Tension Pneumothorax

52
Skenario A blok 19 ( dr . Madun ) Dr . Madun , dokter di puskesmas rawat inap yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatera sekitar 40 km dari palembang. Puskesmas dilengkapi pelayanan UGD dengan fasilitas yang lengkap. Suatu kecelakaan lalu lintas terjadi disekitar 100 meter dari puskesmas . mobil kijang pick – up yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik. Tiang listrik terlihat bengkok dan bagian depan mobil hancur , kaca depan pecah . sang sopir , satu – satunya penumpang mobil terlempar keluar melalui kaca depan. Dr . Madun yang mendengar tabrakan , langsung pergi ke tempat kejadian dengan membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Di tempat kejadian terlihat sang sopir , laki – laki 28 tahun tergeletak dan merintih , mengeluh dadanya sesak , nyeri dada dan paha kanannya. Melalui pemeriksaan sekilas , didapatkan gambaran : - Pasien sadar terlihat bingung , cemas dan kesulitan bernafas - Tanda vital : laju respirasi : 40 x/menit , nadi : 110x/menit ; lemah , TD : 90/50 mmHg - Wajah dan bibir terlihat kebiruan 1

Transcript of Tension Pneumothorax

Page 1: Tension Pneumothorax

Skenario A blok 19 ( dr . Madun )

Dr . Madun , dokter di puskesmas rawat inap yang terletak di pinggir jalan

lintas Sumatera sekitar 40 km dari palembang. Puskesmas dilengkapi pelayanan

UGD dengan fasilitas yang lengkap.

Suatu kecelakaan lalu lintas terjadi disekitar 100 meter dari puskesmas .

mobil kijang pick – up yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tiang

listrik. Tiang listrik terlihat bengkok dan bagian depan mobil hancur , kaca depan

pecah . sang sopir , satu – satunya penumpang mobil terlempar keluar melalui

kaca depan.

Dr . Madun yang mendengar tabrakan , langsung pergi ke tempat kejadian

dengan membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Di tempat kejadian

terlihat sang sopir , laki – laki 28 tahun tergeletak dan merintih , mengeluh

dadanya sesak , nyeri dada dan paha kanannya.

Melalui pemeriksaan sekilas , didapatkan gambaran :

- Pasien sadar terlihat bingung , cemas dan kesulitan bernafas

- Tanda vital : laju respirasi : 40 x/menit , nadi : 110x/menit ; lemah , TD :

90/50 mmHg

- Wajah dan bibir terlihat kebiruan

- Kulit pucat , dingin , berkeringat dingin

- GCS : 13 ( E : 3 , M : 6 , V : 4 )

Setelah melakukan penanganan seadanya , Dr. Madun langsung membawa

sang sopir ke UGD.

Hasil Pemeriksaan Fisik (setelah Secondary Survey)

Kepala :

Luka lecet didahi dan pelipis kanan , diameter 2 – 4 cm

1

Page 2: Tension Pneumothorax

Leher :

Inspeksi :

- Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi nafas

40x/menit

- Tampak memar di sekitar dada kanan bawah sampai ke samping

- Deviasi trakea ke kiri

- Distensi JVP

Auskultasi :

- Bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas

- Bunyi jantung terdengar jelas, cepat (HR: 110x/menit)

Palpasi :

- Nyeri tekan pada dada kanan bawah, sampai ke samping

- Krepitasi pada costae 9, 10, 11 kanan depan.

Perkusi :

- Kanan hipersonor, kiri sonor

Abdomen :

Inspeksi : dinding perut datar

Auskultasi : Bising usus normal

Palpasi: Nyeri tekan (-)

Ekstremitas

Paha kanan :

Inspeksi :

- Tampak deformitas, memar, hematom pada paha tengah kanan

Palpasi

- Nyeri tekan, krepitasi (tidak boleh diperiksa)

- ROM

Pasif: limitasi gerakan

Aktif: limitasi

2

Page 3: Tension Pneumothorax

I. Klarifikasi Istilah

1. UGD : Unit kesehatan yang menangani kasus emergensi

2. Trauma : Cedera fisik maupun psikis

3. Sesak : Kesulitan bernafas akibat adanya gangguan

insprisi atau pun ekspirasi

4. Nyeri : Sensasi yang tidak menyenangkan yang

5. Bingung : orientasi yang terganggu dalam hal waktu atau

orang. Kadang-kadang disertai gangguan kesadaran

6. Cemas : perasaan keprihatinan ketakpastian dan ketakutan

tanpa stimulus yang jelas. Dikaitkan dengan perubahan fisiologis.

7. Wajah dan bibir kebiruan : sianosis sentral, tanda hipoksia lanjut.

8. Kulit pucat : kurangnya perfusi oksigen ke jaringan perifer.

9. Kulit dingin : suhu kulit dibawah normal (<36,5oC)

10. GCS : Skoring untuk menilai derajat kesadaran

II. Identifikasi Masalah

1. Kecelakaan mobil pick-up yang melaju dengan kecepatan tinggi

menabrak tiang listrik sampai bengkok, bagian depan mobil

hancur, kaca pecah terjadi di sekitar PKM rawat inap dengan

pelayanan UGD fasilitas lengkap yang berada di Jl. Lintas

Sumatera (40 km dari Palembang). Satu-satunya korban adalah si

sopir yang terlempar keluar

2. Korban tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di

dada dan pahha kanannya.

3. dr. Madun langsung ke TKP dengan membawa peralatan

tatalaksana trauma.

4. Hasil pemeriksaan sekilas :

- Pasien sadar terlihat bingung , cemas dan kesulitan bernafas

- Tanda vital : laju respirasi : 40 x/menit , nadi : 110x/menit ;

lemah , TD : 90/50 mmHg

3

Page 4: Tension Pneumothorax

- Wajah dan bibir terlihat kebiruan

- Kulit pucat , dingin , berkeringat dingin

- GCS : 13 ( E : 3 , M : 6 , V : 4 )

5. Penanganan seadanya saat di UGD serta hasil secondary survey.

III. Analisis Masalah

1 Apa saja kemungkinan trauma yang diderita korban?

Jawab:

Dalam kasus ini, korban terlempar keluar kendaraan sehingga

memungkinkan terjadinya semua jenis perlukaan atau trauma ( trauma

kapitis, trauma thoraks, trauma abdomen, trauma

muskuloskeletal,fraktur pelvis )

2a. Bagaimana interpretasi merintih yang dialami korban pada kasus

ini?

Jawab:

Merintih merupakan suatu tanda bahwa pasien mengalami nyeri dan

pasien masih dalam kondisi yang sadar.

b. Bagaimana mekanisme sesak nafas pada kasus ini?

Jawab:

Kecelakaan à dada membentur setir à trauma tumpul pada thorax

à Robekan pada pleura viseralis dan dinding alevolus à Membentuk

suatu fistula yang mengalirkan udara ke cavitas pleura à ketika

4

Page 5: Tension Pneumothorax

bernapas terjadi (one-way valve) à cavitas pleura penuh udara à

alveolus paru2 kolaps à kompensasi àsesak napas

c. Bagaimana mekanisme nyeri dada kanan pada kasus ini?

Jawab:

Trauma tumpul à fraktur costae 9, 10, 11 à pembuluh darah pecah

(hematoma) à iritasi syaraf à nyeri

Semakin banyak udara di pleura, tekanan semakin positif dan

peregangan ujung-ujung syaraf yang terdapat pada pleura

menyebabkan rasa nyeri

d. Bagaimana mekanisme nyeri paha kanan pada kasus ini?

Jawab:

trauma à fraktur femoralis (deformitas) à memar & hematoma à

pembuluh darah menekan nevus femoralis à sakit saat ditekan à

limitasi gerakan

e. Bagaimana cara yang tepat untuk memindahkan korban dari TKP

agar tidak terjadi komplikasi dari trauma yang dialami pasien?

Jawab:

Primary survey:

1. A : Airway dengan control servikal

penilaian

-mengenal patensi airway

-penilaian cepat akan adanya obstruksi

5

Page 6: Tension Pneumothorax

pengelolaan-mengusahakan airway

- pasang colar neck dan spine board jika tersedia

-melakukan chin lift/ jaw thrust

-membersihkan airway dari jalan nafas

menjaga leher dalam posisi netral, bila perlu secara manual

2. Breathing: dengan Ventilisasi

penilaian

-buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala

-tentukan laju dan dalamnya pernafasan

-inspeksi dan palpasi leher dan thorax untuk adanya deviasi trakea

tanda-tanda cedera lainnya

-perkusi thorax untuk menetukan redup dan hipersonor

-auskultasi torak bilateral

pengelolaan

-menghilangkan tension pneumothorax (needle decompresion ICS 2

Midclavicula)

3. Circulation

penilaian

A. volume darah dan cardiac output:

a. Tingkat kesadaran : penderita sadar

b. warna kulit : pucat serta wajah dan bibir :

kebiruan

c. nadi : 110x/menit dan lemah

6

Page 7: Tension Pneumothorax

B. perdarahan : ektremitas bawah kanan tengah femoral

pengelolaan

adanya perdarahan internal : bidai

4. Disability à tingkat kesadaran : pasien sadar

3. Apa saja standar minimal peralatan tatalaksana yang harus dibawa

saat menangani pasien trauma?

Jawab:

Beberapa peralatan dan obat-obatan yang minimal dibutuhkan sebagai pertolongan pertama dalam penatalaksanaan kedaruratan medic ialah :

Peralatan

1. Pembalut biasa

2. Kasa steril

3. Pembalut segitiga

4. Plester

5. Kapas

6. Tourniquet

7. Alat suntik

8. Alat-alat bedah sederhana

9. Alat infuse dan transfuse

7

Page 8: Tension Pneumothorax

10.Tensi

11. Collar neck

12. Spine board

13. Bidai

Obat-obatan

1. Obat-obat antiseptic

2. Obat-obat suntikan

Adrenaline, 1 mg/ml

Aminophylline, 250 mg/10 ml

Ampicillin, 250 mg/ dan 500 mg

Atropine sulphate, 0,6mg/ml

Chlorpheniramine maleate, 10mg/ml

Chlorpromazine, 50mg/2ml

Dextrose 50%, 20 ml

Diazepam, 10mg/2ml

Digoxin, 0,5mg/2ml

Ergometrine, 0,5mg/ml

Ethyinoradrenaline, 2mg/ml

Furosemide, 20mg/2ml

Hydrocortisone sodium succinate, 100mg

Hyoscine N-butylbromide 20mg/ml

Morphine sulfate, 15mg/ml

Penicillin G, 1mega U (600mg)

Pentazocine 45 mg/1,5 ml dan 60 mg/2ml

8

Page 9: Tension Pneumothorax

Pethidine HCl, 100mg/2ml

Phenobarbitone sodium, 200mg/ml

Phytomenadione 10mg/ml

Salbutamol 0,5mg/ml

Trifulpromazine, 20mg/ml

Aquadestilata

4. Apa interpretasi dan mekanisme dari pemeriksaan sekilas?

a. Pasien sadar, bingung, cemas, sulit bernafas

Jawab:

Sesuai dengan GCS pasien masih dinyatakan sadar walau tidak

kompos mentis, bingung, cemas, dan sulit bernafas diakibatkan dari

hipoksia.

b. Vital sign = RR: 40x menit. Nadi: 110x/menit dan lemah. Tensi:

90/50 mmHg)

Jawab:

Laju respirasi

40x/menit

16-24x/menit takipnea à merupakan kompensasi

tubuh karena hipoksia

Heart rate 110x/menit

60-100x/menit takikardia merupakan kompensasi tubuh

untuk mempertahankan cardiac output

guna memenuhi kebutuhan O2 tubuh

Tekanan darah 90/50 mmHg

N=120/80 mmHg

hipotensi dikarenakan tension

pneumothoraksàtekanan intratorakal

9

Page 10: Tension Pneumothorax

meningkatàpenekanan pada vena cava

inferior dan superioràaliran darah balik

ke jantung turunà preload turunà

afterload turunà hipotensi.

Selain itu, hipotensi pada kasus juga

dapat disebabkan karena banyaknya

perdarahan yang terjadi akibat multiple

trauma (terutama akibat perdarahan di

abdomen dan femur)

c. Wajah dan bibir terlihat biru

Jawab:

Wajah dan bibir terlihat kebiruan

tanda lanjut

hipoksia pada

trauma

CO berkurang à jaringan tidak

mendapat pasokan darah dengan baik

à wajah dan bibir biru

d. Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin

Jawab:

Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin

dikarenakan CO (Cardiac Output) yang

turun sehingga kompensasi dengan

mengurangi perfusi ke jaringan perifer

seperti kulit untuk mempertahankan

perfusi ke otak, jantung, dan ginjalà

vasokontriksi perifer, aktifitas saraf

simpatis à kulit pucat, dingin, keringat

10

Page 11: Tension Pneumothorax

dingin

e. GCS : 13 ( E = 3, M = 6, V = 4)

Jawab:

GCS 13 menunjukkan adanya cedera otak sedang. Variabel E = 3

( eye ) menunjukkan respon buka mata terhadap cedera. Variabel M

= 6 ( motorik ) menunjukkan bahwa pasien dapat mengikuti perintah.

Variabel V = 4 ( verbal ) menujukkan pasien masih berbicara namun

sudah meracau atau bingung.

6. Penanganan apa yang harus diberikan pada korban (sudah di UGD)

Jawab:

Prinsip tatalaksana di UGD

11

Page 12: Tension Pneumothorax

1.      Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan

di tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas terjaga.

Pemasangan IV line tetap.

2.      Re-evaluasi :

·         Laju nafas

·         Suhu tubuh

·         Pulse oksimetri à saturasi O2

·         Pemasangan kateter folley (kateter urin)

·         NGT  bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)

·         Bersihkan dengan antiseptic  luka memar dan lecet bila ada lalu

kompres dan obati

pneumothoraks

Lakukan tube thoracostomy / WDS (water sealed drainage,

merupakan tatalaksana definitif tension pneumothorax), (Continous

suction)

Teknik pemasangan

1.      Bila mungkin pasien dalam posisi duduk/ setengah duduk/ tiduran

dengan sedikit miring ke sisi yang sehat

2.      Tentukan tempat untuk pemasangan WSD. Di kanan pada sela iga

ke-7 atau ke-8.

3.      Tentukan kira-kira tebal dinding thoraks

4.      Secara streril diberi tanda pada selang WSD dari lubang terakhir

sela WSD setebal dinding thoraks; mis dengan ikatan benang

5.      Cuci tempat yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan

cairan antiseptic

6.      Tutup dengan duk steril

7.      Daerah tempat masuk selang WSD dan sekitarnya dianestesi local

di atas tepi iga secara infiltrasi dan blok (berkas neurovaskular)

8.      Insisi kulit subkutis dan otot dada di tengah sela iga

12

Page 13: Tension Pneumothorax

9.      Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura

10.  Dengan klem arteri lurus lubang di perlebar secara tumpul

11.  Selang WSD diklem dengan arteri klem dan di dorong masuk ke

rongga pleura dengan sedikit tekanan

12.  Fiksasi selang WSD sesuai dengan tanda tadi

13.  Daerah luka dibersihkan dan diberi salep steril agar kedap udara

14.  Selang WSD disambung dengan botol WSD steril

15.  Bila mungkin pasang penghisap kontinu dengan tekanan -24

sampai -32 cm H2O

7. Hasil secondary exam. Interpretasi dan mekanisme:

a. Kepala : ada jejas dengan luka lecet terbuka di dahi dan pelipis

(panjang 2-4cm, lebar 0,5-1cm)

Jawab

Menandakan adanya trauma tumpul. Dapat dijadikan indikasi adanya

trauma cavitis.

(GCS 13: ada cedera kepala sedang)

b. Leher: (+) deviasi trakea ke arah kiri, (+) JVP distensi

Jawab:

Trauma toraks à kebocoran udara di paru-paru à masuk ke

rongga pleura (terjebak) à meningkatkan tekanan intrapleural à

paru kolaps à menghambat pengembalian darah vena ke jantung

à distensi JVP

13

Page 14: Tension Pneumothorax

Tension pneumothorax tekanan udara yang tinggi menekan

kesegala arah trakea terdorong ke arah kontralateral

c. thorax : memar di dada kanan bawah hingga samping.

Pergerakan dinding dada asimetris. Nafas dada kanan tertinggal.

Auskultasi dada kanan melemah dan hipersonor saat diperkusi.

Jawab:

Trauma toraks à kebocoran udara di paru-paru à masuk ke

rongga pleura (terjebak) à memperbesar dinding dada kanan à

asimetris à hipersonor saat diperkusi

d. ekstremitas: Paha kanan memar. (+) hematoma . Ada nyeri tekan

saat di palpasi. ROM: limitasi gerak aktif dan pasif. Tampak ada

deformitas

Jawab:

Nyeri, memar dan deformitas pada paha kanan memberikaan

diagnosis bahwa pasien ini mengalami fraktur femur kanan.

7. Apa kemungkinan diagnosa banding kasus ini?

Jawab:

KONDISI PENILAIANTension pneumothorax •  Deviasi Tracheal

•  Distensi vena leher•  Hipersonor•  Bising nafas (-)

Massive hemothorax •  ± Deviasi Tracheal•  Vena leher kolaps•  Perkusi : dullness•  Bising nafas (-)

 Cardiac tamponade •  Distensi vena leher•  Bunyi jantung jauh dan lemah

14

Page 15: Tension Pneumothorax

•  EKG abnormal

7. Bagaimana cara mendiagnosis kasus kasus ini?

Jawab:

Diagnosis tension pneumothorax ditegakkan secra klinis, dan terapi

tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologis.

Anamnesis

Riwayat trauma

Mekanisme trauma

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi:  dada cembung pada sisi yang sakit

Palpasi:  Fremitus turun sampai  hilang

Perkusi : Hipersonor

Auskultasi:   Suara napas lemah sampai hilang

Temuan Awal

Nyeri dada, sesak napas, cemas, takikardia, takipneu, hipersonor

pada dada yang sakit, suara napas yang mlemah sampai

menghilang

Temuan lanjut

Penurunan kesadaran, deviasi trakea ke arah kontralateral,

hipotensi, distensi vena leher, sianosis

15

Page 16: Tension Pneumothorax

Pemeriksaan lanjtan yang diperlukan

• Pemeriksaan Laboratorium : golongan darah dan cross

matching

• Pemeriksaan darah rutin : Hb, jumlah eritrosit, hematokrit,

jumlah leukosit, jumlah trombosit, MCV, MCHC,

elektrolit, dan analisa gas darah

• Tension pneumotoraks : Chest X ray untuk memastikan

pengembangan paru sudah optimal

• Fraktur costa dan fraktur femur : pemeriksaan X-ray

8. Apa diagnosis kerja kasus ini?

Jawab:

Tension Pneumotoraks dan Fraktur os. Femur

(penjelasan di sintesis)

16

Page 17: Tension Pneumothorax

9. Bagaimana patofisiologi kasus ini?

Jawab:

10. Bagaimana pentalaksanaan yang tepat untuk kasus ini?

Jawab:

Untuk Tension Pneumotoraks:

17

Page 18: Tension Pneumothorax

Breathing : Dekompresi : pasang chest tube ICS 5 di anterior

garis midclavicularis

Sirkulasi :

a. mengenal adanya perdarahan internal kebutuhan untuk

intervensi bedah, serta konsultasi bedah

b. memasang 2 kateter IV ukuran besar

c. mengambil sampel darah untuk pemeriksaan darah

rutin,analisis kimia, golongan darah dan cross-match, dan

analisis gas darah

d. memberikan cairan dengan cairan RL 2-3 L yang

dihangatkan

e. cegah hipotemia

Untuk Fraktur Femur:

Prinsip pengelolaan fraktur :

a. Mobilisasi harus mencakup sendi diatas dan dibawah

fraktur. Setelah dipasang bidai, status neurologi dan

vascular harus ditemukan.

b. Konsultasi bedah untuk pengobatan lebih lanjut.

Pengelolaan fraktur femur :

Imobilisasi sementara dengan traction splint. Traction splint

menarik bagian distal tungkai di atas kulit pergelangan kaki. Di

proksimal, traction splint didorong ke pangkal paha melalui ring

yang menekan bokong, perineum dan pangkal paha. Cara paling

sederhana adalah membidai tungkai yang trauma dengan tungkai

di sebelahnya.

Pemasangan Traction splint :

18

Page 19: Tension Pneumothorax

a. Pemasangan alat ini perlu dua orang, satu orang

mempertahankan posisi tungkai dan seorang lagi memasang

splint

b. Lepaskan pakaian, termasuk sepatu agar seluruh ektremitas

terlihat. Tutup luka dengan balut steril, dan periksa

neurovaskular distal

c. Bersihkan tonjolan tulang dan otot dari kotoran sebelum

memasang traksi. Catat jika ada tulang yang keluar dan

masuk ke jaringan lunak setelah ditraksi

d. Ukur panjang splint melalui kaki yang sehat. Bagian atas

dari ring diletakkan di bawah bokong dan tuberositas

iskhium. Bagian distal splint di bawah ankle sepanjang 15

cm. Strap dipasang untuk menahan paha dan betis

e. Femur diluruskan dengan menarik ankle, kemudian

diangkat dan splint diletakkan dibawahnya . Proximal splint

diletakkan pada tuberositas iskhium. Periksa ulang keadaan

neurovaskular distal tungkai yang mengalami cedera

f. Alat pengikat traksi dipasang di ankle dengan asisten tetap

mempertahankan tarikan tungkai dengan strap terbawah

lebih pendek dari atasnya

g. Pasang penarik ankle pada pengait traksi, asisten tetap

mempertahankan tarikan. Tarik traksi sampai tungkai stabil,

atau nyeri dan spasme otot yang hilang

h. Periksa status neurovaskular, jika perfusi distal menjadi

buruk setelah pemasangan traksi, lepaskan/kurang tarikan

i. Pasang strap

j. Status neurovaskular dievaluasi ulang secara terus menerus,

dan dicatat setiap tindakan manipulasi tungkai

k. Berikan pencegahan tetanus bila ada indikasi

19

Page 20: Tension Pneumothorax

11. bagaimana prognosis kasus ini?

Jawab:

Dubia ad bonam dengan penatalaksanaan kegawat daruratan yang

cepat dan tepat

12. Apa komplikasi yang dapat timbul pada kasus ini?

Jawab:

Komplikasi tension pneumothoraks :

kegagalan respirasi akut

pio-pneumothoraks

hidro-pneumothoraks

hemo-pneumothoraks

henti jantung paru

kematian

Koplikasi fraktur os femur :

Syok

Kecacatan (mal-union)

13. Bagaimana KDU kasus ini?

Jawab:

3b. Mampu mendiagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang yang diminta oleh dokter. Dokter

dapat memutukan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk

ke spesialis yang relevan

IV. Hipotesis

Seorang pria (28 tahun) mengalami tension pneumothorax, luka lecet

di kepala, dan fraktur femur

20

Page 21: Tension Pneumothorax

V. Sintesis

Tension Pneumothoraks

1. Pengertian

Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana

akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali

bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya

organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru

yang mengalami tekanan.

Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/ penimbunan udara di

ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi

bila salah satu rongga paru terluka, Sehingga udara masuk ke rongga

pleura dan udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa

dengan cepat menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps

kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan

ditangani. Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan

penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa

klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di

pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-

x dada.)

Etiologi

Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah

karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai

berikut:

21

Page 22: Tension Pneumothorax

Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu

pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk

(patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya

Tension Pneumotoraks)

Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat),

biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter

subklavia).

Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks

sederhana ke Tension Pneumotoraks

Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke

pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-

way katup

Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan

pneumothoraks

Patofisiologi

Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel, terjadi karena

mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke

dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga

pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam

rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir.

Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru

sehingga sering menimbulkan gagal nafas.

Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis

lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran

darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat

mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan

kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat

mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera

ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.

22

Page 23: Tension Pneumothorax

PATOFISIOLOGI DIAGRAM

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari tanda dan gejala yang muncul pada tension

pneumothoraks penting sekali untuk mendiagnosa dan mengetahui

kondisi pasien.

Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi,

hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang

sakit.

Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser

menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah

leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan

sianosis.)

Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang

berbahaya dan mematikan bila tidak dikenali dan ditatalaksana dengan

segera : dispnea, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks,

mediastinal shift.

Managemen / Penatalaksanaan

Prinsip :

1. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma

secara umum (primary survey – secondary survey).

23

Page 24: Tension Pneumothorax

2. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan

terapi secara konsekutif (berturutan)

3. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila

pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination,

portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan

dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.

4. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi

terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan

melakukan tindakan penyelamatan nyawa.

5. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan

bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.

6. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim

yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life

Support).

7. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway,

breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu

Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki

trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.

Primary Survey

Airway

Assessment :

perhatikan patensi airway

dengar suara napas

perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding

dada

Management :

24

Page 25: Tension Pneumothorax

inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift

dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas

re-posisi kepala, pasang collar-neck

lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral /

nasal)

Breathing

Assesment

Periksa frekwensi napas

Perhatikan gerakan respirasi

Palpasi toraks

Auskultasi dan dengarkan bunyi napas

Management:

Lakukan bantuan ventilasi bila perlu

Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension

pneumotoraks

Circulation

Assesment

Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi

Periksa tekanan darah

Pemeriksaan pulse oxymetri

Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)

Management

Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines

Torakotomi emergency bila diperlukan

25

Page 26: Tension Pneumothorax

Operasi Eksplorasi vaskular emergency

Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering

sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak

cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa

terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung.

Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan

“venous return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan

pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah

(hemodinamik).

Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan

meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan

menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan

pada ruang interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line.

Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan control

nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada) diantara anterior

dan mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi kalori tinggi protein

2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian dasar data Pasien

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat

b. Sirkulasi

Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama

jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya

penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan

dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).

26

Page 27: Tension Pneumothorax

c. Psikososial

Tanda : ketakutan, gelisah.

d. Makanan / cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.

e. Nyeri / kenyamanan

Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah

Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba

gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang

diperberat oleh napas dalam.

f. Pernapasan

Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas,

penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal

kuat, bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi à mengindikasikan

bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura), fremitus

menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan

palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat,

sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma :

penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi),

keganasan (mis. Obstruksi tumor).

g. Keamanan

Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

27

Page 28: Tension Pneumothorax

Pemeriksaan Diagnostik

a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area

pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.

b. GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang

dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan

mengkompensasi.

c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.

d. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah

Diagnosa Keperawatan

1. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru

(akumulasi udara/cairan), nyeri, ansietas

Ditandai : dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan,

penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal, gangguan pengembangan

dada, sianosis, GDA tak normal

2. Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan

keamanan/pencegahan.

Ditandai : dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan,

hilangnya suara nafas, pasien tidak kooperatif

3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d

kurang menerima informasi.

28

Page 29: Tension Pneumothorax

Ditandai : kurang menerima informasi, mengekspresikan masalah,

meminta informasi, berulangnya masalah.

Kesimpulan

Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh

akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses

penyakit atau cedera. Pneumotoraks dibagi menjadi Tension

Pneumothorax dan non-tension pneumathoraks. Semakin lama

tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan

melibihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura

ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.

Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering

sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak

cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa

terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung.

Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan

“venous return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan

pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah

(hemodinamik).

Pengertian Fraktur :

Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur

tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare

B.G,2001)

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.

( Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 )

Jenis Fraktur :

29

Page 30: Tension Pneumothorax

Agar lebih sistematis, jenis fraktur dapat dibagi berdasarkan :

Lokasi

Fraktur dapat terjadi pada tulang di mana saja seperti pada diafisis,

metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan

bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi.

Luas

Terbagi menjadi fraktur lengkap (komplit) dan tidak lengkap

(inkomplit). Fraktur tidak lengkap contohnya adalah retak.

Konfigurasi

Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal

(mendatar), oblik (miring), atau spiral (berpilin/ memuntir seputar

batang tulang). Jika terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka

dinamakan kominutif, jika satu bagian patah sedangkan sisi lainnya

membengkok disebut greenstick. Fraktur dengan fragmen patahan

terdorong kedalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah)

disebut depresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi

pada tulang belakang ) disebut kompresi.

Hubungan antar bagian yang fraktur

Antar bagian yang fraktur dapat masih berhubungan (undisplaced)

atau terpisah jauh (displaced).

Hubungan antara fraktur dengan jaringan sekitar

Fraktur dapat dibagi menjadi fraktur terbuka (jika terdapat hubungan

antara tulang dengan dunia luar) atau fraktur tertutup (jika tidak

terdapat hubungan antara fraktur dengan dunia luar).

30

Page 31: Tension Pneumothorax

Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :

Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.

Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang

ekstensif.

Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan

lunak ekstensif.

Etiologi :

Terjadinya fraktur akibat adanya trauma yang mengenai tulang yang

kekuatannya melebihi kekuatan tulang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur :

· Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang

mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang.

· Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi

energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.

Pengkajian

31

Page 32: Tension Pneumothorax

Riwayat Penyakit :

Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme

terjadinya cidera, posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat

fraktur sebelumnya, pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi,

merokok, riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta riwayat penyakit

lainnya.

Pemeriksaan Fisik :

1. Inspeksi (look)

Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan,

rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka).

2. Palpasi (feel)

Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status

neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah

ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi

pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.

3. Gerakan (moving)

Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.

Pemeriksaan Penunjang :

1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai

fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :

Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.

Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.

32

Page 33: Tension Pneumothorax

Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang

cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan

dengan yang normal)

Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

Darah rutin,

Faktor pembekuan darah,

Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),

Urinalisa,

Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk

kliren ginjal).

3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi

kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.

Komplikasi :

Penyebab komplikasi fraktur secara umum dibedakan menjadi dua

yaitu bisa karena trauma itu sendiri, bisa juga akibat penanganan

fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.

Kompikasi Umum :

Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik

(karena nyeri yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi

pernafasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama

pasca trauma, dan setelah beberapa hari atau minggu dapat terjadi

gangguan metabolisme yaitu peningkatan katabolisme, emboli lemak,

tetanus, gas ganggren, trombosit vena dalam (DVT).

33

Page 34: Tension Pneumothorax

Komplikasi Lokal :

Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma

disebut komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu

pasca trauma disebut komplikasi lanjut.

Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :

Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.

Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.

Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.

Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.

Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang

fraktur.

Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.

Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.

Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema.

Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot,

Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat

sehingga mengganggu aliran darah.

Penatalaksanaan :

Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:

1. Mengurangi rasa nyeri,

Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang 

hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri

dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik

imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.

34

Page 35: Tension Pneumothorax

2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal,

sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi

yang bersifat sementara saja.

3. Membuat tulang kembali menyatu

Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan

akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.

4. Mengembalikan fungsi seperti semula

Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi

otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut

diperlukan upaya mobilisasi.

Proses Penyembuhan Tulang :

Fase Inflamasi :

Fase ini berlangsung mulai terjadinya fraktur hingga kurang lebih satu

sampai dua minggu. Peningkatan aliran darah menimbulkan hematom

diikuti invasi sel-sel peradangan yaitu neutrofil, makrofag, sel fagosit,

osteoklas, yang berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik,

yang akan mempersiapkan fase reparatif. Jika dirontgen, garis fraktur

lebih terlihat karena telah disingkirkannya material nekrotik.

Fase Reparatif :

Dapat berlangsung beberapa bulan. Ditandai dengan diferensiasi dari

sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur diisi oleh kondroblas

dan fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Pada awalnya

terbentuk kalus lunak, terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago

35

Page 36: Tension Pneumothorax

dengan sejumlah kecil jaringan tulang. Osteoblas mengakibatkan

mineralisasi kalus lunak menjadi kalus keras serta menambah

stabilitas fraktur. Jika dirontgen maka garis fraktur mulai tidak

tampak.

Fase Remodeling :

Fase ini bisa membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga tahunan

untuk merampungkan penyembuhan tulang, yang meliputi aktifitas

osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan

immatur agar menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga

menambah stabilitas daerah fraktur.

36

Page 37: Tension Pneumothorax

Daftar Pustaka

2004. ATLS for Doctors. Amerika Serikat

1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC

Purwadianto, Agus dan Budi Sampurna. 2000. Kedaruraan Medik. Jakarta Barat:

Binarupa Aksara

37