BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id filetokoh, apakah perwatakan tersebut dihinggapi gejala...

31
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tokoh rekaan dalam karya sastra berupa novel, drama, puisi atau cerita pendek dan sebagainya menampilkan berbagai watak dan perilaku yang terkait dengan kejiwaan dan pengalaman psikologis atau konflik sebagaimana dialami oleh manusia di dalam kehidupan nyata. Sastra, sejarah, dan agama bisa memberikan informasi berharga mengenai tingkah laku manusia (Koswara, 1991: 4). Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan jiwa dan pemikiran pengarang yang berbeda dalam situasi setengah sadar (subconsicious) setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar (consicious) dalam penciptaan karya sastra (Endraswara, 2008: 7-8). Naskah drama yang merupakan salah satu bentuk karya sastra berisikan dialog antartokoh seringkali memunculkan konflik dan perdebatan antarindividu yang mengalami pertikaian ataupun perbedaan pendapat. Konflik yang pengarang ciptakanakan menumbuhkan ketegangan cerita sehingga membuat penikmatnya ikut hanyut ke dalam cerita. Andy Sri Wahyudi mendapat apresiasi yang baik dari penikmat drama khususnya di Yogyakarta. Pementasan drama Ora Isa Mati karya Andy ini diselenggarakan di Bale Budaya Samirana Yogyakarta pada tanggal 12 Juni 2013. Naskah Drama ini digarap Andy sejak akhir Desember 2012. Naskah ini dikemasnya dengan lucu dan terkesan modern sehingga tidak membosankan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id filetokoh, apakah perwatakan tersebut dihinggapi gejala...

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tokoh rekaan dalam karya sastra berupa novel, drama, puisi atau cerita

pendek dan sebagainya menampilkan berbagai watak dan perilaku yang terkait

dengan kejiwaan dan pengalaman psikologis atau konflik sebagaimana dialami

oleh manusia di dalam kehidupan nyata. Sastra, sejarah, dan agama bisa

memberikan informasi berharga mengenai tingkah laku manusia (Koswara, 1991:

4).

Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan jiwa dan pemikiran

pengarang yang berbeda dalam situasi setengah sadar (subconsicious) setelah

mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar

(consicious) dalam penciptaan karya sastra (Endraswara, 2008: 7-8).

Naskah drama yang merupakan salah satu bentuk karya sastra berisikan

dialog antartokoh seringkali memunculkan konflik dan perdebatan antarindividu

yang mengalami pertikaian ataupun perbedaan pendapat. Konflik yang

pengarang ciptakanakan menumbuhkan ketegangan cerita sehingga membuat

penikmatnya ikut hanyut ke dalam cerita.

Andy Sri Wahyudi mendapat apresiasi yang baik dari penikmat drama

khususnya di Yogyakarta. Pementasan drama Ora Isa Mati karya Andy ini

diselenggarakan di Bale Budaya Samirana Yogyakarta pada tanggal 12 Juni

2013. Naskah Drama ini digarap Andy sejak akhir Desember 2012. Naskah ini

dikemasnya dengan lucu dan terkesan modern sehingga tidak membosankan

2

seperti naskah drama berbahasa Jawa pada umumnya. Naskah lain karangan

Andy pun juga sama menariknya. Ia cenderung untuk mengangkat cerita

keseharian sekelompok masyarakat atau kehidupan sehari-hari orang desa.

Kehidupan modern dan pendidikan tak luput ia singgung dalam beberapa

karangannya.

Penelitian yang menggunakan objek naskah drama dengan pendekatan

Psikologi sastra salah satunya adalah penelitian dari Syafaat Astiyanto dengan

judul “Ketulusan hati tokoh dalam naskah drama rambat-rangkung karya trisno

santosa (Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra)”

Beberapa naskah drama memang mengandung aspek psikologis. Begitu

juga pada naskah drama Ora Isa Mati Karya Andy Sri Wahyudi. Hal ini

merupakan alasan pengarang mengapa menganalisis naskah drama Ora Isa Mati.

Naskah ini memiliki 11 tokoh. Pada tiap tokohnya memiliki kepribadian yang

berbeda, dari perbedaan karakter tiap tokohnya selalu terjadi perbedaan pendapat

yang menumbuhkan konflik sehingga membuat naskah ini semakin terasa nyata.

Dengan cerita yang kompleks, naskah ini sangat menarik untuk diteliti dan

penelitipun dapat menangkap maksud pengarang dengan baik. Kesesuaian dan

runtutnya cerita dalam naskah ini membuat karakter tokoh naskah seakan-akan

hidup.

Aspek lain yang menarik untuk dikaji dalam naskah drama ini adalah

aspek yang berkaitan dengan psikologi sastra. Psikologi sastra adalah gabungan

dua ilmu yang sama-sama mempelajari tentang kehidupan. Sastra merupakan

cerminan kepribadian dalam kehidupan. Fenomena sastra sebagai “cermin”

3

pribadi telah lama berkembang, namun demikian istilah “cermin” ini bukan

berarti sebagai cerminan pribadi pengarang karena tidak selamanya pribadi

pengarang selalu masuk ke dalam karya sastranya (Endraswara, 2008: 28).

Penelitian psikologi sastra yang otentik meliputi tiga kemungkinan yang

salah satunya adalah penelitian karakter para tokoh yang ada dalam karya yang

diteliti atau Daiches, melalui analisis tokoh-tokoh dan penokohan (Endraswara,

2008: 65). Di dalam analisis perwatakan perlu dicari nalar tentang perilaku

tokoh, apakah perwatakan tersebut dihinggapi gejala penyakit seperti neurosis,

psikosis, dan halusinasi.

Penulis mengetahui adanya upaya pengurangan anxitas dari konflik

antartokoh dalam naskah drama Ora Isa Mati karangan Andy Sri Wahyudi.

Upaya melepaskan anxitas ini melalui mekanisme pertahanan ego yang paling

kruisal yaitu Represi, Pengalihan, Identifikasi, Penyangkalan Realitas, Proyeksi,

Penebusan, Rasionalisasi, Sublimasi, dan Reaksi. Menurut uraian yang penulis

sampaikan, penulis mempertimbangkan untuk mengambil judul “Mekanisme

Kruisal Pertahanan Ego Tokoh dalam Naskah Drama Ora Isa Mati karya Andy

Sri Wahyudi” yang pada dasarnya kajian ini menggunakan pendekatan ilmu

sastra, yakni Psikologi Sastra yang keduanya memiliki keterkaitan antar unsur

Psikologi dan Sastra.

B. BATASAN MASALAH

Penelitian agar lebih fokus, kajian yang dilakukan pada naskah drama

Ora Isa Mati dibatasi pada kajian unsur prinsip dramaturgi klasik Aristoteles

4

yang terkait dengan Konstruksi cerita dramaturgi untuk mendeskripsikan

penokohan dari aspek kejiwaan tokohnya dalam kaitannya dengan 9 mekanisme

krusial pertahanan ego yang erat kaitannya dengan Psikologi Sastra.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah unsur prinsip dramaturgi Aristoteles dalam naskah drama Ora

Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi yang meliputi unsur kesatuan dan unsur

keharusan psikis?

2. Bagaimanakah Konstruksi cerita dramaturgi yang meliputi premise,

character, dan plot dalam naskah drama Ora Isa Mati karya Andy Sri

Wahyudi menurut Aristoteles?

3. Bagaimanakah mekanisme krusial pertahanan ego para tokoh naskah drama

Ora Isa Mati Andy Sri Wahyudi menurut Sigmund Freud?

D. TUJUAN

Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dapat

dipaparkan sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan unsur prinsip dramaturgi menurut Arristoteles dalam

naskah drama Ora Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi yang meliputi unsur

kesatuan dan unsur keharusan psikis.

5

2. Mendeskripsikan Konstruksi cerita dramaturgi klasik menurut Aristoteles

yang meliputi premise, character, dan plot dalam naskah drama Ora Isa Mati

karya Andy Sri Wahyudi.

3. Mengungkap mekanisme krusial pertahanan ego para tokoh yang ada dalam

naskah drama Ora Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi.

E. MANFAAT

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

atau masukan bagi perkembangan ilmu Sastra khususnya pada kajian

Psikologi sastra untuk mengetahui bagaimana peran ego dan mekanisme

pertahanannya pada tokoh dalam naskah drama.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis mengenai ilmu psikologi sastra dan drama

khususnya Konstruksi dalam dramaturgi.

b. Bagi Pengarang Naskah Drama

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan

pemikiran terhadap pemecahan masalah dalam penulisan naskah drama yang

berkaitan dengan dramaturgi dan pemilahan karakter tokoh terkait dengan ego

tokoh.

c. Bagi Peneliti Berikutnya

6

Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian

selanjutya. Penelitian ini juga dapat dikembangkan lebih lanjut, serta dapat

menjadi referensi penelitian yang sejenis.

d. Bagi pembaca

Pembaca dapat mengetahui dan paham unsur dramaturgi dan

permasalahan psikologi dalam naskah drama yang ada kaitannya dengan

mekanisme krusial pertahanan ego.

F. LANDASAN TEORI

1. Dramaturgi

Dramaturgi adalah ajaran tentang masalah hukum dan konvensi drama.

Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku,

bertindak, bereaksi, dan sebagainya : Dan “drama” berarti : Perbuatan, tindakan.

Ada orang yang meganggap drama sebagai lakon yang menyedihkan,

mengerikan, sehingga dapat diartikan sebagai sandiwara tragedi.

2. Unsur Prinsip Drama Menurut Aristoteles

a. Unsur Kesatuan

1. Kesatuan Waktu

Peristiwa harus terjadi berturut-turut selama 24 jam tanpa suatu

selingan. Kesatuan waktu, dapat diartikan pembatasan waktu, terutama

7

ditujukan kepada tragedi yang harus berbeda dengan epik, karena epik

mempunyai kebebasan waktu, sedangkan tragedi waktunya harus dibatasi.

2. Kesatuan Tempat

Peristiwa seluruhnya terlaksana dalam satu tempat saja. Kesatuan

tempat, adanya pembatasan-pembatasan tempat dalam drama.

3. Kesatuan Kejadian

Membatasai rentetan peristiwa yang berjalan erat, tidak menyimpang

dari pokoknya. Sering disebut kesatuan ide. Kesatuan Kejadian, terutama

ditujukan kepada tema dan plot. Fakta yang menafsirkan bahwa drama

harus mempunyai hanya satu tema dan satu plot saja, tetapi ada juga yang

mengetengahkan adanya subplot atau minor action disamping plot utama

sehingga merupakan plot majemuk, asalkan semuanya membantu

penyelesaian plot utama atau plot pokok kearah satu catastrophe.

(Harymawan, 1993: 20-22)

b. Unsur Penghematan

Dalam drama waktu cukup terbatas, maka dapat diusahakan agar

dalam

waktu yang singkat dituangkan masalah-masalah pokok yang terpenting

saja.

c. Unsur Keharusan Psikis

Fungsi psikis dalam dramaturgi klasik ialah :

8

1. Protagonis : Peran utama (pahlawan, pria/wanita) yang menjadi

pusat cerita.

2. Antagonis : Peran lawan, sering juga menjadi musuh yang

menyebabkan konflik.

3. Tritagonis : Peran penengah, bertugas mendamaikan atau menjadi

pengantara protagonis dan antagonis.

4. Peran Pembantu : Peran yang tidak secara langsung terlihat di

dalam konflik, tetapi diperlukan guna penyelesaian cerita.

3. Konstruksi Cerita Drama

Pementasan susul menyusul hingga kekurangan repertoar asli, naskah

yang telah ada banyak yang tidak sesuai dengan zaman. Naskah yang telah ada

ditambahi reperator asing bersama-sama mengalami proses salinan dan saduran.

Erika Fischer Lichte berpendapat bahwa setiap pergelaran teater terdiri dari

aspek struktur dan terstruktur yang dapat disebut sebagai teks teatrikal,

sebagaimana tatanan pengelolaan informasi ke dalam suatu kode-kode tertentu,

dari teks lakon menjadi teks pergelaran (Lichte, 1992: 182-193 dalam

Dramaturgi Sandiwara, 2013: 99). Kompoisis tiga bahan pokok untuk cerita

drama adalah :

a. Premise

Premise merupakan intisari cerita sebagai landasan idiel dalam menentu-

kan arah tujuan ceritera. Ditinjau dari pelaksanaan merupakan landasan pola

bangunan lakon. Istilah-istilah lain yang sering digunakan adalah theme, thesis,

9

root, idea, central idea, goal, aim, drivig force, purpose, plan, basic emotion,

malahan plot.(Harymawan, 1993: 24)

b. Character

Character, biasa juga disebut dengan perwatakan. Dalam hal ini, tokoh

sangatlah berperan penting, dimana ia merupakan bahan yang paling aktif yang

menjadi penggerak jalan cerita. Tokoh adalah sesuatu yang hidup, bukan mati.

Karena tokoh ini berpribadi, berwatak, dan memiliki sifat-sifat karakteristik yang

tidak dimensional.

Tiga dimensi yang dimaksud adalah dimensi fisiologis, sosiologis, dan

psikologis.

1. Dimensi Fisiologis ialah ciri-ciri badani seperti :

a. Usia (tingkat kedewasaan)

b. Jenis kelamin’

c. Keadaan tubuhnya

d. Ciri-ciri muka, dan sebagainya

2. Dimensi Sosiologis ialah latar belakang kemasyarakatannya :

a. Status sosial

b. Pekerjaan, jabatan, peranan dimasyarakat

c. Pendidikan

d. Kehidupan pribadi

e. Pandangan hidup, kepercayaan, agama, ideologi,

f. Aktivitas sosial, organisasi, hobby

g. Bangsa, suku, keturunan

10

3. Dimensi Psikologis ialah latar belakang kejiwaannya :

a. Mentalitas, ukuran moral/membedakan antara yang baik dan tidak baik.

b. Tempramen, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kela-kuan.

c. I.Q (Intellegence Quotient), tingkat kecerdasan, kecakapan, keahlian

khusus dalam bidang-bidang tertentu.

Tokoh akan menjadi tokoh yang timpang cenderung menjadi tokoh yang

mati apabila salah satu dari ciri tersebut diabaikan. Character sendiri memiliki

pola atau Character Pattern, dalam menyelidiki struktur psikis dapat ditemukan

tiga pertanyaan tentang sifat-sifat pokok yang dimiliki watak tersebut. Sifat-sifat

pokok ini dapat dipakai sebagai penguji untuk memperoleh suatu pegangan dasar

tentang bangunan psikis watak tersebut.

a. Inteligensi

Inteligensi dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Makin baik

penyelesaiannya, makin tinggi tingkat inteligensinya. Tinggi rendah

inteligensi seseorang dapat menentukan macam tindakan dan pikiran yang

diucapkannya.

Inteligensi bisa bersifat abstrak dan teoretis seperti banyak kita temui

pada para sarjana, dimana logika dan perhitungan dingin menguasai segala.

Ia bersifat intuitif, yaitu suara hatinya lebih muncul kedepan, dan orangnya

biasanya implusif sifatnya. Ia bisa bersifat praktis seperti ditemui pada

banyak saudagar, pengusaha, dan kaum oportunis.

b. Hubungannya dengan Dunia Luar

11

Cara seseorang menghadapi dunia luar dan sesame manusia perlu

diketahui untuk memahami suatu watak drama karena sebagian besar

penggambaran suatu watak terletak pada cara ia mereaksi terhadap keadaan

sekelilingnya dan terhadap tokoh-tokoh yang ada. Menurut C.G Yung ada

dua macam watak atau sifat : Pertama, ekstravert, bersifat tebuka terhadap

dunia luar. Ia betah bergaul dengan orang lain, menyatukan dirinya dengan

mudah dengan dunia luar, dan suka dihargai. Kedua, Introvert, bersifat

mengarah kedalam, suka menjauhkan diri, tidak begitu senang berhubungan

dengan orang banyak, dan suka mengukur segala-galanya dan pihak dirinya

sendiri saja.

c. Hubungan seseorang dengan Dirinya Sendiri

Setiap manusia biasanya berusaha menyembunyikan hubungannya dari

mata banyak orang, akan tetapi hal ini disembunyikan karena dirinya

merasa bahwa ia dapat dilihat pada caranya bergerak, berbicara dan

sebagainya. Biarpun teater berpangkal pada laku, banyak juga dari

kehidupan rohani yang tersembunyi yang dapat diperlihatkan.

(Harymawan, 1993: 18-20)

c. Plot

Plot ialah : Alur, rangka cerita, merupakan susunan empat bagian :

1) Protasis

2) Epitasio

3) Catastasis

4) Catastrophe

12

Dramatic Plot

Aristoteles

(Klasik)

Gustav Freytag

(Modern)

1 Protasis :

Permulaan, dijelaskan peran dan

motif lakon.

Exposition :

Pelukisan ............ (1)

2 Epitasio :

Jalinan kejadian

Complication :

Dengan timbulnya

kerumitan/komplikasi

diwujudkan jalinan kejadian

............ (2)

3 Catastasis :

Puncak laku, peristiwa mencapai

titik kulminasinya; sejak 1 - 2 -

3 terdapat laku sedang

memuncak (rising action)

Climax :

Puncak laku, peristiwa mencapai

titik kulminasinya; sejak 1 - 2 - 3

terdapat laku sedang memuncak

(rising action) ............ (3)

Resolution :

Penguraian, mulai tergambar

rahasia motif ............ (3) A

4 Catastrophe :

Penutupan

Conclusion :

Kesimpulan ............ (4)

Catastrophe :

Bencana ............ (4) A

13

Denoument :

Penyelesaian yang baik (happy

ending) ............ (4) B

Ditarik kesimpulan, dan habislah cerita.

Piramida Dramatic Action (Gustav Freytag : 1816 - 1895)

Dramatic Tension (Brander Mathews, 1852 - 1929)

14

T

E

N

S

I

O

N

BABAK 1 BABAK 2 BABAK 3

4. Naskah Drama

Drama merupakan genre karya sastra yang menggambarkan kehidupan

manusia dengan gerak. Drama menggambarkan realita kehidupan, watak, serta

tingkah laku manusia melalui peran dan dialog yang dipentaskan. Naskah drama

dibuat sedemikian rupa sehingga nantinya dapat dipentaskan untuk dapat

dinikmati oleh penonton.

Naskah drama merupakan salah satu genre karya sastra yang sejajar

dengan prosa dan puisi. Berbeda dengan prosa maupun puisi, naskah drama

memiliki bentuk sendiri yaitu ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas

konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (Waluyo, 2003: 2)

Naskah drama dapat diartikan suatu karangan atau cerita yang berupa

tindakan atau perbuatan yang masih berbentuk teks atau tulisan yang belum

diterbitkan (pentaskan).

5. Psikologi Sastra

15

Perkembangan kajian sastra yang bersifat interdisipliner telah memper-

temukan ilmu sastra dengan berbagai ilmu lain, seperti psikologi, sosiologi,

antropologi, gender, dan sejarah. Pertemuan tersebut telah melahirkan berbagai

macam pendekatan dalam kajian sastra, antara lain psikologi sastra, sosiologi

sastra, antropologi sastra, kritik sastra feminis, dan new hystoricism. Di

samping itu, juga melahirkan berbagai kerangka teori yang dikembangkan dari

hubungan antara sastra dengan berbagai disiplin tersebut, seperti

psikoanalisis/psikologi sastra, psikologi pengarang, psikologi pembaca, sosiologi

pengarang, sosiologi pembaca, sosiologi karya sastra, juga strukturalisme

genetik, sosiologi sastra marxisme (Albertine, 2010: 10).

Psikologi sastra lahir sebagai salah satu jenis kajian sastra yang

digunakan untuk membaca dan menginterpretasikan karya sastra, pengarang

karya sastra dan pembacanya dengan menggunakan berbagai konsep dan

kerangka teori yang ada dalam psikologi. Sastra dan Psikologi dapat bersimbiosis

dalam perannya terhadap kehidupan. Karena keduanya memiliki fungsi dalam

kehidupan. Keduanya sama-sama berurusan dengan persoalan manusia sebagai

makhluk individu dan makhluk sosial/ keduanya memanfaatkan landasan yang

sama yaitu menjaikan pengalaman manusia sebagai bahan telaan. Oleh karena

itu, pendekatan psikologi dianggap penting penggunaannya dalam penelitian

sastra (Endraswara, 2008: 15).

Sastra bukan sekedar telaah teks yang menjemukan tetapi menjadi bahan

kajian yang melibatkan perwatakan atau kepribadian para tokoh rekaan,

pengarang karya sastra, dan pembaca. Setiap manusia pasti memiliki

16

kepribadian, yang dimana kepribadian berarti kualitas nalar dan karakter

seseorang yang terbentuk menjadi pola tertentu yang membedakan ia dari

individu lainnya.

Menurut Albertine (2010: 11), psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang

dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis ini

berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia, serta ilmu ini

merupakan bagian dari psikologi yang memberikan kontibusi besar dan dibuat

untuk psikologi manusia selama ini. Psikoanalisis merupakan sejenis psikologi

tentang ketidaksadaran; perhatian-perhatiannya terarah pada bidang motivasi,

emosi, konflik, sistem neurotik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Menurut

Freud, psikoanalisis adalah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang

yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang

bertujuan untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan

syaraf (Suryabrata, 2002: 3). Dalam struktur kepribadian Freud, ada tiga unsur

sistem penting, yakni id, ego, dan superego. Menurut Bertens (2006: 32) istilah

lain dari tiga faktor tersebut dalam psikoanalisis dikenal sebagai tiga “instansi”

yang menandai hidup psikis. Dari ketiga sistem atau ketiga instansi ini satu sama

lain saling berkaitan sehingga membentuk suatu kekuatan atau totalitas. Maka

dari itu untuk mempermudah pembahasan mengenai kepribadian pada kerangka

psikoanalisa, kita jabarkan sistem kepribadian ini.

a. Id

Menurut Bertens (2006: 32-33), id merupakan lapisan psikis yang paling

mendasar sekaligus id menjadi bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih

17

lanjut. Artinya id merupakan sisitem kepribadian asli paling dasar yakni yang

dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat

dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting,

impuls, dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious,

mewakili subyektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id

berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang

digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.

Energi psikis dalam id itu dapat meningkat oleh karena perangsang, dan apabila

energi itu meningkat maka menimbulkan tegangan dan ini menimbulkan

pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan). Dari situlah id harus

mereduksikan energi untuk menghilangkan rasa tidak enak dan mengejar

keenakan.

Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu

berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id,

kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat enerji yang rendah,

dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan

kepuasan. Jadi ketika ada stimulasi yang memicu enerji untuk bekerja timbul

tegangan energi id beroperasi dengan prinsip kenikmatan berusaha mengurangi

atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan diri ke tingkat energi rendah.

Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan

proses primer. Proses primer ialah reaksi membayangkan atau mengkhayal

sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk

menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan

18

atau puting ibunya. Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu

membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan

kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar-salah tidak tahu

moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata,

yang member kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah

moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego.

b. Ego

Ego adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena

kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan

atau realita (Freud dalam Suryabrata 2010: 126).

Tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan

menjamin penyesuaian dengan lingkungan sekitar, lagi untuk memecahkan

konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik antara keinginan-keinginan

yang tidak cocok satu sama lain (Bertens, 2006: 33). Dengan kata lain, ego

sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga

memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang mencapai kesempurnaan

dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego

yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.

c. Superego

Superego dibentuk melalui internalisasi (internalization), artinya

larangan-larangan atau perintah-perintah yang berasal dari luar (para pengasuh,

khususnya orang tua) diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari

dalam (Bertens, 2006: 33-34). Dengan kata lain, superego adalah buah hasil

19

proses internalisasi, sejauh larangan-larangan dan perintah-perintah yang tadinya

merupakan sesuatu yang “asing” bagi si subyek, akhirnya dianggap sebagai

sesuatu yang berasal dari subyek sendiri.

Menurut Freud Superego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan

wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana

ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya yang dimasukkan dengan berbagai

perintah dan larangan (Suryabrata, 2010: 127). Superego lebih merupakan

kesempurnaan daripada kesenangan. Oleh karena itu, Superego dapat pula

dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsinya yang pokok ialah

menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau tidak,

dan dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.

Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang

beroperasi memakai prinsip idealistik sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan

prinsip realitik dari ego (Alwisol, 2004: 21). Superego bersifat nonrasional dalam

menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang

telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Superego dalam hal mengontrol id,

bukan hanya menunda pemuasan tapi merintangi pemenuhannya. Fungsi utama

dari superego yang dihadirkan antara lain adalah:

a. Sebagai pengendali dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-

impuls tersebut disalurkan dengan cara atau bentuk yang dapat diterima

oleh masyarakat.

b. Untuk mengarahkan ego pada tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang

dengan kenyataan.

20

c. Mendorong individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa

ego untuk menekan hasrat-hasrat yang berbeda kealam sadar. Superego

bersama dengan id, berada dialam bawah sadar (Hall dan Lindzey, 1993:

67-68).

Superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat

dunia menurut konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki

karakteristik sendiri-sendiri dalam prakteknya, namun ketiganya selalu

berinteraksi secara dinamis.

Kepribadian menurut psikologi bisa mengacu pada pola karakteristik

perilaku dan pola pikir yang menenukan penilaian seseorang terhadap

lingkungan. Kepribadian dibentuk oleh potensi sejak lahir yang dimodifikasi oleh

pengalaman budaya dan pengalaman unik yang mempengaruhi seseorang sebagai

individu.

Pada saat kelahiran seorang individu, seluruh jiwa hanya memiliki satu

komponen saja, atau masih belum terbagi-bagi, yaitu Id. Id terdiri atas energi

insting yang murni dan tidak pernah dewasa, eksis sepenuhnya ditingkat bawah

sadar. Id menuntut pemuasan langsung kebutuhan tubuh, karena itu bisa

dkatakan ia diatur sepenuhnya leh prinsip kesenangan, sedangkan jiwa dewasa

memiliki 2 komponen lagi selain id, yaitu ego dan superego. Ego diatur oleh

prinsip realitas dan beroprasi untuk melayani id. Dengan kata lain ego hadir

untuk membuat manusia menjalin kontak dengan pengalaman-pengalaman yang

sungguh bisa memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Ego harus mewujudkan

sepenuhnya niat Id, memenuhi tugasnya untuk menemukan situasi dimana niatan

21

itu bisa diwujudkan sebaik-baiknya. Superego, adalah komponen ketiga.

Superego merupakan lengan moral kepribadian. Ia utamanya berkembang dari

pola-pola pengalaman, penghargaan dan penghukuman yang diinternalisasi sejak

kanak-kanak oleh orang dewasa.

Ego dan superego sering bekerja sama untuk menciptakan sebuah

antikateksis (penghambat hasrat-hasrat primitif tertentu individu) yang cukup

kuat untuk menghambat kanteksis primitif yang kuat milik id. Karena munculnya

kanteksis yang tidak pantas diterima akan menyebabkan kecemasan.

Kecemasan memiliki fungsi untuk memperingatkan bahwa jika kita terus

berpikir atau berprilaku dengan cara tertentu, kita akan berada di dalam bahaya.

Karena kecemasan tidak menyenangkan, kita akan melakukan apapun yang

dibutuhkan untuk meredakannya. Artinya kita akan cenderung menghentikan

pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan yang sudah menyebabkan kecemasan itu

(Olson dan Hergenhahn, 2013: 51).

6. Mekanisme-Mekanisme Krusial Pertahanan Ego

Ego akan menggunakan cara-cara irasional yang disebut mekanisme

pertahanan ego apabila pendekatan normal dan rasional demi mengurangi atau

menghilangkan kecemasan tidak lagi efektif. Semua mekanisme pertahan ego

memiliki 2 ciri yang sama : (1) tidak disadari, yaitu individu tidak sadar jika ia

menggunakan mekanisme-mekanisme tersebut, (2) memfalsifikasi atau men-

22

distorsi realitas. Berikut mekanisme-mekanisme krusial pertahanan ego menurut

Sigmund Freud :

a. Represi

Ego memiliki sistem pertahanan untuk mengurangi kecemasan. Salah

satunya adalah represi. Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego yang paling

kuat adalah antara represi : Freud himself said that the concepts of unconsious

mental activity, repression, resistence and transference were the fundamental

pillars of psychoanalysis (Clark, 1997: 44).

Teori represi adalah batu penjuru dimana seluruh struktur psikoanalisis

dibangun (Sigmund Freud, 1966: 147). Di versi awal teorinya, Freud

menggambarkan represi sebagai upaya untuk menjauhkan memori-memori yang

mengganggu dari kesadaran.

Mekanisme represi pada awalnya diajukan oleh Sigmund Freud yang

kerap masuk keranah teori psikoanalisis. Represi sebagai upaya menghindari

perasaan axitas. Sebagai akibat represi, si individu tidak menyadari implus yang

me-nyebabkan axitas serta tidak mengingat pengalaman emosional dan traumatik

dimasa lalu. Seseorang yang mengalami implus homoseksual, melalui represi

tidak menyadari kondisi tersebut. Upaya melepaskan axitas melalui represi dapat

menjurus pada kondisi tersebut. Upaya melepaskan anxitas melalui represi dapat

menjurus pada kondisi reaksi formasi (Olson dan Hergenhahn, 2013: 60).

b. Pengalihan

Pengalihan adalah pengalihan perasaan tidak senang tehadap suatu objek

lainnya yang lebih memungkinkan. Pada pengalihan orang bisa mengarahkan

23

dorngan-dorongan aslinya terselubung atau tersembunyi. Pengalihan juga

berguna untuk menjelaskan bagaimana seseorang mengganti gejala neurotisnya

dengan yang lain. (Freud, 1926/1959a dalam Teori Kepribadian : 2010)

c. Identifikasi

Mekanisme ini merupakan proses dimana ego berusaha mencocokkan

objek dan kejadian dilingkungan dengan keinginan-keinginan subjektif id. Istilah

identifikasi juga digunakan untuk menjelaskan kecenderungan bagi me-

ningkatnya perasaan-perasaan berharga pribadi dengan meleburkan diri secara

psikologis ke seseorang yang lain, kelompok, atau lembaga yang dianggap

sebagai teladannya.

d. Penyangkalan Realitas

Mekanisme ini melibatkan penyangkalan sejumlah fakta dalam hidup

seseorang tak peduli berapa banyak bukti yang bisa ditemukan dalam realitas.

Seseorang yang menggunakan mekanisme penyangkalan realitas tidak

bersentuhan minimal dengan beberapa aspek realitas dan yang seperti ini dapat

mengganggu fungsi normalnya.

e. Proyeksi

Proyeksi terjadi apabila individu menutupi kekurangannya dan masalah

yang dihadapi ataupun kesalahannya dilimpahkan kepada seseorang atau sesuatu

yang lain. Secara umum, proyeksi adalah merepresi kebenaran tentang diri yang

bakal membangkitan kecemasan sehingga memilih untuk menganggap orang lain

24

itulah yang memiliki kebenaran dirinya, atau berdalih menutupi kesalahan

dengan menyalahkan lingkungan atau situasi hidup sebagai penyebabnya.

f. Penebusan

Pada meknisme ini, seseorang yang terlanjur melakukan suatu tindakan

yang tidak bisa diterima, atau berpikir untuk melakukannya, lalu terlibat

diaktivitas-aktivitas lain yang secara ritualistik dimaksudkan untuk menebus atau

menggagalkan tindakan sebelumnya. lewat penebusan, seolah manusia berusaha

menghapus suatu tindakan secara magis dengan tindakan yang lain yang

diharapkan dapat menghapus atau membatalkan tindakan awal.

g. Rasionalisasi

Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat

diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif pengganti

dengan tujuan pembenaran. Melalui mekanisme ini, manusia menjelaskan atau

menjustifikasi secara rasional perilaku-perilaku atau pikiran-pikiran yang malah

dapat membangkitkan kecemasan. Ego berdalih lewat hasil-hasil yang logis

(meski keliru) sehingga akan menjadi terasa mengganggu jika dijelaskan lewat

cara tertentu.

h. Sublimasi

Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial

menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk

pegalihan. Misalnya, seorang individu memiliki dorongan seksual yang tinggi,

25

lalu ia akan mengelihkan perasaan tak nyaman ini ke tindakan-tindakan yang

dapat diterima secara sosial.

i. Reaksi

Mekanisme ini adalah mekanisme perthanan ego dimana pikiran-pikiran

yang tidak bisa diterima direpresi dan kebalikannya yang lebih di ekspresikan.

Freud yakin kalau petunjuk bagi penentuan perbedaan antara pembentukan reaksi

dan perasaan yang sesungguhnya adalah seberapa besar taraf perasaan

ditekankan. Individu yang menampilkan pembentukan reaksi cenderung lebih

intens dan berlebihan pada emosinya.

G. SUMBER DATA DAN DATA

1. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer penilitian ini adalah naskah drama Ora Isa Mati karya

Andy Sri Wahyudi yang diterbitkan pada September 2014 di Yogyakarta. Naskah

ini penulis dapatkan dengan membeli langsung dari pengarang naskah drama Ora

Isa Mati yakni dari Andy Sri Wahyudi.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder diperoleh dari informan yaitu Andy Sri Wahyudi

selaku pengarang naskah drama Ora Isa Mati.

2. Data

26

a. Data Primer

Data Primer dalam penelitian ini adalah isi teks dalam Naskah Drama Ora

Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi yang terkait dengan unsur-unsur prinsip

drama menurut Aristoteles yang meliputi unsur kesatuan dan unsur

keharusan psikis, kontruksi cerita drama menururt Aristoteles yang

meliputi premise, character, plot, dan mekanisme-mekanisme krusial

pertahanan ego menurut Sigmund Freud (represi, pengalihan, identifikasi,

penyangkalan realitas, proyeksi, penebusan, rasionalisasi, sublimasi dan

reaksi).

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini berupa hasil wawancara semiterstruktur

dengan narasumber yakni Andy Sri Wahyudi yang terkait dengan latar

belakang penulisan naskah drama Ora Isa Mati.

H. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian sastra yang berbentuk deskriptif

kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk,

fungsi dan macam pertahanan ego. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan

Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan “metodologi

kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

27

Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan

penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini

disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian, yaitu :

a. Content Analysis atau Analisis Isi

Analisis isi merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

didasarkan oleh data.

b. Wawancara

Penulis melakukan pengumpulan data dengan wawancara semistruktur

dalam penelitian ini. Pelaksanaan wawancara semistruktur lebih bebas jika

dibandingkan dengan wawancara terstruktur yang dimana pada wawancara

terstruktur semua instrument telah disiapkan dan setiap responden diberikan

pertanyaan yang sama dan jawabannya pun telah disipakan. Wawancara

semistruktur bertujuan untuk menentukan permasalahan lebih terbuka

dimana informan diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan

wawancara ini, peneliti mendengar dengan teliti dan mencatat apa yang

dikemukakan oleh informan atau narasumber (Sugiyono, 2011: 317).

Peneliti mewawancarai informan yang telah dipilih yaitu pengarang

naskah Ora Isa Mati, Andy Sri Wahyudi. Wawancara semistruktur dipilih

penulis karena tidak menutup kemungkinan akan adanya pertanyaan yang

28

tidak terduga setelah informan mengungkapkan gagasan atau idenya setelah

menjawab salah satu pertanyaan dari peneliti.

c. Studi Pustaka

Teknik ini dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah

buku-buku, majalah, liflet yang berkenaan dengan masalah dan tujuan

penelitian. Buku tersebut dianggap sebagai sumber data yang akan diolah

dan dianalisis seperti banyak dilakukan oleh ahli sejarah, sastra dan bahasa

(Danial, 2009:80). Penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisis

naskah drama Ora Isa Mati dan mengupasnya dengan buku milik

Harymawan yang berjudul Dramaturgi dan buku milik Mathew H. Olson

dan B.R Hergenhahn yang berjudul Pengantar Teori-Teori Kepribadian.

3. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam suatu pola, kategori satuan uraian dasar yang diperoleh dari hasil

wawancara, cacatan lapangan, dokumentasi, dan data- data lainnya. Dalam

penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, maka dari itu peneliti

menggunakan metode berfikir induktif yaitu penjelasan dari yang umum sampai

ke penjelasan yang khusus, sehingga pada akhirnya bisa ditarik sebuah

kesimpulan.

Proses data dalam penelitian kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh

data yang terkumpul dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan

yang sudah ditulis dalam cacatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi,

29

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan

Penyajian Data

gambar, foto, dan sebagainya, sehingga menghasilkan analisis secara luas, umum

serta terperinci.

Data yang sudah terkumpul selanjutnya di analisa dengan menyederha-

nakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami. Selain itu

data diterjunkan dan dimanfaatkan agar dapat dipakai untuk menjawab masalah

yang diajukan dalam penelitian. Model yang digunakan untuk menganalisis data

dalam penelitian ini adalah analisis interaktif (Miles dan Huberman 2007) :

Teknik Analisis Miles dan Huberman

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemulihan, pemusatan, perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, data kasar yang muncul dari catatan-

catatan tertulis. Reduksi data dilakukan dengan pemilihan judul Naskah Drama

yaitu Naskah Drama berjudul Ora Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi yang telah

ia bukukan dalam buku Mak, Ana Asu Mlebu nGomah!. Diterbitkan perta-

makali di Yogyakarta pada September 2014. Wawancara singkat dengan

pengarang naskah dilakukan secara semistruktur untuk mendapatkan data guna

30

mengetahui informasi mengenai naskah yang akan dikaji dan menda-patkan

gagasan dan ide dari narasumber.

b. Penyajian Data

Langkah analisis selanjutnya setelah reduksi data adalah penyajian data.

Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan (Miles dan Huberman, 2007: 17).

Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi yang berupa teks dari

naskah drama Ora Isa Mati dan hasil wawncara dengan Andy Sri Wahyudi

terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga makin mudah

dipahami. Peyajian data dilakukan dalam bentuk uraian naratif.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan meneruskan apa yang sudah didapatkan dari reduksi

data teks dalam naskah drama Ora Isa Mati karya Andy Sri Wahyudi, hasil

wawancara dengan narasumber yaitu Andy Sri Wahyudi dan data-data dari

buku-buku maupun dokumen penunjang penelitian terkait dengan judul skripi

yaitu Mekanisme Krusial Pertahanan Ego Tokoh dalam Naskah Drama Ora

Isa Mati. Penarikan kesimpulan dengan menarik kesimpulan dari Naskah

Drama Ora Isa Mati yang dijadikan kajian dan telah di telaah sesuai

Psikologi sastra yang merujuk pada 9 mekanisme krusial pertahanan ego dan

didapatkan informasi tokoh dari analisis isi naskah drama sesuai unsur

prinsip drama dan Konstruksi cerita dramaturgi dalam naskah drama Ora Isa

Mati dan juga penjelasan dari wawancara semistruktur dengan Andy Sri

31

Wahyudi. Menurut Sutopo, proses ini disebut model analisis interaktif

(2007: 95)