TB Paru
-
Upload
ayuikagnfkump -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
description
Transcript of TB Paru
TUBERKULOSIS PARU
Oleh :Okky Rizka Sesarina, S.Ked
NIM : 702010049
Dosen Pembimbing:
Dr. Joni, Sp. P
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2014
I. Definisi
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Micobacterium
tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan
oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (cell mediated hypersensitivity) (Thomas,
2000). Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
II. Epidemiologi Tuberkulosis Paru
Pada banyak tempat di dunia, penyebaran penyakit tuberkulosis menurun, namun
pada banyak negara miskin tidaklah demikian. Pada beberapa negara, perkiraan angka
kasus baru adalah sampai setinggi 400 per 100.000 per tahun. Perkiraan yang beralasan
tentang besarnya angka tuberkulosis di dunia adalah bahwa sepertiga populasi dunia
terinfeksi dengan M.tuberculosis, bahwa terdapat 30 juta kasus tuberkulosis aktif di
dunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi setiap tahun, dan bahwa 3 juta orang meninggal
akibat tuberkulosis setiap tahun (Daniel, 2000).
Laporan WHO (2013), menyatakan bahwa pada tahun 2012, diperkirakan 8,6 juta
orang terkena TB dan 1,3 juta meninggal dari penyakit ini (termasuk 320.000
diantaranya orang dengan HIV positif). Sebagian besar kasus di seluruh dunia pada tahun
2012 berada di Asia Tenggara (29%), Afrika (27%), dan wilayah Pasifik Barat (19%).
India dan Cina sendiri menyumbang masing-masing 26% dan 12% dari total kasus
(WHO, 2013)
III. Etiologi Tuberkulosis Paru
Penyebab penyakit Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, berbentuk
batang, dengan panjang bervariasi antara 1-4 mikron dan diameter 0,3-06 mikron,
bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik-manik atau bersegmen,
tidak membentuk spora dan basil yang bersifat parasit intraseluler, tahan terhadap asam
(BTA), hidup pada udara kering maupun keadaan dingin, aerob, tetapi tidak tahan
terhadap sinar ultraviolet (Irawanda, 2012).
IV. Morfologi dan Biomolekuler Mycobacterium Tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch (1882) yaitu kuman yang
berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.
Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Kuman akan tumbuh
optimal pada suhu sekitar 37° C dengan tingkat pH optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk
membelah diri dari satu sampai dua kuman membutuhkan waktu 14-20 jam. Dinding
Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi
(60%). Penyusun utama dinding selnya ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-
waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel
bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur
dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis
bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya
penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol. Karakteristik antigen
Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi
monoklonal. Di lapisan luar dinding sel ditemukan suatu lipid yang terbentuk dari asam
mikolat berantai panjang. Asam mikolat ini mengalami esterifikasi sehingga terdapat tiga
elemen dinding basil TB, yaitu lipid yang berasal dari asam mikolat, arabinogalaktan, serta
muramil dipeptida (Fahmy, 2010)
V. Klasifikasi Tuberkulosis Paru
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan bisa positif
atau negatif.
2) Kasus yang sebelumnya diobati
Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif
Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
3) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
4) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti
yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi tidak
diketahui hasil pengobatannya, kembali diobati dengan BTA negatif (Gerdunas-
TB, 2007).
VI. Cara Penularan Tuberkulosis Paru
M.tuberculosis ditularkan dari orang ke orang melalui jalan pernafasan.
Walaupun mungkin terjadi jalur penularan lain dan kadang-kadang terbukti, tidak
satupun yang penting. Basilus tuberkel di sekret pernafasan membentuk nuklei droplet
cairan yang dikeluarkan selama batuk, bersin, dan berbicara. Droplet keluar dalam jarak
dekat dari mulut dan sesudah itu basilus yang ada tetap berada di udara untuk waktu
yang lama. Infeksi pada pejamu yang rentan terjadi bila terhirup sedikit basilus ini.
Mikobakterium rentan terhadap penyinaran ultraviolet, dan penularan infeksi di luar
rumah jarang terjadi pada siang hari. Ventilasi yang memadai merupakan tindakan yang
terpenting untuk mengurangi tingkat infeksi lingkungan (Daniel,2000). Lingkungan
hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah
mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB
(Amin, Bahar, 2009). Gejala penyakit timbul beberapa saat setelah infeksi dan pada
umumnya respon imun terbentuk dalam 2-12 minggu setelah infeksi (Luthfi, Putro,
2012). Infeksi oleh M. tuberculosis biasanya menimbulkan hipersensitivitas tipe
lambat, yang dapat dideteksi dengan uji tuberkulin (Mantoux) (Maitra, Kumar, 2007)
VII. Patogenesis Tuberkulosis paru
Sumber penularan adalah pasien dengan TB BTA (+) yang pada saat batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dahak (droplet nuclei).
Sekali batuk pasien tersebut dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan / partikel dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari dapat langsung membunuh kuman. Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan
hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan
seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut (Gerdunas-TB,2007).
Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
buruk dan kelembaban. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila
ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh netrofil,
kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan sekretnya.
Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag dan dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang
dijaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang
primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi
disetiap bagian jaringan paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti oleh pembesaran kelenjar getah
bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis
regional = Kompleks primer ( Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi
pneumonia yang luasnya > 5 mm dan 10% diantaranya terjadi
reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
Berkomplikasi dan menyebar secara : perkontinuitatum (menyebar
ke sekitarnya), secara bronkogen pada paru yang bersangkutan
maupun paru disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama
sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, secara limfogen dan
hematogen (Amin, Bahar, 2009).
Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post
primer = TB pasca primer = TB sekunder). Tuberkulosis sekunder terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal
ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio
atas paru ( bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah
kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
histiosit dan sel Datia-Langerhans (sel besar dengan banyak inti) yang dilkelilimgi oleh
sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien.
Sarang dini ini dapat menjadi :
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis (Amin, Bahar, 2009).
VIII. Gejala Klinis Tuberkulosis Paru
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan.
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang – kadang
panas badan dapat mencapai 40-41 C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
2. Batuk / batuk darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum).
3. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
5. Malaise
Gejala malaise berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, nyeri otot,
keringat malam, dll. Gejala malaise ini semakin lama semakin berat dan terjadi
hilang timbul secara tidak teratur.
IX. Diagnosis Tuberkulosis Paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-
pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB Nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti
foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru. (Gerdunas-TB, 2007).
Suspek TB Paru
Pemeriksaan dahak mikroskopis (SPS = Sewaktu – Pagi – Sewaktu)
Hasil BTA+ + ++ + -
Hasil BTA- - -
Hasil BTA+ - -
Antibiotik Non-OAT
Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru
Sumber : Depkes RI, Gerdunas-TB, 2007
X. Pengobatan Tuberkulosis
Tujuan pengobatan Tuberkulosis
Bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutus mata rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Jenis, Sifat, dan Dosis OAT
a) Isoniazid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang
berkembang, Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk
Adaperbaikan
Tidak adaPerbaikan
Foto toraks dan
Pertimbangan dokterPemeriksaan dahak mikroskopis
Hasil BTA+ + ++ + -
+ - - _ _
Hasil BTA- - -
Foto toraks dan
Pertimbangan dokter
Bukan TBTB
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg
BB.
b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi–dormant (persister )
yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid dosis 10 mg/kg BB diberikan
sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
c) Pyrazinamide ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35
mg/kg BB.
d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama
penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan untuk
pasien berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e) Etambutol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis
30 mg/kgBB.
Prinsip Pengobatan Tuberkulosis
Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
A. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
B. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
C. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
D. Panduan OAT
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia :
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT).
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru
Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori1
Berat Badan
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16
minggu RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT
Sumber : Depkes RI, 2007
Tabel 3. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk kategori 1
Tahap
Pengobata
n
Lama
pengobata
n
Dosis per hari/kali Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tablet
Isoniazid
@300 mgr
Kaplet
Rifampisin
@450 mgr
Tablet
Pirazinamid
@500 mgr
Tablet
Etambutol
@250 mgr
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 13 - - 48
Sumber : Depkes RI, 2007
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT kategori 2
Berat
Badan
Tahap Intensif
tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E (275)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tablet 4 KDT + 500 mg Streptomisin inj
2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT+ 2 tab Etambutol
38-54 kg 3 tablet 4 KDT +750 mg Streptomisin inj
3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT+ 3 tab Etambutol
55-70 kg 4 tablet 4 KDT +1000 mg Streptomisin inj
4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT+ 4 tab Etambutol
≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT +1000 mg Streptomisin inj
5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT+ 5 tab Etambutol
Sumber : Depkes RI, 2007
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 6. Dosis KDT untuk sisipan
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4 KDT38-54 kg 3 tablet 4 KDT55-70 kg 4 tablet 4 KDT≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT
Sumber : Depkes RI, 2007
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida
(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan
kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh
lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.
E. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi Klinis
Biasanya pasien di kontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2
minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir
pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan pasien
seperti batuk yang berkurang, tidak ada batuk darah, nafsu makan
bertambah dan ada peningkatan berat badan.
Evaluasi Bakteriologis
Pemeriksaan dahak untuk menilai keberadaan kuman. Biasanya setelah 2-3
minggu perngobatan, sputum BTA mulai negatif. Pemeriksaan control
sputum dilakukan sekali sebulan. Bagi penderita dengan BTA positif
setelah tahap intensif akan mendapatkan pengobatan ulang. Bila sudah
negatif, sputum diperiksa tiga kali berturut-turut dan harus dikontrol agar
tidak terjadi “silent bacterial shedding” yaitu terdapat sputum BTA positif
tanpa disertai keluhan-keluhan TB yang relevan.
Evaluasi Radiologis
Evaluasi radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Dengan
pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan TB parunya atau adanya
penyakit lain yang menyertai. Evaluasi foto dada dilakukan tiap 3 bulan
sekali (Amin, Bahar, 2009).
F.Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis dengan
dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil
pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah
satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak
tersebut dinyatakan positif.
Tabel 1. Tindak lanjut hasil Pemeriksaan ulang Dahak
Tipe
Pasien TB
Tahap
Pengobatan
Hasil
pemeriksaan
dahak
Tindak Lanjut
Pasien
baru
dengan
pengobata
n kategori
Akhir tahap
intensif
Negatif Tahap lanjutan dimulai
Positif Dilanjutkan dengan OAT sisipan
selama 1 bulan.
Jika setelah sisipan masih tetap positif
Tahap lanjutan tetap diberikan
1 Jika memungkinkan, lakukan
biakan, tes resistensi atau rujuk ke
layanan TB-MDR
Pada bulan
ke-5
pengobatan
Negatif Pengobatan dilanjutkan
Positif Pengobatan diganti dengan OAT
kategori 2 mulai dari awal. Jika
memungkinkan, lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk ke layanan TB-
MDR
Akhir
Pengobatan
(AP)
Negatif Pengobatan dilanjutkan
Positif Pengobatan diganti dengan OAT
kategori 2 mulai dari awal. Jika
memungkinkan, lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk ke layanan TB-
MDR
Pasien
baru BTA
positif
dengan
pengobata
n ulang
kategori 2
Akhir
Intensif
Negatif Teruskan pengobatan dengan tahap
lanjutan
Positif Beri sisipan 1 bulan. Jika setelah
sisipan masih tetap positif, teruskan
pengobatan tahap lanjutan. Jika
setelah sisipan masih tetap positif :
Tahap lanjutan tetap diberikan
Jika memungkinkan, lakukan
biakan, tes resistensi atau
rujuk ke layanan TB-MDR
Pada bulan
ke-5
pengobatan
Negatif Pengobatan diselesaikan
Positif Pengobatan dihentikan, rujuk ke
layanan TB-MDR
Akhir
Pengobatan
(AP)
Negatif Pengobatan diselesaikan
Positif Pengobatan dihentikan, rujuk ke
layanan TB-MDR
Sumber : Depkes RI, 2011
G. Hasil pengobatan
a. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatan nya secara lengkap dan
pemeriksaan apusan dahak ulang (Follow –Up) paling sedikit 2 (dua) kali
berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada Ap dan/atau sebulan sebelum
AP, dan pada satu pemeriksaan Follow –up sebelumnya).
b. Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tapi tidak ada hasil apusan dahak ulang pada AP dan pada satu
pemeriksaan sebelumnya (tidak memenuhi persyaratan sembuh atau
gagal).
c. Meninggal
Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal
karena sebab apapun
d. Pindah
Adalah pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register)
lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
e. Putus Berobat (Defaulted/Drop out)
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
f. Gagal
Pasien BTA positif yang hasil pemeriksaan dahak nya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau
pada akhir pengobatan (pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan)
(Depkes RI, 2007)
H. Faktor kegagalan pengobatan
1. Obat
f) Paduan obat tidak adekuat
g) Dosis obat tidak cukup
h) Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang
diberikan
i) Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
j) Terjadi resistensi obat
2. Drop Out
a) Kekurangan biaya pengobatan
b) Merasa sudah sembuh
c) Malas berobat/kurang motivasi
3. Penyakit
a) Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat
b) Penyakit lain yang menyertai TB (Diabetes Melitus)
c) Adanya gangguan imunologis (Amin, Bahar, 2009).
XI. Komplikasi
a. Komplikasi dini
i. Pleuritis
ii. Efusi Pleura
iii. Empiema
iv. Laringitis
b. Komplikasi Lanjut
i. Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
ii. Kerusakan parenkim berat Fibrosis Paru
iii. Karsinoma paru
Daftar Pustaka
DEPKES RI. 2009.Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis, edisi 2. Jakarta, Indonesia
Depkes RI, Petunjuk Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Fixed Dose Combination (OATKDT), Jakarta, 2004
Depkes RI, Survei Prevalensi Tuberkulosis di Indonesia 2004, Jakarta, 2005
Guyton, A.C dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi ke-11). Terjemahan oleh: Rachman, L.Y, Hartono, H. Novrianti, A. Wulandari, N. EGC. Jakarta, Indonesia.
Junaidi, Iskandar. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Jakarta: BIP Gramedia
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit; Sistem Respirasi. Terjemahan oleh: Hartanto, Huriawati. EGC, Jakarta, Indonesia.
Sudoyo, Aru. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Tuberculosis Paru. Interna Publishing: Jakarta.
Yoga, Tjandra dkk. 2006. Jurnal Tuberculosis Indonesia. Vol._3 No._2 September 2006. Jakarta