Tatalaksana Kejang Pada Anak

20
BAB I PENDAHULUAN Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya.1 Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bu kan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.

description

n

Transcript of Tatalaksana Kejang Pada Anak

Page 1: Tatalaksana Kejang Pada Anak

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat

darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali

kejang selama hidupnya.1 Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis.

Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti

sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari

penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. Tatalaksana kejang seringkali tidak

dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat

dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu.

Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang

atau bu kan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.

Page 2: Tatalaksana Kejang Pada Anak

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai mengakibatkan

akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.

2.2 Etiologi

1. Intrakranial

Asfiksia : Ensefalitis, hipoksia iskemik

Trauma (perdarahan) : Perdarahan sub araknoid, sub dural atau intra ventricular

Infeksi : Bakteri virus dan parasit

Kelainan bawaan : Disgenesis, korteks serebri

2. Ekstra cranial

Gangguan metabolic :Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesimia, gangguan elektrolit

(Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat

Kelainan yang diturunkan: Gangguan metabolism asam amino, ketergantungan dan

kekurangan asam amino

3. Idiopatik

Kejang neonates, fanciliel benigna, kejang hari ke 5

2.3 Patofisiologi

Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang

berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain

secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya.

Hal tersebut diduga disebabkan oleh

1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik

yang berlebihan;

2] berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau

3] meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur

eksitasi yang berulang.

Page 3: Tatalaksana Kejang Pada Anak

Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung

terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting

adalah glaukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan

peraataraan fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber

energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel

ikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan

permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron

tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial

membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada

permukaan sel.

Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :

1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari

sekitarnya.

3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3

tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa

yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion

kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan

listrik. Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke

membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah

kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 380C sedangkan

pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih.

Page 4: Tatalaksana Kejang Pada Anak

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering

terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu

diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung

singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada

kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi

arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat

disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak

Meningkat Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan

neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan

peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler

dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada

daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama

dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.

Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak

hingga terjadi epilepsi.(FKUI, 2007).

2.4 Klasifiksi

Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis kejang.

Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi International

League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu

I. Kejang parsial (fokal, lokal)

A. Kejang fokal sederhana

B. Kejang parsial kompleks

C. Kejang parsial yang menjadi umum

II. Kejang umum

A. Absens

B. Mioklonik

C. Klonik

D. Tonik

E. Tonik-klonik

F. Atonik

Page 5: Tatalaksana Kejang Pada Anak

a. Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah

dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal

berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau

pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi

atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang

tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang

disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus

b. Kejang Klonik

Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal

dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 –

3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak

diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat

trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.

c. Kejang Mioklonik

Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau

keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai

reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan

hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.(Lumbang Tebing,

1997)

III. Tidak dapat diklasifikasi

Kejand Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal

di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga

disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5

tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak

pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995). Jadi dapat

disimpulkan kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi

otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehinggamengakibatkan

renjatan berupa kejang.

Page 6: Tatalaksana Kejang Pada Anak

Manifestasi Klinik

1. Kejang parsial ( fokal, lokal )

a. Kejang parsial sederhana :

Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :

1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau gejala

otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan

ajtuh dari udara, parestesia.

3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.

b. parsial kompleks

1) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

simpleks

2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan

bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan

gerakan tangan lainnya.

3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )

a. Kejang absens

1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik

3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

b. Kejang mioklonik

1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara

mendadak.

2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan

keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.

3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok

4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

c. Kejang tonik klonik

1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot

ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit

2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih

Page 7: Tatalaksana Kejang Pada Anak

3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.

4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d. Kejang atonik

1) Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata

turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.

2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

C. Komplikasi

Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua,

sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang demam tidak

mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan belajar / ataupun

epiksi

Epilepsy pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam kecil

kemungkinan epilepsy timbul setelah kejng demam. Sekitar 2 – 4 anak kejang demam dapat

menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang

di alami oleh anak dengan epilepsy pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu

antara 95 – 98 % anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy

Komplikasi yang paloing umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam

berulang. Sekitar 33% anaka akan mengalami kejang berulang jika ,ereka demam kembali.

Sekitar 33% anka akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali resiko

terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika :

1. Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi

2. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit

3. Ada faktor turunan dari ayah ibunya

Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari

faktor:

1. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang

demam.

3. kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin

muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami

kejang berulang

Page 8: Tatalaksana Kejang Pada Anak

Pemeriksaan Penunjang

1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari

kejang.

2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk

mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan

lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah

otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT

4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang

membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann

darah dalam otak

5. Uji laboratorium

a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c. Panel elektrolit

d. Skrining toksik dari serum dan urin

e. GDA

f. Kadar kalsium darah

g. Kadar natrium darah

h. Kadar magnesium darah

DIAGNOSIS

Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih pemeriksaan

penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari riwayat

perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor

pencetus atau penyebab kejang. 2 Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis

yang berhubungan, obatobatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau

cedera akibat kejang. 8

Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut kepala

dan adanya kelainan sistemik, 2 terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis

fokal. 8 Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari

faktor penyebab.

Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa

pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi, dan

Page 9: Tatalaksana Kejang Pada Anak

neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan.

Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa

darah, elektrolit, dan hitung jenis.

TATALAKSANA

Status epileptikus pada anak merupakan suatu kegawatan yang

mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa neurologis. Makin lama

kejang berlangsung makin sulit menghentikannya, oleh karena itu tatalaksana

kejang umum yang lebih dari 5 menit adalah menghentikan kejang dan mencegah

terjadinya status epileptikus. 9

Penghentian kejang: 7, 9

0 - 5 menit:

- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik

- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan

oksigen

- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan

neurologi secara cepat

- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

5 – 10 menit:

- Pemasangan akses intarvena

- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit

- Pemberian diazepam 0,2 – 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal

0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg).

Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu – dua kali setelah 5 –

10 menit..

- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.

10 – 15 menit

- Cenderung menjadi status konvulsivus

- Berikan fenitoin 15 – 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%

- Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 – 10 mg/kgbb sampai maksimum

dosis 30 mg/kgbb.

30 menit

- Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg

dengan interval 10 – 15 menit.

- Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah,

Page 10: Tatalaksana Kejang Pada Anak

elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda

-tanda depresi pernafasan.

- Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan

intensif.

Penanganan kejang bisa dilihat pada algoritma penanganan kejang sebagai

berikut:

KESIMPULAN

Penanganan kejang pada anak dimulai dengan memastikan adanya kejang.

Kejang dapat berhenti sendiri, atau memerlukan pengobatan sat kejang.

Tatalaksana kejang yang adekuat dibutuhkan untuk mencegah kejang menjadi

Page 11: Tatalaksana Kejang Pada Anak

status konvulsivus. Setelah kejang teratasi dilakukan anamnesis, pemeriksaan

klinis neurologis, dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk mencari

penyebab kejang.

KESIMPULAN

Penanganan kejang pada anak dimulai dengan memastikan adanya kejang.

Kejang dapat berhenti sendiri, atau memerlukan pengobatan sat kejang.

Tatalaksana kejang yang adekuat dibutuhkan untuk mencegah kejang menjadi

status konvulsivus. Setelah kejang teratasi dilakukan anamnesis, pemeriksaan

klinis neurologis, dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk mencari

penyebab kejang.

Page 12: Tatalaksana Kejang Pada Anak

Daftar Pustaka

1. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topic in emergency medicine.

Dalam: McMilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed. Oski’s

pediatrics. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 1999, h, 566-89.

2. Roth HI, Drislane FW. Seizures. Neurol Clin 1998; 16:257-84.

3. Smith DF, Appleton RE, MacKenzie JM, Chadwick DW. An Atlas of

epilepsy. Edisi ke-1. New York: The Parthenon Publishing Group, 1998.

h. 15-23.

4. Westbrook GL. Seizures and epilepsy. Dalam: Kandel ER, Scwartz JH,

Jessel TM, ed. Principal of neural science. New York: MCGraw-Hill,

2000. h. 940-55.

5. Najm I, Ying Z, Janigro D. Mechanisms of epileptogenesis. Neurol Clin

North Am 2001; 19:237-50.

6. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status epilepticus. Pediatr Clin

North Am 2001;48:683-94.

7. Commission on Classification and Terminology of the International

League Against Epilepsy. Proposal for revised clinical and

electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia

1981; 22:489-501.

8. Bradford JC, Kyriakedes CG. Evidence based emergency medicine;

Evaluatin and diagnostic testing evaluation of the patient with seizures; An

evidence based approach. Em Med Clin North Am 1999; 20:285-9.

9. Appleton PR, Choonara I, Marland T, Phillips B, Scott R, Whitehouse W.

The treatment of convulsive status epilepticus in children. Arch Dis Child

2000; 83:415-19.