Tambahan Materi Teori Modernisasi Dan Depensiasi

download Tambahan Materi Teori Modernisasi Dan Depensiasi

of 21

description

jbjbjb

Transcript of Tambahan Materi Teori Modernisasi Dan Depensiasi

ABSTRAKPada awalnya negara-negara di Amerika Latin merupakan bagian wilayah Benua Amerika yang memiliki sumberdaya yang berlimpah namun kurang mampu dalam melakukan pengelolaan. Amerika Serikat merupakan salah satu negara adidaya yang memiliki pengaruh besar terutama dari segi modal sehingga negara ini dapat mempengaruhi tingginya penguasaan terhadap aset-aset milik negara lain dalam bentuk pendanaan. Amerika Serikat yang memiliki modal dan investasi yang tinggi mendorong perekonomian Amerika Latin untuk terus maju dengan memberi bantuan modal dan investasi, namun bantuan ini tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Amerika Latin. Perubahan besar di negara-negara Amerika Latin terjadi ketika pemutusan hubungan ketergantungan Amerika Latin dengan Amerika Serikat yang dipelopori oleh revolusi sosialis guna memperbaiki kesejahteraan masyarakat Amerika Latin.Kata kunci : dependensi, negara berkembang, Amerika LatinI. LATAR BELAKANGSetiap negara selalu menginginkan perbaikan dalam perkembangan wilayahnya. Dalam melakukan pengembangan wilayah, suatu negara sewajarnya memiliki ideologi, kapasitas, serta kapabilitas guna menunjang pembangunan perekonomian wilayahnya. Bagi negara berkembang, sebagai negara periphery yang kemudian dikenal sebagai negara dunia ketiga, kepemilikan modal menjadi kendala utama dalanm memajukan perekonomian negara mereka.Amerika Serikat sebagai negara memiliki modal melirik Amerika Latin sebagai negara yang strategis ditinjau dari segi ekonomi dan keamanannya. Amerika Latin memiliki banyak sumberdaya alam dan mineral yang berpotensi untuk memajukan perekonomian wilayahnya. Namun Amerika Latin belum memiliki modal yang cukup untuk mengeksplorasi dan mengelola hasil alamnya pada masa itu. Teori Modernisasi pada masa itu menyarankan bahwa negara dunia ketiga sebaiknya mengajukan bantuan kepada pihak asing dalam penanaman modal dan investasi dalam menciptakan pembangunan ekonomi yang mandiri.Pada awalnya Amerika Latin mendapatkan keuntungan dari penanaman modal oleh Amerika Serikat. Namun lama kelamaan Amerika Latin mulai menyadari bahwa ketergantungan mereka terhadap Amerika Serikat menjadikan sumberdaya alam mereka semakin tereksploitasi. Hanya sedikit keuntungan yang mereka dapatkan jika dibandingkan dengan Amerika Serikat. Amerika Latin hanya memiliki keuntungan ynag diperoleh dari pendapatan buruh dan hasil ekspor barang mentah yang nilainya kecil.Kemisikinan akhirnya menjadi persoalan utama bagi negara-negara Amerika Latin. Krisis ekonomipun melanda Amerika Latin pada masa itu. Ketergantungan terhadap permodalan asing ternyata membuat suatu negara menjadi tidak mencapai kemandirian bahkan tidak berkembang. Setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 80-an, sebagian besar masyarakat Amerika Latin akhirnya membelokkan diri dengan memilih pemimpin yang dipengaruhi ideologi sosialis. Pemimpin ini yang mengarahkan negara-negara di Amerika Latin untuk melepaskan ketergantungan tersebut dan mencapai kemandirian terutama dari ketergantungannya terhadap Amerika Serikat.II. TINJAUAN TEORITeori yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai teori modernisme dan teori dependensi. Kedua teori ini merupakan teori-teori yang berhubungan dengan transisi pembangunan di negara-negara Amerika Latin.2.1 Teori ModernisasiTeori modernisasi merupakan jenis teori pertumbuhan neo-klasik teori menyarankan agar Dunia Ketiga (negara berkembang) melakukan pembangunan ekonomi, dengan meninggalkan dan mengganti nilai-nilai tradisional yang telah berlaku pada masa itu. Pada awalnya teori modernisasi bertujuan baik untuk membantu memperbaiki kondisi perekonomian negara berkembang dengan bantuan modal dari negara kaya. Teori modernisasi memberikan pernyataan tentang perlunya bantuan asing bagi pembangunan ekonomi negara berkembang, khususnya dari Amerika Serikat. Dunia Ketiga membutuhkan investasi produktif dan pengenalan nilai-nilai modern, maka Amerika Serikat dan negara maju lainnya lah yang dapat membantu dengan mengirimkan tenaga ahli, mendorong para pengusaha untuk melakukan investasi di luar negeri, dan memberikan bantuan untuk negara Dunia Ketiga.Ada beberapa varian Teori Modernisasi, diantaranya Teori Harrod-Domar, Teori McClelland, Teori Weber, Teori Rostow, dan Teori Inkeles. Rostow menyebutkan jika satu negara hendak mencapai pertumbuhan ekonomi yang otonom dan berkelanjutan, maka negara tersebut harus memiliki struktur ekonomi tertentu. Sedangkan dunia ketiga sendiri belum memiliki kemampuan yang cukup dalam perjalanannya menuju struktur ekonomi yang khusus. Pada umumnya permasalahan yang dimiliki negara Dunia Ketiga dalam mencapai tingkat investasi produktif yang tinggi adalah keterbatasan sumber daya modal. Rostow memberi jawaban atas permasalahan yang dihadapi Dunia Ketiga mengenai kecilnya dana investasi produktif, yaitu pada kemungkinan penyediaan bantuan asing, yang berupa bantuan modal, teknologi, dan keahlian, bagi negara Dunia Ketiga melalui teori modernisasi.Teori Modernisasi ini memiliki korelas dengan teori lainnya, yaitu Teori Unbalanced Growth secara backwash effect. Teori ini menjelaskan bahwa kegiatan perekonomian pada wilayah yang lebih kaya akan cenderung menarik tenaga kerja, terutama yang berusia muda dan masih aktif dari wilayah yang lebih miskin. Hal ini akan dapat memicu perpindahan penduduk dari wilayah miskin ke wilayah kaya dan tidak membagikan ilmunya ke wilayah asal mereka. Selain itu wilayah kaya yang memberikan modal akan memiliki tingkat permintaan barang dan jasa yang lebih tinggi dan justru menguntungkan wilayah yang lebih kaya.2.2 Teori DependensiTeori dependensi merupakan teori yang muncul sebagai tanggapan terhadap teori modernisasi. Teori ini muncul karena didasari fakta akan lambatnya pembangunan pada negara dunia ketiga (negara berkembang), khususnya Amerika Latin walaupun telah diberikan modal investasi dari negara kaya (Amerika Serikat). Permodalan dari negara kaya ternyata tidak mampu memberikan keuntungan bagi negara dunia ketiga, terutama dalam hal pertumbuhan ekonomi, namun justru menambah kemiskinan di wilayah tersebut.Teori deoendensi mengajukan sebuah solusi bagi negara berkembang untuk sebaiknya melepaskan diri dari hegemoni negara pusat yang memberikan modal selama ini. Jika tidak, hal ini akan hanya membuat keuntungan bagi negara maju dan tidak menguntungkan bagi wilayah periphery. Wilayah periphery, dalam kasus ini adalah negara-negara Amerika Latin justru akan berkemban ketika hubungannya dengan Amerika Serikat mulai melemah bahkan dihilangkan sama sekali.GAMBAR 1 Ilustrasi Teori Dependensi Sumber: Slide Perkuliahan II, 2011: Wilmar SalimTeori modernisasi dan dependensi memberikan pandangan yang berbeda dalam mengusulkan jalan keluar bagi keterbelakangan negara dunia ketiga (wilayah periphery). Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih mempererat keterkaitan antara negara berkembang dengan negara maju melalui bantuan modal, termasuk peralihan budaya dan hal lainnya. Sedangkan teori dependensi sebaliknya. Teori dependensi berupaya untuk mengurangi keterkaitan antar negara dunia ketiga dengan negara kaya (sentral) sehingga memungkinkan negara dunia ketiga untuk mencapai pertumbuhan dan pembangunan mandiri yang dinamis.Pengalihan dari aplikasi teori modernisasi menuju dependensi membutuhkan adanya revolusi sosial.Terdapat dua jenis teori dependensi, yaitu teori dependensi klasik dan dependensi modern. Teori dependensi modern merupakan perkembangan dari dependensi klasik yang disesuaikan dengan perubahan zaman dan ideologi suatu negara. Berikut adalah perbedaan diantara kedua jenis teori dependensi, yaitu:TABEL 1 Perbedaan Jenis Teori DependensiPerbedaanDependensi KlasikDependensi Modern

Pokok perhatian Negara berkembangNegara berkembang

Faktor pokok Eksternal KolonialismeInternal negara dan konflik kelas

Ciri ketergantungan politik Fenomena ekonomisFenomena sosial

Ketergantungan Hanya menuju pada keterbelakanganPembangunan yang bergantung

Sumber : Prari, 2008III. STUDI KASUSUntuk menjelaskan secara lebih lanjut mengenai penerapan teori dependensi dan modernisasi, penulis memilih wilayah Amerika Latin sebagai wilayah studi kasus teori ini. Negara-negara yang akan dibahas kemudian dalam tulisan ini adalah Venezuela, Kuba, dan Bolivia. Berikut adalah peta wilayah studi kasus yang akan dibahas kemudian.GAMBAR 2 Peta Wilayah StudiSumber : Google Maps, 20113.1 Bentuk Keberhasilan Penerapan Teori Dependensi di Amerika LatinParadigma ketergantungan atau dependensi muncul dari kalangan ekonom Amerika Latin yang diorganisir oleh suatu badan PBB yaitu ECLA (Economic Comission of Latin America) yang mencoba merumuskan paradigma yang paling tepat bagi negara-negara di Amerika Latin (Prari, 2008). Awalnya negara-negara di Amerika Latin hanya menjadi negara satelit yang sangat bergantung dengan negara pusat yaitu Amerika Serikat. Ciri-ciri dari perkembangan kapitalisme di negara satelit adalah kehidupan ekonomi yang tergantung dengan negara pusat, adanya kerja sama antara modal asing dengan kelas-kelas yang berkuasa di negera satelit, yakni para pejabat pemerintah, tuan tanah, dan pedagang, serta terjadinya ketimpangan antara golongan kaya yaitu kelas dominan yang melakukan eksploitasi dan golongan miskin yaitu rakyat jelata yang dieksploitasi di negara-negara satelit. Adanya revolusi sosialis di negara-negara ini memberi dampak perubahan yang sangat besar terhadap sistem ekonomi di negara-negara Amerika Latin yang awalnya sangat bergantung dengan Amerika Serikat. Berikut ini adalah bentuk-bentuk keberhasilan penerapan teori dependensi di Venezuela, Bolivia, dan Kuba dalam usahanya melepaskan diri dari ketergantungan dengan Amerika Serikat.3.1.1 Studi Kasus Negara VenezuelaVenezuela adalah salah satu negara yang terletak di Amerika Latin yang menganut sistem sosialis. Perkembangan negara-negara di Amerika Latin termasuk Venezuela, merupakan kebangkitan sosialisme yang dicanangkan oleh negara-negara Amerika Latin yang awalnya lahir dari isu kemiskinan dan ketidakadilan sistem ekonomi yang kapitalistik. Perekonomian liberal yang diterapkan oleh lembaga moneter internasional di negara-negara di Amerika Latin yang menempatkan perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi selama ratusan tahun di negara-negara Amerika Latin telah mengeksploitasi sumber daya alam di negara-negara itu (Margaretha, 2009). Dampak yang dirasakan hampir di seluruh Amerika Latin adalah kemiskinan yang semakin meningkat karena perekonomian liberal menyamaratakan penerapannya tanpa melihat kesiapan suatu negara dalam mengahadapinya. Sistem ini hanya didasarkan pada ambisi Amerika Serikat sehingga sistem ini gagal menciptakan kesejahteraan masyarakat dan yang tersisa untuk Amerika Latin adalah eksploitasi dan hutang yang semakin terakumulasi.Hugo Chavez adalah presiden Venezuela ke-53 yang awalnya memimpin Revolusi Bolivarian. Hugo Chavez juga mendirikan Gerakan Republik Kelima, sebuah organisasi yang mempromosikan bentuk sosialis demokratis. Presiden Hugo Chavez melakukan serangkaian tindakan yang bertujuan merangsang pertumbuhan ekonomi yang tidak bergantung dengan peran Amerika Serikat dalam perkembangannya. Serangkaian tindakan itu diantaranya adalah perombakan undang-undang, nasionalisasi aset vital, dan penolakan terhadap pasar bebas di Amerika (Margaretha, 2009). Perombakan undang-undang yang dilakukan adalah dengan cara mengundangkan beberapa undang-undang sebagai berikut.1. Mengundangkan Undang-Undang Reformasi kepemilikan tanahUndang-Undang Reformasi Kepemilikan Tanah menetapkan bagaimana pemerintah bisa mengambil alih lahan-lahan tidur dan tanah milik swasta (Margaretha, 2009). Undang-undang ini memberi kekuasaan pada pemerintah untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan real estate yang luas dan tanah-tanah pertanian yang dianggap kurang produktif.1. Mengundangkan Undang-Undang HidrokarbonUndang-undang ini menjanjikan royalti fleksibel bagi perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan tambang minyak milik pemerintah (Margaretha, 2009).Selain perombakan undang-undang, pemerintahan di bawah kepemimpinan Hugo Chavez selalu menentang neoliberalisme dan secara politik banyak menentang kebijakan yang diambil oleh Amerika Serikat. Pemerintahan Chavez juga menentang diterapkannya konsep pasar bebas Free Trade Area of the Americas (FTAA) pada tahun 2005 yang dipandang hanya menguntungkan negara-negara maju di utara. Hugo Chavez melihat bahwa rencana penerapan konsep pasar bebas tidak memperhatikan kesiapan negara-negara berkembang termasuk negara-negara di sekitar kawasan Amerika Latin(Sidharta, 2011). Oleh karena itu, Venezuela mengusulkan agar FTAA diterapkan pada tahun 2015 selagi menunggu kesiapan dari negara-negara di kawasan Amerika Latin menyatakan siap untuk bergabung dalam FTAA. Sebagai respon terhadap FTAA, Pemerintah Venezuela menawarkan suatu bentuk kerjasama regional yang disebut dengan ALBA (The Bolivarian Alternative for the Americas)(Sidharta, 2011). ALBA merupakan suatu bentuk kerjasama untuk menentang hegemoni kapitalis yang bertujuan menyediakan penghidupan yang lebih layak bagi warga Amerika Latin.Kebijakan lain yang menerapkan teori dependensi di Venezuela adalah tindakan nasionalisasi aset vital yang dilakukan oleh pemerintah. Nasionalisasi adalah pengalihan penguasaan dan pengelolaan yang dilakukan oleh negara. Konsep nasionalisasi dapat dilakukan dengan cara re-negosiasi ulang kontrak kerjasama, pengambilalihan dengan ganti rugi, atau pembelian langsung atau sharing perusahaan swasta oleh pemerintah (Guriev et al (2007) dalam Razi (2008)). Nasionalisasi yang dilakukan oleh pemerintah Venezuela adalah salah satu nasionalisasi yang berhasil dilakukan. Pemerintahan sosialis ini mengambil alih aset swasta dengan memberikan ganti rugi yang disepakati kedua belah pihak (Razi, 2008). Keberhasilan proses pengambilalihan aset ini tergantung pada proses negosiasi yang dilakukan dengan suatu negara. Nasionalisasi aset migas Venezuela dilakuakan dengan pembayaran kompensasi kepada kontraktor dan menegosisasi ulang kontrak kerjasama migas dengan menaikkan sharing pemerintah menjadi minimal 60% (Guriev et al (2007) dalam Razi (2008)). Proses negosiasi yang dilakukan Venezuela ada yang mendapat respon positif dan respon positif. Respon positif didapat dari Total yang bersedia menerima kompensasi sebesar USD 834 juta, ENI yang menerima kompensasi USD 700 juta dan Statoil yang mendapat USD 266 juta, sementara respon negatif didapat dari ExxonMobil yang menolak kompensasi USD 715 juta dan meminta USD 2 milyar (Guriev et al (2007) dalam Razi (2008)). Penolakan Exxonmobil berbuah pembekuan asset migas Venezuela hingga saat ini. Sebagai negeri penghasil minyak dan batu bara terbesar di Amerika Latin, Chavez juga menaikkan pajak bagi investasi asing di sektor minyak dan gas dari 16,6% menjadi 30% (Margaretha, 2009).Michael Lebowitz, menyatakan bahwa pembangunan yang sedang gencar di Venezuela pada dasarnya bertumpu pada tiga aspek (Burhan, 2011), yaitu:a) Pembangunan manusia (human development)Pembangunan manusia yang dilakukan oleh Venezuela berkaitan dengan usaha meningkatkan produksi pangan yang dikemas dalam kebijakan Kedaulatan Pangan melalui kerjasama bilateral dengan China. Pemerintahan Chavez mengirim petani-petani untuk bersekolah di universitas-universitas terkemuka di Tiongkok(Burhan, 2011).b) Pemenuhan kebutuhan pokok rakyatDalam hal pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya kebutuhan pangan melalui kebijakan Kedaulatan Pangan yang bertujuan untuk menghindari ketergantungan terhadap produk impor, maka pemerintah mengucurkan dana sekitar kurang dari setengah milyar bolivar pada tahun 1998 hingga 20 milyar bolivar pada tahun 2009. Karena program ini pula sehingga Venezuela berhasil mengurangi angka malnutrisi dari 60% menjadi 21% pada periode yang sama. Selain itu, Chavez juga menasionalisasi perusahaan Agroislena milik Spanyol yang menyediakan bahan-bahan pertanian(Burhan, 2011).c) Kepemilikan sosial dan pengambilan kebijakan berbasis partisipasi dalam komunitas dan tempat kerja.Program Tiznados River Socialist Agrarian Project merupakan program yang berupa pendirian perusahaan produksi pangan milik negara dengan berbasis partisipasi pekerja dalam pengambilan keputusan, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap komunitas lokal, dan menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan dibanding pencapaian profit. Selain itu, rakyat Venezuela telah mengorganisir diri dalam dewan-dewan komunal. Tiap dewan beranggotakan sekitar 150 keluarga di daerah perkotaan. Sementara di daerah pedesaan dan masyarakat adat, tiap dewan terdiri 20 dan 10 keluarga. Dewan-dewan inilah yang menjadi jembatan aspirasi terhadap pemerintah dan juga digunakan untuk meningkatkan kapasitas masing-masing anggota dewan dengan mendiskusikan banyak hal termasuk melakukan diskusi rutin menyangkut konstitusi Negara (Burhan, 2011).3.1.2 Studi Kasus Negara KubaNegara Kuba merupakan negara bagian kawasan Amerika Latin. Kesuksesan Negara Kuba dimulai sejak tahun 1959, ketika Fidel Castro mengambil alih pemerintahan Kuba. Tujuh bulan kemudian, ia diangkat menjadi presiden. Tindakan pertamanya adalah menasionalisasi perusahaan dan perkebunan gula milik AS di Kuba. Selama ini Kuba mengandalkan Negara Amerika Serikat untuk berinvestasi diwilayah mereka, namun lama kelamaan Negara Kuba juga mengalami kemiskinan diantaranya disebabkan krisis energi listrik.Suplai minyak dari Uni Soviet ke Kuba turun 50%. Listrik hanya menyala dua jam setiap hari. Mata uang tak berharga lagi. 1 ton gula tebu= 1 ton minyak soviet, padahal biasanya dapat menghasilkan sejumlah 4 ton. Untuk mengatasi krisis energy tersebut, Negara Kuba melakukan berbagai revolusi dengan melakukan kegiatan kemandirian, diantaranya: membakar ampas tebu. Daun dan tangkai tebu dipres untuk digunakan sebagai bahan bakar padat. Daun dan tangkai dibakar untuk menghasilkan listrik bagi pabrik itu sendiri. Listrik yang dihasilkan 100 kWh.Masyarakat Kuba bekerja keras demi mencukupi diri dalam bidang energi, serta melakukan pelbagai usaha besar di bidang penelitian dan pengembangan. Di antaranya melalui pemanfaatan aneka jenis sumber daya energi terbarukan (renewable), seperti biomassa, biogas, tenaga mikrohidro, energi angin, serta tenaga matahari. Masyarakat tidak terlalu tergantung pada sumber energi minyak. Mereka memanfaatkan bus untuk transportasi jarak jauh, dan sepeda untuk keperluan pribadi jarak dekat.Kesuksesan revolusi sosial di Negar Kuba didasari oleh tingginya solidaritas rakyat setempat untuk sama-sama berjuang menuju kehidupan yang lebih baik.3.1.3 Studi Kasus Negara BoliviaNegara Bolivia dikenal sebagai negara pengontrol pengelolaan gas bumi. Negara Bolivia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan besar sekali di benua Amerika Latin. Bolivia mulai bangkit ketika kepemiminan Evo Moralez, beliau melakukan Gerakan Menuju Sosialisme terhadap ideologi dan paradigm masyarakat saat itu. Evo Moralez yakin bahwa Bolivia dapat mengelola sumberdaya alamnya sendiri, sehingga tidak kembali dieksploitasi oleh pihak luar. Oleh karena itu Negara Bolivia melakukan nasionalisasi asset migas dengan mengambil alih 51% sharing migas dan menegosiasi ulang mengenai kontrak kerjasama migas dengan negara lain serta menaikkan keuntungan Negara menjadi 54% dari total revenues.3.2 Studi Kasus di IndonesiaDalam ruang lingkup Indonesia, penerapan proses modernisasi dan dependensi pernah dilakukan oleh pemerintah. Salah satu penerapan teori modernisasi di Indonesia adalah ketika krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998, negara ini meminta bantuan keuangan ke Dana Moneter Internasional (IMF), untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia (Intan, 2007). IMF (International Monetary Fund) sebagai lembaga internasional memiliki tugas yaitu membantu negara untuk mendapatkan kembali keseimbangan neracanya dengan dunia luar (Mukaffi, 2010). IMF adalah lembaga internasional yang didominasi oleh intervensi Amerika Serikat sehingga dapat mengontrol keputusan di IMF melalui hak votingnya, sesuai dengan besarnya hak suara yang dimiliki yaitu sebesar 17, 81% (Intan, 2007). Besar persentase ini memberikan hak veto bagi Amerika Serikat dalam penentuan kebijakan IMF.Dalam jangka panjang, pada umumnya IMF mengintervensi kebijakan moneter di Indonesia dengan kebijakan-kebijakan berikut (Intan, 2007):a) Liberalisasi perdagangan : mengurangi dan meniadakan kuota impor dan tarif;b) Deregulasi sektor perbankan sebagai program penyesuaian sektor keuangan;c) Privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara; dand) Privatisasi lahan pertanian.Kebijakan-kebijakan ini dijalankan pada saat kondisi masyarakat belum pulih dari krisis ekonomi sehingga perekonomian tidak membaik. Dampak dari implementasi kebijakan-kebijakan ini banyak merugikan rakyat karena harus mengeluarkan sosial cost yang sangat besar. Adanya intervensi IMF dalam kebijakan moneter dalam negeri dan munculnya ketergantungan Indonesia dengan IMF merupakan praktek teori modernisasi. IMF dan pemerintah Indonesia dalam hal ini menyalahi prinsip pokok modernisasi dan membuktikan kekurangan dalam teori modernisasi menurut Rostow yaitu modernisasi yang dipaksa mengalami percepatan (Intan, 2007).Teori dependensi mengajukan solusi bahwa sebaiknya negara-negara pinggiran yaitu negara berkembang harus melepaskan pengaruh dari hegemoni negara pusat yaitu negara maju. Upaya ini pernah dilakukan oleh Indonesia dengan memutus hubungan kerjasama dengan IMF. Upaya mandiri ini tertuang pada TAP MPR VI/MPR/2002 yang saat itu mengamanatkan agar pemerintah tidak memperpanjang kerjasama dengan IMF pada akhir tahun 2003 (Intan, 2007). Dengan demikian, secara politik, telah diputuskan bahwa Indonesia akan mandiri dari bantuan finansial IMF. Pada tanggal 12 Oktober 2006, amanat itu terealisasi. Indonesia secara efektif telah melunasi seluruh pinjaman kepada IMF yang seharusnya pelunasan tersebut jatuh tempo pada akhir 2010. Percepatan pelunasan ini mengurangi beban utang dan meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusun dan melaksanakan program pembangunan ekonomi (Intan, 2007). Pemutusan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan IMF merupakan salah satu praktek teori dependensi. Hal ini dilakukan untuk menciptakan kemandirian bangsa yang tidak bergantung dengan IMF yang banyak diintervensi oleh Amerika Serikat. Namun, penerapan modernisasi di Indonesia masih sangat dominan karena banyak modal di aset-aset vital didominasi oleh modal asing.IV. PENUTUPTeori dependensi merupakan teori yang menganjurkan agar negara berkembang memutuskan hubungan dan keterikatan mereka dengan negara sentral. Negara berkembang seharusnya mempunyai model pembangunan sendiri untuk melaksanakan dan mencapai pembangunan yang mandiri dan terbebas dari ketergantungan. Teori dependensi muncul karena negara pinggiran mengalami banyak kerugian akibat keterkaitannya dengan negara maju. Kesuksesan penerapan teori ini tidak lepas dari peran dan partisipasi masyarakat negara berkembang dalam melakukan revolusi sosial. Pembangunan dalam suatu negara sewajarnya terjadi secara bertahap. Sehingga negara yang melepaskan diri dari ketergantungan, tidak mungkin melepaskan diri sepenuhnya. Oleh karena itu negara-negara tersebut masih membutuhkan kerjasama regional yang saling menguntungkan dengan negara lain. Selain partisipasi masyarakat, peran kepemimpinan juga sangat mendukung dalam melepaskan ketergantungan. Sosok pemimpin yang berani dibutuhkan untuk melakukan perubahan besar-besaran dan menyeluruh, mencakup bidang politik, ekonomi, sosial, serta ideologi negara.Selain memiliki kelebihan, ternyata masih ada kekurangan dalam penerapan teori ini. Teori dependensi menimbulkan definisi yang ambigu dalam konteks ketergantungan. Konsep yyang kurang matang, menyebabkan teori ini kurang dapat dipertanggungjawabkan. Ketergantungan selalu dianggap sebagai hal yang negatif. Teori ini lebih sering menyalahkan kapitalisme, dimana negara dunia ketiga hanya akan mendapat kerugian dengan menggantungkan negaranya pada negara maju. Hubungan antarnegara dalam teori ketergantungan selalu dianggap bersifat zero-sum game (hanya menguntungkan satu pihak, sedangkan pihak yang lain rugi), sedangkan pada kenyataannya tidak selalu seperti itu

s . e . m . u . t . n . a . g . a Home Pages About marxismegeorge mead PENERAPAN TEORI MODERNISASI DI NEGARA DUNIA KETIGAMarch 28, 2011 - 8:58 pm Comments OffTUGAS MAKALAH SOSIOLOGI PEMBANGUNANPENERAPAN TEORI MODERNISASI DI NEGARA DUNIA KETIGADisusun Oleh :Ajeng Dhityafitri N (D0309007) / 8JURUSAN SOSIOLOGIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA2010I. LATAR BELAKANGNegara-negara yang baru merdeka termasuk Indonesia, pada umumnya berada dalam situasi yang kurang lebih sama, yaitu kehidupan sosial ekonomi yang merana akibat penjajahan, tingkat pendapatan masyarakat yang rendah, keadaan pendidikan yang menyedihkan, kondisi kesehatan yang parah dan sebagainya yang pada pokoknya dapat disebut sebagai suatu keadaan yang tertinggal dari kemajuan. Dengan kenyataan seperti itu, logislah jika di dunia lalu terdapat dua macam keadaan di antara negara-negara yang ada yaitu: negara yang keadaanya cukup makmur dan tidak terlalu terpengaruh oleh perang dunia yang baru selesai, dan sisanya, sejumlah negara baru yang kelak disebut sebagai megara terbelakang (underdeveloped), kurang maju (less developed), atau sebutan yang lebih halus negara yang sedang berkembang (developing countries) (Siagian, 1990:20).Negara-negara yang baru merdeka tadi, harus terbebas dari lingkaran setan kemiskinan yang mana ciri dari lingkaran setan kemiskinan adalah tidak mempunyai industri karena miskin, dan karena miskin tidak mempunyai industri. Untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan itu, negara memerlukan uang dan pengatahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan industrialisasi.Sejak itulah berkembang berbagai rencana pembangunan yang menjadi pegangan bagi negara-negara yang baru merdeka tersebut, yang pada pokoknya mempunyai kesamaan pula yaitu bertujuan untuk secapatnya mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju. Terutama karena didesak oleh keinginan untuk segera meraih kemakmuran, dan juga bayangan pengalaman pahit sebagai negara terjajah, disamping baru menyelesaikan perang untuk mendapatkan kemerdekaan masing-masing. Pada umumnya negara-negara baru inipun tanpa sadar memimpikan suatu jalan pintas untuk membangun negaranya. Di Indonesia misalnya, pada tahun 1956-1960 telah merencanakan Pembangunan Lima Tahun, tahun1961-1968 diusahakan pula rencana Pembangungan Nasional Semesta Berencana (Bintoro, 1987 : 3.36). Tetapi dalam kenyataanya semua rencana ini tidak pernah dapat direalisasikan karena berbagai alasan. Alasan yang utama adalah situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil yang sangat mempengaruhi pelaksanaan suatu rencana. Akibatnya sebelum berakhir, tahun rencana maka rencana itu diganti dengan rencana yang lain. Akhirnya, yang dijalankan oleh pemerintah adalah rencana proyek demi proyekNegara-negara baru merdeka kebanyakan tidak begitu cermat dalam mempertimbangkan perbedaan latar belakang sosio-kultural mereka dengan negara-negara maju. Padahal, perbedaan tersebut sesungguhnya tidak memungkinkan negara baru tadi untuk sepenuhnya menempuh langkah dan tahapan yang persis seperti yang telah dijalani oleh negara maju dalam mencapai kemakmuran. Bahkan, ada kecenderungan negara-negara yang baru merdeka tersebut mempunyai keyakinan bahwa masalah keterbelakangan atau ketertinggalan dapat diatasi dengan penerapan sistem ekonomi dan politik yang ada di barat ( Zulkarimein, 1996:24). Keyakinan ini muncul didasarkan pada asumsi bahwa perbedaan yang terdapat adalah dalam hal derajat ketimbang jenis pembangunan itu sendiri. Padahal, paradigma pembangunan yang berlaku pada masa itu yang juga dikenal sebagai Paradigma Modernisasi, memandang pembangunan sebagai suatu persepektif yang unlinear dan bersifat evolusioner.Jarak antara negara kaya dengan negara baru berkembang itu hendaknya dijembatani melalui pembangunan yang diartikan sebagi suatu proses peniruan (imitative process) dalam tahapan-tahapan yang begitu rupa, sehingga secara bertingkat (gradual) pula sektor-sektor yang ada maupun negaranya sendiri pada masyarakat yang baru berkembang maupun pada masyarakat yang tradisional akan memiliki kualitas yang modern.Adapun model pembangunan yang dibutuhkan oleh dunia ketiga atau negara berkembang menurut Schramm yang dikutip oleh Zulkarimein (1996:26) adalah suatu pembangunan yang penekanannya lebih pada suatu rangkaian (seri) model nasional yang dibuat oleh bangsa yang bersangkutan yang (1) didasarkan pada pemahaman yang menyeluruh mengenai kebutuhan nasional, (2) bergerak pada kecepatan berapa saja yang layak, (3) diarahkan menuju apa yang dipersepsikan oleh negara yang bersangkutan sebagai tujuannya.II. PEMBAHASANA. Tumbuhnya Teori ModernisasiSetelah Perang Dunia II, negara-negara yang terlibat dalam perang tersebut banyak yang mengalami kesulitan ekonomi akibat tingginya biaya perang. Unutk memulihkan kembali kondisi ekonominya maka negara-negara yang terlibat melakukan konsolidasi. Hasilnya adalah adanya perubahan dalam hubungan antarnegara di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Dengan kata lain dominasi kapitalisme tidak lagi diwujudkan dalam bentuk penjajahan non-fisik. Di bidang ekonomi, dibentuklah lembaga-lembaga ekonomi yang pada hakekatnya akan mengendalikan negara-negara yang baru merdeka. Lembaga yang dimaksud adalah: World Bank, International Monetary Fund (IMF), General Agreement Tariff and Trade (GATT).Bangkitnya negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika yang sebelumnya merupakan negara-negara jajahan Eropa dan Amerika Serikat menjadi ancaman baru bagi eksistensi paham kapitalisme, karena banyak di antara negara baru merdeka tersebut yang lebih tertarik pada paham sosialisme untuk melakukan perubahan sosial.Modernisasi menurut J.W Schoorl yaitu suatu masyarakat ialah proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspeknya. Modernisasi dapat dirumuskan sebagai penerapan pengetahuan ilmiah pada semua aktivitas, semua bidang kehidupan masyarakat. Menurut Mansour Fakih, istilah modernisasi sering disamakan dtukarbalikkan dengan istilah pembangunan. Sehinga dapat dikatakn bahwa teori modernisasi sama dengan teori pembangunan, yang pada dasarnya emrupakan teori perubahan sosial.Dalam perspektif Reinhard Bendix, modernisasi menunjuk pada satu tipe perubahan sosial yang berasal dari revolusi industri di Inggris dan revolusi politik di Perancis. Sedangkan menurut Fred W. Riggs modernisasi terjadi manakala pertumbuhan ekonomi telah mendesak masyarakat (Barat) untuk melakukan diferensiasi struktural. Ketika terjadi diferensiasi struktural, koordinasi peran lalu menjadi persolan. Oleh karenanya, timbul kebutuhan dalam masyarakat untuk mempelajari kembali, serta mengadakan penyesuaian konsep-konsep maupun peran dalam masyarakat. Fred W. Riggs menyebut proses modernisasi sebagai westernisasi dengan komponen-komponennya yang terdiri dari industrialisasi, demokrasi, scientism, dan ekonomi pasar.Modernisasi seperti yang dinyatakan Vedi R. Hadiz, diukur berdasarkan sejauh mana pola-pola dan nilai-nilai demokrasi Barat tertanam dan berkembang dalam masyarakat. Sesuai dengan premis itu, modernisasi di negara-negara Dunia Ketiga dan negara berkembang dapat dilihat dari kemampuan negara tersebut mengembangkan pola-pola kehidupan politik sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, rasionalitas, dan obyektivitas dalam ukuran negara-negara Barat. Oleh karenanya, modernitas dilihat dari kemampuan negara tersebut mengembangkan pola-pola kehidupan politik sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dari Barat sebagai pencetus kapitalisme.Menurut Harrod-Domar, teori modernisasi adalah teori yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah penyediaan modal untuk investasi. Sedangkan bagi McClelland, mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n-Ach yang tinggi melalui pembentukan individu ketika mereka masih anak-anak, kalau manusia wiraswasta dapat dibentuk dalam jumlah yang banyak, proses pembangunan dalam masyarakat akan menjadi kenyataan. Berbeda dengan Weber yang mengatakan bahwa nilai-nilai masyarakat antara lain dari yang melalui agama, mempunyai peran yang menentukan dalam mempengaruhi tingkah laku individu. Kalau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dapat diarahkan pada sikap yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, proses pembangunan dalam masyarakat tersebut dapat terlaksana.Hoselitz menekankan lembaga-lembaga yang konkret diperlukan untuk menghimpun modal yang besar serta memasok tenaga teknis, tenaga wirswasta dan teknologi. Sedangkan menurut Inkeles dan Smith, teori modernisasi dalah teori yang menekankan lingkungan material (dalam hal ini lingkungan pekerjaan) sebagai salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern yang bisa membangun.Samuel P Huntington memberikan beberapa ciri-ciri pokok modernisasi yaitu:1) Modernisasi merupakan proses revolusioner. Hal ini merupakan konsekuensi langsung karena adanya masyarakat tradisionil dan masyarakat modern yang berbeda dan kontradiktif satu sama lain, dan perubahan dari tradisionil ke modernitas melibatkan masalah peubahan total dan radikal dalam pola-pola hidup manusia.2) Modernisasi merupakan proses yang rumit karena melibatkan perubahan hampir di semua bidang pemikiran dan tingkah laku manusia serta sekurang-kurangnya terdiri dari unsur-unsur industrialisasi, urbanisasi, mobilisasi sosial, diferensiasi, sekularisasi, perluasan media, peningkatan tingkat literasi dan perluasan partisipasi politik.3) Modernisasi merupakan suatu proses yang sistematis. Perubahan dalam suatu bidang/aspek akan membawa perubahan atau setidaknya mempengaruhi bidang/aspek lain.4) Modernisasi adalah suatu proses global. Hal ini disebabkan adanya penyebaran gagasan-gagasan dan teknik-teknik modern dalam kehidupan di seluruh penjuru dunia.5) Modernisasi merupakan proses jangka panjang. Pada awal perubahan masyarakat tradisional memang terlihat revolusioner, tetapi proses modernisasi secara keseluruhan hanya mungkin terjadi dalam proses yang evolusioner dan memerlukan jangka waktu yang panjang.6) Modernisasi merupakan proses yang bertahap, yaitu mulai dari tahap tradisional menuju masyarakat modern.7) Modernisasi merupakan proses homogenitas. Dengan modernisasi akan terbentuk berbagai masyarakat dengan struktur dan tendensi antar masyarakat politik serta kea rah intergrasi semua masyarakat.Modernisasi merupakan proses yang selalu bergerak ke depan. Meskipun dalam beberapa kasus ada kemungkinan berhenti atau mundur sementara, tetapi proses modernisasi tidak dapat dihentikan.9) Modernisasi merupakn proses progresif. Dalam jangka panjang modernisasi meningkatkan kesejahteraan manusia, baik kultural maupun material.B. Landasan Teori ModernisasiTeori modernisasi sebenarnya merupakan teori perubahan sosial yang dibangun di atas landasan kapitalisme teori evolusionisme dan teori fungsionalisme. Seperti yang dikatakan J.W. Schoorl bahwa teori modernisasi bukanlah teori yang bebas nilai, bahwa proses modernisasi dan terwujudnya bentuk-bentuk mayarakat modern dengan sendirinya tidak mungkin bebas nilai. Oleh karenanya, cara melaksanakan modernisasi juga ada hubungannya dengan nilai-nilai dan norma-norma yang digunakan. Mengingat bahwa teori modernisasi dibangun di atas landasan kapitalisme, maka norma yang mendukung modernisasi jelas bernuansa kapitalistik.1. Teori Ekonomi KapitalisDalam kajian teori ini, dikatakan sumber dan akar dari pandangan kapitalisme yakni pandangan filsafat ekonomi klasik. Beberapa tokoh yang menganut paham ini antara lain Adam Smith, Thomas Robert Malthus, Jeremy Bentham, dan lain-lain. Ada beberapa pandangan dari pemikir ekonomi klasik yang mempengaruhi teori perubahan sosial di kemudian hari, yaitu para pemikir ekonomi klasik percaya kepada; laissez-faire yakni kepercayaan akan kebebasan dalam bidang ekonomi yang memberi isyarat perlunya membatasi atau memberi peranan sangat minimum kepada pemerintah dalam bidang ekonomi.Ekonomi pasar yang diletakkan di atas sistem persaingan atau kompetisi bebas dan kompetisi sempurna. Kondisi full-employment yakni suatu kepercayaan bahwa ekonomi akan lancar dan selalu mengalami penyesuaian diri jika tanpa intervensi pemerintah. Memenuhi kepentingan individu akan berarti memenuhi kepentingan masyarakat. Menitikberatkan pada kegiatan ekonomi, khususnya industri. Hukum ekonomi berlaku secara universal, terakhir, dituliskan ekonomi klasik percaya pada hukum pasar.2. Teori EvolusiTeori evolusi merupakan warisan pengaruh zaman pencerahan khususnya yang menonjol pada zaman itu dan berdampak terhadap pemikran manusia tentang perubahan sosial. Teori ini lahir setelah revolusi industri dan revolusi Perancis pada awal abad ke-19. Ada 6 asumsi dalam teori ini antara lain: perubahan dilihat sebagai natural, dereksional, immanent, kontinyu, suatu keharusan, dan berjalan melalui sebab yang sama. Menurut Auguste Comte, teori evaluasi digambarkan dalam tiga fase penting yaitu fase theological, dimana suatu masyarakat dikuasai oleh pendeta dan diperintahkan oleh militer; fase methaphysical, didasarkan kepada pemikran filosofis manusia; dan fase scientific atau positive, memahami hukum alam dan eksperimentasi ilmiah.3. Teori FungsionalismeTeori ini dikemukakan oleh Talcott Parsons, yang pernah menjadi ahli biologi. Menurutnya masyarakat manusia seperti organ tubuh di masyarakat. Oleh karena itu masyakarat manusia juga dapat dipelajari seperti mempelajari tubuh masyarakat karena: Pertama, saling berhubungan antara yang satu dengan lainnya. Kedua, masing-masing memiliki fungsi yang jelas dan spesifik. Parson merumuskan istilah fungsi pokok (fungtional imperative) untuk menggambarkan fungsi masing-masing tersebut, yaitu lembaga ekonomi menjalankan sebagai fungsi lingkungan, pemerintah menjalankan fungsi perencanaan umum, lembaga hukum dan agama menjalankan fungsi integrasi, serta lembaga pendidikan menjalankan fungsi usaha pemeliharaan. Parsons berpendapat dengan merumuskan konsep kesinambungan dan dinamis stasioner yaitu jika salah satu fungsi bagian tubuh terganggu atau berubah, maka akan terpengaruhi bahkan ikut berubah.Parsons menjelaskan perbedaan masyarakat modern dan tradisional lewat konsep faktor kebakuan dan pengkur. Dimana hubungan yang berlangsung, berulang dan mewujud dalam sistem kebudayaan adalah merupakan sistem yang tertinggi dan terpenting. Ia pun menjelaskan tentang hubungan kecintaan dan kenetralan. Menurutnya, masyarakat tradisional memiliki kecintaan yang emosional kepada kelompoknya. Sedangkan masyarakat modern memiliki hubungan kenetralan yang memiliki sifat individualisme yang tinggi. Kemudian Parsons merumuskan hubungan kekhususan dan universal. Masyarakat tradisional cenderung ke hubungan universal dengan anggota kelompok lain, sedangkan masyarakat modern cenderung ke hubungan kekhususan dengan kelompok masyakarat lain. Selain itu, masyarakat tradisional memiliki kewajiban kekeluargaan, komunitas, dan kesukuan yang sangat tinggi, memandang akan pentingnya warisan dan bawaan nenek moyang, serta merumuskan fungsi-fungsi kelembagaan secara jelas namun pelaksanaan tugasnya kurang efisien. Sedangkan masyarakat modern lebih individualistik, memandang pentingnya prestasi, serta merumuskan tugas masing-masing kelembagaan secara jelas dan spesifik.C. Kegagalan Teori Modernisasi di Dunia KetigaPenerapan teori modernisasi dalam kebijakan di negara-negara berkembang (Dunia Ketiga) menyebabkan terbukanya peluang bagi negara-negara kapitalis unutk mengembangkan usahanya di negara-negara tersebut melalui perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melakukan eksploitasi sumber daya alam di negara-negara tersebut.Penerapan teori modernisasi dan ideologi pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga termasuk Indonesia, ternyata menunjukkan hal yang berlawanan dengan yang terjadi di AS dan Eropa Barat. Keberhasilan penerapan teori modernisasi di negara-negara Barat dalam pertumbuhannya di masa lalu, justru berbeda dengan di negara-negara Dunia Ketiga yang justru menimbulkan dominasinya peran negara dan juga kerusakan lingkungan. Ini terjadi karena ada perbedaan tingkat kekayaan (modal) unutk melaksanakan pembangunan. Pada pertumbuhan awal negara-negara industri di Eropa Barat, proses industrialisasi membutuhkan modal yang relatif kecil sehingga modernisasi dapat dijalankan oleh pengusaha, masyarakat, tanpa campur tangan yang besar dari pemerintah. Sedangkan modernisasi di negara-negara Dunia Ketiga membutuhkan modal yang sangat besar karena ketertinggalan negara-negara tersebut dalam teknologi dan sumber daya manusia.Gerschenkron menyatakan bahwa makin terlambat suatu negara melakukan proses industrialisasi, makin diperlukan campur tangan negara. Oleh karenanya, negara harus terlibat dalam proses pembangunan ekonomi seperti melakukan akumulasi modal, mendirikan perusahaan-perusahaan negara, mendorong terciptanya dunia usaha serta campur tangan dalam regulasi di bidang industri dan perdagangan. Jika yang banyak berperan dalam modernisasi di Eropa Barat dan AS adalah aktor-aktor non-negara, sebaliknya di negara-negara Dunia Ketiga, modernisasi berasal dari peran negara yang sangat besar, bukan masyarakat. Bila modernisasi di Eropa berdampak pada demokratisasi politik, yang terjadi di Dunia Ketiga justru menciptakan pemerintah yang dominan, yang akhirnya menempatkan pembangunan sebagai ideologi.Di Dunia Ketiga, terjadi kolaborasi antara kekuatan kapitalisme global dengan penguasa (negara) dan pengusaha, sehingga muncul koalisi kepentingan yang menyebabkan rakyat dan lingkungan hidup akan mudah dikorbankan. Penguasa negara berkepentingan dengan keuntungan pribadi yang diperoleh karena kewenangannya, sedangkan kekuatan kapitalisme global (yang direpresentasikan oleh korporasi multinasional) berkepentingan dengan terus terjaganya pasokan bahan baku maupun hasil produksi yang terus-menerus diperbesar demi kepentingan akumulasi modal.Sudharto P. Hadi menuliskan bahwa pada awal dan smapia akhir 1990-an, di Indonesia telah disusun dan atau telah diratifikasi perjanjian-perjanjian internasional yang berkaitan dengan dengan lingkungan hidup. Jika substansi perundang-undangan tersebut dicermati, masih ditemukan adanya kelemahan-kelemahan substansial mengenai hal-hal berikut:a) Peran pemerintah yang masih mendominasi penguasaan dan pegelolaan sumber daya alam (state-based resource management)b) Hak masyarakat adat atas penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam (indigenous property rights) yang belum diakui secara utuh.c) Partisipasi masyarakat (public participation) dalam pengelolaan sumber daya alam yang masih terbatas.d) Transparansi dan demokratisasi dalam proses pengambilan keputusan yang belum diatur secara utuh.Dapat dibuktikan bahwa teori modernisasi dalam implementasinya di Indonesia masih memberikan peran yang dominan bagi pemerintah (negara). Dominasi tesebut bisa memunculkan bias, sehingga peran masyarakat selaku stakeholder dalam masalah lingkungan menjadi tidak diakui. Kemudian terjadilah kerusakan lingkungan di Indonesia yang umumnya juga di negara-negara Dunia Ketiga, karena Dunia Ketiga telah dijadikan sebagai pemasok bahan baku (raw materials) sebagai bagian dari rangkaian proses perdagangan multilateral. Hal ini sebenarnya memang merupakan tuntutan sesuai dalam ajaran kapitalisme bahwa ada tiga faktor utama dalam produksi yaitu sumber daya manusia, teknologi, dan sumber daya alam. Oleh karena itu, sumber daya alam bisa dieksploitasi secara besar-besaran untuk kepentingan maksimalisasi laba.Mungkin benar apabila dikatakan bahwa istilah pembangunan nasional oleh berbagai kelompok di masyarakat dengan persepsi dan konotasi yang berbeda-beda. Sementara warga masyarakat mungkin menggunakan istilah tersebut hanya dalam kontek ekonomi semata-mata . Warga masyarakat yang mempunyai persepsi demikian pada umumnya adalah mereka yang biasnya digolongkan kepada kaum yang kondisi ekonominya tidak atau belum menggembirakan. Mungkin ada pula sekelompok orang di masyarakat yang persepsinya tentang pembangunan sangat diwarnai oleh konteks konotasi politik, umpamanya konotasi yang dimiliki oleh para politisi. Tidak mustahil persepsi lain pun terdapat di masyarakat yang menyoroti pembangunan itu hanya dari segi tertentu dari kehidupan dan penghidupan bermasyarakat dan bernegara pada tingkat individual maupun pada tingkat kemasyarakatan.Dalam konteks yang luas, pembangunan didasarkan pada lima ide pokok, yaitu:1) Pembangunan pada dirinya mengandung pengertian perubahan dalam arti mewujudkan suatu kondisi kehidupan yang lebih baik dari kondisi yang ada secara menyeluruh.2) Ide pokok yang kedua yang inheren dalam pengertian pembanguan ialah pertumbuhan dalam arti kemampuan suatu bangsa untuk terus berkembang baik secara kulalitatif maupun kuantitatif.3) Pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan, artinya keadaan yang lebih baik, yang didambakan oleh suatu masyarakat, serta pertumbuhan yang diharapakan akan terus berlangsung tidak akan terjadi dengan sendirinya apalagi secara kebetulan.4) Pembangunan bermuara pada suatu titik akhir tertentu yang untuk mudahnya dapat dikatakan sebagai cita-cita akhir perjuangan dan usaha negara bangsa yang bersangkutan.Pada umumnya komponen-komponen dari cita-cita akhir dari negara-negara di dunia baik yang sudah maju maupun baru berkemabang, adalah hal-hal yang pada hakikatnya bersifat relatif dan sukar membayangkan tercapainya titik jenuh yang absolut yang setelah tercapai tak mungkin ditingkatkan lagi seperti: keadilan, kemakmuran, ketentraman, keamanan dan sebagainya yang kesemuanya merupakan kebahagian lahir batin. Ideologi apapun yang dianut oleh suatu negara bangsa, struktur politik apapun yang terdapat di masyarakat, sistem perekonomian yang bagaimanapun yang berlaku, dan tata nilai sosial budaya yang bagaimanapun yang menjiwai kehidupan masyarakat, hal-hal diataslah yang ingin dicapai. Kenyataan bahwa titik jenuh yang absolut tidak akan pernah tercapai, berarti bahwa selama negara bangsa ada, selama itu pulalah ia terus melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan.Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari harapan-harapan di atas walaupun untuk menuju ke arah sana masih sulit untuk mewujudkannya. Sebagai negara yang baru mengecap kemerdekaan setengah abad, Indonesia masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan negara-negara seperi Malaysia, Singapura, ataupun Thailand apalagi jika dibandingkan dengan Jepang. Padahal jarak kemerdekaan maing-masing negara hampir sama. Tentunya, hal ini tidak terlapas dari latar belakang sejarah Indonesia itu sendiri yang jelas berbeda jika dibandingkan dengan negara-negara yang disebutkan di atas. Dengan terjajahnya selama lebih dari tiga setengah abad oleh Belanda, hal ini tentunya tidak sedikit menimbulkan kendala-kendala bagi Indonesia dalam mengejar ketertinggalannya dalam pembangunan. Disisi lain, Indonesia giat memacu semangat untuk mengejar ketertinggalan. Berbagai program perencanaan pembangunan kerap dilakukan mulai dari Program Pembangunan Nasional Semesta Berencana 8 Tahun (PNSBD) pada tahun 1961-1968 hingga Program Pembangunan Lima Tahun yang dilaksanakan semenjak tahun 1971 hingga dekade 90-an. Tetapi dalam kenyataannya program-program tersebut berjalan tidak sesuai harapan. Alasan utama ialah karena keadan dan situasi politik serta ekonomi yang tidak stabil yang sangat mempengaruhi pelaksanaan suatu rencana.Adi Sasono dan Sritua Arif (1991:132) menjelaskan temuannya bahwa pada masa orde baru memang disatu sisi telah terjadi peningkatan dalam berbagai sektor pembangunan. Akan tetapi di sisi lain pun telah terjadi pula melebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Mereka menggunakan lima tolok ukur untuk melihat pembangunan ekonomi pada masa orde baru yakni sifat pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, proses industrialisasi, pembiayaan pembanguan dan pesediaan bahan makanan. Menurut mereka, pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah dibarengi pula dengan melebarnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang akhirnya golongan miskin bertambah miskin, mereka tidak menikmati pertumbuhan ekonomi. Padahal masa itu kita sudah menganggap bahwa sistem perekonomian kita telah cukup memadai. Dilihat dari sektor tenaga dan kesempatan kerja Indonesia mempunyai tingkat pengangguran dengan percepatan yang tinggi pula. Ini terjadi karena industri yang dikembangkan dengan semangat teknologi padat modal ternyata tidak banyak menyerap tenaga. Sementara di pihak lain sektor pertanian yang telah mengalami mekanisasi tidak lagi mampu menampung tenaga kerja sebesar yang pernah dimiliki sebelumnya. Proses industrilisasi yang terjadi di Indonesia adalah industrialisasi yang bersifat ekstraversi. Industri substitusi impor yang dikembangkan memiliki sifat ketrgantungan modal dan teknologi asing yang tinggi. Karena sifat pertumbuhan ekonomi yang dimiliki dan karena model industrilaisasi yang dipilih Indonesia ,mau tidak mau hanya memiliki satu pilihan yakni kebutuhan untuk selalu memperoleh modal asing. Dan lebih dari itu, pinjaman luar negeri yang masuk ke Indonesia, seperti juga modal asing untuk tujuan investasi dimaksudkan untuk membiayai resource gap yaitu membiayai surplus impor dalam perkiraan neraca pembayaran yang sedang berjalan.Nampaknya hasil temuan-temuan diatas menunjukan bahwa ketergantungan masih akan melekat dalam proses pembangunan di Indonesia. Penyebabnya adalah faktor luar, yang tidak berada di dalam jangkauan pengendalian kita. Yang pada akhirnya, posisi ketergantungan ini akan membawa akibat lebih jauh berupa keterbelakangan pembangunan ekonomi seperti yang sedang kita alami dan rasakan sekarang ini.III. KESIMPULANIndonesia merupakan negara yang sedang berkembang, yang berupaya membangun masyarakatnya dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Hal itu dilakukan dengan adanya pembangunan masyarakat secara keseluruhan dalam bidang modernisasi. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia agar setara dengan masyarakat modern bangsa lain. Oleh sebab itu modernisasi di Indonesia dapat dikatakan terbuka, artinya bahwa dalam proses modernisasi tidak tertutup kemungkinan untuk menerima unsur-unsur dari luar. Namun tentunya harus ada filterisasi (penyaringan) terhadap unsur-unsur dari luar. Gejala-gejala yang tampak dari proses modernisasi di Indonesia meliputi segala bidang, baik teknologi, politik, sosial, ekonomi, agama dan kepercayaan.Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia selama ini juga tidak lepas dari pendekatan modernisasi. Asumsi modernisasi sebagai jalan satu-satunya dalam pembangunan menyebabkan beberapa permasalahan baru yang hingga kini menjadi masalah krusial bangsa Indonesia. Penyelenggaraan pembangunan selalu merupakan perjuangan yang sasaran-sasarannya antara lain adalah untuk mendekatkan kenyataan dengan kondisi ideal yang diidam-idamkan. Penyelenggaran pembangunan di Indonesia selama ini dengan tujuan untuk menciptakan perubahan (modernisasi) dalam berbagai segi kehidupan kiranya masih jauh dari harapan. Penyebabanya adalah aspek sumber daya dan sistem pemerintahan yang sampai saat ini masih kurang mendukung terhadap lajunya proses perubahan tersebut. Akibatnya, selama dukungan dari dua hal diatas belum optimal maka, masalah ketergantungan (dependensi) negara kita terhadap negara lain selamanya akan tetap berjalan dan ini merupakan suatu tentangan yang harus kita tuntaskan.Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan kebudayaan lokal dengan nilai budaya baru yang masuk bersama dengan modernisasi. Dove dalam penelitiannya membagi dampak modernisasi menjadi empat aspek yaitu ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan sosial. Aspek ideologi sebagai kegagalan modernisasi mengambil contoh di daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Penelitian Dove menunjukkan bahwa modernisasi yang terjadi pada Suku Wana telah mengakibatkan tergusurnya agama lokal yang telah mereka anut sejak lama dan digantikan oleh agama baru. Modernisasi seolah menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang mampu membelenggu kebebasan asasi manusia termasuk di dalamnya kebebasan beragama. Pengetahuan lokal masyarakat juga menjadi sebuah komoditas jajahan bagi modernisasi. Pengetahuan lokal yang sebelumnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat harus serta merta digantikan oleh pengetahuan baru yang dianggap lebih superior.Sajogyo membahas proses modernisasi di Jawa yang menyebabkan perubahan budaya masyarakat. Masyarakat Jawa dengan tipe ekologi sawah selama ini dikenal dengan budaya padi menjadi budaya tebu. Perubahan budaya ini menyebabkan perubahan pola pembagian kerja pria dan wanita. Munculnya konsep sewa lahan serta batas kepemilikan lahan minimal yang identik dengan kemiskinan menjadi berubah. Pola perkebunan tebu yang membutuhkan modal lebih besar dibandingkan padi menyebabkan petani menjadi tidak merdeka dalam mengusahakan lahannya. Pola hubungan antara petani dan pabrik gula cenderung lebih menggambarkan eksploitasi petani sehingga semakin memarjinalkan petani.DAFTAR PUSTAKABudiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.Faqih, Mansour. 2009. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Insist Press.Samekto, FX. Adji. 2005. Kapitalisme, Modernisasi, dan Kerusakan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.