Teori Dependensi Klasik

21
BAB 5 Teori Dependensi Klasik Sejarah Lahirnya Pendekatan dependensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya, teori ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang dijalankan oleh Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Amerika Latin (United Nation Economic Commission for Latin Ame-rica/ ECLA/ KEPBBAL) pada masa awal tahun 1960-an. Lahirnya teori dependensi juga dipengaruhi dan merupakan jawaban atas krisis teori Marxis Ortodoks, Amerika Latin harus melalui tahapan revolusi industri “borjuis” sebelum melampaui revolusi sosialis proletar. Namun demikian, Revolusi Rakyat Cina tahun 1949 dan Revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajarkan pada kaum cendikiawan, bahwa negara Dunia Ketiga tidak harus selalu mengikuti tahapan-tahapan perkembangan tersebut. Tertarik pada model pembangunan Republik Rakyat Cina dan Kuba, banyak intelektual radikal di Amerika Latin berpendapat, bahwa negara-negara Amerika Latin dapat saja langsung menuju dan berada pada tahapan revolusi sosialis. Teori dependensi ini segera menyebar dengan cepat ke belahan Amerika Utara pada akhir tahun 1960-an. Di Amerika Serikat, teori dependensi memperoleh sambutan hangat. Ini terjadi karena kedatangannya hampir bersamaan waktunya dengan

description

sebagai acuan mahasiswa

Transcript of Teori Dependensi Klasik

Page 1: Teori Dependensi Klasik

BAB 5

Teori Dependensi Klasik

Sejarah Lahirnya

Pendekatan dependensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada awal

kelahirannya, teori ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang dijalankan

oleh Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Amerika Latin (United Nation

Economic Commission for Latin Ame-rica/ ECLA/ KEPBBAL) pada masa awal tahun 1960-

an.

Lahirnya teori dependensi juga dipengaruhi dan merupakan jawaban atas krisis teori

Marxis Ortodoks, Amerika Latin harus melalui tahapan revolusi industri “borjuis” sebelum

melampaui revolusi sosialis proletar. Namun demikian, Revolusi Rakyat Cina tahun 1949 dan

Revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajarkan pada kaum cendikiawan, bahwa

negara Dunia Ketiga tidak harus selalu mengikuti tahapan-tahapan perkembangan tersebut.

Tertarik pada model pembangunan Republik Rakyat Cina dan Kuba, banyak intelektual

radikal di Amerika Latin berpendapat, bahwa negara-negara Amerika Latin dapat saja

langsung menuju dan berada pada tahapan revolusi sosialis.

Teori dependensi ini segera menyebar dengan cepat ke belahan Amerika Utara pada

akhir tahun 1960-an. Di Amerika Serikat, teori dependensi memperoleh sambutan hangat. Ini

terjadi karena kedatangannya hampir bersamaan waktunya dengan lahirnya kelompok

intelektual muda radikal, yang tumbuh dan berkembang subur pada masa revolusi kampus di

Amerika Serikat, akibat pengaruh kegiatan protes antiperang, gerakan kebebasan wanita, dan

gerakan “ghetto”.

Warisan Pemikiran

KEPBBAL

Page 2: Teori Dependensi Klasik

Proses perumusan kerangka teori dari perspektif dependensi, yang pada mulanya

merupakan paradigm pembangunan yang khas dari Amerika Latin, berkaitan erat dengan

KEPBBAL.

Sejak awal garis kebijaksanaan KEPBBAL ini diterima dengan tidak antusias oleh

pemerintah Amerika Latin. Keengganan ini merupakan salah satu sebab utama mengapa

KEPBBAL tidak mampu merealisasikan beberapa gagasan yang radikal, diantaranya

termasuk program pembagian tanah kembali (land reform).

kegagalan dari program KEPBBAL yang moderat ini mendorong teori dependensi

untuk merumuskan pemikiran pada program-program yang leih radikal.

Neo-Marxisme

Teori dependensi juga memiliki warisan pemikiran dari neo-Marxisme. Keberhasilan

revolusi Cina dan Kuba (ketika itu) telah membantu tersebarnya perpaduan baru pemikiran-

pemikiran Marxisme di universitas-universitas di Amerika Latin, yang kemudian

menyebabkan lahirnya generasi baru, yang dengan lantang menyebut dirinya sendiri sebagai

“Neo-Marxists.”.

Pertama, neo-Marxisme melihat imperialisme dari sudut pandang Negara pinggiran,

dengan lebih memberikan perhatian pada akibat imperialism pada negara-negara Dunia

Ketiga. Kedua, neo-Marxisme percaya, bahwa Negara Dunia Ketiga telah matang untuk

melakukan revolusi sosialis. Neo-marxisme berharap revolusi sosialis itu “di sini” dan

sekarang. Neo-marxisme melihat kaum borjuis, yang merupakan ciptaan dan sekaligus alat

imperialism,tidak akan mampu melaksanakan tugasnya untuk menjadi pembebas kamu

proletar dari ikatan dan eksploitasi kekuatan alat-alat produksi. Terakhir, neo-Marxisme

tertarik pada arah revolusi Cina dan Kuba.

Frank: Pembangunan dan Keterbelakangan

Untuk memberikan gambaran yang unik dan menyeluruh dari proses keterbelakangan

Negara Dunia Ketiga ini, Frank merumuskannya dalam konsep “mewujudnya

keterbelakangan” (development of underdevelopment). Ini untuk menunjuk, bahwa

Page 3: Teori Dependensi Klasik

keterbelakangan bukan merupakan sesuatu yang alami, melainkan sesuatu barang ciptaan dari

sejarah dominasi kolonial yang panjang yang dialami negara Dunia Ketiga.

Selain itu, Frank juga merumuskan apa yang dikenal dengan model satelit-metropolis

(a metropolis-sattelite model) untuk menjelaskan bagaimana mekanisme ketergantungan dan

keterbelakangan negara Dunia Ketiga mewujud. Hubungan satelit-metropolis ini lahir

pertama kali di masa kolonial, ketika penjajah membangun kota-kota di negara Dunia Ketiga

dengan maksud untuk memfasilitasi proses pengambilan surplus ekonomi untuk negara

Barat. Menurut Frank, kota-kota di negara Dunia Ketiga ini menjadi satelit dari metropolis di

Barat.

Bagi Frank, proses pengambilan surplus ekonomi secara nasional dan global serta

terarah inilah yang menyebabkan keterbelakangan di negara Dunia Ketiga, disatu pihak, dan

pembangunan di negara Barat di lain pihak.

Dos Santos: Struktur Ketergantungan

Dalam usaha memberikan batasan pengertian klasik tentang “ketergantungan”, Dos

Santos merumuskan bahwa hubungan dua negara atau lebih “mengandung bentuk

ketergantungan jika beberapa negara (yang dominan) dapat berkembang dan memiliki

otonomi dalam pembangunannya, sementara negara lainnya (yang tergantung) dapat

melakukan hal serupa hanya sekadar merupakan refleksi perkembangan negara dominan.”

Lebih lanjut, Dos menyatakan bahwa hubungan antara negara dominan dengan negara

tergantung merupakan hubungan yang tidak sederajat (setara), karena pembangunan di

negara dominan terjadi atas biaya yang dibebankan pada negara tergantung.

Dos santos juga telah membantu merumuskan kemungkinan kesejarahan tiga bentuk

utama situasi ketergantungan, dua bentuk ketergantungan pertama, adalah ketergantungan

kolonial dan ketergantungan industri keuangan. Pada bentuk ketergantungan kolonial,

kemampaun modal negara dominan yang bekerja sama dengan negara penajajah Melakukan

tindakan monopoli pemilikan tanah, pertambangan, tenaga kerja (perbabuan dan

perbudakan), dan ekspor emas, perak, barang hasil bumi dari negara yang dijajah. Namun

demikian, sejak kurang lebih akhir abad ke-19, ketergantungan industri keuangan muncul.

Ekonomi negara tergantung lebih terpusat pada ekspor bahan mentah dan produk pertanian

untuk keperluan konsumsi dan pasar negara-negara Eropa. Tidak seperti masa sebelumnya,

Page 4: Teori Dependensi Klasik

struktur produksi di masa ketergantungan industri keuangan ini ditandai secara jelas oleh

perkembangan cepat sektor ekspor.

Namun demikian sumbangan utama Dos Santos lebih nampak terlihat pada

perumusannya pada bentuk ketiga ketergantungan, yang ia sebut sebagai ketergantungan

teknologi industri. Bentuk ini lahir setelah Perang Dunia II ketika pembangunan industri

mulai terjadi pada berbagai negara terbelakang.

Amin: Teori Peralihan Kapitalisme Pinggiran

Teori peralihan kapitalisme pinggiran Amin, mengandung berbagai pernyataan pokok

sebagai berikut. Pertama, peralihan kapitalisme pinggiran berbeda secara mendasar dengan

peralihan kapitalisme pusat (utama). Kedua, kapitalisme pinggiran dicirikan oleh tanda-tanda

ekstraversi, yakni distorsi atas kegiatan-kegiatan usaha yang mengarah pada upaya ekspor.

Ketiga, bentuk distorsi lain adalah apa yang dikenal dengan istilah hipertropi pada

sector tersier di Negara pinggiran. Keempat, teori efek penggandaan investasi tidak dapat

diterapkan secara mekanis pada negara pinggiran.

Kelima, Amin mengingatkan untuk tidak mencampuradukkan ciri-ciri struktural

negara terbelakang dengan negara-negara maju pada waktu negara maju tersebut berada

dalam tahap permulaan perkembangannya dahulu. Keenam, keseluruhan profil kontradiksi

struktural yang telah disebut terdahulu menyebabkan adanya ganjalan yang tak terhindarkan,

yang menghalangi terjadinya pertumbuhan di negara pinggiran. Terakhir, bentuk khusus

keadaan keterbelakangan negara kapitalis pinggiran dipengaruhi oleh karakteristik formasi

sosial pada masa prakapitalisnya, dan proses serta periode kapan negara pinggiran tersebut

terintegrasi dalam sistem ekonomi kapitalis dunia.

Asumsi Dasar Teori Dependensi Klasik

Para penganut aliran dependensi cenderung memiliki asumsi dasar sebagai berikut.

Pertama, keadaan ketergantungan dilihat sebagai suatu gejala yang sangat umum, berlaku

bagi seluruh negara Dunia Ketiga. Kedua, ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang

diakibatkan oleh “faktor luar”. Sebab terpenting yang menghambat pembangunan karenanya

tidak terletak pada persoalan kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan semangat

Page 5: Teori Dependensi Klasik

wiraswasta, melainkan terletak berada diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu

negara.

Ketiga, permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang

terjadi akibat mengalirnya surplus ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke negara maju.

Keempat, situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses

polarisasi regional ekonomi global. Terakhir, keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai

suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan pembangunan.

Implikasi Kebijaksanaan Teori Dependensi Klasik

Secara filosofis, teori dependensi menghendaki untuk meninjau kembali pengertian

“pembangunan”. Bagi teori dependensi, pembangunan lebih tepat diartikan sebagai

peningkatan standar hidup bagi setiap penduduk di negara Dunia Ketiga.

Teori dependensi menganjurkan agar negara pinggiran memotong hubungan dan

keterkaitannya dengan negara sentral. Negara pinggiran seharusnya menganut model

pembangunan “berdiri di kaki sendiri” untuk melaksanakan dan mencapai pembangunan

yang otonom dan bebas dari ketergantungan.

Perbandingan Teori Dependensi dan Teori Modernisasi

Dua teori klasik ini memiliki perhatian dan keprihatinan yang sama yakni

mempelajari persoalan-persoalan pembangunan Dunia Ketiga, dan berupaya mencoba

merumuskan kebijaksanaan pembangunan yang diharapkan dapat mempercepat proses

penghapusan situasi terbelakang negara Dunia Ketiga tersebut.

Kedua pemikiran klasik ini memiliki latar belakang berbeda dalam proses penemuan

dan perumusan struktur teorinya. Teori modenisasi klasik sangat dipengaruhi oleh

perkembangan teori evolusi di Eropa dan teori struktural-fungsionalisme di Amerika,

sementara teori dependensi lebih dipengaruhi oleh program liberal dan modern dari

KEPBBAL dan teori neo-Marxis radikal.

Teori modernisasi lebih memberikan tekanan pada penjelasan “faktor dalam”,

sementara teori dependensi klasik lebih menjelaskan keterbelakangan Dunia Ketiga dengan

lebih banyak menyebut “faktor luar”.

Page 6: Teori Dependensi Klasik

Kedua teori ini juga berbeda dalam merumuskan implikasi keijaksanaan

pembangunan yang diperlukan untuk membangun Dunia Ketiga. Teori modenisasi

mengatakan, bahwa hubungan dan keterkaitan antara negara berkembang dan negara maju

akan saling memberikan manfaat timbal balik, khususnya bagi negara berkembang. Negara

maju membantu proses pembangunan di negara Dunia Ketiga. Dalam hal ini, teori

dependensi memiliki sikap yang berbeda,. Hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga

dengan negara sentral dilihatnya sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanya hanya

menghasilkan akibat yang merugikan bagi negara Dunia Ketiga.

Dua perspektif ini juga berbeda dalam menunjuk arah masa depan pembangunan,

khususnya masa depan negara pinggiran. Teori modernisasi pada umumnya melihat masa

depan negara berkembang dengan optimis. Teori dependensi sebaliknya, melihat

perkembangan negara pinggiran dengan pesimis.

Kedua teori ini juga berbeda dalam memberikan jalan keluar dari persoalan

keterbelakangan negara Dunia Ketiga. Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih

mempererat keterkaitan negara berkembang dengan negara maju melalui bantuan modal,

peralihan teknologi, pertukaran budaya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, teori dependensi

memberikan anjuran yang sama sekali berbeda, yakni berupaya secara terus-menerus untuk

mengurangi keterkaitan negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan

tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapain tujuan

ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.

Page 7: Teori Dependensi Klasik

BAB 6

Hasil Kajian Teori Dependensi Klasik

Dalam bab ini akan disajikan tiga hasil kajian teori dependensi klasik. Hasil penelitian

Baron tentang kolonialisme di India, kemudian karya Landsberg tentang munculnya

imperialisme baru di Asia Timur, dan yang terkhir hasil kajian Sritua Arief dan Adi sasono.

Baran : Kolonialisme di India

Karya Baran tentang India telah menjadi salah satu karya yang memberikan

penjelasan dasar tentang keadaan dan akibat apa yang hendak dan bahkan harus terjadi di

negara Dunia Ketiga setelah negara tersebut mengalami penjajahan.

Akibat Ekonomi Kolonialisme

Menurut Baran, India merupakan salah satu negara maju di dunia pada abad ke-18.

India adalah negara yang telah menghasilkan dan mengekspor kain yang indah dan barang-

barang hasil produksi pabrik yang mewah. Barang-barang kerajinan tenun India tersedia

secara luas di pasar Asia dan Eropa pada abad tersebut. Pada periode yang sama, Revolusi

Industri belum terjadi di Inggris, dan oleh karena itu tidak sulit untuk memahami jika industri

tekstil di Inggris justru masih berada pada tahap awal perkembangan.

Di lain pihak, Inggris memiliki kekuatan militer yang luar biasa, menurut ukuran saat

itu. Oleh karena itu, Inggris mampu menjadikan beberapa bahkan banyak negara Dunia

Ketiga menjadi negara jajahannya. Setelah tentara India kalah, India pun tidak tertinggal, dan

bahkan menjadi salah satu daerah koloni Inggris yang utama. Apa yang terjadi setelah India

menjadi daerah koloni Inggris merupakan pertanyaan pokok yang diajukan oleh Baran.

Bagi Baran situasi keterbelakangan yang sekarang ada di India disebabkan

oleheksploitasi yang sistematis, kasar, sekaligus canggih yang dilaksanakan oleh pemilik

modal Inggris, yang telah dimulai sejak dari awal masa colonial Inggris. Proses

keterbelakangan ini dumulai dengan perampasan kekayaan India. Diperkirakan kurang lebih

Page 8: Teori Dependensi Klasik

500.000.000 dollar AS dan 1.000.000.000 dollar AS kekayaan India telah dirampok Inggris

hanya dalam masa awal decade penjajahannya. Kemudian pada awal abad ke-20, setiap tahun

rata-rata 10% dari pendapatan nasional kotor India diangkut oleh Inggris.

Inggris juga memberlakukan kebijaksanaan deindustrialisasi India. Ini dilakukan

karena sejak pertengahan abad ke-18, industri pedesaan di Inggris berkembang secara pesat.

Untuk mempercepat ekspansi industri pedesaan ini dan untuk menguasai tekstil dunia, Inggris

memberlakukan usaha-usaha untuk menghilangkan kemampuan saingan kokohnya, yakni

industri tekstil India. Pada decade akhir abad ke-18 dan dekade awal abad ke-19, Inggris

menekankan pelaksanaan kebijaksanaan untuk menjadikan industry India sepenuhnya

mengabdi untuk kepentingan Inggris Raya, dan mendesak India untuk sekedar menanam dan

menyediakan bahan mentah yang diperlukan oleh Inggris.

Kebijaksanaan tersebut dilaksanakan dengan berbagai cara, antara lain pertama,

diperintahkan agar pengrajin India bekerja di pabrik-pabrik yang dimiliki oleh Inggris.

Kedua, perdagangan lokal diatur dengan ketat, dan disaat yang sama diberlakukan aturan tarif

impor ekspor barang, kecuali untuk sutera India dan katun dari Inggris. Menurut Baran,

penemuan teknologi pertenunan baru di Eropa membantu menjadikan industri tekstil di India

hancur sama sekali. Secara ringkas, Baran berpendapat bahwa pemindahan surplus ekonomi

dari India ke Inggris, kebijaksanaan deindustrialisasi India, dan membanjirnya barang

produksi Inggris ke India, serta pemiskinan massal pedesaan India telah menjadi sebab dan

sepenuhnya bertanggung terhadap keterbelakangan India.

Akibat Politik dan Budaya

Menurut perspektif dependensi , pemerintahan kolonial tidak dan tidak akan pernah

dibentuk dengan tujuan untuk membangun ekonomi negara pinggiran. Dalam rangka

menjadikan negara Dunia Ketiga menjadi negara pinggiran, pemerintah kolonial tidak segan-

segan melakukan praktek kekerasan untuk membuat penduduk negara jajahan tunduk.

Senyatanya bahkan situasi “damai dan stabil” yang terlihat di negara jajahan dihasilkan dari

tindakan yang represif dan kejam dari pemerintah kolonial.

Setelah pemerintah kolonial sepenuhnya mampu mengendalikan daerah jajahan,

pemerintah kolonial tersebut mulai sedikit demi sedikit “menyerahkan” sebagian

kekuasaannya kepada penduduk lokal untuk menjalankan roda administrasi pemerintahan

dengan tetap mengabdi kepada kepentingan kolonial. Biasanya hanya penduduk lokal elit

yang telah bersumpah untuk loyak terhadap pemerintah kolonial. Teori dependensi menyebut

Page 9: Teori Dependensi Klasik

penduduk lokal elit sebagai kelas sosial terbela, dan nampaknya para tuan tanah lokal

merupakan kandidat yang paling dekat untuk duduk dalam jabatan administrasi pemerintahan

ini. Baran menegaskan bahwa pemerintah kolonial Inggris di India mengkonsolidasikan

kebijaksanaan penjajahannya dengan cara menciptakan kelas sosial dan kelompok

kepentingan baru yang jaminan hak-hak istimewanya sangat terikat dan tergantung pada

pemerintah kolonial.

Secara ringkas, karena ekonomi-politik India telah demikian dalamnya mengalami

restrukturisasi selama lebih dari seabad masa penjajahan Inggris, Baran menegaskan bahwa

tiadanya lagi secara formal pemerintahan kolonial di India tidak dapat begitu saja

menghilangkan akibat sisa peninggalan kolonial. Bahkan setelah kemerdekaanya pun,

struktur ketergantungan masih terlihat secara jelas di India dan akan terus mengganggu

pembangunan India dikemudian hari. Baran juga berpendapat bahwa hampir semua masalah

pokok yang timbul sekarang ini muncul dan tumbuh pada masa kolonial Inggris dan sebagai

akibat dari kebijaksanaan yang diterapkannya.

Landsberg : Tumbuhnya Imperialisme di Asia Timur

Landsberg menyimpulkan, bahwa orientasi ekspor (IOE) hanya merupakan suatu

bentuk baru dominasi imperialisme, yang nantinya akan membawa negara Dunia Ketiga

menjadi negara industri yang tergantung, bukan negara industri yang mandiri.

Konteks Sejarah

Bagi Landsberg, dominasi asing di negara negara Dunia Ketiga tidak begitu saja

berakhir setelah Perang Dunia II. Baginya, masih banyak faktor yang sering mengkait dan

berantai yang menyebabkan pembangunan negara-negara Dunia Ketiga tetap

memprihatinkan. Pertama, karena lemahnya dasar-dasar pengembangan industri. Kedua,

karena membutuhkan devisa. Ketiga, kurangnya kemampuan negara-negara Dunia Ketiga

untuk mengumpulkan devisa.

Oleh karena adanya faktor-faktor tersebut, strategi industrialisasi substitusi impor

(ISI) dirumuskan dengan harapan dapat membantu negara Dunia Ketiga melepaskan diri dari

ketergantungannya pada ekspor produk primer. Menurut Landsberg, logika imperialisme

menghalangi keberhasilan pelaksanaan strategi ISI. Pertama, karena sebagian penduduk di

negara-negara Dunia Ketiga masih dalam keadaan miskin. Kedua, borjuis domestik tidak

cukup memiliki modal dan teknologi untuk memulai program industrialisasi yang sudah

Page 10: Teori Dependensi Klasik

dicanangkan. Ketiga, strategi ISI mempercepat laju dan memperbesar impor modal asing dan

teknologi.

Sekitar awal tahun 1960-an, sebagian besar negara Dunia Ketiga telah menyadari

bahwa strategi ISI telah membuktikan kegagalannya. Jika demikian halnya, strategi baru

yang disebut dengan industrialisasi ekspor (IOE) dirumuskan. IOE bertujuan untuk

menigkatkan volume ekspor (jumlah dan uang) dari produk yang dihasilkan di dalam negeri

di pasar dunia. Dengan IOE masing-masing negara Dunia Ketiga berharap mampu

meningkatkan pangsa pasar internasionalnya, dengan menjual berbagai produk yang lebih

bervariasi.

Karakteristik IOE : Siapa Mengekspor Kepada Siapa

Landsberg menjawab pertanyaan ini dengan menyebutkan bahwa hanya sedikit

negara Dunia Ketiga yang mampu menghasilkan sebagian besar barang-barang hasil industry

yang diekspor ke Negara maju. Dari sedikit negara Dunia Ketiga pengekspor dalam kategori

A dan negara Dunia Ketiga pengekspor dalam kategori B.

Negara Dunia Ketiga pengekspor dalam kategori A meliputi Brasilia, Meksiko,

Argentina, dan India. Sedangkan negara Dunia Ketga pengekspor dalam kategori B meliputi

Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, dan Taiwan.

Lahirnya IOE

Bagi Landsberg, penjelasan munculnya strategi IOE terletak pada apa yang disebut

dengan kebijaksanaan subkontrak internasional. Berbagai alasan subkontrak internasional

tumbuh antara lain, Pertama, adanya perluasan pasar di negara maju. Kedua, adanya

peningkatan biaya produksi di negara maju. Ketiga, penemuan-penemuan yang

mengagumkan dalam bidang teknologi komunikasi dan transportasi. Keempat, usaha

subkontrak ternyata mampu menghasilkan laba yang sangat tinggi.

Akibat IOE

Landsberg berpendapat bahwa IOE hanya sekedar salah satu bentuk baru dominasi

modal internasional, dan oleh karena itu tidak dapat dijadikan sebagai model yang khas untuk

pembangunan Dunia Ketiga.

Page 11: Teori Dependensi Klasik

Pertama, produk industri yang telah dapat dihasilkan oleh negara Dunia Ketiga yang

telah mengikuti strategi IOE sebagian besar, kalau tidak hamper semua, dibuat untuk

kepentingan ekspor. Kedua, usaha subkontrak biasanya hanya membutuhkan dan

menggunakan tenaga kerja dengan keterampilan dan kecakapan rendah, yang diperlukan

untuk terlibat dalam proses produksi yang sederhana, seperti pekerjaan perakitan pada

industry semi konduktor. Ketiga, dengan tanpa memperhatikan, dan karena memang tidak

berpengaruh, bentuk usaha yang dirumuskan dalam industri subkontrak, mitra lokal biasanya

idak mampu untuk berdiri sebagai pihak pengendali, dan atau memiliki posisi tawar-menawar

yang tinggi. Keempat, negara tidak mengabaikan usaha-usaha di Asia Timur untuk

melakukan perbaikanan diversifikasi produk ekspornya untuk membangun dasar-dasar

industry yang lebih dinamis. Terakhir, Landsberg berpendapat bahwa ketidakstabilan dunia

juga mempengarui dan menghambat pertumbuhan industri di suatu negara.

Sritua Arief dan Adi Sasono : Ketergantungan dan Keterbelakangan di Indonesia

Arief dan Sasono berpendapat bahwa sistem tanam paksa merupakan salah satu

faktor terpenting yang bertanggung jawab terhadap berkembang suburnya keterbelakangan

dan kemiskinan di Indonesia. Pada masa tanam paksa, telah terjadi pengalihan surplus

ekonomi dari Indonesia ke Belanda dalam jumlah yang amat besar. Selain itu tanam paksa

juga menjadikan semakin kecilnya jumlah petani yang berkecukupan.

Untuk mengamati pembangunan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Orde

Baru, Arief dan Sasono menggunakan lima tolok ukur, yakni sifat pertumbuhan ekonomi,

penyerapan tenaga kerja, proses industrialisasi, pembiayaan pembangunan, dan persediaan

bahan makanan.

Pertama, mereka melihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai Indonesia

telah dobarengi dengan semakin lebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

Kedua, Indonesia memiliki tingkat pengangguran yang tinggi dan dengan percepatan yang

tinggi pula. Ketiga, mereka melihat bahwa proses industrialisasi yang terjadi di Indonesia

adalah proses industrialisasi yang oleh Amin disebut sebagai industry ekstraversi. Keempat,

karena sifat pertumbuhan ekonomi yang dimiliki dank arena model industrialisasi yang

dipilih, Indonesia, mau tidak mau, hanya memiliki satu pilihan, yakni kebutuhan untuk selalu

memperoleh modal asing. Terakhir, Indonesia belum mampu mencapai swasembada pangan

(beras) dan kemudian baru pada pertengahan 1980-an untuk pertama kali sejak

kemerdekaannya, Indonesia mencapai swasembada beras.

Page 12: Teori Dependensi Klasik

Tenaga Teori Dependensi Klasik

Ketergantungan Faktor Luar

Tenaga inti yang dimiliki oleh teori dependensi klasik dapat diketahui dari

kemampuannya untuk mengarahkan peneliti dan pengambil keputusan untuk menguji sejauh

mana dominasi asing telah secara signifikan mempengaruhi roda pembangunan negara Dunia

Ketiga. Hasil studi tentang Indonesia juga memiliki kesimpulan yang tidak jauh berbeda

dengan Landsberg. Sekalipun terjadi pertumbuhan ekonomi, di lain pihak juga terjadi

pemiskinan massal. Ini terjadi karena adanya ketergantungan modal dan teknologi pada

negara sentral, yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya arus keluar dari surplus

ekonomi yang dapat dihasilkan di dalam negeri.

Ketergantungan Ekonomi

Dengan meumuskan ketergantungan sebagai akibat dari adanya ketimpangan nilai

tukar barang dalam transaksi ekonomi, teori dependensi telah mampu mengarahkan para

pengikutnya untuk lebih memperhatikan dimensi ekonomi dari situasi ketergantungan. Dalam

hal ini, sekalipun teori dependensi sama sekali tidak dikesampingkan dimensi politik dan

budaya, persoalan ini hanya dilihat sebagai akibat lanjutan dari dimensi ekonomi.

Ketergantungan dan Pembangunan

Dalam hal ini, Baran menyebutkan bahwa situasi ketergantungan yng terjadi pada

masa colonial India tetap masih mengganggu jalannya pembangunan setelah secara formal

India memperoleh kemerdekaan. Landsberg menyatakan bahwa sekalipun IOE tidak akan

mampu menumbuhkan pembangunan yang berkelanjutan dan mandiri. Sritua dan Sasono

juga menyebutkan bahwa pelaksanaan tanam paksa merupakan “pangkal tolak” untuk melihat

bangunan structural Indonesia sekarang.

Kritik Terhadap Teori Dependensi

Metode Pengkajian

Muculnya teori dependensi lebih merupakan kritik terhadap arus pemikiran utama

persoalan pembangunan yang didominasi oleh teori modernisasi. Teori dependensi bahkan

menuduh ajaran teori modernisasi tidak hanya sekedar pola pikir yang memberikan

pembenaran ilmiah dari ideologi negara-negara Barat untuk mengeksploitasi negara Dunia

Ketiga.

Page 13: Teori Dependensi Klasik

Teori dependensi menurut Maxisme adalah bukan merupakan karya ilmiah,

melainkan merupakan pamflet politik. Teori modernisasi mengatakan bahwa teori dependensi

tidak mampu lagi atau bahkan putus asa dalam usahanya untuk berlomba dalam kajian karya

ilmiah.

Teori dependensi klasik juga sering dituduh sebagai teori yang abstrak . oleh

karenanya, teori ini berambisi membuktikan kemampuannya untuk menjelaskan situasi

ketergantungan Negara Dunia Ketiga. Namun demikian, ambisiusitasnya itu justru

menjebaknya ke dalam suatu kecenderungan untuk menganalisa dan menetapkan persoalan

ketergantungan suatu negara Dunia Ketiga dengan negara lainnya tidak berbeda.

Kategori Teoritis

Teori dependensi menyatakan bahwa situasi ketergantunganyang terjadi di negara

Dunia Ketiga lahir sebagai akibat desakan faktor eksternal. Di sinilah para penganut pola

piker neo-Marxisme mengarahkan kritiknya. Mereka menuduh bahwa teori dependensi secara

berlebihan menekankan pentingnya pengaruh faktor eksternal, dengan hamper melupakan

sama sekali dinamika internal.

Analisa perebutan kekuasaan politik juga tidak ditemukan dalam kategori teoritis

yang dirumuskan dalam teori dependensi.ini terjadi karena teori dependensi menganggap

bahwa kaum industrialis negara Dunia Ketiga baru merupakan atau bahkan hanya sekedar

“borjuasi gembel” yang tergantung pada modal asing.

Oleh karena keteledoran ini, teori dependensi sering dikatakan telah memberikan

gambaran yang kurang tepat mengenai karakteristik Negara Dunia Ketiga. Permberi kritik

menuduh bahwa teori dependensi secara snagat berlebihan menyampaikan pengaruh

kekuatan eksternal, sehingga terkadang terasa bahwa negara Dunia Ketiga tidak mejmiliki

kemampuan untuk melawan perlawanan.

Implikasi Kebijaksanaan

Teori ini berpendapat bahwa selama hubungan pertukaran yang tidak berimbang ini

tetap bertahan sebagai landasan hubungan internasional, maka keterhgantungan dan

keterbelakangan negara Dunia Ketiga tetap tak terselesaikan. Oleh karena itu, teori

dependensi mengajukan usulan yang radikal untuk mengubah situasi ketimpangan ini, yakni

dengan revolusi sosialis.

Page 14: Teori Dependensi Klasik