TEORI RTH

37
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BENTUK INSENTIF dan DISINSENTIF UNTUK MELESTARIKAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA Dalam merumuskan bentuk insentif dan disinsentif terhadap keberlanjutan RTH yang akan direkomendasikan terlebih dahulu perlu diketahui mengenai pengertian-pengertian yang terkait mengenai ruang terbuka hijau dan pengertian yang berkaitan mengenai insentif dan disinsentif. Sehingga akan didapatkan suatu kejelasan dalam memahami pembahasan studi selanjutnya. 2.1 Tinjauan Teoritis Ruang Terbuka Hijau 2.1.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka (open spaces) merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang terbuka (open spaces), Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang publik (public spaces) mempunyai pengertian yang hampir sama. Secara teoritis yang dimaksud dengan ruang terbuka (open spaces) adalah: Ruang yang berfungsi sebagai wadah (container) untuk kehidupan manusia, baik secara individu maupun berkelompok, serta wadah makhluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan (UUPR no.24/1992) Suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik (Budihardjo, 1999; 90) Ruang yang berfungsi antara lain sebagai tempat bermain aktif untuk anak-anak dan dewasa, tempat bersantai pasif untuk 16

Transcript of TEORI RTH

Page 1: TEORI  RTH

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS BENTUK INSENTIF dan DISINSENTIF UNTUK

MELESTARIKAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA

Dalam merumuskan bentuk insentif dan disinsentif terhadap

keberlanjutan RTH yang akan direkomendasikan terlebih dahulu

perlu diketahui mengenai pengertian-pengertian yang terkait

mengenai ruang terbuka hijau dan pengertian yang berkaitan

mengenai insentif dan disinsentif. Sehingga akan didapatkan

suatu kejelasan dalam memahami pembahasan studi selanjutnya.

2.1 Tinjauan Teoritis Ruang Terbuka Hijau

2.1.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka (open spaces) merupakan ruang yang

direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan

aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang terbuka (open

spaces), Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang publik (public

spaces) mempunyai pengertian yang hampir sama. Secara teoritis

yang dimaksud dengan ruang terbuka (open spaces) adalah:

Ruang yang berfungsi sebagai wadah (container) untuk

kehidupan manusia, baik secara individu maupun berkelompok,

serta wadah makhluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara

berkelanjutan (UUPR no.24/1992)

Suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu

lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik

(Budihardjo, 1999; 90)

Ruang yang berfungsi antara lain sebagai tempat bermain aktif

untuk anak-anak dan dewasa, tempat bersantai pasif untuk

orang dewasa, dan sebagai areal konservasi lingkungan hijau

(Gallion, 1959; 282)

Ruang yang berdasarkan fungsinya sebagai ruang terbuka hijau

yaitu dalam bentuk taman, lapangan atletik dan taman bermain

(Adams, 1952; 156)

16

Page 2: TEORI  RTH

Lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun

di wilayah perkotaan yang mempunyai nilai untuk keperluan

taman dan rekreasi; konservasi lahan dan sumber daya alam

lainnya; atau keperluan sejarah dan keindahan

(Green, 1962)

Beberapa pengertian tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH)

diantaranya adalah:

Ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun

didalam kota, dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi

kota dan jalur hijau (Trancik, 1986; 61)

Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik

dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area

memanjang/jalur yang dalam penggunaannya lebih bersifat

terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan yang berfungsi

sebagai kawasan pertamanan kota, hutan kota, rekreasi kota,

kegiatan Olah Raga, pemakaman, pertanian, jalur hijau dan

kawasan hijau pekarangan (Inmendagri no.14/1988)

Fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam

meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, dan merupakan

suatu unsur yang sangat penting dalam kegiatan rekreasi

(Rooden Van FC dalam Grove dan Gresswell, 1983).

Dan pengertian ruang publik (public spaces) adalah suatu

ruang dimana seluruh masyarakat mempunyai akses untuk

menggunakannya. Ciri-ciri utama dari public spaces adalah:

terbuka mudah dicapai oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan-

kegiatan kelompok dan tidak selalu harus ada unsur hijau,

bentuknya berupa malls, plazas dan taman bermain (Carr, 1992).

Jadi RTH lebih menonjolkan unsur hijau (vegetasi)dalam

setiap bentuknya sedangkan public spaces dan ruang terbuka

hanya berupa lahan terbuka belum dibangun yang tanpa tanaman.

Public spaces adalah ruang yang dapat dinikmati oleh seluruh

masyarakat sedangkan RTH dan ruang terbuka tidak selalu dapat

digunakan dan dinikmati oleh seluruh masyarakat.

18

Page 3: TEORI  RTH

Ruang terbuka hijau membutuhkan perencanaan yang lebih

baik lagi untuk menjaga keseimbangan kualitas lingkungan

perkotaan. Mempertahankan lingkungan perkotaan agar tetap

berkualitas merupakan penjabaran dari GBHN 1993 dengan asas

trilogi pembangunannya yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, dan stabilitas nasional melalui

pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan

memperhatikan kelestarian lingkungan hidup (GBHN, 1993; 94)

2.1.2 Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau Kota

Dinas Pertamanan mengkalasifikasikan ruang terbuka hijau

berdasarkan pada kepentingan pengelolaannya adalah sebagai

berikut :

Kawasan Hijau Pertamanan Kota, berupa sebidang tanah yang

sekelilingnya ditata secara teratur dan artistik, ditanami

pohon pelindung, semak/perdu, tanaman penutup tanah serta

memiliki fungsi relaksasi.

Kawassan Hijau Hutan Kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan

fungsi utama sebagai hutan raya.

Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam

kota yang memanfaatkan ruang terbuka hijau.

Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong ruang terbuka

hijau area lapangan, yaitu lapangan, lahan datar atau

pelataran yang cukup luas. Bentuk dari ruang terbuka ini

yaitu lapangan olahraga, stadion, lintasan lari atau lapangan

golf.

Kawasan Hijau Pemakaman.

Kawasan Hijau Pertanian, tergolong ruang terbuka hijau areal

produktif, yaitu lahan sawah dan tegalan yang masih ada di

kota yang menghasilkan padi, sayuran, palawija, tanaman hias

dan buah-buahan.

Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang

jalan, taman di persimpangan jalan, taman pulau jalan dan

sejenisnya.

19

Page 4: TEORI  RTH

Kawasan Hijau Pekarangan, yaitu halaman rumah di kawasan

perumahan, perkantoran, perdagangan dan kawasan industri.

Sementara klasifikasi RTH menurut Inmendagri No.14 tahun

1988, yaitu: taman kota, lapangan O.R, kawasan hutan kota,

jalur hijau kota, perkuburan, pekarangan, dan RTH produktif.

Bentuk RTH yang memiliki fungsi paling penting bagi

perkotaan saat ini adalah kawasan hijau taman kota dan kawasan

hijau lapangan olah raga. Taman kota dibutuhkan karena memiliki

hampir semua fungsi RTH, sedangkan lapangan olah raga hijau

memiliki fungsi sebagai sarana untuk menciptakan kesehatan

masyarakat selain itu bisa difungsikan sebagian dari fungsi RTH

lainnya.

2.1.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Kegiatan–kegiatan manusia yang tidak memperhatikan

kelestarian lingkungan hijau mengakibatkan perubahan pada

lingkungan yang akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan

perkotaan. Kesadaran menjaga kelestarian lingkungan hijau pasti

akan lebih baik jika setiap orang mengetahui fungsi RTH bagi

lingkungan perkotaan. fungsi dari RTH bagi kota yaitu: untuk

meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan dalam kota

dengan sasaran untuk memaksimumkan tingkat kesejahteraan warga

kota dengan menciptakan lingkungan yang lebih baik dan sehat.

Berdasarkan fungsinya menurut Rencana Pengembangan Ruang

terbuka hijau tahun 1989 yaitu :

1. RTH yang berfungsi sebagai tempat rekreasi dimana penduduk

dapat melaksanakan kegiatan berbentuk rekreasi, berupa

kegiatan rekreasi aktif seperti lapangan olahraga, dan

rekreasi pasif seperti taman.

2. RTH yang berfungsi sebagai tempat berkarya, yaitu tempat

penduduk bermata pencaharian dari sektor pemanfaatan tanah

secara langsung seperti pertanian pangan, kebun bunga dan

usaha tanaman hias.

20

Page 5: TEORI  RTH

3. RTH yang berfungsi sebagai ruang pemeliharaan, yaitu ruang

yang memungkinkan pengelola kota melakukan pemeliharaan

unusur-unsur perkotaan seperti jalur pemeliharaan sepanjang

sungai dan selokan sebagai koridor kota.

4. RTH yang berfungsi sebagai ruang pengaman, yaitu untuk

melindungi suatu objek vital atau untuk mengamankan manusia

dari suatu unsur yang dapat membahayakan seperti jalur hijau

disepanjang jaringan listrik tegangan tinggi, jalur

sekeliling instalasi militer atau pembangkit tenaga atau

wilayah penyangga.

5. RTH yang berfungsi sebagai ruang untuk menunjang pelestarian

dan pengamanan lingkungan alam, yaitu sebagai wilayah

konservasi atau preservasi alam untuk mengamankan kemungkinan

terjadinya erosi dan longsoran pengamanan tepi sungai,

pelestarian wilayah resapan air.

6. RTH yang berfungsi sebagai cadangan pengembangan wilayah

terbangun kota di masa mendatang.

Fungsi RTH kota berdasarkan Inmendagri no.14/1998 yaitu

sebagai:

1. Areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan

penyangga kehidupan

2. Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian

dan keindahan lingkungan

3. Sarana rekreasi

4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai

macam pencemaran baik darat, perairan maupun udara

5. Sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi

masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan

6. Tempat perlindungan plasma nutfah

7. Sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro

8. Pengatur tata air

21

Page 6: TEORI  RTH

Melihat beberapa fungsi tersebut diatas bisa disimpulkan

pada dasarnya RTH kota mempunyai 3 fungsi dasar yaitu:

Berfungsi secara sosial yaitu fasilitas untuk umum dengan

fungsi rekreasi, pendidikan dan olahraga. Dan menjalin

komunikasi antar warga kota.

Berfungsi secara fisik yaitu sebagai paru-paru kota,

melindungi sistem air, peredam bunyi, pemenuhan kebutuhan

visual, menahan perkembangan lahan terbangun/sebagai

penyangga, melindungi warga kota dari polusi udara

Berfungsi sebagai estetika yaitu pengikat antar elemen gedung

dalam kota, pemberi ciri dalam membentuk wajah kota dan unsur

dalam penataan arsitektur perkotaan.

Sangat penting untuk diingat bahwa tumbuhan merupakan

kehidupan pelopor yang menyediakan bahan makanan dan

perlindungan kepada hewan maupun manusia. Sementara untuk kota

di luar negeri taman identik dengan peradaban suatu bangsa,

sehingga mereka sangat memperhatikan masalah pembanguan fungsi,

misalnya Di Italia; terkenal sebagai tempat asal pemusik kelas

dunia memiliki taman dengan ciri khas permainan musik lewat

water orchestra, Di Yunani; orang terkenal gemar memasak dan

mengobati memiliki taman dengan ciri khas kitchen garden, Di

Mesir; taman memiliki ciri khas tanaman herba, rempah-rempah

dan wewangian, di Inggris; taman dengan rumput terpangkas rapi

dengan seni pemangkasan yang terkenal yaitu topiary, di Cina

dan Jepang; dengan tradisi Buddhisme, taoisme merancang taman

yang berfungsi spirit kerohanian dengan ciri khas taman adalah

air, batu dan bukit-bukitan (Kompas, April, 2001) dan di Sydney

yang berpenduduk asli suku Aborigin menganggap tanah dan alam

bagian dari hidup mereka, jadi pemerintah membangun taman

nasional (suaka alam) dengan mempekerjakan masyarakat sekitar

sebagai pengelola taman dan setelah itu mengembalikannya kepada

penduduk tradisional sepenuhnya, lalu pemerintah menyewa taman

tersebut dari penduduk, sehingga sehingga kedua pihak

mengelolanya bersama (Kompas, September, 2000).

22

Page 7: TEORI  RTH

2.1.4 Kebutuhan Lahan RTH Kota

Untuk menciptakan kota yang ramah terhadap lingkungan di

butuhkan suatu usaha untuk menciptakan keseimbangan pembangunan

kebutuhan lahan RTH yang disesuaikan dengan kepadatan penduduk

dan aktivitas kota. Dengan mempertimbangkan bahwa penduduk

adalah merupakan isi(content) objek dan subjek pembangunan,

maka ada baiknya merencanakan RTH disesuaikan dengan jumlah

penduduk dan aktivitas kota. Pedoman di dalam memenuhi

kebutuhan akan RTH kota antara lain:

Pedoman PU Cipta Karya, yaitu:

Setiap 250 penduduk, minimal 1 taman, luas sekurang-kurangnya

250 m2 (1 m2/p)

Kelompok masyarakat berpenduduk 2.550 jiwa, dibutuhkan

aktivitas olah raga, voli, dengan standar 0,5 m2/p

Taman untuk 3.000 penduduk di butuhkan lapangan olah raga,

upacara, untuk peneduh ditanam pepohonan, standar 0,3 m2/p

Taman Olah Raga untuk 120.000 penduduk, minimal satu lapangan

hijau terbuka, yang lengkap seperti tenis, basket, kamar

pengganti, WC umum, standar 0,2 m2/p

Taman Olah Raga 480.000 penduduk, berbentuk stadion, taman

bermain, area parkir, bangunan fungsional, standar 0,3 m2/p

Jalur hijau, loaksinya menyebar, sebagai filter industri,

kawasan penyangga, dengan standar 15 m2/p

Lahan perkuburan, ditentukan berdasarakan tingkat kematian

dan menurut kebutuhan sesuai dengan agama/kepercayaan

Dengan pedoman tersebut rata-rata kebutuhan RTH kurang

lebih 17,3 m2/p. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

2.1 sebagai berikut:

23

Page 8: TEORI  RTH

Tabel 2.1Kebutuhan RTH menurut PU Cipta Karya

Penduduk (orang)

Jenis RTH Luas (m2)

X (m2)

2502.50030.000120.000480.000

1 taman1 sarana Olah ragataman dan Lap. O.RTaman dan Lap.O.RTaman dan Lap.O.RJalur hijauPerkuburan

2501.2509.00024.000144.000

1.00.50.30.20.315.0

TOTAL 17,3 Sumber: Standar PU,1987

2.1.5 Ruang Terbuka Hijau sebagai Barang Publik

Pada umumnya barang dapat dibagi menjadi dua macam yaitu

barang publik (public goods) dan barang pribadi (private

goods). Barang publik adalah barang yang disediakan oleh

pemerintah yang dibiayai melalui anggaran belanja negara tanpa

melihat siapa yang melaksanakan pekerjaannya (Mangkoesoebroto,

1994: 3). Barang ini tidak disediakan oleh sistem pasar. Barang

publik memiliki ciri sebagai berikut:

1. Dalam penggunaanya tidak dapat dikecualikan.

2. Tidak ada persaingan dalam memperolehnya

3. Tidak dapat ditentukan nilai kesukaanya sehingga tidak ada

yang mau menyediakanya (disediakan oleh pemerintah).

Barang publik ada dua yaitu barang publik murni dan barang

publik campuran. Barang publik murni yaitu jika barang tersebut

dalam penggunaanya tidak ada pengecualian dan tidak ada

persaingan. Barang publik campuran yaitu bila barang dalam

penggunaannya tidak ada pengecualian, namun dalam mengkonsumsi

bersama dapat terjadi kepadatan, contohnya taman dan taman olah

raga.

Jumlah penduduk yang meningkat dengan pesat terutama di

kota-kota besar berakibat pada meningkatnya kebutuhan akan

barang publik (Sidarta, 1993: 20). Barang publik yang dimaksud

dalam hal ini adalah prasarana dan sarana, fasilitas sosial dan

fasilitas umum yang dibutuhkan oleh suatu kota. Peningkatan

24

Page 9: TEORI  RTH

kebutuhan tersebut sering kali tidak dapat dipenuhi secara baik

oleh pemerintah setempat mengingat keterbatasan yang dimiliki

terutama dalam masalah pendanaannya.

2.2 Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan

Perkembangan kota yang cepat menyebabkan kebutuhan akan

lahan perkotaan meningkat, ini sering ditandai dengan perubahan

terhadap pemanfaatan lahan di perkotaan. Perubahan pemanfaatan

lahan dapat mengacu kepada kedua hal, yaitu perubahan

pemanfaatan lahan sebelumnya, atau perubahan pemanfaatan yang

mengacu kepada rencana tata ruang. Perubahan yang mengacu pada

pemanfaatan lahan sebelumnya adalah suatu pemanfaatan baru atas

lahan yang berbeda dengan pemanfaatan lahan yang sebelumnya,

sedangkan perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang adalah

pemanfaatan baru atas lahan tidak sesuai dengan yang ditentukan

dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah disahkan

(Permendagri No.4/1996 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Kota,

Psl 1.f).

2.2.1 Jenis Perubahan Pemanfaatan Lahan

Gejala perubahan pemanfaatan lahan perkotaan terdiri atas

beberapa jenis perubahan. Jenis perubahan pemanfaatan lahan

(Zulkaidi, 1999; hal.) antara lain yaitu:

1. perubahan fungsi(use); perubahan fungsi adalah perubahan

jenis kegiatan

2. perubahan intensitas mencakup perubahan KDB, KLB, kepadatan

bangunan, dan

3. perubahan teknis massa bangunan (bulk) mencakup perubahan

Garis Sempadan Bangunan (GSB), tinggi bangunan, dan perubahan

minor lainnya yang tanpa mengubah fungsi dan intensitasnya.

2.2.2 Faktor Penyebab Perubahan Pemanfaatan Lahan di Perkotaan.

Perkembangan manusia mengalami evolusi sama halnya dengan

kota. Kota mengalami proses evolusi melibatkan yang modifikasi

dari fungsi yang sudah lama maupun melibatkan penambahan fungsi

25

Page 10: TEORI  RTH

baru (Colby; 1959: 287). Pada proses evolusi ini Colby (Nelson,

dalam Bourne, 1971: 77-78) dan Daldjoeni N. (1987: 161)

mengidentifikasi 2 gaya berlawanan yang mempengaruhi

pembentukan dan perubahan pemanfaatan lahan yaitu:

A. Gaya Sentrifugal, yaitu gaya yang mendorong gerak keluar

dari penduduk dan berbagai usahanya, lalu terjadi dispersi

kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor dan zone-zone

kota (fungsi-fungsi berpindah dari pusat kota menuju

pinggiran); Yang mendorong gerak sentripugal ini adalah

sebagai berikut:

1. Meningkatnya kemacetan lalu lintas, polusi dan gangguan

bunyi menjadikan penduduk kota merasa tak enak bertempat

tinggal dan bekerja di kota

2. Industri modern di kota memerlukan tanah-tanah yang

relatif kosong di pinggiran kota dimana dimungkinkan

pemukiman yang tak padat penghuninya, kelancaran lalu

lintas kenderaan, kemudahan parkir mobil.

3. Nilai lahan yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan

di tengah kota, pajak dan keterbatasan berkembang.

4. Gedung-gedung bertingkat di tengah kota tak mungkin lagi

di perluas; hal ini berlaku juga untuk perindustrian

terutama dengan biaya yang sangat tinggi.

5. Perumahan di dalam kota pada umumnya serba sempit, kuno

dan tak sehat; sebaiknya rumah dapat dibangun lebih luas,

sehat dan bermodel di luar kota.

6. Keinginan penduduk kota untuk menghuni wilayah luar kota

yang terasa serba alami.

B. Gaya Sentripetal, yaitu mendorong gerak kedalam dari

penduduk dan berbagai usahanya sehingga terjadilah pemusatan

(konsentrasi) kegiatan manusia. Hal yang mendorong gerak

sentripetal adalah sebagai berikut:

1. Daya tarik (fisik) tapak (kualitas lansekap alami)

misalnya lokasi dekat pelabuhan atau persimpangan jalan

26

Page 11: TEORI  RTH

amat strategis bagi industri yang bertempat umumnya di

tengah kota.

2. Kenyamanan fungsional (aksesibilitas maksimum), misalnya

berbagai perusahaan dan bisnis akan menyukai lokasi yang

jauh dari stasiun kereta api dan terminal

3. Daya tarik fungsional (satu fungsi menarik fungsi

lainnya), misalnya kecenderungan tempat praktek ahli

hukum, penjahit, pedagang, pengecer saling berdekatan,

adany tempat untuk olah raga, hiburan dan seni budaya yang

dapat dikunjung1 pada waktu senggang menjadikan orang suka

bertempat tinggal di daerah tersebut, keinginan untuk

berumah tangga dan bekerja di dalam kota dengan

mempertimbangkan jarak tempuhnya.

4. Gengsi fungsional (reputasi jalan atau lokasi untuk fungsi

tertentu), misalnya terjadi pusat-pusat khusus untuk

macam-macam pertokoan yang membuat orang bangga bertempat

tinggal di dekat daerah tersebut.

5. Kelompok gedung yang sejenis fungsinya seperti perumahan

flat, perkantoran ikut menurunkan harga tanah atau pajak

serta sewa

Colby menyadari selain kedua gaya tersebut, ada faktor

lain yang merupakan hak manusia untuk memilih, yaitu faktor

persamaan manusiawi (human equation). Faktor ini dapat bekerja

sebagai gaya sentripetal maupun sentripugal, misalnya: pajak

bumi dan bangunan (PBB) di pusat kota yang tinggi dapat membuat

seseorang pindah dari pusat kota (gaya sentripugal) karena

kegiatannya yang tidak ekonomis tetapi dapat menahan atau

menarik orang lainnya untuk tinggal (gaya sentripetal) karena

kuntungan yang diperoleh dari kegiatannya masih lebih besar

dari pajak yang harus dibayar.

27

Page 12: TEORI  RTH

Berdasarkan hasil studi yang pernah dilakukan Suryadini

(1994) terhadap perubahan RTH di Bandung, maka faktor penyebab

perubahan RTH adalah sebagai berikut:

1. Terbatasnya lahan yang hendak dibangun pada daerah RTH

yang mengalami perubahan.

2. Kebutuhan akan pemenuhan fasilitas yang ingin dibangun

untuk melayani penduduk

3. Kurangnya pengawasan dari pemerintah terhadap perubahan

RTH

4. Tingkat pendapatan masyarakat berpengaruh terhadap

tingkat kebutuhan akan RTH, seperti penjelasan berikut:

Masyarakat tingkat pendapatan rendah: membutuhkan RTH

sebagai sarana membina hubungan sosial antar keluarga

karena keterbatasan luas rumah yang sempit, kebuthan RTH

bukan merupakan kebuthan langsung yang dapat dirasakan

sehingga menimbulkan ketidak pedulian terhadap ada atau

tidak adanya penyediaan RTH

Masyarakat tingkat pendapatan sedang: membutuhkan RTH

untuk kenyamanan terhadap lingkungannya, sehingga

kebutuhan RTH sudah menjadi kebutuhan yang dipentingkan

Masyarakat tingkat pendapatan tinggi: membutuhkan RTH

karena sebagai kepentingan aspek visual dan estetika,

sehingga kebutuhan akan RTH sudah menjadi kebutuhan utama

untuk kegunaan spiritual, keindahan dan kenyamanan

(Erowati, 1988).

5. Konsekuensi dari lokasi yang strategis secara ekonomis

dan produktif yang dapat meningkatkan nilai lahan.

Berdasarkan teori-teori tentang perubahan terhadap

pemanfaatan lahan termasuk perubahan terhadap pemanfaatan lahan

RTH dan berdasarkan hasil survey sementara yang dilakukan

dilapangan maka faktor-faktor yang menyebabkan perubahan RTH

adalah seperti terlihat pada tabel 2.2:

28

Page 13: TEORI  RTH

Tabel 2.2Faktor Yang Menyebabkan Perubahan RTH

Sumber Literatur Survey Sementara di Lapangan Keputusan Faktor Penyebab Perubahan RTH

1. Menurut Colby (1959)

Daya tarik lokasi Yang Strategis

Aksesibilitas maksimum ke lokasi

Keuntungan yang didapatkan dari perubahan lebih besar dari pajak yang dikenakan

2. Menurut Suryadini (1994)

Lokasi RTH yang strategis

Keterbatasan Lahan kosong

Kebutuhan Pemenuhan fasilitas untuk melayani masyarakat

Kurangnya pengawasan Pemerintah terhadap perubahan

Berdasarkan survey di lapangan: Luas RTH yang potensial

(lebih besar dari 1000 m2); untuk dapat melakukan berbagai kegiatan-kegiatan.

Hubungan dengan Harga lahan di lingkungan sekitar RTH; untuk mengetahui apakah harga lahan mempengaruhi dalam melakukan perubahan terhadap RTH

Kegiatan yang berlangsung di RTH; ada tidaknya kegiatan yang berlangsung di RTH untuk berbagai kegiatan oleh masyarakat berpengaruh terhadap keinginan untuk melakukan perubahan.

Status lahan RTH; untuk mengetahui apakah status kepemilikan lahan mempengaruhi pelaku dalam melakukan perubahan

Kebijakan Pemerintah yang terkait dengan perubahan; untuk melihat apakah perubahan dipengaruhi oleh adanya kebijakan pemerintah terhadap kegiatan

Pengetahuan akan fungsi RTH; untuk melihat pengetahuan pelaku akan fungsi RTH mempengaruhi dalam melakukan perubahan RTH

Motivasi dalam melakukan perubahan; untuk mengetahui yang menjadi motivasi pelaku dalam melakukan perubahan terhadap RTH

Lokasi RTH yang Strategis

Luas RTH yang Potensial

Akses untuk mencapai ke lokasi

Ketidakadaan lahan kosong

Kebutuhan akan pemenuhan fasilitas

Pengawasan Pemerintah terhadap perubahan

Keuntungan yang didapatkan dari perubahan pemanfaatan lahan

Harga lahan yang tinggi

Kegiatan yang berlangsung di RTH

Status kepemilikan lahan

Kebijakan pemerintah terkait dengan perubahan

Pengetahuan akan fungsi RTH

Motivasi melakukan perubahan

Sumber: Literatur dan Survey Lapangan, 2002

2.2.3 Permasalahan dalam Perubahan Pemanfaatan Lahan

Permasalahan dalam perubahan pemanfaatan lahan dapat

ditimbulkan oleh peran pasar dan pelaku pembangunan. Keadaan

ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Permasalahan Yang Ditimbulkan Oleh Peran Pasar

Permasalahan yang sering timbul adalah bahwa perubahan

pemanfaatan lahan cenderung didominasi oleh peran pasar

(market forces) pada suatu perkembangan kota (Kivell,

1993:33). Permasalahan yang terjadi antara lain:

29

Page 14: TEORI  RTH

Penggunaan lahan terkesan sembarangan dan tidak terencana

sehingga penggunaannya tidak optimal

Bila mekanisme pasar dipengaruhi oleh tekanan pasar, maka

hal itu akan menghambat pemerintah dalam penyediaan barang

publik.

Adanya kelompok-kelompok pemilik lahan yang bermodal besar

akan mendominasi kelompok-kelompok yang lebih lemah

lainnya.

Dampak eksternalitas negatif dibebankan pada pemerintah

daerah dan masyarakat luas, seperti kemacetan lalu lintas,

menurunnya kualitas lingkungan akibat polusi udara dan

suara.

2. Permasalahan Yang Ditimbulkan Pelaku Pembangunan

Perubahan pemanfaatan lahan sering menimbulkan konflik

antar pihak yang berkepentingan; konflik yang di maksud adalah

ketidak sesuaian dan ketidaksetujuan antara dua pihak atau

lebih terhadap suatu atau lebih masalah (David, 1995: 246).

Pihak yang menuntut perubahan pemanfaatan lahan

(developer/swasta) biasanya telah memperhitungkan keuntungan

yang akan diperolehnya, tetapi sering tidak memperhitungkan

dampak eksternalitas negatif terhadap pihak lain, atau bila

disadaripun pihak swasta tidak mau menanggunganya. Di sisi lain

pemerintah kota sangat berkepentingan terhadap perubahan

pemanfaatan lahan karena harus berhadapan langsung terhadap

dampak negatif perubahan pemanfaatan lahan terhadap penataan

dan pelayanan kota secara keseluruhan. Pihak lain yang yang

sering kali menderita terkena dampak/eksternalitas negatif

perubahan pemanfaatan lahan ini adalah masyarakat, seperti

kesemerawutan wajah kota, berkurangnya kenyamanan dan privasi.

Berubahnya pemanfaatan lahan kota, baik yang direncanakan

maupun yang tidak direncanakan, dapat menimbulkan beberapa

persoalan perkotaan. Bila terdapat kesesuaian antara

kebijaksanaan rencana tata ruang dengan kebutuhan pasar, maka

perubahan pemanfaatan lahan yang direncanakan dapat berjalan

dengan baik, bila yang terjadi sebaliknya akan menimbulkan

30

Page 15: TEORI  RTH

persoalan, kemungkinan persoalan perubahan atau pergeseran

pemanfaatan lahan yang dapat terjadi dapat di lihat pada tabel

2.3:

Tabel 2.3Hubungan Rencana Pemanfaatan Lahan dan Tuntutan Pelaku Pasar dalam Perubahan Pemanfaatan Lahan

Rencana Peruntukan

Lahan

Tuntutan Pemanfaatan Lahan dari Pelaku PasarBerubah Tidak berubah

B e r u b a h

Kasus tipe 1a:Ada perubahan peruntukan lahan yang sesuai dengan tuntutan perubahan pemanfatan lahan dari pelakuKasus tipe 1b:Ada perubahan peruntukan lahan tetapi tidak sesuai dengan tuntutan perubahan pemanfaatan lahan dari pelaku

Kasus tipe 2:Ada perubahan peruntukan lahan, tetapi tidak sesuai dengan keinginan pelaku yang ingin mempertahankan pemanfaatan lahan yang ada

Tidak

Berubah

Kasus tipe 3:Ada tuntutan perubahan pemanfaatan lahan dari pelaku yang tidak sesuai dengan (rencana) peruntukan lahan

Kasus tipe 4:Tidak ada tuntutan perubahan pemanfaatan lahan maupun rencana perubahan peruntukan lahan

Sumber: Zulkaidi, 1999

2.3 Pengendalian Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan

Pergeseran pemanfaatan lahan merupakan proses alamiah yang

dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan ekonomis dalam memilih

lokasi. Seringkali pertimbangan individu tidak mempertimbangkan

kepentingan umum atau peraturan yang berlaku. Dalam hal

perubahan pemanfaatan tersebut maka pemerintah harus mempunyai

prosedur yang jelas dan efektif untuk mengendalikan perubahan

lahan tersebut. Pergeseran pemanfaatan lahan pada dasarnya

dapat terjadi akibat kurang tegasnya pengendalian pemanfaatan

lahan.

2.3.1 Bentuk Pengendalian Terhadap Perubahan Pemanfaatan Lahan

1. Pengendalian Pemanfaatan Lahan Menurut Pasal 17 UUPR No. 24

Tahun 1992

Penjelasan pasal 17 UUPR no. 24 tahun 1992, pengendalian

pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan

dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang serta melalui

mekanisme perijinan bagi wilayah daerah tingkat II. Kegiatan

31

Page 16: TEORI  RTH

pengendalian adalah merupakan salah satu piranti manajemen.

Untuk lebih jelasnya pengertian dari penjelasan pasal 17 UU no.

24/1992 (Ibrahim, 1998) adalah:

A. PENGAWASAN:

Bentuk kegiatan dalam menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang

dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang

yang dilakukan dalam bentuk:

Pelaporan: Dilakukan memberikan informasi secara objektif dan

berkala tentang pemanfaatan ruang yang dapat juga dilakukan

oleh masyarakat sebagai kontrol sosial.

Pemantauan: Dilakukan dengan mengamati, mengawasi dan

memeriksa dengan cermat perubahan kualitas ruang dan

lingkungan termasuk penilaian perijinan yang telah diberikan

kepada pelaku pembangunan.

Evaluasi: Dilakukan dengan menilai kemajuan kegiatan

pemanfaatan ruang dikaitkan dengan kondisi rencana tata ruang

yang ada.

B. PENERTIBAN:

Kegiatan penertiban yang dilakukan di kawasan perkotaan

adalah:

Membuat surat peringatan/teguran dalam hal pelaksanaan

pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang

kawasan perkotaan

Memeberikan sanksi dalam hal tidak efektifnya surat teguran

melalui prosedur hukum yang berlaku.

2. Pengendalian Bentuk Insentif dan Disinsentif Menurut UUPR

No. 24 Tahun 1992

Bentuk insentif yang disebutkan dalam UUPR adalah insentif

ekonomi dilakukan melalui tata cara pemberian kompensasi atau

imbalan dan insentif fisik melalui pembangunan atau pengadaan

prasarana dan sarana untuk melayani pengembangan kawasan sesuai

dengan rencana tata ruang. Sedangkan bentuk disinsentif yang

disebutkan dalam UUPR adalah pengenaan pajak yang tinggi atau

pembatasan ketersediaan prasana (penjelasan Ps.16: 1).

32

Page 17: TEORI  RTH

Insentif dan disinsentif merupakan salah satu mekanisme

pengendalian yang dapat diterapkan dalam pembangunan. Kelemahan

mekanisme pengendalian pembangunan (Development Control), hal

ini disebabkan:

Pemda tidak mempunyai akses terhadap rencana-rencana

pembangunan sektoral yang dibuat dan ditentuka oleh pusat.

Rencana-rencana yang telah disusun bisa berubah total akibat

adanya investasi berskala besar yang tidak diduga sebelumnya.

Pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang yang ada, jarang

sekali dkenai teguran, paksaan (enforcement) dan sanksi. Bagi

yang mentaati peraturan tidak diberi penghargaan, akibatnya

para pelaku pembangunan cenderung untuk membangun sesuai dengan

kehendak dan kepentingan sendiri yang mengabaikan kepentingan

umum, dengan tidak adanya sistem insentif dan disinsentif

kecendrungan tersebut semakin merebak dari waktu ke waktu.

3. Pengendalian Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdasarkan Teori

Para Ahli

Pengendalian terhadap perubahan RTH yang dapat dilakukan

sebelum perubahan tersebut terjadi adalah dengan melakukan

tindakan pencegahan terhadap perusakan lingkungan (Philips,

1995:67) yaitu:

Merancang suatu benteng beton dan benteng baja didaerah yang

sering mengalami tindakan pengerusakan.

Membersihkan daerah yang terkesan kumuh melalui pemerintah

harus menyediakan perumahan bagi masyarakat.

Memberikan fasilitas penerangan pada daerah yang gelap yang

dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan pengerusakan.

Membuat suatu laporan perusakan lingkungan sebagai

dokumentasi terhadap tindakan perusakan ang dapat dilaporkan

kepada pihak keamanan dan pihak asuransi terkait.

Membentuk akses keamanan seperti alaram, penjaga, pemagaran

dan akses terhadap patroli keamanan

Publisitas, mempublikasikan nama pelaku perusak pada koran

lokal tentang tindakan yang dilakukan tersebut, jika

33

Page 18: TEORI  RTH

memungkinkan beserta dengan nama keluarga sehingga mencegah

tindakan perubahan

Membentuk suatu program di akademis seperti sekolah yang

melibatkan pihak akademis untuk melakukan pembinaan terhadap

pelaku perusakan.

Bentuk pengendalian lain terhadap perubahan akibat

pembangunan adalah adalah memberikan denda terhadap pembangunan

(Development Charge). Umumnya Development Charge dapat di

bayarkan pada keadaan sebagai berikut (Yuan, 1987:4):

Jika ada peningkatan pembangunan kawasan terbangun diatas

maksimum kepadatan yang direncanakan dalam rencana induk kota

(Master Plan)

Jika ada peningkatan rasio pembangunan kawasan tidak

terbangun diatas ratio yang ditetapkan dalam renca induk kota

Ketika ada kegiatan pembangunan peremajaan kembali, suatu

kawasan menjadi kawasan yang nilai lahannya lebih tinggi

jika terjadi kombinasi dari ketiga contoh diatas.

Bentuk pengendalian Pembangunan di kawasan perkotaan yang

sering digunakan antara lain adalah plot ratio dan ketinggian

bangunan. Plot ratio digunakan sebagai alat untuk regulasi

insentif dan disinsentif pembangunan melalui ketentuan bonus

dan ketinggian bangunan. Kriteria tertentu yang harus dipenuhi

dalam penerapan plot ratio dan ketinggian bangunan yaitu:

Tidak melanggar ketentuan yang ada, seperti masterplan dan

kebijaksanaan yang ada

Berusaha mewujudkan konsep rencana yang telah ditetapkan

Mengoptimalkan lahan

Selaras dengan perkembangan lingkungan

Memperhatikan kendala teknis, seperti misalnya kendala

airport, jalur microwave, zone bebas polusi

Memperhatikan aspek urban design, seperti karakteristik dan

daerah konservasi.

34

Page 19: TEORI  RTH

2.4 Bentuk Pelanggaran Pemanfaatan Tata Ruang

Perubahan pemanfaatan guna lahan yang terjadi sering

merupakan hal penyimpangan dari pemanfaatan guna lahan yang

telah di tentukan dalam rencana tata ruang. Tindakan

penyimpangan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh masyarakat

dan swasta merupakan pelanggaran peraturan pemanfaatan tata

ruang.

1. Pelanggaran Karena Regulasi/Peraturan

Bentuk-bentuk pelanggaran dalam pemanfaatan tata ruang

(Ariyanti, 2000:18), dengan bentuk yaitu:

Pelanggaran fungsi, yaitu pemanfaatan lahan atau persil dan

bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi yang telah

ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Pelangggaran luas peruntukan, yaitu pemanfaatan ruang telah

sesuai dengan fungsinya, tetapi luas pemanfaatan tidak sesuai

dengan luas peruntukan yang telah ditetapkan dalam rencana

tata ruang.

Pelanggaran persyaratan teknis, yaitu pemanfaatan lahan yang

telah sesuai dengan fungsi, tetapi persyaratan teknis tidak

sesuai dengan luas peruntukan yang telah ditetapkan dalam

rencana tata ruang.

Pelanggaran bentuk pemanfaatan, yaitu pemanfaatan ruang yang

telah sesuai dengan fungsi, tetapi bentuk (untuk penggunaan

berupa bangunan) pemanfaatan tidak sesuai dengan arahan

rencana tata ruang (bentuk umum bangunan).

2. Pelanggaran Karena Pelaku

Penyimpangan atau pelanggaran pemanfaatan lahan yang

mengakibatkan perubahan pemanfaatan mungkin disebabkan oleh

beberapa kelompok pelaku, yaitu:

Masyarakat pengguna langsung, karena ketidaktahuan atau

ketidaksengajaan, karena kebutuhan yang mendesak atau

kenginan tertentu, masyarakat secara sadar membangun

persilnya melanggar ketentuan ijin yang telah ada.

Instansi pemberi ijin, dalam pemberian ijin pembangunan.

Instansi yang berwenang menerbitkan ijin harus mengacu pada

35

Page 20: TEORI  RTH

rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Disesabkan oleh

suatu hal, pemberi ijin menerbitkan ijin pembangunan yang

tidak sesuai dengan pemanfaatan ruang telah direncanakan.

Dalam hal ini kegiatan pembangunan oleh masyarakat tidak

dapat disalahkan dan diberikan sanksi yang merugikan

masyarakat pembangunan. Pengaturan pemanfaatan ruang atau

rencana tata ruang; kurang jelasnya atau ketiadaan aturan

yang rinci dan tegas dari rencana tata ruang yang ditetapkan.

Hal ini mengakibatkan kesalahan dalam pemberian ijin

pembangunan sehingga ijin yang diberikan kadang tidak dapat

memberikan ketegasan aturan.

2.5 Faktor Pendorong Meningkatnya Kebutuhan Ruang Terbuka

Suatu tendensi umum bahwa peranan ruang-ruang terbuka

sebagai tempat rekreasi semakin penting bagi kehidupan kota,

dan kebutuhan akan fasilitas-fasilitas tersebut terus

meningkat. Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi

tendensi tersebut (Pribadi, 1968), yaitu:

1) Faktor Pertambahan jumlah penduduk

Proses urbanisasi yang tinggi menyebabkan meningkatnya

jumlah fasilitas-fasilitas yang harus disediakan bagi

masyarakat termasuk ruang-ruang terbuka. Marion Clowsor

mengatakan bahwa efek multiplikatif daripada pertambahan

penduduk itu terhadap pertambahan ruang-ruang terbuka lebih

kurang ekivalen, artinya setiap kelipatan jumlah penduduk

akan mengakibatkan kelipatan yang sama pada jumlah ruang

terbuka yang di butuhkan.

2) Bertambahnya waktu-waktu luang

Bertambahnya waktu luang mengakibatkan semakin besarnya

kesempatan untuk berekreasi. Waktu luang yang tren digunakan

saat ini adalah bersifat outdoor (di luar ruangan), tetapi

karena keterbatasan ruang terbuka maka cenderung yang

terjadi indoor (di dalam ruangan).

3) Kemampuan penduduk yang menurun untuk meyediakan fasilitas-

fasilitas rekreasi di luar sendiri

36

Page 21: TEORI  RTH

Mayoritas masyarakat Indonesia mengalami penurunan real

income menyebabkan kemampuan untuk mengeluarkan biaya

rekreasi otomatis juga menurun. Harga lahan yang terus

meningkat di dalam kota, menyebabkan penduduk tidak mampu

menyediakan fasilitas-fasilitas rekreasi di luar bagi

dirinya sendiri. Jadi pemerintaah kota harus dapat

menyediakan lebih banyak ruang terbuka untuk umum.

4) Intensifikasi pembangunan kota

Daerah perumahan yang padat dan kondisi buruk, mendesak

untuk berekreasi di rumah berkurang dan penduduk

menginginkan untuk banyak variasi/rekreasi di luar rumah

mereka.

5) Bertambahnya bentuk-bentuk rekreasi yang di

butuhkan/dilakukan penduduk

Bentuk rekreasi yang semula di rumah berkembang menjadi

rekreasi keluar lingkungan rumah hingga menjadi suatu

kebutuhan untuk menikmati lingkungan yang asri dan indah.

6) Mobilitas penduduk yang semakin besar.

Pergerakan yang mudah dalam mencapai tempat rekreasi di

dalam kota menyebabkan keinginan masyarakat melakukan

perjalanan ketempat-tempat yang mereka inginkan.

Berdasarkan teori yang menekankan pentingnya RTH dan

perlunya peningkatan akan ruang terbuka serta berangkat dari

hasil survei sementara yang dilakukan di lapangan maka

beberapa faktor yang mendukung terhadap tindakan mempertahankan

RTH adalah seperti terlihat pada tabel 2.4:

Tabel 2.4Faktor Pendukung Mempertahankan RTH

Literatur Survey Sementara di Lapangan Keputusan Faktor Pendukung

Mempertahankan RTH1)Menurut De Chiara (1982)

Berdasarkan survey di Lapangan: Lokasi RTH yang strategis; lokasi

Lokasi RTH yang strategis

37

Page 22: TEORI  RTH

Literatur Survey Sementara di Lapangan Keputusan Faktor Pendukung

Mempertahankan RTHLuas RTH ; Luas RTH dianggap penting dalam pengembangan untuk kegiatan di RTH2)Menurut Pribadi (1968)Pemenuhan kebutuhan masyarakat; bentuk kebutuhan untuk menikmati lingkungan yang asri dan indah, tempat berekreasi.

yang berada dekat lingkungan masyarakat dan mudah dicapai

Kondisi RTH; kondisi RTH yang terpelihara dan terawat merupakan gambaran adanya keinginan mempertahankan RTH

Status Kepemilikan lahan RTH Pemanfaatan taman atau RTH di

lingkungan masyarakat Pengetahuan akan fungsi RTH Kegiatan yang berlangsung di RTH;

dengan adanya kegiatan di RTH sepeti untuk taman bermain, berolah raga, bersantai atau kegiatan seremonial tertentu merupakan bentuk adanya perhatian akan terhadap keberadaan RTH tersebut

Pendanaan pemeliharaan terhadap RTH; adanya dana untuk memelihara RTH

Keuntungan ekonomi yang didapatkan dari tindakan mempertahankan RTH; untuk melihat apakah ada keuntungan yang didapatkan dari tindakan mempertahankan RTH

Usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat Pengetahuan mengenai peraturan

pelestarian Bentuk perhatian pemerintah terhadap

tindakan mempertahankan Keinginan melakukan perubahan RTH

suatu saat

Kondisi RTH Status Kepemilikan

lahan RTH Pemanfaatan taman

RTH di masyarakat Pengetahuan akan

fungsi RTH Kegiatan yang

berlangsung di RTH Pendanaan

pemeliharaan terhadap RTH

Keuntungan ekonomi dari mempertahankan RTH

Usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat

Pengetahuan mengenai peraturan pelestarian

Bentuk perhatian pemerintah terhadap mempertahankan RTH

Keinginan melakukan perubahan RTH suatu saat

Sumber: Literatur dan Survey Lapangan, 2002

2.6 Pengertian Insentif dan Disinsentif dalam Pelestarian Ruang

Terbuka Hijau

Bandung dalam melaksanakan kegiatan penghijauan adalah

merupakan bentuk partisipasi pemerintah, peran swasta dan peran

serta masyarakat. Pemikiran tersebut berkembang didasarkan GBHN

1993 bahwa dalam pembangunan jangka panjang tahap ke II semakin

diarahkan dan ditumbuh kembangkan melalui kegiatan dunia usaha.

Berkaitan dengan itu merupakan pendorong bagi setiap orang

untuk dapat mengembangkan usahanya diberbagai bidang yang

mendukung terhadap peningkatan pendapatan daerah.

2.6.1 Landasan Teori Insentif dan Disinsentif

Untuk mengantisipasi perkembangan yang tidak terkendali

dalam pembangunan perkotaan yang mengambil lahan RTH perlu

38

Page 23: TEORI  RTH

dilakukan pengembangan perangkat disinsentif, yaitu: untuk

mengurangi dan menghambat perkembangan kegiatan yang

bertentangan dengan rencana tata ruang dalam bentuk tidak

diberikan ijin lokasi dan ijin pendirian bangunan, serta ijin

usaha, pengenaan pajak yang tinggi, tidak dibangun fasilitas

umum berupa jalan, jaringan listrik, air minum, telepon dan

fasilitas kota lainnya (Aliusin, 1996).

Untuk tujuan jangka panjang yang ideal dalam peningkatan

kualitas perencanaan dengan menegakkan development control

perlu dilengkapi dengan perangkat sanksi (disinsentif) buat

yang melanggar dan bonus (insentif) bagi mereka yang taat pada

peraturan. Hal ini cukup ampuh untuk membenahi kembali

pembangunan perkotaan yang semula jungkir balik, sistem

penghargaan dan sanksi ini mesti diterapkan. Para pengembang

yang melanggar peraturan dikenai sanksi, dan yang patuh diberi

penghargaan, misalnya: kemudahan perijinan, tambahan fasilitas

pendukung dan keringanan pajak (Budiharjo, 1997: 18).

Dalam Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan

Ruang dikenal istilah insentif dan disinsentif bagi penataan

ruang. Disesuaikan dengan kasus pelestarian, maka yang dimaksud

dengan perangkat insentif adalah pengaturan yang bertujuan

memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan

tujuan pelestarian Ruang Terbuka Hijau, sedangkan yang dimaksud

dengan disinsentif adalah pengaturan yang bertujuan membatasi

pertumbuhan atau kegiatan yang tidak sejalan dengan tujuan

pelestarian RTH.

Bentuk insentif yang disebutkan dalam UUPR adalah insentif

ekonomi dilakukan melalui tata cara pemberian kompensasi atau

imbalan dan insentif fisik melalui pembangunan atau pengadaan

prasarana dan sarana untuk melayani pengembangan kawasan sesuai

dengan rencana tata ruang. Sedangkan bentuk disinsentif yang

disebutkan dalam UUPR adalah pengenaan pajak yang tinggi atau

pembatasan ketersediaan prasana (penjelasan Ps.16: 1).

Sehingga apabila disimpulkan, dapat dikatakan bahwa

insentif pelestarian Ruang Terbuka Hijau adalah instrumen untuk

39

Page 24: TEORI  RTH

mempengaruhi pengambilan keputusan untuk melestarikan ruang

terbuka hijau sedangkan disinsentif adalah instrumen untuk

mencegah perubahan yang menyebabkan berkurangnya RTH.

Contoh insentif dan disinsentif yang dilakukan oleh

pemerintah terhadap pelaku perubahan seperti di Kota Sao Paolo,

yaitu pemerintah menciptakan insentif agar kota berkembang di

bagian kota yang memang sudah diurbankan dan memberikan

disinsentif berupa penerapan pajak yang amat tinggi pada tanah

yang dimiliki pengembang sekedar untuk spekulasi, jika tanah

tersebut tidak dibangun dalam waktu 2 tahun, maka pengembang

diwajibkan untuk menjual tanah kepada pemerintah dengan harga

yang jauh dibawah harga pasar, memberikan pajak yang tinggi

terhadap pembangunan di area-area tanpa infrastruktur,

pemerintah kemudian memanfaatkan lahan tersebut untuk daerah

hijua, kepentingan umum atau untuk perumahan padat yang

berpendapatan berbeda-beda (Budiharjo, 1999: 44)

2.6.2 Bentuk Dukungan Dalam Melestarikan RTH

Bentuk dukungan dalam melestarikan RTH terdiri dari dua

bagian yaitu:

1. Dukungan Manajemen Program Melestarikan RTH

Untuk mendukung diterapkannya insentif dan disinsentif

dalam menjaga keberlanjutan RTH perlu dilakukan beberapa

pembenahan, salah satunya adalah memanajemen RTH dengan baik.

Manajemen RTH bukan hanya merupakan program milik pemerintah

atau milik Dinas Pertamanan saja tetapi menjadikan program RTH

milik masyarakat umum. Program RTH yang melibatkan masyarakat

dapat mendukung untuk menjaga pertamanan dan dapat membantu

meringankan kerja Departemen Pertamanan. Bentuk program yang

perlu dimanajemen untuk mendukung bentuk insentif dalam

melestarikan keberlanjutan RTH (Phillips, 1995;59) adalah

sebagai berikut:

Menggelar suatu acara oleh Departemen yang bertanggung jawab

terhadap penghijauan kota, yang bertujuan menjelaskan tugas,

informasi, program kerja yang dicantumkan dalam selebaran

40

Page 25: TEORI  RTH

kertas yang dibagikan, dalam bentuk papan iklan lengkap

dengan ilustrasi foto taman yang didisain semenarik mungkin.

Mengadakan perlombaan dalam bentuk parade lokal yang

melibatkan pemerintah dan masyarakat, ikut dalam perlombaan

menghias dan menciptakan taman diatas kenderaan, yang

berjalan mengelilingi kota.

Daya Tarik Penampilan, yaitu penampilan yang bersih dan rapi,

mulai dari pakaian pekerja yang bertugas mengurusi

pertamanan, peralatan dan perlengkapan taman, untuk

menunjukkan pentingnya pekerjaan itu dan masyarakat dapat

mencontohnya.

Membentuk proyek-proyek baru dapat mendorong setiap orang

menjadi respon untuk bekerja dan ambil bagian bertanggung

jawab dalam masalah kesehatan kota.

Menggali sumber-sumber pendanaan, misalnya dengan

menggunakan penerimaan pembayaran parkir (parking-meter)

untuk mendukung proyek-proyek keindahan taman, mengajak

masyarakat untuk memiliki taman, menjaga kerusakan

tanaman/pohon, bekerja untuk membantu pendanaan Departemen

Pertamanan, melalui proyek milik pemerintah seperti proyek

perumahan, sekolah, taman kota, proyek jalan tol, bangunan

utilitas dan lainnya

Membentuk klub pencinta tanaman, mendukung mereka dengan

menyediakan fasilitas seperti rumah hijau, menyediakan bibit

tanaman bunga, dengan klub ini dapat membantu mengajarkan

kepada masyrakat dan mengajak anak-anak mencintai tanaman dan

bagaimana cara menanamnya.

Pameran, seperti pameran dalam bentuk papan reklame dan slide

yang dikirim ke perpustakaan dan gedung kota untuk dipamerkan

pada waktu tertentu, atau saat menggelar proyek pertamanan

Brosur atau selebaran yang disediakan oleh pemerintah lokal

yang berisikan tentang diskusi lokal, harus terlihat

profesional, pembahasan yang lengkap, subjeknya disesuaikan

dengan waktu dan masalah umum, atau menyangkut proyek baru.

41

Page 26: TEORI  RTH

Koran lokal, dapat digunakan untuk mengindikasi berita yang

terjadi, siapa, apa, dimana, kapan dan mengapa.Koran dapat

membuatnya singkat dan menyediakan informasi yang dibutuhkan,

termasuk jawaban siapa pelaku, apa yang membuat itu terjadi,

kemana dampaknya dan kapan akan terjadi, mengapa sampai

terjadi. Kesimpulannya berisi informasi siapa yang dapat

dihubungi untuk permasalahan tersebut, termasuk alamat,

no.telepon, dan reporter lokal diharapkan jadi penggagasn

untuk mengangkat berbagai berita ke dalam koran.

TV kabel, seharusnya dimanfaatkan juga sama seperti koran

lokal, dapat dimanfaatkan untuk memberikan obrolan yang

populer tentang lingkungan. Pembicaraan bisa menyangkut

lingkup regional atau nasional, sehingga reputasi Departemen

Pertamanan bisa menjadi besar.

Melakukan survei pendapat umum, dapat mengetahui persepsi

masyarakat tentang Dinas Pertamanan, ini berguna untuk

mengetahui bagaimana kedepannya dan sejauh mana Departemen

Pertamanan berperan.

Melakukan kompetisi, yang menang mendapat penghargaan,

penyelenggaraan acara bisa dilakukan dengan sponsor seperti

koran lokal agar positif.

Menghadirkan logo-logo yang mewakili image pesan publik, logo

untuk taman yang spesifik dan identitas yang jelas dan

keterangan yang kuat.

Menghadirkan papan promosi, untuk mempromosikan taman dan

program rekreasi.

Maskot, digunakan untuk mempromosikan program taman dan

mengajarkan kepada masyarakat dan anak-anak tentang prinsip

pelestarian lingkungan, contohnya Woodsy Owl yang mendukung

tanda bersih dan menggunakan slogan “ Give a hoot, don’t

pollute”. Banyak kota telah memiliki maskot dan slogan yang

membantu menjalankan program pemerintah.

Fungsi/tema taman, dalam ukuran beberapa Ha, seperti Disney

Land, tema taman akan menambah reputasi kota dalam skala yang

42

Page 27: TEORI  RTH

propesional untuk sebuah taman. Departemen Pertamanan dapat

mengembangkan tema taman tersebut.

Pemda kota Bandung mengantisipasi perkembangan pergeseran

pemanfaatan lahan perdagangan, misalnya dengan membatasi

perkembangan kegiatan komersial, hanya perkantoran baru yang

dijinkan berkembang. Beberapa pelajaran yang dapat diamabil

dari kasus pergeseran pemanfaatan lahan untuk kawasan

perdagangan (Zulkaidi, 1999) antara lain:

1. Perlunya pengendalian pemanfaatan lahan yang tegas.

Tindakan tegas terhadap semua permohonan pemanfaatan lahan

yang tidak sesuai dengan peruntukkan harus ditolak. Setiap

perubahan lahan yang terjadi tanpa prosedur yang benar, harus

dikenakan sanksi secara tegas dan transparan.

2. Perlunya konsistensi dalam pelaksanaan kebijaksanaan

pengembangan kota.

Pemda merupakan perangkat utama yang harus konsisten terhadap

kebijaksaan pengembangan kota yang dibuat. Kebijaksanaan

pemerintah harus merupakan pertimbangan dan keputusan lembaga

tersebut.

3. Perlunya kualitas daya tarik bagi lokasi baru yang akan

dikembangkan.

Membuat suatu kegiatan di lokasi yang direncanakan semenarik

mungkin, perlunya kualitas daya tarik tapak yang kondusif untuk

kegiatan terakit dan mempertimbangkan keberhasilan dan resiko

usaha, kemudahan pengembangan usaha, dan insentif kegiatan.

4. Perlu dikembangkan insentif dan disinsentif untuk

pengendalian pemanfaatan lahan .

Mengembangkan berbagai insentif dan disinsentif yang

transparan dan tegas. Disinsentif dikenakan pada kawasan yang

pemanfaatan lahannya berkembang tidak sesuai dengan peruntukan

sebagai gaya sentripugal, yaitu gaya yang mendorong kegiatan

keluar dari kawasan tersebut. Untuk menarik kegiatan ke lokasi

yang direncanakan , dipertimbangkan berbagai insentif sebagai

gaya sentripetal bagi kawasan tersebut.

43

Page 28: TEORI  RTH

2. Kerjasama Dalam Mengelola RTH

Peningkatan jumlah penduduk berakibat pada peningkatan

kebutuhan akan barang publik (Sidarta, 1993:20). Barang publik

dalam hal ini adalah sarana dan prasarana, fasilits sosial dan

fasilitas umum yang dibutuhkan oleh masyarakat kota.

Peningkatan kebutuhan sering tidak dapat dipenuhi secara baik

oleh pemerintah karena keterbatasan yang dimilikinya. Untuk

itulah perlu dilakukan kerjasama pemerintah dan warga kota

dalam penyediaan barang publik.

Bentuk kerjasama yang pernah dilakukan di Perancis

(Sidarta, 1993: 21) yaitu:

a. Konsesi (concesions), swasta diberi hak membangun sarana ,

mengoprasikannya, dan menarik retribusi dengan tarif

ditentukan pemerintah (concesions umumnya dalam rangka waktu

lebih dari 10 tahun)

b. After-Marge, suatu bentuk kerjasama antara swasta-

pemerintah, misalnya sarana dibangun pemerintah, swasta

mengoperasikannya, jumlah presentase pembiayaan bergantung

pada sarana yang akan di after-marge.

Mengingat fungsinya sebagai fasilitas umum yang digunakan

untuk kepentingan umum, taman tidak dapat dijadikan objek

kerjasama yang berorientasi ekonomis. Pengelolaan taman oleh

swata tidak dapat dijadikan sumber pendapatan bagi swasta

tersebut. Imbalan yang dapat diberikan sebagai hasil kerjasama

adalah imbalan yang tidak berupa uang, seperti media promosi,

kemudahan dalam pekerjaan atau penghargaan, cara lainnya dengan

memberi nama taman tersebut dengan nama donatur pemeliharaan

taman. Hal ini berfungsi sebagai salah satu kontrol sosial

pelaku bisnis yang menjadi donatur (Suara Pembaharuan, 20 Juli

1997)

Penerapan Pemberian bonus dikaitkan dengan kesulitan

penyediaan lahan untuk fasilitas umum (fasum). Bentuk bonus

yang dapat diberikan atas penyediaan lahan untuk fasilitas umum

44

Page 29: TEORI  RTH

berupa kelonggaran penambahan luas lantai bangunan dari

ketentuan yang ada. Pemberian bonus lantai bangunan diberikan

kepada aktivitas (Majalah Kota, Vol.4, hal 30, Oktober 1993)

seperti:

Klub, tempat ibadah, toko, teater, restaurant, hotel, motel,

penggunaan untuk tempat tinggal

Ruang terbuka, plaza atau teras yang didisain untuk

menginteraksikan jalur pedestrian dan ruang-ruang yang dapat

dinimati oleh publik

Fasilitas yang dibutuhkan oleh publik seperti perpustakaan,

publik toilet, atau rest area.

Menurut Nazaruddin (1996:14) Bentuk kerjasama yang

dilakukan dalam pengelolaan taman adalah pelibatan masyarakat

dalam bentuk partisipasi. Bentuk partisipasi yang dapat

dilakukan adalah menjaga lingkungan taman dengan tidak merusak

dan mencabut tanaman.

3. Kriteria Pengembangan RTH

Beberapa kriteria yang dianggap penting dalam pengembangan

RTH (De Chiara, 1982) antara lain:

Memiliki fungsi penggunaan utama

Memiliki nilai hubungan dalam penggunaannya

Ukuran dari lahan

Mempertimbangkan antara desa dan kota

Intensitas penggunaan

Karakteristik lahan

Kondisi-kondisi lainnya

2.6.3 Peraturan Yang Mendukung Pelestarian Ruang Terbuka Hijau

di Indonesia

Tindakan untuk melestarikan RTH telah ada di Indonesia,

terlihat dengan adanya peraturan-peraturan yang mengatur

tentang kegiatan pelestarian lingkungan hijau yang berusaha

mempertahankan keberadaan RTH. Beberapa peraturan yang

45

Page 30: TEORI  RTH

mendukung untuk kelestarian RTH yang ada di Indonesia dapat

dilihat dalam tabel 2.3:

Tabel 2.3 Bentuk PERaturan Yang Mendukung Pelestarian RTH Kota

sampai dengan hal.47

46

Page 31: TEORI  RTH

47