BAB II KAJIAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 … fileSurakarta Jokowi dengan menggunakan...

34
12 BAB II KAJIAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Literatur Berikut beberapa referensi mengenai penelitian yang relevan dengan proposal tesis ini: 1. Tesis berjudul, “Strategi Komunikasi Politik dalam Pilkada (Studi kasus Pemenangan Pasangan Kandidat Ratu Atut dan Rano Karno pada Pilkada Banten 2011). Tesis ini ditulis oleh Muhamad Rosit, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia pada 2012. Tesis ini ditulis dengan menggunakan pendekatan metodologi kualitatif dan sebagai metode penelitiannya adalah studi kasus. Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif. Pengambilan data meggunakan dua cara, yakni pengambilan data primier dan sekunder. Menurut Rosit, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi komunikasi politik yang membuat pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno memenangkan Pilkada Bandten 2011 antara lain, karena Ratu Atut masih merawat tim sukses dengan bak, didukung oleh 11 parpol parlemen dan 22 partai non parlemen, memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi dan menggunakan factor ketokohan dan jarangan politik yang kuat dan kokoh.

Transcript of BAB II KAJIAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 … fileSurakarta Jokowi dengan menggunakan...

12

BAB II

KAJIAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Literatur

Berikut beberapa referensi mengenai penelitian yang relevan dengan proposal

tesis ini:

1. Tesis berjudul, “Strategi Komunikasi Politik dalam Pilkada (Studi

kasus Pemenangan Pasangan Kandidat Ratu Atut dan Rano Karno pada

Pilkada Banten 2011). Tesis ini ditulis oleh Muhamad Rosit, mahasiswa

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi,

Universitas Indonesia pada 2012. Tesis ini ditulis dengan menggunakan

pendekatan metodologi kualitatif dan sebagai metode penelitiannya adalah

studi kasus. Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif. Pengambilan

data meggunakan dua cara, yakni pengambilan data primier dan sekunder.

Menurut Rosit, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi

komunikasi politik yang membuat pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano

Karno memenangkan Pilkada Bandten 2011 antara lain, karena Ratu Atut

masih merawat tim sukses dengan bak, didukung oleh 11 parpol parlemen

dan 22 partai non parlemen, memiliki popularitas dan elektabilitas yang

tinggi dan menggunakan factor ketokohan dan jarangan politik yang kuat

dan kokoh.

13

Namun penelitian ini perlu dikembangkan kembali dengan penelitian

berikutnya terkait bagaimana gaya komunikasi politik Ratu Atut sehingga

dia berhasil menjadi pemenang dalam Pilkada Banten.

2. Analisis Strategi Komunikasi Politik Melalui Media Baru (Studi

Kualitatif Komunikasi Politik Faisal Basri dan Biem Benjamin, Calon

independen Gubernur & Wakil Gubernur DKI Jakarta, Melalui Media

Sosial), ditulis oleh Maya Elektrika Puspitasari, mahasiswa Pascasarjana

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi

Kekhususan Manajemen Komunikasi, Universitas Indonesia.

Penelitian ini mendeskripsikan strategi komunikasi politik melalui media

sosial yang dilakukan oleh calon independen Gubernur dan Wakil

Gubernur DKI Jakarta, Faisal Basri dan Biem Benjamin.

Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan desain

deskriptif ini menunjukkan bahwa Faisal- Biem menyampaikan pesan-

pesan politiknya secara berulang di media sosial dengan metode informatif

dan edukutafi, namun kurang persuasif. Penelitian ini hanya fokus pada

pemaparan strategi komunikasi politik dan pembentukan citra. Untuk itu

diperlukan penelitian lanjutan untuk mengukur tingkat keberhasilan

komunikasi politiknya.

3. Pemimpin Daerah Sebagai Agen: Dramaturgi dalam Komunikasi Politik

Walikota Solo Joko Widodo. Tesis ini ditulis oleh Cahyadi Indrananto,

mahasiswa Pascasarjana mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

14

Program Studi Ilmu Komunikasi Kekhusuan Manajemen Komunikasi,

Universitas Indonesia.

Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan

pendekatan etnografis dengan teknik primer berupa pengamatan

(partisipan – obeservation) untuk mengetahui proses komunikasi

keseharian Joko Widodo.

Peneliti juga melakukan wawancara langsung dengan Jokowi dan

informan lain yang merupakan orang dekat yang ada dalam lingkaran

Jokowi. Penulis melakukan melakukan pengamatan terhadap Walikota

Surakarta Jokowi dengan menggunakan bingkai teori dramaturgi Erving

Goffman, yang memanfaatkan metafor teater untuk menganalisi prilaku

manusia (Mulyana, 2010:106).

Peneliti menemukan pengaburan antara frontstage dan backstage yang

tidak terbatas pada lokasi. Pada beberapa kesempatan, Jokowi melakukan

tindakan-tindakan yang seharusnya di backstage, namun dia pertunjukkan

di depan para audiens yang memiliki akses ke frontstageJokowi

melaksanakan berbagai strategi komunikasi politik untuk memitigasi

ketidakseimbangan informasi kota Solo. Kekurangan penelitian ini adalah,

dapat dilakukan penelitian serupa dengan perfektif masyarakat yang

menilai gaya komunikasi Jokowi dengan menggunakan penelitian

kualitatif.

4. Tesis berjudul; Suara Perempuan Di Media Cetak Sebagai Komunikasi

Politik (Analisis Framing Suara Politisi Perempuan dalam kasus Hukum

15

Pancung TKI Ruyati di Kompas), ditulis oleh Putri Perdana, mahasiswa

pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Program studi Ilmu

Komunikasi Kekhusuan Manajemen Komunikasi, Universitas Indonesia.

Putri Perdana mengkaji suara perempuan di Harian Kompas dalam

pemberitaan kasus TKI Ruyati. Penelitian kualitatif dengan analisis

framing dan menggunakan teori standpoint ini menggunakan teknik

pengumpulan data melalui teks berita dan wawancara. Teori Standpoint

berpegangan pada pengalamanan perempuan yang membawa mereka

memiliki beberapa pengalaman.

Hasil penelitian menunjukan, bahwa frame suara politisi perempuan tidak

terlalu dipentingkan, yang dibuktikan dengan penempatan narasumber

politisi perempuan tidak beda di lead atau paragraf awal. Penelitian

menunjukkan bahwa perempuan kurang mendapat akses ke dunia publik,

karena representasi perempuan di media lebih kecil, hampir setengahnya

daripada representasi laki-laki yang dijadikan sebagai narasumber oleh

media cetak nasional. Penelitian menunjukkan dari 22 berita yang muncul

di Kompas, hanya terdapat 2 suara politisi perempuan di dalam 3 berita

kasus Ruyati. Ini artinya Kompas belum menjadikan perempuan sebagai

narasumber utama. Penelitin ini dapat dikembangkan dengan bagaimana

gaya komunikasi politik politisi perempuan dengan metode kualitatif agar

diketahui sejauh mana kapabilitas politisi perempuan itu dalam melakukan

komunikasi politik.

16

5. Persepsi Masyarakat DKI Jakarta Terhadap Figur dan Komunikasi Politik

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ini adalah jurnal yang ditulis oleh

Danny Prasetyo di lembaga e-jurnal Undip. Penelitian kuantitatif ini

menggunakan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data yang dilakukan

dengan menyebarkan kuesioner. Penelitian ini mengungkapkan persepsi

terhadap komunikasi politik Ahok adalah sebagian besar masyakarat

setuju dengan gaya komunikasi politik yang dilakukan Ahok meski

cenderung memaksa dan mengendalikan. Meski setuju, gaya bicaranya

dalam menyampaikan suatu kebijkan sebagai pesan politik termasuk yang

mengundung muatan kekerasan.

Kritik peneliti dalam penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan

penelitian menggunakan metodologi kualitatif agar diperoleh hasil

mendalam terkait gaya komunikasi politik Ahok yang saat ini dinilai

banyak kalangan sangat fenomenal.

17

Tabel 2.1

Matrik Penelitian Terdahulu

Nama

Peneliti

Hasil Penelitian Tujuan

Penelitian

Metode dan

Teori yang

digunakan

Perbedaan Persamaan

Muhammad

Rosit,

mahasiswa

Fakultas Ilmu

Sosial dan

Ilmu Politik

Departemen

Ilmu

Komunikasi,

Universitas

Indonesia

pada 2012.

Tesis berjudul,

“Strategi

Komunikasi

Politik dalam

Pilkada (Studi

kasus

Pemenangan

Pasangan

Kandidat Ratu

Atut dan Rano

Karno pada

Pilkada Banten

2011).

bahwa

strategi

komunikasi

politik yang

membuat

pasangan

Ratu Atut

Chosiyah

dan Rano

Karno

memenangk

an Pilkada

Banten

2011

Tesis ini

ditulis

dengan

menggunaka

n pendekatan

metodologi

kualitatif dan

sebagai

metode

penelitiannya

adalah studi

kasus.

Peneliti

melakukan

penelitian

untuk

menggali

pengalaman

anggota

DPRD DKI

dalam

melakukan

komunikasi

politik

dengan

Ahok.

Penelitian

ini

menggunaka

n metode

kualitatif,

dengan

fokus tema

komunikasi

politik.

Maya

Elektrika

Puspitasari,

mahasiswa

Pascasarjana

Fakultas Ilmu

Sosial dan

Ilmu Politik,

Program

Studi Ilmu

Komunikasi

Kekhusuan

Manajemen

Komunikasi,

Universitas

Indonesia.

Tesis dengan

judul: Analisis

Strategi

Komunikasi

Politik melalui

Media Baru

(Studi Kualitatif

Komunikasi

Politik Faisal

Basri dan Biem

Benjamin, Calon

independen

Gubernur &

Wakil Gubernur

DKI Jakarta,

Melalui Media

Sosial)

Penelitian

ini

mendeskrip

sikan

strategi

komunikasi

politik

melalui

media

sosial yang

dilakukan

oleh calon

independen

Gubernur

dan Wakil

Gubernur

DKI

Jakarta,

Faisal Basri

dan Biem

Benjamin.

Penelitian ini

menggunaka

n

metodologi

kualitatif

dengan

desain

deskriptif

Penelitian

ini hanya

fokus pada

pemaparan

strategi

komunikasi

politik dan

pembentuka

n citra.

Penelitian

ini

menggunaka

n

metodologi

kualitatif

dengan

desain

deskriptif

dan fokus

tema pada

komunikasi

politik.

Cahyadi

Indrananto,

mahasiswa

Pascasarjana

mahasiswa

Fakultas Ilmu

Sosial dan

Ilmu Politik,

Program

Studi Ilmu

Komunikasi

Kekhusuan

Manajemen

Komunikasi,

Tesis berjudul:

Pemimpin

Daerah Sebagai

Agen:

Dramaturgi

dalam

Komunikasi

Politik Walikota

Solo Joko

Widodo

Penelitian

ini untuk

mengetahui

proses

komunikasi

keseharian

Joko

Widodo.

Penelitian

menggunaka

n metode

penelitian

kualitatif

dengan

pendekatan

etnografis

Penelitian

ini

menggunak

an bingkai

teori

dramaturgi

Erving

Goffman,

yang

memanfaatk

an metafor

teater untuk

menganalisi

prilaku

Tema

penelitian

berfokus

pada

komunikasi

politik yang

dilakukan

oleh Jokowi.

18

Universitas

Indonesia.

manusia

Putri

Perdana,

mahasiswa

pascasarjana

Fakultas Ilmu

Sosial dan

Politik,

Program

s\tudi Ilmu

Komunikasi

Kekhusuan

Manajemen

Komunikasi,

Universitas

Indonesia.

Tesis berjudul;

Suara

Perempuan di

Media Cetak

sebagai

Komunikasi

Politik (Analisis

Framing Suara

Politisi

Perempuan

dalam kasus

Hukum Pancung

TKI Ruyati di

Kompas)

Penelitian

ini ingin

mengungka

n mengapa

perempuan

kurang

mendapat

akses ke

dunia

publik,

karena

jarang

dijakan

sebagai

narasumber

oleh media

cetak

nasional.

Penelitian

kualitatif

dengan

analisis

framing dan

menggunaka

n teori

standpoint ini

menggunaka

n teknik

pengumpulan

data melalui

teks berita

dan

wawancara.

Penelitin ini

dapat

dikembangk

an dengan

meneliti

gaya

komunikasi

politik

politisi

perempuan

dengan

metode

kualitatif

Fokus tema

penelitian ini

adalah

mengenai

komunikasi

politik.

Danny

Prasetyo, dari

lembaga e-

jurnal Undip.

Judul jurnal:

Persepsi

Masyakarat Dki

Jakarta

Terhadap Figur

Dan Komunikasi

Politik Basuki

Tjahaja

Purnama

(Ahok).

Penelitian

ini

mengungka

pkan

persepsi

terhadap

komunikasi

politik

Ahok.

Penelitian

kuantitatif ini

menggunaka

n pendekatan

deskriptif.

Penelitian

ini dapat

dilanjutkan

dengan

metodologi

kualitatif

agar

diperoleh

hasil

mendalam.

Fokus

penelitian

adalah

mengenai

gaya

komunikasi

Ahok yang

sangat

fenomenal.

19

2.2 Kajian Teoritis

2.2.1. Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah sebuah studi interdisipliner yang dibangun atas

berbagai disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara proses komunikasi

dan proses politik. Ia merupakan wilayah pertarungan dan dimeriahkan oleh

persaingan teori, pendekatan, agenda, dan konsep dalam membangun jati dirinya.

Oleh Karena itu, komunikasi yang membicarakan tentang politik kadang diklaim

sebagai studi tentang aspek-aspek politik dari komunikasi public dan sering

dikaitkan dengan komunikasi kampanye (election campaign) karena mencakup

masalah persuasi terhadap pemilih, debat antara kandidat, dan penggunaan media

massa sebagai alat kampanye (McQuail dalam Swanson, 1990).1

Menurut Lucian Pye, antara komunikasi dan politik memiliki hubungan yang

erat dan istimewa karena berada dalam kawasan (domain) politik dengan

menempatkan komunikasi pada posisi yang sangat fundamental. Galnoor,

misalnya mengatakan bahwa tanpa komunikasi, tidak akan ada usaha bersama,

sehingga tidak ada politik.” Pye mengatakan bahwa tanpa suatu jaringan

(komunikasi) yang mampu memperbesar (enlarging) dan melipatgandakan

(magnifying) ucapan-ucapan dan pilihan-pilihan individual, tidak akan ada

namanya politik. Bahkan Wilbur Schraamm, tokoh peletak dasar Ilmu

Komunikasi, menempatkan seorang ilmu politik terkemuka, Harold D. Laswell

1 Cangara, Komunikasi Politik: 1990:16

20

pada urutan pertama dari empat orang yang disebutnya Bapak pendiri (the

founding father) ilmu komunikasi.2

Cangara dalam bukunya Komunikasi Politik mengutip pernyataan

Almond dalam Alfian (1990) yang melihat bahwa komunikasi merupakan salah

satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dan system politik. Ia

diibaratkan sebagai suatu system sirkulasi darah dalam tubuh yang mengalirkan

pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes, dan dukungan (aspirasi dan

kepentingan) ke jantung (pusat) pemrosesan sistem politik. Komunikasi politik

menyambungkan semua bagian dari sistem politik sehingga aspirasi dan

kepentingan dikonversikan menjadi berbagai kebijaksanaan. Bila komunikasi itu

berjalan lancar, wajar, dan sehat, menurut Alfian (1990) system politik akan

mencapai tingkat responsive yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan

kepentingan masyarakat sesuai dengan tuntutan zaman.

Banyak pakar mendefinisikan Komunikasi politik, diantaranya, Dahlan

(1999:35) menyatakan bahwa komunikasi politik adalah suatu bidang atau

disiplin ilmu yang menelaah prilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat

politik. Pengertian komunikasi politik dapat dirumuskan sebagai suatu proses

pengoperan lambing-lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-

pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk

membuka wawasan atau cara berpikir serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku

khalayak yang menjadi target politik.3

2 Cangara, Komunikasi Politi, 1990:16 3 Cangara, Komunikasi Politik, 1990: 35

21

Meadow dalam Nimmo (2004) juga membuat definisi bahwa “Political

communication refers to any exchange of symbols or message that to a significant

extent have been shape by or have consequences for political system.” Meadow

memberi tekanan bahwa symbol-simbol atau pesan yang disampaikan itu secara

signifikan dibentuk atau memiliki konsekuensi terhadap system politik. Akan

tetapi, Nimmo mengutip Meadow, hanya memberi tekanan pada pengaturan umat

manusia yang dilakukan di bawah kondisi konflik, seperti disebutkan:

“communication (activity) considered political by virtue of its consequences

(actual or potential) which regulate human conduct under condition of conflict. 4

Dalam buku Introduction to Political Communication oleh McNair (2003)

disebutkan bahwa, “Political communicationas pure discussion about the

allocation of public resources (revenues), official authority (who is given the

power to make legal, legislative and executive decision) and official sanctions

what the state reward or punishes.”5

Komunikasi politik menurut Nair adalah murni membicarakan tentang alokasi

sumber daya public yang memiliki nilai apakah itu nilai kekuasaan atau nilai

ekonomi. Petugas yang memiliki kewenangan untuk memberi kekuasaan dan

keputusan dalam pembuatan undang-undang atau aturan, apakah itu legislatif atau

eksekutif serta sanksi-sanksi, apakah itu dalam bentuk hadiah atau denda. 6

Doris Graber mengingatkan dalam tulisannya “Political Language” (1981),

yakni komunikasi politik tidak hanya retorika, tetapi juga mencakup simbol-

4 Cangara, Komunikasi Politik, 1990: 35 5 McNair, Brian, Introduction to Political Communication 6 Cangara, Komunikasi Politik, 1990:36

22

simbol bahasa, seperti bahasa tubuh serta tindakan-tindakan politik seperti, boikot,

protes, dan unjuk rasa. 7

Mueller (1973:73) seperti ditulis dalam buku Lely Arrianie, Komunikasi

Politik, komunikasi politik didefinisikan sebagai hasil yang bersifat politik

apabila mereka menekankan pada hasil. 8

Lely mengutip Harsono Suwardi (1999:12) menyebutkan bahwa komunikasi

politik dapat dilihat dari arti sempit maupun luas. Dalam arti sempit, komunikasi

politik adalah, setiap bentuk penyampaian pesan baik dalam bentuk lambang-

lambang maupun dalam bentuk kata-kata tertulis atau terucapkan ataupun dalam

bentuk

Menurut Almond, komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada

dalam setiap sistem politik sehingga terbuka kemungkinan bagi para ilmuwan

politik untuk memperbandikan berbagai sistem politik dengan latar belakang

budaya yang berbeda. Arti penting sumbangan pemikiran Almond terletak pada

pandangannya bahwa semua sistem politik yang pernah ada di dunia ini, yang ada

sekarang, dan yang akan ada nanti mempunyai persamaan-persamaan yang

mendasar, yaitu adanya kesamaan fungsi yang dijalankan oleh semua sistem

politik.9

Ardial menyatakan bahwa komunikasi politik sebagai kegiatan politik adalah

penyampaian pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak

lain. Kegiatan ini merupakan satu dari kegiatan sosial yang dijalankan sehari-hari

oleh warga termasuk elit politik. Karena kegiatannya sehari-hari, maka kegiatan 7 Cangara, Komunikasi Politik, 1990: 36 8 Arrianie, 2010: 14-15 9 Ardial, Komunikasi Politik, 2009: 14

23

tersebut dapat diamati, dicatat, dihitung dan dipelajari. Kegiatan tersebut bersifat

empiris, karena dilakukan nyata dalam kehidupan sosial.10

Dengan penjelasan di atas, dapat diasumsikan bahwa komunikasi politik

memiliki pesan yang bermuatan politik yang memiliki implikasi dan konsekuensi

terhadap aktivitas politik. Komunikasi Politik menjelaskan filosofi komunikasi

politik, yakni pendayagunaan sumber daya komunikasi apakah itu sumber daya

manusia, infrastruktur, maupun piranti lunak untuk mendorong terwujudnya

system politik yang mengusung demokrasi, dimana kekuasaan menjalankan

pemerintahan ada di tangan pemenang pemilu (mayoritas).11

Efek komunikasi politik adalah terciptanya pemahaman terhadap sistem

pemerintahan dan partai-partai politik, dimana nuansanya akan bermuara pada

pemberian suara (vote) dalam pemilihan umum. Dalam kasus komunikasi politik

‘Dana Siluman APBD’ yang pernah diembuskan Ahok, berdampak pada protes

keras dari anggota DPRD DKI Jakarta yang dituding memasukkan anggaran tanpa

sepengetahuan eksekutif, namun dampak positifnya adalah pada good

governance, dimana Ahok melakukan koreksi terhadap draft RAPBD DKI yang

diduga dimasukan “Dana Siluman” dapat terungkap sebelum APBD tersebut

disahkan.

Dalam konteks Ahok sebagai Gubernur DKI, setiap hari dia menyampaikan

pernyataan (baik formal maupun nonformal), pendapat pada berbagai forum dan

berbagai komentar berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Saluran komunikasi

tersebut, bisa tatap muka langsung, pertemuan formal dan nonformal, media

10 Ardial, Komunikasi Politik, 2009: 13 11 Cangara, Komunikasi Politik, 1990, 32

24

massa (media cetak, elektronik, dan media online, serta media sosial). Sebaliknya,

anggota DPRD DKI melakukan komunikasi politik dalam rapat-rapat yang

dihadiri Gubernur Ahok (pertemuan formal) maupun dalam acara informal

(jamuan makan malam atau makan siang).

Komunikasi politik seperti dikemukakan oleh McNair dan Goran Hedebro

(1982), berfungsi untuk:

1. Memberikan informasi kepada masyarakat terhadap usaha-usaha yang

dilakukan lembaga politik maupun dalam hubungannya dengan

pemerintah dan masyarakat.

2. Melakukan sosialisasi tentang kebijakan, program dan tujuan lembaga

politik.

3. Memberi motivasi kepada politisi, fungsionaris dan para pendukung partai.

4. Menjadi platform yang bisa menampung ide-ide masyarakat sehingga

menjadi bahan pembicaran dalam bentuk opini publik.

5. Mendidik masyarakat dengan pemberian informasi, sosialisasi tentang

cara-cara Pemilu.

6. Menjadi hiburan masyarakat sebagai “pesta demokrasi” dengan

menampilkan para juru kampanye, artis, pengamat politik, dan

komentator.

7. Memupuk integrasi dengan mempertinggi rasa kebangsaan guna

menghindari konflik dan ancaman berupa tindakan separatis yang

mengancam persatuan nasional.

25

8. Menciptakan iklim perubahan dengan mengubah struktur kekuasaan

melalui informasi untuk mencari dukungan masyarakat luas terhadap

gerakan reformasi dan demokratisasi.

9. Meningkatkan aktivitas politik masyarakat melalui siaran berita, agenda

setting, maupun komentar politik.

10. Menjadi watchdog atau anjing penjaga dalam membantu terciptanya good

governance yang transparansi dan akuntabilitas. 12

Unsur Komunikasi politik terdiri dari sumber (komunikator), pesan, media

atau saluran, penerima, dan efek (Nimmo: 1978, Manfield dan Weaver: 1982,

dalam Dahlan, 1990). 13

Sumber atau komunikator politik, yakni mereka yang memberikan informasi

tentang hal-hal yang mengandung makna politik atau bobot politik, misalnya

presiden, menteri, anggota DPR/DPRD/gubernur, walikota, bupati, politisi,

fungsionaris partai, LSM, dan aktivis. Adapun pesan politik adalah pernyataan

yang disampaikan baik lisan maupun tertulis, verbal maupun nonverbal,

tersembunyi maupun terang-terangan, disadari maupun tidak, yang isinya

mengandung bobot politik.

Saluran atau media politik ialah alat atau sarana yang digunakan oleh para

komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya, seperti media cetak,

elektronik, dan sebagainya. Sedangkan sasaran adalah anggota masyarakay yang

diharapkan dapat memberikan suara (vote) kepada partai atau kandidat dalam

pemilihan umum. Adapun efek komunikasi politik diharapkan terciptanya

12 Cangara, Komunikasi Politik, 1999:40-41 13 Cangara, Komunikasi Politik, 1990: 37

26

pemahaman terhadap system pemerintahan dan partai politik dimana muaranya

adalah pemberian suara (vote). 14

2.2.2 Gaya Komunikasi

Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat

perilaku antarpribadi yang terspesialisasi digunakan dalam suatu situasi tertentu

(a specialized set of interpersonal behaviors that are used in a given situation)

(Effendi, 2001). Gaya komunikasi merupakan cara penyampaian dan gaya bahasa

yang baik. Gaya yang dimaksud sendiri dapat bertipe verbal yang berupa kata-

kata atau nonverbal berupa vokalik, bahasa badan, penggunaan waktu, dan

penggunaan ruang dan jarak.15

Pengalaman membuktikan bahwa gaya komunikasi sangat penting dan

bermanfaat karena akan memperlancar proses komunikasi dan menciptakan

hubungan yang harmonis. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari

sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau

tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya

komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan

harapan dari penerima (receiver). 16

Gaya komunikasi dipengaruh situasi, bukan kepada tipe seseorang, gaya

komunikasi bukan tergantung pada tipe seseorang melainkan kepada situasi yang

dihadapi. Setiap orang akan menggunakan gaya komunikasi yang berbeda-beda

14 Cangara, Komunikasi Politik, 1990: 37-39 15 Parwiyanto, Herawan, Modul Kajian Komunikasi dalam Organisasi/AN/FISIP: 7.

16 Widjaya H.A.W, 2000:57

27

ketika mereka sedang gembira, sedih, marah, tertarik, atau bosan. Begitu juga

dengan seseorang yang berbicara dengan sahabat baiknya, orang yang baru dikenal

dan dengan anak-anak akan berbicara dengan gaya yang berbeda. Selain itu gaya

yang digunakan dipengaruhi oleh banyak faktor, gaya komunikasi adalah sesuatu

yang dinamis dan sangat sulit untuk ditebak. Sebagaimana budaya, gaya

komunikasi adalah sesuatu yang relatif. 17

Norton dalam Richmond (1992: 146) mengklasifikasikan gaya komunikasi

individual menjadi sepuluh macam, yakni:

a. Dominant style adalah gaya dimana seseorang memegang kontrol

pada

sebuah situasi social.

b. Dramatic style adalah gaya dimana seseorang mampu

menghidupkan sebuah pembicaraan

c. Contentious style adalah gaya dimana seseorang gemar berargumentasi

untuk menantang orang lain.

d. Animated style adalah gaya dimana seseorang lebih banyak menggunakan

komunikasi non verbal.

e. Impression leaving style adalah gaya dimana seseorang cenderung

membuat komunikasi yang mudah diingat dan menimbulkan kesan.

f. Relaxed style adalah gaya dimana seseorang tidak mudah menunjukkan

sikap yang gegabah dan cenderung santai.

17 Widjaya, H. A.W, 2000:57

28

g. Attentive style adalah gaya dimana seseorang selalu berempati dan

mendengarkan lawan bicaranya dengan seksama.

h. Open style adalah gaya dimana seseorang sangat terbuka dalam sebuah

pembicaraan, jujur dan cenderung blak-blakan.

i. friendly style adalah gaya dimana seseorang bersikap ramah dan selalu

bersikap positif terhadap orang lain.

j. Precise style adalah gaya dimana seseorang selalu meminta untuk dihargai

dan cenderung mau membicarakan hal-hal yang penting saja.18

Untuk menggambarkan gaya komunikasi seseorang, ada empat tipe, yakni:

1. Komunikasi Pasif, seseorang dengan komunikasi pasif ini tidak pernah

membela diri sendiri, jika seorang komuniktor pasif, mereka akan

menghindari untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan opininya.

Ketika seseorang mengekspresikan perasaan sendiri dengan cara meminta

maaf yang terkadang diabaikan oleh orang lain. Bahkan sebagai

komunikator pasif, seseorang akan mengizinkan orang lain untuk

mengambil keuntungan dengan melanggar hak-hak diri sendiri. Akibatnya,

seseorang dengan tipe seperti ini akan merasa cemas, terjebak dan putus

asa karena dirinya berada diluar kendali hidup. Perilaku seseorang dengan

tipe ini membiarkan orang lain untuk mendominasi. Komunikator pasif ini

dapat menjadi komunikator yang lebih kuat dengan menegaskan dirinya

sendiri.

18 Liliweri, 2011: 309

29

2. Agresif, seseorang dengan tipe ini akan tetap mempertahankan diri sendiri

secara langsung namun terkadang berperilaku tidak pantas. Komunikasi

verbalnya terkesan melecehkan dan melanggar hak orang lain. Pribadi

agresif juga berasal dari rasa rendah diri yang dilampiaskan dalam bentuk

dominasi kekuasaan. Sebagai komunikator agresif, seseorang mencoba

untuk mendominasi dan mengancam, sering mengkritik dan menyalahkan

lemahnya orang lain untuk mendapat kekuasaan. Bahasa tubuhnya terlihat

sombong dan cepat marah kalau tidak sesuai dengan keinginan. Sebagai

hasilnya, si Agresif ini akan dijauhi orang lain dan merasa lepas kendali.

Komunikasi agresif melibatkan manipulasi, mereka akan membuat orang

lain melakukan apa yang mereka inginkan dengan menginduksi rasa

bersalah atau menggunakan intimidasi. Untuk menjadi komunikator yang

lebih efektif, haruslah mengekspresikan diri secara langsung, jujur dan

harus menghormati orang lain.

3. Pasif-Agresif, tipe ini tidak berhubungan langsung dengan masalah.

Mereka tampaknya tidak memiliki masalah dengan orang lain, sedangkan

secara tidak langsung mengekspresikan kemarahan dan frustasi. Sebagai

komunikator Pasif-Agresif, seseorang ini menggunakan sarkasme,

penolakan dan bahassa tubuh yang membingungkan. Komunikator ini,

menghindari konfrontasi langsung, namun berupaya untuk mendapatkan

bahkan melalui manipulasi. Mereka sering merasa tidak berdaya dan kesal.

Mereka sering mengatakan “ya” ketika mereka benar-benar ingin

30

mengatakan “tidak”. Pasif-Agresif komunikator sering sarkatis dan

berbicara tidak baik tentang orang-orang dibelakang punggung mereka.

4. Tegas. Seorang komunikator dikatakan kuat jika memiliki tipe ini.

Jika seorang komunikator tegas, maka mereka akan efektif menyatakan

pikiran dan perasaan secara jelas dan cermat. Mereka menangani masalah

tanpa melanggar atau mengasingkan orang lain. Mereka cenderung

memiliki sehat harga diri yang tinggi. Sebagai komunikator tegas, bahasa

tubuhnya pun tenang, kontrol diri dan mendengarkan aktif.19

Setiap orang memiliki gaya komunikasi yang berbeda-beda tergantung pada

karakter orang tersebut.Orang dengan karakter keras, gaya komunikasi tentu

berbeda denga orang yang berkarakter lemah lembut. Gaya komunikasi dipakai

untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu

pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada

maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).

Ada beberapa sifat gaya komunikasi (Effendy, 2001) yakni:

1. The Controlling style

Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya

satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur

perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan

gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-

way communications.

19 Suranto AW, Komunikasi Antarpribadi 2011: page 51

31

Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih

memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka

untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan

perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan

dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback

tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu

arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru

berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang

lain mematuhi pandangan-pandangannya.

Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha

‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha

menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The controlling style

of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya

bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik.

Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak

jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons

atau tanggapan yang negatif pula.

2. The Equalitarian style

Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The

equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus

penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua

arah (two-way traffic of communication).

32

Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.

Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun

pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang

demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan

dan pengertian bersama.

Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan

ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta

kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam

konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian

style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya

ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi

untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks.

Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan

share/berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.

3. The Structuring style

Gaya komunikasi yang berstruktur ini, ditandai dengan berlakunya arus

penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua

arah Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan

untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan

organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi

tersebut.

Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State

University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang

33

mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan

Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien

adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih

memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

4. The Dynamic style

Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena

pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya

berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of

communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor

yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).

Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau

merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih

baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi

persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa

karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi

masalah yang kritis tersebut.

5. The Relinguishing style

Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran,

pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi

perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi

perintah dan mengontrol orang lain.

34

Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan

atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan

luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua

tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.

6. The Withdrawal style

Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak

komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya

ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan

ataupun kesulitan antar pribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.

Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya

tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa

ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan

suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh

karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.

Selain gaya komunikasi, terdapat pula pola komunikasi. Tubbs dan Moss

mengatakan bahwa “pola komunikasi atau hubungan itu dapat dicirikan oleh

komplementaris atau simetris. Dalam hubungan komplementer satu bentuk

perilaku dominan dari satu partisipan mendatangkan perilaku tunduk dan lainnya.

Dalam simetri, tingkatan sejauh mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan.

Dominasi bertemu dengan dominasi atau kepatuhan dengan kepatuhan.”20

Joseph A. Devito menggambarkan empat pola komunikasi, sebagai berikut:

1. Komunikasi Antar Pribadi

20 Tubbs, Moss, 2001:26.

35

Definisi Komunikasi Antar Pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan

pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang,

dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. (Marhaeni Fajar,

2009:78).

3 Komunikasi Kelompok Kecil

Michael Burgoon mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi

secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah

diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang

mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-

anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas

mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki

susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok. 21

4 Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Media massa yang

dimaksud adalah surat kabar, majalah, radio, televisi atau film. Karena

membaca surat kabar dan majalah, mendengarkan radio ataupun menonton

televisi dan film umum dilakukan oleh masyarakat yang demikian banyak

bahkan dapat dilakukan serempak. 22 Sedangkan Joseph A Devito komunikasi

massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang

luar biasa banyaknya. Mengacu pada definisi di atas, komunikasi massa adalah

komunikasi yang ditujukan kepada khalayak banyak yang dilakukan dilakukan

21 Wiryanto, 2005:52 22 Effendy (Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,2000:81)

36

melalui media massa ,seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, film dan

buku.23

5. Komunikasi Publik

Yakni, suatu komunikasi yang dilakukan di depan banyak orang. Dalam

komunikasi publik pesan yang disampaikan dapat berupa suatu informasi,

ajakan, gagasan. Sarananya, bisa media massa, bisa pula melalui orasi pada

rapat umum atau aksi demonstrasi, blog, situs jejaring sosial, kolom komentar

di website/blog, e-mail, milis, SMS, surat, surat pembaca, reklame, spanduk,

atau apa pun yang bisa menjangkau publik. Yang pasti, Komunikasi Publik

memerlukan keterampilan komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat

disampaikan secara efektif dan efisien. Komunikasi publik sering juga disebut

dengan komunikasi massa. Namun, komunikasi publik memiliki makna yang

lebih luas dibanding dengan komunikasi massa. Komunikasi massa merupakan

komunikasi yang lebih spesifik, yaitu suatu komunikasi yang menggunakan

suatu media dalam menyampaikan pesannya. 24

Dalam penelitian ini, peneluti fokus mengkaji pemaknaan Anggota DPRD

DKI Jakarta dalam dala berkomunikasi politik Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja

Purnama atau Ahok dalam pengalaman anggota DPRD DKI Jakarta dalam

berkomunikasi politik dengan Ahok.

23 (Ardianto, 2004:3), 24 Devito, Human Communication, 1994:259

37

2.2.3 Studi Fenomenologi

Natanson (1963, dalam Mulyana 1999) menggunakan istilah fenomenologi

sebagai istilah generic untuk merujuk pada semua pandangan ilmu social yang

menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai focus untuk

memahami tindakan social, seperti pandangan-pandangan Max Weber, G.H.

Mead, W.I. Thomas dan C.H. Cooley. 25

Phainomenon merujuk pada yang tampak. Fenomena adalah fakta yang

disadari dan masuk ke dalam pemahaman manusia. Jadi suatu objek itu ada dalam

relasi dengan kesadaran. Fenomena bukanlah dirinya seperti yang tampak secara

kasat mata, melainkan justru ada di depan kesadaran, dan disajikan dengan

kesadaran pula. Karena itu fenomenologi merefleksikan pengalaman langsung

manusia, sejuah pengalaman itu secara intensif berhubungan dengan suatu

objek.26

Istilah fenomenologi sudah ada sejak Kant memilah unsur mana yang berasal

dari pengalaman (Phenomena) dan mana yang terdapat dalam akal (noumena atau

the thing in Its self). 27

Franz Brentano meletakkan dasar fenomenologi lebih tegas lagi, dalam

tulisannya berjudul Psychology from an Empirical Standpoint (1874), Brentano

mendefinisikan fenomena sebagai sesuatu yang terjadi dalam pikiran, sedangkan

fenomena mental adalah tindakan yang dilakukan secara sadar. 28

25 Sobur, Alex, Filsafat Komunikasi, 2014: 14 26 Kuswarno, Engkus, Fenomenologi, 2009:1 27 Kuswarno, Engkus, Fenomenologi, 2009:4 28 Kuswarno, Engkus, Fenomenologi, 2009:5

38

Husserl juga mendefinisikan fenomenologi yakni, fenomena yang harus

dipertimbangkan sebagai muatan objektif yang disengaja (intentional objects) dari

tindakan sadar subjectif, yakni:

Fenomenologi adalah ilmu tentang hakikat dan bersifat apriori.

Dengan fenomenologi, kita dapat mempelajari bentuk-bentuk

pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara

langsung, seolah-olah kita mengalaminya sendiri. Fenomenologi

tidak saja mengklasifikasikan setiap tindakan sadar yang dilakukan,

namun meliputi prediksi terhadap tindakan dimana yang akan

datang, dilihat dari aspek-aspek yang terkait dengannya. Semuanya

itu bersumber dari bagaimana seseorang memaknai objek dalam

pengalamannya. Sehingga tidak salah apabila fenomenologi

diartikan sebagai studi tentang makna, dimana makna itu lebih luas

dari sekadar bahasa yang mewakilinya. 29

Fenomena menurut Husserl harus dipertimbangkan sebagai muatan objecktif

yang disengaja (Intentional objects) dari tindakan sadar subjektif. Jadi

fenomenologi mempelajari kompleksitas kesadaran dan fenomena yang

terhubungan dengannya. Dalam Idea (Book One, 1913), Husserl memperkenalkan

dua istilah Yunani untuk mengganti istilah buatan Bolzano (ide objektif dan ide

subjektif). Istilah tersebut adalah noesis dan noema. Noema berasal dari kata

noeaw berarti merasa dan berpikir sedangkan kata nous berarti pikiran. 30

Berikut pokok-pokok pikiran Husserl mengenai fenomenologi:

1. Fenomena adalah realitas sendiri (realty in self) yang tampak.

2. Tidak ada batas antara subjek dan realitas

3. Kesadaran bersifat intensional

29 Kuswarno, Engkus, Fenomenologi, 2009:10 30 Kuswarno, Engkus, 2009:6

39

4. Terdapat interakssi antara tindakan kesadaran (noesis) dengan objek yang

disadari (noema). 31

Jadi fenomenologi menurut Husserl adalah ilmu tentang penampakan

(fenomena). Ilmu tentang apa yang menampakan diri ke pengalaman subjek.

Tidak ada penampakan yang tidak dialami. Hanya dengan berkonsentrasi pada apa

yang tampak dalam pengalaman, maka esensi dapat terumuskan dengan jernih. 32

Berbeda dengan Husserl, Heidegger mendekati fenomenoloogi dari dua akar

yang membentuknya, yakni logis dan phenomena. Jadi fenomenologi didefiniskan

sebagai pengetahuan dan keterampilan membiarkan sesuatu seperti apa adanya

(letting things show themselves).

Pemikiran Alfred Schutz mengenai fenomenologi adalah bagaimana

memahami tindakan sosial melalui penafsiran. Proses penafsiran dapat digunakan

untuk memperjelas atau memeriksa makna yang sesungguhnya, sehingga dapat

memberikan konsep kepekaan yang implisit. Manusia merekontruksi makna diluar

arus utama pengalaman melalui proses tipikasi. Hubungan antar manusia pun

diorganisasi melalui proses ini atau biasa disebut stock of knowlegde. Jadi

kumpulan pengetahuan memiliki kegunaan praktis dari dunia itu sendiri, bukan

sekedar pengetahuan tentang dunia. 33

Fenomenologi sebagai disiplin ilmu adalah mempelajari strukur

pengalaman dan kesadaran. Secara harfiah, fenomenologi adalah

studi yang mempelajari, penampakan, segala yang muncul dalam

pengalaman kita, cara kita mengalami sesuatu, dan makna yang kita

miliki dalam pengalaman kita. Atau pengalaman sadar dari sudut

pandang orang pertama (yang mengalaminya secara langsung).34

31 Kuswarno, Engkus, 2009,13 32 Gahral, Donny, Pengantar Fenomenologi, 2010: 5 33 Kuswarno, Engkus, 2009:18 34 Ibid, 2009:22

40

Menurut Alfred Schutz, sejumlah pertanyaan dasar fenomenologi adalah

tentang bagaimana actor menciptakan dunia subjektif yang bersifat umum?

Bagaimana realitas dibentuk, dipertahankan dan diubah? Apa dan bagaimana

hubungannya dengan ketahanan keteraturan social. (Douglas & Johnson, 1978;

Samuel, 2012).35

Schutz menjelaskan, pertama dalam pikiran setiap orang, sebenarnya terdapat

resep social (social recipes), yakni konsepsi-konsepsi mengenai prilaku serta cara

berprilaku yang dianggap pantas. Resep social juga memuat informasi lain yang

memungkinkan orang bersangkutan untuk bertindak memecahkan persoalan yang

dihadapi dalam dunia social, khususnya dalam kehidupan sehari ini.

Kedua, pikiran manusia bukan hanya terdisi atas satu atau dua resep saja

(aturan, konsep dan informasi). Secara keseluruhan, pada pikiran seseorang

terhimpun stok pengetahuan (stock of knowledge) yang menjadi kerangka acuan

untuk menafsirkan berbagai peristiwa yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-

hari.

Ketiga, secara khusus ada beberapa poin tentang stok pengetahuan yang

penting untuk dikemukakan, yakni (a) stok pengetahuan merupakan realitas social

– realitas objektif; (b) Stok pengetahuan jarang dijadikan sasaran reflesi oleh

pemiliknya. Ia dianggap sebagai seperangkat asumsi dan prosedur yang hanya

hadir secara implisit dalam kesadaran dan digunakan secara ‘diam-diam’ ketika

orang bersangkutan berinteraksi dengan sesamanya; (c) Stok pengetahuan

35 Sobur, Alex, Filsafat Komunikasi, 2014: 53.

41

diperoleh individu melalui proses belajar, tidak lewat kelahiran; (d) Sebagian isi

stok pengetahuan memang khas milik satu individu (berdasarkan pengalamannya

yang berbeda dengan pengalaman orang lain). 36

Schutz memusatkan perhatiannya pada kesadaran orang lain, sementara

mereka hidup dalam aliran kesadaran mereka sendiri. Dia juga menggunakan

perspektif intersubjektivitas dalam pengertian lebih luas untuk memahami

kehidupan social, terutama mengenai ciri social pengetahuan. Bagi Schutz,

intersubjektivitas adalah ketentuan dunia nyata dan tidak memerlukan eksplikasi

fundamental (Schutz dan Luckman, 1973:5).37

Konsep ilmiah maupun pengalaman sehari-hari, kata Schutz, terbentuk

melalui kategori-kategori yang terpisah dari segala sesuatu yang serta-merta

ditentukan dalam kesadaran, yang dinamakan fakta-fakta konkret persepsi akal

sehat tidaklah sekonkret kelihatannya, melainkan sudah melibatkan abstraksi-

abstraksi yang sangat rumit. (Schutz, 1962, dalam Ritzer & Smart, 2001).38

2.2. Kerangka Pemikiran

Dalam melakukan komunikasi politik, komunikator tentu mempunyai

maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Karenanya, komunikator menerapkan

strategi agar keinginannya terwujud. Selain isi, komunikator antara lain juga

memperhatikan kemasan dan proses penyampaian pesan.

36 Sobur, Alex, Filsafat Komunikasi, 2014: 53-54 37 Sobur, Alex, Filasafat Komunikasi, 2014: 58-59 38 Sobur, Alex, Filsafat Komunikasi, 2014: 59

42

Persepsi seseorang lebih ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan factor –

factor personalnya. Persepsi bukan ditentukan oleh bentuk stimuli tapi oleh

karakteristik orang yang merespon stimuli yang ada.39

Dalam konteks komunikasi politik antara Gubernur DKI Jakarta Basuki

Tjahaya Purnama alias Ahok dan DPRD DKI Jakarta, sang gubernur sebagai

komunikator tentu punya tujuan yang ingin dicapai. Bagi Ahok, gaya

komunikasinya yang ‘unik’ dan fenomenal, tentu bukan kebetulan. Ahok sadar

betul atas pilihanya. Bahkan dalam beberapa kesempatan ia mengaku dirinya

tahu mendapat kritik dari banyak terkait gaya komunikasinya.

Faktanya, gaya komunikasi Ahok memang kontroversial. Sebagian pihak tak

mempersoalkan namun sebagian yang lain mengecamnya. Puncak kontroversi

terjadi ketika Ahok berkonflik dengan DPRD DKI Jakarta terkait ‘dana siluman’

APBD DKI Jakarta tahun 2015. Diksi, pilihan kata, Ahok membuat anggota

DPRD DKI Jakarta marah, dan menjadi pergunjingan khalayak luas.

Para anggota DPRD DDKI Jakarta, tentu tidak pasif memaknai gaya

komunikasi Ahok. Mereka aktif mempersepsikan gaya Ahok, merujuk ke latar

belakang masing-masing. Latar belakang anggota DPRD DKI Jakarta yang

beragam, tentu memunculkan persepsi atas gaya komunikasi Ahok yang

bermacam - macam.

Dengan pendekatan fenomenologi, peneliti menggali pemaknaan angggota

DPRD DKI Jakarta periode 2014 – 2019 terkait gaya komunikasi Ahok dan

menggali pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan Sang Gubernur.

39 Rakhmat, Jalaluddin, 2007: 58-59

43

Kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai

berikut:

44

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Esensi pengalaman anggota DPRD DKI Jakarta

dalam memaknai gaya komunikasi politik

Gubernur Ahok

STUDI

FENOMENOLOGI

Analisis Fenomenologi:

1. Husserl

2. Alfred Schutz

Anggota DPRD DKI:

1. Memaknai gaya

komunikasi politik

dengan Gubernur

Ahok.

2. Pengalaman

anggota dewan

dalam

berkomunikasi

politik Gubernur

Ahok

Fenomena anggota DPRD DKI Jakarta dalam berkomunikasi Politik dengan Gubernur Basuki

Tjahaja Purnama (Ahok)

Tujuan Penelitian untuk

mengetahui:

1. Pemaknaan gaya

komunikasi politik

Gubernur Ahok

2. Pengalaman

anggota DPRD

DKI Jakarta dalam

berkomunikasi

politik dengan

Ahok

45

Tabel 3.1

Kegiatan Penelitian

No Kegiatan 2017 Keterangan

Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Admin

1 Persiapan

administrasi Ketua Pembimbing dan anggota

2 Pertemuan dengan

pembimbing Ketua Pembimbing dan anggota

3 Penyusunan desain

penelitian Ketua Pembimbing dan anggota

4 Seminar UP Ketua Pembimbing, anggota, dan

penguji

5 Pengumpulan Data Ketua Pembimbing dan anggota

6 Pengolahan Data Ketua Pembimbing dan anggota

Menyiapan draf

laporan penelitian Ketua Pembimbing dan anggota

8 Menyiapan laporan

akhir Ketua Pembimbing dan anggota

9 Sidang Tesis Ketua Pembimbing, anggota, dan

penguji