TA Keseluruhan ICA

25
BAB I Latar Belakang Bau ketiak sering menyebabkan masalah psikologis banyak orang. Banyak orang menjadi minder dan malu bersosialisasi, bahkan malas berolahraga atau enggan untuk beraktivitas berat yang dapat mengeluarkan keringat. Banyak yang beranggapan bahwa penyebab bau ketiak adalah malas mandi atau kurang menjaga kebersihan. Namun setelah mencoba mandi teratur dan menjaga kebersihan badan ternyata ketiaknya tetap saja bau. Bau ketiak juga dapat menjadi lebih kuat jika keringat yang keluar berasal dari kelenjar keringat apokrin. Jenis keringat ini biasanya diakibatkan oleh stres. Bau timbul jika bakteri pada kulit memecah protein pada keringat menjadi zat asam propionat atau asam proponat yang berbau tidak sedap seperti cuka (Darmawan, 2014). Penggunaan sabun dan air sebagai pencuci badan pada waktu mandi relatif kurang efektif untuk mencegah bau badan. Untuk maksud tersebut dapat dilakukan beberapa alternatif tindakan lain, seperti misalnya menggunakan sediaan kosmetika anti bau badan yaitu deodorant (Harry RG,1983). Sediaan topikal antibau badan biasanya mengandung : 1) Antiseptika konsentrasi tertentu yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga dapat mengurangi dekomposisi bakterial, dan mampu mengontrol bau keringat atau bau badan, dikenal sebagai deodoran.

description

hghjjh

Transcript of TA Keseluruhan ICA

Page 1: TA Keseluruhan ICA

BAB I

Latar Belakang

Bau ketiak sering menyebabkan masalah psikologis banyak orang. Banyak orang menjadi

minder dan malu bersosialisasi, bahkan malas berolahraga atau enggan untuk beraktivitas

berat yang dapat mengeluarkan keringat. Banyak yang beranggapan bahwa penyebab bau

ketiak adalah malas mandi atau kurang menjaga kebersihan. Namun setelah mencoba mandi

teratur dan menjaga kebersihan badan ternyata ketiaknya tetap saja bau. Bau ketiak juga

dapat menjadi lebih kuat jika keringat yang keluar berasal dari kelenjar keringat apokrin.

Jenis keringat ini biasanya diakibatkan oleh stres. Bau timbul jika bakteri pada kulit memecah

protein pada keringat menjadi zat asam propionat atau asam proponat yang berbau tidak

sedap seperti cuka (Darmawan, 2014).

Penggunaan sabun dan air sebagai pencuci badan pada waktu mandi relatif kurang efektif

untuk mencegah bau badan. Untuk maksud tersebut dapat dilakukan beberapa alternatif

tindakan lain, seperti misalnya menggunakan sediaan kosmetika anti bau badan yaitu

deodorant (Harry RG,1983).

Sediaan topikal antibau badan biasanya mengandung :

1) Antiseptika konsentrasi tertentu yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan

bakteri, sehingga dapat mengurangi dekomposisi bakterial, dan mampu mengontrol bau

keringat atau bau badan, dikenal sebagai deodoran.

2) Senyawa astringen yang berguna untuk mengurangi laju pengeluaran keringat, disebut

sebagai antiperspiran (Harry RG,1982).

Deodoran adalah salah satu produk kosmetik yang berfungsi untuk mencegah bau badan

karena zat aktif deodorant menggunakan antibakteri, antiseptic dan parfum. Senyawa dari

alam merupakan senyawa yang lebih aman daripada senyawa sintetik, apalagi senyawa

tersebut terdapat pada sesuatu yang telah digunakan secara turun-temurun.

Indonesia merupakan suatu negara tropis yang selalu disinari matahari, sehingga berkeringat

tidak dapat dihindari. Bagi seseorang keluarnya keringat yang berlebihan dapat menimbulkan

masalah, seperti misalnya dapat menimbulkan bau badan yang kurang sedap. Bau badan

sangat berhubungan dengan sekresi keringat seseorang, dan adanya pertumbuhan

mikroorganisme, serta sangat berhubungandengan makanan dan bumbu-bumbuan yang

berbau khas seperti bawang-bawangan. Karena keringat merupakan hasil sekresi dari

kelenjar-kelenjar yang bermuara pada kulit merupakan sebum, asam lemak tinggi, dan debris

Page 2: TA Keseluruhan ICA

(pigmen yang terkumpul;sisa hasil metabolisme pada kulit), maka keringat dapat membantu

terben-tuknya produk berbau hasil dekomposisi (penguraian) oleh bakteri. Bau badan lebih

tercium pada daerah dengan kelenjar apokrin lebih banyak, seperti pada ketiak (aksila) dan

daerah pubik. Mikroba yang terkandung pada ketiak dalah tipe Staphilococcus Epidermidis.

Seperti telah kita ketahui, di Indonesia banyak terdapat tanaman yang berkhasiat sebagai obat

dan kosmetika, salah satunya adalah tanaman Daun Sirih (Piper batle L).

Daun sirih (Piper batle L.) tersebut sangat terkenal dikalangan masyarakat indonesia sebagai

pewangi badan atau mulut. Selain bisa menguatkan gigi, Daun sirih (Piper batle L.) sendiri

bisa mengurangi bau tidak sedap pada badan atau pada tempat yang lebih spesifik yaitu

ketiak. Berdasarkan penelitian Dr.Hasim DEA, dosen Bio Kimia dan Toksisitas FMIPA IPB,

pada konsentrasi yang sama, terbukti bahwa minyak astiri daun sirih (Piper batle L.)

yangmengandung senyawa eugenol yang termasuk senyawa fenol golongan terpenoid,

memiliki sifat antibakteri lima kali lipat lebih besar dari senyawa fenol biasa.

Dalam penelitian ini, deodoran yang akan dibuat dalam bentuk batang atau stick karena

sangat mudah untuk digunakan dan pengguna akan merasa nyaman karena tidak terasa basah

di kulit ketiak.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Apakah Deodorant Stick ekstrak daun sirih (Piper batle L.) ini efektif dalam mencegah

tumbuhnya bakteri pada ketiak dan mengurangi masalah bau badan.

1.3 BATASAN MASALAH

Penelitian ini membahas tentang perlunya penggunaan kosmetik sediaan deodorant batang

ekstrak daun sirih (Piper battle L.) sebagai penghilang bau pada ketiak.

1.4 TUJUAN

Untuk mengetahui keefektifitasan ekstrak daun sirih (Piper batle L.) dalam mencegah

tumbuhnya bakteri pada ketiak dan mengurangi masalah bau badan.

Page 3: TA Keseluruhan ICA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEODORANT

Deodoran adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk mengontrol bau badan. Produk-

produk ini dibuat dengan pencampuran bahan aktif dan bahan-bahan tambahan lainnya.Bau

badan terutama dihasilkan di daerah di bawah lengan di mana ada konsentrasi tinggi kelenjar

keringat. Sementara keringat dari kelenjar ini awalnya tidak berbau, mengandung minyak

alami, yang disebut lipid, yang menyediakan media pertumbuhan bakteri yang hidup pada

kulit. Bakteri ini berinteraksi dengan lipid, mengubahnya menjadi senyawa yang memiliki

bau khas berkeringat. Asam isovaleric, misalnya, adalah salah satu senyawa kimia yang

memberikan bau pada keringat. Ada dua jenis utama dari produk yang digunakan untuk

mengontrol bau badan. Pertama, deodoran, mengurangi bau badan dengan membunuh bakteri

penyebab bau. Produk ini tidak mempengaruhi jumlah keringat yang dihasilkan tubuh.

Adapun Antiperspirant, di sisi lain, menghambat aktivitas kelenjar keringat sehingga lebih

sedikit uap air yang dihasilkan. Selain menghindari basah yang tidak menyenangkan, produk

ini juga mengurangi bau karena ada sedikit keringat yang berinteraksi dengan bakteri.

Sementara deodoran dianggap produk kosmetik karena mereka hanya mengontrol bau,

antiperspirant sebenarnya narkoba karena mereka mempengaruhi fisiologi tubuh. Meskipun

mekanisme yang tepat dari interaksi fisiologis ini tidak sepenuhnya dipahami, teori

mengatakan bahwa garam antiperspiran menempel sementara di beberapa bukaan kelenjar

keringat sehingga kelembaban tidak disekresikan. Sementara pengurangan kelembaban ini

tidak cukup parah untuk mengganggu metabolisme tubuh normal.

A. Sejarah Deodoran

Produk untuk mengontrol bau badan telah digunakan selama berabad-abad. Sebelum mandi

menjadi biasa, orang-orang menggunakan parfum padat untuk menutupi bau badan. Pada

akhir abad kesembilan belas, ahli kimia mengembangkan produk yang mampu mencegah

pembentukan bau tersebut. Deodorant pertama adalah pasta yang diterapkan pada daerah

ketiak, produk tersebut pertama yang bermerek dagang di Amerika Serikat adalah Mum pada

tahun 1888 itu krim lilin yang sulit menempel dan sangat berantakan. Beberapa tahun

kemudian, Everdry, deodoran pertama yang menggunakan aluminium klorida dikembangkan.

Page 4: TA Keseluruhan ICA

Dalam waktu 15 tahun, berbagai produk yang dipasarkan di sejumlah bentuk yang berbeda

termasuk krim, padatan, bantalan, dabbers, roll-ons, dan serbuk. Deodoran Stick yang

dikemas dalam tabung berongga dengan platform lift di dalam yang bergerak ke atas dan ke

bawah untuk mengeluarkan produk. Dalam beberapa paket, platform ini dapat didorong

dengan tangan, di lain itu diangkat dengan memutar sekrup yang bisa membuat sediaan naik

dan terangkat.

1.2 DAUN SIRIH

Sirih

Piper batle L.

Nama umum : Sirih

Indonesia : Sirih

Sunda : Seureuh

Pilipina : Ikmo

Cina : Jujjang

A. Klasifikasi

Kingdom :Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta ( Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida ( Berkeping 2/dikotil)

Sub Kelas: Magnoliidae

Ordo: Piperales

Family : Piperacceae ( Suku sirih-sirihan)

Genus : Piper

Spesies: Piper batle L.

Sirih dikenal dengan sirih hijau, sirih merah, sirih hitam, sirih kuning, dan sirih perak. Daun

sirih (Piper batle L.) merupakan tumbuhan yang dikenal dengan nama ilmiah Piper batel

linn, dan termasuk dalam familia piperaceae. Sirih merupakan tanaman menjalar menyerupai

tanaman lada. Daunnya berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling,

bertangkai, teksturnya agak kasar jika diraba dan mengeluarkan bau yang sedap (aromatis)

Page 5: TA Keseluruhan ICA

jika diremas. Panjang daun 6-17,5 cm dan lebar 3,5-10 cm. Tanaman sirih memiliki bunga

dengan bentuk bulir. Bunga ini juga memiliki daun pelindung dengan ukuran 1mm,

bentuknya bulat memanjang. Sirih juga memiliki buah yang digolongkan sebagai buah buni

(buah dengan dinding dua lapis). Bentuk buah ini bulat dan warnanya hijau cenderung abu-

abu. 

Organ akar pada tanaman sirih digolongkan sebagai akar tunggang. bentuknya bulat dan

warnanya coklat dengan sedikit menjurus pada warna kuning khas akar lainnya. 

B. Kandungan dan Efek FarmakologisDaun Sirih (Piper batle L.)

Menurut Winarto Secara umum daun sirih (Piper batel L.) mengandung minyak atsiri 1-

4,2%, hidrosikavikol, kavikol 7,2-16,7%, kavibetol 2,7-6,2%, allilfikatekol 0-9,6%, karvakrol

2,2-5,6%, eugenol 26,8-42,5%, eugenol metileter 4,2-15,8%, p-simen 1,2-2,5%, sineol 2,4-

15,8%, karyofilen 3-9,8%, kadinen 2,4-15,8% estragol, terpen,seskuiterpen, fenil propane,

tannin, diastase 0,8-1,8%, gula, pati.

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam tanaman yang terbentuk

karena reaksi berbagai senyawa kimia dan air. Bahan kimia yang ada pada minyak atsiri yaitu

monoterpen, seskuiterpen, fenol, alkohol, keton, eter atau ester, aldehida, dan kumarin. Pada

minyak atsiri daun sirih, bahan kimia yang utama adalah fenol dan alkohol. Fenol merupakan

bahan kimia yang paling antiseptik ditemukan dalam tanaman, fenol merangsang fungsi

tubuh dalam dosis kecil. Namun, dosis besar dapat menjadi racun pada sistem saraf dan dapat

menyebabkan iritasi kulit serta kenyamanan pencernaan untuk orang yang sensitif. Alkohol

ini bersifat sangat antiseptik, antibakteri, anti jamur dan antibiotik. Alkohol adalah obat yang

baik untuk sistem saraf dan merangsang respon imun tubuh. Berdasarkan pustaka dari hasil

penelitian yang pernah dilakukan ekstrak etanol daun sirih (Piper batel L.) memiliki nilai

MIC (Minimum Inhibitory Concentration) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococus

Epidermidis adalah 1,5625mg/ml .

C. Fenol

Nama lain dari fenol adalah asam karbolik, hidroksi benzen, oksibenzen, asam fenik, fenil

hidrat, fenil hidroksi, asam fenilik, alkohol fenilik. Struktur kimia dari fenol yaitu, C6H6O,

dengan bobot molekul 94,11. Struktur fenol ialah

Page 6: TA Keseluruhan ICA

Fenol berfungsi sebagai antimikroba dan desinfektan. Fenol biasa digunakan pada prodak

farmasetika parenteral begitu juga topikal dan kosmetik. Fenol dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri gram negatif dan bakteri gram positif,

mikobakterium dan jamur beserta virus. Salah satu contoh bakteri gram positif adalah

Staphylococcus Epidermidis, dimana bakteri ini banyak ditemukan pada daerah kulit

terutama ketiak.

D. Staphycoccus epidermidis

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang paling penting pada coagulase

staphylococci (CoNS). Dahulu bakteri ini dianggap sebagai kontaminan, namun saat ini

dikenali sebagai patogen jika kondisinya memungkinkan untuk terjadinya multiplikasi.

Kepentingan klinis

Staphylococcus epidermidis menyebabkan infeksi akibat penggunaan kanula intravena, alat

prostetik intravaskular yang terpasang untuk jangka waktu lama, pirau (xhunt)

ventrikuloperitoneal, dan sendi prostetik. Hal ini dapat menyebabkan bakteremia maupun

endokarditis dan memerlukan pengangkatan prostesis. Produksi biofilm berkontribusi

terhadap patogenitas.

Diagnosis laboratorium

Staphylococcus epidermidis mudah tumbuh pada media laboratorium; bakteri ini tidak

memproduksi koagulase. Penentuan spesies dilakukan dengan uji biokimia. Pola restriksi

DNA atau teknik molekular lainnya mungkin dibutuhkan untuk menentukan apakah strain

tersebut identik. Staphylococcus epidermidis dan CoNS lainnya merupakan kontaminan yang

sering terdapat pada kultur darah, dan memerlukan evaluasi yang teliti untuk kepentingan

klinis.

Page 7: TA Keseluruhan ICA

Kerentana terhadap antibiotik

Kelompok organisme ini secara seragam rentan terhadap vankomisin dan biasanya juga

rentan terhadap teiklopanin. Bakteri ini dapatrentan terhadap agen apapun yang digunakan

pada infeksi Staphylococcus aureus, tetapi hal ini sulit diprediksi. Pengobatan ini harus

dipandu oleh uji in vitro.

E. Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak

dapat larut dengan pelarut cair. Faktor yang mempengaruhi kecepatan ekstraksi adalah

kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan

bahan yang mengandung zat tersebut. Secara umum ekstraksi dapat dibedakan menjadi

reflux, infundasi, maserasi, perkolasi, soxhlet, dan destilasi. Cairan penyari yang dipakai

harus dipertimbangkan banyak faktor antara lain harus memenuhi kriteria tersebut:

1.Murah dan mudah diperoleh.

2.Stabil secara fisika dan kimia.

3.Bereaksi netral.

4.Tidak mudah menguap dan terbakar.

5.Selektif, yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki.

6.Tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat.

7.Diperbolehkan oleh peraturan.

Maserasi

Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan atau

dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel tidak

mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik ekstraksi yang

dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas. Namun

biasanya maserasi digunakan untuk mengekstrak senyawa yang tidak tahan panas

(termolabil) atau senyawa yang belum diketahui sifatnya. Karena metoda ini membutuhkan

pelarut yang banyak dan waktu yang lama. Secara sederhana, maserasi dapat kita sebut

metoda “perendaman” karena memang proses ekstraksi dilakukan dengan hanya merendam

simplisia kering daun sirih tanpa mengalami proses lain kecuali pengocokan (bila

diperlukan). Prinsip penarikan (ekstraksi) senyawa dari simplisia kering daun sirih adalah

dengan adanya gerak kinetik dari pelarut, dimana pelarut akan selalu bergerak pada suhu

Page 8: TA Keseluruhan ICA

kamar walaupun tanpa pengocokan. Namun untuk mempercepat proses biasanya dilakukan

pengocokan secara berkala.

a. Kelebihan Maserasi

Seperti dijelaskan diatas maserasi dapat digunakan untuk jenis senyawa tahan panas ataupun

tidak tahan panas. Selain itu tidak diperlukan alat yang spesifik, dapat digunakan apa saja

untuk proses perendaman.

b. Kekurangan Maserasi

Maserasi membutuhkan waktu yang lama, biasanya paling cepat 3x24jam, disamping itu

membutuhkan pelarut dalam jumlah yang banyak.

Page 9: TA Keseluruhan ICA

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Metode yang akan dilakukan pada penelitian kali ini meliputi ekstraksi daun sirih (Piper

batle L.), pembuatan sediaan deodoran batang dengan ekstrak daun sirih (Piper batle L.), uji

stabilitas sediaan deodoran batang dengan ekstrak daun sirih (Piper batle L.), dan uji

keamanan sediaan deodoran batang dengan ekstrak daun sirih (Piper batle L.).

Pembuatan ekstrak daun sirih dilakukan dengan tahapan meliputi, pengeringan daun sirih

yang di oven dalam suhu 50oC selama 24 jam, hingga menjadi simplisia. Setelah itu grinder

daun sirih hingga di dapat serbuk, ayak dengan mesh 16, lalu simpan di wadah tertutup rapat.

Kemudian dilakukan ekstraksi dengan cara metode maserasi menggunakan pelarut etanol

96%. Pembuatan deodorant batang ekstrak daun sirih (Piper batle L.) menggunakan formula

yang diambil dari beberapa pustaka. Lalu dilakukan uji Stabilitas sediaan deodoran batang

dengan ekstrak daun sirih (Piper batle L.) meliputi, pengamatan organoleptik, pengukuran

pH, homogenitas dan titik potong selama 56 hari pengamatan. Pembuatan suspensi bakteri

Staphylococcus epidermidis. Konsentrasi suspensi bakteri uji pada penelitian ini adalah 106

CFU/ml. Bakteri di inokulasi pada Nutrient Broth kemudian diinkubasi dengan suhu 37-

37,5oC selama 18-24 jam. Kemudian dilakukan pengujian aktivitas asntibakteri dari sediaan

terhadap bakteri uji dengan menggunakan media Nutrient Agar. Pengujian aktivitas

antibakteri dilakukan dengan tahapan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 sampai 14. Kemudian yang terakhir

adalah uji keamanan sediaan deodoran batang dengan ekstrak daun sirih (Piper batle L.). Uji

keamana dilakukan untuk memastikan apakah sediaan tersebut aman digunakan pada

manusia.

Page 10: TA Keseluruhan ICA

BAB IV

ALAT DAN BAHAN

4.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas, alat pengering (oven), blender,

pipet tetes, spatula, batang pengaduk, labu Erlenmeter, tabung reaksi, alat maserasi, rotary

evaporator, alumunium foil, ayakan mesh no 16, cetakan untuk deodorant, cawan petri, dan

alat-alat lainnya yang bisa digunakan di laboratorium.

4.2 Bahan

Ekstrak daun sirih (Piper battle L.), etanol 96%, Propilen glikol, carbowax 1540, promidium

SY, aquadest, monateric CLV, pewangi, sodium stearat, suspense bakteri Sthapylococcus

epidermidis, nutrient broth, dan nutrient agar.

Page 11: TA Keseluruhan ICA

BAB V

RANCANGAN PENELITIAN

5.1 Pembuatan simplisia serbuk daun sirih (Piper batle L.)

Daun yang telah bersih dan bebas dari sisa air cucian dikeringkan dalam oven dengan suhu

50oC selama 24 jam, setelah itu simplisa kering dibersihkan kembali dari kotoran yang

mungkin tidak hilang pada saat pencucian. Tahap selanjutnya simplisa kering digrinder

sehingga menjadi simplisa serbuk, setelah itu serbuk simplisa diayak dengan menggunakan

mesh 16, kemudian disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat.

5.2 Prosedur Maserasi

Simplisia serbuk kering dimasukkan ke dalam bejana (maserator) kemudian direndam dengan

pelarut etanol 96% sampai terendam sempurna dan tambahkan sekitar 1-2cm pelarut etanol

96% di atas permukaan sample, kemudian tutup bagian atas untuk mencegah masuknya

pengotor dan penguapan pelarut, namun berikan sedikit lobang untuk mencegah terjadinya

letupan akibat penguapan pelarut. Perendaman dilakukan selama kurun waktu tertentu, yaitu

dilakukan selama 24 jam dengan diberikan pengadukan setiap 1-2 jam (kalau malam biarkan

saja tidak perlu di aduk), proses pengadukan bukan keharusan. Setelah 24 jam ganti pelarut

dengan pelarut baru dan selanjutnya perlakukan sama dengan yang pertama. Penggantian

pelarut dilakukan untuk mempercepat proses ekstraksi, karena pelarut pertama kemungkinan

sudah jenuh oleh senyawa sehingga tidak dapat melarutkan kembali senyawa yang

diharapkan, dan waktu pergantian tergantung kebutuhan tidak harus 24 jam.  Penggantian

pelarut dihentikan bila pelarut terakhir setelah didiamkan seperti pelarut sebelumnya

memperlihatkan warna asli pelarut yang menandakan senyawa sudah terekstraksi seluruhnya.

Ekstrak cair dari pelarut pertama dan pelarut selanjutnya disatukan, untuk dikisatkan (INGAT

pengisatan harus dilakukan dengan cara dingin misalnya dengan evaporator supaya senyawa

yang diharapkan tidak rusak).

Page 12: TA Keseluruhan ICA

5.3 Pembuatan Deodoran Batang dengan Ekstrak Daun Sirih ( Piper batle L.)

Pembuatan sediaan deodoran disini menggunakan formula yang diambil dari beberapa

pustaka, dimana pemilihannya berdasarkan pada kemudahan mendapatkan bahan-bahannya.

Formula tersebut di buat dalam 4 variasi konsentrasi ekstrak daun sirih dengan menggunakan

pelarut etanol 96%. Kemudian diamati formula mana yang baik kestabilan fisiknya maupun

potensi terhadap mikroba uji.

Formula :

Propylene Glycol 49,50%

Carbowax 1540 6,00%

Promidium SY 7,00%

DI Water 27,25%

Monateric CLV 2,00%

Fragrance 2,00%

Sodium Stearat 6,00%

Cara Pembuatan :

Panaskan Promidium SY dan Carbowax 1540 ke 70-75oC. Tambahkan wewangian,

Monateric diaduk perlahan. Hentikan Pemanasan. Diamkan sampai hangat. Masukan Zat

aktif atau ekstrak daun sirih, Propilen glikol, dan Sodium stearat, aduk hingga rata. Diamkan

sediaan, biarkan hingga sedikit mengeras. Masukan sedikit demi sedikit pada cetakan yang

sudah di siapkan sesuai dengan takaran atau dosis yang sudah di tentukan. Kemas, dan

sediaan siap

Page 13: TA Keseluruhan ICA

Bahan Folrmula Untuk Deodoran Stick

F0 F1 F2 F3

Propylene Glycol 49,50% 49,344% 49,266

%

49,188%

Carbowax 1540 6% 6% 6% 6%

Promidium SY 7% 7% 7% 7%

DI Water 27,25% 27,25% 27,25% 27,25%

Monateric CLV 2% 2% 2% 2%

Fragrance 2% 2% 2% 2%

Sodium Stearat 6% 6% 6% 6%

Ektrak Daun Sirih 0 1x MIC 2x MIC 3x MIC

5.4 Pembuatan suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis

Konsentrasi suspensi bakteri uji pada penelitian ini adalah 106CFU/ml. Bakteri di inokulasi

pada Nutrient Broth kemudian diinkubasi dengan suhu 37-37,5oC selama 18-24 jam.

Selanjutnya perbenihan tersebut distandarisasi dengan menggunakan metode Mc Farland

yaitu dengan cara menyamakan kekeruhannya dengan larutan standar 0,5 Mc Farland dengan

pengenceran memakai mediium Nutrient Broth sehingga didapatkan konsentrasi bakteri 106

CFU/ml.

5.5 Prosedur Penetapan MIC (Minimum Inhibitory Concentration)

Page 14: TA Keseluruhan ICA

1. Masukkan sediaan uji (ekstrak daun sirih) ke dalam labu ukur, larutkan denngan

pelarut awalnya. Kemudian tambahkan pengencer akhir sampai tanda batas.

2. Rencanakan pengenceran ekstrak dan hitung konsentrasi campuran pada masing-

masing tabung reaksi dan cawan petri.

3. Buat pengenceran bertingkat larutan sediaan uji dengan air suling dalam tabung-

tabung reaksi.

4. Bagi permukaan dasar cawan menjadi area sama besar. Beri label nama bakteri uji

(Staphylococcus epidermidis) pada setiap area.

5. Pipet 1 ml masing-masing pengenceran ekstrak ke dalam cawan petri. Tanbahkan 18

ml NA cair bersuhu 40-50oC, goyangkan beberapa saat, lalu diamkan sampai

membeku.

6. Goreskan bakteri pada area yang terpisah dengan menggunakan ose. Buat kontro

positif yang terdiri dari 20 ml NA dalam cawan petri, yang digores oleh bakteri pada

area terpisah.

7. Inkubasikan cawan petri pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Amati pertumbuhan

bakteri dari koloni-koloni yang tampak. Bandingkan morfologi koloni-koloni tersebut

dengan kontrol positif.

8. Tentukan dimana MICnya. MIC terletak pada rentang konsentrasi terkecil yang tidak

menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri dan konsentrasi pertama yang

menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri.

9. Diperhatikan apakah terdapat perbedaan kepadatan koloni bakteri. Kepadatan koloni

dibandingkan dengan OI (Original Inokulum) untuk menentukan MIC (Minimum

Inhibitory Concentration) dimana nilai KBM adalah ≤ 0,1% OI.

5.6 Uji aktivitas antibakteri deodoran batang dengan ekstrak daun sirih terhadap

bakteri Staphylococcus epidermidis

Media yang digunakan pada pengujian daya bakteri adalah NA (Nutrient Agar). Media ini

dipilih karena dapat mengoptimalkan pertumbuhan Staphylococcus epidermidis.

Pertumbuhan yang optimal karena media tersebut mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan bakteri.

Uji daya anti bakteri digunakan metode kertas cakram (Paper Disc Method). Dipilih metode

difusi karena sederhana, mudah, dan hasil yang diperoleh akurat. Sebelum dilakukan

inokulasi, terlebih dahulu dibuat suspensi bakteri.

Page 15: TA Keseluruhan ICA

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode taburan (Pour Plate Method) yaitu

dengan mencampurkan media uji dan suspensi bakteri sampai homogen sehingga

pertumbuhan bakteri pada media uji dapat tersebar secara merata. Alasan menggunakan

metode ini adalah sederhana, daya hambat yang muncul bisa diamati dengan jelas.

Setelah media yang berisi suspensi mikroba memadat, dilakukan pembolongan media dengan

diameter 5 mm. Kemudian diinkubasi dengan suhu 270C selama 3 x 24 jam.

Adanya daya bakterisid ditunjukkan dengan terbentuknya daerah bening di sekitar bolongan

media. Daerah hambat tersebut adalah daerah yang tidak ditumbuhi Staphylococcus

epidermidis karena adanya senyawa yang bersifat anti bakteri. Aktifitas anti bakteri ekstrak

daun sirih disebabkan adanya senyawa fenol golongan terpenoid. Senyawa fenol merupakan

golongan terpenoid yang mempunyai sifat antibakteri lima kali lipat lebih besar dari senyawa

fenol biasa.

5.7 Stabilitas Sediaan Deodoran Batang Ekstrak Daun Sirih (Piper batle L.)

a. Pengamatan Organoleptik

Uji organoleptik adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui bau dari deodoran batang.

Uji ini didasarkan pada penampakan secara fisik yang dapat teramati oleh pancaindera secara

langsung. Hasil uji organoleptis deodoran yang baik adalah jika sampel sediaan memiliki

bentuk warna dan bau yang baik. Sediaan disimpan selama 56 hari dengan tujuan untuk

mengetahui apakah sediaan tersebut masih memiliki warna, bau dan keefektifitasannya,

dengan catatan setiap minggu di cek stabilitasnya.

b. Pengukuran pH

pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman dalam suatu

sediaan. Nilai pH berkisar 0-14. Suatu sediaan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH = 7,

nilai pH <7 menunjukan sediaan memiliki sifat badsa, sedangkan nilai pH >7 menunjukan

keasaman. pH deodoran yang dianjurkan oleh literatur yaitu berkisar diangka 7-8.

c. Homogenitas

Page 16: TA Keseluruhan ICA

Uji homogenitas adalah uji yang dilakukan pada suatu sediaan dengan membandingkan

keseragaman zat yang tersebar merata ke seluruh sediaan. Biasanya digunakan preparat dan

diamati dengan mikroskop untuk tingkat kehomogenan sediaan tersebut.

d. Titik Potong

Pada pengujian titik potong sediaan deodoran akan diamati berat air berbanding dengan

variabel hari pengujian. Semakin rendah titik potong maka massa deodoran batang akan

semakin lunak dan sebaliknya apabila titik potong tinggi. Titik potong deodoran adalah pada

100ml berdasarkan literatur.

5.8 Keamanan Sediaan Deodoran Batang Ekstrak Daun Sirih (Piper betel L.)

Uji keamana dilakukan untuk memastikan apakah sediaan tersebut aman digunakan pada

manusia atau tidak. Pada pengujian sediaan deodorant, sediaan tersebut diujikan pada

sukarelawan. Kemudiaan dicatat respon sukarelawan terhadap timbulnya rasa panas, eritema,

gatal-gatal, atau perih. Jika respon yang dialami negatif, maka sediaan dianggap aman untuk

digunakan.

Page 17: TA Keseluruhan ICA

DAFTAR PUSTAKA

DepKes RI, Formularium Kos-metika Indonesia,ed 1, Jakarta: DepKes RI, Jakarta,1985.

Hasby,E.,Keringat dan Bau Badan. www.Kompas.com.28 April 2005.

Soeryati, Sri.,Formulasi Deodoran Bentuk Batang (Stick) dengan Lendir Daun Lidah Buaya ( Aloe vera Linn.),Farmasi FMIPA UNPAD, Jatinangor-Sumedang.

Thaman, Laurent A and Zoe Diana Draelos,Cosmetic Formulation of Skin Care Products, vol.30, Taylor & Francis, New York,2006,123-130.

Hariana, Arief., 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Jakarta: Penebar Swadaya,2013.

Laden, Karl., Antiperspirants and Deodorants New York: Marcel Dekker, 1988.

Strandberg, Keith., "Antiperspirant & Deodorant Update." Soap-Cosmetics-Chemical Specialties (April 1993).

Hamdani, S., Metode Maserasi. www.catatankimia.com.

Damayanti Moeljanti, Rini & Mulyono.,Khasiat & Manfaat Daun Sirih: Obat Mujarab dari Masa ke Masa, Jakarta Press, Jakarta.

Fauziah, Lisna., Laporan Deodoran dan Antiperspirant, Yogyakarta, 2012.

Rowe, Remond C., P J Sheskey., P J Weller., Handbook of Pharmaceutical Excipients, ed 4, Pharmaceutical Press, London, 2003.

Flick, Ernest W., Cosmetic and Toiletry Formulation, ed 2nd, vol.8, Noyes Publication & William Andrew Publishing, USA, 2001.

Melnick, Jawtz & Aldelberg, Mikrobiologi Kedokteran, ed 20, EGC, Jakarta, 1996.