TERHADAP ADIKSI SMARTPHONE SISWA SMP X SKRIPSI...
Transcript of TERHADAP ADIKSI SMARTPHONE SISWA SMP X SKRIPSI...
PENGARUH POLA ASUH DAN TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE
TERHADAP ADIKSI SMARTPHONE SISWA SMP X
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Mazaya Ghalia Adisti
NIM: 11140700000151
2019 M
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) Juli 2019
(C) Mazaya Ghalia Adisti
(D) Pengaruh Pola Asuh dan Tipe Kepribadian Big Five terhadap Adiksi
Smartphone Siswa SMP X.
(E) xiii + 82 halaman + lampiran
(F) Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada pengaruh pola asuh dan
tipe kepribadian big five terhadap adiksi smartphone pada siswa SMP X.
Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi SMP X yang terdiri dari kelas 7-9.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 203 siswa. Pengambilan sampel
menggunakan teknik non-probability sampling. Peneliti mengadaptasi alat ukur
yang terdiri dari Parental Authority Questionnaire (PAQ), Big Five Inventory
(BFI) dan Smartphone Addiction Scale (SAS). Uji validitas alat ukur
menggunakan teknik Confirmatory Factor Analysis (CFA). Analisis
menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel pola asuh dan tipe
kepribadian big five dengan signifikansi sebesar 24,9% sisanya 75,1%
dipengaruhi oleh variabel lain. Berdasarkan hasil uji hipotesis masing-masing
variabel terdapat tiga dimensi yang berpengaruh signifikan, yaitu authoritarian,
permissive dan neuroticism terhadap adiksi smartphone pada siswa SMP X.
(G) Buku bacaan: buku + jurnal + artikel online
v
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology Jakarta Islamic State University
(B) July 2019
(C) Mazaya Ghalia Adisti
(D) The effect of parenting style and big five personality type on smartphone
addiction in X junior high school students
(E) xiv + pages + appendix
(F) This study aims to find out whether the influence of parenting and big five
personality types on smartphone addiction for junior high school students.The
population of this study was X junior high school students consisting of grades
7-9. The sample in this study amounted to 203 students. Sampling used a non-
probability sampling technique. The researcher adapted a measuring instrument
consisting of Parental Authority Questionnaire (PAQ), Big Five Inventory (BFI)
and Smartphone Addiction Scale (SAS). The validity of the measuring
instrument using the Confirmatory Factor Analysis (CFA) technique. The
analysis used multiple regression analysis techniques. The results showed that
there were significant effects of parenting variables and big five personality
types with a significance of 24.9%, the remaining 75.1% were influenced by
other variables. Based on the results of hypothesis, each variable has three
dimensions that have a significant effect, those are authoritarian, permissive and
neuroticism on smartphone addiction in X junior high school students.
(G) Reading materials: ; books: + journals: + internets:
vi
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan penulis berbagai macam nikmat di antaranya nikmat iman dan
islam serta sehat wal afaiat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
dengan lancar dan tepat pada waktunya.
Pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang
telah membantu penulis baik secara materi, tenaga ataupun moril, maka dari itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Bapak Bambang Suryadi, Ph.D, Wakil
Dekan Bidang Akademik Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan jajaran yang telah memfasilitasi mahasiswa dalam
rangka menciptakan lulusan yang berkualitas.
2. Ibu Mulia Sari Dewi, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan selama delapan semester.
3. Bapak Dr. Achmad Syahid, M.A sebagai pembimbing skripsi saya yang telah
memberikan banyak bimbingan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi.
4. Segenap Ibu/Bapak Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Psikologi
yang telah memberikan banyak ilmu yang sangat berarti kepada peneliti.
vii
5. Pimpinan dan Staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan pelayanan yang baik terhadap penulis sehingga penulis dapat
sampai di titik ini.
6. Kepala Sekolah SMP X dan staff yang telah memberikan peneliti izin untuk
melakukan penelitian di sekolah sehingga peneliti bisa mendapatkan data
responden.
7. Para responden yaitu Siswa/i SMP X yang telah menolong penulis dalam
penelitian ini. Terimakasih karena telah meluangkan waktunya untuk mengisi
kuesioner penulis.
8. Kedua orangtua serta keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya
baik moril maupun materil kepada peneliti
9. Sahabat terdekat Dery Frisnadi, Syifa Nadia, Maulida Hanifa, Ghazi Ahda, dan
Dandi Dharmawan, yang telah memberikan dukungan selama ini baik dalam
sehari-hari maupun dalam penyusunan skripsi.
10. Semua pihak dan rekan seperjuangan tercinta yang tidak bisa penulis ucapkan
satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini
Akhir kata, Penulis ucapkan terimakasih atas perhatiannya dan mohon maaf
pula atas segala kekurangan. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis, dan umumnya bagi seluruh pembaca. Aamiin.
Waassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Jakarta, Juli 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah…………………………. 9
1.2.1 Pembatasan Masalah…………………………………….. 9
1.2.2 PerumusanMasalah …………………………………........ 10
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian……………………………….. 10
1.3.1 Tujuan Penelitian………………………………………… 10
1.3.2 Manfaat Penelitian……………………………………….. 10
1.3.2.1 Manfaat Teoritis ………………………………………… 10
1.3.2.2 Manfaat Praktis ………………………………………… 11
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA………………………………….…………… 12-29
2.1 Adiksi Smartphone ……………………………………………..
2.1.2 Dimensi Adiksi Smartphone ………………………………
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Adiksi Smartphone…………….
2.1.4 Pengukuran Adiksi Smartphone………………………………
12
13
15
16
2.2 Pola Asuh ……………....................................……………........ 17
2.2.1 Dimensi Pola Asuh…….…................................................. 18
2.2.2 Jenis-jenis Pola Asuh.........……………………….............. 19
2.2.3 Pengukuran Pola Asuh …………………………………... 21
2.3.Tipe Kepribadian Big Five …………… ………………………. 22
2.3.1 Definisi Tipe Kepribadian Big Five ………....................... 22
2.3.2 Dimensi Tipe Kepribadian Big Five …….......................... 23
2.3.3 Pengukuran Tipe Kepribadian Big Five …………………. 26
2.4 Kerangka Berpikir………………………………….…………. 26
2.6 Hipotesis Penelitian………………………………….………... 28
2.6.1 Hipotesis Mayor ……………....…………….................. 28
2.6.2 Hipotesis Minor ……………....……………................. 29
BAB 3 METODE PENELITIAN………………………………………... 30-51
3.1 Populasi dan Sampel …………..……………....…………….... 30
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………………….. 31
3.3 Teknik Pengumpulan Data………………………………………
3.3.1 Instrumen Pengumpulan Data………………………………
34
34
3.4 Uji Validitas ……………………………………………………. 37
ix
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i
HALAMAN PESETUJUAN………………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………....... iii
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………....... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………… v
ABSTRAK………………………………………………………………….. v
KATA PENGANTAR………………………………….………………….. vii
DAFTAR ISI………………………………….……………………………. ix
DAFTAR TABEL………………………………….………………………. xi
DAFTAR GAMBAR………………………………….…………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………….………………… xiii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………... 1-11
1.1 Latar Belakang………………………………………………… 1
3.4.1 Uji validitas konstruk Adiksi Smartphone………………… 39
3.4.2 Uji validitas konstruk Pola Asuh …….……….…………...
3.4.2.1 Uji validitas dimensi Authoritarian………………….
3.4.2.2 Uji validitas dimensi Authoritative…………………..
3.4.2.3 Uji validitas dimensi Permissive…………………....
41
41
43
44
3.4.3 Uji validitas konstruk Tipe Kepribadian Big Five ………. 45
3.4.3.1. Uji validitas dimensi Agreebelness……………. 45
3.4.3.2. Uji validitas dimensi Conscientiousness…………..
3.4.3.3. Uji validitas dimensi Neuroticism……………………
3.4.3.4. Uji validitas dimensi Extraversion…………………..
3.4.3.5. Uji validitas dimensi Openess to new experience…..
46
47
48
49
3.5 Teknik Analisis Data………………………………….………. 51
BAB 4 HASIL PENELITIAN………………………………….………... 53-62
4.1 Deskripsi Umum Subjek Penelitian………………………….. 53
4.2 Analisis Deksriptif………………………………….…………. 54
4.3 Katogorisasi partisipan penelitian…………………….……….. 56
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian…………………………………. 57
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian……………………… 57
4.4.2 Pengujian proporsi varians independent variable………… 62
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN……………………… 64-72
5.1 Kesimpulan………………………………….………………… 64
5.2 Diskusi………………………………….…………………...… 64
5.3 Saran…………………………………………………...……… 69
5.3.1 Saran teoritis…………………………………………...… 69
5.3.2 Saran praktis………………………………….………..… 70
DAFTAR PUSTAKA………………………………….………… 71
LAMPIRAN………………………………….………………...… 72
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Smartphone Addiction Scale ........................................ 34
Tabel 3.2 Blue Print Parenting Style................................……………….. 35
Tabel 3.3 Blue Print Big five Inventory…....……..……………… 36
Tabel 3.4 Muatan faktor item Adiksi Smartphone............................…… 39
Tabel 3.5 Muatan faktor item Authoritarian.....................……….................. 41
Tabel 3.6 Muatan faktor item Authoritative ……………………………….. 42
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
Tabel3.10
Tabel3.11
Tabel3.12
Muatan faktor item Permissive………….………………..................
Muatan faktor item Agreebelness………….……………….............
Muatan faktor item Conscientiouness………….………………........
Muatan faktor item Neuroticism ………….………………..............
Muatan faktor item Extraversion………….………………...............
Muatan faktor item Openess to new experience………….………..
43
45
46
47
48
48
Tabel 4.1 Subjek Penelitian………………………………………............... 51
Tabel 4.2 Deskripsi statistik variabel penelitian……………………………. 53
Tabel 4.3 Norma skor……………………………………………………...... 54
Tabel 4.4 Kategorisas skor variabel penelitian……………………………... 55
Tabel 4.5 Tabel R Square……………………………………....………….... 56
Tabel 4.6 Tabel Anova……………………………………….…………...... 56
Tabel 4.7 Tabelkoefisien regresi independent variable……………….... 57
Tabel 4.8 Proporsi varians variabel setiap independent variable………. 60
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir............. ..................................................... 28
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner Penelitian ........................................................................75
Lampiran 2 Syntax Uji Validitas ........................................................................78
Lampiran 3 Path diagram ....................................................................................83
Lampiran 4 Tabel Spss ........................................................................................88
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan zaman di bidang ilmu teknologi semakin berkembang pesat. Berbagai
macam penemuan dengan tujuan mempermudah ruang gerak dan ruang lingkup
manusia diciptakan satu persatu setiap tahunnya. Ini membuktikan bahwa daya
pikir masyarakat dan juga pola perilaku manusia semakin maju dan berkembang
dengan pesat. Peningkatan penemuan menjadi lebih cangih ini tentu memang tidak
lepas dari para penemu-penemu sebelumnya (Dini, 2018).
. Penyempurnaan telepon ini semakin menjadi-jadi di abad yang sekarang
serba modern ini. Dimulai dari munculnya telepon koin, telepon genggam (HP),
hingga saat sekarang ini orang-orang lebih akrap mengenalnya dengan istilah
smartphone atau gadget ( Maulida, 2013).
Pada awalnya smartphone diperuntukkan bagi kalangan pebisnis agar
memudahkan kegiatan usahanya. Tetapi pada nyatanya para remaja juga
memilih smartphone karena aplikasi dan fitur-fiturnya yang canggih terdapat di
dalamnya. Banyaknya fitur-fitur dan aplikasi yang tersedia ini membuat para
remaja sulit lepas dari smartphone (Daeng, 2017).
Menurut Sativa (2017) waktu atau durasi yang ideal untuk melakukan
menggunakan smartphone adalah sepanjang 257 menit atau sekitar 4 jam 17 menit
dalam sehari. Dengan durasi itu, peneliti meyakini remaja tak hanya memiliki
kemampuan yang mumpuni dalam hal teknologi, tetapi juga bisa bersosialisasi. Di
2
atas 4 jam 17 menit, barulah gadget dianggap mampu mengganggu kinerja otak
remaja.
Penggunaan smartphone secara berlebihan akan berdampak buruk bahkan
adiksi bagi pola perilaku remaja dalam kesehariannya, remaja yang cenderung terus
menerus menggunakan smartphone akan sangat tergantung dan menjadi kegiatan
yang harus dan rutin dilakukan oleh remaja dalam aktifitas seharihari, tidak
dipungkiri saat ini remaja lebih sering bermain smartphone dari pada belajar dan
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, Hal ini mengkhawatirkan sebab pada
masa remaja mereka masih tidak stabil. Untuk itu penggunaan smartphone pada
remaja perlu mendapatkan perhatian khusus bagi orang tua agar tidak menjadi
adiksi (Al-ayouby, 2017).
Definisi mengenai adiksi awalnya ditunjukkan pada kasus penyalahgunaan
obat-obatan, tetapi definisi tersebut memunculkan suatu bentuk kontroversi
mengenai konsep tersebut. Kemudian definisi tersebut beralih dengan mengikut
sertakan beberapa tingkah laku yang tidak mengandung sesuatu hal yang
memabukkan seperti halnya bermain video game (Keepers,1990), compulsive
ambling (Griffits,1990), overeating (Lesuire dan Bloome,1993), dan
Televisionviewing (Winn) (dalam Ajizah, 2013) karena itu munculah definisi
addiction sebagai aktifitas kompulsif yang tidak terkendali tanpa memperdulikan
konsekuensi negatif yang ditimbulkan. Adiksi smartphone adalah suatu aktivitas
atau kegiatan dalam menggunakan smartphone yang dilakukan secara terus-
menerus tanpa adanya kesadaran saat melakukan kegiatan dengan jangka waktu
3
lebih dari normal yang tidak sehat atau merugikan diri sendiri dan dapat
mempengaruhi keadaan fisik, psikis, maupun sosial.
Tingkat adiksi terhadap smartphone yang terjadi di seluruh dunia saat ini
nampaknya semakin parah. Aktivitas yang berlebihan dengan smartphone juga
sering diarahkan terhadap penurunan prestasi akademik. Hal ini cukup beralasan,
mengingat rata-rata mahasiswa mengabiskan waktu 94,6 menit per hari untuk
menggunakan SMS dan sekitar 48,5 menit untuk akses email. Aktivitas lain seperti
menggunakan facebook dan internet menghabiskan waktu berguna dari mahasiswa
hingga 73 menit. Selain itu, peneliti dari Universitas Baylor, Robert, menegaskan
smartphone juga membawa dampak buruk lain (Biantoro, 2014).
Benua Asia memiliki jumlah adiksi smartphone terbanyak dan diprediksi
akan terus meningkat. Survei tersebut menjelaskan 72% di antara anak-anak berusia
11-12 tahun di Korea Selatan menghabiskan waktunya 5,4 jam sehari untuk
menggunakan smartphone. Jumlah ini belum digabungkan dengan total
penggunaan smartphone oleh remaja di berbagai negara lain di Asia, termasuk
Singapura, yang rupanya memiliki tingkat penggunaan smartphone tertinggi di
dunia. Padahal, populasinya hanya sebanyak 6 juta jiwa saja (Jeko, 2015).
Hasil survei lainnya menunjukkan bahwa sekitar 47 persen dari orang tua
mengatakan, anak mereka kebanyakan menghabiskan waktu seharian di depan
layar gadget atau smartphone. Sedangkan 43% lainnya mengaku anak mereka telah
memiliki ikatan emosi dengan smartphone yang dimiliki (Alia, 2015).
Data tahun 2013 mencatat penggunaan internet menggunakan smartphone
di Indonesia yang berasal dari kalangan anak-anak dan remaja diprediksi mencapai
4
30 juta (Setiawan, 2013). Sedangkan pada tahun 2014, Indonesia menempati urutan
kelima seluruh dunia sebagai negara pengguna smartphone dengan pengguna aktif
yaitu sebanyak 47 juta pengguna atau sekitar 14% dari seluruh total pengguna
ponsel (Heriyanto, 2014).
Dampak adiksi smartphone semakin meresahkan, Poli jiwa RSUD Dokter
Koesnadi, Bondowoso sejak Desember lalu merawat dua pasien remaja kecanduan
smartphone yang menunjukan bahwa pasien mengalami kecanduan tingkat akut.
Kedua pasien dibawa berobat oleh orang tuanya ke poli jiwa karena mengalami
perubahan kepribadian secara drastis. Mereka tidak mau sekolah, menjadi
pemurung, mengurung diri dalam kamar, dan menghabiskan hampir seluruh waktu
memegang smartphone (Widarsha 2018).
Menurut Lin, et.al. (2014) terlalu sering menggunakan smartphone muncul
sebagai masalah sosial yang signifikan dengan semakin populernya smartphone.
Adiksi smarphone dapat dianggap sebagai salah satu bentuk adiksi teknologi.
Sedangkan menurut Lee (2013), di antara banyak adiksi teknologi, adiksi
smartphone merupakan yang lebih baru dan lebih serius kali ini.
Park dan Lee (2013) mengemukakan bahwa definisi adiksi smartphone
sebagai perilaku penggunaan ponsel secara berlebihan yang dapat dianggap sebagai
gangguan kontrol impulsif yang tidak memabukkan dan mirip dengan judi
patologis.
Chiu (2014) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa adanya gangguan
adiksi smartphone adalah sebagai salah satu alasan untuk pengalihan rasa stres pada
diri seorang individu dikalangan remaja, dan tidak adanya kontrol diri yang kuat
5
terhadap pemakaian smartphone sebagai awal mula terjadinya adiksi akan alat
komunikasi tersebut. Smartphone juga berfungsi untuk menghasilkan kesenangan
dan menghilangkan rasa sakit dan perasaan stres untuk sementara waktu, namun
apabila gagal untuk mengendalikan atau membatasi penggunaan akan memiliki
konsekuensi yang membahayakan (Deursen, et.al 2015).
Ching and Leung (2017) menguji pengaruh pola asuh terhadap adiksi
smartphone. Data dari 211 Mahasiswa di Hong Kong (138 wanita / 74 laki-laki)
melalui tanggapan mereka terhadap empat kuesioner. Salah satu model persamaan
struktural yang telah diuji mengindikasikan bahwa gaya pengasuhan (berwibawa
atau permisif) dapat menjadi prediktor yang wajar dari gaya attachment (aman atau
meremehkan) dan pengaturan diri (kontrol impuls atau penetapan tujuan) untuk
adiksi smartphone (antisipasi positif, penarikan, hubungan cyberspace atau
penggunaan berlebihan). Gaya pengasuhan ternyata berkorelasi positif untuk
memprediksi keterikatan, sedangkan keterikatan positif berkorelasi dengan prediksi
self-regulation. Self-regulation itu berkorelasi negatif dengan adiksi smartphone.
Pola asuh merupakan kegiatan kompleks mencakup perilaku spesifik
tertentu yang bekerja secara sendiri-sendiri atau terpisah dan bersamaan untuk
mempengaruhi perilaku anak (Darling, 1999). Baumrind (1966) membedakan pola
asuh menjadi 3 jenis, yaitu: (1) authoritarian; orang tua cenderung membentuk,
mengontrol dan mengevaluasi perilaku dan sikap anak dengan memberikan
standart, biasanya dengan standart yang absolute. (2) authoritative; orang tua
cenderung mengarahkan aktivitas anak tetapi dengan alasan yang rasional, dan
bertindak sesuai dengan masalah yang dihadapi. (3) permissive; orang tua
6
cenderung berperilaku dengan tidak menghukum, menerima dan mendorong anak
untuk bersikap otonomi, mendidik anak berdasarkan logika dan memberi
kebebasan pada anak untuk menentukan tingkah laku dan kegiatannya.
Pola asuh adalah salah satu faktor yang ada pada masa kanak-kanak dan
remaja yang dapat menentukan perilaku seseorang dimasa mendatang. Remaja
yang berada dalam lingkungan keluarga yang kurang hangat dan kurang akan
dukungan, akan termotivasi untuk mencari alternative lain, yaitu Internet. Hasil
penelitian baru-baru ini oleh Moazedian dkk (2014) mengindikasikan bahwa ada
pengaruh yang signifikan pola asuh authoritative dengan tingginya level adiksi
smartphone.
Selain dari pola asuh, teori kepribadian big five menjadi faktor yang tidak
kalah penting dalam pembentukan seorang anak yang mengidap adiksi smartphone.
Menurut Allport kepribadian adalah suatu organisasi dinamik dari sistem psikofisik
yang menentukan model penyesuaian individu dengan lingkungan. Defenisi ini
menekankan pada atribut eksternal seperti peran individu dalam lingkungan sosial,
penampilan individu, dan reaksi individu terhadap orang lain (Allport dalam
Asra,2008;Alwisol,2005).
Setelah beberapa dekade, cabang psikologi kepribadian memperoleh suatu
pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu dimensi
big five personality. Dimensi big five pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg
pada tahun 1981. Dimensi ini tidak mencerminkan perspektif teoritis tertentu, tetapi
merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia dalam menjelaskan dirinya
sendiri dan orang lain. Taksonomi big five bukan bertujuan untuk mengganti sistem
7
yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu karena dapat memberikan penjelasan
sistem kepribadian secara umum. Big Five disusun bukan untuk menggolongkan
individu ke dalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan
sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya
sehari-hari.Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (
Goldberg dalam John & Srivastava,1999).
Pearson dan Hussain (2016) membuat penelitian dengan sampel 256
pengguna smartphone yang dipilih sendiri (M = 29,2; SD = 9,49) menyelesaikan
survei online. Hasilnya menunjukkan bahwa 13,3% sampel tergolong adiksi
smartphone. Analisis regresi mengungkapkan bahwa narsisisme, keterbukaan,
neurotisme, dan usia dikaitkan dengan adiksi smartphone.
Penelitian oleh Bianchi dan Phillips (2005) menemukan bahwa
agreeableness dikaitkan dengan penggunaan smartphone untuk bermain game.
Dengan sampel 112 orang dewasa, mereka yang rendah dalam agreeableness
ditemukan lebih cenderung bermain game di smartphone mereka dibandingkan
dengan mereka yang memiliki agreeableness tinggi.
Costa dan McCrae (1992) menggambarkan rendahnya agreeableness
sebagai self-centered dan selfish. Para penulis menambahkan bahwa individu yang
rendah dalam agreeableness juga lebih anti-sosial dan cenderung
menyalahgunakan smartphone mereka dibandingkan dengan orang-orang yang
tinggi dalam agreeableness.
Mowen (2000) menguji pengaruh ciri kepribadian big five terhadap adiksi
smartphone. Regresi logistik dan regresi linier hirarkis digunakan untuk
8
menganalisis hasil dari sampel sebanyak 312 peserta. Penelitian ini menemukan
bahwa individu yang ekstravert lebih cenderung adiksi smartphone. Sebuah survei
terhadap 112 orang yang berusia antara 18 sampai 59 tahun yang meneliti tentang
conscientiousness menemukan bahwa orang yang kurang teliti menghabiskan lebih
banyak waktu untuk mengirim pesan teks daripada yang lebih tinggi dalam
conscientiousnessnya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, terdapat beberapa variabel
yang menyebabkan adiksi smartphone. Variabel tersebut yaitu pola asuh dan tipe
kepribadian big five. Peneliti mencoba untuk mengarahkan permasalahan yang akan
diteliti, sehingga pada penelitian ini penulis mengambil topik penelitian “Pengaruh
pola asuh dan tipe kepribadian big five terhadap adiksi smartphone Siswa SMP X.”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan masalah
Masalah yang akan menjadi fokus peneliti adalah pengaruh pola asuh dan tipe
kepribadian big five terhadap adiksi smartphone siswa SMP X. Batasan penelitiann
yaitu sebagai berikut:
1. Adiksi smartphone yang dimaksud dalam penelitian ini sesuai dengan teori Park
& Lee (2014) mengacu pada gangguan kontrol impuls yang melibatkan internet
dan telepon selular.
2. Pola asuh yang dimaksud dalam penelitian ini sesuai dengan teori Baumrind
(1991) mengacu pada suatu proses interaksi antara orang tua dan anak, baik
baik fisik maupun psikologis yang diterapkan orang tua dalam upaya
9
membangun kepribadian anak selama masa perkembangan. Pola asuh dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu authoritarian, authoritative, dan permissive.
3. Tipe kepribadian big five yang dimaksud dalam penelitian ini sesuai dengan
teori John & Srivastava (1999) yaitu sifat-sifat yang berbeda pada setiap
individu. Kepribadian menurut teori ini dibagi dalam lima buah domain
kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor, yaitu tipe
kepribadian big five: extraversion, agreeableness, conscientiousness,
neuroticism, dan openness.
4. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi aktif pada SMP X.
1.2.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah, berdasarkan pembatasan masalah diatas sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan pola asuh dan tipe kepribadian big five
terhadap adiksi smartphone?
2. Adakah pengaruh masing-masing dimensi di dalam pola asuh dan tipe
kepribadian big five terhadap adiksi smartphone?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menguji ada tidaknya pengaruh signifikan dari pola asuh dan tipe kepribadian
big five terhadap adiksi smartphone pada siswa-siswi SMP X..
2. Menguji ada tidaknya pengaruh dari masing-masing dimensi dari pola asuh dan
tipe kepribadian big five terhadap adiksi smartphone pada siswa siswi SMP X..
10
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
perkembangan ilmu psikologi, dimana hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan tentang adiksi smartphone dan variabel apa saja yang
dapat mempengaruhinya.
1.4.2 Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini diharapkan bagi orang tua, guru dan
kepala sekolah dapat lebih memahami lagi mengenai adiksi smartphone pada
remaja (siswa-siswi SMP) serta hal-hal apa saja yang bisa mempengaruhi adiksi
smartphone sehingga dapat berguna nantinya untuk mencegah anak remaja
teradiksi smartphone.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adiksi smartphone
2.1.1. Pengertian Adiksi smartphone
Menurut Park dan Lee (2014) Adiksi smartphone adalah gangguan kontrol impuls
yang melibatkan internet dan smartphone. Kwon, et al. (dalam Karuniawan &
Cahyanti, 2013) mengemukakan bahwa adiksi smartphone merupakan perilaku
keterikatan atau adiksi terhadap smartphone yang memungkinkan menjadi masalah
sosial seperti halnya menarik diri, dan kesulitan dalam performa aktivitas sehari-
hari atau sebagai gangguan kontrol impuls terhadap diri seseorang. Selain itu, Park
dan Lee (dalam Bian & Leung, 2014) menyebutkan bahwa definisi adiksi
smartphone adalah perilaku penggunaan ponsel secara berlebihan yang dapat
dianggap sebagai gangguan kontrol impulsif yang tidak memabukkan dan mirip
dengan judi patologis Chiu (dalam Karuniawan & Cahyanti, 2013) juga
mengemukakan bahwa adiksi smartphone adalah salah satu adiksi yang memiliki
resiko lebih ringan dari pada adiksi alkohol ataupun adiksi obat-obatan, Yuwanto
(dalam Karuniawan & Cahyanti, 2013) menambahkan, perilaku yang dapat
dikatakan sebagai adiksi adalah apabila seseorang tidak dapat mengontrol
keinginannya dan menyebabkan dampak negatif pada diri individu yang
bersangkutan.
13
Dari definisi yang dijabarkan oleh para ahli di atas, yang diambil adalah
pengertian dari Park & Lee (2014) bahwa adiksi smartphone merupakan gangguan
control impuls yang melibatkan internet dan telpone selular.
2.1.2. Dimensi Adiksi smartphone
Mengenai karakteristik adiksi smartphone, tidak jauh berbeda dengan karakteristik
adiksi lainnya seperti Griffiths (dalam Terry, Szabo, & Griffiths, 2004) yang telah
merumuskan kembali komponen umum adiksi menurut Brown dalam penjelasan
teori dan menerapkannya pada perilaku seperti olahraga, perjudian, video game,
dan internet pada smartphone.
Menurut Kwon, et al. (2013), Kwon, Kim, Cho, dan Yang (2013), adiksi
smartphone memiliki enam faktor yang konsisten dalam pengembangan skala
adiksi smartphone, yaitu:
1) Gangguan kehidupan sehari-hari
Gangguan kehidupan sehari-hari termasuk kehilangan pekerjaan yang
direncanakan, mengalami kesulitan berkonsentrasi di kelas atau saat bekerja,
menderita pusing atau penglihatan kabur, sakit pada pergelangan tangan atau di
bagian belakang leher, dan gangguan tidur.
2) Antisipasi positif
Antisipasi positif digambarkan sebagai perasaan gembira dan menyingkirkan
stres dengan menggunakan smartphone, dan merasa hampa tanpa smartphone.
3) Penarikan diri
Penarikan melibatkan menjadi seseorang tidak sabaran, rewel, dan tak
tertahankan tanpa smartphone, terus-menerus harus bersama smartphone dalam
pikiran bahkan saat tidak menggunakannya, tidak pernah menyerah
14
menggunakan smartphone, dan menjadi kesal ketika terganggu saat
menggunakan smartphone.
4) Hubungan berorientasi pada dunia maya
Hubungan berorientasi pada dunia maya termasuk pertanyaan tentang perasaan
bahwa hubungan seseorang dengan teman-temannya yang diperoleh melalui
smartphone lebih intim daripada hubungan dengan teman-teman di dunia nyata,
mengalami perasaan rugi yang tidak terkendali bila tidak dapat menggunakan
smartphone, dan akibatnya terus-menerus memeriksa smartphone.
5) Penggunaan berlebihan
yaitu menggunakan smartphone secara berlebihan dan tidak terkendali. Selain
itu, penggunaan berlebihan menyebabkan pengguna lebih memilih untuk
mencari pertolongan melalui smartphone dan perilaku dimana pengguna selalu
mempersiapkan pengisian baterai smartphone sehingga selalu merasakan
dorongan untuk terus menggunakan smartphone walaupun seseorang sudah
memutuskan untuk berhenti menggunakannya.
6) Toleransi
merupakan kondisi kegagalan individu untuk mengendalikan dirinya ketika
menggunakan smartphone.
2.1.3. Faktor yang mempengaruhi Adiksi smartphone
Menurut Yuwanto (dalam Trisilia, 2012) ada empat faktor Adiksi smartphone yaitu:
1) Faktor internal
15
Faktor ini terdiri atas faktor-faktor yang menggambarkan karakteristik
individu, seperti tingkat sensation seeking yang tinggi, self-esteem yang rendah,
kepribadian ekstraversi yang tinggi, dan kontrol diri yang rendah.
2) Faktor situasional
Faktor ini terdiri atas faktor-faktor penyebab yang mengarah pada penggunaan
telepon genggam sebagai sarana membuat individu merasa nyamansecara
psikologis ketika menghadapi situasi tidak nyaman, seperti pada saat stress,
mengalami kesedihan, kesepian, mengalami kecemasan, mengalami kejenuhan
belajar, dan leisure boredom (tidak adanya kegiatan saat waktu luang).
3) Faktor sosial
Terdiri atas faktor penyebab adiksi telepon genggam sebagai sarana
berinteraksi dengan orang lain. Faktor ini terdiri atas perilaku wajib dan adanya
keterhubungan yang tinggi.
4) Faktor eksternal
Faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor ini terkait dengan tingginya
paparan media tentang smartphone. Pada faktor ini dijelaskan tentang
bagaimana individu menjadi kecanduan karena besarnya pengaruh media dalam
memasarkan smartphone dan fasilitas yang disediakan sehingga menyebabkan
individu menjadi kecanduan terhadap smartphone. Ada beberapa factor ekternal
adalah:
a. Faktor lingkungan
Lingkungan membuat adanya penekanan dari teman sebaya dan juga
masyarakat. Hal ini menjadi banyak orang yang menggunakan
16
smartphone, maka masyarakat lainnya menjadi enggan meninggalkan
smartphone. Selain itu sekarang hampir setiap kegiatan menuntut
seseorang untuk menggunakan smartphone.
b. Faktor budaya
Faktor budaya berpengaruh paling luas dan mendalam terhadap perilaku
remaja. Sehingga banyak remaja mengikuti trend yang ada didalam
budaya lingkungan mereka, yang mengakibatkan keharusan untuk
memiliki smartphone.
c. Faktor sosial
Faktor sosial yang mempengaruhinya seperti kelompok teman dekat,
keluarga serta status sosial. Peran keluarga sangat penting dalam faktor
sosial, karena keluarga sebagai acuan utama dalam perilaku remaja
Berdasarkan faktor diatas, peneliti menggunakan dua faktor dalam
penelitian ini yaitu faktor internal dan eksternal. Peneliti menggunakan variabel tipe
kepribadian big five sebagai faktor internal dan variabel pola asuh sebagai faktor
eksternal.
2.1.4. Pengukuran Adiksi smartphone
Pengukuran adiksi smartphone pada penelitian ini menggunakan alat ukur yang
dikembangkan oleh Kwon, dkk. (2013) yaitu adiksi smartphone Scale (SAS) yang
memiliki konsistensi internal dengan reliabilitas cronbach alpha sebesar 0,967.
Skala adiksi smartphone ini memiliki 33 item, dengan enam pilihan jawaban,
namun yang digunakan dalam penelitian ini hanya empat pilihan dengan tujuan
17
untuk menghindari pilihan jawaban netral, yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju,
setuju, dan sangat setuju. Adapun dimensi-dimensinya adalah:
1) Gangguan kehidupan sehari-hari
2) Antisipasi positif
3) Penarikan diri
4) Hubungan dengan dunia maya
5) Penggunaan berlebihan
6) Toleransi
2.2 Definisi Pola Asuh (Parenting Style)
Baumrind (1991) menjelaskan Pola asuh biasanya digunakan untuk
menggambarkan variasi normal dalam percobaan orang tua untuk mengkontrol
kehidupan sosial anak mereka. Sedangkan Livingstone dan Bober (2004)
mendefinisikan Pola asuh sebagai materi dan simbol pertanggung jawaban orang
tua untuk mempercepat perkembangan anak yang belum dewasa. Darling (1999)
menjelaskan parenting (pengasuhan) adalah sebuah aktivitas kompleks yang di
dalamnya terdapat beberapa perilaku spesifik yang dilakukan secara individu
maupun bersama-sama yang bertujuan untuk mempengarahi perilaku anak. Dalam
menerapkan praktek pengasuhan, setiap orang tua memiliki variasi pola
pengasuhan yang berbeda dengan lainnya sebagai upaya untuk mengontrol dan
bersosialisasi dengan anak mereka.
2.2.1 Aspek Pola asuh
Menurut Baumrind (1996), pola asuh dapat tergambar dalam dua aspek utama,
yaitu:
18
a. Responsiveness dan Acceptance (warmth)
Aspek ini menggambarkan situasi atau keadaan dimana orang tua membantu
perkembangan anak dan self-assertion dengan menyesuaikan dan
mempertimbangkan permintaan anak. Meliputi kehangatan, memberikan
dukungan, dan komunikasi yang beralasan. orangtua yang dominan dalam
aspek ini menunjukkan sikap ramah, memberi kan pujian, dan memberikan
semangat saat anak mengalami masalah. Hal ini dibuat lebih mudah menerima
dan menginternalisasikan standar yang diberikan oleh orangtua. Sebaliknya,
otrangtua yang tidak dominan dalam aspek ini akan menunjukkan perilaku
seolah-olah mereka tidak mencintai atau bahkan menolak kehadiran anak. Hal
ini membuat anak merasa tidak perlu mencintai orangtuanya dan mudah
mengalami stres.
b. Demandingness dan Control (strictness)
Aspek ini berlaku pada derajat dimana orangtua membuat tuntutan dan
mengawasi kegiatan anak. Sehingga membuat anak menjadi terintegrasi ke
dalam masyarakat dengan peraturan perilaku, konfrontasi langsung, dan
tuntutan kedewasaan (perilaku kontrol). Hal ini diwujudkan oleh orangtua
melalui bagaimana mereka memberikan batasan-batasan, menetapkan dan
mengharapkan serta menunjukkan kekuatannya pada anak. Kontrol orangtua
ini berfungsi sebagai pelindung atau pencegah bagi anak dari perilaku-perilaku
negatif. Orangtua yang menerapkan kontrol dalam tingkat relatif rendah akan
kurang menuntut tanggung jawab anak, hanya sedikit memberikan
pengawasan, dan memberikan kebebasan kepada anak untuk mengekspolari
19
lingkungannya secara tak terbatas. Sebaliknya, Orang tua yang menerapkan
kontrol dalam tingkatan tinggi akan membatasi kebebasan anak dengan
menentukan banyak tuntutan yang disertai dengan pengawasan.
2.2.2 Jenis-Jenis Pola asuh
Baumrind (1966) membedakan Pola asuh menjadi 3 macam, yaitu:
a. Authoritarian
Merupakan gaya pengasuhan yang membatasi dan bersifat menghukum yang
mendesak anak untuk mengikuti petunjuk yang diberikan dan menghormati
pekerjaan dan usaha-usaha yang telah dilakukan orang tua. Orang tua yang
authoritarian menetapkan batasan-batasan dan kendali yang tegas dan kurang
memberikan peluang kepada anak untuk berdialog secara verbal, sehingga
orang tua yang authoritarian memegang kendali penuh dalam mengontrol
anak-anaknya (Santrock, 2007:15). Orang tua authoritarian mencoba untuk
membentuk, mengontrol, dan mengevaluasi perilaku dan sikap anak sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Setiap tindakan dan setiap keputusan hidup
anak ditentukan oleh orang tua. Orang tua memegang sikap bahwa mereka
adalah sosok otoritas, dan anak-anak didorong untuk tunduk dengan
mengorbankan keinginan mereka sendiri. Orang tua authoritarian berusaha
membentuk, mengontrol, dan mengevaluasi anak dengan sejumlah standart
atau aturan. Aturan tersebut biasanya bersifat mutlak. Ia mengutamakan
kepatuhan dan menggunakan pemaksaan dalam membentuk tingkah laku yang
diinginkan. Kepatuhan anak merupakan nilai yang diutamakan, dengan
memberlakukan manakala terjadi pelanggaran. Orang tua authoritarian
20
menurut Baumrind memiliki sikap acceptance (penerimaan) rendah tapi control
yang tinggi, menghukum, bersikap mengomando (mengharuskan atau
memerintah anak untuk melakukan suatu tanpa kompromi), bersikap kaku
(keras), dan cenderung emosional dan bersikap menolak (dalam Yusuf,
2009:51).
b. Authoritative
Merupakan gaya pengasuhan yang mendorong anak untuk mandiri tetapi tetap
memberi batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka, juga memberi
kesempatan kepada anak untuk berdialog secara verbal. Orang tua yang
authoritative bersikap terbuka, fleksibel dan memberikan kesempatan kepada
anaknya untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan peraturan yang rasional
(Santrock, 2007:15). Orang tua memiliki batasan dan harapan yang jelas
terhadap tingkah laku anak, mereka berusaha menyediakan panduan dengan
menggunakan alasan dan aturan dengan reward dan punishment. Orang tua
authoritative menurut Baumrind memiliki sikap acceptance (penerimaan)
tinggi, namun kontrolnya tinggi, bersikap responsive terhadap kebutuhan anak,
mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, serta
memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk
(dalam Yusuf, 2009:52).
c. Permissive
Orang tua permissive tidak pernah memberi hukuman dan menerima apa yang
dilakukan anak tanpa memberikan intervensi. Orang tua tipe ini memberikan
respon pada anak dengan cara menerima apapun tindakan anak. Orangtua
21
memberikan sedikit tuntutan terhdap tanggung jawab anak, sehingga anak juga
kurang memiliki rasa tanggung jawab. Orang tua permissive tidak menegakkan
aturan secara ketat, cenderung mengacuhkan dan memanfaafkan tingkah laku
bermasalah anak (Kusdwiratri, 2011:93).
Orang tua permissive cenderung memberi banyak kebebasan pada
aanak dengan menerima dan memaklumi segala perilaku, tuntutan dan tindakan
anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan keteraturan perilaku
anak (Lestari, 2012:48). Orang tua Permissive menurut Baumrind memiiki
sikap acceptance (penerimaan) tinggi, namun control rendah dan memberi
kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya (dalam
Yusuf, 2009:52)
2.2.3 Pengukuran Pola asuh
Berbagai alat ukur dikembangkan untuk mengukur Pola asuh, diantaranya adalah
Parental Authority Questionnaire yang dikembangkan oleh Buri (1991)
berdasarkan teori tiga faktor Pola asuh , yaitu: Authoritarian, Authoritative, dan
Permissive. PAQ ini berisi 30 pernyataan yang dirancang untuk mengukur pola
asuh kedua orang tua dalam hal otoritas dan penerapan disiplin yang dilakukan
orang tua berdasarkan sudut pandang anak.
Kemudian, skala Pola asuh lainnya adalah Schaefer Parenting style (dalam
Moazedian, 2014). skala ini terdiri dari 77 item yang diukur menggunakan skala
likert. Skala ini mengukur dua komponon control dan kindness. Dari dua alat ukur
yang dipaparkan di atas, maka penulis akan menggunakan Parental Authority
Questionnaire (PAQ) dikarenakan alat ukur ini menggunakan grand theory
Baumrind, yang paling sesuai untuk melihat jenis pola asuh anak didalam keluarga.
22
2.3 Tipe Kepribadian Big Five
2.3.1 Definisi Kepribadian Big Five
Allport (dalam Asra,2008;Alwisol,2005) menyatakan bahwa kepribadian adalah
organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan
caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Kepribadian ini
terletak di belakang perbuatan-perbuatan khusus dan di dalam individu.
Menurut Goldberg (1992) manusia dibedakan menurut karakter dan
kepribadian yang dimiliki masing-masing. Setiap individu memiliki ciri, sikap, dan
pola berfikir berbeda yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan mereka di besarkan
dan pendidikan yang mereka peroleh. Feist dan Feist (2009) menyatakan bahwa big
five adalah salah satu kepribadian yang dapat memprediksi dan menjelaskan
perilaku seseorang. Ini merupakan pendekatan yang digunakan oleh para psikologi
untuk melihat kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis
faktor.
Kepribadian telah dikonsepkan dari bermacam-macam perspektif teoritis
yang masing-masing berbeda tingkat keluasannya (McAdams dalam John &
Srivastava, 1999). Masing-masing tingkatan ini memiliki keunikan dalam
memahami perbedaan individu dalam perilaku dan pengalamannya. Namun, jumlah
sifat kepribadian dan skala kepribadian tetap dirancang tanpa henti- hentinya
(Goldberg dalam John & Srivastava, 1999).
Psikologi kepribadian memerlukan model deskriptif atau taksonomi
mengenai kepribadian itu sendiri. Salah satu tujuan utama taksonomi dalam ilmu
pengetahuan adalah untuk menyederhanakan defenisi yang saling tumpang-tindih.
23
Oleh karena itu, dalam psikologi kepribadian, suatu taksonomi akan mempermudah
para peneliti untuk meneliti sumber utama karakteristik kepribadian daripada hanya
memeriksa ribuan atribut yang berbeda-beda yang membuat setiap individu berbeda
dan unik (John & Srivastava, 1999).
Setelah beberapa dekade, cabang psikologi kepribadian memperoleh suatu
pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu dimensi
“Tipe kepribadian big five”. Dimensi Big Five pertama kali diperkenalkan oleh
Goldberg pada tahun 1981. Dimensi ini tidak mencerminkan perspektif teoritis
tertentu, tetapi merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia dalam
menjelaskan dirinya sendiri dan orang lain. Taksonomi Big Five bukan bertujuan
untuk mengganti sistem yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu karena dapat
memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum (John & Srivastava,
1999).
Big Five disusun untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang
disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini
disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language) Hypothesis; perbedaan
individu yang paling mendasar digambarkan hanya dengan satu istilah yang
terdapat pada setiap bahasa (dalam Pervin, 2005).
Tipe kepribadian big five atau yang juga disebut dengan Five Factor Model
oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana. Di sini,
penulis berusaha menemukan unit dasar kepribadian dengan menganalisa kata-kata
yang digunakan orang pada umumnya, yang tidak hanya dimengerti oleh para
psikolog, namun juga orang biasa (Pervin, 2005)
24
2.3.2 Dimensi Tipe Kepribadian Big Five
Dimensi Tipe kepribadian big five (Costa & McCrae, 1992) dalam Pervin, Cervone
& John, 2005 adalah sebagai berikut:
a. Extraversion (E)
individu yang extraversion cenderung energik, antusias, dominan, ramah,
komunikatif penuh kasih sayang, ceria, senang berbicara, senang berkumpul
dan menyenangkan. Sebaliknya mereka yang memiliki skor extraversion yang
rendah biasanya cenderung pemalu, tidak pencaya diri, pasif dan tidak
mempunyai cukup kemampuan untuk mengekspresikan emosi yang kuat
(Friedman & Schustack,2008).
b. Agreeableness (A)
Agreeableness berkaitan dengan kedermawanan dan ketika diminta membuat
satu keinginan untuk segala hal, mereka lebih mungkin membuat keinginan
yang tnuistik. Dimensi agreeableness membedakan antara orang-orang yang
berhati lembut dengan mereka yang kej orang-orang yang tinggi pada dimensi
agreeableness cenderung ramah, kooperatif, mudah percaya, dan hangat.
Individu yang rendah pada dimensi ini adalah individu yang cenderung dingin,
suka berselisih dan kasar (Friedman & Schustack, 2008). cenderung penuh
dengan curiga, pelit, tidak ramah, mudah kesal, dan penuh dengan kritik
terhadap orang lain (Feist & Feist, 2006).
c. Conscientiousness (C)
Conscientiousness mendeskripsikan orang-orang yang teratur, terkontrol,
terorganisir, ambisius, terfokus pada pencapaiannya, dan memiliki disiplin
25
diri Feist & Feist, 2006). Individu yang tinggi dalam dimensi ini umumnya
berhati- hati, dapat diandalkan, teratur, dan bertanggungjawab. Sebaliknya
mereka yang rendah pada dimensi conscientiousness cendenung ceroboh,
berantakan, dan tidak dapat diandalkan (Friedman & Schustack, 2008).
d. Neuroticism (N)
Individu yang tinggi dalam dimensi neuroticism cenderung gugup, sensitive,
tegang, dan mudah cemas (Friedman & Schustack, 2008). Individu yang
neuroticism juga cenderung penuh kecemasan, temperamental, mengasihani
diri sendiri sangat sadar akan dirinya sendiri, emosional, dan rentan terhadap
gangguan yang berhubungan dengan stres (Feist & Feist, 2006). Sedangkan
individu yang dengan neuroticism .rendah cenderung tenang dan santai
(Friedman & Schustack, 2008).
e. Openess to new experience (O)
Secara general individu yang openness adalah kreatif, dan artistic (Friedman &
Schustack, 2008). orang-orang yang konsisten mencari pengalaman yang
berbeda dan bervariasi akan memiliki skor tinggi pada keterbukaan terhadap
pengalaman. Sebaliknya mereka yang tidak terbuka terhadap pengalaman
hanya akan bertahan dengan hal-mal yang tidak asing, yang mereka tahu akan
mereka nikmati. Individu yang tinggi dengan keterbukaannya juga akan
cenderung mempertanyakan nilai-nilai sional sementara mereka yang rendah
keterbukaannya cenderung mendukung nilai tradisional dan memilihara gaya
hidup yung konstan. Kesimpulannya, orang-orang yang tinggi keterbukaannya
biasanya kreatif, imajinatif, penuh rasa penasaran, terbuka dan lebih memlih
26
variasi. Sebaliknya, mereka yang rendsh keterbukaannya terhadap pengalam
biasanya konvensional, rendah hati, konsertif dan tidak terlalu penasaran
terhdap sesuatu (Feist& feist,2006).
2.3.3 Pengukuran Tipe Kepribadian Big Five
Ada berbagai alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur kepribadian big five,
diantaranya adalah:
1. Big Five Inventory (BFI dikembangkan oleh John & srivastava (1999). BFI
merupakan kuesioner self-report yang terdiri dari 44 item pemyataan Tujuan
dari tes ini adalah terciptanya inventori yang ringkas, fleksibel dan efisien
melakukan penilaian terhadap 5 dimensi dari Tipe kepribadian big five.
2. International Personality Item Pool NEO (IPIP-NEO) yang dibuat oleh Lewis
Goldberg (1992). skala ini dibuat berdasarkan teori Big Five yang digunakan
oleh Costa dan Mecrae dalam membuat NEO PI-ER. skala iri terdiri dari 50
transparent adjective dan 100 unipolar adjective markers.
Dari dua alat ukur yang dipaparkan di atas, penulis akan menggunakan big
five inventory (BFI). Hal ini dikarenakan BFI sudah banyak digunakan dan teruji
pada penelitian penelitian terdahulu.
2.4 Kerangka Berfikir
Smartphone memang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Banyaknya
manfaat yang ditawarkan seperti berkirim email, bormain game secara online,
membuka media sosial, teleconference dan masih banyak lagi manfaat lainnya.
Akan tetapi, dibalik segala keuntungannya tersebut, smartphone dapat memiliki
dampak yang negatif jika dipakai secara berlebihan yang menganahkan keperilaku
27
adiksi smartphone. Adiksi smartphone dipengaruhi oleh beberapa faktor, dalam
penelitian ini faktor yang diduga mempengaruhi adalah pola asuh dan tipe
kepribadian seseorang.
Pola asuh adalah suatu proses interaksi antara orang tua dan anak, baik
berupa fisik maupun psikologis yang diterapkan orang tua. Terdapat 3 jenis pola
asuh orang tua yaitu authoritarian, authoritative dan permissive. Salah satu faktor
lainnya yang dapat mengarahkan seseorang kepada adiksi internet adalah tipe
kepribadian. Kepribadian telah ditemukan berpengaruh secara dominan terhadap
penggunaan internet pada smartphone.
Seperti yang diketahui ketika sesorang memiliki skor yang tinggi pada trait
neuroticism mereka akan cenderung meng-akses internet pada smartphone untuk
menghindari kesendirian atau kesepian. Sedangkan pada trait agreeableness, akan
berpengaruh secara negatif terhadap adiksi smartphone. Hal ini dikarenakan orang-
orang dengan agreeableness yang tinggi cenderung untuk prososial, ramah dan
bersahabat dengan yang lain. Sama halnya dengan orang-orang yang dominan pada
trait extraversion, mereka beranggapan bahwa online activities atau berhubungan
secara online bukanlah sebagai social support.
Kemudian, openness to experience diduga mempengaruhi adiksi
smartphone. Hal ini dikarenakan orang-orang dengan openness memiliki motivasi
yang lebih tinggi untuk mencari tahu hal-hal yang baru melalui internet pada
smartphone seperti melalui instagram, path, line dan lain sebagainya. Berdasarkan
penulisan berikut adalah gambar kerangka berpikir untuk penelitian pengaruh pola
asuh dan tipe kepribadian terhadap adiksi smartphone.
28
Gambar 2.1 bagan kerangka berfikir
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang sudah dijelaskan di atas maka
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
2.5.1 Hipotesis Mayor
Ha1: Terdapat pengaruh yang signifikan Pola asuh (authoriter, authoritative dan
permissive) dan Tipe Kepribadian Big five (extraversion, agreeableness,
conscientiousness neuroticsm, dan openness) terhadap kecenderungan Adiksi
smartphone siswa SMP X..
Authoritative
Authoritarian
Pola Asuh
Permissive
Counscientiousness
Extraversion
Neuroticism
Agreeableness
Openess to
experience
Tipe kepribadian Big Five
Adiksi smartphone
29
2.5.2 Hipotesis Minor
Ha.1: Terdapat pengaruh yang signifikan dari authoriter pada pola asuh terhadap
adiksi smartphone siswa SMP X..
Ha.2: Terdapat pengaruh yang signifikan dari authoritative pada pola asuh terhadap
adiksi smartphone siswa SMP X..
Ha.3: Terdapat pengaruh yang signifikan dari permissive pada pola asuh terhadap
adiksi smartphone siswa SMP X..
Ha.4: Terdapat pengaruh yang signifikan dari extraversion pada tipe kepribadian
big five terhadap adiksi smartphone siswa SMP X..
Ha.5: Terdapat pengaruh yang signifikan dari agreeableness pada tipe kepribadian
big five terhadap adiksi smartphone siswa SMP X..
Ha.6: Terdapat pengaruh yang signifikan dari conscientiousness pada tipe
kepribadian big five terhadap adiksi smartphone siswa SMP X..
Ha.7: Terdapat pengaruh yang signifikan dari neuroticsm pada tipe kepribadian big
five terhadap adiksi smartphone siswa SMP X..
Ha.8: Terdapat pengaruh yang signifikan dari openness pada tipe kepribadian big
five terhadap adiksi smartphone siswa SMP X..
29
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa siswi yang terdiri dari kelas 7-9
di SMP tahun 2017/2018 yang berjumlah 298 siswa. Jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 203 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik non probability sampling, yaitu setiap unsur yang terdapat dalam
populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan convience sampling technique,
yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan kemudahan dan
kesediaan untuk merespon menjadi sampel.
Populasi dalam penelitian ini dipilih berdasarkan karakteristik sebagai
berikut:
a. Remaja laki-laki dan perempuan dalam batasan usia menurut Santrock (2007)
usia remaja pada rentang 11-23 tahun. Kelompok remaja dianggap sebagai
kelompok yang beresiko terkena adiksi smartphone, familiar dengan
smartphone dan memiliki fleksibilitas waktu untuk menggunakan dan bermain
smartphone
b. Memakai smartphone lebih dari setahun dan merupakan pengguna aktif yaitu
setiap harinya mengakses smartphone
30
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian ini terdiri atas satu variabel terikat atau Dependent Variable
(DV) dan delapan variabel bebas atau independent variable (IV). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah adiksi smartphone, sedangkan variabel bebas dalam
penelitian ini adalah dimensi-dimensi pola asuh dan dimensi-dimensi tipe
kepribadian big five.
Setelah penulis menentukan variabel terikat dan variabel bebas, maka
selanjutnya disusun definisi operasional dari variabel-variabel yang kemudian
digunakan dalam penelitian ini.
Adapun penjelasan definisi operasional variabel adalah sebagai berikut :
1. Adiksi smartphone
Adiksi smartphone yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan perilaku
keterikatan atau adiksi terhadap smartphone yang memungkinkan menjadi
masalah sosial seperti halnya menarik diri, dan kesulitan dalam performa
aktivitas sehari-hari atau sebagai gangguan kontrol impuls terhadap diri
seseorang dan juga perilaku seseorang yang tidak dapat mengontrol
keinginannya dan menyebabkan dampak negatif pada diri individu yang
bersangkutan.
2. Baumrind (1966) membedakan Pola Asuh menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Authoritarian
orang tua authoritarian cenderung untuk membentuk, mengontrol dan
mengevaluasi perilaku dan tingkah laku anak sesuai dengan stan yang
berlaku. Orang tua dengan Pola Asuh authoritarian tidak mampu mentimbal
31
balik antara orangtua dengan anak dan menyukai hukuman untuk
mengontrol perilaku mereka. Pola asuh ini mengakibatkan kurangnya
hubungan yang hangat dan komunikatif dalam keluarga.
a. Authoritative
orang tua memiliki batasan dan harapan yang jelas terhadap tingkah laku
anak, mereka berusaha untuk yediakan panduan dengan men menggunakan
alasan dan aturan dengan reward dan punishment yang berhubungan dengan
tingkah laku anak secara jelas tetapi juga tetap menjalankan kedisiplinan
yang tinggi dengan cara yang hangat, mas akal, fleksibel, dan terbuka. Pola
asuh ini dapat menjadikan sebuah keluarga hangat, penuh penerimaan, mau
saling mendengar, peka terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk
berperan serta dalam mengambil keputusan didalam keluarga.
b. Permissive
orang tua permissive berusaha berperilaku tidak menghukum, menerima
dan afirmatif terhadap impuls, keinginan dan tindakan anak. orang tua
membicarakan dan mengajak anak untuk menentukan aturan didalam rumah
orang tua menunjukkan diri mereka kepada anak sebagai orangtua yang
memenuhi keinginan anak. Orang tua memperbolehkan anak untuk
mengatur sendiri aktivitas yang diinginkan anak, menghindari kontrol dan
tidak mendorong anak untuk mengikuti standar atau aturan.
32
3. Big Five Personality (Costa & McCrae, 1992) dalam Pervin, Cervone &
John, 2005) adalah sebagai berikut:
a. Extraversion (E)
Individu yang extraversion cenderung energik, antusias, dominan, ramah,
komunikatif, penuh kasih saying, ceria, senang berbicara, senang
berkumpul dan menyenangkan.
b. Agreeableness (A)
Agreeableness berkaitan dengan kedermawanan dan ketika diminta
membuat satu keinginan untuk segala hal, mereka lebih mungkin membuat
keinginan yang altuistik. Dimensi agreeableness membedakan antara orang-
orang yang berhati lembut dengan mereka yang kejam.
c. Conscientiousness (C)
Conscientiousness mendeskripsikan orang-orang yang teratur, terkontrol,
terorganisir, ambisius, terfokus pada pencapaiannya, dan memiliki disiplin
dini, tndividu yang tinggi dalam dimensi ini umumnya berhati-hati, dapat
diandalkan, teratur, dan bertanggung jawab.
d. Neuroticism (N)
Individu yang tinggi dalam dimensi neuroticism cenderung gugup,
sensitive, tegang, dan mudah cemas. individu yang neuroticism juga
cenderung penuh kecemasan, temperamental, mengasihani diri sendiri,
sangat sa akan dirinya sendiri, emosional, dan rentan terhadap gangguan
yang berhubungan dengan stres.
33
e. Openess (o)
Secara general individu yang openness adalah imaginatif. menyenangkan,
kreatif, dan artistic. Orang- orang yang konsisten mencari pengalaman yang
berbeda dan bervariasi akan memiliki skor tinggi pada keterbukaan terhadap
pengalaman.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah skala model Likert
dimana pada setiap pernyataan dilengkapi dengan alternatif jawaban berupa sangat
setuju hingga sangat tidak setuju. Skala likert yang dipakai dihilangkan angka
netralnya yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh kecenderungan untuk
menjawab netral dan mendorong untuk memutuskan sendiri apakah jawaban positif
atau negatif.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan established
instrument, yaitu alat ukur yang sudah dikembangkan oleh penulis lain. Instrumen
pengukuran Pola Asuh, tipe kepribadian big five dan adiksi smartphone diadaptasi
dari bahasa Inggris, sehingga penulis akan melakukan penerjemahan item item
dalam instumen tersebut ke dalam bahasa Indonesia (translate).
3.3.1 Instrumen Pengumpulan Data
Bagian skala pengukuran terdiri dari tiga buah skala, yaitu:
1) Skala adiksi smartphone yang menggunakan Smartphone Addiction Scale
(SAS) yang dikembangkan oleh Kwon, et al. (2013). Skala adiksi smartphone
ini memiliki 33 item dengan reliabilitas sebesar 0,930 dan enam pilihan
jawaban, namun yang digunakan dalam penelitian ini hanya empat pilihan
34
dengan tujuan untuk menghindari jawaban netral. Dibawah ini adalah blue print
dari Adiksi smartphone Scale (SAS).
Tabel 3.1 Blue Print Smartphone Addiction Scale (SAS)
2) Skala Pola Asuh. Skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala
baku yang berasal dari teori tiga faktor Baumrind (966) yang dikembangkan
oleh Buri (1991) skala ini terdiri dari 30 item yang telah diterjemahkan oleh
penulis kedalam bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini penulis membuat
pengukuran dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat Tidak sesuai (STS),
Tidak sesuai TSO, Sesuai (S), dan Sangat sesuai (SS).
No Dimensi Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
1 Gangguan
kehidupan sehari-
hari
• Kehilangan rencana
• Kesulitan berkonsentrasi
• Gangguan fisik
• Gangguan tidur
1
2
3, 4
5
1
1
2
1
2 Antisipasi positif • Perasaan gembira
• Perasaan hampa
6, 7 ,8 ,9
11, 12
4
2
3 Penarikan diri • Tidak sabaran
• Terus bersama
smartphone
• Tidak menyerah
• Kesal
15
14, 16, 19
17
18
1
3
1
1
4 Hubungan
berorientasi
• Hubungan pertemanan
• Merasa rugi
• Terus memeriksa
20, 21, 23
22
24,25
4
1
2
5 Berlebihan • Tak terkendali
• Meminta bantuan
• Charger
• Dorongan
29
27
28
30
1
1
1
1
6 Toleransi • Gagal mengontrol 31, 32, 33 3
Jumlah 33
35
Table 3.2 Blue Print Pola Asuh
3) Skala Tipe Kepribadian Big Five Penulis menggunakan skala untuk
kepribadian Big Five ini dengan skala baku BFI (John & Srivastava, 1999).
Item-item terdiri dari 44 item yang terdiri dari dimensi Extrversion,
Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness yang
menggambarkan ciri-ciri kepribadian seseorang. Dalam penelitian ini penulis
membuat pengukuran dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat Tidak sesuai
(STS), Tidak sesuai TS), sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS).
No Dimensi Indikator No Item Jumlah
1 Authoritarian
• Memaksa mengikuti pendapat otangtua
• Memiliki keinginan agar anak mematuhi
aturannya tanpa syarat
• Tidak mengijinkan anak untuk berbicara
atau mengutarakan perasaan
• Memberikan tekanan agar anak
berperilaku sebagaimana mestinya
• Menuntut agar anak menghargai penuh
posisinya dan kekuasaan sebagai orang
tua
• Menghukum jika anak melanggar aturan
2,16,25
3,26
7
9
12,29
18
3
2
1
1
2
1
2
Authoritative
• Memberikan arahan dengan memberikan
penjelasan yang logis dan disiplin
• Menetapkan harapan dan mengharagi
pendapat dan sudut pandang anak saat
membuat suatu keputusan
• Menetapkan aturan yang tegas dan
disertai penjelasan namun tidak
membatasi anak
8,15, 23, 27
11, 20, 30
4, 5, 22
4
3
3
3
Permissive
Jumlah
• Peran anak dan orangtua sama tidak
dibatasi
• Tidak memiliki aturan yang tegas, jelas
dan konsisten
• Membiarkan anak utuk membuat aturan
sendiri
• Lebih banyak mendengarkan keinginan
anak, tidak merasa bertanggung jawab
dalam memberikan arahan
1, 17
10, 28
6, 13, 19, 24
14, 21
2
2
4
2
30
36
Table 3.3 Blue Print Big Five Inventory (BFI)
No Dimensi Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
1 Extraversion
Penuh kasih sayang, mudah
bergaul, senang berbicara,
menyukai kesenangan, aktif,
bersemangat.
1, 11, 16
26, 36
6, 21, 31 8
2 Agreeableness Berhati lembut, mudah
percaya,dermawan, ramah,
toleran, bersahabat
7, 17, 22, 32,
42
2, 12, 27, 37 9
3 Conscientiousnes Teliti, pekerja keras,
teroraginisir, tepat waktu,
ambisius, gigih
3, 13, 28, 33,
38
8, 18, 23, 43 9
4 Neuroticism Pencemasan, tempramen,
mengasihi diri sendiri, sadar
diri, emosional, rentan
4, 14, 19, 29,
39
9, 24, 34 8
5 Openness to
Experience
Imajinatif, kreatif, orisinil,
inovatif, penasaran, bebas
5, 10, 15, 20,
25, 30, 40, 44
35, 41 10
Jumlah 44
3.4 Uji Validitas
Untuk menguji validitas konstruk alat ukur pada penelitian ini, peneliti
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software
Lisrel 8.70. Adapun logika dari CFA yang dikemukakan Umar (dalam Febriana,
2015) adalah sebagai berikut:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefiniskan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya yang disebut faktor. Sedangkan pengukuran terhadap faktor ini
dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemya.
37
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun tiap subtes
hanya mengukur satu faktor saja. Artinya baik item maupun subtes bersifat
unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang
seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut
sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang
disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tidak ada
perbedaa antara matriks ∑ - matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S =
0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi-
square. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p>0.05), maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak” artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima.
Sedangkan jika nilai chi-square signifikan (p<0.05), artinya item tersebut
mengukur lebih dari satu faktor atau bersifat multidimensional. Maka perlu
dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran dengan cara membebaskan
parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran.
5. Adapun dalam memodifikasi model pengukuran dilakukan dengan cara
membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran. Hal ini terjadi
ketika suatu item mengukur selain faktor yang hendak diukur. Setelah beberapa
kesalahan pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan
diperoleh model yang fit, maka model terakhir inilah yang akan digunakan pada
langkah selanjutnya.
38
6. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau
mengukur apa yan hendak diukur, dengan menggunakn t-test. Jika hasil t-test
tidak signifikan (t<1.96) atau koefisien muatan faktornya negatif, maka item
tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, sebaiknya
item yang demikian dieliminasi atau didrop.
7. Terakhir, setelah dilakukan langkah-langkah sepertiyang disebutkan di atas dan
mendapatkan item dengan muatan faktor signifikan (t>1.96) dan positif. Maka,
selanjutnya item-item yang signifikan (t>1.96) dan positif tersebut diolah untuk
mendapatkan faktor skornya.
3.4.1 Uji Validitas Adiksi smartphone
Peneliti menguji apakah 33 item dari adiksi smartphone bersifat unidimensional,
artinya benar-benar mengukur adiksi smartphone. Berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan chi-square= 2150.20,
df= 495, p-value= 0.00000 RMSEA= 0.129. Peneliti kemudian melakukan
beberapa kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan
chi-square= 369.62, df= 330, p-value= 0.06548, RMSEA= 0.024. Nilai chi-square
menghasilkan RMSEA <0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu adiksi smartphone. Selanjutnya adalah melihat apakah item tersebut
signifikan mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu untuk di drop atau tidak. Adapun
39
koefisien muatan faktor untuk item pengukuran adiksi smartphone seperti pada
tabel 3.4
Tabel 3.4 Faktor Item Adiksi Smartphone
ITEM KOEFESIEN STANDAR EROR T-VALUE SIGNIFIKAN
1 0.33 0.07 5.01 V
2 0.40 0.06 6.40 V
3 0.46 0.07 6.53 V
4 0.40 0.07 5.62 V
5 0.40 0.07 5.63 V
6 0.66 0.06 10.89 V
7 0.55 0.06 8.50 V
8 0.53 0.07 8.12 V
9 0.41 0.07 5.98 V
10 0.67 0.06 10.36 V
11 0.46 0.07 6.72 V
12 0.68 0.06 11.09 V
13 0.65 0.06 10.37 V
14 0.41 0.07 6.02 V
15 0.66 0.06 10.34 V
16 0.61 0.06 9.58 V
17 0.62 0.06 9.66 V
18 0.47 0.07 6.83 V
19 0.33 0.07 4.58 V
20 0.43 0.07 6.60 V
21 0.41 0.06 6.71 V
22 0.51 0.07 7.70 V
23 0.26 0.07 3.66 V
24 0.51 0.07 7.69 V
25 0.33 0.06 5.09 V
26 0.40 0.06 6.20 V
27 0.41 0.07 6.05 V
28 0.08 0.07 1.29 -
40
29 0.63 0.06 9.88 V
30 0.61 0.07 9.36 V
31 0.53 0.06 8.63 V
32 -0.12 0.06 -1.88 -
33 0.20 0.07 2.83 v
Keterangan: tanda √ = signifikan (t >1.96); X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, 2 item dengan t-value di bawah 1.96 (t <1.96) yang tidak
signifikan, sehingga item-item tersebut harus didrop. Maka hanya 31 item yang
dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk konstruk Adiksi
smartphone.
3.4.2 Uji Validitas konstruk Pola asuh
Peneliti mengukur apakah 30 item yang terdiri dari 3 dimensi pola asuh yaitu
authoritarian, authoritative dan permissive bersifat unidimensional yang artinya
benar hanya mengukur pola asuh.
3.4.2.1 Uji validitas dimensi Authoritarian
Peneliti menguji apakah 10 item dari dimensi Authoritarian, bersifat
unidimensional, artinya benar-benar mengukur Authoritarian,. Berdasarkan hasil
analisi CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan chi-
square= 160.56, df= 35, p-value= 0.00000, RMSEA= 0.133. Peneliti melakukan
beberapa kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan
chi-square= 37.51, df=25, p-value= 0.05163, RMSEA= 0.050. Nilai chi-square
menghasilkan RMSEA < 0.05, yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor saja
41
yaitu Authoritarian. Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
Authoritarian, seperti pada tabel 3.5
Tabel 3.5 Muatan faktor item Authoritarian
Pada tabel di atas, terlihat tidak ada item dengan t-value dibawah 1.96
(t <1.96). maka seluruh item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor
untuk dimensi Authoritarian.
3.4.2.2 Uji validitas dimensi Authoritative
Peneliti menguji apakah 10 item dari dimensi Authoritative bersifat unidimensional,
artinya benar-benar mengukur Authoritative. Berdasarkan hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan chi-square= 258.69,
df= 35, p-value= 0.00000, RMSEA= 0.178. Peneliti melakukan beberapa kali
modifikasi terhadapt model, kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan chi-square= 29.24,
df= 20 p-value=0.08321, RMSEA=0.048. Nilai chi-square menghasilkan RMSEA
< 0.05, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima di
ITEM KOEFESIEN STANDAR EROR T-VALUE SIGNIFIKAN
1 0.44 0.07 5.96 V
2 0.84 0.06 13.40 V
3 0.16 0.08 2.11 V
4 0.26 0.08 3.50 V
5 0.18 0.07 2.33 V
6 0.60 0.07 8.50 V
7 0.62 0.07 8.98 V
8 0.51 0.07 7.09 V
9 0.70 0.07 10.52 V
10 0.34 0.08 4.38 V
42
mana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu Authoritative. Adapun koefisien
muatan faktor untuk item pengukuran Authoritative, seperti pada tabel 3.6
Tabel 3.6 Muatan faktor item Authoritative
ITEM KOEFESIEN STANDAR EROR T-VALUE SIGNIFIKAN
1 0.97 0.13 7.44 V
2 0.40 0.08 5.04 V
3 0.34 0.07 4.83 V
4 0.21 0.06 3.45 V
5 0.33 0.07 4.65 V
6 1.08 0.16 6.77 V
7 0.83 0.12 6.66 V
8 0.25 0.06 4.01 V
9 0.34 0.07 4.90 V
10 0.29 0.06 4.47 V
Pada tabel di atas, terlihat tidak ada item dibawah t-value di bawah 1.96
(t <1.96). ). maka seluruh item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor
untuk dimensi Authoritative.
3.4.2.3 Uji Validitas dimensi Permissive
Peneliti menguji apakah 10 item dari dimensi Permissive bersifat unidimensional,
artinya benar-benar mengukur Permissive. Berdasarkan hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan chi-square= 192.87,
df= 35, p-value= 0.00000, RMSEA= 0.149. Peneliti melakukan beberapa kali
modifikasi terhadapat model, kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan chi-
square= 37.01, df= 27 p-value= 0.09482 RMSEA=0.043. Nilai chi-square
menghasilkan RMSEA< 0.05, yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor saja
43
yaitu Permissive. Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
Permissive, seperti pada tabel 3.7
Tabel 3.7 Muatan faktor item Permissive
ITEM KOEFESIEN STANDAR EROR T-VALUE SIGNIFIKAN
1 0.29 0.08 3.68 V
2 0.54 0.07 7.68 V
3 0.26 0.07 3.61 V
4 0.66 0.08 7.75 V
5 0.52 0.07 7.33 V
6 0.08 0.07 1.06 -
7 0.82 0.08 10.77 V
8 0.30 0.07 4.22 V
9 0.39 0.07 5.45 V
10 -0.02 0.07 -0.24 -
Pada tabel di atas, terdapat 2 item dibawah 1.96 (t <1.96) yang tidak
signifikan, sehingga item-item tersebut harus didrop. Maka hanya 8 item yang
dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk konstruk Permissive.
3.4.3 Uji Validitas konstruk Kepribadian Big Five
Peneliti mengukur apakah 44 item yang terdiri dari 5 Kepribadian Big Five dimensi
yaitu Agreebleness, Extraversion, Conscientiousnes, Neuroticism dan Openness to
Experince bersifat unidimensional yang artinya benar hanya mengukur Kepribadian
Big Five.
3.4.3.1 Uji Validitas dimensi Agreebleness
Peneliti menguji apakah 9 item dari dimensi Agreebleness bersifat unidimensional,
artinya benar-benar mengukur Agreebleness. Berdasarkan hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan chi-square= 164.18,
44
df= 27, p-value= 0.00000, RMSEA= 0.159. Peneliti melakukan beberapa kali
modifikasi terhadapat model, kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan chi-
square= 21.05, df= 15 p-value= 0.13518 RMSEA=0.045. Nilai chi-square
menghasilkan RMSEA< 0.05, yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu Agreebleness. Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
Agreebleness, seperti pada tabel 3.7
Tabel 3.8 Muatan faktor item Agreebleness
ITEM KOEFESIEN STANDAR EROR T-VALUE SIGNIFIKAN
1 0.33 0.08 4.36 V
2 0.91 0.11 8.52 V
3 0.27 0.12 2.27 V
4 0.45 0.08 5.71 V
5 0.38 0.08 4.84 V
6 0.09 0.08 1.12 -
7 0.19 0.07 2.65 V
8 0.34 0.08 4.28 V
9 -0.27 0.08 -3.59 -
Pada tabel di atas, terdapat 2 item dengan t-value di bawah 1.96 (t <1.96)
yang tidak signifikan, sehingga item-item tersebut harus didrop. Maka hanya 7 item
yang dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk konstruk
Agreebleness.
3.4.3.2 Uji Validitas dimensi Conscientiousnes
Peneliti menguji apakah 9 item dari dimensi Conscientiousnes bersifat
unidimensional, artinya benar-benar mengukur Conscientiousnes Berdasarkan hasil
45
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan
chi-square= 157.52, df= 27, p-value= 0.00000, RMSEA= 0.155. Peneliti
melakukan beberapa kali modifikasi terhadapat model, kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan chi-square= 25.58, df= 17 p-value= 0.08245 RMSEA=0.050. Nilai chi-
square menghasilkan RMSEA< 0.05, yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu Conscientiousnes. Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
Conscientiousnes, seperti pada tabel 3.7
Tabel 3.9 Muatan faktor item Conscientiousnes
ITEM KOEFESIEN STANDAR EROR T-VALUE SIGNIFIKAN
1 0.66 0.08 8.46 V
2 0.51 0.08 6.73 V
3 0.42 0.07 6.03 V
4 -0.07 0.07 -0.96 -
5 0.62 0.08 7.99 V
6 0.81 0.09 8.91 V
7 0.39 0.07 5.66 V
8 0.61 0.07 8.62 V
9 0.47 0.08 6.20 V
Pada tabel di atas, terdapat 1 item dengan t-value di bawah 1.96 (t <1.96)
yang tidak signifikan, sehingga item tersebut harus didrop. Maka hanya 8 item yang
dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk konstruk Conscientiousnes.
3.4.3.3 Uji Validitas dimensi Neuroticism
Peneliti menguji apakah 8 item dari dimensi Neuroticism bersifat unidimensional,
artinya benar-benar mengukur Neuroticism Berdasarkan hasil analisis CFA yang
46
dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan chi-square= 167.28,
df= 20, p-value= 0.00000, RMSEA= 0.191. Peneliti melakukan beberapa kali
modifikasi terhadapat model, kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan chi-
square= 15.54, df= 12 p-value= 0.21328 RMSEA=0.038. Nilai chi-square
menghasilkan RMSEA< 0.05, yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu Neuroticism Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
Neuroticism, seperti pada tabel 3.7
Tabel 3.10 Muatan faktor item Neuroticism
ITEM KOEFESIEN STANDAR EROR T-VALUE SIGNIFIKAN
1 0.10 0.08 1.31 -
2 0.74 0.07 11.28 V
3 0.72 0.07 10.66 V
4 0.45 0.07 6.07 V
5 0.80 0.06 12.44 V
6 0.12 0.08 1.54 -
7 0.20 0.08 2.51 V
8 0.36 0.08 4.66 V
Pada tabel di atas, terdapat 2 item dengan t-value di bawah 1.96 (t <1.96)
yang tidak signifikan, sehingga item-item tersebut harus didrop. Maka hanya 6 item
yang dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk konstruk Neuroticism.
3.4.3.4 Uji Validitas dimensi Extraversion
Peneliti menguji apakah 7 item dari dimensi Extraversion bersifat unidimensional,
artinya benar-benar mengukur Extraversion Berdasarkan hasil analisis CFA yang
47
dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan chi-square= 139.01,
df= 14, p-value= 0.00000, RMSEA= 0.210. Peneliti melakukan beberapa kali
modifikasi terhadapat model, kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan chi-
square= 7.16 , df= 7 p-value= 0.41236 RMSEA=0.011 Nilai chi-square
menghasilkan RMSEA< 0.05, yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu extraversion Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
extraversion, seperti pada tabel 3.10
Tabel 3.11 Muatan faktor item Extraversion
ITEM KOEFESIEN STANDAR EROR T-VALUE SIGNIFIKAN
1 0.38 0.08 4.87 V
2 0.74 0.10 7.31 V
3 0.73 0.10 7.05 V
4 0.59 0.09 6.48 V
5 0.25 0.08 2.97 V
6 0.54 0.08 6.50 V
7 0.37 0.07 4.96 V
Pada tabel di atas, terlihat tidak ada item dengan t-value di bbawah 1.96
(t <1.96). maka seluruh item tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor
untuk dimensi extraversion.
3.4.3.5 Uji Validitas dimensi Openness to Experince
Peneliti menguji apakah 8 item dari dimensi Openness to Experince bersifat
unidimensional, artinya benar-benar mengukur Openness to Experince
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
48
tidak fit dengan chi-square= 302.92, df= 35, p-value= 0.00000, RMSEA= 0.195.
Peneliti melakukan beberapa kali modifikasi terhadapat model, kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit dengan chi-square= 30.82, df= 21 p-value= 0.07676
RMSEA=0.048. Nilai chi-square menghasilkan RMSEA< 0.05, yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu Openness to Experince Adapun koefisien muatan
faktor untuk item pengukuran Openness to Experince, seperti pada tabel 3.
Tabel 3.12 Muatan faktor item Openness to Experince.
ITEM KOEFESIEN STANDAR EROR T-VALUE SIGNIFIKAN
1 0.69 0.07 9.90 V
2 0.46 0.07 6.47 V
3 0.03 0.07 0.46 -
4 0.15 0.07 1.97 V
5 0.83 0.07 12.42 V
6 0.20 0.08 2.55 V
7 0.62 0.08 8.04 V
8 0.50 0.07 7.06 V
9 -0.41 0.07 -5.44 -
10 0.35 0.08 4.66 V
Pada tabel di atas, terdapat 2 item dengan t-value dibawah 1.96 (t <1.96)
yang tidak signifikan, sehingga item-item tersebut harus didrop. Maka hanya 8 item
yang dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk konstruk Openness to
Experince.
49
3.5 Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai Pola Asuh dan tipe kepribadian big
five yang mempengaruhi smartphone addicition, maka peneliti mengolah data yang
didapat dengan menggunakan multiple regression analysis (analisis regresi
berganda). Teknik analisis berganda digunakan untuk menjawab hipotesis nihil
yang terdapat di BAB 2. Dalam penelitian ini, Adiksi smartphone dijadikan sebagai
dependent variable dan untuk Pola Asuh dan Tipe Kepribadian Big Five peneliti
jadikan sebagai independent variable, maka susunan persamaan regresinya adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8+ e
Keterangan:
Y = Smartphone Addicition
a = konstanta/intercept
b=koefisien regresi
X1 = Authoritarian pada Pola Asuh
X2 = Authoritative pada Pola Asuh
X3 = Permissive pada Pola Asuh
X4 = Agreebleness pada tipe kepribadian big five
X5 = Conscientiousness pada tipe kepribadian big five
X6 = Extraversion pada tipe kepribadian big five
X7 = Neuroticism pada tipe kepribadian big five
X8 = Opennes to new experience pada tipe kepribadian big five
e=residu
50
Melalui analisis regresi berganda in akan diperoleh nilai R2, yaitu koefisien
determinasi yang menunjukan besarnya proporsi (presentase) varians dari DV yang
bisa dijelaskan oleh bervariasinya independent variable secara keseluruhan.
Adapun untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut:
R2 =SSreg
SSy
Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari
independent variable satu persatu signifkan atau tidak penambahannya. Untuk
membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka dapat diuji
dengan menggunkan uji F, untuk membuktikan hal tersebut digunakan rumus
sebagai berikut:
F = R2/k /(1-R2)/(N-k-1)
Keterangan:
R2 = proporsi varians
K = jumlah independent variable
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi umum subjek penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah siswa-siswi di SMP X. dengan total sampel sebanyak 203
orang yang terdiri dari kelas 7, 8 dan 9 dengan rentang umur 11-15 tahun.
Tabel 4.1 Deskripsi hasil penelitian berdasarkan data demografi
Demografi Jumlah (N) Presentase (%)
Jenis Kelamin Laki-Laki
Perempuan
109
94
53.7%
46.3%
Umur 11 Tahun
12 Tahun
13 Tahun
14 Tahun
15 Tahun
2
79
43
74
5
1.0%
38.9%
21.2%
36.5%
2.5%
Tempat Tinggal
Tinggal bersama
ayah
Tinggal bersama ibu
Tinggal bersama
Orangtua
1
18
184
0.5%
8.9%
90.6%
Status Ayah
Status Ibu
Masih Hidup
Sudah Meninggal
Masih Hidup
Sudah Meninggal
189
14
200
3
93.1%
6.9%
98.5%
1.5%
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden pada penelitian ini yang berjenis
kelamin laki-laki berjumlah 109 orang dengan presentase 53.7%, dan responden berjenis
kelamin perempuan terdapat 94 orang dengan presentase 46.3%. Selanjutnya, dapat
diketahui umur dari responden yaitu pada umur 11 tahun berjumlah 2 orang dengan
presentasi 1.0%, 12 tahun berjumlah 79 orang dengan presentase 38.9%, berumur 13 tahun
berjumlah 43 orang dengan presentase 21.2%, berumur 14 tahun berjumlah 74 orang
dengan presentase 36.5%, dan yang berumur 15 tahun berjumlah 5 orang dengan presentase
2.5%.
Berikutnya, dijelaskan gambaran tempat tinggal berdasarkan dengan siapa mereka tinggal.
Hanya tinggal bersama ayah terdapat 1 orang dengan presentase 0.5%, Hanya tinggal
bersama ibu terdapat 18 orang dengan presentase 8.9%, dan tinggal bersama orangtua
lengkap terdapat 184 orang dengan presentase 90.6%.
Berikutnya, dijelaskan gambaran berdasarkan status ayah. Untuk yang memiliki
ayah masih hidup terdapat 189 orang dengan presentase 93.1% . Untuk yang memiliki ayah
sudah meninggal terdapat 14 orang dengan presentase 6.9%.
Berikutnya, dijelaskan gambaran berdasarkan status ibu Untuk yang memiliki ibu
masih hidup terdapat 200 orang dengan presentase 98.5% . Untuk yang memiliki ibu sudah
meninggal terdapat 3 orang dengan presentase 1.5%.
4.2 Analisis Deskriptif
Sebelum dilakukan uji hipotesis, penulis melakukan analisis deskriptif. Analisis deskriptif
tersebut bertujuan untuk menganalisis sejumlah data yang dikumpulkan dalam penelitian
guna memperoleh gambaran mengenai suatu variable. Dalam hasil analisis deskriptif ini
akan disajikan sebuah tabel yang terdiri atas nilai maksimum, minimum, mena, dan standar
deviasi. Gambaran hasil analisis deksriptif ini dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut
Tabel 4.2 Deskripsi statistic
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Adiksi
Smartphone
203 27 77 50.00 9.470
Authoritarian 203 33 75 50.00 8.971
Authoritative 203 20 74 50.00 8.739
Permissive 203 28 73 50.00 8.292
Agreebleness 203 26 70 50.00 8.101
Conscientiousness 203 30 76 50.00 8.830
Extraversion 203 26 70 50.00 8.638
Neuroticism 203 29 72 50.00 8.904
Openess to new
experience
203 29 75 50.00 8.719
Valid N (listwise) 203
Berdasarkan tabel 4.2, terdapat penjelasan mengenai gambaran umum deskripsi
statistic dari variabel-variabel yang diteliti dengan indeks yang dijadikan acuan dalam
perhitungan ini adalah skor mean, standar deviasi (SD), maksimum dan minimum tiap
variabel penelitian.
Dependen variabel yaitu Adiksi smartphone memiliki nilai minimum 27, nilai
maksimum 77 dan SD= 9.47, variabel Authoritarian memiliki nilai minimum 33, nilai
maksimum 75 dan SD = 8.97, variabel Authoritativememiliki nilai minimum 20, nilai
maksimum 74 dan SD = 8.73, variabel Permissive memiliki nilai minimum 28, nilai
maksimum 73, dan SD = 8.29, variabel Agreebelness memiliki nilai minimum 26, nilai
maksimum 70, dan SD = 8.10, variabel Contiousness memiliki nilai minimum 30, nilai
maksimum 76 dan SD = 8.83, variabel Extraversion memiliki nilai minimum 26 nilai
maksimum 70 dan SD = 8.63, variabel Neurotism memiliki nilai minimum 29 nilai
maksimum 72 dan SD = 8.90. variabel Openess to New Experience memiliki nilai
minimum 29 nilai maksimum 75 dan SD = 8.71.
4.3 Kategorisasi Partisipan Penelitian
Setelah melakukan deksripsi statistik dari masing-masing variabel penelitian, maka hal
yang perlu dilakukan adalah pengkategoriasian terhadap data penelitian. Kategorisasi
variabel bertujuan untuk menempatkan responden penelitian ke dalam kelompok-
kelompok terpisah secara berjenjang menurut suatu kontimum berdasarkan atribut yang
diukur. Untuk mengelompokkan responden ke dalam jenjang tersebut, ditetapkan norma
dengan menggunakan standar deviasi dan mean dari t-score seperti pada tabel dibawah
Tabel 4.3 Norma skor
Kategorisasi Norma
Tinggi
Sedang
Rendah
X > Mean + 1 Standart Deviasi
X -1 Standart Deviasi ≤ X ≤ Mean + 1
Standart deviasi
X < Mean -1 Standart Deviasi
Setelah norma kategorisasi tersebut didapatkan selanjutnya akan dijelaskan
perolehan nilai presentase kategorisasi untuk Authoritative,Authoritarian, Permissive,
Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Neurotism, Openness to experience pada
tabel 4.4 berikut
Tabel 4.4 Kategorisasi partisipan penelitian
Variabel Frekuensi(%)
Rendah Sedang Tinggi
Adiksi Smartphone 13.3% 74.4% 12.3%
Authoritative 10.8% 75.9% 13.3%
Authoritarian 13.8% 72.4% 13.8%
Permissive 9.4% 77.8% 12.8%
Extraversion 12.8% 75.4% 11.8%
Agreeableness 8.9% 78.3% 12.8%
Conscientiousness 15.8% 73.9% 10.3%
Neuroticism 15.3% 70.9% 13.8%
Opennes to Experience 6.9% 79.3% 13.8%
Berdasarkan tabel 4.4, dapat dilihat bahwa seluruh variabel pada umumnya berada
pada kategori sedang, namun jika dilihat antara yang tinggi dan rendah,, kategori adiksi
smartphone cenderung lebih rendah (13.3%). Selanjutnya kategori authoritative cenderung
lebih tinggi (13.3%). Kategori authoritarian berimbang antara hasil rendah dan tinggi
(13,8%). Kategori permissive cenderung lebih rendah (9.4%). Kategori extraversion
cenderung lebih rendah (12.8%). Kategori agreeableness cenderung lebih tiggi (12.8%).
Kategori conscientiousness cenderung lebih rendah (15.8%). Kategori neuroticism
cenderung lebih rendah (15.3%). Sedangkan kategori opennes to experience cenderung
lebih tinggi (13.8%).
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian
Pada tahap ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan
menggunakan software SPSS 21. Seperti yang telah disebutkan pada BAB 3, dalam regresi
ada tiga hal yang dilihat yaitu melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen
(%) varians dependent variable dan melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari
masing-masing independent variable.
Tabel 4.5 Tabel R Square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .499a .249 .219 8.371
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.249 atau 24.9%
artinya, proporsi varians dari adiksi smartphone yang dijelaskan oleh pola asuh
(authoritarian, authoritative,permissive ) dan tipe kepribadian big five (extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticism dan opennes to experience adalah sebesar
24.9%, sedangkan 75,1% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua peneliti menganalisis pengaruh dari keseluruhan independent
variabel terhadap adiksi smartphone. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6 Tabel Anova
Model Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
1
Regression 4519.274 8 564.909 8.061 .000b
Residual 13595.575 194 70.080
Total 18114.849 202
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat pada kolom Sig bahwa (Sig < 0.05), maka
hipotesis nihil menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari authoritative,
authoritarian, permissive, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism dan
opennes to experience terhadap adiksi smartphone ditolak, artinya terdapat pengaruh yang
signifikan dari authoritative, authoritarian, permissive, extraversion, agreebleness,
conscientiousness, neuroticism dan opennes to experience terhadap adiksi smartphone
pada remaja.
Langkah selanjutnya peneliti melihat signifikansi koefisien regresi pada setiap
variabel pada kolom signifikan. Jika signifikansi < 0.05 maka koefisien regresi berpengaruh
secara signifikan terhadap Adiksi smartphone. Adapun tabel koefisien regresi dari setiap
independent variable terhadap dependent variable ditampilkan pada tabel berikut
Tabel 4.7 Tabel koefisien regresi variabel
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig. B Std. Error Beta
1
(Constant) 18.011 8.612 2.091 .038
authoritarian .287 .067 .271 4.249 .000
authoritative .054 .071 .050 .769 .443
permissive .238 .076 .208 3.127 .002
agreebleness -.011 .086 -.009 -.126 .900
conscientiousne
ss
-.089 .075 -.083 -1.189 .236
extraversion -.088 .081 -.081 -1.097 .274
Neuroticism .258 .074 .243 3.502 .001
openness to new
experience
-.009 .081 -.008 -.108 .914
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dipaparkan persamaan regresi sebagai berikut:
Adiksi smartphone = 18.001 + 0.287 Authoritarian* + 0.054 Authoritative + 0.238
Permissive* - 0.011 Agreebleness - 0.089 Conscientiousness - 0.088 Extraversion + 0.258
Neuroticism* – 0.009 Opennes to Experience.
Keterangan: Signifikan (*)
Pada tabel 4.7 terdapat 1 koefisien regresi yang signifikan, yaitu . authoritarian,
permissive dan neuroticism. Variabel lainnya menghasilkan koefisien regresi yang tidak
signifikan. Penjelasan dari nilai yang diperoleh pada masing-masing independent variabel
adalah sebagai berikut:
1. Variabel Authoritarian
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.287 dengan signifikansi 0.000 (sig <
0.05). Dengan demikian, authoritarian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
adiksi smartphone. Nilai koefisien regresi yang positif menunjukan arah hubungan
yang positif antara authoritarian dan adiksi smartphone. Dari arah hubungan
tersebut dapat diartikan jika skor authoritarian semakin tinggi maka semakin tinggi
pula tingkat adiksi smartphone.
2. Variabel Authoritative
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.054 dengan signifikansi 0.443 (sig >
0.05). Dengan demikian, authoritative memiliki pengaruh terhadap adiksi
smartphone, namun tidak signifikan.
3. Variabel Permissive
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.238 dengan signifikansi 0.002 (sig <
0.05). Dengan demikian, permissive memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
adiksi smartphone. Nilai koefisien regresi yang positif menunjukan arah hubungan
yang positif antara permissive dan adiksi smartphone. Dari arah hubungan tersebut
dapat diartikan jika skor permissive semakin tinggi maka semakin tinggi pula
tingkat adiksi smartphone.
4. Variabel Agreebleness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 0.011 dengan signifikansi 0.900 (sig >
0.05). Dengan demikian, agreebleness memiliki pengaruh terhadap adiksi
smartphone, namun, tidak signifikan.
5. Variabel Conscientiousness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 0.089 dengan signifikansi 0.236 (sig >
0.05). Dengan demikian, conscientiousness memiliki pengaruh terhadap adiksi
smartphone, namun tidak signifikan.
6. Variabel Extraversion
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 0.088 dengan signifikansi 0.274 (sig >
0.05). Dengan demikian, extraversion memiliki pengaruh terhadap adiksi
smartphone, namun tidak signifikan.
7. Variabel Neuroticism
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.258 dengan signifikansi 0.001 (sig <
0.05). Dengan demikian, neuroticism memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
adiksi smartphone. Nilai koefisien regresi yang positif menunjukan arah hubungan
yang positif antara neuroticism dan adiksi smartphone. Dari arah hubungan tersebut
dapat diartikan jika skor neuroticism semakin tinggi maka semakin tinggi pula
tingkat adiksi smartphone.
8. Variabel Openness to new Experience
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar – 0.009 dengan signifikansi 0.914 (sig >
0.05). Dengan demikian, openness to new experience memiliki pengaruh terhadap
adiksi smartphone, namun tidak signifikan.
4.4.2 Pengujian proporsi varians masing-masing independent variable
Peneliti ingin mengetahui bagaimana proporsi varian dari masing-masing independent
variable terhadap kepercayaan diri. Besarnya proporsi varian pada kepercayaan diri dapat
dilihat pada tabel berikut
Tabel 4.8 Proporsi varians variabel setiap independent variable
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .313a .098 .093 9.018 .098 21.766 1 201 .000 *
2 .329b .108 .100 8.986 .011 2.416 1 200 .122
3 .392c .154 .141 8.777 .045 10.631 1 199 .001 *
4 .398d .159 .142 8.774 .005 1.151 1 198 .285
5 .427e .183 .162 8.670 .024 5.768 1 197 .017 *
6 .447f .200 .175 8.601 .017 4.179 1 196 .042 *
7 .499g .249 .222 8.350 .050 12.951 1 195 .000 *
8 .499h .249 .219 8.371 .000 .012 1 194 .914
Keterangan: Signifikan (*)
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel Authoritarian memberikan sumbangan yang signifikan sebesar 0.098 atau
9.8% dengan nilai sig F change = 0.000
2. Variabel Authoritative memberikan sumbangan yang tidak signifikan sebesar 0.011
atau 1,1% dengan nilai sig F change = 0.122
3. Variabel Permissive memberikan sumbangan yang signifikan sebesar 0.045 atau 4,5%
dengan nilai sig F change = 0.001
4. Variabel Agreebleness memberikan sumbangan yang tidak signifikan sebesar 0.005
atau 0,5% dengan nilai sig F change = 0.285
5. Variabel Conscientiousness memberikan sumbangan yang signifikan sebesar 0.024 atau
2,4% dengan nilai sig F change = 0.017
6. Variabel Extraversion memberikan sumbangan yang signifikan sebesar 0.017 atau 1,7%
dengan nilai sig F change = 0.042
7. Variabel Neuroticism memberikan sumbangan yang signifikan sebesar 0.050 atau 5%
dengan nilai sig F change = 0.000
8. Variabel Openness to new experience memberikan sumbangan yang tidak signifikan
sebesar 0.000 atau 0% dengan nilai sig F change = 0.914
Berdasarkan tabel diatas terdapat lima independent variable yang signifikan memberikan
sumbangan terhadap adiksi smartphone yaitu variable authoritarian sebesar 9.8%,
variable permissive sebesar 4,5% , variable conscientiousness sebesar 2,4%, variable
extraversion sebesar 1,7% dan neuroticism sebesar 5%. Sedangkan variable authoritative
, agreeableness dan openness to new experience tidak memberikan sumbangan yang
signifikan terhadap adiksi smartphone.
51
62
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab 4, maka kesimpulan
yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
Pertama, terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel authoritative, au-
thoritarian, permissive, extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism
dan opennes to experience terhadap adiksi smartphone siswa siswi SMP X.
Kedua, hasil uji koefisien regresi masing-masing independent variable
menunjukkan dari delapan variabel yaitu authoritative, authoritarian, permissive,
extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism dan opennes to experi-
ence terdapat tiga variabel yang signifikan mempengaruhi adiksi smartphone siswa
siswi SMP X. Variabel yang dinyatakan signifikan mempengaruhi adiksi
smartphone pada siswa siswi SMP adalah authoritarian, permissive, neuroticism.
Ketiga, berdasarkan table R-Square bahwa ketiga variabel menyumbang
24.9% sementara 75.1% dipengaruhi oleh variabel diluar penelitian ini.
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian yang dijelaskan pada bab 4, peneliti mencoba untuk
memaparkan penjelasannya secara berurut pengaruh dari masing-masing independ-
ent variable (IV) terhadap adiksi smartphone.
63
Pertama adalah variabel pola asuh, dari hasil penelitian didapatkan bahwa
berdasarkan koefisien regresi, dua dari tiga variable pada pola asuh yaitu authori-
tarian dan permissive berpengaruh signifikan terhadap adiksi smartphone,
sedangkan variable authoritative tidak berpengaruh signifikan terhadap adiksi
smartphone. Artinya, dapat dijelaskan bahwa variabel yang memiliki nilai positif,
yaitu authoritarian dan permissive memiliki pengaruh signifikan terhadap adiksi
smartphone. Sedangkan authoritative tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap adiksi smartphone.
Variabel authoritarian. Variabel ini berpengaruh secara signifikan terhadap
adiksi smartphone. Artinya, jika seseorang memiliki pola asuh authoritarian yang
paling dominan maka orang tersebut semakin tinggi pula adiksi smartphonenya dan
sebaliknya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Kwon dkk (2017) yang mengindikasikan bahwa ada pengaruh yang
signifikan pola asuh authoritarian dengan tingginya level pada permasalahan adiksi
smartphone. Masih dikutip dari sumber yang sama, pola asuh authoritarian yang
mana orang tua cenderung untuk keras dan memaksa kehendak kepada anak
berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone. Hal ini dikarenakan
anak dengan jenis pola asuh authoritarian menjadikan smartphone sebagai media
pelarian untuk melepaskan diri dari sikap otoriter orang tua, dimana ketika anak
mengakses smartphone ia dapat mengeksplorasi dirinya secara bebas.
Variabel authoritative. Variabel ini berpengaruh secara tidak signifikan
terhadap adiksi smartphone. Artinya, jika seseorang memiliki pola asuh authorita-
tive yang paling dominan, maka semakin rendah pula adiksi smartphone. Penelitian
64
ini sejalan dengan pernyataan Golmohammadian dkk., (2010), hal ini terjadi karena
anak dengan jenis pola asuh authoritative membuat anak menjadi lebih mau
menerima pengaruh orangtua dikarenakan orangtua tidak memaksakan keinginan
mereka kepada anaknya tetapi justu memberikan mereka alasan dan penjelasan
untuk mengadopsi perilaku dan nilai-nilai tertentu dari orang tua mereka.
Variabel permissive. Variabel ini berpengaruh secara signifikan terhadap
adiksi smartphone. Artinya, jika seseorang memiliki pola asuh permissive yang
paling dominan maka orang tersebut semakin tinggi pula smartphone addicition
dan sebaliknya. Penelitian ini sejalan dengan pernyataan Baumrind (dalam Yusuf,
2009) menurutnya orang tua permissive memiiki sikap acceptance (penerimaan)
tinggi, namun control rendah dan memberi kebebasan kepada anak untuk
menyatakan dorongan atau keinginannya.
Kemudian, selanjutnya penulis akan membahas variabel tipe kepribadian
big five yaitu variabel extraversion. Variabel ini tidak berpengaruh secara signif-
ikan terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan
(Friedman & Schustack,2008) bahwa individu yang memiliki kepribadian
extraversion yang tinggi maka ia cenderung energik, antusias, dominan, ramah,
komunikatif penuh kasih sayang, ceria, senang berbicara, senang berkumpul dan
menyenangkan. Sebaliknya mereka yang memiliki kepribadian extraversion yang
rendah biasanya cenderung pemalu, tidak pencaya diri, pasif dan tidak mempunyai
cukup kemampuan untuk mengekspresikan emosi yang kuat. Menurut Kim (2015)
timenemukan bahwa extraversion berpengaruh negatif untuk adiksi smartphone.
65
Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan penelitian ini bahwa extraversion ber-
pengaruh positif terhadap adiksi smartphone karena individu yang memiliki
kepribadian extraversion yang tinggi maka ia cenderung energik, antusias,
dominan, ramah, komunikatif penuh kasih sayang, ceria, senang berbicara, senang
berkumpul dan menyenangkan yang bisa mengurangi perilaku adiksi smartphone.
Jadi bisa disimpulkan siswa yang memiliki kepribadian extraversion yang tinggi
maka dapat mengurangi adiksi smartphone.
Variabel agreeableness. Variabel penelitian ini tidak signifikan dengan tipe
kepribadian agreeableness terhadap adiksi smartphone. Hasil ini tidak sesuai
dengan penelitian Manolis (2015), bahwa individu dengan kepribadian
agreeableness rendah cenderung anti sosial serta menyalahgunakan smartphone na-
mun dalam penelitian ini variabel agreebleness tidak signifikan diduga bahwa siswa
masih remaja yang sedang dalam masa transisi untuk membentuk kepribadian
agreebleness, dapat disimpulkan bahwa siswa masih belum matang untuk
membedakan antara orang-orang yang berhati lembut dengan orang orang yang ke-
jam jadi dapat disimpulkan bahwa siswa masih belum matang untuk menentukan
perilaku ramah, kooperatif, mudah percaya, dan hangat maka variabel ini tidak
dapat digunakan untuk mengurangi adiksi smartphone.
Variabel conscientiousness. variabel penelitian ini tidak signifikan terhadap
adiksi smartphone. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
menurut Kim, dkk (2015) bahwa conscientiousness tidak berhubungan dengan
penggunaan smartphone. penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan (Pervin,
dkk., 2010) bahwa Individu yang memiliki kepribadian conscientiousness yang
66
tinggi maka ia memiliki karakteristik yang terorganisir, dapat diandalkan, pekerja
keras, penuh pertimbangan, dan disiplin. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa/
remaja yang memiliki kepribadian concientiousness yang tinggi ia memiliki ke-
mampuan dalam mengorganisir dan penuh pertimbangan untuk membuat dirinya
mampu mengontrol dalam penggunaan smartphone. Dengan karakteristik
kepribadian seperti itu individu dapat mengontrol penggunaan adiksi smartphone.
Variabel neuroticism. variabel penelitian ini signifikan terhadap adiksi
smartphone. Penelitian ini sesuai dengan pernyataan (Costa & McCrae, 1992) da-
lam Pervin, Cervone & John, 2005) bahwa Individu yang memiliki neuroticism
yang tinggi cenderung gugup, sensitive, tegang, dan mudah cemas. individu yang
memiliki kepribadian neuroticism memiliki karakteristik penuh kecemasan,
temperamental, mengasihani diri sendiri, emosional, dan rentan terhadap gangguan
yang berhubungan dengan stres. hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebe-
lumnya menurut Ehrenberg (2008) bahwa individu yang memiliki kepribadian
neurotik menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengirim pesan teks dan
melaporkan kecenderungan kecanduan ponsel yang lebih kuat. dapat disimpulkan
bahwa siswa yang bisa mengontrol tingkat kecendrungan adiksi smartphone ia bisa
memiliki kontrol diri terhadap kepribadian neuroticism sehingga siswa dapat men-
gurangi tingkat kecendrungan terhadap adiksi smartphone.
Variable yang terakhir yaitu openness. variabel ini tidak berpengaruh sig-
nifikan terhadap adiksi smartphone. Penelitian ini tidak seseuai dengan pernyataan
(Lee, Tam, & Chie, 2013) bahwa Tipe kepribadian keterbukaan (openness) adalah
individu yang memiliki keingintahuan yang tinggi, senang berdiskusi, dan dimintai
67
pendapat dengan orang lain. Kepribadian openness cenderung berinteraksi secara
langsung, dan tidak mengherankan jika tidak begitu fokus terhadap smartphone.
Maka dapat diduga bahwa siswa masih masa remaja dimana siswa masih dalam
masa transisi yang masih belum matang dan masih dibimbing untuk membentuk
kepribadian opennes dimana individu masih belajar untuk memiliki keingintahuan
yang tinggi, senang utuk berdiskusi, dan dimintai pendapat dengan orang lain maka
variabel ini tidak signifikan untuk mengurangi kecenderungan tingkat adiksi
smartphone.
5.3 Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh
karena itu penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran
praktis. Saran tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian lain
yang akan meneliti dependen variabel yang sama.
5.3.1 Saran Teoritis
1. Variasi dari 8 dimensi independent yang ada dalam penelitian ini hanya mem-
berikan sumbangan sebesar 0.249 atau 24.9% sedangkan 75,1% sisanya di-
pengaruhi variabel lain diluar penelitian ini. Penulis menyarankan agar
penelitian selanjutnya juga dapat menggunakan variabel-variabel lain yang
terkait dengan adiksi seperti: social anxiety, locus of control, impulsivity dan
sensation seeking.
2. Peneliti yang ingin meneliti variabel yang sama hendaknya lebih cermat dalam
melakukan uji validitas konten sebelum item diuji konstuknya sehingga tidak
mengalami kekurangan item atau penghapusan dimensi dan indikator alat ukur
68
yang mungkin disebabkan kesalahan responden dalam melakukan uji
keterbacaan.
5.3.2 Saran Praktis
1. Pola asuh authoritarian dan permissive berpengaruh secara positif terhadap
adiksi smartphone. Oleh karena itu untuk mengurangi adiksi smartphone pada
anak, maka sebaiknya dihindari pola asuh authoritarian dan permissive.
Artinya orang tua, guru-guru serta pihak sekolah disarankan menggunakan
pendekatan pola asuh authoritative.
2. Orangtua hendaknya lebih meningkatkan pemahaman tentang pengasuhan
anak, misalnya dengan mengikuti kelas-kelas parenting. Selain itu, disarankan
bagi orang tua, guru-guru serta pihak sekolah dapat melakukan kontrol yang
suportif, menciptakan komunikasi yang terbuka dengan anak, dan memahami
penggunaan smartphone pada anak. Dengan bimbingan dan pantauan yang
cukup dari orang tua, diharapkan remaja dapat memiliki kesadaran dan
tanggung jawab untuk menggunakan smartphone dengan bijak.
3. Khusus bagi siswa-siswi yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi, maka
dapat digunakan cara lain untuk mengurangi neuroticism tersebut selain
menggunakan smartphone secara berlebihan. Misalnya dengan mengikuti kur-
sus, aktif berorganisasi untuk mengembangkan soft skill, ataupun mengajak
keluarga melakukan kegiatan bersama yang dapat mempererat kelekatan emo-
sional diantara anggota keluarga.
69
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yusuf. (2009). Guru dan pembelajaran bermutu. Bandung: Rizqi Press.
Alia, (2015). Viva #1newstainment, Survei: 50 Persen Bocah Zaman Sekarang
Kecanduan Gadget.
Alwisol.(2005)Psikologi Kepribadian; edisirevisi.Malang.UMM Press.
Al-ayouby, M. Hafiz (2017). Dampak penggunaan gadget anak usia dini (Studi di
PAUD dan TK.Handayani Bandar Lampung). Skripsi. Bandar lampung:
Universitas Lampung.
Asra, K.Y(2008) Psikologi Kepribadian 1: Panduan Untuk Mata Kuliah
Psikologi Kepribadian 1. Pekanbaru: Fakultas Psikologi UIN Suska.
Andreassen, C. S., Pallesen, S., & Griffiths, M. D. (2017). The relationship
between addictive use of social media, narcissism, and self-esteem:
Findings from a large national survey. Addictive Behaviors, 64, 287–293.
Adalbjarnardottir, S. & Hafsteinsson, L.G. (2001). Adolescents‟ perceived
parenting style and their substance use: concurrent and longitudinal
analyses. Journal of Research on Adolescence, 11: 401-23.
Amichai, Y & Hamburger. (2005). Personality and the internet. The social net:
Human Behavior in Cyberspace, 27-55.
ANTARA News, (2014). “Pengguna Internet di Indonesia Terus Meningkat.” dari
http://www.antaranews.com/ Diakses pada tanggal 1 februari 2014
Armstrong, L., Phillips, J.G., Sailing, L.L. (2000). Potential determinants of
heavier internet usage. International Journal of Human Computer
Studies, 53, 537-50.
Aslanbay, M. (2006). A compulsive consumption: Internet use addiction
tendency. The case of Turkish high school student.
Aunola, K., Stattin, H & Nurmi, J.E. (2000). Parenting styles and adolescents‟
achievement strategies. Journal of Adolescence, 23, 205-222.
Ajizah, Siti (2013). Hubungan Kecanduan Game Online terhadap Prestasi
Akademik Mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Skripsi.
Depok. Fakultas Ilmu Keperawatan Program Sarjana Reguler Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
70
Baumrind, D. (1966). Effects of authoritative parental control on child behavior.
Child Development, 37(4), 887-907.
Baumrind, D. (1991). The influence of parenting style on adolescent competence
and substance use. The journal of Early Adolescence, 11, 56-95.
Baumrind, D. (1971). Current patterns of parental authority. Developmental
Psychology Monograph, 4, 1–103.
Baumrind, D. (2005). Patterns of parental authority and adolescent autonomy.
New Directions for Child and Adolescent Development, no. 108.
Beard, K.W & Wolf, E.M. (2001). Modification in the proposed diagnostic
criteria for internet addiction. CyberPsychology & Behavior, 4(3), 377-
383.
Beranuy M., Oberst, U., Carbonell, Chamarro, A. (2009). Problematic internet
and mobile phone use and clinical symptoms in college students:
Bian, M. W., & Leung, L. (2014). Smartphone addiction: Linking loneliness,
shyness, symptoms and patterns of use to social capital. Media Asia,
14(2), 159-176
Bianchi A & Phillips JG. (2005). Psychological predictors of problem mobile
phone use. Journal of Cyberpsychological Behaviour, 8, 39–51
Biantoro, Bramy. 2014 “Benarkah Tingkat Kecanduan Smartphone Mahasiswa
Sudah Parah” https://www.merdeka.com/teknologi/benarkah-tingkat-
kecanduan-smartphone-mahasiswa-sudah-parah.html diakses 30 agustus
2014 pukul 14.00
Buri, J. R. (1991). Parental authority questionnaire. Journal of Personality
Assessment, 57(1), 110-119.
Celik, S & Basal, A (2012). Predictive Role of Personality Traits on Internet
Addiction. Journal of Distance Education, 13(4), 10-24.
Ceyhan, A.A. (2011). University students‟ Problematic Internet use and
communication skills according to the internet use purposes. Educational
Sciences:Theory and Practice, 11(1), 69-77.
Chiu, S. I. (2014). The relationship between life stress and smartphone addiction
on Taiwanese university student: A mediation model of learning self-
efficacy and social self-efficacy. Computers in Human Behavior, 34, 49–
57. Chou C, Condron L & Belland, J.C. (2005). A review of the research on internet
addiction. Educational Psychology Review, 17 (4), 363-389.
71
Costa, P. T., Jr., dan McCrae, R. R. 1992. Revised NEO Personality Inventory
(NEO-PI-R) and NEO Five-Factor (NEO-FFI) Inventory Professional
Manual. Odessa, FL: PAR
Dailymail.uk. (2014). Parents who are controlling and overly demanding are more
likely to have internet-addicted children.
http://www.dailymail.co.uk/news/article-2541605/Parents-controlling-
overly-demanding-likely-raise-internet-addicted-children-researchers-
say.html diakses pada tanggal 5 februari 2014
Daeng, Intan. N.N Mewengkang Edmon R Kalesaran. (2017) Penggunaan
smartphone dalam menunjang aktivitas perkuliahan oleh mahasiswa
fispol unsrat manado. e-journal “Acta Diurna” Volume: VI, 1.
Darling, N (1999). Parenting style and its correlats. EDO-PS-99-3. Diunduh
tanggal 28 Januari 2014 dari
http://ecap.crc.illinois.edu/ecearchive/digests/1999/darlin99.pdf
Dini, Au (2018). “Pengaruh Penggunaan Gadget Pada Tumbuh Kembang Anak
UsiaDini.”file:///C:/Users/Darmawan/Downloads/PENGARUH%20PEN
GGUNAAN%20GADGET%20PADA%20TUMBUH%20KEMBANG%
20ANAK.pdf
Ehrenberg, A. S. Juckes, K. M. White and S. P. Walsh (2008) Personality and
self-esteem as predictors of young people’s technology use.
CyberPsychology and Behavior 11 6, 739- 741.
Feist, J & Feist G.J. (2006). Theories of personality. New York: McGraw-Hill
Companies.
Frangos, C.C, Frangos C.C & Kiohos, A.P. (2010). Internet addiction among
greek university students: Demographic Associations with the
Phenomenon, using the Greek version of Young‟s internet addiction test.
Journal of Economic Sciences and Applied Research 3(1), 49-74
Friedman H.S & Schustack, M.W. (2008). Kepribadian: teori klasik dan riset
modern. Jakarta: Erlangga.
Griffiths, M.D. (1998). Internet addiction: Does it really exist?. Psychology and
the internet: intrapersonal, interpersonal and transpersonal applications
(61-75). New York: Academic Press.
Gary B, S., Thomas J, C., & Misty E, V. (2007). Discovering Computers :
Fundamentals, 3thed. (Terjemahan). Jakarta: Salemba Infotek
72
Goldberg, L. R. (1990). An alternative "description of personality": The Big-Five
factor structure. Journal of Personality and Social Psychology, 59, 1216-
1229. DOI: 10.1037//0022-3514.59.6.1216
Goldberg, L. R. (1992). The development of marker scales for the Big-Five factor
structure. Psychological Assessment, 4, 26-42. DOI: 10.1037/1040-
3590.4.1.26
Heriyanto, T. 2014. “Indonesia Masuk 5 Besar Negara Pengguna Smartphone.”
http://inet.detik.com/read/2014/02/03/11002/2485920/31/indonesia-
masuk-5-besar-negara-pengguna-smartphone, diakses 15 agustus 2015
pukul 17.10
Jeko, (2015) “Makin Banyak Remaja di Asia yang Kecanduan
Smartphone”https://www.liputan6.com/tekno/read/2329307/makin-
banyak-remaja-di-asia-yang-kecanduan-smartphone diakses 1 oktober
2015 pukul 8.33
John, O.P., & Srivastava, S. (1999). The Big Five trait taxonomy: History,
measurement, and theoritical perspective. Dalam Pervin, L.A., & John,
Keepers, G. A. (1990). Pathological Preoccupation with Video Games. Journal of
the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, 29, 49-50.
http://dx.doi.org/10.1097/00004583-199001000-00009
Kheng Tan, W., Yi Yang, C. (2012). Personality trait predictors of usage of
internet services. International Conference on Economics, Bussiness
Innovation, 38, 185-189.
Kim, A.H. (2008). Korean parents‟ and adolescents‟ report of parenting style: A
developmental study. Dissertation. University of Meryland. (disertasi)
Kim, S & Kim, R. (2002). A study of internet addiction: status, causes and
remedies. Journal of Korean Home Economics Association English
Edition, 3(1), 1-20. Diakses dari
http://www.khea.or.kr/InternationalJournal/2002/1.PDF
Ko, C.H, Yen, J.Y, Chen, S.H, Yang M.J, Lin H.C, Yen, C.F. (2009). Proposed
diagnostic criteria and the screening and diagnosing tool of Internet
addiction in college students. Comprehensive Psychiatry, 5(4), 378-384.
Kraut, P., Patterson, M., Lundmark, V., Kiesler, S., Mukopadhyay, T., Scherlis,
W. (1998). Internet paradox: A social technology that reduces social
involvement and psychological well-being. American Psychologist, 53,
65-77.
Kraut, R., Kiesler, S., Boneva, B., Cummings, J.N., Helgeson, V., Crawford, A.M.
(2002). Internet paradox revisited. Journal of Social Issues, 58, 49- 74.
73
Kurniawan, A., & Cahyanti, I. Y. (2013). Hubungan antara academic stress
dengan smartphone addiction pada mahasiswa pengguna smartphone.
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 1(1), 16-21.
Kwon M, Lee JY, Won WY, Park JW, Min JA, et al. (2013) Development and
validation of a smartphone addiction scale (SAS). PLoS One 8: e56936.
Larsen, R.J & Buss D,M. (2008). Personality psychology. New York: McGraw-
Hill Companies.
Lemmens, J.S., Valkenburg, P.M., Peter, J. (2009). Development and validation
of a game addiction scale for adolescent. Media Psychology, 12, 77-95.
DOI: 10.1080/15213260802669458.
Lee, W. (2013). An Exploratory Study on Addictive Use of Smartphone:
Developing SAUS, Journal of Convergence Information Systems, 18(12),
403-407.
Lee, H., Hee-June, A., & Sam-Wook, C. (2014). The SAMS: Smartphone
addiction management system and verification. J Medical System, 38(1)
1-10. doi 10.1007/s10916-013-0001-1
Lin, C.H, Lin, S.L & Wu, C.P. (2009) The effects of parental monitoring and
leisure boredom on adolescents‟ internet addiction. Pro Quest Education
Journals, 44(176), 993-1004.
Leung L. Leisure Boredom, Sensation Seeking, Self-esteem, Addiction Symptoms
and Patterns of Mobile Phone Use. Mediat Interpers Commun.
2007;(April):359–98.
Mappiare, A. (1992). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Maulida, Hidayahti. (2013). Menelisik Pengaruh Penggunaan Aplikasi Gadget
Terhadap Perkembangan Psikologis Anak Usia Dini. Jurnal Ilmiah
Teknologi Pendidikan 2013. FKIP Universitas Negeri Semarang.
Semarang
Moazedian, A., Taqavi, S.A., HosseiniAlmadani, S.A., Mohammadyfar, M.A.,
Sabetimani, M. (2014). Parenting style and internet addiction. Journal of
Life Science and Biomedicine, 4(1), 9-14.
Mowen’s (2000) I Need My Smartphone: A Hierarchical Model Of. Personality
And Cell-Phone Addiction. Personality and Individual Differences 79
(2015) 13-19.
Niemz, K., Ghriffiths, M, & Banyard, P. (2005). Prevalence of pathological
internet use among university students and correlations with self esteem,
the general health questionnaire (GHQ), and disinhibiton. Cyber
74
Psychology & Behavior, 8(6), 562-570.
Park, N., & Lee, H. (2012). Social implications of smartphone use: Korean
college students’ smartphone use and psychological well-being.
Cyberpsychology, Behavior, and Social Network-ing, 15(9), 491–497.
Park, N. and Lee, H. (2013). Nature of Youth Smartphone Addiction in Korea:
Diverse Dimensions of Smartphone Use and Individual Traits, Journal of
Communication Research, 51 (1), 100-132.
Park, G., R., Moon, G., W., Yang., D., H., (2014) The Moderation Effect of
Smartphone Addiction in Relationship between Self-Leadership and
innovative Behavior. International Journal of Social, Management,
Economics and Business Engineering. 5-8
Pearson, C. & Hussain, Z. (2016). Smartphone addiction and associated
psychological factors. The Turkish Journal on addictions, 3, 193-207.
doi: 10.15805/addicta.2016.3.0103
Pervin, L.A & John, O.P. (1997). Personality theory and research. United States
of America: John Wiley & Sons, Inc.
Pervin, L., Daniel, C., & Oliver, P. (2005). Personality : Theory and Research.
United States of America: John Willey & Sors Inc.
Prihati, M., Zulkaida, A, Harsanti, I. (2012). Kontribusi kepribadian introvert
terhadap kecanduan internet pada mahasiswa. Skripsi. Jakarta:
Universitas Gunadarma.
Roberts, J., Pullig, C., & Manolis, C. (2014). I need my smart- phone: A
hierarchical model of personality and cell-phone addiction. Personality
and Individual Differences, 79, 13–19.
Ross, C., Orr, E.S., Sisic, M., Arseneault, J.M., Simmering, M.G., Orr, R. (2009).
Personality and motivations associated with facebook use. Computers in
Human Behavior, 23, 578-586.
Samarein, Z.A., Far, N.S., Yekleh, M., Tahmasebi, S., Yaryari, F., Ramezani, V.,
Sandi L. (2013). Relationship between personality traits and internet
addiction of students at kharazmi university. International Journal of
Psychology and Behavioral Research, 2 (1), 10-17.
Santrock, J. W. (2012). Life-span development. NY: McGraw-Hill
Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup.
Edisi Ke-5. Jakarta: Erlangga.
75
Sativa, Rahma Lillahi. 2017. “Berapa Lama Waktu Ideal Gunakan Gadget”,
https://inet.detik.com/cyberlife/d-3398914/berapa-lama-waktu-ideal-
gunakan-gadget, diakses pada 18 Januari 2017 pukul 12.17
Setiawan, Agung Budi. 2013. Dealing with Cyberbullies.
https://www.academia.edu/7586179/Dealing_with_Cyberbullies,
diakses pada 30 Mei 2016 pukul 15.10
Schultz, D.P & Schultz, S.E. (2005). Theories of personality. United States of
America: Thomson Wadsworth.
Srivastava, L. (2005). Mobile phones and the evolution of social behavior.
Behavior & Information Technology, 24, 111–29.
Suler, J. (1998). Internet addiction support group. The psychology of cyberspace,
vol. 2.
Trisilia, L. (2012). Kontrol diri sebagai prediktor kecanduan menggunakan
Blackberry Service. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara.
Umar, Jahja. (2010). Bahan Pelatihan Statistika untuk mentor akademis Fakultas
Psikologi UIN Jakarta. Tidak Diterbitkan.
Valcke, M., Bonte, S., De Wever, B., Rots, I. (2010). Internet parenting styles and
the impact on internet use of primary school children. Computers &
Education, 55(2), 454-464.
Van Deursen, A. J. A. M, Bolle, C. L., Hegner, S. M., & Kommers, P. A. M.
(2015). Modeling habitual and addictive smartphone behavior: The role
of smartphone usage types, emotional intelligence, social stress, self-
regulation, age, and gender. Computers in Human Behavior, 45, 411-
420. https://doi.org/10.1016/j.chb.2014.12.039
Widarsha, Chuk. S. 2018 “Pelajar Didiagnosa Kecanduan Smartphone Tetap
Diawasi Psikiater.” https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-
3824933/pelajar-didiagnosa-kecanduan-smartphone-tetap-diawasi-
psikiater?_ga=2.36073184.1924854143.1573366937-
191868129.1563566160 diakses 20 januari 2018 pukul 19.15.
Widyanto, L & Ghriffiths, M. (2006). „Internet addiction‟: a critical review. Int J
Ment Health Addict, 4, 31-51. DOI 10.1007/s11469-006-9009-9
Young, K.S & Abreu, C.N.D. (2011). Internet addiction: A handbook and guide
to evaluation and treatment. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Young, K.S. (1996). Internet addiction: the emergence of a new clinical disorder.
CyberPsychology and Behavior, 1(3), 237-24.
76
Yuwanto, L. (2010). “Mobile phone addict.” http://www.ubaya.ac.id/
2014/content/articles_detail/10/Mobile-Phone-Addict.html diakses 18
Maret 2017 pukul 17.00
Yuwanto, L. (2013). Pengembangan alat ukur blackberry messenger addict.
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik
Sipil), 5, 61-70.
Assalamualaikum Wr. Wb
Selamat pagi/siang/sore
Saya mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini saya sedang
melakukan penelitian untuk penyusunan tugas akhir penelitian (skripsi). Saya meminta
ketersediaan Anda untuk mengisi sejumlah angket di bawah ini. Dalam pengisian angket tidak
ada jawaban benar dan salah. Setiap orang memiliki jawaban yang berbeda, oleh karena itu
pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda. Semua jawaban Anda akan dijaga
kerahasiaanya dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian saja. Bantuan Anda dalam
mengisi angket ini merupakan bantuan yang berarti bagi keberhasilan penelitian ini. Atas
perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Hormat Saya,
Mazaya Ghalia Adisti
Lampiran 1
Data Responden
Nama/Inisial :
Umur : tahun
Kelas :
Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan
Tempat Tinggal : [ ] Tinggal bersama orang tua
[ ] Tinggal terpisah dengan orang tua
Status Orang tua : [ ] Masih hidup
[ ] Sudah meninggal
Saya yang bertnda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian menjadi responden.
Jakarta,……………….2018
(Nama Inisial dan Tanda Tangan)
Petunjuk Cara Pengisian
Anda diminta untuk menjawab semua pernyataan yang diberikan. Setelah membaca setiap
kalimat, berilah tanda () pada pilihan jawaban yang anda anggap paling sesuai dengan keadaan
diri anda. Tidak ada jawaban benar atau salah. Terdapat 4 alternatif jawaban yang dapat anda
pilih
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Contoh
No Pernyataan Jawaban
STS TS S SS
1 Saya sering ragu apakah saya cukup pintar
SKALA I
No Pernyataan Jawaban
STS TS S SS
1 Saya sering kehilangan aktivitas pekerjaan
sehari-hari yang direncanakan karena
penggunaan hanphone
2 Saya memiliki waktu yang sulit untuk
berkonsentrasi di kelas, saat melakukan
tugas, atau saat bekerja karena penggunaan
hanphone
3 Saya sering mengalami pusing atau
penglihatan kabur karena penggunaan
handphone yang berlebihan
4 Saya sering merasa sakit di pergelangan
tangan atau di belakang leher saat
menggunakan hanphone
5 Terkadang saya merasa lelah dan kurang
tidur karena penggunaan hanphone yang
berlebihan
6 Saya merasa tenang atau nyaman saat
menggunakan handphone
7 Saya merasa senang atau gembira saat
menggunakan handphone
8 Saya merasa percaya diri saat
menggunakan handphone
9 Saya mampu menghilangkan stres dengan
menggunakan handphone
10 Tidak ada yang lebih menyenangkan
daripada menggunakan handphone saya.
11 Hidup saya akan kosong tanpa handphone
saya
12 Saya merasa paling bebas saat
menggunakan handphone
13 Bagi saya menggunakan handphone adalah
hal yang paling menyenangkan untuk
dilakukan
14 Saya tidak dapat bertahan karena tidak
memiliki handphone
15 Saya Merasa tidak sabar dan rewel ketika
saya tidak memegang handphone saya
16 Handphone saya selalu di pikiran saya
bahkan ketika saya tidak menggunakannya
17 Hanphone sudah mempengaruhi kehidupan
sehari hari saya oleh sebab itu saya tidak
akan melepaskan hanphone saya
18 Saya akan mudah menjadi kesal ketika
terganggu saat menggunakan ponsel saya
19 Saya suka membawa ponsel saya ke toilet
bahkan ketika saya sedang terburu-buru
untuk sampai ke toilet
20 Saya merasa senang bertemu lebih banyak
orang melalui penggunaan ponsel
21 Merasa bahwa hubungan saya dengan
teman-teman di ponsel saya lebih dekat
daripada hubungan saya dengan teman-
teman saya yang sebenarnya
22 Saat saya tidak bisa menggunakan ponsel
maka saya akan sama menyakitkannya
seperti kehilangan teman.
23 Saya merasa bahwa teman-teman di
handphone saya mengerti saya lebih baik
daripada teman hidup saya yang
sebenarnya
24 Saya terus-menerus memeriksa ponsel
saya agar tidak ketinggalan percakapan di
antara orang lain di media sosial
25 Saya selalu memeriksa situs SNS (Social
Networking Service) seperti Twitter,
Facebook, Instagram, line dll ketika
bangun tidur
26 Lebih suka berbicara dengan teman-teman
di ponsel saya untuk bergaul dengan
teman-teman saya di dunia nyata atau
dengan anggota keluarga saya yang lain
27 Saya lebih suka mencari informasi dari
ponsel saya untuk bertanya kepada orang
lain
28 Baterai saya yang terisi penuh tidak
berlangsung selama satu hari penuh
29 Menggunakan ponsel lebih lama dari yang
saya inginkan
30 Saya selalu merasa ingin menggunakan
ponsel saya lagi setelah saya berhenti
menggunakannya
31 Setelah mencoba berkali-kali untuk
mempersingkat waktu penggunaan
handphone saya, tetapi gagal sepanjang
waktu
32 Saya selalu berpikir bahwa saya harus
mempersingkat waktu penggunaan
handphone saya
33 Orang-orang di sekitar saya mengatakan
bahwa saya menggunakan handphone
terlalu berlebihan
Skala II
Petunjuk
Baca dan fahamilah setiap pertanyaan berikut ini dan kemudian nyatakanlah apakah isinya sesuai
dengan keadaan diri anda, dengan cara menyilan huruf pilihan sebagai berikut:
STS: Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
N : Netral
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
No Pernyataan Jawaban
STS TS N S SS
1 Orang tua saya merasa bahwa anak
punya peran yang sama dalam
keluarga
2 Orang tua saya akan memaksa saya
jika saya tidak setuju dengan
pendapat mereka
3 Orang tua saya mengharapkan saya
langsung mengerjakan perintah
mereka tanpa bertanya terlebih
dahulu
4 Orang tua saya selalu
mendiskusikan alasan dari aturan
yang telah dibuat
5 Orang tua saya selalu mengajak
berdiskusi ketika ada aturan yang
menurut saya tidak masuk akal
6 Orang tua saya merasa saya bebas
membuat keputusan sendiri
walaupun tidak sesuai dengan yang
mereka inginkan
7 Orang tua saya tidak memperbolehkan
saya untuk
menanyakan keputusan yang telah
mereka buat
8 Orang tua saya mengarahkan saya
dalam mengambil keputusan
dengan memberikan alasan yang
masuk akal
9 Orang tua saya berpikir jika
memarahi saya, saya akan nurut
10 Orang tua saya tidak merasa bahwa
saya perlu mematuhi aturan yang
berlaku
11 Saya bebas mendiskusikan harapan
–harapan saya yang kurang
sependapat dengan orang tua saya
12 Orang tua saya merasa harus
memberitahu siapa pemimpin
dalam keluarga
13 Orang tua saya jarang memberi
arahan terhadap perilaku saya
14 Orang tua saya melakukan apa
yang saya inginkan ketika
membuat keputusan
15 Orang tua saya selalu memberi
arahan dan bimbingan dengan cara
yang masuk akal
16 Orang tua saya sangat marah jika
saya tidak sependapat dengan
mereka
17 Orang tua saya merasa masalah
akan lebih mudah jika mereka
membebaskan anaknya
18 Orang tua saya menghukum saya
ketika saya melanggar aturan
19 Orang tua saya memperbolehkan
saya memutuskan banyak hal
20 Orang tua saya menjadikan
pendapat saya sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil
keputusan
21 Orang tua saya merasa tidak
bertanggung jawab dalam mengatur
perilaku saya
22 Orang tua saya bersedia merubah
aturan keluarga sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan saya
23 Orang tua saya berharap saya
mengikuti arahan mereka namun
bersedia mendiskusikannya
24 Orang tua saya memperbolehkan
saya memiliki sudut pandang
sendiri dana menentukan apa yang
akan saya lakukan
25 Orang tua saya merasa masalah
lebih mudah terpecahkan jika
mereka mengajarkan disiplin dan
melarang hal yang tidak seharusnya
dilakukan
26 Orang tua saya sering memberi
tahu apa yang harus saya lakukan
dan cara melakukannya
27 Orang tua saya bisa mengerti ketika
saya tidak setuju dengan perintah
mereka
28 Orang tua saya tidak mengatur
perilaku dan keinginan saya
29 Orang tua saya ingin dihargai
dengan memaksa saya mematuhi
harapan mereka
30 Orang tua saya bersedia mengakui
kesalahannya dan mendiskusikan
kembali keputusan mereka ketika
keputusannta menyakitkan saya
Skala III
Baca dan fahamilah setiap pertanyaan berikut ini dan kemudian nyatakanlah apakah isinya sesuai
dengan keadaan diri anda, dengan cara menyilan huruf pilihan sebagai berikut:
STS: Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
N : Netral
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
No Pernyataan Jawaban
STS TS N S SS
1 Saya suka berbicara
2 Saya suka mencari kesalahan orang
lain
3 Saya mengerjakan tugas dengan
sungguh-sungguh
4 Saya merasa tidak bersemangat
5 Saya suka memberikan ide-ide
yang baru
6 Saya suka menyendiri
7 Saya suka menolong dan tidak
mementingkan diri sendiri
8 Saya terkadang agak ceroboh
9 Saya adalah orang yang tenang dan
dapat menghadapi masalah dengan
baik
10 Saya memiliki rasa ingin tahu yang
besar terhadap sesuatu
11 Saya bersemangat
12 Saya memulai pertengkaran dengan
orang lain
13 Saya mampu bekerja dengan baik
14 Saya mudah merasa tegang
15 Saya suka memikirkan sesuatu
16 Saya mampu menyenangkan orang
lain
17 Saya suka memaafkan
18 Saya bekerja tidak teratur
19 Saya sering merasa khawatir
20 Saya suka membayangkan sesuatu
21 Saya pendiam
22 Saya mudah percaya dengan orang
lain
23 Saya pemalas
24 Saya mampu menahan diri saat
marah
25 Saya memiliki ide-ide baru yang
positif
26 Saya mempunyai kepribadian yang
tegas
27 Saya kurang bersahabat dengan
orang lain
28 Saya mampu menuntaskan
pekerjaan
29 Saya mudah marah dan perasaan
saya meledak-ledak
30 Saya suka dengan seni
31 Saya pemalu
32 Saya baik hati pada siapapun
33 Saya menyukai hal-hal yang praktis
34 Saya tetap tenang disituasi yang
menegangkan
35 Saya menyukai pekerjaan yang
rutin
36 Saya ramah, suka bergaul dan
berteman
37 Saya kasar terhadap orang lain
38 Saya membuat rencana dan
mengerjakannya
39 Saya mudah gugup
40 Saya suka menyampaikan gagasan
41 Saya tidak tertarik pada seni
42 Saya suka bekerjasama dengan
orang lain
43 Perhatian saya mudah teralihkan
44 Saya suka musik dan hal-hal yang
berhubungan dengan budaya
Lampiran Syntax
1. Syntax Adiksi Smartphone
Lampiran 2
UJI VALIDITAS KONSTRUK SAS
DA NI=33 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33
PM SY FI=SAS.COR
MO NX=33 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
SAS
FR TD 7 6 TD 4 3 TD 23 21 TD 29 28 TD 11 10 TD 30 26 TD 16 7 TD 2 1 TD 12 11 TD 17 14 TD 32 31
FR TD 32 27 TD 27 25 TD 17 5 TD 8 6 TD 15 14 TD 22 21 TD 14 11 TD 14 12 TD 14 6 TD 9 7 TD 18 14
FR TD 19 6 TD 25 15 TD 19 2 TD 11 1 TD 14 10 TD 29 6 TD 28 25 TD 33 14 TD 15 14 TD 22 21 TD 14 11
FR TD 14 12 TD 14 6 TD 9 7 TD 18 14 TD 19 6 TD 25 15 TD 19 2 TD 11 1 TD 14 10 TD 22 6 TD 12 7
FR TD 29 22 TD 9 1 TD 25 1 TD 20 7 TD 19 14 TD 23 15 TD 16 14 TD 6 4 TD 6 3 TD 28 8 TD 18 6
FR TD 17 16 TD 30 7 TD 31 10 TD 24 12 TD 28 13 TD 18 13 TD 10 3 TD 29 3 TD 25 9 TD 31 8
FR TD 33 4 TD 4 1 TD 5 4 TD 33 30 TD 21 3 TD 31 27 TD 30 8 TD 29 18 TD 25 8 TD 25 3 TD 17 15
FR TD 15 11 TD 27 13 TD 13 7 TD 19 7 TD 31 13 TD 31 20 TD 33 13 TD 31 5 TD 21 20 TD 21 13
FR TD 30 4 TD 11 4 TD 29 27 TD 25 24 TD 32 28 TD 30 2 TD 33 3 TD 23 20 TD 29 23 TD 26 9 TD 25 20
FR TD 30 27 TD 29 5 TD 6 5 TD 5 3 TD 16 10 TD 21 10 TD 15 13 TD 27 1 TD 29 10 TD 32 7 TD 24 2 TD 19 13
FR TD 30 13 TD 26 23 TD 26 8 TD 26 21 TD 17 13 TD 33 17 TD 17 3 TD 17 4 TD 30 20 TD 14 4 TD 19 3 TD 19 11
FR TD 29 2 TD 28 2 TD 28 19 TD 9 6 TD 14 9 TD 18 16 TD 11 6 TD 15 7 TD 15 6 TD 13 9 TD 24 8 TD 24 19
FR TD 9 2 TD 33 9 TD 27 26 TD 11 7 TD 33 27 TD 33 15 TD 22 14 TD 33 1 TD 33 6 TD 28 4 TD 7 3 TD 14 5 TD 21 9
FR TD 25 2 TD 25 19 TD 28 26 TD 26 7 TD 26 2 TD 16 6 TD 27 19 TD 28 24 TD 9 8 TD 27 24 TD 31 24 TD 24 14
FR TD 23 22 TD 23 6 TD 23 11 TD 23 10 TD 23 17 TD 26 24 TD 16 5 TD 15 4 TD 15 5 TD 5 1 TD 30 5 TD 26 13 TD 13 12
FR TD 27 21 TD 27 14 TD 27 20 TD 27 23 TD 30 25 TD 23 4
PD
OU MI SS TV AD=OFF
2. Syntax Parenting Style (Authoritative)
3. Syntax Parenting Style (Authoritarian)
UJI VALIDITAS KONSTRUK PSTATIVE
DA NI=10 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
PM SY FI=PSTATIVE.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PSTATIVE
FR TD 9 8 TD 10 4 TD 10 2 TD 10 3 TD 6 2 TD 6 1 TD 8 3 TD 7 4 TD 3 2 TD 9 3 TD 7 6 TD 10 9 TD 10 8 TD 7 1 TD 4 2
PD
OU MI SS TV
UJI VALIDITAS KONSTRUK PSARIAN
DA NI=10 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
PM SY FI=PSARIAN.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PSARIAN
FR TD 5 3 TD 10 7 TD 4 1 TD 10 5 TD 10 8 TD 6 3 TD 6 5 TD 6 4 TD 7 1 TD 7 6
PD
OU MI SS TV
4. Syntax Parenting Style (Permissive)
UJI VALIDITAS KONSTRUK PSPER
DA NI=10 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
PM SY FI=PSPER.COR
5. Syntax Tipe Kepribadian Big Five (Agreebelness)
UJI VALIDITAS KONSTRUK PSPER
DA NI=10 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
PM SY FI=PSPER.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PSPER
FR TD 10 6 TD 7 4 TD 4 1 TD 9 6 TD 10 3 TD 6 2 TD 10 2 TD 8 2
PD
OU MI SS TV
UJI VALIDITAS KONSTRUK BFAGREEBELNESS
DA NI=9 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
PM SY FI=BFAGREEBELNESS.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
BFAGREEBELNESS
FR TD 9 7 TD 8 5 TD 8 1 TD 9 3 TD 9 4 TD 7 6 TD 6 3 TD 9 6 TD 3 2 TD 8 3 TD 6 1 TD 5 4
PD
OU MI SS TV
6. Syntax Tipe Kepribadian Big Five (Comscientiousness)
7. Syntax Tipe Kepribadian Big Five (Extraversion)
UJI VALIDITAS KONSTRUK BFCS
DA NI=9 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
PM SY FI=BFCS.COR
MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
BFCS
FR TD 9 5 TD 8 7 TD 6 1 TD 9 8 TD 9 4 TD 3 2 TD 9 1 TD 6 5 TD 6 2 TD 7 3
PD
OU MI SS TV
UJI VALIDITAS KONSTRUK BFEX
DA NI=7 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
PM SY FI=BFEX.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
BFEX
FR TD 4 3 TD 7 5 TD 5 3 TD 5 1 TD 4 1 TD 6 4 TD 3 2
PD
OU MI SS TV
8. Syntax Tipe Kepribadian Big Five (Neuroticism)
9. Syntax Tipe Kepribadian Big Five (Openness to experience)
UJI VALIDITAS KONSTRUK BFNEU
DA NI=8 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
PM SY FI=BFNEU.COR
MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
BFNEU
FR TD 8 6 TD 7 4 TD 8 4 TD 7 6 TD 8 7 TD 5 1 TD 6 3 TD 8 3
PD
OU MI SS TV
UJI VALIDITAS KONSTRUK BFOP
DA NI=10 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
PM SY FI=BFOP.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
BFOP
FR TD 10 6 TD 4 3 TD 7 2 TD 8 3 TD 9 1 TD 6 3 TD 8 4 TD 7 5 TD 3 2 TD 4 2 TD 6 1 TD 10 1 TD 10 7 TD 9 8
PD
OU MI SS TV
1. Path Diagram Adiksi Smartphone
Lapiran 3
2. Path Diagram Pareting Style ( Authoritative)
3. Path Diagram Pareting Style ( Authoritarian)
4. Path Diagram Pareting Style ( Permissive)
5. Path Diagram Tipe Kepribadian Big Five (Agreebelness)
6. Path Diagram Tipe Kepribadian Big Five (Conscientiousness)
7. Path Diagram Tipe Kepribadian Big Five (Extraversion)
8. Path Diagram Tipe Kepribadian Big Five (Neuroticism)
9. Path Diagram Tipe Kepribadian Big Five (Openness to experience)
LAMPIRAN TABEL SPSS
1. Tabel Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Adiksi
Smartphone
203 27 77 50.00 9.470
Authoritarian 203 33 75 50.00 8.971
Authoritative 203 20 74 50.00 8.739
Permissive 203 28 73 50.00 8.292
Agreebleness 203 26 70 50.00 8.101
Conscientiousness 203 30 76 50.00 8.830
Extraversion 203 26 70 50.00 8.638
Neuroticism 203 29 72 50.00 8.904
Openess to new
experience
203 29 75 50.00 8.719
Valid N (listwise) 203
Lampiran 4
2. Tabel Kategorisasi Variabel
3. Tabel R square
4. Table anova
Variabel Frekuensi(%)
Rendah Tinggi
SAS 50.7% 49.3%
Authoritative 50.2% 49.8%
Authoritarian 51.2% 48.8%
Permissive 53.2% 46.8%
Extraversion 50.7% 49.3%
Agreeableness 51.2% 48.8%
Conscientiousness 49.8% 50.2%
Neuroticism
Opennes to Experience
51.2%
56.2%
48.8%
43.8
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .499a .249 .219 8.371
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 4519.274 8 564.909 8.061 .000b
Residual 13595.575 194 70.080
Total 18114.849 202
5. Tabel Koefisien Regresi
6. Tabel Proporsi Varians
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .313a .098 .093 9.018 .098 21.766 1 201 .000 *
2 .329b .108 .100 8.986 .011 2.416 1 200 .122
3 .392c .154 .141 8.777 .045 10.631 1 199 .001 *
4 .398d .159 .142 8.774 .005 1.151 1 198 .285
5 .427e .183 .162 8.670 .024 5.768 1 197 .017
6 .447f .200 .175 8.601 .017 4.179 1 196 .042
7 .499g .249 .222 8.350 .050 12.951 1 195 .000 *
8 .499h .249 .219 8.371 .000 .012 1 194 .914
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t
Sig. B Std. Error Beta
1
(Constant) 18.011 8.612 2.091 .038
authoritarian .287 .067 .271 4.249 .000
authoritative .054 .071 .050 .769 .443
permissive .238 .076 .208 3.127 .002
agreebleness -.011 .086 -.009 -.126 .900
conscientiousness -.089 .075 -.083 -1.189 .236
extraversion -.088 .081 -.081 -1.097 .274
Neuroticism .258 .074 .243 3.502 .001
openness to new
experience
-.009 .081 -.008 -.108 .914