Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

17
1 ARIFIN H;ANDRIAS [Date] TERAPI SELENIUM TERAPI SELENIUM PADA PASIEN SEPSIS Pendahuluan Sepsis tetap menjadi penyebab utama kematian pasien di unit perawatan intensif (ICU) 1 . Infeksi dan endotoksemia memicu kaskade respons lokal dan sistemik, termasuk peningkatan produksi radikal bebas, sitokin dan pelepasan berbagai mediator, serta peroksidasi lipid 2 , kombinasi hal inilah yang akhirnya mengakibatkan kegagalan berbagai fungsi organ. Respon stereotip ini disebut sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS). Beberapa kondisi akut yang dapat menimbulkan respon ini diantaranya: sepsis, kegagalan pernafasan, pankreatitis, trauma dan luka bakar, atau iskemia / reperfusi. Produksi radikal bebas yang berimplikasi dalam proses ini, baik sebagai mekanisme untuk cedera selular langsung maupun sebagai sinyal aktivasi kaskade intraseluler pada sel-sel inflamasi yang mengakibatkan progresivitas dari respon inflamasi itu sendiri. Meskipun dengan diagnosis yang lebih dini, antibiotik yang tepat, serta perawatan suportif yang bersumber dari evidence-based, angka mortalitas yang berkaitan dengan sepsis berat atau syok septik tetap tinggi 3,4 . Sebuah tinjauan sistematis terkini menunjukkan bahwa tingkat kematian secara umum di unit perawatan intensif (ICU) pada pasien dengan sepsis dan syok septik berkisar antara 21% sampai 53% 5 . Meskipun kemajuan ilmiah telah menorehkan catatan penting dalam memberikan wawasan baru ke dalam patofisiologi sepsis berat dan syok septik, namun masih terdapat kesulitan dalam hal menerjemahkan terapi baru ke dalam praktek klinis keseharian di lapangan 3,6 . Baru-baru ini, pharmaconutrients telah menunjukkan potensi untuk meningkatkan hasil klinis melalui modulasi farmakologis pada proses inflamasi sistemik dan respon imun saat diberikan dengan dosis suprafisiologis pada sel yang terlibat dalam respon terhadap cedera atau penyakit 7-9 . oz

description

refarat ini merupakan sari kepustakaan dari berbagai jurnal luar negeri mengenai terapi selenium untuk pasien sepsis

Transcript of Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

Page 1: Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

1

Arifin H;Andrias[Date]

TERAPI SELENIUM PADA PASIEN SEPSISPendahuluan

Sepsis tetap menjadi penyebab utama kematian pasien di unit perawatan intensif (ICU)1. Infeksi

dan endotoksemia memicu kaskade respons lokal dan sistemik, termasuk peningkatan produksi radikal

bebas, sitokin dan pelepasan berbagai mediator, serta peroksidasi lipid2, kombinasi hal inilah yang

akhirnya mengakibatkan kegagalan berbagai fungsi organ. Respon stereotip ini disebut sindrom respon

inflamasi sistemik (SIRS). Beberapa kondisi akut yang dapat menimbulkan respon ini diantaranya: sepsis,

kegagalan pernafasan, pankreatitis, trauma dan luka bakar, atau iskemia / reperfusi. Produksi radikal bebas

yang berimplikasi dalam proses ini, baik sebagai mekanisme untuk cedera selular langsung maupun

sebagai sinyal aktivasi kaskade intraseluler pada sel-sel inflamasi yang mengakibatkan progresivitas dari

respon inflamasi itu sendiri. Meskipun dengan diagnosis yang lebih dini, antibiotik yang tepat, serta

perawatan suportif yang bersumber dari evidence-based, angka mortalitas yang berkaitan dengan sepsis

berat atau syok septik tetap tinggi3,4. Sebuah tinjauan sistematis terkini menunjukkan bahwa tingkat

kematian secara umum di unit perawatan intensif (ICU) pada pasien dengan sepsis dan syok septik berkisar

antara 21% sampai 53%5. Meskipun kemajuan ilmiah telah menorehkan catatan penting dalam

memberikan wawasan baru ke dalam patofisiologi sepsis berat dan syok septik, namun masih terdapat

kesulitan dalam hal menerjemahkan terapi baru ke dalam praktek klinis keseharian di lapangan3,6. Baru-

baru ini, pharmaconutrients telah menunjukkan potensi untuk meningkatkan hasil klinis melalui modulasi

farmakologis pada proses inflamasi sistemik dan respon imun saat diberikan dengan dosis suprafisiologis

pada sel yang terlibat dalam respon terhadap cedera atau penyakit7-9.

Tubuh kita dilengkapi oleh berbagai agen antioksidan endogen yang poten, dimana secara kolektif

dapat disebut sebagai sistem pertahanan antioksidan. Mereka bertujuan untuk memuat radikal bebas dalam

jumlah terbatas dan kompartemen yang telah ditentukan serta bertindak melalui serangkaian mekanisme

yang saling melengkapi, yang mana antioksidan di dalam tubuh paling sering berperan sebagai

“pemulung” radikal bebas, agen chainbreaking, atau agen katalitik. Semua antioksidan klasik merupakan

donor elektron yang potensial, serta ada baik dalam bentuk reduksi dan teroksidasi; Oleh karena itu mereka

dapat berperan sebagai antioksidan dan pro-oksidan. Serangkaian mikronutrien ( Trace elements serta

vitamin) telah diteliti untuk fungsi antioksidan mereka selama 20 tahun terakhir10. Dalam model sepsis,

pemberian Alpha tokoferol benar-benar dapat mencegah cedera pada membran hati yang diinduksi oleh

endotoksin, hal ini menunjukkan bahwa peroksidasi lipid oleh radikal bebas terjadi pada jaringan yang

mengalami iskemik, kemungkinan diakibatkan oleh koagulasi intravaskular. Kemudian disimpulkan juga

bahwa stres oksidatif yang disebabkan oleh endotoksin mungkin sebagian disebabkan oleh perubahan zinc

endogen atau regulasi selenium pada saat terjadi endotoksemia11 dan inflamasi.12 Perubahan ekspresi gen

vasodilator hepatik juga dapat diperbaiki dengan suplementasi alpha tocopherol.13

oz

Page 2: Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

2

Arifin H;Andrias[Date]

Keseluruhan beban oksidatif seluler diatur oleh keseimbangan antara jumlah generasi ROS dengan

berbagai enzim / pathway antioksidan. ROS umumnya diyakini berbahaya karena menyebabkan kerusakan

oksidatif pada DNA, protein, lipid dan makromolekul lainnya. Namun, pada konsentrasi nanomolar,

radikal bebas dapat memainkan peran penting dalam proses fisiologis, misalnya, dengan berfungsi sebagai

utusan kedua dalam jalur transduksi sinyal. Dengan demikian, ROS dapat merusak sel lewat modulasi

persinyalan antar jaringan sel.14, 15

ROS memiliki waktu paruh yang sangat singkat; Namun, peningkatan stres oksidatif dapat diukur

dengan adanya produk sampingan dari lipid, DNA, atau oksidasi protein. Penanda kimia status antioksidan

serta stres oksidatif baru-baru ini telah ditinjau.16-18 Di antara berbagai penanda yang ada, malondialdehid

menjadi uji peroksidasi lipid yang sangat global dan mentah, namun tetap menjadi yang paling berguna

dalam rangkaian klinis. Hal ini harus digunakan berkaitan dengan tingkat mikronutrien plasma serta

plasma GSHPx17, dimana GSHPx merupakan penanda yang sangat sensitif dari respon terhadap

suplementasi antioksidan. Selain itu, stres oksidatif dan disfungsi mitokondria telah diakui sebagai fitur

kunci dari sepsis berat dan syok septik.19, 20 Untuk alasan ini, dalam dekade terakhir, suplemen antioksidan

pada pasien sakit kritis telah dievaluasi.21, 22 Heyland et al. menunjukkan dalam meta-analisis bahwa

antioksidan, terutama dosis tinggi selenite intravena, sebagai monoterapi atau kombinasi dengan

antioksidan lain, adalah strategi yang aman dan berkaitan dengan kecenderungan reduksi hasil, termasuk

kematian.21

Stres oksidatif yang diobservasi pada pasien sepsis terbukti lewat beberapa penelitian. Total

kapasitas antioksidan plasma (TAC) adalah ukuran kemampuan kumulatif sistem antioksidan pasien untuk

mengikat radikal bebas. Peneliti telah menunjukkan bahwa pada awalnya TAC antara pasien sepsis dan

relawan yang sehat adalah sama, namun tingkat TAC pada pasien sepsis menurun dari waktu ke waktu dan

hal ini menunjukkan bahwa pada pasien sepsis, mereka kehilangan kemampuan untuk mengais ROS.

Dalam studi in vitro di mana sel endotel dari vena umbilikalis manusia dipaparkan oleh plasma dari pasien

dengan syok septik menunjukkan bahwa terjadi produksi ROS dalam jumlah tinggi23 dan persediaan

glutathione intraseluler, yang mana merupakan antioksidan paling melimpah dalam sel, berkurang drastis.24

Jumlah ROS yang diproduksi berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit serta hasil pretreatment

dengan n-acetylcysteine atau glutathione yang mana akan menurunkan produksi ROS dan kematian sel. 24

Berkurangnya kadar glutathione juga telah ditunjukkan pada biopsi otot dari pasien dewasa dengan sepsis

dibandingkan dengan kontrol pasien non-septik yang menjalani operasi panggul dan tingkat disfungsi

mitokondria sangat berhubungan dengan kadar glutathione dalam tubuh serta hasil akhir pasien.25

Hilangnya proses sintesis glutathione yang kemudian diikuti oleh penurunan kadar glutathione darah juga

telah diamati pada pasien anak dengan sepsis.26

oz

Page 3: Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

3

Arifin H;Andrias[Date]

Pada pasien sepsis kadar antioksidan lainnya dalam serum telah terbukti mengalami penurunan.

Sebagai contoh, pasien dewasa dengan sepsis memiliki konsentrasi serum antioksidan Vitamin A, Vitamin

E, beta karoten dan lycopene lebih rendah dibandingkan dengan kontrol pasien yang sehat.27 Selain itu,

peningkatan kadar serum zat reaktif asam thiobarbituric menggambarkan peningkatan peroksidasi lipid

akibat stres oksidatif yang ditunjukkan pada kelompok pasien sepsis. Peningkatan aktivitas enzim xantin

oksidase juga telah diamati pada pasien dewasa dengan sindrom sepsis dan disfungsi organ multiple

dibandingkan dengan pasien ICU yang non-sepsis serta pasien kontrol yang sehat. Xantin oksidase adalah

enzim yang diaktifkan saat terjadi cedera iskemik reperfusi, yaitu proses terbentuknya ROS. Seluruh

pasien sepsis mengalami peningkatan penanda serum stres oksidatif lainnya seperti malondialdehid dan

peroksidasi lipid yang mana mendukung hipotesis bahwa sepsis disebabkan oleh proses stres oksidatif.28

Ketika antioksidan terkuras pada keadaan sepsis, maka pertahanan antioksidan endogen akan

kewalahan oleh produksi radikal bebas yang terjadi akibat sepsis, hal ini akan mengakibatkan stres

oksidatif, yang didefinisikan pada tahun 1985 oleh Sies sebagai "gangguan dalam keseimbangan antara

prooksidan-antioksidan yang pada akhirnya prooksidan mengakibatkan kerusakan sel dan penyakit "29.

Peradangan yang diinduksi oleh proses stres oksidatif, dengan cepat berdampak pada kompartemen

intraseluler serta intranuklear; Replikasi DNA dan sitokinnya serta produksi mediator inflamasi

selanjutnya dapat diamplifikasi atau sebaliknya semua bergantung pada status antioksidan intraseluler.

Serangkaian mikronutrien, termasuk selenium, membatasi pelepasan NFκB yang disebabkan oleh

peningkatan ROS. Sesungguhnya, selenium telah terbukti menekan NFκB dan dengan demikian

membatasi perluasan respon inflamasi.30,31 Telah dihipotesiskan bahwa redistribusi trace elemen yang

terjadi selama respon fase akut mungkin dapat mengakibatkan berbagai kerusakan jika dibiarkan

berkepanjangan, hal ini akibat dari menipisnya kompartemen antioksidan yang berada di sirkulasi. 32 Di

antara mikronutrien lainnya, selenium tampaknya merupakan zat antioksidan paling poten dalam konteks

klinis33, diikuti oleh zinc dan vitamin C, E, serta β-Karoten.

oz

Page 4: Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

4

Arifin H;Andrias[Date]

Intervensi Pemberian Mikronutrien Selenium Pada Pasien Sepsis

Selenium merupakan elemen trace penting, dan harmonisasinya ke dalam selenoprotein dikaitkan

dengan fungsi biologis. Sebagai contoh, peningkatan aktivitas glutathione peroxidase (GPx) dikenal untuk

meningkatkan pertahanan antioksidan dan mengurangi kerusakan oksidatif.34 Lebih dari 25 turunan

selenoprotein telah berhasil diidentifikasi, termasuk diantaranya peroksidase glutation,

phosphohydroxylglutathione peroksidase dan thioredoxin reduktase.34,35 Penting untuk dicatat bahwa dalam

setiap enzim antioksidan ini, selalu ada satu atom selenium, berupa selenocysteine, pada situs aktif yang

diperlukan untuk aktivitasnya.36,37 Pada individu yang sehat, selenoprotein P adalah selenoprotein utama

dalam plasma, dimana terhitung sebesar 52% dari total selenium dalam plasma. Glutation peroksidase

menyumbang sebesar 39%, albumin sebanyak 9% dan selenium bebas kurang dari 1% daripada total

selenium dalam tubuh.36 Sejumlah selenoprotein non-enzimatik juga terlibat dalam meregulasi kadar

selenium dalam tubuh. Sebagai contoh, selenoprotein protein serum P memainkan peran penting dalam

distribusi selenium di berbagai jaringan dalam tubuh dan merupakan standar ukuran yang baik untuk

menilai status nutrisi selenium. Selain itu selenoprotein P juga terbukti berperan dalam melindungi sel

endotel dari kerusakan oksidatif.38

Jika selenium berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap stres oksidatif, dan

sepsis telah terbukti mengakibatkan stres oksidatif, apakah homeostasis selenium berubah selama sepsis?

Beberapa penelitian dilakukan untuk membuktikan adanya penurunan kadar plasma selenium pada

keadaan sepsis. Konsentrasi serial selenium di plasma pada umumnya menurun pada seluruh pasien sakit

kritis; 134 pasien dirawat di ICU dewasa dan paska bedah menunjukkan penurunan kadar serum selenium

dibandingkan dengan kontrol pasien yang sehat.39 Sebuah korelasi negatif signifikan yang ditemukan

antara tingkat selenium plasma dengan skor tingkat keparahan penyakit, dimana pasien yang sakit paling

parah memiliki kadar selenium terendah. Kadar selenium yang rendah juga tampaknya dikaitkan dengan

peningkatan risiko infeksi nosokomial, kegagalan organ dan kematian. Selain itu, pasien dengan sepsis,

SIRS dan hipoperfusi memiliki kadar selenium terendah.39 Hasil yang serupa diamati pada orang dewasa

dengan berbagai tingkat SIRS, sepsis dan syok septik.40

Temuan adanya konsentrasi selenium plasma atau konsentrasi selenium whole blood yang rendah

pada pasien sakit kritis telah mendorong beberapa percobaan suplementasi selenium. Terlepas dari hasil

yang menjanjikan, dosis optimal, cara dan waktu pemberian masih dalam tahap penelitian dan belum dapat

ditetapkan secara umum.41-44 Biasanya, status gizi selenium dinilai dengan pengukuran langsung

konsentrasi selenium plasma atau secara tidak langsung dengan mengukur aktivitas GPx.45 Namun, pada

penelitian yang mengevaluasi pasien dengan respon inflamasi sistemik, konsentrasi selenium plasma

menunjukkan hasil yang kontroversial.46-48 Heyland et al. dalam studi REDOX menunjukkan bahwa

median kadar dasar selenium plasma berada dalam batas normal pada pasien dengan disfungsi organ

multiple.48 Dalam penelitian yang melibatkan 91 pasien sakit kritis, Stefanowicz et al. baru-baru ini

menunjukkan bahwa selenium plasma dipengaruhi oleh respon inflamasi sedangkan konsentrasi selenium

di eritrosit tidak terpengaruh dan dapat digunakan untuk menilai Status selenium di berbagai asupan

oz

Page 5: Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

5

Arifin H;Andrias[Date]

selenium.45 Selain itu, konsentrasi selenium pada eritrosit dapat mencerminkan status gizi jangka panjang

karena penggabungan selenium ke dalam sintesis eritrosit.49

Aktivitas antioksidan Selenium adalah sebagai konstituen dari selenoenzymes GSHPx yang

berbeda dan serangkaian selenoprotein lainnya.50 Hal ini telah berulang kali membuktikan bahwa selenium

plasma mengalami depresi pada keadaan SIRS dan sepsis.51,52 Aktivitas Plasma GSHPx menurun secara

paralel dengan selenium plasma, sedangkan suplementasi selenium mengembalikan aktivitas enzim51 dan

berhubungan dengan perbaikan hasil klinis.

Uji Klinis Pemberian Regimen yang Mengandung Selenium pada Manusia

Dalam beberapa dekade terakhir, telah dilakukan uji klinis pada pasien sakit kritis dan telah diteliti

penggunaan regimen koktail antioksidan yang termasuk selenium didalamnya. Salah satu yang pertama

dari uji coba ini melibatkan 326 pasien dewasa yang dirawat di ICU dengan SIRS. Etiologi yang mendasari

SIRS pada pasien yang menjadi sampel penelitian termasuk diantaranya trauma, pembedahan ataupun

sepsis. Pasien sampel diacak untuk mendapat nutrisi enteral standar (Osmolite HN) atau nutrisi enteral

dengan formula khusus untuk uji klinis yang berisi asam lemak omega-3, arginin, beta karoten, vitamin E

dan selenium. Walaupun hasil dari uji klinis di atas tidak ditemukan adanya perbedaan angka kematian

yang signifikan secara keseluruhan antara kedua kelompok studi, analisis subgrup menunjukkan bahwa

pada pasien yang diberikan nutrisi enteral sebanyak 821 mL / hari baik itu nutrisi standar maupun nutrisi

enteral dengan formula khusus, pasien yang menerima susu formula penelitian memiliki waktu rawatan di

rumah sakit yang lebih pendek. Manfaat terbesar terdapat pada subkelompok pasien dengan sepsis yang

menunjukkan tidak hanya pada pengurangan lamanya waktu rawatan di rumah sakit, tetapi juga

pengurangan yang signifikan terhadap infeksi nosokomial.53 Uji klinis lainnya dengan menggunakan

selenium dalam rejimen pengobatan melibatkan 165 pasien sepsis atau syok septik yang menggunakan

ventilasi mekanis.54 Pasien tersebut diacak untuk menerima nutrisi enteral dengan formula standar atau

formula uji yang berisi penambahan asam lemak omega-3 dan minyak γ-linolenat , dan pengurangan asam

lemak omega-6, serta dosis yang lebih tinggi dari antioksidan vitamin E dan C dan selenium. Pasien yang

menerima diet enteral formula penelitian mengalami penurunan tingkat kematian, perbaikan oksigenasi,

lebih cepat weaning dari ventilator serta pindah dari ICU, dan lebih sedikit pasien yang mengalami

disfungsi organ. Sebuah uji coba ketiga yang dilakukan secara acak pada 55 orang pasien dewasa dengan

diagnosis sepsis untuk mengevaluasi pemberian rejimen makanan penelitian yang dilakukan modifikasi

dengan penambahan glutamin, butirat, beta-karoten, vitamin E dan C, seng serta selenium. Dari hasil

penelitian tersebut di atas tidak dijumpai adanya pengurangan angka mortalitas pasien maupun lama

rawatan di rumah sakit dan ICU, namun pasien yang menerima rejimen makan penelitian tersebut

menunjukkan peningkatan signifikan untuk pulih lebih cepat dari disfungsi organ. Kadar vitamin C dan E,

beta-karoten, glisin, ornithine, serin dan arginin seluruhnya meningkat pada kelompok penelitian

dibandingkan dengan kelompok kontrol menunjukkan kemampuan dari pasien sakit kritis untuk menyerap

suplemen enteral tertentu.55

oz

Page 6: Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

6

Arifin H;Andrias[Date]

Uji klinis koktail antioksidan juga telah dilakukan pada pasien sakit kritis akibat trauma , luka

bakar, dan pasca-operasi. Pada suatu uji klinis, 41 pasien dengan luka bakar parah secara acak menerima

plasebo atau suplemen dengan mikro elemen tembaga, selenium, dan seng. Pasien yang menerima

suplementasi mengalami peningkatkan secara signifikan konsentrasi selenium, seng dan glutation

peroksidase di dalam plasma dan kulit serta mengalami penurunan yang signifikan terhadap angka

kejadian infeksi nosokomial jika dibandingkan dengan pasien yang diberikan plasebo.56 Sebuah uji klinis

yang serupa mengikutsertakan 200 pasien dewasa yang dirawat di ICU dengan kegagalan organ akibat

trauma berat, operasi jantung atau perdarahan subarachnoid. Pasien menerima suplementasi intravena

dengan vitamin C, vitamin B1, selenium dan seng atau plasebo secara acak selama 5 hari. Pasien yang

menerima rejimen penelitian menunjukkan kadar selenium, seng dan glutation peroksidase dalam serum

lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sementara itu kadar penanda

inflamasi C Reactive protein (CRP) turun secara signifikan lebih banyak pada kelompok yang menerima

rejimen penelitian dibandingkan dengan kelompok kontrol, tidak ada perbedaan yang terlihat pada

komplikasi infeksi. Selain itu, lama masa rawatan di rumah sakit tidak jauh berbeda antara kedua

kelompok tersebut. Namun, pada subkelompok pasien trauma yang berhasil bertahan hidup, kelompok

pasien yang mendapatkan suplementasi antioksidan menunjukkan masa rawatan di rumah sakit yang lebih

pendek.57 Baru-baru ini dilakukan sebuah kajian retrospektif pada pasien dewasa dengan diagnosis trauma

saat sebelum dan sesudah inisiasi pemberian protokol terapi berupa koktail antioksidan yang mengandung

asam askorbat, α-tokoferol dan selenium kepada semua pasien yang mengalami cedera akut.58 Pasien yang

dirawat setelah pelaksanaan protokol antioksidan menunjukkan penurunan angka mortalitas, lama rawatan

ICU dan di rumah sakit, dengan perbaikan yang paling signifikan terdapat pada pasien yang paling sakit

dengan probabilitas kelangsungan hidup <50%.58

Uji coba pada manusia juga mulai menunjukkan perbaikan dalam berbagai hal. Sebuah uji klinis

acak terkendali dengan kontrol menggunakan plasebo, dilakukan suplementasi selenium pada 42 pasien

dewasa dengan SIRS menunjukkan kadar selenium dalam serum yang lebih tinggi secara signifikan serta

peningkatan aktivitas glutation peroksidase setelah 3 hari pemberian suplementasi jika dibandingkan

dengan kelompok plasebo.59 Sementara itu tidak ada perbedaan dalam hal angka mortalitas secara

keseluruhan antara kedua kelompok, penurunan severity of illness score secara signifikan juga didapati

pada kelompok yang diberikan selenium. Baru-baru ini, uji klinis suplementasi selenium yang lebih besar

dengan teknik acak dan menggunakan kontrol plasebo dilakukan pada pasien dewasa dengan SIRS, sepsis

dan syok septik menunjukkan penurunan angka 28-day mortality (42,4% vs 56,7% pada kelompok

plasebo; p = 0,049).60 Pasien secara acak diberi plasebo atau selenium dengan bolus awal sebesar 1000 µg

selama 30 menit diikuti oleh infus kontinu setiap hari selama 14 hari sebanyak 1.000 µg/ hari. Pasien pada

kelompok yang disuplementasi selenium memiliki kadar selenium dan aktivitas glutation peroksidase-3

dalam batas atas normal selama masa suplemetasi sementara pada kelompok plasebo dijumpai kadar

selenium dan aktivitas glutation peroksidase-3 yang lebih rendah sepanjang perjalanan penelitian.

Perbedaan terbesar dalam angka 28-day mortality terlihat pada pasien yang sakitnya paling kritis, seperti

diantaranya : pasien yang mengalami syok septik dan DIC, pasien dengan skor APACHE III> 102, atau

oz

Page 7: Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

7

Arifin H;Andrias[Date]

pasien dengan disfungsi lebih dari 3 organ.60 Namun, tidak semua uji klinis yang dilakukan dengan

menggunakan selenium pada pasien sakit kritis menunjukkan hasil yang positif. Salah satunya yaitu

penelitian uji klinis yang dilakukan pada 60 orang pasien dewasa dengan syok septik berat secara acak

diberi plasebo atau suplemen selenium sebanyak 4000 µg lewat infus kontinu pada hari pertama kemudian

diikuti oleh pemberian sebanyak 1.000 µg / hari dengan infus kontinu selama 9 hari berikutnya.61 Tidak

ada perbedaan yang ditemukan diantara kedua kelompok dalam hal mortalitas, lama rawatan di rumah

sakit, tingkat kegagalan organ serta infeksi nosokomial. Kurangnya hasil positif dalam kelompok yang

diberikan suplemen selenium mungkin diakibatkan penjadwalan pemberian dosis obat yang kurang

optimal, dan protokol uji klinis di atas tidak menggunakan dosis bolus awal sebanyak yang diberikan pada

uji klinis yang lain dimana dapat diperoleh manfaat dari hasil positif pemberian suplementasi selenium.

Diperkirakan bolus inisial selenium tersebut mengakibatkan down regulasi NF-κβ yang mana akan

mengurangi produksi sitokin inflamasi.

Dalam sebuah penelitian secara acak terkontrol dengan sampel penelitian sebanyak 42 pasien yang

menerima suplementasi selenium moderat (maksimum, 535 µg / hari) selama 9 hari, hal yang diamati oleh

peneliti ialah berkurangnya angka kejadian gagal ginjal akut dan kebutuhan untuk Renal Replacement

Therapy.51 Kelompok penelitian dari Jerman yang metode penelitiannya serupa baru saja menyelesaikan

studi suplementasi selenium acak prospektif multicenter pada pasien dengan sepsis berat.62 Intervensi

terdiri dari suplementasi intravena 1000 µg selenium vs plasebo setiap hari selama 2 minggu setelah

diberikan loading dose. Sementara ini tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal untuk menurunkan

angka mortalitas, para peneliti menemukan penurunan yang signifikan pada mortalitas 28-hari pada

subkelompok pasien dengan kuartil tertinggi skor Acute Physiology and Chronic Health Evaluation III dari

81,5% menjadi 55,6%, dan pada pasien shock septic dengan DIC dari 66,7% menjadi 40,5%. Sakr dan

rekan melaporkan data penelitian mereka yang memperlihatkan efek mengecewakan pemberian selenium

pada pasien dalam keadaan sepsis berat.63 Tingkat kematian tetap tidak terpengaruh kendati telah diberikan

suplementasi selenium secara intensif. Para penulis menyimpulkan bahwa selenium tambahan diatas

kebutuhan basal tubuh sebesar 100 µg/ hari tidak memberikan tambahan manfaat kesehatan yang

menguntungkan.

Kesimpulan

Saat ini belum dapat diketahui dengan jelas apakah suplementasi selenium parenteral harus

diberikan secara rutin kepada pasien sakit kritis yang disertai dengan sepsis.64,65 Tinjauan sistematis dan

teoritis menunjukkan bahwa ada bukti yang cukup kuat untuk merekomendasikan pemberian suplementasi

selenium parenteral pada orang dewasa yang sedang mengalami sakit kritis.66 Namun uji klinis yang

dilakukan secara acak dengan melibatkan suplementasi selenium parenteral pada pasien sakit kritis yang

disertai sepsis memberikan hasil yang bertentangan.67-69 Sebagai tambahan, pada populasi pasien di

perawatan intensif yang heterogen dengan spektrum penyakit yang luas, penggunaan nutrisi campuran dan

kurangnya jadwal administrasi yang optimal (yaitu, dosis, rute, waktu, dan durasi) mengurangi keakuratan

interpretasi dari hasil uji klinis.

oz

Page 8: Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

8

Arifin H;Andrias[Date]

DAFTAR PUSTAKA1. Baue AE: MOF, MODS, and SIRS: What is in a name or an acronym? Shock 2006;26: 438–449

2. Galley HF, Davies MJ, Webster NR: Xanthine oxidase activity and free radical generation in patients with sepsis syndrome. Crit

Care Med 1996; 24:1649–1653

3. Russell JA (2006) Management of sepsis. N Engl J Med 355: 1699–1713.

4. Vincent JL (2004) Evidence-based medicine in the ICU: important advances and limitations. Chest 126: 592–600.

5. Mann EA, Baun MM, Meininger JC, Wade CE (2012) Comparison of mortality associated with sepsis in the burn, trauma, and general intensive

care unit patient: a systematic review of the literature. Shock 37: 4–16.

6. Suffredini AF, Munford RS (2011) Novel therapies for septic shock over the past 4 decades. JAMA 306: 194–199.

7. Jones NE, Heyland DK (2008) Pharmaconutrition: a new emerging paradigm. Curr Opin Gastroenterol 24: 215–222.

8. Dupertuis YM, Meguid MM, Pichard C (2009) Advancing from immunonutrition to a pharmaconutrition: a gigantic challenge. Curr Opin Clin Nutr

Metab Care 12: 398–403.

9. Hardy G, Manzanares W (2011) Pharmaconutrition: how has this concept evolved in the last two decades? Nutrition 27: 1090–1092.

10. Berger MM, Shenkin A: Update on clinical micronutrient supplementation studies in the critically ill. Curr Opin Clin Nutr

Metab Care 2006; 109:711–716

11. Sakaguchi S, Furusawa S: Oxidative stress and septic shock: Metabolic aspects of oxygen-derived free radicals generated in the

liver during endotoxemia. FEMS Immunol Med Microbiol 2006; 47:167–177

12. Ding HQ, Zhou BJ, Liu L, et al: Oxidative stress and metallothionein expression in the liver of rats with severe thermal injury.

Burns 2002; 28:215–221

13. Kim JY, Lee SM: Effect of alpha-tocopherol on the expression of hepatic vascular stress genes in response to sepsis. J Toxicol

Environ Health 2005; 68:2051–2062

14. Lovat R, Preiser JC: Antioxidant therapy in intensive care. Curr Opin Crit Care 2003, 9:266–270.

15. Droge W: Free radicals in the physiological control of cell function. Physiol Rev 2002, 82:47–95.

16. Crimi E, Sica V, Williams-Ignarro S, et al: The role of oxidative stress in adult critical care. Free Radic Biol Med 2006; 40:398–

406

17. Mishra V, Baines M, Wenstone R, et al: Markers of oxidative damage, antioxidant status, and clinical outcome in critically ill

patients. Ann Clin Biochem 2005; 42:269–276

18. Roth E, Manhart N, Wessner B: Assessing the antioxidative status in critically ill patients. Curr Opin Clin Nutr Metab Care

2004; 7:161–168

19. Galley HF: Bench to bedside review: Targeting antioxidants to mitochondria in sepsis. Crit Care 2010, 14:230.

20. Motoyama T, Okamoto K, Kukita I, Hamaguchi M, Kinoshita Y, Ogawa H: Possible role of increased oxidant stress in multiple organ

failure after systemic inflammatory response syndrome. Crit Care Med 2003, 31:1048–1052.

21. Heyland DK, Dhaliwal R, Suchner U, Berger MM: Antioxidants nutrients: a systematic review of trace elements and vitamins in the

critically ill patient. Intensive Care Med 2005, 31:327–337.

22. Manzanares W, Dhaliwal R, Jiang X, Murch L, Heyland DK: Antioxidant micronutrients in the critically ill: a systematic review and

meta-analysis. Crit Care 2012, 16:R66.

23. Huet O, Obata R, Aubron C, et al. Plasma-induced endothelial oxidative stress is related to the severity of septic shock. Crit Care

Med 2007; 35(3): 821-6.

24. Huet O, Cherreau C, Nicco C, et al. Pivotal role of glutathione depletion in plasma-induced endothelial oxidative stress during

sepsis. Crit Care Med 2008; 36(8): 2328-34.

25. Brealey D, Brand M, Hargreaves I, et al. Association between mitochondrial dysfunction and severity and outcome of septic

shock. Lancet 2002; 360(9328): 219-23.

26. Lyons J, Rauh-Pfeiffer A, Ming-Yu Y, et al. Cysteine metabolism and whole blood glutathione synthesis in septic pediatric

patients. Crit Care Med 2001; 29(4): 870-7.

oz

Page 9: Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

9

Arifin H;Andrias[Date]

27. Goode HF, Cowley HC, Walker BE, Howdle PD, Webster NR. Decreased antioxidant status and increased lipid peroxidation in

patients with septic shock and secondary organ dysfunction. Crit Care Med 1995; 23(4): 646-51.

28. Galley HF, Davies MJ, Webster NR. Xanthine oxidase activity and free radical generation in patients with sepsis syndrome. Crit

Care Med 1996; 24(10): 1649-53.

29. Sies H, Sharov VS, Klotz LO, et al: Glutathione peroxidase protects against peroxynitrite – mediated oxidations—a new

function for selenoproteins as peroxynitrite reductase. J Biol Chem 1997; 272:27812–27817

30. Kim SH, Johnson VJ, Shin TY, et al: Selenium attenuates lipopolysaccharide-induced oxidative stress responses through

modulation of p38 MAPK and NF-kappaB signaling pathways. Exp Biol Med (Maywood) 2004; 229:203–213

31. Kretz-Remy C, Arrigo AP: Selenium: A key element that controls NF-kappa B activation and I kappa B alpha half life.

Biofactors 2001; 14:117–125

32. Berger MM: Can oxidative damage be treated nutritionally? Clin Nutr 2005; 24:172–183

33. Heyland DK, Dhaliwal R, Suchner U, et al: Antioxidant nutrients: A systematic review of trace elements and vitamins in the

critically ill. Intensive Care Med 2005; 31:321–337

34. Kryukov GV, Castellano S, Novoselov SV, Lobanov AV, Zehtab O, Guigó R, Gladyshev VN: Characterization of mammalian

selenoproteomes. Science 2003, 300:1439–1443.

35. Papp LV, Lu J, Holmgren A, Khanna KK: From selenium to selenoproteins: synthesis, identity, and their role in human health. Antioxid

Redox Signal 2007, 9:775–806.

36. Harrison I, Littlejohn D, Fell GS: Distribution of selenium in human blood plasma and serum. Analyst 1996, 121:189–194.

37. Forceville X: Effects of high doses of selenium, as sodium selenite, in septic shock patients a placebo-controlled, randomized, double-

blind, multi-center phase II study–selenium and sepsis. J Trace Elem Med Biol 2007, 21:62–65.

38. Burk RF, Hill KE, Motley AK. Selenoprotein metabolism and function: evidence for more than one function for selenoprotein P.

J Nutr 2003; 133(5 Suppl 1): 1517S-20S.

39. Forceville X, Vitoux D, Gauzit R, Combes A, Lahilaire P, Chappuis P. Selenium, systemic immune response syndrome, sepsis,

and outcome in critically ill patients. Crit Care Med 1998; 26(9): 1536-44.

40. Sakr Y, Reinhart K, Bloos F, et al. Time course and relationship between plasma selenium concentrations, systemic

inflammatory response, sepsis, and multiorgan failure. Br J Anaesth 2007; 98(6): 775-84.

41. Vincent JL, Forceville X: Critically elucidating the role of selenium. Curr Opin Anesthesiol 2008, 21:148–154.

42. Alhazzani W, Jacobi J, Sindi A, Hartog C, Reinhart K, Kokkoris S, Gerlach H, Andrews P, Drabek T, Manzanares W, Cook DJ, Jaeschke

RZ: The effect of selenium therapy on mortality in patients with sepsis syndrome: a systematic review and meta-analysis of randomized

controlled trials. Crit Care Med 2013, 41:1555–1564.

43. Landucci F, Mancinelli P, De Gaudio AR, Virgili G: Selenium supplementation in critically ill patients: A systematic review and meta

analysis. J Crit Care 2014, 29:150–156.

44. Huang TS, Shyu YC, Chen HY, Lin LM, Lo CY, Yuan SS, Chen PJ: Effect of parenteral selenium supplementation in critically ill

patients: a systematic review and meta-analysis. PLoS One 2013, 8:e54431.

45. Stefanowicz FA, Talwar D, O’Reilly DS, Dickinson N, Atkinson J, Hursthouse AS, Rankin J, Duncan A: Erythrocyte selenium

concentration as a marker of selenium status. Clin Nutr 2013, 32:837–842. Costa et al. Critical Care 2014, 18:R92 Page 6 of 7

http://ccforum.com/content/18/3/R92

46. Duncan A, Talwar D, McMillan DC, Stefanowicz F, O’Reilly DS: Quantitative data on the magnitude of the systemic inflammatory

response and its effect on micronutrient status based on plasma measurements. Am J Clin Nutr 2012, 95:64–71.

47. Nichol C, Herdman J, Sattar N, O’Dwyer PJ, St J, O’Reilly D, Littlejohn D, Fell G: Changes in the concentration of plasma selenium and

selenoproteins after miner elective surgery: further evidence for the negative acute phase response. Clin Chem 1998, 44:1764-1766.

48. Heyland D, Muscedere J, Wischmeyer PE, Cook D, Jones G, Albert M, Elke G, Berger MM, Day AG: Canadian Critical Care Trials

Group: a randomized trial of glutamine and antioxidants in critically ill patients. N Engl J Med 2013, 368:1489–1497.

49. Navarro-Alarcon M, Cabrera-Vique C: Selenium in food and the human body: a review. Sci Total Environ 2008, 400:115–141.

50. Burk RF, Hill KE: Selenoprotein P: An extracellular protein with unique physical characteristics and a role in selenium

homeostasis. Annu Rev Nutr 2005; 25:215–235

51. Angstwurm MWA, Schottdorf J, Schopohl J, et al: Selenium replacement in patients with severe systemic inflammatory response

syndrome improves clinical outcome. Crit Care Med 1999; 27:1807–1813

52. Forceville X, Vitoux D, Gauzit R, et al: Selenium, systemic immune response syndrome, sepsis, and outcome in critically ill

patients. Crit Care Med 1998; 26:1536–1544

oz

Page 10: Terapi Selenium Pada Pasien Sepsis

10

Arifin H;Andrias[Date]

53. Bower RH, Cerra FB, Bershadsky B, et al. Early enteral administration of a formula (Impact) supplemented with arginine,

nucleotides, and fish oil in intensive care unit patients: results of a multicenter, prospective, randomized, clinical trial. Crit Care

Med 1995; 23(3): 436-49.

54. Pontes-Arruda A, Aragao AM, Albuquerque JD. Effects of enteral feeding with eicosapentaenoic acid, gamma-linolenic acid,

and antioxidants in mechanically ventilated patients with severe sepsis and septic shock. Crit Care Med 2006; 34(9): 2325-33.

55. Beale RJ, Sherry T, Lei K, et al. Early enteral supplementation with key pharmaconutrients improves Sequential Organ Failure

Assessment score in critically ill patients with sepsis: outcome of a randomized, controlled, double-blind trial. Crit Care Med

2008; 36(1): 131-44.

56. Berger MM, Eggimann P, Heyland DK, et al. Reduction of nosocomial pneumonia after major burns by trace element

supplementation: aggregation of two randomised trials. Crit Care 2006; 10(6): R153.

57. Berger MM, Soguel L, Shenkin A, et al. Influence of early antioxidant supplements on clinical evolution and organ function in

critically ill cardiac surgery, major trauma, and subarachnoid hemorrhage patients. Crit Care 2008; 12(4): R101.

58. Collier BR, Giladi A, Dossett LA, Dyer L, Fleming SB, Cotton BA. Impact of high-dose antioxidants on outcomes in acutely

injured patients. JPEN J Parenter Enteral Nutr 2008; 32(4): 384-8.

59. Angstwurm MW, Schottdorf J, Schopohl J, Gaertner R. Selenium replacement in patients with severe systemic inflammatory

response syndrome improves clinical outcome. Crit Care Med 1999; 27(9): 1807-13.

60. Angstwurm MW, Engelmann L, Zimmermann T, et al. Selenium in Intensive Care (SIC): results of a prospective randomized,

placebocontrolled, multiple-center study in patients with severe systemic inflammatory response syndrome, sepsis, and septic

shock. Crit Care Med 2007; 35(1): 118-26.

61. Forceville X, Laviolle B, Annane D, et al. Effects of high doses of selenium, as sodium selenite, in septic shock: a placebo-

controlled, randomized, double-blind, phase II study. Crit Care 2007; 11(4): R73.

62. Angstwurm MWA, Engelmann L, Zimmermann T, et al: Selenium in intensive care (SIC): Results of a prospective randomized,

placebo controlled multi-centre study in patients with severe SIRS, sepsis, and septic shock. Crit Care Med 2006; 35:118–126

63. Sakr Y, Maia VP, Santos C, Stracke J, Zeidan M, Bayer O, Reinhart K: Adjuvant selenium supplementation in the form of sodium

selenite in postoperative critically ill patients with severe sepsis. Crit Care 2014, 18:R68.

64. McClave SA, Martindale RG, Vanek VW, McCarthy M, Roberts P, et al. (2009) Guidelines for the Provision and Assessment of Nutrition Support

Therapy in the Adult Critically Ill Patient: Society of Critical Care Medicine (SCCM) and American Society for Parenteral and Enteral Nutrition

(A.S.P.E.N.). JPEN J Parenter Enteral Nutr 33: 277–316.

65. Singer P, Berger MM, Van den Berghe G, Biolo G, Calder P, et al. (2009) ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition: intensive care. Clin Nutr 28:

387– 400.

66. Avenell A, Noble DW, Barr J, Engelhardt T (2004) Selenium supplementation for critically ill adults. Cochrane Database Syst Rev: CD003703.

67. Valenta J, Brodska H, Drabek T, Hendl J, Kazda A (2011) High-dose selenium substitution in sepsis: a prospective randomized clinical trial.

Intensive Care Med 37: 808–815.

68. Manzanares W, Biestro A, Torre MH, Galusso F, Facchin G, et al. (2011) Highdose selenium reduces ventilator-associated pneumonia and illness

severity in critically ill patients with systemic inflammation. Intensive Care Med 37: 1120– 1127.

69. Andrews PJ, Avenell A, Noble DW, Campbell MK, Croal BL, et al. (2011) Randomised trial of glutamine, selenium, or both, to supplement

parenteral nutrition for critically ill patients. BMJ 342: d1542.

oz