Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof...

30
i Judul : Perkembangan Moral Anak Tunggal Pada Usia 15 – 18 Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof. Dr. A. M. Heru Basuki, Msi ABSTRAKSI Mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan satu tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan. Didalam psikologi perkembangan banyak dibicarakan bahwa dasar kepribadian seseorang terbentuk pada masa anak-anak. Proses-proses perkembangan yang terjadi dalam diri seorang anak ditambah dengan apa yang dialami dan diterima selama masa anak- anaknya secara sedikit demi sedikit memungkinkan ia tumbuh dan berkembangan menjadi manusia dewasa. Moral adalah ajaran tentang baik buruk suatu perbuatan dan kelakuan akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta sesuatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral juga mendasari dan mengendalikan seseorang dalam bersikap dan bertingkahlaku. Ada tiga tingkat perkembangan moral yang berurutan, dimana setiap tingkat perkembangan moral terdiri dari dua tahap perkembangan moral. Jadi ada enam tahap perkembangan moral yaitu tahap pra-konvesional, tahap konvensional dan tahap pasca konvensional. Dikatakan juga bahwa setiap orang akan mengalami perkembangan moral secara bertahap dari tahap satu sampai dengan tahap enam. Namun tidak semua orang dapat mencapai tahap yang ke enam. Setiap perkembangan moral menunjukan arah / orientasi tertentu, individu yang berada pada tahap tertentu akan memberikan jawaban atau argumentasi yang sesuai dengan orientasinya. semakin tampak perbuatan-perbuatan moralnya yang bertanggungjawab. Semakin seseorang mendekati tahapan tersebut, semakin seseorang berada pada tahap moral yang lebih tinggi. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran dan penjelasan yang mendalam mengenai bagaimana moral dari subjek anak tunggal usia 15 – 18 tahun, mengapa moral subjek seperti itu, bagaimana moral dari subjek. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan penelitian studi kasus karena metode kualitatif sesuai untuk digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan seseorang atau tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari dan dengan menggunakan pendekatan penelitian studi kasus karena terdapat permasalahan yang kompleks pada subyek yang ingin diteliti dan dengan metode tersebut penulis

Transcript of Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof...

Page 1: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

i

Judul : Perkembangan Moral Anak Tunggal Pada Usia 15 – 18

Tahun

Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158

Pembimbing : Prof. Dr. A. M. Heru Basuki, Msi

ABSTRAKSI

Mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan satu tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan. Didalam psikologi perkembangan banyak dibicarakan bahwa dasar kepribadian seseorang terbentuk pada masa anak-anak. Proses-proses perkembangan yang terjadi dalam diri seorang anak ditambah dengan apa yang dialami dan diterima selama masa anak-anaknya secara sedikit demi sedikit memungkinkan ia tumbuh dan berkembangan menjadi manusia dewasa.

Moral adalah ajaran tentang baik buruk suatu perbuatan dan kelakuan akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta sesuatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral juga mendasari dan mengendalikan seseorang dalam bersikap dan bertingkahlaku.

Ada tiga tingkat perkembangan moral yang berurutan, dimana setiap tingkat perkembangan moral terdiri dari dua tahap perkembangan moral. Jadi ada enam tahap perkembangan moral yaitu tahap pra-konvesional, tahap konvensional dan tahap pasca konvensional. Dikatakan juga bahwa setiap orang akan mengalami perkembangan moral secara bertahap dari tahap satu sampai dengan tahap enam. Namun tidak semua orang dapat mencapai tahap yang ke enam. Setiap perkembangan moral menunjukan arah / orientasi tertentu, individu yang berada pada tahap tertentu akan memberikan jawaban atau argumentasi yang sesuai dengan orientasinya. semakin tampak perbuatan-perbuatan moralnya yang bertanggungjawab. Semakin seseorang mendekati tahapan tersebut, semakin seseorang berada pada tahap moral yang lebih tinggi.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran dan penjelasan yang mendalam mengenai bagaimana moral dari subjek anak tunggal usia 15 – 18 tahun, mengapa moral subjek seperti itu, bagaimana moral dari subjek.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan penelitian studi kasus karena metode kualitatif sesuai untuk digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan seseorang atau tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari dan dengan menggunakan pendekatan penelitian studi kasus karena terdapat permasalahan yang kompleks pada subyek yang ingin diteliti dan dengan metode tersebut penulis

Page 2: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

ii

mengharapkan dapat memperoleh hasil yang memuaskan tentang semua hal yang berkaitan dengan penelitian ini.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seorang remaja perempuan berusia 15 - 18 tahun.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara dan observasi pada subjek dan significant other. Dalam proses wawancara dan observasi, peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara dan pedoman observasi serta alat perekam untuk membantu proses pengumpulan data.

Setelah dilakukannya penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada kasus subjek, Subjek menilai suatu perbuatan itu baik bila ia dapat menyenangkan orang lain,itu terlihat dari subjek yang selalu mau membantu teman-temannya hanya karena subjek ingin mereka selalu menjadi temannya. Subjek melihat aturan sosial yang dan sebagai sesuatu yang harus dijaga dan dilestarikan, itu terlihat dari subjek yang sangat menjaga hubungan sosial yang subjek jalin terutama dengan teman-temannya. Sesuai dengan Adatahap kedua dari perkembangan moral yang dikemukakan oleh Lawrence E Kohlberg yaitu tahap konvensional Pada tahap ini sudah mulai terjadi internalisasi nilai moral walaupun belum sepenuhnya terinternalisasi. Individu masih menggunakan standar eksternal (hadiah atau hukuman) namun juga telah memiliki standar internal tertentu.

Kata Kunci : Konvensional, Tahap Perkembangan Moral

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan periode

kehidupan manusia yang selalu

menarik untuk dibahas. Dalam masa

itu berbagai masalah dan perubahan

yang serius mulai muncul. Dari yang

bersifat fisik seperti pertumbuhan

badan yang cepat (termasuk organ-

organ seksual) sampai hal-hal yang

lebih bersifat psikis seperti usaha

penemuan identitas diri, mulai timbul

aspirasi masa depan dan bahkan

kecenderungan yang bertambah untuk

berontak pada otoritas (Jerstld, Brook

dan brook, 1978). Masalah-masalah

yang ditimbulkan seringkali tidak

hanya dirasakan oleh remaja itu

sendiri tapi juga oleh orangtua dan

orang lain diluar lingkungan keluarga

juga tidak terbatas pada suatu negara

atau kebudayaan tertentu saja.

Masa remaja adalah masa transisi

atau peralihan, karena remaja belum

memperoleh status orang dewasa

tetapi tidak lagi memiliki status

kanak-kanak (Calon dalam Haditono,

dkk, 2002). Aspek perkembangan

dalam masa remaja yang secara global

Page 3: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

iii

berlangsung antara umur 12 dan 21

tahun dengan pembagian 12-15 tahun:

masa remaja awal 15-18 tahun: masa

remaja pertengahan 18-21 tahun: masa

remaja akhir (dalam Haditono, dkk,

2002).

Keluarga merupakan suatu sistem

kesatuan yang terdiri dari ayah, ibu

serta anak yang kesemuanya saling

mempengaruhi dan dipengaruhi satu

sama lain. Keluarga juga merupakan

tempat dimana anak memperoleh

kasih sayang dan perhatian (Landis,

1997).

Suatu keluarga dikatakan sebagai

keluarga dengan anak tunggal jika

didalamnya terdiri dari orangtua (ayah

dan ibu) dengan satu orang anak

(Landis, 1997). Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Gunarsa S.D & Y.

Gunarsa D (2003), anak tunggal

dalam keluarga diartikan bahwa dalam

suatu keluarga yang terdiri dari suami

dan isteri hanya memiliki seorang

anak saja. Tapi sangat berbeda dengan

yang dikemukakan oleh Hadibroto

(2002) mengenai anak tunggal, ia

mengatakan anak bisa dikatakan

sebagai anak tunggal bila jarak antara

anak pertama dengan anak kedua

berkisar lima tahun atau lebih. Dia

terbiasa dengan fasilitas dan perhatian

yang berlimpah dari semua orang

sebelum akhirnya dia mendapatkan

adik baru makanya anak yang

mengalami situasi seperti di atas bisa

juga dikatakan sebagai anak tunggal

(Hadibroto, 2002)

Dalam teori kelekatan

(attachment) kompetensi sosial

ternyata dipengaruhi oleh pengalaman

awal kelekatan, terutama secure

attachment. Anak tunggal mempunyai

orangtua yang dapat mencurahkan

lebih banyak waktu dan memusatkan

lebih banyak perhatian pada mereka.

Anak tunggal lebih banyak bercakap-

cakap dengan orangtua mereka, lebih

banyak menghabiskan waktu berdua

dengan orangtua mereka (Falbo &

Polit, dalam Papalia & Olds 2007).

Memiliki anak tunggal bukan tanpa

tantangan. Tantangan utama adalah

perlunya keyakinan kuat untuk tidak

terpengaruh oleh pandangan-

pandangan negatif tentang anak

tunggal (Gracinia, 2004).

Page 4: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

iv

Anak tunggal mungkin kurang

baik dalam mengembangkan perasaan

dan mengharapkan kerjasama dan

minat sosial, memiliki sifat parasit dan

mengharapkan orang lain

memanjakan dan melindunginya

(Adler dalam Awisol, 2004). Anak

tunggal cenderung memperlihatkan

tingkahlaku sosial yang negatif.

Mereka kurang menaruh rasa hormat

kepada orang yang lebih tua, tidak

mau bekerjasama, dan tidak memiliki

keterampilan untuk merawat diri

sendiri (Heng Keng, 1995). Lain

halnya dengan Falbo (dalam Berk,

1994), menyatakan bahwa anak

tunggal memperoleh skor harga diri

yang tinggi dan mempunyai motivasi

untuk berprestasi yang tinggi.

Menurut Berk (1994), bahwa anak

tunggal ditakdirkan menjadi anak

yang hanya berpusat pada dirinya

sendiri. Hal ini disebabkan karena

anak tunggal tidak mengalami

hubungan yang khas dengan saudara

kandung, baik hubungan kedekatan,

maupun hubungan konflik. Tanpa

mengalami hubungan kedekatan dan

konflik ini, anak tidak mengenal

bagaimana berhubungan dengan anak.

Seorang anak tunggal tidak atau

kurang mengalami pertentangan-

petentangan yang biasanya terjadi di

antara saudara-saudara kandung.

Perselisihan, rasa iri hati, menolong,

pendekatan pribadi yang selalu

terdapat dalam keluarga tidak pernah

dialaminya. Seolah-olah kehidupan

anak tunggal tersebut begitu

menyenangkan karena perlindungan

yang terus-menerus diberikan oleh

orang-orang dewasa yang berada

disekelilingnya. Oleh karena itulah

sering dialami adanya kelemahan

dalam hubungan antar pribadi di luar

lingkungan rumahnya. (Gunarsa S.D

& Y. Gunarsa D, 2003).

Istilah moral terlalu bebas

digunakan sehingga arti sebenarnya

seringkali tidak diperhatikan atau

diabaikan. Perilaku moral berarti

perilaku yang sesuai dengan kode

moral kelompok sosial. Moral berasal

dari kata latin mores, yang berarti tata

cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku

moral dikendalikan konsep-konsep

moral peraturan perilaku telah

Page 5: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

v

menjadi kebiasaan bagi anggota suatu

budaya dan yang menentukan pola

perilaku yang diharapkan dari seluruh

anggota kelompok. Perilaku tak

bermoral ialah perilaku yang tidak

sesuai dengan harapan sosial. Perilaku

demikian tidak disebabkan

ketidakacuhan akan harapan sosial

melainkan ketidaksetujuan dengan

standar sosial atau kurang adanya

perasaan wajib menyesuaikan diri.

Perilaku bermoral atau tidak bermoral

lebih disebabkan ketidakacuhan

terhadap harapan kelompok sosial

daripada pelanggaran sengaja

terhadap standar kelompok. Beberapa

diantara perilaku anak kecil lebih

bersifat bermoral daripada tidak

bermoral (Hurlock E.B, 1978).

Anak yang sudah menginjak masa

remaja membuat penilaian moral

berdasarkan equity, yaitu penetapan

hukuman berdasarkan kemampuan

individu untuk mengambil

tanggungjawab atas perilakunya.

Remaja sudah tidak lagi terpaku pada

fakta yang bersifat kongkrit tetapi

sudah mampu mempertimbangkan

berbagai kemungkinan yang ada.

Kemudian remaja juga belajar bahwa

peraturan diciptakan dan

dipertahankan berdasarkan

persetujuan sosial dan

pengaplikasikannya bersifat relatif

bagi setiap orang maupun situasi

(Rice, 1993).

Perkembangan moral remaja

banyak dipengaruhi oleh lingkungan

dimana ia hidup. Tanpa masyarakat

(lingkungan), aspek moral remaja

tidak dapat berkembang. Nilai-nilai

moral yang dimiliki remaja lebih

merupakan sesuatu yang diperoleh

dari luar. Remaja belajar dan diajar

oleh lingkungannya mengenai

bagaimana ia harus bertingkah laku

yang baik dan tingkahlaku yang

bagaimana yang dikatakan salah atau

tidak baik. Lingkungan ini dapat

berarti orangtua, saudara-saudara,

teman-teman, guru-guru dan

sebagainya (Gunarsa S.D & Y.

Gunarsa D, 2003).

Kohlberg mengajukan suatu teori

perkembangan moral. Ia mengatakan

bahwa ada tiga tingkat perkembangan

moral yang berurutan, dimana setiap

tingkat perkembangan moral terdiri

Page 6: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

vi

dari dua tahap perkembangan moral.

Jadi ada enam tahap perkembangan

moral. Dikatakan juga bahwa setiap

orang akan mengalami perkembangan

moral secara bertahap dari tahap satu

sampai dengan tahap enam. Namun

tidak semua orang dapat mencapai

tahap yang ke enam. Kohlberg juga

menjelaskan bahwa setiap

perkembangan moral menunjukan

arah / orientasi tertentu, individu

yang berada pada tahap tertentu akan

memberikan jawaban atau

argumentasi yang sesuai dengan

orientasinya. Kohlberg menetapkan

tahapan perkembangan moral ini

dengan jalan menanyakan alasan /

argumentasi seseorang dalam

melakukan atau memilih suatu yang

dilihat oleh Kohlberg adalah

bagaimana seseorang

mempertanggung jawabkan

tindakannya. Ia juga mengatakan

bahwa semakin tinggi tingkat atau

tahap perkembangan moral seseorang,

akan semakin tampak perbuatan-

perbuatan moralnya yang

bertanggungjawab. Semakin

seseorang mendekati tahapan tersebut,

semakin seseorang berada pada tahap

moral yang lebih tinggi (dalam Monks

& dkk, 2002).

Kohlberg meneliti penilaian

moral dalam perkembangannya, jadi

apa yang dianggap baik (seharusnya

dilakukan) dan tidak baik (tidak

pantas dilakukan) oleh anak tahap

yang berbeda-beda.. Kohlberg

melukiskan perkembangan moral anak

dalam 6 tahap. Dalam tingkatan nol

anak menganggap baik apa yang

sesuai dengan permintaan dan

keinginannya. Tingkatan kedua yang

oleh Kohlberg disebut pra-

konvensional. Anak menganggap baik

atau buruk atas dasar akibat yang

ditimbulkan oleh suatu tingkahlaku:

hadiah atau hukuman (tahap 1).

Dalam tahap pra-konvensional yang

berikutnya (tahap 2) anak mengikuti

apa yang dikatakan baik atau buruk

untuk memperoleh hadiah atau

menghindari hukuman. Hal ini disebut

hedonisme instrumental. Sifat timbal

balik disini memegang peranan, tetapi

masih dalam arti ”moral balas

dendam”. Kedua tahap ini sesuai

waktu dengan tahap pra-konvensional.

Page 7: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

vii

Kemudian tahap operasional formal

memulailah juga perkembangan moral

yang sebenarnya. Dalam hubungan ini

Kohlberg membedakan antara

tingkatan konvensional (tahap 3 dan

4) dan tingkatan pasca-konvensional

(tahap 5 dan 6). Dalam tahap 3 akan

dinilai baik apa yang dapat

menyenangkan dan disetujui oleh

orang lain dan buruk apa yang ditolak

oleh orang lain. Menjadi ”anak manis”

masih sangat penting dalam periode

ini. Dalam tahap 4 ini tumbuh

semacam kesadaran akan aturan yang

ada karena dianggap berharga tetapi

dengan belum dapat

mempertanggungjawabkan secara

pribadi. Tingkatan yang terakhir

disebut pasca-konvensional untuk

menunjukan bahwa dalam tahap

operasional formal moral akhirnya

akan berkembang sebagai pendirian

pribadi jadi lebih baik tidak

tergantung daripada pendapat-

pendapat konvensional yang ada

(dalam Monks & dkk, 2002).

Colby and Kohlberg dalam

Lickona (1976) mengatakan bahwa

individu yang berada pada tahap

tingkat konvensional (tahap 3 dan 4).

Bila dihadapkan kasus yang seperti

berikut ini : misalnya, jika sejak kecil

pada seorang anak diterapkan sebuah

nilai moral yang mengatakan bahwa

korupsi itu tidak baik. Pada masa

remaja ia akan mempertanyakan

mengapa dunia sekelilingnya

membiarkan korupsi itu tumbuh

subur. Hal ini tentu saja akan

menimbulkan konflik nilai bagi sang

remaja. Konflik nilai dalam diri

remaja ini lambat laun akan menjadi

sebuah masalah besar, jika remaja

tidak menemukan jalan keluarnya.

Kemungkinan remaja untuk tidak lagi

mempercayai nilai-nilai yang

ditanamkan oleh orangtua atau

pendidik sejak masa kanak-kanak

akan sangat besar jika orangtua atau

pendidik tidak mampu memberikan

penjelasan yang logis, apalagi jika

lingkungan sekitarnya tidak

mendukung penerapan nilai-nilai

tersebut (Papalia, D.E. & Olds, S.W.

1995).

Masalah di atas menarik peneliti

untuk meneliti perkembangan moral

anak tunggal usia 15 – 18 tahun.

Page 8: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

viii

Dimana usia 15 – 18 tahun itu adalah

masa remaja pertengahan. Mengapa

remaja karena kehidupan moral

merupakan problematik yang pokok

dalam masa remaja (Furter, 1976

dalam Monks, 2002) problematik

anak tunggal remaja sangatlah

berbeda dengan anak remaja yang

lain.

B. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana perkembangan moral

dari anak tunggal pada usia 15 -

18 tahun?

Mengapa perkembangan moral

anak tunggal pada usia subjek

seperti itu?

Bagaimana proses perkembangan

moral dari anak tunggal pada

subjek?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukan penulisan

atau penelitian ini untuk memperoleh

gambaran dan penjelasan yang

mendalam mengenai bagaimana moral

dari anak tunggal pada usia 15 – 18

tahun, mengapa moral anak tunggal

pada usia 15 – 18 tahun seperti itu,

dan bagaimana proses perkembangan

moral dari anak tunggal pada usia 15

– 18 tahun.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat

digunakan untuk

mengembangkan ilmu

khususnya psikologi sosial,

psikologi perkembangan

psikologi kepribadian.

Penelitian ini dapat digunakan

sebagai awal untuk penelitian

berikutnya khususnya yang

berhubungan dengan

perkembangan moral anak

tunggal pada usia 15 – 18

tahun.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan

masukan seta pemahaman

yang bermanfaat bagi yang

membaca terutama anak

tunggal pada usia 15 – 18

tahun, Penelitian ini dapat juga

Page 9: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

ix

sebagai masukan bagi

orangtua dan pendidik untuk

dapat membantu anak-anaknya

terutama bagi anak tunggal

karena setiap anak

membutuhkan pengasuhan dan

pengarahan yang tepat dan

harmonis untuk bisa

berkembang dengan baik.

B. Tinjauan Pustaka

1. Perkembangan Moral

a. Pengertian Moral

Perkembangan moral adalah

istiadat, kebiasaan, tata cara

kehidupan yang berkaitan dengan

aturan dan konvensi tentang apa

yang seharusnya dilakukan oleh

manusia dalam berinteraksi

dengan orang lain. Berkaitan juga

dengan kemampuan seseorang

untuk membedakan antara

perbuatan yang benar dan yang

salah. Dengan demikian, moral

juga melandasi dan

mengendalikan seseorang dalam

bersikap dan bertingkahlaku.

Perilaku moral berarti perilaku

yang sesuai dengan kode moral

kelompok sosial. Jadi, suatu

tingkahlaku dikatakan bermoral

apabila tingkahlaku itu sesuai

dengan nilai-nilai moral yang

berlaku dalam kelompok sosial

dimana anak itu hidup.

b. Karakteristik

Perkembangan Moral

Karakteristik-karakteristik

dibawah ini mungkin dapat

membantu anda memahami arti

manusia yang baik (Wahyuning

W, Jash, Rachmadiana M.H,

2003), yaitu:

1) Setia, jujur dan dapat

dipercaya

2) Baik hati, penyayang, empati,

peka dan toleran

3) Pekerja keras, bertanggung

jawab dan memiliki disiplin

diri

4) Mandiri, mampu menghadapi

tekanan kelompok

5) Murah hati, memberi dan tidak

mementingkan diri sendiri

6) Memperhatikan dan memiliki

penghargaan tentang otoritas

yang sah, peraturan dan

hukum

Page 10: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

x

7) Menghargai diri sendiri dan

hak orang lain

8) Menghargai kehidupan,

kepemilikan alam, orang yang

lebih tua dan orang tua

9) Santun dan memiliki adab

kesopanan

10) Adil dalam pekerjaan dan

permainan

11) Murah hati dan pemaaf,

mampu memahami bahwa

balas dendam tidak ada

gunanya

12) Selalu ingin melayani,

memberikan sumbangan pada

keluarga, masyarakat, negara,

agama dan sekolah

13) Pemberani

14) Tenang, damai dan tentram

Wahyuning W, Jash,

Rachmadiana M.H ( 2003)

menyusun karakteristik moral

yang bersifat umum, dan cocok

dengan tahap konvensional

berdasarkan tahapan

perkembangan moral dari

Kohlberg. Dikatakan cocok karena

karakteristik tahap konvensional

perkembangan moral dari

Kohlberg yang menyatakan

walaupun individu masih

menggunakan standar eksternal

(hadiah atau hukuman) namun

juga telah memiliki standar

internal tertentu (Lawrence E

Kohlberg dalam Monks & dkk,

2002) . Apabila dianalisis

karakteristik perilaku moral dari

Wahyuning W, Jash,

Rachmadiana M.H, ternyata

karakteristik perilaku moral

tersebut sesuai dengan standar

moral internal dari tahap

konvensional Kohlberg. Dengan

demikian karakteristik moral

Wahyuning W, Jash,

Rachmadiana M.H, tersebut dapat

digunakan untuk menggambarkan

ciri-ciri perkembangan moral

tahap konvensional.

c. Faktor yang Mempengaruhi

Perkembangan Moral

Faktor keluarga

Faktor yang paling

mempengaruhi penilaian moral

adalah keluarga. Rice (1993)

menyatakan bahwa semua

Page 11: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xi

penelitian mengenai

perkembangan moral anak dan

remaja menekankan

pentingnya peran orang tua

dan keluarga. Terdapat

beberapa faktor keluarga yang

berhubungan secara signifikan

dengan pembelajaran moral

pada anak (Zelkowitz, 1987,

dalam Rice, 1993):

1. Tingkat kehangatan,

penerimaan dan

kepercayaan yang

ditunjukan terhadap anak.

Anak cenderung

mengagumi dan meniru

orangtua yang hangat,

sehingga menumbuhkan

sifat yang baik pada anak.

Teori differential

assosiation dari Sutherland

dan Cressey (1966, dalam

Rice, 1993) menjelaskan

bahwa prioritas, durasi,

intensitas dan frekuensi

dari hubungan orangtua

anak memfasilitasi

pembelajaran moral dan

perilaku kriminal pada

anak. Hubungan orangtua

anak yang dianggap

penting (prioritas tinggi)

dalam jangka waktu yang

lama (durasi tinggi),

dikarakteristikan dengan

kedekatan emosi

(intensitas tinggi) serta

jumlah kontak dan

komunikasi yang maksimal

(frekuensi tinggi),

memiliki efek positif pada

perkembangan moral anak.

2. frekuensi interaksi dan

komunikasi antara

orangtua dan anak

Teori role modeling

mengatakan bahawa

identifikasi anak terhadap

orangtua dipengaruhi

frekuensi interaksi

orangtua-anak. Orangtua

yang sering berinteraksi

secara intensif dengan

anaknya cenderung lebih

mempunyai pengaruh

terhadap kehidupan

anaknya. Interaksi

orangtua-anak memberikan

Page 12: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xii

kesempatan untuk

pembahasaan nilai-nilai

dan norma-norma,

terutama bila interaksi

dilakukan secara

demokratis dan bersifat

mutual.

3. Tipe dan tingkat disiplin

yang dijalankan orangtua

Hasil penelitian

menunjukan bahwa

disiplin mempunyai efek

yang positif terhadap

pembelajaran moral ketika:

a. Konsisten, baik

intraparent (konsisten

dalam melakukan

disiplin maupun

interparent (konsisten

antara kedua orangtua)

b. Kontrol terutama

dilakukan secara verbal

melalui penjelasan

guna mengembangkan

kontrol internal pada

anak. Orangtua yang

melakukan penjelasan

verbal secara jelas dan

resional menghasilkan

internalisasi nilai dan

standar pada anak,

terutama ketika

penjelasan disertai

dengan afeksi sehingga

anak cenderung untuk

menerima. Remaja

menginginkan dan

membutuhkan arahan

orangtua.

c. Adil dan sesuai serta

menghindari kekerasan

Orangtua yang

menggunakan

kekerasan menyimpang

dari tujuan disiplin,

yaitu, mengembangkan

hati nurani, sosialisasi,

dan kooperasi

(Herzberger and

Tennen, 1985, dalam

Rice, 1993). Orangtua

yang terlalu permisif

juga menghambat

perkembangan

sosialisasi dan moral

anak karena mereka

tidak memberikan

bantuan untuk

Page 13: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xiii

mengembangkan

kontrol dalam diri

anak.

d. Bersifat demokratis,

bukan permisif ataupun

autokratik.

4. Contoh yang diberikan

orangtua bagi anak

Hasil penelitian

menunjukan bahwa

perilaku menyimpang ayah

berkorelasi secara

signifikan dengan perilaku

devian anak pada masa

remaja dan dewasa.

Sangatlah penting bagi

orangtua untuk menjadi

sosok yang bermoral jika

ingin memberikan model

positif bagi anak mereka

untuk ditiru.

5. Kesempatan untuk mendiri

yang disediakan orangtua

Pengaruh peer juga

penting bagi

perkembangan anak.

Kontak sosial dengan

orang-orang dari budaya

dan latar belakang sosial

ekonomi yang berbeda

membantu perkembangan

moral (Kohlberg, 1996,

dalam Rice, 1993).

d. Tahap-tahap Perkembangan Moral

Adapun tahap-tahap

perkembangan moral yang sangat

dikenal ke seluruh dunia adalah

yang dikemukakan oleh Lawrence

E Kohlberg (dalam Monks & dkk,

2002) membagi perkembangan

moralitas ke dalam 3 tingkatan

yang masing-masing dibagi

menjadi 2 stadium hingga

keseluruhannya menjadi 6

stadium, sebagai berikut:

a) Pra-Konvensional

Pada tahap ini belum terjadi

internalisasi nilai moral pada

diri individu. Individu

berespon pada label

baik/buruk dan benar/salah,

namun intepretasi tersebut

dilakukan berdasarkan

konsekuensi fisik (hadiah,

hukuman dan exchange of

favors) maupun kekuatan fisik

yang dimiliki pemberi label.

Page 14: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xiv

Sarwono (2001) mengatakan

bahwa tahap ini biasanya

dimiliki oleh anak-anak yang

berusia di bawah sembilan

tahun dan sebagian remaja

serta orang dewasa yang

penalaran moralnya terlambat

atau kurang berkembang.

1. Orientasi Terhadap

Kepatuhan dan Hukuman

Suatu tingkahlaku

dinilai benar bila tidak

dihukum dan salah bila

perlu dihukum. Seseorang

harus patuh pada otoritas

karena otoritas tersebut

berkuasa.

2. Orientasi Naif Egoistis

atau Hedonisme

Instrumental

Masih mendasarkan

pada orang atau kejadian di

luar diri individu, namun

sudah memperhatikan

alasan perbuatannya,

misalnya mencuri dinilai

salah, tetapi masih bisa

dimaafkan bila alasannya

adalah untuk memenuhi

kebutuhan dirinya atau

orang lain yang disenangi.

Sesuatu dianggap benar

apabila memberikan

kepuasan bagi dirinya dan

terkadang bagi orang lain.

Membangun hubungan

resprokal secara pragmatis

(”kalau kamu membantu

saya maka saya membantu

kamu”).

b) Konvensional

Pada tahap ini sudah mulai

terjadi internalisasi nilai moral

walaupun belum sepenuhnya

terinternalisasi. Individu masih

menggunakan standar

eksternal (hadiah atau

hukuman) namun juga telah

memiliki standar internal

tertentu. Sarwono (2001)

menambahkan bahwa tahap ini

dimiliki oleh remaja dan

sebagian besar orang dewasa

dalam masyarakat.

3. Orientasi Anak Baik

Anak menilai suatu

perbuatan itu baik bila ia

dapat menyenangkan orang

Page 15: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xv

lain, bila ia dapat

dipandang sebagai anak

wanita atau anak laki-laki

yang baik yaitu ia dapat

berbuat seperti apa yang

diharapkan oleh orang lain

atau oleh masyarakat.

4. Orientasi Pelestarian

Otoritas dan Aturan Sosial

Anak melihat aturan

sosial yang dan sebagai

sesuatu yang harus dijaga

dan dilestarikan. Seorang

dipandang bermoral bila ia

melakukan tugasnya dan

dengan demikian dapat

melestarikan aturan dan

sistem sosial.

c) Pasca-Konvensional

Pada tahap ini nilai moral telah

terinternalisasi sepenuhnya

dan tidak berdasarkan standar

orang lain. Kontrol terhadap

perilaku bersifat internal dan

memiliki persepsi bahwa

konflik antara dua standar

sosial mungkin saja terjadi.

Individu menyadari adanya

alternatif dari jalur moral,

mengekplorasi kemungkinan

yang ada, dan mengambil

keputusan berdasarkan kode

moral personal. Sarwono

(2001) menyatakan bahwa

tahap ini tidak dimiliki oleh

semua orang dewasa,

melainkan hanya terjadi pada

sebagian dari mereka.

5. Orientasi Kontrol

Legalistik

Memahami bahwa

merupakan kontrol

(perjanjian) antara diri

orang dan masyarakat.

Individu harus memenuhi

kewajiban-kewajibannya

tetapi sebaliknya

masyarakat harus

menjamin kesejahteraan

individu. Peraturan dalam

masyarakat adalah

subjektif.

6. Orientasi yang Mendasarkan

Atas Prinsip dan

Konsensia Sendiri

Peraturan dan norma

adalah subjektif begitu

pula batasan-batasannya

Page 16: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xvi

adalah subjektif dan tidak

pasti. Dengan demikian

maka ukuran tingkahlaku

moral adalah konsensia

orang sendiri, prinsipnya

sendiri lepas daripada

segala norma yang ada.

Kohlberg menyebut prinsip

ini sebagai prinsip moral

yang universal, suatu

norma moral yang

dasarnya ada dalam

konsensia orangnya

sendiri.

C. Metode Penelitian

1. Pendekatan Kualitatif

Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif,

dimana peneliti bertujuan agar

mendapatkan pemahaman yang

mendalam dari masalah yang peneliti

teliti dan memberikan gambaran

melalui pengamatan yang dilakukan

dalam latar (setting) yang alamiah

(naturalistic) bukan hasil perlakuan

(treatment) atau manipulasi variabel

yang dilibatkan.

2. Subjek Penelitian

Karakteristik subjek dalam

penelitian ini adalah anak tunggal usia

15 – 18 tahun. Sementara itu subjek

penelitian dalam penelitian ini terdiri

dari satu orang subjek dengan 1 orang

significant others.

3. Tahap-tahap Persiapan

a. Tahap Persiapan, peneliti membuat

pedoman wawancara dan pedoman

observasi yang disusun berdasarkan

beberapa teori yang relevan dengan

masalah. Selanjutnya peneliti akan

mencari calon subjek dengan

karakteristik sebagaimana telah

disebutkan dalam subjek penelitian.

Setiap perkembangan dilaporkan dan

dikonsultasikan kepada dosen

pembimbing.

b. Tahap pelaksanaan, Peneliti terjun

langsung ke lapangan untuk

melakukan observasi dan wawancara

secara terpisah. Setelah itu, peneliti

memindahkan hasil rekaman

berdasarkan wawancara dan hasil

observasi ke dalam bentuk verbatim

tertulis, kemudian peneliti melakukan

Page 17: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xvii

analisis data dan interpretasi data

sesuai dengan langkah-langkah yang

dijabarkan pada bagian teknik analisis

data. Terakhir peneliti membuat

diskusi dan kesimpulan dari seluruh

hasil penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan sifat penelitian

kualitatif yang terbuka dan luwes,

metode dan tipe pengumpulan data

dalam penelitian kualitatif sangat

beragam, disesuaikan dengan

masalah, tujuan penelitian, serta sifat

objek yang diteliti.

Dalam penelitian ini observasi

yang dilaksanakan oleh peneliti adalah

pengamatan tidak berperan serta atau

non partisipan, karena peneliti tidak

terlibat secara langsung dengan

aktivitas subjek, peneliti hanya

mengamati sesuai waktu yang telah

ditentukan atau yang telah dibuat

peneliti dengan kesepakatan subjek.

Meskipun demikian, informasi atau

data yang diperoleh tetap memenuhi

kriteria atau standar yang diinginkan.

Sedangkan pendekatan wawancara

dengan pedoman umum, yaitu

semacam pedoman yang

mencantumkan isu-isu yang harus

diliput tanpa menentukan urutan

pertanyaan, peneliti juga

mengembangkan pedoman tersebut

berdasarkan kondisi di lapangan. Hal

ini dilakukan agar lebih efektif dalam

menggali informasi yang diperlukan.

5. Alat Bantu yang Digunakan

dalam Penelitian

Dalam penelitian, informasi atau

data yang dibutuhkan bisa dalam

bentuk verbal dan non verbal. Oleh

sebab itu dalam melakukan observasi

dan wawancara peneliti memerlukan

beberapa alat bantu yang dapat

digunakan sebagai sarana untuk

mempermudah proses jalannya suatu

penelitian. Beberapa sarana atau

instrumen yang digunakan adalah

menggunakan media perekam suara,

catatan atau tulisan tangan, pedoman

wawancara, dan pedoman observasi.

6. Keakuratan Penelitian

Untuk mencapai keakuratan dalam

suatu penelitian dengan metode

kualitatif, ada beberapa teknik yang

Page 18: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xviii

digunakan dan salah satu teknik

tersebut adalah triangulasi.

Triangulasi adalah suatu teknik

pemeriksaan keakuratan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di

luar data untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap

data itu. Triangulasi dapat dibedakan

menjadi emapat macam yaitu

triangulasi data, pengamat, teori, dan

metodologis.

7. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh akan di analisa

dengan menggunakan teknik analisa

data kualitatif. Adapun tahapan

tersebut adalah mengorganisasikan

data, mengelompokkan data, analisis

kasus, dan menguji asumsi.

D. Hasil Dan Analisis

1. Persiapan Penelitian

Pertama kali yang dilakukan oleh

peneliti sebelum proses pengambilan

data dilakukan, peneliti terlebih

dahulu mencari anak tunggal yang

berusia 15 – 18 tahun.

Setelah maksud dan tujuan telah di

ketahui oleh calon subjek maka

peneliti menjelaskan lebih rinci

mengenai penelitian yang dilakukan

peneliti agar subjek lebih mengerti

dan merasa nyaman dengan peneliti

sehingga penelitian dapat berjalan

dengan baik. Sebelum proses

pengambilan data, peneliti

mempersiapkan pedoman wawancara,

pedoman observasi, dan

memepersiapkan alat-alat penelitian

berupa tape recorder, kertas dan alat

tulis. Hal ini dilakukan agar proses

pengumpulan data dapat berjalan

dengan baik dan lancar.

2. Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan wawancara dalam penelitian

ini dilakuakn pada tanggal 5 Mei 2008

dan wawancara dengan subjek

dilaksanakan dirumah significant

other. Sedangkan kegiatan wawancara

dengan significant other, yaitu ibu

subjek dilakukan pada tanggal 7 Mei

2008 dan dilakukan dirumah

significant other

Kegiatan observasi dalam penelitian

ini dilakukan pada tanggal 5 Mei 2008

Page 19: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xix

2008 yang dilakukan dirumah

significant other

3. Hasil Observasi dan Wawancara

a. Gambaran Umum Subjek

Subjek adalah seorang anak berusia

19 tahun, dengan tinggi sekitar 110

cm dan berat kira-kira 27 kg. Kulit

subjek sawo matang dan rambutnya

pendek.

E. Penutup

1. Simpulan

a. Gambaran perkembangan moral

anak tunggal pada usia 15 – 18

tahun

Pada kasus subjek,

terungkap bahwa subjek bila

mendapat tugas kelompok akan

mengerjakannya dengan teman

kelompoknya tidak individu dan

subjek orangnya aktif. berani

untuk menentang bila ada

ketidakcocokan dalam kelompok

belajarnya. Dia tidak merasa takut

bila nantinya dikeluarkan dari

kelompoknya. Subjek dalam

mengemukakan pendapat dalam

mengerjakan tugas kelompok dan

pendapatnya ditolak tidak

membuat dia marah tetapi malah

menerima dan mau mendengarkan

pendapat teman-teman yang lain

Subjek tidak meninggalkan teman

satu kelompoknya. Subjek

memahami kapan waktunya

bermain dan belajar meski

terkadang masih suka diingatkan.

Subjek lebih memilih untuk

belajar meski ternyata dia lebih

suka bermain sementara padahal

sebenarnya subjek lebih suka

bermain dari pada belajar. Subjek

bila mengerjakan tugas dikerjakan

dengan baik, maksimal dan serius.

Bila tidak ada yang dimengerti

maka subjek akan menanyakan

kepada yang mengerti. Dikerjakan

dan dikumpulkan tepat pada

waktunya sesuai dengan ibu/bapak

guru perintahkan dan selalu dicoba

kerjakan sendiri dulu baru

ditanyakan mana yang subjek

tidak bisa. Subjek pun membuat

jadwal untuk kepentingan

sekolahnya. Subjek suka sesuatu

yang terorganisir. Subjek dalam

Page 20: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xx

membuat suatu keputusan itu pasti

subjek laksanakan keputusan yang

sudah di ambil. Subjek

mempunyai banyak teman baik itu

laki-laki mapun perempuan dan

teman dekat subjek ini ada yang di

sekolah maupun di rumah. Untuk

menyenangkan teman dekatnya

subjek mau menemani kemana

saja, melakukan apa saja selama

itu masih sebatas wajar. Subjek

menjaga dengan baik curhatan

teman-temannya. Teman-teman

subjek sudah percaya kepada

subjek dan subjek menjaga dengan

cara tidak membocorkannya ke

orang lain. Subjek menjaga

dengan baik bila ada teman yang

menitipkan barang kepadanya.

Subjek bersedia waktu dimintai

tolong bawakan barang padahal

waktu itu subjek pun sedang

membawa banyak barang. Subjek

pernah berbohong tetapi kemudian

subjek mengatakan sejujurnya

kepada orang yang bersangkutan.

Subjek juga pernah disalahkan

atas sesuatu yang tidak subjek

lakukan dan subjek berani untuk

membela diri juga berani untuk

mengatakan siapa sebenarnya

yang bersalah. Subjek pernah

dimintai tolong dibantukan

mengerjakan tugas tetapi subjek

hanya membantu sebatas

menerangkan saja tidak membantu

mengerjakan semua. Subjek

sangat perhatian bila orangtua

maupun teman sedang sakit.

Terutama dengan orangtua subjek

tidak berani meninggalkan dan

selalu kepikiran. Subjek pun mau

menghibur bila orangtua maupun

teman yang sedang bersedih

dengan cara menceritakan hal-hal

yang lucu. Subjek mau memberi

sumbangan bila melihat pengemis

maupun pengamen. Subjek pun

mau memberi bantuan kepada

teman yang sedang kesusahan

dalam hal keuangan. Subjek bila

bertemu mau mencium tangan,

memberi salam dan berbicara

pelan, sopan kepada orang yang

lebih tua.Subjek pernah melanggar

peraturan di sekolah yaitu datang

telat tetapi belum pernah

melanggar peraturan di luar

Page 21: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xxi

sekolah. Subjek datang tepat

waktu bila janjian dengan

temannya. Tetapi subjek bila

janjian dengan teman-temannya

yang ternyata berbeda arah tujuan

pergi maka subjek lebih memilih

teman-temannya yang mengikuti

maunya dia.

Berdasarkan pembahasan

diatas, ada kesesuaian antara kasus

subjek dengan teori menurut

whayuning W, Jash, Rachmadiana

M.H (2003) tentang karakteristik

perkembangan moral.

b. Faktor-faktor yang

menyebabkan perkembangan moral

anak tunggal pada usia 15 – 18

tahun

Pada kasus subjek,

terungkap bahwa subjek tetap

menerima dan gabung meski

pendapatnya di tolak oleh teman

kelompoknya karena mungkin saja

mereka mempunyai pendapat yang

lebih baik dan dalam kelompok

harus ada kesepakatan bersama

juga karena subjek merasa mereka

semua adalah teman subjek.

Subjek mengerjakan tugas dengan

baik, maksimal dan serius karena

subjek orang yang teliti dan ingin

mendapat hasil bagus juga tidak

ada yang meremehkan subjek.

Subjek mau menyerahkan tugas

tepat waktu karena subjek sangat

teliti. Bila diminta serahkan tugas

besok pasti besok diserahin dan

dikerjakan dengan baik Menurut

subjek dia bila ada masalah

langsung menceritakannya kepada

temannya sementara menurut

significant other, subjek bila ada

tugas yang sulit selalu dicoba dulu

baru meminta bantuan temannya

yang bisa. Subjek bila dimintai

bantuan untuk mengerjakan tugas

oleh temannya dia hanya

membantu sebatas menerangkan

saja tidak membantu mengerjakan

karena dia merasa temannya itu

harus belajar sendiri jadi bila ada

tugas yang sama temannya bisa

mengerjakan sendiri. Subjek selalu

melakukan penjadwalan untuk

urusan sekolahannya seperti kapan

mengerjakan dan menyerahkan

tugas karena subjek tidak mau ada

Page 22: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xxii

yang terlewatkan nantinya. Subjek

dalam membuat keputusan itu

pasti subjek laksanakan karena dia

tidak mau mengikuti keputusan

orang lain dan lagi pula membuat

keputusan mebutuhkan

pertimbangan panjang jadi jangan

sampai menjadi percuma. Subjek

bila janjian selalu datang tepat

pada waktunya karena subjek

tidak mau membuat orang

menunggu dan dia tidak mau

menunggu. Subjek mau menemani

kemana saja dan melakukan apa

saja untuk teman dekatnya itu

karena subjek sudah merasa sangat

dekat dan sangat perduli dengan

teman terutama dengan teman

dekatnya. Menurut subjek dia mau

menjaga barang milik temannya

yang dititipkan kepadanya karena

subjek tidak mau nantinya

dirugikan dengan dijauhin oleh

teman-temannya. Tetapi menurut

significant other, subjek mau

karena dia merasa sesama teman

harus saling menjaga. Apalagi

menjaga barang yang dititipkan itu

seperti amanah. Menurut subjek

dia mau mengatakan yang

sejujurnya bahwa dia telah

berbohong karena dia tidak mau

nantinya kehilangan temannya

sementara menurut significant

other, subjek mau mengatakan

yang sebenarnya karena subjek

tahu bahwa dia salah dan dia harus

mengatakan yang sebenarnya.

Subjek lebih memilih temannya

yang mengikuti maunya dia

karena subjek tidak mau pergi

jalan bila temanya tidak mengikuti

maunya dia. Subjek mau

membantu bila dimintai tolong

bawakan barang padahal subjek

juga lagi bawa barang banyak

karena subjek merasa kalau bisa

dibantu kenapa tidak. Subjek mau

membantu bila dimintai tolong

bawakan barang padahal subjek

juga lagi bawa barang banyak

karena subjek merasa kalau bisa

dibantu kenapa tidak. Subjek

sangat perhatian sekali bila ada

orangtua maupun teman yag sakit

karena subjek orangtua adalah

orang terpenting dan sudah

menjadi kewajibannya sebagai

Page 23: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xxiii

anak merawat dan menjaga saat

mereka sakit. Dengan teman

subjek tidak tega bila melihat

teman yang sedang sakit. Subjek

mau menghibur bila orangtua

maupun teman yang sedang

bersedih karena subjek tidak mau

melihat orangtua maupun

temannya bersedih. Subjek mau

memberi sumbangan kepada

pengemis dan pengamen karena

subjek merasa mereka perlu

dibantu. Subjek pun mau

membantu teman yang sedang

kesusahan dalam hal keuangan

karena subjek merasa temannya

perlu dibantu. Subjek mau

mencium tangan, memberi salam

dan berbicara pelan, lembut, sopan

bila bertemu dengan orang yang

lebih tua karena untuk

menghormati dan karena takut

dikira sombong sementara

menurut significan other karena

untuk tetap menjalin hubungan

baik. Subjek pernah melakukan

pelanggaran didalam sekolah yaitu

telat datang kesekolah karena

jarak rumah ke sekolah lumayan

jauh dan rawan macet tetapi

subjek belum pernah melanggar

peraturan diluar sekolah.

Berdasarkan pembahasan

diatas, ada kesuaian antara kasus

subjek dengan teori menurut

Zelkowitz (1987, dalam Rice,

1993) tentang faktor yang

mempengaruhi perkembangan

moral.

c. Bagaimana perkembangan moral

anak tunggal pada usia 15 – 18

tahun

Pada kasus subjek,

terungkap bahwa subjek waktu

masih kecil lebih banyak

mendengarkan dan mengikuti apa

yang dibilang sama teman

kelompoknya. Subjek tidak berani

untuk berpindah kelompok yang

sudah dipilihkan oleh ibu/bapak

guru meski subjek tidak merasa

cocok. Bila subjek menolak

permintaan teman kelompoknya

subjek nanti tidak boleh

bergabung dengan mereka.

Dibandingkan dengan waktu

subjek sekarang, subjek sudah bisa

Page 24: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xxiv

mengemukakan pendapat dan

lebih aktif dalam mengerjakan

tugas kelompok, sama-sama

menemukan solusinya. Tetapi

subjek juga tidak suka ganti-ganti

kelompok. Subjek mau melakukan

apa saja yang teman dekatnya

suruh karena subjek tidak mau

nantinya teman dekatnya itu

menjauhi dan tidak mau main lagi

sama subjek hanya karena subjek

menolak permintaan teman

dekatnya itu dan karena subjek

merasa dia adalah teman dekatnya

dan subjek tidak merasa keberatan

dimintain melakukan apa saja

untuk teman dekatnya. Subjek

merasa senang saja dapat

melakukan sesuatu untuk

temannya. Subjek saat dimintai

tolong untuk menjagai barang

milik temannya subjek benar-

benar menjaganya dengan baik

karena subjek merasa harus

menjaganya dan subjek tidak mau

dirugikan nanti, dirugikan seperti

dijauhin hanya karena subjek tidak

dapat menjaga barang milik

temannya itu. Subjek waktu masih

kecil menjaga dengan baik

curhatan teman-temannya karena

subjek merasa takut sekali

kehilangan teman-temannya

apalagi dengan teman yang sangat

dekat dengannya. Subjek takut

nanti mereka pada menjauhinya.

Dan sampai saat ini belum pernah

ada keluhan dari teman-temannya

tentang bocornya curhatan yang

diceritakan ke subjek. Subjek yang

sekarang mau menjaga dengan

baik curhatan teman-temannya

karena menurut subjek untuk

menceritakan rahasia kita ke orang

itu butuh keberanian dan bila

orang sudah percaya sama kita

harus jaga kepercayaan itu. Subjek

yang sekarang mau membantu bila

dimintai bantukan bawakan

barang yang padahal saat itu

subjek sedang dalam keadaan

membawa banyak barang juga

karena subjek merasa dia teman

subjek kalau bisa dibantu kenapa

tidak dibantu. Subjek bila

orangtua maupun teman yang sakit

subjek sangat perhatian. Alasan

subjek mau menjaga dan merawat

Page 25: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xxv

orangtua yang sedang sakit karena

itu sudah menjadi kewajiban

seorang anak. Sementara bila

dengan teman itu bentuk kasih

sayang sebagai seorang teman.

Subjek baik dia waktu masih kecil

maupun sekarang mau

mengerjakan tugas dengan baik,

serius dan maksimal karena takut

nanti mendapat hasil yang tidak

bagus. Subjek baik dia waktu

masih kecil mau mengumpulkan

tugas tepat pada waktunya karena

takut nanti dimarahin oleh

ibu/bapak guru dan subjek yang

sekarang mau mengumpulkan

tugas tepat pada waktunya karena

subjek orangnya teliti dan tidak

mau orang lain meremahkannya.

Subjek waktu masih kecil maupun

subjek yang sekarang bila

mendapat tugas selalu di coba

dikerjakan sendiri dulu baru

setelah ada yang tidak bisa

ditanyakan kepada yang bisa dan

mengerti. Subjek waktu masih

kecil belum bisa membuat

keputusan tetapi subjek yang

sekarang sudah bisa membuat

keputusan dan keputusan itu pasti

dilakukan oleh subjek. Subjek

waktu masih kecil maupun subjek

yang sekarang bila mendapat

tugas selalu di coba dikerjakan

sendiri dulu baru setelah ada yang

tidak bisa ditanyakan kepada yang

bisa dan mengerti. Subjek waktu

masih kecil belum bisa membuat

keputusan tetapi subjek yang

sekarang sudah bisa membuat

keputusan dan keputusan itu pasti

dilakukan oleh subjek.Subjek baik

masih kecil maupun yang

sekarang bila mengemukakan

pendapat saat diskusi kelompok

subjek tidak merasa keberatan saat

pendapatnya ditolak karena subjek

merasa mungkin mereka punya

pendapat yang lebih baik. Subjek

waktu masih kecil saat melihat

pengamen dan pengemis dijalan

subjek selalu memberi sumbangan

karena subjek merasa kasihan dan

ingin bantu. Subjek yang sekarang

mau memberi sumbangan kepada

pengemis dan pengamen karena

subjek merasa harus menolong

sama sesamanya. Subjek baik

Page 26: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xxvi

waktu masih kecil maupun subjek

yang sekarang mau membantu

teman yang sedang kesusahan

dalam keuangan karena subjek

merasa teman harus dibantu.

Subjek waktu masih kecil belum

bisa mengatur kapan waktunya

belajar dan kapan waktunya

bermain. Subjek masih suka

diingatkan oleh mamanya. Tetapi

Subjek yang sekarang lebih

memilih belajar meski dia

menyukai bermain karena subjek

sudah tahu pentingnnya belajar

untuk masa depannya nanti.

Subjek waktu masih kecil bila

janjian dengan temanya selalu

datang tepat waktu karena subjek

merasa malu. Sama teman-

temannya. Begitupun subjek yang

sekarang selalu datang tepat waktu

karena subjek tidak mau membuat

orang lain menunggu.

Adanya ketidaksesuaian

antara jawaban subjek dengan

significant other. Subjek waktu

masih kecil saat melakukan

kesalahan awalnya subjek diam

tetapi kemudian subjek mengakui

bahwa dia yang melakukan

kesalahan itu. Alasannya karena

subjek merasa tidak enak sama

teman dan subjek pun tidak mau

nanti temannya membencinya.

Subjek yang sekarang merasa

perlu menceritakan yang

sebenarnya karena subjek merasa

tidak enak dan temannya sudah

sangat baik sekali selama temanan

sama subjek. Subjek merasa takut

bila temannya marah dan tidak

mau temanan lagi sama subjek

hanya karena subjek sudah

bohong. Menurut Significant

Other, subjek waktu masih kecil

berani untuk mengatakan yang

sebenarnya. Subjek mengakui

bahwa dia yang melakukan

kesalahan itu karena subjek

merasa bersalah. Subjek yang

sekarang mau mengatakan yang

sebenarnya karena subjek tahu

bahwa dia salah dan dia harus

mengatakannya yang sebenarnya.

Subjek waktu masih kecil belum

berani untuk membela diri saat

subjek disalahkan atas sesuatu

yang tidak subjek lakukan karena

Page 27: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xxvii

subjek merasa tidak enak. Subjek

yang sekarang mau membela diri

saat disalahkan atas sesuatu yang

tidak subjek lakukan karena

subjek merasa itu sangat perlu

karena subjek tidak bersalah dan

subjek tidak suka orang menuduh

yang macam-macam.

Subjek waktu masih kecil

lebih memilih untuk tetap gabung

dengan teman kelompok yang

sebenarnya tidak cocok. Menurut

subjek waktu dia kecil akan

melapornya ke ibu/bapak guru

tetapi menurut significant other

subjek lebih memilih nurut dan ga

banyak tingkah. Tetapi subjek

yang sekarang baik menurut

subjek maupun significant other,

subjek mau tetap gabung karena

subjek merasa itu adalah tugas

kelompok dan harus dikerjakan

secara kelompok juga. Subjek

waktu masih kecil sudah membuat

jadwal untuk kegiatan dan tugas

sekolahnya tetapi itu masih suka

diingatkan oleh mamanya.

Sementara menurut significant

other subjek waktu masih kecil

belum bisa membuat jadwal

sendiri. Subjek yang sekarang

sudah bisa mengatur jadwalnya

sendiri.

Berdasarkan pembahasan

diatas, ada kesesuaian antara kasus

subjek dengan teori menurut

Lawrence E Kohlberg (dalam

Monks & dkk, 2002) tentang

tahap-tahap perkembangan moral.

2. Saran

a. Untuk subjek

Sebaiknya subjek memilih teman

secara bijaksana karena umumnya

anak tunggal bergaul lebih baik

dengan orang yang jauh lebih tua atau

yang jauh lebih muda daripada dirinya

sendiri. Usahakan untuk memperoleh

eksposur dengan kedua kelompok

tersebut, karena mereka adalah

pribadi-pribadi yang cocok dengan

subjek sehingga kemungkinan terjadi

pertikaan dengan mereka sangat kecil.

b. Untuk keluarga subjek

Sebaiknya orangtua, terutama bagi

orangtua yang memiliki anak tunggal

juga bagi orangtua yang baru

memiliki anak pertama dan belum

Page 28: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xxviii

dikaruniai anak lagi agar jangan

terlena dengan toleransi semu

terhadap perilaku anak tunggal.

Karena orangtua terkadang menutup

mata dari ketidakberesan perilakunya

atau justru membiarkan diri orangtua

terbawa arus pandangan negatif

tentang anak tunggal. Tidak dapat

dipungkiri, memang banyak anak

tunggal yang kemudian tumbuh

menjadi anak yang bermasalah tetapi

anak tunggal pun bisa sangat

berpotensi menjadi anak yang

berprestasi. Karena semua anak yang

dibesarkan dengan cara yang salahlah

yang sangat berpotensi untuk menjadi

anak yang bermasalah. Tidak perduli

apakah anak itu anak sulung, anak

tengah, anak bungsu, anak kembar,

semua berpotensi untuk menjadi anak

yang bermasalah.

c. Kepada penelitian selanjutnya

Diharapkan pada penelitian

selanjutnya, peneliti bisa mengambil

kriteria subjek dengan latar belakang

yang lebih beragam lagi seperti subjek

anak tunggal yang berasal dari

keluarga dengan taraf ekonomi tinggi

atau subjek anak tunggal yang hanya

mempunyai bapak/ibu saja.

DAFTAR PUSTAKA Basuki, H. 2006. Penelitian kualitatif

untuk ilmu-ilmu kamanusian dan budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Berk, L.E. 1994. Child Development.

Singapore: Allyn and Bacon. Bull, N.J. 1970. Moral Judgment

From Childhood To Adolescene. London: Routledege & Kegan Paul.

Conger, JJ. 1991. Adolescene And

Youth: Psychological Development In A Changing World. USA: Harper Collins Publisher, Inc.

Fatimah, E. 2006. Psikologi

Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: CV Pustaka Setia.

Gerungan, W.A. 2002. Psikologi

Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

Gracinia, J. 2004. Mengasuh Anak

Tunggal. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo.

Gulo, W. 2002. Metode Penelitian.

Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Page 29: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xxix

Gunarsa, S.D. 2003. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

Hadibroto. 2002. Misteri Perilaku

Anak Sulung, Tengah, Bungsu & Tunggal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Haricahyono, C. 1995. Dimensi-

dimensi Pendidikan Moral. Semarang: IKIP Semarang Press.

Hart, D & Carlo, G. 2005. Moral

Development In Adolescent. Journal of Research On Adolescent, 15 (3), 223-233.

Heng, K.C. 1995. Understanding

Children. Kuala Lumpur: Pelanduk Publications.

Hetherington, M.E. & Parke, R.D.

1993. Child Psychology: A Contemporary Viewpoint. New York: McGraw-Hill, Inc.

Hofman, I, Paris, S.,& Hall, E. 1994.

Development Psychology Today. New York: McGraw-Hill, Inc.

Horrocks, J.E. 1976. Developmental

Psychology (6th Ed. ). USA: Wads Worth Group.

Hurlock, E.B. 1978. Child

Development Sixth Edition. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Kartono, K. 2000. Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju.

Kohlberg, L. 1984. Essy On Moral

Development: The Psychology Of Moral Development. New York: Harper & Row Publisher, inc

Landis, P.H. 1997. Your Marriage

And Family Living. New York: McGraw-Hill Book Company.

Marshall, C. & Rossman, G.B. 1995.

Designing Qualitative Research. California: SAGE Plubication, Inc.

Moleong, L.J. 2004. Metodelogi

Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Monks, F.J. & Knoers, 2002.

Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Muuss, R.E, 1990. Adolescent

Behaviour And Society (4th Ed.). USA: McGraw-Hill, Inc. .

Pagliuso, S. 1976. Understanding Stages Of Moral Development A Programmed Learning. Workbook. New York: Paulist Press. Papalia D.E,. 2007. Human

Development (10th Ed.). New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Page 30: Tahun Nama/Npm : Riri Suciati / 10503158 Pembimbing : Prof ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1901/1/Artikel... · berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian

xxx

Poerwandari, E.K. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Rice, F.P. 1993. The Adolescen:

Development, Relationships, And Culture (9th Ed.). USA: Allyn and Bacon.

Santrock, J.W. 2005. Adolescene (10th

Ed.). New York: McGraw-Hill Companies, inc.

Sarwono, S.W. 1993. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Shaffer, D.R, 2002. Developmental

Psychology (6th Ed.). USA: Wads Worth Group Mifflin Company.

Sinolongan, A.Em 1997. Psikologi

Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Toko Gunung Agung.

Wahyuning W, Jash, Rachmadiana

M.H. 2003. Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo