TEKNIK PENDUGAAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAN...

14
13 TEKNIK PENDUGAAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAN UPAYA KONSERVASI VEGETATIF MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SISTIM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) (Studi Kasus Bencana Longsor di Kecamatan Panti Kabupaten Jember) Totok Dwi Kuryanto*) ABSTRAK Akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor terjadi lagi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember telah menyebabkan kerugian material dan korban jiwa. Harian Jawa Pos (Edisi Januari 2009), bencana terjadi diduga akibat peralihan fungsi hutan lindung yang ditanami jagung dan kopi serta adanya pembalakan liar. Menurut informasi Satkorlak Bencana Kabupaten Jember (2009), saat ini terdapat sekitar 8.936 hektare hutan gundul maka tatkala turun hujan secara otomatis terjadi longsor. Kerusakan yang paling parah berupa kerusakan infrastruktur berupa terlepasnya struktur lapisan jalan aspal dan putusnya beberapa jembatan. Kegiatan antisipasi sebelum terjadi bencana perlu dilakukan guna meminimalisir kerugian yang terjadi, yaitu dengan pemetaan kawasan bencana longsor. Penataan kawasan yang sudah ada saat ini (perubahan tata guna lahan dari hutan menjadi tanaman jagung dan kopi) perlu dikaji ulang, dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh sebuah penataan kawasan yang aman terhadap bahaya bencana longsor. Adapun tujuan penelitian tahun ke-1 yaitu diperolehnya zonasi kawasan daerah bencana longsor termasuk tingkat bahayanya (tingkat bahaya erosi), sedangkan tujuan tahun ke-2 yaitu rekayasa teknik konservasi vegetatif dengan memanfaatkan teknologi sistim informasi geografi (SIG). Dengan menggunakan persamaan USLE berbasis sistim informasi geografis (GIS) telah dlakukan overlay peta kemiringan lereng (LS), peta tata guna lahan & manajemen pengelolaan tanaman (CP) dan peta jenis tanah (K) sehingga peta zona sebaran erosi atau longsor tanah termasuk tingkat bencana erosi (TBE) di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Adapun besaran nllai erosi tanah berkisar antara antara 1,14 – 248,32 ton/ha/tahun dengan 32% wilayah memliki tingkat bahaya erosi (TBE) rendah, sedangkan 62% wilayah memiliki TBE sedang dan 5% wilayah memiliki TBE tinggi. Kata kunci : bencana, longsor, konservasi, TBE PENDAHULUAN Peningkatan aliran permukaan (surface run off) menyebabkan pengangkutan lapisan tanah yang diistilahkan dengan peristiwa erosi. Menurut Arsyad (1989), Peristiwa erosi yang terjadi secara terus menerus pada daerah dengan topografi curam dapat menyebabkan bencana longsor. Disamping itu akan peristiwa erosi juga menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah karena lapisan atas tanah (top soil) ikut terangkut saat terjadi aliran permukaan (surface run off). Lapisan tanah yang terangkut saat terjadi erosi akan masuk kedalam aliran sungai sehingga menyebabkan pendangkalan sungai dan pada jangka panjang dapat menganggu sistem operasional jaringan irigasi dan penurunan fungsi bangunan air, seperti penurunan usia guna waduk, berkurangnya efektifitas Kantong Lumpur dan penurunan kapasitas tampung saluran irigasi. Bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor selama ini telah menimbulkan kerugian yang cukup besar. Bencana banjir dan longsor yang diakibatkan oleh berkurangnya vegetasi dan peningkatan aliran permukaan (surface run off) telah menyebabkan korban jiwa, kehilangan harta tak terkira dan lebih parah lagi telah merusak fasilitas dan bangunan irigasi. penurunan ketersediaan air tentunya akan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi keberlanjutan kehidupan manusia, diantaranya penurunan produksi pertanian dan berkurangnya kegiatan usaha perikanan. Bencana kekeringan yang diakibatkan penurunan ketersediaan air tentunya akan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi keberlanjutan kehidupan manusia, diantaranya penurunan produksi pertanian dan berkurangnya kegiatan usaha perikanan.

Transcript of TEKNIK PENDUGAAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAN...

13

TEKNIK PENDUGAAN KAWASAN BENCANA LONGSORDAN UPAYA KONSERVASI VEGETATIF

MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SISTIM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)(Studi Kasus Bencana Longsor di Kecamatan Panti Kabupaten Jember)

Totok Dwi Kuryanto*)

ABSTRAKAkibat bencana banjir bandang dan tanah longsor terjadi lagi di Kecamatan Panti Kabupaten

Jember telah menyebabkan kerugian material dan korban jiwa. Harian Jawa Pos (Edisi Januari 2009), bencana terjadi diduga akibat peralihan fungsi hutan lindung yang ditanami jagung dan kopi serta adanya pembalakan liar. Menurut informasi Satkorlak Bencana Kabupaten Jember (2009), saat ini terdapat sekitar 8.936 hektare hutan gundul maka tatkala turun hujan secara otomatis terjadi longsor. Kerusakan yang paling parah berupa kerusakan infrastruktur berupa terlepasnya struktur lapisan jalan aspal dan putusnya beberapa jembatan. Kegiatan antisipasi sebelum terjadi bencana perlu dilakukan guna meminimalisir kerugian yang terjadi, yaitu dengan pemetaan kawasan bencana longsor. Penataan kawasan yang sudah ada saat ini (perubahan tata guna lahan dari hutan menjadi tanaman jagung dan kopi) perlu dikaji ulang, dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh sebuah penataan kawasan yang aman terhadap bahaya bencana longsor. Adapun tujuan penelitian tahun ke-1 yaitu diperolehnya zonasi kawasan daerah bencana longsor termasuk tingkat bahayanya (tingkat bahaya erosi), sedangkan tujuan tahun ke-2 yaitu rekayasa teknik konservasi vegetatif dengan memanfaatkan teknologi sistim informasi geografi (SIG). Dengan menggunakan persamaan USLE berbasis sistim informasi geografis (GIS) telah dlakukan overlay peta kemiringan lereng (LS), peta tata guna lahan & manajemen pengelolaan tanaman (CP) dan peta jenis tanah (K) sehingga peta zona sebaran erosi atau longsor tanah termasuk tingkat bencana erosi (TBE) di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Adapun besaran nllai erosi tanah berkisar antara antara 1,14 – 248,32 ton/ha/tahun dengan 32% wilayah memliki tingkat bahaya erosi (TBE) rendah, sedangkan 62% wilayah memiliki TBE sedang dan 5% wilayah memiliki TBE tinggi.

Kata kunci : bencana, longsor, konservasi, TBE

PENDAHULUANPeningkatan aliran permukaan (surface run off) menyebabkan pengangkutan lapisan

tanah yang diistilahkan dengan peristiwa erosi. Menurut Arsyad (1989), Peristiwa erosi yang terjadi secara terus menerus pada daerah dengan topografi curam dapat menyebabkan bencana longsor. Disamping itu akan peristiwa erosi juga menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah karena lapisan atas tanah (top soil) ikut terangkut saat terjadi aliran permukaan (surface run off). Lapisan tanah yang terangkut saat terjadi erosi akan masuk kedalam aliran sungai sehingga menyebabkan pendangkalan sungai dan pada jangka panjang dapat menganggu sistem operasional jaringan irigasi dan penurunan fungsi bangunan air, seperti penurunan usia guna waduk, berkurangnya efektifitas Kantong Lumpur dan penurunan kapasitas tampung saluran irigasi. Bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor selama ini telah menimbulkan kerugian yang cukup besar. Bencana banjir dan longsor yang diakibatkan oleh berkurangnya vegetasi dan peningkatan aliran permukaan (surface run off) telah menyebabkan korban jiwa, kehilangan harta tak terkira dan lebih parah lagi telah merusak fasilitas dan bangunan irigasi. penurunan ketersediaan air tentunya akan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi keberlanjutan kehidupan manusia, diantaranya penurunan produksi pertanian dan berkurangnya kegiatan usaha perikanan. Bencana kekeringan yang diakibatkan penurunan ketersediaan air tentunya akan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi keberlanjutan kehidupan manusia, diantaranya penurunanproduksi pertanian dan berkurangnya kegiatan usaha perikanan.

14

Pada beberapa bulan yang lalu (Pertengahan Bulan Januari 2009) bencana banjir bandang dan tanah longsor terjadi lagi di Kabupaten Jember. Kerugian material akibat banjir dan longsor yang menimpa delapan desa di empat kecamatan Kabupaten Jember mencapai Rp 8 miliar dan memaksa sejumlah warga mengungsi. Harian Surya (Edisi Januari 2009) menyebutkan, adapun penyebab banjir diduga akibat peralihan fungsi hutan lindung yang ditanami jagung dan kopi serta adanya pembalakan liar. Sekitar 150 hektar hutan lindung milik Perhutani di Kecamatan Panti ditanami jagung oleh masyarakat dan puluhan hektar lainnya ditanami kopi dari total luas hutan lindung 580 hektar. Maka tatkala turun hujan deras mudah menimbulkan longsor akibatnya air bah bercampur lumpur datang dari kawasan hutan gundul di pegunungan Baban Silosanen Kecamatan Panti, lumpur menggelontor ke Kali Mayang, yang menerjang pemukiman penduduk serta lahan pertanian. Menurut informasi Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam Kabupaten Jember, saat ini terdapat sekitar 8.936 hektare hutan gundul. Saat musim hujan, hutan tersebut secara otomatis rawan longsor. Kerusakan yang paling parah berupa terlepasnya struktur lapisan jalan aspal dan putusnya beberapa jembatan.

Maka langkah antisipasi perlu dilakukan, yaitu dengan melakukan zonasi atau pemetaan terhadap wilayah bencana. Menurut Rizal, Nanang (2006), kemajuan di bidang sistem informasi saat ini yang digabungkan dengan landasan-landasan teoritis di bidang teknik sumberdaya air dan konsep pengelolaan tanah yang didukung ketersediaan data-data yang dapat dengan mudah di akses dari internet, kawasan rawan bencana dapat dideteksi dengan baik, disamping itu tingkat kerawanan terhadap bencana dapat juga ditentukan.Hasil dari proses analisis selanjutnya dipetakan sehingga diperloleh peta kawasan atau wilayah rawan bencana dengan tingkat bahayanya. Selanjutnya dapat dijadikan acuan dalam kegiatan antisipasi dan penanganan bencana berikutnya sekaligus sebagai acuan dalam pola pemanfaatan atau dalam penyusunan tata ruang.

Pada wilayah yang rawan bencana longsor khususnya Kecamatan Panti Kabupaten perlu segera dilakukan pendugaan zona kawasan bahaya longsor. Menurut Rizal, Nanang (2007), hasil pendugaan disajikan dalam bentuk peta rawan bencana longsordengan tingkat bahaya atau resikonya. Adanya peta atau zona kawasan bencana longsordiharapkan dapat memudahkan berbagai pihak dalam mengantisipasi bencana, sehingga kerugian berupa korban jiwa dan harta benda dapat di-minimalisir. DPR/DPRD dan pemerintah juga dapat menggunakan hasil kajian ini sebagai referensi guna mematangkan gagasan dana kontingensi / dana perimbangan bencana. Peta bencana longsor dengan tingkat resiko bencana juga dapat digunakan sebagai referensi dalam menghitung resiko (dan berarti besar premi), ataupun referensi dalam menghitung klaim pasca bencana.

Adapun tujuan dari penelitian tentang pendugaan kawasan bencana longsor dan teknik konservasi dengan teknologi sistim informasi geografi di Kawasan Kecamatan Panti Kabupaten Jember adalah Mengetahui zona atau peta kawasan bencana longsor di Kecamatan Panti Kabupaten Jember dengan sebaran tingkat bahayanya menggunakan menggunakan Teknologi Sistem Informasi Geografi (GIS) dan Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya bencana longsor di Kecamatan Panti Kabupaten Jember.

1. HidrologiSebagaimana diketahui bahwa karakteristik hujan untuk suatu daerah akan sangat

berbeda dengan daerah lainnya, dengan demikian untuk dapat memperkirakan besarnya curah hujan yang akan terjadi pada suatu daerah, hanya dapat dilakukan berdasarkan pengukuran-pengukuran besarnya curah hujan pada waktu tertentu dimasalah lalu (data Historis) dengan menggunakan alat penakar curah hujan pada stasiun/pos tertentu.

15

Data ini dikumpulkan dari stasiun hujan yang ada dan berpengaruh pada daerah kajian. Dari data-data pengamatan pada masing-masing stasiun dihitung curah hujan rata-rata daerah ( Rainfall area ). Curah hujan ini dipakai dalam perhitungan curah hujan rancangan maksimum. Dalam perhitungan curah hujan rancangan maksimum digunakan analisa frekuensi yang sesuai dengan data yang diperoleh. Untuk mengetahui kebenaran dari analisa frekuensi yang digunakan,maka diperlukan uji kecocokan distribusi frekuensi.

(Subarkah, 1980) Untuk melengkapi data curah hujan yang hilang, kita dapat mengadakan perkiraan dengan menggunakan data hujan dari tiga tempat pengamatan yang berdekatan dan atau mengelilingi tempat pengamatan yang datanya tidak lengkap. Kalau selisih antara hujan–hujan tahunan normal dari tempat pengamatan yang datanya tidak lengkap tersebut kurang dari 10 % maka perkiraan data yang hilang boleh diambil dari harga rata–rata hitung (Aritmatic Mean) data tempat pengamatan yang mengelilinginya, dengan persamaan sebagai berikut :

3CBA rrr

r

Kalau selisih data antara hujan–hujan tahunan normal dari tempat pengamatan yang datanya tidak lengkap tersebut lebih dari 10 % maka perkiraan data yang hilang dihitung dengan menggunakan Metode Rasio Normal sebagai berikut :

C

CB

BA

A

rR

Rr

R

Rr

R

Rr

3

1

dimana : R = Curah hujan rata setahun di tempat pengamatan R yang datanya

hilangrA, rB, rC = Curah hujan di tempat pengamatan RA, RB, RC pada waktu yang

sama dengan pengamatan hujan r.RA, RB, RC = Curah hujan rata–rata setahun di tempat pengamatan A, B dan C.

2. Peristiwa Erosi atau LongsorErosi atau Longsor berasal dari kata erodore (latin) yang berarti penggundulan atau

pelenyapan. Erosi atau Longsor menurut Utomo (1989) adalah peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkuit ketempat yang lain, baik disebabkan oleh pergerakan air ataupun angin.

Proses Erosi meruapan kombinasi antara dua sub proses yaitu (1) penghancuran struktur tanah oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah (dh), peredaman oleh air yang tergenang (proses dispersi), dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan (Th) dan (2) penghancuran struktur tanah (DI) diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut (TI) oleh air yang mengalir di permukaan tanah (Arsyad, 1989).

Ada beberapa cara pendugaan erosi baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa peneliti menduga besarnya erosi di suatu lokasi ata tempat dengan menampung aliran permukaan pada bak penampung tanah setiap kejadian hujan. Selain itu ada yang melakukan pendugaan dengan mengukur besarnya muatan suspensi yang terbawa oleh aliran sungai saat terjadi hujan.

Wischmeier dan Smith (1958) mengemukakan bentuk persamaan yang dikenal dengan Universal Soil Loss Equation (USLE) atau dalam istilah Indonesia disebut Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT). Persamaan tersebut adalh (Suripin, 2001) :

Ea = R x K x LS x C x Pdengan :

Ea = banyaknya tanah yag tererosi (ton/ha/tahun)R = faktor indeks erosivitas hujan (KJ/ha)

16

K = faktor erodibilitas tanah (ton/KJ)LS = faktor panjang dan kemiringan lerengC = faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanamanP = faktor tindakan konservasi praktis

a. Erosivitas Hujan (R)Erosivitas hujan merupakan sifat curah hujan yang dipandang sebagai energi kinetik butir-butir hujan yang menumbuk permukaan tanah. Sebagai akibat jatuhnya massa air ke permukaan tanah, maka akan menyebabkan terjadinya erosi. Makin besar intensitas curah hujan maka jumlah tanah yang tererosi akan semakin besar.Faktor erosivitas dalam pendugaan besarnya erosi dapat dihitung dengan metode Arnoldus (1978) yang menggunakan Indeks Fourier (Utomo, 1994) :

F = Σ p2 x P-1

dengan :F = indeks erosivitas fourierp = jumlah rerata curah hujan bulanan (mm)P = jumlah rerata curah hujan tahunan (mm)

b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)Mudah atau tidaknya suatu tanah tererosi disebut erodibilitas tanah yang dalam persamaan umum kehilangan tanah diberi istilah erodibilitas tanah dengan simbol K. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah (Arsyad, 1989) yaitu :1. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas

menahan air.2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan

pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan.

c. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) merupakan nisbah besarnya erosi dari suatu lereng dengan panjang dan kemiringan tertentu terhadap besarnya erosi dari plot lahan. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh lereng terhadap erosi masih terbatas. Untuk lahan dengan derajat kemiringan dan panjang lereng yang sama, erosi dari lereng berbentuk cembung akan lebih besar apabila dibandingkan dengan erosi dari lereng berbentuk cekung. Dalam pendugaan erosi, Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) dapat dihitung dengan persamaan (Anonim, 1998) :

a) Untuk S < 20%

)076.053.076.0(

1002xSx

LLS

b) Untuk S > 20%4.16.0

91.22

Sx

LLS

dengan :LS = faktor panjang dan faktor kemiringan (%)L = panjang lereng (m)S = kemiringan lereng (%)

Tabel 2.1. Nilai erodibilitas tanah untuk beberapa jenis tanah

Sumber : Arsyad,1989 & Asdak, 1995

d. Faktor Pengelolaan Tanaman (C)Faktor Pengelolaan tanaman (C) menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan akibat suatu menejemen pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak dilakukan pengelolaan (tidak ditanami). berbagai manajemen pengelolaan tanaman berbagai hasil penelitian.

e. Faktor Konservasi (P)Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu lahan tanpa tindakan konservasi. Tujuan utama konservasi tanah adalah untuk mendapatkan tingkat keberlanjutan produksi lahan dengan menjaga laju kehilangan tanah tetap di bawah ambang batas yang dipbahwa laju erosi harus lebih kecil atau sama dengan laju pembentukan tanah. Karena erosi merupakan proses alam yang tidak dapat dihindari sama sekali khususnya untuk lahan pertanian, maka yang dapat dilakukayang dapat diterima (maksimum accetable limit

Nilai erodibilitas tanah untuk beberapa jenis tanah

Arsyad,1989 & Asdak, 1995

Faktor Pengelolaan Tanaman (C)Faktor Pengelolaan tanaman (C) menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan akibat suatu menejemen pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak dilakukan pengelolaan (tidak ditanami). Nilai Faktor Pengelolaan tanaman (C) untuk

rbagai manajemen pengelolaan tanaman ditentukan lebih lanjut yang bersumber pada

Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi. Tujuan utama konservasi tanah adalah untuk mendapatkan tingkat keberlanjutan produksi lahan dengan menjaga laju kehilangan tanah tetap di bawah ambang batas yang diperkenankan, yang secara teoritis dapat dikatakan bahwa laju erosi harus lebih kecil atau sama dengan laju pembentukan tanah. Karena erosi merupakan proses alam yang tidak dapat dihindari sama sekali khususnya untuk lahan pertanian, maka yang dapat dilakukan adalah mengurangi laju erosi sampai batas

maksimum accetable limit) (Suripin, 2001).

17

Nilai erodibilitas tanah untuk beberapa jenis tanah

Faktor Pengelolaan tanaman (C) menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan akibat suatu menejemen pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak

Nilai Faktor Pengelolaan tanaman (C) untuk yang bersumber pada

Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara besarnya tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada

lahan tanpa tindakan konservasi. Tujuan utama konservasi tanah adalah untuk mendapatkan tingkat keberlanjutan produksi lahan dengan menjaga laju kehilangan tanah

erkenankan, yang secara teoritis dapat dikatakan bahwa laju erosi harus lebih kecil atau sama dengan laju pembentukan tanah. Karena erosi merupakan proses alam yang tidak dapat dihindari sama sekali khususnya untuk

n adalah mengurangi laju erosi sampai batas

Tabel 2.3. Perkiraan nilai C x P dari berbagai jenis tanaman

Sumber : Arsyad,1989 & Asdak, 1995

Evaluasi potensi erosi dapat makro, meso, dan mikro. Pengamatan tingkat makro adalah evaluasi potensi regional, pengamatan tingkat meso adalah evaluasi potensi lokal, pengamatan tingkat mikro adalah evaluasi potensi setempat. Dari berbagapotensi erosi ditingkat makro (nasional) terutama disebabkan oleh iklim, sedangkan di tingkat meso (DAS, sub DAS, propinsi, kabupaten, kecamatan) potensi erosi disebabkan oleh kombinasi faktor iklim, topografi dan tanahdi tingkatan ini yaitu denklasifikasi kemampuan lahan. Pada tingkat mikro (evaluasi pada sebidang tanah) prediksi erosi dapat menggunakan metode USLE (Arsyad, 2000).

Menurut Hammer (19Indeks Bahaya (Ancaman) Erosi, dengan persamaan sebagai berikut :

Indeks Bahaya Erosi (IBE) =

Dengan :Erosi potensial = R.K. LS (ton/ha/th)T = erosi yang masih dapat dibiarka

Tabel 2.3. Perkiraan nilai C x P dari berbagai jenis tanaman

Arsyad,1989 & Asdak, 1995

Evaluasi potensi erosi dapat dilakukan pada semua tingkat pengamatan yaitu makro, meso, dan mikro. Pengamatan tingkat makro adalah evaluasi potensi regional, pengamatan tingkat meso adalah evaluasi potensi lokal, pengamatan tingkat mikro adalah evaluasi potensi setempat. Dari berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa potensi erosi ditingkat makro (nasional) terutama disebabkan oleh iklim, sedangkan di tingkat meso (DAS, sub DAS, propinsi, kabupaten, kecamatan) potensi erosi disebabkan oleh kombinasi faktor iklim, topografi dan tanah. Ada dua cara evaluasi di tingkatan ini yaitu dengan menggunakan persamaan USLE klasifikasi kemampuan lahan. Pada tingkat mikro (evaluasi pada sebidang tanah) prediksi erosi dapat menggunakan metode USLE (Arsyad, 2000).

Menurut Hammer (1981) dalam Arsyad (2000) bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya (Ancaman) Erosi, dengan persamaan sebagai berikut :

Indeks Bahaya Erosi (IBE) = T

potensialErosi.

Erosi potensial = R.K. LS (ton/ha/th)= erosi yang masih dapat dibiarkan/Edp (ton/ha/th)

18

Tabel 2.3. Perkiraan nilai C x P dari berbagai jenis tanaman

dilakukan pada semua tingkat pengamatan yaitu makro, meso, dan mikro. Pengamatan tingkat makro adalah evaluasi potensi regional, pengamatan tingkat meso adalah evaluasi potensi lokal, pengamatan tingkat mikro

i penelitian dapat disimpulkan bahwa potensi erosi ditingkat makro (nasional) terutama disebabkan oleh iklim, sedangkan di tingkat meso (DAS, sub DAS, propinsi, kabupaten, kecamatan) potensi erosi

. Ada dua cara evaluasi gan menggunakan persamaan USLE tau menggunakan

klasifikasi kemampuan lahan. Pada tingkat mikro (evaluasi pada sebidang tanah)

81) dalam Arsyad (2000) bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya (Ancaman) Erosi, dengan persamaan sebagai berikut :

n/Edp (ton/ha/th)

19

Dalam studi ini perhitungan IBE menggunakan erosi aktual yaitu faktor C dan P menggunakan nilai sesuai kenyataan di lapangan yang kemudian disimulasikan (tidak dianggap satu).

a. Sistim Informasi Geografis (SIG)Menurut Prahasta (2001), Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem berbasis

komputer yang memberi 4 (empat) kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi, yaitu meliputi pemasukan, pengolahan atau manajemen data (penyimpanan atau pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran. (Arronoff, 1989) Di dalam SIG data tersimpan dalam format digital, jumlah data yang besar dapat tersimpan dan diambil kembali secara cepat dan efisien. Keunggulan SIG lainnya adalah kemampuan memanipulasi data dan analisis data spasial dengan mengaitkan data atau informasi atribut untuk menyatukan tipe data yang berbeda kedalam suatu analisis tunggal.Mengacu kepada definisi-definisi diatas maka SIG dapat diuraikan menjadi 4 (empat) subsistem (Prahasta, 2001 : 59) yaitu :

1. Pemasukan data 2. Manajemen data 3. Manipulasi dan analisis data 4. Keluaran data.

Gambar 2.1. Subsistem-subsistem SIG

Fungsi analisis dan manipulasi yang merupakan bagian dari subsistem data manipulasi (manipulation and data analysis) ini berfungsi untuk menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG selain itu subsistem ini melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk keperluan informasi yang diharapkan.

Keluaran data dari SIG adalah seperangkat prosedur yang digunakan untuk menampilkan informasi dari SIG dalam bentuk yang disesuaikan dengan keinginan pengguna (Aronoff, 1989). Keluaran data dapat berbentuk softcopy maupun berbentuk hardcopy seperti tabel, grafik, peta. Apabila subsistem-subsistem di atas diperinci dengan berdasarkan uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada didalamnya maka subsistem SIG dapat digambarkan sebagai berikut :

SIG

Manipulasi datadan

Analisa

DataOutput

ManajemenData

DataInput

20

Gambar 2.2. Uraian subsistem-subsistem SIG

METODOLOGI PENELITIANPada tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan pengumpulan data sebagai berikut : Peta Kabupaten Jember dan Lokasi-Lokasi Bencana di Kecamatan Panti Peta rupa bumi digital dengan skala 1 : 25.000 Peta tata guna lahan wilayah Kabupaten Jember Peta jenis tanah wilayah Kabupaten Jember Data curah hujan dan pencatatan debit banjir dengan tahun pencatatan ± 20 tahun Studi-studi dan Laporan terdahulu berkaitan dengan bencana di Wilayah

Kabupaten JemberAdapun tahapan peneltian yang dilakukan adalah sebagai berikut :a. Digitasi Peta & Inputing data

Peta rupa bumi diolah untuk memperoleh batas-batas wilayah administrasi, sungai, jalan, dan tata guna lahan.

Dilakukan plotting titik-titik sebaran stasiun hujan termasuk luas daerah pengaruhnya.

Dilakukan overlay terhadap peta rupa bumi, peta tata guna lahan, dan sebaran luas daerah pengaruh hujan dalam program arc view setelah dieksport dalam format, SHP.

Melakukan outputing terhadap hasil overlay dalam bentuk data tekstual untuk keperluan analisa pendugaan erosi

b. Analisa Hidrologi Uji konsistensi data hujan bulanan dan tahunan dengan metode kurva massa

ganda. Jika data konsisten, dilakukan perhitungan curah hujan rerata harian, metode

yang dipilih disesuaikan dengan kondisi DAS, posisi dan jumlah stasiun hujan

Perhitungan erosivitas hujan.c. Analisa Pendugaan Erosi

Perhitungan faktor tingkat kemiringan lereng (LS) Perhitungan faktor erodibilitas tanah (K) Penentuan faktor manajemen pengelolaan tanaman (C) Penentuan faktor konservasi (P) Perhitungan tingkat laju erosi (Ea) Penentuan tingkat bahaya erosi (TBE)

T a b e l

C it ra S a te lit

P e ta T e m a t ik

D a ta D ig ita l

P e n g u k u ra nL a p a n g a n

L a p o ra n

D a ta L a in n y a

In fo rm a s iD ig ita l

(s o f tc o p y )

L a p o ra n

T a b e l

P e ta

O u tp u t

p ro c e s s in g

S to ra g e(d a ta b a s e )

R e tr ie v a lIn p u t

M a n a g e m e nD a tad a n

M a n ip u la s iO u tp u t

F o to u d a ra

D a ta In p u t

21

c. Mapping & Finalisasi Hasil Inputing hasil perhitungan laju erosi, tingkat bahaya erosi dan faktor

konservasi yang sudah disimulasikan ke dalam program sistim informasi geografi.

Dilakukan proses overlay untuk memperoleh tampilan hasil perhitungan laju erosi, tingkat bahaya erosi dan faktor konservasi yang sudah disimulasikan pada setiap wilayah studi .

Dilakukan koreksi ulang terhadap hasil tampilan berdasarkan catatan pengamatan bencana dilapangan.

Penentuan tingkat bahaya erosi (TBE) dan arahan-arahan tindakan konservasiberdasarkan besarnya laju erosi hasil koreksi lapangan.

Penyusunan peta kawasan bencana longsor dengan tingkat resiko bahaya. Penyusunan peta tindakan konservasi vegetatif Tampilan hasil mappping

Penelitian dilaksanakan di wilayah desa yang terkena dampak bencana banjir, yang meliputi Desa Suci, Desa Kemiri, Desa Panti, Desa Suci, Desa Gugut, Desa Glagah Wero, Desa Sukorambi, Desa Pakis dan Kelurahan Sempusari. Desa-desa tersebut diatas terletak di Kecamatan Panti dan Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember, adapun peta wilayah administratif desa bencana disajikan pada gambar 3.1.

HASIL DAN PEMBAHASANa. Analisis Curah Hujan

Konsistensi data hujan pada setiap stasiun hujan dapat diketahui dengan analisis lengkung massa ganda. Data yang tidak konsisten dapat ditunjukkan oleh penyimpangan

Gambar 3.1. Peta Sebaran Daerah Bencana Kabupaten Jember

22

garisnya dari garis trend. Pada analisa lengkung massa ganda ini biasanya dilakukan dengan menggunakan urutan kronologis mundur yaitu mulai dari tahun terakhir sebagai patokannya.

Berdasarkan hasil perhitungan lengkung massa ganda yang disajikan pada tabel 4.4sampai dengan 4.6 dan gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.3, menunjukkan bahwa data hujan yang digunakan dalam studi ini yaitu Stasiun Bintoro, Stasiun Tugusari dan Stasiun Darungan menunjukkan konsistensi dengan garis trend yang lurus atau tidak ada patahan. Secara statistik diperoleh koefisien korelasi yang cukup baik yaitu diatas 95%, yang berarti data-data tersebut dapat digunakan dalam perhitungan erosivitas.

b. Perhitungan Indeks Erosivitas (R)Erosivitas merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya erosi. Metode

yang digunakan dalam perhitungan indeks erosivitas ini adalah Metode Arnoldus. Data yang digunakan dalam Metode Arnoldus adalah curah hujan bulanan serta curah hujan tahunan. Indeks erosivitas dalam kajian ini dihitung per tahun selama 5 tahun pengamatan (2007 –2011).Contoh perhitungan indeks erosivitas pada tahun 2011 :

P = jumlah curah hujan bulanan= 334 mm

Tabel 4.1. Data Jumlah Curah Hujan Bulanan Stasiun Bintoro (mm)

Jumlah

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember CH

2007 30 240 95 211 25 40 30 35 0 47 275 280 1308

2008 303 221 449 115 150 0 0 35 0 190 235 496 2194

2009 440 185 120 80 75 25 0 0 25 25 220 125 1320

2010 346 213 251 164 302 0 0 0 90 157 245 249 2017

2011 350 200 277 132 153 32 0 0 5 147 279 418 1993

Tabel 4.2. Uji Konsistensi Data Hujan Stasiun Bintoro

Sta. Sta. Sta. Kumulatif Kumulatif

Bintoro Tugusari Darungan Sta Bintoro Rerata

2007 1308 1964 3194 2155 1308 2155

2008 2194 2530 3032 2585 3502 4741

2009 1320 2530 3032 2294 4822 7035

2010 2017 2530 3032 2526 6839 9561

2011 1993 2530 3032 2518 8832 12079

TahunCurah Bulananan (mm)

Tahun Rerata

y = 1.337x + 347.1R² = 0.997

02000400060008000

100001200014000

0 2000 4000 6000 8000 10000

Tabel 4.3. Data Jumlah Curah Hujan Bulanan Stasiun Darungan (mm)

Jumlah

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember CH

2007 264 386 500 554 164 150 118 2 0 117 230 709 3194

2008 412 351 530 120 90 0 0 0 0 481 444 604 3032

2009 346 213 251 164 302 0 0 0 90 157 245 249 2017

2010 346 213 251 164 302 0 0 0 90 157 245 249 2017

2011 363 227 214 326 209 0 0 0 0 99 397 295 2130

Tabel 4.4. Uji Konsistensi Data Hujan Stasiun Darungan

Sta. Sta. Sta. Kumulatif Kumulatif

Bintoro Tugusari Darungan Sta Darungan Rerata

2007 1308 1964 3194 2155 3194 2155

2008 3032 2530 3032 2865 6226 5020

2009 2017 2530 3032 2526 9258 7546

2010 2017 2530 3032 2526 12290 10073

2011 2130 2530 3032 2564 15322 12637

TahunCurah Bulanan (mm)

Tahun Rerata

y = 0.858x - 457.4R² = 0.999

02000400060008000

100001200014000

0 5000 10000 15000 20000

23

p2 = 111.556 mm2

p kemudian ditabelkan tiap bulan,dari Bulan Januari sampai Desember 2011p = jumlah p selama setahun

= 2.809,5 mmp2/P = indeks erosivitas = R

= 39,71 mm

c. Erodibilitas Tanah (K)Nilai erodibilitas tanah menggambarkan kepekaan jenis tanah terhadap erosi. Tanah

yang memiliki nilai K tinggi akan mudah tererosi daripada tanah dengan nilai K yang rendah. Suatu nilai erodibilitas tanah yang tinggi didapatkan pada jenis tanah yang mempunyai partikel yang cenderung halus, sedangkan tanah yang partikelnya cenderung kasar mempunyai nilai erodibilitas yang rendah. Penentuan nilai K didasarkan jenis tanah pada daerah kajian. Adapun jenis-jenis tanah pada daerah kajian disajikan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Jenis Tanah dan Luasannya di Kecamatan PantiNo Tanah_id Jenis Tanah Areal (m2)1 4 Asosiasi glei humus rendah dan aluvial kelabu 23.812.494.112

2 5 Asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu 74.554.227,982

3 6 Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat 82.792.114.651 (Sumber : Balai Pengelolaan DAS Bedadung dan Analisa Arc View 3.3)

d. Faktor Kemiringan dan Panjang Lereng (LS)Kemiringan lereng mempengaruhi laju erosi di Kecamatan Panti. Semakin curam dan

panjang suatu lereng, maka laju erosi akan semakin besar. Penentuan nilai LS menggunakan hasil analisa spasial (Arc View 3.3) berdasarkan kelas kemiringan lereng. Adapun kelas kemiringan lereng dan luasan lahannya di Kecamatan Panti disajikan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Kemiringan Lereng di Kecamatan PantiNo Kemiringan_id Kemiringan (%) Kelompok Areal (m2)1 5 >. 40 % Sangat Curam 60,494,720.079

2 4 26 – 40 % Curam 37,912,772.200

3 3 16 – 25 % Agak Curam 24,857,352.792

Tabel 4.7. Perhitungan Indeks Erosivitas (mm)

IndeksJanuari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Erosivitas

p 140.67 286.00 242.67 298.33 133.67 79.33 49.33 13.00 - 90.00 222.67 599.67 p2 19,787.11 81,796.00 58,887.11 89,002.78 17,866.78 6,293.78 2,433.78 169.00 - 8,100.00 49,580.44 359,600.11P 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33

p2/P 9.18 37.95 27.32 41.29 8.29 2.92 1.13 0.08 - 3.76 23.00 166.84

p 334.67 224.67 525.67 108.33 178.33 - - 18.00 - 274.33 353.00 568.33 p2 112,001.78 50,475.11 276,325.44 11,736.11 31,802.78 - - 324.00 - 75,258.78 124,609.00 323,002.78P 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33

p2/P 51.96 23.42 128.21 5.45 14.76 - - 0.15 - 34.92 57.81 149.86

p 335.33 186.33 163.00 120.67 176.33 18.33 - - 67.33 81.00 185.33 224.67 p2 112,448.44 34,720.11 26,569.00 14,560.44 31,093.44 336.11 - - 4,533.78 6,561.00 34,348.44 50,475.11 P 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33

p2/P 52.17 16.11 12.33 6.76 14.43 0.16 - - 2.10 3.04 15.94 23.42

p 386.33 275.33 311.67 251.33 315.67 41.33 101.33 78.00 189.00 302.00 312.67 283.67 p2 149,253.44 75,808.44 97,136.11 63,168.44 99,645.44 1,708.44 10,268.44 6,084.00 35,721.00 91,204.00 97,760.44 80,466.78 P 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33

p2/P 69.25 35.17 45.07 29.31 46.23 0.79 4.76 2.82 16.57 42.32 45.36 37.33

p 366.00 335.33 370.00 463.67 194.00 53.33 44.33 0.67 - 117.00 383.00 615.67 p2 133,956.00 ######## 136,900.00 ######## 37,636.00 2,844.44 1,965.44 0.44 - 13,689.00 146,689.00 379,045.44P 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33 2,155.33

p2/P 62.15 52.17 63.52 99.75 17.46 1.32 0.91 0.00 - 6.35 68.06 175.86

ParameterBulan

Tahun

2007 321.77

2011 547.55

2008 466.53

2009 146.45

2010 374.99

24

4 2 9 – 15 % Landai 15,681,499.514

5 1 0 – 8 % Datar 42,212,492.162

(Sumber : Balai Pengelolaan DAS Bedadung dan Analisa Arc View 3.3)

e. Faktor Manajemen Pengelolaan Tanaman dan Konservasi (CP)Faktor manajemen pengelolaan tanaman merupakan angka perbandingan erosi dari

lahan yang ditanami suatu jenis tanaman dengan erosi akibat tidak ada penanaman. Besarnya angka ini ditentukan oleh kepekaan jenis tanaman penutup terhadap erosi. Faktor manajemen pengelolaan tanaman identik dengan faktor tata guna lahan. Adapun faktor tataguna lahan disajikan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Manajemen Pengelolaan Tanaman di Kecamatan PantiNo Kemiringan_id Jenis Penggunaan Lahan Areal (Ha)1 1 Hutan lahan kering sekunder 82,465,366.9892 5 Semak belukar 12,610,311.4653 2 Hutan tanaman 44,071,832.9424 4 Sawah 18,974,618.7235 3 Pertanian lahan kering campur 23,036,706.625

(Sumber : Balai Pengelolaan DAS Bedadung dan Analisa Arc View 3.3)

f. Perhitungan ErosiDengan bantuan perangkat lunak ArcView 3.3, perhitungan erosi dengan metde

USLE sesuai persamaan (2-4) dilakukan overlay pendugaan erosi lahan pada kondisi eksisting (berdasarkan tata guna lahan tahun 2009) di Kecamatan Panti dengan metode USLE dengan bantuan software Arc View 3,3 disajikan dalam gambar 4.1. Berdasarkan hasil perhitungan pendugaan erosi pada kondisi tata guna lahan eksisting yang disajikandalam lampiran 1 dan gambar 4.6, dapat diketahui bahwa laju erosi pada Kecamatan Panti berkisar antara 1.14 ton/ha/tahun – 248,32 ton/ha/tahun.

g. Tingkat Bahaya ErosiSecara umum sifat tanah di Kecamatan Panti adalah tanah yang dalam dengan lapisan

bawah yang permeabel, di atas sub strata yang telah melapuk, maka berdasarkan tabel 5 batas erosi yang diperbolehkan (Edp) sebesar 30 ton/ha/tahun atau 2,5 mm/tahun. Dengan mengacu pada besaran nilai Edp, maka dapat diperoleh nilai indeks bahaya erosi (IBE). Indeks Bahaya Erosi (IBE) dihitung menggunakan persamaan 2.6. Hasil perhitungan indeks Tabel bahaya erosi (TBE) pada kondisi eksisting disajikan pada tabel 4.5.

25

Gambar 4.1. Peta Laju Erosi di Wilayah Studi

KESIMPULANBerdasarkan hasil perhitungan dan analisa data yang telah dilakukan, maka dapat

diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :1. Hasil perhitungan laju erosi dan tingkat bahaya erosi (berdasarkan peta tata guna

lahan tahun 2009) dan hasil update di DAS Bedadung dengan memanfaatkan sistim informasi geografis berbasis software Arc View 3.3. diperoleh hasil sebagai berikut :a) Lahan di Kecamatan panti memiliki potensi erosi antara 1,14 – 248,32

ton/ha/tahun.b) Adapun kawasan yang mengalami laju erosi diatas ambang 30 ton/ha/tahun

adalah 922 ha, sedangkan yang lebih rendah dari batas ambang erosi adalah 11.315 ha

c) Semua lahan di kawasan bencana mengalami tingkat bahaya erosi yang berbeda-beda dengan klasifikasi sebagai berikut : Bahaya erosi rendah seluas 5.788 ha ( 32 %) Bahaya erosi sedang seluas 11.315 ha ( 62 %) Bahaya erosi tinggi seluas 922 ha ( 6 %)

2. Untuk penanggulangan erosi dan longsor di Kawasan bencana Kecamatan PantiKabupaten Jember, maka secara teknik perlu dilakukan kegiatan perubahan tata guna lahan dan tindakan konservasi.

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa data yang telah dilakukan, maka untuk penyempurnaan hasil penelitian ini dapat disusun beberapa saran sebagai berikut :

1. Untuk penyempurnaan kegiatan penelitian ini, disarankan kepada peneliti yang lain untuk melakukan perhitungan laju erosi dengan metode lain seperti MUSLE, AVSWAAT, WEEPP dan metode lainnya.

2. Perlu dilakukan kontrol hasil perhitungan dengan melakukan pengukuran langsung sedimen total yang mengalir ke dalam sungai.

26

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, Diktat Kursus Sistim Informasi Geografis (GIS) , Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Penerbit : UPT FT-UBAnonim. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Departemen Kehutanan.Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB PressAsdak, Chay. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Chow, Ven Te, 1985, Hidrolika Saluran Terbuka, terjemahan Suyatman, Kristanto dan Nensi R, Jakarta, Penerbit : Erlangga.Jaya, Nengah Surati. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Kehutanan.Bogor:Fakultas Kehutanan IPB.Kartasaputra, A.G, 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: PT. Bina AksaraPrahasta, Eddy. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.Prahasta, Eddy. 2001. Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.Rahim, Supli. 2000. Pengendalian Erosi Tanah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.Rizal, Nanang. 2007. Kajian Bencana Longsor serta Teknik Konservasi di DAS Brantas

dengan Teknologi Sistim Informasi Geografis. Jember.Rizal, Nanang. 2008. Kajian Bencana Longsor serta Teknik Konservasi di DAS Petung

dengan Teknologi Sistim Informasi Geografis. PasuruanRizal, Nanang. 2009. Arahan Penanggulangan Longsor dan Konservasi Berbasis Sistim

Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Silo Kabupaten. Jember.Rizal, Nanang. 2010. Pemanfaatan Sistim Informasi Geografi (SIG) untuk Penanggulangan

Longsor dan Pola Konservasi di DAS Baru. Kab. Banyuwangi. Sarief, Saifuddin. 1988. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: Pustaka Buana.Sosrodarsono, Suyono, 1993, Hidrologi Untuk Pengairan, Jakarta, Penerbit : Pradnya ParamitaSoemarto, CD, 1987, Hidrologi Teknik, Surabaya, Penerbit : Usaha NasionalSoewarno, 1995. Hidrologi Jilid I. Bandung: Nova.Soewarno, 1995. Hidrologi Jilid 2. Bandung: Nova.Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung: Idea Dharma.Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi Offset.Utomo. 1989. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang: IKIP Malang.

*) Dosen Prodi Teknik Sipil, FT_UM Jember