STUDI DRAMATURGI PADA PRESENTASI DIRI PENARI …digilib.unila.ac.id/61541/16/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of STUDI DRAMATURGI PADA PRESENTASI DIRI PENARI …digilib.unila.ac.id/61541/16/SKRIPSI TANPA BAB...
SKRIPSI
Oleh
ADELINE DELINDA ISAAK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
STUDI DRAMATURGI PADA PRESENTASI DIRI PENARI
TRADISIONAL LAKI-LAKI DI SANGGAR GAR DANCESTORY
ADELINE DELINDA ISAAK
Seorang penari laki-laki memiliki masalah dalam mempresentasikan dirinya
dimasyarakat dimana sudah ada stereotype bahwa laki-laki yang menari adalah banci.
Stereotype tersebut memaksa penari laki-laki untuk melakukan manajement impresi
dalam masyarakat guna mendapatkan penerimaan. Rumusan masalah penelitian ini
adalah untuk mengetahui presentasi diri seorang penari laki-laki saat ia dalam
kehidupan bermasyarakat dan saat ia berada di depan orang terdekatnya. Penelitian
ini berusaha mencari tahu tentang konsep diri me dan I dalam diri seorang penari laki-
laki. Penelitian ini berfokus pada perbedaan cara berpakaian, cara berperilaku serta
cara berkomunikasi penari laki-laki saat didepan orang terdekat maupun didepan
masyarakat umum. Penelitian dilakukan di Sanggar Gar DanceStory, Gunung Terang,
Bandar Lampung melalui metode penelitian kualitatif. Informan penelitian ini adalah
6 (enam) penari laki-laki, 2 (dua) teman penari laki-laki dan 2 (dua) masyarakat
sekitar. Pengumpulan data melalui proses wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan 3 teori yaitu teori Interaksi Simbolik, teori Dramaturgi
dan teori manajemen impresi. Dengan adanya ketegangan antara diri sebagai me dan
I, penari laki-laki melakukan perbedaan perilaku baik secara disengaja maupun tidak
disengaja saat didepan orang terdekat maupun saat di masyarakat. Saat di masyarakat
umum dimana stereotype penari laki-laki tidak maskulin sudah terbentuk maka penari
laki-laki berusaha mengkontruksi dirinya sedemikian rupa untuk membuktikan bahwa
walaupun mereka menari, mereka lelaki sejati sedangkan pemeranan sebagai karakter
wanita terbentuk untuk profesionalisme dan perilaku kebanci-bancian berada dalam
konteks bercanda.
Kata kunci: Dramaturgi, Presentasi Diri, Penari Laki-Laki
ABSTRAK
STUDI DRAMATURGI PADA PRESENTASI DIRI PENARI TRADISIONAL LAKI-LAKI DI SANGGAR GAR DANCESTORY
Oleh
ABSTRACT
DRAMATURGY STUDIES ON SELF-PRESENTATION OF MALE
DANCERS IN GAR DANCESTORY STUDIO
By
ADELINE DELINDA ISAAK
Male dancers has problem to present themselve in society where there is already has
a stereotype that man who dance are effeminate. Because of this stereotype, male
dancers make an impression management in society to gain acceptance. This
research to determine the self-presentation of a male dancer when he was in social
life and when he was in front of his closest people. This research focuses on
differences in the way male dancers dress up, how they act and how they
communicate when they are in front of people who closest to and in front of the
general public. This study tries to find out about the self-concept of me and I in a
male dancers. The study was conducted at Gar DanceStory Studio, Gunung Terang,
Bandar Lampung through qualitative research methods. The informants of this
research are 6 (six) male dancers, 2 (two) their friends and 2 (two) people around the
studio. Data collection through the process of deep interviews, observation, and
documentation. This research uses 3 theories, there are Symbolic Interaction theory,
Dramaturgy theory and impression management theory. Because of the anxiety
between themselves as me and I, male dancers perform behavioral differences both
intentionally and unintentionally when they are in front of the closest people and
when they are in the society. When in the general public where the stereotype of male
dancers is not masculine has formed, male dancers try to construct themselves in
such a way as to prove that even though they dance, they are real men and character
play as a women are formed for professionalism and sissy behavior is for jokes only.
Keywords: Dramaturgy, Self-Presentation, Male Dancers
STUDI DRAMATURGI PADA PRESENTASI DIRI PENARI
TRADISIONAL LAKI-LAKI DI SANGGAR GAR DANCESTORY
Oleh
ADELINE DELINDA ISAAK
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA ILMU KOMUNIKASI
Pada
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kalianda pada tanggal 30 Mei 1997,
Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara buah
hati pasangan Bapak Andre Richard Isaak dan Ibu Dianti
Rahayu. Penulis menyelesaikkan pendidikan di Sekolah
Dasar Negeri 5 Sidorejo pada tahun 2008, Sekolah
Menegah Pertama Negeri 1 Sidomulyo pada tahun 2011 dan
Sekolah Menengah Atas Fransiskus Bandar Lampung pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN.
Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di bagian
Humas Kepolisian Daerah (POLDA) Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis turut aktif dalam kepengurusan organisasi
kemahasiswaan jurusan, yaitu Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu
Komunikasi UNILA pada periode 2015-2016. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Desa Kutowinangun, Kecamatan Sendang Agung, Kabupaten Lampung
Tengah pada tahun 2017.
Motto
“Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu,
karena ada upah bagi usahamu!”
(2 Tawarikh 15:7)
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam DIA yang memberi
kekuatan kepadaku”
(Filipi 4:13)
“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan
gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang
berjalan menyertai engkau, ia tidak akan membiarkan engkau dan
tidak akan meninggalkan engkau”
(Ulangan 31:6)
Persembahan
Ku persembahkan karya kecil namun berarti
besar untuk ku ini kepada keluargaku
tercinta, Mbah putri, papa, mama serta adik
ku tersayang.
Tidak lupa kupersembahkan juga karya ini
kepada semua orang yang selalu bertanya
kepadaku kapan lulus. Lulus terlambat
bukan suatu dosa ataupun aib, bukan
berarti pula kamu bodoh. Mungkin ini salah
satu cara Tuhan untuk membentuk kamu
menjadi manusia.
Sanwacana
Puji Tuhan, Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Kasih Karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul : “Studi Dramaturgi Pada Presentasi Diri Penari Tradisional Laki-
Laki Di Sanggar Gar DanceStory” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Tanpa adanya bantuan, dukungan,
motivasi, dan semangat dari berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi
ini tidak mungkin dapat terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus,terimakasih atas segala Berkat, Kasih Karunia,
Kesehatan serta Petunjuk yang selalu Engkau berikan kepada penulis,
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung,
Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si.
3. Ibu Dhanik Sulistyarini, S.Sos., Mcomn&MediaSt selaku Ketua Jurusan
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung, Terimakasih untuk segala keramahan, kesabaran serta
keikhlasannya mendidik dan membantu mahasiswa selama ini.
4. Ibu Wulan Suciska, S.I.Kom, M.Si Selaku Seketaris Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung,
untuk segala kesabaran, keramahan serta membantu mahasiswa selama ini.
5. Ibu Dr. Tina Kartika, M.Si selaku Dosen Pembimbing skripsi terbaik yang
telah meluangkan banyak waktu untuk sabar membimbing dan memberikan
penulis banyak ilmu dan pengetahuan baru yang bermanfaat.
6. Ibu Dra. Ida Nurhaida, M.Si Dosen Penguji terbaik yang telah bersedia
membantu serta memberikan kritik, saran, serta masukan yang membangun
terhadap skripsi ini.
7. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si selaku dosen pembimbing akademik
penulis. Terima kasih atas bimbingannya selama perkuliahan ini.
8. Seluruh dosen, staff, administrasi dan karyawan FISIP Universitas Lampung,
khususnya Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis demi
kelancaran skripsi ini.
9. Kedua orang tua penulis, Papa, Mama dan Mbah Putri yang selalu
memberikan semangat, bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan
perkuliahan dan tiada hentinya mendoakan penulis agar selalu diberikan
kemudahan. Dela juga minta maaf sudah membuat kalian menunggu terlalu
lama di proses perkuliahan ini.
10. Adik penulis Audrey yang selalu memberikan semangat dan dukungan
kepada penulis. Nih dri aku udah lulus, semoga kamu tidak terinspirasi oleh
lamanya aku diperkuliahan ini. Semoga kita dapat membawa nama baik
keluarga.
11. Sahabat-sahabat sejak SMA ku, Inem si wanita pendoa yang tidak pernah
menyerah membangkitkan aku baik secara spiritual maupun mental yang
selalu jatuh serta menampung semua keluh kesah selama ini, sehat selalu
nenek. Denita si cewek super moody yang setia menemani sejak SMA
hingga perkuliahan walaupun berantem dikit kita ya den tapi terima kasih
untuk selalu menasehati gue masalah skripsi ini dan Retno si wanita mungil
penampung keluh kesah bahkan untuk masalah pel-pel an yang patah,
makasih nok udah mau menjadi pendengar setia serta teman terbaik di akhir
perkuliahan ini.
12. Sahabat-sahabatku di perkuliahan ini, Anita si cewek hitz nan modis yang
sudah mengenalkan banyak hal ke penulis yang penulis yakin tidak akan
pernah coba serta miliki jika bukan karena berteman dengan dia, makasih
nitz. Hernita si cewek berisik yang tidak pernah menyerah mengajak penulis
ke kampus, penampung keluh kesah dan manusia ter-peka sekampung baru,
makasih her sudah menjadi penyemangat terbaik. Suci si cewek yang terlihat
polos dan alim namun mulutnya astaga, makasih ci sudah mau menjadi
teman berantem dan teman penunggu dosen di akhir perkuliahan. Maria si
cewek berjiwa bebas yang senang mencoba banyak hal baru, sorry yak
temen lo ini mageran dan makasih sudah sabar dengan kemageran gue.
Muna si cewek yang terlihat pendiam namun jika sudah cerita A-Z ga ada
yang kelewatan, makasih sudah menjadi teman yang baik di akhir
perkuliahan ini. Kemudian ada Yohanna serta Desna si kembar yang sudah
menemani dari awal perkuliahan sampai saat ini. Sukses untuk kita.
13. Teman-teman PDO Fisip Unila, terutama untuk Fraternity (Olaf, Devita,
Mirani, Miki, Cynthia, kak Decil, Malini, bang Osman, Thiolina serta
Destri) terima kasih sudah mau menjadi teman berpelayanan terbaik serta
teman bertumbuh bersama.
14. Tidak lupa untuk Sanggar Gar DanceStory Bandar Lampung, untuk bang
Diantori, Mbak Heni, Bang Fredi, Rian, Ari, Edo, Alfian dan anggota
sanggar lainnya yang tidak bisa penulis sebut satu persatu. Terima kasih
karena telah memberikan waktu, tempat serta kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian. Semoga sukses selalu bagi kita semua.
15. Teman-teman jurusan Ilmu komunikasi 2014 yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu. Baik yang sudah menjadi alumni maupun yang masih
berjuang, sukses selalu untuk kita. Terimakasih untuk kebersamaanya.
16. Serta untuk kampus tercinta Universitas Lampung dan semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya.
Bandar Lampung, 20 Februari 2020
Penulis,
Adeline Delinda Isaak
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 12
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 12
1.4 Kegunaan Penelitian........................................................................................ 13
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ........................................................................ 14
2.2 Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 21
2.2.1 Seni Tari .................................................................................................. 21
2.2.2 Penari
3.1 Tipe Penelitian ................................................................................................ 48
3.2 Fokus Penelitian .............................................................................................. 49
........................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
II. TINJAUAN PUSTAKA
....................................................................................................... 22
2.2.3 Presentasi Diri ......................................................................................... 23
2.2.4 Gaya Komunikasi .................................................................................. 26
2.3 Landasan Teori ............................................................................................... 32
2.3.1 Interaksi Simbolik ............................................................................... 32
2.3.2 Manajemen Impresi ................................................................................. 38
2.3.3 Dramaturgi .............................................................................................40
2.4 Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 46
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.3 Sumber Data .................................................................................................... 50
3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 51
3.5 Informan Penelitian ......................................................................................... 53
3.5.1 Karakteristik Informan Penelitian ......................................................... 54
3.6 Teknik Analisa Data
....................................................... 61
4.5 Event Besar yang Pernah Diikuti .................................................................... 62
................................................................................................ 66
5.2 Deskripsi Cara Berpenampilan ....................................................................... 75
5.3 Deskripsi Cara Berperilaku ............................................................................. 93
5.4 Deskripsi Cara Berkomunikasi .......................................................................118
5.5 Pembahasan
................................................................................................................ 146
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Profil Informan
.....................................................................................................129
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 144
6.2 Saran
........................................................................................ 55
3.7 Teknik Keabsahan Data .................................................................................. 56
IV. GAMBARAN UMUM
4.1 Sejarah Singkat Sanggar Gar DanceStory Bandar Lampung.......................... 58
4.2 Visi dan Misi Sanggar Gar DanceStory Bandar Lampung............................. 59
4.3 Proses Latihan ................................................................................................. 60
4.4 Daftar Anggota Sanggar Gar DanceStory
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Pra-riset Sanggar Tari ................................................................. 9
Tabel 2. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 14
Tabel 3 Daftar Nama Anggota Sanggar Gar DanceStory .................................. 61
Tabel 4 Cara Berpenampilan Bang Diantori diPanggung Depan ...................... 76
Tabel 5. Cara Berpenampilan Rian diPanggung Depan..................................... 77
Tabel 6. Cara Berpenampilan Ari diPanggung Depan ....................................... 79
Tabel 7. Cara Berpenampilan Alfian diPanggung Depan .................................. 80
Tabel 8. Cara Berpenampilan Edo diPanggung Depan ...................................... 81
Tabel 9. Cara Berpenampilan Bang Fredi diPanggung Depan .......................... 82
Tabel 10. Cara Berpenampilan Bang Diantori diPanggung Belakang ............... 84
Tabel 11. Cara Berpenampilan Rian diPanggung Belakang .............................. 85
Tabel 12. Cara Berpenampilan Ari diPanggung Belakang ................................ 87
Tabel 13. Cara Berpenampilan Alfian diPanggung Belakang ........................... 88
Tabel 14. Cara Berpenampilan Edo diPanggung Belakang ............................... 89
Tabel 15. Cara Berpenampilan Bang Fredi diPanggung Belakang ................... 90
Tabel 16. Analisis Cara Berpenampilan Informan ............................................. 91
Tabel 17. Cara Berperilaku Bang Diantori diPanggung Depan ......................... 93
Tabel 18. Cara Berperilaku Rian diPanggung Depan ........................................ 95
Tabel 19. Cara Berperilaku Ari diPanggung Depan .......................................... 97
Tabel 20. Cara Berperilaku Alfian diPanggung Depan ..................................... 98
Tabel 21. Cara Berperilaku Edo diPanggung Depan ......................................... 99
Tabel 22. Cara Berperilaku Bang Fredi diPanggung Depan .............................. 101
Tabel 23. Cara Berperilaku Bang Diantori diPanggung Belakang .................... 102
Tabel 24. Cara Berperilaku Rian diPanggung Belakang ................................... 105
Tabel 25. Cara Berperilaku Ari diPanggung Belakang ...................................... 107
Tabel 26. Cara Berperilaku Alfian diPanggung Belakang ................................. 109
Tabel 27. Cara Berperilaku Edo diPanggung Belakang..................................... 111
Tabel 28. Cara Berperilaku Bang Fredi diPanggung Belakang ......................... 114
Tabel 29. Analisis Cara Berperilaku Informan .................................................. 116
Tabel 30. Cara Berkomunikasi Bang Diantori diPanggung Depan ................... 119
Tabel 31. Cara Berkomunikasi Rian diPanggung Depan .................................. 120
Tabel 32. Cara Berkomunikasi Ari diPanggung Depan ..................................... 121
Tabel 33. Cara Berkomunikasi Alfian diPanggung Depan ................................ 121
Tabel 34. Cara Berkomunikasi Edo diPanggung Depan .................................... 122
Tabel 35. Cara Berkomunikasi Bang Fredi diPanggung Depan ........................ 123
Tabel 36. Cara Berkomunikasi Bang Diantori diPanggung Belakang ............... 123
Tabel 37. Cara Berkomunikasi Rian diPanggung Belakang .............................. 124
Tabel 38. Cara Berkomunikasi Ari diPanggung Belakang ................................ 125
Tabel 39. Cara Berkomunikasi Alfian diPanggung Belakang ........................... 125
Tabel 40. Cara Berkomunikasi Edo diPanggung Belakang ............................... 126
Tabel 41. Cara Berkomunikasi Bang Fredi diPanggung Belakang ................... 127
Tabel 42. Analisis Cara Berkomunikasi Informan ............................................. 128
Tabel 43. Hasil Analisis Front Stage Penari Laki-Laki ..................................... 139
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 1. Bagan Kerangka Pikir ......................................................................... 47
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Logo Sanggar Gar DanceStory ........................................................... 58
Gambar 2 Foto Penari Laki-laki di Sanggar Gar DanceStory............................... 62
Gambar 3 Foto penari laki-laki dan perempuan sanggar Gar DanceStory ........... 63
Gambar 4 Foto suasana latihan di Sanggar Gar DanceStory ................................ 63
Gambar 5 Foto Informan Pertama ........................................................................ 66
Gambar 6 Foto Informan Kedua ........................................................................... 68
Gambar 7 Foto Informan Ketiga ........................................................................... 69
Gambar 8 Foto Informan Keempat ....................................................................... 70
Gambar 9 Foto Informan Kelima .......................................................................... 71
Gambar 10 Foto Informan Keenam ...................................................................... 72
Gambar 11 Foto Rian saat mendukung grup tarinya ............................................ 78
Gambar 12. Ari dan Rian berfoto bersama tim sepak bola mereka ...................... 80
Gambar 13. Alfian memposting foto di media sosial bersama
teman-temannya ................................................................................. 81
Gambar 14. Edo sebagai 1st runner up putra kebudayaan Lampung 2019 ........... 82
Gambar 15. Foto Bang Fredi bersama anak didiknya ........................................... 83
Gambar 16. Bang Dian menggunakan kaus tanpa lengan saat melatih tari .......... 85
Gambar 17. Rian dan teman-temannya bersiap untuk latihan .............................. 86
Gambar 18. Ari, Bang Fredi dan Alfian saat mengikuti workshop tari
di Sanggar Gar DanceStory ............................................................... 87
Gambar 19. Alfian merayakan ulang tahun dengan sahabatnya ........................... 89
Gambar 20Alfian berfoto dengan murid-muridnya .............................................. 99
Gambar 21. Edo dan peserta kontingen kabupaten Tulang Bawang Barat ...........100
Gambar 22. Bang Diantori sedang melatih tari .....................................................104
Gambar 23Rian dengan penari perempuan yang dilatihnya .................................106
Gambar 24. Alfian berpose bersama teman-temannya .........................................111
Gambar 25. Edo sedang melatih tari .....................................................................114
Gambar 26. Bang Dian sedang berbicara di Dinas Pariwisata
Lampung Tengah ...............................................................................120
Gambar 27. Bang Fredi sedang membantu persiapan penari ................................127
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seni tari ialah gerakan badan yang berirama dan teratur yang dilakukan ditempat,
waktu dan untuk keperluan tertentu. Keperluan tersebut antara lain untuk
keperluan agama, adat istiadat, pergaulan, mengungkapkan perasaan dan pikiran.
Seni tari pun biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian yang berfungsi untuk
mengatur gerakan penari dan menguatkan maksud yang ingin disampaikan. Seni
tari banyak digemari oleh kaum wanita karena seni tari dianggap sebagai
representasi kelembutan, kecantikaan dan keindahan seorang gadis.
Tetapi pada masa Renaissance, dalam pemerintahan Louis XIV alias Raja Maha
Agung Louis. Tarian yang kini justru identik dengan wanita tersebut malah
dilarang untuk ditarikan oleh selain pria. Selama dua puluh tahun sejak sanggar
Louis dibuat, menurut Pensylvania Ballet—sebuah sanggar pertunjukan di
Amerika Serikat yang berdiri sejak 1963—para penari balet pria harus memakai
topeng dan pakaian perempuan untuk memerankan karakter-karakter perempuan
dalam pertunjukannya (Sedyawati, 1984:56). Larangan itu ada karena isu pro-
kreasi yang berkembang pada zaman tersebut. Perempuan dilarang melakukan
2
banyak hal karena takut mengganggu fungsi reproduksi mereka sebagai "mesin
pencetak manusia". Baru pada 1681, perempuan diperbolehkan ikut dalam
pertunjukan balet.
Perkembangan zaman yang terus berubah, dengan kemajuan teknologi dan
perubahan cara pandang masyarakat sekarang baik perempuan maupun laki-laki
dapat menari secara professional dan menjadikan menari sebagai salah satu mata
pencarian. Saat ini bahkan kursus menari dapat dengan mudah kita cari, mulai
dari sanggar hingga institut seni maupun universitas negeri dan swasta yang
menyediakan jurusan tari. Menari bukan hanya sekedar mengerakan badan secara
anggun, dalam menari dibutuhkan talenta dan bakat. Dalam menari, seorang
penari dituntut untuk dapat menggerakan badan seirama dengan musik dan
sekaligus menyampaikan pesan lewat gerakannya.
Belum tentu semua orang dapat menggerakan tubuh sesuai dengan irama dan
bermakna gerakannya, oleh karena itu tidak semua orang dapat menari secara
profesional. Menari professional berarti harus dapat dan mampu menari banyak
jenis tarian, misalnya penari laki-laki harus mampu dan sanggup jika dituntut
untuk menari menjadi seorang wanita, begitupun sebaliknya penari perempuan
harus mampu dan sanggup jika dituntut menari menjadi seorang laki-laki. Intinya
seorang penari harus mampu menjadi apapun terlepas dari identitas dirinya.
Sayangnya kenyataan sekarang bahwa penari laki-laki yang biasa menari selalu
erat distereotipkan di masyarakat luas dengan kata-kata: feminin, homoseksual,
3
muncikari, manja, gay, ngondek, lemah, rapuh, halus, terlalu manis, berseni, dan
banci. Masyarakat melihat bahwa representasi kelembutan adalah milik wanita
bukan milik seorang laki-laki yang dituntut untuk tampil kuat dan maskulin.
Banyak orang berpikir saat penari laki-laki menari khususnya dalam tari
tradisional, mereka berpikir bahwa pria itu mengalami kelainan sosial atau biasa
dibilang “banci”. Namun tidak semua seperti itu, tarian tradisional tidak hanya
memberikan gerakan yang gemulai terkadang tarian tradisional membutuhkan
gerakan yang gagah seperti saat menarikan tarian perang.
Sebagai seorang penari tradisional laki-laki tentu mereka harus seperti “bunglon”
yang pandai mengganti warna tubuhnya, mereka harus profesional saat mereka
sedang menarikan tarian tradisional yang mengharuskan mereka menunjukan sisi
lembut dan kemayu, mereka harus bisa melemaskan badannya sedemikian rupa
seperti seorang gadis.
Serta saat mereka diharuskan untuk menarikan tarian tadisional yang bertemakan
perang, mereka harus dapat membuat penampilan pria gagah yang sedang
berjuang keras. Mereka harus menampilkan hal tersebut di atas panggung karena
itu merupakan seni panggung bagi mereka dengan identitas penari yang mereka
miliki.
Dengan image negatif penari laki-laki dalam masyarakat, para penari mungkin
secara sadar maupun tak sadar berusaha mengkontruksi diri mereka saat
dimasyarakat. Dalam membangun hubungan di masyarakat tentu kita sebagai
4
manusia mengingikan sebuah penerimaan, kita mengkontruksi diri kita semampu
kita untuk membuat sebuah citra dalam masyarakat. Hal ini diperkuat oleh
Nurhaida dan Sugiarto (2006) yang mengungkapkan bahwa harga diri merupakan
suatu konsep etika dan juga dasar moral dalam human relations. Pada dasarnya
manusia dalam hidupnya ingin dihargai dan diperlakukan sebagaimana layaknya.
Demikian pula hasil karya dan keberadaannya, perlu mendapatkan penghargaan
yang sesuai. Sedangkan citra penari laki-laki dalam masyarakat sudah erat
diibaratkan dengan citra yang negatif, mulai dari kata-kata seperti banci, ngondek,
gay dan banyak unsur negatif lainnya, dimana citra negatif tersebut belum tentu
benar adanya.
Dengan adanya tuntutan dari masyarakat yang mengharuskan bahwa laki-laki
tidak lazim kemayu, maka para penari laki-laki ini mulai menata diri mereka dan
mengkontruksi diri mereka untuk menjadi seseorang yang lain di depan
masyarakat dengan harapan mereka dapat diterima oleh masyarakat.
Goffman (dalam Mulyana, 2006:45) menganalogikan kehidupan manusia sebagai
sebuah panggung sandiwara, saat seseorang menujukan dirinya di depan
masyarakat luas Goffman menganalogikan bahwa seseorang tersebut sedang
berada di “panggung depan (Front Stage)” kemudian saat seseorang sedang
sendirian dan menjadi dirinya sendiri terlepas dari pandangan masyarakat
Goffman menganalogikan hal itu sebagai “panggung belakang (Back Stage)”.
Goffman melihat ada perbedan akting yang besar saat “aktor” berada diatas
5
“panggung depan (front stage)” dan “panggung belakang (back stage)” drama
kehidupan.
Kondisi akting di “panggung depan” adalah saat ada penonton yang sedang
melihat kita (masyarakat luas) dan kita sedang berada didalam bagian pertunjukan
drama yang kita buat sendiri. Saat itu kita berusaha memainkan peran kita sebaik-
baiknya agar masyarakat memahami tujuan dari perilaku kita dan biasanya
perilaku yang kita tunjukan di masyarakat dibatasi oleh konsep-konsep drama
yang bertujuan membuat drama berhasil dan masyarakat dapat menerima nya.
Sedangkan di “panggung belakang” adalah keadaan di mana kita menjadi diri kita
secara utuh dengan kondisi tidak ada yang melihat kita, sehingga kita dapat
berperilaku bebas tanpa memperdulikan perilaku apa yang harus kita bawakan.
Karena adanya perbedaan prilaku seseorang di depan masyarakat dan saat dia
menjadi dirinya sendiri. Pada tahun 1945, Kenneth Duva Burke (dalam Mulyana,
2006:50) seorang teoritis literatur Amerika dan filsuf yang memperkenalkan
konsep dramatisme sebagai metode untuk memahami fungsi sosial dari bahasa
dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial, menjelaskan bahwa
tujuan dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif
tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan.
Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan simbolik ketimbang
model pengetahuan.
6
Erving Goffman, seorang sosiolog interaksionis dan penulis, memperdalam kajian
dramatisme tersebut dan menyempurnakannya dalam bukunya yang kemudian
terkenal sebagai salah satu sumbangan terbesar bagi teori ilmu sosial “The
Presentation of Self in Everyday Life”. (Arisandi 2015:121). Dalam buku ini
Goffman yang mendalami fenomena interaksi simbolik dan mengemukakan
kajian mendalam mengenai konsep Dramaturgi. Istilah Dramaturgi kental
diasumsikan dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas
panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain
sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut
dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
Diungkapkan oleh Erving Goffman (dalam Wirawan 2014:30). Dramaturgi
diasumsikan terdiri dari “Front stage (panggung depan)” dan “Back Stage
(panggung belakang)”. Front Stage (panggung depan) yaitu citra diri yang kita
ingin tampilkan dalam masyarakat dan apa yang masyarakat harapkan terlihat atas
kita. Front stage dibagi menjadi dua bagian. Pertama, Setting yaitu pemandangan
fisik yang harus ada jika seseorang sedang memainkan perannya, Dan kedua
Front Personal yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasan
perasaan dari seseorang. Back stage (panggung belakang) yaitu diri kita sejati
tanpa memperdulikan pandangan orang atas kita.
Dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti penari tradisional laki-laki
saat mereka harus menampilkan diri mereka di depan masyarakat luas dengan
citra negatif yang sebelumnya sudah terbangun di masyarakat luas dan saat
7
mereka menjadi diri mereka sendiri terlepas dari masyarakat luas yang melihat
mereka.
Peneliti juga menggunakan teori interaksi simbolik serta teori management
impresi. Manusia hidup menggunakan simbol dalam kehidupannya. Dalam
menciptakan identitas diri maupun identitas sosial seorang atau komunitas bisa
saja menitikberatkan pada pilihan yang dipilihnya. Pakaian, model rambut, gaya
bahasa, penampilan dan seterusnya adalah sama tingkatnya dan digunakan untuk
mempresentasikan identitas kita.
Setiap individu secara aktif menginterpretasi pengalaman-pengalamannya dan
mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Interpretasi
melibatkan suatu kejadian atau situasi dan menentukan maknanya. Mead
berasumsi bahwa inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang diri (self).
Mead menggunakan dirinya sebagai objek pengenalan yang disebut self. Mead
berasumsi bahwa cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan
dengan masyarakatnya.
Mead memandang pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bagian dari perilaku
manusia, yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Mead mengatakan bahwa
pikiran (mind) dan aku/diri (self) berasal dari masyarakat (society) atau proses
interaksi. Interaksi inilah yang membuat seorang mengenal dunia dan dirinya
sendiri.
8
Dalam prosesnya ini diri secara tidak langsung membagi 2 (dua) persepsi konsep
diri secara subjektif, yaitu “Me” dan “I”. Dimana Me adalah arus kesadaran yang
berasal dari orang lain tentang individu/seseorang dan I adalah arus kesadaran
yang berasal dari diri sendiri. Jadi jika kita masukan ke teori dramaturgi Me
adalah pandangan serta harapan orang lain terhadap kita dan kita mengakuinya,
dan kita berusaha untuk memenuhinya agar ada suatu penerimaan dan I adalah
arus kesadaran yang berasal dari diri kita sendiri tanpa harus peduli ada
penerimaan atau tidak.
Untuk mempermudah memahami konsep diri, peneliti menggunakan management
impresi. Management impresi secara umum diorientasikan untuk menjaga
serangkaian tindakan yang tidak diharapkan dengan tujuan untuk memberikan
masyarakat sebuah kesan yang konsisten yang dilandasi tujuan yang diinginkan
oleh orang itu sendiri. Seringkali seseorang tanpa sadar melakukan management
Impresi namun tak jarang pula seseorang dengan sengaja melakukan management
impresi.
Sebelum memilih Sanggar Gar DanceStory sebagai tempat penelitian, peneliti
sudah terlebih dahulu melakukan pra-riset ke beberapa sanggar, diantaranya ada
Sanggar Gar DanceStory, Sanggar Sapta Budaya, Sanggar tari Sasana Budaya dan
Sanggar tari Bunga mayang. Banyaknya penari laki-laki di beberapa sanggar
peneliti dapat melalui prariset dengan cara langsung mendatangi sanggar tersebut
dan mengobrol secara langsung dengan pemilik sanggar, dari prariset tersebut
peneliti mendapatkan data sebagai berikut:
9
Tabel 1. Hasil Prariset
Nama Sanggar Alamat Tahun
Berdirinya
Jenis Tarian
yang diajarkan
Jumlah
penari
Jumlah
Penari
Laki-Laki
Sanggar Gar
DanceStory
Jl. Wiraswasta
RT 06, RW 004
Kelurahan
Gedong meneng
baru, kecamatan
Rajabasa
2011
Tradisional
dan Kreasi
Tradisional
24 orang 12 orang
Sanggar Sapta
Budaya
Jl. Cut Nyak
Dien No. 64/48,
palapa, Tj.
Karang Pusat,
Kota Bandar
Lampung
2004 Tradisional
dan Kreasi 25 orang 4 orang
Sanggar
Sasana
Budaya
Jl. Teratai No.
21 Surabaya,
Kedaton
Bandar
Lampung
2007
Tradisional,
Modern, dan
Kreasi
25 orang 6 orang
Sanggar
Bunga
Mayang
Jl. Pelita 1 No.
13 Labuhan
ratu, Kedaton
Bandar
Lampung
1992
Tradisional,
Modern, dan
Kreasi
40 orang 8 orang
Sumber: data diolah melalui pra-riset peneliti.
a. Sanggar Gar DanceStory adalah sebuah sanggar tari yang terletak di Jl.
Wiraswasta RT 06, RW 004 Kelurahan Gedong meneng baru, kecamatan
Rajabasa. Sanggar Gar DanceStory didirikan pada tahun 2011 oleh Bapak
Diantori dan Istrinya Ibu Heni. Sanggar Gar DanceStory berfokus kepada tari
Tradisional. Namun saat dibutuhkan tarian Kreasi maka tari Kreasi tradisional
yang akan digunakan. Sanggar ini memiliki banyak anak didik, mulai dari
anak-anak yang latihan di hari minggu sore hingga para remaja dan dewasa
yang berlatih di hari selasa dan kamis malam. Sanggar ini memiliki jumlah
10
penari laki-laki tetap sebanyak 12 orang. Sanggar ini pun banyak mengikuti
lomba tari, parade dan menggelar pertunjukan hampir setiap bulannya dan
salah satu pementasan tari yang terkenal dari sanggar Gar DanceStory adalah
pementasan Layin Mirul di LEC (Lampung Ethnic Concert) pada tahun 2017
dimana semua penari laki-laki berperan dan menari seperti wanita.
b. Sanggar Sapta Budaya terletak di Jl. Cut Nyak Dien No. 64/48, palapa, Tj.
Karang Pusat, Kota Bandar Lampung. Sanggar ini didirikan oleh Ibu Anna
pada tahun 2004. Sanggar Sapta Budaya memiliki jumlah penari laki-laki
sebanyak 4 orang. Sanggar Sapta Budaya lebih berfokus kepada kegiatan tari
komersil, keikutsertaan mereka dalam event tari maupun parade pun kurang
produktif. Tarian yang difokuskan oleh sanggar ini adalah tari tradisional dan
kreasi sesuai permintaan. Sanggar ini biasanya melaksanakan latihan rutin di
hari jumat sore.
c. Sanggar tari Sasana Budaya terletak di Jl. Teratai No. 21 Surabaya Kedaton
Bandar Lampung. Sanggar ini didirikan oleh Ibu Indah pada tahun 2007.
Sanggar Sasana Budaya memiliki waktu latihan 4 kali dalam seminggu yaitu
hari selasa dan kamis di Taman budaya, serta hari Jumat dan sabtu di PKOR
(Pusat Kegiatan Olahraga) Way Halim. Sanggar ini aktif mengikuti lomba dan
juga tersedia secara komersil bagi pernikahan ataupun acara lain. Jumlah
penari di sanggar ini kurang lebih ada 50 orang didominasi oleh anak-anak.
Untuk penari laki-laki remaja dewasa sendiri ada 6 orang. Jenis tarian yang
11
ditarikan oleh sanggar ini pun bermacam-macam mulai dari tari tradisional,
modern dan kreasi.
d. Sanggar tari Bunga Mayang terletak di Jl. Pelita 1 No. 13, Labuhan ratu,
Kedaton Bandar Lampung. Sanggar ini didirikan oleh Bapak Jhony di tahun
1992. Sanggar ini menyediakan tari secara komersil bagi masyarakat yang
membutuhkan penari untuk pernikahan maupun untuk acara lainnya. Sanggar
ini pun cukup aktif untuk mengikuti berbagai event tari, mulai dari lomba
hingga parade. Jumlah penari di sanggar ini kurang lebih 40 hingga 50 orang,
dan sanggar ini memiliki penari laki-laki tetap sebanyak 8 orang. Untuk waktu
latihan, sanggar Bunga Mayang biasa latihan di hari kamis sore dan jumat
sore. Jenis tarian yang ditarikan di sanggar ini pun beragam mulai dari tarian
tradisional,modern hingga tari kreasi.
Peneliti memilih sanggar Gar DanceStory sebagai tempat penelitian karena
melalui prariset, Sanggar Gar DanceStory memiliki jumlah penari laki-laki yang
lebih banyak dibandingkan dengan sanggar lainnya. Selain itu sanggar Gar
DanceStory fokus dengan tarian tradisional dan penelitian peneliti lebih fokus
kepada penari laki-laki yang sering menarikan tarian tradisional, maka melalui
pertimbangan diatas peneliti memilih Sanggar Gar DanceStory sebagai tempat
penelitian.
12
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini ialah: Bagaimana presentasi diri seorang penari laki-laki
Sanggar Gar Dancestory di Bandar Lampung dalam berpenampilan, berperilaku
dan berkomunikasi pada saat mereka di depan masyarakat (Front Stage) dan di
kehidupan sehari-hari sebagai diri mereka sendiri (Back Stage)?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui presentasi diri
penari laki-laki melalui studi dramaturgi dengan rincian sebagai sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan cara berpenampilan yang digunakan oleh Penari Laki-
Laki di Sangar Gar DanceStory saat didepan masyarakat (Front Stage) dan
saat didepan orang terdekat (Back Stage).
2. Untuk mendeskripsikan cara berperilaku yang ditunjukan oleh Penari Laki-
Laki di Sangar Gar DanceStory saat didepan masyarakat (Front Stage) dan
saat didepan orang terdekat (Back Stage).
3. Untuk mendeskripsikan cara berkomunikasi yang digunakan oleh Penari Laki-
Laki di Sangar Gar DanceStory saat didepan masyarakat (Front Stage) dan
saat didepan orang terdekat (Back Stage).
13
1.4 Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini, manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan studi dalam
rangka mendeskripsikan Presentasi Diri Seorang Penari Laki-laki Khususnya
di Sangar Gar Dancestory Kota Bandar Lampung.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan
bagi mahasiswa dan pembaca untuk mengetahui tentang studi kasus
dramaturgi penari laki-laki dan penelitian ini merupakan salah satu syarat
untuk melengkapi dan memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada program studi Ilmu Komunikasi FISIP
Universitas Lampung.
3. Kegunaan Sosial
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang Peresentasi Diri
seorang penari laki-laki dalam kehidupan sosialnya dan kehidupan pribadinya
melalui studi dramaturgi dan menghilangkan stereotype bahwa semua penari
laki-laki adalah banci.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai bahan acuan bagi
pengembangan dan perbandingan untuk penelitian yang dilakukan. Dalam hal
ini peneliti mencari studi penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini,
dimana penelitian ini membahas tentang presentasi diri seorang penari laki-
laki.
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan, pelengkap dan kajian.
Beberapa hasil penelitian yang memiliki hubungan dengan penelitian peneliti
antara lain:
Tabel 2 . Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Tinjauan Keterangan
1.
Pundra Rangga
Adithia
(Universitas
Islam Bandung,
2006)
Judul Presentasi Diri Seorang Mami Kampus
Sumber Elibrary.unisba.ac.id
Fokus
Fokus Penelitian ini adalah untuk
mengetahui Front Stage dan Back Stage
seorang mami kampus
Metode Kualitatif
Teori Teori Dramaturgi Erving Goffman
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini menunjukan
bagaimana tampak dan peran yang
15
No Nama Peneliti Tinjauan Keterangan
berbeda dilakukan oleh Niken, ketika ia
menjadi mahasiswi biasa dan ketika ia
menjadi seorang “mami kampus”. Suatu
realita prostitusi di kalangan mahasiswi
yang berada dalam kehidupan
masyarakat
Perbedaan
Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah
seorang mami kampus yang bernama
Niken. Sedangkan milik peneliti
subjeknya ialah seorang penari laki-laki
Kontribusi
Penelitian
Berdasarkan penelitian inilah peneliti
mendapatkan informasi mengenai
bagaimana seseorang memerankan dua
peran yang berbeda saat ia menjadi
mami kampus dan saat ia menjadi
seorang mahasiswi melalui studi
dramaturgi
2
Vina Yunita Sari
(Universitas
Lampung, 2017)
Judul Gaya Komunikasi Kaum Gay di Kota
Bandar Lampung
Sumber Digilib.unila.ac.id
Fokus
Fokus dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan mendeskripsikan Gaya
Komunikasi Front Stage dan Back Stage
kaum gay dalam kehidupannya di kota
Bandar Lampung
Metode Kualitatif
Teori Teori Dramaturgi dan Teori
Pengurangan ketidakpastian
Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa
gaya komunikasi kaum gay di bagian
front stage sangatlah menutup diri dan
di bagian back stage mereka cenderung
lebih terbuka dan menunjukan mereka
adalah kaum gay
Perbedaan
Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah gaya
komunikasi kaum gay di Bandar
lampung, sedangkan peneliti mengambil
subjek presentasi diri seorang penari
laki-laki
Kontribusi
Penelitian
Berdasarkan penelitian ini peneliti
mendapatkan gambaran perbedaan
mengenai gaya komunikasi seorang pria
gay di front stage dan back stage
16
No Nama Peneliti Tinjauan Keterangan
3.
Finajar Oktini
(Universitas
Lampung, 2018)
Judul
Pengelolaan Kesan Pekerja Seks
Komersial di Media Sosial (Studi
Dramaturgi Pekerja Seks Komersial
Kota Bandar Lampung di Twitter)
Sumber Digilib.unila.ac.id
Fokus
Fokus Penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pengelolaan
kesan pekerja seks komersial Kota
Bandar Lampung yang ada di Twitter
Metode Kualitatif
Teori Teori Dramaturgi Erving Goffman
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini Pada panggung
belakang (back stage) yaitu wilayah
dimana pekerja seks komersial
melakukan segala kegiatan dalam
menjalani hari-harinya tanpa membawa
atribut atau identitas diri mereka sebagai
pekerja seks komersial. Panggung
tengah (middle stage) merupakan tempat
dimana para pekerja seks komersial
mempersiapkan segala kebutuhan dan
aktivitasnya untuk tampil di panggung
depan (front stage). Panggung depan
(front stage) para pekerja seks komersial
yaitu saat mereka tampil di depan
pelanggan dan melayani sebagai pekerja
seks komersial.
Perbedaan
Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah
pekerja seks komersial sedangkan milik
peneliti subjeknya ialah seorang penari
laki-laki
Kontribusi
Penelitian
Berdasarkan penelitian inilah peneliti
mendapatkan informasi mengenai
bagaimana seseorang menolah pesan
dengan dua peran yang berbeda saat ia
menjadi PSK dan saat ia menjadi
seorang mahasiwi/siswi melalui studi
dramaturgi
4.
Diwangkara
Rudhidiptya
Yoskar
(Universitas
Lampung, 2017)
Judul
Manajemen Impresi Oleh Pelamar
Pekerjaan (Analisis Dramaturgi
Terhadap Fresh Graduate Universitas
Lampung dalam Linkedin.com dalam
Mencari Pekerjaan)
Sumber Digilib.unila.ac.id
17
No Nama Peneliti Tinjauan Keterangan
Fokus
Fokus dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui cara berpenampilan yang di
gunakan untuk tampil di media sosial
LinkedIn (Front Stage), Strategi
presentasi diri pencari pekerjaan dalam
LinkedIn (Middle Stage) dan cara
berpenampilan yang dilakukan di dunia
nyata (Back Stage)
Metode Kualitatif
Teori Teori Dramaturgi dan Teori Interaksi
Simbolik
Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini pada panggung
belakang menunjukan bahwa kehidupan
sehari-hari informan. Panggung
belakang tidak ditampilkan di panggung
depan sehingga momen-momen di
panggung belakang jarang sekali
dipublikasikan oleh pencari pekerjaan
Fresh graduate Universitas Lampung
yang menjadi informan dalam penelitian
ini. Diketahui bahwa Linkedin
digunakan sebagai panggung depan
sebagai media sharing foto, gambar,
pengalaman dan video. Media sosial
Linkedin ini dianggap sesuai untuk
membentuk citra diri informan sebagai
pencari pekerjaan.
Perbedaan
Penelitian
Informan penelitian ini adalah
mahasiswa pengguna LinkedIn,
sedangkan peneliti mengambil subjek
presentasi diri seorang penari laki-laki
Kontribusi
Penelitian
Berdasarkan penelitian ini peneliti
mendapatkan gambaran perbedaan cara
berpenampilan pengguna LinkedIn
dalam LinkedIn dan dunia nyata.
5.
Achmad Kanzul
Fikar
(Universitas
Lampung, 2018)
Judul
Interaksi Simbolik Clubbers di Tempat
Hiburan Malam (Studi Pada Tempat
Hiburan Malam Center Stage Novotel
Bandar Lampung)
Sumber Digilib.unila.ac.id
Fokus
Fokus penelitian ini menitikberatkan
pada interaksi simbolik clubbers di
tempat hiburan malam, dengan subfokus
interaksi simbolik baik verbal maupun
nonverbal yang dilakukan clubbers di
18
No Nama Peneliti Tinjauan Keterangan
tempat hiburan malam Center Stage
Novotel Bandar Lampung
Metode kualitatif
Teori Teori Interaksi Simbolik
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian dari penelitian ini ialah
Mind yaitu kemampuan seorang clubber
menggunakan pikiran nya untuk
melakukan komunikasi, didalam
diskotik seorang clubbers mampu
melakukan komunikasi menggunakan
simbol baik verbal atau pun non verbal.
Self konsep diri yaitu kemampuan
seorang clubbers memandang dirinya
dari perspektif atau pandangan orang
lain, seorang clubbers memandang
dirinya adalah seorang yang baik, bagus
dan keren karena mengikuti
perkembangan zaman. Society hubungan
yang dibangun dan dikonstruksikan
clubbers dengan dilingkungan
sekitarnya.
Perbedaan
Penelitian
Subjek dalam penelitian ini ialah
clubbers dan menggunakan teori
interaksi simbolik, sedangkan milik
peneliti subjeknya ialah penari laki-laki
dan menggunakan teori dramaturgi, teori
interaksi simbolik dan teori manajement
impresi.
Kontribusi
Penelitian
Membantu peneliti untuk memahami
konsep diri dalam teori interaksi
simbolik
Skripsi Pundra Rangga Adithia ( Universitas Islam Bandung, 2006)
Penelitian ini diangkat oleh Pundra Rangga Adithia dari Universitas Islam Bandung
pada tahun 2006 dengan judul Presentasi Diri Seorang Mami Kampus. Penelitian
ini bertujuan untuk menunjukan bagaimana tampak dan peran yang berbeda
dilakukan oleh Niken, ketika ia menjadi mahasiswi biasa dan ketika ia menjadi
seorang “mami kampus”. Suatu realita prostitusi di kalangan mahasiswi yang
berada dalam kehidupan masyarakat. Dimana Front Stage nya ialah ia sebagai
19
seorang mahasiswi biasa dan bagian Back Stage nya ialah ia sebagai seorang mami
kampus. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian milik peneliti terletak pada
subjek yang diteliti dimana peneliti meneliti penari laki-laki dan penelitian ini
meneliti seorang mami kampus.
Skripsi Vina Yunita Sari (Universitas Lampung, 2017)
Penelitian ini diangkat oleh Vina Yunita Sari dari Universitas Lampung tahun
2017 dengan judul Gaya Komunikasi Kaum Gay di Kota Bandar Lampung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa gaya komunikasi kaum gay di
bagian Front Stage sangatlah menutup diri dengan cara memanipulasi cara
berpakaian, serta sikap yang sangat berbeda dan di bagian Back Stage mereka
cenderung lebih terbuka dan menunjukan mereka adalah kaum gay dengan cara
menampilkan pakaian dengan warna mencolok, aksesoris yang dominan dan
menggunakan bahasa bintil. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian milik
peneliti terletak pada subjek dan aspek yang diteliti dimana peneliti meneliti
presentasi diri penari laki-laki secara keseluruhan dan penelitian ini hanya
meneliti gaya komunikasi kaum gay.
Skripsi Finajar Oktini (Universitas Lampung, 2018)
Penelitian ini diangkat oleh Finajar Oktini dari Universitas Lampung tahun 2018
dengan judul Pengelolaan Kesan Pekerja Seks Komersial di Media Sosial (Studi
Dramaturgi Pekerja Seks Komersial Kota Bandar Lampung di Twitter). Hasil
Penelitian dari skripsi ini ialah pada panggung belakang (back stage) yaitu
wilayah dimana pekerja seks komersial melakukan segala kegiatan dalam
menjalani hari-harinya tanpa membawa atribut atau identitas diri mereka sebagai
pekerja seks komersial. Panggung tengah (middle stage) merupakan tempat
20
dimana para pekerja seks komersial mempersiapkan segala kebutuhan dan
aktivitasnya untuk tampil di panggung depan (front stage). Panggung depan (front
stage) para pekerja seks komersial yaitu saat mereka tampil di depan pelanggan
dan melayani sebagai pekerja seks komersial. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian milik peneliti terletak pada Subjek yang diteliti dalam penelitian ini
adalah pekerja seks komersial sedangkan milik peneliti subjeknya ialah seorang
penari laki-laki.
Skripsi Diwangkara Rudhidiptya Yoscar (Universitas Lampung, 2017)
Penelitian ini diangkat oleh Diwangkara Rudhidiptya Yoscar dari Universitas
Lampung tahun 2017 dengan judul Manajemen Impresi Oleh Pelamar Pekerjaan
(Analisis Dramaturgi Terhadap Fresh Graduate Universitas Lampung dalam
Linkedin.com dalam Mencari Pekerjaan). Hasil Penelitian dari skripsi ini ialah
pada panggung belakang menunjukan bahwa kehidupan sehari-hari informan.
Panggung belakang tidak ditampilkan di panggung depan sehingga momen-
momen di panggung belakang jarang sekali dipublikasikan oleh pencari pekerjaan
Fresh graduate Universitas Lampung yang menjadi informan dalam penelitian
ini. Diketahui bahwa Linkedin digunakan sebagai panggung depan sebagai media
sharing foto, gambar, pengalaman dan video. Media sosial Linkedin ini dianggap
sesuai untuk membentuk citra diri informan sebagai pencari pekerjaan. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian milik peneliti terletak pada subjek yang diteliti
penelitian ini memiliki subjek penelitian mahasiswa pengguna LinkedIn,
sedangkan peneliti mengambil subjek presentasi diri seorang penari laki-laki.
21
Skripsi Achmad Kanzul Fikar (Universitas Lampung, 2018)
Penelitian ini diangkat oleh Achmad Kanzul Fikar dari Universitas Lampung
tahun 2018 dengan judul Interaksi Simbolik Clubbers di Tempat Hiburan Malam
(Studi Pada Tempat Hiburan Malam Center Stage Novotel Bandar Lampung).
Hasil Penelitian dari skripsi ini ialah Mind yaitu kemampuan seorang clubber
menggunakan pikiran nya untuk melakukan komunikasi, didalam diskotik seorang
clubbers mampu melakukan komunikasi menggunakan simbol baik verbal atau
pun non verbal. Self konsep diri yaitu kemampuan seorang clubbers memandang
dirinya dari perspektif atau pandangan orang lain, seorang clubbers memandang
dirinya adalah seorang yang baik, bagus dan keren karena mengikuti
perkembangan zaman. Society hubungan yang dibangun dan dikonstruksikan
clubbers dengan dilingkungan sekitarnya. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian milik peneliti terletak pada subjek yang diteliti dan penggunaan teori
penelitian ini memiliki subjek penelitian clubbers dan menggunakan teori
interaksi simbolik, sedangkan milik peneliti subjeknya ialah penari laki-laki dan
menggunakan teori dramaturgi, teori interaksi simbolik dan teori manajement
impresi.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Seni Tari
Seni tari adalah seni yang menggunakan gerakan tubuh secara berirama
yang dilakukan di tempat dan waktu tertentu untuk keperluan
mengungkapkan perasaan, maksud dan pikiran. Tarian merupakan
perpaduan dari beberapa unsur yaitu raga, irama, dan rasa.
22
Tari adalah desakan perasaan manusia di dalam dirinya yang
mendorongnya untuk mencari ungkapan yang berupa gerak-gerak yang
ritmis. Menurut Corrie Hartong, ahli tari dari Belanda, mengajukan
batasan tari yang berbunyi tari adalah gerak-gerak yang diberi bentuk dan
ritmis dari badan didalam ruang.
Menurut Suryobrongto (dalam Herawati, 2011:81) Tari adalah gerakan
tubuh sesuai dengan irama yang mengiringinya. Tari juga berarti ungkapan
jiwa manusia melalui gerak ritmis, sehingga dapat menimbulkan daya
pesona. Yang dimaksud ungkapan jiwa adalah meliputi cetusan rasa dan
emosional yang disertai kehendak.
Menurut Soedarsono (dalam Herawati, 2011:82), tari adalah ekspresi jiwa
manusia melalui gerak-gerak ritmis yang indah. Gerakan pada seni tari
diiringi dengan musik untuk mengatur gerakan penari dan menyampaikan
pesan yang dimaksud. Seni tari memiliki gerakan berbeda dari gerakan
sehari-hari seperti berjalan.
Gerakan pada tari tidak realistis tetapi ekspresif dan estetis. Agar sebuah
tarian harmonis, tarian harus memiliki unsur tersebut. Gerakan seni tari
melibatkan anggota badan. Unsur-unsur anggota badan tersebut didalam
membentuk gerak tari dapat berdiri sendiri, bergabung ataupun
bersambungan.
23
2.2.2 Penari
Menurut Sumadiyo (2007:5) seni tari ialah sebagai ekspresi manusia yang
bersifat estetis, merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia
dalam masyarakat yang penuh makna (Meaning). Keindahan tari tidak
hanya keselarasan gerakan-gerakan badan dalam ruang dengan iringan
musik tertentu, tetapi seluruh ekspresi itu harus mengandung maksud-
maksud tari yang dibawakan.
Pemahaman ini menempatkan fenomena tari sebagai bagian aktualisasi
dan representasi kultural –simbolik manusia (Cultural Symbolic
Representation), atau “Dance as a Part of Society”. Penjelasan yang
bagaimana pun adanya tentang keberadaan seni tari, baik tari yang berasal
dari kelembagaan budaya primitif, kelembagaan tari tradisional yang
berkembang di lingkungan istana yang disebut tari klasik, perlembagaan di
lingkungan pedesaan yang sering disebut tarian rakyat, maupun tari yang
berkembang di masyarakat perkotaan yang sering mendapat predikat tarian
“Pop”, serta tari “modern” atau kreasi baru, sesungguhnya kehadirannya
tak akan lepas dari masyarakat pendukungnya, sehingga kajian terhadap
tari akan lebih menarik apabila didekati dengan multidisiplin atau
interdisiplin yang bersifat penelitian kualitatif.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) Penari memiliki 1 (satu)
arti. Penari berasal dari kata dasar tari. Penari memiliki arti dalam kelas
nomina atau kata benda sehingga penari dapat menyatakan nama dari
seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Namun
24
penari beda dengan seniman tari, Penari adalah pelaku tari atau orang yang
membawakan suatu tarian sedangkan seniman tari adalah orang yang
menciptakan atau membuat suatu karya seni tari tersebut yang biasanya
lazim disebut koreografer.
Penari merupakan pendukung utama dalam setiap karya tari. Penari
mewakili salah satu unsur tari yaitu wiraga. Wiraga dalam bahasa Jawa
berarti raga, yang dalam konteks seni tari biasa dikenal dengan gerakan.
Tarian harus menonjolkan gerakan tubuh yang dinamis, ritmis, dan estetis.
Meskipun, memang tidak semua gerakan dalam suatu seni tari memiliki
maksud tertentu. Gerak biasa atau gerak murni adalah gerakan dalam
sebuah tarian yang tidak memilki maksud tertentu, sedangkan gerak
maknawi adalah gerakan dalam sebuah tarian yang memiliki makna
mendalam dan memiliki maksud tertentu.
Secara umum, melalui gerakan penari, penonton bisa menebak karakter
yang dimainkan. Misalnya gerak memutar pergelangan tangan pada tari
yang dibawakan oleh wanita memiliki arti keluwesan atau kelembutan.
Begitu pula gerakan berdecak pinggang pada tari yang dibawakan oleh
pria bisa memiliki arti wibawa dan kekuasaan.
2.2.3 Presentasi Diri
Menurut Goffman (dalam Mulyana, 2008:110), presentasi diri merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi
defenisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor dan definisi sosial
25
tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi
para aktor dalam situasi yang ada.
Lebih jauh presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan
kesan tertentu didepan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang
lain memaknai identitas dirinya sama dengan apa yang ia inginkan. Dalam
proses produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan
yang dilakukan mengenai atribut simbol yang hendak digunakan apakah
sesuai dan mampu mendukung identitas yang akan ditampilkan secara
menyeluruh.
Menurut Goffman (2008:52-54), kebanyakan atribut, milik atau aktifitas
manusia digunakan untuk presentasi diri, termasuk busana yang kita
kenakan, tempat tinggal, rumah yang kita huni berikut cara kita
melengkapinya (furniture dan perabotan rumah), cara kita berjalan dan
berbicara, pekerjaan yang kita lakukan dan cara kita menghabiskan waktu
luang. Lebih jauh lagi dengan mengelola informasi yang kita berikan
kepada orang lain, maka kita akan mengendalikan pemaknaaan orang lain
terhadap diri kita. Hal itu digunakan untuk memberi tahu kepada orang
lain mengenai siapa kita. Menurut Goffman, perilaku orang dalam
interaksi sosial selalu melakukan permainan informasi agar orang lain
mempunyai kesan yang lebih baik. Kesan non-verbal inilah yang menurut
Goffman harus di cek keasliannya.
Goffman menyatakan bahwa hidup adalah teater, individunya sebagai
aktor dan masyarakat sebagai penontonnya. Dalam pelaksaannya, selain
26
panggung dimana ia melakukan pementasan peran, ia juga memerlukan
ruang ganti yang berfungsi untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Ketika individu dihadapkan kepada panggung, ia akan menggunakan
simbol-simbol yang relevan untuk memperkuat identitas karakternya,
namun ketika individu tersebut telah habis masa pementasannya, maka di
belakang panggung akan terlihat penampilan seutuhnya dari individu
tersebut.
Identitas terbagi menjadi dua dimensi, yakni Subjective Dimension
merupakan perasaan yang datang dari diri pribadi, kedua adalah Ascribed
Dimension adalah apa yang orang lain katakan tentang anda. Kedua
dimensi tersebut berinteraksi dalam empat rangkaian yaitu : 1. Personal
Layer. Rasa akan keberadaan diri dalam situasi sosial. 2. Enactment Layer.
Pengetahuan orang lain tentang diri anda berdasarkan pada apa yang
individu lakukan, apa yang individu miliki dan bagaimana individu
bertindak. 3.Relational. Siapa diri sendiri berkaitan dengan keberadaan
individu lain. 4.Communal. Individu yang diikat pada kelompok atau
budaya yang lebih besar (Littlejohn, 2009:131).
2.2.4 Gaya Komunikasi
Komunikasi sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam
komunikasi yang efektif kedua belah pihak yaitu antara komunikator dan
komunikan harus ada atau timbal balik karena sejatinya komunikasi
dilakukan saat ada 2 orang atau lebih. Setiap orang mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda untuk menyampaikan pesan kepada orang
27
lain. Hal tersebut mempengaruhi seseorang dalam cara berkomunikasi baik
dalam bentuk perilaku maupun perbuatan atau tindakan. Cara
berkomunikasi tersebut disebut gaya komunikasi.
Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat
perilaku antarpribadi yang terspesialisasi digunakan dalam suatu situasi
tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a
given situation). Gaya komunikasi merupakan cara penyampaian dan gaya
bahasa yang baik. Gaya yang dimaksud dapat bertipe verbal yang berupa
kata-kata atau nonverbal berupa vokalik, bahasa badan, penggunaan
waktu, dan penggunaan ruang dan jarak (WidjajaH.A.W, 2000:57).
Gaya komunikasi adalah suatu kekhasan yang dimiliki setiap orang dan
gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang lainnya berbeda.
Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain
dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi, tata
cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan
yang diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi.
Ketika seseorang berkomunikasi, ia tidak hanya memberikan informasi
namun kita juga menyajikan informasi dalam bentuk tertentu kepada orang
lain dan bagaimana memahami serta menanggapi suatu pesan. Pengalaman
membuktikan bahwa gaya komunikasi sangat penting dan bermanfaat
karena akan memperlancar proses komunikasi dan menciptakan hubungan
yang harmonis. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan
perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau
28
tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu
gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim
(sender) dan harapan dari penerima (receiver).
Gaya komunikasi dipengaruhi situasi, bukan kepada tipe seseorang, gaya
komunikasi bukan tergantung pada tipe seseorang melainkan kepada
situasi yang dihadapi. Setiap orang akan menggunakan gaya komunikasi
yang berbeda-beda ketika mereka sedang gembira, sedih, marah, tertarik,
atau bosan. Begitu juga dengan seseorang yang berbicara dengan sahabat
baiknya, orang yang baru dikenal dan dengan anak-anak akan berbicara
dengan gaya yang berbeda. Selain itu gaya yang digunakan dipengaruhi
oleh banyak faktor, gaya komunikasi adalah sesuatu yang dinamis dan
sangat sulit untuk ditebak. Sebagaimana budaya, gaya komunikasi adalah
sesuatu yang relatif.
Para ahli komunikasi telah mengelompokkan beberapa tipe atau kategori
gaya komunikasi (Norton, 1983, dalam Liliweri, 2011:309), ke dalam
sepuluh jenis:
a. Gaya dominan (dominan style), gaya seorang individu untuk mengontrol
situasi sosial. Gaya seperti ini cenderung ingin menguasai pembicaraan.
b. Gaya dramatis (dramatic style), gaya seorang individu yang selalu
“hidup” ketika dia bercakap-cakap. Gaya seperti ini cenderung
menggunakan hal-hal yang cenderung berlebihan, menggunakan kiasan,
methaphora, cerita, fantasi, dan permainan suara.
29
c. Gaya kontroversial (controversial style), gaya seseorang yang selalu
berkomunikasi secara argumentatif atau cepat untuk menantang orang.
d. Gaya animasi (animated style), gaya seseorang yang berkomunikasi
secara aktif dengan memakai bahasa nonverbal untuk memberi warna
dalam berkomunikasi, seperti kontak mata, eskspresi wajah, gesture,
dan gerak badan.
e. Gaya berkesan (impression style), gaya berkomunikasi yang
merangsang orang lain sehingga mudah diingat, gaya yang dapat
membentuk kesan kepada pendengarnya.
f. Gaya santai (relaxed style), gaya seseorang yang berkomunikasi dengan
tenang dan senang, penuh senyum dan tawa.
g. Gaya atentif (attentive style), gaya seseorang yang berkomunikasi
dengan memberikan perhatian penuh kepada orang lain, bersikap
simpati dan bahkan empati, mendengarkan orang lain dengan sungguh-
sungguh.
h. Gaya terbuka (open style), gaya seseorang yang berkomunikasi secara
terbuka yang ditunjukkan dalam tampilan jujur serta ramah tamah,
sehingga timbul rasa percaya dan terbentuk komunikasi dua arah.
i. Gaya bersahabat (friendly style), gaya komunikasi yang ditampilkan
seseorang secara ramah, merasa dekat, selalu memberikan respon
positif, dan saling mendukung terhadap satu sama lain.
30
j. Gaya yang tepat (precise style), gaya yang tepat dimana komunikator
meminta untuk membicarakan suatu konten yang tepat dan akurat
dalam komunikasi lisan. Gaya ini lebih fokus pada ketelitian,
dokumentasi, dan bukti informasi dan argumentasi.
Sewaktu-waktu, seseorang dapat menggunakan open style dan dramatic
style. Oleh karenanya, seseorang dapat memilih untuk menggunakan gaya
yang berbeda-beda pada saat berinteraksi dengan orang lain. Gaya
komunikasi dapat dimodifikasi atau diubah. Seseorang bisa saja belajar
untuk menggabungkan beberapa tipe gaya komunikasi agar perilakunya
lebih interaktif. Kemampuan untuk mengubah gaya komunikasi ini adalah
kunci untuk peningkatan komunikasi.
Dalam setiap komunikasi pasti ada suatu pertukaran pesan dan pesan
merupakan salah satu unsur utama dalam komunikasi. Pesan merupakan
setiap pemberitahuan, kata, atau komunikasi baik lisan maupun tertulis,
yang dikirimkan dari satu orang ke orang lain. Pesan menjadi inti dari
setiap proses komunikasi yang terjalin.
Pesan juga menentukan efektivitas suatu komunikasi. Agar supaya
komunikasi efektif, maka cara penyampaian pesan atau informasi perlu
dirancang secara cermat sesuai dengan karakteristik komunikan maupun
keadaan di lingkungan sosial yang bersangkutan. Rakhmat (1993:268)
mengatakan bahwa keberhasilan komunikasi sebagian ditentukan oleh
kekuatan pesan. Dengan pesan, seseorang dapat mengendalikan sikap dan
perilaku komunikan. Agar proses komunikasi terlaksana secara efektif,
31
maka perlu dipertimbangkan berbagai teknik sebagaimana diuraikan
berikut ini.
Pesan satu sisi (one sided) ataukah dua sisi (two sided). Hal ini berkaitan
dengan cara mengorganisasikan pesan. Organisasi pesan satu sisi, ialah
suatu cara berkomunikasi dimana komunikator hanya menyampaikan
pesan-pesan yang mendukung tujuan komunikasi saja. Sedangkan pesan
dua sisi, berarti selain pesan yang bersifat mendukung, disampaikan pula
counter argument atau argument kontra, sehingga komunikan diharapkan
dapat menganalisis sendiri atas pesan tersebut serta jika memungkinkan
komunikan dapat memberikan timbal balik atas pesan yang disampaikan
komunikator. Pada umumnya jenis pesan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Pesan Verbal, yaitu jenis pesan yang penyampaian nya menggunakan kata-
kata dan dapat dipahami isinya oleh penerimanya berdasarkan apa yang di
dengarnya.
2. Pesan Non-Verbal, yaitu jenis pesan yang penyampaianya tidak
menggunakan kata-kata secara langsung, dan dapat dipahami isinya oleh
penerima berdasarkan gerak-gerik, tingkah laku, mimik wajah, atau
ekspresi muka pengirim pesan. Pada pesan non-verbal mengandalkan indra
penglihatan sebagai penangkap stimuli yang timbul.
32
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Interaksi simbolik
Manusia hidup menggunakan simbol dalam kehidupannya. Dalam
menciptakan identitas diri maupun identitas sosial seorang atau komunitas
bisa saja menitik beratkan pada pilihan yang dipilihnya. Pakaian, model
rambut, gaya bahasa, penampilan dan seterusnya adalah sama tingkatnya
dan digunakan untuk mempresentasikan identitas kita. Setiap individu
secara aktif menginterpretasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba
memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Interpretasi melibatkan
suatu kejadian atau situasi dan menentukan maknanya.
Konsep teori interaksi simbolik ini diperkenalkan oleh Herbert Blummer
sekitar tahun 1939. Dalam lingkup sosiologi, ide ini sebenarnya sudah
lebih dahulu dikemukakan George Herbert Mead, tetapi kemudian
dimodifikasi oleh Blumer guna mencapai tujuan tertentu. Teori ini
memiliki ide yang baik, tetapi tidak terlalu dalam dan spesifik
sebagaimana diajukan G. H. Mead.
Karakteristik dasar teori ini adalah suatu hubungan yang terjadi secara
alami antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan
individu. Interaksi yang terjadi antar-individu berkembang melalui simbol-
simbol yang mereka ciptakan. Realitas sosial merupakan rangkaian
peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam masyarakat. Interaksi
yang dilakukan antar-individu itu berlangsung secara sadar. Interaksi
simbolik juga berkaitan dengan gerak tubuh, antara lain suara atau vocal,
33
gerakan fisik, ekspresi tubuh, yang semuanya itu mempunyai maksud dan
disebut dengan simbol.
Teori interaksi simbolik termasuk baru dalam khazanah ilmu sosiologi,
sehingga wajar bila ia disebut sebagai teori sosiologi kotemporer. Jika
dibandingkan dengan teori sosiologi kotemporer lainnya, teori ini
mempunyai keunikan tersendiri sebagaimana yang dikatakan oleh George
Ritzer (2014: 350), bahwa teori interaksi simbolik adalah teori yang paling
sulit disimpulkan. Teori ini memiliki banyak sumber, namun tak satupun
yang mampu memberikan penjelasan memuaskan mengenai inti dari teori
ini. Jelasnya, ide dasar teori ini menentang behaviorisme radikal yang
dipelopori oleh J. B. Watson.
Interaksi simbolik menawarkan banyak pemikiran yang penting dan
menarik. Selain itu sejumlah pemikir besar bergabung dengan pendekatan
ini, termasuk G. H. Mead, Charles H. Cooley, William I. Thomas, Herbert
Blumer dan Erving Goffman. Akar historis utama dalam teori interaksi
simbolik dimulai dengan Mead.
Dua akar intelektual terpenting dari karya Mead adalah Filsafat
Pragmatisme dan Behaviorisme Psikologis. Pragmatisme adalah
pemikiran filsafat yang meliputi banyak hal. Pertama, menurut pemikir
pragmatisme, realitas sebenarnya tak berada “di luar” dunia nyata; realitas
“diciptakan secara aktif saat kita bertindak di dalam dan terhadap dunia
nyata”. Kedua, manusia mengingat dan mendasarkan pengetahuan mereka
mengenai dunia nyata pada apa yang telah terbukti berguna bagi mereka.
34
Ketiga, manusia mendefinisikan objek sosial dan fisik yang mereka temui
di dunia nyata menurut kegunaanya bagi mereka. Keempat, bila kita ingin
memahami aktor, kita harus mendasarkan pemahaman itu diatas apa-apa
yang sebenarnya mereka kerjakan dalam dunia nyata (George, 2014:367).
Behaviorisme adalah unit tindakan yang terdiri dari aspek tersembunyi dan
yang membuka dari tindakan manusia. Di dalam tindakan itulah semua
kategori psikologis tradisional dan ortodoks menemukan tempatnya.
Perhatian, persepsi, imajinasi, alasan, emosi, dan sebagainya dilihat dari
bagian dari tindakan. Karenanya tindakan meliputi keseluruhan proses
yang terlibat dalam aktivitas manusia.
Ada tiga hal yang penting bagi interaksi simbolik: (1) memusatkan
perhatian pada interaksi antara aktor dan dunia nyata; (2) memandang baik
aktor maupun dunia nyata sebagai proses dinamis dan bukan sebagai
struktur yang statis, (3) dan arti penting yang dihubungkan kepada
kemampuan aktor untuk menafsirkan kehidupan sosial. Poin terakhir
adalah yang paling menonjol dalam karya filsuf pragmantis John Dewey.
Menurut Dewey (dalam George, 2014:60) tak membayangkan pikiran
sebagai sesuatu atau sebagai struktur, tetapi lebih membayangkan sebagai
proses berpikir yang meliputi serentetan tahapan. Tahapan proses berpikir
itu mencakup pendefinisian objek dalam dunia sosial, melukiskan
kemungkinan cara bertindak, membayangkan kemungkinan akibat dari
tindakan, menghilangkan kemungkinan yang tak dapat dipercaya dan
memilih cara bertindak yang optimal. Pemusatan perhatian pada proses
35
berpikir ini sangat berpengaruh dalam perkembangan interaksionisme
simbolik.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.
Interaksi simbolik itu unik, menekankan pada keunggulan tindakan dan
interaksi manusia serta analisisnya terhadap kehidupan sosial. Mead
menjelaskan proses ini pada level yang paling sederhana yaitu sebagai
percakapan gerakan. Melalui manusia Mead mengidentifikasi level
tertinggi kedua dari interaksi penggunaan simbol yang signifikan.
Walaupun manusia sering merespon secara otomatis dan tanpa berpikir
kepada gerakan lain, interaksi manusia diubah oleh kemampuan untuk
mengkonstruksikan serta menginterpretasikan perilaku dengan
menggunakan sistem simbol yang konvensional.
Mead berasumsi bahwa inti dari teori interaksi simbolik adalah teori
tentang diri (self). Mead menggunakan dirinya sebagai objek pengenalan
yang disebut self. Mead berasumsi bahwa cara manusia mengartikan dunia
dan dirinya sendiri berkaitan dengan masyarakatnya. Mead memandang
pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bagian dari perilaku manusia,
yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Mead mengatakan bahwa
pikiran (mind) dan aku/diri (self) berasal dari masyarakat (society) atau
proses interaksi. Interaksi inilah yang membuat seorang mengenal dunia
dan dirinya sendiri. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami
perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan
36
bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan
manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan
mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi
mereka.
Selain itu menurut teoritis interaksi simbolik, kehidupan sosial pada
dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol.
Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang
merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi
dengan sesamanya dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas
simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam
interaksi sosial.
Penganut interaksionisme simbolik berpandangan, perilaku manusia pada
dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia di sekeliling
mereka jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan
sebagaimana dianut oleh teori behavioristik atau teori struktural. Alih-alih
perilaku dipilih sebagai hal yang layak dilakukan berdasarkan cara
individu mendefinisikan situasi yang ada.
Secara ringkas menurut Blummer (dalam Mulyana, 2001:68)
interaksionisme simbolik didasarkan pada premis berikut:
a. Individu merespons suatu situasi simbolik. Mereka merespons
lingkungan, termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku
manusia) berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen
lingkungan tersebut bagi mereka.
37
b. Makna adalah produk interaksi sosial karena itu makna tidak melekat
pada objek melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.
Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala
sesuatu bukan hanya objek fisik, tindakan, atau peristiwa, melainkan
juga gagasan yang abstrak.
c. Makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke
waktu. Sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam
interaksi sosial. Perubahan interpretasi mulai dimungkinkan karena
individu dapat melakukan proses mental yakni berkomunikasi dengan
dirinya sendiri.
Sementara itu George Ritzer (2009:392) meringkaskan 6 prinsip teori
interaksionisme simbolik, yaitu :
a. Manusia membuat keputusan dan bertindak pada situasi yang
dihadapinya sesuai dengan pengertian subjektifnya.
b. Kehidupan sosial merupakan proses interaksi, kehidupan sosial
bukanlah struktur atau bersifat stuktural dan karena itu akan terus
berubah
c. Manusia memahami pengalamannya melalui makna dari simbol yang
digunakan di lingkungan terdekatnya (primary group) dan bahasa
merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan sosial
d. Dunia terdiri dari berbagai objek sosial yang memiliki nama dan makna
yang ditentukan secara sosial
38
e. Manusia mendasarkan tindakannya atas interpretasi mereka, dengan
mempertimbangkan dan mendefinisikan objek dan tindakan yang
relevan
f. Diri seorang adalah objek signifikan dan sebagaimana objek sosial
lainnya diri didefinisikan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Berdasarkan hal diatas maka peneliti menggunakan teori interaksi
simbolik. Kaitannya dalam penelitian adalah seperti yang Mead asumsikan
bahwa inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang diri (self).
Mead menggunakan dirinya sebagai objek pengenalan yang disebut self.
Mead berasumsi bahwa cara manusia mengartikan dunia dan dirinya
sendiri berkaitan dengan masyarakatnya. Dalam penelitian ini peneliti
berharap dapat menangkap simbol verbal maupun non verbal yang di
representasikan untuk memahami perilaku manusia dari sudut pandang
subjek.
2.3.2 Manajement Impresi
Manajemen Impresi secara umum diorientasikan untuk menjaga
serangkaian tindakan yang tidak diharapkan, seperti gerak isyarat yang
tidak diinginkan, gangguan yang tidak menguntungkan, kecerobohan, dan
juga tindakan-tindakan yang diinginkan seperti membuat onar. Goffman
tertarik pada berbagai metode menangani masalah-masalah tersebut.
(Ritzer 2012: 637).
Menurut Goffman, manajemen impresi erat kaitannya dengan sebuah
permainan drama, dimana aktor pelakunya dibentuk oleh lingkungan dan
39
target penontonnya. Tujuannya tak lain ialah untuk memberikan penonton
sebuah kesan yang konsisten yang dilandasi tujuan yang diinginkan oleh
aktor itu sendiri. Kehidupan yang dijalani oleh seorang individu dengan
berbagai peran yang dijalaninya setiap hari, memiliki kesamaan dengan
sebuah pementasan drama. Kehidupan diibaratkan sebuah teater, dimana
interaksi sosial di atas panggung menampilkan peran-peran yang
dimainkan oleh para aktor tersebut. Seringkali sang aktor tersebut tanpa
sadar melakukan Manajemen Impresi namun tak jarang pula aktor tersebut
dengan sengaja melakukan Manajemen Impresi tersebut.
Ada sekumpulan metode yang mencakup tindakan-tindakan yang
bertujuan menghasilkan kesetiaan dramaturgis dengan misalnya
menumbuh kembangkan kesetiaan yang tinggi dalam kelompok, yang
mencegah anggota tim mengidentifikasi sang audiens dan mengubah
audiens secara periodik sehingga mereka tidak dapat terlalu kenal dengan
para pemain sandiwara.
Goffman menyarankan berbagai bentuk disiplin dramaturgis, seperti
memusatkan pikiran untuk menghindari salah ucap, menjaga pengendalian
diri, mengatur ungkapan raut wajah dan novel sandiwara seseorang. Lalu,
ia mengenali berbagai tipe sifat hati-hati dramaturgis, seperti menentukan
terlebih dahulu bagaimana suatu pementasan harus berjalan,
merencanakan keadaan darurat, menyeleksi kawan seregu yang setia,
menyeleksi para pendengar yang baik, melibatkan diri di dalam tim-tim
kecil yang kurang mungkin dirundung perselisihan, hanya membuat
40
penampilan-penampilan singkat, mencegah audiens mengakses informasi
pribadi, dan memutuskan berdasarkan agenda yang komplet untuk
mencegah kejadian - kejadian yang tidak teramalkan.
2.3.3 Dramaturgi
Peneliti menggunakan teori Dramaturgi Erving Goffman karena peneliti
ingin mengetahui tentang diri yang berbeda saat penari laki-laki
berinteraksi di masyarakat sebagai seorang penari laki-laki dengan saat
penari laki-laki menjadi dirinya sendiri tanpa memperdulikan persepsi
masyarakat tentang dirinya.
Karya terpenting tentang diri dalam interaksionisme simbolik adalah
Presentation of Self in Everyday Life (1959) oleh Erving Goffman (dalam
George, 2014:400). Konsep diri Goffman sangat dipengaruhi oleh
pemikiran Mead, khususnya dalam diskusinya mengenai ketegangan
antara diri spontan, “I” dan “me”, diri yang dibatasi kehidupan sosial.
Ketegangan ini tercermin dalam pemikiran Goffman tentang apa yang
disebutnya “ketidaksesuaian diri manusiawi kita dan diri kita sebagai hasil
proses sosialisasi”.
Ketegangan ini disebabkan perbedaan antara apa yang ingin kita lakukan
secara spontan dan apa yang diharapkan orang lain untuk kita lakukan.
Kita berhadapan dengan tuntutan untuk melakukan tindakan yang
diharapkan dari kita; selain itu, kita diharapkan tidak ragu-ragu seperti
dinyatakan Goffman, “kita tak boleh tunduk pada ketidaksetabilan”. Untuk
mempertahankan kesetabilan citra diri, orang melakukan audiensi sosial
41
dengan dirinya sendiri. Dalam hal ini Goffman membangun konsep
dramaturgi, atau pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan
pertunjukan drama, seperti yang ditampilkan diatas pentas.
Pandangan Goffman tentang diri dibentuk oleh pendekatan dramaturginya
ini. Menurut Goffman (dalam Heryawan, 1986:89) diri adalah bukan
sesuatu yang bersifat organik yang mempunyai tempat khusus dalam
menganalisis diri (Self), kita mengambil dari pemiliknya, dari orang yang
akan sangat diuntungkan atau dirugikan olehnya, karena ia dan tubuhnya
semata hanya menyediakan patokan bagi sesuatu yang menghasilkan kerja
sama yang akan tergantung untuk sementara, cara menghasilkan dan
mempertahankan diri tak terletak pada patokan itu.
Menurut Goffman, diri bukan milik aktor tetapi lebih sebagai hasil
interaksi dramatis antara aktor dan audiensi. Diri adalah pengaruh dramatis
yang muncul dari suasana yang ditampilkan. Karena diri adalah hasil
interaksi dramatis, maka mudah terganggu selama penampilannya.
Goffman berasumsi bahwa saat berinteraksi, aktor ingin menampilkan
perasaan diri yang dapat diterima oleh orang lain. Tetapi, ketika
menampilkan diri, aktor menyadari bahwa anggota audiensi dapat
mengganggu penampilannya. Karena itu aktor menyesuaikan diri dengan
pengendalian audiensi, terutama unsur-unsurnya yang dapat mengganggu.
Aktor berharap perasaan diri yang mereka tampilkan kepada audiensi akan
cukup kuat memengaruhi audiensi dalam menetapkan aktor sebagai aktor
yang dibutuhkan.
42
Aktor pun berharap ini akan menyebabkan audiensi bertindak secara
sengaja seperti yang diinginkan aktor dari mereka. Goffman
menggolongkan perhatiaan sentral ini sebagai manajemen pengaruh.
Manajemen ini meliputi teknik yang digunakan aktor untuk
mempertahankan kesan tertentu dalam menghadapi masalah yang mungkin
mereka hadapi dan metode yang mereka gunakan untuk mengatasi
masalah ini.
Dengan mengikuti analogi teatrikal ini, Goffman berbicara mengenai
panggung depan (front stage). Front adalah bagian pertunjukan yang
umumnya berfungsi secara pasti dan umum untuk mendefinisikan situasi
bagi orang yang menyaksikan pertunjukan. Dalam front stage, Goffman
membedakan antara antara setting dan front personal.
Setting mengacu pada pemandangan fisik yang biasanya harus ada di situ
jika aktor memainkan perannya. Tanpa itu biasanya aktor tak dapat
memainkan perannya. Sebagai contoh, seorang dokter bedah umumnya
memerlukan kamar operasi. Front Personal terdiri dari berbagai macam
barang perlengkapan yang bersifat menyatakan perasaan yang
memperkenalkan penonton dengan aktor dan perlengkapan itu diharapkan
penonton dipunyai oleh aktor. Dokter bedah misalnya, diharapkan
memakai jubah putih dan memiliki peralatan tertentu.
Goffman kemudian membagi front personal ini menjadi penampilan dan
gaya. Penampilan meliputi berbagai jenis barang yang mengenalkan
kepada kita status sosial aktor (misalnya, jubah putih dokter bedah). Gaya
43
mengenalkan pada penonton, peran macam apa yang diharapkan aktor
untuk dimainkan dalam situasi tertentu (contoh, menggunakan gaya fisik
dan sikap). Tingkah laku yang kasar dan yang lembut menunjukan jenis
pertunjukan yang sangat berbeda.
Goffman menyatakan, karena manusia pada umumnya mencoba
mempertunjukan gambaran idealis mengenai diri mereka sendiri di depan
umum, maka tanpa terelakan mereka merasa bahwa mereka harus
menyembunyikan sesuatu dalam perbuatan mereka. Pertama, aktor
mungkin ingin menyembunyikan kesenangan rahasia yang menjadi
kegemaran mereka. Kedua, aktor mungkin ingin menyembunyikan
kesalahan yang telah dilakukan dalam menyiapkan langkah yang telah
diambil untuk memperbaiki kesalahan itu. Ketiga, aktor mungkin merasa
perlu untuk menunjukan hasil akhir dan menyembunyikan proses yang
terlibat dalam menghasilkannya. Keempat, aktor mungkin merasa perlu
menyembunyikan dari audiensi bahwa dalam membuat suatu produk akhir
telah melibatkan “pekerjaan kotor”. Kelima, dalam melakukan perbuatan
tertentu, aktor mungkin menyelipkan standar lain. Keenam, aktor mungkin
merasa perlu menyembunyikan penghinaan tertentu atau setuju dihina
asalkan perbuatannya dapat berlangsung terus. Umumnya aktor
mempunyai kepentingan tetap dalam menyembunyikan seluruh fakta
seperti itu dari audiensi mereka. (Gorge Ritzer, 2014:410).
Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi wilayah
depan (front region) dan wilayah belakang (back region). Wilayah depan
44
ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton
khalayak penonton, sedangkan wilayah belakang ibarat panggung
sandiwara bagian belakang (back stage) atau kamar rias tempat pemain
sandiwara bersantai, mempersiapkan diri atau berlatih untuk memainkan
perannya di panggung depan (Mulyana, 2006: 114).
Goffman juga membahas panggung belakang (back stage) dimana fakta
disembunyikan didepan atau berbagai jenis tindakan informal mungkin
timbul. Back stage biasanya berdekatan dengan Front Stage, tetapi juga
ada jalan memintas antara keduanya. Pelaku tidak bisa mengharapkan
anggota penonton di depan mereka muncul dibelakang. Mereka terlibat
dalam berbagai jenis pengelolaan kesan untuk memastikannya.
Pertunjukan mungkin menjadi sulit ketika aktor tak mampu mencegah
penonton memasuki pentas belakang.
Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor
berada di atas panggung dan di belakang panggung drama kehidupan.
Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita)
dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha
untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami
tujuan dari perilaku kita.
Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk
membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan
dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada
penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot
45
perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Lebih jelas akan dibahas dua
panggung pertunjukan dalam studi dramaturgi:
a. Front Stage (Panggung Depan)
Merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan
(appearance) atas penampilan dan gaya (manner). Di panggung inilah
aktor akan membangun dan menunjukkan sosok ideal dari identitas
yang akan ditonjolkan dalam interaksi sosialnya.
Pengelolaan Impresi yang ditampilkan merupakan gambaran aktor
mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa diterima penonton.
Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukkan
mereka. Melalui aspek front stage kita dapat mengetahui apakah ada
perubahan diri atau adakah pengelolahan impresi secara sengaja dan
tidak sengaja dalam diri seorang penari laki-laki saat mereka sedang
berhubungan dengan masyarakat.
b. Back Stage (Panggung Belakang)
Panggung belakang merupakan wilayah yang berbatasan dengan
panggung depan, tetapi tersembunyi dari pandangan khalayak. Ini
dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukan, dan oleh karena itu
khalayak biasanya tidak diizinkan memasuki panggung belakang,
kecuali dalam keaadaan darurat. Di panggung inilah individu akan
tampil “seutuhnya” dalam arti identitas aslinya (Mulyana, 2008).
Melalui panggung belakang inilah diri sebenarnya mereka akan
46
ditampilkan terlepas dari persepsi tentang pekerjaan mereka atau
harapan masyarakat atas mereka.
2.4 Kerangka Pemikiran
Dramatugi menurut Harymawan (1986 :1) ialah ajaran tentang masalah
hukum, dan konvensi atau persetujuan drama. Kata drama berasal dari
bahasa Yunani yaitu dramoai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak,
beraksi dan sebagainya: dan “drama” berarti : perbuatan, tindakan.
Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang berarti seni atau
teknik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Berdasar
pengertian ini, maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater mulai
dari penulisan naskah hingga pementasannya. Perspektif dramaturgi dari
Goffman merupakan pendekatan yang lahir dari pengembangan Teori
Interaksi Simbolik.
Dramaturgi sendiri diartikan sebagai suatu model untuk mempelajari tingkah
laku manusia, tentang bagaimana manusia itu menetapkan arti kepada hidup
mereka. Dan pendekatan dramaturgis Goffman khususnya berintikan
pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin
mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya
(Mulyana, 2008: 107).
Berdasar pada perspektif dramaturgis, dimana merupakan studi yang
mempelajari proses dari perilaku dan bukan hasil dari perilaku. Dalam
mengamati proses perilaku, peneliti mengamati secara subyektif dari pelaku
47
dramaturgi karena untuk mengetahui lebih dalam proses tersebut
berlangsung.
Maka disini peneliti mencoba memberikan gambaran tentang kerangka
konseptual dari proses dramaturgi seorang Penari laki-laki yaitu sebagai
berikut:
Bagan 1. Bagan Kerangka Pikir
Manajemen Impresi
Penari laki-laki di Sanggar Gar
DanceStory Bandar Lampung
Konsep Dramaturgi Erving
Goffman
1 Cara Berpenampilan
2. Cara Berprilaku
3.Gaya Komunikasi
Di Masyarakat
(Front Stage/Me)
Presentasi Diri pada Penari Laki-Laki
Di Orang Terdekat
(Back Stage/I)
1 Cara Berpenampilan
2. Cara Berprilaku
3.Gaya Komunikasi
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif metode deskriptif
(descriptive reaserch) yaitu suatu metode yang dilakukan untuk
mendeskripsikan suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual
secara sistematis dan akurat. Menurut Bungin (2005:15) Penelitian deskriptif
dapat di artikan sebagai penelitian yang dimaksudkan memotret fenomena
individual, situasi atau kelompok yang terjadi secara kekinian. Peneliatian
deskriptif juga berarti penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan
fenomena atau pun karakteristik individual, situasi, atau kelompok tertentu
secara akurat. Dengan alasan penelitian yang sifatnya kualitatif memberikan
keleluasaan untuk berinteraksi dengan subjek yang diteliti.
Adapun sifat analisis dari metodologi ini seperti ditegaskan Mulyana
(2008:30) adalah dengan meletakkan penekanan pada subjektifitas untuk
melakukan interpretasi terhadap suatu persoalan yang dikajinya, mencari
respon subjektif individual, memberikan keleluasaan bagi penelitinya. Lebih
jauh pendekatan kualitatif lebih menekankan pada makna, penalaran dan
definisi terhadap suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu).
49
Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati. Penelitian ini diarahkan
pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Kemudian studi
dramaturgi dipilih sebagai pendekatan yang digunakan karena lebih menyoroti
dan melihat perilaku dari manusia yang memiliki peran ganda. Pada perspektif
dramaturgi, kehidupan diibaratkan teater. Inti dari perspektif dramaturgi
adalah pengelolaan kesan yang dilakukan oleh manusia dan
mempresentasikannya pada saat berinteraksi dengan sesamanya. Sebagaimana
diungkapkan oleh Goffman (dalam wirawan, 2014:15): dramaturgi adalah
sandiwara kehidupan yang disajikan manusia. Gofftman menyebut ada dua
peran dalam teori ini, yaitu bagian depan (front) dan bagian belakang (back).
Front mencakup, setting, personal front (penampilan diri), expressive
equipment (peralatan untuk mengekpresikan diri). Sedangkan bagian belakang
adalah self, yaitu semua bagian yang tersembunyi untuk melengkapi
keberhasilan akting atau penampilan diri yang ada pada front.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian penting dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif. Hal
ini untuk membatasi ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan dan
memegang peranan yang penting dalam memandu serta mengarahkan jalannya
suatu penelitian.
50
Untuk dapat mempermudah dalam penelitian yang dilakukan maka yang
menjadi fokus penelitian adalah :
1. Mendeskripsikan cara berpenampilan yang digunakan oleh penari laki-laki
di Sanggar Gar DanceStory saat di depan masyarakat dan didepan orang
terdekat (keluarga dan sahabat).
2. Mendeskripsikan perilaku yang digunakan oleh penari laki-laki di Sanggar
Gar DanceStory saat di depan masyarakat dan didepan orang terdekat
(keluarga dan sahabat).
3. Mendeskripsikan cara penyampaian pesan serta gaya komunikasi yang
digunakan oleh penari laki-laki di Sanggar Gar DanceStory saat di depan
masyarakat dan didepan orang terdekat (keluarga dan sahabat).
3.3 Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data
dalam suatu penelitian merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
Menurut Moleong (2004 : 157) dalam penelitian kualitatif sumber data yang
dijadikan bahan referensi atau acuan adalah :
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah kata-kata atau wacana yang
diperoleh dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari informan
yang dianggap mengetahui segala permasalahan yang akan diteliti, terkait
dengan presentasi diri seorang penari laki-laki.
51
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang digunakan untuk mendukung data primer,
data sekunder dari penelitian ini adalah data yang diperoleh selain dari
pencari pekerjaan, seperti: studi literatur (buku dan internet) yang
berhubungan dengan gaya hidup dan kajian interaksi simbolik dan Studi
Dramaturgi yang menunjang penelitian ini.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
1. Pengamatan Langsung (Observasi)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik observasi langsung
untuk memperoleh data yang diperlukan. Margono (2007:158-159)
mengemukakan: “Teknik observasi langsung adalah teknik dimana
penyelidik melakukan pengamatan dan pencatatan yang dilakukan
terhadap objek di tempat terjadinya atau berlangsungnya peristiwa,
sehingga observasi berada bersama objek yang diselidiki”.
Jadi observasi langsung adalah suatu cara untuk mengumpulkan data
mengenai objek penelitian dengan perantara alat tertentu. Teknik
observasi langsung dalam penelitian ini adalah dengan mengamati
dan melihat secara langsung bagaimana sikap yang ditunjukan oleh
seseorang Penari Laki-Laki saat berada di front stage dan back stage
dengan cara ikut langsung bersama mereka dalam berkegiatan. Proses
observasi ini peneliti lakukan selama 2 (dua) minggu sejak tanggal 17
Juni 2019 – 28 Juni 2019.
52
2. Wawancara Mendalam
Selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara,
yaitu teknik komunikasi langsung pengumpulan data dengan
mengadakan hubungan langsung atau tatap muka langsung dengan
responden (sumber data) sebagaimana dikemukakan oleh Hadari
Nawawi, (2001:95) bahwa: “Teknik ini adalah cara mengumpulkan
data yang mengharuskan seorang peneliti mengadakan kontak
langsung secara lisan atau tatap muka (face to face) dengan sumber
data, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi yang
sengaja dibuat untuk keperluan tersebut.”
Selain wawancara mendalam dengan penari laki-laki, penulis juga
melakukan wawancara singkat dengan masyarakat sekitar, teman
penari serta penari lainnya di Sanggar tersebut. Wawancara singkat
adalah dialog yang dilakukan pewawancara untuk memperoleh
tambahan informasi dari terwawancara. Sehingga dengan teknik ini
peneliti dapat memperoleh informasi yang diperlukan. Responden
yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah Penari Laki-Laki
dengan pengalaman diatas 3 tahun, terbiasa menarikan tarian
tradisional. Dalam teknik ini, penulis menggunakan alat pengumpulan
data berupa panduan wawancara.
Untuk waktu wawancara sendiri peneliti mengambil waktu lebih
dahulu dari pada proses observasi karena penari di sanggar Gar
DanceStory tidak melakukan latihan saat puasa, proses wawancara
53
peneliti lakukan di sela-sela istirahat menari, maupun di luar waktu
jadwal latihan selama informan berkenan diwawancarai.
3. Dokumentasi
Suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan
penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sehingga
akan diperoleh data yang lengkap, teknik ini digunakan untuk
mengambil data yang sudah ada.
4. Studi Pustaka
Melengkapi dan membaca literatur sebagai bahan dan panduan
penulis dalam mengkaji penelitian, sebagai referensi penulis dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan masalah penelitian.
3.5 Informan Penelitian
Informan penelitian merupakan subjek yang memahami informasi sebagai
pelaku ataupun orang lain yang mengetahui tentang penelitian yang
dilakukan. Informan (narasumber) penelitian adalah 6 Penari Laki-Laki (jika
bersedia) yang biasa menarikan tarian Tradisional, 2 orang masyarakat
sekitar, 2 orang teman informan dan 2 orang penari lain non laki-laki di
sanggar Gar DanceStory. Informan dalam penelitian ini yaitu berasal dari
wawancara langsung yang disebut sebagai narasumber. Teknik pemilihan
informan adalah teknik purposive (bertujuan), dimana peneliti memilih
informan secara sengaja sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan yang
telah ditentukan sebelumnya pada penentuan informan.
54
3.5.1 Karakteristik Informan
Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai beberapa kriteria yang
harus dimiliki oleh informan penelitian. Beberapa kriteria dari
informan penelitian yang dimuat oleh peneliti, diantaranya :
a. Penari Laki-Laki
1. Penari Laki-Laki yang sudah menarikan tarian tradisional
lebih dari 3 tahun.
2. Penari laki-laki yang sudah pernah mengikuti event menari
lebih dari 3 kali.
3. Penari laki-laki yang bersedia di wawancarai.
b. Penari lain di Sanggar Gar DanceStory
1. Penari lain di sanggar Gar DanceStory yang sering
berinteraksi langsung dengan penari laki-laki.
2. Penari yang sudah bergabung dengan sanggar Gar
DanceStory lebih dari 1 tahun.
3. Penari yang bersedia di wawancarai.
c. Masyarakat sekitar
1. Masyarakat sekitar Sanggar Gar DanceStory yang pernah
berinteraksi langsung dengan penari laki-laki.
2. Masyarakat sekitar yang bersedia diwawancarai.
d. Teman Penari Laki-Laki
1. Memiliki kedekatan dengan penari laki-laki
2. Berinteraksi langsung secara aktif dengan penari laki-laki
3. Bersedia untuk diwawancarai
55
3.6 Teknik Analisa Data
Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif, maka diperlukan teknik langkah-langkah untuk menganalisa
data-data yang telah diperoleh. Teknik analisa data adalah suatu kegiatan
yang mengacu pada penelaahan atau pengujian yang sistematis
mengenai suatu hal dalam rangka mengetahui bagian-bagian, hubungan
diantara bagian, dan hubungan antara bagian dan keseluruhan yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat dipahami dengan mudah, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain. Miles and Hubermen (Sugiyono, 2011
: 246-252) mengungkapkan komponen dalam analisis data, yaitu :
1. Pengumpulan data, adalah langkah untuk mengumpulkan berbagai data
yang diperlukan dalam penelitian langkah ini dilakukan sesuai dengan
teknik pengumpulan data penelitian yang dilakukan. Teknik yang
dilakukan adalah pengamatan langsung (observasi), wawancara mendalam,
dokumentasi dan studi kepustakaan. Semua teknik itu peneliti lakukan
untuk menyelesaikan penelitian ini.
2. Reduksi Data atau Klasifikasi data, adalah proses penelitian, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan data kasar dari catatan tertulis lapangan
penelitian, membuat ringkasan, penggolongan kategori jawaban dan
kualifasi jawaban informan penelitian kembali catatan yang telah diperoleh
setelah mengumpulkan data. Peneliti mereduksi data setelah melakukan
pengumpulan data, hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang
jelas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti selama
56
dilapangan. Sehingga hal ini memudahkan peneliti untuk melanjutkan
analisa data pada tahap berikutnya.
3. Penyajian Data atau Analisis data, yakni penyusunan penyajian kategori
jawaban informan dalam tabel/ tabulasi serta gambar / kecenderungan dari
informan disertai analisis awal terhadap berbagai temuan data di lapangan
sebagai proses awal dalam pengolahan data. Dengan menampilkan data,
maka akan memudahkan untuk memahami.
4. Proses akhir penarikan kesimpulan, yaitu dilakukannya pembahasan yang
berdasarkan pada rujukan berbagai teori yang digunakan dimana di
dalamnya ditentukan suatu kepastian mengenai aspek teori dan kesesuaian
/ ketidaksesuaian dengan fakta hasil penelitian di lapangan dimana peneliti
juga membuat suatu analisis serta membuat tafsiran atas tampilan data
sesuai dengan permasalahan penelitian serta memberikan verifikasi teoritis
temuan penelitian mengenai perilaku, cara berpenampilan, cara berpakaian
dan cara berkomunikasi komunikasi Penari Laki-Laki Sanggar Gar
Dancestory Bandar Lampung.
3.7 Teknik Keabsahan Data
Guna mengabsahkan data yang telah digali, diteliti, dan dikumpulkan dalam
kegiatan penelitian maka perlu dilakukan triangulasi. Triangulasi dalam
pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2013:15).
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi
sumber data.
57
Triangulasi data merupakan teknik pemeriksaan data yang menggunakan
berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil
observasi, atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu objek yang
dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Pada penelitian ini penulis
menggunakan triangulasi dengan penggunaan sumber. Triangulasi sumber
untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang
telah diperoleh melalui beberapa sumber. Pengecekan keabsahan data dengan
sumber menurut Moleong (2011:330) dapat diketahui dengan cara :
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
b) Membandingkan apa yang dikatakan orang dengan realita yang
sebenarnya
c) Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang-orang tentang
situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu
d) Membandingkan dengan keadaan dengan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang
e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah singkat Sanggar Gar DanceStory Bandar Lampung
Sanggar Gar DanceStory Bandar Lampung merupakan sebuah sanggar yang
didalamnya mempelajari tarian-tarian tradisional yang ada diseluruh indonesia
terutama pada tarian yang ada di daerah Lampung. Sanggar Gar DanceStory
berdiri pada tanggal 25 April 2011 di kota Bandar lampung yang beralamatkan
di di jalan Wiraswasta RT 06, RW 004 Kelurahan Gedong meneng baru,
kecamatan Rajabasa. Sanggar Gar DanceStory Bandar Lampung ini didirikan
oleh Tuan Diantori dan istrinya nyonya Heni Purnama Sari atas niat memajukan
pendidikan seni tari tradisional untuk semua kalangan di daerah Lampung dan
juga untuk memperkenalkan kembali tarian-tarian tradisional yang saat sering
dilupakan dan kurang diketahui oleh para generasi muda serta bertujuan untuk
pelestarian kebudayaan.
Gambar 1. Logo sanggar Gar DanceStory
59
Sanggar Gar Dancestory sendiri memiliki makna atau arti yaitu suatu taman atau
kebun yang selalu ditanami dan akan selalu tumbuh dan berkembang, yang
menggambarkan bahwa sanggar ini akan selalu tumbuh dan berkembang baik
dalam kualitas dan profesionalitas serta rasa dalam menari sebuah tarian yang
memiliki makna dan bersejarah. Dengan diciptakan makna itu diharapkan
Sanggar Gar DanceStory ini dapat terus berkembang dalam memperkenalkan
Tarian-Tarian Tradisional yang ada di indonesia dan dapat menjadi sebuah
sanggar yang berkualitas serta menciptakan penari-penari yang profesional.
4.2 Visi dan Misi Sanggar Gar DanceStory Bandar Lampung
a. Visi
Sebagai wadah para seniman dan generasi muda untuk berapresiasi,
berkreasi, kreaktif, inovatif, koordinasi, dan mandiri serta sebagai sarana
komunikasi untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan demi
tercapainya profesionalisme.
b. Misi
1. Mewujudkan aspirasi dan kreaktifitas berkesenian para seniman tradisional
dan modern
2. Menjadikan sanggar seni sebagai asset nasional dan bagian dari kekuatan
perjuangan Bangsa Indonesia.
3. Menjadikan Sanggar Seni dengan segala bentuk dan jenisnya beserta nilai-nilai
yang terkandung didalamnya sebagai sarana mencerdaskan Bangsa.
4. Menumbuhkan dan memupuk cinta budaya dan pelestarian budaya
60
4.3 Proses Latihan
Sanggar Gar dance Story selalu berusaha dalam mencapai prestasinya, hal ini
tidak lepas dari proses latihan yang dijalankan oleh para anggota sanggar.
Sanggar Gar DanceStory melalui para pelatih menerapkan beberapa tahap latihan
yaitu latihan ragam gerak dan juga latihan kekuatan fisik. Dalam kegiatan latihan
ini dilaksanakan rutin setiap hari selasa dan kamis pukul 19.30-23.00 untuk
penari dewasa sedangkan untuk anak-anak setiap hari minggu pukul 15.00-17.00.
Latihan kekuatan fisik dilakukan sebelum latihan ragam gerak dilaksanakan,
latihan fisik berupa pemanasan dan pelenturan anggota gerak seperti tangan, kaki
dan lain sebagainya.
Proses latihan berdurasi kurang lebih 2 sampai 3 jam lamanya, dimulai dari
proses berdoa bersama, dilanjutkan pemberian materi mengenai tarian yang akan
digarap kemudian para penari dan pelatih melakukan pemanasan bersama guna
menghindari cidera yang tidak diinginkan, setelah pemanasan selesai, pelatih
memberikan beberapa ragam gerak yang akan ditarikan kepada penari dan penari
mempraktekkannya.
Ketika pada saat akan mengikuti sebuah festival dan waktu latihan tersisa sedikit,
maka pelatih berusaha untuk mengoptimalkan waktu dan proses latihan, pelatih
memberikan tambahan waktu latihan yaitu setiap hari pukul 19.00 sampai 21.00,
bahkan di siang hari jika para pelatih tidak memiliki jadwal lain. Penambahan
waktu latihan bertujuan untuk mematangkan ragam gerak yang diberikan dan
menciptakan keselarasan gerak agar lebih sempurna.
61
4.4 Daftar Anggota Sanggar Gar DanceStory
Di sanggar Gar DanceStory terdapat 4 (empat) pelatih, 24 Penari dewasa yang
terdiri dari 8 (delapan) penari laki-laki dan 16 (enam belas) penari perempuan,
berikut nama pelatih dan penari di Sanggar Gar DanceStory:
Tabel 3.Daftar Nama Anggota Sanggar Gar DanceStory No Nama Posisi
1 Diantori Pemilik dan Pelatih
2 Heni Purnamasari Pelatih
3 Fredi Tenang Pelatih
4 Richard Sambera Pelatih
5 Beni Saputra Penari
6 Ari Widodo Penari
7 Rian Wikan Jaya Ali Penari
8 I Made Adi Setiawan Penari
9 Edo Yogga Saputra Penari
10 Masdi Penari
11 Zulhan Penari
12 Alfian Ramadhan Penari
13 Widya Ratnaningrum Penari
14 Isnaini Penari
15 Asri Penari
16 Clarisa S.M Penari
17 Yulia Safitri Penari
18 Monica Penari
19 Puri Amelia Penari
20 Bela Monica Penari
21 Novi Penari
22 Pia Penari
23 Monaria Azizah Penari
24 Agnes Suryani penari
25 Ully Penari
26 Via Penari
27 Renda Safitri Ramadhani Penari
28 Zahra Penari
62
4.5 Event Besar yang Pernah Diikuti
Sebagai sebuah sanggar yang besar Sanggar Gar DanceStory telah banyak
menorehkan prestasi dan berpartisipasi dalam berbagai festival diantaranya ialah:
1. Festival Payung Indonesia di Solo (2016-sekarang)
2. Lanjong Festival di Kalimantan Selatan (2017)
3. Kota Bumi Festival (2017)
4. Festival Tari Anak Indonesia di Jakarta (2018)
5. Parade Tari Nusantara di Jakarta (2017-2018)
6. Festival Karakatau (2012-2018)
Gambar 2 Foto Penari Laki-laki di Sanggar Gar DanceStory
63
Gambar 3 Foto penari laki-laki dan perempuan sanggar Gar DanceStory
Gambar 4 Foto suasana latihan di Sanggar Gar DanceStory
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka peneliti menarik
kesimpulan bahwa para penari laki-laki di sanggar Gar DanceStory memiliki
perbedaan cara berpenampilan, cara berperilaku dan cara berkomunikasi di
depan orang terdekat (Back Stage) dan di depan masyarakat (Front Stage).
1. Cara berpenampilan di panggung belakang jauh lebih sederhana daripada
cara berpakaian di panggung depan yang mengharuskan mereka untuk
menggunakan pakaian sesuai pada tempatnya. Saat mereka di panggung
belakang mereka akan menggunakan pakaian yang santai, seperti kaus dan
celana pendek maupun celana yang nyaman untuk mereka gunakan untuk
menari. Cara mereka berpakaian di depan masyarakat mereka akan lebih
sopan dalam berpakaian dan berpakaian sesuai dengan tempat serta acara
yang akan mereka datangi.
2. Cara berprilaku yang mereka tunjukan di panggung belakang jauh lebih
ekspresif dibandingkan panggung depan, saat didepan orang terdekatnya
mereka tidak segan melakukan hal konyol dan berperilaku kebanci-bancian
145
karena untuk keperluan bercanda, terkadang tuntutan peran juga membuat
mereka harus mengolah tubuh mereka serta melemaskan tubuh mereka
sehingga tanpa sadar terbawa hingga dalam keseharian mereka dan
kepiawaian mereka dalam bermake up yang merupakan suatu tuntutan
profesionalisme sebagai penari sering disalah artikan bahwa mereka
memiliki orientasi menyimpang. Didepan masyarakat mereka akan
cenderung mempresentasikan diri mereka dan mengolah citra diri mereka
sebagai laki-laki yang gagah dan manly dengan lebih sedikit berbicara dan
banyak mengamati.
3. Cara berbicara serta gaya komunikasi yang mereka gunakan berbeda. Saat
dipanggung belakang mereka lebih santai bahkan tidak malu jika berteriak
dan berbicara dengan suara yang dibuat-buat. Sedangkan dipanggung depan
mereka akan berbicara dengan intonasi nada yang jauh lebih rendah dan
lebih tenang. Gaya bicara yang mereka sering pilih di panggung depan
kebanyakan ialah gaya komunikasi yang tepat dan gaya komunikasi
berkesan. Untuk panggung belakang mereka lebih nyaman untuk
menggunakan gaya komunikasi santai.
4. Presentasi diri informan sebagai seorang penari laki-laki di depan orang
terdekat dan seorang penari di depan masyarakat menunjukkan hasil dimana
ada perbedaan dalam mengelola peran dan kesan yang ingin ditampilkan
dan dirasakan oleh mereka dibandingkan saat mempresentasikan diri di
panggung belakang yang cenderung memiliki ruang lingkup yang lebih
146
kecil dengan jumlah anggota yang juga kecil. Selain itu penelitian ini juga
menunjukkan bahwa istilah “banci” tidak layak disematkan pada mereka.
Mereka bersikap kewanitaan bukan berarti mereka kelainan orientasi
seksual namun lebih karena tuntutan, lingkungan dan profesionalisme
mereka sebagai seorang pekerja seni.
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memiliki beberapa saran
yang dapat diperhatikan, antara lain sebagai berikut:
1. Hambatan dalam penelitian ini ialah keterbatasan hubungan penari laki-laki
dengan masyarakat karena lebih banyak menghabiskan waktu di sanggar
sehingga menghambat proses observasi panggung depan yang peneliti
lakukan. Jika selanjutnya ada penelitian yang mengangkat topik serupa
disarankan untuk melakukan observasi yang lebih mendalam.
2. Identitas yang ditampilkan oleh penari laki-laki di belakang panggung
rasanya tidak bisa dijadikan patokan dalam menjudge atau menilai seorang
penari karena apa yang mereka tunjukan di panggung belakang memang
terbentuk oleh lingkungan dan sifat profesionalisme mereka. Diharapkan
kita sebagai sesama manusia bisa saling menerima pilihan masing-masing
individu.
147
3. Hasil penelitian ini tentunya masih jauh dari kata sempurna, sehingga
penulis menyarankan agar penelitian ini dapat dikembangkan lagi oleh
peneliti lainnya terkait presentasi diri dengan menggunakan studi
dramaturgi.
DAFTAR PUSTAKA
Aan Mulyadi, 2008, Pengelolaan kesan Pengamen Topeng di Kota Bandung
(Studi Dramaturgi Mengenai Pengelolaan Kesan Pengamen Topeng Dalam
Menjalani Kehidupannya Di Kota Bandung).Skripsi : UNIKOM Bandung.
Achmad Kanzul Fikar, 2018, Interaksi Simbolik Clubbers di Tempat Hiburan
Malam (Studi Pada Tempat Hiburan Malam Center Stage Novotel Bandar
Lampung). Skripsi: Universitas Lampung.
Alberni, ramadhani. Februari 2015. Presentasi Diri Bujang dan Dara Riau Tahun
2013. Jurnal JOM FISIP UNRI. Vol 2 No 1. Dari www.jom.unri.ac.id
Alo, Liliweri. 2011. komunikasi Serba ada serba makna. Jakarta: Prenanda Media
Group.
Arisandi, Herman. 2015. Buku Pintar Pemikiran Tokoh-Tokoh Sosiologi dari
Klasik Sampai Modern. Yogyakarta: IRCISoD
Bungin, Burhan. 2015. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.
Diwangkara Rudhidiptya Yoscar, 2017, Manajemen Impresi Oleh Pelamar
Pekerjaan (Analisis Dramaturgi Terhadap Fresh Graduate Universitas
Lampung dalam Linkedin.com dalam Mencari Pekerjaan). Skripsi:
Universitas Lampung.
Effendy, Onong.U. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : CV
Mandar Maju.
Finajar Oktini, 2018, Pengelolaan Kesan Pekerja Seks Komersial di Media Sosial
(Studi Dramaturgi Pekerja Seks Komersial Kota Bandar Lampung di
Twitter). Skripsi: Universitas Lampung.
Hadi, Sumandiyo. 2007. Kajian Tari. Yogyakarta: Pustaka Jaya.
Herawati, Enis Niken. Mengenal Wiraga, Wirama dan Wirasa dalam Tari Klasik
Gaya Yogyakarta. WUNY Majalah Ilmiah Populer September. 2011:81-82.
Heryawan, RMA. 1986. Dramaturgi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Kartika, Tina. November 2014. Nonverbal Communication Study Human
Behavior Reflection As Local Wisdom. IOSR Journal Of Humanities And
Social Science (IOSR-JHSS). Vol 19. 28-32. Dari www.iosrjournal.org
Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Moleong, L. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Dedy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. remaja
Rosdakarya.
……………….. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya). Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Musta’in, Juni-Desember 2010, Teori Diri Sebuah Tafsir Makna Simbolik
(Pendekatan Teori Erving Goffman). Journal Dakwah dan Komunikasi, Vol 4
No.2, 269-283.Dari www.ejournal.stainpurwokerto.ac.id.
Nastiti, Alfi D. S. dan Dian Purworini 2018. Pembentukan Harga Diri: Analisis
Presentasi Diri Pelajar SMA di Media Sosial. Jurnal Komunikasi, Vol. 10
No. 1, 45. Dari Journal.untar.ac.id.
Nurhaida, Ida dan Cahyono Eko Sugiarto. 2006. Komunikasi Secara Terbuka,
Penghargaan Pimpinan dan Partisipasi Pegawai: Penerapan Human Relation
Dalam Kaitannya Dengan Kinerja Pegawai, Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 8
No. 1, 91-101. Dari www.unpad.ac.id.
Perdana, Charina Vita, & Fithtra, Dini Salmiyah 2017. Presentasi Diri pada
Androgini Figur Jovie Adhiguna. Journal e-proceeding of management, Vol
4 No 3, 3211. Dari www.repository.telkomuniversity.ac.id.
Pundra Rangga Adhitia, 2006, Presentasi Diri Seorang Mami Kampus. Skripsi:
UNISBA Bandung.
Rakhmat, Jalaludin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Ritzer, George. 2014. Teori Sosiologi Modern (Edisi Ketujuh). Jakarta: Kharisma
Putra Utama.
Ryandy Purnawan, 2014, PRESENTASI DIRI SEORANG PEKERJA SEKS
KOMERSIAL (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Seorang Pekerja
Seks Komersial di Saritem Bandung ). Skripsi: UNIKOM Bandung.
Sedyawati, Edi. 1984. Tari, Tinjauan dari Berbagai Segi. Jakarta: PT. Dunia
Pustaka Jaya.
Sudarsono. 1975. Komposisi tari, elemen-elemen dasar. Jakarta: Akademi Seni
Tari Indonesia
Sugiono. 2007, Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Afabeta
Sumadiyo, Y. 2007. Kajian Tari, Teks dan Konteks. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.
Suneki, sri & haryono, Juli 2012, Paradigma Teori Dramaturgi Terhadap
Kehidupan Sosial. Jurnal Ilmiah CIVIS. Vol. 2 No. 2. Dari e-
jurnal.ikippgrismg.ac.id.
Vina Yunita Sari, 2017, Gaya Komunikasi Kaum Gay di Kota Bandar Lampung.
Skripsi: Universitas Lampung.
Widjaja H. A. W. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Wirawan, I.B. 2014. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta:
PrenadamediaGroup.