Teori kromatografi

11
PENGANTAR METODA KROMATOGRAFI (Teori dan Besaran Dasar Kromatografi) Prof. Dr. Muhamad Bachri Amran, DEA Kelompok Keilmuan Kimia Analitik Institut Teknologi Bandung 2015

description

Kimia, ITB, Tingkat 2, Analitik

Transcript of Teori kromatografi

Page 1: Teori kromatografi

PENGANTAR METODA KROMATOGRAFI (Teori dan Besaran Dasar Kromatografi)

Prof. Dr. Muhamad Bachri Amran, DEA

Kelompok Keilmuan Kimia Analitik

Institut Teknologi Bandung

2015

Page 2: Teori kromatografi

Pengantar Metoda Kromatografi. 1.©amran

PENGANTAR METODA KROMATOGRAFI

Kromatografi adalah suatu metoda pemisahan yang penting di dalam analisis kimia

disamping cara-cara lainya seperti teknik ekstraksi dan elektrophoresis. Pemisahan

berbagai komponen dalam campurannya dengan metoda kromatografi dapat

dilakukan dengan berbagai teknik dan mampu memberikan resolusi pemisahan yang

tinggi.

DARI EKSTRAKSI KE KROMATOGRAFI

Bila ditinjau kembali pemisahan dengan metoda ekstraksi, maka diperlukan dua fasa

yaitu dua cairan yang tidak saling campur dan merupakan fasa bawah dan fasa atas.

Hal ini ada kesamaannya dengan metoda kromatografi di mana juga terdapat dua

fasa yakni fasa diam dan fasa gerak. Dalam sistem dua fasa (bifasa) seperti ini, maka

suatu komponen akan terdistribusi/terpartisi ke dalam kedua fasa dengan jumlah

yang berbeda (dikenal sebagai Hukum Distribusi Nernst). Perbandingan konsentrasi

komponen tersebut dalam kedua fasa dikenal sebagai koefisien distribusi, KD yang

secara matematis dapat dituliskan sebagai :

D2

1

K = [A]

[A], di mana

[A]1 adalah konsentrasi komponen dalam fasa 1

[A]2 adalah konsentrasi komponen dalam fasa 2

Dari hukum Nernst dapat diramalkan partisi suatu komponen dalam suatu proses

ekstraksi semi kontinu seperti proses ekstraksi countercurrent menurut Craig.

2

1

pelarutbaru

Proses Ekstraksi Countercurrent menurut Craig

Page 3: Teori kromatografi

Pengantar Metoda Kromatografi. 2.©amran

Jika KD dari komponen A dalam sistem dua fasa di atas adalah 1, maka :

pada tabung pertama : [A]1 adalah 0.5 dan [A]2 adalah 0.5

setelah pemindahan yang pertama,

pada tabung pertama : [A]1 adalah 0.25 dan [A]2 adalah 0.25

pada tabung kedua : [A]1 adalah 0.25 dan [A]2 adalah 0.25

setelah pemindahan yang kedua,

pada tabung pertama : [A]1 adalah 0.125 dan [A]2 adalah 0.125

pada tabung kedua : [A]1 adalah 0.25 dan [A]2 adalah 0.25

pada tabung ketiga : [A]1 adalah 0.125 dan [A]2 adalah 0.125

setelah pemindahan yang keempat,

pada tabung pertama : [A]1 adalah 0.0625 dan [A]2 adalah 0.0625

pada tabung kedua : [A]1 adalah 0.1875 dan [A]2 adalah 0.1875

pada tabung ketiga : [A]1 adalah 0.1875 dan [A]2 adalah 0.1875

pada tabung keempat : [A]1 adalah 0.0625 dan [A]2 adalah 0.0625

Jika digambarkan dalam bentuk histogram dari konsentrasi A dalam fasa 2 terhadap

nomor tabung maka akan diperoleh :

0

0.1

0.2

0.3

kon

sen

tra

si A

1 2 3 4

nomor tabung

3 x pemindahan

4 x pemindahan

Konsentrasi A dalam fasa 2 setelah dilakukan beberapa kali pemindahan pelarut.

Jika diamati secara seksama, histogram di atas ada kemiripannya dengan

kromatogram yang diperoleh dari suatu proses pemisahan dengan metoda

kromatografi. Hal ini menjelaskan pula bahwa dua komponen dengan nilai koefisien

partisi yang berbeda akan dapat dipisahkan.

Untuk kromatografi diperlukan pula dua fasa yang tidak saling campur yakni suatu

fasa diam dan suatu fasa gerak.

Fasa diam disini dapat berupa zat padat yang ditempatkan di dalam suatu kolom atau

dapat juga berupa cairan yang terserap (teradsorpsi) sebagai lapisan tipis pada

permukaan butiran halus zat padat pendukung (solid support material). Fasa

Page 4: Teori kromatografi

Pengantar Metoda Kromatografi. 3.©amran

geraknya dapat berupa gas atau cairan. Campuran yang akan dipisahkan dimasukkan

pada salah satu ujung kolom sehingga akan dibawa bergerak (dielusi) melalui fasa

diam di dalam kolom. Perbedaan antaraksi atau afinitas antara komponen-

komponen campuran tersebut dengan kedua fasa akan menyebabkan komponen-

komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda melalui kolom. Dan

seperti halnya pada ekstraksi countercurrent, perbedaan kecepatan migrasi

(differential migration) dari molekul-molekul komponen akhirnya akan

menyebabkan komponen-komponen terpisah satu sama lainnya.

PENGGOLONGAN METODA KROMATOGRAFI

Jika didasarkan pada jenis fasa gerak dan fasa diam yang digunakan maka metoda

kromatografi dapat dibagi menjadi beberapa jenis metoda kromatografi seperti

berikut ini

Fasa Gerak

Fasa Diam Jenis

Kromatografi

Mekanisme distribusi/partisi

Cairan (L) Padat (S) Krom. CP

(LSC) Adsorpsi pada permukaan zat padat

Cairan (L) Padat (S) Krom. CP

(LSC) Reaksi penukaran ion (kromatografi penukaran ion)

Cairan (L) Cairan (L) Krom. CC

(LLC)

Distribusi akibat perbedaan kelarutan komponen di dalam kedua fasa cair

Gas (G) Padat (S) Krom. GP

(GSC) Adsorpsi pada permukaan zat padat

Gas (G) Cairan (L) Krom. GL

(GLC)

Partisi (distribusi) yang ditentukan oleh tekanan uap parsial komponen dalam fasa diam yang cair.

Catatan : Kadang terdapat dua atau lebih mekanisme yang terjadi secara bersama-sama pada suatu proses kromatografi.

Ikhtisar :

(1). Kromatografi Cair-Padat (LSC) atau kromatografi adsorpsi ditemukan

oleh Tswett dan dilanjutkan penelitiannya oleh Kuhn dan Lederer (1931).

(2). Kromatografi Cair-Cair (LLC) merupakan kemajuan terhadap

kromatografi cair-padat. Penemunya Martin dan Synge (1941).

Page 5: Teori kromatografi

Pengantar Metoda Kromatografi. 4.©amran

(3). Kromatografi Gas Padat (GSC) dahulunya hanya digunakan untuk

pemurnian gas-gas. Namun penemuan fasa diam yang baru

memungkinkan perkembangan lebih lanjut.

(4). Kromatografi Gas-Cair (GLC).

(5). Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (HPLC).

(6). Kromatografi penukar ion, penting untk pemisahan ion-ion logam.

(7). Gel Filtrasi.

Semua cara ini didasarkan atas teknik elusi.

Partisi/distribusi komponen diantara fasa gerak (gas/cairan) dan fasa diam

(padat/cairan) di dalam kolom, secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai

berikut:

X

X

CAIRAN A

CAIRAN B

Xterlarut dalam A X terlarut dalam B

KROMATOGRAFI CAIR-CAIR

penguapan

pelarutan

GAS B

CAIRAN A

Xterlarut dalam A Xgas

KROMATOGRAFI GAS-CAIR

kecenderungan Xmelarut dalam A

kecenderungan Xuntuk menguap

(tekanan uap parsial dari X)

penguapan

adsorpsi

GAS B

PADATAN A

Xteradsorpsi pada A Xterdesorpsi

KROMATOGRAFI GAS-PADAT

kecenderungan Xteradsorpsi pada A

kecenderungan Xuntuk menguap

(tekanan uap parsial dari X)

Page 6: Teori kromatografi

Pengantar Metoda Kromatografi. 5.©amran

TEORI DAN BESARAN BESARAN DASAR PROSES KROMATOGRAFI

Sukses tidaknya suatu analisa dengan metoda kromatografi banyak ditentukan oleh

pemilihan yang tepat dari berbagai parameter operasional seperti komposisi fasa

gerak, jenis fasa diam, tekanan dalam kolom, temperatur, teknik elusi, jenis detektor,

dan parameter lainnya. Dalam hal ini, pemahaman yang baik mengenai teori

kromatografi akan sangat membantu dalam pengembangan dan penggunaan suatu

metoda kromatografi.

BESARAN-BESARAN RETENSI

Waktu Retensi (waktu tambat, tr)

waktu yang dibutuhkan oleh analit untuk bermigrasi mulai dari saat

penyuntikan hingga diperolehnya maksimum dari puncak kromatogram analit

bersangkutan

tR

t0

injeksi

waktu

Profil kromatogram suatu analit

Volume Retensi (Vr)

Jika adalah kecepatan alir dari fasa gerak maka volume retensi, Vr adalah :

Vr = tr .

Page 7: Teori kromatografi

Pengantar Metoda Kromatografi. 6.©amran

Faktor Kapasitas (k’)

Untuk mengkarakterisasi retensi analit, dengan memperhitungkan parameter

geometrik dari kolom, didefinisikan besaran faktor kapasitas yang merupakan

perbandingan kuantitas analit dalam fasa diam dan fasa gerak.

k' = sC sV

mC mV = K sV

mV =

( rt - ot

ot

Cs : konsentrasi analit dalam fasa diam

Cm : konsentrasi analit dalam fasa gerak

Vs : volume fasa diam

Vm : volume fasa gerak

Selektifitas suatu kolom ()

Merupakan ukuran daya pisah dari suatu kolom. Digunakan untuk

mengkarakterisasi jarak yang memisahkan dua puncak berdekatan.

= k2’ / k1’

TEORI DASAR PROSES KROMATOGRAFI

Terdapat dua teori yang telah dikemukakan mengenai proses kromatografi elusi yang

bertujuan untuk lebih memahami apa yang terjadi pada proses tersebut, sehingga

dapat diramalkan kondisi-kondisi bagaimana yang harus dipenuhi agar pemisahan

dua atau lebih komponen dapat berlangsung dengan baik.

Kedua teori tersebut adalah TEORI PELAT (Plate Theory) dan TEORI KECEPATAN

(Rate Theory). Kedua teori ini saling melengkapi dan sangat penting artinya dalam

perkembangan pengetahuan mengenai kromatografi.

Teori Pelat atau Teori Lempeng (Plate Theory).

Teori ini didasarkan pada model ekstraksi countercurrent menurut Craig. Walaupun

ada analogi antara proses ekstraksi Craig dengan proses kromatografi elusi,

sebenarnya terdapat perbedaan pokok antara keduanya. Pada ekstraksi Craig terjadi

kontak bertahap pada setiap kali penyetimbangan, sedang pada kromatografi elusi,

kontak antara fasa diam dengan fasa gerak terjadi secara kontinu. Akibatnya pada

ekstraksi Craig terjadi kesetimbangan sejati (true equilibrium) pada setiap tahapnya,

sedang pada kromatografi elusi prosesnya merupakan suatu proses bukan

kesetimbangan (non-equilibrium process).

Page 8: Teori kromatografi

Pengantar Metoda Kromatografi. 7.©amran

Martin dan Synge, memasukkan pengertian pelat teori (theoritical plate) yang telah

lama digunakan dalam teori tentang destilasi. Pelat teori adalah pelat imajiner dalam

kolom, yang tebalnya sedemikian rupa, sehingga komponen dalam fasa gerak yang

keluar daripadanya mempunyai komposisi yang sama dengan andaikata benar-benar

telah terjadi kesetimbangan partisi antara fasa gerak dengan fasa diam ditengah-

tengah lapisan tersebut. Dengan demikian, maka pelat teori dapat dianggap analog

dengan satu tabung dari alat ekstraksi countercurrent Craig. Tebal dari pelat imajiner

tersebut dikenal sebagai Height Equivalent of Theoritical Plate (HETP) atau Tinggi

Ekuivalen Pelat Teoritis. Besaran HETP ini mencerminkan efisiensi dari kolom.

HETP = L/N

L : Panjang kolom, N : Jumlah pelat teoritis

N = 16 rt = 5.54 rt

= lebar puncak pada dasarnya, = lebar pada setengah tinggi puncak.

Karena N mencerminkan jumlah kesetimbangan yang dapat terjadi didalam suatu

proses kromatografi maka HETP merupakan ukuran kemampuan kolom untuk

memisahkan komponen-komponen dari campurannya. Semakin kecil nilai HETP

maka semakin besar efisiensi dari kolom.

Suatu besaran kromatografi lain yang juga digunakan untuk mencerminkan daya

pisah dari suatu kolom adalah tingkat pemisahan atau resolusi.

Resolusi, Rs didefinisikan sebagai :

Rs = 2 tR / (A + B)

tR : jarak antara maksimum dua puncak berdekatan

A : lebar alas dari puncak yang pertama

B : lebar alas dari puncak yang kedua

Resolusi bergantung dari berbagai faktor, diantaranya selektifitas () dan jumlah

pelat teoritis (N). Ketergantungan Rs dari berbagai faktor ini dapat dinyatakan

dengan rumus :

Rs = 1/4 ((-1)/) N (k’/(1+k’)

Walaupun teori ini telah mampu menjelaskan proses yang terjadi pada kromatografi,

namun salah satu kekurangan mendasar dari teori ini adalah bahwa teori pelat tidak

dapat memberikan petunjuk secara bagaimana kondisi-kondisi percobaan

kromatografi harus diatur supaya diperoleh nilai HETP yang kecil agar didapatkan

efisiensi kolom yang optimal.

Page 9: Teori kromatografi

Pengantar Metoda Kromatografi. 8.©amran

Teori kecepatan (Rate Theory)

Suatu pendekatan teoritis lain, telah dikembangkan untuk memberikan pengertian

yang lebih baik mengenai faktor-faktor percobaan yang mempengaruhi kerja dan

efisiensi kolom. Pendekatan ini yang dikenal dengan teori kecepatan (rate theory)

yang dipelopori oleh van Deemter dan kawan-kawan. Oleh sebab itu pendekatan

teoritis ini lebih dikenal dengan teori van Deemter.

Perbedaan pokok antara pendekatan yang dilakukan oleh van Deemter dengan

pendekatan menurut teori pelat adalah bahwa teori ini memandang proses-proses

yang terjadi di dalam kolom tidak atas dasar kesetimbangan, melainkan atas dasar

aspek-aspek kinetika yang menyangkut partisi komponen di dalam kolom. Yakni

kondisi-kondisi yang sesuai dengan kenyataan, di mana fasa gerak mengalir terus

menerus atau kontinu. Teori kecepatan ini khususnya mempelajari faktor-faktor yang

menyebabkan pelebaran pita (band broadening) bila sejumlah kecil komponen

dielusi di dalam kolom. Pelebaran pita ini akan menghasilkan kromatogram yang

lebar pula. Kromatogram/puncak yang lebar bermakna bahwa besar yang berarti N

kecil. Bila N kecil berarti HETP akan besar. Jadi dengan perkataan lain, teori

kecepatan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi HETP suatu kolom

dibawah kondisi-kondisi yang berlaku. Sebagai kesimpulannya telah disusun sutu

persamaan (persamaan van Deemter) yang menghubungkan HETP dengan tiga

faktor utama yang mempengaruhinya.

Persamaan van Deemter yang disederhanakan diberikan berikut ini,

HETP = A + B/ + C di mana = kecepatan linier fasa gerak

Suku A atau suku difusi Eddy mencerminkan neka-alur dari isi kolom. Fasa gerak

dan komponen dapat bergerak melalui banyak jalur diantara butiran-butiran isi

kolom. Beberapa jalur lebih panjang dibanding jalur lainnya, sehingga sejumlah

molekul komponen bergeraknya lebih lambat di dalam kolom dibanding molekul lain

dari komponen yang sama. Hal ini akan menyebabkan pelabaran puncak

kromatogram yang berarti pula HETP menjadi lebih besar.

Pengaruh difusi Eddy dapat dikurangi dengan menggunakan isi kolom dengan

butiran yang berbentuk sama, berukuran kecil dan disusun rapat serta rata di dalam

kolom.

Suku B/ atau difusi longitudinal merupakan gaya-gaya difusi molekul yang

menyebabkan molekul-molekul bergerak atau berdifusi dari bagian tengah pita ke

Page 10: Teori kromatografi

Pengantar Metoda Kromatografi. 9.©amran

kedua tepi pita. Dari persamaan van Deemter terlihat bahwa semakin besar

kecepatan linier fasa gerak semakin kecil pengaruh difusi longitudinal. Jadi dari

sudut pengaruh difusi longitudinal, yang besar adalah baik untuk efisiensi kolom.

Suku C atau suku pemindahan massa merupakan cerminan dari partisi komponen

antara fasa diam dan fasa gerak. Bila kecepatan linier fasa gerak membesar maka tak

cukup ada waktu untuk mencapai kesetimbangan partisi. Hal ini menyebabkan

efisiensi optimal dari kolom tak tercapai, sehingga HETP akan membesar. Agar

faktor ini dapat diperkecil maka harus diusahakan agar kesetimbangan partisi lebih

cepat tercapai. Pada kromatografi gas ini dapat dilakukan dengan menggunakan fasa

diam yang lebih tipis, suhu lebih tinggi dan kekentalan fasa diam yang lebih kecil.

Hubungan antara HETP dengan kecepatan linier fasa diam (sesuai persamaan van

Deemter) dapat digambarkan seperti berikut ini,

HE

TP

Kecepatan Linier Fasa Gerak

A

B/ C

Dari kurva di atas dapat ditemukan kondisi kromatografi yang diharapkan

memberikan HETP yang kecil. Nilai A biasanya kecil jika kolom dipak dengan baik.

Bila besar suku B/ semakin kecil tetapi suku C semakin besar.

Pada suatu nilai optimum pengaruh ketiga suku setimbang satu dengan lainnya

dan nilai HETP adalah minimum.

Page 11: Teori kromatografi

Pengantar Metoda Kromatografi. 10.©amran

IKHTISAR BESARAN-BESARAN DASAR KROMATOGRAFI

Besaran Notasi Persamaan Hubungan dengan

besaran lainnya

Kecepatan linier analit

cm/s t

R

Kecepatan linier fasa mobil

cm/s t

0

Faktor kapasitas k’ t

ttk

0

0R'

V

KVk

M

S'

Koefisien partisi K C

CK

M

S V

Vk'K

S

M

Selektifitas t)t(

t)t(α

0AR

0BR

k

k

K

'A

'B

A

B

Resolusi RS ωω

})t()t2{(R

BA

ARBRS

4

N x

k1

kkR

'B

'A

'B

S

Jumlah pelat N 2

R

ω

t x 16N

Tinggi pelat H N

LH

Besaran Percobaan

Besaran Notasi Sumber

Waktu mati T0 kromatogram

Waktu retensi tR kromatogram

Waktu retensi tereduksi (tR)’ (tR-t0)

Lebar alas puncak kromatogram

Panjang kolom L pengukuran

Laju alir F pengukuran

Volume fasa diam VS

Konsentrasi C