TB Paru

26
TUBERKULOSIS PARU Oleh : Okky Rizka Sesarina, S.Ked NIM : 702010049 Dosen Pembimbing: Dr. Joni, Sp. P FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2014

description

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Micobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (cell mediated hypersensitivity) (Thomas, 2000). Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

Transcript of TB Paru

Page 1: TB Paru

TUBERKULOSIS PARU

Oleh :Okky Rizka Sesarina, S.Ked

NIM : 702010049

Dosen Pembimbing:

Dr. Joni, Sp. P

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2014

Page 2: TB Paru

I. Definisi

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Micobacterium

tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan

oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (cell mediated hypersensitivity) (Thomas,

2000). Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,

tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

II. Epidemiologi Tuberkulosis Paru

Pada banyak tempat di dunia, penyebaran penyakit tuberkulosis menurun, namun

pada banyak negara miskin tidaklah demikian. Pada beberapa negara, perkiraan angka

kasus baru adalah sampai setinggi 400 per 100.000 per tahun. Perkiraan yang beralasan

tentang besarnya angka tuberkulosis di dunia adalah bahwa sepertiga populasi dunia

terinfeksi dengan M.tuberculosis, bahwa terdapat 30 juta kasus tuberkulosis aktif di

dunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi setiap tahun, dan bahwa 3 juta orang meninggal

akibat tuberkulosis setiap tahun (Daniel, 2000).

Laporan WHO (2013), menyatakan bahwa pada tahun 2012, diperkirakan 8,6 juta

orang terkena TB dan 1,3 juta meninggal dari penyakit ini (termasuk 320.000

diantaranya orang dengan HIV positif). Sebagian besar kasus di seluruh dunia pada tahun

2012 berada di Asia Tenggara (29%), Afrika (27%), dan wilayah Pasifik Barat (19%).

India dan Cina sendiri menyumbang masing-masing 26% dan 12% dari total kasus

(WHO, 2013)

III. Etiologi Tuberkulosis Paru

Penyebab penyakit Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, berbentuk

batang, dengan panjang bervariasi antara 1-4 mikron dan diameter 0,3-06 mikron,

bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik-manik atau bersegmen,

tidak membentuk spora dan basil yang bersifat parasit intraseluler, tahan terhadap asam

(BTA), hidup pada udara kering maupun keadaan dingin, aerob, tetapi tidak tahan

terhadap sinar ultraviolet (Irawanda, 2012).

Page 3: TB Paru

IV. Morfologi dan Biomolekuler Mycobacterium Tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch (1882) yaitu kuman yang

berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.

Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Kuman akan tumbuh

optimal pada suhu sekitar 37° C dengan tingkat pH optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk

membelah diri dari satu sampai dua kuman membutuhkan waktu 14-20 jam. Dinding

Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi

(60%). Penyusun utama dinding selnya ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-

waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang

berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –

C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan

peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel

bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur

dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis

bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya

penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol. Karakteristik antigen

Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi

monoklonal. Di lapisan luar dinding sel ditemukan suatu lipid yang terbentuk dari asam

mikolat berantai panjang. Asam mikolat ini mengalami esterifikasi sehingga terdapat tiga

elemen dinding basil TB, yaitu lipid yang berasal dari asam mikolat, arabinogalaktan, serta

muramil dipeptida (Fahmy, 2010)

V. Klasifikasi Tuberkulosis Paru

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis:

1. Tuberkulosis paru BTA positif

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan

gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

Page 4: TB Paru

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria

diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

1) TB paru BTA negatif foto toraks positif

Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan

ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran

kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan

umum pasien buruk.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1) Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan bisa positif

atau negatif.

2) Kasus yang sebelumnya diobati

Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis

kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif

Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

3) Kasus Pindahan (Transfer In)

Page 5: TB Paru

Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan

pengobatannya.

4) Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti

yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi tidak

diketahui hasil pengobatannya, kembali diobati dengan BTA negatif (Gerdunas-

TB, 2007).

VI. Cara Penularan Tuberkulosis Paru

M.tuberculosis ditularkan dari orang ke orang melalui jalan pernafasan.

Walaupun mungkin terjadi jalur penularan lain dan kadang-kadang terbukti, tidak

satupun yang penting. Basilus tuberkel di sekret pernafasan membentuk nuklei droplet

cairan yang dikeluarkan selama batuk, bersin, dan berbicara. Droplet keluar dalam jarak

dekat dari mulut dan sesudah itu basilus yang ada tetap berada di udara untuk waktu

yang lama. Infeksi pada pejamu yang rentan terjadi bila terhirup sedikit basilus ini.

Mikobakterium rentan terhadap penyinaran ultraviolet, dan penularan infeksi di luar

rumah jarang terjadi pada siang hari. Ventilasi yang memadai merupakan tindakan yang

terpenting untuk mengurangi tingkat infeksi lingkungan (Daniel,2000). Lingkungan

hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah

mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB

(Amin, Bahar, 2009). Gejala penyakit timbul beberapa saat setelah infeksi dan pada

umumnya respon imun terbentuk dalam 2-12 minggu setelah infeksi (Luthfi, Putro,

2012). Infeksi oleh M. tuberculosis biasanya menimbulkan hipersensitivitas tipe

lambat, yang dapat dideteksi dengan uji tuberkulin (Mantoux) (Maitra, Kumar, 2007)

VII. Patogenesis Tuberkulosis paru

Sumber penularan adalah pasien dengan TB BTA (+) yang pada saat batuk atau

bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dahak (droplet nuclei).

Sekali batuk pasien tersebut dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan / partikel dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar

matahari dapat langsung membunuh kuman. Daya penularan seorang pasien ditentukan

oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan

Page 6: TB Paru

hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan

seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan

lamanya menghirup udara tersebut (Gerdunas-TB,2007).

Tuberkulosis Primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Menetap dalam udara

bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang

buruk dan kelembaban. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan

menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila

ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh netrofil,

kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh

makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan sekretnya.

Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag dan dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang

dijaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang

primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi

disetiap bagian jaringan paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah

bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti oleh pembesaran kelenjar getah

bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis

regional = Kompleks primer ( Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis

fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi

pneumonia yang luasnya > 5 mm dan 10% diantaranya terjadi

reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

Berkomplikasi dan menyebar secara : perkontinuitatum (menyebar

ke sekitarnya), secara bronkogen pada paru yang bersangkutan

maupun paru disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama

sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, secara limfogen dan

hematogen (Amin, Bahar, 2009).

Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Page 7: TB Paru

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post

primer = TB pasca primer = TB sekunder). Tuberkulosis sekunder terjadi karena

imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal

ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio

atas paru ( bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah

kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-

10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel

histiosit dan sel Datia-Langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang dilkelilimgi oleh

sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda

menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien.

Sarang dini ini dapat menjadi :

Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan

serbukan jaringan fibrosis (Amin, Bahar, 2009).

VIII. Gejala Klinis Tuberkulosis Paru

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau

malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan

kesehatan.

1. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang – kadang

panas badan dapat mencapai 40-41 C. Serangan demam pertama dapat sembuh

sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.

2. Batuk / batuk darah

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari

batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi

produktif (menghasilkan sputum).

3. Sesak napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak

napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya

sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

Page 8: TB Paru

4. Nyeri dada

5. Malaise

Gejala malaise berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, nyeri otot,

keringat malam, dll. Gejala malaise ini semakin lama semakin berat dan terjadi

hilang timbul secara tidak teratur.

IX. Diagnosis Tuberkulosis Paru

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-

pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB Nasional, penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti

foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis

sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya

berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan

gambaran yang khas pada TB paru. (Gerdunas-TB, 2007).

Suspek TB Paru

Pemeriksaan dahak mikroskopis (SPS = Sewaktu – Pagi – Sewaktu)

Hasil BTA+ + ++ + -

Hasil BTA- - -

Hasil BTA+ - -

Antibiotik Non-OAT

Page 9: TB Paru

Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru

Sumber : Depkes RI, Gerdunas-TB, 2007

X. Pengobatan Tuberkulosis

Tujuan pengobatan Tuberkulosis

Bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah

kekambuhan, memutus mata rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap OAT.

Jenis, Sifat, dan Dosis OAT

a) Isoniazid ( H )

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi

kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif

terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang

berkembang, Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk

Adaperbaikan

Tidak adaPerbaikan

Foto toraks dan

Pertimbangan dokterPemeriksaan dahak mikroskopis

Hasil BTA+ + ++ + -

+ - - _ _

Hasil BTA- - -

Foto toraks dan

Pertimbangan dokter

Bukan TBTB

Page 10: TB Paru

pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg

BB.

b) Rifampisin ( R )

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi–dormant (persister )

yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid dosis 10 mg/kg BB diberikan

sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

c) Pyrazinamide ( Z )

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan

untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35

mg/kg BB.

d) Streptomisin ( S )

Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan

untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama

penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan untuk

pasien berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.

e) Etambutol ( E)

Bersifat sebagai bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis

30 mg/kgBB.

Prinsip Pengobatan Tuberkulosis

Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Pengobatan

tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

A. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian

OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan

sangat dianjurkan.

B. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

C. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

Page 11: TB Paru

a. Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan

secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA

positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan

penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan.

D. Panduan OAT

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia :

o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan

(HRZE)

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT).

Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu

tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas

dalam satu paket untuk satu pasien.

Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid

dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini

disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang

mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan OAT dan peruntukannya.

Page 12: TB Paru

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

• Pasien baru TB paru BTA positif

• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

• Pasien TB ekstra paru

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori1

Berat Badan

Tahap Intensif

tiap hari selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu selama 16

minggu RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Sumber : Depkes RI, 2007

Tabel 3. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk kategori 1

Tahap

Pengobata

n

Lama

pengobata

n

Dosis per hari/kali Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tablet

Isoniazid

@300 mgr

Kaplet

Rifampisin

@450 mgr

Tablet

Pirazinamid

@500 mgr

Tablet

Etambutol

@250 mgr

Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 Bulan 2 13 - - 48

Sumber : Depkes RI, 2007

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

• Pasien kambuh

• Pasien gagal

• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT kategori 2

Page 13: TB Paru

Berat

Badan

Tahap Intensif

tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu

RH (150/150) + E (275)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30-37 kg 2 tablet 4 KDT + 500 mg Streptomisin inj

2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT+ 2 tab Etambutol

38-54 kg 3 tablet 4 KDT +750 mg Streptomisin inj

3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT+ 3 tab Etambutol

55-70 kg 4 tablet 4 KDT +1000 mg Streptomisin inj

4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT+ 4 tab Etambutol

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT +1000 mg Streptomisin inj

5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT+ 5 tab Etambutol

Sumber : Depkes RI, 2007

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif

kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel 6. Dosis KDT untuk sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30-37 kg 2 tablet 4 KDT38-54 kg 3 tablet 4 KDT55-70 kg 4 tablet 4 KDT≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT

Sumber : Depkes RI, 2007

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida

(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan

kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh

lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga

meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

E. Evaluasi Pengobatan

Evaluasi Klinis

Biasanya pasien di kontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2

minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir

pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan pasien

Page 14: TB Paru

seperti batuk yang berkurang, tidak ada batuk darah, nafsu makan

bertambah dan ada peningkatan berat badan.

Evaluasi Bakteriologis

Pemeriksaan dahak untuk menilai keberadaan kuman. Biasanya setelah 2-3

minggu perngobatan, sputum BTA mulai negatif. Pemeriksaan control

sputum dilakukan sekali sebulan. Bagi penderita dengan BTA positif

setelah tahap intensif akan mendapatkan pengobatan ulang. Bila sudah

negatif, sputum diperiksa tiga kali berturut-turut dan harus dikontrol agar

tidak terjadi “silent bacterial shedding” yaitu terdapat sputum BTA positif

tanpa disertai keluhan-keluhan TB yang relevan.

Evaluasi Radiologis

Evaluasi radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Dengan

pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan TB parunya atau adanya

penyakit lain yang menyertai. Evaluasi foto dada dilakukan tiap 3 bulan

sekali (Amin, Bahar, 2009).

F.Pemantauan kemajuan pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa

dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis dengan

dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil

pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah

satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak

tersebut dinyatakan positif.

Tabel 1. Tindak lanjut hasil Pemeriksaan ulang Dahak

Tipe

Pasien TB

Tahap

Pengobatan

Hasil

pemeriksaan

dahak

Tindak Lanjut

Pasien

baru

dengan

pengobata

n kategori

Akhir tahap

intensif

Negatif Tahap lanjutan dimulai

Positif Dilanjutkan dengan OAT sisipan

selama 1 bulan.

Jika setelah sisipan masih tetap positif

Tahap lanjutan tetap diberikan

Page 15: TB Paru

1 Jika memungkinkan, lakukan

biakan, tes resistensi atau rujuk ke

layanan TB-MDR

Pada bulan

ke-5

pengobatan

Negatif Pengobatan dilanjutkan

Positif Pengobatan diganti dengan OAT

kategori 2 mulai dari awal. Jika

memungkinkan, lakukan biakan, tes

resistensi atau rujuk ke layanan TB-

MDR

Akhir

Pengobatan

(AP)

Negatif Pengobatan dilanjutkan

Positif Pengobatan diganti dengan OAT

kategori 2 mulai dari awal. Jika

memungkinkan, lakukan biakan, tes

resistensi atau rujuk ke layanan TB-

MDR

Pasien

baru BTA

positif

dengan

pengobata

n ulang

kategori 2

Akhir

Intensif

Negatif Teruskan pengobatan dengan tahap

lanjutan

Positif Beri sisipan 1 bulan. Jika setelah

sisipan masih tetap positif, teruskan

pengobatan tahap lanjutan. Jika

setelah sisipan masih tetap positif :

Tahap lanjutan tetap diberikan

Jika memungkinkan, lakukan

biakan, tes resistensi atau

rujuk ke layanan TB-MDR

Pada bulan

ke-5

pengobatan

Negatif Pengobatan diselesaikan

Positif Pengobatan dihentikan, rujuk ke

layanan TB-MDR

Akhir

Pengobatan

(AP)

Negatif Pengobatan diselesaikan

Positif Pengobatan dihentikan, rujuk ke

layanan TB-MDR

Sumber : Depkes RI, 2011

Page 16: TB Paru

G. Hasil pengobatan

a. Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatan nya secara lengkap dan

pemeriksaan apusan dahak ulang (Follow –Up) paling sedikit 2 (dua) kali

berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada Ap dan/atau sebulan sebelum

AP, dan pada satu pemeriksaan Follow –up sebelumnya).

b. Pengobatan Lengkap

Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap

tapi tidak ada hasil apusan dahak ulang pada AP dan pada satu

pemeriksaan sebelumnya (tidak memenuhi persyaratan sembuh atau

gagal).

c. Meninggal

Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal

karena sebab apapun

d. Pindah

Adalah pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register)

lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

e. Putus Berobat (Defaulted/Drop out)

Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih

sebelum masa pengobatannya selesai.

f. Gagal

Pasien BTA positif yang hasil pemeriksaan dahak nya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau

pada akhir pengobatan (pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan)

(Depkes RI, 2007)

H. Faktor kegagalan pengobatan

1. Obat

f) Paduan obat tidak adekuat

g) Dosis obat tidak cukup

h) Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang

diberikan

i) Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya

j) Terjadi resistensi obat

Page 17: TB Paru

2. Drop Out

a) Kekurangan biaya pengobatan

b) Merasa sudah sembuh

c) Malas berobat/kurang motivasi

3. Penyakit

a) Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat

b) Penyakit lain yang menyertai TB (Diabetes Melitus)

c) Adanya gangguan imunologis (Amin, Bahar, 2009).

XI. Komplikasi

a. Komplikasi dini

i. Pleuritis

ii. Efusi Pleura

iii. Empiema

iv. Laringitis

b. Komplikasi Lanjut

i. Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)

ii. Kerusakan parenkim berat Fibrosis Paru

iii. Karsinoma paru

Daftar Pustaka

DEPKES RI. 2009.Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis, edisi 2. Jakarta, Indonesia

Depkes RI, Petunjuk Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Fixed Dose Combination (OATKDT), Jakarta, 2004

Depkes RI, Survei Prevalensi Tuberkulosis di Indonesia 2004, Jakarta, 2005

Page 18: TB Paru

Guyton, A.C dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi ke-11). Terjemahan oleh: Rachman, L.Y, Hartono, H. Novrianti, A. Wulandari, N. EGC. Jakarta, Indonesia.

Junaidi, Iskandar. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Jakarta: BIP Gramedia

Price, Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit; Sistem Respirasi. Terjemahan oleh: Hartanto, Huriawati. EGC, Jakarta, Indonesia.

Sudoyo, Aru. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Tuberculosis Paru. Interna Publishing: Jakarta.

Yoga, Tjandra dkk. 2006. Jurnal Tuberculosis Indonesia. Vol._3 No._2 September 2006. Jakarta