisan.

3. Keterampilan Human Resource Development (HRD), pemimpin

pendidikan harus memiliki keterampilan pengembangan sumber

daya manusia untuk menegmbangkan iklim pembelajaran,

mendesain dan melaksanakan program pelatihan, mentransfer

informasi dan pengalaman, menilai hasil, memberikan konseling

karir, membuat perubahan organisasional, dan mengadaptasi materi

pembelajaran.

4. Kreativitas, pemimpin pendidikan harus memilki keterampilan tidak

hanya kreatif, tetapi juga memberikan iklim yang bisa mendorong

kreativitas dan membantu orang-orang organisasi supaya kreatif.

5. Manajemen pribadi dari pembelajaran, artinya bahwa pemimpin

pendidikan sangat perlu untuk terus menerus mempelajari

pengetahuan dan keterampilan baru, dan menjadi pembelajar yang

Page 44: TESIS - Repository UIN JAMBI

28

mandiri supaya terus-menerus mengalami peningkatan baik secara

kognitif, afektif, dan psikomotor untuk perubahan pribadi.35

Menurut Wahyudi dalam bukunya Kepemimpinan Kepala Sekolah

dalam Organisasi Pembelajar, menyebutkan beberapa model

kepemimpinan dalam pendidikan sebagai berikut:

a. Kepemimpinan Partisipatif

Gaya partisipatif dicirikan dengan kadar suportif tinggi dan kadar

pengarahan yang rendah (hubungan tinggi dan tugas rendah).36 Gaya

kepemimpinan partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang

cenderung pelibatkan diri secara partisipatif dalam interaksinya dengan

bawahan semisal tenaga kependidikan, tenaga pendidik, dan peserta didik

dalam pengambilan keputusan pesantren, baik dalam keputusan strategis

maupun keputusan yang bersifat teknis penyelenggaraan suatu kegiatan.

b. Kepemimpinan Otokratif

Dalam kepemimpinan yang otokratis, pemimpin bertindak sebagai

diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Pemimpin otokratis

adalah pemimpin yang memiliki wewenang (authority) tunggal.37 Dengan

demikian, pemimpin bergaya otokratif cenderung: Memperlakukan

bawahan sebagai mekanis dalam organisasi, dan kurang menghargai

harkat dan martabat bawahan; Mengutamakan orientasi pelaksanaan dan

penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas dengan

kepentingan dan kebutuhan bawahan; Mengabaikan peranan bawahan

dalam proses pengambilan keputusan.

c. Gaya Lezess Faire

Karakteristik utama pada gaya kepemimpinan lezess faire meliputi:

persepsi tentang peranan, nilai yang dianut, sikap dengan hubungannya

dengan bawahan, perilaku organisasi dan gaya kepemimpinan yang

diigunakan. Pemimpin pendidikan yang menggunakan gaya lezess faire

35

Diding Nurdin dan Imam Sibaweh, Op. Cit., hal. 84-85. 36

Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar, (Bandung : Alfabeta, 2012), hal.137. 37

Hikmat, Manajemen Pendidikan(Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 255.

Page 45: TESIS - Repository UIN JAMBI

29

akan memberikan kebebasan yang terhadap guru dan staf dalam

menjalankan tugas.38 Kecenderungan gaya demikian adalah; Pertama,

menghargai rasa solidaritas dalam kehidupan dalam kebersamaan;

Kedua, memiliki loyalitas tinggi pada lembaga, dan patuh terhadap norma

dan peraturan yang telah menjadi komitmen bersama; dan, Ketiga,

Mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang telah

menjadi tanggung jawabnya.

d. Kepemimpinan Transformatif

Kepemimpinan transformasional memiliki ciri dominan yaitu

memiliki sensitivitas terhadap pengembangan organisasi,

mengembangkan visi bersama antarkomunitas organisasi,

mendistribusikan peran kepemimpinan, mengembangkan kultur sekolah,

dan melakukan usaha restrukturisasi.39 Kecendrungan kepemimpinan

transformatif adalah: pertama, mendorong terjadinya transformasional

lebih cepat dengan memberdayakan seluruh potensi organisasi mulai dari

bawahan hingga pada jajaran atas; kedua, kepemimpinannya lebih

transaksional dalam menjalankan roda organisasi/lembaga. Dalam

konteks transformasioal, pendidikan yang memberikan banyak sekali

kesempatan dan fasilitas untuk belajar menjadi sangat penting.

Pendidikan berperan untuk menemukan diri sejati (nasf) manusia,

mengembangkan potensi-potensi diri untuk kebaikan, memberikan

kemajuan batin untuk mendekatkan diri kepada-Nya, setelah itu, ia

menyumbangkan kemanfaatan pengetahuan (knowledge) pada orang lain

atau masyarakat (community based education).

e. Kharismatis

Kharisma adalah aura seorang yang lebih menonjol dalam

menjalankan proses pengelolaan organisasi/lembaga dengan

memberdayakan seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki.

Pemimpin kharismatis dalam konteksnya adalah pemimpin menimbulkan

38

Ibid, hal. 59 39

Sudarwan Danim, Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan (Jakarta : Rineka Cipta, 2009), hal. 53.

Page 46: TESIS - Repository UIN JAMBI

30

kekaguman bawahan. Tipe kepemimpinan kharisma adalah dikagumi

pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan

secara argumentatif.40 Ciri pemimpin demikian:

1) Mempunyai daya tarik seolah memiliki nilai magis sehingga cendrung

merajakan pemimpin hingga bawahan kuat melancarkan kritik‟

2) Kharismanya tidak terkait dengan umur, kekayaan, kesehatan, dan

ketampanan;.

3) Kelemahan mendasar pada pemimpin demikian, terletak pada

kekaguman bawahan pada pemimpin, sehingga menaruh rasa hormat

yang berlebihan dan bawahan cenderung hanya melempar kata pujian

tanpa adanya kekuatan melakukan kritikan konstruktif bagi organisasi.

Sementara Abdul Wahab dan Umarsio dalam bukunya

Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, menyebutkan

delapan model kepemimpinan, yaitu:

a. Model kepemimpinan Kontinum (Otokratis Demokratis)

Pemimpin memengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu

dari cara yang menonjolkan sisi ekstrem yang disebut dengan perilaku

otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrem lainnya yang

disebut dengan perilaku demokratis.

b. Model Kepemimpinan Ohio

Dalam penelitiannya, Universitas Ohio melahirkan teori dua faktor

tentang gaya kepemimpinan, yaitu struktur inisiasi dan konsiderasi.

Struktur inisiasi mengacu kepada perilaku pemimpin dalam

menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota kelompok

kerja dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, dan

metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi

mengacu kepada perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan

timbal-balik, rasa hormat dan kehangatan dalam hubungan antara

pemimpin dengan anggota stafnya.

40

Ibid, hal 67

Page 47: TESIS - Repository UIN JAMBI

31

c. Model Kepemimpinan Likert (Likert‟s Management System)

Likert mengembangkan suatu pendekatan penting untuk

memahami perilaku pemimpin. Ia mengembangkan teori kepemimpinan

dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu.

d. Model Kepemimpinan Managerial Grid

Dalam model Managerial Grid yang disampaikan oleh Blake dan

Mouton, seperti yang dikutip oleh E. Mulyasa, memperkenalkan model

kepemimpinan yang ditinjau dari perhatiannya terhadap produksi atau

tugas dan perhatian pada orang.

e. Model Kontingensi Fiedler

Dalam teori kontingensi (kemungkinan), variabel-variabel yang

berhubungan dengan kepemimpinan dalam pencapaian tugas merupakan

suatu hal yang sangat menentukan pada gerak akselerasi pencapaian

tujuan.

f. Kepemimpinan Situasional

Teori ini menekan pada ciri-ciri pribadi pemimipin dan situasi,

mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-

ciri pribadi ini dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku

yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dan kemungkinan

yang bersifat kepribadian dan situasional.

g. Model Kepemimpinan Tiga Dimensi

Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Reddin. Model tiga

dimensi ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari model yang

kembangkan oleh Universitas Ohio dan Model Managerial Grid.

Perbedaan utama dari dua model ini adalah adanya penambahan satu

dimensi lainnya, yaitu dimensi perilaku hubungan dan dimensi perilaku

tugas tetap sama.

h. Model Kepemimpinan Combat

Model kepemimpinan combat diangkat dari strategi pertempuran

yang seringkali digunakan para jenderal dalam peperangan. Beberapa

Page 48: TESIS - Repository UIN JAMBI

32

karakteristik dari model combat tersebut, sebagaimana yang

dideskripsikan oleh J. Salusu, sebagai berikut:

a. Seorang pemimpin harus bersedia menanggung risiko seperti halnya

seekor kura-kura yang berani maju dengan memunculkan lehernya

keluar.

b. Berusaha menjadi inovator dan untuk itu perlu secara terus-menerus

belajar.

c. Segera bertindak karena tanpa bergerak seseorang tidak bisa

memimpin.

d. Memiliki harapan yang tinggi karena dengan mengharap organisasi

beroleh lebih banyak.41

Idealnya, pendidikan memang harus seperti itu, apalagi pendidikan

yang berbasis agama, yakni pendidikan Islam. Sebab akhir-akhir ini

muncul berbagai kekhawatiran tentang pendidikan Islam. Realitas

pendidikan Islam saat ini bisa dibilang telah mengalami masa intellectual

deadlock.

Di antara indikasinya adalah; pertama, minimnya upaya

pembaharuan (inovasi-inovasi strategi pembelajaran dan managemen

pengelolaan sekolah-sekolah Islam), dan kalau pun ada, kalah cepat

dengan perubahan sosial, politik dan kemajuan iptek, selalu left behind.

Kedua, praktik pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan

yang lama (tradisional) dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif,

inovatif dan kritis terhadap isu-isu aktual. Ketiga, model pembelajaran

pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan intelektualisme

verbalistik dan menegasikan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi

humanistik antara guru-murid. Keempat, orientasi pendidikan Islam

menitikberatkan pada pembentukan „abd atau hamba Allah dan tidak

seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai khalifah

41

Abdul Wahab H.S. dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2017), hal. 97-110.

Page 49: TESIS - Repository UIN JAMBI

33

fi al-ardl (atau pemaksimalan sumber daya manusia). Kelima, kurang

memperhatikan segi-segi afektif dan psikomotorik.42

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa model

kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan dan strategi kepala

sekolah dalam menggerakkan warga sekolah untuk melakukan suatu

tindakan pencapaian tujuan sekolah. Ciri-ciri model kepemimpinan kepala

sekolah yang baik adalah mengetahui visi dan misi, memiliki sejumlah

kompetensi, memberdayakan bawahan, integritas terhadap sekolah, dan

menjalin hubungan baik dengan guru, siswa, dan masyarakat.

2. Budaya Religius

Istilah budaya mula-mula datang dari disiplin ilmu Antropologi

Sosial. Apa yang tercakup dalam definisi budaya sangatlah luas. Istilah

budaya dapat diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian,

kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya dan

pemikiran manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau

penduduk yang ditransmisikan bersama. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), budaya diartikan sebagai: pikiran; adat istiadat;

sesuatu yang sudah berkembang; sesuatu yang menjadi kebiasaan

yang sukar diubah.43

Istilah kebudayaan atau culture dalam bahasa Inggris, berasal dari

kata kerja dalam bahasa Latin colere yang berarti bercocok- tanam

(cultivation); dan bahkan di kalangan penulis pemeluk agama Kristen

istilah cultura juga dapat diartikan sebagai ibadah atau sembahyang

(worship). Dalam bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari

bahasa Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi (budi

atau akal); dan ada kalangannya juga ditafsirkan bahwa kata budaya

merupakan perkembangan dari kata majemuk “budi-daya” yang berarti

42

Anshori, LAL, Transformasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), hal. vii-viii 43

Kristiya Septian Putra, Implementasi Pendidikan Agama Islam Melalui Budaya Religius (Religious Culture) Di Sekolah, (Banyumas: Jurnal Pendidikan, 2015), Vol. III, hal. 20.

Page 50: TESIS - Repository UIN JAMBI

34

daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa dan rasa. Karenanya ada juga

yang mengartikan bahwa kebudayaan merupakan hasil dari cipta, karsa

dan rasa. Lebih lanjut Koentjaraningrat sendiri mendefinisikan

kebudayaan merupakan: “.keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan

hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan

milik diri manusia dengan belajar”44

Budaya merupakan pola kegiatan manusia yang secara sistematis

diturunkan dari generasi kegenerasi melalui berbagai proses

pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok

dengan lingkungannya.45Organisasi sebagai sekumpulan masyarakat

yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama juga

mempunyai budaya sendiri yang disebut budaya organisasi.

Budaya organisasi adalah norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan,

filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagai (isi budaya organisasi) yang

dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin dan

anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota

baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi

pola pikir, sikap dan prilaku anggota organisasi dalam memproduksi

produk, melayani para konsumen dan mencapai tujuan organisasi.46

Menurut Schein yang dikutip oleh Achmad Sobirin mengemukakan

bahwa budaya organisasi adalah keyakinan, tatanilai, makna dan asumsi-

asumsi secara kolektif di shared oleh sebuah kelompok sosial guna

membantu mempertegas cara mereka saling berinteraksi dan

mempertegas cara mereka saling berinteraksi dan mempertegas mereka

dalam merespon lingkungan.47

Budaya organisasi adalah suatu sistem nilai dari makna bersama

(shared meaning) yang menekankan pentingnya norma-norma kelompok

kerja, sentimen-sentimen, nilai-nilai dan interaksi-interaksi yang muncul

44

Ibid. Hal. 20. 45

Wibowo, Budaya Organisasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 16 46

Wirawan, Budaya dan Iklim Organisasi (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hal. 10 47

Achmad Sobirin, Budaya Organisasi(Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009), hal. 129

Page 51: TESIS - Repository UIN JAMBI

35

di tempat kerja pada saat mereka menggambarkan sifat dan fungsi-

fungsi organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut

anggota yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lain.

Semua interaksi sekolah pada eksternal maupun internal tentu menjadi

bagian dari budaya sekolah.48

Schein yang dikutip oleh Moh Pabundu Tika menyebutkan bahwa

budaya organisasi terdiri dari tiga level, yaitu: (1) artifak, yang mencakup

semua fenomena yang bisa dilihat, didengar dan dirasakan, yang terdiri

dari cerita-cerita/legenda, ritual/upacara, bahasa organisasi, dan struktur

fisik; (2) nilai-nilai adalah solusi yang muncul dari seorang pemimpin

dalam organisasi dengan maksud memecahkan masalah-masalah rutin

dalam organisasi tersebut. Mencakup kepercayaan yang disadari dan

evaluasi apa yang baik dan buruk, benar atau salah; dan (3) asumsi-

asumsi bersama, terdiri dari ketidaksadaran (persepsi atau kepercayaan

yang sudah ada sebelumnya), dan model mental yang ideal.49

Robbins memberikan karakteristik budaya organisasi sebagai

berikut: (1) Inovasi dan keberanian mengambil risiko (inovation and risk

taking), adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan

bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. (2) Perhatian terhadap detil

(attention to detail), adalah sejauh mana organisasi mengharapkan

karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada

rincian. (3) Berorientasi kepada hasil (outcome orientation), adalah sejauh

mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan

perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil

tersebut. (4) Berorientasi kepada manusia (people orientation), adalah

sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil

pada orang-orang di dalam organisasi. (5) Berorientasi tim (team

orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar

48

Syaiful Sagala, Memahami Organisasi Pendidikan: Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 122. 49

Moh Pabundu Tika, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 22

Page 52: TESIS - Repository UIN JAMBI

36

tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama.

(6) Agresifitas (Aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang dalam

organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi

sebaik-baiknya. (7) Stabilitas (Stability), adalah sejauh mana kegiatan

organisasi menekankan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.50

Terdapat beberapa indikator budaya sekolah yang baik yaitu:

a. Tujuan-tujuan sekolah yang mencerminkan keunggulan yang ingin

dicapai dan diperlihatkan dengan jelas kepada seluruh warga sekolah,

ditetapkan dan diumumkan secara luas di sekolah

b. Fasilitas fisik di sekolah dirawat dengan baik, termasuk segera

diperbaiki fasilitas yang rusak

c. Penampilan fisik sekolah yang bersih, rapi, dan nyaman serta

memperhatikan keamanan

d. Pekarangan dan lingkungan sekolah ditata sedemikian rupa sehingga

memberi kesan asri, teduh, dan nyaman.

e. Kondisi kelas yang menyenangkan

f. Acara penting di sekolah dijadwal sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu waktu belajar

g. Guru mau mengubah metode mengajar, bila metode yang lebih baik

diperkenalkan kepadanya

h. Penciptaan relasi kekeluargaan dan kebersamaan51

Budaya sekolah yang harus dipelihara supaya meningkatkan mutu

akademik seperti dikemukakan oleh John Saphier Mattiuw King adalah:

a. Kolegialitas. Kolegialitas adalah iklim kesejawatan yang menimbulkan

rasa saling hormat menghormati dan menghargai sesama profesi

kependidikan. Dalam kultur kesejawatan, teguran dan sapaan serta

kritik membangun tidak pernah terasa sebagai sesuatu yang

menyakitkan melainkan sebuah komunikasi pemberitahuan yang

dapat dijalankan tanpa paksaan.

50

Wibowo, Budaya Organisasi,Op. Cit., hal. 37-38. 51

E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 91.

Page 53: TESIS - Repository UIN JAMBI

37

b. Eksperimentasi. Sekolah merupakan tempat yang subur untuk

mengadakan percobaan-percobaan ke arah menemukan pola kerja

yang lebih baik. Setiap orang bebas mengeluarkan ide dan

kreativitasnya demi kemajuan bersama.

c. High expectation. Harapan setiap orang untuk memperoleh prestasi

yang tertinggi yang pernah dicapainya. Setiap guru tentu

mengharapkan agar ia berkembang sesuai dengan profesinya.

d. Trust and confidence. Kepercayaan dan keyakinan yang kuat

merupakan bagian penting yang dianut dalam kehidupan suatu

profesi. Kepercayaan dan keyakinan lahir karena kekuatan dan

kemampuan akademik berdasarkan pada teori yang mendukungnya.

Kondisi sekolah yang budayanya kondusif akan memberikan peluang

bagi setiap orang supaya kepercayaan diri berdasarkan teori yang

mendukungnya akan diberi insentif supaya lahir gagasan baru.

e. Reaching out to the knowledge base. Sekolah merupakan tempat

dimana ilmu pengetahuan dikembangkan secara luas, objektif, dan

proporsional. Pengkajian, pengembangan gagasan baru, penelitian,

pengembangan konsep baru semuanya memerlukan pemahaman

landasan keilmuan.

f. Appreciation and recognition. Supervisor yang baik adalah supervisor

yang dapat memberi pengakuan dan penghargaan atas prestasi guru

yang dicapainya. Kultur sekolah yang memelihara penghargaan

biasanya dilakukan dalam upacara yang menjunjung tinggi prestasi

seseorang. Dengan demikian orang akan memiliki rasa harga diri

karena dihormati secara formal.

g. Caring, celebration, and humor. Memberi perhatian, saling

menghormati, memuji dan memberi penghargaan atas kebaikan

seseorang di sekolah adalah perbuatan yang terpuji. Humor dan

saling menggembirakan adalah budaya pergaulan yang sehat. Kultur

sekolah yang saling menghargai atas prestasi orang akan menjadikan

lingkungan sekolah sebagai tempat kerja yang disukai.

Page 54: TESIS - Repository UIN JAMBI

38

h. Involvement in decision making. Keterlibatan staf sekolah dalam

mengambil keputusan merupakan bagian penting dalam

pengembangan budaya sekolah. Kultur sekolah yang melibatkan staf

membuat putusan menjadikan masalahnya menjadi transparan dan

staf menjadi bertanggung jawab.

i. Protection of what‟s important. Melindungi dan menjaga kerahasiaan

pekerjaan merupakan kultur dan tradisi di sekolah. Kultur sekolah

yang baik orang-orangnya akan mengetahui mana yang baik untuk

dibicarakan secara terbuka dan mana yang harus dijaga kerahasian.

j. Tradisi. Penilaian, penghargaan, penghormatan, upacara promosi

jabatan adalah tradisi yang melekat dengan sistem yang ada dalam

dunia pendidikan termasuk sekolah. Memelihara tradisi yang sudah

berjalan lama dan dianggap baik adalah budaya di sekolah.

k. Honest, open communication. Kejujuran dan keterbukaan di

lingkungan sekolah memang semestinya terpelihara. Kultur sekolah

semestinya membebaskan orang dari rasa takut untuk berbicara.52

Terkait dengan budaya sekolah, sekolah juga dapat menerapkan

manajemen masjid sekolah sebagai laboratorium pendidikan karakter

yang religius dengan beberapa cara, yaitu:

a. Perencanaan kegiatan masjid sekolah sebagai laboratorium

pendidikan karakter.

Saat ini semakin banyak orang tua yang menginginkan anaknya

tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara spiritual.

Alhasil orang tua pun menginginkan agar pihak sekolah dapat

mewujudkannya melalui praktik pendidikan karakter bagi putra-putrinya.

Tentu saja keinginan ini bukanlah tanpa alasan, krisis karakter yang kini

52

Dadang Suhardan, Supervisi Profesional: Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 124-129.

Page 55: TESIS - Repository UIN JAMBI

39

melanda bangsa Indonesia dapat berpengaruh terhadap karakter anak-

anak mereka.53

b. Pengorganisasian kegiatan masjid sekolah sebagai laboratorium

pendidikan karakter.

Budaya kerja di sekolah dapat menjadi faktor pendukung yang dapat

menjadikan bidang biah (lingkungan dalam konteks pergaulan di suatu

tempat), wali kelas, guru mata pelajaran dan guru BK dapat berkoordinasi

dengan baik melalui komunikasi verbal.54

c. Pelaksanaan kegiatan masjid sekolah sebagai laboratorium

pendidikan karakter

Berbagai program kegiatan yang dilaksanakan di masjid sekolah

pada dasarnya ditujukan sebagai upaya yang dilakukan oleh pihak

sekolah dalam membentuk karakter peserta didik.55

d. Penilaian kegiatan masjid sekolah sebagai laboratorium pendidikan

karakter

Kegiatan penilaian berbagai program kegiatan masjid sekolah

dilakukan melalui pengawasan dan pengamatan (observasi). Pengawasan

merupakan penilaian yang memiliki fungsi kontrol terhadap perilaku

peserta didik. Itulah sebabnya pengawasan dilakukan pada saat peserta

didik mengikuti berbagai pelaksanaan program kegiatan masjid sekolah.

Tidak ada instrumen khusus dalam pengawasan ini. Pengawasan

dilakukan dengan memberikan komentar terhadap perilaku yang

ditampilkan peserta didik maupun memberikan contoh suatu perbuatan

kepada peserta didik. Dengan demikian penilaian dalam bentuk

pengawasan ini dilakukan secara spontan pada situasi dan kondisi-kondisi

tertentu.56

53

M. Najib, Novan Ardy wiyani dan Solichin, Manajemen Masjid Sekolah Sebagai Laboratorium Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasinya (Yogyakarta:Gava Media, 2015), hal. 83. 54

Ibid, hal. 106. 55

Ibid, hal. 125. 56

Ibid, hal. 137.

Page 56: TESIS - Repository UIN JAMBI

40

Penciptaan suasana atau budaya religius berarti menciptakan

suasana atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam suasana atau iklim

kehidupan keagamaan Islam yang dampaknya ialah berkembangnya

suatu pandangan hidup yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan

nilai-nilai agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta

keterampilan hidup oleh para warga Perguruan Tinggi. Dalam arti kata,

penciptaan suasana religius ini dilakukan dengan cara pengamalan,

ajakan (persuasif) dan pembiasaan-pembiasaan sikap agamis baik secara

vertikal (habluminallah) maupun horizontal (habluminannas) dalam

lingkungan Perguruan Tinggi. Melalui penciptaan ini, mahasiswa akan

disuguhkan dengan keteladanan kepala Perguruan Tinggi dan para

guru dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan, dan salah satunya yang

paling penting adalah menjadikan keteladanan itu sebagai dorongan untuk

meniru dan mempraktikkannya baik di dalam Perguruan Tinggi atau di

luar Perguruan Tinggi. Sikap mahasiswa sedikit banyak pasti akan

terpengaruh oleh lingkungan di sekitarnya. Istilah budaya mula-mula

datang dari disiplin ilmu antropologi sosial. Apa yang tercakup dalam

definisi budaya sangatlah luas. Istilah budaya dapat diartikan sebagai

totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan dan semua

produk lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan kondisi

suatu masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama.

Menurut Nurkholis Majid, agama bukanlah sekedar tindakan-

tindakan ritual seperti sholat dan membaca Al-qur‟an serta membaca do‟a.

Agama lebih dari itu, yaitu keseluruhan tingkah laku manusia yang

terpuji dalam kehidupan sehari-hari , yang dilakukan demi memperoleh

ridho Allah. Dengan demikian maka agama adalah, meliputi keseluruhan

tingkah laku manusia dalam hidup ini, dengan tingkah laku itu

membentuk keutuhan manusia berbudi luhur atas dasar percaya atau

iman kepada Allah dan tanggung jawab di hari kemudian.57

57

Amru Al Mu‟tasim, Penciptaan Budaya Religius Perguruan Tinggi Islam. Vol. 3 No. 1, J-PAI, hal. 107-109

Page 57: TESIS - Repository UIN JAMBI

41

Konsep Islam tentang budaya agama dapat dipahami dari

doktrin keagamaan. Dalam Islam seseorang diperintahkan untuk

beragama secara kaffah, hal ini dijelaskan dalam Al-qur‟an surat Al

Baqarah ayat 208:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam

keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.

Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.58

Berdasarkan pendapat para pakar di atas, maka disintesiskan bahwa

budaya religius adalah suatu tradisi yang diyakini dan dijalankan oleh

kepala sekolah, guru, siswa, dan staf di sekolah berdasarkan nilai-nilai

religius. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan indikator budaya religius

seseorang, yakni; 1) komitmen terhadap perintah dan larangan agama,2)

bersemangat mengkaji ajaran agama, 3) aktif dalam kegiatan agama, 4)

menghargai simbol-simbol agama, 5) akrab dengan kitab suci, 6)

mempergunakan pendekatan agama dalam membentuk pilihan, 7)59

Konsep budaya religius juga dapat dilihat dari tiga hal sebagai

berikut:

1. Budaya Religius Sebagai Orientasi Moral

Moral adalah keterikatan spiritual pada norma-norma yang telah

diterapkan, baik yang bersumber pada ajaran agama, budaya masyarakat

atau berasal dari tradisi berfikir secara ilmiyah. Keterikatan spiritual

tersebut akan mempengaruhi keterikatan sikapnya terhadap nilai-nilai

kehidupan (norma) yang akan menjadi pijakan utama dalam menetapkan

suatu pilihan, pengembangan perasaan dan menetapkan tindakan.

58

Al-Quran dan Terjemahannya, Op. Cit, hal. 40. 59

Loc.cit, hal. 114

Page 58: TESIS - Repository UIN JAMBI

42

Keterikatan pada norma-norma agama akan membentuk sikap

tertentu dalam menyikapi segala persoalan. Moral yang dilaksanakan atas

pijakan agama, maka pertimbangan-pertimbangan moralnya akan lebih

berorientasi pada kewajiban beragama. Sedangkan sumber-sumber

moral lainnya hanya dibenarkan manakala dianggap sesuai dengan

ajaran agama. Segala tindakan moral yang didasari ketentuan agama

muncul karena rasa tanggungjawab kepada Tuhan. Segala tindakan yang

diambil dirasakan sebagai keharusan robbani. Sedangkan motif memilih

tindakan tersebut semata-mata karena ingin mendapat keridhaan Tuhan.

Oleh karena itu internal control pada moral yang berorientasi pada

agama (orientasi moral religius) akan lebih jauh lebih dominan untuk

melakukan suatu tindakan moral daripada eksternal control. Inilah yang

membedakan orientasi moral religius dengan orientasi moral yang hanya

sekedar didasarkan atas hasil pemikiran manusia.

Budaya religius yang terbentuk dari keterikatan yang kuat pada

norma-norma yang diterapkan oleh agama akan menjadikan seorang

dapat mengukur kebenaran suatu hal dari sudut pandangan agama.

Sebagai orientasi moral, budaya religius bermakna keterikatan

spiritual pada norma-norma ajaran agama yang akan menjadi acuan

pertama ukuran moral.

2. Budaya Religius Sebagai Internalisasi Nilai Agama

Internalisasi nilai agama ialah proses memasukkan nilai agama

secara penuh kedalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak

berdasarkan ajaran agama. Internalisasi nilai agama terjadi melalui

pemahaman ajaran agama secara utuh dan diteruskan dengan kesadaran

akan pentingnya ajaran agama, serta ditemukannya posibilitas untuk

merealisasikannya dalam kehidupan nyata.

Dari segi isi, agama terdiri dari seperangkat ajaran yang merupakan

perangkat nilai-nilai kehidupan yang harus dijadikan barometer para

pemeluknya dalam menentukan pilihan tindakan dalam

kehidupannya. Nilai-nilai ini secara popular disebut dengan nilai agama.

Page 59: TESIS - Repository UIN JAMBI

43

Oleh sebab itu nilai-nilai agama merupakan seperangkat standar

kebenaran dan kebaikan.

Nilai-nilai agama adalah nilai luhur yang ditransfer dan diadopsi ke dalam diri. Oleh karena itu seberapa banyak dan seberapa jauh nilai- nilai agama bisa mempengaruhi dan membentuk sikap serta perilaku seseorang sangat tergantung dari seberapa dalam nilai-nilai agama terinternalisasikan dalam diri seseorang, kepribadian dan budaya religiusnya akan muncul dan terbentuk. Jika budaya religius sudah muncul dan terbentuk, maka nilai-nilai agama akan menjadi pusat nilai. dalam menyikapi segala sesuatu dalam kehidupan. Allah berfirman dalam Al

Qur‟an Surat Al Maidah ayat 48:

Artinya:”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa

kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab

(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab

yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang

Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka

dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.

untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan

yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu

dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu

terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah

berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu

semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu

perselisihkan itu.”60

Ayat ini mempunyai makna bahwa manusia memiliki

kebudayaan dunia yang berkaitan tentang tata cara hidup bahkan

60

Al-Quran dan Terjemahannya, Op. Cit, hal. 154.

Page 60: TESIS - Repository UIN JAMBI

44

mulai dari wahyu yang diturunkan Allah SWT pada mereka (tiap-tiap

umat) hingga masa pelbagai penyimpangan aqidah. Karena itulah Allah

menyuruh untuk kembali kepada jalan kebaikan yang dituntun-Nya.

Pelajaran penitng dari ayat ini adalah tentang nilai kearifan. Dalam

konteks budaya modern sering disebut dengan kearifan universal dan

kearifan lokal (local wisdom).

Untuk itulah berbagai aspek yang berkenan dengan agamanya

itu perlu dikaji secara seksama dan mendalam, sehingga dapat

membuahkan pemahaman keagamaan yang komprehensip. Dengan

kwalitas pemahaman yang komprehensip, seseorang akan terbimbing

pola pikir, sikap dan segala tindakan yang diambilnya.

3. Budaya Religius Sebagai Etos Kerja dan Keterampilan Sosial

Seperangkat ajaran dalam agama bertujuan membimbing,

mendorong untuk berbuat dan memilih tindakan tertentu. Lebih

penting dari itu agama berperan sebagai sumber etos kerja, bagi

seseorang pemeluk agama, etos kerja muncul dari dorongan sikap yang

terbentuk oleh nilai-nilai agama. Sebagai etos kerja, budaya religius

memberikan dorongan kepada seseorang dalam mencari makna

religius bagi tindakan yang pilihannya, Demikian, tindakan dan

perbuatan yang dilakukannya tindakan lagi dirasakan sebagai beban,

melainkan sebagai sumber kepuasan batiniyah.

Kesanggupan seseorang menampilkan nilai-nilai agama dalam

kehidupannya sebagai suatu keterampilan sosial sangat tergantung

pada kuat lemahnya pemahaman agama yang ada dalam jiwanya.

Pemahaman agama tersebut tampil dalam bentuk tindakan

dan perilaku terhadap lingkungan selaras dengan apa yang

diperintahkan oleh ajaran agama. Bagi yang memiliki budaya religius,

agama secara konsekuen tampil dalam bentuk tindakan-tindakan yang

mendukung terbentuknya tatanan sosial yang harmonis.

Banyak hal bentuk pengalaman yang bisa dilakukan di sekolah

yang dilakukan dengan pembiasaan sehari-hari di sekolah, seperti:

Page 61: TESIS - Repository UIN JAMBI

45

saling mengucapkan salam, pembiasaan menjaga wudu (misal; laki-laki

hanya bisa berjabat tangan hanya dengan siswa laki-laki dan guru laki

laki, begitu pula sebaliknya.), pembiasaan berdoa, sholat dhuha, zuhur

secara berjamaah, mewajibkan siswa dan siswi menutup aurat, hafalan

surat-surat pendek dan pilihan dan lain sebagainya. Pembiasaan

tersebut merupakan sistem nilai yang perlu dibangun agar pembentukan

budaya religius berbasis sekolah bisa di praktekkan dalam kehidupan

sehari -hari di masyarakat.

3. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya

Religius

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 poin 2

menyebutkan: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan

nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”.

61Undang-Undang ini dapat dipahami adanya korelasi antara suasana

pendidikan di sekolah (mengenai kepemimpinan kepala sekolah, visi

misi dan tujuan sekolah, dan kegiatan lainnya menyangkut pelaksanaan

pendidikan di sekolah) terhadap pengembangan budaya religius di

sekolah.

Mengingat pentingya kepemimpinan terhadap apa yang dipimpinnya,

Ali bin Abi Thalib ra pernah melontarkan ungkapan, "kebenaran tanpa

tata aturan yang rapi akan dikalahkan kebatilan yang tertata rapi."

Sudah menjadi sunatullah, suatu aturan atau organisasi agar berjalan

dengan baik memerlukan kepemimpinan yang baik pula.

kepemimpinan kepala sekolah memiliki peran yang penting

dalam menjalankan aktivitas kegiatan pendidikan dan bertanggung

jawab untuk meningkatkan suasana budaya religius yang terjadi pada

61

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 2.

Page 62: TESIS - Repository UIN JAMBI

46

masyarakat sekolah. Upaya mengembangkan budaya Islami yang

dilakukan oleh kepala sekolah memerluakan suatu kompetensi dan

strategi dalam mewujudkannya.

Pengembangan budaya sekolah adalah bagian dari kompetensi

kepribadian yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Dengan

kompetensi tersebut, berarti kepala sekolah harus berakhlak mulia,

mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan

akhlak mulia bagi komunitas di sekolah. Selain itu kepala sekolah harus

memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin, agar strategi yang

diterapkan terhadap warga sekolah dapat berjalan dengan baik dan

dilaksanakan dengan suasana hati yang bahagia tanpa ada unsur

paksaan.

Dengan menyadari peranan kepala sekolah sebagai pemimpin,

tentunya setiap kebijakan yang dikeluarkannya harus dilaksanakan

dengan baik oleh pelaksana kebijakan (Pelaksana kebijakan yang

dimaksud adalah pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, serta

warga sekolah yang terkait dengan sekolah tersebut termasuk orang

tua.) terutama kebijakan yang berhubungan dengan budaya sekolah.

Budaya religius sekolah yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan

harus diterapkan oleh kepala sekolah adalah budaya Islami.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

melaksanakan budaya religius adalah suatu usaha untuk

menumbuhkembangkan beberapa pokok masalah dalam kehidupan

beragama yang datangnya dari Allah SWT terdiri dari tiga unsur pokok

yaitu aqidah, ibadah, dan akhlak yang menjadi pedoman perilaku

sesuai dengan aturan-aturan illahi untuk mencapai kesejahteraan serta

kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Agama menjadi sumber

paling luhur bagi manusia sebab yang digarap oleh agama ialah

masalah mendasar untuk kehidupan manusia yaitu perilaku (akhlak).62

62

Amru Al Mu‟Tasim, Op. Cit, hal. 114.

Page 63: TESIS - Repository UIN JAMBI

47

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini sebagai

berikut:

1. Tesis yang ditulis oleh Meira Dwi Indah Purnama berjudul

“Kepemimpinan Partisipatif Kepala Sekolah dalam Meningkatkan

Budaya Sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pelita Ibu Kota

Jambi” tahun 2013, diajukan pada program Pascasarjana IAIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Hasil penelitian di lapangan diperoleh

suatu gambaran yaitu pertama, kurangnya dukungan kebijakan kepala

sekolah terhadap budaya sekolah di SMP Pelita Ibu Kota Jambi,

melalui perencanaan manajemen kepemimpinan yang dilakukan,

pelaksanaan manajemen kepemimpinan, bentuk-bentuk perencanaan

kepemimpinan yang dilakukan meliputi memprogramkan pelaksanaan

proses belajar mengajar, kepala sekolah memberikan petunjuk yang

jelas, sekolah berusaha mengembangkan kebebasan berpikir dan

mengeluarkan pendapat, mengembangkan kerjasama yang harmonis

dengan bawahannya, selalu memecahkan masalah dan mengambil

keputusan sesuai batas tanggung jawab masing-masing. Kedua,

kepala sekolah kurang melibatkan bawahannya dalam mengambil

keputusan terhadap budaya sekolah, melalui aspek kepemimpinan

yang diterapkan oleh kepala, cara kepala mengambil keputusan.

Ketiga, ada pro dan kontra antara guru terhadap program peningkatan

budaya sekolah meliputi faktor internal yaitu keuangan kurang

transparan, lemahnya koordinasi ke dalam, keputusan banyak bernilai

emosional, keputusan kurang terbuka dan transparan. Faktor

eksternal yaitu masalah pengembangan sarana, kurangnya kerjasama

dan koordinasi antara pihak departemen agama dengan pihak

sekolah, anggaran pemerintah terbatas, dan sulitnya mendapatkan

bantuan pemerintah. Ketiga, upaya yang dilakukan yaitu peningkatan

sumber daya manusia, proses meningkatkan kemampun pribadi,

kepemimpinan harus tumbuh dari tindakan bersama dalam

Page 64: TESIS - Repository UIN JAMBI

48

memecahkan masalah, kepemimpinan harus menyusun peraturan

dengan baik, dilakukan rekrutmen dan penempatan guru, dan peran

kepala sekolah dalam manajemen sekolah. Persamaan penelitian

adalah kedua penelitian membahas mengenai kepemimpinan kepala

sekolah dan budaya di sekolah. Perbedaan penelitian adalah

penelitian Meira fokus kepada budaya sekolah dan dilaksanakan di

SMP kota Jambi sedangkan penelitian ini akan fokus pada budaya

religius di sekolah dan dilaksanakan di SMP Satu Atap Pelangiran.

2. Tesis yang ditulis oleh Hamdi berjudul “Pengelolaan Budaya Sekolah

dalam Meningkatkan Disiplin Siswa pada Sekolah Menengah Pertama

Negeri 24 Sarolangan”, tahun 2015, diajukan pada program

Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Hasil penelitian ini

menemukan bahwa pertama perencanaan kepala sekolah dalam

mengelola budaya sekolah di sekolah SMP Negeri belum dilakukan

secara optimal, dimana kepala sekolah tidak membuat rencana

terlebih dahulu. Perencanaan budaya sekolah dalam meningkatkan

disiplin siswa baik jangka pendek, menengah dan panjang tidak dibuat

secara detail. Pelaksanaan disiplin sekolah tidak dilakukan secara

serius, pengelolaan budaya sekolah dalam meningkatkan disiplin

siswa dalam aktifitas belajar sudah ada namun dalam kegiatan

ekstrakurikuler tidak dilakukan secara optimal. Persamaan kedua

penelitian adalah sama-sama membahas mengenai budaya sekolah

dan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Perbedaan kedua

penelitian adalah penelitian hamdi fokus kepada pembentukan budaya

sekolah untuk meningkatkan disiplin siswa, sedangkan penelitian ini

berfokus tentang model kepemimpinan kepala sekolah dalam

mengembangkan budaya Islami.

3. Tesis yang ditulis oleh Muhammad Sahid berjudul “Kepemimpinan

Kepala Sekolah dalam Memotivasi Guru pada MAN 2 Sarolangun”

tahun 2014, diajukan pada program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara

Page 65: TESIS - Repository UIN JAMBI

49

umum kepemimpinan kepala sekolah pada MAN 2 Sarolangun belum

berjalan secara optimal dikarenakan masih lemah pengawasan yang

dilakukan kepala sekolah, belum adanya reward bagi guru yang

berprestasi dan punishment atau hukuman bagi guru yang melanggar

aturan di MAN. Persamaan penelitian adalah kedua penelitian

membahas mengenai kepemimpinan kepala sekolah dan

menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Perbedaan penelitian

adalah penelitian Sahid membahas kepemimpinan kepala sekolah

untuk memotivasi guru sedangkan penelitian ini akan membahas

mengenai kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya religius di sekolah.

4. Wiwik Wijayanti, Md. Niron, dan Dwi Esti Andriyani, Model

Kepemimpinan Transformasional Guru Dalam Implementasi Program

Sekolah Sehat Di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Min) II Kota

Yogyakarta. Yogyakarta: Jurnal Education, 2016.

5. Abdurrahman R. Mala, Membangun Budaya Islami di sekolah,

Gorontalo: Jurnal Irfani, 2015

6. Amru Almu‟tasim, Penciptaan Budaya Religius Perguruan Tinggi

Islam, Mojokerto: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2016.

Berdasarkan landasan teori yang penulis ambil terdapat

persamaan pada kajian penelitian relevan di atas, baik yang berbentuk

tesis maupun yang berbentuk jurnal publikasi, persamaan dengan

penelitian penulis, dimana pada setiap penelitian tersebut sangat

menyentuh tentang variabel penelitian penulis, sedangkan perbedaan

pada penelitian penulis terletak pada kajian spesifik dan situasi sosial

penelitian.

Page 66: TESIS - Repository UIN JAMBI

50

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metotologi diambil dari kata metode. Oleh Sebab itu, metodologi dapat

diartikan dengan ilmu yang berkenaan tentang metode atau uraian metode.63

Metodologi terdiri atas dua kata yaitu: “Metoda” dan “Logi”. “Logi” berasal dari

kata logos yang berarti “ilmu”. Jadi, metodologi ialah, suatu ilmu yang

membicarakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan atau

menguasai kompetensi tertentu.

Sedangkan yang dimaksud dengan “Pendekatan” di sini adalah metode

atau cara mengadakan penelitian seperti halnya: eksperimen atau non-

eksperimen. Tetapi di samping itu juga menunjukkan jenis atau tipe penelitian

yang diambil, dipandang dari segi tujuan misalnya eksploratif, deskriftif atau

historis. Masih ada lagi pandangan dari subjek penelitiannya, misalnya populasi

atau kasus. Penentuan pendekatan ini akan sangat menentukan apa variabel

atau objek penelitian yang akan di tatap, dan sekaligus menentukan subjek

penelitian atau sumber dimana kita akan memperoleh data.64

Denzin dan Lincoln65 mendefenisikan peneltian kualitatif sebagai berikut

suatu pendekatan a priori yang didasarkan pada asumsi filosofis (pendekatan

naturalistis interpretatif) pada penelitian kualitatif dan sumber-sumber informasi

sama dan pendekatan naratif yang tersedia bagi peneliti. Sementara itu menurut

Lodico, Spaulding, dan Voegtle penelitian kualitatif, yang juga disebut penelitian

interpretatif atau penelitan lapangan adalah suatu metodologi yang dipinjam dari

disiplin ilmu seperti sosiologi dan antropologi dan diadaptasi ke dalam seting

pendidikan.66

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatit diskriftif. Metode

penelitian kualitatif berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk

meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai

63

Shabri Shaleh Anwar, dkk, Indonesia menulis Philosophy of Pen, (Tembilahan: Indragiri Dot Com, 2017), hal.69 64

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013), hal. 64 65

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisi Data, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2012), hal.1. 66

Ibid, hal.2.

50

Page 67: TESIS - Repository UIN JAMBI

51

intsrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive

dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data

besifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna

dari pada generalisasi.67

Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan, 1)

menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan

kenyataan ganda, 2). Metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan

antara peneliti dan responden, 3). Metode ini lebih peka dan lebih dapat

menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-

pola nilai yang dihadapi.

Dalam penelitian kualitatif, gejala dari suatu objek bersifat holistik

(menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan

menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi

keseluruhan situasi sosial yang diteliti meliputi aspek tempat, pelaku, dan

efektivitas yang berinteraksi secara sinergis.68

Penelitian ini dilakukan dengan paradigma kualitatif dengan alasan bahwa

permasalahan yang diangkat lebih bersifat kualitatif terutama yang berkaitan

dengan model kepemimpinan kepala sekolah dan budaya religius. Sejak pertama

kali peneliti melakukan kunjungan awal ke SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran, peneliti telah melakukan pengamatan. Proses pengumpulan data

telah dilakukan sejak kunjungan awal hingga proses penelitian berlangsung.

Dalam rangka memperoleh data lapangan yang akurat, maka peneliti melakukan

pengamatan dan wawancara secara langsung dengan para pengguna

pendidikan di sekolah yaitu kepala sekolah , guru, staf, dan siswa. Oleh karena

itu, peneliti menentukan orang-orang yang menjadi subjek penelitian dengan

pertimbangan tertentu sehingga data yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan

peneliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena

lebih konsekuen yaitu sesuai dengan keadaan di lapangan dalam memperoleh

hasil deskriftif di lapangan.

B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian

67

Sugioyono, Metode Penelian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2015), hal.5. 68

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D (Bandung : Alfabeta, 2012), hal.285.

Page 68: TESIS - Repository UIN JAMBI

52

Adapun situasi sosial dan subjek penelitian ini yaitu:

1. Situasi Sosial Penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh

Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga

elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang

berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat diperoleh di rumah

berikut keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang di sudut jalan yang sedang

ngobrol, atau di tempat kerja, di kota, di desa, di sekolah atau wilayah suatu

Negara, situasi sosial tersebut dapat dinamakan sebagai obyek penelitian yang

ingin dipahami lebih mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya. Pada situasi

sosial atau obyek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam

aktivitas (activity) yang ada pada tempat (place) tertentu. Pada penelitian

kualitatif peneliti memasuki situasi sosial tertentu, yang dapat berupa lembaga

pendidikan tertentu., melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang

dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut. Penentuan sumber data pada

orang yang diwawancarai dilakukan dengan cara purposive, yaitu dipilih dengan

pertimbangan dan tujuan tertentu.69 Situasi sosial penelitian adalah di SMP Satu

Atap Kecamatan Pelangiran.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sumber data responden atau informan

penelitian. subjek penelitian bisa berbentuk manusia, binatang tumbuh-

tumbuhan, benda, dan lain-lain. oleh sebab itu subjek penelitian berkenaan

dengan dari siapa dan dari mana data diperoleh serta dimana data itu melekat.70

Adapun subjek penelitian ini terdiri dari kepala sekolah, guru, staf administrasi,

dan beberapa orang siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran. Secara

keseluruhan subjek penelitian ini meliputi warga sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran.

C. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data dalam penelitian ini yaitu:

69

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 279-299 70

Darwis Amri, Metode Penelitian Pendidikan Islam, (Pekan Baru Riau: Suska Press, 2015), hal.48

Page 69: TESIS - Repository UIN JAMBI

53

1. Jenis Data

Data adalah segala sesuatu yang dicatat. segala sesuatu itu bisa

berbentuk dokumen, batu-batuan, air, pohon, dan manusia.

Jenis data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:

a. Data primer

Data primer adalah data yang diambil langsung, tanpa perantara dari

sumbernya. sumber ini dapat berupa benda-benda, situs atau manusia.

Misalnya, seorang antropologi mendapatkan data primernya dengan cara

datang langsung ke suatu desa untuk mengamati kehidupan suatu suku desa

tersebut. Data primer pada umumnya dikumpulkan beberapa cara, yaitu

wawancara, dokumentasi dan observasi. Data primer dalam penelitian ini

adalah informasi atas model kepemimpinan kepala sekolah dalam

mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran.

b. Data Skunder

Data Skunder adalah Data yang diambil secara tidak langsung dari

sumbernya. Data skunder biasanya diambil dari dokumen-dokumen (laporan,

karya tulis orang lain, Koran dan majalah).71 Data skunder berfungsi sebagai

data pendukung seperti data dalam bentuk grapik, tata tertib sekolah , dan

dokumentasi sekolah yang menunjukkan profil sekolah .

Data sekunder itu dapat mempunyai sumber primer atau sumber

sekunder. Apabila tanggung jawab terhadap pengumpulan data dan

penerbitannya berada dalam satu tangan, data itu dinamakan bersumber

primer. Tetapi apabila tanggung jawab dalam pengumpulan data itu berada

dalam tangan yang berlainan dengan penerbitnya, sumber data itu dinamakan

sumber data sekunder. Dalam hal ini dikatakan, bahwa data yang digunakan

adalah data sekunder dengan sumber sekunder.72

2. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari

mana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka

sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Apabila

peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang

71

Darwis Amri, Ibid, hal.142 72

Margono, Metodologi Penelitian pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hal.25

Page 70: TESIS - Repository UIN JAMBI

54

menjadi sumber data, sedang isi catatan subjek penelitian atau variabel

penelitian.73 Adapun sumber data dalam penelitian ini meliputi:

a. Sumber data berupa manusia yaitu kepala sekolah, guru, karyawan, dan

siswa.

b. Sumber data berupa suasana atau peristiwa dalam model kepemimpinan

kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius.

c. Sumber data berupa dokumen, yaitu hal-hal yang terkait mengenai penelitian

yang diteliti.

D. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian

yaitu kualitas intsrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Pengumpulan

data dapat dilakukan dalam berbagai setting, sumber, dan cara. Bila dilihat dari

setting, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah. Bila dilihat dari sumber

data, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber

sekunder. Bila dilihat dari segi cara atau tekhnik pengumpulan data, maka

tekhnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara,

dokumentasi, dan gabungan ketiganya.

Teknik Pengumpulan data merupakan cara-cara tertentu atau teknik-teknik

tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. penelitian

harus menjelaskan dalam desain dan laporan hasil penelitiannya tentang cara-

cara teknik-teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitiannya.

beberapa cara yang bisa digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai

berikut:

1. Observasi

Observasi ialah melakukan pengamatan terhadap sumber data.

Observasi bisa dilakukan secara terlibat (partisipasi) dan tidak terlibat (non

partisipasi). Dalam pengamatan terlibat , peneliti ikut terlibat dalam aktivitas

orang-orang yang dijadikan sumber data penelitian, sedangkan dalam

pengamatan yang tidak terlibat, peneliti tidak ikut terlibat dalam aktivitas

orang-orang yang dijadikan sumber data penelitian. Dalam desain

penelitiannya, peneliti harus tahu siapa dan apa yang diobservasi, bagaimana

73

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013), hal.172

Page 71: TESIS - Repository UIN JAMBI

55

cara melakukan observasi, dimana dilakukan observasi, misalnya daftar

checklist, kamera dan lain-lain. Hal-hal yang diobservasi harus sesuai dengan

masalah penelitian (rumusan masalah) dan indikator-indikator dalam konsep

operasional.

Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat

dibedakan menjadi:

a. Observasi berperan serta

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang

sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data peneliti. Sambil

melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh

sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan

ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai

mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.

b. Observasi Nonpartisipan

Kalau dalam observasi partisipan, peneliti terlibat langsung dengan

aktivitas orang-orang yang sedang diamati, maka dalam observasi

nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat

independen.74

Metode observasi yang digunakan adalah metode observasi langsung

dengan pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan

alat standar lain untuk kepentingan tersebut, dalam hal ini, tehnik yang

digunakan adalah observasi nonpartisipan dimana peneliti berada di luar

subjek, pada dasarnya meliputi pengamatan tentang kepentingan

pengamatan peneliti, dalam observasi ini peneliti tidak terlibat langsung dalam

kehidupan orang yang diobservasi, dan secara terpisah berkedudukan selaku

pengamat. Dengan demikian diharapkan bahwa data yang diperoleh oleh

peneliti dari responden maupun informan yang berkaitan masalah model

kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius

sebagai upaya kepala sekolah dalam mewujudkan visi sekolah.

2. Wawancara

74 Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, (Bandung: Alfabeta, 2014), hal.234-236.

Page 72: TESIS - Repository UIN JAMBI

56

Cara ini dilakukan dengan cara melakukan dialog secara lisan dimana

peneliti mengajukan pertanyaan kepada responden atau informan dan

responden atau informan juga menjawab secara lisan. Sebagaimana halnya

observasi, dalam desain penelitiannya, peneliti juga harus menjelaskan siapa

yang diwawancarai, wawancara tentang apa, kapan dan dimana dilakukan

wawancara, apa alat yang digunakan untuk melakukan wawancara, bisa

berupa pedoman wawancara harus sesuai dengan masalah penelitian

(rumusan masalah) dan indikator-indikator dan konsep operasional.

Wawancara ini dilakukan untuk memahami informasi secara mendetail

dan mendalam dari informan sehubungan dengan fokus permasalahan yang

diteliti. Dari wawancara ini diharapkan respon dari opini subjek penelitian yang

berkaitan dengan kompetensi manajerial. Untuk lebih fokusnya menjawab

permasalahan yang diteliti dibuat pedoman wawancara terstruktur dan tak

terstruktur.75 Melalui wawancara maka peneliti akan menggali ide dan

informasi yang kemudian dapat dikonstruksikan dalam topik tertentu.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan

yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari

responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.

Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri

sendiri (self-report), atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau

keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa anggapan yang perlu

dipegang oleh peneliti dalam metode interview adalah:

a) Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang diri

sendiri.

b) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar

dan dapat dipercaya.

c) Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh

peneliti.

75

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitataif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hal.4.

Page 73: TESIS - Repository UIN JAMBI

57

Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur,

dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan

menggunakan telepon.

a) Wawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila

peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi

apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara,

pengumpul data telah menyiapkan instrumen.

b) Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di mana

peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara

sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara

yang digunakan hanya berupa garis-garis besar yang ditanyakan.76 Adapun

secara umum dilakukan wawancara ini adalah untuk memperoleh seluruh

data yang berkaitan dengan kepala sekolah, guru/pendidik/tenaga pendidik

dalam mengembangkan budaya religius , begitu juga untuk menggali data

terkait profil, visi, misi, serta dokumen-dokumen yang terkait dengan model

kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu. Dokumen

dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang. Dengan demikian yang dimaksud dengan teknik dokumentasi

ialah upaya menarik kesimpulan yang shahih dari suatu bahan tulisan atau

film (rekaman) yang berkaitan dengan masalah penelitian. Lofman dalam Lexy

J. Moleong menyatakan bahwa sumber utama dalam penelitian kualitatif ialah

kata-kata dan tindakan, namun mengabaikan data yang berasal dari dokumen

merupakan tindakan yang kurang benar.77

Cara atau teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis

sejumlah dokumen yang terkait dengan masalah penelitian. Dalam desain

penelitiannya, peneliti harus menjelaskan dokumen apa yang dikumpulkan

76

Sugiyono, Op.Cit, hal. 194-197. 77

Lexy J. Moleong, Op.Cit, hal.122.

Page 74: TESIS - Repository UIN JAMBI

58

dan bagaimana cara mengumpulkan dokumen tersebut. Pengumpulan data

melalui dokumen bisa menggunakan alat kamera (video shooting), atau

dengan cara foto kopi. Teknik pengumpulan di atas adalah alternatif, artinya

peneliti boleh memilih salah satu diantara cara-cara di atas untuk digunakan

sebagai cara pengumpulan data, tentunya disesuaikan dengan masalah yang

diteliti.

Teknik ini dilakukan sebagai bukti data penguat, yang dapat

menjelaskan dan menyatakan bahwa peneliti benar-benar mengunjungi dan

melakukan penelitian pada lembaga yang menjadi garapan peneliti yaitu SMP

Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.

E. Teknis Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis data lebih banyak dilakukan

bersamaan dengan pengumpulan data. Tahapan dalam penelitian kualitatif

adalah tahap memasuki lapangan dengan grand tour dan minitour question,

analisis datanya dengan analisis domain. Tahap kedua adalah menentukan

fokus, teknik pengumpulan data dengan minitour question, analisis data

dilakukan dengan analisis taksonomi. Selanjutnya pada selection, pertanyaan

yang digunakan adalah pertanyaan yang struktural, analisis data dengan

komponensional. Setelah analisis komponensional dilanjutkan analisis tema. Jadi

analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman dilakukan secara interaktif

melalui proses data reduction, display, dan verification. Sedangkan menurut

Spradley dilakukan secara berurutan, melalui proses analisis domain taksonomi,

komponensional, dan tema budaya.78

Teknis analisis data merupakan suatu proses mengklasifikasi, memberikan

kode-kode tertentu, mengolah dan menafsirkan data hasil penelitian, sehingga

data hasil penelitian menjadi bermakna. Dalam desain penelitiannya, peneliti

harus menjelaskan cara atau teknik apa yang digunakan untuk menganalisis

data.79

78

Sugiyono, Metodologi Penelitian pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2015), hal.401 79

Darwis Amri, Metode penelitian Pendidikan Islam, (Pekan Baru Riau: Suska press, 2015), hal.62-64.

Page 75: TESIS - Repository UIN JAMBI

59

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data dengan

model Miles dan Huberman.80 Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan

pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan

data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan

analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai

setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan

pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.

Miles dan Huberman, mengemukan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,

sehingga datanya sudah jenuh.

Adapun langkah-langkah analisis data menggunakan model Miles dan

Huberman dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Hasil pengamatan dan wawancara yang ditemukan data yang sedemikian

banyak dan kompleks serta campur aduk, maka langkah yang perlu diambil

adalah mereduksi data. Reduksi data ialah aktifitas peneliti dalam memilih dan

memilah data yang dianggap relevan untuk disajikan. Menurut Miles dan

Huberman, data reduction refer to the process of selecting, focusing, simplying,

abstracting and transforming the “row” data that appear in writtien up fieldnot.81

Proses pemilihan data memfokuskan pada informasi yang mengarah untuk

pemecahan masalah, pemaknaan, dan penemuan untuk menjawab pertanyaan

penelitian.

Dengan reduksi data peneliti tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi.

Data kualitattif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka

macam cara, yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian

singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya.

Kadangkala dapat juga mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-

peringkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana. Proses analisis data mestinya

dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber.

Setelah dikaji, langkah berikutnya adalah membuat rangkuman untuk setiap

kontak atau pertemuan dengan informan. Dalam merangkum data biasanya ada

80

Sugiyono, Ibid, hal.404-412. 81

Matthew B. Miles And A. Michael Huberman, Terjamahan: Analisis Data Kualitatif, (London: Beverly Hills, 2009), hal.21.

Page 76: TESIS - Repository UIN JAMBI

60

satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan tersebut. Kegiatan yang

tidak dapat dipisahkan ini disebut abstraksi, yaitu membuat ringkasan yang inti,

proses, dan persyaratan yang berasal dari responden tetap dijaga. Dari

rangkuman yang dibuat ini kemudian peneliti melakukan reduksi data yang

kegiatannya mencakup unsur-unsur spesifik termasuk (1) proses pemilihan data

atas dasar tingkat relevansi dan kaitannya dengan setiap kelompok data, (2)

menyusun data dalam satuan-satuan sejenis. Pengelompokan data dalam satu

sejenis ini juga dapat diekuivalenkan sebagai kegiatan kategorisasi/variabel, (3)

membuat koding data sesuai dengan kisi-kisi kerja penelitian. Kegiatan lain yang

termasuk dalam mereduksi data yaitu memfokuskan, menyedehanakan dan

mentransfer dari data kasar ke catatan lapangan. Dalam penelitian kualitatif

naturalistik, ini merupakan kegiatan kontinu dan oleh karena itu peneliti perlu

sering memeriksa dengan cermat hasil catatan yang diperoleh dari setiap terjadi

kontak antara peneliti dengan informan.

2. Penyajian Data

Penyajian data disajikan secara sistematis, agar lebih mudah dipahami

tentang hubungan antar bagian yang mempengaruhi proses pengelolaan

pelayanan. Menurut Miles dan Huberman, we define a display as an orgnized

assembly of information that pemits conduction drawing and action tacking.82

Bentuk penyajian data lebih banyak berupa narasi yaitu pengungkapan secara

tertulis, tujuannya adalah untuk mempermudah mengikuti kronologis alur

peristiwa, sehingga dapat terungkap apa sebenarnya terjadi dibalik peristiwa

tersebut, melalui display data ini dapat dipahami pula interaksi antar bagian

konteks utuh. Teknis penyajian data yang runtun dan sistematis sangat

membantu peneliti dalam menarik kesimpulan data verifikasi yang memadai

berupa pola hubungan yang permanen diantara sekolah, guru, staf dan siswa.

Ada tiga alur pada penelitian kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan

verifikasi/kesimpulan. Di sini peneliti harus siap bergerak diantara empat sumbu

kumparan itu selama pengumpulan data. Selama bergerak bolak-balik diantara

kegiatan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi selama

waktu penelitian.

82

Matthew B. Miles And A. Michael Huberman, Ibid, hal.21.

Page 77: TESIS - Repository UIN JAMBI

61

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari penelitian ini sebagai

konfigurasi yang utuh. Kesimpulan atau verifikasi dilakukan selama penelitan

berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus selalu diuji

kebenarannya dan kesesuaiannya sehingga validitas terjamin. Adapun alur

analisis data yang ditempuh sebagai mana pola pendekatan fenomenologis yang

dikembangkan oleh Miles dan Huberman dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.1

Analisis Data Model Interaktif (Intractif Model of Data Analysis)

Penarikan kesimpulan sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi yang

utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian dalam pikiran

penganalisis dengan menulis suatu tinjauan ulang pada catatan. Menarik

kesimpulan merupakan kegiatan akhir dari proses analisis data, yaitu dengan

cara merumuskan kesimpulan penelitian, baik kesimpulan sementara maupun

kesimpulan akhir. Kesimpulan sementara dapat dibuat terhadap setiap data yang

ditemukan pada saat penelitian sedang berlangsung, dan kesimpulan akhir dapat

dibuat setelah seluruh data dianalisis.

F. Uji Keterpercayaan Data

Beberapa teknik pemeriksaan kebenaran data dalam penelitian kualitatif

adalah:

1. Perpanjangan keikutsertaan.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sekaligus sebagai instrument.

keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.

Data Colecction

Conclution

Data Display Data Reduction

Page 78: TESIS - Repository UIN JAMBI

62

keikutsertaan tidak dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan

perpanjangan pada latar penelitian. Peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai

kejenuhan penelitian tercapai.

2. Ketekunan atau keajegan pengamatan

Ketekunan atau keajegan pengamatan yaitu mencari secara konsisten

interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang

konstan atau tentatif. Mencari suatu usaha membatasi dari berbagai pengaruh

dan mencari apa yang dapat diperhitungkan dan tidak dapat diperhitungkan.

3. Triangulasi

Triangulasi berarti membandingkan dan meninjau kembali derajat

kepercayaan suatu informasi yang telah diperoleh melalui alat yang berbeda.

Tjetjep dalam buku Sugiyono mengartikan triangulasi sebagai prosedur

peninjauan keshahihan kesahan data melelui indeks-indeks intern lain yang

dapat memberi bukti yang sesuai. Tujuan proses triangulasi adalah untuk

menentukan hasil penelitian menjadi lebih tepat dan meyakinkan karena ia

bersumber dari berbagai informasi. Menurut Nasution triangulasi bertujuan untuk

meninjau kebenaran data tertentu dengan data yang diperoleh dari pada sumber

lain pada masa yang berbeda dan sering dengan teknik yang berbeda pula.83

Berdasarkan teknik triangulasi tersebut di atas, maka dimaksud untuk mengecek

kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh di lapangan tentang model

kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius di SMP

Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir dari sumber hasil

observasi, wawancara maupun dokumentasi, sehingga dapat

dipertanggungjawabkan keseluruhan data yang diperoleh di lapangan dalam

penelitian tersebut.

83

Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 72-76

Page 79: TESIS - Repository UIN JAMBI

63

4. Konsultasi Pembimbing

Teknik ini juga digunakan untuk membangun keterpercayaan atau keabsahan

yang merupakan suatu proses dimana seseorang peneliti mengekspos serta

mengkonsultasikan hasil penelitian yang diperolehnya kepada dosen

pembimbing, dengan melakukan suatu diskusi dan konsultasi secara analitis

dengan tujuan untuk menelaah aspek-aspek penemuan yang mungkin masih

bersifat implisit. Melalui teknik ini, diharapkan peneliti dapat memperoleh

pertanyaan dan saran konstruktif, serta dapat memberikan kesempatan kepada

peneliti untuk mengembangkan dan menguji langkah-langkah selanjutnya dalam

suatu desain metodologis yang muncul.

G. Pelaksanaan dan Waktu Penelitian

Pada umumnya penelitian kualitatif memerlukan waktu yang relative lama,

3 bulan sampai 6 bulan. Penelitian dilakukan dengan pembuatan proposal,

kemudian dilanjutkan dengan perbaikan hasil seminar, pengesahan judul dan izin

riset, pengumpulan data, verifikasi dan analisis data dalam waktu yang

berurutan. Hasilnya penulis melakukan konsultasi dengan pembimbing sebelum

diajukan kepada sidang munaqasah. Hasil sidang munaqasah dilanjutkan

dengan perbaikan dan penggandaan laporan penelitian tesis. Untuk itu perlu

direncanakan jadwal pelaksanaan penelitian. Jadwal penelitian berisi aktivitas

yang dilakukan dan kapan akan dilakukan.84 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

84

Sugiyono, Metode penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2015), hal. 402

Page 80: TESIS - Repository UIN JAMBI

64

Tabel 3.1

Pelaksanaan dan Waktu Penelitian

No Kegiatan

Juli 18

Agus 2018

Sept 2018

Oktober 2018

Nopem 2018

Des 2018

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Konsultasi dengan pembimbing

√ √

2 Koleksi data √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

3 Draf awal s/d akhir Tesis dibaca pembimbing

√ √ √ √ √

4 Revisi draf awal s/d akhir Tesis

√ √ √ √ √

5 Ujian Pra Tesis √ √

6 Revisi/Perbaikan √ √ √ √

7 Konsultasi dengan pembimbing

√ √ √

8 Ujian Tesis √ √

9 Revisi/Perbaikan √ √ √

10 Wisuda √

Page 81: TESIS - Repository UIN JAMBI

65

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN PENELITIAN

DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi

1. Sejarah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Satu Atap Kecamatan

Pelangiran

Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran

Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau menempati tanah hibah yang

diberikan oleh masyarakat Kecamatan Pelangiran dengan luas tanah

20000 m2. Pembangunan sekolah adalah dari Pemerintah Pusat dan

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi

Riau yang berdiri pada tahun 1982.

Sebagaimana pada wawancara penulis dengan Bapak H. Husaini,

S.Pd.I selaku Kepala Sekolah Menengah Pertama Satu Atap

Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau

menjelaskan: “Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan

Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau berdiri pada tahun

1982 atas usulam masyarakat setempat seluas tanah 20000 m2.

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran adalah sebuah sekolah

swasta yang didirikan atas kerjasama masyarakat sekitar dengan para

pengelola sekolah saat ini. Sebagaimana lembaga pendidikan pada

umumnya, keberadaan SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran

dipengaruhi oleh lingkungan baik dalam hal kebutuhan penyelenggaraan

proses pembelajaran maupun penggunaan lulusan di lapangan.

Dukungan masyarakat terhadap sekolah sangat besar sehingga kini

sekolah ini tetap terus bertahan dan berkembang. Beberapa perubahan

sudah banyak terjadi seperti perubahan sarana fisik, program

pembelajaran, dan pergaulan siswa.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel identitas Sekolah

Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten

Indragiri Hilir Provinsi Riau berikut ini:

65

Page 82: TESIS - Repository UIN JAMBI

66

Tabel 4.1 Identitas Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan

Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau85

No Identitas Keterangan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Nama Sekolah:

No. Statistik Sekolah:

Alamat:

a. Jalan

b. Kecamatan

c. Kabupaten

d. Provinsi

Sekolah dibuka Tahun:

Status Awal Sekolah:

Sekolah Negeri Tahun:

Waktu penyelenggaran

sekolah:

Kode Pos:

Status Kepemilikan:

SMP Satu Atap Pelangiran

10497384

Desa Simpang Kateman

Jl. H. Halidi Pasar Lubuk Kempas

Pelangiran

Indagiri Hilir

Riau

2008

Negeri

2008

Pagi

29255

Hak Milik

Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran

Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sejak awal berdirinya sampai saat

ini belum ada pergantian kepala sekolah.

2. Geografis

Secara geografis Sekolah Menengah Pertama Satu Atap

Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau terletak di

pesisir sungai Kateman Desa Simpang Kateman Kecamatan Pelangiran

Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau dan memiliki akses jalan lintas

antar unit pemukiman transmigrasi. Desa Simpang Kateman Kecamatan

Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau sebenarnya memiliki

banyak jenis pendidikan walaupun kondisi desa ini termasuk desa

85

Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018

Page 83: TESIS - Repository UIN JAMBI

67

terpencil. Untuk memudahkan dan mengetahui letak geografis dari

Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran

Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau, dapat diketahui batas-batas di

bawah ini:

a. Sebelah Selatan berbatasan dengan jalan lintas masyarakat

b. Sebelah Utara berbatasan dengan perkebunan masyarakat

c. Sebelah Timur berbatasan dengan perumahan masyarakat

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Pos Pembantu Kesehatan

3. Struktur Organisasi

Suatu organisasi tidak akan terlepas dari suatu struktur organisasi

kepengurusan. Karena kepengurusan itulah yang akan menjalankan

roda-roda organisasi. Maju atau mundurnya suatu organisasi sangat

tergantung pada orang yang duduk dikepengurusan tersebut. Kemudian

tugas seorang pemimpin untuk mengatur dan memberikan kebijakan

dalam mengatur langkah-langkah yang harus ditempuh karena

pemimpinlah yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki berbagai

kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Untuk mengatur

dan menyusun program kegiatan sekolah agar dapat berjalan dengan

lancar dan terorganisir, diperlukan satu organisasi untuk pembagian

tugas secara merata dan profesional serta pengurus sekolah yang

sesuai dengan jabatannya masing-masing.

Struktur organisasi merupakan tolak ukur dalam suatu lembaga

organisasi baik lembaga pendidikan ataupun lembaga lainnya. Lembaga

pendidikan dapat membangun suatu organisasi yang cerdas emosi

artinya setiap tim yang resonan, akan menemukan arti dari keterkaitan

mereka dan saling sinerji. Di dalam organisasi terbaik, orang-orangnya

memiliki visi bersama tentang siapa diri mereka secara kolektif, dan

mereka memilki ikatan kimiawi yang khusus. Mereka perasaan cocok,

Page 84: TESIS - Repository UIN JAMBI

68

saling pengertian, serta perasaan sejahtera atas kehadiran satu sama

lain.

Tanggung jawab pemimpin yang cerdas emosi adalah menciptakan

organisasi resonan dengan cara: (a) para pemimpin melibatkan staf di

dalam menemukan kebenaran tentang diri mereka sendiri dan

organisasi, (b) mereka mengenali kebenaran tentang apa yang

sebenarnya sedang terjadi, (c) mereka membantu orang-orang untuk

mengungkapkan apa yang membahayakan, menyakitkan, dan apa yang

membangun kekuatan-kekuatan organisasi, (d) mereka menyatukan

orang di sekitar impian tentang apa yang bisa dicapai, (e)mereka

menciptakan dan menunjukkan cara-cara baru dalam bekerja bersama

kepada orang-orang, dan (f) mereka membangun resonansi dengan

memastikan bahwa resonansi bisa dipertahankan melalui sistem-sistem

yang mengatur pasang surutnya relasi dan kerja di dalam organisasi.86

Organisasi yang baik dapat menunjukkan kegiatan yang baik dan juga

merupakan pendukung dan pelaksanaan semua program kerja

organisasi tersebut. Susunan struktur organisasi pada suatu sekolah

berarti merupakan suatu kegiatan-kegiatan dalam sekolah. Disamping itu

juga mempermudah pencapaian tujuan pendidikan yang ditetapkan.

Untuk memudahkan manajemen organisasi sekolah, Sekolah

Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran sama dengan

lembaga pendidikan lainnya yang juga memiliki struktur organisasi.

Struktur organisasi tersebut memiliki peran penting dalam pembagian

wewenang, tugas dan pelaksanaan program yang direncanakan

sebelumnya. Struktur tersebut dibangun dalam internal sekolah yang

dibentuk kepala sekolah sebagai bagian pemberdayaan sumber daya

manusia yang dimiliki.

86

Abd. Kadim Masaong dan Arfan A. Tilome, Kepemimpinan Berbasis Multiple Intelligence (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 58

Page 85: TESIS - Repository UIN JAMBI

69

Wujud implementasi amanah jabatan harus dilaksanakan secara

berkesinambungan dengan memperhatikan aspek kebersamaan dalam

mencapai tujuan pendidikan, dimana kepala madrasah, wakil kepala,

guru, tenaga kependidikan, komite sekolah dan lainnya harus menyadari

bahwa mereka memiliki tanggungjawab yang berat sebagai anggota

organisasi dalam pengelolaan pendidikan di Sekolah Menengah

Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran.

Dengan demikian, maka setiap pengurus atau anggota organisasi

yang mendapat tugas dan amanah agar semestinya dapat menjalankan

tugas dengan sebaik-baiknya. Disamping itu juga, tindakan-tindakan

pengurus organisasi yang tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawab

harus diberikan perbaikan dengan mengedepankan asas-asas

musyawarah untuk mencari mufakat dan menemukan solusi. Kondisi ini

sesungguhnya diciptakan untuk mewujudkan suatu tatanan kerja yang

demokratis dan harmonis dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab

yang diemban sebagai konsekuensi logis dari jabatan yang dipegang

dalam suatu bagian organisasi Madrasah Sekolah Menengah Pertama

Satu Atap Kecamatan Pelangiran.

Dalam suatu lembaga pendidikan tentunya ada struktur organisasi

yang dijadikan sebagi pedoman menjalankan tugas pokok dan fungsi

dari masing-masing personil sekolah. Sekolah Menengah Pertama Satu

Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau saat

ini dipimpin oleh Kepala Sekolah yang bertugas sebagai pemimpin dan

supervisor mengkoordinir kegiatan sekolah, yang maksudnya agar

kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan visi, misi dan

tujuan sekolah tersebut.

Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran

Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau telah membuat struktur organisasi

sekolah yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Page 86: TESIS - Repository UIN JAMBI

70

STRUKTUR ORGANISASI

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SATU ATAP KECAMATAN

PELANGIRAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU87

……… ……….

Gambar 4.1

Dengan adanya struktur organisasi akan memudahkan pimpinan

mengadakan pengawasan, koordinasi, dan mengambil berbagai

keputusan yang diperlukan dalam organisasi sekolah tersebut,

sedangkan organisasi tanpa struktur, membuat personil sulit untuk

melaksanakan aktivitas dalam melaksanakan program kerja yang

berdasarkan Tugas dan Fungsi masing-masing personil. Kemudian

dalam organisasi harus mempunyai program kerja yang jelas, sehingga

membuat semakin mudah dalam pencapaian tujuan suatu organisasi.

87

Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018

Kepala Sekolah Ketua Komite

Waka. Sekolah

Pembantu Waka. Sekolah

Administrasi

Laboratorium Perpustakaan

Siswa-Siswi

Penjaga Sekolah

Guru Mapel

Wali Kelas

Page 87: TESIS - Repository UIN JAMBI

71

4. Keadaan Guru

Guru adalah salah satu faktor dominan dalam menentukan

kelancaran dan pencapaian tujuan dari kegiatan belajar mengajar, tidak

hanya tergantung pada kuantitas guru yang tersedia juga termasuk dari

kualitas guru itu sendiri seperti pengalaman dan latar belakang

pendidikan yang dimiliki harus sesuai dengan mata pelajaran yang

diajarkannya.

Keberadaan guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik dalam

dunia pendidikan sangatlah dibutuhkan, guru memiliki andil yang sangat

besar terhadap keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Guru

sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk

mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul

karena manusia adalah makhluk yang lemah, yang dalam

perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir

bahkan sampai meninggal dunia.

Guru merupakan orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan

proses pembelajaran, guru juga adalah tenaga pendidik yang sangat

penting dalam proses pembelajaran, di mana guru merupakan tenaga

edukatif yang bertugas mengajar, mendidik, membimbing dan

mengarahkan siswa ke arah yang bermakna dalam rangka mencapai

tujuan pendidikan. Guna meningkatkan kerangka prilaku dan sumber

daya manusia yang cerdas, berbudi pekerti yang baik dan memiliki

prinsip budaya relegius, sangatlah diharapkan suatu sekolah memiliki

tenaga pendidik dan kependidikan yang handal dan kompeten pada

bidang masing-masing. Melihat hal tersebut penulis telah mengetahui

dan mencatat seluruh personil di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap

Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.

Page 88: TESIS - Repository UIN JAMBI

72

Tabel 4.2 Keadaan Personil Sekolah Menengah Pertama Satu Atap

Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau88

No Nama/ NIP Tingkat/Jurusan Jabatan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

H. Saini, S.Pd.I

Mukhtar, S.Pd.I

H. Hasanuddin, S.Pd.I

Rubianti, S.Pd.I

Raunah, A.Ma

Nurhayati

Yohana Ramadiani, A.Ma

Rito Mantono

Reni, A.Ma

Anita

Junaidah, S.Pd.I

Jakfar Sidik, S.Pd.I

Harmini, S.Pd

Sarianah, S.Pd.I

Imran Mus, S.Pd.I

Mohammad Khadari

S-1/ PAI

S-1/ PAI

S-1/ PAI

S-1/ PAI

D-2/ PGMI

SMA

D-2/ PGMI

SMA

D-2/ PGMI

SMA

S-1/ FKIP

S-1/ PAI

S-1/ FKIP

S-1/ FKIP

S-1/ PAI

SMA

Kepala Sekolah

Guru PKn

Guru Mulok

Guru PAI

Guru Seni Budaya

Guru Bahasa Indonesia

Guru Matematika

Guru Penjaskes

Guru IPA

Guru IPS

Guru Bahasa Indonesia

Guru TIK

Guru Bahasa Inggris

Guru IPA

Guru IPS

Tata usaha

5. Keadaan Siswa

Keberadaan siswa di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap

Kecamatan Pelangiran juga merupakan unsur utama dalam

penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Tanpa siswa

maka penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran tidak akan

terlaksana. Siswa adalah objek tujuan pendidikan. Dengan demikian

keberadaan siswa tentunya penting bagi tercapai sasaran pendidikan

yang telah ditentukan.

88

Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018

Page 89: TESIS - Repository UIN JAMBI

73

Di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran,

siswanya tergabung dalam suatu organisasi yang disebut OSIS. Dalam

organisasi ini siswa dapat memantapkan kegiatan kurikuler dan

ekstrakurikuler dalam menunjang pencapaian peningkatan apresiasi

penghayatan seni serta menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara.

Kegiatan-kegiatan di Sekolah Menengah Pertama Satu Atap

Kecamatan Pelangiran pada umumnya dilaksanakan oleh organisasi

siswa intra sekolah (OSIS) yaitu kegiatan rutin dan kegiatan

ekstrakurikuler. Kegiatan rutin antara lain adalah upacara bendera setiap

hari senin, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler yang berada dibawah

naungan OSIS adalah pramuka, PMR, kesenian, olahraga serta hal-hal

lain yang berkaitan dengan studi minat.

Siswa sebagai unsur pokok dalam penyelenggaraan pendidikan di

sekolah. Maka untuk mengetahui keadaan siswa di Sekolah Menengah

Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir

Provinsi Riau dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel 4.3 Keadaan Siswa Sekolah Menengah Pertama Satu Atap

Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau89

No Kelas

Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis

Kelamin Jumlah

L P

1

2

3

VII

VIII

IX

24

13

13

19

16

17

43

29

30

Jumlah 50 52 102

6. Keadaan Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan faktor yang secara langsung

maupun tidak langsung ikut menunjang dan menentukan kelancaran

89

Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018

Page 90: TESIS - Repository UIN JAMBI

74

kegiatan pendidikan dan pengajaran. Fungsinya untuk mempermudah

tercapainya tujuan pendidikan. Oleh karena itu, sarana dan prasarana

sangatlah penting baik di lembaga formal maupun pendidikan non

formal.

Pada dasarnya ada tiga faktor penting yang harus ada dalam

sebuah lembaga pendidikan, dimana ketiga faktor tersebut sangat

menentukan kegiatan pendidikan dan pembelajaran, terutama di Sekolah

Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran, ketiga faktor

tersebut adalah guru, siswa dan instrumen belajar. Ketidakadaan salah

satu dari ketiga faktor tersebut, maka kegiatan belajar mengajar di

Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran tidak

akan berjalan dengan baik dan maksimal. Sarana dan prasarana

merupakan salah satu bentuk dari instrumen belajar yang cukup

menentukan dalam keberhasilan pendidikan dan pengajaran, karena ia

merupakan salah satu faktor yang vitas dalam penyelenggaraan

pendidikan dan pembelajaran yang harus ada di Sekolah Menengah

Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran.

Apabila sarana dan prasarana kurang mendukung, maka

penyelenggaraan atau pelaksanaan proses pembelajaran di madrasah

tersebut tidak dapat berjalan dengan sempurna sesuai dengan tujuan

pendidikan yang diharapkan. Demikian sebaliknya, ketersediaan sarana

dan prasarana yang mendukung dan lengkap akan berimplikasi pada

proses belajar mengajar. Kelengkapan sarana dan prasarana akan

memberi variasi pada proses belajar mengajar, baik secara khusus

maupun secara umum dalam implementasi belajar mengajar berbagai

bidang studi, termasuk pelajaran akidah akhlak.

Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran

Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau dalam menyelengggarakan

pendidikan telah memiliki berbagai fasilitas. Berbagai fasilitas tersebut

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Page 91: TESIS - Repository UIN JAMBI

75

Tabel 4.4 Keadaan Prasarana Pendidikan Sekolah Menengah Pertama

Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir90

No Jenis Prasarana Jumlah kondisi

Baik Rusak

1

2

3

4

5

6

7

8

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Ruang Kelas

Ruang Kepala Sekolah

Ruang Guru

Ruang Administrasi

Ruang UKS

Ruang Kesiswaan

Perpustakaan

Laboratorium

Rumah Dinas Kepsek

Rumah Dinas Guru

Meja Guru dalam Kelas

Meja/ Kursi Guru

Meja/ Kursi Siswa

Papan Tulis

Lemari Arsip

Sumur/ Ledeng

Listrik

WC Guru

WC Siswa

Lapangan Upacara

Lapangan Olahraga

3

1

1

1

1

1

1

-

-

-

3

16

102

3

1

1

1

2

1

2

1

1

1

1

1

1

-

-

-

-

16

80

3

1

1

1

2

1

2

3

3

22

Untuk mendukung jalannya proses pembelajaran di Sekolah

Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran harus diperlukan

adanya sarana dan prasarana yang bersifat memadai dalam

pelaksanaan pembelajaran. Sarana dan prasarana yang dimaksud disini

90

Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018

Page 92: TESIS - Repository UIN JAMBI

76

adalah semua fasilitas peralatan baik langsung maupun tidak langsung

yang berfungsi sebagai penunjang dan memperlancar dalam kegiatan

pembelajaran. Pada hakikatnya sarana dan prasarana tersebut dapat

pula mempermudah tercapainya tujuan pendidikan.

Tabel 4.5 Keadaan Sarana Sekolah Menengah Pertama Satu Atap

Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau91

No Jenis Fasilitas Jumlah Kondisi

Baik Rusak

1 Tiang Bendera 1 1

2 Bendera Merah Putih 2 2

3 Tong Sampah 6 4 2

4 Mikrofon 2 2

5 Sound System 1 1

6 Tabung Air 1 1

7 Dispenser 2 2

8 Mesin Air 1 1

9 Mesin Rumput - -

10 Tenda 4 4

11 Kotak Obat 1 1

12 Kotak Kit UKS 1 1

13 Meteran 1 1

14 Tensi Meter 1 1

15 Stetoscop - -

16 Timbangan 1 1

17

Gambar Presiden dan Wakil

Presiden

7

Pasang

7

Pasang

18 Gambar Burung Garuda 5 5

19 Gambar Pancasila 5 5

20 Jam Dinding 7 7

91

Dokumentasi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Tahun 2018

Page 93: TESIS - Repository UIN JAMBI

77

Untuk menunjang lancarnya proses belajar mengajar, sarana dan

prasarana sangat diperlukan. Tanpa adanya sarana dan prasarana,

pendidikan dan pengajaran tidak dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran sebagai

lembaga pendidikan formal tidak terlepas dari sarana dan prasarana.

Tetapi hal itu tidak dapat terpenuhi semua karena sarana dan prasarana

yang dimaksud belum lengkap. Sarana dan prasarana yang dimiliki

Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran dalam

rangka menunjang dan membantu terlaksananya kegiatan pendidikan

dan proses pembelajaran.

Dari keterangan prasarana dan sarana yang ada di Sekolah

Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten

Indragiri Hilir Provinsi Riau menunjukkan bahwa sekolah telah berusaha

semaksimal mungkin dalam mencukupi kebutuhan sekolah khususnya

yang berkaitan langsung dalam pelaksanaan pembelajaran. Dari

prasarana dan sarana yang ada tersebut, maka pelaksanaan

pembelajaran dapat berjalan sehingga guru dapat melaksanakan

pembelajaran secara aktif. Prasarana dan sarana pendidikan merupakan

kebutuhan pokok sekolah dalam melaksanakan pembelajaran sehari-hari

di sekolah. Tanpa adanya prasarana dan sarana yang baik, tentunya

dalam pencapaian tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara

optimal.

B. Temuan Dan Analisis Penelitian

1. Model Kepemimpinan Kepala Sekolah di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran

Dalam suatu lembaga pendidikan memiliki pimpinan tertinggi yaitu

kepala sekolah selaku pelaksana di lapangan dan bertugas selaku

supervisor pendidikan yang bertanggung jawab dalam mengawasi dan

mengkoordinir seluruh kegiatan yang dilakukan oleh setiap anggota

pimpinan. Dalam hal ini kepala sekolah, mempunyai tanggung jawab,

Page 94: TESIS - Repository UIN JAMBI

78

baik yang berkenaan dengan proses pembelajaran maupun dalam

proses jalannya administrasi sekolah tersebut.

Model kepemimpinan kepala sekolah di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran menjadi salah satu tema penelitian yang dibangun dengan

teori-teori model kepemimpinan. Dari beberapa teori yang diuraikan

kemudian dikembangkan ke dalam beberapa indikator penelitian.

Indikator model kepemimpinan kepala sekolah yang baik adalah

mengetahui visi dan misi, memiliki sejumlah kompetensi,

memberdayakan bawahan, integritas terhadap sekolah, dan menjalin

hubungan baik dengan guru, siswa, dan masyarakat. Data hasil

penelitian dikumpulkan dengan melakukan wawancara dan juga

observasi mengenai bagaimana model kepemimpinan yang diterapkan

kepala sekolah.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang memimpin atau

mengendalikan sebuah lembaga, dan berperan mempengaruhi orang

lain yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya, sehingga mengikuti

kehendak pemimpin. Kepala sekolah dalam salah satu wawancara

dengan peneliti menyebutkan: Kepemimpinan dalam kaitannya dengan

kelembagaan tak bisa di posisi hanya sebagai kedudukan seseorang,

tetapi tak lepas juga dari proses sosial. Dalam kedudukannya sebagai

pemimpin sangatlah penting sebab di sana ada hak dan kewajiban, baik

pemimpin maupun yang dipimpin. Sebagai proses sosial, kepemimpinan

meliputi tindakan yang dilakukan seseorang atau suatu badan yang

menyebabkan bergeraknya suatu kepemimpinan dimana masyarakat

yang dipimpinnya bergerak dalam interaksi dan sosialisasi.92

Berdasarkan hasil penelitian di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran maka temuan penelitian yaitu: berdasarkan hasil wawancara

dengan kepala sekolah menyatakan bahwa “Sebagai pemimpin saya

memahami dan mengelaboraikan visi dan misi sekolah ke dalam setiap

92

Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, September 2018

Page 95: TESIS - Repository UIN JAMBI

79

program kerja sekolah. Dalam implementasi kegiatan sekolah saya

menjabarkannya melalui tindakan pengembangan sekolah. Pola

kepemimpinan yang diterapkan juga akan mendukung pencapaian visi

dan misi sekolah. Saya juga menginstruksikan kepada seluruh guru, staf,

dan juga siswa untuk mengetahui visi dan misi sekolah, karena visi dan

misi sekolah dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama sebagai

sebuah identitas SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran.”93

Sebagai upaya mencapai visi yang dicanangkan tersebut, pimpinan

yakni kepala sekolah mengembangan visi tersebut ke dalam beberapa

misi sebagai tugas yang dijalankan dalam aktivitas pendidikan setiap

hari. Visi tersebut kemudian dikembangkan lagi oleh beberapa kegiatan

di sekolah.

Dalam era keterbukaan sekarang pemimpin yang dianggap mampu

membangun sistem kelembagaan yang kuat adalah pemimpin yang

memiliki visi, misi, dan mampu mengembangkannya untuk pencapaian

tujuan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dan besar di

tengah masyarakat agar amanah dalam mengemban tugas pendidikan

bagi generasi penerus bangsa.

Visi tersebut merupakan tekad bersama untuk menjadikan SMP

Satu Atap Kecamatan Pelangiran sebagai lembaga yang unggul dan

terkemuka di mata masyarakat, dan mampu membekali tunas-tunas

bangsa dasar-dasar keilmuan dan keislaman. Untuk mewujudkan visi

tersebut, maka dijabarkan ke dalam beberapa misi yang dijalankan

dengan amanah masyarakat dalam mengantarkan seluruh personel

sekolah menjadi generasi yang berilmu dan beriman dalam menemukan

dunianya dan mengabdikan diri pada agama dan negara.

Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah tentu telah

memiliki kompetensi diri sehingga dipercaya untuk mengelola sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan wakil kepala bidang kurikulum

93

Wawancara, Kepala Sekolah, Pengetahuan Kepala Sekolah mengenai Visi dan Misi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, September 2018.

Page 96: TESIS - Repository UIN JAMBI

80

menyatakan bahwa dalam hal kepemimpinan kepala sekolah SMP Satu

Atap Kecamatan Pelangiran memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Dalam setiap pelaksanaan pekerjaan sekolah, kepala sekolah sering

melakukan interaksi dengan pembicaraan dengan seluruh personel

sekolah. Kepala sekolah juga mampu memberikan fasilitas kepada

personel sekolah untuk mensukseskan setiap program sekolah. Kepala

sekolah tidak pernah segan untuk langsung turun dan membantu guru

atau staf yang terkadang sedang mengerjakan suatu fasilitas sekolah.

Seperti yang sering terjadi pada saat guru-guru mengkondisikan siswa-

siswa yang hendak mengikuti kegiatan rutin membaca surat yasin pada

hari jumat dan melaksanakan upacara pada hari senin, kepala sekolah

ikut serta dalam memberikan instruksi kepada mereka. Kepala sekolah

juga sering melakukan komunikasi langsung dengan orang tua ketika

ada kegiatan yang melibatkan partisipasi orang tua.94

Upaya kongrit dari kepala sekolah bertujuan untuk memperbaiki

sekolah adalah dimulai dari dalam dirinya sendiri, yaitu berupaya

memiliki kemampuan mengelola sekolah secara baik dan optimal,

sehingga tenaga kependidikan, akan dapat memberikan pengabdian

yang terbaiknya terhadap peserta didik demi tercapainya produktifitasnya

yang berkualitas.

Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan, kepala sekolah SMP

Satu Atap Kecamatan Pelangiran harus menguasai beberapa

keterampilan. Masing-masing keterampilan kepala sekolah diuraikan

sebagai berikut : 1) Keterampilan Konseptual (Conceptial Skill). Kepala

sekolah sebagai manajer tingkat atas (top Manager) di lingkungan

sekolah perlu memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan

gagasan demi kemajuan sekolah, 2) Keterampilan Kemanusiaan

(Humanity Skill). Selain kemampuan konsektual, kepala sekolah juga

perlu dilengkapi dengan orang lain, yang disebut dengan keterampilan

94

Wawancara, Wakil Kepala Bidang Kurikulum, Kompetensi Kepala Sekolah dalam Kepemimpinan SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, September 2018

Page 97: TESIS - Repository UIN JAMBI

81

kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh

kepala sekolah terhadap guru, staf dan pegawai lainnya yang ia pimpin,

dan yang ke 3) Keterampilan Teknis (Technical Skill). Keterampilan

teknis ini adalah merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu

pekerjaan tertentu, misalnya mengunakan program komputer dan

teknologi internet. 95

Melihat beratnya beban dan tanggung jawab yang dipikul oleh

kepala sekolah, maka kompetensi yang luas dan memadai harus dimiliki

oleh seorang kepala sekolah, dan kepala sekolah juga harus tetap

belajar untuk mengembangkan kompetensinya secara aktif melakukan

kaderisasi supaya mampu meneruskan estafet pemikiran dalam

kepemimpinan yang dibutuhkan oleh lembaga pendidikan pada masa-

masa yang akan datang, yang tantangannya jauh lebih hebat dari

sekarang. Upaya serius inilah yang akan mengantarkan kesuksesan dan

kecemerlangan suatu lembaga pendidikan yang dalam mengemban

amanah bangsa ini sebagai lembaga yang mempersiapkan lahirnya

kader masa depan bangsa yang berkualitas.

Kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran telah

berusaha memfasilitasi pengembangan guru maupun siswa dengan

berinteraksi secara langsung untuk menyebarkan semangat kepada

seluruh personel sekolah. Kepala sekolah juga melaksanakan visi

pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh

orang tua yang termasuk ke dalam komite sekolah.

Kepemimpinan yang dijalankan kepala sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran menunjukkan sebuah upaya untuk membantu,

membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah yang kondusif.

Sehingga seluruh warga sekolah dapat membangun budaya atau

kebiasaan yang baik. Kepala sekolah menjamin bahwa manajemen

organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah digunakan untuk

95

Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah. (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 146-147.

Page 98: TESIS - Repository UIN JAMBI

82

menciptakan lingkungan belajar. Hal ini juga didukung dengan adanya

kerjasama pihak sekolah, orang tua murid dan anggota masyarakat.

Dalam setiap aktivitas yang dijalankan kepala sekolah memberi contoh

(teladan) tindakan berintegritas.

Dalam melaksanakan tugasnya kepala sekolah memiliki berbagai

tugas dan tanggung jawab. Kepala sekolah merupakan pemimpin

sebuah lembaga, untuk itu dituntut mampu memproyeksikan diri dalam

bentuk sikap memimpin, dan sikap seorang manajer (leadership)

terutama didalam lingkungan SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran,

sehingga tugas yang harus dijalankan terlaksana dengan baik apalagi

yang menyangkut masalah yang berkenaan dengan perannya yang

dapat menunjang proses Pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu

rekam jejak seorang pemimpin madrasah sangat penting diketahui:

pertama, latar belakang pendidikannya. Kedua, pengalaman mengajar.

Ketiga pendidikan dan latihan yang pernah diikuti sebelum menjadi

kepala sekolah.

Kepala sekolah dalam kepemimpinnya telah memberdayakan guru

dan juga staf sehingga terjalin hubungan yang baik antara kepala

sekolah dengan seluruh personel sekolah. Berdasarkan hasil observasi

peneliti di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran menunjukkan kepala

sekolah telah berupaya untuk memberdayakan guru dan staf yang

memenuhi standar kualifikasi yang ditentukan yaitu memiliki jenjang

pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing,

memenuhi kriteria standar minimum yaitu mampu mengoperasikan

komputer dengan baik, memiliki pengalaman kerja, memenuhi karakter

personel yang diinginkan, memprediksikan kebutuhan seluruh personel

sekolah di waktu yang akan datang, menempatkan mereka pada posisi

jabatan yang tepat. Dan kepala sekolah telah menggunakan informasi

untuk memadukan kebutuhan (permintaaan) sekolah dengan suplai

sumber daya manusia dan sumber daya yang ada melalui pengalokasian

yang tepat.

Page 99: TESIS - Repository UIN JAMBI

83

Model kepemimpinan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran menunjukkan sebuah penciptaan hubungan kerja yang

harmonis dan pemberian motivasi kepada personel. Berdasarkan hasil

pengamatan peneliti di sekolah maka dalam rangka melaksanakan peran

dan fungsinya sebagai pemimpin yang memiliki tugas motivator dan

innovator, kepala sekolah memiliki strategi dan pendekatan lebih

bersahabat kepada bawahan, hal ini dilakukan untuk menjalin hubungan

yang harmonis dengan lingkungannya, mencari gagasan baru,

mengintegrasikan setiap kegiatan, memberi teladan kepada semua

warga sekolah dan mendorong personel sekolah mengembangkan

suasana pembelajaran atau lingkungan sekolah yang inovatif.96

Pemimpin pendidikan sebagai inovator tercermin dari cara-cara ia

melakukan pekerjaannya yang konstruktif, kreatif, delegatif, rasional, dan

objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin serta adaptabel dan fleksibel.

Cerminan tersebut telah dimiliki kepala sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran, bahwa beliau lebih konstruktif yaitu berusaha

mendorong guru, staf, dan siswa untuk berkembang secara optimal,

sedangkan kreatif yaitu beliau mencari gagasan dan cara-cara terbaru

dalam melaksanakan kegiatan, delegatif yaitu beliau mendelegasikan

tugasnya kepada personel sekolah, sedangkan integratif yaitu beliau

mengintegrasikan seluruh kegiatan sehingga sinergis untuk mencapai

tujuan, sedangkan rasional dan objektif yaitu beliau juga bertindak

berdasarkan pertimbangan rasio objektif. Sedangkan pragmatis yaitu

beliau juga menetapkan kegiatan prioritas dan target yang akan dicapai,

sementara ketauladanan beliau memiliki makna tersendiri di mata

bawahan yang dipandang kharismatis.

Terdapat beberapa prinsip yang diterapkan pemimpin pendidikan,

khususnya kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, untuk

mendorong guru dan tenaga kependidikan untuk membangun lingkungan

96

Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Hubungan Kerja SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.

Page 100: TESIS - Repository UIN JAMBI

84

belajar dan budaya yang kondusif. Prinsip tersebut bahwa bawahan giat

bekerja apabila kegiatannya menarik dan menyenangkan, tujuan

kegiatan disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada tenga

kependidikan sehingga mereka mengetahui tujuan; tenaga kependidikan

harus selalu diberitahu tentang hasil pekerjaannya; pemberian hadiah

lebih baik dari pada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga

diperlukan; usaha memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kondisi

fisiknya, merasa aman dan lain-lain.

Keberhasilan SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran menjadi

sekolah yang didatangi siswa karena berbagai faktor yang ditunjukan

pemimpinnya. faktor tersebut menjadi motivasi bagi bawahan dalam

menyambut masuknya siswa lebih banyak di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran yang dipimpinnya. Karena itu kepemimpinan SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran tak bisa dilepaskan dari sosok kepala yang

berpengaruh, sentral dan berperan ganda dalam mengantarkan lembaga

yang di bangun dan dipimpinnya menjadi sebuah lembaga yang dapat

menghasilkan warga berbudaya religius yang dapat melakukan

perubahan dan mewarnai zamannya.

Kepala sekolah memiliki integritas yang tinggi terhadap sekolah

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran. Dimana pelaksanaan tugas

kepala sekolah sebagai seorang pemimpin terlaksana sebagaimana

Tupoksi pimpinan lembaga pendidikan. Berdasarkan hasil pengamatan

peneliti di lapangan ditemukan bahwa kepala sekolah mengawasi secara

langsung kurikulum, siswa, personalia, administrasi sarana dan

prasarana, kearsifan, dan keuangan. Kepala sekolah mengawasi seluruh

personel dalam mengelola kurikulum diwujudkan dalam penyusunan

kelengkapan data administrasi pembelajaran, penyusunan kelengkapan

data admnistrasi bimbingan konseling, praktikum dan data kegiatan

belajar mengajar. Sedangkan pengelolaan admnistrasi siswa dapat

diwujudkan dalam penyusunan kelengkapan data admnistrasi siswa,

Page 101: TESIS - Repository UIN JAMBI

85

data kegiatan ekstra kurikuler, dan administrasi hubungan sekolah

dengan orang tua. Selain itu, administrasi personalia juga dapat

diwujudkan dalam data administrasi majelis guru serta kelengkapan

lainnya. Semua proses administrasi ini sangat mendukung

kepemimpinan kepala sekolah dalam mewujudkan kegiatan-kegiatan

yang positif yang akan membentuk karakter dan budaya sekolah.97

Kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran sebagai

leader pendidikan sudah seharusnya memiliki karakter, kepribabadian,

keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta

pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kepribadian kepala sekolah

sebagai leader tercermin dalam sifat-sifat yang terbangun menjadi jiwa

atau ruhnya sekolah. Sifat-sifat yang harus dimiliki kepala sekolah dalam

kepemimpinan di sekolah agar menjadi teladan yang baik bagi siswa,

yaitu jujur, percaya diri, tanggung jawab, berani mengambil resiko dan

keputusan, berjiwa besar, stabil emosi, dan tentu, teladan. Ini adalah

beberapa sifat yang harus dimiliki dalam menjalankan tugas

kepemimpinan kepala sekolah.

Sebagai pemimpin yang memiliki kuasa dalam perencanaan

program sekolah dan juga pengambil keputusan serta pembuat

kebijakan sekolah, kepala sekolah menjalankan tugas pengorganisasian.

Kepala sekolah melakukan pengorganisasian yang menjadi bagian

perencanaan sumber daya manusia dalam penelitian ini yaitu tenaga

kependidikan. Guru dan tenaga kependidikan telah mengetahui tugas

yang harus mereka selesaikan dengan adanya analisis pekerjaan dan

spesifikasi pekerjaan yang dilaksanakan kepala sekolah. Deskripsi

pekerjaan tersebut berisi uraian tugas dan tanggung jawab setiap

personel sekoalh, alur penerimaan dan pengiriman informasi, ruang

kerja, peralatan atau komputer dan ATK, kualifikasi pekerjaan, balas jasa

atau upah, dan penempatan pada pekerjaan yang sesuai dengan

97

Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, September 2018.

Page 102: TESIS - Repository UIN JAMBI

86

kemampuan guru dan staf. Tujuannya untuk memberikan pelayanan

yang baik kepada setiap orang yang membutuhkan informasi atau data

sekolah dan alat sekolah, membangun kerjasama yang baik dengan

kepala sekolah dan dewan guru. Sehingga budaya kerjasama terjalin

antara kepala sekolah dan guru.

Pengarahan yang dilakukan kepala sekolah sebagai penjelasan,

petunjuk serta pertimbangan dan bimbingan terhadap guru, staf, dan

siswa yang terlibat dalam kegiatan sekolah. Kegiatan dilakukan dalam

berbagai cara antara lain dengan melaksanakan orientasi tentang

pekerjaan yang akan dilakukan guru dan staf. Kepala sekolah memiliki

tipe kepemimpinan yang langsung turun untuk memberikan petunjuk

secara lisan dan langsung dari kepala langsung. Kepala sekolah sering

memberikan penjelasan singkat, memberikan petunjuk pelaksanaan dan

petunjuk teknis, dan memberikan balikan tentang hasil suatu kegiatan.

2. Kendala Yang Dihadapi Dalam Mengembangkan Budaya Religius di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran

Kepemimpinan kepala sekolah dapat diterapkan dengan mencari

salah satu atau sebagian dari berbagai model kepemimpinan yang

digunakan untuk;

a. Sosialisasi nilai-nilai religius yang disepakati sebagai sikap dan

perilaku ideal yang diingin dicapai pada masa mendatang di

lembaga pendidikan.

b. Penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan

dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak di

lembaga pendidikan yang mewujudkan nilai- nilai religius yang

telah disepakati tersebut.

c. Pemberian penghargaan terhadap prestasi warga lembaga

pendidikan, seperti guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik

sebagai usaha pembiasaan (habit formation) yang menjunjung

Page 103: TESIS - Repository UIN JAMBI

87

sikap dan perilaku yang komitmen dan loyal terhadap ajaran dan

nilai-nilai religius yang telah disepakati.98

Berdasarkan hasil penelitian diantara kendala yang dihadapi dalam

mengembangkan budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran meliputi dukungan orang tua dalam menerapkan budaya

religius sekolah.

3. Hasil Yang Dicapai Dari Pengembangan Budaya Religius di SMP Satu

Atap Kecamatan Pelangiran

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran berusaha untuk membangun

sebuah budaya Religius yang dapat mempertahankan nilai-nilai keislaman

dalam menjaga moral sumber daya manusia sekolah. Dalam penelitian ini

ciri-ciri budaya Religius yang baik adalah mengucap salam, berakhlak

muslim, memupuk harapan semua orang, saling menghargai, memberi

kenyamanan, kebersamaan, dan kekeluargaan.

Pada hakikatnya proses pembelajaran merupakan interaksi edukatif

yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik dalam situasi dan kondisi

tertentu. Mengajar merupakan tugas professional yang membutuhkan

penampilan maksimal pendidik agar dapat menghasilkan output yang

maksimal pula. Penampilam pembelajaran yang maksimal membutuhkan

beberapa kompetensi pendidik masing-masing. Salah satu kompetensi

yang harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah kompetensi religius.

Kompetensi religius merupakan suatu kemampuan yang memuat nilai-nilai

keagamaan baik secara lahir maupun batin yang mesti melekat dan

menjadi contoh bagi peserta didik, orang tua, sesama pendidik, dan

masyarakat.

Kompetensi religius merupakan sesuatu yang menjadi dasar pokok

untuk menyelaraskan konsep budaya religius. Sedangkan budaya

religius itu sendiri adalah cara berfikir dan cara bertindak warga

sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan).

98

Edi Mulyadi, Strategi Pengembangan Budaya Religius Di Madrasah, (Purwokerto: Jurnal Kependidikan, 2018), Vol. 6, hal. 10.

Page 104: TESIS - Repository UIN JAMBI

88

Konsep Islam tentang budaya religius dapat dipahami dari doktrin

keagamaan. Dalam Islam seseorang diperintahkan untuk beragama

secara kaffah, hal ini dijelaskan dalam Al-qur‟an surat Al Baqarah ayat

208:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”99

Budaya religius merupakan modal dasar bagi suatu sekolah yang

memiliki siswa dan lingkungan muslim agar menjadi jati diri untuk dapat

hidup di tengah-tengah masyarakat, untuk mendapatkan hal tersebut

harus dimulai pada diri setiap manusia, di sekolah misalnya harusnya

semua warga sekolah memiliki pola hidup berbudaya religius.

Pelaksanaan budaya religius di sekolah tentunya membutuhkan

adanya keterkaitan dengan kepemimpinan. Mengenai kepemimpinan

sebagai upaya untuk mengembangkan budaya religius perlu diperhatikan

model kepemimpinan yang relevan terhadap situasi dan kondisi yang

ada, bisa dilihat warga sekolahnya seperti apa, kondisi dan iklim

lingkungannya bagaimana, dan tak kalah pentingnya kepekaan dan rasa

kesungguhan kepala sekolah, para pendidik, serta segenap peserta didik.

Berdasarkan hasil penelitian, budaya Religius yang diterapkan di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran terdiri dari beberapa kebiasaan

yang dijalankan dengan berdasarkan ajaran Islam. Budaya Religius yang

tercermin di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran adalah:

a. Membiasakan Memakai Busana Muslim dan Muslimah ke Sekolah.

Cara berpakaian adalah tata krama yang telah diatur dalam syariat,

di dalam Islam cara berpakaian bukan sekedar aksi ekonomi ataupun

99

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Log. Cit, hal. 40.

Page 105: TESIS - Repository UIN JAMBI

89

produk budaya. Cara berpakaian adalah bentuk ibadah yang telah

tersurat. Busana yang baik menunjukkan jati diri orang yang memakai

busana tersebut. Busana yang mencerminkan perilaku muslim dan

muslimah yaitu busana yang menutupi aurat yang sesuai dengan ajaran

agama. Di dunia pendidikan memakai busana muslim dan muslimah

mengajarkan anak-anak didik untuk membiasakan diri sejak dini untuk

selalu menjaga aurat dan penampilan mereka agar senantiasa selalu

dalam koridor agama.

Wawancara dengan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran, ia mengatakan: “Memakai busana muslim dan muslimah

ketika berada dilingkungan sekolah sudah diterapkan sejak dahulu,

karena sekolah ini adalah warga sekolahnya mayoritas muslim maka ini

menjadi kebiasaan siswa untuk menunjukkan jati dirinya sebagai orang

muslim”.100

Meskipun memakai busana muslim dan muslimah hanya selama

berada di lingkungan sekolah setidaknya peserta didik bisa mengerti

bahwa berpakaian menutupi aurat adalah identitas, aturan, kewajiban

dari agama yang mereka yakini. Dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan menganjurkan untuk membiasakan pesertadidik dengan

memakai pakaian yang muslim dan muslimah bagi yang beragama Islam

ketika berada di dalam lingkungan sekolah.

Ketika penulis melakukan observasi di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran tersebut tentang penerapan pemakaian busana muslim dan

muslimah siswa ternyata memang betul bahwa kebiasaan memakai

busana muslim dan muslimah diterapkan oleh siswa dan siswi tetapi ada

sebagian peserta didik yang tidak memakai pakaian muslim dan

muslimah.101 Hal ini sependapat dengan hasil wawancara dengan guru

agama di sekolah tersebut, ia mengatakan bahwa:

100

Wawancara, Kepala Sekolah, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.

101Observasi, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.

Page 106: TESIS - Repository UIN JAMBI

90

“Saya sebagai guru agama di sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran ini sudah memberikan arahan agar ketika para peserta didik

akan sekolah maka harus memakai busana muslim dan muslimah

karena selain busana ini adalah sebagai identitas agama juga

mengajarkan kepada anak-anak untuk selau menutup aurat terutama

sekali anak-anak perempuan. Siswa dan siswa sudah memakai busana

muslim ketika berada dilingkungan sekolah tetapi masih ada juga peserta

didik yang tidak memakai busana muslim”.102

Memakai busana muslim dan muslimah memang sudah menjadi

peraturan yang wajib di agama Islam, namun di lingkungan pendidikan di

Indonesia adalah hal yang tabu untuk memakai busana muslim ke

sekolah kecuali di sekolah-sekolah Islam. Penerapan memakai pakaian

muslim dan muslimah ini adalah PR untuk semua kalangan untuk lebih

menjadi kebutuhan pribadi. Ketika penulis melakukan observasi di

sekolah dasar tersebut mengenai penerapan memakai busana muslim di

sekolah adalah ketika hari Jum‟at para siswa semuanya memakai

busana muslim dan muslimah tetapi ketika di hari-hari lainnya para

siswa-siswi tidak memakai pakai muslim sehingga di sini terlihat bahwa

tidak ada ketetapan peraturan dari pihak sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran.103

Hal ini senada dengan apa yang penulis dapatkan dari Wawancara

dengan siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, ia mengatakan

bahwa: “Kami hanya memakai busana muslim ketika hari Jum‟at saja,

tetapi ketika hari-hari lain kami tidak memakai busana muslim. Bagi yang

senang memakai busana muslim maka ia memakai busana muslim, bagi

yang tidak suka memakai busana muslim juga tidak dipermasalahkan

oleh guru”.104

102

Wawancara, Guru Agama, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.

103Observasi, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.

104Wawancara, Siswa, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.

Page 107: TESIS - Repository UIN JAMBI

91

Dari informasi yang penulis dapatkan dari ibu kantin sekolah SMP

Satu Atap Kecamatan Pelangiran yang berjualan di sekolah tersebut ia

mengatakan: “tidak semua anak di sekolah ini memakai pakaian muslim

dan muslimah, dan ketika hari Jum‟at anak-anak perempuan pagi-pagi

memakai jilbab tetapi ketika jam istrhat pertama jilbabnyapun sudah

dilepas”.105

Pemakaian busana muslim ini harus bisa diterapkan dilingkungan

sekolah agar terciptanya suasana lingkungan yang agamis dan

memberikan efek pada hati para peserta didik untuk menyadari dan

menghayati arti dari pakaian yang mereka pakai sehingga ketika

memakai busana muslim dan muslimah di lingkungan sekolah maka

akan terasa nuansa yang agamis yang sesuai dengan syari‟at Islam dan

ajaran Rasulullah SAW, meskipun sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran ini bukan berada di bawah naungan Departemen Agama

tetapi warga sekolahnya adalah secara keseluruhannya beragama Islam.

Dari hasil wawancara dan observasi penulis di atas maka dapat

diketahui bahwa penerapan memakai busana muslim dan muslimah

disekolah tersebut belumlah tercapai sepenuhnya dikarenakan tidak

adanya ketetapan peraturan yang kuat dari pihak sekolah sehingga

peserta didik tidak merasa takut ketika tidak memakai pakaian yang baik.

Maka hal ini belum sejalan dengan teori budaya dengan pendekatan

historis yang menekankan pada warisan sosial dan tradisi kebudayaan,

dimensi keyakianan dimana sikap relegius berpegang teguh pada

pandangan teologis dan doktirin yang diyakini dan firman Allah yang

menjadi aturan disetiap gerak gerik umat manusia.Dan firman Allah surat

Al-Ahzab ayat 59:

105

Wawancara, Ibu Kantin, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.

Page 108: TESIS - Repository UIN JAMBI

92

Artinya:”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( Q.S. Al Ahzab:59).106

b. Penerapan Memperingati Hari Besar Islam

Kegiatan memperingati hari-hari besar Islam seperti Isra‟ Mi‟raj dan

Maulid Nabi adalah tradisi Islam yang kental dilaksanakan oleh

masyarakat muslim di Indonesia, demikian pula di lembaga pendidikan.

Seperti halnya di sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran telah

melakukan hal ini sebagai salah satu kebiasaan sekolah tersebut. Hal ini

sebagai mana telah dikemukakan oleh Kepala Sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran mengatakan: “Kegiatan memperingati hari-hari

besar Islam seperti Isra‟ Mi‟raj dan Maulid Nabi merupakan salah satu

kebiasaan sekolah ini sejak dahulu yang direncanakan olah pihak

sekolah dan dilaksanakan oleh guru dan para peserta didik sekolah SMP

Satu Atap Kecamatan Pelangiran ini, diharapkan dengan kegiatan ini

para siswa dapat lebih mengenal kebiasaan yang Religius dan dapat

menampilkan kegiatan yang Religius”.107

Melalui pembiasaan memperingati hari-hari besar Islam, siswa

siswa dapat dididik dengan ajaran agama Islam secara utuh yang

mencakup semua dimensi yang dimilikinya, hati dan akalnya, jasmani

dan rohaninya serta akhlak dan keterampilannya serta menanamkan

konsep-konsep keimanan ke dalam jiwa mereka secara dini.

Pengamatan penulis di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran dalam

106

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op. Cit, hal. 603. 107

Wawancara, Kepala Sekolah, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018

Page 109: TESIS - Repository UIN JAMBI

93

kegiatan hari besar keagamaan, seperti Isra‟ Mi‟raj Nabi Besar

Muhammad SAW yang dilaksanakan setiap tahun, dimana para siswa

dan siswi antusias mengikuti acara ini. Di dalam acara Isra‟ Mi‟raj

tersebut para guru dan siswa saling bekerja sama untuk mensukseskan

acara tersebut. Acaranya cukup sederhana guru dan siswa membawa

makanan dari rumah masing-masing dan saling bertukar makanan

sehingga disini terciptanya keakraban sesama pelajar. Para siswa dan

siswi juga menampilkan persembahan yang bersifat Religius seperti

kosidahan robana, puisi Islam, dan ceramah singkat oleh para peserta

didik yang dipilih oleh guru pelatih.108

Berdasarkan keterangan yang penulis dapatkan melalui wawancara

dengan guru penjas di sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran

ini, ia mengatakan: “dalam rangka memperingati Isra‟ Mi‟raj Nabi ini kami

sengaja melatih siswa untuk menampilkan persembahan yang Religius

agar mereka bukan hanya sekedar mengetahui budaya yang modern

saja, tetapi juga mengetahui tentang budaya Islam”.109 Senada dengan

penjelasan siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran ia mengatakan,

“saya merasa sangat senang ketika hari-hari perayaan ini dilaksanakan,

karena kami bisa mengajak orang tua untuk ikut dalam peringatan acara

ini, saya juga merasa bangga karena dapat menampilkan persembahan

kosidahan Religius di depan semua orang”.110

Berdasarkan wawancara dan observasi di atas dapat diketahui

bahwa kegiatan peringatan hari-hari besar Islam seperti Isra‟ Mi‟raj dan

Maulid Nabi merupakan kebiasaan di sekolah tersebut sehingga didalam

kegiatan tersebut semua elemen baik itu dari para guru, siswa,

lingkungan dan pengisian acara semuanya bernuansa islam. Hal ini

mencerminkan suasana yang relegius untuk memotivasi dan

mengenalkan kepada peserta didik akan sejarah-sejarah Islam,

108

Observasi, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018 109

Wawancara, Guru, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018. 110

Wawancara, Siswa, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.

Page 110: TESIS - Repository UIN JAMBI

94

mengakrabkan para peserta didik sesama pesera didik, para peserta

didik kepada guru-guru, para guru dengan wali murid.

c. Pembiasaan Mengucap Salam

Kebiasaan Nabi Muhammad SAW adalah digolongkan Hadist

Fi‟liyah atau Sunnah Fi‟liyah yaitu Sunnah Nabi yang disandarkan

kepada perbuatan Nabi. Apabila umatnya mengikuti kebiasaan tersebut

maka akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Salah satu kebiasaan

Nabi Muhammad yaitu mengucap Assalamu‟alaikum ketika bertemu

dengan para shahabat dan ketika berkumpul disuatu majelis. Mengucap

salam berarti mendo‟akan orang yang diberi salam supaya sejahtera,

dan selamat. Mengucap salam seharusnya menjadi kebiasaan para umat

Islam untuk mendapatkan pahala dari Allah dengan cara yang sangat

mudah. Seharusnya kebiasaan ini juga bisa diterapkan di dunia

pendidikan ketika di lihat dari segi pembelajaran dan pembiasaan.

Penuturan dari Kepala Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran bahwa: “para guru selalu mengucapkan salam ketika akan

memasuki kelas dan ketika akan menutup pelajaran. Hal tersebut untuk

membiasakan murid agar menjawab salam dan

mengimplementasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari”.111

Membiasakan mengucap salam sangatlah baik untuk diajarkan

kepada peserta didik sejak dini untuk pembinaan rasa ke imanan, rasa

beragama, dan agar mereka juga akan terbiasa mengucapkan salam

ketika sudah berada diluar lingkungan sekolah sehingga akan

mempengaruhi hatinya untuk selalu memberikan salam ketika akan

memasuki rumah, dan bertemu dengan teman-teman mereka.

Tetapi penuturan dari Guru Agama SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran ini mengatakan: “anak-anak zaman sekarang lebih suka

menyapa temannya dengan perkataan Hi, Hallo dari pada mengucapkan

111

Wawancara, Kepala Sekolah, Budaya religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018

Page 111: TESIS - Repository UIN JAMBI

95

Assalamu‟alaikum, karena perkembangan zaman yang sangat maju

mengikuti kebiasaan barat dari pada kebiasaan timur”.112

Penulis melihat, di lingkungan sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran ini sebagian peserta didiknya sering mengabaikan menjawab

salam ketika temannya memberikan salam, bahkan ada yang tidak

menjawab sama sekali. Ketika guru akan membuka pelajaran dengan

mengucapkan salam, tetapi ada juga muridnya malah asik mengobrol

sama teman yang lain dari pada menjawab salam dari gurunya.113

Hal tersebut sangatlah tidak bersifat relegius karena tidak adanya

penghayatan dari dalam diri peserta didik.Hal serupapun di terangkan

oleh siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, ia mengatakan:

“ketika saya akan masuk ke dalam kelas maka saya memberi salam

sampai tiga kali baru teman-teman mau menjawab salam saya”.114

Agama dan penghayatannya sangat penting dibiasakan di dalam

dunia pendidikan, karena pendidikan adalah proses pembentukan

tingkah laku dan dalam pembiasaan yang terbentuk dari kecil maka akan

terciptanya generasi muda yang akan selalu menghayati setiap

melakukan ibadah sehingga dewasa nanti. Maka dari itu sesuatu

pembiasaan adalah metode pembelajaran yang amat baik untuk

membentuk jiwa peserta didik.

Dan dari hasil wawancara dan observasi di atas tersebut bahwa

tidak semua peserta didiknya tidak menjawab salam ketika salam

diucapkan, ada sebagian peserta didik yang sudah mengerti dan faham

tentang menghayati dan praktik penerapan pembiasaan mengucap

salam tersebut dan untuk siswa yang belum melakukan hal yang baik

pada membiasakan salam ini adalah tugas kepala sekolah dan guru agar

kebiasaan tersebut berjalan dengan baik maka dari itu harus adanya

komunikasi yang baik, kerjasama yang baik, untuk mengajarkan peserta

didik secara perlahan dan bertahap.

112

Wawancara, Guru, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018. 113

Observasi, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018. 114

Wawancara, Siswa, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.

Page 112: TESIS - Repository UIN JAMBI

96

d. Membiasakan Berdo‟a Sebelum dan Sesudah Belajar

Dalam dunia Islam, do‟a bukan hanya berarti sholat, tetapi ketika

hendak melakukan suatu hal yang baik hendaklah berdo‟a. Di dalam

pendidikan pembiasaan berdo‟a ketika hendak belajar dan sesudah

belajar sudah tidak asing lagi didengar. Berdo‟a adalah meminta,

meminta kepada sang pencipta agar apa yang diinginkan akan terkabul.

Suatu pembiasaan berdo‟a ketika hendak memulai atau selesai belajar

sangat dianjurkan agar pelajaran yang dipelajari dapat melekat didalam

hati. Do‟a sangat baik untukdibiasakan kepada peserta didik sejak dini

agar ketika mereka sudah dewasa pembiasaan do‟a tersebut selalu

melekat didalam hati mereka.

Wawancara dengan Kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran, ia mengatakan: “Para peserta didik disekolah ini sudah

terbiasa dengan berdo‟a ketika akan memulai pelajaran dan ketika

pelajaran telah usai, dan itu di tunjukkan dengan suararamainya peserta

didik membaca do‟a dengan suara yang lantang”.115

Pembiasaan berdo‟a dalam memulai pelajaran dengan sesudah

pelajaran sangat baik dari sikap, perilaku dan pengahyatan dari agama

yang di yakini. Dengan berdo‟a maka itu menunjukkan bahwa seseorang

itu memiliki Tuhan, yaitu Allah SWT. Hasil wawancara dengan guru

agama sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran tersebut

menuturkan kepada penulis: “Para peserta didik sudah terbiasa

membaca do‟a ketika memulai pelajaran dan menutup pelajaran,

berdo‟anya juga pasheh dalam penyebutan huruf-hurufnya karena di

rumahpun mereka mengaji dan terbiasa dengan do‟a-do‟a”.116

Observasi penulis melihat bahwa memang disekolah tersebut

ketika akan memulai pelajaran jam pertama maka para peserta didik

115

Wawancara, Kepala Sekolah, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018.

116Wawancara, Guru Agama, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September

2018.

Page 113: TESIS - Repository UIN JAMBI

97

berdo‟a dengan khusyuk, ketika sudah selesai belajar para peserta didik

tidak lagi berdo‟a dan guru yang mengajarnyapun tidak menyuruh para

peserta didik tersebut membaca do‟a setidak-tidaknya mengucap Al-

Hamdulillah saja tidak diucapkan akan tetapi membaca do‟anya ketika

pelajaran terakhir selesai dan akan pulang kerumah.117 Wawancara

dengan siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran mengatakan: “kami

selalu berdo‟a ketika akan memulai pelajaran pada jam pertama setelah

habis kami tidak berdo‟a lagi tetapi akan berdo‟a lagi ketika jam pelajaran

terakhir selesai”.118

Hal tersebut pembiasaan berdo‟a ketika akan memulai pelajaran

dan menutup pelajaran belumlah sepenuhnya dalam mengahyati,

membiasakan membaca do‟a disekolah tersebut, hal tersebut

memerlukan strategi dari kepala sekolah dan para guru agar terciptanya

budaya relegi dan pembiasan yang baik. Salah satu faktor keberhasilan

strategi itu adalah penggerakan dan pelaksanaan, maka seharusnya

seluruh elemen disekolah tersbeut harus mendukung kebiasaan, aturan

dan kebijakan yang telah dibuat. Dalam Alqur‟an juga ditegaskan tentang

berdo‟a pada surat Al-Baqoroh ayat 186.

وإذا دعىج أ جية قرية فئو ي عى ي عثادي ٱلدهاعسألك دعان إذا

)٦٨١ :البقراة(فليستجيث ىاليولي ؤمى ىاتيلعلهه ميرش د ون

Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka

(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan

permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka

hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah

mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam

kebenaran.119

117

Observasi. Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018. 118

Wawancara, Siswa, Budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan, September 2018. 119

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.cit. hal 35.

Page 114: TESIS - Repository UIN JAMBI

98

4. Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran

Dalam kepemimpinan sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah

serta dibantu oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan kesiswaan.

Kepala Sekolah merupakan orang yang pertama dalam mengemban

tugas sebagai penanggung jawab di bidang kepemimpinan sekolah,

meningkatkan kualitas pembelajaran dan mewujudkan suasana kehidupan

sekolah yang kondusif dalam pembelajaran, demi terwujudnya visi, misi

dan tujuan sekolah tersebut. Mengingat pentingnya struktur organisasi

demi kelancaran pelaksanaan pembelajaran dan memberikan tanggung

jawab pada seluruh komponen sekolah mengenai tugas dan fungsinya

masing-masing.

Komunikasi antara kepala sekolah terhadap pendidik dan peserta

didik sangat diharapkan dalam upaya pengembangan model

kepemimpinan dan budaya religius, karena dengan terjalinnya sinergitas

yang mantap akan mudah mewujudkan cita-cita yang telah ditetapkan

dalam program-program sekolah. Penerapan model kepemimpinan dan

budaya religius tersebut dapat terlihat dari kegiatan keseharian di

Sekolah Menengah Pertama Satu Atap Kecamatan Pelangiran

Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau dalam pelaksanaan tugas pokok

dan fungsinya masing-masing.120

Adapun berdasarkan data yang penulis kumpulkan selama

melakukan penelitian penulis menemukan bahwa Model Kepemimpinan

Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran diantaranya dapat penulis jabarkan sebagai

berikut:

a. Menerapkan model kepemimpinan kharismatik

Dalam pelaksanaan kepemimpinan kesehariannya kepala sekolah

sering menunjukkan dan menerapkan model kepemimpinan yang

kharismatik yang menjadikan diri sosok pemimpin yang disegani, hal ini

120

Observasi, Tanggal 6 Agustus 2018

Page 115: TESIS - Repository UIN JAMBI

99

terbaca pada pengamatan penulis dalam kegiatan di sekolah, baik dalam

berbicara, bersikap, dan berinteraksi antar warga sekolah, sehingga hal ini

seringkali memberikan efek yang baik terhadap jalannya sekolah,

kemudian kepala sekolah selalu memberikan contoh yang baik pada para

pendidik dan peserta didik.121

Penulis melihat adanya corak dan warna tersendiri dari sikap

berprilaku oleh kepala sekolah yang menunjukkan model yang dapat

memberikan kewibawaan sehingga disadari atau tidak sangat berimbas

pada program kerja yang dibuat oleh kepala sekolah. Kepala sekolah

bersama-sama pendidik senantiasa melakukan upaya-upaya yang

berorientasi terhadap pengembangan budaya religius.

Berdasarkan observasi yang penulis lihat dalam pelaksanaan tugas

kepala dan pendidik, yaitu:

1) Kepala sekolah merencanakan, melaksanakan program-program

kepala sekolah.

2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik secara

berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

3) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan

jenis kelamin, agama, atau latar belakang keluarga dan status sosial

ekonomi warga sekolah.

4) Menunjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan

kode etik pendidik, serta nilai-nilai religius dan etika.

5) Memelihara dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa.122

Sebagaimana yang diungkapkan Bapak H. Saini, S.Pd.I selaku

Kepala Sekolah yang mengatakan bahwa: para pendidik yang telah lama

mengajar di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri

Hilir Provinsi Riau ini yang sudah cukup lama menjadi pendidik yang dapat

dijadikan contoh dalam perkembangan kepribadian dan penanaman nilai

121

Dokumentasi, Tanggal 6 Agustus 2018 122

Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 116: TESIS - Repository UIN JAMBI

100

budaya religius pada peserta didik. pihak pendidik selalu memberikan

bimbingan yang baik pada siswa. Baik itu dalam belajar maupun dalam

tingkah laku sehari-hari. Pihak pendidik selalu memberikan bimbingan

dalam pelaksanaan keseharian yang diterapkan di sekolah, seperti shalat

berjamaah, dan kegiatan keagamaan lainnya seperti peringatan hari besar

Islam dan kegiatan pada hari jum‟at.123

Selanjutnya melalui wawancara dengan guru Pendidikan Agama

Islam, Ibu Rubianti, S.Pd.I menjelaskan bahwa:

Dalam membangun nilai-nilai keagamaan pada siswa, khususnya

dalam pelaksanaan pembelajaran di luar jam pembelajaran, saya selalu

berusaha dalam memberikan contoh serta bimbingan terhadap siswa

dalam upaya menerapkan prinsip budaya religius. Seperti dalam awal dan

akhir pelaksanaan pembelajaran, di mana siswa dibiasakan untuk

mengucapkan salam dan berdo‟a. memberikan kebiasaan mengucapkan

salam ketika siswa berpapasan atau bertemu dengan masyarakat atau

orang lain, mengajak siswa bersemangat dalam mengkaji ajaran agama,

berbusana yang sopan dengan nilai-nilai religius. Seperti yang kita ketahui

bahwa kebersihan itu sebagian dari iman, maka untuk membiasakan sikap

dan prilaku hidup bersih hendaknya dimulai dari para pendidik dan tenaga

kependidikan untuk memberikan contoh tersebut, seperti jika ada melihat

sampah langsung diambil dan dibuang ke tempat sampah, peserta didik

yang melihat tentunya akan mencontoh perilaku tersebut. kemudian lagi

ada program sekolah yakni kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI),

kegiatan shalat Dhuha setiap hari jum‟at.124

Pengamatan penulis di lokasi penelitian menemukan bahwa dalam

setiap pelaksanaan sekolah, Kepala Sekolah senantiasa menerapkan

model kepemimpinan yang baik kepada tenaga pendidik, kependidikan dan

kepada peserta didik. Sikap dan prilaku Kepala Sekolah tersebut telah

123

Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

124 Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018

Page 117: TESIS - Repository UIN JAMBI

101

mencerminkan model kepemimpinan yang mengarah dan membentuk pada

panutan oleh setiap personil sekolah. Pengamatan penulis lainnya ialah

dalam pelaksanaan pembelajaran, pendidik selalu menerapka metode

pembelajaran, yang salah satu metode pembelajaran yang lazim digunakan

pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran, khususnya dalam

meningkatkan pengamalan sikap keagamaan dan budaya religious yaitu

metode demonstrasi, seperti pada materi shalat, pendidik lebih dahulu

menunjukkan gerakan dan bacaan shalat, kemudian membimbing peserte

didik secara langsung dalam pelaksanaan shalat zuhur berjama‟ah, dengan

adanya bimbingan secara langsung tersebut tentunya dapat meningkatkan

pengalaman dan pengamalan peserta didik dalam beribadah. Kemudian

penulis juga melihat bahwa guru Pendidikan Agama Islam dan guru mata

pelajaran lainnya selalu bersikap memberikan contoh dalam upaya

menciptakan lingkungan sekolah yang bersih seperti mengambil dan

membuang sampah pada tempatnya, mengucapkan salam jika bertemu

dengan orang lain, senantiasa mengajak siswa untuk shalat dan mengaji.125

Kemudian hasil pengamatan penulis di lokasi penelitian tentang Model

Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Religius

di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir

Provinsi Riau, menggambarkan adanya kriteria kepemimpinan Kepala

Sekolah sebagai berikut:

g. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses

pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.

h. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang

telah ditetapkan.

i. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat

sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka

mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.

125

Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018

Page 118: TESIS - Repository UIN JAMBI

102

j. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan

tingkat kedewasan guru dan pegawai lain di sekolah.

k. Bekerja dengan tim manajemen.

l. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produtif sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan.126

b. Senantiasa partisipatif

Partisipatif dicirikan dengan kadar suportif tinggi dan kadar

pengarahan yang rendah (hubungan tinggi dan tugas rendah). Gaya

kepemimpinan partisipatif merupakan gaya kepemimpinan yang

cenderung pelibatkan diri secara partisipatif dalam interaksinya dengan

bawahan semisal tenaga kependidikan, tenaga pendidik, dan peserta didik

dalam pengambilan keputusan, baik dalam keputusan strategis maupun

keputusan yang bersifat teknis penyelenggaraan suatu kegiatan.

Hasil pengamatan penulis di lokasi penelitian menemukan bahwa

Kepala Sekolah selalu berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan

tindakan dalam mengembangkan kemajuan pendidikan di SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir, hal ini dapat terlihat

bahwa Kepala Sekolah memiliki adanya rasa yakin dan percaya pada

bawahan dalam segala hal, Kepala Sekolah selalu berusaha untuk

memperoleh ide-ide dan pendapat dari personil sekolah lainnya yang

selanjutnya ide-ide tersebut digunakan secara konstruktif, diberikannya

penghargaan dan ganjaran lainnya atas keikutsertaan dan keterlibatan

setiap personil dalam suatu kegiatan sekolah. Melihat kenyataan ini

Kepala Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten

Indragiri Hilir telah membangun model kepemimpinan partisipatif dengan

membangun hubungan antar sesama secara tulus dan bijaksana yang

ditunjukkan melalui kemampuannya secara aktif dan penuh perhatian,

memahami dan merasakan suasana hati personilnya. Kepala Sekolah

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir selalu

126

Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018

Page 119: TESIS - Repository UIN JAMBI

103

proaktif untuk menggali gerak hati para stafnya yang kemudian melahirkan

emosi positif dalam diri stafnya.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Sekolah SMP Satu

Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir, H. Saini, S.Pd.I

yang mengatakan: Dalam membangun ide-ide kreatif dan positif para

personil di sekolah kami, saya selalu meminta masukan-masukan

pendapat dari para pendidik dan staf saya untuk mencapai apa yang

dirumuskan dalam visi, misi, dan tujuan sekolah serta apa yang menjadi

program kerja kami di sekolah. Sebagai contoh dalam menyikapi

persoalan-persoalan kesiswaan terhadap pengaruh prilaku-prilaku yang

datangnya dari luar yang bersifat negatif, saya meminta masukan kepada

personil saya untuk memberikan jalan keluar yang terbaik. Kemudian

pada saat pembelajaran telah selesai saya dan para pendidik berbincang-

bincang tentang perangkat pembelajaran dan rumusan pembelajaran

yang telah disusun oleh para pendidik tersebut agar benar-benar dapat

dimasukkan nilai-nilai religius dalam setiap mata pelajaran yang mereka

ampu.127

Sebagaimana juga yang diungkapkan oleh salah satu siswa kelas IX

yang bahwa: Dalam keseharian di sekolah, Kepala Sekolah sering kami

lihat berkumpul dan berbincang-bincang dengan para guru apalagi saat-

saat jam istirahat, jarang sekali kami melihat Kepala Sekolah berada di

ruangan Kepala Sekolah. Kemudian Kepala Sekolah kami juga sering

berada di tengah-tengah atau bersama-sama kami para siswa, terkadang

Kepala Sekolah bertanya tentang keadaan-keadaan kami pada saat di

rumah atau pada saat kami berada pada jam bukan jam pembelajaran.

Dengan adanya cara Bapak Kepala Sekolah kami seperti itu, kami dari

siswa merasa mendapat perhatian dari sekolah.128

127

Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018

128 Wawancara, Siswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018

Page 120: TESIS - Repository UIN JAMBI

104

Kemudian salah satu siswa kelas VIII yang mengatakan Kepala

Sekolah kami selalu memberikan motivasi kepada kami pada saat beliau

berjalan-jalan memeriksa sekitar sekolah, Bapak Kepala Sekolah kami

sering jalan-jalan sekitar sekolah baik pada waktu jam belajar atau juga

jam istirahat. Bapak Kepala Sekolah kami disegani oleh kami dan para

guru, walaupun beliau sepertinya tidak pemarah, tapi cara beliau berada

dalam kebersamaan baik dengan kami para siswa dan mungkin juga

dengan para guru kami. Kami sangat mendukung cara beliau yang

demikian.129

Pengamatan penulis dalam pelaksanaan pembelajaran dan

kegiatan keseharian di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten

Indragiri Hilir menemukan bahwa Kepala Sekolah memang selalu bersikap

partisipatif. Dalam kegiatan rapat atau musyawarah di sekolah saya

melihat bahwa Kepala Sekolah memang banyak menggali pendapat-

pendapat para pendidik dan staf sekolah lainnya, kemudian lagi para

pendidik diberikan honor atas keterlibatan mereka dalam memajukan

sekolah dan upaya pembinaan siswa. Saat saya melakukan penelitian di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir pihak

sekolah disibukkan juga dengan adanya kegiatan persiapan akreditasi

sekolah. Kepala Sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran

Kabupaten Indragiri Hilir tampak memiliki perhatian penuh dan serius

kepada para personilnya dalam bekerja.

Hasil pengamatan penulis di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir menemukan bahwa Kepala Sekolah

memilki keinginan yang kuat dalam memajukan pendidikan di sekolah

tersebut. kemudian hal yang dilakukan para pendidik dalam kegiatan

keseharian di sekolah, khususnya dalam membangun nilai-nilai religius di

sekolah yaitu:

129

Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018

Page 121: TESIS - Repository UIN JAMBI

105

1. Mampu melibatkan mereka sebagai subjek dalam proses

pembelajaran dan proses-proses dalam pengambilan keputusan

dimana setiap pendidik harus berkeyakinan bahwa semua siswanya

dapat belajar, memperlakukan siswanya secara adil dan mampu

memahami perbedaan siswa yang satu dengan yang lainnya.

2. Menguasai bidang ilmu yang diajarkan dan mampu menghubungkan

dengan bidang ilmu lain serta menerapkannya dalam dunia nyata, dan

3. Dapat menciptakan, memperkaya, dan menyesuaikan metode

mengajarnya untuk menarik sekaligus memelihara minat siswa.130

Dari observasi dan wawancara penulis dapat diketahui bahwa

salah satu model Kepala Sekolah dalam membangun budaya religius di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir yaitu

dengan memberikan kesempatan kepada para pendidik untuk senantiasa

berperan aktif dalam menangkal dan mengawasi budaya-budaya yang

tidak relevan bagi siswa baik di sekolah maupun di tengah-tengah

masyarakat. Dengan memberikan kesempatan tersebut maka motivasi

terhadap kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut dapat meningkatkan

konsep budaya sekolah yang religius karena didasarkan azas

kebersamaan.

c. Berorientasi Transformatif

Kepemimpinan transformasional memiliki ciri dominan yaitu

memiliki sensitivitas terhadap pengembangan organisasi,

mengembangkan visi bersama antarkomunitas organisasi,

mendistribusikan peran kepemimpinan, mengembangkan kultur sekolah,

dan melakukan usaha restrukturisasi. Kecendrungan kepemimpinan

transformatif adalah: pertama, mendorong terjadinya transformasional

lebih cepat dengan memberdayakan seluruh potensi organisasi mulai dari

bawahan hingga pada jajaran atas; kedua, kepemimpinannya lebih

transaksional dalam menjalankan roda organisasi/lembaga

130

Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018

Page 122: TESIS - Repository UIN JAMBI

106

Kendala kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran diuraikan

sebagai berikut:

a. Kebiasaan Siswa yang dibawa dari Rumah

Lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, sangatlah penting dalam

pembentukan rohani peserta didik. Di sekolah hanya beberapa jam saja

para peserta didik berada dilingkungan sekolah tetapi dilingkungan

keluarga lebih banyak para peserta didik menghabiskan waktu. Suatu

pembiasaan jika itu sudah melekat di diri para peserta didik maka ketika

berada diluar rumahpun akan dibawa kebiasaan tersebut. Hal tersebut

dijelaskan oleh Guru melalui wawancara dengan penulis ia mengatakan:

“Kendala kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran dan

guru-guru dalam mengembangkan membentuk pembiasaan dalam

pengahayatan dari agama yang diyakini adalah kebiasaan peserta didik

yang telah dibawa dari lingkungan keluarga, seperti cara berpakaian dan

seperti tutur sapa yang kurang baik, bersikap yang belum terbentuk

menjadi baik, dan cara memperlakukan teman dengan kurang baik.131

Kebiasaan yang dibawa dari rumah dan ajaran orang tua dirumah

terkadang tidak sejalan dengan apa yang diajarkan oleh guru disekolah,

sehingga ini menjadi pertentangan dihati para peserta didik dan

membuat para peserta didik tersebut akan menjadi bingung dalam

menentukan sikap mereka. Seperti yang utarakan oleh siswa SMP Satu

Atap Kecamatan Pelangiran ia mengatakan: “Dirumah saya tidak terlalu

dipermasalahkan oleh orang tua untuk bertutur sapa yang baik,

berbicarapun sesuka saya dan berbicara yang kurang baik kepada

siapapun terutama dengan yang lebih muda dari saya, apalagi untuk

memakai busana muslimah dan yang saya contoh adalah bagaimana

sikap orang tua saya di rumah tetapi disekolah saya disuruh oleh guru

agar melakukan apa yang jarang saya lakukan. Hal tersebut bagi saya

131Wawancara, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius

di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 123: TESIS - Repository UIN JAMBI

107

sangat susah untuk merubah kebiasaan yang telah ada sejak sebelum

saya masuk sekolah”.132

Melalui dunia sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran,

diharapkan para guru terutama kepala sekolah untuk dapat

menggerakan, membiasakan dan mengarahkan hal-hal yang baik agar

apa yang diajarkan oleh Agama Islam akan sejalan dengan budaya

peserta didik tanpa membuat peserta didik tersebut merasa banyak

melakukan kesalahan.

Seperti penuturan dari guru agama SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran menjelaskan kepada penulis bahwa: “waktu para peserta

didik lebih banyak di luar lingkungan sekolah dari pada di sekolah

sehingga ini menjadi kendala kepala sekolah dan guru-guru untuk

mengembangkan budaya relegius mereka, yang mana kebiasaan yang

mereka bawa itu belum baik seperti belum berbicara yang sopan kepada

teman, selalu ribut ketika ada siraman rohani yang guru berikan”.133

Dari keterangan di atas maka dapat diambil pemahaman bahwa

apa yang menjadi kebiasaan yang kurang baik dari lingkungan keluarga,

lingkungan bermain, hal tersebut akan mempengaruhi sikap siswa untuk

menghayati agama. Dalam Islam tanggung jawab pendidikan bermula

dari keluarga, jika keluarga tidak mampu membentuk keperibadian anak

maka tanggung jawab pendidikan dibebankan kepada di luar rumah

seperti sekolah. Maka diharapkan kepada pihak sekolah agar dapat

mengarahkan sikap yang kurang baik dari siswa tersebut akan menjadi

baik karena peran kepala sekolah, guru adalah mengajar sekaligus

mendidik dan sebagian besar peserta didik lebih mempercayai apa yang

dikatan oleh gurunya dari pada orang tuanya.

b. Tidak Adanya Kerja Sama yang Baik

132Wawancara, Siswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 133Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 124: TESIS - Repository UIN JAMBI

108

Kerja sama, gotong royong, saling bantu adalah suatu sikap yang

baik untuk dilakukan didalam suatu lebaga organisasi baik itu organisasi

pendidikan. Sikap tersebut seolah-olah sebagai obat untuk menjadikan

pekerjaan yang berat akanmenjadi ringan. Dalam mengembangkan

budaya relegiusitas siswa tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala

sekolah seorang saja, tetapi hal tersebut menjadi tugas dari semua

pihak, guru, masyarakat sekitar, orang tua dirumah, dan teman. Hal

tersebut agar dalam hal pencapaian untuk menghayati suatu agama

akan terasa mudah dikarenakan ada kerja sama tersebut.

Penuturan dari kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran tersebut mengatakan: “Hal yang menjadi kendala saya dalam

mengembangkan budaya relegius siswa adalah tidak adanya kerja sama

yang baik antara guru, orang tua, dan siswa. Misalnya dalam

mempersiapkan acara memperingati hari besar Islam, Cuma satu orang

guru saja yang mau ikut berpartisipasi melatih anak-anak qosidahan

rebana sedangkan guru yang lainnya mengabaikan persiapan tersebut.

Dan dengan orang tua murid ketika acara Isra‟ Mi‟raj sudah diundang

untuk ikut dalam acara tersebut tetapi cuma setengahnya saja yang

datang”.134

Dari hal tersebut nampaklah bahwa kerja sama antara sesama guru

saja belum berjalan dengan baik apa lagi kerja sama orang tua murid

dengan masyratakat sekitar. Seperti halnya penuturan dari Guru Penjas

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran mengatakan: “ketika saya melatih

peserta didik dalam persembahan acara Isra‟ Mi‟raj dari guru-guru hanya

saya saja yang melatihnya dan kepala sekolah cuma sebentar ikut

melatih peserta didik tersebut bahkan guru agama saja tidak ada

memunculkan diri ketempat latihan peserta didik”.135

134Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan

Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 135Wawancara, Guru Penjas, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan

Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 125: TESIS - Repository UIN JAMBI

109

Maka dapat dipahami bahwa kerja sama yang baik akan

menimbulkan efek yang baik bagi semua warga sekolah, karena

pekerjaan yang berat akan terasa ringan, dan akan membuat pengertian

di hati masing-masing murid dalam mengembangkan sikap budaya

relegius siswa.

c. Sumber Daya Tenaga Kependidikan dan Tenaga Pendidik tidak di

Latar Belakangi dengan Pendidikan Islam

Suatu proses pendidikan yang panjang akan mempengaruhi

perkembangan jiwa seseorang. Pendidikan yang dilatar belakangi oleh

pendidikan yang Islam akan cenderung baik dari pada pendidikan yang

non Islam. Dari proses pendidikan yang Islam tersebut akan melahirkan

rohani yang baik, karena jiwa dan hatinya sudah ditempa dengan ajaran-

ajaran Islam.

Keterangan yang penulis dapatkan dari kepala sekolah SMP Satu

Atap Kecamatan Pelangiran menuturkan: “Jenjang pendidikan yang saya

tempuh dari semenjak saya bersekolah tidak ada sekolah yang Religius,

saya sekolah madrasahpun tidak pernah. Dan itu menjadi salah satu

kendala saya dalam mengembangkan budaya relegius siswa karena

saya juga belum sepenuhnya memahami apa itu tentang mengahayati

agama dan prakktek sehari-hari”.136

Seperti halnya keterangan dari Guru tersebut menerangkan:

“zaman saya bersekolah kemaren tidak ada dikampung saya sekolah

pesantren maupun madrasah. Maka dari itu jenjang pendidikan sayapun

dari sekolah-sekolah umum, cuma saya dari kecil ikut mengaji di

rumah”.137

Pendidikan akan mempengaruhi proses kehidupan, pendidikan

yang baik, sosialisasi yang baik jugaakan menimbulkan efek yang baik.

136Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan

Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 137Wawancara, Guru Penjas, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan

Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 126: TESIS - Repository UIN JAMBI

110

Pendidikan Islam diharapkan akan melahirkan jiwa-jiwa yang sholeh.

Sikap beragama dan menghayati agama serta mempraktikkannya

kedalam kehidupan sehari-hari merupakan proses pendidikan. Hasil

observasi pada latar belakang pendidikan tenaga kependidikan dan

tenaga pendidik dilihat dari data keadaan tenaga kependidikan dan

tenaga pendidik adalah cuma satu orang guru saja yang jenjang

pendidikannya dilatar belakangi pendidikan Islam dan sarjana pendidikan

dan sertifikasinya yaitu guru kelas bukan guru agama sedangkan guru

yang lainnya tamatan sekolah-sekolah umum.138

Pendidikan yang ditempuh juga salah satu syarat dalam

pembentukan sikap, tingkah laku, sebagai pemimpin pendidikan disuatu

lembaga sekolah harus bisa memotivasi bawahannya untuk bersikap

sesuai dengan ajaran islam meskipun pendidikan bawahnnya tidak

dilatar belakangi dengan pendidikan Islam.

Strategi kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya Religius SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yaitu:

a. Memberikan Teladan

Keteladanan merupakan faktor mutlak yang harus dimiliki oleh

kepala sekolah dan guru di suatu sekolah. Keteladanan memang mudah

dikatakan, tetapi sulit untuk dilakukan. Sebab, keteladanan lahir melalui

proses pendidikan yang panjang, mulai dari pengayaan materi,

perenungan, penghayatan, pengalaman, ketahanan, hingga konsistensi

dalam aktualisasi. Dalam hal ini pendidikan mengalami krisis

keteladanan. Inilah yang menyebabkan degradasi pengetahuan dan

dekadensi moral menjadi akut di negeri ini. Banyak tenaga kependidikan

yang sikap dan perilaku mereka tidak bisa menjadi contoh bagi peserta

didik. Mereka kehilangan mentor yang bisa di-gugu dan ditiru.

Sebagaimana hasil dari Wawancara dengan kepala sekolah SMP

Satu Atap Kecamatan Pelangiran, ia mengatakan: “keteladanan salah

138Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 127: TESIS - Repository UIN JAMBI

111

satu cara kami untuk memberikan contoh kepada peserta didik untuk

selalu membiasakan apa yang diperintahkan oleh Allah serta

menghayatinya di dalam hati”.139 Memberikan teladan atau contoh yang

baik seharusnya timbul dari dalam hati dan diapresiasikan dengan

perbuatan. Jadi apa yang ada dihati selaras dengan perbuatan anggota

tubuh.

Hasil wawancara dengan guru SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran mengatakan bahwa: “Kepala sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran sering memberikan teladan dalam hal kebersihan

seperti kepala sekolah sering ikut mengambil sampah dengan peserta

didik ketika operasi semut, kedisiplinan seperti lebih dahulu datang

kesekolah dari pada guru-guru yang lain, tanggung jawab seperti dalam

kegiatan memperingati hari besar Islam jika ada yang kurang maka

kepala sekolahlah yang menutupi kekurangan tersebut, serta khusyuk

dalam mengikuti acara keagamaan agar kami sebagai guru mengikuti

dan meneruskan keteladanan kepada peserta didik. Serta dapat tercipta

keteladanan yang berantai”.140

Keteladanan di lingkungan sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran bukan hanya di lakukan oleh kepala sekolah seorang saja,

namun para guru juga harus mempunyai sikap yang baik untuk

ditunjukkan dan dicontoh oleh semua orang baik itu di lingkungan

sekolah maupun di luar lingkungan sekolah sehingga tidak menimbulkan

pro dan kontra bagi peserta didik maupun masyarakat sekitar. Hal ini

ketika penulis melakukan pengamatan kepada guru-guru ketika mereka

berada di lingkungan sekolah mereka memakai busana muslim dan

muslimah tetapi ketika jam pelajaran habis dan para guru pulang

kerumah masing-masing maka hal yang dilakukannya di sekolah bertolak

belakang dengan apa yang ada di luar sekolah, guru-guru tidak lagi

139Wawancara, Kepala sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan

Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 140Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 128: TESIS - Repository UIN JAMBI

112

mengenakan pakaian yang menutupi aurat. Juga masalah kedisiplinan,

Bapak Ibu guru selalu memberikan arahan kepada siswanya selalu tepat

waktu ketika akan memasuki jam pelajaran tetapi para guru rata-rata

terlambat 7 Menit ketika akan memberikan materi pelajaran.141

Hal senada yang diterangkan oleh siswa SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran ia mengatakan: “guru-guru di sekolah selalu

menasehati kami agar tidakhanya memakai busana muslim dan

muslimah ketika di sekolah saja, tetapi ketika sudah berada di luar

sekolah harus memakai busana muslimah juga. Tetapi kenyataannya ibu

juga tidak memakai busana muslimah ketika sudah di luar lingkungan

sekolah”.142

Dari keterangan di atas bahwa sikap yang baik untuk ditiru oleh

peserta didik tidak lagi ditunjukkan oleh guru di sekolah tersebut

sehingga apa yang dikatakan oleh lisan tidak senada dengan perbuatan

badan. Hal ini menjadi sikap yang dinamakan keteladanan untuk

memberikan contoh yang baik kepada peserta didik tidak lagi dijumpai.

Observasi yang dilakukan ketika acara peringatan Isra‟ Mi‟raj Nabi salah

seorang guru terlihat asyik bercakap-cakap dengan salah satu wali murid

ketika penceramah sedang berpidato di depan, hal tersebut malah

mengundang para peserta didik untuk mengikuti perbuatan yang tidak

khusyuk tersebut.143

Maka menurut penulis hal tersebut tidak seharusnya dilakukan oleh

seorang figur peserta didik, karena tidak mencerminkan sikap

keteladanan yang baik tetapi akan menimbulkan hal yang negatif agar

peserta didik untuk mengikuti sikap yang kurang baik tesebut.

Seharusnya sebagai model harus bisa menjaga perbuatan, sikap, dan

perkataan agar tidak ada hal yang bisa menimbulkan hal yang serupa

141Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 142Wawancara, SIswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 143Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 129: TESIS - Repository UIN JAMBI

113

akan terjadi kepada peserta didik juga. Maka salah satu strategi yang

baik akan berjalan seharusnya adanya kerja sama yang baik. Ketika

kepala sekolah berperilaku baik dan memberikan teladan yang baik

maka seharusnya gurupun ikut mencontohkan yang baik.

Sebagai umat manusia wajib menjadikan Rasulullah teladan yang

baik dari segi kehidupan. Karena beliau adalah uswah hasanah (teladan

yang baik). Firman Allah dalam Al-qur‟an surat al-ahzab ayat 21:

وٱليومٱلخر وذكر أسوة حسنة لمن كان يرجوا ٱلل لقد كان لكم في رسول ٱلل

كثيرا )١٢: الاحزاب(ٱلل

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.144

b. Membiasakan Perbuatan yang Mengandung Nilai Ibadah

Kebaikan dapat ditunjukkan dengan cara bertutur sapa, bersikap,

bertindak, bergaul dengan sesama, membiasakan hidup bersih dan

saling tolong menolong. Hal ini dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-

hari. Suatu pekerjaan atau tindakan baik itu dalam hal yang besar

maupun hal yang kecil akan terasa ringan apabila sudah terkonsep

dalam diri untuk menjadikannya suatu kebiasaan. Membiasakan hal-hal

yang baik ini dimulai dari diri sendiri maka akan menimbulkan efek

kebaikan juga kepada orang lain.

Di sekolah dasar tesebut dapat dilihat bahwa kebiasaan-kebiasaan

kecil yang mengandung suatu ibadah yaitu masalah kebersihan. Setiap

pagi para siswa melakukan operasi semut yaitu mengambil sampah lalu

sampah tersebut dimasukkan kedalam tong sampah dan selalu para

siswanya melakukan piket kelas sebelum lonceng berbunyi dan selalu

mencuci tangan ketika sehabis belajar dan bermain.145

144Al-Qur‟an dan Terjemahannya. Op.cit. hal. 595. 145Observasi. Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 130: TESIS - Repository UIN JAMBI

114

Menurut keterangan dari guru mengatakan bahwa: “kami sebelum

masuk kelas selalu mengambil sampah yang berserakan. Hal ini untuk

membiasakan siswa dengan hal-hal yang kecil tapi bernilai suatu ibadah

yaitu menjaga kebersihan. Hal ini sesuai dengan ajaran Rasulullah untuk

selalu hidup bersih karena kebersihan itu sebagian dari iman”.146

Dalam kebudayaan lokal dan ajaran Islam terkadang sejalan dan

terkadang juga tidak selaras, dalam hal kebersihan, gotong royong, sikap

yang baik, perbuatan yang mengandung suatu ibadah walaupun dalam

sekala kecil tetapi sangat mempengaruhi nilai di mata Allah. Seperti

pengamatan penulis yaitu ketika ada seorang keluarga peserta didik

meninggal dunia maka sebagai ungkapan tolong menolong kepada

sesama maka para peserta didik yang lainnya menyisihkan uang saku

mereka untuk dibagikan kepada keluarga yang meninggal bahkan ada

juga yang memberikan bahan pangan berupa beras, walaupun yang

mereka berikan itu tidaklah banyak tetapi hal tersebut sangat baik untuk

dibiasakan kepada peserta didik untuk saling memberi, saling tolong

menolong ketika orang mendapatkan musibah.147

Pengamatan penulis dilingkungan sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran tersebut tidak semua peserta didiknya yang

melakukan hal-hal yang baik, ada juga peserta didik yang melakukan

suatu kegiatan yang bertentangan dengan adat, budaya, dan agama. hal

tersebut terlihat dari kebiasaan buang air kecil. Para siswa terutama laki-

laki ketika ingin buang air kecil melakukannya di belakang gedung

sekolah, tempat terbuka dan hal itupun dilakukan sambil berdiri.148

Dari penuturan yang didapat dari murid SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran ia mengatakan: “hal-hal seperti buang air kecil ditempat

terbuka itu sudah biasa kami lakukan, karena para guru tidak

146 Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 147Observasi. Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 148Observasi, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di

SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 131: TESIS - Repository UIN JAMBI

115

memperbolehkan kami buang air kecil atau buang air besar di WC

sekolah”.149

Dari penuturan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran mengatakan:“Dalam hal siswa-siswa yang melakukan buang

air kecil di belakang gedung sekolah dan ditempat terbuka memang betul

kami dari pihak sekolah tidak memperbolehkan siswa untuk

menggunakan WC sekolah karena anak-anak tersebut ketika sudah

selesai buang air kecil dan buang air besar maka mereka tidak mau

membersihkannya lagi sehingga WC sekolah hanya dikhususkan kepada

guru dan tamu saja”.150

Dari hasil wawancara dan observasi diatas maka hal tersebut

bukanlah pembiasaan yang baik tetapi sangat bertentangan dengan

akidah Islam dan tidak mencerminkan budaya yang baik. Upaya untuk

menanamkan budaya, pembiasaan yang baik sebenarnya dapat

dilakukan secara produktif melalui latihan untuk mengembangkan rasa

keimanan di dalam jiwa, selalu memberikan motivasi, dan penggerakan

yang penting untuk selalu berada di koridor agama yang benar.

c. Memberikan Motivasi

Memotivasi bawahan yaitu guru, pegawai sekolah, serta siswa

merupakan salah satu tugas utama pemimpin, kepala sekolah tidak

hanya mengetahui bagai mana caranya menumbuhkan motivasi secara

umum, tetapi mereka juga harus dapat mengajak staf pengajarnya

memahami tentang bagaimana caranya manumbuhkan motivasi tersebut

agar mereka dapat menerapkannya,. Tidak ada kepala sekolah yang

bisa membina anak buahnya satu persatu. Oleh karena itu kepala

sekolah juga menerapkan pola pembinaan berjenjang. Kepala sekolah

harus dapat mengajarkan cara-cara menumbuhkan motivasi wakilnya

149 Wawancara, Siswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 150 Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan

Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 132: TESIS - Repository UIN JAMBI

116

agar mereka dapat melakukan hal yang sama kepada staf mengajarnya

masing-masing. Demikian seterusnya secara berantai sehingga pada

akhirnya semua individu yang ada dalam sekolah akan terbina

motivasinya.

Menurut penuturan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran menuturkan: “Saya sering memotivasi para guru ketika kami

sedang duduk di kantor ketika jam istirahat agar para guru harus menjadi

model siswa agar siswa berperilaku yang baik, sopan, dan juga

memotivasi siswa ketika upacara bendera tentang hal-hal yang

menyangkut masalah disiplin, berperilaku baik, belajar menghayati dari

agama yang dianut”.151

Komitmen terhadap misi yang dijalankan, kecintaannya kepada

pekerjaan dari semua individu yang terlibat, dedikasi untuk standar kerja

yang tinggi, kegigihan mencapai tujuan sekolah, serta selalu menjadi

motivator baik dari segi materi maupun non materi. Menjadi seorang

motivator yaitu kepala sekolah mempunyai kemampuan dalam

membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi yang luar biasa dalam diri

staf dan peserta didik.

Seperti penuturan dari guru SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran

ia mengatakan: “kepala sekolah sering memotivasi guru dan siswa ketika

upacara bendera, salah satunya tentang berperilaku yang baik, ini salah

satu cara kepala sekolah untuk dapat meningkatkan pengetahuan guru

dan siswa tentang kebiasaan dari agama yang diyakini”.152

Pemberian motivasi dan memberikan siraman rohani oleh kepala

sekolah dapat diharapkan agar para pendengar motivasi tersebut akan

mengikuti motivator tersebut. Pemberian motivasi terus menerus sangat

baik bagi orang yang mendengar dan diharapkan memberikan efek baik

kedalam jiwa bawahan dan peserta didik. Memberikan motivasi juga baik

151 Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan

Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 152 Wawancara, Guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018.

Page 133: TESIS - Repository UIN JAMBI

117

dengan melakukan penulisan kata-kata mutiara dan ditempel ditempat

strategis sekolah. Dalam konteks sekolah, diusahakan banyak tempat

yang bisa ditempelkan kata mutiara, larangan dan kata bijak.

d. Memberikan Reward dan Sanksi

Untuk mendorong dan mempercepat proses dari belajar

menghayati, membiasakan suatu ibadah maka seyogyanya pihak

lembaga pendidikan memberikan reward kepada siswa yang mentaati

aturan, mendengarkan saran guru dan memberikan sanksi kepada siswa

yang tidak mengikuti proses pembelajaran menghayati agama dengan

khusyuk.

Hasil wawancara dengan kepala sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran, melalui wawancara dengan penulis sebagai

berikut: “Ada tahap-tahap yang harus dilakukan agar siswa belajar

menghayati agama yang diyakini, jika seorang siswa melakukannya

kegiatan disekolah dengan baik terus menerus maka kami akan

memberikan hadiah yaitu berupa materi dan non materi, jika melakukan

yang kurang baik maka akan dinasehati dan apabila melakukannya lagi

maka kami akan menghukum siswa dengan hukuman yang mendidik”.153

Hal ini dialami oleh Siswi SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran

melalui wawancara dengan penulis yang mangatakan: “Saya pernah

diberi hadiah oleh guru ketika dalam acara penerimaan lapor, saya

dikasih tahu oleh guru bahwa perilaku saya selama sekolah dan ketika

mengikuti kegiatan agama selalu baik maka guru memuji saya di depan

teman-teman dan saya juga dikasih buku tulis sebagai hadiah karena

telah menjadi siswa yang baik”.154

Reward yang diberikan harus menarik, sehingga mampu membuat

para siswa untuk berlomba-lomba untuk memburunya, disinilah

153 Wawancara, Kepala Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan

Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018. 154Wawancara, siswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018

Page 134: TESIS - Repository UIN JAMBI

118

pentingnya pelatihan, pembiasaan, motivasi dan praktik yang sangat

mendukung proses membudayakan sikap relegi. Pemberian sanksi

kepada peserta didik sangat perlu dilakukan sebagai wujud tanggung

jawab pihak sekolah untuk mendidik siswa agar memiliki rasa keimanan

yang baik. Siswa bisa menghormati dan memahami setiap praktik

keagamaan sehari-hari yang dilakukan disekolah dan itu bermanfaat

baik.

Hal ini dialami oleh siswa SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran,

melalui wawancara dengan penulis yang mengatakan: “Jika dalam suatu

kegiatan keagamaan saya berbuat hal yang kurang baik, maka guru

akan menghukum saya dengan mengambil sampah di lapangan sekolah.

Hukuman tersebut membuat saya malu dengan teman”.155

Menurut penulis ketika hadiah yang diterima sesuai dengan apa

yang dilakukan peserta didik, maka dalam hal pemberian reward dan

sanksi tersebut dapat dijadikan strategi kepala sekolah agar tercapainya

tujuan yang diinginkan. Jika melakukan hal yang baik maka akan

mendapat hadian dan jika melakukan hal yang melanggar suatu agama,

budaya, dan kebiasaan maka akan mendapatkan sanksi. Reward

seyogyanya diberikan ketika diakhir tahun, sedangkan sanksi diberikan

setiap saat sebagai proses hukuman dan pembinaan perilaku.

Kepala sekolah juga disebut sebagai pemimpin. Sedangkan

pengertian pemimpin itu sendiri adalah kepemimpinan atau leadership

merupakan seni dan keterampilan orang dalam memanfaatkan

kekuasaannya dalam mempengaruhi orang lain agar melaksanakan

aktivitas tertentu yang diarahkan kepada tujuan yang telah ditetapkan.

Kepala sekolah juga disebut kepemimpinan pendidikan.

Soetopo dan Soemanto dalam Syafaruddin menjelaskan bahwa

kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan

155

Wawancara, Siswa, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, Agustus 2018

Page 135: TESIS - Repository UIN JAMBI

119

menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara

bebas dan suka rela. Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin yang

proses keberadaannya dapat dipilih secara langsung, ditetapkan oleh

yayasan, atau ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai pemimpin

pendidikan, maka kepala sekolah adalah tergolong pemimpin resmi

(formal leader) atau pemimpin sebagai kedudukan (status leader ).

Kepemimpinan kepala sekolah berarti proses membina hubungan

timbal balik antara pemimpin dengan yang dipimpin dengan

mengandalkan kemampuan komunikasi interpersonal sehingga terjalin

saling pengertian dan kerja sama antar personil di sekolah. Jadi, dapat

dipahami bahwa kepala sekolah dan pemimpin itu mempunyai

pengertian bahwa jabatan fungsional yang bertugas mempengaruhi

perilaku agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.

Dari uraian di atas maka dapat dipahami bahwa strategi kepala

sekolah adalah seluruh rangkaian upaya dan segala cara kepala sekolah

yaitu dari mulai teknik, metode, dan model yang digunakan oleh kepala

sekolah serta melibatkan sumberdaya alam, sumber daya manusia,

fisik, non fisik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Menurut peneliti strategi kepala sekolah dalam budaya relegiusitas dapat

diterapkan dengan cara:

a. Kepala sekolah beserta guru dan karyawan di lingkungan sekolah

menjadi teladan atau menjadi model bagi siswa dalam

mencontohkan sikap keagamaan di sekolah maupun di luar

sekolah.

b. Kepala sekolah membuat peraturan tentang kegiatan rutin yang

religius di sekolah.

c. Guru bidang studi agama harus bisa menjadi penggerak kedua

setelah kepala sekolah dalam memperingati hari-hari besar islam.

d. Guru-guru mata pelajaran yang umum harus memulai pelajaran

dengan memasukkan nilai nilai religius kedalam pelajaran.

e. Menciptakan lingkungan sekolah dengan nuansa yang relegius.

Page 136: TESIS - Repository UIN JAMBI

120

Membiasakan melakukan kegiatan rutin setiap harinya untuk lebih

mengenalkan siswa siswi tentang agama Islam. Contohnya

melakukan siraman rohani selama 5 menit sebelum masuk ke kelas

masing masing.

Model model penciptaan suasana budaya religius Religius di SMP

Satu Atap Kecamatan Pelangiran diantaranya:

a. Model struktural

Penciptaan suasana relegius dengan model struktural, yaitu

penciptaan suasana relegius yang disemangati oleh adanya peraturan-

peraturan, pembangunan kesan, baik dari dunia luar atas kepemimpinan

atau kebijakan suatu lembaga pendidikan atau suatu organisasi. Model

ini biasanya bersifat „‟top down„‟, yakni kegiatan keagamaan yang dibuat

atas prakarsa atau instruksi dari pejabat/ pemimpin atasan.

b. Model Formal

Penciptaan suasana relegius dengan model formal, yaitu

penciptaan suasana religi yang didasari atas pemahaman bahwa

pendidikan agama adalah upaya manusia untuk mengajarkan masalah-

masalah kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja. Sehingga

pendidikan agama dihadapkan dengan pendidikan non keagamaan.

Jadi penciptaan suasana religi formal tersebut berimplikasi

terhadap pengembangan agama yang lebih berorientasi pada

keakhiratan sedangkan masalah keduniaan dianggap tidak penting.

c. Model mekanik.

Model mekanik ini adalah yang didasari oleh pemahaman bahwa

kehidupan terdiri dari berbagai aspek, dan pendidikan dipandang

sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan.

Model mekanik ini berimplementasi terhadap pengembangan pendidikan

agama yang lebih menonjol fungsi moral dan spritual atau dimensi afektif

daripada kognitif dan psikomotor.

d. Model Organik.

Page 137: TESIS - Repository UIN JAMBI

121

Model organik ini adalah penciptaan suasana religi yang

disemangati oleh adanya pandangan bahwa pendidikan agama adalah

kesatuan atau sebagai sistem yang terdiri atas komponen-komponen

yang rumit. Yang berusaha mengembangkan pandangan pandangan

semangat hidup yang agamis, yang dimanifestasikan dalam sikap hidup

dan keterampilan hidup yang religi.

Dalam pengambilan keputusan, gaya seorang pemimpin juga

sangat besar pengaruhnya dalam pengambilan keputusan, karena itu

ketetapan dan prosedur perlu diciptakan melalui kesepakatan sesuai

sistem yang berlaku, dan pemimpin bersangkutan dapat memprakarsai

terciptanya sistem dan prosedur untuk meningkatkan kualitas seleksi

keputusan yang ditetapkan, sebab apapun keputusan yang lahir dalam

lembaga adalah menjadi tanggung jawab pemimpin tertinggi tanpa

memberikan tanggun jawab kepada bawahan. Sedangkan posisi

bawahan dalam kontek kepemimpinan diposisikan sebagai pendukung

dan memberikan gagasan namun keputusan akhir terletak pada

pemimpin tertinggi.

Banyak gaya kepemimpinan dan cara untuk menguji kualitas

seorang pemimpin dalam pengambilan keputusan yang telah ditetapkan

bersama, salah satunya konsep pemimpin tertinggi dapat diajukan

kepada bawahan atau publik untuk mendapatkan legitimasi melalui

sosialisasi, sebaliknya bawahan juga dapat menyusun konsep prosedur

untuk disarankan kepada pemimpin guna mendapatkan respon, baik

respon seorang pemimpin tertinggi demikian juga respon organisasi.

Dalam organisasi terdapat sistem kepemimpinan terpusat pada

atasan, dan juga sistem kepemimpinan yang berpusat pada bawahan.

Sistem terpusat atasan adalah menetapkan pengambilan keputusan dari

pemimpin tertinggi, sebaliknya terpusat bawahan memberi peluang

bawahan untuk menggagas, dan berpikir untuk memajukan organisasi.

Page 138: TESIS - Repository UIN JAMBI

122

Sedangkan penerimaan ide menjadi gagasan lembaga bergantung pada

proses yang harus ditempuh sebagai keputusan organisasi. Dengan

demikian, banyak gaya kepemimpinan yang bisa ditempuh untuk

menciptakan kualitas kepemimpinan melalui prosedur dalam

menetapkan keputusan menjadi keputusan bersama.

Kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran dapat

menerapkan Perilaku kontinu pemimpin menunjukan bahwa :

1) Pemimpin membuat keputusan kemudian mengumumkan kepada

bawahannya. Dari gaya tersebut terlihat bahwa otoritas yang digunakan

atasa terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit

sekali;

2) Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih banyak

menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga hampir mirip

dengan gaya pertama. Bawahan disini belum banyak dilibatkan dalam

pengambilan dan pembuatan keputusan;

3) Pemimpin memberikan pemikiran atau ide yang mengundang

pertanyaan. Dalam gaya ini pemimpin telah menunjukan kemajuan

karena membatasi penggunaan otoritas dan memberi kesempatan

kepada bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meski

bawahan telah memiliki keterlibatan dengan sedikit ruang;

4) Pemimpin memberikan keputusan kepada yang bersifat sementara

yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan mulai diberikan peran untuk

melibatkan wewenang dalam gagasan, pembuatan konsep dan

keterlibatan mereka adalam memutuskan, sementara otoritas pemimpin

tertinggi sudah mulai dikurangi wewenangnya. Hal dapat tercipta jika

pemimpin tertinggi memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap

bawahan.

5) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran dan membuat

keputusan, gaya yang demikian jelas memperlihatkan semakin

Page 139: TESIS - Repository UIN JAMBI

123

rendahnya otoritas digunakan seorang pemimpin, sebaliknya

kebebasan bawahan dalam menyertakan diri berpartisipasi dan

mengusulkan ide-ide dan gagasannya menjadi keputusan organisasi

sangat terbuka. Kewenangan demikian, akan menjadi organisasi

menjadi milik semua, sebab dalam implementasi ide selanjutnya akan

menjadikan pengusul ide sebagai tokoh organisasi yang diperhitungkan

karena kecerdasannya

6) Pemimpin merumuskan batas-batas dan meminta kelompok bawahan

untuk membuat gagasan, prakarsa, konsep dan menetapkan

keputusan. Dalam konsep ini menunjukan bahwa partisipasi bawahan

lebih besar dibandingkan dalam model kelima di atas. Bahkan disini

nampak ruh demokrasi telah mulai tumbuh seiring dengan tingginya

tanggung jawab yang diemban bawahan.

Di konteks kekinian, pemimpin lembaga pendidikan termasuk

lingkungan pesantren, perlu diberi full authority agar dapat

mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan

pemimpin visioner, transparan, demokratis, dan kolegial, dan kecerdasan

dan kecermatan pemimpin dalam menentukan gaya menjadi faktor

dominan.

Pemimpin SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran dituntut untuk

memiliki karakter:

1) Visioner, yaitu berwawasan luas dan matang sehingga mampu

merumuskan visi, misi, dan program, dan proaktif mengikuti zaman;

2) Pemersatu yaitu menyatukan seluruh unsur dan potensi yang berbeda

sehingga menjadi kekuatan sinergisitas dan komplementer;

3) Pemberdaya yaitu memotivasi dan dorongan kepada yang lain untuk

mengembangkan potensi;

Page 140: TESIS - Repository UIN JAMBI

124

4) Pengendali yaitu mampu menjaga keseimbangan antara rasio dan

emosi, sehingga tidak hanya berdasar akal tetapi tidak menuruti

emosi;

5) Pengintegrasi yaitu taat atas prinsip-prinsip moral dan hukum dalam

aspek kehidupan termaksuk kehidupan akademik.156

Sifat demikian menggambarkan efektifitas memimpin, dan hal ini

terdapat peluang ditranfer ke dalam sekolah yang memiliki karakter

tersendiri. Selain itu, perubahan sekolah dari budaya patriarkhi ke

demokratisasi memerlukan proses panjang dalam prosesnya bermuatan

pembelajaran seiring pengalaman pengurus dan lembaga.

Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu melakukan

proses pematangan kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan

cara membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan,

ketidakberdayaan, dan buruknya akhlak serta keimanan.157 Dalam

konteks sekolah teori ini juga dipakai untuk meningkatkan kualitas dan

pembelajaran tuntas sekolah agar siswa, orang tua murid, guru, tenaga

kependidikan puas adanya.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan

kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran adalah

kepribadian (personality), pengalaman masa lalu, dan harapan

pemimpin; harapan dan perilaku atasan; karakteristik harapan dan

perilaku bawahan; kebutuhan tugas; iklim dan kebijakan organisasi;

harapan dan perilaku rekan.

Dalam fenomena yang melekat pada sekolah, kepemimpinan

kepala sekolah lebih menempatkan pimpinan sebagai panutan, dan

seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) sekolah mulai dari guru, karyawan

156

Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi, Ed. Sayed Mahdi (Jakarta: Erlangga), hal 110. 157

Dedi Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 120.

Page 141: TESIS - Repository UIN JAMBI

125

hingga siswa menjadikan kepala sekolah sebagai ayah, selain itu

kebijakan sekolah pada umumnya harus mengacu pada persetujuan

kepala sekolah, sehingga posisi kepala sekolah dalam SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran sangat tinggi.

Kepemimpinan penting hadir dalam kumpulan orang banyak karena

pemimpin adalah orang paling bertanggung jawab atas efektivitas

organisasi, dan sebagai jangkar organisasi, serta pemimpin adalah

bentuk paling nyata dari integritas organisasi. Tugas utama seorang

pemimpin bukan mengembangkan organisasi, namun mengkreasikan

nilai bagi organisasi dan mengembangkan kreasi nilai tersebut.

Pemimpin yang berkarisma sering menjaga perilakunya di depan

bawahannya agar terkesan berkompeten dibidangnya, mahir

menyuarakan ideologinya yang berhubungan dengan tujuan organisasi,

sehingga tercipta aspirasi bersama yang diakomodasikan terhadap

bawahan, dan pemimpin demikian selalu memberikan contoh-contoh

perilaku yang baik agar ditiru oleh para bawahanya. Kepemimpinan

demikian, pada umumnya terdapat di pesantren.

Dengan demikian, pemimpin kharismatis cenderung lebih dikagumi

publik yang dalam konteks pesantren lebih tepat disebut pemimpin yang

bernilai lebih, sebab tipe demikian mempunyai khas dan daya tariknya

yang memikat sehingga mampu mempengaruhi lingkungan kerja

terutama bawahan, santri dan mudah mendapatkan sejumlah pengikut

yang besar dalam ajaran yang disampaikan. Intinya, tipe pemimpin

demikian adalah public figure dimata pengikut meski pengikut tidak

mudah memberi alasan argumentatif.

Dalam dunia pendidikan, pemimpin seperti kepala sekolah adalah

personal paling menentukan dalam dalam mengambil kebijakan atau

keputusan mendasar, dengan tuntutan kerja yang dimiliki mendorong

seorang pemimpin untuk berperan lebih aktif dalam menjalankan

menjalankan amanah, kewenangan dan status yang melekat padanya,

Page 142: TESIS - Repository UIN JAMBI

126

hal ini harus dilakukan sebagai langkah optimalisasi tugas dan fungsi

dalam jajarannya, mulai dari pimpinan tertinggi sampai kepada bawahan

semisal guru dan tenaga kependidikan dalam upayanya meningkatkan

mutu proses pembelajaran dan kualitas output.

Pimpinan memiliki otoritas pimpinan tinggi sehingga garis

instruksinya jelas. Gaya kepemimpinan ini terkesan memberi peluang

bawahan untuk berkreasi karena berada dalam penguasaan pimpinan,

sehingga kegiatan cenderung hanya ada jika ada instruksi dari atas.

Kedua, pemimpin paling tinggi memberikan peluang kepada bawahan

mengambil kebijakan dalam skala tertentu, gaya ini memberi peluang

bawahan berkreasi dalam mengaplikasikan idenya.

Dalam pengembangan lembaga pendidikan SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran dibutuhkan kepemimpinan professional dalam

mengemban manajemen pendidikan dengan pendekatan tertentu untuk

memotivasi guru dan siswa dalam mendidik dan mendalami nilai-nilai

religius. Dengan demikian, walaupun di sekolah diberlakukan pendidikan

formal, namun ciri khas sekolah tetap diajarkan untuk membekali siswa

dengan pengetahuan agama dapat terpelihara dengan baik.

Maka kepemimpinan kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran dalam mengembangkan budaya Religius menunjukkan

sebuah tipe pemimpin yang kharismatis. Kepemimpinan ini memiliki

keunggulan tersendiri dalam memberdayakan bawahan. Sebab memiliki

daya pikat yang menjadikan bawahan mengagumi, dan bawahan

termotivasi bekerja dan berkarya mewujudkan pemikirannya dalam

pengembangan lembaga. Selain itu, pemimpin kharismatis dimata

bawahan cenderung dipersepsikan sebagai pemimpin mumpuni, dan

semua instruksi dan nasihatnya dipandang benar dan jika dapat

diaplikasikan gagasannya.

Page 143: TESIS - Repository UIN JAMBI

127

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sekolah merupakan tempat dimana siswa mendapatkan pendidikan

dan kasih sayang, sekolah juga merupakan tempat siswa bergaul. Sekolah

bertanggung jawab akan proses pembelajaran siswa. Sekolah

mengajarkan siswa berbagai macam pendidikan yang menjadikan siswa

dapat hidup bermasyarakat dengan baik.

Sosialisasi dalam sekolah sangat dibutuhkan dalam rangka

memenuhi fungsi sekolah yang sekarang ini semakin berkurang.

Kurangnya fungsi sosialisasi terjadi dikarenakan pihak sekolah kurangi

memenuhi peran dan fungsi dalam pendidkan. Hal tersebut terjadi karena

adanya banyak faktor. Sehingga untuk memenuhi peran dan fungsi

tersebut sekolah menjalin kerjasama dengan lembaga terkait dan

masyarakat untuk mendidik siswa-siswanya sekaligus menjadi tempat

kepercayaan masyarakat.

Berdasarkan dari temuan penelitian penulis sebagaimana yang

terungkap pada pembahasan terdahulu yang berjudul Model

Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya

Religius Di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, maka kesimpulan

yang dapat ditarik dari uraian pada pembahasan sebelumnya adalah:

1. Model kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yang

diterapkan adalah model kepemimpinan visioner, transformasional,

dan kurikulum. Kepala sekolah memiliki integritas yang baik dalam

kepemimpinan dengan melakukan komunikasi secara langsung

dengan seluruh warga di sekolah. Sebagai pimpinan tertinggi di

sekolah kepala sekolah telah melakukan berbagai upaya untuk

memberdayakan personel sekolah dan menjabarkan visi dan misi

sekolah ke dalam kegiatan sekolah. Sehingga terjalin hubungan

127

Page 144: TESIS - Repository UIN JAMBI

128

kerja yang baik antara pimpinan dan bawahan.Strategi yang

dilakukan kepala sekolah dalam pengembangan budaya religius di

sekolah adalah: 1. melakukan koordinasi dengan guru dan

karyawan; 2. melakukan bimbingan dan rapat bulanan secara

individu dan kelompok kepada guru dan karyawan; 3. Pemberian

penghargaan (reward) kepada guru dan karyawan yang berprestasi

baik secara langsung maupun tidak langsung. 4. melakukan

pengawasan terhadap pekerjaan.

2. Kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yaitu

kurangnya dukungan orang tua dalam menerapkan nilai-nilai religius

dan kurangnya sarana prasarana pendidikan yang ada di sekolah.

Hal ini tidak selaras terhadap visi sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran yaitu: “Mewujudkan SMP Satu Atap Simpang

Kateman Kecamatan Pelangiran sebagai salah satu SMP yang

berkualitas dan berprestasi, baik mutu maupun moral kepribadian

anak didik dan guru”. Kendala tersebut juga tidak selaras dengan

misi SMP tersebut yaitu:

1) Meningkatkan kedisiplinan guru dan murid.

2) Meningkatkan pelatihan-pelatihan bagi guru.

3) Melengkapi sarana dan prasarana sekolah.

4) Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak.

Sedangkan tujuan SMP Satu Atap Kecamatan pelangiran

yaitu:”Menciptakan manusia beriman, bertakwa, dan bermoral”.

3. Hasil yang dicapai oleh kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran yaitu

peningkatan penerapan berbusana muslim dan karakter siswa yang

baik . Model kepemimpinan kepala sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran dalam mengembangkan budaya religius

menganut gaya kepemimpinan demokratis (kepala sekolah

menjadi uswah hasanah bagi para anggota, senang menerima

Page 145: TESIS - Repository UIN JAMBI

129

saran, masukan dari bawahan, memberikan motivasi serta tegas

dalam memimpin). Budaya sekolah yang baik adalah budaya yang

mempersiapkan tatanan masyarakat yang beradab, humanis,

religius, dan peduli pada masalah.

Salah satu model budaya sekolah adalah budaya religius

yang mempunyai warna tersendiri dan sesuai dengan tujuan

pendidikan nasional yaitu pembentukan karakter peserta didik.

Penciptaan suasana atau budaya Islami berarti menciptakan

suasana atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam suasana atau

iklim kehidupan keagamaan Islam yang dampaknya ialah

berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernapaskan atau

dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam, yang diwujudkan

dalam sikap hidup serta keterampilan hidup oleh para warga

sekolah. Dalam arti kata, penciptaan suasana religius ini dilakukan

dengan pengamalan, ajakan (persuasif) dan pembiasaan-

pembiasaan sikap agamis baik secara vertikal (habluminallah)

maupun horizontal (habluminannas) dalam lingkungan sekolah.

B. Implikasi

Berdasarkan dari temuan penelitian penulis yang berjudul Model

Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran kesimpulan dan

temuan pada penelitian, adapun implikasi yang dimaksud sebagai

berikut:

Untuk peningkatan peranan kepala sekolah SMP Satu Atap

Kecamatan Pelangiran dalam mengembangkan budaya Islami, penulis

akan memberikan implikasi diantaranya:

Pertama, untuk kepala sekolah di SMP Satu Atap Kecamatan

Pelangiran agar dapat menjalankan fungsinya sebagai kepala sekolah

yang sesungguhnya bagi bawahannya dan siswa, diantaranya dapat

melakukan teladan, membuat kebijakan, serta memberikan contoh-

Page 146: TESIS - Repository UIN JAMBI

130

contoh yang baik agar menjadi panutan dalam bersikap disekolah dan

sehari-hari.

Kedua, kepada guru SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran agar

lebih meningkatkan lagi kerja sama, pengetahunnya demi membantu

kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin di

sekolah tersebut. Ketiga, Kepada masyarakat sekitar agar ikut serta

mendukung strategi kepala sekolah dalam mengembangkan budaya

islami siswa di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran karena sekolah

tersebut adalah tanggung jawab bersama. Adanya sekolah karena

kebutuhan masyarakat. Keempat, Kepada siswa dan siswi agar dapat

menerapkan hal-hal yang baik untuk lebih memahami, mengayati dari

agama islam dari sejak dini yaitu agama yang diyakini. Karena ketika

sudah dewasa hanya tinggal memperdalam lagi.

C. Rekomendasi

Berdasarkan dari temuan penelitian penulis yang berjudul Model

Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya

Religius di SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran, adapun rekomendasi

penulis sebagai berikut:

1. Kepala sekolah SMP Satu Atap Kecamatan Pelangiran selaku

pemimpin atau supervisor untuk selalu memperhatikan kualitas dan

mutu pendidikan dengan mengarahkan guru untuk menerapkan

kompetensi yang dimiliki.

2. Kepala sekolah untuk senantiasa berkomunikasi yang baik dengan

guru dan siswa dan bersikap terbuka dengan berprilaku

mengarahkan sesuatu tugas dengan jelas, terarah dan disertai

pengawasan. Selain itu kepala sekolah berprilaku mendukung

bawahan dengan melakukan pujian, mau mendengarkan keluhan

guru dan turut membantu dalam upaya pemecahan suatu masalah.

3. Motivasi prestasi merupakan motivasi yang didasarkan pada

kekuatan yang ada dalam diri manusia. Oleh karen itu guru

Page 147: TESIS - Repository UIN JAMBI

131

hendaknya mempunyai keinginan yang kuat untuk berprestasi

mengingat akan tugas guru yang erat kaitannya dengan

keberhasilan belajar (keberhasilan pembelajaran) para siswa.

4. Kepala sekolah harus berusaha untuk membuat situasi dan kondisi

organisasi yang stabil dan timbul rasa kekeluargaan, sebab guru

akan mempunyai motivasi berprestasi jika mereka bergaul dan

bekerja sama yang baik diantara mereka.

5. Guru dapat menerapkan kompetensi sosial dan budaya untuk

menanamkan nilai-nilai religius serta karakter terpuji pada diri

siswa.

6. Siswa diharapkan lebih aktif dalam pelaksanaan pembelajaran

sehingga dapat mencapai ketuntasan pembelajaran yang maksimal

dan menerapkan nilai-nilai atau budaya religius yakni budaya yang

berorientasi akhlak terpuji.

7. Orang tua untuk dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan

dalam membangun budaya-budaya religius pada diri siswa.

D. Penutup

Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan tesis. Hanya do‟alah yang dapat penulis

kirimkan semoga segala pengorbanan yang diberikan mendapat

balasan pahala dari Allah SWT dan sangat besar harapan penulis

untuk menjadikan tulisan ini sebagai referensi yang dapat kita telaah

yang mungkin terdapat sekelumit pengalaman yang bisa diteruskan

untuk memajukan dan mencerdaskan generasi penerus harapan

bangsa dan agama. Selanjutnya harapan saya kepada semua pihak

dapat memberikan sumbang berupa saran dan masukan demi untuk

kesempurnaan penulisan dan isi dari tesis ini, semoga Allah SWT

selalu memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya kepada kita semua

Page 148: TESIS - Repository UIN JAMBI

132

serta segala amal dan perbuatan kita diridhoi-Nya. Aamiin Ya

Robbal‟aalamiin. Wassalamu‟alaikum, Wr. Wb

Jambi, November 2018

Penulis

Sa’aludin NIM.MMP. 1622645

Page 149: TESIS - Repository UIN JAMBI

133

DAFTAR PUSTAKA Achmad Sobirin. Budaya Organisasi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009. Abd. Kadim Masaong dan Arfan A. Tilome. Kepemimpinan Berbasis

Multiple Intellegence. Bandung: Alfabeta, 2011. Almu‟tasim Amru.Penciptaan Budaya Religius Perguruan Tinggi

Islam.Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. 3, 2016. Alben Ambarita. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Graha Ilmu,

2015. Akhmad Said. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Melestarikan

Budaya Mutu Sekolah (Jurnal Evaluasi Vol. 2 No. 1). Malang: STAI Ma‟had Aly Al-Hikam, 2018.

Anshori LAL. Transformasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gaung Persada

Press, 2010. Agustinis Johanes Djohan. 5 Pilar Kepemimpinan di Abad 21. Malang:

MNC, 2016. Bahar Agus Setiawan.Transformasional Leadership: Ilustrasi di Bidang

Organisasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2013. Cepi Triatna. Perilaku Organisasi dalam Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2015. Darwis Amri. Metode Penelitian Pendidikan Islam. Pekanbaru Riau: Suska

Press, 2015. Dadang Suhardan.Supervisi Profesional: Layanan dalam Meningkatkan

Mutu Pengajaran di Era Otonomi Daerah. Bandung: Alfabeta, 2010. Dedi Mulyasana. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2012. Departemen Agama RI, Al Qur‟an Tajwid dan Terjemahnya. Bandung:

Sygma Examedia Arkanleema, 2007. Emzir. Metodolgi Penelitian Kuantitatif Analisis Data. Jakarta: Rajagrafindo

Persada, 2012. E. Mulyasa.Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya,

2011.

Page 150: TESIS - Repository UIN JAMBI

134

_________Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta:

Bumi Aksara, 2013. Euis Karwati dan Donni Juni Priansa.Kinerja dan Profesionalisme Kepala

Sekolah Membangun Sekolah yang Bermutu. Bandung : Alfabeta, 2013.

Firman Kurnia Asy Syifa. Kepemeimpinan Kepala Sekolah dalam

Mengembangkan Budaya Islami di SMP 3 Kaliwungu. Semarang: UIN FKIP, 2016.

Hikmat.Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2009. Imam Gunawan.Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Bumi Aksara, 2013. Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Gaung

Persada Pres, 2008. Ismail Nawawi Uha. Manajemen Perubahan. Bogor: Ghalia Indonesia,

2014. Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya,

2010. M. Nandang Wijaya, Herawati dan Ulil Amri Syafri. Peran Kepemimpinan

Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Islami Di SMPN Kecamatan Ciawi; Seminar Internasional. Bogor: Universitas Ibnu Khaldun, 2018.

M. Naib, Novan Ardy Wiyani dan Solichin. Manajemen Masjid Sekolah

Sebagai Laboratorium Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasinya. Yogyakarta: Gava Media, 2015.

Made Pidarta. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta,

2011. Matthew B. Miles adn A. Michael Huberman. Terjemah: Analisis Data

Kuantitatif. London: Beverly Hill, 2009. Maragustam. Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna. Yogyakarta:

Nulhalitera, 2010. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2010.

Page 151: TESIS - Repository UIN JAMBI

135

Moh Pabundu Tika.Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Muhammad Rohman dan Sofan Amri.Manajemen Pendidikan: Analisis

dan Solusi Terhadap Kinerja Manajemen Kelas dan Strategi Pengajaran yang Efektif. Jakarta: Prestasi Pustaka Karya, 2012.

Mukhtar. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi,

2013. Mukhtar dan Iskandar.Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta:

Gaung Persada Press, 2009. Mujamil Qomar. Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokratisasi Institusi, Ed. Sayed Mahdi. Jakarta: Erlangga, 2015. Muwahid Shulhan. Manajemen Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras,

2013. Nanang Fattah. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2013. ____________. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2014. Norman K. Denzin dan Lincoln.Handbook of Qualitative Research.

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Petter A. Topping. Manajerial Leadership. New York: McGraw Hiil, 2002. Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia,

2014. Ramayulis dan Mulyadi. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan

Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2017. Sadili Samsudin.Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka

Setia, 2010. Scoot Eacott. School Leadreship and Strategy in Managerialist Times.

Netherlands: Sense Publishers, 2011. Shabri Shaleh Anwar, dkk. Indonesia Menulis Philosophy of Pen.

Tembilahan: Indragiri.Com, 2017.

Page 152: TESIS - Repository UIN JAMBI

136

Sowiyah. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Media Akademi, 2016

Soebagio Atmodiwirio.Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta:

Azbadizya, 2005. Soekidjo Notoatmojo.Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Rineka Cipta, 2009. Sudarwan Danim.Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional

Kekepalasekolahan. Jakarta : Rineka Cipta, 2009. Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013. Sugiyono.Metode Penelitian Pendidikan; Pendektan Kualitatif, Kuantitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012. _______. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2015. _______. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta, 2015. Tohirin. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2013. Uhar Suharsaputra. Kepemimpinan Inovasi Pendidikan. Bandung: Rafika

Aditama, 2016. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Sisten Pendidikan

Nasional, Pasal 1 ayat 2. Syaiful Sagala.Memahami Organisasi Pendidikan: Budaya dan

Reinventing Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2013. Veithzal Rivai dan Sylviana Murni.Education Management: Analisis Teori

dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Wahyudi.Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar. Bandung: Alfabeta, 2012.

Wibowo.Budaya Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2010. Wirawan.Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: Salemba Empat, 2007.

Page 153: TESIS - Repository UIN JAMBI

137

MODEL KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN

BUDAYA RELIGIUS DI SMP SATU ATAP KECAMATAN PELANGIRAN

PEDOMAN WAWANCARA

A. PERTANYAAN UNTUK KEPALA SEKOLAH 1. Kapan bapak mulai bertugas menjadi kepala sekolah? dan sepanjang

pengetahuan bapak, bagaimana sejarah berdirinya sekolah ini? 2. Bagaimana kondisi pendidik, peserta didik, staf di sekolah ini ? 3. Bisa dijelaskan sedikit bagaimana proses input, dan output pendidikan di sekolah

ini ? 4. Bagaimana model kepemimpinan bapak selama bertugas di sekolah ini? apakah

ada model bapak tersendiri? 5. Menurut perjalanan tugas bapak apakah model kepemimpinan sangat

menentukan tingkat keberhasilan siswa? jika demikian, adakah peningkatan atau kemajuan jika beberapa model kepemimpinan?

6. Model kepemimpinan seperti apa yang bapak terapkan untuk budaya religius di sekolah?

7. Sejauh ini apa saja yang menjadi kendala terbesar bagi bapak dalam mengembangkan budaya religius di sekolah?

8. Lantas langkah-langkah apa yang bapak ambil untuk mengatasi kendala tersebut?

9. Bisa dijelaskan sedikit pak, apakah kondisi warga sekolah sudah sangat menunjang dan mendukung untuk mengembangkan budaya religius? Jika demikian dari faktor apa saja yang dapat menunjang dan mendukung peningkatan tersebut?

10. Sejauh ini bagaimana perhatian dan andil dari masyarakat terhadap upaya bapak dalam mengembangkan budaya religius di sekolah?

B. PERTANYAAN UNTUK GURU / WAKAKURIKULUM / STAF

1. Berapa lama bapak/ibu telah mengabdi di sekolah ini? 2. Bisa dijelaskan, menurut bapak/ibu bagaimana model/pola/contoh kepemimpinan

kepala sekolah di sekolah ini? Apakah terdapat model tersendiri oleh kepala sekolah?

3. Bagaimana pandangan bapak/ibu mengenai kepemimpinan dan kebijakan yang diambil kepala sekolah terhadap pengembangan budaya religius di sekolah ini?

4. Model kepemimpinan seperti apa yang kepala sekolah terapkan untuk mengembangkan budaya religius di sekolah?

C. PERTANYAAN UNTUK ORANG TUA/WARGA

1. Bagaimana penilaian bapak/ibu tentang sekolah ini? Apakah sudah cukup baik? 2. Bagaimana menurut pandangan bapak/ibu mengenai kepemimpinan kepala

sekolah ini?

Page 154: TESIS - Repository UIN JAMBI

138

3. Bagaimana penilaian bapak/ibu tentang model atau contoh kepemimpinan kepala SMP Satu Atap di Pelangiran ini? Bagaimana jika dibandingkan dengan sekolah lain?

4. Menurut pandangan bapak/ibu apakah ada pengembangan budaya religius atau budaya yang bernilai agamis di SMP Satu Atap di Pelangiran ini?

5. Apakah ada respon atau semacam dukungan dari bapak/ibu terhadap pengembangan budaya religius atau budaya yang bernuansa Islam di SMP Satu Atap di Pelangiran ini?

D. PERTANYAAN UNTUK SISWA/SISWI

1. Menurut kalian apakah sekolah ini menyenangkan? 2. Bagaimana pendapat kalian tentang kepemimpinan kepala sekolah kalian? 3. bagaimana pendapatmu tentang adanya pengembangan budaya religius atau

yang bernuansa agama di sekolah ini? 4. Apakah ada penghargaan atau pujian terhadap kami yang berbuat baik atau

berhasil dalam pembelajaran di sekolah? 5. Apakah ada sanksi yang diberikan oleh guru kamu jika ada yang berbuat tidak

seperti membuang sampah sembarangan?

Obesrvasi:

1. Kepemimpinan kepala Sekolah 2. Program Kerja kepala Sekolah 3. Kualitas Layanan Sekolah 4. Lingkungan sekolah 5. Profil Sekolah, Sejarah, Visi, misi, Tata Tertib atau peraturan sekolah, Struktur

Sekolah, Program sekolah, Program tahunan, program semesteran, Kurikulum, Guru, Siswa, , Organisasi sekolah.

6. Kegiatan-kegitan kepala sekolah 7. Program pendidik dan peserta didik di sekolah 8. Peran kepala sekolah sekolah dalam memperdayakan guru di sekolah 9. Kegiatan-kegiatan di sekolah, kepala sekolah, guru, murid, orang tua siswa, warga 10. keterangan masyarakat terkait kepemimpinan kepala sekolah

Dokumentasi (Dokumen/Foto yang mendukung)

1. Dokumen Kepemimpinan kepala Sekolah 2. Dokumen Program Kerja Kepala Sekolah 3. Dokumen Layanan Sekolah 4. Dokumen Sekolah, dan akreditasi sekolah 5. Dokumen Buku Profil Sekolah yang Visi Misi, Program Kerja, Job Description,

Jumlah Pendidik dan Tenaga Kependidikan dan Sarana Prasarana 6. Dokumen Prestasi Sekolah baik bidang Akedemik maupun Kegiatan

Ekstrakurikuler

Page 155: TESIS - Repository UIN JAMBI

139

7. Dokumen kegiatan Kepala Sekolah dan Majelis majelis guru 8. Dokumen kegiatan sekolah 9. Dokumen Penelitian

Page 156: TESIS - Repository UIN JAMBI

140

DOKEMENTASI

Penerapan budaya sehat melalui senam dan kegiatan cinta tanah air

Budaya Religius dan Budaya Kerja

Page 157: TESIS - Repository UIN JAMBI

141

DOKUMENTASI

Kegiatan yasinan bersama

Kegiatan pembelajaran PAI

Page 158: TESIS - Repository UIN JAMBI

142

DOKUMENTASI

Bersama kepala sekolah dan majelis guru

Kondisi lokasi SMP Satu Atap Kec. Pelangiran

Page 159: TESIS - Repository UIN JAMBI

143

DOKUMENTASI

peringatan HUT Ke-73 RI

Kegiatan perjusami SMP Satu Atap Kec. Pelangiran

Page 160: TESIS - Repository UIN JAMBI

144

CURRICULUM VITAE

Informasi Diri

Sa’aludin dilahirkan di Teluk Pinang, Kecamatan Gaung Anak Serka, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau pada hari selasa, Tanggal 07 Agustus 1981. putra dari pasangan Yusak bin Kamarudin dan Siti Fatimah binti Nasrun. Istri Sa’aludin bernama Yerti Oktaviana binti Fahmi.

Riwayat Pendidikan

Penulis Mengenyam Pendidikan Dasar di SD Negeri 003 Kecamatan Gaung Anak Serka pada tahun 1986-1992, ijazah Madrasah Tsanawiyah Abbasiyah Kecamatan Gaung Anak Serka diperoleh pada tahun 1992-1995, ijazah Madrasah Aliyah Swasta Kecamatan Gaung Anak Serka diperoleh pada tahun 1995-1998, memperoleh gelar akademik Sarjana Pendidikan Islam dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Auliaurrasyidin Tembilahan pada tahun 2009-2011.

Pegalaman Kerja

Pengalaman kerja yaitu sebagai Tenaga Pendidik Madrasah Ibtidaiyah Baiturrahman di Kecamatan Pelangiran sejak tahun 1999-2007. Selanjutnya menjadi Tenaga Pendidik Madrasah Tsanawiyah Baiturrahman Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir sejak tahun 2004 sampai saat ini.