Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

27
BAB I PENDAHULUAN Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman Hippocrates. Soranus dari Ephesus (98 -138) di Eropa telah mengamati beberapa faktor yang mempengaruhi stroke. Hippocrates adalah Bapak Kedokteran asal Yunani. Ia mengetahui stroke 2400 tahun silam. Kala itu, belum ada istilah stroke. Hippocrates menyebutnya dalam bahasa Yunani: apopleksi. Artinya, tertubruk oleh pengabaian. Sampai saat ini, stroke masih merupakan salah satu penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian. (Aliah A,2007) Berdasarkan definisi dari WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler. Gangguan sirkulasi ini dapat disebabkan oleh beberapa patofisiologi, diantaranya thrombosis, emboli dan perdarahan. (WHO, 2013) Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia. Satu dari 7 kematian disebabkan oleh stroke dan dari 1.000 orang Indonesia, 8 di antaranya pernah mengalami stroke baik ringan maupun berat. (Depkes, 2012) 1

Transcript of Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

Page 1: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman Hippocrates.

Soranus dari Ephesus (98 -138) di Eropa telah mengamati beberapa faktor yang

mempengaruhi stroke. Hippocrates adalah Bapak Kedokteran asal Yunani. Ia

mengetahui stroke 2400 tahun silam. Kala itu, belum ada istilah stroke.

Hippocrates menyebutnya dalam bahasa Yunani: apopleksi. Artinya, tertubruk

oleh pengabaian. Sampai saat ini, stroke masih merupakan salah satu penyakit

saraf yang paling banyak menarik perhatian. (Aliah A,2007) Berdasarkan definisi

dari WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik

fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih

dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain

gangguan vaskuler. Gangguan sirkulasi ini dapat disebabkan oleh beberapa

patofisiologi, diantaranya thrombosis, emboli dan perdarahan. (WHO, 2013)

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, stroke merupakan

penyebab kematian dan kecacatan utama hampir di seluruh RS di Indonesia. Satu

dari 7 kematian disebabkan oleh stroke dan dari 1.000 orang Indonesia, 8 di

antaranya pernah mengalami stroke baik ringan maupun berat. (Depkes, 2012)

Penyakit serebrovaskular merupakan masalah kesehatan utama di Amerika

Serikat dan banyak negara lainnya termasuk Indonesia. Kemajuan yang di capai

dalam bidang epidemiologi, etiologi dan patogenesis dari penyakit

serebrovaskular telah menghasilkan pendekatan baru dalam diagnosa dan

pengobatannya. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan

penyakit serebrovaskular. Obat–obatan ini dapat dikelompokkan atas 2 kelompok

yaitu obat–obatan anti trombotik yang meliputi anti koagulan, anti platelet dan

trombolitik; serta obat yang melindungi sel saraf (nerve cell protectants) berupa

calsium channel blockers seperti nimodipine dan beberapa zat yang masih dalam

tahap eksperimental.

1

Page 2: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Anti Trombotik

Secara garis besar proses pembekuan darah berjalan melalui 3 tahap, yaitu: 1.

Aktifitas tromboplastin; 2. Pembentukan trombin dari protrombin; 3.

Pembentukan fibrin dari fibrinogen.

Dalam proses ini di butuhkan faktor–faktor pembekuan darah, yang sampai

saat ini telah dikenal 15 faktor. Proses pembekuan darah akan dihentikan oleh

sistem anti koagulan dan fibrinolitik di dalam tubuh. Faktor-faktor yang

menghentikan proses pembekuan darah adalah: 1. Larutnya faktor pembekuan

darah dalam darah yang mengalir. 2. Metabolisme bentuk aktif faktor pembekuan

darah oleh hati. 3. Mekanisme umpan balik di mana trombin menghambat

aktifitas faktor V dan VIII. 4. Adanya mekanisme anti koagulasi alami terutama

oleh antitrombin III, protein C dan S.

Penggunaan obat anti trombotik bertujuan mempengaruhi proses trombosis

atau mempengaruhi pembentukan bekuan darah (clot) intravaskular, yang

melibatkan platelet dan fibrin. Obat anti platelet bekerja mencegah perlekatan

(adesi) platelet dengan dinding pembuluh darah yang cedera atau dengan platelet

lainnya, yang merupakan langkah awal terbentuknya trombus. Obat anti koagulan

mencegah pembentukan fibrin yang merupakan bahan esensial untuk

pembentukan trombus. Obat trombolitik mempercepat degradasi fibrin dan

fibrinogen oleh plasmin sehingga membantu larutnya bekuan darah.

2.2 Anti Trombosit.

Anti trombosit (anti platelet) adalah obat yang dapat menghambat agregasi

trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang

terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Beberapa obat yang termasuk

golongan ini adalah aspirin, sulfinpirazon, dipiridamol, dekstran, tiklopidin,

prostasiklin ( PGI-2 ). Obat anti trombosit yang telah terbukti efektifitasnya dalam

pencegahan stroke adalah :

2

Page 3: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

Aspirin (asetosal, asam asetil-salisilat). Aspirin bekerja mengasetilasi

enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic

endoperoxides. Aspirin juga menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di

dalarn trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit. Aspirin

menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen.

Penghambatan inilah yang mempakan cara kerja aspirin dalam pencegahan stroke

dan TIA (Transient Ischemic Attack). Pada endotel pembuluh darah, aspirin juga

menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu mengurangi agregasi

trombosit pada pembuluh darah yang rusak.

Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa aspirin dapat menurunkan

resiko terjadinya stroke, infark jantung non fatal dan kematian akibat penyakit

vaskular pada pria dan wanita yang telah pernah mengalami TIA atau stroke

sebelumnya.

Farmakokinetik : Mula kerja : 20 menit -2 jam. Kadar puncak dalam plasma:

kadar salisilat dalarn plasma tidak berbanding lurus dengan besarnya dosis.

Waktu paruh: asam asetil salisilat 15-20 rnenit ; asarn salisilat 2-20 jam

tergantung besar dosis yang diberikan. Bioavailabilitas: tergantung pada dosis,

bentuk, waktu pengosongan lambung, pH lambung, obat antasida dan ukuran

partikelnya. Metabolisrne : sebagian dihidrolisa rnenjadi asarn salisilat selarna

absorbsi dan didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan kadar

tertinggi pada plasma, hati, korteks ginjal , jantung dan paru-paru. Ekskresi :

dieliminasi oleh ginjal dalam bentuk asam salisilat dan oksidasi serta konyugasi

metabolitnya.

Farmakodinamik: Adanya makanan dalam lambung memperlambat

absorbsinya; pemberian bersama antasida dapat mengurangi iritasi lambung tetapi

meningkatkan kelarutan dan absorbsinya. Sekitar 70-90 % asam salisilat bentuk

aktif terikat pada protein plasma.

lndikasi: Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang

pernah menderita iskemi otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko

menderita stroke pada penderita resiko tinggi seperti pada penderita tibrilasi

atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti koagulan.

3

Page 4: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

Kontra indikasi: hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever,

polip hidung, anemi berat, riwayat gangguan pembekuan darah.

lnteraksi obat: obat anti koagulan, heparin, insulin, natrium bikarbonat,

alkohol clan, angiotensin -converting enzymes.

Efek samping: nyeri epigastrium, mual, muntah , perdarahan lambung. Tidak

dianjurkan dipakai untuk pengobatan stroke pada anak di bawah usia 12 tahun

karena resiko terjadinya sindrom Reye. Pada orang tua harus hati- hati karena

lebih sering menimbulkan efek samping kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan

pada trimester terakhir kehamilan karena dapat menyebabkan gangguan pada

janin atau menimbulkan komplikasi pada saat partus. Tidak dianjurkan pula pada

wanita menyusui karena disekresi melalui air susu.

Dosis : FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4 kali

pemberian. Sebagai anti trombosit dosis 325 mg/hari cukup efektif dan efek

sampingnya lebih sedikit. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf merekomendasikan

dosis 80-320 mg/hari untuk pencegahan sekunder stroke iskemik.

Dipiridamol. Dipiridamol menghambat ambilan dan metabolisme adenosine

oleh eretrosit dan sel endotel pembuluh darah, dengan demikian meningkatkan

kadarnya dalam plasma. Adenosine menghambat fungsi trombosit dengan

merangsang adenilat siklase dan merupakan vasodilar. Dipiridamol juga

memperberat efek anti agregasi prostasiklin. Karena dengan dosis yang diperlukan

untuk menghambat agregasi trombosit kira kira 10% pasien mengalami flushing

dan nyeri kepala, maka sering diberikan dosis dipirimadol yang lebih kecil

bersama aspirin atau antikoagulan oral. Dipiridamol sering digunakan bersama

heparin pada pasien dengan katup jantung buatan. Obat ini juga banyak digunakan

bersama aspirin pada pasien dengan TIA untuk mencegah stroke. Efek samping

yang paling sering yaitu nyeri kepala. Bioavailabilitas obat ini sangat bervariasi.

Lebih dari 90% dipiridamol terikat protein dan mengalami sirkulasi enterohepatik.

Masa paruh eliminasi bervariasi 1-12 jam.

Tiklopidin. Tiklopidin adalah inhibitor agregasi platelet yang bekerja

menghalangi ikatan antara platelet dengan fibrinogen yang diinduksi oleh ADP

4

Page 5: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

(Adenosin Di Pospat) secara irreversibel, serta menghalangi interaksi antara

platelet yang mengikutinya. Proses ini menyebabkan penghambatan pada agregasi

platelet dan pelepasan isi granul platelet.

Penderita yang diberi Tiklopidin harus dimonitor jumlah netrofil dan

trombositnya setiap dua minggu selama 3 bulan pertama pengobatan. Netropeni

berat dapat terjadi dalam waktu 3 minggu sampai 3 bulan sejak pengobatan

dimulai. Karena waktu paruhnya panjang, maka penderita yang berhenti mendapat

Tiklopidin dalam waktu 90 hari sejak dimulai harus tetap dimonitor darah lengkap

clan hitung jenis lekositnya. Kadang-kadang dapat terjadi trombositopeni saja atau

kombinasi dengan netropeni.

Tiklopidin adalah obat pilihan pertama untuk pencegahan stroke pada wanita

yang pemah mengalami TIA serta pada pria dan wanita yang pemah mengalami

stroke non kardioembolik. Walaupun Tiklopidin telah terbukti efektif pada pria

yang pernah mengalami TIA, tetapi obat ini merupakan pilihan kedua bila tidak

ada intoleransi terhadap aspirin. Farmakokinetik :

Mula kerja: diabsorbsi cepat. Kadar puncak dalam plasma: 2 jam. Waktu

paruh : 4-5 hari. Bioavailabilitas : > 80%. Metabolisme : terutama di hati .

Ekskresi : 60% melalui urine daD 23% melalui feses

Farmakodinamik: bioavailabilitas oral meningkat 20% hila diminum setelah

makan ; pemberian bersama makan dianjurkan untuk meningkatkan toleransi

gastrointestinal. 98% terikat secara reversibel dengan protein plasma terutama

albumin dan lipoprotein.

Indikasi: Mengurangi resiko stroke trombotik pada penderita yang pemah

mengalami prekursor stroke atau pemah mengalami stroke merupakan pilihan bila

terjadi intoleransi terhadap aspirin.

Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap Tiklopidin, kelainan darah

(misalnya netropeni, trombositopeni), gangguan pembekuan darah, perdarahan

patologis aktif (misalnya perdarahan lambung, perdarahan intrakranial), gangguan

fungsi hati berat.

Interaksi obat: aspirin, antasida, simetidin, digoksin, teofilin, fenobarbital,

fenitoin, propanolol, heparin, antikoagulan oral, obat tibrinolitik.

5

Page 6: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

Efek samping : diare, mual, dispepsia, rash, nyeri gastrointestinal, netropeni,

purpura, pruritus, dizziness, anoreksia, gangguan fungsi hati. Kadang-kadang

ecchymosis, epistaksis, hematuria, perdarahan konjunktiva, perdarahan

gastrointestinal, perdarahan perioperatif, perdarahan intraserebral, urtikaria, sakit

kepala, asthenia, nyeri, tinnitus.

Hati-hati: Pada usia di bawah 18 tahun belum terbukti keamanan dan

efektifitasnya. Tidak dianjurkan pada penderita gangguan fungsi hati berat.

Penggunaan selama kehamilan hanya bila sangat dibutuhkan. Bila diberi pada

wanita menyusui harus dihentikan menyusuinya.

Dosis: Dewasa dan orang tua : 2 x 250 mg/hari diminum bersama makanan.

Tidak dianjurkan untuk usia di bawah 18 tahun. Dosis yang direkomendasikan

Perdossi adalah 250-500 mg/hari pada penderita yang tidak tahan dengan aspirin.

Klopidogrel. Obat ini sangat mirip dengan tiklopidin dan nampaknya lebih

jarang menyebabkan trobositopenia dan leucopenia dibandingkan dengan

tiklopidin, klopidrogel merupakan produg dengan mula kerja lambat. Dosis

umumnya 75mg/hari dengan atau tanpa dosis muat 300 mg (Gunawan GS et all

2007).

Klopidogrel, antagonis reseptor ADP, adalah sebuah obat yang membutuhkan

oksidasi oleh hepatic cytochrome P450 (CYP450) untuk menjadi metabolit aktif.

ADP berikatan dengan trombosit melalui reseptor P2Y1, P2Y12, dan P2X1.

Reseptor P2X1 tidak memainkan peranan yang penting dalam aktivasi trombosit.

Hanya sebagian kecil clopidogrel yang mengalami proses oksidasi oleh CYP450,

sebagian besar terhidrolasi oleh esterase menjadi turunan asam karboksilat yang

tidak aktif. CYP3A4 dan CYP3A5 adalah enzim-enzim yang bertanggung jawab

terhadap oksidasi cincin thiopene clopidogrel menjadi 2-oxoclopidogrel yang

selanjutnya menjadi karboksil dan grup thiol. Bentuk yang terakhir ini

membentuk jembatan disulfida dengan residu sistein ekstraseluler yang berlokasi

di reseptor ADP P2Y12 yang berada di permukaan trombosit dan menyebabkan

blokade ireversibel ADP.

Klopidogrel adalah obat penghambat antiagregasi trombosit yang memiliki

efek yang baik dan sering dipakai pada pasien dengan TIA untuk mencegah

6

Page 7: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

terjadinya stroke. Efek dari klopidogrel ini terlihat dari hari pertama pemakaian

sampai 1 tahun pemakaiannya dalam menurunkan angka kejadian

serebrovaskular. Selain memiliki efikasi yang baik, klopidogrel juga memiliki

efek samping seperti perdarahan, ketidaknyamanan saluran cerna, diare, ruam,

Trombotic Thrombbocytopenic Purpura (TTP). Clopidogrel ternyata memiliki

efek antiagregasi trombosit yang berbeda pada setiap pasien. Pada 4-30% pasien

ditemukan resistansi clopidogrel yang mempengaruhi efek anti agregasi dari

clopidogrel.

Aktivasi dan agregasi trombosit memegang peranan penting dalam

pembetukan trombosis arteri yang menyebabkan stroke. Aterosklerosis adalah

penyebab paling sering dari penyakit arteri koroner dan penyakit serebrovaskular.

Pecahnya plak aterosklerotik dan pembentukkan thrombus memegang peranan

penting dalam perkembangan sindroma sroke. Setelah plak pecah, trombosit

memulai sebuah proses kompleks, terdiri dari adhesi, aktivasi, dan agregasi

trombosit. Hal ini menyebabkan antiagregasi sebagi terapi dalam stroke.

Pada penelitian the Clopidogrel versus Aspirin in Patients at Risk of Ischemic

Events (CAPRIE) menunjukkan bahwa clopidogrel lebih efektif dibandingkan

aspirin dalam mengurangi risiko stroke iskemik, infark miokard, dan kematian.

Jika dikombinasikan dengan aspirin, clopidogrel menjadi baku emas dalam

pencegahan subacute stent thrombosis (SAT) pada pasien PCI dan mengurangi

kejadian kardiovaskular yang merugikan pada pasien sindrom koroner akut tanpa

ST elevasi. Pada pasien dengan resistansi aspirin dapat dibantu dengan pemakaian

clopidogrel karena efek peningkatan sensitivitasnya terhadap ADP (adenosin

difosfat). Bagaimanapun, efek clopidogrel beragam pada pasien (Adiwijawa, JA

2011).

Cilostazol. Cilostazol adalah derivat quinolone yang bekerja dengan

menghambat enzym phosphodiaterase III (PDE III), meningkatkan konsentrasi

cAMP dan akibatnya adalah menghambat agregasi platelet. Obat ini juga memiliki

efek vasodilator yang menghambat proliferasi otot polos vaskular dan melindungi

dinding vaskular serta endothelium (Shinohara dkk, 2010). Cilostazol juga

menghambat lipopolisakarida yang dapat menginduksi apoptosis pada sel

7

Page 8: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

endothelium. Berdasarkan hasil observasi cilostazol memiliki efek neuroproteksi

(Lee dkk, 2003).

Cilostazol secara cepat diabsorbsi dan mencapai puncak konsentrasi plasma

dalam waktu 2,4 jam setelah pemberian secara oral, dan kebanyakan cilostazol

berikatan dengan protein 95-98%, yang paling utama adalah albumin.

Berdasarkan studi in vitro pada sitokrom P450, cilostazol di metabolisme di hati

melalui sitokrom P450. terutama oleh 3A4 dan sebagain kecil oleh 2C19,

metabolit terutama dieksresi melalui urin. Aktivitas farmakologi cilostazol dan

metabolitnya pada gangguan ginjal ringan sampai sedang sama dengan orang

sehat, pada gangguan ginjal yang berat (creatine clearance <25ml/menit) akan

meningkatkan konsenterasi metabolitnya dan menurunkan protein binding baik

pada cilostazol maupun metabolitnya. (Yoo dkk, 2010).

Pemberian cilostazol yang direkomendasikan adalah 100 mg sebanyak dua

kali sehari atau 50 mg sebanyak dua kali sehari. Pasien biasanya respon selama

dua atau empat minggu setelah pemberian terapi (Katzung, 2003). Efek samping

yang muncul adalah nyeri kepala, dizzines dan takikardia (Furie, 2010).

Kontraindikasi pemberian cilostazol pada kondisi gagal jantung, kelainan

hemostasis atau pasien yang mengalami perdarahan seperti perdarahan lambung

dan perdarahan intrakranial (Lee dkk , 2003).

Triflusal (Grendis). Triflusal merupakan turunan dari asam salisilat yang

menghambat agregasi platelet. Sejumlah studi eksperimental dan klinis terbaru

menunjukkan bahwa triflusal merupakan pilihan yang baik dalam pengobatan dan

pencegahan iskemia otak karena memiliki efek antithrombogenic serta efek

neuroprotective. Efek antithrombogenic telah dibuktikan di klinik maupun pada

eksperimental, sedangkan efek neuroprotective yang telah ditunjukkan hanya pada

eksperimental. Obat mengganggu proses thrombogenesis dengan menghambat

sintesis tromboksan dan meningkatkan cAMP dan nitric oxide. Efek

neuroprotective adalah hasil dari efek antioksidan dan efek antiinflamasi pada

jaringan otak. Dari sudut pandang klinis triflusal sama efektifnya dengan asam

asetilsalisilat dalam mencegah stroke, tetapi memiliki efek samping yang lebih

sedikit, terutama memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk menyebabkan

8

Page 9: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

perdarahan. Karena sifat farmakodinamik dan memiliki efek samping yang lebih

rendah, triflusal mungkin menjadi alternatif yang baik untuk asam asetilsalisilat

dalam pencegahan stroke. (Jose, 2006).

Dosis: Dewasa sampai usia lanjut : 600 mg/hari dalam dosis tunggal atau

terbagi atau 900 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi. Kontra indikasi: Pasien

dengan riwayat tukak lambung atau tukak aktif, perdarahan, pasien dengan resiko

perdarahan, pasien lemah ginjal atau hati, hamil-menyusui,anak usia kurang dari

18 tahun. Efek samping: Dispepsia, sakit kepala, nyeri abdominal, nausea,

sembelit,muntah, kembung,anoreksia.

2.3 Antiplatelet pada stroke iskemik

Pada penulisan artikel ini mengacu kepada manajemen stroke yang ditunjukkan

oleh The Quality Standards Subcommittee (QSS) and the Therapeutics and

Technology Assessment (TTA) Subcommittee of the American Academy of

Neurology, and the Stroke Council and Science Advisory and Coordinating

Committee (SACC) of the American Heart Association.

Apakah antiplatelet mengurangi mortalitas dan morbiditas pada stroke iskemik

Sulit untuk membandingkan mortalitas dan morbiditas dari stroke karena setiap

memiliki skala hasil yang berbeda. Agen terapetik yang digunakan pada studi ini

adalah membandingkan angka mortalitas pada penderita stroke yang diterapi

dengan menggunakan anti agregasi platelet, unfractionated heparin dan low weigh

molecul heparin. Dua studi prospektif secara acak, uji coba pemberian aspirin

dalam 48 jam onset stroke dan pemberian placebo pada kelompok control (CAST,

1997).

The Chinese Acute Stroke Trial (CAST) sebuah studi acak, double-blind

dan plasebo-kontrol terhadap 21.106 pasien melakukan percobaan pemberian

aspirin pada 160 mg / hari dimulai dalam waktu 48 jam dari onset akut stroke

iskemik (Kelas I). Aspirin mengurangi tingkat kematian dini sebesar (3,3%

menjadi 3,9%; p = 0,04).

The International Stroke Trial (IST) menacak 19,436 (kelas II) pasien

dengan onset stroke 24 jam untuk pengobatan dengan aspirin 325 mg, heparin

subkutan dalam 2 rejimen dosis yang berbeda, aspirin dengan heparin, dan

9

Page 10: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

plasebo. Studi ini menemukan bahwa terapi aspirin mengurangi risiko

kekambuhan stroke (Flores et all 2011).

Penelitian tersebut menunjukkan aspirin (160 mg atau 325 mg perhari)

sedikit mengurangi namun statistic dan signifikan mengurangi kematian dan

disabilitas ketika diberikan dalam 48 jam setelah stroke iskemik, studi analisis

kombinasi pemberian aspirin dengan unfractionated heparin, LMW heparin tidak

memperlihatkan penurunan mortalitas dari stroke ketika diberikan dalam 48 jam

dari onset akut stroke iskemik.

Apakah antiplatelet mengurangi rekurensi dari stroke. Meskipun pemberian

agen anti agregasi trombosit diberikan pada onset akut stroke iskemik tidak

mengurangi kerusakan dari neurologis, antiplatelet dapat berguna dalam

mencegah rekurensi stroke. Hasil sebuah studi dari CAST menunjukkan bahwa

aspirin menurunkan risiko stroke iskemik berulang dari 2,1% menjadi 1,6%,

namun risiko dari semua rekurensi stroke (hemoragik atau iskemik) tidak secara

signifikan berkurang. Demikian pula, IST menyatakan bahwa aspirin secara

signifikan mengurangi tingkat rekurensi stroke iskemik dari 3,9% menjadi 2,8%.

Sebaliknya heparin, unfractionated heparin dan LMW heparin, bila digunakan

dalam waktu 48 jam onset pada pasien dengan stroke iskemik akut, tidak terbukti

mengurangi tingkat rekurensi stroke (Coull BM et all 2002).

Apakah terdapat resiko perdarahan yang berhubungan dengan pemberian agen

antitrombotik Antiaggregants trombosit. Berdasarkan CAST (CAST 1007) dan

IST (IST 1997), aspirin meningkatkan risiko perdarahan sistemik dan SSP. CAST,

risiko perdarahan yang cukup besar memerlukan transfusi atau perdarahan

sistemik fatal 0,8% pada pasien yang diobati dengan aspirin vs 0,6% pada pasien

yang dirawat tidak diterapi dengan aspirin (p = 0,02). Pada IST, risiko perdarahan

yang memerlukan transfusi atau perdarahan sistemik fatal adalah 1,1% pada

pasien yang ditepai dengan aspirin dibandingkan dengan 0,6% pada pasien tidak

mendapat aspirin (p = 0.0004).

Tidak ada kasus besar yang secara simptomatik menunjukkan perdarahan

intraserebral pada hari ke 5 pengobatan dengan aspirin atau bahkan untuk 3

10

Page 11: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

bulan dalam kelompok perlakuan dalam uji coba abciximab (Coull BM et all

2002). Kasus pemberian aspirin tunggal pada hari ke 5 pada grup the Multicenter

Acute Stroke Trial–Italy tidak dijumpai perdarahan intrakranil (Coull BM et all

2002), tingkat dari gejala perdarahan otak (3/153 (2%)), CT-scan

memverifikasikan perdarahan intraserebral (1/153 (0,7%)) dan infark hemoragik

(7%) hal ini serupa atau bahkan lebih rendah pada grup yang tidak diberi obat.

Sementara itu penggunaan unfractionated heparin (5000 U BID atau 12,500

IU BID) pada studi IST memperlihatkan peningkatan resiko perdarahan sistemik

atau perdarahan intraserbral. Perdarahan yang parah dijumpai pada penggunaan

dosis tinggi. Pada studi ini, 1,2% diberikan heparin subkutan dan mengalami

stroke hemoragik dibandingkan dengan 0.4% dari kelompok control (p < 0.0001).

Pada prinsipnya terdapat peningkatan resiko perdarahan sistemik atau perdarahan

intraserebral pada penggunaan aspirin, unfractionated heparin (IST 1997).

Apakah kombinasi antiplatelet memiliki manfaat? Inisiasi dini aspirin ditambah

dengan extended-release dipyridamole aman dan efektif dalam mencegah

disabilitas dengan pemberian inisiasi selama 7 hari setelah onset stroke, menurut

sebuah penelitian di Jerman. Penulis penelitian mencoba untuk menilai waktu

yang tepat untuk memulai pemberian dipyridamole pada stroke iskemik atau

transient ischemic attack (TIA). 46 Pasien dari stroke unit yang disajikan dengan

skor NIHSS dari 20 atau kurang secara acak untuk menerima aspirin 25 mg

ditambah extended-release dipyridamole 200 mg (awal dipyridamole rejimen) (n

= 283) atau aspirin monoterapi (100 mg sekali sehari) selama 7 hari (n = 260).

Terapi pada kedua kelompok dimulai dalam waktu 24 jam onset stroke. Setelah 2

minggu, semua pasien menerima aspirin ditambah dipyridamole sampai 90 hari.

Pada hari 90, 154 (56%) pasien dalam kelompok dipyridamole awal dan 133

(52%) pada kelompok aspirin ditambah dipyridamole kemudian tidak terdapat

disabilitas sama sekali atau disabilitas ringan (P = 0,45).

Agen antiplatelet lain juga di bawah evaluasi untuk digunakan dalam

presentasi akut stroke iskemik. Pada sebuah studi pilot, abciximab diberikan

dalam waktu 6 jam untuk membentuk profil keamanan. Sebuah kecenderungan

menuju hasil yang lebih baik pada 3 bulan untuk pengobatan dibandingkan

11

Page 12: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

dengan kelompok placebo uji klinis lebih lanjut diperlukan (Flores SC et all

2011).

* Pengobatan TIA: - Clopidogrel adalah pengobatan yang disetujui NICE pilihan

untuk pencegahan sekunder pada stroke, tetapi tidak berlisensi untuk pengobatan

TIA. NICE TA 210 merekomendasikan Aspirin dan dipyridamole. Disarankan

bahwa semua pasien yang mulai 300mg Aspirin, dan bahwa pilihan yang dibuat

pada terapi antiplatelet waktu di klinik TIA, tergantung pada gejala, adanya infark

pada CT scan, tolerabilitas obat, penyakit penyerta. - Clopidogrel mungkin lebih

disukai pada pasien yang tidak dapat mentoleransi dipyridamole, orang dengan

penyakit multivascular (misalnya penyakit pembuluh darah koroner atau perifer),

mereka dengan terang-terangan infark pada otak CT. - Tidak ada bukti yang kuat

mengenai perawatan yang tepat dari pasien yang menderita TIA / Stroke

sementara pada antiplatelet terapi. Obat ini mengurangi, tetapi tidak

menghilangkan, risiko stroke yang berulang / TIA. Beberapa pasien resisten

12

Page 13: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

terhadap efek anti-platelet dari Clopidogrel sehingga dapat mempertimbangkan

perubahan juga mempertimbangkan penyelidikan jantung mencari sumber emboli

aritmia. Terdapat bukti bahwa Aspirin awal bermanfaat untuk 1-14 hari, tetapi

tidak ada bukti untuk inisiasi segera obat antiplatelet lainnya.

13

Page 14: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

BAB III

KESIMPULAN

Pasien dengan stroke iskemik akut dalam waktu 48 jam dari onset gejala harus

diberikan aspirin (160-325 mg / hari) untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas

dari stroke, jika dijumpai kontraindikasi pemberian seperti alergi dan perdarahan

gastrointestinal yang tak terlihat, dan pasien yang telah atau tidak bisa diterapi

dengan recombinant tissue-type plasminogen activator. Tidak terdapat referensi

yang kuat untuk merekomendasikan penggunaan agen antiplatelet lainnya pada

akut stroke iskemik.

Meskiput terdapat beberapa bukti data yang menyebutkan penggunaan

fixeddose dari subkutan heparin atau unfractionated heparin mengurangi

rekurensi dari stroke iskemik, manfaat ini juga disertai peningkatan terjadinya

perdarahan. Oleh karena itu, penggunaan heparin subkutan dan unfractionated

heparin tidak direkomendasikan untuk mengurangi resiko kematian atau

mortalitas dan morbiditas dari stroke.

Beberapa bukti lain juga merekomendasikan penggunaan kombinasi anti

agregasi trombosit pada stroke iskemik, namun belum terdapat perbedaan yang

signifikan pada kombinasi obat tersebut. Oleh karena itu aspirin dosis tunggal

direkomendasikan pada terapi stroke iskemik.

14

Page 15: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

DAFTAR PUSTAKA

Adams HP, Davis PH, Leira EC, Chang KC, Bendixen BH, Clarke WR, et al.

Baseline NIH Stroke Scale score strongly predicts outcome after stroke: A

report of the Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST).

Neurology. Jul 13 1999;53(1):126-31.

Adiwijawa JA. Efek dan Resistansi Clopidogrel pada Sindrom Koroner Akut.

Dalam medika jurnal kedokteran Indonesia. Edisi No 05 Vol XXXVII- 2011

Available at http://www.jurnalmedika.com/component/content/article/318-

artikel-penyegar/612-efek-danresistansi-clopidogrel-pada-sindrom-koroner-

akut.

Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan

peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor

Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007. Hal: 81-115.

CAST (Chinese Acute Stroke Trial) Collaboration Group. CAST: randomized

placebo-controlled trial of early aspirin use in 20,000 patients with acute

ischaemic stroke. Lancet 1997;349:1641–1649.

Coull BM, Williams lS, Goldstein LB, Meschia JF, Heitzman D, Chaturvedi S, et

all. Anticoagulants and Antiplatelet Agents in Acute Ischemic Stroke :

Report of the Joint Stroke Guideline Development Committee of the

American Academy of Neurology and the American Stroke Association (a

Division of the American Heart Association). Journal of the American heart

association. 2002, 33:1934-1942.

Depkes RI. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2012. Available at

http://depkes.go.id.

Easton JD, Saver JL, Albers GW, Alberts MJ, Chaturvedi S, Feldmann E, et al.

Definition and evaluation of transient ischemic attack: a scientific statement

for healthcare professionals from the American Heart Association/American

Stroke Association Stroke Council; Council on Cardiovascular Surgery and

Anesthesia; Council on Cardiovascular Radiology and Intervention; Council

on Cardiovascular Nursing; and the Interdisciplinary Council on Peripheral

15

Page 16: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

Vascular Disease. The American Academy of Neurology affirms the value

of this statement as an educational tool for neurologists. Stroke. Jun

2009;40(6):2276-93.

Flores SC, Arnold JL, Becker JU, Hills EC, Jauch EC, Kulkarni R, et all.

Ischemic Stroke in Emergency Medicine. Medscape reference drugs, disease

& procedure. Jul 2011. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview last updar 30

september 2011.

Furie, K.L.; Kasner, S.E.; Adams, R.J.; Albers, G.W.; Bush, R.L.; Fagan, S.C. et

al. 2010. Guidelines for the Prevention Stroke in Patients With Stroke or

Transient Ischemic Attack. A Guideline for Healthcare Professionals From

the American Heart Association/American Stroke Association. 41:00-00.

Gubitz G, Sandercock P, Counsell C. Antiplatelet therapy for acute ischemic

stroke. In: The Cochrane Library, Issue 1, 2000. Oxford.

Gunawan GS, Nafrialdi SR, Elysabeth. Farmakologi Dan Terapi. Dewoto HR.

anti koagulan, antitrombotik, trombolitik dan hemostatik. Departemen

Farmkologi dan Terapetik FKUI : Jakarta. 2007;804-819.

Hector A, George A, Socrates P, Dimitrios S, George T, Panos V. Triflusal: An

Old Drug in Modern Antiplatelet Therapy. Review of Its Action, Use, Safety

and Effectiveness. Hellenic J Cardiol. 2009;50:199-207.

International Stroke Trial Collaborative Group. The International Stroke Trial

(IST): a randomized trial of aspirin, subcutaneous heparin, both, or neither

among 19,435 patients with acute ischaemic stroke. Lancet 1997;349:1569 –

1581.

Jose AG and Jose PD. Triflusal: An Antiplatelet Drug with a Neuroprotective

Effect? Cardiovascular Drug Reviews. 2006;24(1):11-24.

Katzung, B.G. 2003. Drugs Used in Disorders of Coagulation, In : Basic &

Clinical Pharmacology. McGraw-Hill. 9th ed.p.775-776.

Lee, J.H.; Kim, K.Y.; Lee, Y.K.; Park, S.Y.; Kim, C.D.; Lee, W.S. 2004.

Cilostazol Prevent Focal Cerebral Ischemic Injury by Enchancing Casien

Kinase 2 Phsoporylation and Supression of Phospatase and Tensin Homolog

16

Page 17: Terapi Khusus Farmakologis Dengan Antiplatelet Pada Stroke

Deleted from Chromosome 10 Phosporylation in Rats. The Journal of

Pharmacology and Experimental Theurapetics. 308:896-903.

Shinohara, Y.; Katayama, Y.; Uchiyama, S.; Yamaguchi T.; Honda, S.; Matsuoka,

K. et al. 2010. Cilostazol for prevention of secondary stroke (CSPS 2) : an

aspirin-controlled, double-blind, randomized non-inferiority trial. http :

www.thelancet.com/neurology, 11 September 2010.

Sudoyu WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid 2. Suharti C, dasar dasar hemostasis. bab

178. Departemen ilmu penyakit dalam FKUI. jakarta: 2006;749-754

Yoo, H.D.; Cho, H.Y.; Lee, Y.B. 2010. Population pharmacokinetic analysis of

cilostazol in healthy subjects with genetic polymorphisms of CYP3AS,

CYP2C19, and ABCB1. Br J Clin Pharmacol, 69:27-37.

17