Teori Dramaturgi Erving Goffman

47
Teori Dramaturgi Erving Goffman Erving Goffman mengungkapakan teori tentang kehidupan seseorang yang disebut sebagai Dramaturgi. Menurut Erving Goffman, kehidupan sosial seperti pertunjukan drama pentas atau film. Dalam hal ini gambaran dari peran seseorang yang berinteraksi dan berhubungan dalam kenyataan sosial melalui jalan cerita yang telah dibuat oleh orang yang menentukan jalan cerita pementasan drama tersebut atau di dalam film. Jadi, kehidupan sosial digambarkan seperti panggung sandiwara. Individu menampilkan suatu pertunjukan kepada orang lain dan kesan yang dihasilkan adalah berbeda-beda. Jadi, ketika orang sedang memainkan peran sebagai orang lain dalam pentas drama belum tentu kehidupan nyata yang Ia alami sama dengan cerita yang dibuat dalam pementasan drama tersebut. Karena yang mengetahui sifat dan kehidupan seseorang adalah diri sendiri. Menurut Goffman, teori dramaturgi ini dibedakan menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu panggung depan (front stage). Yang dimaksud gengan panggung depan yaitu seseorang memainkan peran yang bukan asli di hadapan seseorang. Misal di dalam film To The Beautiful You (Korean Film) Gadis yang bernama Go Jae Hee rela masuk ke sekolah dan asrama khusus laki-laki hanya untuk membantu Kim Tae Joon untuk bangkit dari keterpurukan penyakitnya dan mau untuk menjadi atlet lompat tinggi lagi. Go Jae Hee berperan sebagai laki-laki pada umumnya, namun sebenarnya Ia adalah perempuan. Panggung depan dibagi menjadi dua, yaitu front pribadi dan setting front pribadi. Front pribadi mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh pelaku. Misal pelaku berbicara sopan kepada orang tua, padahal yang sebenarnya pelaku lebih suka berbicara keras dan pelaku juga pintar mengekspresikan dirinya sesuai tempat dan lawan bicara pelaku. Sedangkan setting front pribadi yaitu seperti peralatan yang dibawa oleh pelaku dalam pementasan tersebut. Misal seorang arsitektur, ketika di kantor Ia mengenakan jas untuk bekerja namun ketika sedang menjalankan proyek bangunan maka arsitek tersebut mengenakan pakaian yang sesuai dengan tempat ia bekerja. Kemudian Bagian Kedua yaitu back stage (panggung belakang). Maksudnya yaitu yang dapat mengetahui kehidupan sosial sesungguhnya adalah dirinya sendiri bukan orang lain. Jadi ketika orang bertanya kepada orang lain bagaimana sifat pelaku yang

description

teori_drama

Transcript of Teori Dramaturgi Erving Goffman

Teori Dramaturgi Erving GoffmanErving Goffman mengungkapakan teori tentang kehidupan seseorang yang disebut sebagai Dramaturgi. Menurut Erving Goffman,kehidupan sosial seperti pertunjukan drama pentas atau film. Dalam hal ini gambaran dari peran seseorang yang berinteraksi dan berhubungan dalam kenyataan sosial melalui jalan cerita yang telah dibuat oleh orang yang menentukan jalan cerita pementasan drama tersebut atau di dalam film. Jadi, kehidupan sosial digambarkan seperti panggung sandiwara. Individu menampilkan suatu pertunjukan kepada orang lain dan kesan yang dihasilkan adalah berbeda-beda. Jadi, ketika orang sedang memainkan peran sebagai orang lain dalam pentas drama belum tentu kehidupan nyata yang Ia alami sama dengan cerita yang dibuat dalam pementasan drama tersebut. Karena yang mengetahui sifat dan kehidupan seseorang adalah diri sendiri.Menurut Goffman, teori dramaturgi ini dibedakan menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu panggung depan (front stage). Yang dimaksud gengan panggung depan yaitu seseorang memainkan peran yang bukan asli di hadapan seseorang. Misal di dalam filmTo The Beautiful You (Korean Film)Gadis yang bernama Go Jae Hee rela masuk ke sekolah dan asrama khusus laki-laki hanya untuk membantu Kim Tae Joon untuk bangkit dari keterpurukan penyakitnya dan mau untuk menjadi atlet lompat tinggi lagi. Go Jae Hee berperan sebagai laki-laki pada umumnya, namun sebenarnya Ia adalah perempuan. Panggung depan dibagi menjadi dua, yaitu front pribadi dan setting front pribadi. Front pribadi mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh pelaku. Misal pelaku berbicara sopan kepada orang tua, padahal yang sebenarnya pelaku lebih suka berbicara keras dan pelaku juga pintar mengekspresikan dirinya sesuai tempat dan lawan bicara pelaku. Sedangkan setting front pribadi yaitu seperti peralatan yang dibawa oleh pelaku dalam pementasan tersebut. Misal seorang arsitektur, ketika di kantor Ia mengenakan jas untuk bekerja namun ketika sedang menjalankan proyek bangunan maka arsitek tersebut mengenakan pakaian yang sesuai dengan tempat ia bekerja.Kemudian Bagian Kedua yaituback stage(panggung belakang). Maksudnya yaitu yang dapat mengetahui kehidupan sosial sesungguhnya adalah dirinya sendiri bukan orang lain. Jadi ketika orang bertanya kepada orang lain bagaimana sifat pelaku yang sesungguhnya itu bisa jadi adalahfront stagedari pelaku untuk mengetahui dirinya melalui orang lain. Namun pada kenyataannya yang mengetahui sifat seseorang adalah diri sendiri.

Fenomena SosialContohkasusadalah seorang pengemis yang seringkali kitajumpaidibelakanggerbangFIS UNNESyang berpakaian lusuh selalu menampakkan wajah sedihnya ke setiap orang untuk menerima rasa empati berupa materi. Tidak peduli kotor, bau, atau berpenampilan kumuh. Mereka melakukan hal seperti itu sebagai aktor panggung depan karena sedang memainkan peran layaknya seorang pengemis yang sesungguhnya demi mendapatkan materi.Berbeda dengan panggung belakangnya, para pengemis menjalani kehidupan seperti orang pada umumnya ketika sedang berada dirumahnya.Selebriti juga merupakan salah satu contoh kasus yang berkaitandenganTeori Dramaturgi, misalnyaUstadz Guntur Bumi. Ustadz Guntur Bumi mengalami kasus yang besar, Ia terlibat dalam pengobatan alternatif yang membuat pasien mengeluarkan banyak uang dan cara pengobatan kurang sesuai dengan syariat Islam. Masalah tersebut sangatlah serius dan membuat UGB beserta keluarganya terpukul. Karena banyak pasien yang mengeluh dan meminta untuk ganti rugi ataupun meminta UGB mengembalikan uang pengobatan. Namun sebagai selebriti sekaligus Ustadz, Ia berusaha untuk menjaga penampilan dan syariat ilsam dalam kehidupannya. Ia tak ingin di depan masyarakat terlihat sebagai Ustadz yang sedang bermasalah. Dalam menyikapi masalah ini UGB tetap memohon ampun kepada Allah dan meminta maaf kepada pasien yang merasa dirugikan. Tujuan Ia menyikapi seperti itu karena UGB ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia adalah Ustadz dan selebriti yang memiliki karakter tersendiri.Contoh lainnya, yaitu seorang guru dan dosen. Pada saat di kelas, seorang guru dan dosen berperan sebagai pengajar dan pendidik. Mereka memberi berbagai peraturan dan tugas di kelas.Mereka membuat kesepakatan dengan siswa tentang proses belajar/perkuliahan dan punishment yang akan diberikan kepada siswa jika tidak sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan.Mereka melakukan tugas di kelas sesuai dengan peran mereka sebagai pengajar. Namun di luar perannya tersebut, mereka berperilaku seperti orang lain yang tidak memiliki peran sebagai pengajar.Misal seorang guru olahraga yang terkenal tegas dan disiplin di sekolah dan disegani oleh peserta didiknya. Namun ketika di luar sekolah guru olahraga tersebut menginginkan dekat dengan siswa sebagai teman untuk lebih memahami siswa tersebut. Sehingga guru tersebut mengetahui bagaimana harus bersikap dan memahami siswa dalam kelas maupun di luar kelas. Karena mengerti kondisi siswa penting dalam keberlangsungan proses belajar mengajar.

Analisa Contoh-contoh KasusContoh-contoh kasus di atas berkaitan dengan teori dramaturgi yang dikemukak.n oleh Erving Goffman. Karena dari setiap peran di atas memiliki dua karakteristik, yaitufront stagedanback stage. Dimana dalam contoh kasus tersebut menjelaskan bagaimana kehidupan yang sesungguhnya dengan kehidupan yang tidak sebenarnya. Pada saat didepan umum, audiens menunjukkankarakteristik yang berbeda dengankarakteristikmerekasaatberada di belakang panggung atau di luar tempat di mana mereka menunjukkan karakteristikfront stagetersebut.Seorang pengemis yang berada di gerbang belakang FIS UNNES yang selalu mengangkat tangannya dengan harapan ada beberapa orang yang baik hati untuk memberikan uang receh maupun kertas demi kelangsungan hidupnya. Setiap pengemis itu beroperasi maka akan memasang wajah yang lusuh, kumal dan memelas agar orang-orang yang melewati gerbang belakang FIS berbelas kasih kepadanya. Padahal pengemis itu masih sanggup untuk berjalan dan mencari pekerjaan lain, tetapi pengemis itu lebih suka menjadi seorang pengemis. Hal tersebutBisa dikarenakan memang orang itu malas bekerja atau orang itu sudah terlalu nyaman menjadi seorang pengemis karena pendapatan seorang pengemis tidak menentu. Terkadang jauh lebih banyak dibanding hasil dari seorang pengamen. Kita semua tidak tahu bagaimana kehidupan yang sebenarnya, bagaimana seorang pengemis itu jika di rumah maupun di tempat lain. Tetapi sudah banyak ditemukan fakta tentang pengemis yang berada di gerbang belakang FIS merupakan orang yang masih mampu. Setelah mengemis ada yang pernah melihat pengemis itu pulang dengan mengendarai motor maupun angkot. Sungguh memprihatinkan, seorang yang masih mampu malah menjadi pengemis dengan terus menerus dan di tempat yang sama. Dalam hal ini seorang pengemis sungguh pandai menerapkan teori dramaturgi dalam kehidupannya. Akan tetapi pengemis tersebut tidak menyadari bahwa ia sedang menerapkan teori dramaturgi dalam hidupnya. Ketika kita memberikan materi kita kepada pengemis itu, maka sama saja kita mendukung pekerjaan mereka sebagai pengemis. Alangkah lebih baik tidak memberi ketika memang sudah mengetahui bahwa pengemis itu masih mampu untuk melakukan pekerjaan lain. Dengan tidak memberikan materi maka kita sedikit menjelaskan kepada pengemis tersebut bahwa untuk tidak melakukan pekerjaan demikian dan agar pengemis berpikir untuk berhenti dalam pekerjaan tersebut karena tidak memiliki penghasilan dan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik. Sesungguhnya tangan di atas lebih baik daripada tangan yang selalu di bawah.Kasus yang dialami oleh Ustadz Guntur Bumi sungguh memprihatinkan dan tidak adanya kejelasan. Karena kasus tersebut belum terselesaikan namun berita tentang kasus tersebut lambat laun semakin menghilang dan terdapat berita baru tentang selebriti yang lain. Dalam berita UGB dituduh sebagai Ustadz yang melakukan penipuan dengan cara pengobatan alternatif dan dianggap melenceng dari syariat islam. UGB mencoba menjelaskan kepada pasien, namun tak ada yang percaya. Tak ada yang tahu kebenaran dari kasus tersebut kecuali Sang Pencipta dan UGB sendiri. Karena yang mampu mengetahuiback stagedari UGB hanya dirinya sendiri. Ketika berita tersebut masih sangat hangat, UGB dan keluarganya susah untuk ditemui. Dan sekali bisa ditemui UGB memperlihatkan karakter yang seperti tidak memiliki masalah. Di depancameraUGB terlihat santai dan tidak bersalah. Namun beberapa hari kemudian ketika ditemui oleh media massa, UGB terlihat sedih dan bingung. Ia menangis dan memohon ampun kepada Sang Pencipta serta meminta maaf kepada pasien yang merasa dirugikan. Di dalam berita tidak disebutkan apakah UGB mengganti rugi uang pasien ataukah tidak. Sesungguhnya yang mengetahui kebenarannya adalah UGB dan Sang Pencipta. Namun disini UGB juga mengalami kebingungan, apakah Ia terjebak dalam ajaran sesat pengobatan alternatif yang berkedok seorang ustadz ataukah memang pasien tersebut yang melebih-lebihkan cerita tentang dirinya dan pengobatannya.Kemudian kasus yang ketiga yaitu guru dan dosen. Setiap manusia memainkan peran-peran tertentu dalam kehidupannya. Banyak guru dan dosen yang bersandiwara demi kebaikan bersama. Contohnya, seorang anak tidak akan memanggil ayahnya dengan Ayah, Abi, atau Papi ketika ia sedang mengikuti perkuliahan di mana sang ayah berperan sebagai dosen. Sebaliknya, sang ayah juga tidak akan memanggilnya dengan nak, atau Sayang. Namun keadaan otu akan berbeda ketika keduanya berada di rumah atau di luar kampus. Keduanya dapat saling memanggil nama kesayangan mereka. Sandiwara yang dilakukan ayah dan anak ini adalah demi kebaikan mereka dan peserta perkuliahan lainnya. Agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial dan apabila nanti berkaitan dengan nilai tidak dianggap pilih kasih. Hal tersebut juga dapat memicu semangat sang anak agar lebih giat belajar untuk meraih prestasi dengan usahanya sendiri. Dengan begitu tidak akan muncul pemikiran dari mahasiswa tentang diskriminasi. Karena anak dan ayah dalam kasus tersebut bisa profesional dalam pekerjaan dan sekolahnya. Bagaimana ketika sedang berada di dalam kelas yang sama maupun di kampus. Dan bagaimana seorang dosen bersikap ketika mahasiswa melakukan kesalahan. Jadi antara anaknya sendiri dan mahasiswa lain tidak dibeda-bedakan, karena ketika di kampus mereka sama-sama memiliki peran sebagai mahasiswa yang sedang mengemban ilmu demi bekal masa depan.

Teori Dramaturgi Erving GoffmanLatar belakang dari munculnya teori dramaturgi Erving Goffman berawal dari tahun 1945, Kenneth Duva Burke (5 Mei 189719 November 1993) seorang teoritis literatur Amerika dan filosof yang memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial. Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan.Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan simbolik ketimbang model pengetahuan. Pandangan Burke adalah bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama. Kemudian Erving Goffman (11 Juni 192219 November 1982), seorang sosiolog interaksionis dan penulis, pada tahun 1959 ia tertarik dengan teori dramatisme Burke, sehingga memperdalam kajian dramatisme tersebut dan menyempurnakannya dalam bukunya yang kemudian terkenal sebagai salah satu sumbangan terbesar bagi teori ilmu sosial The Presentation of Self in Everyday Life. Dalam buku ini Goffman yang mendalami fenomena interaksi simbolik mengemukakan kajian mendalam mengenai konsep Dramaturgi. Dramaturgi dari istilah teater dipopulerkan oleh Aristoteles. Sekitar tahun 350 SM, Aristoteles, seorang filosof asal Yunani, menelurkanPoetics, hasil pemikirannya yang sampai sekarang masih dianggap sebagai buku acuan bagi dunia teater. Aristoteles menjabarkan penelitiannya tentang penampilan/drama-drama berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisah komedi. Untuk menghasilkan Poetics,Aristoteles meneliti hampir seluruh karya penulis Yunani pada masanya.Dalam tragedi kerja analisis Aristoteles.Dia menganggap Oedipus Rex (c. 429 SM) sebagai karya klasik yang dramatis.Dia menganalisis hubungan antara karakter, tindakan, dan dialog, memberikan contoh-contoh dari apa yang dia anggap sebagai plot yang baik, dan memeriksa reaksi drama memprovokasi penonton.Banyak dari "aturan" sering dikaitkan dengan "Drama Aristotelian", dimanadeus ex machinaadalah kelemahan tindakan terstruktur ekonomis. Dalam Poetics ia membahas konsep-konsep kunci banyak drama, seperti anagnorisis dan katarsis.Pada abad terakhir analisis Aristoteles telah membentuk dasar bagi berbagai TV dan panduan menulis film.The Poetics adalah karya paling awal teori dramatis Barat.Karya non-Barat awal yg bersifat sandiwara adalah Sansekerta India "Natayasatra" ('The Art of Theatre) ditulis sekitar 100 Masehi, yang menggambarkan unsur-unsur, bentuk dan elemen narasi dari sepuluh jenis utama dari drama India kuno. Bila Aristoteles mengungkapkan Dramaturgi dalam artian seni. Maka, Goffman mendalami dramaturgi dari segisosiologi. Seperti yang kita ketahui, Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya,The Presentation of Self In Everyday Life. Buku tersebut menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalamcara yang samadengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama.Tujuan dari presentasi dari DiriGoffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi.Dalam karya-karya Erving Goffman sangat dipengaruhi oleh pemikiran George Herbert Mead yang memokuskan pandangannya padaTheSelf. Misalnya dalamThe Prsentation of self of everyday life(1955), meragukan pandangan Goffman yang menjelaskan mengenai proses dan makna dari apa yang disebut sebagai interaksi antar manusia. Dengan mengambil konsep mengenai kesadaran diri danThe Self Mead, Goffman kembali meunculkan teori peran sebagai dasar dari teori Dramaturgi. Goffman mengammbil pengandaian kehidupan individu sebagai panggung sandiwara, lengkap dengan setting panggung dan akting yang dilakukan oleh individu sebagai aktor kehidupan (Santoso, 2012: 47). Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut dan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya sendiri. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkansetting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non-verbal lain. Hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Asumsi-Asumsi Teori DramaturgiTori Dramaturgi Erving Goffman tertuang dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life(1959) dan Encounters; Two Studies of Sociology of Interaction(1961). Goffman tidak berupaya menitikberatkan pada struktur sosial, melainkan pada interaksi tatap muka atau kehadiran bersama (Co-presence). Menurutnya interaksi tatap muka itu dibatasinya sebagai individu yang saling memperngaruhi indakan-tindakan mereka satu sama lain ketika masing-masing berhadapan secara fisik. Secara lebih rinci, teori Dramaturgi Goffman tersebut dapat dikemukakan sebaga berikut (Supardan, 2011:158):a)Dalam suatu situasi sosial, seluruh kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai suatu penampilan (performence), sedangkan orang-orang lain yang terlibat dalam situasi tersebut disebut sebagai pengamat atau partisipan lainnya.b)Para aktor adalah mereka yang melakukan tinakan tindakan atau penampilan rutin. Yang dimaksud tindakan rutin (routine) disini menurut Goffman dalam Dadang Supardan, 2011 yaitu membatasi sebagai pola tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya, terungkap pada saat melakukan pertunjukan dan yang uga dapat dilakukan maupun diungkapkan pada kesempatan lain.c)Individu dapat menyajikan suatu pertunjukan (show) bagi orang lain, tetapi kesan (impression) pelaku terhadap pertunjukan tersebut dapat berbeda-beda. Seseorang dapat bertindak sangat meyakinkan atas tindakan yang diperlihatkannya, walaupun sesungguhnya perilaku sehari-harinya tidaklah mencerminkan tindakan yang demikian.d)Karena itulah perlu dibedakan antara panggung depan (front region) atau panggung belakang (back stage). Panggung depan adalah bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi sebagai metode umum untuk tampil di depan publik sebagai sosok yang ideal.e)Sedangkan pada panggung belakang, terdapat sejenis masyarakat rahasia yang tidak sepenuhnya dapat dilihat di atas permukaan.Dalam hal ini tidak mustahil bahwa tradisi dan karakter pelaku sangat berbeda dengan apa yang dipentaskan di depan. Dengan demikian ada kesenjangan peranaan walaupun maupun keterikatan peranan maupunrole embracement(Supardan, 2011:158).

Daftar Rujukan

Santoso, Edi. Dkk. 2012.Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.Supardan, Dadang. 2011.Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

ERVING GOFFMAN PERSPEKTIF TEORITIS

ERVING GOFFMANBAB I PENDAHULUANInteraksionisme simbolik sesungguhnya merupakan bagian dari psikologi sosial yang membahas interaksi antar-individu dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Konsep interaksionisme simbolik dari Erving Goffman juga membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan interaksi antara individu-individu dan juga melibatkan simbol-simbol dan penafsiran-penafsiran dimana peranan antarathe selfdanthe othermendapat perhatian yang sama dalam koteks interaksi. Interaksionisme simbolik Erving Goffman memang selalu mengacu kepada konsep-konsepimpression management,role distance, dansecondary adjustmentdimana ketiganya bertumpu pada konsep dan perananthe selfdanthe othertadi. Selain itu, Goffman juga menyoroti masalah face-to-face interaction, yaitu interaksi atau hubungan tatap muka yang menjadi dasar pendekatan mikrososiologi dalam analisis sosiologisnya.Inti dari ajaran Goffman adalahDramaturgy. Dramaturgy adalah situasi dramatik yang seolah-olah terjadi diatas panggung sebagai ilustrasi untuk menggambarkan individu-individu dan interaksi yang dilakukan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Goffman menggambarkan peran dari para individu-individu yang berinteraksi dan hubungannya dengan realitas sosial yang ada dan sedang dihadapinya melalui panggung sandiwara serta menggunakan jalan cerita yang telah ditentukan sebelumnya. Seperti layaknya sebuah panggung pementasan ada bagian yang disebutfrontstage(panggung bagian depan) danbackstage(panggung bagian belakang) di mana keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Betapa penting peranan dan fungsibackstageterhadap keberhasilan penampilan difrontstage, kajian-kajian terhadap hal-hal yang berada di luar perhitungan benar-benar bertumpu pada sumber daya-sumber daya yang ada pada kedua bagian tersebut.Interaction Orderadalah artikel 'penutup' dari seluruh karya-karya Erving Goffman sebelum ia wafat tahun 1982. Dalam tulisannya ini, Erving Goffman secara konsisten tetap menyoroti masalah interaksi tatap muka yang ordonya dimulai dari skala yang terkecil atau terendah menuju skala terbesar atau tertinggi, yaitu yang terdiri daripersons,contact,encounters,platformperformances, dancelebrations. Meskipun hampir sebagian besar analisis Erving Goffman tidak menyertakan konsep penting interaksionisme simbolik, yaituself interaction, namun bagi Erving Goffman, seorang aktor yang berada'diatas panggung' itu harus mampu menafsirkan, memetakan, mengevaluasi, dan mengambil tindakan sehingga atas dasar kemampuannya itu manusia dikategorikan sebagai makhluk yang aktif. Bagi Erving Goffman, sebagai makhluk yang aktif, manusia itu justru harus mampu untuk memanipulasi situasi yang di hadapinya. Hal inilah yang mendasari pandang Erving Goffman bahwa seorang sosiolog harus mampu melakukan analisis secara mandiri atas kondisi-kondisi sosial yang dihadapinya di dalam masyarakay itu sendiri.Kalau kita perhatikan diri kita itu dihadapkan pada tuntutan untuk tidak ragu-ragu melakukan apa yang diharapakan diri kita. Untuk memelihara citra diri yang stabil, orang melakukan pertunjukan (performance) di hadapan khalayak. Sebagai hasil dari minatnya pada pertunjukan itu, Goffman memusatkan perhatian pada dramaturgi atau pandangan atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung.Fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, bukan apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan bagaimana mereka melakukannya. Berdasarkan pandangan Kenneth Burke bahwa pemahaman yang layak atas perilaku manusia harus bersandar pada tindakan, dramaturgi menekankan dimensi ekspresif/impresif aktivitas manusia. Burke melihat tindakan sebagai konsep dasar dalam dramatisme. Burke memberikan pengertian yang berbeda antara aksi dan gerakan. Aksi terdiri dari tingkah laku yang disengaja dan mempunyai maksud, gerakan adalah perilaku yang mengandung makna dan tidak bertujuan. Masih menurut Burke bahwa seseorang dapat melambangkan simbol-simbol. Seseorang dapat berbicara tentang ucapan-ucapan atau menulis tentang kat-kata, maka bahasa berfungsi sebagai kendaraan untuk aksi. Karena adanya kebutuhan sosial masyarakat untuk bekerja sama dalam aksi-aksi mereka, bahasapun membentuk perilaku.Dramaturgi menekankan dimensi ekspresif/impresif aktivitas manusia, yakni bahwa makna kegiatan manusia terdapat dalam cara mereka mengekspresikan diri dalam interaksi dengan orang lain yang juga ekspresif. Oleh karena perilaku manusia bersifat ekspresif inilah maka perilaku manusia bersifat dramatik. Pendekatan dramaturgis Goffman berintikan pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamannya, ia ingin mengelola pesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Untuk itu, setiap orang melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kaum dramaturgis memandang manusia sebagai aktor-aktor di atas panggung metaforis yang sedang memainkan peran-peran mereka. Burce Gronbeck memberikan sketsa tentang ide dasar dramatisme seperti pada gambar berikut (Littlejohn, 1996:166):Pengembangan diri sebagai konsep oleh Goffman tidak terlepas dari pengaruh gagasan Cooley tentang the looking glass self. Gagasan diri ala Cooley ini terdiri dari tiga komponen. Pertama, kita mengembangkan bagaimana kita tampil bagi orang lain; kedua, kita membayangkan bagimana peniliaian mereka atas penampilan kita; ketiga, kita mengembangkan sejenis perasaan-diri, seperti kebanggaan atau malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut. Lewat imajinasi, kita mempersepsi dalam pikiran orang lain suatu gambaran tentang penampilan kita, perilaku, tujuan, perbuatan, karakter teman-teman kita dan sebagainya, dan dengan berbagai cara kita terpangaruh olehnya.Konsep yang digunakan Goffman berasal dari gagasan-gagasan Burke, dengan demikian pendekatan dramaturgis sebagai salah satu varian interaksionisme simbolik yang sering menggunakan konsep peran sosial dalam menganalisis interaksi sosial, yang dipinjam dari khasanah teater. Peran adalah ekspektasi yang didefinisikan secara sosial yang dimainkan seseorang suatu situasi untuk memberikan citra tertentu kepada khalayak yang hadir. Bagaimana sang aktor berperilaku bergantung kepada peran sosialnya dalam situasi tertentu. Focus dramaturgis bukan konsep-diri yang dibawa sang aktor dari situasi kesituasi lainnya atau keseluruhan jumlah pengalaman individu, melainkan diri yang tersituasikan secara sosial yang berkembang dan mengatur interaksi-interaksi spesifik. Menurut Goffman diri adalah suatu hasil kerjasama (collaborative manufacture) yang harus diproduksi baru dalam setiap peristiwa interaksi sosial. Kehidupan manusia tampaknya akan berjalan normal bila kita mengikuti ritual-ritula kecil dalam interaksi ini, meskipun kita tidak selamanya menjalankannya. Etiket adalah kata lain untuk ritual itu, yakni seperangkat penghargaan yang sama yang melandasi apa yang pantas dan tidak pantas kita lakukan dalam suatu situasi. Goffman menegaskan bahwa masyarakat memang memobilisasikan anggota-anggotanya untuk menjadi para peserta yang mengatur diri-sendiri, yang mengajari kita apa yang harus dan tidak boleh kita lakukan dalam rangka kerjasama untuk mengkonstruksikan diri yang diterima secara sosial, salah satunya adalah lewat ritual, Menurut Goffman keterikatan emosional pada diri yang kita proyeksikan dan wajah kita merupakan mekanisme paling mendasari kontrol sosial yang saling mendorong kita mengatur perilaku kita sendiri. Wajah adalah suatu citra-diri yang diterima secara sosial. Menampilkan wajah yang layak adalah bagian dari tatakrama situasional, yaitu aturan-aturan mengenai kehadiran diri yang harus dikomunikasikan kepada orang lain yang juga hadir.

BAB IIPEMBAHASAN

A.Latar Belakang Teori Dramaturgi Erving GoffmanDramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Erving Goffman menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back). Front mencakup, setting, personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri). Sedangkan bagian belakang adalah the self, yaitu semua kegiatan yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan acting atau penampilan diri yang ada pada Front. Berbicara mengenai Dramaturgi Erving Goffman, maka kita tidak boleh luput untuk melihat George Herbert Mead dengan konsepThe Self, yang sangat mempengaruhi teori Goffman.Erving Goffman lahir di Mannville, Alberta, Canada, 11 Juni 1922. Meraih gelar Bachelor of Arts (B.A) tahun 1945, gelar Master of Arts tahun 1949 dan gelar Philosophy Doctor (Ph.D) tahun 1953. Tahun 1958 meraih gelar Guru Besar, tahun 1970 diangkat menjadi anggota Committee for Study of Incarceration. Dan tepat di tahun 1977 ia memperoleh penghargaan Guggenheim. Meninggal pada tahun 1982, setelah sempat menjabat sebagai Presiden dari American Sociological Association dari tahun 1981-1982. (Ritzer, 2004: 296)Sebagaimana telah disebutkan bahwa, karya-karya Erving Goffman sangat dipengaruhi oleh George Herbert Mead yang memfokuskan pandangannya pada The Self. Misalnya, The Presentation of self in everyday life (1955), merupakan pandangan Goffman yang menjelaskan mengenai proses dan makna dari apa yang disebut sebagai interaksi (antar manusia). Dengan mengambil konsep mengenai kesadaran diri dan The Self Mead, Goffman kembali memunculkan teori peran sebagai dasar teori Dramaturgi. Erving Goffman mengambil pengandaian kehidupan individu sebagai panggung sandiwara, lengkap dengan setting panggung dan akting yang dilakukan oleh individu sebagai aktor kehidupan.Lalu, bagaimanakah sebenarnya dengan The Self Mead tersebut?Bagi Mead, The Self lebih dari sebuah internalisasi struktur sosial dan budaya. The Self juga merupakan proses sosial, sebuah proses dimana para pelakunya memperlihatkan pada dirinya sendiri hal-hal yang dihadapinya, didalam situasi dimana ia bertindak dan merencanakan tindakannya itu melalui penafsirannya atas hal-hal tersebut. Dalam hal ini, aktor atau pelaku yang melakukan interaksi sosial dengan dirinya sendiri, menurut Mead dilakukan dengan cara mengambil peran orang lain, dan bertindak berdasarkan peran tersebut, lalu memberikan respon atas tindakan-tindakan itu. Konsep interaksi pribadi (self interaction) dimana para pelaku menunjuk diri mereka sendiri berdasarkan pada skema Mead mengenai psikologi sosial. The Self disini bersifat aktif dan kreatif serta tidak ada satupun variable-variabel sosial, budaya, maupun psikologis yang dapat memutuskan tindakan-tindakan The Self. (Wagiyo, 2004: 107)Dari deskripsi di atas, Mead menegaskan bahwa The Self merupakan mahluk hidup yang dapat melakukan tindakan, dan bukan sesuatu yang pasif yang semata-mata hanya menerima dan merespon suatu stimulus belaka. Secara hakiki, pandangan Mead merupakan isu sentral bagi interaksionisme simbolik. Dramaturgi itu sendiri merupakan sumbangan Erving Goffman bagi perluasan teori interaksi simbolik. Mead menyatakan bahwa konsep diri pada dasarnya terdiri dari jawaban individu atas pertanyaan mengenai siapa aku untuk kemudian dikumpulkan dalam bentuk kesadaran diri individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung. Pendapat Mead tentang pikiran adalah bahwa pikiran mempunyai corak sosial, percakapan dalam batin adalah percakapan antara aku dengan yang lain pada titik ini, konsepsi tentang aku itu sendiri merupakan konsepsi orang lain terhadap individu tersebut. Atau dengan kalimat singkat, individu mengambil pandangan orang lain mengenai dirinya seolah-olah pandangan tersebut adalah dirinya yang berasal dari aku.Pada pandangan Erving Goffman, kesadaran diri adalah hasil adopsi dari ajaran-ajaran Durkheim. Dan bagi Goffman, struktur sosial merupakan countless minor synthesis (sintesis-sintesis kecil yang tak terbilang), dimana manusia ini menurut Simmel- merupakan atom-atom atau partikel-partikel yang sangat kecil dari sebuah masyarakat yang besar. Dan ide serta konsep Dramaturgi Goffman itu sendiri, menolong kita untuk mengkaji hal hal yang berada di luar perhitungan kita (hal-hal kecil yang tak terbilang tersebut), manakala kita menggunakan semua sumber daya yang ada di bagian depan dan bagian belakang (front and back region) dalam rangka menarik perhatian orang-orang yang disekeliling kita. Bentuk-bentuk interaksi, komunikasi tatap muka, dan pengembangan konsep-konsep sosiologi, merupakan sumbangan Goffman bagi interaksionis simbolik bahkan Goffman juga mempengaruhi tokoh-tokoh di luar interaksionis simbolik. Walaupun pada karya terakhirnya, Goffman terfokus pada gerakan-gerakan yang mengarah pada bentuk-bentuk strukturalisme masyarakat.B. THE PRESENTATION OF SELF IN EVERYDAY LIFEGoffman bukan memusatkan perhatiannya pada struktur social. Dia lebih tertarik pada interaksi tatap muka atau kehadiran bersama. Interaksi tatap muka dibatasainya sebagai individu-individu yang saling mempengaruhi tindakan-tindakan mereka satu sama lain ketika masih berhadapan secara fisik. Biasanya terdapat suatu arena kegiatan yang terdiri dari serangkaian tindakan individu itu. Dalam situasi social, seluruh kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai penampilan(performance), sedang orang lain yang terlibat didalam situasi itu disebut pengamat atau partisipan lainnya.Didalam membahas petunjukan, goffman menyaksikan bahwa individu dapat menyaksikan suatu pertunjukan(show) bagi orang lain, tetapi kesan(impression) si pelaku pertunjukan itu berbeda-beda. Seorang bisa merasa yakin akan tindakan yang di perhatikannya, atau pula bisa bersikap sinis terhadap pertunjukan itu. Didalam proses interaksi, seorang pelaku dilihat bersama tindakannya, dan penonton melihat dan menerima pertunjukan itu.Menurut Goffman, dua bidang penampilan perlu dibedakan. Panggung depan (front region) adalah bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi didalam mode yang umum dan tetap untuk mendefenisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan tersebut. Di dalamnya termasuk setting dan personal front yang selanjutnya dapat di bagi menjadi penampilan (apperaence) dan gaya (manner).Dramaturgy memperlakukan self sebagai produk yang ditentukan oleh situasi social. Ini sama dengan karakter di panggung yang merupakan produk dari naskah yang sebelumnya sudah dibuat untuk memerinci berbagai langkah serta kegiatannya. Karakter tersebut terdapat didalam system panggung teater yang tertutup, tanpa mempertimbangkan dunia yang lebih besar di luar teater itu.Selama pertunjukan berlangsung tugas utama actor adalah mengendalikan kesan yang di sajikannya selama pertunjukan.Goffman menyatakan bahwa perbedaan pendapat di antara para anggota tim tidak hanya melumpuhkan kesatuan bertindak, akan tetapi juga membuat kikuk realitas yang mereka sponsori. Selama kegiatan rutin anggota tim harus dapat dipercaya dan oleh karena itu mereka harus dipilih dengan hati-hati. Seorang pelaku harus berhasil memainkan satu karakter. Bila terjadi krisis atau situasi gawat, demi menyelamatkan pertunjukan dia harus memiliki atribut-atribut tertentu. Goffman mengidentifikasi tiga kategori atribut dan praktek yang dipakai untuk melindungi si pelaku dari berbagai kesulitan1.Langkah bertahan yang diambil oleh si pelaku untuk menjamin kelangsungan pertunjukannya2.Langkah pencegahan yang di ambil oleh penonton dan pihak lain untuk membantu si pelaku menjamin kelangsungan pertunjukannya3.Langkah yang ahrus diambil si pelaku untuk memungkinkan para penonton dan pihak lain untuk mengambil langkah-langkah pencegahan demi kepentingan si pelaku sendiri. Di dalam langkah-langkah bertahan adalah kesetiaan dramaturgis semacam kewajiban moral untuk mendiamkan pelaksanaan mereka, disiplin dramaturgis ( termasuk tetap berpegang pada bagiannya dan tidak terpengaruh oleh pertunjukannya sendiri ), dan kewaspadaan dramaturgis ( penggunaan metode yang tepat untuk menyajikan pertunjukan itu telah di tentukan sebelumnya ). Menurut Goffman , kesetiaan, disiplin dan kewaspadaan adalah merupakan tiga atribut esensial bagi keberhasilan tim melaksanakan pertunjukannya.

C. ASYLUMS : DRAMATURGI EMPIRIS ANALISA INSTITUSI TOTAL Buku kedua Goffman,Asylums (1961a) merupakan buku yang memiliki sifat metedologis dan teoritis. Data yang di pergunakannya merupakan hasil pengamatan di rumah sakit jiwa selama lebih dari emapt tahun, setahun di antaranya merupakan pengamatan yang rekonstrasi lewat pengamatan lapangan rumah sakit. St Elizabeth Washington. Goffman ingin mempelajari dunai social para penghuni rumah sakit dan berhasil dengan sangat cemerlang mengorganisir insight dan pengamatannya kedalam suatu perspektif teoritis. Dramaturgi Goffman berkenan dengan interaksi yang seolah-olah merupakan produk suatu sitem tertutup yang di sebutnya institusi total. Institusi total adalah tempat tinggal dan kerja dimana sejumlah besar individu, yang untuk waktu cukup waktu lama terlepas dari masyarakat luas, bersama-sama terlibat dan berperan dimana kehidupan di atur secara formal. Lima kategori institusi total, yaitu :1.Institusi yang dibangun untuk merawat orang yang dianggap tidak mampu dan tidak berbahaya, misalnya tunawisma, dll2.Tempat yang dibangun untuk orang yang dianggap tidak mampu merawat dirinya sendiri dan berbahaya bagi masyarakat meskipun mereka tidak bermaksud demikian, misalnya rumah sakit jiwa3.Institusi total yang ketiga diorganisir untuk melindungi masyarakat dari apa yang dirasakan sebagai bahaya yang mengancam dimana kesejahteraan mereka yang diasingkan tetapi tidak dianggap sebagai suatu masalah seperti kamp tawanan perang atau penjara4.Institusi yang dasarnya dibangun untuk menunaikan beberapa tugas yang mirip dengan kerja dan yang mengesahkan diri mereka diatas dasar instrumental seperti barak tentara, asrama sekolah, dll5.Lembaga kemasyarakatan yang dirancang sebagai tempat mengasingkan diri dan kadang-kadang sering berfungsi sebagai tempat latihan keagamaan seperti biara, pendopo dan tempat penyepian lainnya.

D. ILUSTRASI LEBIH LANJUT TENTANG MANAJEMEN KESANDalam bukuEcounters: Two studies of interactionGoffman melanjutkan minatnya dalam menjelaskan interaksi tatap muka.Ecountersmerupakan studi pengendalian kesan dalam kelompok-kelompok yang tidak berusia panjang.goffman memusatkan perhatian pada interaksi tatap muka ketika secara efektif oran setuju memelihara satu-satunya focus perhatian yang bersifat kognitif dab visual. Goffman masih menggunakan kerangka dramaturgisnya dengan individu yang mahir memainkan peran yang sebagian ditentukan oleh dan merupakan reaksi terhadap hambatan structural.Kesenjangan social adalah pemisahan yang jelas antara individu dengan perananya. Keterikatan peranan adalah keterikatan yang nyata kepada peranan. Kesenjangan peranan dan keterikatan peranan berhubungan dengan status, termasuk usia, jenis kelamin, pendidikan dan variable yang berhubungan lainnya.Minat Goffman dalam kelompok-kelompok social yang tidak abadi di lanjutkan dalam bukunya:Behavior in Public Places; Notes on the Social Organization of Gatherins(1963a). Disini Goffman mengamati hubungan tatap muka yang terjadi dijalan, taman, teater, took dan berbagai tempat pertemuan lainnya, mengenai diri seorang pelaku melalui penggambaran penyajian diri dalam situasi non kelembagaan. Disini orang berhati-hati dalam mengendalikan kesan yang diberikan kepada orang lain yang terlibat dalam situasi singkat tersebut.Dalam bukunyaStigma: Notes on the Management of Spoiled Identity(1963b) Goffman menberikan beberapa penyajian diri yang problematis.Aib(stigma) menunjuk pada orang-orang yamg memiliki cacat sehingga tidak memperoleh penerimaan social yang sepenuhnya, seperti kelompok minoritas atau orang buta. Menurut Goffman mereka merupakan orang yangdirendahkanataudapat direndahkan. Yang direndahkan adalah orang yang aibnya terlihat denagn mudah seperti kelompok minoritas sedangkan yang dapat direndahkan adalah mereka yang kekurangannya untuk mengikuti standar penerimaan social tidak langsung terlihat seperti seorang salesman yang berpakaian rapi tidak Nampak bahwa ia adsalah seorang mantan napi.

E. FRAME ANALISIS: SUATU ESAI TENTANG ORGANISASI PENGALAMANFrame analisispada dasarnya merupakan study realitas subjektif. Frame dibatasi sebagai defenisi situasi yang dibentuk sesuai denagn prinsif organisasi yang mengatur peristiwa dan keterlibatan subjektif. Frame mengorganisir pengalaman individual dan mengandung berbagai tingkat realitas. Walaupun tekananya bersifat subjektif, tetapi mereka tidak semata-mata sebagai masalah gagasan saja. Berbagai aturan dan norma mengendalikan kegiatan kita dan untuk situasi tertentu kita belajar menggunakanframeyang tepat. Dalam setiap kegiatan tertentu kita menggunakan frame untuk menangkap apa yang terjadi. Kita perlu membaca setiap sitauasi memahaminya dan itu kita lakukan dengan menggunakan norma-norma atau aturan-aturan yang telah ada. Dalam karyanya kita kembali dapat menemukan tema pengendalian kesan. Seorang akan menunjukkan kedirian sesuai dengan situasi saat itu juga.Selfterungkap dalam perilaku yang sesuai dengan aturan-aturan atau norma-norma yang disediakan olehframe.BAB IIIPENUTUPErving Goffman dalam bukunya yang berjudul The Presentational of Self in Everyday Life memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Banyak ahli mengatakan bahwa dramaturginya Goffman ini ini berada di antara tradisi interaksi simbolik dan fenomenologi (Sukidin, 2002: 103).Maka sebelum menguraikan teori dramaturgis, perlu kita uraikan terlebih dahulu sekilas tentang inti teori interaksi simbolik. Hal ini didasari bahwa perspektif interaksi simbolik banyak mengilhami teori dramaturgis, di samping persektif-perspektif yang lain. Interaksi simbolik sering dikelompokan ke dalam dua aliran (school). Pertama, aliran Chicago School yang dimonitori oleh Herbert Blumer, melanjutkan tradisi humanistis yang dimulai oleh George Herbert Mead. Blumer menekankan bahwa studi terhadap manusia tidak bisa dilakukan dengan cara yang sama seperti studi terhadap benda. Blumer dan pengikut-pengikutnya menghindari pendekatan-pendekatan kuatitatif dan ilmiah dalam mempelajari tingkah laku manusia. Lebih jauh lagi tradisi Chicago menganggap orang itu kreatif, inovatif, dan bebas untuk mendefinisikan segala situasi dengan berbagai cara dengan tidak terduga. Kedua Iowa School menggunakan pendekatan yang lebih ilmiah dalam mempelajari interaksi. Manford Kuhn dan Carl Couch percaya bahwa konsep-konsep interaksionis dapat dioperasikan. Tetapi, walaupun Kuhn mengakui adanya proses dalam alam tingkah laku, ia menyatakan bahwa pendekatan struktural objektif lebih efektif daripada metode lemah yang digunakan oleh Blumer.Interaksionisme simbolik mengandung inti dasar pemikiran umum tentang komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer memisahkan tujuh hal mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari interaksionisme simbolik, yaitu:1.Orang-orang dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman. Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam siombol-simbol.2.Berbagai arti dipelajari melalui interaksi di antara orang-orang. Arti muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok-kelompok sosial.3.Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di antara orang-orang.4.Tingkah laku seseorang tidaklah mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian pada masa lampa saja, tetapi juga dilakukan secara sengaja.5.Pikiran terdiri dari percakapan internal, yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain.6.Tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses interaksi.7.Kita tidak dapat memahami pengalaman seorang individu dengan mengamati tingkah lakunya belaka. Pengalaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui pula secara pasti.

DAFTAR PUSTAKAhttp://socialmasterpice.blogspot.com/2011/03/teori-dramaturgi-goffman.htmlhttp://tuwentytou22.blogspot.com/2011/11/teori-erving-goffman Interaksionisme.htmlhttp://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2223950-pemikiran-dan-karya-Erving-goffman/#ixzz1rDYdEI6bPoloma,Margaret. 2010 SOSIOLOGI KONTEMPORER: Raja grafindo. Jakarta

Interaksionisme SimbolikBAB IPENDAHULUAN

A.Latar BelakangSebuah interaksi sosial yang sering dijumpai dalam masyarakat dapat dilihat dengan menggunakan dua sudut pandang, yaitu fungsionalis dan simbolik. Interaksionisme simbolik sendiri merupakan studi tentang proses orang- orang menafsir dan memaknai obyek- obyek, kejadian, serta situasi yang membentuk kehidupan sosial mereka (Karp dan Yoels dalam Amin Nurdin, 2006: 54).Paradigma humanistik merupakan sudut pandang utama dalam interaksionisme simbolik. Maksudnya ialah cara pandang interaksionisme simbolik akan melihat sebuah fenomena sosial dari sisi individu memaknai fenomena sosial tersebut. Hal ini dilakukan sebab tindakan humanis manusia merupakan bagian mikro dari interaksi sosial yang tidak boleh diabaikan.Adalah perspektif psikologi sosial yang menjadi dasar bagi interaksionisme simbolik ini. George Herbert Mead adalah pencetus pertamanya, lalu mulai dikembangkan oleh muridnya sendiri, Herbert Blumer. Perspektif ini memusatkan perhatian pada hubungan- hubungan antar- pribadi.Karya- karya Erving Goffman (1922- 1982) merupakan kelanjutan dari pemikiran Herbert Mead yang memfokuskan pandangannya tentangThe Self. Misalnya,The Presentation of Self in Everyday Life(1955) merupakan pandangan Goffman yang menjelaskan mengenai proses dan makna dari interaksi. Dengan mengambil konsep mengenai kesadaran diri Mead, Goffman kembali memunculkan teori peran sebagai teori dasar Dramaturgi. Goffman mengandaikan kehidupan individu bak sebuah panggung sandiwara, yang lengkap dengansettingpanggung dan akting yang harus dilakukan oleh individu sebagai aktor kehidupan.B.Rumusan Masalah1.Apakah hakikat dari Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi?2.Bagaimana implementasi Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi dalam kehidupan sehari-hari?C.Tujuan Penulisan1.Agar Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dan hakikat dari Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi2.Agar Mahasiswa dapat menerapkan pembelajaran Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi dalam kehidupan sehari-hari3.Agar Mahasiswa dapat menganalisis kejadian sehari-hari dalam konteks Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi

BAB IIPEMBAHASAN

A.Definisi Interaksionisme SimbolikInteraksionisme simbolik sejatinya terdiri atas dua penggal kata, yaitu interaksi dan simbolik.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, interaksi didefinisikan sebagai hal, saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi, antarhubungan[1]. Sedangkan definisi dari simbol adalah sebagai lambang, menjadi lambang, mengenai lambang (2001: 1066).Francis Abraham dalamModern Sociological Theory(1982) menyatakan bahwa interaksionisme simbolik pada hakikatnya merupakan sebuah perspektif yang bersifat sosial- psikologis, yang terutama relevan untuk penyelidikan sosiologis.Esensi dari interaksi simbolik itu sendiri merupakan suatu aktivitas komunikasi yang menjadi ciri khas manusia dengan simbol yang memiliki makna tertentu. (Mulyana, 2003: 59)[2].Secara sederhana, interaksionisme simbolik dapat dimaknai sebagai suatu hubungan timbal balik antarpersonal dengan menggunakan simbol- simbol tertentu yang sudah dimafhumi artinya.

B.Latar Belakang Interaksionisme Simbolik

Beberapa tokoh seperti George Simmel, William James, Cooley, dan John Dewey telah menyajikan serangkaian konsep yang bertalian dengan interaksionisme simbolik. Namun, mereka tidak berhasil membuat suatu sintesa atau sistematisasi mengenai perspektif tersebut.

3

Sejarah sistematisasi teori interaksionisme simbolik tak dapat dilepaskan dari pemikiran George Herbert Mead (1863- 1931). Semasa hidupnya, Mead memainkan peranan penting dalam membangun perspektif dari Mazhab Chicago, sebuah mazhab yang memfokuskan dalam memahami suatu interaksi perilaku sosial.Mead tertarik pada interaksi, dimana isyarat non- verbal dan makna dari suatu pesan verbal akan mempengaruhi pikiran orang yang sedang berinteraksi. Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non- verbal (sepertibody language, gerak fisik, pakaian, status, dsb.) dan pesan verbal memiliki makna yang disepakati secara bersama- sama oleh semua pihak yang terlibat interaksi.Mead tertarik mengkaji interaksi sosial, dimana individu- individu berpotensi mengeluarkan simbol. Perilaku seseorang dipengaruho oleh simbol yang diberikan oleh orang lain. Melalui pemberian isyarat berupa simbol maka kita dapat mengutarakan perasaan,pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.Generasi setelah Mead merupakan awal perkembangan interaksi simbolik, yang mana ketika itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi dua mazhab yang berbeda dalam hal metodologi. Kedua mazhab itu ialah Mazhab Chicago(1969) yang dipelopori oleh Herbert Blumer dan Mazhab Iowa yang dipelopori oleh Manfred Kuhn bersama dengan Kimball Young.

C.Konstruksi Teori Interaksionisme SimbolikLayaknya sebuah bangunan yang terdiri atas sejumlah komponen, interaksionisme simbolik pun memiliki tiga elemen.1)Sifat- sifatTeori interaksionisme simbolik dikonstruksikan atas sejumlah ide- ide dasar yang mengacu kepada beberapa masalah kelompok manusia. Berikut uraiannya secara singkat.a.Sifat masyarakatSecara mendasar, masyarakat atau kelompok manusia berada dalam tindakan dan harus dilihat dari segi tindakan pula. Prinsip utama dari interaksi simbolik adalah apapun yang berorientasi secara empiris masyarakat, dan darimana pun sumbernya, haruslah mengingat kenyataan bahwa masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang tengah bersama- sama dalam sebuah aksi sosial.b.sifat interaksi sosialMasyarakat merupakan bentukan dari interasksi antar individu. Teori interaksionisme ini melihat pentingnya interaksi sosial sebagai sebuah sarana ataupun sebagai sebuah musabbab ekspresi atau tingkah laku manusia.c.ciri- ciri obyekPosisi teori interaksionisme simbolik adalah bahwa dunia- dunia yang ada untuk manusia dan kelompok mereka merupakan kumpulan dari obyek sebagai hasil dari interaksi simbolis. Obyek adalah sesuatu hal[3](yang dapat diindikasikan atau ditunjukkan). Obyek yang sama mempunyai arti yang berbeda untuk tiap individu. Dari proses indikasi timbal balik, obyek- obyek umum bermunculan. Obyek- obyek umum inilah yang akan dipandang secara universal. Blumer menyebutkan bahwa sesuatu obyek memiliki tiga macam bentuk yaitu benda fisik (things), benda sosial (social things), dan ide (abstract things).d.manusia sebagai makhluk bertindakTeori interaksionisme simbolis memandang manusia sebagai makhluk sosial dalam pengertian yang mendalam. Maksudnya ialah manusia merupakan makhluk yang ikut serta dalam interaksi sosial dengan dirinya sendiri dengan membuat sejumlah indikasi sendiri, serta memberikan respon pada indikasi. Manusia bukanlah makhluk yang sekedar berinteraksi lalu merespon, tetapi juga makhluk yang melakukan serangkaian aksi yang didasarkan pada perhitungan yang matang.e.sifat aksi manusiaManusia individual adalah manusia yang mengartikan dirinya dalam dunia ini agar bertindak. Tindakan atau aksi bagi manusia terdiri atas penghitungan berbagai hal yang ia perhatikan dan kenampakan sejumlah tindakan berdasarkan pada bagaimana ia menginterpretasikannya. Dalam berbagai hal tersebut, seseorang harus masuk ke dalam proses pengenalan dari pelakunya agar mengerti tindakan atau aksinya. Pandangan ini juga berlaku untuk aksi kolektif dimana sejumlah individu ikut diperhitungkan.f.pertalian aksiAksi bersama dari situasi baru muncul dalam sebuah masyarakat yang bermasalah. Proses sosial dalam kehidupan kelompok lah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Aksi bersama mengacu kepada aksi- aksi yang merubah sangat banyak kehidupan kelompok manusia, dan tidak hanya menyajikan pertalian horizontal tetapi juga tali vertikal dengan aksi sebelumnya.

g.Orientasi Metodologis Menurut Blumer teori interaksionisme simbolik telah diamati dengan menggunakan dua pendekatan utama yaitu eksplorasi dan inspeksi[4]. Berangkat dari kedua pemikiran diatas, muncul beberapa implikasi metodologis para ahli interaksi simbolik terhadap kehidupan kelompok dan aksi sosial yang dapat kita amati pada empat hal, yaitu individu, kolektivitas manusia, tindakan- tindakan sosial, serta tindakan yang memiliki pertalian kompleks.

h.Prinsip MetodologisInteraksionisme simbolik meliputi serangkaian prinsip metodologis yang memiliki perbedaan khas antara aliran Chicago dan aliran Iowa. Blumer berargumen bahwa metodologi yang khas untuk meneliti perilaku manusia merupakan metode yang biasa digeneralisasi. Sebaliknya, Manford Kuhn menekankan kesatuan metode ilmiah, semua medan ilmiah, termasuk sosiologi harus bertujuan pada generalisasi dan kesatuan hukum. Mereka tak bisa sepakat mengenai bagaimana suatu hal harus diteliti. Blumer cenderung menggunakan interspeksi simpatik yang bertujuan untuk dapat masuk ke dalam dunia cakrawala pelaku dan memandangnya sebagaimana sudut pandang si pelaku. Para sosiolog, menurutnya, harus menggunakan intuisinya untuk bisa mengambil sudut pandang para pelaku yang sedang mereka teliti, bahkan bila diperlukan, juga menggunakan kategori yang sesuai dengan apa yang ada di benak pelaku.Sedangkan Kuhn lebih tertarik dengan fenomena empiris yang sama, namun dia mendorong para sosiolog untuk mengabaikan teknik- teknik tak ilmiah. Dan menggantinya dengan indikator- indokator yang tampak, seperti tingkah laku, untuk mengetahui apa yang sedang berlangsung dalam benak pelaku.

D.Interaksionisme Simbolik George Herbert MeadGeorge Herbert Mead menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mengajar di Universitas Chicago. Bukunya yang berjudul Mind, Self, and Society merupakan kumpulan bahan kuliah yang ia berikan di Universitas Chicago. Dalam buku tersebut, Mead mendiskusikan tentangmind, self,dansociety.

1)Mind(akal budi)Bagi Mead,akal budi bukanlah sebuah benda, akan tetapi merupakan suatu proses sosial. Secara kualitas, akal budi manusia jauh berbeda dengan binatang. Seumpama kita temui dua ekor kucing yang terlibat perkelahian. Dalam perkelahian tersebut, sebenarnya, kucing tersebut hanya melakukan tukar menukar isyarat tanpa bermaksud memberikan pesan. Tidak dapat ditemui adanya keterlibatan kegiatan mental di dalamnya. Kucing pertama tak pernah berfikir bahwa ketika kucing kedua mengeramkan giginya, itu merupakan sebuah pesan kemarahan yang tengah disampaikan oleh kucing kedua. Manusia pun juga melakukan aksi dan reaksi yang serupa. Bedanya dalam kegiatan aksi dan reaksi yang dilakukan oleh manusia terdapat suatu proses yang melibatkan pikiran atau mental.Kemampuan untuk menciptakan dan menggunakan bahasa merupakan hal pembeda antara manusia dengan binatang. Bahasa memberikan kita kemampuan untuk menanggapi, bukan hanya simbol- simbol yang berbentuk gerak- gerik tubuh, melainkan juga simbol dalam bentuk kata- kata.Untuk melanggengkan suatu kehidupan sosial, maka para pelaku sosial harus menghayati simbol- simbol dengan arti yang sama. Simbol yang seragam menjadi pendukung utama dalam proses berpikir, beraksi dan berinteraksi dalam kehidupan masyarakat.Perbuatan bisa memiliki arti jika kita menggunakan akal budi untuk menempatkan diri kita dalam posisi orang lain, sehingga kita bisa menafsirkan arti dari suatu pikiran dengan tepat. Disinilah letak penting dari suatu arti bagi Mead (Bernard Raho, 2007: 101)

2)Self(diri)Bagi Mead, kemampuan untuk memberi jawaban kepada diri sendiri sebagaiman ia memberi jawaban terhadap orang lain, merupakan kondisi penting dalam rangka perkembangan akal budi itu sendiri.Self, sebagaimana jugamind, bukanlah suatu obyek melainkan suatu proses sadar yang memiliki beberapa kemampuan.Selfmengalami perkembangan melalui proses sosialisasi. Dalam proses sosialsisasi ini terdapat tiga tahap.a.Tahap bermainKetika berada pada tahap ini, seorang anak bermain dengan peran- peran dari orang- orang yang dianggap penting olehnya. Meski sekedar permainan, tahap ini menjadi penting bagi perkembangan anak karena melalui permainan ini anak akan belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan orang lain dalam status tertentu.b.Tahap pertandinganPada tahap ini, seorang anak terlibat dalam suatu tingkat organisasi yang lebih tinggi. Para peserta dalam suatu pertandingan mampu menjalankan peran orang- orang yang berbeda secara serentak dan mengorganisirnya dalam satu keutuhan. Dalam tahap ini, anak dituntut untuk memperhitungkan peranan- peranan lain dalam kelompok ketika bertingkah laku.c.Tahapgeneralized otherDalam tahap ini, seorang anak akan mengarahkan tingkah lakunya berdasaran pada standar- standar umum atau harapan atau norma masyarakat. Dalam tahap terakhir ini, anak akan mendasarkan tindakannya berdasarkan norma- norma yang bersifatuniversal.Dalam hubungannya denganSelf ini, Charles Horton Cooley mengembangkan satu konsep baru yang ia sebut denganlooking- glass self. Denganlooking- glass selfini, Cooley bermaksud mengatakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk melihat dirinya sebagaimana ia melihat obyek yang berada di luar dirinya. Hal ini berarti bahwa pertama, kita bisa membayangkan bagaimana kita tampil di hadapan orang lain; kedua, kita dapat membayangkan bagaimana penilaian orang lain terhadap penampilan kita; ketiga, kita dapat mengembangkan perasaan- perasaan tertentu sebagai akibat dari bayangan kita terhadap perasaan oran lain. (Bernard Raho, 2007: 105)3) Society(masyarakat)Konsep Mead tentang masyarakt tidak terlalu cemerlang. Ketika Mead berbicara tentang masyarakat dalam skala makro sebagaiman yang dipikirkan oleh Durkheim atau Marx, maka yang terlintas dalam benak Mead ialah bahwa masyarakat tak lebih daripada semacam organisasi sosial dimana akalbudi dan diri dapat tumbuh disitu. Mead menganggap masyarakat sebagai pola- pola tertentu dari interaksi. Sedangkan mengenai institusi sosial, ia beranggapan bahwa institusi sosial tidak lebih dari seperangkat respon atas kebutuhan masyarakat yang biasa.

3)Mazhab ChicagoGeorge Herbert Mead pada umumnya dipandang sebagai pemula utama dari pergerakan, dan pekerjaan nya [yang] pasti membentuk inti dari Aliran Chicago.Herbert Blumer, Mead merupakan pemikir terkemuka, menemukan istilah interaksionlisme simbolik, suatu ungkapan Mead sendiri tidak pernah menggunakan. Blumer mengacu pada label ini sebagai suatu sedikit banyaknya pembentukan kata baru liar yang di dalam suatu jalan tanpa persiapan. Ketiga konsep utama di dalam Teori Mead, menangkap di dalam jabatan pekerjaan terbaik yang dikenalnya, adalah masyarakat, diri, dan pikiran. Kategori ini adalah aspek yang berbeda menyangkut proses umum yang sama, sosial anda bertindak. Tindakan sosial adalah suatu sumbu konsep payung yang mana hampir semua psikologis lain dan proses sosial jatuh. Tindakan adalah suatu unit yang lengkap melakukan itu tidak bisa dianalisa ke dalam spesifik sub bagian. Suatu tindakan andangkin sederhana dan singkat, seperti ikatan suatu sepatu, atau andangkin saja merindukan dan mempersulit, seperti pemenuhan suatu rencana hidup. Tindakan berhubungan dengan satu sama lain dan dibangun ujung sepanjang umur hidup. Tindakan andalai dengan suatu dorongan hati; mereka melibatkan tugas dan persepsi maksud, latihan mental, dengan alternatif berat, dan penyempurnaan.Dalam format paling dasarnya, suatu tindakan sosial melibatkan tiga satuan hubungan bagian: suatu awal mengisyaratkan dari seseorang, suatu tanggapan untuk isyarat itu oleh yang lain dan suatu hasil. Hasil menjadi maksud komunikator untuk tindakan. Maksud berada di dalam hubungan yang triadic dari semuanya.Hubungan umur dapat meresap, memperluas dan menghubungkan sampai jaringan diperumit. Para aktor jauh diperhubungkan akhirnya di dalam jalan berbeda, tetapi kontroversi ke pemikiran populer, suatu jaringan atau suatu institusi tidak berfungsi secara otomatis oleh karena beberapa kebutuhan sistem atau dinamika bagian dalam: berfungsi sebab orang-orang pada poin-poin berbeda lakukan sesuatu yang, dan apa yang mereka lakukan adalah suatu hasil bagaimana mereka menggambarkan situasi di mana mereka disebut ke atas tindakan." Dengan ini gagasan untuk sosial bertindak dalam pikiran, kemudian, mari kita lihat lebih lekat di segi yang pertama dari analisa masyarakat Meadian.Pertimbangkan sistem hukum di Amerika Serikat sebagai suatu contoh. Hukum tak lain hanya interaksi antar hakim, dewan juri, pengacara, para saksi, juru tulis, wartawan, dan orang yang lain menggunakan bahasa untuk saling berhubungan dengan satu dengan yang lain. Hukum tidak punya maksud terlepas dari penafsiran dari tindakan dilibatkan itu semua di dalamnya. kaleng Yang sama dikatakan untuk aliran / mahzab, gereja, pemerintah, industri, dan masyarakat lain.Diri mempunyai dua segi, masing-masing melayani suatu fungsi penting. Menjadi bagian dari yang menuruti kata hati, tak tersusun, tidak diarahkan, tak dapat diramalkan anda.Bagi Blumer, obyek terdiri dari tiga fisik yaitu tipe(barang), sosial ( orang-orang), dan abstrak ( gagasan). Orang-Orang menggambarkan obyek yang dengan cara yang berbeda, tergantung pada bagaimana mereka biarkan ke arah obyek itu. Suatu polisi boleh berarti satu hal kepada penduduk dari suatu bagian tertua suatu kota tempat tinggal minoritas dan kepada hal lain. habitat suatu wilayah hunian indah; interaksi yang berbeda di antara penduduk dua masyarakat yang berbeda ini akan menentukan maksud yang berbeda pula.

E.Aliran IowaManford Kuhn dan para siswa nya, walaupun mereka memelihara dasar prinsip interaksionisme, tidak mengambil dua langkah-langkah baru sebelumnya melihat di teori yang konservatif. Yang pertama akan membuat konsep diri lebih nyata, yang kedua, buatan yang andangkin pertama, menjadi penggunaan dari riset kwantitatif. Di dalam yang area belakangan ini, aliran / mahzab Iowa dan Chicago memisahkan perusahaan. Blumer betul-betul mengkritik kecenderungan dalam ilmu perilaku manusia untuk menerapkan; Kuhn membangun suatu titik ke lakukan yang terbaru! Sebagai hasilnya pekerjaan Kuhn beralih lebih ke arah analisa mikroskopik dibanding mengerjakan pendekatan Chicago yang tradisional.Seperti Mead dan Blumer, Kuhn mendiskusikan pentingnya obyek di dalam dunia aktor. Obyek dapat mengarah pada kenyataan orang: suatu hal, suatu peristiwa, atau suatu kondisi. Satu- satunya kebutuhan untuk sesuatu yang untuk menjadi suatu obyek adalah bahwa orang menyebut itu, menghadirkannya secara simbolik. Kenyataan untuk orang-orang menjadi keseluruhan dari obyek sosial mereka, yang mana selalu secara sosial digambarkan.Suatu konsep detik bagi Kuhn menjadi rencana kegiatan, seseorang pola total teladan perilaku ke arah obyek ditentukan. Sikap, atau statemen lisan yang menandai adanya nilai-nilai ke arah tindakan yang mana akan menjadi diarahkan, dan memandu rencana itu. Sebab sikap adalah statemen lisan, mereka juga dapat mengamati dan mengukur. Apabila seseorang akan ke perguruan tinggi melibatkan suatu rencana kegiatan, yang benar-benar rencana besar, memandu dengan satu set sikap tentang apa yang anda ingin lepas dari perguruan tinggi. anda andangkin dipandu, untuk sebagai contoh, dengan sikap positif ke arah uang, dan sukes pribadi.Sepertiga konsep bagi Kuhn menjadi wawancara lainnya, seseorang yang telah secara khusus berpengaruh di dalam hidup satu orang. Istilah ini penting khususnya yang bersinonim lainnya, seperti digunakan oleh Mead. Individu ini memiliki empat kualitas. Pertama, mereka adalah orang-orang untuk siapa individu secara emosional dan secara psikologis dilakukan. Ke dua, mereka adalah menyediakan orang dengan kosa kata umum, pusat konsep, dan kategori. Ketiga, mereka menyediakan individu dengan pembedaan dasar antara orang lain dan diri pribadi, mencakup yang merasa peranperbedaan. Keempat, orang lain melakukan komunikasi wawancara yang secara terus menerus menopang self-concept individu itu. wawancara Orang lain andangkin adalah di dalam saat ini atau masa lampau; mereka andangkin menyajikan atau absen. gagasan Yang penting di belakang konsep adalah bahwa individu ingin bertemu dunia melalui interaksi dengan orang yang lain tertentu yang sudah menyentuh hidup seseorang di dalam jalan penting.Akhirnya, kita datang ke konsep Kuhn yang paling utama tentang diri. Metoda Kuhns meliputi teori di sekitar diri, dan itu ada di area Ini yang Kuhn paling secara dramatis meluas ke interaksionisme simbolik.Self-Conception, rencana kegiatan individu ke arah diri, terdiri dari identitas seseorang, kebencian dan minat, tujuan, ideologi, dan evaluasi diri. Seperti (itu) self-conceptions adalah sikap penjangkaran, karena mereka bertindak sebagai kerangka acuan seseorang yang paling umum untuk menghakimi obyek lain. Semua rencana kegiatan yang berikut bersumber terutama semata dariself-conceptitu. Kuhn mengenalkan suatu teknik mengenal sebagaiTwenty Statement Self-Attitudes( TST) untuk mengukur berbagai aspek menyangkut diri.

F.Prinsip- Prinsip Dasar Interaksionisme SimbolikPendukung teori interaksionisme simbolik seperti Blummer dan Mead telah berusaha mencari dan merumuskan prinsip- prinsip dasar dari teori ini. Beberapa prinsip tersebut yaitu:1)Kemampuan untuk berpikirAsumsi penting bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berpikir membedakan interaksionisme simbolik dari akarnya, behaviorisme. Behaviorisme mempelajari tingkah laku manusia secara obyektif dari luar. Sedangkan interaksionisme simbolik mempelajari tindakan sosial dengan menggunakan teknik introspeksi untuk dapat mengetahui sesuatu yang melatarbelakangi tindakan sosial dari sudut pandang sang aktor[5]. Asumsi ini juga memberikan dasar yang kuat bagi orientasi teoritis kepada interaksionisme simbolik.Para pendukung teori ini berpendapat bahwa individu- individu di dalam masyarakat tidak dipandang sebagai makhluk yang dimotivasi oleh faktor- faktor yang bersifat external yang berada di luar kontrol mereka. Sebaliknya, mereka melihat manusia sebagai makhluk yang reflektif dan oleh sebab itu maka manusia sanggup bertingkah laku secara reflektif pula.Kemampuan untuk berpikir itu berada di dalam akal budi, yang oleh pendukung interaksionisme simbolik dibedakan dari otak. Manusia wajib memiliki otak agar dapat mengembangkan akal budinya, namun otak tidak serta merta dapat menciptakan akal budi.

2)Berpikir dan berinteraksiOrang hanya memiliki kemampuan untuk berpikir yang bersifat umum. Kemampuan ini harus dibentuk dalam proses interaksi sosial. Pandangan ini menghantarkan interaksionisme simbolik untuk memperhatikan satu bentuk khusus dari interaksi sosial, yakni sosialisasi. Kemampuan manusia untuk berpikir sudah dibentuk ketika sosialisasi pada masa anak- anak dan berkembang selama sosialisasi ketika manusia menjadi dewasa. Pandangan interaksionisme simbolik tentang proses sosialisasi sedikit berbeda dari pandangan teori- teori lainnya. Bagi teori lainnya, sosialisasi dilihat sebagai proses dimana individu mempelajari hal- hal yang ada di dalam masyarakat supaya mereka bisa bertahan hidup di dalam masyarakat. Tetapi bagi interaksionisme simbolik, sosialisasi adalah proses yang bersifat dinamis. Di dalam proses itu, manusia tak hanya menerima informasi melainkan ia menginterpretasi dan menyesuaikan informasi itu sesuai dengn kebutuhannya.Tentu saja interaksionisme simbolik tidak hanya tertarik pada sosialisasi saja melainkan interaksi pada umumnya. Interaksi adalah suatu proses dimana kemampuan untuk berpikir dikembangkan diungkapkan. Segala macam interaksi menyaring kemampuan kita untuk berpikir. Lebih dari itu, berpikir mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku. Dalam kebanyakan tinkah laku, seorang aktor harus memperhitungkan orang lain dan memutuskan bagaimana harus bertingkah laku supaya cocok dengan orang lain.Pentingnya proses berpikir bagi interaksionisme simbolik nampak pada pandangan terhadap obyek. Blumer misalnya, membedakan obyek menjadi tiga macam seperti yang telah dibahas sebelmnya. Obyek- obyek tersebut tidak lebih dari benda yang berada di luar (outer) namun mereka memiliki arti penting ketika mereka didefinisikan oleh seorang aktor. Sebatang pohon mempunyai arti yang berbeda untuk seorang seniman, penyair, petani, tokoh agama, atau tukang kayu.Individu- individu mempelajari arti dari obyek tersebut selama proses sosialisasi. Kebanyakan kita mempelajari arti yang serupa dari beberapa obyek, tetapi dalam hal tertentu kita bisa memberikan arti yang berbeda kepada obyek yang sama. Namun hal itu tidak berarti bahwa interaksionisme simbolik menyangkal atau tidak mengakui esensi dari obyek tersebut. Selembar kertas tetap menjadi selembar kertas dalam artian biasa. Yang membedakan arti dari selembar kertas tersebut adalah cara pandang yang berlainan dari orang yang memandangnya.

3)pembelajaran makna simbol- simbolPendukung teori ini mengikuti Mead dalam menekankan arti pentingnya interaksi sosial. Menurut mereka, arti tidak berasal dari proses kegiatan mental, tetapi dari proses interaksi. Pendapat seperti ini berasal dari pragmatisme Mead yang memusatkan perhatiannya pada aksi dan interaksi manusia dan bukannya pada kegiatan mental yang terisolir. Karena itu salah satu isi pokok untuk mereka ialah bukan bagaimana orang secara psikologis menciptakan arti- arti melainkan bagaimanamereka mempelajari arti- arti yang terdapat dalam masyarakat.Dalam interaksi sosial, orang- orang belajar simbol dan arti. Mereka harus berpikir terlebih dahulu sebelum memberikan simbol tertentu. Simbol adalah obyek sosial yang digunakan untuk mewakili apa saja yang disepakati untuk diwakilinya. Misalnya, bendera merah putih disepakati sebagai simbol bangsa Indonesia. Obyek- obyek yang merupakan simbol selalu memiliki arti yang berbeda dari apa yang tampak di dalam obyek itu sendiri.Pendukung teori interaksionisme simbolik menganggap bahasa sebagai sistem simbol yang mahabesar. Kata- kata adalah simbol karena mereka menunjukkan kepada sesuatu yang lain. Kata- kata memungkinkan terciptanya simbol yang lain.Simbol- simbol, pada umumnya, dan bahasa pada khususnya memiliki sejumlah fungsi antara lain:a.Simbol-simbol memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan dunia material dan sosial dengan mengizinkan mereka memberi nama, membuat kategori, dan mengingat obyek-obyek yang mereka temukan dimana saja.b.Simbol- simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk memahami lingkungannya.c.Simbol-simbol mampu meningkatkan kemampuan manusia untuk memecahkan persoalan. Berbeda dengan binatang yang memecahkan persoalannya dengantrial and error, maka manusia sanggup untuk berpikir jalan keluar dari sebuah masalah dengan menggunakan simbol- simbol sebelum bertindak.d.Penggunaan simbol memungkinkan manusia bertransendensi dari segi waktu,tempat, bahkan diri mereka sendiri. Penggunaan simbol memungkinkan manusia untuk membayangkan bagaimana hidup di masa lampau atau akan datang. Mereka juga bisa membayangkan gambaran diri mereka sendiri berdasarkan pandangan orang lain (taking the role of the other)e.Simbol- simbol memungkinkan manusia tidak diperbudak oleh lingkungannya. Mereka bisalebih aktif daripada pasif dalam mengarahkan dirinya kepada sesuatu yang mereka perbuat.

4)Aksi dan interaksiPerhatian utama dari interaksionisme simbolik ialah dampak dari arti dan simbol dalam aksi dan interaksi manusia. Dalam hal ini,mungkin akan lebih baik bila menggunakan pembedaan yang dibuat oleh Mead tentangcovert behavior(tingkah laku yang tersembunyi) danovert behavior(tingkah laku yang terang- terangan).Covert behavioradalah proses berpikir yang melibatkan arti dan simbol. Sedangkanovert behaviormerupakan tingkah laku nyata yang dilakukan oleh seorang aktor. Terdapat beberapaovert behavioryang tidak melibatkancovert behavior. Artinya ialah ada tingkah laku yang tidak didahului oleh proses berfikir.Covert behaviorinilah yang menjadi pokok perhatian dari interaksionisme simbolik.Arti dari simbol yang ada menimbulkan aksi dan interkasi sosial yang khas. Tindakan sosial pada dasarnya ialah suatu tindakan dimana seseorang bertindak yang didahulu dengan proses berpikir tentang orang lain yang ada disekitarnya. Dengan kata lain, manusia selalu memikirkan dampak dari perbuatannya terhadap sekelilingnya.Dalam proses interaksi sosial,manusia mengkomunikasikan arti kepada orang lain melalui simbol. Kemudian orang tersebut menginterpretasikan simbol tersebut dan mengarahkan tingkah laku mereka berdasarkan interpretasi tersebut. Dengan demikian, ketika berinteraksi sosial, aktor- aktor terlibat dalamsebuah proses yang saling mempengaruhi.

5)Membuat pilihan-pilihanOleh karena kemampuan manusia untuk mengerti akan arti dari simbol, maka manusia dapat melakukan pilihan terhadap tindakan- tindakan yang diambil. Manusia tidak perlu menerima begitu saja sebuah arti yang dipaksakan kepada mereka. Sebaliknya manusia mampu untuk bertindak terhadap sebuah simbol berdasarkan pada penilaian masing- masing individu.W.I Thomas dalam Bernard Raho menyatakan if men define situations as real, they are real in their consequences.[6]Thomas meyakini kemampuan manusia untuk memberikan definisi situasi yang spontan yang memungkinkan manusia untk bisa memilih dan memodifikasi arti dan simbol yang ada.

6)Diri atauselfGuna memahami konsep ini lebih dari apa yang dimaksudkan oleh Mead, alangkah baiknya bila kita memahami terlebih dahulu idelooking- glass selfyang dicetuskan oleh Charles Horton Cooley.Apa yang dimaksud denganlooking- glass selfoleh Charles Horton Cooley adalah bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk melihat diri sendiri sebagaimana halnya kita melihat obyek sosial lainnya. Ide tentanglooking- glass selfini dapat dibagi- bagi ke dalam tiga elemen, yakni: pertama, kita membayangkan bagaimana kita menampakkan diri kepada orang lain; kedua, bagaimana penilaian mereka terhadap penampilan kita; lalu yang ketiga ialah bagaimana kita mengembangkan semacam perasaan tertentu sebagai akibat dari bayangan kita tentang penilaian orang tersebut.Konsep Cooley tentanglooking- glass selfdan konsep Mead tentangSelfadalah sangat penting dalam perkembangan interaksionisme simbolik modern.Blumer sendiri mendefinisikanselfsecara sederhana. Menurutnya,selfsemata- mata berarti bahwa manusia bisa menjadi obyek dari tindakannya sendiri. Manusia berbuat sesuatu terhadap dirinya sendiri dan mengarahkan dirinya ke dalam tindakan tertentu. Sebuah karya yang cukup kaya tentangselfnampak dalam dramaturgi yang dikembangkan oleh Erving Goffman.

7)Kelompok dan masyarakatMenurut Blumer, masyarakat tidak terbuat dari struktur- struktur yang bersifat makro. Esensi dari masyarakat ahrus ditemukan dalam aktor dan tindakan- tindakannya.Blummer ,dalam Bernard Raho, menyatakan bahwa masyarakat manusia harus dilihat sebagai orang- orang yang sedang bertindak dan kehidupan masyarakat dilihat sebagai bagian dari tindakan mereka.Kehidupan kelompok adalah keseluruhan tindakan yang sedang berlangsung. Kendati demikian, masyarakat tidak dibuat dari tindakan yang terisolasi. Didalamnya terdapat tindakan kolektif yang melibatkan individu- individu yang menyesuaikan tindakan mereka terhadap satu sama lain. Dengan kata lain, mereka saling mempengaruhi dalam tindakan. Mead menyebut ini sebagaisocial act(perbuatan sosial) dan Blumer menyebutnya sebagaijoint action(tindakan bersama).Blumer tetap mengakui eksistensi dari struktur- struktur sosial yang bersifat makro. Tetapi dalam pandangannya struktur- struktur itu memiliki pengaruh yang sangat terbatas di dalam interaksionisme simbolik. Blumer sering berpendapat bahwa struktur yang bersifat makro tidak lebih penting daripada semacam kerangka kerja, yang didalamnya aski- aksi kerja kehidupan social beserta interaksinya terjadi. Struktur- struktur makro memang menetapkan kondisi dan batasan terhadap tingkah laku manusia, tetapi itu tidak menentukan tingkah laku itu. Struktur- struktur makro menjadi penting sejauh mereka menyiapkan simbol- symbol yang berguna bagi aktor untuk bertindak. Struktur- struktur itu tidak punya arti kalau aktor tidak melekatkan suatu arti. Sebuah organisasi tidak secara otomatis berfungsi karena dia memiliki struktur atau aturan- aturan melainkan karena aktor di dalamnya berbuat sesuatu dan perbuatan itu merupakan hasil dari definisi situasi yang mereka buat.

G.Premis- Premis Interaksionisme Simbolik1)Individu merespons suatu situasi simbolik. Individu dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka sendiri.2)Makna adalah produk interaksi sosial. Oleh karena itu, makna tidak melekat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.3)Makna yang diiterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya.

H.Metodologi Penelitian Interaksi SimbolikInteraksi simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah dan bukan lingkungan artifisial seperti eksperimen. Secara lebih jelas Denzin mengemukakan tujuh prinsip metodologis berdasarkan teori interaksi simbolik, yaitu :1)Simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum penelitian tuntas.2)Peneliti harus mengambil perspektif atau peran orang lain yng bertindak (the acting other)dan memandang dunia dari sudut pandang subjek, namun dalam berbuat demikian peneliti harus membedakan antara konsepsi realitas kehidupan sehari-hari dengan konsepsi ilmiah mengenai realitas tersebut.3)Peneliti harus mengaitkan simbol dan definisi subjek hubungan sosial dan kelompok-kelompok yang memberikan konsepsi demikian.4)Settingperilaku dalam interaksi tersebut dan pengamatan ilmiah harus dicatat.5)Metode penelitian harus mampu mencerminkan proses atau perubahan, juga bentuk perilaku yang yang statis.6)Pelaksanan penelitian paling baik dipandang sebagai suatu tindakan interaksi simbolik.7)Penggunaaan konsep-konsep yang layak adalah pertama-tama mengarahkan (sensitizing)dan kemudian operasional, teori yang layakmenjadi teori formal, bukan teori agung (grand theory)atau teori menegah(middle-range theory), dan proposisi yang dibangun menjadi interaksional dan universal.Prinsip bahwa teori atau proposisi yang dihasilkan penelitian berdasarkan interaksionisme simbolik menjadi universal, sebagaimana diikemukakan Denzin diatas sejalan dengan pandangan Glaser dan Strauss yang upayanya untuk membangun teori berdasarkan data(grounded theory)dapat dianggap sebagai salah satu upaya serius untuk mengembangkan metodologi interaksionis simbolik. Hanya saja, meskipun bersifat induktif, pandangan Glaser dan Strauss mugkin terlalu idealis bagi sebagian penganut interaksionisme simbolik.

I.Masyarakat sebagai Interaksi SimbolisBagi Blumer, masyarakat harus merupakan studi dari tindakan bersama daripada prasangka terhadap apa yang dirasanya sebagai sistem yang kabur dan berbagai prasayarat fungsional yang sulit difahami.Masyarakat merupakan hasil interaksi simbolis dan aspek inilah yang merupakan masalah bagi sosiolog. Bagi Blumer keistimewaan pendekatan kaum interaksionis simbolik ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing- masing tindakan mereka dan bukan hanysa saling bereaksi kepada setiap tindakan itu menurut metode stimulus- respon. Seseorang tidak langsung memberi respon pada tindakan orang lain, tetapi didasarkan oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan tersebut.Blumer menyatakan bahwa dengan demikian berarti interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol- simbol,oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari tindakan oran lain disekitarnya. Dalam kasus perilaku manusia, mediasi ini sama dengan penyisipan suatu proses penafsiran diantara stimulus dan respon.[7]Blumer tidak mendesakkan prioritas dominasi kelompok, tetapi melihat tindakan kelompok sebagai kumpulan dari tindakan individu. Blumer melanjutkan idenya dengan menambahkan bahwa kehidupan kelompok yang demikian merupakan respon pada situasi dimana orang menemukan dirinya.

J.Kritik Terhadap Interaksionisme Simbolik BlumerBeberapa kritik utama yang yang ditujukan terhadap perspektif teori ini yaitu[8]:1)Aliran utama interaksionisme simbolik dituduh terlalu mudah membuang teknik ilmiah konvensional. Eugene Weinstein daan Judith Tanur dengan tepat menyatakan hal ini: Hanya karena kadar kesadaran itu kualitatif, tak berarti pengungkapan keluarnya tak dapat dikodekan, diklasifikasi, atau bahkan dihitung (1976:105). Ilmu dan subjektivisme tidaklah saling terpisah satu sama lain.2)M. Kuhn (1964), W. Kolb (1944), B. Meitzer, J. Petras dan L. Reynolds (1975), dan banyak lagi lainnya yang mengkritik ketidakjelasan konsep-konsep esensial Meadian seperti : pikiran, diri,I,danMe.Lebih umum lagi Kuhn (1964) berbicara tentang ambiguitas dan kontradiksi dalam teori Mead. Di luar teori Meadin, mereka mengkritik berbagai konsep dasar teoritisi interaksionisme simbolik yang dinilai keliru, tidak tepat, dan karena itu tak mampu menyediakan basis yang kuat untuk membangun teori dan riset. Karena konsep-konsep itu tak tepat, maka sulit mengoperasionalisasikannya, akibatnya adalah tak dapat dihasilkan proposi-proposisi yang dapat diuji (Stryker, 1980).3)Interaksionisme simbolik dikritik karena karena meremehkan atau mengabaikan peran struktur berkala luas. Kritik ini diekspresikan dengan berbagai cara. Misalnya, Weinstein dan tanur mengatakan bahwa interaksionisme simbolik mengabaikan keterkaitan (connectedness)dari hasil-hasil (1976:106). Sheldon Stryker menyatakan bahwa pemusatan perhatian interaksionisme simbolik terhadap interaksi ditingkat mikro berfungsi meminimalkan atau menyangkal fakta struktur sosial dan mempengaruhi gambaran kontrol masyarakat atas perilaku (1980:146).4)Interaksionisme simbolik tak cukup mikroskopik, mengabaikan peran penting faktor seperti ketidaksadaran dan emosi (Meltzer, Petras, Reynolds, 1975, Stryker, 1980). Begitu pula, interaksionisme simbolik dikritik karena mengabaikan faktor psikologis seperti kebutuhan, motif, tujuan, dan aspirasi. Dalam upaya mereka untuk menyangkal adanya kekuatan abadi yang memaksa aktor bertindak, teoritisi interaksionisme simbolik malahan memusatkan perhatian pada arti, simbol, tindakan, dan interaksi. Mereka mengabaikan faktor psikologis yang mungkin membatasi atau menekan aktor. Dalam kedua kasus ini, teoritisi interaksionisme simbolik dituduh membuat pemujaan mutlak terhadap kehidupan sehari-hari (Meltzer, Petras, dan Reynolds, 1975:85). Pemusatan perhatian terhadap kehidupan sehari-hari ini selanjutnya menandai penekanan berlebihan terhadap situasi langsung dan perhatian yang obsesif terhadap situasi sementara, episodik, dan singkat (Meltzer, Petras, dan Reynolds, 1975:85)

K.Interaksionisme Simbolik Erving GoffmanSalah satu karya yang cukup penting tentangSelfnampak dalam karya Goffman yang berjudulPresentation of Self in Everyday Life(1959). Konsep Goffman tentangselfsangat dipengaruhi oleh George Mead, khususnya dalam diskusi tentang ketegangan antaraI(sebagai aspek diri yang spontan) danMe( sebagai aspek diri yang dibebani oleh norma-norma sosial).Ketegangan tersebut terjadi karena ada perbedaan antara apa yang orang lain harapkan supaya kita berbuat dengan apa yang ingin kita lakukan secara spontan. Terdapat perbedaan antara keinginan pribadi dan keharusan yang diharapkan oleh orang lain atau masyarakat.Dalam keadaan demikian, maka guna mempertahankan gambaran diri yang stabil, manusia cenderung melakonkan peran- peran sebagaimana halnya seorang aktris atau aktor memainkan perannya diatas panggung pertunjukkan. Oleh sebab itu, Goffman cenderung melihat kehidupan sosial sebagai satu seri drama atau pertunjukkan dimana para aktor memainkan peran tertentu. Pendekatan sedemikian ini disebutnya dengan pendekatan dramaturgi. Dalam pendekatan ini, ia membandingkan kehidupan sosial sebagai sebuah pertunjukkan diatas panggung. Dalam pertunjukkan itu, panggung berarti lokasi atau tempat dimana kehidupan sosial itu berlangsung, sedangkan aktor atau aktris adalah posisi- posisi atau status- status di dalam masyarakat.Menurut Goffman, diri bukanlah aktor tetapi lebih sebagai hasil interaksi dramatis antara aktor dan audien. Dramaturgi Goffman memperhatikan proses yang dapat mencegah gangguan atas penampilan diri. Saat berinteraksi, aktor ingin menampilkan perasaan diri yang dapat diterimaoleh orang lain. Tetapi aktor menyadari bahwa audien dapat mengganggu penampilannya,maka dari itu aktor berusaha menyesuaikan diri dengan pengendalian audien.Kunci pemikiran Goffman adalah bahwa jarak peran adalah fungsi status sosial seseorang. Orang yang memiliki status sosial tinggi lebih sering menunjukkan jarak sosial karena alasan yang berbeda dengan orang yang berada pada status sosial yang lebih rendah.

L.Hakikat Self dalam Karya GoffmanGoffman melihatself sebagai hasil interaksi antara aktor dan penonton. Artinya,selfmengarahkan tingkah lakunya sesuai dengan harapan penonton yang diperoleh aktor ketika berinteraksi dengan penonton.Gofman mempunyai asumsi bahwa ketika individu-individu berinteraksi atau memainkan lakon-lakon dalam panggung sandiwara, maka mereka ingin supaya diri mereka diterima. Tetapi, di pihak lain, ketika mereka memainkan peran-perannya mereka tetap menyadari kemungkinan akan adanya penonton yang bisa mengganggu pertunjukan mereka. Oleh karena itu para aktor harus selalu menyesuaikan dirinya dengan keinginan dan harapan penonton, terutama menyangkut elemen-elemen hal yang bisa mengganggu. Para aktor itu berharap bahwa Self atau Diri yang mereka tampilkandalam pertunjukan itu, cukup kuat atau mengesankan sehingga para penonton bisa memberikan definisi tentang diri mereka itu sesuai dengan keinginan aktor-aktor itu sendiri.

M.DramaturgiDramaturgi merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai rentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas. Diri adalah pengaruh dramatis yang muncul dari suasana yang ditampilkan (interaksi dramatis), maka ia mudah mengalami gangguan.Front stage (panggung depan) bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi dua, setting pemandangan fisik yang harus ada jika aktor memainkannya dan front personal berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasan perasaan dari aktor. Front personal dibagi dua, yaitu penampilan berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor, dan gaya mengenalkan peran macam apa yang dimainkan aktor dalam situasi tertentu. Back stage ( panggung belakang) ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh tim ( masyarakat rahasiayang mengatur pementasan masing-masing aktor).Dalam interaksi terkadang orang menampilkan kondisi iedal di depan umum dan menyembunyikan keburukan dengan alasan:1.Aktor ingin mengubur kebiasaan buruk masa lalu yang bertentangan dengan prestasi masa kini.2.Aktor ingin menyembunyikan kesalahan yang telah dilakukan dan menyiapkan untuk memperbaiki kesalahan tersebut.3.Aktor memberikan gambaran hasil yang baik dan menyembunyikan proses yang terlibat dan menghasilkannya.4.Aktor merasa perlu menyembunyikan keterlibatan tindakan kotor dalam upaya menghasilkan petunjukan.5.Akor mungkin menyelipkan standar lain dalam melakukan sesuatu.6.Aktor mungkin menyembunyikan penghinaan atasnya atau setuju dihina asalkan kegiatan yang diinginkan dapat terus berjalan.

N.Contoh Implementasi Interaksionisme Simbolik dalam Kehidupan Sehari-hariBercakap-cakap secara online telah menjadi suatu kegiatan favorit jutaan orang. Para remaja mengungkit-ungkit peristiwa sehari-hari dengan teman-temannya, para kakek nenek berhubungan dengan cucu, para pengusaha mengukuhkan perjanjian merekadengan sebuah klik pada suatu tombol kirim. Mereka semua mencintai kecepatan komunikasi online. Mereka mengirimkan surat elektronik ( email) atau memasang suatu catatan pada chat room, dan dalam sekejap orang diseluruh negara dapat membaca atau menanggapinya.Untuk mendukung tren ini, para pemakai komputer telah mengembankan simbol untuk menyampaikan rasa humor, kekecewaan, sarkasme, dan suasana hati lainnya. Meskipun simbol ini tidak sedemikian bervariasi atau spontan seperti isyarat non verbal pada interaksi tatap muka,simbol-simbol tersebut tetap bermanfaat. Berikut beberapa contoh tulisan singkatan dengan sentuhan komunikasi yang lucu:SingkatanArtinya

GMTAOrang hebat berpikiran sama (Great Minds Think Alike)

IABAku bosan (I Am Bored)

LOLTertawa terbahak-bahak (Laughing Out Load)

ILYAku cinta padamu (I Love You)

BAB IIIPENUTUPA.KesimpulanInteraksionisme Simbolik adalah suatu teori tentang pribadi atau individu, tindakan sosial, yang dalam bentuknya yang paling distingtif tidak berusaha untuk menjadi suatu teori makro dalam masyarkat.Penjelasan-penjelasan mengenai tindakan komponen teoritis tetap sederhana, tetapi ini bisa dilihat sebagai suatu pilihanyang sadar dalam rangka menangkap beberapa kerumitan situasi nyata.Tugas teoritis yang ditunjukannya ialah pengembangan dari penjelasan teoritis canggih yang berlangsung lebih dalam pada aspek-aspek tindakan individu, tanpa kehilangan kerumitan dari dunia nyata.

B.SaranBerdasarkan dari makalah ini terdapat banyak informasi yang terkaitmengenai interaksionisme simbolik,akan tetapi sumber yang terlalu banyak sangat menyulitkan dalam pengumpulan data. Semoga dengan selesainya makalah ini akan menjadi bahan motivasi untuk penyusun mencari tahu lebih jauh lagi.