Tabel 4. - Diponegoro University | Institutional...

44
ANALISIS PENGARUH QUALITY OF SERVICE, TERHADAP MINAT MEMBELI ULANG DENGAN MEDIASI PERCEIVED VALUE DAN BRAND PREFERENCE Studi kasus pada Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang Henry Casandra Gultom The purpose of this research is to test the influences of quality of service on perceived value and brand preference to increase repurchase intention. Using these variables, the usage of these variables are able to solve the arising problem within Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang. Statement of this problem is how increase repurchase intention? The population size of this research is customers Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang. The samples size of this research is 109 customers Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang. Using the Structural Equation Modeling (SEM). The results show that quality of service on perceived value and brand preference to increase repurchase intention. The effect of quality of service on perceived value are significant; the effect of quality of service on repurchase intention are significant; the effect of quality of service on brand preference are significant; the effect of perceived value on brand preference are significant; the effect on perceived value on repurchase intention are insignificant and the effect on brand preference on repurchase intention are significant Keywords: quality of service, perceived value, brand preference and repurchase intention. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 1

Transcript of Tabel 4. - Diponegoro University | Institutional...

ANALISIS PENGARUH QUALITY OF SERVICE, TERHADAP MINAT MEMBELI ULANG DENGAN MEDIASI PERCEIVED

VALUE DAN BRAND PREFERENCEStudi kasus pada Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang

Henry Casandra Gultom

The purpose of this research is to test the influences of quality of service on perceived value and brand preference to increase repurchase intention. Using these variables, the usage of these variables are able to solve the arising problem within Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang. Statement of this problem is how increase repurchase intention?

The population size of this research is customers Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang. The samples size of this research is 109 customers Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang. Using the Structural Equation Modeling (SEM). The results show that quality of service on perceived value and brand preference to increase repurchase intention.

The effect of quality of service on perceived value are significant; the effect of quality of service on repurchase intention are significant; the effect of quality of service on brand preference are significant; the effect of perceived value on brand preference are significant; the effect on perceived value on repurchase intention are insignificant and the effect on brand preference on repurchase intention are significant

Keywords: quality of service, perceived value, brand preference and repurchase intention.

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah Penyampaian layanan

yang berkualitas dewasa ini dianggap suatu strategi yang esensial agar perusahaan sukses dan dapat bertahan. Penerapan manajemen kualitas dalam industri jasa menjadi kebutuhan

pokok apabila ingin berkompetisi di pasar domestik apabila di pasar global. Hal ini disebabkan keunggulan pelayanan dapat memberi kontribusi pada kepuasan pelanggan, pangsa pasar dan profitabilitas. Oleh karena itu, perhatian para manajer saat ini lebih diprioritaskan pada

1

pemahaman dampak keunggulan layanan terhadap keuntungan dan hasil-hasil financial yang lain dalam perusahaan (Awi dan Chaipoopirutana, 2014).

Produk atau jasa yang bersaing semakin banyak dan beragam akibat keterbukaan pasar, sehingga terjadi persaingan antara produsen untuk memenuhi kebutuhan konsumen serta memberikan kepuasan kepada pelanggan secara maksimal. Perusahaan yang ingin berkembang dan mendapatkan keunggulan bersaing harus menyediakan produk atau jasa yang berkualitas, harga yang lebih murah dibandingkan pesaing, waktu penyerahan produk yang lebih cepat dan pelayanan yang lebih baik dari para pesaingnya (Awi dan Chaipoopirutana, 2014).

Guna merebut dan mempertahankan pelanggan diperlukan strategi yang membutuhkan komitmen, baik dana maupun sumber daya manusia yang tujuannya agar produk yang ditawarkan sesuai dengan keinginan pelanggan sehingga dapat memberikan kepuasan pelanggan. Bagi perusahaan agar dapat meningkatkan dan mempertahankan pelanggan salah satunya dengan memberikan nilai dan kepuasan pelanggan serta menjadi ciri

pembeda produk dengan produk pesaing. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan strategi diferensiasi produk agar dapat memberikan nilai jasa yang berbeda dengan pesaing, keadaan tersebut akan meningkatkan brand preference (Awi dan Chaipoopirutana, 2014).

Dalam menciptakan brand preference, perusahaan harus dapat meningkatkan perceived value dan perceived quality of service. Brand preference dapat diciptakan melalui quality of service yang diberikan oleh perusahaan kepada para pelanggannya. Semakin baik keunggulan layanannya, akan semakin tinggi pula quality of serviceterhadap perusahaan tersebut. Tingginya keunggulan layanan juga tidak lepas dari dukungan internal perusahaan, terutama dukungan dari sumber daya manusianya (Awi dan Chaipoopirutana, 2014).

Organisasi bisnis jasa yang mempunyai perhatian besar pada perceived value dan quality of service(Ahmed, 2014), banyak memfokuskan pada masalah bagaimana mempekerjakan dan melatih personel-personel jasa yang terampil, berpengetahuan dan menarik. Namun demikian pendekatan tersebut tidak lagi cukup. Hal itu dikarenakan oleh konsumen yang tidak hanya

2

mengutamakan kualitas namun juga mengutamakan kecepatan dalam pelayanan. Semakin besar porsi waktu yang dialokasikan bagi karyawan untuk bekerja, maka membuat waktu tunggu konsumen menjadi berkurang. Konsumen semakin cenderung tidak memiliki toleransi untuk menunggu pada antrian dalam waktu yang lama. Dalam bisnis restoran, waktu tunggu yang lama dapat mengurangi layanan restoran.

Perubahan utama yang perlu dilakukan secara meningkat adalah perubahan tentang penilaian kualitas pelayanan, dimana pola lama ditentukan oleh penyedia pelayanan sedang pola baru kualitas pelayanan ditentukan oleh dasar tata nilai penerima pelayanan (pelanggan restoran), sedangkan keberhasilan restoran dimulai dari mutu, bukan biaya, jika mutu terjamin biaya akan turun, hasilnya adalah minat membeli ulang dan meningkatnya pendapatan perusahaan.

Restoran perlu dikelola secara efisien dan efektif untuk meningkatkan mutu, cakupan pelayanan dan dikelola dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi pelayanan penyedia jasa makanan dan minuman. Restoran sebagai bentuk produksi jasa pelayanan penyedia makanan dan minuman harus dapat

ditingkatkan mutunya, dalam kaitan ini Restoran harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang terkait dengan kenyamanan pelanggan untuk meningkatkan kunjungan pelanggan. Sehingga pihak pengelola jasa makanan dan minuman selalu menyusun target yang harus dicapai pada bulan berikutnya melalui prosentase dari jumlah pelanggan sehingga dapat diketahui market share yang dikuasai oleh Restoran. Hal inilah yang diharapkan oleh pengelola Restoran dalam meningkatkan kunjungan pelanggan melalui perceived value dan quality of service(Ahmed, 2014).

Dengan demikian pihak pengelola Restoran harus dapat mengetahui value dan quality of service, yang diberikan, Brand preference menerima pelayanan dan memahami minat dan perilaku pelanggan untuk menggunakan jasa restoran yang sama bila membutuhkan pelayanan dikemudian hari. Hal ini dilakukan oleh Restoran agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Pada akhirnya pelanggan merasa puas sehingga Restoran dapat bertahan dan berkembang dalam situasi persaingan yang ketat (Ahmed, 2014).

Kualitas dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi

3

konsumen (Kotler, 1997). Hal ini dapat diartikan bahwa kualitas yang baik dilihat dari persepsi konsumen bukan dari persepsi perusahaan. Persepsi konsumen terhadap perceived value dan quality of servicemerupakan penilaian total atas keunggulan suatu produk yang dapat berupa barang ataupun jasa.

Rendezvous poolbar-karaoke-lounge semarang sebuah konsep hiburan baru di kota semarang yang menggabungkan poolbar, karaoke, dan lounge. dengan tenaga tenaga muda yang terlatih dan penuh dengan semangat muda siap melayani para pelanggan dengan

keramahtamahan, santun, percaya diri, fun, terampil, sehingga pelanggan akan merasakan berada di rumah sendiri. Rendezvous Semarang berlokasi di Jagalan, tak jauh dari pusat kota, meski lahan parkiran agak sempit tetapi suasana di dalam sangat meriah. Rendevous juga menyediakan area bermain Bilyard, dimana Rendevous memiliki 15 meja 9 feet.

Fenomena gap dalam penelitian ini adanya penurunan realisasi penjualan Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang dalam 4 tahun terakhir yang menyebabkan target penjualan tidak tercapai (lihat tabel 1.1):

Tabel 1.1

Fenomena Gap

Tahun Terget Penjualan Realisasi Penjualan

2010 150.000.000 158.352.675

2011 160.000.000 192.429.550

2012 170.000.000 176.731.635

2013 180.000.000 168.855.700

Sumber : Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang, 2014

Pergerakkan realisasi penjualan Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang periode

Tahun 2010-2013 dapat dijelaskan sebagai berikut:

4

Gambar 1.1

Fenomena Gap

1 2 3 40

20000000

40000000

60000000

80000000

100000000

120000000

140000000

160000000

180000000

200000000

TahunOmzet Penjualan

Saat ini tingkat persaingan Restoran sangat tinggi. Agar Restoran dapat bertahan dan berkembang, pihak Restoran harus proaktif dan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada konsumennya. Dengan cara memahami persepsi konsumen mengenai pelayanan di Restoran serta menerapkan sesuai apa yang diinginkan konsumen. Restoran akan mampu bertahan dan unggul dalam persaingan di era globalisasi saat ini.

Dalam kondisi persaingan yang ketat, hal utama yang harus diprioritaskan adalah brand preference yang pada akhirnya akan menarik minat pelanggan

untuk membeli ulang suatu produk (Onwumere et al., 2012) sehingga perusahaan dapat bertahan, bersaing dan menguasai pangsa pasar. Onwumere et al., (2012) menyatakan bahwa minat beli ulang suatu produk dipengaruhi langsung oleh brand preference pada merek yang diakumulasikan melalui waktu.

Chi et al., (2014) menyatakan bahwa apabila pelanggan mempunyai persepsi yang positif terhadap produk atau layanan yang diberikan akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga membuat pelanggan melakukan pelangganan ulang (repurchase) di masa yang akan datang, menurunkan

5

2010 2011 2012 2013

elastisitas harga, menghambat pesaing menarik pelanggan karena pelanggan enggan berpindah (switching), menurunkan biaya dan waktu transaksi berikutnya, menurunkan biaya penanganan ketidaksesuaian jasa, menurunkan biaya pencarian pelanggan baru karena pelanggan akan cenderung menginformasikan kepada calon pelanggan lainnya,

karena perusahaan memiliki produk dan layanan dalam persepsi yang kuat baik nilai maupun persepsi atas layanan yang diterima, maka brand preference turut terangkat.

Berdasarkan penelitian terdahulu maka dirumuskan perbedaan hasil penelitian terdahulu (research gap) seperti terlihat dalam Tabel berikut :

Tabel 1.2:

Research Gap

No Permasalahan (Hubungan antar variable)

Hasil Penelitian

Penulis Metode Penelitian

1 Hubungan antara quality of service dengan perceived value

a/ Signifikan positip.

b/ Yg tidak signifikan

a/ Naidoo dan Leonard, (2007)

b/ Ramayah dan Joshua, (2012)

Analisis SEM

Analisis SEM

2 Hubungan antara quality of service dengan minat membeli ulang

a/ Signifikan positip.

b/ Yg tidak signifikan

a/ Archana dan Khanna, (2012); dan Melodie dan Kim, (2012)

b/ Ahmed, (2014)

Analisis SEM

Analisis SEM

3 Hubungan antara quality of service dengan brand preference

a/ Signifikan positip.b/ Yg tidak signifikan

a/ Jahangir dan Begum, (2008)

b/ Ting et al., (2012)

Analisis SEM

Analisis SEM

4 Hubungan antara perceived value dengan brand preference

a/ Signifikan positip.

b/ Yg tidak

a/ Zeenaat et al., (2012)

b/ Ting et al., (2012)

Analisis SEM

Analisis SEM

6

signifikanNo Permasalahan

(Hubungan antar variable)

Hasil Penelitian

Penulis Metode Penelitian

5 Hubungan antara perceived value dengan minat membeli ulang

a/ Signifikan positip.

b/ Yg tidak signifikan

a/ Melodie dan Kim, (2012); dan Nikashemi et al., (2012)

b/ Sharma dan Stafford, (2000)

Analisis SEM

Analisis SEM

6 Hubungan antara brand preference dengan minat membeli ulang

a/ Signifikan positip.

b/ Yg tidak signifikan

a/ Zeenaat et al., (2012)

b/ Shah et al., (2012)

Analisis SEM

Analisis SEM

Sumber: berbagai Jurnal

Permasalahan dalam penelitian ini adanya penurunan realisasi penjualan Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang dalam 4 tahun terakhir yang menyebabkan target penjualan tidak tercapai. Disamping itu, penelitian ini juga mengungkap sejauh mana perceived value dan quality of serviceberpengaruh terhadap brand preference yang berdampak pada minat membeli ulang. Permasalahan dalam penelitian ini juga didukung oleh adanya dukungan dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Awi dan Chaipoopirutana, (2014); Ahmed, (2014), dimana penelitian terdahulu menyatakan bahwa brand preference sangat dipengaruhi

oleh perceived value dan perceived quality of service, namun Onwumere et al., (2012) menyatakan bahwa brand preference menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga membuat pelanggan melakukan pelangganan ulang (repurchase) di masa yang akan datang.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan minat membeli ulang pelanggan pada Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang?. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah:1. Apakah terdapat pengaruh

quality of service terhadap perceived value Rendezvous

7

Karaoke and Lounge Semarang?

2. Apakah terdapat pengaruh quality of service terhadap minat membeli ulang Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang?

3. Apakah terdapat pengaruh quality of service terhadap brand preference Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang?

4. Apakah terdapat pengaruh perceived value terhadap brand preference Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang?

5. Apakah terdapat pengaruh perceived value terhadap minat membeli ulang Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang?

6. Apakah terdapat pengaruh brand preference terhadap minat membeli ulang Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang?

II. TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN EMPIRIS

2.1. Perceived Value

Salah satu peran brand identity adalah membentuk value proposition, yang biasanya melibatkan manfaat fungsional yang merupakan dasar bagi merek dalam hampir semua kelas produk (Naidoo dan Leonard, 2007). Jika merek tidak menghasilkan nilai (value), biasanya ia mudah diserang

oleh pesaing. Ukuran nilai menghasilkan indikator singkat tentang sukses suatu merek dalam menciptakan value proposition. Jadi perceived value adalah persepsi nilai suatu produk yang melibatkan manfaat fungsional, di mata konsumen (archana dan Khana, 2012). Terdapat lima penggerak dalam pembentukan perceived value yang berkaitan dengan customer satisfaction, yakni kualitas produk, harga, kualitas layanan, faktor emosional, dan kemudahan (Naidoo dan Leonard, 2007).

Pada saat konsumen membeli produk, maka akan memikirkan apakah setelah membelinya merasa puas dan konsumen juga melakukan pengorbanan untuk mendapatkan produk tersebut sebanding atau tidak dengan benefit-nya (Amareta dan Hendriana, 2011). Dari penjelasan mengenai proses pengambilan keputusan konsumen khususnya pada tahap evaluasi setelah pembelian, dikatakan bahwa seandainya konsumen merasa puas maka tindakan repitisi akan terjadi, semakin tinggi perceived value mempunyai pengaruh positif akan tetapi tidak signifikan terhadap keputusan pembelian (Zhillin dan Petterson, 2004).

Dari segi merk, tantangan dengan layanan merupakan suatu hal yang tidak berwujud. Konsekuensi dari ketidakwujudan tersebut adalah bahwa konsumen mengalami kesulitan didalam mengevaluasi kualitas dan mempertimbangkan faktor lain yang secara langsung berkaitan dengan pengalaman layanan

8

(Melodie dan Kim, 2012). Minat beli ulang yang tinggi dipengaruhi oleh perceived value (Nikashemi et al., 2012).

Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti diperoleh definisi tentang perceived value. Perceived value merupakan keseluruhan penilaian tentang kegunaan suatu produk yang berdasar pada persepsi tentang apa yang diterima dan apa yang diberikan (Zhilin dan Peterson, 2004). Persepsi pembeli tentang nilai yang menggambarkan sebuah perbandingan antara kualitas atau keuntungan yang mereka rasakan dalam produk dengan pengorbanan yang mereka rasakan ketika membayar harga produk.

Indikator perceived value menurut Zhilin dan Peterson, (2004) adalah sebagai berikut:

1. Menambah perasaan bangga

2. Ingin berlama-lama

3. Membuat merasa nyaman

2.2. Quality of service

Quality service dapat didefinisikan sebagai penyampaian secara excellent/superior dibandingkan dengan harapan pelanggan mengenai (1) teknik organisasi dan fungsi kualitas, (2) jasa pelayanan produk, jasa pelayanan pengiriman dan jasa pelayanan lingkukangan atau (3) reliability, responsiviness, emphaty, assurance dan

tangible (Merlien dan Suprapto, 2005). Menurut Pasuraman dalam Kotler (2010) menyatakan bahwa kelima dimensi pokok kualitas pelayanan dijelaskan: (1) reliability, yaitu konsistensi dari penampilan pelayanan dan keandalan pelayanan; (2) responsiviness, yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa pelayanan dengan cepat; (3) emphaty, yaitu kesediaan untuk peduli, memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan; (4) assurance, yaitu kemampuan, ketrampilan, keramahan, kepercayaan dan keamanan dari para ptugas; (5) tangible, yaitu fasilitas fisik yang ditawarkan kepada pelanggan dan materi komunikasi (Duffy, 2000).

Jahangir dan Begum (2008) menyatakan bahwa persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan”. Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek.

Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Selanjutnya mengingat persepsi konsumen

9

dapat diramalkan maka perceived quality-nya negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar. Sebaliknya, jika perceived quality pelanggan positif maka produk akan disukai, sehingga akan mengambil keputusan untu membeli produk tersebut.

Indikator quality of service menurut Jakpar et al., (2012) adalah sebagai berikut:

1. Kemudahan membayar

2. Pesanan cepat disajikan

3. Menu sesuai order

2.2.1. Pengaruh Quality of service terhadap Perceived Value

Quality of service dapat mengurangi biaya biaya, memperluas market share, meningkatkan profitabilitas dan dapat mengurangi elastisitas harga. Melalui penelitian sebelumnya ditunjukkan bahwa konsumen dapat mempedulikan kualitas lebih daripada ekonomi; oleh karena itu, marketers mempercayai bahwa ketersediaan bukti terhadap meningkatnya kualitas adalah suatu kunci bagi keunggulan bersaing (competitive advantage) (Shah et al., 2012). Quality of service mampu mendatangkan perilaku membeli ulang yang favourable; dimana hal ini menjadi lebih penting daripada penciptaan brand loyalty,

sehingga dapat mempertahankan brand competitiveness-nya, yang akhirnya dapat memfokuskan pada tujuan pembelian ulang.

Melodie dan Kim (2012), Quality of service didefinisikan sebagai pertimbangan evaluatif konsumen tentang keseluruhan mutu yang terbaik / superioritas yang sungguh-sungguh ada didalam ketersediaan manfaatmanfaat yang dikehendaki sehingga Quality of service dapat mengurangi biaya-biaya, memperluas market share, meningkatkan profitabilitas dan dapat mengurangi elastisitas harga.

Sesuatu yang diharapkan dari suatu produk berbeda antara konsumen yang satu dengan yang lainnya, seseorang lebih mementingkan volume produknya sedangkan yang lain lebih mementingkan kualitas maupun kenyamanan produk. Sementara itu, pengorbanan yang dikeluarkan untuk mendapatkan suatu produk adalah berbeda untuk masing-masing konsumen. Sebagai contoh, seorang konsumen hanya mempertimbangkan pengeluarannya (money) sedangkan yang lainnya juga mempertimbangkan waktu dan usahanya. Quality of service yang tinggi mampu meningkatkan perceived value (Naidoo dan Leonard, 2007).

10

H1: Quality of service berpengaruh positif terhadap perceived value

2.3. Minat Beli UlangTujuan pembelian ulang

merupakan suatu tingkat motivasional seorang konsumen untuk mengulangi perilaku pembelian suatu produk, yang salah satunya ditunjukkan dengan penggunaan brand suatu produk secara berkelanjutan (Nikashemi et al., 2012). Pada saat konsumen memiliki tujuan pembelian ulang terhadap suatu produk dengan brand tertentu, maka pada saat itu pula secara tidak langsung konsumen tersebut juga telah memiliki perilaku loyal serta rasa puas terhadap brand itu, sehingga pada saat konsumen melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan brand yang sama itu, sebenarnya brand tersebut dari sisi konsumen sudah memiliki nilai beli brand, atau dengan kata lain, ada perceived value yang diterima oleh konsumen (Mussadad, 2011). Secara tidak langsung didalam pembelian ulang telah terkandung unsur loyal terhadap suatu brand product, sehingga Melodie dan Kim, (2012) menggunakan definisi loyalitas merk dalam kondisi dimana konsumen mempunyai perilaku positif terhadap suatu merk, mempunyai komitmen pada merk tersebut dan bermaksud meneruskan

pembeliannya pada masa yang akan datang

Minat beli ulang diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran yang membentuk suatu persepsi. Minat yang muncul dalam melakukan pembelian menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu kegiatan yang sangat kuat, yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam benaknya itu (Jung dan Lee, 2012).

Nikashemi et al., (2012) mengatakan bahwa jika kita ingin mempengaruhi seseorang, maka cara yang terbaik adalah mempelajari apa yang dipikirkannya, dengan demikian akan didapatkan tidak hanya sekedar informasi tentang orang itu, tentu lebih bagaimana proses informasi itu dapat berjalan dan bagaimana memanfaatkannya. Hal ini yang dinamakan “The Buying Process” (Proses Pembelian).

Dimensi-dimensi yang membentuk minat beli ulang dikemukakan oleh Melodie dan Kim (2012) sebagai berikut: pencarian informasi lanjut, kemauan untuk memahami produk, keinginan untuk mencoba produk, dan

11

kunjungan ke ritel. Pencarian informasi lanjut diwujudkan dengan upaya konsumen untuk mendapatkan informasi secara lebih lengkap tentang produk tertentu lewat kunjungan ke rumah makan produk tersebut. Kemauan memahami produk dimaksudkan sebagai sikap positif yang ditunjukkan oleh konsumen apabila diperkenalkan pada sebuah produk terbaru. Keinginan untuk mencoba produk dapat ditunjukkan dengan upaya konsumen mempergunakan produk dengan cara meminjam pada pihak lain. Kunjungan ke ritel ditentukan dengan kesediaan konsumen untuk mengunjungi baik untuk mencari informasi maupun mencoba produk.

Indikator minat membeli ulang menurut Jakpar et al., (2012) adalah sebagai berikut:

1. Ingin selalu beli ulang 2. Selalu bersedia menunggu 3. Selalu menanyakan menu

2.3.1. Pengaruh Quality of service terhadap Minat Beli Ulang

Minat beli diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran yang membentuk suatu persepsi. Minat yang muncul dalam melakukan hubungan menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu

kegiatan yang sangat kuat, yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam benaknya itu (Archana dan Khanna, 2012).

Quality of service mampu mendatangkan perilaku membeli ulang yang favourable; dimana hal ini menjadi lebih penting daripada penciptaan brand loyalty, sehingga dapat mempertahankan brand competitiveness-nya, yang akhirnya dapat memfokuskan pada tujuan pembelian ulang. Menurut Melodie dan Kim (2012), Quality of service didefinisikan sebagai pertimbangan evaluatif konsumen tentang keseluruhan mutu yang terbaik / superioritas yang sungguh-sungguh ada didalam ketersediaan manfaatmanfaat yang dikehendaki sehingga Quality of service dapat mengurangi biaya-biaya, memperluas market share, meningkatkan profitabilitas dan dapat mengurangi elastisitas harga.

H2: Quality of service berpengaruh positif terhadap minat membeli ulang

2.3.2. Pengaruh Perceived Value terhadap Minat Beli Ulang

Perceived quality dapat dimaksimalkan dan dikenali melalui banyak cara didalam

12

mempengaruhi persepsi konsumen terhadap suatu produk. Dari segi merk, tantangan dengan layanan merupakan suatu hal yang tidak berwujud. Konsekuensi dari ketidakwujudan tersebut adalah bahwa konsumen mengalami kesulitan didalam mengevaluasi kualitas dan mempertimbangkan faktor lain yang secara langsung berkaitan dengan pengalaman layanan (Melodie dan Kim, 2012).

Tujuan pembelian ulang merupakan suatu tingkat motivasional seorang konsumen untuk mengulangi perilaku pembelian pada suatu produk, yang salah satunya ditunjukkan dengan penggunaan merk dari suatu produk secara berkelanjutan. Minat beli ulang yang tinggi dipengaruhi oleh perceived value (Nikashemi et al., 2012).

H5: Perceived value berpengaruh positif terhadap minat beli ulang

2.4. Brand Preference

Brand preference merupakan pilihan konsumen terhadap suatu brand tertentu melampaui kompetitor-kompetitornya, dan biasanya merupakan hasil dari pengalaman yang memuaskan bersama dengan produk itu. Namun bila suatu produk dengan brand tertentu ternyata tidak tersedia, maka konsumen

akan cenderung bergeser ke produk dengan brand yang lainnya (Zeenaat et al., 2012).

Zeenaat et al., (2012) mendefinisikan brand preference sebagai segala sesuatu dimana konsumen lebih memilih brand dari suatu produk berdasarkan pengalaman pertamanya didalam menggunakan brand tersebut dibandingkan dengan brand lain yang sejenis. Jadi dalam hal ini pengalaman pertama seorang konsumen didalam menggunakan produk dengan brand tertentu akan mempengaruhi keputusan konsumen pada masa yang akan datang untuk mengkonsumsinya lagi atau tidak (Raghubir, 2004).

Peran preferensi merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana preferensi merek menciptakan suatu nilai. Nilai-nilai yang tercipta dari preferensi merek menurut Shah et al., (2012) adalah :

1. Ketertarikan terhadap merek

2. Ketertarikan untuk mencoba

3. Ketertarikan untuk tidak beralih di masa depan

Preferensi nama atau familiaritas juga merupakan penggerak ekuitas merek. Preferensi tanpa diferensiasi menghasilkan nama merek komoditi yang terkenal yang dapat

13

menjadi keuntungan secara marjinal (Ramos et al., 2005).2.4.1. Pengaruh Quality of service

Terhadap Brand Preference

Menurut Jahangir dan Begum, (2008), persepsi manfaat yang digunakan oleh pelanggan, dimana persepsi untuk menggunakan produk karena memberikan manfaat yang kuat. Persepsi manfaat terjadi ketika seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan merasa produk yang digunakan sesuai dengan manfaat yang harapkan. Semakin tinggi tingkat quality of service, semakin tinggi minat beli ulang. Dan ketika hal tersebut terjadi dalam waktu lama dan dilakukan oleh kelompok pelanggan dari suatu merek maka merek tersebut memiliki resiko yang rendah karena tidak dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggannya. Quality of serviceberpengaruh positif terhadap brand preference

H3: quality of service berpengaruh positif terhadap brand preference

2.4.2. Pengaruh Perceived Value Terhadap Brand PreferencePerceived value sebagai nilai

dari penawaran total atau dengan kata lain, harga maksimum yang dibayarkan oleh konsumen untuk serangkaian atribut-atribut ekonomi maupun nonekonomi yang melekat pada suatu produk. Suatu produk dikatakan bernilai bagi konsumen jika

apa yang telah mereka korbankan sesuai dengan kualitas yang mereka peroleh (Zeenaat et al., 2012). Perceived value adalah penilaian keseluruhan konsumen terhadap manfaat dari suatu produk yang didasarkan pada persepsi yang berkaitan dengan apa yang akan mereka terima dan apa yang mereka berikan. Perceived value berpengaruh positif terhadap brand preference. Zi dan He ( 2011) menunjukkan bahwa perceived value mampu meningkatkan minat beli ulang.H4: Perceived value berpengaruh positif terhadap brand preference

2.4.3. Pengaruh Brand Preference Terhadap Minat Beli UlangKonsumen akan memandang

suatu produk yang memiliki value jika mereka mendapatkan manfaat dari produk yang mereka beli (Purnamaningsih dan Amorina, 2012). Hal ini sesuai dengan definisi ekonomi mengenai utility, yaitu pengukuran subyektif yang berkaitan dengan kegunaan ataupun kepuasan yang diharapkan jika seorang konsumen mengkonsumsi suatu produk (Sokro, 2012). Sedangkan, Zeenaat et al., (2012) mendefinisikan value sebagai segala sesuatu yang menjadi pertimbangan konsumen ketika menentukan produk mana yang akan dibeli. Brand preference berpengaruh positif terhadap minat beli ulang.H6: Brand preference berpengaruh positif terhadap minat beli ulang

III. METODE PENELITIAN

Populasi dalam

14

penelitian ini adalah seluruh pelanggan Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang. Sampel penelitian ini adalah pelanggan Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang, sejumlah 109 responden. Structural Equation Modeling (SEM) yang dijalankan dengan perangkat lunak AMOS, digunakan untuk menganalisis data, Hasil analisis menunjukkan bahwa quality of service berpengaruh positif terhadap perceived value dan brand preference dalam meningkatkan minat beli ulang.

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Structural Equation Modelling

Analisis selanjutnya adalah analisis Structural Equation Model (SEM) secara full model, setelah dilakukan analisis terhadap tingkat unidimensionalitas dari indikator-indikator pembentuk variable laten yang diuji dengan confirmatory factor analysis. Analisis hasil pengolahan data pada tahap full model SEM dilakukan dengan melakukan uji kesesuaian dan uji statistik. Hasil pengolahan data untuk analisis full model SEM ditampilkan pada Gambar 4.1, Tabel 4.1 dan Tabel 4.2

15

Gambar 4.1

Hasil Pengujian

Structural Equation Model (SEM)

Uji terhadap hipotesis model menunjukkan bahhwa model ini sesuai dengan data atau fit terhadap data yang

digunakan dalam penelitian adalah seperti telihat pada tabel berikut ini :

16

Tabel 4.1

Hasil Pengujian Kelayakan Model

Structural Equation Model (SEM)

Goodness of Fit Indeks

Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi Model

Chi – Square Kecil ( < 69.273) 60,294 Baik

Probability 0.05 0,100 Baik

RMSEA 0.08 0,050 Baik

GFI 0.90 0,916 Baik

AGFI 0.90 0,863 Marginal

CMIN / DF 2.00 1,269 Baik

TLI 0.95 0,975 Baik

CFI 0.95 0,982 Baik

Sumber : Data penelitian yang diolah

Untuk uji statistik terhadap hubungan antar variable yang nantinya digunakan sebagai dasar untuk menjawab hipotesis penelitian yang

telah diajukan. Untuk nilai estimasi indikator terhadap variabelnya ditampakkan dalam Tabel 4.2

17

Tabel 4.2

Standardized Regression Weight

Unstandardized Standardized

S.E. C.R. P

Perceived_Value <--- Quality_Service .632 .563 .129 4.899 ***

Brand_Preference <--- Quality_Service .283 .306 .115 2.467 .014

Brand_Preference <--- Perceived_Value .307 .373 .103 2.991 .003

Minat_Membeli_Ulang

<---

Brand_Preference .518 .443 .133 3.896 ***

Minat_Membeli_Ulang

<--- Perceived_Value .192 .200 .111 1.736 .083

Minat_Membeli_Ulang

<--- Quality_Service .285 .264 .123 2.321 .020

Menu <--- Quality_Service 1.000 .761

Pesanan <--- Quality_Service .957 .760 .123 7.760 ***

Kemudahan <--- Quality_Service 1.058 .885 .123 8.595 ***

Bangga <--- Perceived_Value 1.000 .811

LnNyaman <--- Perceived_Value .178 .883 .019 9.342 ***

Berlamalama <-- Perceived_Value .827 .728 .105 7.884 ***

18

Unstandardized Standardized

S.E. C.R. P

-

Masadepan <---

Brand_Preference 1.000 .836

Tertarikmencoba <---

Brand_Preference 1.078 .799 .116 9.277 ***

Tertarikmerek <---

Brand_Preference 1.055 .866 .104 10.115 ***

Beliulang <---

Minat_Membeli_Ulang 1.000 .857

Menanyakan <---

Minat_Membeli_Ulang .933 .563 .103 9.075 ***

Tanyamenu <---

Minat_Membeli_Ulang .899 .306 .098 9.146 ***

Setelah semua asumsi dapat dipenuhi, selanjutnya akan dilakukan pengujian hipotesis sebagaimana diajukan pada bab sebelumnya. Pengujian 6 hipotesis penelitian ini

dilakukan berdasarkan nilai Critical Ratio (CR) dari suatu hubungan kausalitas dari hasil pengolahan SEM sebagaimana pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3

Uji Hipotesis

Estimate S.E. C.R. P

Perceived_Value <--- Quality_Service .632 .129 4.899 ***

Brand_Preference <--- Quality_Service .283 .115 2.467 .014

Brand_Preference <--- Perceived_Value .307 .103 2.991 .003

Minat_Membeli_Ulang <--- Brand_Preferenc .518 .133 3.896 ***

19

Estimate S.E. C.R. P

e

Minat_Membeli_Ulang <--- Perceived_Value .192 .111 1.736 .083

Minat_Membeli_Ulang <--- Quality_Service .285 .123 2.321 .020

Pengujian Hipotesis 1

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh quality of service terhadap perceived value menunjukkan nilai CR sebesar 4,899 dan dengan probabilitas sebesar 0,000. Kedua nilai tersebut diperoleh memenuhi syarat untuk penerimaan H1 yaitu nilai CR sebesar 4,899 yang lebih besar dari 1,96 dan probabilitas 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan dimensi-dimensi quality of service berpengaruh positif terhadap perceived value, artinya quality of service yang baik mampu meningkatkan perceived value.

Pengujian Hipotesis 2

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh quality of service terhadap minat membeli ulang menunjukkan nilai CR sebesar 2,321 dan dengan probabilitas sebesar 0,020. Kedua nilai tersebut diperoleh memenuhi syarat untuk penerimaan H2 yaitu nilai CR sebesar 2,321 yang lebih besar dari 1,96 dan probabilitas 0,020 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan dimensi-dimensi quality of service berpengaruh positif terhadap minat membeli ulang,

artinya quality of service yang baik mampu meningkatkan minat membeli ulang.

Pengujian Hipotesis 3

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh quality of service terhadap brand preference menunjukkan nilai CR sebesar 2.467 dan dengan probabilitas sebesar 0,014. Kedua nilai tersebut diperoleh memenuhi syarat untuk penerimaan H3 yaitu nilai CR sebesar 2.467 yang lebih besar dari 1,96 dan probabilitas 0,014 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan dimensi-dimensi quality of service berpengaruh positif terhadap brand preference, artinya quality of service yang baik mampu meningkatkan brand preference.

Pengujian Hipotesis 4

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh perceived value terhadap brand preference menunjukkan nilai CR sebesar 2,991 dan dengan probabilitas sebesar 0,003. Kedua nilai tersebut diperoleh memenuhi syarat untuk penerimaan H4 yaitu nilai CR sebesar 2,991 yang lebih

20

besar dari 1,96 dan probabilitas 0,003 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan dimensi-dimensi perceived value berpengaruh positif terhadap brand preference, artinya perceived value yang baik mampu meningkatkan brand preference.

Pengujian Hipotesis 5

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh perceived value terhadap minat membeli ulang menunjukkan nilai CR sebesar 1,736 dan dengan probabilitas sebesar 0,083. Kedua nilai tersebut diperoleh tidak memenuhi syarat untuk penerimaan H5 yaitu nilai CR sebesar 1,736 yang lebih kecil dari 1,96 dan probabilitas 0,083 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan dimensi-dimensi perceived value tidak berpengaruh terhadap minat membeli ulang, artinya perceived value yang baik tidak mampu meningkatkan minat membeli ulang.

Pengujian Hipotesis 6

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh brand preference terhadap minat membeli ulang menunjukkan nilai CR sebesar 3.896 dan dengan probabilitas sebesar 0,000. Kedua nilai tersebut diperoleh memenuhi syarat untuk penerimaan H6 yaitu nilai CR sebesar 3.896 yang lebih besar dari 1,96 dan probabilitas 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan dimensi-dimensi brand preference berpengaruh positif terhadap minat membeli ulang, artinya brand preference yang baik

mampu meningkatkan minat membeli ulang.

Pembahasan

Sesuatu yang diharapkan dari suatu produk berbeda antara konsumen yang satu dengan yang lainnya, seseorang lebih mementingkan volume produknya sedangkan yang lain lebih mementingkan kualitas maupun kenyamanan produk. Sementara itu, pengorbanan yang dikeluarkan untuk mendapatkan suatu produk adalah berbeda untuk masing-masing konsumen. Sebagai contoh, seorang konsumen hanya mempertimbangkan pengeluarannya (money) sedangkan yang lainnya juga mempertimbangkan waktu dan usahanya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Quality of service yang tinggi mampu meningkatkan perceived value.

Quality of service mampu mendatangkan perilaku membeli ulang yang favourable; dimana hal ini menjadi lebih penting daripada penciptaan brand loyalty, sehingga dapat mempertahankan brand competitiveness-nya, yang akhirnya dapat memfokuskan pada tujuan pembelian ulang. Menurut Melodie dan Kim (2012), Quality of service didefinisikan sebagai pertimbangan evaluatif konsumen tentang keseluruhan mutu yang terbaik / superioritas yang sungguh-sungguh ada didalam ketersediaan manfaatmanfaat yang dikehendaki sehingga Quality of service dapat mengurangi biaya-biaya, memperluas market share, meningkatkan

21

profitabilitas dan dapat mengurangi elastisitas harga. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa quality of service berpengaruh positif terhadap minat membeli ulang.

Persepsi manfaat terjadi ketika seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan merasa produk yang digunakan sesuai dengan manfaat yang harapkan. Semakin tinggi tingkat quality of service, semakin tinggi minat beli ulang. Dan ketika hal tersebut terjadi dalam waktu lama dan dilakukan oleh kelompok pelanggan dari suatu merek maka merek tersebut memiliki resiko yang rendah karena tidak dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggannya. Quality of service berpengaruh positif terhadap brand preference

Perceived value sebagai nilai dari penawaran total atau dengan kata lain, harga maksimum yang dibayarkan oleh konsumen untuk serangkaian atribut-atribut ekonomi maupun nonekonomi yang melekat pada suatu produk. Suatu produk dikatakan bernilai bagi konsumen jika apa yang telah mereka korbankan sesuai dengan kualitas yang mereka peroleh. Perceived value adalah penilaian keseluruhan konsumen terhadap manfaat dari suatu produk yang didasarkan pada persepsi yang berkaitan dengan apa yang akan mereka terima dan apa yang mereka berikan. Perceived value berpengaruh positif terhadap brand preference.

Tujuan pembelian ulang merupakan suatu tingkat motivasional

seorang konsumen untuk mengulangi perilaku pembelian pada suatu produk, yang salah satunya ditunjukkan dengan penggunaan merk dari suatu produk secara berkelanjutan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa perceived value tidak berpengaruh signfikan terhadap minat beli ulang.

Konsumen akan memandang suatu produk yang memiliki value jika mereka mendapatkan manfaat dari produk yang mereka beli. Hal ini sesuai dengan definisi ekonomi mengenai utility, yaitu pengukuran subyektif yang berkaitan dengan kegunaan ataupun kepuasan yang diharapkan jika seorang konsumen mengkonsumsi suatu produk. Value sebagai segala sesuatu yang menjadi pertimbangan konsumen ketika menentukan produk mana yang akan dibeli. Brand preference berpengaruh positif terhadap minat beli ulang.

V. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

5.1. Simpulan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebanyak enam hipotesis. Simpulan dari enam hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:

5.1.1. Simpulan mengenai Hipotesis 1

Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara quality of service terhadap perceived value. Hal ini mendukung penelitian Naidoo dan Leonard, (2007), yang mengatakan

22

bahwa quality of service yang diterima pelanggan akan memberikan suatu persepsi yang baik dimana pelanggannya. Naidoo dan Leonard, (2007) menyatakan bahwa quality of service berpengaruh positif terhadap perceived value. Dengan demikian dapat disimpulkan quality of service berpengaruh positif terhadap perceived value, artinya quality of service yang baik mampu meningkatkan perceived value

5.1.2. Simpulan mengenai Hipotesis 2

Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara quality of service terhadap minat membeli ulang. Hal ini mendukung penelitian Melodie dan Kim (2012), yang mengatakan bahwa quality of service yang diterima pelanggan akan memberikan minat yang kuat dari pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Melodie dan Kim (2012) menyatakan bahwa quality of service berpengaruh positif terhadap minat membeli ulang. Dengan demikian dapat disimpulkan quality of service berpengaruh positif terhadap minat membeli ulang, artinya quality of service yang baik mampu meningkatkan minat membeli ulang.

5.1.3. Simpulan mengenai Hipotesis 3

Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara quality of service terhadap brand preference. Hal ini mendukung penelitian Jahangir dan Begum, (2008), yang mengatakan

bahwa quality of service yang diterima pelanggan akan membuat pelanggan lebih mengenal produk dengan baik. Jahangir dan Begum, (2008) menyatakan bahwa quality of service berpengaruh positif terhadap brand preference. Dengan demikian dapat disimpulkan quality of service berpengaruh positif terhadap brand preference, artinya quality of service yang baik mampu meningkatkan brand preference

5.1.4. Simpulan mengenai Hipotesis 4

Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara perceived value terhadap brand preference. Hal ini mendukung penelitian Zeenaat et al., (2012), yang mengatakan bahwa perceived value yang tinggi dari pelanggan akan membuat pelanggan lebih mengenal produk dengan baik. Zeenaat et al., (2012) menyatakan bahwa perceived value berpengaruh positif terhadap brand preference. Dengan demikian dapat disimpulkan perceived value berpengaruh positif terhadap brand preference, artinya perceived value yang baik mampu meningkatkan brand preference

5.1.5. Simpulan mengenai Hipotesis 5

Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa tidak ada pengaruh yang searah antara perceived value terhadap minat membeli ulang. Hal ini mendukung penelitian Sharma dan Stafford, (2000), yang mengatakan bahwa

23

perceived value yang tinggi dari pelanggan tidak memberikan minat yang kuat dari pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Sharma dan Stafford, (2000) menyatakan bahwa perceived value tidak berpengaruh signifikan terhadap minat membeli ulang. Dengan demikian dapat disimpulkan perceived value tidak berpengaruh terhadap minat membeli ulang, artinya perceived value yang baik tidak mampu meningkatkan minat membeli ulang.

5.1.6. Simpulan mengenai Hipotesis 6

Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang searah antara brand preference terhadap minat membeli ulang. Hal ini mendukung penelitian Zeenaat et al., (2012), yang mengatakan bahwa brand preference yang tinggi dari pelanggan akan memberikan minat yang kuat dari pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Zeenaat et al., (2012) menyatakan bahwa brand preference berpengaruh positif terhadap minat membeli ulang. Dengan demikian

dapat disimpulkan brand preference berpengaruh positif terhadap minat membeli ulang, artinya brand preference yang baik mampu meningkatkan minat membeli ulang.

5.2. Implikasi Kebijakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor quality of service, perceived value dan brand preference dalam menumbuhkan minat membeli ulang yang tinggi. Brand preference lebih dominan mempengaruhi minat membeli ulang dengan nilai standardized regression weight sebesar 0,44, kemudian variabel quality of service dengan nilai standardized regression weight sebesar 0,25, dan variabel perceived value dengan nilai standardized regression weight sebesar 0,20.

Dari pengaruh variabel-variabel yang mempengaruhi brand preference, variabel perceived value lebih dominan mempengaruhi brand preference dengan nilai standardized regression weight sebesar 0,37, kemudian variabel quality of service dengan nilai standardized regression weight sebesar 0,31. Implikasi kebijakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada Tabel berikut:

Tabel 5.1:

Implikasi Kebijakan

No Indikator Nilai

Indeks

Implikasi Kebijakan

1 Menu sesuai order 68, Dapat ditingkatkan melalui

24

44 pelatihan terutama publik speaking, bagaimana cara melakukan cara pelayanan yang baik

2 Menambah perasaan bangga

63,76

Dapat ditingkatkan dengan menambah fasilitas fasilitas kafe, seperti menambah alat bilyar, mengundang musisi ibu kota secara periodik

No Indikator Nilai

Indeks

Implikasi Kebijakan

3 Ketertarikan untuk tidak beralih di masa depan

66.42

Dapat ditingkatkan melalui ruangan yang nyaman, fasilitas yang lengkap serta selalu melakukan inovasi

4 Selalu menanyakan menu

67,15

Dapat ditingkatkan dengan intensitas menyediakan menu yang baru, misalnya: inovasi dengan menyediakan menu hari ini dengan harga spesial

Berdasarkan hal tersebut diatas, manajemen Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang perlu meningkatkan pelatihan bagi karyawannya terkait dengan public speaking, dimana hal tersebut dapat dilakukan melalui training soft skill dan brain storming agar layanan yang diberikan Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang sesuai dengan harapan pelanggannya.

5.3. Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan penelitian yang dapat ditarik dari

penelitian ini adalah sebagai berikut: Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi pada kasus lain diluar obyek penelitian ini yaitu: pelanggan Rendezvous Karaoke and Lounge Semarang.

5.4. Agenda Penelitian Mendatang

Hasil-hasil penelitian ini dan keterbatasan-keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian dapat dijadikan sumber ide bagi pengembangan penelitian ini dimasa yang akan datang, maka perluasan penelitian yang disarankan dari penelitian ini adalah menambah

25

variabel independen yang mempengaruhi minat membeli ulang. Variabel yang disarankan adalah: community effect dan keindahan produk.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Sultan, 2014, From customer perceived value to repurchase intention in textile sector in Bangladesh,” ISSN

Amaretta, Melinda, dan Evelyn Hendriana, (2011), “The effect of marketing communications and price promotion to brand equity,” The International Research Symposium in Service Management

Archana; Raje dan Vandana Tandon Khanna, (2012), “Impact of e service quality on consumer purchase behaviour in an on line shopping,” IJCSMS

Awi, Yaw Ling dan Sirion Chaipoopirutana, (2014), “A study of factors affecting consumers repurchase intention,” ICTEHM

Basu Swastha Dharmmesta (1998), “Teknologi Informasi dalam Pemasaran : Implikasi dalam Pendidikan Pemasaran”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 13, No. 3, pp. 116 – 125

Chi Hsin Kuang; Huery Ren Yeh; dan Yi Ching Tsai, (2014), “The

influences of perceived value on costumer purchase intention,” International Conference on Economics

Cooper, D.R dan Emory, C.W (1995), Bussiness Research Methods, Fifth Edition, USA: Richard D. Irwin, Inc.

Emory, CW and Cooper, DR, 1999, Business Research Methods, Irwin, Homewood.

Dolatabadi, Hossein Rezaei; Ali Kazemi; dan Nima Soltani Rad, (2012), “The impact of brand personality on product sale through brand equity, “International Journal of Academic Research in Bussiness and Social Science

Engel, J.F., Blackwell, R.D. and Miniard, P.W., (1995), Consumer Behavior, 8th Ed, Orlando: The Dryden Press.

Ferdinand, Augusty T., (2000), Struktural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen, Badan Distributor Universitas Diponegoro, Semarang.

Fuad Mas’ud, (2004), Survai Diagnosis Organisasional (Konsep dan Aplikasi), Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L., dan Black, W.C., (1995), “Multivariate Data

26

Analysis, With Readings “, Fourth Edision, New Jessey, Prentice Hall

Hernandez; Assuncion; dan Ines Kuster, (2012), “Brand impact on purchasing intentions: an approach in virtual social networks channels,” Economics and Bussiness Letters

Hilgenkamp, Heather; dan James Shanteau, (2010), “Functional measurement analysis of brand equity: does brand name affect perceptions of quality,” Psicologica

Husein Umar, 1999, Riset Manajemen Strategik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, (2009), “ Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akunlansi dan Manajemen “, BPFE, Yogyakarta

Jakpar, Shaharudin; Angelyn Goh Sze Na; Anita Johari; dan Khin Tant Myin, (2012), “Examining the product quality attributes that influences customer satisfaction most when the price was discounted: A case study in Kuching Serawak,” International Journal of Bussiness on Socual Sciences, Vol. 3, No. 23

Jung Lee dan Jae Nam Lee, (2012), “Quality vs preference: the impact of online product information on customers purchase intention,” Korea University Bussiness School

Kotler, Philip, (1997), Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control, 9th Ed., Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.

Melodie; Ray Davis-Bundrage; dan So Young Kim, (2012), “Predicting purchase of eco beauty products: A qualitative meta analysis,” Atlantic Marketing Association

Merlien dan Prihandayani Suprapto, (2005), “Faktor-faktor pembentuk persepsi kualitas layanan terhadap reputasi, kepuasan serta loyalitas PT. Asuransi Jiwasraya (persero) Semarang Timur Branch Office,” Jurnal Bisnis dan Ekonomi

Musaddad, M., A. (2011). Pengaruh minat beli ulang terhadap loyalitas konsumen Cimory Yoghurt Drink (Studi kasus CMP Botani Square Bogor)

Naidoo R dan A Leonard, (2007), “Perceived usefulness, service quality and loyalti incentiveness,” S afr J Buss Manage

Nikashemi; Sayed Rajab; Ahasanul Haque; Farzana Yasmin; dan

27

Ali Khatibi, (2012), “Service quality and consumer purchasing intention toward online ticketing,” International Conference on Economics

Onwumere, Joseph; Onyemachi; Kalu Okwun Lilian; dan Michael Okpara, (2012); “Analysis of determinant of repurchase intention of soap products,” Journal of Economics and Sustainable Development

Parasuraman. A., Zeithaml, V.A. dan Berry, L.L (1994), “Reassessment of Expectations as a Comparison Standar in Measuring Service Quality: Implication for Further Research, “Journal of Marketing, January (58): 111-124.

-------- (1988), “SERVQUAL: A Multiple Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality”, Journal of Retailing, Vol. 64, No. 1, Spring, 12-40.

-------- (1990), Delivery Quality Service: Balancing Customer Perceptions and Expectation, New York: The Free Press Adivision of Macmillan, Inc.

Purnamaningsih, dan Cherylin Amorina, ( 2012), “Analisis pengaruh persepsi kualitas dan persepsi harga terhadap minat membeli ulang konsumen melalui variabel persepsi nilai,

kepuasan dan preferensi merek,” Telaah Manajemen

Raghubir, Priya, (2004), “Free gift with purchase: promoting or discounting the brand,” Journal of Consumer Psychology

Ramos, Angel F, dan Manuel J Sanchez-Franco, (2005), “The impact of marketing communication and price promotion on brand equity,” Brand Management

Ramayah T, dan Joshua Ignatius, (2012), “Impact of perceived usefulness, perceived ease of use, and perceived enjoyment on intention shop online,” Universiti Sains Malaysia, Vol. 9, No. 2

Shah; Syed Saad Hussein; Jabran Aziz; Ahsan Raza Jafari; Sidra Waris; Wasiq Ejaz; Maira Fatima; dan Syed Kamran Syerazi, (2012), ”The impact of brands on consumer purchase intentions,” Asian Journal of Bussiness Management

Sharma, Arun; dan Thomas F Stafford, (2000), “The effect of retail atmospherics on customers perception of salespeople on customer persuasion,” Journal of Bussiness Research, Vol. 9, No. 4

Sokro, Evans, (2012), “Impact of employer branding on employee attraction and

28

retention,” European Journal of Bussiness and Management

Ting, Peng Liang; Hsin Yi Chen; Timon Du; Efraim Turban; dan Yuwen Li, (2012), “Effect of personalization on the perceived usefullness of on line customer services: A dual core theory,” Journal of Electric Commerce Research, Vol. 13, No. 4

Zenaat, Ismail; Sarah Masood; dan Zainab Mehmood Tawab, (2012), “Factors affecting consumer preference of international brands over local brands,” International Conference on Social Science and Hummanity

Zhilin Yang dan Robin T Peterson, (2004), “Customer perceived value, satisfaction and loyalty: the role of switching cost,” Psychology and Marketing

Zi, Ying Yang dan Ling Yun He, (2011), “Goal, customer experience and purchase intention in a retail context in China: an emiprical study,” African Journal of Bussiness Management

29