Terapi Insulin Untuk Hiperglikemi Pada Pasien Kritis

13
Terapi Insulin untuk Hiperglikemi pada Pasien yang Sakit Kritis Abstrak Latar Belakang. Hiperglikemia pada pasien sakit kritis dikaitkan dengan mortalitas yang lebih tinggi. Terapi insulin dapat meningkatkan hasil, tidak hanya dengan mencegah efek merusak dari hiperglikemia, tetapi dengan meningkatkan dinamika molekul dalam disfungsi organ. Objektif. Untuk menilai efek dari terapi insulin pada pasien kritis di ICU (Intensive Care Unit) dan resiko dari hipoglikemia. [Paediatr Indones. 2013; 53:245-9].. Metode An open-label, uji klinis dilakukan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) Dr Moh. Rumah Sakit Hoesin, Palembang, dari November 2011 hingga Maret 2012. Subjek berturut-turut ditandai untuk menerima baik insulin reguler dengan dosis 0,05 U / kg / jam jika tingkat glukosa darah mencapai> 200 mg%, atau terapi standar (kelompok kontrol). Kadar glukosa darah diukur setiap jam sampai mereka mencapai 80-110 mg%. Penyesuaian dosis dibuat ketika tingkat glukosa darah mencapai 145 mg%, dengan mengurangi dosis insulin untuk 0,025 U / kg / jam. Hasil terapi diukur dengan Pediatric Logistic Organ Dysfunction (PELOD) peningkatan skor, angka kematian dan terjadinya hipoglikemia. Hasil Subyek sebanyak empat puluh yang terdaftar dalam penelitian ini, dengan 20 responden ditandai untuk kelompok terapi insulin dan 20 lainnya untuk kelompok terapi standar. Dua responden, satu dari masing-masing kelompok, tidak dimasukkan dalam analisis akhir karena kematian mereka dalam 24 jam. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam distribusi skor PELOD sebelum intervensi

description

n

Transcript of Terapi Insulin Untuk Hiperglikemi Pada Pasien Kritis

Page 1: Terapi Insulin Untuk Hiperglikemi Pada Pasien Kritis

Terapi Insulin untuk Hiperglikemi pada Pasien yang Sakit Kritis

AbstrakLatar Belakang. Hiperglikemia pada pasien sakit kritis dikaitkan dengan mortalitas yang lebih tinggi. Terapi insulin dapat meningkatkan hasil, tidak hanya dengan mencegah efek merusak dari hiperglikemia, tetapi dengan meningkatkan dinamika molekul dalam disfungsi organ.

Objektif. Untuk menilai efek dari terapi insulin pada pasien kritis di ICU (Intensive Care Unit) dan resiko dari hipoglikemia.

[Paediatr Indones. 2013; 53:245-9]..

Metode An open-label, uji klinis dilakukan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) Dr Moh. Rumah Sakit Hoesin, Palembang, dari November 2011 hingga Maret 2012. Subjek berturut-turut ditandai untuk menerima baik insulin reguler dengan dosis 0,05 U / kg / jam jika tingkat glukosa darah mencapai> 200 mg%, atau terapi standar (kelompok kontrol). Kadar glukosa darah diukur setiap jam sampai mereka mencapai 80-110 mg%. Penyesuaian dosis dibuat ketika tingkat glukosa darah mencapai 145 mg%, dengan mengurangi dosis insulin untuk 0,025 U / kg / jam. Hasil terapi diukur dengan Pediatric Logistic Organ Dysfunction (PELOD) peningkatan skor, angka kematian dan terjadinya hipoglikemia.

Hasil Subyek sebanyak empat puluh yang terdaftar dalam penelitian ini, dengan 20 responden ditandai untuk kelompok terapi insulin dan 20 lainnya untuk kelompok terapi standar. Dua responden, satu dari masing-masing kelompok, tidak dimasukkan dalam analisis akhir karena kematian mereka dalam 24 jam. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam distribusi skor PELOD sebelum intervensi antara kelompok (OR = 0,5, 95% CI 0,1-1,9, P = 0,32). Namun, setelah intervensi, skor PELOD secara signifikan lebih rendah pada kelompok terapi insulin dibandingkan dengan kelompok kontrol (OR 0,2, 95% CI 0,05-0,8, P = 0,02).

Pada kelompok insulin setelah intervensi, subyek lebih sedikit memiliki skor > 20,5 dan lebih banyak subjek memiliki skor ≤ 20,5, menunjukkan rendahnya risiko disfungsi organ. Ada juga tingkat kematian secara signifikan lebih rendah pada kelompok insulin dibandingkan dengan kelompok control (OR 0,2, 95% CI 0,05-0,8, P = 0,02). Pada penelitian ini tak satu pun dari subyek menderita hipoglikemia.

Kata kunci: sakit kritis, unit perawatan intensif, hiperglikemia, terapi insulin.

Page 2: Terapi Insulin Untuk Hiperglikemi Pada Pasien Kritis

Terapi Insulin untuk Hiperglikemi pada Pasien yang Sakit Kritis

Hiperglikemia pada pasien sakit kritis dikaitkan dengan tingkat kematian yang lebih

tinggi dan lebih lama unit perawatan intensif (ICU) tetap. Terapi insulin dapat meningkatkan

hasil, tidak hanya dengan mencegah efek merusak dari hiperglikemia, tetapi dengan

meningkatkan dinamika molekul organ dysfunction.1-4

Banyak penelitian menunjukkan bahwa terapi insulin intensif menurunkan angka

kematian pada pasien bedah dan medis di ICU. Keseluruhan hipotesis mengenai pengobatan

hiperglikemia adalah bahwa anak-anak yang sakit kritis mungkin akan mendapatkan keuntungan

dari memelihara glukosa darah yang normal dengan insulin eksogen, seperti pada orang dewasa

yang sakit kritis.

Namun, seiring dengan perubahan yang cepat dalam konsentrasi glukosa darah, risiko

hipoglikemia pada terapi insulin cukup besar.4, 5,6 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai

pengaruh terapi insulin pada pasien sakit kritis dalam perawatan intensif Unit pengaturan, dan

risiko hipoglikemia.

MetodeKami melakukan penelitian open-label. Open-label adalah suatu studi yang digunakan

untuk menggambarkan situasi ketika peneliti dan peserta dalam studi penelitian mengetahui

pengobatan dan peserta menerimanya. Percobaan klinis ini dilakukan di PICU Dr Moh. Rumah

Sakit Umum Hoesin, Palembang, dari November 2011 hingga Maret 2012 Subyek ditandai

secara berurutan.. Kami memasukkan semua pasien sakit kritis dengan hiperglikemia

(didefinisikan sebagai glukosa darah > 200 mg%) dan tanpa riwayat diabetes mellitus. Pasien

dengan penggunaan jangka panjang steroid atau terapi hormon pertumbuhan tidak dimasukkan.

Page 3: Terapi Insulin Untuk Hiperglikemi Pada Pasien Kritis

Tingkat keparahan penyakit dinilai dengan Pediatric Risk Mortality score III (PRISM III) pada

saat penerimaan. Pasien dengan skor PRISM III di atas 8 dianggap meningkatkan risiko

kematian. Disfungsi organ dinilai dengan skor PELOD dua kali, pada saat diagnosis

hiperglikemia dan 24 jam setelah kadar glukosa darah mencapai 80-110 mg%. Skor PELOD

diatas 20,5 dianggap dapat dihubungkan dengan peningkatan risiko disfungsi organ.

Semua subjek ditandai untuk menjadi kelompok kasus atau kelompok kontrol. Pada

kelompok kasus, subyek menerima insulin reguler (Humulin ®) pada 0,05 U / kg / jam ketika

kadar glukosa darah adalah > 200 mg%. Kelompok kontrol menerima terapi standar untuk

penyakit utama yang mendasari kecuali terapi insulin. Kadar glukosa darah diukur setiap jam

sampai mencapai 80-110 mg%. Penyesuaian dosis dibuat ketika kadar glukosa darah mencapai

level 145 mg%, dengan mengurangi insulin sampai 0,025 U/kg/jam. Jika glukosa darah menurun

ke level < 47 mg%, satu bolus dengan isi 2 mL / kg 10% dekstrosa diberikan secara intravena.

Hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah baik < 72 mg% dengan gejala, atau < 47

mg% tanpa adanya gejala. Sampel glukosa darah kapiler diukur oleh Prodigy ® (USA).

Bayi yang meninggal dalam kurun waktu 24 jam setelah penelitian dimulai, dianggap

drop out atau gugur. Komite Etika Sriwijaya University Medical School, Palembang, Indonesia,

menyetujui penelitian ini. Informed consent diperoleh dari semua orang tua pasien.

Confidence interval 95 % dan p-value < 0,05 secara statistic dipertimbangkan untuk data

yang berhubungan secara signifikan. Berbeda pada distribusi skor PELOD dan angka kematian

akan dianalisa dengan Chi square atau Fisher’s exact.

Page 4: Terapi Insulin Untuk Hiperglikemi Pada Pasien Kritis

HasilTujuh puluh dua pasien dirawat di PICU di Rumah Sakit Mohammad Hoesin,

Palembang, selama penelitian berlangsung. Empat puluh subyek ditandai, maka masing-masing

kelompok terdiri dari 20 responden, kelompok terapi insulin dan kelompok terapi standar. Salah

satu subjek dari masing-masing kelompok tidak dimasukkan dalam analisis karena kematian

dalam waktu 24 jam setelah awal penelitian. Karakteristik subyek bisa dilihat pada Tabel 1.

Distribusi skor PRISM III ditunjukkan pada Tabel 1.

Karakteristik Terapi Insulin Standardgroup therapy group(n=19) (n=19)

Jenis Kelamin, nLaki-laki 10 9

Rata-rata usia (SD), tahun 1.96 (2.97) 2.07(3.24)Status Gizi, n

Gizi Baik 10 14Gizi kurang 6 5Sangat kurang gizi 3 0

Penggunaan Inotropik, n 11 10Skor PRISM III pada saat

dari ICU

>8, n 16 18≤8, n 3 1

Hampir sebagian besar subyek termasuk di PRISM III dengan kategori skor > 8. Tidak ada

perbedaan yang signifikan dalam distribusi skor PRISM III antara kedua kelompok tersebut.

Skor PELOD dinilai dua kali, pada saat di diagnosis hiperglikemia dan pada 24 jam

setelah kadar glukosa darah mencapai 80-110 mg%. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam

distribusi skor PELOD sebelum intervensi pada dua kelompok tersebut (OR 0,5; 95% CI 0,1-1,9,

P = 0,32). Namun, skor PELOD secara signifikan meningkat pada kelompok insulin setelah

intervensi. (OR 0,2, 95% CI 0,05-0,8, P = 0,02)

Page 5: Terapi Insulin Untuk Hiperglikemi Pada Pasien Kritis

(Tabel 2).

Tujuh subjek meninggal dalam kelompok terapi insulin, sedangkan 14 subyek meninggal

dalam kelompok kasus terapi standar. Tidak ada subjek yang mempunyai keadaan hipoglikemia.

Secara signifikan terdapat angka kematian yang lebih rendah pada kelompok yang diberikan

terapi insulin dibandingkan dengan kelompok terapi standar. (OR 0,2, 95% CI 0,05-0,8, P =

0,02)

DiskusiKami mengidentifikasi 38 dari 40 pasien dengan hiperglikemia yang memenuhi kriteria

inklusi. Dalam penelitian ini, usia rata-rata responden adalah 1,96 (SD 2,97) tahun pada

kelompok terapi insulin dan 2,07 (SD 3,24) tahun pada kelompok terapi standar. Temuan kami

yang mirip dengan Gupta et al. yang menunjukkan bahwa prevalensi hiperglikemia adalah 4,7%

pada 758 anak-anak yang sakit kritis berusia antara 1 bulan sampai 6 tahun.1

The PRISM III tes adalah sistem penilaian generasi ketiga yang memungkinkan penilaian

keparahan penyakit dan resiko kematian.7 Dalam penelitian kami, jumlah subyek dengan PRISM

III skor > 8 lebih besar dalam kelompok studi. Demikian pula, Kyle et al. melaporkan bahwa

tidak ada hubungan antara hiperglikemia dengan tingkat keparahan penyakit.8 Dewi melaporkan

bahwa PRISM III skor > 8 ada hubungan dengan terjadinya disfungsi organ dan risiko kematian

adalah 3,5 kali lebih besar dibandingkan dengan skor PRISM Rata-III ≤ 8,7

PELOD scores Kelompok Insulin Kelompok Standar OR (95%CI) P value

(n=19) (n=19)Sebelum, n

>20.5 10 13 0.5 (0.1 to0.9) 0.32

≤20.5 9 6

Sesudah, n

>20.5 7 14 0.2 (0.05 to 0.8) 0.02

≤20.5 12 5

Page 6: Terapi Insulin Untuk Hiperglikemi Pada Pasien Kritis

The PELOD skor adalah penilaian untuk mendeteksi disfungsi organ apapun, bahkan

pada pasien dengan risiko kematian yang rendah.9 Dalam studi ini, proporsi Skor PELOD dari >

20,5 sebelum intervensi lebih tinggi pada kelompok studi. Setelah intervensi, proporsi skor

PELOD dari ≤ 20,5 di kelompok studi meningkat. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Patel et al.,dimana bahwa ada beberapa mekanisme yang berpotensi menjelaskan

manfaat dari terapi insulin dan kontrol glikemik pada pasien kritis, termasuk diantaranya adalah

10, termasuk : 1) meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mengurangi kerentanan terhadap

infeksi; 2) penurunan peradangan sistemik dan seluler; 3) meningkatkan fungsi endotel (melalui

peningkatan fungsi vasomotor dan stimulasi produksi nitrat oksida, 4) meningkatkan coagulable

state karena fibrinolisis dan fungsi platelet; 5) menurunkan trigliserida dan meningkatkan kadar

lipoprotein kolesterol high-density; 6) efek anabolik insulin; 8) meningkatkan fungsi otot

jantung; 9) menurunkan sirkulasi asam lemak bebas; 10) penekanan serapan asam lemak bebas;

11) penyerapan glukosa meningkat; 12) meningkatkan kontraktilitas; dan 13) efek langsung dari

kalium dalam larutan insulin-kalium glukosa pada fungsi otot jantung. Honna juga melaporkan

skor PELOD > 20.5 dapat digunakan sebagai titik cut-off untuk intervensi insulin karena

PELOD skor > 20.5 memiliki prediksi angka kematian yang lebih tinggi.9

Efek samping dari terapi insulin adalah hypoglycemia.11 Dalam penelitian kami, tidak ada

subjek yang mengalami hipoglikemi karena kami menentukan dosis dan durasi terapi insulin

melalui pemantauan konsentrasi glukosa darah yang ketat. Verhoeven et al. melaporkan bahwa

jika hipoglikemia terjadi karena pengukuran glukosa yang terlambat, insulin tidak diatur dengan

benar dan mengubah parenteral ke nutrisi enteral tanpa pengaturan penggunaan insulin.11

Tingkat kematian lebih tinggi pada kelompok terapi standar dibandingkan kelompok

terapi insulin (14 vs 7, masing-masing). Ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat kematian

Page 7: Terapi Insulin Untuk Hiperglikemi Pada Pasien Kritis

antara kedua kelompok, menunjukkan bahwa terapi insulin pada pasien yang sakit kritis dengan

hiperglikemia dapat menurunkan angka kematian. Hasil penelitian kami sejalan dengan dua studi

oleh Van den Berghe et al. yang menunjukkan bahwa hiperglikemia dikaitkan dengan morbiditas

yang tinggi dan tingkat kematian, serta terapi insulin bisa jadi menurunkan angka kejadian dan

angka kematian pada pasien yang dirawat di ICU.

Keterbatasan penelitian ini adalah ukuran sampel yang sedikit. Juga, terapi insulin

diberikan pada dosis rendah 0,05 U / kg / jam dengan cut-off point untuk hiperglikemia

didefinisikan sebagai kadar glukosa darah > 200 mg%.

Sebagai kesimpulan, terapi insulin untuk pasien PICU sakit kritis barangkali dapat

mengurangi disfungsi organ dan menurunkan angka kematian.

Page 8: Terapi Insulin Untuk Hiperglikemi Pada Pasien Kritis

Referensi

1) Gupta P, Natarajan G, Agarwal KN. Transient hyperglycemia in acute childhood illnesses: to attend or ignore? Indian J Pediatr. 1997;64:205-10.

2) Branco, RG, Garcia PC, Pica JP, Casartelli CH, Seibel V, Tasker RC. Glucose level and risk of mortality in pediatric septic shock. Pediatr Crit Care Med. 2005;6:470-2.

3) Veronica A, Garcia. The association between glycemia and outcomes in critically ill patients. UT health science centre. 2006;1-6.

4) Srinivan V, Spinella PC, Drott HR, Roth CL, Helfaer MA, Nadkarni V. Association of timing, duration, and intensity of hyperglycemia with intensive care unit mortality in critically ill children. Pediatr Crit Care Med. 2004;5:329-36.

5) Van den Berghe G, Wouters P, Weekers F, Verwaest C, Bruyninckx F, Schetz M, et al. Intensive insulin therapy in critically ill patients. N Engl J Med. 2001;345:1359-67.

6) Van den Berghe G, Wilmer A, Hermans G, Meersseman W, Wouters PJ, Milants I, et al. Intensive insulin therapy in the medical ICU. N Engl J Med. 2006;354:449-61.

7) Dewi M. Skor Pediatric Risk of Mortality III (PRISM III) sebagai prediktor mortalitas pasien di ruang rawat intensif anak RSUP Dr. Moewardi Surakarta. J Kedokteran Indonesia. 2009;1;40-8.

8) Kyle UG, Coss Bu JA, Kennedy CE, Jefferson LS. Organ dysfunction is associated with hyperglycemia in critically ill children. Intensive Care Med. 2010;36:312-20.

9) Honna L. Penggunaan skor pediatric organ dysfunction sebagai penentuan prognosis penderita yang dirawat di unit perawatan intensif RSMH Palembang. [dissertation]. [Palembang]: Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Sriwijaya/RS dr. Moh. Hoesin; 2010.

10) Patel AH, Pittas AG. Does glycemic control with insulin therapy play a role for critically ill patients in hospital? CMAJ. 2006;174:917-8.

11) Verhoeven JJ, Brand JB, van der Polder MM, Joosten KF. Management of hyperglycemia in the pediatric intensive care unit: implementation of a glucose control protocol. Pediatr Crit Care Med. 2009;10:648-52.