Teori Sosiologi Klasik

27
Teori Sosiologi Klasik Emile Durkheim Emile Dukheim : Sosiologi sebagai ilmu tentang Integrasi 1. Riwayat Hidup Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis, 15 April 1858. Ia keturunan pendeta yahudi. Emile Durkheim (1858-1917), dibesarkan di Prancis dan merupakan salah seorang akademisi yang sangat mapan dan sangat berpengaruh. Ia berhasil dalam melembagakan sosiologi sebagai satu disiplin akedemisi yang sah. Pengaruh Dukheim pada perkembangan sosiolagi di Amerika masa kini, sangatlah besar, baik dalam metodologi maupun teori. Kajiannya mengenai kenyataan gejala sosial yang berbeda dari gejala individu, analisanya mengenai tipe struktur sosial, dasar solidaritas serta integrasinya, maupun pemecahan sosiologinya mengenai gejala seperti penyimpangan, bunuh diri dan individualisme, serta studi statistiknya yang cermat mengenai angka bunuh diri membuatnya menjadi pemikir yang banyak memberikan sumbangan terhadap sosiologi sebagai ilmu. Selain itu pengaruh Durkheim sangat menyolok dalam aliran fungsionalisme sosiologi modern. Fungsionalisme juga menekankan integrasi dan solidaritas, dan juga pentingnya memisahkan analisa tentang konsekuensi konsekuensi sosial dari gejala sosial, dari analisa tentang tujuan dan motivasi yang sadar dari individu. Durkheim meninggal pada 15 November 1917. Karya diantaraya : The Division of Society, The Rules of Sociological Methods, The Elementary Forms of Religious Life, dan The Structure of Social Action. 2. Karya dan Pemikirannya a. Pokok Kajian dan Metode Sosiologi

description

maaf ini hanya gabungan dari bebrapa biografi tokoh saja

Transcript of Teori Sosiologi Klasik

Page 1: Teori Sosiologi Klasik

Teori Sosiologi Klasik Emile Durkheim

Emile Dukheim : Sosiologi sebagai ilmu tentang Integrasi

1. Riwayat Hidup

Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis, 15 April 1858. Ia keturunan pendeta yahudi.

Emile Durkheim (1858-1917), dibesarkan di Prancis dan merupakan salah seorang akademisi

yang sangat mapan dan sangat berpengaruh. Ia berhasil dalam melembagakan sosiologi

sebagai satu disiplin akedemisi yang sah. Pengaruh Dukheim pada perkembangan sosiolagi di

Amerika masa kini, sangatlah besar, baik dalam metodologi maupun teori.

Kajiannya mengenai kenyataan gejala sosial yang berbeda dari gejala individu, analisanya

mengenai tipe struktur sosial, dasar solidaritas serta integrasinya, maupun pemecahan

sosiologinya mengenai gejala seperti penyimpangan, bunuh diri dan individualisme, serta

studi statistiknya yang cermat mengenai angka bunuh diri membuatnya menjadi pemikir yang

banyak memberikan sumbangan terhadap sosiologi sebagai ilmu.

Selain itu pengaruh Durkheim sangat menyolok dalam aliran fungsionalisme sosiologi

modern. Fungsionalisme juga menekankan integrasi dan solidaritas, dan juga pentingnya

memisahkan analisa tentang konsekuensi – konsekuensi sosial dari gejala sosial, dari analisa

tentang tujuan dan motivasi yang sadar dari individu. Durkheim meninggal pada 15

November 1917. Karya diantaraya : The Division of Society, The Rules of Sociological

Methods, The Elementary Forms of Religious Life, dan The Structure of Social Action.

2. Karya dan Pemikirannya

a. Pokok Kajian dan Metode Sosiologi

Page 2: Teori Sosiologi Klasik

Dalam bukunya The Rule of Sociological Methods (1895/1982), Durkheim

menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang dia sebut sebagai fakta –

fakta sosial. Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Dukheim

terhadap individu serta perilakunya adalah bahwa fakta – fakta sosial itu riil dan

mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda dari karakteristik

psikologi, biologis atau karakteristik individu lainya. Selain itu fakta – fakta sosial dapat

dipelajari dengan metode – metode empirik, karena fakta – fakta sosial merupakan benda dan

harus diperlakukan sebagaimana benda.

Menurut Durkheim bahwa fakta sosial merupakan kekuatan dan struktur yang bersifat

eksternal dan memaksa individu. Studi tentang kekuatan dan struktur berskala luas ini –

misalnya, hukum yang melembaga dan keyakinan moral bersama-dan pengaruhnya terhadap

individu menjadi sasaran studi banyak teoritas sosiologi dikemudian hari (misalnya Parsons).

Dalam bukunya yang berjudul Suicide (1897/1951) Durkheim berpendapat bahwa bila

ia dapat menghubungkan perilaku individu seperti bunuh diri itu dengan sebab – sebab sosial

(fakta sosial) maka ia akan dapat menciptakan alasan meyakinkan tentang pentingnya disiplin

sosiologi.

Durkheim berpegang pada metode variasi yang terjadi pada waktu yang sama (korelasi

–korelasi) dengan membangun rangkaian – rangkaian mulai dari peristiwa yang harus

Page 3: Teori Sosiologi Klasik

terseleksi. Ia memisahkan sejumlah variabel berupa umur, seks, situasi sipil, keanggotaannya

pada suatu agama dan tingkat pendidikan yang dibandingkan dengan angka kematian.

Durkheim memperlihatkan analisisnya tentang kekuatan sosial mempengaruhi perilaku

manusia. Durkheim melaksanakan penelitian secara cermat, setelah membandingkan angka

bunuh diri pada beberapa Negara di Eropa. Durkheim (1897/1966) menemukan bahwa angka

bunuh diri di satu negara berbeda dengan negara lain, dan bahwa dari tahun ke tahun, tiap

angka tetap stabil secara mencolok. Sebagai contoh, angka bunuh diri dari kaum Protestan,

pria, dan mereka yang tidak menikah lebih tinggi dari pada di kalangan oarang katolik,

Yahudi, perempuan dan mereka yang sudah menikah. Dari sini. Durkheim menarik

kesimpulan mendalam bahwa bunuh diri bukanlah semata – mata pada individu yang

memutuskan bunuh diri karena alasan pribadi. Faktor sosial memberi peran melandasi

tindakan bunuh diri, dan hal ini membuat angka setiap kelompok cukup konstan dari tahun ke

tahun.

Durkheim mengindentifikasi integrasi sosial, derajat keterikatan manusia pada

kelompok sosialnya, sebagai faktor sosial kunci dalam tindakan bunuh diri. Faktor inilah

katanya, yang menjelaskan mengapa orang protestan yang pria dan orang yang tidak menikah

mempunyai angka bunuh diri yang lebih tinggi. Argumen Durkheim adalah Protestanisme

mendorong kebebasan lebih besar dalam berfikir dan bertindak, pria lebih mandiri dari pada

perempuan. Begitupun halnya dengan perang atau depresi ekonomi dapat menciptakan

perasaan depresi kolektif yang selanjutnya dapat meningkatkan angka bunuh diri. Dengan

kata lain, karena integrasi sosial mereka lebih lemah, anggota kelompok tersebut memiliki

lebih sedikit ikatan sosial yang mencegah orang untuk melakukan bunuh diri.

Selain itu Durkheim juga memahami fenomena pada masyarakat industri ; yang

mengalami hilangnya batas atau bingkai sosial, krisis nilai serta kepercayaan kolektif

sehingga memungkinkan untuk melakukan bunuh diri, dibanding dengan masyarakat kuno

yang memiliki solidaritas mekanis berupa kepercayaan kolektif.

b. Karakteristik dan Tipe Fakta Sosial

Menurut Durkheim bahwa fakta sosial memiliki karakteristik, pertama, gejala sosial

bersifat eksternal terhadap individu, misalnya bahasa, sistem moneter, norma – norma,

profesional. Kedua, bersifat memaksa individu. Dalam hal ini individu dipaksa, dibimbing,

diyakini, didorong, atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial

dalam lingkungan sosialnya. Ketiga, bersifat umum atau terbesar secara meluas dalam satu

masyarakat. Dengan kata lain, fakta sosial itu merupakan milik bersama ; bukan sifat individu

Page 4: Teori Sosiologi Klasik

persorangan. Sifat umumnya ini bukan sekedar hasil penjumlahan beberapa fakta sosial

lainnya, anatara lain, angka perkawinan, angka bunuh diri, dan angka mobilitas.

Dalam The Rule Of Sociolocal Method ia membedakan antara dua tipe fakta sosial :

material dan non-material. Meski ia membahas keduanya dalam karyanya, perhatian

utamanya lebih tertuju pada fakta sosial non material (misalnya kultur, instrusi sosial)

ketimbang pada fakta sosial material (birokrasi, hukum). Perhatiannya tertuju pada upaya

membuat analisis komparatif mengenai apa yang membuat masyarakat bisa dikatakan berada

dalam keadaan primitif atau modern. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif

dipersatukan terutama oleh fakta sosial non-material, khususnya oleh kuatnya ikatan

moralitas bersama, atau oleh apa yang ia sebut sebagai kesadaran kolektif yang kuat. Tetapi,

karena kompleksitas masyarakat modern, kekuatan kesadaran itu telah menurun.

Dalam bukunya Les former elementaire de levie religieuse : The Elementary Forms of

Religious Life (bentuk-bentuk dasar kehidupan religius). Dalam karyanya ini Durkheim

membahas masyarakat primitif untuk menemukan akar agama. Durkheim yakin bahwa ia

akan dapat secara lebih baik menemukan akar agama itu dengan membandingkan masyarakat

primitif yang sederhana ketimbang dalam masyarakat modern yang kompleks. Temuannya

adalah bahwa sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang menentukan

bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan yang lainnya bersifat profan, khusnya dalam kasus yang

disebut tetomisme. Dalam agama primitif (totemisme) ini benda – benda seperti tumbuh –

tumbuhan dan binatang didewakan. Selanjutnya totemisme dilihat sebagai tipe khusus fakta

sosial nonmaterial, sebagai bentuk kesadaran kolektif. Akhirnya Durkheim menyimpulkan

bahwa masyarakat dan agama (atau lebih umum lagi, kesatuan kolektif ) adalah satu sama.

Agama adalah cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial

nonmaterial.

Page 5: Teori Sosiologi Klasik

Durkheim menyimpulkan bahwa : “agama sesungguhnya adalah masalah sosial”.

Dan ia juga meyakini bahwa “agama adalah hal paling primitif dari segala fenomena ”

sosial. Semua manifestasi lain dalam aktivitas kolektif berasal dari agama dan melalui

berbagai transformasi secara berturut–turut : antara lain menyangkut hukum, moral, seni,

bentuk politik. Bahkan ikatan keluarga merupakan salah satu ikatan yang bersifat religius.

a. Solidaritas dan Tipe Struktural Sosial

Solidaritas menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan/atau

kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang

diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan ini lebih mendasar dari pada hubungan

kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional. Hubungan–hubungan serupa itu

mengandalkan sekurang–kurangya satu tingkat/derajat konsensus terhadap prinsip – prinsip

moral yang menjadi dasar kontrak itu, sekaligus berusaha menjelaskan asal mula keadaan

menurut persetujuan kontraktual yang dirembuk individu untuk kepentingan pribadi mereka

selanjutnya.

Penjelasan Durkheim mengenai solidaritas diperoleh dalam bukunya The Division

of Labour in Society. Dalam karyanya tesebut Durkheim menganalisa pengaruh

kompleksitas dan spesialisasi pembagian kerja dalam struktur dan perubahan–perubahan

yang diakibatkanya dalam bentuk–bentuk pokok solidaritas sosial. Singkatnya, pertumbuhan

dalam pembagian kerja meningkatkan suatu perubahan dalam struktur sosial dari solidaritas

mekanik dan solidaritas organik.

Pembedaan antara solidaritas mekanik dan organik merupakan salah satu

sumbangan Durkheim yang paling terkenal. Menurut Durkheim, solidaritas mekanik

terbentuk atas dasar kesadaran kolektif, yang menunjuk pada totalitas kepercayaan–

kepercayaan dan sentimen–sentimen bersama yang rata – rata ada pada warga yang sama itu.

Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah suatu tingkat homogenetik yang

tinggi dalam kepercayaan atau sentimen dengan tingkat pembagian kerja yang sangat minim.

Sedangkan solidaritas organik, muncul atas dasar pembagian kerja bertambah besar

dan saling ketergantungan yang sangat tinggi. Menurut Durkheim, kuatnya solidaritas ini

ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan dari pada yang bersifat represif.

Dalam solidaritas organik memberikan ruang otonomi bagi individu sehingga membuat

individu menjadi terpisah dari ikatan sosialnya. Namun bagi solidaritas organik bahwa

kesadaran kolektif menjadi penting ketika dalam kelompok kerja dan profesi, karena memilki

keseragaman kepentingan. Secara ringkas perbedaan antara solidaritas mekanik dan organik,

sebagai berikut :

Page 6: Teori Sosiologi Klasik

Solidaritas Mekanik Solidaritas Organik

a). Pembagian Kerja Rendah

b.) Kesadaran Kolektif Kuat

c). Hukum represif dominan

d). Individualitas rendah

e). E)Konsensus terhadap pola–pola

normatif penting

f). F)Keterlibatan komunitas dalam

menghukum orang yang menyimpang

g). Saling Ketergantungan rendah

h). Bersifat primitif atau pedesaan

a). Pembagian Kerja Rendah

b.) Kesadaran Kolektif Lemah

c). Hukum represif dominan

d). Individualitas tinggi

e). E)Konsensus pada nilai – nilai abstrak

dan umum itu penting

f). F)Badan – badan kontrol sosial yang

menghukum orang yang menyimpang

g). Saling Ketergantungan tinggi

h). Bersifat industrial –perkotaan

b. integrasi Sosial dan Angka Bunuh Diri ( Suicide)

Durkheim memandang bunuh diri sebagai fakta sosial, bukan fakta individu. Proposisi

dasar yang digunakan dalam bunuh diri adalah bahwa angka bunuh diri berbeda–beda

menurut tingkat integrasi sosial. Durkheim membedakan 3 (tiga) jenis tipe bunuh diri,

diantaranya :

1). Bunuh Egoistik

Merupakan hasil dari suatu tekanan yang berlebih-lebihan pada individualisme atau

kurangnya ikatan sosial yang cukup dengan kelompok sosial. Jadi orang protestan memiliki

angka bunuh diri yang lebih tinggi dari pada katolik, karena kepercayaan mereka mendorong

inviduslisme yang lebih besar, dan ikatan komunal dalam gereja Protestan lebih lemah. Sama

halnya, orang – orang yang tidak kawin mempunyai angka bunuh diri yang lebih tinggi dari

pada orang yang sudah kawin: dan orang – orang yang kawin tanpa anak, mempunyai angka

bunuh diri yang lebih tinggi dari pada mereka yang menpunyai anak.

2). Bunuh diri anomik

Muncul dari tidak adanya pengaturan bagi tujuan dan aspirasi individu. Dalam

kondisi yang normal dan stabil keinginan individu dijamin oleh norma–norma yang sesuai

dengan prinsip-prinsip moral yang umum. Norma–norma pengatur ini mejamin bahwa

keinginan individu dan aspirasinya pada umumnya sebanding dengan alat-alat yang tersedia.

Karena itu, individu berjuang untuk dan menerima imbalan yang sesuai seperti diharapkanya.

Kalau norma-norma pengatur ini tidak berdaya lagi, maka akibatnya adalah bahwa keinginan

individu tidak dapat dipenuhi lagi; keinginan ini lalu meledak di luar kemungkinan untuk

mencapainya, dan idividu itu terus-menerus mengalami frustasi. Contoh, krisis ekonomi.

3). Bunuh diri Altruitik

Merupakan hasil dari suatu intergritas sosial yang terlampau kuat. Tingkat integrasi

yang tinggi itu menekan individualitas pada titik dimana individu kedudukannya sendiri.

Page 7: Teori Sosiologi Klasik

Sebaliknya, individu itu diharapkan tunduk sepenuhnya terhadap kebutuhan-kebutuhan atau

tuntutan-tuntutan kelompok yang menempatkan setiap keinginan individu pada posisi lebih

rendah yang mengurangi kesejahteraan kelompok dan mengganggu kehidupannya. Kalau

tingkat solidaritas itu cukup tinggi, sang individu itu tidak kesal terhadap ketaatan pada

kelompok ini, malah sebaliknya merasa sangat puas dan mengorbankan diri untuk kebaikan

kelompok yang lebih besar.

Bunuh diri altruitik dapat merupakan hasil salah satu dari dua kondisi. Pertama, norma-

norma kelompok mungkin menuntun pengorbanan kehidupan-kehidupan individu. Sebagai

contoh, bunuh diri di kalangan pilot-pilot yang bertugas dalam angkatan Udara Jepang

selama perang Dunia II. Kedua, norma-norma kelompok itu dapat menuntut pelaksanaan

tugas-tugas yang begitu berat untuk dapat dicapai sehingga individu-individu itu mengalami

kegagalan walaupun sudah menunjukan usaha yang paling optimal. Contohnya, para perwira

militer yang menderita kekalahan mempunyai angka bunuh diri yang tinggi, dan lebih tinggi

dalam kenyataanya dibandingkan dengan serdadu-serdadu bawahannya, karena identifikasi

mereka dengan kemiliteran.

c. c. Agama dan Masyarakat

Durkheim merasa bahwa agama dan masyarakat saling ketergantungan. Bukunya yang

berjudul The Elementary Form of Religious Life memberi suatu analisa terperinci mengenai

kepercayaan-kepercaayan dan ritual-ritual agama totemik orang arunta, suku bangsa primitif

di Australia Utara. Organisasi sosial dalam suku-suku bangsa ini didasarkan pada klan

sebagai satuan sosial yang primer. Analisa Durkheim, yang terjalin dalam uraian deskriptif

yang luas terperinci, dimaksudkan untuk memperlihatkan hubungan yang erat antara tipe-

tipe organisasi sosial dan tipe totemik ini.

Corak umum dari agama apa saja dalam pandangan Durkheim adalah berhubungan dengan

suatu Dunia yang suci (Sacred realm). Durkheim mendefinisikan agama sebagai suatu sistem

yang terpadu mengenai kepercayaan-kepercayaan praktek-praktek yang berhubungan dengan

benda-benda suci dalam bentuk simbol yang riil (kanguru, kerbau).

Agama merupakan salah satu kekuatan untuk menciptakan integrasi sosial. Di dalam

masyarakat primitif, agama merupakan suatu sumber kuat bagi kepercayaan-kepercayaan

agama dan praktek –praktek agama mempunyai pengaruh menahan egoisme, untuk membuat

orang cenderung berkorban dan tidak ingin mempunyai kepentingan.

Selain itu kepercayaan dan ritus agama juga memperkuat ikatan - ikatan sosial dimana

kehidupan kolektif bersandar. Hubungan antara agama dan masyarakat memperlihatkan

saling ketergantungan yang sangat erat. Menurut Durkheim, kepercayaan-kepercayaan

Page 8: Teori Sosiologi Klasik

totemic (atau tipe-tepe kepercayaan agama lainnya) memperlihatkan kenyataan masyarakat

itu sendiri dalam bentuk simbolis. Ritus totemic mempersatukan individu dalam kegiatan

bersama dengan satu tujuan bersama dan memperkuat kepercayaan, perasaan dan komitmen

moral yang merupakan dasar struktural sosial.

Perasaan meluap-luap dalam acara seremonial dan kegairahan emosional menurut

Durkheim sebagai ritus agama. Lebih lanjut Durkheim sebagai menjelaskan anggota-anggota

komunitas berkumpul bersama untuk memperkuat kembali nilai-nilai dasar atau

memperingati peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mereka bersama. Contohnya

memperingati hari natal bagi kaum nasrani. Hubungan antara agama dan masyarakat dapat di

analisis juga, dalam permainan sepak bola tradisional yang menggunakan lambang ikan,

lumba-lumba dan rajawali sebagai simbol pemersatu.

d. Asal-usul bentuk-bentuk pengetahuan dalam masyarakat

Menurut Durkheim, pengetahuan merupakan dasar sosial dan semua pengetahuan

sangat tergantung pada bahasa. Bahasa merupakan produk sosial, bukan ciptaan individu.

Pada tingkat yang lebih mendalam, Durkheim mengemukakan bahwa kategori-kategori

berfikir yang mendasar (waktu, ruang, kelas, kekuatan, sebab, dan lain-lain) muncul dari

kehidupan sosial dan mencerminkan struktur sosial. Konsep waktu, misalnya, muncul mula-

mula dalam dunia primitif karena adanya kebutuhan untuk mengatur siklus kehidupan

individu dan kehidupan kolektif. Ruang sebagai sutau kategori akal budi yang bersifat umum

tumbuh dari dan mencerminkan persebaran anggota-anggota kelompok menurut ruang dalam

suatu daerah geografis tertentu. Konsep kelas muncul dari pembagian sosial dalam kelompok

itu. Durkheim mengemukakan bahwa konsep kekuatan akhirnya didasarkan pada kesadaran

subyektif mengenai kekuasaan kelompok yang memaksa setiap anggotanya yang dimilikinya.

Berhubungan dengan ini konsep-konsep tumbuh dari pengalaman bersama yang

terdapat pada individu-individu mengenai tindakan-tindakan yang ditampilkannya yang

menghasilkan suatu akibat tertentu dalam kehidupan emosional mereka secara kolektif.

Page 9: Teori Sosiologi Klasik

Teori Sosiologi Klasik August Comte

August Comte sebagai Pendiri dan Bapak Sosiologi

1. Riwayat Hidup (1798-1857),

Auguste Comte lahir di Mountpelier Perancis, 19 Januari 1798. Ia merupakan pendiri atau

Bapak Sosiologi. Pada tahun 1817 Comte pernah menjadi sekretaris Saint Simon. Ia terkenal

karena memiliki daya ingat yang kuat. Selain dikenal sebagai Bapak Sosiologi juga filsuf.

Beberapa karyanya banyak yang mengandung pemikiran filsafatnya. Comte dikenal juga

sangat taat terhadap agamanya (Katolik), bahkan ia menghayalkan dirinya sebagai pendeta

agama baru kemanusiaan. Comte memiliki pengaruh besar di Perancis dan negara lainnya.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat Barat saat itu membuat Comte

tertarik untuk mencari jawaban atas pertanyaan secara ilmiah: apa yang membuat tatanan

berubah, apa yang mempersatukan masyarakat kembali. Jawaban atas pertanyaan tersebut,

akhirnya Comte menemukan pada perlunya sebuah metode ilmiah pada kehidupan sosial,

sebagaimana ilmu alam. Comte menamakan ilmu baru tersebut sosiologi artinya studi

masyarakat” (dari kata yunani logis, (studi mengenai,” dan kata latin Socius,”teman atau

bersama orang lain “studi masyarakat)

2. Karya dan pemikirannya

a. The Philosophy of Positive

Comte adalah orang pertama yang menggunakan istilah sosiologi. Pengaruhnya besar

sekali terhadap pada teoritisi sosiologi selanjutnya (terutama Herbert Spencer dan Emile

Durkheim). Ia yakin bahwa studi sosiologi akan menjadi ilmiah sebagaimana keyakinan

teoritisi klasik dan kebanyakan sosiologi kontemporer.

Selanjutnya Comte mangembangkan pandangan ilmiahnya, yakni “Positivisme” atau

“filsafat positif”, Untuk memberantas sesuatu yang dianggap sebagai filsafat negatif dan

destruktif dari abad pencerahan. Positivisme sendiri adalah sebuah metodologi yang

Page 10: Teori Sosiologi Klasik

didasarkan pada penjelasan ilmiah, dan tunduk pada pangetahuan tentang tindakan serta pada

percobaan atau pengamatan emprimis. Doktrin ini mengklaim bahwa pengetahuan yang

sebenarnya harus terbebas dari spekulasi-spekulasi dan kepercayaan.

b. Hukum Tiga Tahap

Menurut Comte, bahwa masyarakat berkembang ditentukan menurut cara berfikir yang

dominan, selanjutnya Comte membagi tahapan perkembangan masyarakat, yaitu; teologis,

metafisik dan positif. Menurut Comte bahwa tiga tingkatan intelektual inilah yang dilalui

dunia sepanjang sejarahnya. Beberapa karekteristik khusus dari ketiga tahap tersebut,

yakni;

1) Fase teologis (fiktif)

Yaitu masa kanak- kanaknya kemanusian. Jiwa atau semangat manusia

mencari penyebab dari timbulnya fenomena-fenomena, baik menghubungkanya dengan

benda-benda yang dimaksud (fetishisme atau memuja benda seperti jimat) atau dengan

meganggap adanya mahkluk ghaib (agama polities) atau dengan satu Tuhan saja

(monoteisme). “Jiwa manusia menghadirkan gambaran bahwa fenomena dihasilkan lewat

perbuatan kekuatan ghaib (supranatural) yang jumlahnya sedikit atau banyak secara

langsung dan terus menerus. Masa ini adalah masa kepercayaan magis, percaya pada jimat,

roh dan agama.

2) Fase teologis (abstrak)

Yaitu masa remaja pemikiran manusia. Agen-agen ghaib di ganti oleh

kekuatan abstrak; yaitu alam”nya Spionoza, “Tuhan geometrinya”nya Descartes, materinya

Diderot atau akal sehatnya Abad pencerahan. Masa ini dianggap sebagai kemajuan jika

dikaitkan dengan pemikiran antropomorfis sebelumnya. Namun demikian pemikiran orang

masih terbelenggu oleh konsep filosofis yang abstrak dan universal. Tahap ini oleh Comte

meganggap sebagai “metode filsuf”

3) Fase Positif

Yaitu keadaan inteligensia kita yang berani. Semangat pencarian positif

menyingkirkan pencarian menyangkut pertanyaan hakiki”mengapa”yang terkait dengan

segala sesuatu dalam memikirkan tentang perbuatan, yaitu”hukum-hukum efektif berupa

hubungan suksesi dan kesamaan yang tidak berubah”. Comte menyatakan segala hal adalah

relatif, dan inilah satu-satunya yang absolut. Pendeknya positivise berupaya meninggalkan

spekulasi dan konsep tak barguna yang berasal dari imajinasi agar berpegang pada

obyektivitas ilmu pengetahuan yang disusun dari pengalaman, observasi peristiwa dan

penalaran.

Page 11: Teori Sosiologi Klasik

c. Agama Humanitas

Comte sangat keras mengkritik”semangat teologi” masa kuno meskipun ia merasa

bahwa agama ikut bertanggungjawab sebagai semen perekat sosial. Industrialisasi dan

Revolusi Prancis telah mengacaukan Rezim Lama serta ikut memberi kontribusi dalam

menghancurkan ikatan-ikatan lama yang mempersatukan manusia diantara mereka (Gereja,

perserikatan atau korporasi dan “aturan” Rezim Lama). Hasilnya adalah sebuah masyarakat

yang tereduksi menjadi sekumpulan individu yang tak terorganisir.

Dengan demikian harus ditemukan pengganti dewa-dewa lama di dunia yang baru

muncul ini. Agama yang sudah kuno harus diganti dengan “Mahluk Agung” yang baru yaitu

“Kemanusiaan”. Untuk itu, Comte pada tahun 1847 memproklamirkan terciptanya sebuah

agama kemanusiaan, yaitu agama ilmu pengetahuan terutama ilmu sosial yang menjadi

dogma-dogmanya, para ilmuwan manjadi pendetanya. Oleh karenanya Comte

mengungkapkan bahwa para ilmuwan tidak cukup memiliki inteligensia, namun harus

memiliki cinta dan kasih sayang.

Page 12: Teori Sosiologi Klasik

Teori Sosiologi Klasik Karl Marx

Karl Marx :

Struktur Ekonomi, Pertentangan Kelas dan Perubahan Sosial

1. Riwayat Hidup

Karl Marx lahir di Trier, Prusia 5 Mei 1818. Marx adalah seorang fisafat, ayahnya

seorang pengacara yang juga pendeta yahudi. Pemikirannya sangat dipengaruhi oleh Hegel-

meskipun akhirnya Marx juga sangat mengkritik Hegel. Pada tahun 1845, Marx pernah di

usir dari tanah kelahiranya Prusai karena dianggap radikal. Lalu ia pindah ke Brusal dan

bergabung dengan Engels dalam Liga Komunis. Karyanya berupa “manifesto komunis”

merupakan bukti kebersamaan Marx dan Engels. karyanya tersebut berisi tentang slogan-

slogan politik, misalnya kaum buruh seluruh dunia, bersatulah!!!

Tahun 1849 ia pindah ke London dengan menarik diri dari aktivitas revolusioner dan

beralih ke kegiatan riset yang lebih rinci tentang perang sistem kapitalis. Studi ini akhirnya

menghasilkan tiga jilid buku Das kapital yang di terbitkan tahun 1868. Tahun 1864 ia terlibat

kembali dalam gerakan politik buruh internasional dan menonjol dalam gerakan tersebut. Ia

meninggal pada tahun 1883 seteleh menderita penyakit uang di deritanya.

2. Karya dan Pemikiranya

a. Filsafat Materialisme

Menurut Marx bahwa perilaku manusia ditentukan oleh kedudukan

materinya, bukan pada idea. Pendapat Marx ini bertolak belakang dengan pendapat hegel.

Penekanan Marx pada sektor materi menyebabkan pemikiranya sejalan dengan pemikiran

kelompok ekonomi (seperti Adam Smith dan David Ricardo).

Tekanan materialisme Marx awalnya sebagai reaksi terhadap interpretasi

idealistik Hegel mengenai sejarah. Filsafat sejarah ini menganggap bahwa suatu peranan

yang paling menentukan adalah yang berasal dari evolusi idi-ide. Marx menolak filsafat

Page 13: Teori Sosiologi Klasik

sejarah Hegel ini karena menghubungkannya dengan evolusi ide-ide sebagai suatu peranan

utama yang berdiri sendiri dalam perubahan sejerah lepas dari hambatan-hambatan dan

keterbatasan-keterbatasan situasi material atau hubungan-hubungan sosial yang di buat orang

dalam menyesuikan dirinya dengan situasi material.

Konsepsi materialis Marx dijelaskan dalam the german idealogi, disusun

bersama Engels. Tema pokok dalam karya ini adalah bahwa perubahan dalam bentuk-bentuk

kesadaran, ideologi-ideologi, atau asumsi-asumsi filosofis mencerminkan, bukan

menyebabkan perubahan dalam kehidupan sosial dan materil manusia. Kondisi-kondiisi

materil bergantung pada sumber-sumber alam yang ada dan kegiatan manusia yang produktif.

Manusia berbeda dari binatang dalam kemampuannya untuk menghasilkan kondisi-kondisi

materil untuk kehidupannya.

Marx menempatkan ideologi sebagai keseluruhan ide yang dominan dan

diusung oleh sebuah masyarakat sebagai kelompok sosial dan bingkai superstruktur

masyarakat. Ideologi ini dikondisikan oleh bingkai atau batas ekonomi dan menjadi refleksi

atas bingkai itu. Dengan demikian kaum borjuis yang semakin menanjak telah menentukan

pemikiran-pemikiran tentang kebebasan, hak asasi manusia, kesetaraan dihadapan hukum.

Mereka ini cenderung memindahkan apa yang menjadi ekspresi kepentingan kelasnya

menjadi nilai-nilai universal.

Selanjutnya, Marx menganalisis mengenai kesadaran palsu yang sudah

terbentuk dalam masyarakat sejak awal. Marx menempatkan agama sebagai suatu ideologi

yang menyebabkan kesadaran palsu-struktur ekonomi dalam masyarakat feodal pra-industri,

pembagian kerja antara tuan tanah, penggarap dan petani dilihat sebagai suatu takdir

merupakan sesuatu yang tak dapat dirubah, oleh Marx merupakan sesuatu yang menyesatkan.

Untuk itu, Marx meganggap agama sebagai “ candu bagi masyarakat ”. Marx juga

mengambil kesimpulan yang sama, pada kebijakan-kebijakan negara yang berusaha

menghindari konflik antara kelas tidak lain tidak hanya memberi kesempatan pada kelompok

tertentu untuk tetap mengusai kegiatan perekonomian suatu negara.

b. Cara-cara produksi dan hubungan-hubungan produksi

Tekanan yang dikemukakan Marx bahwa struktur ekonomi masyarakat

(yaitu alat-alat produksi dan hubungan-hubungan sosial dalam produksi) merupakan dasar

dari sebuah sistem sosial budaya, baik politik, pendidikan, agama, keluarga, kebudayaan dan

semua instusi lainya.

Hubungan-hubungan sosial di antara pihak-pihak yang terlibat dalam

proses produksi mengakibatkan kontradiksi antara pihak-pihak yang terlibat, sehingga

Page 14: Teori Sosiologi Klasik

berakibat pada hancurnya hubungan sosial dan hancur hubungan sosial tersebut akan

menggerakan perubahan sosial tahap demi tahap.

Dalam hal ini Marx memberikam gambaran mengenai hubungan antara

buruh dengan majikan yang selalu berakibat pada penderita bagi buruh (memperoleh posisi

buruh). Pemilik modal dengan kekuatan manajemenya selalu dapat mengatur kembali posisi

buruh dalam hal ini dianggap sebagai alat produksi atau suku cadang peralatan produksi, dan

buruh tidak pernah dilihat sebagai personal. Pemerintah yang semula yang diharapkan

sebagai penengah tidak mampu memberikan kekuatan, namun justru memihak pada “legal

sistem” sehingga buruh tidak pernah mendapatkan posisi tawar yang menguntungkan bagi

nasibnya.

Hubungan-hubungan sosial dengan orang lain dalam usaha mencoba

memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya (makanan, tempat tinggal, pakaian, dan

seterusnya), menimbulkan pembagian kerja sebagai akibat adanya kepemilikan akan

penguasaan yang berbeda-beda atas sumber-sumber pokok dan berbagai alat produksi.

Pemilikan dan penguasaan yang berbeda-beda atas barang milik ini merupakan dasar yang

asasi untuk munculnya kelas-kelas sosial, sebab sumber-sumber materi yang dibutuhkan

untuk pemenuhan kebutuhan manusia bersifat langka, hubungan-hubungan antara kelas-

kelas yang berbeda itu menjadi kompetitif dan antogonis. Untuk itu, menurut pemikiran

Marx bahwa siapa yang menguasai ekonomi akan berhasil menguasai aspek lainya.

Selanjutnya menurut Marx masyarakat akan berkembang berawal

dari bentuk masyarakat primitif dan berakhir ketika mencapai kematangan peradaban yang

berada pada posisi “scientific comunism” (masyarakat modern tanpa kelas). Marx

menggambarkan masyarakat tanpa kelas sebagai masyarakat yang memiliki cara hidup yang

sederhana, cara hidup ideal, kepemilikan bersama, tanpa memiliki nafsu bersaing antar

sesama. Selain itu gambaran lain mengenai masyarakat tanpa kelas tersebut diantaranya

berfikir rasional dengan logika ilmiah.

c. Teori Nilai Surplus

Marx merumuskan teori nilai surplus. Dalam teori ini ia menegaskan

bahwa keuntungan kapitalis menjadi basis eksploitasi tenaga kerja. Kapitalis melakukan

muslihat sederhana dengan membayar upah tenaga kerja kurang dari selayaknya mereka

terima, karena mereka menerima upah kurang nilai barang yang sebenarnya mereka hasilkan

dalam suatu periode bekerja. Nilai surplus ini, yang disimpan dan di investasikan

kembali oleh kapitalis, merupakan basis dari seluruh sistem kapitalis. Sistem kapitalis

tumbuh melalui tingkatan eksploitasi terhadap tenaga kerja yang terus- menerus meningkat

Page 15: Teori Sosiologi Klasik

(dan karena itu jumlah nillai surplus pun meningkat) dan dengan menginvestasikan

keuntungan untuk mengembangkan sistem.

Selanjutnya, menurut Marx bahwa kapitalisme pada dasarnya adalah

sebuah struktur yang membuat batas pemisah antara seorang individu dan proses produksi,

produk yang diproses dan orang lain; dan akhirnya juga memisahkan diri individu itu sendiri.

Inilah makna mendasar dari konsep alienasi.

d. Perjuangan Kelas dan Konflik

Bagi Marx, bahwa adanya kelas sosial semata-mata didasarkan pada hubungan

seseorang dengan alat produksi (means of production)-peralatan, pabrik, lahan, modal

yang digunakan untuk memproduksi kekayaan. Lebih lanjut Marx percaya bahwa akar

penderitaan manusia terletak pada konflik kelas, eksploitasi kaum pekerja oleh mereka yang

memiliki alat produksi. Untuk itu dalam pandangan Marx, perubahan sosial, dalam bentuk

penggulingan kaum kapitalis oleh kaum pekerja (ploletariat) merupakan sesuatu yang tidak

dapat dihindari. Perjuangan tersebut oleh Marx lebih dikenal sebagai kesedaran kelas (class

consciousness).

Menurut Marx bahwa pengaruh ideologi memunculkan “kesadaran palsu”. Kesadaran

palsu dapat berupa kepercayaan bahwa kesejahteraan materil orang masa kini dan di masa

yang akan datang terletak pada dalam dukungan terhadap status-quo politik di mana

kepentingan meteril seseorang sesuai dengan kepentingan kelas penguasa atau bahwa kelas

penguasa benar-benar akan memperhatikan kesejahteraan umum. Kesedaran palsu

menciptakan ilusi yang mengaburkan kepentingan yang sebenarnya dari kelompok

masyarakat dan mendukung kepentingan kelas dominan.

Untuk menganalisis kesadaran kelas yang benar dan kesadaran kelas yang palsu, Marx

memberi contoh pada kesadaran kelas kaum kerja. Kesadaran palsu kaum pekerja, yakni

pekerja pabrik pada jenjang hirarki organisasi yang paling bawah percaya bahwa kalau

mereka bekerja keras mereka akhirnya akan memperoleh posisi yang tinggi. Padahal

kenyataanya peluangnya sangat kecil.

Sementara bagi pekerja yang memiliki kesadaran kelas yang benar, kaum pekerja

meyakani bahwa kesempatan mereka untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi sangat kecil,

untuk itu mereka membentuk organisasi buruh untuk mendesak upah dan perekrutan tenaga

secara adil, kondisi kerja yang lebih baik, otonomi yang lebih luas. Hasil akhir yang

menjadi sasaran perjuangan sengit ini ialah suatu masyarakat tanpa kelas, yang bebes dari

eksploitasi. Untuk itu dibutuhkan sebuah misi yang sama untuk membuang rantai-rantai

perbudakan mereka.

Page 16: Teori Sosiologi Klasik

Menurut Marx guna membendung perkembangan kapitalisme yang telah mendorong

perkembangan perdagangan, industri dan pusat-pusat urban sehingga memunculkan dua

kelas dalam masyarakat (borjuis dan proletar). Kelas borjuis (bourgeois), yaitu mereka yang

memiliki alat produksi dan telah mendestabilkan rezim (tatanan) lama dalam memegang

tempat yang dominan. Kelas borguis tersebut mendominasi dan selalu melakukan eksploitasi

terhadap kaum proletar. Hal ini menjadi fokus kritikan Marx terhadap kapitalisme.

Adapun kalangan proletar atau rakyat jelata, yaitu mereka yang bekerja untuk para

pemilik alat produksi, seperti orang miskin dan terdiri dari sekumpulan tukang di pabrik-

pabrik dan para petani yang terusir dari tanahnya dan kemudian menjadi tenaga kerja utama

dibengkel kerja dan firma-firma industri besar dan kaum buruh yang bekerja secara tidak

manusiawi-jam.(16 jam/hari), eksploitasi anak, kemelaratan, kecanduan alkohol dan

degradasi moral yang menimpa kaum buruh. Menurut analisis Marx, kalangan proletar selalu

mengalami ketertindasan akibat lemahnya posisi tawar terhadap kaum borjuis.

Page 17: Teori Sosiologi Klasik

Teori Sosiologi Klasik Max Weber

Max Weber dan Rasionalitas

1. Riwayat Hidup

Max Weber, lahir dari kelurga kelas menengah. Ia merupakan alumni Universitas Berlin

dan mengajar di almamaternya. Awal perhatianya pada bidang ekonomi dan sejarah, namun

kemudian bergeser ke sosiologi. Ia menerbitkan salah satu karya terbaiknya, The Protestant

Ethic and the Spirit capitalisme.

Selain itu karyanya yang lain, ekonomy and society, Weber adalah sosiolog dari jerman yang

sejaman dengan Durkheim, juga menyandang jabatan guru besar disiplin ilmu baru, sosiologi.

Seperti Durkheim dan Marx. Weber merupakan sosiolog yang paling berpengaruh karena

memberi sumbangan berupa metodologi serta analisisnya perihal masyarakat modern,

khususnya tentang konsep rasionalitas.

2. Karya dan Pemikirannya

a. Rasionalitas

Karya Weber yang sangat terkenal adalah tentang rosionalitas. Weber tertarik pada

masalah umum seperti mengapa institusi sosial di dunia Barat berkembang semakin rasional

sedangkan di belahan bumi lain kurang bisa berkembang. Weber mengembangkan teorinya

dalam konteks studi perbandingan sejarah masyarakat Barat, Cina, dan India. Dalam studi

ini ia mencoba melukiskan faktor yang membantu mendorong atau merintangi perkembangan

rasionalisasi. Berdasarkan hal tersebut, Weber berkeyakinan bahwa masyarakat adalah

produk dari tindakan individu-individu yang berbuat dalam kerangka fungsi nilai, motif dan

kalkulasi rasional.

Menurut Weber terdapat tiga tipe besar aktivitas atau tindakan manusia yaitu:

Page 18: Teori Sosiologi Klasik

1). Tindakan tradisional yang terkait dengan adat-istiadat. Aktivitas sehari-hari seperti makan

dengan menggunakan tanpa garpu.

2). Tindakan afektif yang di gerakan nafsu, contohnya, para rentenir dan penjudi bbertindak pada

level ini.

3). Tindakan rasional yang merupakan alat (instrumen), di tunjukan ke arah nilai atau tujuan yang

bermanfaat dan berimplikasi pada kesesuaian antara tujuan dengan cara. Stategi (militer atau

ekonomi) termasuk dalam kategori ini. Strategi ini bersifat rasional dalam hal penyusaian

efektivitas tindakan yang lebih baik dan di arahkan ketujuan materil (misalnya penaklukan

sebuah wilayah) atau di orientasikan lewat nilai-nilai ( misalnya kemenangan).

Menurut Weber tindakan rasional menjadi ciri masyarakat modern : yaitu mewujudkan

dirinya sebagai pengusaha kapitalis, ilmuwan, konsumen atau pegawai yang bekerja dan

bertindak sesuai logika tersebut. Lebih lanjut menurut Weber bahwa jarang sekali aktivitas

sosial yang berorientasi pada salah satu jenis aktivitas, namun bisa saja saling berpengauh-

misalnya aktivitas konsumen. Biasanya konsumen memilih produk yang disesuaikan dengan

penghasilan (tindakan rasional), namun bisa juga didorong memilih karena kebiasaan

konsumsinya (tindakan tradisional) atau karena keinginan yang tak tertahankan lagi (

tindakan afektif).

Selain itu, menurut Weber bahwa kekuatan pokok perubahan sosial adalah ada pada

agama. Weber berteori bahwa sistem kepercayaan Katolik Roma mendorong penganutnya

untuk berpegang pada cara hidup tradisonal, sedangkan sistem kepercayaan Protestan

mendorong anggotanya untuk merangkul perubahan. Kaum Katolik Roma percaya bawa

mereka berada di jalan menuju syurga karena mereka telah dibaptis dan menjadi anggota

gerja.

Namun kaum Protestan tidak memiliki kepercayaan demikian. Kaum Protestan dari

tradisi Calvisnis diberitahu bahwa mereka tidak akan tahu apakah mereka telah diselamatkan

sampai tibanya hari kiamat. Karena mereka merasa tidak nyaman dengan hal ini, mereka

mulai mencari “tanda” bahwa mereka berada di jalan Tuhan. Akhirnya, mereka

mengimpulkan bahwa keseuksesan finansial merupakan tanda utama bahwa Tuhan berada di

pihak mereka. Untuk menghadirkan “tanda” ini dan menerima kenyamanan spiritual, mereka

mulai menjalani kehidupan yang hemat, menabung uang dan menginventarisasikan

surplusnya agar mendapatkan lebih banyak lag. Hal inilah yang dimaksud oleh Weber

sebagai etika Protestan (Protestan Ethic).

Menurut Weber, Etika protestan tersebut telah mendorong lahirnya kapitalisme-yang

memungkinkan terjadinya proses rasionalisasi dunia, penghapusan usaha magis yaitu suatu

Page 19: Teori Sosiologi Klasik

manipulasi kekuatan supernatural sebagai alat untuk mendapatkan keselamatan. Untuk

menguji teorinya, Weber membandingkan luasnya kapatalisme di negara-negara Katolik

Roma dan Protestan. Sejalan dengan teorinya, ia menemukan bahwa kapatalisme sangat

kontroversial saat dibuat, dan masih terus diterus diperdebatkan hingga sekarang.

b. Jenis – jenis Otoritas

Weber memasukan diskusinya mengenai otoritas dalam membahas berbagai jenis

hubungan sosial yang berbeda - beda terutama bentuk – bentuk dominasi politik. Weber

membedakan tiga bentuk ideal tipe otoritas, diantaranya :

1. Otoritas tradisonal

Otoritas ini didasarkan pada legitiminasi karena ciri sakralitas tradisi yang melekat

padanya. Kekuasaan patriarkis ditengah – tengah kelompok penghuni ruang domestik dan

kekuasaan para tuan tanah dalam masyarakat feodal termasuk dalam kategori ini. Contoh

lain, seorang pemimpin yang berkuasa karena garis keturunan atau suku.

Weber juga membuat analisis rinci dan canggih tentang rasionalisasi fenomena, seperti

agama, hukum, kota, dan bahkan musik. Kita dapat melukiskan cara berfikir Weber dengan

satu contoh lain-rasionalisasi institusi ekonomi. Diskusi ini tertuang dalam analisis Weber

yang lebih luas tentang hubungan antara hukum dan kapitalisme. Dalam studi sejarah

bercakupan luas, weber beruapaya memahami mengapa sistem ekonomi rasional

(kapitalisme) berkembang di Barat dan mengapa gagl berkembang di masyarakat lain. Dalam

studi ini Weber mengakui peran sental agama. Agama telah memainkan peran kunci dalam

perkembangan kapatalisme tentang hubungan

2. Otoritas Karismatik

Merupakan dominasi suatu personalitas tertentu dan dikaruniai aura khusus. Peminpin

Kharismatik mendasarkan kekuasaanya pada kekuatan untuk meyakinkan dan kapasitasnya

untuk mengumpulkan dan memobilisasi banyak orang. Ketaatan terhadap pemimpin

semacam ini terkait faktor – faktor emosional yang berhasil dibangkitan, dipertahankan dan

dikuasainya.

3. Otoritas Legal – Rasional

Otoritas ini bertumpu pada kekuatan hukum formal dan impersonal (bukan pada satu

orang saja) dominasi ini terkait dengan fungsi, dan bukan pada person. Kekuasaan dalam

organisasi meodern dijustifikasi lewat kompetensi, rasionalitas pilihan dan bukan pada

kekuatan sihir. Otoritas rasional legal atau legal-birokratis ini berlangsung melalui kepatuhan

terhadap sebuah kitab hukum fungsional, seperti kitab UU sipil.

Page 20: Teori Sosiologi Klasik

Organisasi birokratis merupakan tipe murni otoritas legal. Kekuasaan yang didasarkan pada

kompetensi dan bukan pada asal-usul sosial masuk kedalam bingkai peraturan impersonal.

Pelaksanaan (eksekusi) tugas terbagi menjadi beberapa fungsi yang dikhususkan dengan

kontur–kontur (garis keliling) yang ditentukan secara metodis. Karier diatur dengan kriteria–

kriteria kualifikasi dan rentang waktu obyektif kedinasan dan sebagainya, dan bukan dengan

kriteria yang sifatnya individual.

Weber meyakinkan bahwa cara organisasi ini bukan ciri khas administrasi publik namun

merupakan ciri perusahaan – perusahaan kapitalis, bahkan hal ini juga terdapat dalam tatanan

keagamaan tertentu. Birokrasi ditandai dengan sebuah cara pengaturan (misalnya tata buku

analitis) dan cara organisasi pekerjaan sebagaimana yang mulai dipraktekkan (oleh Taylor,

Foyal).

Page 21: Teori Sosiologi Klasik

Teori Sosiologi Klasik Herbert Spencer

Pemikir teori sosiologi klasik lainya ; Herbert Spencer ( 1820-1903). Spencer lahir di

Derby, Inggris, 27 April 1820. Salah satu karya spencer adalah prinsip-prinsip Sosiologi

(Prinsiples of sociology/1896). Spencer tertarik pada teori evolusi organisnya Darwin dan ia

melihat adanya persamaan dengan teori ovolusi sosial-peralihan masyarakat melalui

serangkaian tahap yang berawal dari tahap kelompok suku yang homogen dan sederhana ke

tahap masyarakat modern yang kompleks. Spencer menerapkan konsep yang konsep bahwa

yang terkuatlah yang akan menang. Spencer menamakan prinsip ini “kelangsungan hidup

mereka yang sepadan ( survival of the fittest”).

Untuk itu menurut Spencer kehidupan masyarakat itu harus dibiarkan berkembang

sendiri, lepas dari campur tangan yang hanya akan memperburuk keadaan. Ia menerima

pandangan bahwa institusi sosial, sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, mampu

beradaptasi secara progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya.

Dalam mengembangkan teorinya dengan membangun dua perspektif, yaitu :

1. Peningkatan ukuran ( size )

Yakni masyarakat tumbuh melalui perkembangbiakan individu dan penyatuan kelompok-

kelompok (compounding). Peningkatan ukuran masyarakat menyebabkan stukturnya makin

meluas dan makin terdiferensiasi serta meningkatkanya diferensiasi fungsi yang dilakukanya.

Disamping itu pertumbuhan ukurannya masyarakat berubah melalui penggabungan, yakni

makin lama makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Dalam

pembahasan ini Spencer berbicara tentang gerak evolusioner dari masyarakat yang sederhana

ke penggabungan tiga kali lipat (doubly compund) dan penggabungan tiga kali lipat (trebly-

compound).

2. Perkembangan masyarakat militan ke masyarakat industri

Page 22: Teori Sosiologi Klasik

Pada mulanya, masyarakat militan dijelasakan sebagai masyarakat terstruktur guna

melakukan perang, baik yang bersifat defensif maupun ofensif. Walaupun Spencer kritis

terhadap peperangan, namun ia menduga pada periode awal peperangan berfungsi

mengumpulkan masyarakat (misalnya, melalui invasi militer) menjadi kumpulan masyarakat

baru dengan kuantitas yang dibutuhkan untuk membangun maasyarakat industri.

Bagaimanapun juga, sejalan dengan semakin tumbuhnya masyarakat industri, maka fungsi

perang sebagai agen perubahan berakhir dan berubah menjadi penghambat proses selanjutnya

dari evolusi. Masyarakat industri didasarkan pada persahabatan, tidak egois elaborasi

spesialisasi, penghargaan terhadap prestasi-bukan pada karakteristik, bawaan seseorang, dan

berdisiplin tinggi. Masyarakat seperti ini disatukan oleh kontrak relasi sukarela dan yang

lebih penting lag kualitas moral yang sama. Peran pemerintah hanya di batasi dan difokuskan

pada apa yang seharusnya todak dilakukan masyarakat.

Page 23: Teori Sosiologi Klasik

Teori Sosiologi Klasik Georg Simmel

Georg Simmel : Masyarakat sebagai Interaksi

1. Riwayat Hidup

Georg Simmel adalah seorang sosiolog dan filsuf Jerman yang hidup di tahun 1858-

1928. Ia merupakan salah satu Faunding Father Sosiologi. Simmel terkenal dengan

karyanya tentang masalah-masalah skala kecil, terutama tindakan dan interaksi individual.

Simmel melihat bahwa salah satu tugas utama sosiologi adalah memehami interaksi antara

individu. Akan tetapi, sejumlah besar interaksi dalam kehidupan sosial mustahil akan dapat

dikaji tanpa peralatan konseptual tertentu. Simmel merasa bahwa ia dapat memisahkan

sejumlah terbatas bentuk-bentuk interaksi yang dapat ditemukan dalam sejumlah besar

situasi sosial. Jadi dengan berbekal peralatan konseptual, dia dapat menganalisis dan

memahami situasi interaksi yang berbeda.

Karyanya berpengaruh besar terhadap interkasionisme simbolik yang memusatkan

perhatian pada interaksi. Karyanya yang terkenal “Philosphy of Monoy ” membuat karyanya

menarik teoritisi yang berminat terhadap kultur dan masyarakat. Dalam menganalisi interaksi,

menurut Simmel sosiologi peting jika sekelompok yang beranggota dua orang diubah

menjadi tiga orang karena tuntutan pihak ketiga itu. Kemungkinan-kemungkinan sosial yang

muncul dalam kelompok dua orang. hal ini jelas dalam analisisnya mengenai hubungan

antara dua orang (dyad) dan hubungan tiga orang (triad). Hubungan-hubungan ini

memunculkan struktur yang berskala luas.

Karya Simmel tentang “Philosphy of Monoy ” merupakan pusat perhatiannya pada

kemunculan uang dalam masyarakat modern yang terpisah dari individu dan mendominasi

individu. Kajian ini selanjutnya menjadi bagian yang lebih luas diantaranya karya Simmel

tentang dominasi kultur sebagai suatu keseluruhan terdadap individu. Menurut Simmel,

kultur dalam masyarakat modern dan seluruh komponennya yang beraneka ragam itu

Page 24: Teori Sosiologi Klasik

(termasuk ekonomi uang) akan berkembang, dan begitu sudah berkembang maka arti penting

(peran) individu mulai menururn, misalnya, begitu teknologi industri berkembang maka

ketrampilan individual menjadi kurang penting.

2. Karya dan Pemikirannya

a. Konsep Sosiasi

konsep sosiasi merupakan gagasan murni dari Simmel yang dianggap penting dalam

sosiologinya. Sosiasi merupakan pengelompokan sadar dari manusia. Sosiasi meliputi

interaksi timbal balik. Melalui proses ini individu saling berhubungan dan saling

mempengaruhi, yang akhirnya masyarakat itu sendiri muncul. Proses sosiasi sangatlah

bermacam -macam, mulai dari pertemuan sepintas lalu antara orang-orang asing tempat-

tempat umum sampai pada ikatan persahabatan yang lama dan intim atau hubungan keluarga.

Menurut Simmel bahwa sosiasi sendiri terdapat isi dan bentuk. Pertama, isi yang

meliputi : insting erotik, kepentingan obyektif, dorongan agama, tujuan membela dan

menyerang, bermain, keuntungan, bantutan atau intruksi, dan tidak terbilang lainnya yang

menyebabkan orang untuk hidup bersama dengan orang lainnya, untuk bertindak terhadap

mereka, bersama mereka, melawan mereka. Kedua, bentuk-bentuk sosiasi, diantaranya :

superordinasi (dominasi) dan subordinasi (ketaatan), kompentensi, konflik, isolasi,

pembagian kerja, pembentukan partai, perwakilan, solidaritas ke dalam disertai dengan sifat

menutup diri terhadap orang luar. Bentuk-bentuk ini bisa dimanifestasikan dalam negara,

komunitas agama, komplotan, asosiasi ekonomi, sekolah kesenian, keluarga. Sedangkan

bentuk lain dari sosiasi adalah sosiabilitas. Sosiabilita adalah bentuk interaksi yang terpisah

dari isinya dan bersifat sementara (seperti, silaturrahmi).

Selanjutnya perhatian Simmel yakni mengenai proses-proses sosial yang lebih kompleks;

contohnya diferensiasi sosial, perubahan dari basis organisasi sosial, perubahan dari basis

organisasi sosial yang bersifat lokal ke yang fungsional, perubahan dari kriteria eksternal atau

mekanik sebagai dasar untuk suatu organisasi sosial ke kriteria yang lebih rasional, dan

memisahkan bentk dari isi, dan munculnya bentuk sebagai sesuatu yang bersifat otonom.

b. Superordinasi dan Subordinasi

Subordinasi sebagai suatu keadaan yang menekan, menyangkal atau mengediakan

kebebasan subordinat. Perilaku superordinat, menurut Simmel bukan merupakan manifestasi

dari karakteristik pribadi atau kemauan individu; perilaku itu mencerminkan tenggelamnya

sebagian kepribadian pada pengaruh bentuk sosial. Simmel membedakan subordinasi dalam

tiga jenis. Pertama, subordinasi di bawah seorang individu. Dalam konteks ini subordinat

dapat dipersatukan dan dapat pula menjadi oposisi, sangat tergantung pada kondisi. Kedua,

Page 25: Teori Sosiologi Klasik

subordinasi dibawah pluralitas individu. Kondisi ini memungkinkan subordinat mendapat

perlakuan yang obyektif, adil dari superordinat. Hal ini pada masyarakat demoktratis. Ketiga,

Subordinasi dibawah suatu prinsip ideal (umum): peraturan hati nurani. Hubungan antara

subordinat diatur oleh prinsip-prinsip obyektif atau hukum-hukum dimana kedua belah pihak

itu diharapkan untuk taat. Contoh pemimpin agama atau moral.

Secara umum, menurut Simmel bahwa terganggunya hubungan antara superordinat dan

subordinat akan menyebabkan konflik. Konflik menurut Simmel dapat mempersatukan

kelompok minoritas untuk melawan kelompok yang mayoritas dengan membentuk aliansi.

Untuk mengakhiri konflik dapat melalui kompromi atau perdamian. Beberapa bentuk konflik

dapat berupa konflik hukum, konflik kelompok, konflik antar pribadi, dan lainnya.

c. Bentuk – bentuk Sosial

Perhatian Simmel yang berhubungan dengan bentuk-bentuk sosial adalah analisanya

mengenai pentingnya jumlah terhadap hubungan sosial dan organisasi sosial. Proposisi yang

mendasari analisa Simmel adalah bahwa begitu jumlah orang yang terlibat dalam interaksi

berubah, maka bentuk interaksi mereka pun berubah dengan teratur dan dapat diramalkan.

Analisa Simmel yang terkenal mengenai bentuk sosial, yakni analisanya mengenai

bentuk duaan (dyad) dan bentuk tigaan (triad). Beberapa penjelasan tentang bentuk sosial

tersebut :

1) Bentuk Duaan dan Tigaan

Keunikan bentuk duaan bahwa semua orang percaya rahasia dapat terjaga oleh satu orang dan

pemenuhan kebutuhan dapat lebih intim dan unik secara emosional.

2) Bentuk Tigaan merupakan satu satuan sosial yang paling kecil, dimana masing-masing pihak

dikonfrontasikan oleh suatu plularitas, dan dengan demikan harus menghitungkan tidak

hanya kepribadian satu orang saja, tetapi juga dua orang yang lainnya. Ini berarti bahwa tidak

mungkin bagi setiap orang untuk mencapai keakraban yang mungkin dalam suatu kelompok

duaan; setiap orang yang akan merasa terpaksa untuk memperhatikan persamaan yang

terdapat pada dua orang lainnya. Hadirnya pihak ketiga dalam hubungan duaan menjadikan

suasana menjadi berubah; konflik, dukung-mendukung, penengah (obyektif tanpa

memutuskan), persaingan (seperti Bapak-Ibu-Anak), Tertius Gaudens (pihak ketiga yang

menyenangkan ; Dua pemuda satu gadis ) dan orang yang memecah bela dan menaklukan

(devider and conqueror), Tertius Gaudens yaitu pihak ketiga yang mencari keuntungan dari

persaingan dan konflik, contoh dua pemuda-sati gadis), sedangan Devider and conqueror,

yaitu pihak ketiga yang sengaja membenturkan dengn harapan untuk memperoleh

keuntungan dari kedua belah pihak.

Page 26: Teori Sosiologi Klasik

d. Kreativitas Individu dan Budayara Mapan

Dalam The Conflict in modern Culture, Simmel menjelaskan mengembangkan ide ini

dengan menganalisa sejumlah bentuk mengenai ketegangan antara bentuk-bentuk budaya

mapan dan dorongan Kreatif subyektif. Dalam seni, misalnya dalam seni, agama,

perkawinana. Dalam analisa tersebut Simmel menjelaskan bahwa perkembangan kemampuan

kreatif individu menurut untuk menginternalisasi produk budaya obyektif dan logika serta

dinamika inheren dalam bentuk-bentuk budaya obyektif.

e. Uang, Evolusi Sosial dan Gaya Hidup Masyarakat

Dengan kuantintasnya yang “menjadi alat tukar umum” uang muncul sebagai sebuah

“alat universal” yang ditujukan untuk semua pemakaian. Uang membuka berbagai

kemungkinan tindakan baru, dan memungkinkan masing-masing orang merealisasikan tujuan

akhir yang khas, yang disebut Simmel sebagai rangkaian teologis. Hal ini memberi suatu

kreativitas sekaligus ketidakpastian yang lebih besar kepada masyarakat.

Penggunaan uang memunculkan kecenderungan psikologis yang memiliki karakteristik

seperti : ketamakan (jika hanya keinginan akan uang saja yang dominan); kekikiran,

kesukaan berfoya-foya (jika kesenangan bukan terletak pada obyeknya melainkan dalam

pemborosan itu sendiri); kemiskinan atau kekurangan (jika berarti adanya usaha mencari

keselamatan jiwa dengan menolak uang). Sekalipun demikian kedua kecenderungan yang

paling terkait dengan konteks mentropolitan modern ini merupakan kecenderungan kasar

yang secara sukarela menempatkan nilai pada niatnya dan apatis ( yang tidak lagi sadar akan

perbedaan nilai ); uang yang menjadikan segala benda bisa diperbandingkan akan

memperkuat efek pemerataan nilai. Terakhir, uang ikut berpartisipasi dalam pembentukan

gaya hidup masyarakat yang oleh Simmel diberikan ciri melalui tiga buah konsep yaitu jarak,

ritme dan simetri.

Page 27: Teori Sosiologi Klasik

Teori Sosiologi Klasik Ferdinand Tonnies

Ia adalah sosiolog berkebangsaan Jerman (1855-1936). Tonnies tertarik pada bentuk –

bentuk kehidupan sosial. Kajianya mengenai bagaimana warga suatu kelompok mengadakan

hubungan dengan sesamanya. Artinya, dasar hubungan tersebut yang menentukan bentuk

kehidupan sosial.Tonnies berpendapat bahwa dasar hubungan tersebut disatu pihak adalah

faktor perasaan, simpati pribadi dan kepentingan bersama. Di pihak lain dasarnya adalah

kepentingan-kepentingan rasional dan ikatan-ikatan yang tidak permanen sifatnya. Bentuk

kehidupan sosial yang pertama dinamakanya paguyuban (gemeinschaft), sedangkan yang

kedua adalah patembayan (gesellschaft).

Paguyuban (gemeinschaft) adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-

anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal.

Dasar hubungan adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin yang juga nyata dan organis.

Bentuk paguyuban (gemeinschaft), dapat ditemukan dalam kehidupan keluarga, kelompok

kekerabatan, rukun tetangga

Sedangkan patembayan (gesellschaft), merupakan bentuk kehidupan bersama yang

merupakan ikatan lahir yang bersifat ikatan pokok dan biasanya untuk jangka waktu yang

pendek, strukturnya bersifat mekanis. Bentuk gesellschaft, misalnya terdapat pada organisasi

pedagang, organisasi suatu pabrik atau organisasi industri.