Bab 2 Ritual Interaksi Perspektif Erving Goffman 2.1 ... · 3. Tindakan komunikasi termotivasi oleh...
Transcript of Bab 2 Ritual Interaksi Perspektif Erving Goffman 2.1 ... · 3. Tindakan komunikasi termotivasi oleh...
Bab 2
Ritual Interaksi Perspektif Erving Goffman
2.1 Pendahuluan
Bab 2 membahas mengenai ritual interaksi dalam pemikiran Erving Goffman. Bab 2 dibagi
menjadi empat bagian sebagai berikut, bagian pertama merupakan pendahuluan. Bagian kedua
menguraikan perkembangan pemikiran Goffman berkaitan dengan ritual interaksi. Bagian ketiga
membahas dan menguraikan mengenai ritual interaksi dan unsur-unsurnya serta aturan-
aturannya. Bagian keempat merupakan analisa terhadap pemikiran Erving Goffman tersebut dan
bagian kelima adalah rangkuman bab 2.
2.2 Perkembangan Pemikiran Goffman
Goffman mulai tertarik dengan sosiologi ketika ia melanjutkan sekolahnya ke Universitas
Toronto. Melalui dosen-dosenya, Goffman diperkenalkan dengan pemikir-pemikir sosiologi
seperti Emil Durkheim dan Goerge Simmel. Pemikiran-pemikiran mereka inilah yang kemudian
sangat mempengaruhi pemikiran Goffman di masa depan. Teori ritual interaksi merupakan buah
pikir Goffman yang sangat memperkuat pikiran Durkheim mengenail kesadaran nurani bersama
dan hubungan struktur sosial dalam masyarakat.1 Ketertarikannya terhadap interaksi tatap muka
tidak dapat dilepaskan dari pengaruh dari George Simmel. Namun Goffman memiliki
kemampuan yang lebih dalam memperhatikan perilaku individu hingga pada hal-hal yang hampir
tidak terlihat seperti percakapan ringan dan lirikan mata.
Ketika melanjutkan pendidikannya pada program master, Goffman semakin tertarik untuk
meneliti perilaku-perilaku individu dalam masyarakat. Ia melakukan penelitian terhadap sejumlah
1 Jonathan A. Turner, A Theory of Social Interaction, (California: Stanford University Press, 1988) 92
perempuan di Chicago. Ia ingin melihat perbedaan perilaku perempuan-perempuan yang
mendengarkan sandiwara radio berdasarkan stratifikasi kelas dalam masyarakat.
Pada program doktoral, ketertarikkan Goffman pada perilaku masyarakat berlanjut ketika
ia meneliti masyarakat di pulau Shetland. Penelitiannya difokuskan pada interaksi tatap muka dan
percakapan dalam suatu masyarakat dan ia berharap pemikirannya dapat berkontribusi bagi
pengembangan kerangka sistematis yang berguna dalam mempelajari interaksi dalam seluruh
masyarakat.2
Goffman merumuskan hasil pemikirannya mengenai interaksi tatap muka dan percakapan
dengan mengemukakan sembilan proposisi3, yaitu 1. Pesan dari seseorang menjadi titik awal
sebuah percakapan atau interaksi. 2 Perilaku dalam komunikasi terikat pada harapan individu
yang saling berkomunikasi. 3. Tindakan komunikasi termotivasi oleh sanksi positif dan negatif. 4.
Aturan diperlukan untuk mengatur interaksi yang terjadi dalam konteks sosial. 5. Pentingnya
mematuhi aturan yang berlaku dalam masyarakat agar tidak terjadi kekacauan. 6. Seseorang yang
melakukan pelanggaran secara terus menerus dapat dikatakan sebagai orang yang berprilaku
menyimpang. 7. Pelaku pelanggaran harus merasa bersalah. Seseorang yang tersinggung karena
pelanggaran berhak merasa terhina. 8. Pelaku pelanggaran perlu memperbaiki keadaan yang
rusak akibat perbuatannya. 9. Individu harus melakukan penyesuaian antara mencapai tujuan
pribadinya dengan aturan yang ada.
Berdasarkan kesembilan proposisi di atas, dapat dilihat uraian Goffman mengenai proses
yang berlangsung dalam suatu interaksi yang teratur. Inilah yang membedakan Goffman dari ahli-
ahli lain yang berbicara mengenai interaksi sosial. Goffman menekankan pada keteraturan dalam
interaksi oleh karena keteraturan interaksi menjamin keberlangsungan masyarakat. Jonathan
2 Greg Smith, Erving Goffman (London: Routledge Taylor & Francis Group, 2006), 23. 3 Smith, Erving Goffman, 25 – 27.
Turner melihat kekuatan-kekutan dari unsur-unsur yang ada dalam individu ketika berinteraksi
sedangkan Randall Collins melihat interaksi sebagai sebuah rantai yang saling terhubung antara
satu interaksi dengan interaksi yang lain. Randall Collin melanjutkan pemikiran-pemikiran
sosiologi yang telah lebih dulu muncul, seperti pemikiran Erving Goffman mengenai interaksi.
2.3 Ritual Interaksi
Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang ritual, sehingga definisi
mengenai ritual bukan definisi tunggal. Berikut ini akan diuraikan pemikiran beberapa ahli
sebagai pembanding. Pemikiran pertama dari Goffman, yang mendefinisikan ritual sebagai
sebuah cara dimana individu harus menjaga dan merancang implikasi simbolis dari tindakannya
sementara dihadapan suatu objek yang memiliki nilai khusus baginya.4 Ahli yang kedua adalah
Durkheim, sebagaimana dikutip dari buku Greg Smith, ritual menurut Durkheim adalah urutan
bicara dan aktivitas standart yang mengarahkan perhatian peserta terhadap objek pemikiran dan
perasaan yang sangat penting.5 Ahli yang ketiga adalah Kertzer sebagaimana dikutip dari buku
Relational Ritual and Communication oleh Daniel Z Kadar menyatakan ritual adalah cara kita
mengekspresikan ketergantungan sosial; apa yang penting dalam ritual adalah partisipasi bersama
dan keterlibatan emosional kita, bukan rasionalisasi semata yang dengannya kita
memperhitungkan ritus. Ritual dapat membangkitkan solidaritas sosial tanpa memperhatikan
bahwa individu memiliki nilai yang sama, atau interpretasi yang sama tentang ritualnya.6
4 Erving Goffman, Interaction Ritual (New York: Pantheon Books, 1967), 57. 5 Smith, Erving Goffman, 50. 6 Daniel Z. Kadar, Relational Ritual and Communication:Ritual Interaction in Group (Inggris: Palgrave
Macmillan, 2013), 7.
Jonathan Turner mendefinisikan ritual sebagai urutan stereotipe dari gestur, kebanyakan
bicara, tetapi tubuh dan haptic menanggapi juga. Jonathan Turner juga melihat tindakan indvidu
tetapi menambahkan urutan yang mengindikasikan keteraturan dalam tindakan individu tersebut.7
Sebagai seorang antropolog Kitzer melihat ritual sebagai alat efektif untuk
mempersatukan individu. Oleh karena itu ritual adalah sarana untuk membangun kebersamaan.
Berbeda dengan Durkheim dan Goffman yang melihat ritual pada tindakan pribadi dalam
kebersamaan dengan orang lain tetapi hasil dari tindakan individu tersebut bisa saja membangun
kebersamaan oleh karena ada suatu objek yang dituju bersama.
Ritual merupakan sebuah tindakan yang tidak saja berkaitan dengan agama, yaitu ketika
seseorang memuja Tuhan dalam peribadahan. Ritual dapat digunakan dalam interaksi bersifat
umum. Ritual merupakan penataan sikap, tindakan dan perkataan yang dilakukan kepada individu
ketika ia hadir bersama dengan orang lain.
Kata berikut yang perlu dipahami adalah interaksi. Goffman meletakkan pemahaman
interaksi dalam sebuah kehadiran bersama (co presence). Kehadiran bersama diuraikannya dalam
tiga konsep8 yaitu pertama, pertemuan sosial yaitu ketika dua orang atau lebih menemukan diri
mereka satu sama lain saat hadir, kedua situasi sosial yaitu lingkungan spasial yang tersedia bagi
orang-orang yang hadir dalam suatu pertemuan dan ketiga acara sosial adalah perwujudan sosial
yang lebih luas dimana pertemuan dan situasi berlangsung. Goffman sangat menekankan
mengenai pertemuan. Oleh karena menurut Goffman pertemuan merupakan unsur paling
mendasar bagi sosiologi. Lewat pertemuan individu berjumpa satu dengan yang lain dan individu
yang berjumpa saling bertukar tindakan dan informasi dengan individu maka terjadilah interaksi.
7 Jonathan Turner, FaceTo Face: Toward a Sociological Theory of Interpersonal Behavior (California:
Standford University Press, 2002), 159. 8 Smith, Erving Goffman, 36.
Pertemuan sosial dipertajam dengan membagi menjadi dua jenis yakni, interaksi terfokus
terjadi ketika rekan kerja sama secara terbuka bekerja sama untuk mempertahankan satu fokus
perhatian dan interaksi tidak terfokus terjadi antara mereka yang tergabung dalam situasi sosial
sambil mengejar garis perhatian mereka sendiri.9 Melalui pertemuan terfokus individu-individu
yang hadir dalam pertemuan tersebut saling mengirim sinyal. Sinyal dikirim melalui tindakan
ritual, pemahamannya tentang situasi dan penampilan dirinya.10 Inilah makna interaksi menurut
Goffman.
Dalam mendalami makna mengenai interaksi, penulis mengutip juga pemikiran sosiolog
Jonathan H. Turner yang mendefinisikan interaksi sosial sebagai suatu situasi dimana perilaku
seorang pelaku secara sadar direorganisasikan dan perilaku si pelaku dipengaruhi oleh pelaku
yang lain dan sebaliknya.11
Berdasarkan uraian di atas maka ritual interaksi berarti perilaku-perilaku individu yang
saling mengirim sinyal melalui perbuatan dan perkataan yang di dalam perilaku tersebut ada
upaya menjaga dan merencanakan sikap individu terhadap sesuatu objek yang berharga bagi
dirinya.
2.4 Unsur-unsur dalam Ritual Interaksi
Setelah memahami mengenai ritual interaksi, selanjutnya pada bagian ini penulis
menguraikan mengenai unsur-unsur dalam ritual interaksi. Goffman menjabarkan unsur-unsur
ritual interaksi ada 9 unsur, sebagai berikut : 1. Facework yang diterjemahkan sebagai Interaksi
Wajah, 2. Jenis-Jenis Interaksi Wajah, 3. Interaksi Wajah yang terbaik, 4. Pilihan dalam Interaksi
9 Smith, Erving Goffman, 37.
10 Turner, Theory of Sosial, 90-93. 11
Turner, Theory of Social, 13-14.
Wajah, 5. Bekerja sama dalm Interaksi Wajah, 6. Peran Ritual Seseorang, 7. Percakapan atau
Perbincangan, 8. Hubungan Sosial dan Citra Diri, 9. Tatanan Ritual Alamiah. Kesembilan unsur
ini akan diuraikan satu persatu sehingga diperoleh kejelasan masing-masing unsur. Dengan
penjelasan tersebut menolong penulis dalam menganalisa dan mengkaji interaksi yang terjadi di
desa Muara Langon.
2.4.1 Interaksi Wajah
Untuk memahami interaksi wajah yang dimaksudkan oleh Goffman dalam pemikirannya,
maka pembahasan dimulai dengan melihat istilah (face) atau citra diri adalah nilai sosial positif
seseorang yang merupakan hasil interaksinya.12 Artinya citra seseorang tentang dirinya setelah
mengalami perjumpaan atau interaksi dengan orang lain. Citra diri seseorang tidak dapat
dilepaskan dari garis (line). Goffman memakai istilah garis untuk menyatakan pola-pola tertentu
baik verbal maupun non verbal yang telah ada padanya yang mempengaruhi dirinya dalam
mengekpresikan dirinya dengan orang lain.13
Goffman mempergunakan istilah line untuk menjelaskan mengenai budaya dan struktur
sosial yang ditanam dan mempengaruhi diri individu oleh individu lain dalam proses interaksi
sebelumnya. Pandangan Goffman tersebut diuraikan lebih mendetail oleh Turner. Dalam
uraiannyaTurner mempergunakan istilah elemen budaya yang terdiri atas tujuh hal14yaitu, (1)
konteks sosial secara umum; (2) kemajuan teknologi; (3) nilai; (4) kepercayaan atau ideologi
tertentu; (5) norma kelembagaan; (6) norma organisasi; dan (7) norma interpersonal.
Max Weber menyatakan bahwa tindakan sosial yang melibatkan relasi sosial bisa dipandu
oleh suatu keyakinan tertentu yang adanya pada perintah sah.15 Perintah sah ini dapat dijamin
12 Goffman, Ritual Interaction¸5 13 Goffman, Ritual Interaction, 5 14 Turner, Face to Face, 149 15 Max Weber, Economy and Society (California: University of California Press), 33-34
dalam dua pokok pikiran : 1. Jaminan yang sangat subjektif seperti perasaan, nilai rational dan
keagamaan. 2. Harapan dari efek luar spesifik itu adalah ketertarikan situasi, seperti adat dan
hukum. Weber yang menyoroti tindakan sosial dari sisi motivasi ternyata juga menyatakan bahwa
ada hal diluar diri individu yang membentuk individu dalam setiap tindakan yang dilakukannya.
Herbert Mead juga memiliki pandangan sendiri mengenai tindakan sosial. Mead
menyatakan masyarakat yang ada terlebih dahulu dan bukan sebaliknya.16 Individu dijelaskan
melalui masyarakat dan bukan sebaliknya. Tindakan sosial bukan dibangun karena rangsangan
dan tanggapan, ia merupakan dinamika masyarakat sebagai sesuatu yang terjadi, tidak ada bagian
yang dapat dipahami oleh dirinya sendiri. Dengan pernyataan ini jelas semakin menegaskan
bahwa perilaku dan tindakan individu dapat dibentuk juga kelompok dimana dirinya menjadi
bagian didalamnya, bahkan perilaku dan tindakan individu dapat dijelaskan berdasarkan
kelompoknya. Interaksi termasuk dalam tindakan tersebut.
Semua pemikiran yang telah disampaikan di atas semakin mempertegas bahwa dalam
sebuah interaksi, individu tidak datang dengan kosong seperti kertas putih tapi di dalam dirinya ia
telah memiliki nilai diri. Ada norma organisasi, ada kepercayaan, ada nilai, ada pengalaman yang
menjadikan citra diri individu. Citra diri tidak terkait dengan tubuh dan kejiwaan seseorang. Citra
diri di sini merupakan hasil konstruksi dari aturan kelompok dan definisi situasi seseorang
tentang dirinya.17
Dalam sebuah pertemuan, ketika terjadi interaksi antar individu, maka individu akan
mengekpresikan dirinya sesuai dengan citra dirinya. Bila seseorang merasa bahwa situasi yang
ada sesuai dengan gambaran diri maka dalam berinteraksi ia akan menampakkan sikap percaya
16 Herbert Mead, Mind, Self and Society (Chicago: The University of Chicago Press, 1972), 7. 17 Erving Goffman, Interaction Ritual, (New York: Pantheon Book, 1982), 6.
diri dan penuh kepastian. Perkataan yang diucapkannya jelas dan tegas. Ia berbicara dengan
kepala diangkat dan tidak ragu-ragu untuk menampilkan siapa dirinya. Dalam keadaan tertentu
mungkin saja terjadi situasi yang tidak menyenangkan diri individu sehingga ia tidak dapat
mengekpresikan diri sesuai dengan wajah dirinya. Keadaan menimbulkan perasaan tidak enak
bahkan malu sehingga ia merasa perlu untuk menyelamatkan wajahnya.
Penyelamatan citra diri yang dilakukan individu tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Individu tidak hanya mewakili diri sendiri tetapi ia juga merupakan representasi dari
masyarakatnya, tindakan penyelamatan yang dilakukannya sekaligus merupakan tindakan
penyelamatan terhadap harga dirinya dan masyarakat dimana ia menjadi bagian di dalamnya.
Diperlukan strategi yang tepat dalam menghadapi situasi seperti ini agar interaksi yang efektif
dapat terjadi. Mengkombinasikan aturan saling menghormati dan aturan pertimbangan yaitu tiap
individu saling menghormati dan menerima keberadaan diri tiap individu.18
Interaksi wajah yang dimaksudkan Goffman adalah untuk menunjukkan bahwa tindakan
yang dilakukan seseorang dalam menangkal kejadian dan dengan demikian mempertahankan
tatanan ekspresif. Interaksi wajah mengacu pada tindakan yang diambil oleh seseorang untuk
membuat apapun yang dilakukan konsisten dengan citra dirinya.19
2.4.2 Jenis-Jenis Dasar Interaksi Wajah
Citra diri seseorang mungkin saja menghadapi ancaman ketika berinteraksi. Ancaman
muncul karena tiap individu memiliki perbedaan pemikiran, budaya, kepentingan dan lain-lain.
Goffman menguraikan mengenai dua upaya yang dilakukan oleh individu agar tindakannya tetap
sesuai dengan citra diri, yaitu : pertama proses penghindaran. Proses menghindar adalah cara
untuk menghindar dari ancaman terhadap citra diri individu. Proses menghindar dapat dilakukan
18 Goffman, Interaction Ritual, 11. 19 Goffman, Interaction Ritual, 12.
dengan cara mengubah topik pembicaraan atau menghindari suatu pertemuan yang menjadi
tanggung jawab individu. Menghindar juga menjadi cara efektif untuk individu bila dalam suatu
pertemuan ia tidak dapat mengendalikan emosinya. Dengan menghindar ia dapat kembali
mengontrol emosi diri. Kedua proses korektif : merupakan suatu upaya yang dilakukan individu
jika dalam suatu pertemuan terjadi peristiwa yang bertentangan dengan norma sosial yang ada
sehingga individu berupaya untuk memperbaikinya. Ada beberapa tahap proses korektif ini :
tantangan, penawaran, penerimaan dan ucapan terima kasih. Tantangan adalah upaya untuk
memperhadapkan individu yang berbuat benar dan yang tidak benar kembali. Penawaran adalah
upaya memberikan kesempatan kepada individu yang berlaku tidak benar untuk melakukan
perbaikan. Penerimaan adalah upaya kepada orang yang bersedia menerima tawaran. Terima
kasih adalah tindakan dari individu yang berbuat tidak benar kepada yang berbuat benar oleh
karena sudah menerima perbaikan yang dilakukannya.
2.4.3 Terbaik dalam Interaksi Wajah
Dalam sebuah pertemuan ketika individu berinteraksi dengan individu lainnya, pertemuan
tersebut menjadi kesempatan bagi individu-individu yang berinteraksi untuk dapat menampilkan
yang terbaik dari dirinya sesuai dengan nilai sosial yang ada meskipun ada ancaman yang akan
merusak citra diri. Demi menampilkan diri yang terbaik maka individu harus menghadapi
individu lain yang berusaha untuk menjatuhkan citra diri mereka. Pada saat ia berhasil
mengalahkan lawan-lawannya maka ia berhasil menunjukkan kemampuan dirinya dan
mempermalukan lawan-lawannya. Seorang yang mengalami kekalahan, harus menerima
kenyataan ini dan siap melakukan perbaikan dalam perjumpaan yang akan datang. Individu perlu
mempersiapkan dirinya sebelum berjumpa dengan individu yang lain dalam suatu pertemuan.
2.4.4 Pilihan untuk Interaksi Wajah
Terkadang dalam perjumpaan terdapat suatu situasi dimana pelaku membuat suatu
keadaan dimana ia merasa sangat bersalah atas kejadian tersebut tetapi individu-individu lainnya
tidak terlalu peduli dengan hal tersebut. Namun bisa juga terjadi, si pelaku yang memunculkan
masalah merasa tidak bersalah namun individu-individu lainnya berharap individu tersebut
meminta maaf. Dalam keadaan seperti itu orang menjadi bingung bukan karena tidak tahu cara
mengatasinya tetapi karena kuatir tindakan yang akan diambil pelaku seperti apa.
2.4.5 Bekerja bersama dalam Interaksi Wajah
Jika citra diri mendapat ancaman maka upaya agar citra diri itu tetap konsisten harus
dilakukan. Upaya ini dapat dilakukan sendiri oleh pelaku dan dapat dilakukan secara bersama-
sama dengan saksi yang memiliki kepentingan juga atas hal ini. Dengan tujuan utama agar semua
pihak merasa puas. Oleh karena itu dibutuhkan kebijaksanaan dan kecakapan dalam bertindak
dan bertutur kata.20
Tipe kerja sama yang umum dengan cara diam-diam dalam upaya menjaga interaksi wajah
adalah kebijaksanaan yang diberikan sehubungan dengan upaya menyelamatkan wajah itu
sendiri.21 Individu tersebut tidak hanya mengupayakan konsistensi citra dirinya tetapi juga citra
diri orang lain dan bahkan mempermudah orang lain dalam mengupayakan konsistensi dari citra
dirinya dan orang lain. Hal seperti ini terjadi kepada orang-orang yang mengalami kesulitan
untuk bersosialisasi. Melalui cara seperti ini dapat menolong mereka untuk tampil penuh percaya
diri dalam pertemuan-pertemuan.
20 Goffman, Ritual Interaction, 28. 21 Goffman, Ritual Interaction¸ 29.
2.4.6 Peran Ritual Seseorang
Diri seseorang adalah sakral bagi dirinya sendiri.22Kesakralan diri mengarahkan individu
untuk menghargai dirinya sendiri. Individu memainkan peran yang tidak hanya satu, maka ia
perlu untuk memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban dari peran-peran tersebut.
Ketika hak dan kewajiban tidak dihargai oleh individu maka kesakralan dirinya akan menjadi
rusak. Rusaknya citra diri dapat menempel dan menjadi citra diri individu.
2.4.7 Percakapan atau Perbincangan
Dalam sebuah interaksi tidak dapat dilepaskan dari sebuah percakapan atau perbicangan
mengenai topik tertentu. Pemahaman seseorang mengenai topik percakapan menjadi alat untuk
memulai sebuah percakapan.23 Percakapan atau perbicangan adalah suatu usaha mengirim pesan
simbol diantara individu atau kelompok yang berbicara. Individu yang menerima pesan harus
menunjukkan bahwa ia dapat menerima pesan yang disampaikan denga baik.
Dalam sebuah perbincangan memerlukan aturan atau ketentuan yang berfungsi untuk
mengatur jalannya aliran pesan yang sedang dipercakapkan.24 Peserta dalam sebuah percakapan
juga perlu mendapatkan pengakuan sebagai peserta dalam percakapan tersebut agar individu yang
bercakap-cakap tersebut dapat saling mengakui dan menerima satu dengan yang lain dengan baik.
Setiap orang yang berbicara perlu menyadari panjang dan pendek waktu ia berbicara oleh karena
ada orang lain yang juga terlibat dalam pembicaraan tersebut. Perlu diatur dengan interupsi
ataupun jeda agar arus pesan tidak mengalami gangguan. Seseorang yang akan berbicara perlu
memiliki struktur pesan yang ingin disampaikan dengan tujuannya agar pesan yang ingin
disampaikan itu dapat disampaikan dengan baik.
22 Goffman, Ritual Interaction, 31.
23 Goffman, Ritual Interaction, 34. 24 Goffman, Ritual Interaction, 35.
2.4.8 Hubungan Sosial dan Citra diri
Ketika seseorang telah memulai pertemuan, dia sudah mulai membangun suatu hubungan
sosial dengan orang lain yang bersangkutan dan berharap tetap ada dalam hubungan tersebut
walaupun pertemuan berakhir.25 Aktivitas yang dilakukan selama pertemuan dipahami sebagai
upaya individu untuk mendapatkan kesempatan dan semua peristiwa yang tidak terduga dan tidak
disengaja yang dapat mencerahkan individu tanpa menggangu individu lain dalam pertemuan
tersebut. Individu-individu yang telah memiliki hubungan sosial berusaha menjaga citra diri
individu lain yang adalah satu anggota hal ini penting agar hubungan tersebut tidak menjadi
rusak. Dengan demikian hubungan sosial dapat dilihat sebagai cara individu untuk memaksa
dirinya agar mempercayai citra dirinya dan menghadapi kebijaksanaan dan perilaku orang lain.26
2.4.9 Kealamian Ketertiban Ritual
Dalam berinteraksi seseorang akan berusaha mempertahankan citra dirinya. Untuk hal itu
individu harus berusaha keras agar orang-orang disekitarnya mengetahui dan memahami
mengenai citra dirinya. Upaya konsistensi diri harus dilakukan dengan cara-cara yang benar agar
ia tidak perlu mengulang kembali upaya memperbaiki citra diri.27 Individu mengatur diri dengan
bijaksana dan mendapat dukungan dari keluarga, bahwa ia menjadi apa yang inginkan dan
berupaya untuk mencapai tujuannya dengan tidak mengambil keuntungan dari orang lain.
Individu yang memasuki kehidupan sosial, harus memahami bahwa kehidupan sosial adalah
sebuah keteraturan, ketertiban menyebabkan seseorang dengan sukarela menjauhi tempat atau
topik dan waktu dimana ia tidak ingin direndahkan.
25 Goffman, Ritual Interaction, 41. 26 Goffman, Interaction Ritual, 42. 27 Goffman, Interaction Ritual, 43.
Prinsip utama tatanan ritual bukanlah keadilan tapi citra diri dan apa yang diterima oleh
individu adalah bukan apa yang pantas ia peroleh melainkan apa yang menopangnya agar tetap
berada pada jalur yang dilakukannya dan melalui jalur yang ia lakukan dalam interaksi.Tujuan
ritual adalah memobilisasi individu dalam masyarakat melalui pertemuan-pertemuan sosial.
Dalam ritual, individu diajarkan untuk bersikap tanggap, memiliki kebanggaan, kehormatan,
martabat, memiliki pertimbangan, memiliki kebijaksanaan dan ketenangan. Unsur-unsur perilaku
ini perlu dibangun dalam interaksinya. Sifat manusia secara universal bukanlah hal yang sangat
manusiawi. Dengan menerimanya, seseorang dikonstruksi dan dibentuk dan bukan dari
kecenderungan psikis batin. Peraturan moral dipaksakan masuk pada diri seseorang. Jika
pertemuan dipertahankan sebagai sistem interaksi yang berjalan sesuai prinsip ritual, perlu
dilakukan variasi-variasi dan diimbangi oleh modifikasi yang sesuai dengan peraturan-peraturan
dan pemahaman lainnya.
2.5 Aturan-Aturan dalam Ritual Interaksi
Dalam interaksi sosial masyarakat diperlukan aturan.28 Demi menjamin kehidupan
bersama di dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik dan lancar maka hubungan antar
individu yang hidup bersama tersebut perlu untuk diatur, mencegah tindakan pelanggaran hak
tiap-tiap individu. Individu merupakan bagian tidak terpisahkan dari masyarakat. Mengatur
tingkah laku individu dengan baik akan menciptakan masyarakat yang teratur.
Pengaruh Durkheim sangat nampak dalam diri Goffman ketika menyusun tulisannya ini.
Durkheim menguraikan mengenai unsur-unsur dasar dari kehidupan agama menyebutkan
mengenai yang sakral dan yang profan. Yang sakral secara definisi berarti apa-apa yang
28 Turner, Face to Face, 22.
diletakkan terpisah, keterpisahan dan keterputusan. Ritus-ritus yang dilakukan individu dalam
kelompok tujuannya adalah membuat pemisahan itu. Dalam ritus juga terjadi upaya menghalangi
terjadinya percampuran dan kontak yang tak diijinkan dan mencegah masing-masing wilayah
dimasuki satu sama lain. Upaya menghalangi tersebut dengan melarang melakukan tindakan-
tindakan tersebut.29
Aturan yang mengatur individu dapat didefinisikan sebagai panduan tindakan,
direkomendasikan bukan karena menyenangkan, murah atau efektif tetapi karena cocok dan
adil.30 Aturan tingkah laku secara umum ada 2 yaitu kewajiban dan harapan.31 Kewajiban adalah
aturan perilaku yang menetapkan bagaimana individu secara moral dibatasi untuk bertindak pada
dirinya sendiri.32 Contohnya seorang dokter memiliki kewajiban memberikan nasehat-nasehat
medis kepada pasien atau seorang pendeta wajib untuk memelihara persekutuan terutama agar
jemaatnya tidak meninggalkan persekutuan. Harapan adalah aturan perilaku bagaimana individu
secara moral untuk bertindak bekenaan dengan individu yang lain, seperti dokter bertindak secara
moral untuk menyembuhkan seorang pasien oleh karena itulah harapan seorang pasien, begitu
pula seorang pendeta yang mendoakan jemaatnya agar cepat sembuh berarti pendeta sedang
bertindak secara moral untuk memenuhi harapan jemaatnya.33 Ketika individu berupaya
memelihara kedua aturan tingkah laku tadi maka ia cenderung berkomitmen pada wajah dirinya.
Aturan tingkah laku secara umum diuraikan lagi dalam aturan simetris yang
mengarahkan individu untuk memiliki kewajiban dan harapan mengenai orang lain yang dimiliki
orang lain sehubungan dengan dia.34 Dalam kehidupan bergereja setiap anggota jemaat memiliki
29 Emil Durkheim,terj., The Elementary Form of The Religious Life (Jogjakarta: IRCiSod, 2011) 434-435. 30 Goffman, Interaction Ritual, 48. 31 Goffman, Interaction Ritual, 49. 32 Goffman, Interaction Ritual, 49. 33 Goffman, Interaction Ritual, 49. 34 Goffman, Interaction Ritual, 52.
kewajiban mendukung pelayanan gereja dengan memberi persembahan, hal ini berlaku kepada
semua jemaat yang ada, sedangkan aturan asimetris yang mengarahkan orang lain untuk
diperlakukan oleh individu secara berbeda dari cara dia memperlakukan dan diperlakukan oleh
mereka dalam kehidupan jemaat seorang pendeta memberikan perintah kepada pegawai kantor
untuk membuat surat-surat baptis, tetapi pegawai kantor tidak mungkin memerintahkan pendeta
untuk melayani baptisan.
Aturan substantif dan aturan seremonial. Aturan substantif adalah peraturan yang
mengatur hal-hal yang dianggap penting menurut hak pelakunya sendiri, terlepas dari apa
pelanggaran atau pemeliharaan peraturan tersebut mengungkapkan tentang diri orang-orang yang
terlibat.35Individu menahan diri untuk tidak mencuri sesuatu dari orang lain itu sama saja ia
menjunjung tinggi peraturan substantif yang bertujuan melindungi hak orang lain sekaligus
melindungi wajah diri individu. Aturan seremonial adalah tindakan yang membimbing perilaku
dalam hal yang dirasakan memiliki kepentingan sekunder atau bahkan tidak signifikan dalam
kepentingan mereka sendiri yang memiliki kepentingan utama mereka sebagai sarana komunikasi
konvensional yang dengannya individu tersebut mengekpresikan karakter atau menyampaikan
apresiasinya terhadap peserta lain dalam situasi ini.36Aturan seremonial berlaku ketika seorang
pria memberi tempat duduk di bis kepada seorang wanita yang tengah mengandung.
2.6 Analisa Pemikiran Goffman
Setelah menguraikan pemikiran Goffman mengenai ritual interaksi maka ada beberapa hal
yang dapat kita lihat dalam pemikiran Goffman ini
35 Goffman, Interaction Ritual, 53. 36 Goffman, Interaction Ritual, 55.
1. Interaksi terjadi pada sebuah pertemuan. Interaksi merupakan suatu proses saling
mengirim sinyal diantara individu dengan mempergunakan ritual. Ritual adalah
keteraturan perilaku individu dalam suatu interaksi. Melalui ritual individu
membangun citra dirinya dan mempertahankan citra diri sebagai objek yang sakral.
Citra diri individu bukan hanya yang fisik saja. Citra diri individu dibentuk oleh
interaksinya di masa lalu, baik yang ditanamkan dalam dirinya maupun yang
diterimanya melalui interaksi. Melalui interaksi individu berusaha untuk
mempertahankan dan merawat citra dirinya dengan orang lain.
2. Dalam berinteraksi indvidu dihadapkan pada ancaman-ancaman yang dapat
merusak citra dirinya, namun demikian ia harus berupaya untuk mempertahankan
bahkan menampilkan citra dirinya yang terbaik. Citra diri individu dapat
dipertahankan sendiri atau bersama-sama dengan individu lain. Citra diri individu
dapat dirusak oleh individu itu sendirindan individu lain. Citra diri yang baik dan
yang tidak baik dapat melekat dalam diri individu. Citra diri yang baik
memudahkan individu dalam membangun hubungan dengan individu lain
3. Demi keberlangsungan interaksi yang teratur antar individu maupun dengan
kelompok, maka dibutuhkan aturan-aturan atau norma-norma yang menata proses
interaksi yang terjadi sehingga seluruh peserta interaksi dapat memperoleh
kepuasan dari interaksi yang terjadi tersebut. Aturan-aturan juga memuat sanksi-
sanksi kepada pelanggar dalam rangka memberikan penyadaran kepada individu
mengenai perbuatannya. Sanksi merupakan cara untuk memaksa individu mentaati
norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat.
2.7 Rangkuman
Goffman memperkenalkan kepada publik mengenai konsep ritual dalam teori Durkheim
yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dalam interaksi antar individu yang
berlangsung dalam sebuah pertemuan terfokus dimana individu berperilaku secara teratur ketika
berinteraksi dengan individu lain. Dengan begitu orang tidak lagi bepikir ritual hanya sebatas
dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan semata. Bahkan dapat menolong
individu dalam membangun interaksinya tiap-tiap hari.
Peraturan atau norma menjadi hal yang sangat penting dalam mewujudkan ritual interaksi.
Dengan peraturan akan menjamin penampilan individu dalam yang beinteraksi agar tidak rusak
citra dirinya dengan munculnya ancaman-ancaman yang muncul. Begitu pula interaksi itu sendiri
akan berjalan dengan baik dan membawa kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
interaksi tersebut.