terapi-autisme

download terapi-autisme

of 56

Transcript of terapi-autisme

Terapi Autisme

Home Terapi Autisme Terapi Perilaku

Terapi Perilaku

Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.

Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagaiA-B-C; yakniA (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence). Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian memahami Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh Consequence (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang menyenangkan.

Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.

Terapi Wicara

administrator

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-wicara?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-wicara?format=pdf" \o "PDF"

Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum Disorders (ASD):Bersifat: (1) Verbal; (2) Non-Verbal; (3) Kombinasi.

Area bantuan dan Terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:1. Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, maka

Terapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-latihan Oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.

2. Untuk Artikulasi atau Pengucapan:Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna karena karena adanya gangguan, Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and manners of Articulation). Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Untuk Articulatory Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular.

3. Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:1.Phonology (bahasa bunyi);2.Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata; 3.Morphology (perubahan pada kata), 4.Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;5.Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas), 6.Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya suatu Bahasa) dan;7. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).

4. Suara: Gangguan pada suara adalah Penyimpangandari nada, intensitas, kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan lainnya dari atribut-atribut dasar pada suara, yang mengganggu komunikasi, membawa perhatian negatif pada si pembicara, mempengaruhi si pembicara atau pun si pendengar, dan tidak pantas (inappropriate) untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin budaya dari individu itu sendiri.

5. Pendengaran: Bila keadaan diikut sertakan dengan gangguan pada pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;

PERAN KHUSUS dari Terapi wicara adalah mengajarkan suatu cara untuk ber KOMUNIKASI:1. Berbicara:

Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara verbal yang baik dan fungsional. (Termasuk bahasa reseptif/ ekspresif kata benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan, dll).

2. Penggunaan Alat Bantu (Augmentative Communication): Gambar atau symbol atau bahasa isyarat sebagai kode bahasa; (1) : penggunaan Alat Bantu sebagai jembatan untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai pendamping bagi yang verbal); (2) Alat Bantu itu sendiri sebagai bahasa bagi yang memang NON-Verbal.

Dimana Terapis Wicara Bekerja:

1. Dirumah Sakit: Pada bagian Rehabilitasi, biasanya bekerjasama dengan dokter rehabilitasi bersama tim rehabilitasi lainnya (dokter, psikolog, physioterapis dan Terapis Okupasi).

2. Disekolah Biasa: Tidak Umum di Indonesia. Pada bagian Penerimaan siswa baru, biasanya bekerjasama dengan guru, psikolog dan konselor. Menangani permasalah keterlambatan berbahasa dan berbicara pada tahap sekolah, dan memantau dari awal murid-murid dengan kesulitan atau gangguan berbicara tetapi masih dapat ditangani dengan pemberian terapi pada tahap sekolah biasa.

3. Disekolah Luar Biasa: Pada bagian Terapi wicara, bekerjasama dengan guru dan professional lainnya pada sekolah tersebut. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi

4. Pada Klinik Rehabilitasi: Praktek dibawah pengawasan dokter, biasanya dengan tim rehabilitasi lainnya,

5. Praktek Perorangan: Praktek sendiri berdasarkan rujukan, bekerjasama melalui networking. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi.

6. Home Visit: Mendatangi rumah pasien untuk pelayanan-pelayanan diatas dikarenakan ketidakmungkinan untuk pasien tersebut berpergian ataupun dengan perjanjian.

Evi Sabir-Gitawan BSc. Speech & Language PathologistTerapi Biomedik

administrator

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-biomedik?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-biomedik?format=pdf" \o "PDF"

Yang sering ditemukan adalah adanya multiple food allergy, gangguan pencernaan, peradangan dinding usus, adanya exomorphin dalam otak (yang terjadi dari casein dan gluten), gangguan keseimbangan mineral tubuh, dan keracunan logam berat seperti timbal hitam (Pb), merkuri (Hg), Arsen (As), Cadmium (Cd) dan Antimoni (Sb). Logam-logam berat diatas semuanya berupa racun otak yang kuat.

Yang dimaksud dengan terapi biomedik adalah mencari semua gangguan tersebut diatas dan bila ditemukan, maka harus diperbaiki , dengan demikian diharapkan bahwa fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih baik sehingga gejala-gejala autisme berkurang atau bahkan menghilang.

Pemeriksaan yang dilakukan biasanya adalah pemeriksaan laboratorik yang meliputi pemeriksaan darah, urin, rambut dan feses. Juga pemeriksaan colonoscopy dilakukan bila ada indikasi.

Terapi biomedik tidak menggantikan terapi-terapi yang telah ada, seperti terapi perilaku, wicara, okupasi dan integrasi sensoris. Terapi biomedik melengkapi terapi yang telah ada dengan memperbaiki dari dalam. Dengan demikian diharapkan bahwa perbaikan akan lebih cepat terjadi.

Terapi Makanan

administrator

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-makanan?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-makanan?format=pdf" \o "PDF"

Terapi Diet pada Gangguan AutismeSampai saat ini belum ada obat atau diet khusus yang dapat memperbaiki struktur otak atau jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari gangguan autisme. Seperti diketahui gejala yang timbul pada anak dengan gangguan autisme sangat bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat individual tergantung keadaan dan gejala yang timbul, tidak bisa diseragamkan. Namun akan sulit sekali membuat pedoman diet yang sifatnya sangat individual. Perlu diperhatikan bahwa anak dengan gangguan autisme umumnya sangat alergi terhadap beberapa makanan. Pengalaman dan perhatian orangtua dalam mengatur makanan dan mengamati gejala yang timbul akibat makanan tertentu sangat bermanfaat dalam terapi selanjutnya. Terapi diet disesuaikan dengan gejala utama yang timbul pada anak. Berikut beberapa contoh diet anak autisme.

1. Diet tanpa gluten dan tanpa kaseinBerbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan gangguan autisme. Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein.

Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga rumput seperti gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu. Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius/memicu timbulnya gejala. Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten. Beberapa contoh resep masakan yang terdapat pada situs Autis.info ini diutamakan pada menu diet tanpa gluten dan tanpa kasein. Bila anak ternyata ada gangguan lain, maka tinggal menyesuaikan resep masakan tersebut dengan mengganti bahan makanan yang dianjurkan. Perbaikan/penurunan gejala autisme dengan diet khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu antara 1-3 minggu. Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet tersebut tidak ada kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat diberi makanan seperti sebelumnya.

Makanan yang dihindari adalah :

Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu, dan sebagainya. Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca label pada kemasannya. Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju, mentega, yogurt, dan makanan yang menggunakan campuran susu. Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget, hotdog, sarden, daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan fermentasi ragi. Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.Makanan yang dianjurkan adalah :

Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca, ararut, maizena, bihun, soun, dan sebagainya. Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya susu kedelai, daging, dan ikan segar (tidak diawetkan), unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-kacangan lainnya. Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung, tomat, wortel, timun, dan sebagainya. Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga, pisang, jambu, jeruk, semangka, dan sebagainya.

2. Diet anti-yeast/ragi/jamurDiet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamur/yeast. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan jamur erat kaitannya dengan gula, maka makanan yang diberikan tanpa menggunakan gula, yeast, dan jamur.Makanan yang perlu dihindari adalah : Roti, pastry, biscuit, kue-kue dan makanan sejenis roti, yang menggunakan gula dan yeast. Semua jenis keju. Daging, ikan atau ayam olahan seperti daging asap, sosis, hotdog, kornet, dan lain-lain. Macam-macam saus (saus tomat, saus cabai), bumbu/rempah, mustard, monosodium glutamate, macam-macam kecap, macam-macam acar (timun, bawang, zaitun) atau makanan yang menggunakan cuka, mayonnaise, atau salad dressing. Semua jenis jamur segar maupun kering misalnya jamur kuping, jamur merang, dan lain-lain. Buah yang dikeringkan misalnya kismis, aprokot, kurma, pisang, prune, dan lain-lain. Fruit juice/sari buah yang diawetkan, minuman beralkohol, dan semua minuman yang manis. Sisa makanan juga tidak boleh diberikan karena jamur dapat tumbuh dengan cepat pada sisa makanan tersebut, kecuali disimpan dalam lemari es.Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu. Setelah itu, untuk mencobanya biasanya diberikan satu per satu. Bila tidak menimbulkan gejala, berarti dapat dikonsumsi.Makanan yang dianjurkan adalah : Makanan sumber karbohidrat: beras, tepung beras, kentang, ubi, singkong, jagung, dan tales. Roti atau biscuit dapat diberikan bila dibuat dari tepaung yang bukan tepung terigu. Makanan sumber protein seperti daging, ikan, ayam, udang dan hasil laut lain yang segar. Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan (almod, mete, kacang kedelai, kacang hijau, kacang polong, dan lainnya). Namun, kacang tanah tidak dianjurkan karena sering berjamur. Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti brokoli, kol, kembang kol, bit, wortel, timun, labu siam, bayam, terong, sawi, tomat, buncis, kacang panjang, kangkung, tomat, dan lain-lain. Buah-buahan segar dalam jumlah terbatas.

3. Diet untuk alergi dan inteloransi makananAnak autis umumnya menderita alergi berat. Makanan yang sering menimbulkan alergi adalah ikan, udang, telur, susu, cokelat, gandum/terigu, dan bias lebih banyak lagi. Cara mengatur makanan untuk anak alergi dan intoleransi makanan, pertama-tama perlu diperhatikan sumber penyebabnya. Makanan yang diduga menyebabkan gejala alergi/intoleransi harus dihindarkan. Misalnya, jika anak alergi terhadap telur, maka semua makanan yang menggunakan telur harus dihindarkan. Makanan tersebut tidak harus dipantang seumur hidup. Dengan bertambahnya umur anak, makanan tersebut dapat diperkenalkan satu per satu, sedikit demi sedikit.

Cara mengatur makanan secara umum1. Berikan makanan seimbang untuk menjamin agar tubuh memperoleh semua zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan sel-sel yang rusak dan kegiatan sehari-hari. 2. Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif dan ada infeksi jamur. Fruktosa dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan fruktosa lebih lambat disbanding gula/sukrosa. 3. Minyak untuk memasak sebaiknya menggunakan minyak sayur, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai, atau minyak olive. Bila perlu menambah konsumsi lemak, makanan dapat digoreng. 4. Cukup mengonsumsi serat, khususnya serat yang berasal dari sayuran dan buah-buahan segar. Konsumsi sayur dan buah 3-5 porsi per hari. 5. Pilih makanan yang tidak menggunakan food additive (zat penambah rasa, zat pewarna, zat pengawet). 6. Bila keseimbangan zat gizi tidak dapat dipenuhi, pertimbangkan pemberian suplemen vitamin dan mineral (vitamin B6, vitmin C, seng, dan magnesium). 7. Membaca label makanan untuk mengetahui komposisi makanan secara lengkap dan tanggal kadaluwarsanya. 8. Berikan makanan yang cukup bervariasi. Bila makanan monoton, maka anak akan bosan. 9. Hindari junk food seperti yang saat ini banyak dijual, ganti dengan buah dan sayuran segar.

Sumber : Terapi Makanan Anak Dengan Gangguan AutismePenulis : Tuti Soenardi, Susirah Soetar10 Jenis Terapi Autisme

administrator

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/10-jenis-terapi-autisme?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/10-jenis-terapi-autisme?format=pdf" \o "PDF"

Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara / obat / suplemen yang ditawarkan dengan iming-iming bisa menyembuhkan autisme. Kadang-kadang secara gencar dipromosikan oleh si penjual, ada pula cara-cara mengiklankan diri di televisi / radio / tulisan-tulisan.

Para orang tua harus hati-hati dan jangan sembarangan membiarkan anaknya sebagai kelinci percobaan. Sayangnya masih banyak yang terkecoh , dan setelah mengeluarkan banyak uang menjadi kecewa oleh karena hasil yang diharapkan tidak tercapai.Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.

1) Applied Behavioral Analysis (ABA) ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme.Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.

2) Terapi WicaraHampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.

Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

3) Terapi OkupasiHampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.

4) Terapi Fisik Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.

Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangatbanyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

5) Terapi SosialKekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.

6) Terapi BermainMeskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.

7) Terapi Perilaku.Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatiftersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,

8) Terapi PerkembanganFloortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya.Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

9) Terapi Visual Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode . Dan PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

10) Terapi BiomedikTerapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukanbahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).

Pemutakhiran Terakhir ( Selasa, 12 Januari 2010 17:46 )

Terapi-Edukasi, Obat Mujarab untuk Anak Penyandang Autis

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/273-terapi-edukasi-obat-mujarab-untuk-anak-penyandang-autis?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/273-terapi-edukasi-obat-mujarab-untuk-anak-penyandang-autis?format=pdf" \o "PDF"

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dalam perkembangannya, terapi autisme kian maju dan inovatif. Sebut saja terapi akustik, dolphin Theraphy atau terapi lain. Namun, yang terpenting, perhatian dan bantuan untuk mengarahkan anak autistik menjadi obat paling mujarab hingga saat ini.

Dokter spesialis anak, Hardiono D Pusponegoro berpendapat tidak semua anak yang telah menjalani terapi dapat langsung terjun ke kehidupan normal. "Ada juga anak autis yang setelah terapi dapat langsung di sekolah negeri. Tetapi, ada juga yang membutuhkan sekolah berkebutuhan khusus, sekolah peralihan, dan sekolah inklusi," ujarnya saat berbicara dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa (15/6).

Namun, dia menuturkan, gabungan antara terapi dan edukasi yang tepat membuat anak berkebutuhan khusus mampu tumbuh dan belajar sesuai dengan kemampuan dan keadaan mereka. "Makin lama saya bekerja dengan pasien autisma, makin yakin bahwa sebagian besar pasien tidak memerlukan obat melainkan terapi dan edukasi yang tepat," imbuhnya.

Ia menyayangkan posisi sekolah berkebutuhan khusus tak lebih sebagai rumah penitipan anak bukan mengutamakan pendidikan yang tepat bagi anak-anak autisma. Sistem pendidikan khusus seharusnya dibentuk bagi anak berkebutuhan khusus yang lengkap dengan terapi, medis, dan edukasi memberikan perubahan terhadap perkembangan mereka.

"Masalahnya, di Indonesia sendiri, sekolah insklusi untuk gangguan prilaku seperti halnya autisma masih sulit untuk ditemukan,l kata dia.

Sementara itu, pakar Pendidikan asal Singapura, Prof. Eric Lim berpendapat intervensi sejak dini terhadap anak berkebutuhan khusus mutlak diperlukan. Intervensi tersebut diberikan dalam bentuk terapi dan pendidikan yang efektif seperti membangun kognisi, latihan, bahasa, sentuhan, dan pijat hingga terapi musik dan instrumen sesuai dengan tingkatan usia dan kemampuan.

"Program pendidikan benar-benar mengakomodasi anak dengan kebutuhan khusus yang tidak bisa mengikuti kehidupan normalnya. Disamping itu, pendidikan juga memiliki evaluasi dalam waktu tertentu untuk melihat kemajuan anak," kata dia.

Sekolah Khusus

Minimnya pendidikan yang mengakomodasi anak-anak berkebutuhan khusus mengilhami Klinik 'Anakku dan lembaga pendidikan khusus 'kits4kids' mengembangkan terapi-edukasi bagi anak-anak berkebutuhan spesial itu.

Di sekolah yang diberinama 'Anakku Kits4kits", anak diberikan terapi dan pendidikan yang efektif seperti membangun komunikasi, kognisi, latihan, bahasa, sentuhan dan pijat sesuai dengan tingkatan usia dan kemampuan.

Adapaun program yang ditawarkan antara lain, 'Early Intervention program for Infant and Childreen (EIPIC)', sebuah program khusus anak berusia 2-6 tahun dan program junior, untuk anak usia 7-12 tahun serta program care, untuk anak usia 10-18 tahun.

Rencananya, sekolah segera dibuka awal Juli 2010 di Cibubur, Depok dan Pulo Mas, Jakarta Timur yang mampu menampung 40 dan 100 anak berkebutuhan khusus.

Red: Ririn SjafrianiRep: cr2

Anak autis juga bisa belajar

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/260-anak-autis-juga-bisa-belajar?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/260-anak-autis-juga-bisa-belajar?format=pdf" \o "PDF"

Saat si kecil terdiagnosa mempunyai bakat khusus berupa autisme, rasa kaget tak dapat dipungkiri pasti ada di pikiran Anda. begitu juga dengan kehidupannya nanti. Bagaimana caranya belajar? Bagaimana nanti dengan perkembangannya? Apa yang sesungguhnya dibutuhkan anak autis? Semoga yang di bawah ini dapat membantu menjawab berbagai pertanyaan Anda.

1.Terapi apa yang paling cocok bagi anak autis?Untuk menentukan terapi yang paling cocok bagi anak autis pada awalnya perlu dilakukan asesmen atau pemeriksaan menyeluruh terhadap anak itu sendiri. Asesmen itu bertujuan untuk mengetahui derajat keparahan, tingkat kemampuan yang dimilikinya saat itu, dan mencari tahu apakah terdapat hambatan atau gangguan lain yang menyertai. Biasanya terapi yang diberikan adalah terapi untuk mengembangkan ketrampilan-keterampilan dasar seperti, ketrampilan berkomunikasi, dalam hal ini keterampilan menggunakan bahasa ekspresif (mengemukakan isi pikiran atau pendapat) dan bahasa reseptif (menyerap dan memahami bahasa). Selain itu, terapi yang diberikan juga membantu anak autis untuk mengembangkan ketrampilan bantu diri atau self-help, ketrampilan berperilaku yang pantas di depan umum, dan lain-lain. Dengan kata lain, terapi untuk anak autis bersifat multiterapi.

2.Apa kendala paling sulit pada saat terapi anak autis?Kendala pada terapi anak autis tergantung pada kemampuan unik yang ia miliki, ada anak autis yang dapat berkomunikasi, ada yang sama sekali tidak. Namun sebagian besar anak autis memiliki keterbatasan atau hambatan dalam berkomunikasi sehingga ini menjadi kendala besar saat terapi. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru dengan baik. Bahkan anak kadang tantrum saat diminta mengerjakan tugas yang diberikan. Terkadang anak autis suka berbicara, mengoceh, atau tertawa sendiri pada waktu belajar.

3.Bagaimana sikap anak autis saat menjalani terapi?Biasanya anak autis memiliki hambatan atau keterbatasan dalam berkomunikasi. Hal tersebut terlihat dari perilaku mereka yang cenderung tidak melihat wajah orang lain bila diajak berinteraksi, sebagian besar kurang memiliki minat terhadap lingkungan sekitar, dan sebagian cenderung tertarik terhadap benda dibandingkan orang.

4.Apa perubahan yang diharapkan setelah terapi?Pada akhirnya, anak autis diharapkan dapat memiliki berkomunikasi, yang tadinya cenderung bersifat satu arah menjadi dua arah. Dalam artian ada respon timbal balik saat berkomunikasi atau bahasa awamnya nyambung. Kemudian perubahan lain yang juga diharapkan adalah memiliki ketrampilan bantu diri, kemandirian, serta menyatu dan berfungsi dengan baik di lingkungan sekitarnya. Hasil yang menggembirakan tentu sangat diharapkan orang tua anak penderita autis. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunyasehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal,serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.

5.Seberapa cepat perubahan akan terlihat?Perubahan atau kemajuan yang terjadi tentunya bersifat individual. Hal tersebut tergantung pada hasil asesmen, gaya belajar anak autis, dan intensitas dari terapi atau pendidikan yang diberikan serta kerjasama antara orangtua, pengasuh anak dengan para pendidik, terapis atau ahli kesehatan

6.Bagaimana mengenai pendidikan anak autis?Perlu diketahui bahwa setiap anak autis memiliki kemampuan serta hambatan yang berbeda-beda. Ada anak autis yang mampu berbaur dengan anak-anak normal lainnya di dalam kelas reguler dan menghabiskan hanya sedikit waktu berada dalam kelas khusus namun ada pula anak autis yang disarankan untuk selalu berada dalam kelas khusus yang terstruktur untuk dirinya. Anak-anak yang dapat belajar dalam kelas reguler tersebut biasanya mereka memiliki kemampuan berkomunikasi, kognitif dan bantu diri yang memadai. Sedangkan yang masih membutuhkan kelas khusus biasanya anak autis dimasukkan dalam kelas terpadu, yaitu kelas perkenalan dan persiapan bagi anak autis untuk dapat masuk ke sekolah umum biasa dengan kurikulum umum namun tetap dalam tata belajar anak autis, yaitu kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb).

7.Bagaimana metode belajar yang tepat bagi anak autis?Metode belajar yang tepat bagi anak autis disesuaikan dengan usia anak serta, kemampuan serta hambatan yang dimiliki anak saat belajar, dan gaya belajar atau learning style masing-masing anak autis. Metode yang digunakan biasanya bersifat kombinasi beberapa metode. Banyak, walaupun tidak semuanya, anak autis yang berespon sangat baik terhadap stimulus visual sehingga metode belajar yang banyak menggunakan stimulus visual diutamakan bagi mereka. Pembelajaran yang menggunakan alat bantu sebagai media pengajarannya menjadi pilihan. Alat Bantu dapat berupa gambar, poster-poster, bola, mainan balok, dll. Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autis didampingi oleh seorang terapis yang berfungsi sebagai guru pembimbing khusus

8.Pengajar seperti apa yang dibutuhkan bagi anak autis?Pengajar yang dibutuhkan bagi anak autis adalah orang-orang yang selain memilii kompetensi yang memadai untuk berhadapan dengan anak autis tentunya juga harus memiliki minat atau ketertarikan untuk terlibat dalam kehidupan anak autis, memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, dan kecenderungan untuk selalu belajar sesuatu yang baru karena bidang autisma ini adalah bidang baru yang selalu berkembang.

9.Suasana belajar seperti apa yang dibutuhkan anak autis?Tergantung dengan kemampuan dan gaya belajar masing-masing anak autis. Ada anak autis yang mencapai hasil yang lebih baik bila dibaurkan dengan anak-anak lain, baik itu anak normal maupun anak-anak dengan kebutuhan khusus lainnya. Ada anak autis yang lebih baik bila ditempatkan pada suasana belajar yang tenang, tidak banyak gangguan atau stimulus suara, warna, atau hal-hal lain yang berpotensi mengalihkan perhatian.

10.Apa saja yang diajarkan dalam pendidikan anak autis?Komunikasi (bahasa ekspresif dan reseptif), ketrampilan bantu diri, ketrampilan berperilaku di depan umum, setelah itu dapat diajarkan hal lain yang disesuaikan dengan usia dan kematangan anak serta tingkat inteligensi,.

11.Sampai umur berapa tahun anak autis mendapat pendidikan khusus?Semua itu sekali lagi tergantung pada kemampuan anak, gaya belajar anak, serta sejauh mana kerjasama antara orangtua atau pengasuh dengan pendidik atau terapis.

12.Umur berapa anak sudah dapat dilepas masuk ke sekolah umum?Lagi-lagi hal ini tergantung pada kemampuan anak.

13.Berapa besar kemungkinan anak autis berbaur dengan murid lain di sekolah biasa?Kemungkinan selalu ada. Akan tetapi semua itu tergantung pada kemampuan anak autis tersebut dan apakah sistem pendidikan atau fasilitas di sekolah biasa itu mendukung berbaurnya anak autis dengan murid-murid lain dalam kelar reguler.

14.Apakah pada akhirnya anak autis dapat hidup di lingkungan umum tanpa perlakuan khusus?Untuk beberapa kasus yang amat jarang terjadi (sampai saat ini), ada individu dengan autisma dengan kemampuan berkomunikasi yang memadai, tingkat inteligensi yang memadai, serta pendidikan dapat mendukung dirinya untuk mandiri dan berbaur dengan lingkungan tanpa perlakuan khusus. Hal ini bergantung pada faktor internal (diri anak autis sendiri) dan faktor eksternal, yaitu lingkungan, apakah sistem di lingkungan mendukung atau memungkinkan anak autis untuk dapat berfungsi secara baik dalam kesehariannya.

Ajari Anak Autis Berenang

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/256-ajari-anak-autis-berenang-?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/256-ajari-anak-autis-berenang-?format=pdf" \o "PDF"

TIDAK mudah mengajarkan sesuatu pada anak-anak yang memiliki kelainan mental atau autis. Seperti renang misalnya. Karena olahraga iniakan memberi stimulus otak yang bagus.

Bukan hanya anak normal yang bisa mendapatkan kesenangan. Seperti bermain dan berenang. Anak autis pun bisa melakukannya. Dengan ketelatenan orang tua, anak bisa berkembang dengan baik, termasuk bisa berenang di kolam renang umum atau water boom.

Banyak alasan yang baik untuk membawa anak-anak berenang sedini mungkin. Makin muda mereka makin mudah untuk belajar berenang. Berenang merupakan olahraga all round yang baik sekali. Membantu mengembangkan pengendalian pernapasan dan dapat sangat menyantaikan.

Berenang merupakan sesuatu kegiatan yang dapat bersama-sama dinikmati oleh keluarga dan sering merupakan cara yang baik untuk mempertemukan anak dengan orang tua.

Umumnya anak kecil berhasil paling baik jika diperkenalkan ke air oleh ibu atau bapaknya. Jika kita sendiri merasa cemas terhadap air, cobalah pergi bersama seorang dewasa yang lebih percaya diri.

Pergilah ke kolam renang anak-anak yang dangkal. Sasaran umumnya adalah membuat anak menikmati berada di dalam air dan bergerak bebas mundur, maju, dan ke samping, tengadah, telungkup, kalau mungkin dengan pelampung.

Jagalah agar tiap kegiatan berjalan singkat. Anak akan belajar lebih banyak dalam kunjungan singkat tetapi sering daripada kunjungan yang lama tetapi hanya kadang-kadang. Hal yang perlu dilakukan untuk mengembangkan percaya diri terhadap air pada anak-anak dengan keterbelakangan mental ini adalah, pada kunjungan pertama, ajaklah anak untuk berjalan-jalan tanpa benar-benar berenang.

"Ini akan memberinya peluang untuk anak agar menyaksikan apa yang akan terjadi dan membiasakan diri dengan suasana, kebisingan dan tempat yang baru. Itu akan membuat anak-anak merasanya punya kesempatan untuk beradaptasi." kata Psikolog Anak alumni Universitar Indonesia (UI), Dr Savitri Yulia, dihubungi beberapa waktu lalu.

Tidak sampai di situ saja, Yulia juga menyarankan anak-anak melihat kamar ganti, loker dan membahas apa yang akan dilakukan pada kunjungan berikutnya. Jika waktu kunjungan berikutnya hal-hal yang harus dilakukan di dalam air menurut Yulia adalah, pegang anak dekat-dekat dan naik turunkan anak dengan lembut ke dalam air. Secara bertahap dan perlahan, hingga kakinya basah. Perkenalkan anak di kolam dangkal terlebih dulu agar anak bisa duduk, merangkak atau sekedar berjalan maju mundur hingga bahunya basah.

Nantinya sesampai di kolam sedalam satu meter atau lebih, usahakan agar wajah orang tua dan wajah anak sama tinggi. "Pegangi tubuhnya di ketiaknya. Perlahan basahi kepalanya dan wajahnya. Lalu alihkan ke bawah dada dan pinggulnya, posisi anak tetap telungkup. Ini akan mampu membantu menenangkan anak," katanya.

Jika terasa anak sudah mulai tenang, usahakan agar tangan dan kakinya bisa bergerak di dalam air dengan menendang kaki dan mengayuhkan lengan. Lihat terus, apakah anak menikmatinya. Kalau bisa teruskan dengan memberinya semangat untuk menghembuskan air perlahan-lahan ketika menenggelamkan wajahnya dalam air. Kalau perlu dan memungkinkan, pakailah ban pelampung berbentuk lingkaran atau gelang lengan untuk keamanan. Kadangkala membawa mainan seperti bola atau perahu-perahuan akan membantu anak lebih tenang.

"Tenangkan anak jika mereka merasa panik, atau segera keluar dari kolam jika anak mulai gelisah dan berteriak. Tenangkan mereka dan cobalah kembali proses mengenalkan kolam pada anak," kata psikolog berjilbab tersebut.

Terapi lumba-lumba

Bila si kecil penderita autis sudah hobi berenang, mungkin Anda bisa mengajaknya untuk melakukan terapi lumba-lumba. Sebuah terapi yang disinyalir sangat bermanfaat untuk si autis. Selama berabad-abad, dolphin dikenal sebagai mahluk yang cerdas dan baik hati. Cerita mengenai kepahlawanan mereka menolong perenang-perenang yang kecapaian sudah ada sejak zaman dahulu.

Para dokter saat ini mencoba memakai dolphin untuk terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus. Anak-anak ini suka berada dalam air yang hangat, menyentuh tubuh dolphin dan mendengar suara-suara yang dikeluarkan oleh dolphin-dolphin tersebut. Dalam 2 dekade terakhir ini beberapa terapis dan psikolog berpendapat bahwa berenang dengan dolphin mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan. Beberapa orang bahkan percaya bahwa getaran dolphin dapat menyembuhkan sel manusia.

Para dokter di Dolphin-Human Therapy Center percaya bahwa mahluk yang sangat cerdas ini dapat membantu anak-anak dengan berbagai gangguan saraf, bahkan anak dengan sindroma down dan autisme. Getaran sonar dolphin yang unik dapat mengindentifikasi gangguan saraf pada manusia, lalu menenangkannya sehingga lebih mudah bisa menerima pelajaran dan penyembuhan. Namun banyak pula para ilmuwan yang berpendapat bahwa anak-anak hanya menyukai bersentuhan dengan dolphin, dan berenang dengan dolphin hanya merupakan suatu rekreasi saja.

Sebuah penelitian dilakukan di Dolphin-Human Therapy Center di Key Largo, Florida. David Cole, seorang ilmuwan dalam bidang neurology menciptakan alat khusus untuk mengukur effek dari dolphin pada otak manusia. Cole mendapatkan bahwa ada suatu perubahan bila manusia berinteraksi dengan dolphin. Setelah berinteraksi dengan dolphin didapatkan bahwa anak-anak tersebut menjadi lebih tenang. Banyak peneliti berpendapat bahwa relaksasi inilah yang merupakan penyebab keberhasilan terapi lumba-lumba. Menurut beberapa peneliti, relaksasi merangsang sistem kekebalan tubuhKasih Sayang Terbukti Sembuhkan Autis

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/245-kasih-sayang-terbukti-sembuhkan-autis?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/245-kasih-sayang-terbukti-sembuhkan-autis?format=pdf" \o "PDF"

Sebuah penelitian di Prancis membuktikan bahwa hormon cinta yang mendorong ikatan antara ibu dan bayi, ternyata dapat memperbaiki fungsi sosial para penderita autisme. Dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences dituliskan, bahwa para penderita autisme yang menghirup hormon oksitosin lebih memperhatikan dan menunjukan ekspresi ketika melihat gambar wajah serta lebih memahami isyarat-isyarat sosial dalam sebuah simulasi permainan.

Pemimpin penelitian, Angela Sirigu dari Center of Cognitive Neuroscience di Lyon, mengatakan terapi hormon ini sangat berpotensi pada orang dewasa ataupun anak-anak yang menderita autisme.

Sebagai contoh, jika oksitosin diberikan lebih awal pada saat diagnosis dibuat, mungkin kita dapat mengubah gangguan perkembangan sosial pada penderita autis," kata Angela Sirigu lewat e-mail.

Angela mengatakan penelitian ini difokuskan pada oksitosin karena hormon ini dikenal sebagai hormon yang membantu ikatan ibu menyusui dengan bayinya. Dan penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa beberapa anak dengan autisme memiliki kadar hormon oksitosin rendah. Penderita Asperger's syndrome dan gangguan autisme spektrum lainnya sering mengalami masalah dengan interaksi sosial. Hormon ini terbukti dapat membantu pasien autisme yang memiliki fungsi intelektual yang normal dan kemampuan bahasa yang cukup baik karena dapat meningkatkan kontak mata, yang merupakan penanda penting dari interaksi sosial.

"Kontak mata dapat dianggap sebagai langkah pertama dalam pendekatan sosial. Namun orang-orang dengan autisme sering menghindari kontak mata dengan orang lain, ujarnya.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa oksitosin dapat meningkatkan kontak mata karena pasien terlihat sering melakukan kontak mata," katanya.

Hormon ini juga meningkatkan kemampuan penderita autisme dalam memahami respon orang lain terhadap mereka. Dalam penelitiannya, Angela dan koleganya melibatkan dua kelompok individu berusia 17-39 tahun. Kelompok pertama terdiri 13 orang, dimana 10 penderita di antaranya memiliki gejala spektrum autis dan tiga lainnya mengidap high functioning autisme (autisme dengan tingkat IQ tinggi). Sementara 13 orang lainnya masuk ke dalam kelompok dua, populasi kontrol.

Kedua kelompok ini kemudian diperintahkan bermain video game sepakbola di mana kelompok autisme mendapatkan inhaler oksitosin. Hasilnya, inhalasi oksitosin membuat pengidap Sindrom Asperger atau autisme IQ tinggi cenderung senang bermain dengan pasangan mereka yang lebih responsif secara sosial dalam permainan game sepakbola. (conectique/pit/ft:ilustrasi)

Melukis, Terapi Untuk Autisme

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/241-melukis-terapi-untuk-autisme?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/241-melukis-terapi-untuk-autisme?format=pdf" \o "PDF"

TEMPO Interaktif, Jakarta: Rampung sudah 12 lukisan di tangan Edwin Makarim (Edo), 13 tahun. Dalam keterbatasannya, sejak Februari 2008 murid Sekolah Dasar Al-Falah Ciracas, Jakarta Timur, itu aktif menyapukan spons di atas kanvas Rumah Lukis Pak Alianto. Saya melukis setiap Sabtu dan libur dari pukul 9 hingga selesai, katanya. Baginya, menggoreskan warna di atas kanvas mempunyai makna lebih dibandingkan dengan bagi anak-anak pada umumnya.

Saat lahir, Edo mengalami penurunan jumlah butir darah merah yang berakibat cedera pada otakkarena kurangnya pasokan oksigen. Walhasil, bocah hitam manis itu harus berjuang memperbaiki sistem motorik tubuhnya. Jalan yang dipilih bundanya, Revita Tantri, adalah mengajak Edo berlatih melukis. Pilihan ini tepat. Cita-cita menjadi pelukis andal bukanlah mimpi bagi Edo. Sang guru, AliantoKetua Sanggar Anyelir Merahmengatakan Edo bertalenta besar dalam bidang melukis. Setiap anak sepertinya harus diarahkan jika memiliki bakat melukis, ujar Alianto, pada jumpa media pameran lukisan dan lelang bertajuk Kasih Bunda Mengantar Pelukis Muda, pekan lalu di Hotel Crown, Jakarta.

Kini goresan tangan Edo bergantung dan berderet sejajar dengan 29 karya seniman muda lain. Di kanvas, Edo mendirikan sebuah masjid putih dengan tiga kubah kuning di berandanya. Masjid itu ada di atas bukit dekat pantai yang ditumbuhi pepohonan hijau rimbun. Dengan langit kuning merona, menandai turunnya mentari dari singgasananya.

Menurut Alianto, kombinasi warnanya begitu luar biasa. Adapun karya itu dibuat Edo selama tiga minggu dalam waktu 6 jam, atau tepatnya dalam tiga kali pertemuan. Pelukis Lampung itu mengajari Edo dengan pendekat an intensif. Ia memberi obyek menarik dan mencontohkan dengan kesabaran. Coba satu obyek saja dulu, katanya. Setelah anak menunjukkan minat, ia mengarahkan. Biasanya Alianto membimbing murid mulai usia 5 tahun. Sedikit demi sedikit, tidak sampai 3,5 tahun, biasanya anak sudah menghasilkan karya lukis yang baik. Dia menilai anak berkebutuhan khusus memiliki talenta yang harus digali.

Menurut Ketua Yayasan Autisma Indonesia dr Melly Budhiman, melukis memang sebuah terapi efektif bagi anak berkebutuhan khusus.

Kebanyakan dari mereka, motorik halusnya jelek sekali, katanya. Melukis dapat menyentuh emosi sehingga bocah lebih tenang. Karena membikin saraf kognitif tergerak, terutama saat mereka mencampur warna di atas kanvas. Kesulitan berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar juga bisa disalurkan lewat karya ini. Selain itu, dunia lukis merupakan wadah bagi ibu untuk menunjukkan dukungannya terhadap anak. Ditambah juga bisa memupuk kepercayaan diri anak lewat hasil goresan tangannya. Di sekitar kita, kata Melly, sesungguhnya banyak anak penderita autis. Namun, belum pernah ada survei resmi yang menunjukkan prevalensinya.

Lewat sebuah studi baru-baru ini, tim peneliti dari Departemen Radiologi Rumah Sakit Anak Philadelphia mengungkapkan, otak pada anak autis bereaksi lebih lamban terhadap suara dibanding anak normal. Timothy Roberts, yang memimpin penelitian, menyebut kan temuan ini mendukung bukti teori besar bahwa autisme merupakan gangguan pada koneksivitas pada otak.

Robert dan timnya meneliti 30 anak autis berusia 6-15 tahun. Partisipan diminta mendengarkan suara dan suku kata, kemudian medan magnet kecil yang diproduksi elektrik otak pun dimonitor. Studi menggunakan teknik magnetoencephalography (MEG), mirip helm yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas otak.

Ketika dibandingkan dengan otak anak normal, otak anak autis lebih lamban 20-50 persen saat merespons. Untuk satu suku kata dalam sebuah kata yang memiliki beberapa suku kata, ia memerlukan waktu sekitar 0,25 menit untuk mengucapkannya. Robert menyebutkan kondisi ini menunjukkan adanya gangguan pada koneksivitas dalam otak. Kalau digambarkan mungkin seperti jalan tol yang padat sehingga sulit untuk dilalui, ia memaparkan pertemuan Masyarakat Radiologi Amerika Utara belum lama ini. Seperti dikutip dari YahooNews, ia menyebutkan keterlambatan dalam merespons ini dapat dijadikan sebagai tanda awal dari pasien autis. Karena lebarnya spektrum kelainan ini, pasien pun memiliki tingkat gangguan yang beragam.

Heru Triyono Terapi Gambar untuk Si Autis

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/236-terapi-gambar-untuk-si-autis-?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/236-terapi-gambar-untuk-si-autis-?format=pdf" \o "PDF"

TEMPO Interaktif,Tennessee- Terapi integrasi sensor di Nashville Tennessee, Amerika Serikat, baru-baru ini berhasil membuat anak penderita autis bisa berbicara.

Ryan Wallace, 7 tahun, penderita autis mulai berbicara kepada orang tuanya. Sejak usia 2 tahun, Ryan hanya berteriak tidak jelas atau menggunakan jarinya jika meminta sesuatu. Kini Ryan terbiasa menyapa dan bergabung dalam perbincangan dengan orang lain. Ia juga bisa mengucap saya mencintaimu, ujar Gerald David Wallace, si ayah.

Terapi integrasi sensor mengajari Ryan berkenalan dengan gambar-gambar di komputer. Lalu Ryan diminta memberi nama dan mengidentifikasi semua item dalam gambar. Ryan juga dikenalkan beberapa kata-kata lalu merangkai cerita. Terapi ini dilakukan berulang-ulang dalam sebuah ruangan khusus dan didampingi seorang terapis.

Saat Ryan mengamati gambar di video, kepala Ryan dibekap sebuah alat sensor otak. Alat ini memberi gambaran otak kepada dokter yang mendampingi Ryan. Gambaran tersebut membantu dokter mengenali bagaimana otak anak autis bekerja.

Terapi ini dikembangkan di Sekolah Susan Gray untuk anak-anak di Nashvile. Guru besar ilmu mendengar dan berbicara di Vanderbilt's Wilkerson Centre THT dan Ilmu Komunikasi, Stephen Camarata, menilai terapi ini ampuh membantu anak autis berbicara, mendengar, dan memahami.

Terapi ini, kata Camarata, sama halnya dengan anak-anak normal diajarkan oleh orang dewasa tentang mainan, berinteraksi dengan gambar, dan bebricara. Namun bagi anak-anak penderita dengan kebutuhan khusus ini, hal ini sangat sulit. Karena itu terapi ini dilakukan berulang-ulang. Tujuannya, Anak memiliki banyak kesempatan untuk mengartikan setiap interaksinya," ujarnya.

CNN/AKBAR TRI KURNIAWAN

Aneka Terapi untuk Aneka Autisme

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/235-aneka-terapi-untuk-aneka-autisme-?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/235-aneka-terapi-untuk-aneka-autisme-?format=pdf" \o "PDF"

AUTISME bukan semacam vonis yang tak bisa ditawar lagi. Ada sejumlah terapi yang bisa dilakukan. Menurut Melly Budhiman, Ketua Yayasan Autisme Indonesia, semakin cepat dilakukan penanganan terhadap penderita autisme, hasilnya akan semakin baik pula. Terapi yang dilakukan sejak dini dapat menghilangkan gejala yang umumnya terjadi pada anak autis, hingga akhirnya si anak bisa sejajar dengan temannya yang lahir normal.

Ada bermacam terapi. Namun terapi untuk penderita autisme biasanya berbeda-beda, bergantung pada kebutuhan masing-masing. Waktu terapi dan keberhasilannya juga tidak sama. Peran serta orang tua dengan rajin mengulang terapi di rumah, tingkat kecerdasan anak, serta ringan atau beratnya autisme akan sangat berpengaruh. Berikut ini beberapa jenis terapi yang sering dilakukan.

Terapi Okupasi

Penderita autisme biasanya mendapati kesulitan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Bukan cuma itu, mereka juga tidak tahu bagaimana menyelesaikan pekerjaan yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari. Padahal, bagi anak-anak normal, pekerjaan seperti itu mudah saja dilakukan.

Problem ini timbul lantaran penderita autisme umumnya mengalami gangguan motorik. Untuk mengembangkan motorik halusnya, terapi okupasi adalah salah satu jalan keluar.

Ada beberapa latihan yang dilakukan, antara lain latihan berkonsentrasi menyusun barang-barang kecil (meronce) yang melibatkan kerja otak, mata, dan tangan secara bersama-sama. Untuk melatih motorik tangan, penderita autisme juga diajari cara memegang pensil, pulpen, atau sendok dengan benar. Pada terapi ini, biasanya diajarkan juga melakukan kegiatan sehari-hari (activity daily living) seperti cara memakai topi, sepatu, dan baju. Juga bagaimana cara makan dan minum tanpa bantuan orang lain, membedakan benda-benda yang kasar dan halus, serta melatih indra penciuman seperti mencium bau atau wangi.

Terapi Wicara Bukan rahasia lagi, kemampuan berbicara penderita autisme berkembang dengan amat lambat. Saat teman-teman sebayanya sudah pandai bercerita, anak autis biasanya sulit sekali bersuara sekalipun untuk sepatah kata. Kalaupun akhirnya mengoceh, suara dari bibir mereka terdengar aneh dan sering seperti gumaman yang sulit dimengerti.

Dengan terapi wicara, kemampuan berbicara anak autis jadi terdongkrak. Mereka yang telah sukses menjalani terapi ini akan mudah bercakap-cakap. Bahkan ada beberapa anak autis yang kemampuan bahasanya di atas anak-anak normal sebayanya.

Ada sejumlah latihan yang mesti dilakukan: bertepuk tangan dengan ritme yang berbeda-beda, mengimitasi bunyi vokal, mengimitasi kata dan kalimat, belajar mengenal kata benda dan sifat, merespons bunyi-bunyi dari lingkungan sekitar dan belajar membedakannya, mengembangkan kemampuan organ artikulasi, belajar berbagai ekspresi yang mewakili perasaan (sedih, senang, cemas, sakit, dan marah), menangis, berlatih mengangguk untuk mengatakan "ya", menggeleng untuk "tidak", dan lain-lain, juga belajar merangkai kata, frase, dan kalimat. Untuk alat bantu, biasanya digunakan gambar ataupun benda.

Terapi Tingkah Laku

Patuh adalah salah satu kesulitan yang sering dialami penderita autisme. Terapi tingkah laku meliputi pelbagai hal. Misalnya, diajarkan bagaimana duduk diam dengan tangan dilipat di atas meja. Biasanya terapis akan menggunakan kalimat perintah yang agak keras untuk membuat anak berkonsentrasi. Penderita autisme lebih banyak tenggelam dalam dunianya sendiri dan, karena itu, akan diajak berkomunikasi dengan orang lain, termasuk melalui kontak mata.

Salah satu metode yang terkenal untuk mengajarkan terapi tingkah laku adalah Applied Behavior Analysis (ABA) atau sering disebut pula metode Lovaas. Diadopsi dari nama penemunya, metode ini baru diterapkan di Indonesia sekitar tahun 1997. Dengan cirinya yang terstruktur, terarah, dan terukur, metode ini memudahkan orang tua memantau perkembangan anak mereka.

Materi yang diajarkan antara lain memasangkan benda-benda seperti piring dengan gelas dan mengidentifikasi benda-benda di sekitar. Si penderita misalnya diminta mengambil benda yang disebut oleh terapis serta melakukan pekerjaan yang diperintahkan. Selain itu, diajarkan pengetahuan akademis dalam tingkat yang sederhana, misalnya belajar mengenal huruf dan angka.

Model ini juga mengajari anak autis memfokuskan perhatian dan bersosialisasi dengan teman-temannya, dua hal yang sangat sulit dilakukan oleh penderita.

Fisioterapi Penderita autisme biasanya juga mengalami gangguan pada motorik kasarnya-selain motorik halus. Problem yang kerap timbul antara lain anak tidak bisa berjalan dengan menjejakkan telapak kakinya ke lantai (berjalan jinjit). Anak autis juga kerap sulit mencontoh gerakan yang diperagakan terapis, misalnya memainkan tangan, kaki, atau kepala. Untuk mengatasinya, bisa diterapkan fisioterapi.

Bentuk terapi latihan fisik ini antara lain senam untuk menguatkan otot, peregangan (stretching), pijatan di daerah otot yang tegang, dan latihan keseimbangan.

Pelaksanaannya berbeda untuk tiap penderita, tergantung masalah yang dialami. Ada anak autis yang sangat hiperaktif atau sebaliknya terlalu diam dan malas bergerak.

Terapi Air Penderita autisme umumnya takut dengan air. Padahal latihan yang dilakukan di kolam renang bisa membantu memulihkan kondisi fisik penderita autisme lebih cepat daripada di darat. Sebab, tekanan di dalam air membantu mengencangkan otot-otot, terutama di bagian lengan dan kaki.

Gerakan yang dilakukan sebagian besar hampir sama dengan fisioterapi, antara lain senam dan stretching. Bila penderita sudah mampu mengatasi rasa takut berada di dalam air, latihan akan dilanjutkan dengan gerakan-gerakan dasar berenang.

Terapi Musik Tak dapat disangkal, musik adalah sebuah keajaiban. Bukan hanya mempesona bagi mereka yang terlahir normal, musik bisa menjadi salah satu alat bantu terapi.

Terapi musik bisa digunakan sebagai alat bantu untuk memecahkan kebuntuan komunikasi pada anak. Musik adalah alat ampuh untuk mengembangkan kepekaan suara dan mendongkrak kemampuan berbahasa pada anak. Selain itu, terapi ini bisa mendobrak dinding yang seolah memisahkan anak dengan lingkungannya dan mengajari anak bersosialisasi.

Metode yang dilakukan antara lain mengenalkan musik melalui bunyi atau lagu. Selanjutnya, anak akan meniru lagu yang diputar dan melakukan gerakan seperti dalam lagu. Cara ini bisa meningkatkan fungsi indra pendengaran dan merangsang kemampuan berbicara.

Terapi Medikamentosa

Dalam pelaksanaannya, terapi ini tidak bisa dilakukan tanpa pengawasan dokter yang berwenang. Pemberian obat-obatan ataupun vitamin dosis tinggi tidak boleh sembarangan. Sebab, dampak yang akan terjadi pada tiap penderita autisme berbeda-beda. Terapi bergantung pada gangguan yang terjadi.

Ada beberapa gejala yang sebaiknya dihilangkan dengan pemberian obat-obatan, yaitu saat anak terlalu hiperaktif, menyakiti diri sendiri dan orang lain (agresif), merusak, dan sulit tidur. Meski begitu, harus dicamkan, obat bukan untuk menyembuhkan, melainkan untuk menghilangkan gejala saja.

Pemberian vitamin B (B6 dan B15) dosis tinggi pada sebagian anak dapat menimbulkan dampak positif. Sedangkan untuk obat-obatan biasanya digunakan obat antidepresi yang dapat meningkatkan jumlah seretonin di dalam otak.

Terapi Diet Mengatur pola makan adalah hal penting lainnya yang harus dilakukan pada penderita. Ada beberapa makanan yang harus dihindari, antara lain camilan yang mengandung gluten, kasein, serta zat lain seperti penambah rasa (MSG), pewarna makanan, gula sintetis, dan ragi yang digunakan untuk fermentasi makanan.

Gluten adalah protein yang didapat dari tepung terigu seperti sereal gandum, barley, dan oat, juga makanan yang dibuat dari olahan tepung terigu seperti mi, roti, dan kue kering.

Kasein merupakan protein yang berasal dari susu hewan serta hasil olahannya seperti keju, susu asam, dan mentega. Sebagai gantinya, bisa diberikan susu yang diolah dari kedelai, kentang, almon, dan lain-lain.

Dewi Rina Cahyani

Tingkatkan Keterampilan Anak Autis dengan Occupational Therapy

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/225-tingkatkan-keterampilan-anak-autis-dengan-occupational-therapy?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/225-tingkatkan-keterampilan-anak-autis-dengan-occupational-therapy?format=pdf" \o "PDF"

Terapi Okupasi SESEORANGdengan autisme seringkali mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Sebagai gangguan perkembangan yang kompleks, daya tarik, aktivitas dan keterampilan bermain penderita autisme juga biasanya sangat terbatas. Untuk memperbaiki kondisi ini, Anda bisa mencobaoccupational therapy.

Terapis untukoccupational therapymempelajari pertumbuhan dan perkembangan. Mereka ahli di bidang sosial, emosional dan psikologis yang mempengaruhi penyakit dan cedera. Ilmu ini membantu mereka mengembangkan kemampuan penderita autisme untuk hidup mandiri.

Terapis biasanya bekerja dalam tim yang melibatkan orangtua, guru, dan profesional lainnya. Mereka membantu meningkatkan kemampuan berinterkasi, perilaku dan performa penderita autisme.

Terapis mengamati anak-anak untuk melihat kemampuan mereka dalam mengerjakan tugas sesuai dengan usia. Hal ini bisa berkaitan dengan keahlian dalam mengurus diri sendiri, seperti berpakaian. Selain itu, terapis akan merekam keseharian anak dalam video.

Video ini selanjutnya digunakan untuk mempelajari reaksi anak terhadap lingkungan yang kemudian menjadi alat analisa untuk mengukur tingkat perhatian, keterampilan bermain, respon terhadap sentuhan atau stimulus lainnya. Termasuk keahlian motorik seperti postur, keseimbangan, agresi atau tipe tingkah laku lainnya serta interaksi antara anak dan pengasuhnya.

Manfaat terhadap anak

Secara umum, terapi ini bertujuan membantu penderita autisme memperbaiki kualitas hidup, baik di rumah maupun di sekolah. Terapis akan membantu mengenalkan, mempertahankan, dan meningkatkan keterampilan. Dengan cara ini, penderita autisme diharapkan bisa hidup semandiri mungkin. Terapi ini membantu meningkatkan keterampilan penderita autisme di bidang: Keterampilan sehari-hari, seperti latihan menggunakan toilet, berpakaian, menggosok gigi, dan keterampilan lainnya

Keterampilan motorik halus yang diperlukan untuk memegang objek saat menulis atau memotong sesuatu dengan gunting

Keterampilan motorik kasar yang digunakan untuk berjalan atau mengendarai sepeda

Duduk, postur atau keterampilan persepsi, seperti menerangkan perbedaan antara warna, bentuk, dan ukuran

Keahlian visual seperti membaca dan menulis

Bermain, mengatasi masalah, mengurus diri sendiri, berkomunikasi dan keterampilan sosial

Dengan membantu keterampilan di atas, penderita autisme bisa melakukan hal-hal berikut: Berteman dan membangun hubungan

Belajar fokus dalam mengerjakan tugas

Belajar mengontrol keinginan

Mengekspresikan perasaan dengan cara-cara yang lebih tepat

Bermain dengan teman

Belajar mengontrol diri sendiri

Anda tertarik? Terapi ini telah tersedia di Jakarta, berkonsultasilah dengan dokter untuk menemukan rujukan terapis yang tepat. (IK/OL-08)

Sumber : http://www.mediaindonesia.comPenulis : Ikarowina Tarigan

Terapi Autis Dengan Binatang Peliharaan

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/224-terapi-autis-dengan-binatang-peliharaan?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/224-terapi-autis-dengan-binatang-peliharaan?format=pdf" \o "PDF"

Vera Farah Bararah - detikHealth

Jakarta, Memelihara binatang peliharaan di rumah selain sebagai hobi juga memiliki manfaat lain, salah satunya adalah sebagai terapi bagi anak autis. Terapi ini dilakukan oleh bocah penderita autis berusia 11 tahun bernama Milo yang melakukannya bersama anjingnya bernama Chad.

Hubungan yang terjadi antara manusia dengan binatang peliharaannya memang memiliki efek yang langsung, meskipun efek ini belum bisa dijelaskan melalui penelitian ilmiah. Tapi hubungan yang terjalin antara Milo dan Chad melampaui hubungan yang secara umum terjadi.

"Dalam seminggu saya melihat perubahan yang sangat besar pada dirinya, setelah sebulan dia menjadi lebih tenang serta bisa berkonsentrasi dan berkomunikasi dalam jangka waktu yang lebih lama," ujar Nyonya Vaccaro yang merupakan ibu dari Milo, seperti dikutip dari New York Times, Jumat (9/10/2009).

Dr Melissa A Nishawala seorang direktur klinis pelayanan autis-spectrum di Child Study Center at New York University menambahkan dirinya melihat perubahan yang nyata pada diri Milo yang menjadi lebih tenang dan bisa berkomunikasi meskipun yang terlihat anjing tersebut hanya duduk diam di dalam ruangan. Akibat perubahan yang mendalam pada diri Milo, kini Vaccaro dan Dr Nishawala mulai mencoba untuk menghentikan pengobatan yang digunakan oleh Milo.

Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development yang merupakan bagian dari Institut Kesehatan Nasional juga memulai usaha untuk mempelajari apakah hewan-hewan peliharaan ini dapat memiliki efek nyata terhadap kesejahteraan dari anak-anak.

Untuk itu diperlukan lebih banyak lagi penelitian ilmiah yang bisa menjelaskan manfaat dari terapi tersebut, terutama pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Karena selama ini sebagian penelitian hanya berfokus pada interaksi negatif dari hewan peliharaan saja, seperti memelihara binatang bisa menyebarkan penyakit.

Di Children's Hospital of Orange County di California Selatan, misalnya, puluhan relawan secara rutin membawa anjingnya untuk mengunjungi pasien anak-anak yang dirawat karena penyakit serius. Biasanya anak-anak tersebut sering mengalami sedih, cemas atau depresi. Hal terpenting adalah binatang peliharaan tersebut harus bebas dari segala macam penyakit dan telah mendapatkan vaksinasi dengan benar.

"Anjing-anjing yang dibawa oleh para relawan tersebut bisa mencerahkan anak-anak," kata Emily Grankowski, yang mengawasi program terapi hewan peliharaan di rumah sakit.

Diharapkan nantinya terapi binatang peliharaan ini bisa memunculkan pengobatan baru dalam menyembuhkan anak yang sering mengalami depresi, sedih atau anak dengan autis. Namun, tidak menutup kemungkinan terapi ini juga bisa dilakukan untuk orang dewasa.

Terapi Lumba-lumba untuk Anak Autisme

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/215-terapi-lumba-lumba-untuk-anak-autisme?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/215-terapi-lumba-lumba-untuk-anak-autisme?format=pdf" \o "PDF"

Penulis : Ikarowina Tarigan

LUMBA-lumba termasuk salah satu hewan yang cerdas di dunia. Selain membantu mengarahkan kapal di lautan, para peneliti juga menemukan kalau lumba-lumba bisa membantu mereka yang menderita gangguan saraf, khususnya anak-anak autisme. Terapi lumba-lumba (dolphin therapy) diklaim bisa meningkatkan kemampuan berbicara dan keahlian motorik anak-anak penderita autisme.

Apa itu dolphin therapy? Terapi ini dimulai oleh antropolog Dr Betsy Smith di awal tahun 70-an setelah melihat efek terapis lumba-lumba pada saudaranya yang mengalami gangguan saraf. Selanjutnya terapi ini dikembangkan oleh Dr Nathanson di the Dolphin Human Therapy centre di Florida, AmeriKa. Nathanson mempelajari interaksi antara lumba-lumba dengan anak-anak penderita keterbelakangan mental dan mendapatkan respon baik dengan dibukanya pusat-pusat terapi lumba-lumba lain di seluruh dunia.

Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas sensori anak. Dalam program yang berlangsung di kolam renang dengan lumba-lumba ini, terapis akan membantu anak-anak autisme. Anak-anak akan diminta untuk berenang, menyentuh, memberi makan atau mengelus-elus hewan tersebut. Selanjutnya terapis akan bekerja dan membantu pada area tertentu seperti berbicara, bertingkah dan keahlian motorik. Terapis akan mendisain program sesuai dengan kebutuhan anak.

Terapi lumba-lumba ini tidak bisa menyembuhkan sepenuhnya. Tetapi bisa meredakan beberapa gejala autisme dengan cara menguatkan proses penyembuhan mereka. Para peneliti yang mengambil sampel darah sebelum dan sesudah anak melakukan terapi menemukan adanya perubahan hormon endorphin dan enzim-enzim serta T-cells. Akan tetapi, proses perubahan ini, menurut peneliti, belum diketahui penyebab pastinya.

Penelitian mengenai lumba-lumba dan autisme ini terus dilakuan, tetapi para ilmuwan juga telah menemukan beberapa hipotesis bahwa menyatu dan bermain dengan lumba-lumba akan membangkitkan respon emosional yang mendalam dan memicu pelepasan perasaan dan emosi yang mendalam. para peneliti meyakini, anak-anak lebih responsif terhadap terapi karena mereka bermain di lingkungan yang menyenangkan.

Mereka termotivasi untuk menyelesaikan tugas, mereka gembira sehingga lebih memperhatikan tugas yang diberikan terapis. Selain itu, lumba-lumba dinyatakan bisa merasakan area yang tidak berfungsi penuh dan trauma fisik di tubuh manusia dan mereka memotivasi anak-anak untuk menggunakan area-area ini.

Suara

Dari sisi lain, proses pemulihan sama dengan terapi suara. Ritme dan suara vibrasi membantu membangkitkan perubahan mood. Menurut Dr Cole, ketua Aquathought Foundation, berenang dengan lumba-lumba bisa menciptakan perubahan sel-sel psikologi dan jaringan dalam tubuh.

Lumba-lumba, terang Cole, mempunyai sonar alami. Mereka akan memancarkan gelombang ultrasound untuk menentukan lokasi benda dan untuk berkomunikasi. Bunyi yang dikeluarkan lumba-lumba, terang dia lagi, sangat kuat sehingga bisa menyebabkan pembentukan lubang di struktur molekul-molekul cairan dan jaringan lunak.

Cole meyakini bahwa frekuensi sinyal lumba-lumba berpengaruh kuat terhadap otak manusia dengan cara memodifikasi aktivitas gelombang otak. Hasil tes yang dilakukan pada manusia menunjukkan kalau bunyi ini bisa mengubah frekuensi otak manusia dari beta menjadi alpha.

Bunyi ini membuat kedua belahan otak lebih sinkron sehingga komunikasi antara otak kanan dan kiri menjadi jauh lebih baik. Selain itu, terapi lumba-lumba ini juga dinyatakan bisa membuat perubahan emosi yang kuat, menenangkan anak-anak, meningkatkan kemampuan komunikasi dan konsentrasi, memperbaiki fungsi motorik dan koordinasi, membuat kontak mata, senyum, tawa, dan daya sentuh anak semakin baik, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh. (OL-08)

Terapi Musik Dorong Perubahan Positif Autisme

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/213-terapi-musik-dorong-perubahan-positif-autisme?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/213-terapi-musik-dorong-perubahan-positif-autisme?format=pdf" \o "PDF"

Penulis : Ikarowina Tarigan

TERAPI musik tidak hanya berfungsi memfasilitasi perubahan positif pada perilaku manusia dewasa tetapi juga mempunyai pengaruh positif pada anak penderita autisme. Musik, menurut penelitian berperan sebagai rangsangan luar yang membuat anak nyaman, karena tidak terlibat kontak langsung dengan manusia.

Manfaat terapi

Meningkatkan perkembangan emosi sosial anak. Saat memulai suatu hubungan, anak autisme cenderung secara fisik mengabaikan atau menolak kontak sosial yang ditawarkan oleh orang lain. Dan terapi musik membantu menghentikan penarikan diri ini dengan cara membangun hubungan dengan benda, dalam hal ini instrumen musik.

Anak-anak autisme, berdasarkan hasil studi, melihat alat musik sebagai sesuatu yang menyenangkan. Anak-anak ini biasanya sangat menyukai bentuk, menyentuh dan juga bunyi yang dihasilkan. Karena itu, peralatan musik ini bisa menjadi perantara untuk membangun hubungan antara anak autisme dengan individu lain.

Membantu komunikasi verbal dan nonverbal. Terapi musik juga bisa membantu kemampuan berkomunikasi anak dengan cara meningkatkan produksi vokal dan pembicaraan serta menstimulasi proses mental dalam hal memahami dan mengenali. Terapis akan berusaha menciptakan hubungan komunikasi antara perilaku anak dengan bunyi tertentu.

Anak autisme biasanya lebih mudah mengenali dan lebih terbuka terhadap bunyi dibandingkan pendekatan verbal. Kesadaran musik ini dan hubungan antara tindakan anak dengan musik, berpotensi mendorong terjadinya komunikasi.

Mendorong pemenuhan emosi. Sebagian besar anak autisme kurang mampu merespon rangsangan yang seharusnya bisa membantu mereka merasakan emosi yang tepat. Tapi, karena anak autisme bisa merespon musik dengan baik, maka terapi musik bisa membantu anak dengan menyediakan lingkungan yang bebas dari rasa takut.

Selama mengikuti sesi terapi, setiap anak mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan diri saat mereka ingin, sesuai dengan cara mereka sendiri. Mereka bisa membuat keributan, memukul instrumen, berteriak dan mengekspresikan kesenangan akan kepuasan emosi. Selain itu, terapi musik juga membantu anak autisme dengan:

Mengajarkan keahlian sosial

Meningkatkan pemahaman bahasa

Mendorong hasrat berkomunikasi

Mengajarkan anak mengekpresikan diri secara kreatif

Mengurangi pembicaraan yang tidak komunikatif

Mengurangi pengulangan kata yang diucapkan orang lain secara instan dan tidak terkontrol.

Sesi terapi

Terapi musik akan dirancang, dijalankan, dan dievaluasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Selama terapi anak akan dilibatkan dalam beberapa aktivitas seperti:

Mendengarkan musik atau kreasi musik

Memainkan alat musik

Bergerak mengikuti irama musik

Bernyanyi (ol-08)

Terapi Komprehensif Autisme

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/211-terapi-komprehensif-autisme?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/211-terapi-komprehensif-autisme?format=pdf" \o "PDF"

Penulis : Eni Kartinah

BAGI kalangan pemerhati autisme nama Oscar Yura Dompas tentu tidak asing lagi. Oscar adalah penyandang autisme yang bisa mencapai pendidikan tinggi. Pada 2007, ia menyandang gelar sarjana pendidikan yang diraihnya dari Universitas Atmajaya.

Pencapaian tersebut hanyalah satu dari banyak kisah sukses penyandang autisme. Banyak pihak membuktikan penyandang autisme juga bisa berprestasi."Dengan penanganan yang tepat, gejala-gejala autisme dapat diminimalkan dan potensi penyandangnya dapat diminimalkan," ujar Ketua Yayasan Autisme Indonesia dr Melly Budhiman SpKJ di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Melly, ada beberapa terapi yang perlu diterapkan pada penyandang autisme. Meliputi terapi dari dalam dan luar. Salah satu terapi dari dalam adalah terapi biomediak. Tujuan terapi itu adalah mencari faktor gangguan dalam tubuh anak autis yang bisa mengganggu fugsi otaknya. Terapi ini dijalankan dengan analisis laboratorium terhadap darah, rambut, urine, dan feses. Juga, pemeriksaan kolonoskopi bila ada indikasi.

"Dari penelitian, makin banyak ditemukan adanya gangguan biomedis pada anak-anak autis yang menyebabkan gangguan pada fungsi otaknya. Seperti, morfin yang berasal dari susu sapi (casomorphin) dan dari gandum (gluteomorphin), adanya logam beracun seperti merkuri, timbal hitam, dan arsenik," jelas melly.

Selain itu, penelitian menunjukkan penyandang autisme kerap kali memiliki pencernaan yang buruk, metabolisme yang kacau, dan alergi terhadap banyak jenis bahan makanan. Banyak pula yang mengalami peredaran darah dan oksigenasi di otak kurang bagus.

Analasisi yang digunakan dalam terapi biomedis berguna untuk mengetahui faktor gangguan mana saja yang terdapat dalam tubuh si anak. Bila sudah ditemukan, faktor gangguan tersebut harus dihilangkan atau diminimalkan.

Sebagai contoh, bila hasil analisis menyatakan anak alergi susu, pemberian susu harus disetop. Demikian juga bila hasil analisi menyatakan adanya logam berat dalam tubuh si anak maka harus dilakukan upaya menghilangkannya. Dengan perbaikan tersebut, diharapkan fungsi otak akan membaik dan gejala autisme dapat ditekan.

Sayangnya, tidak semua analisis dalam terapi biomedis bisa dilakukan di di Indonesia. Beberapa analisis harus dilakukan di luar negeri. Selain terapi biomedis, ada pula terapi oksigen hiperbarik yang bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi otak penyandang autisme.

Terapi luar

Pada kesempatan terpisah, psikolog Tri Gunadi dari Pusat Terapi Tumbuh Kembang Anak Yayasan Medical Excercise Therapy (Yamet) mengungkapkan penyandang autisme juga memerlukan terapi luar. Meliputi, terapi wicara, perilaku, okupasi, dan terapi integrasi sensori.

"Terapi sensori integrasi menekankan pada kemampuan sensorik, adaptasi, dan regulasi diri untuk memperbaiki emosi dan kontrol diri," ujar Tri di Jakarta beberapa waktu lalu.

Sedang terapi perilaku bertujuan memperbaiki perilaku, kontak mata, pemahaman instruksi, menanamkan konsep, dan inisiasi untuk bicara. Sementara itu, terapi okupasi bertujuan meningkatkan atensi, konsentrasi, kemampuan adaptasi, kemadirian, dan persiapan motorik halus.

"Selanjutnya terapi wicara untuk membantu kemampuan berkomunikasi," terang Tri.

Tri menegaskan orang tua penyandang autisme harus memiliki pola asuh yang jelas, tegas, dan konsisten.

Melly menambahkan jumlah penyandang autisme terus meningkat di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Sayangnya sampai saat ini Indonesia belum pernah melakukan survei.

"Penyandang autisme tersebar dari Sabang sampai Merauke, sedangkan jumlah dokter yang mempelajari autisme sangat sedikit dan terbatas di kota-kota besar."

Terapi autisme membutuhkan biaya yang sangat besar, mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah."Sampai saat ini, bantuan dari pemerintah untuk penanggulangan autisme sama sekali belum ada," kata Melly.

Terapi Anak Autis, Lakukan Sedini Mungkin

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/208-terapi-anak-autis-lakukan-sedini-mungkin?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/208-terapi-anak-autis-lakukan-sedini-mungkin?format=pdf" \o "PDF"

KOMPAS.com - Banyak orang yang menyebut gangguan autistik tidak dapat disembuhkan dan hanya bisa disembuhkan sedikit lewat berbagai terapi. Namun terapi yang dilakukan sedini mungkin, yakni saat anak berusia 18 bulan, ternyata menunjukkan perkembangan yang pesat. Bahkan, pada anak autis ringan, tingkat kecerdasannya bisa sama dengan anak normal.

Mencurigai adanya gejala autisme memang tidak mudah. Untuk bisa melakukan diagnosa yang tepat tentu dibutuhkan ketajaman dan pengalaman klinis. Namun para ahli menyarankan agar orangtua tidak mengabaikan setiap gejala austis yang muncul pada anak.

Dalam sebuah studi yang dilakukan pada 48 anak di Amerika Serikat menunjukkan, terapi perilaku yang diterima anak saat berusia 18 bulan selama 2 tahun menunjukkan perkembangan yang pesat. Anak-anak berusia 18-30 bulan tersebut secara acak menerima terapi "Early Start Denver" dan sisanya menerima terapi yang kurang komperhensif.

Terapi yang disebut Early Start Denver itu difokuskan untuk mengembangkan kemampuan interaksi sosial dan komunikasi anak. Misalnya saja, terapis atau orangtua secara berulang mendekatkan mainan di dekat wajah anak untuk merangsang anak melakukan kontak mata. Atau, orangtua memberi hadiah bila anak menggunakan kata saat meminta mainan.

Anak-anak tersebut melakukan terapi selama 4 jam, lima hari dalam seminggu, ditambah minimal 5 jam terapi pada akhir pekan dari orangtuanya. Setelah dua tahun, tingkat kecerdasan (IQ) anak-anak itu rata-rata naik 18 poin dibandingkan dengan anak dari kelompok terapi lain.

Selain IQ, kemampuan berbahasa anak juga berkembang pesat. Ashton Faller adalah salah satu anak yang menerima terapi ini sejak ia berusia dua tahun. "Sebelumnya ia tak bisa mengucapkan satu kata pun, tak pernah kontak mata, dan selalu menyendiri," kata Lisa Faller, ibunya.

Setelah dua tahun menerima terapi Early Start Denver ini, kini Asthon yang sudah berusia 6 tahun bersekolah di sekolah umum, meski masih mengalami sedikit keterlambatan keterampilan sosial. "Tak ada orang yang percaya ia autis," kata Faller.

ANIkan Lumba-lumba Bantu Terapi Stroke dan Autis

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/162-ikan-lumba-lumba-bantu-terapi-stroke-dan-autis?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/162-ikan-lumba-lumba-bantu-terapi-stroke-dan-autis?format=pdf" \o "PDF"

terapi lumba-lumba JAKARTA -Ikan lumba-lumba hidung botol ternyata bisa membantu terapi pengobatan untuk beberapa jenis penyakit. Di antaranya, stroke, autis, kanker, bahkan hingga down syndrom atau depresi berat. Bagaimana rasanya diterapi oleh lumba-lumba? Bisa rasa takut atau geli.

Ternyata ikan lumba-lumba yang dikenal sebagai mamalia sahabat manusia itu bisa membantu pengobatan terapi untuk jenis penyakit yang belum ada obatnya, Kepala Pusat Riset Teknologi Kelautan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Aryo Hanggono, menyatakan bahwa saat ini tim peneliti dari lima bidang keilmuan, yakni biologi kelautan, kedokteran hewan, psikologi, kedokteran, dan akustik sedang melakukan penelitian terhadap lumba-lumba yang membantu terapi pengobatan untuk beberapa pasien yang bertempat di salah satu hotel di Bali.

"Kami mencoba mencari penjelasan ilmiah mengapa ikan lumba-lumba bisa membantu pengobatan," katanya.

Penelitian yang dimulai semenjak 3 - 4 bulan yang lalu ini, kata dia, memang menunjukkan hasil positif. Buktinya pada uji terhadap salah seorang tokoh masyarakat Bali yang menderita stroke lumpuh kaki tampak menunjukkan perbaikan. Ketika sebelum terapi kaki tidak bisa digerakkan, namun setelah menjalani terapi akhirnya kakinya bisa digerakkan, bahkan saat ini si pasien sudah bisa berjalan kaki. Lama terapi pertama bagi pasien stroke ini adalah 10 hari dan selesai pada akhir 2007 kemarin. Namun pada awal 2008 ini, terapi pasien stroke itu dilanjutkan kembali. Kenyataannya, si pasien yang sudah berumur itu, kini sudah mulai bisa berjalan kembali.

"Ikan lumba-lumba itu memiliki kemampuan melakukan terapi baik melalui totokan, gigitan halus, kibasan tubuh, serta gelombang suara dari ikan ini," paparnya.

Selain itu uji juga dilakukan kepada salah seorang pasien yang mengidap kanker. Untuk pasien penyakit kanker saat ini terapi sudah berjalan selama seminggu. Aryo menyatakan, penjelasan mengenai tata cara ikan lumba-lumba memberikan terapi memang agak unik. Yakni, seorang pasien yang akan menjalani terapi harus ikut berenang dengan ikan lumba-lumba. Pasien tersebut dengan menggunakan pelampung ikut berenang dalam kolam air laut di mana lumba-lumba itu berada.

Untuk tahap pertama, biasanya tahap adaptasi di mana lumba-lumba hanya mengitari pasien yang mengapung di kolam. Baru tahap berikutnya, lumba-lumba akan menunjukkan reaksi dan mencoba berkomunikasi dengan pasien. Mulai totokan di kaki, tubuh, kepala, gigitan lembut, bahkan kibasan tubuh. Uniknya, bagian tubuh pasien yang ditotok atau disentuh oleh ikan lumba-lumba itu setiap harinya berbeda, sehingga tampak sistematis. Seolah ikan yang biasa dilatih untuk atraksi permainan ini tahu di mana letak saraf pasien yang mengalami sakit.

"Ini bukan pengobatan alternatif. Melainkan hanya komplemen. Jadi pengobatan medisnya tetap jalan. Terapi lumba-lumbanya juga jalan. Ini masuk kategori bioakustik," paparnya.

Penelitian terhadap potensi ikan lumba-lumba sebagai terapi ini memang akan terus dikembangkan. Bahkan kata dia, pada program penelitian tahun 2008 ini diprioritaskan untuk mengetahui pola spektrum dari gelombang suara lumba-lumba untuk pengobatan. Yakni pola seberapa besar spektrum frekuensi gelombang suara dari lumba-lumba itu untuk terapi berdasarkan jenis penyakit si pasien. Sebab, dari hasil rekam sonar frekuensi gelombang suara memang ada yang berbeda untuk tiap jenis penyakitnya.

Untuk itu para peneliti berniat untuk mengetahui polanya. "Sebab ternyata spektrum gelombang suara yang dikeluarkan ikan ini menunjukkan pola yang berbeda untuk jenis penyakit yang berbeda pula. Inilah yang masih kita pelajari," paparnya.

Di dunia medis, memang selama ini ada asumsi bahwa ikan lumba-lumba bisa membantu terapi. Namun itu hanya sebatas kepercayaan, dan belum ada pembuktian ilmiah. Bahkan Amerika Serikat juga meneliti ikan ini secara serius yang langsung ditangani oleh angkatan laut negara Paman Sam tersebut. Tentu saja, ikan lumba-lumba untuk sirkus dan terapi cara melatihnya berbeda.

Menurut Aryo, ikan lumba-lumba yang bisa dilatih untuk melakukan terapi adalah jenis jantan. Apabila riset ilmiah terhadap ikan ini berhasil, maka itu akan sangat potensial bagi dunia pengobatan di Indonesia. Sebab lautan di Indonesia memang melimpah ikan lumba-lumba jenis hidung botol. Namun tentu cara penangkapannya akan menemui kesulitan. Apalagi jika yang ditangkap adalah lumba-lumba betina guna dikembangbiakkan. Sebab biasanya perilaku ikan yang berkelompok ini, betina biasanya dilindungi oleh banyak lumba-lumba jantan.

"Kami berencana menangkap empat ekor ikan lumba-lumba tahun ini, untuk kemudian kami teliti dan kembangbiakan di pusat penelitian kami di Bali," ujarnya.

Peneliti Bioakustik DKP, Agus Cahyadi menyatakan bahwa fokus penelitian tahun 2008 ini tidak hanya dilakukan kelanjutan terapi namun juga komparasi dengan hasil pengobatan medis. Sehingga dilakukan pembuktian secara medis atas hasil terapi yang dilakukan oleh pasien subyek penelitian. Selain itu juga dilakukan analisa spektrum akuistik gelombang suara yang dikeluarkan ikan lumba-lumba per perlakuan terapi. Yakni berapa besar gelombang suara yang dikeluarkan apabila untuk badan atau kepala pasien.

Meski demikian, Agus mengaku belum bisa memecahkan rahasia mengapa ikan lumba-lumba bisa mengerti bagian tubuh yang sakit dari si pasien sehingga melakukan perlakuan terapi di sana. "Kita masih dalam pengkajian mengapa lumba-lumba seolah tahu di mana bagian tubuh pasien yang sakit. Mereka mencari sendiri dan tidak ada yang mengarahkan," tandasnya.

Buktinya menurut dia, bottle nose dolphin atau tursiops truncactus itu bisa bekerja dengan baik. Selama 10 kali terapi yang diberikan kepada 13 anak penyandang autis. Untuk penelitian ini, Tim DKP melibatkan pakar psikologi Australia, Jepang, dan Indonesia untuk menganalisa perkembangan mental si pasien.

Agus menjelaskan melalui 10 kali terapi pada penderita autis, dari 8 kriteria yang dinilai, 3 di antaranya menunjukkan hasil memuaskan. Yakni, terkait emosi, kontak mata, dan ketenangan. "Lima kriteria lainnya, yaitu kelincahan, motorik, rileksasi, fokus, dan perhatian belum menunjukkan hasil," tandasnya.

Untuk proses terapi, biasanya adaptasi membutuhkan waktu 1 hari. Kemudian tahap selanjutnya, peneliti mengumpulkan rangkaian transmisi suara lumba-lumba yang direkam melalui hidrophon. Setelah dilakukan analisis bioakustik, dalam satuan tiap 30 menit terdapat spektrum akustik gelombang optimal. Bioakustik, merupakan ilmu yang mempelajari suara dalam air, baik yang ditransmisikan maupun yang diterima.

"Kami harus mengonfirmasikan dengan kalangan kedokteran potensi frekuensi tersebut terhadap penderita stroke. Namun, terapi ini akan dikembangkan untuk metode penyembuhan kanker," ujarnya.(Abdul Malik/Sindo/mbs)

Terapi Oksigen, Harapan Penderita Autis

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/144-terapi-oksigen-harapan-penderita-autis?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/144-terapi-oksigen-harapan-penderita-autis?format=pdf" \o "PDF"

Oksigen murni bisa mengurangi inflamasi atau pembekakan di otakIrma Kurniati

VIVAnews Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti mengembangkan terapi oksigen hiperbarik (hyperbaric oxygen treatment) untuk mengatasi masalah autisme pada anak. Terapi oksigen hiperbarik ini dilakukan dengan cara memberikan oksigen tekanan tinggi untuk memperbaiki kerja otak.

Pada penderita autisme, terjadi gangguan pada fungsi otak, salah satunya karena kekurangan oksigen sejak lahir atau bahkan selama dalam kandungan. Dengan terapi oksigen inilah kerusakan pada otak bisa diminimalisasi.Menurut penelitian yang diungkap di jurnal Bio Medical Centre (BMC) Pediatrics, oksigen murni bisa mengurangi inflamasi atau pembekakan di otak dan meningkatkan asupan oksigen di sel-sel otak.Terapi ini dilakukan dengan sebuah alat berupa tabung dekompresi. Penderita autisme masuk ke dalam tabung itu lalu dialiri oksigen murni dan tekanan udara ditingkatkan menjadi 1,3 atmosfer.Cara ini rupanya cukup efektif. Pemberian terapi oksigen hiperbarik secara rutin menunjukkan perbaikan pada kondisi saraf dan mengatasi cerebral palsy. Terapi ini banyak dipilih di beberapa negara dan para peneliti terus mengembangkannya.Dan Rossignol dari International Child Development Resource Centre, Florida, AS, melakukan penelitian terhadap 62 penderita autisme berusia 2-7 tahun. Responden diberi terapi oksigen selama 40 menit setiap hari selama sebulan dengan asupan oksigen 24% dan tekanan udara 1,3 atmosfer.Hasilnya, terjadi peningkatan hampir di seluruh fungsi organ tubuh, seperti sensor gerak, kemampuan kognitif, kontak mata, kemampuan sosial, dan pemahaman bahasa.Kita memang tidak bicara tentang penyembuhan, kita bicara tentang kemajuan kondisi dan tingkah laku penderita. Dengan itu anak autis bisa memperbaiki fungsi kerja otak dan kualitas hidupnya, kata Rossignol seperti dikutip dariwww.bbc.co.uk.Rossignol sendiri telah membuktikan efektivitas terapi ini pada kedua anaknya yang menderita autisme. Ia mengatakan temuan ini belum berakhir dan masih akan mengembangkan untuk mencari hasil yang lebih optimal. VIVAnewsAutis Bisa Disembuhkan dari Lingkungan

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/138-autis-bisa-disembuhkan-dari-lingkungan?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/138-autis-bisa-disembuhkan-dari-lingkungan?format=pdf" \o "PDF"

Penyakit autis bisa disembuhkan dengan lingkungan yang tegas dan konsistenHadi Suprapto

VIVAnews- Sebagian besar orang berani membayar mahal mengobati anak yang terkena penyakit autis. Namun, banyak yang tak tahu autis bisa disebuhkan melalui lingkungan sekitar.

Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial.

Imaculata Umiati, Kepala Sekolah Asrama Imaculata, menyatakan, penyakit autis bisa disembuhkan dengan lingkungan yang tegas dan konsisten. Melalui sikap ini, anak yang berkebutuhan khusus bisa menerapkan kemandirian.

"Anak autis sebagian besar tidak bisa memanfaatkan kecerdasan yang dimiki untuk dirinya," kata dia kepadaVIVAnewsdi Jakarta, Minggu 8 Maret 2009.

Sikap tegas bisa dilakukan dengan memberi sanksi sosial. Misalnya, saat anak merebut makanan orang lain, bisa diberi sanksi dengan tidak memberi makan. Memang, Ima mengakui, langkah ini terkesan tidak manusiawi. Namun itu harus dilakukan agar anak bisa mengerti akibatnya.

Orangtua harus berani memberi tugas kepada penderita agar bisa menyelesaikan kebutuhan sehari-hari tanpa bantuan orang lain, seperti makan, mandi, dan mencuci baju. Orangtua harus memaksakan anak tanpa kompromi.

Bahkan, penderita juga harus dilatih mengerjakan tugas sosial, seperti menyapu, mengepel lantai. "Kalau dipaksakan mereka bisa, karena mereka memiliki kemampuan itu," ujar Ima.

Bagi penderita autis tipe pemberontak, dia mengatakan, anak juga harus dipaksakan mengerti alternatif pilihan lain. Jika anak hanya mau melalui jalur A, cobalah agar anak bisa melalui jalur selain A. "Anak autis tidak akan menerima. Cuma ini harus dicoba, tanpa paksaan anak tidak akan bisa sembuh," katanya.

Ima melarangan anak autis diberi obat penenang. Sebab, pemberian obat hanya akan memberi ketenangan sementara. Bukan kesembuhan.

Memang, Ima mengakui, penyembuhan penyakit autis ini hanya bisa mengubah perilaku dan kemandirian. Sedangkan soal kecerdasan, Ima pesimistis anak autis bisa kembali normal. "Yang paling penting anak itu bisa mandiri, tanpa merepotkan," katanyaTerapi Musik untuk Bangkitkan Konsentrasi Anak Autis

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/121-terapi-musik-untuk-bangkitkan-konsentrasi-anak-autis?tmpl=component&print=1&page=" \o "Cetak"

HYPERLINK "http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/121-terapi-musik-untuk-bangkitkan-konsentrasi-anak-autis?format=pdf" \o "PDF"

Senin, 21 Januari 2008 - 15:35 wibSALAH satu metode untuk menangani anak autis yakni memberikan pelajaran musik untuk menggugah konsentrasi mereka. Koordinator sekolah musik Gita Nada Persada Hani Yulia Adinda menyatakan, ada dua tahapan pembelajaran musik anak autis, yakni tahap dasar dan lanjutan.

Pada tahap dasar, anak autis cukup d