Case Sinusitis Ica-rini Baru ...
-
Upload
annisa-lenggogeni -
Category
Documents
-
view
235 -
download
2
description
Transcript of Case Sinusitis Ica-rini Baru ...
BAB I
Pendahuluan
Sinusitis adalah infeksi atau peradangan dari mukosa sinus paranasal.
Sinusitis mungkin hanya terjadi pada beberapa hari (sinusitis akut) atau dapat
berlanjut menjadi sinusitis kronis jika tanpa pengobatan yang adekuat.
Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang. Sedangkan
sinusitis kronis lebih jarang kira-kira 1 dalam 1000 orang. Bayi di bawah 1 tahun
tidak menderita sinusitis karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi
sinusitis dapat terjadi pada berbagai usia dengan cara lain.Di Amerika diperkirakan
lebih dari 30 juta pasien menderita sinusitis.
Sekitar 0,5 sampai dengan 2 persen kasus viral rhinosinusitis akan
berkembang menjadi infeksi bakterial. Sinusitis jarang mengancam jiwa, tetapi
kadang dapat menimbulkan komplikasi yang serius.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal
Rongga hidung atau kavum nasi adalah rongga yang berbentuk terowongan
dari depan ke belakang yang dipisahkan oleh septum di bagian tengah menjadi
rongga hidung kanan dan kiri. Lobang hidung depan disebut nares anterior dan
lobang hidung belakang disebut nares posterior ( khoana ) yang memisahkan rongga
hidung dengan nasofaring. Di dinding lateral rongga hidung terdapat 3 tonjolan
tulang yang dilapisi mukosa yaitu konka superior, media dan inferor. Celah yang
terdapat diantara konka-konka tersebut atau lebih tepat ruang diantara konka tersebut
dengan dinding lateral rongga hidung disebut meatus yaitu meatus superior, media
dan inferior.
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid,dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan
merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepal , sehingga berbentuk rongga di
dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius
terdapat muara-muara dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Di
daerah yang sempit ini terdapat prosessus uncinatus, infundibulum, hiatus
semilunaris, recessus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior. Daerah yang
sempit dan rumit ini disebut kompleks osteomeatal ( KOM ) yang merupakan faktor
utama patogenesis tejadinya sinusitis.
Mukosa hidung dan sinus paranasal terdiri dari epitel torak berlapis semu
bersilia dan di atasnya terdapat sel-sel goblet yang menghasilkan lendir. Sekresi dari
sel-sel goblet dan kelenjar ini membentuk selimut mukosa. Di atas permukaan
mukosa terdapat silia yang di rongga hidung bergerak secara teratur ke arah
nasofaring dan dari rongga sinus kearah ostium dari sinus tersebut. Silia dan selimut
2
mukosa ini berfungsi sebagai proteksi dan melembabkan udara inspirasi yang disebut
sebagai sistem mukosilier. Sinus dari kelompok anterior dialirkan ke nasofaring di
bagian depan muara tuba eustachius, sedangkan sinus grup posterior dialirkan ke
nasofaring di bagian postero superior tuba eustachius.
Gambar 1. Anatomi Sinus
2.2 Definisi
Sinusitis atau istilah yang seharusnya rinosinusitis adalah penyakit inflamasi
mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinus, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis. Sesuai
anatomi yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid.
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksilaris dan sinusitis
etmoid, sinuisitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus
maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus sphenoid belum.
3
2.3 Klasifikasi
Konsensus intersional yang merupakan hasil Internasional Conference On
Sinus Disease 1993 dan telah disepakati untuk dipakai di Indonesia, mendefinisikan
sinusitis akut dan kronis lebih berdasarkan pada patofisiologi daripada pembagian
waktu yang ketat berdasarkan lamanya penyakit.
Sinusitis diklasifikasikan sebagai sinusitis akut jika periode infeksinya
sembuh dengan terapi medikamentosa , tanpa terjadi kerusakan mukosa. Sinusitis
akut rekuren didefinisikan sebagai episode akut yang berulang yang dapat sembuh
dengan terapi medikamentosa saja sehingga tidak terdapat kerusakan mukosa yang
irreversible. Sinusitis kronis adalah penyakit yang tidak dapat sembuh dengan terapi
medikamentosa saja. Hal yang merupakan paradigma baru dari konsensus
internasional ini adalah, baik pada sinusitis akut maupun kronis, jika obstruksi
ostium dihilangkan dan terjadi aerasi yang adekuat dari sinus-sinus yang menderita
maka mukosa yang telah rusak dapat kembali mengalami regenerasi.
Untuk kepentingan praktis, kriteria untuk sinusitis akut dan kronis pada
penderita dewasa dan anak berdasarkan gambaran klinik dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1. Kriteria sinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa menurut
Internasional Confrence on Sinus Disease 1993.
KRITERIA SINUSITIS AKUT SINUSIIS KRONIK
Dewasa Anak Dewasa Anak
1. Lama gejala dan tanda <8mgg <12 mgg ≥ 8 mgg ≥12mgg
2. Jumlah Episode <4X/thn <6x/thn ≥4x/thn ≥6x/thn
Serangan akut,masing2
berlangsung minimal
10 hari
3.Reversibilitas mukosa Dapat sembuh sempurna Tidak dapat sembuh sempurna
dengan medikamentosa dengan medikamentosa
4
2.4 Etiologi
Faktor-faktor fisik, kimia, saraf hormonal atau emosional dapat
mempengaruhi mukosa hidung yang selanjutnya mempengaruhi mukosa sinus.
Defisiensi nutrisi, kelelahan, kesegaran fisik yang menurun dan penyakit sistemik
juga penting dalam etiologi sinusitis. Sebagai faktor predisposisi lain ialah
lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering yang dapat menyebabkan perubahan
pada mukosa serta kerusakan silia.
Penyebab sinusitis akut adalah:
1. rhinitis akut
2. infeksi faring seperti faringitis, adenoitis, tonsillitis akut
3. infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3 serta P1 dan P2 (dentogen)
4. berenang dan menyelam
5. trauma, dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal
6. barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa
Streptococcus pneumonia, Hemophillus influenzae, Moraxella catarhalis
merupakan bakteri patogen yang ditemukan pada hampir 70% penderita sinusitis
akut. Infeksi virus juga berperan dalam sinusitis akut. Adanya kelainan sinus
ditemukan pada 87% pasien yang menderita rhinitis yang disebabkan oleh virus.
Komplikasi bakteri pada rhinitis yang disebabkan oleh virus ditemukan pada 2%
kasus.
Bakteri-bakteri penyebab sinusitis kronis antara lain pneumococcus,
streptococcs, stafilococcus, Hemophilus influenza, kuman gram positif anaerob,
klebsiela, batang gram negatif, Streptococcus pneumonia, Streptococcuc hemoliticus,
pseudomonas. Golongan jamur dari spesies candida, aspergilus juga dilaporkan
sebagai penyebab sinusitis.
Kondisi dan faktor yang berperan pada sinusitis kronik diantaranya
1. Kelainan anatomi yang mempengaruhi kompleks osteomeatal seperti septum
deviasi, konka bulosa, deviasi prosesus uncinatus
2. Rhinitis alergi : alergi sebagai faktor predisposisi dari sinusitis dimana terjadi
edema mukosa dan hipersekresi, kedaan ini akan menimbulkan penyumbatan
5
muara sinus mengakibatkan stasis sekret. Hal ini sebagai medium infeksi yang
pada akhirnya menimbulkan sinusitis kronik.
3. Nasal polip, dapat menekan kompleks osteometal sehingga menyebabkan
terjadinya sinusitis kronis. Polip mengakibatkan terjadinya kerusakan silia
sehingga terjadi penurunan produksi dan aliran mucus akibatnya terjadi stasis
yang berlanjut menjadi sinusitis. Timbulnya polip nasal biasanya dihubungkan
dengan adanya inflamasi kronik dari rongga hidung.
4. Pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna.
5. Faktor hormonal seperti kehamilan, pubertas dimana gangguan hormonal dapat
mengakibatkan terjadinya edema mukosa.
2.5 Patogenesis
Sinusitis terjadi karena sumbatan pada kompleks osteomeatal tempat
bermuaranya sinus di daerah meatus medius. Akibat sumbatan di osteomeatal ini
maka rongga sinus akan kekurangan oksigen. Anoksia dalam rongga sinus ini
berakibat mukosa sinus hipoksia dan menjadi edema yang memperberat sumbatan di
ostium sinus. Edema mukosa dan sumbatan ostium ini menyebabkan sistem
mukosilier untuk mengeluarkan sekret jadi terganggu sehingga cairan akan
menumpuk dalam rongga sinus yang akibatnya mudah terjadi infeksi oleh bakteri
sehingga terjadi sinusitis akut bakteri. Apabila tidak diobati atau pengobatan tidak
tepat maka penyakit dapat berlangsung terus dan bila berlangsung lebih dari 8
minggu sudah terjadi perubahan patologis yang irreversibel pada mukosa sinus
disebut sebagai sinusitis kronik.
2.6 Gejala dan Diagnosis
a. Sinusitis Akut
Gejala Subyektif
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas
(terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari tujuh hari.
Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaaitu demam dan rasa lesu, serta gejala
lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
6
nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari,
nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.
1. Sinusitis Maksilaris
Sinus maksilaris disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang
sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak
ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus
maksilaris hanya tergantung dari gerakan silia (3) dasar sinus maksila adalah dasar
akar gigi (procesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis
maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai
dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak
mata dan kadang menyebar ke alveolus sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih
dirasakan di dahi dan depan telinga.
Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak,
misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang
tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang
berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkli ada.
2. Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitis ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding lateral labirin ethmoidalis
(lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering
menimbulkan selulitis orbita.
Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinus maksilaris serta dianggap
sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat terelakkan.
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila mata
digerakkan, nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung.
7
3. Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus
ethmoidalis anterior.
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis
mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian
perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam.
Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan
mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.
4. Sinusitis Sfenoidalis
Pada Sinusitis sfenoidalis rasa nyeri terlokalisasi di verteks, oksipital, di
belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun, penyakit ini lebih lazim menjadi
bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi
sinus lainnya.
Gejala Obyektif
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maskila dan ethmoid
anterior) terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang
ringan akibat periotitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan
ringan atau seperti meraba beludru.
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah,
pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid
jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus
atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan
sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak
ditemukan polip, tumor, maupun komplikasi sinusitis. Jika ditemukan maka kita
harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai.
8
Pada rhinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). Pada
posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit dan
provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung
pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan rapat, jika
positif sinusitis maksilari maka akan keluar pus dari hidung.
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters, PA dan lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level)
pada sinus yang sakit.
Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau
meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan
flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti Pneumococcus, streptococcus,
Staphylococcus dan Haemophylus influenzae. Selain itu mungkin juga ditemukan
virus atau jamur.
b. Sinusitis Sub Akut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya
(demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda. Pada rhinoskopi anterior tampak
sekret di meatus medius atau superior. Pada rhinoskopi posterior tampak sekret
purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi tampak sinus yang sakit,
suram atau gelap.
c. Sinusitis Kronis
Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek,
umumnya sukar disembuhkan dengan pengobataan medikamentosa saja. Harus dicari
faktor penyebab dan faktor predisposisinya. Polusi bahan kimia menyebabkan silia
9
rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat
disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik, sehingga mempermudah terjadinya
infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.
Gejala Subjektif
Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari:
● Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal
(post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit
tersumbat
● Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.
● Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba
eustachius
● Ada nyeri atau sakit kepala
● Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui ductus nasolakrimalis
● Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau
bronkhiektasis atau asma bronkhial.
● Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis
Gejala Objektif
Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat
pembengkakan pada wajah. Pada rhinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental,
purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip, tumor
atau komplikasi sinusitis. Pada rhinoskopi posterior tampak sekret purulen di
nasofaring atau turun ke tenggorok.
Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan
etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris.
Etmoiditis kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis.
Pemeriksakan Mikrobiologi
10
Merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman
aerob S. aureus, S. viridans, H. influenzae dan kuman anaerob Pepto streptococcus
dan fuso bakterium.
Diagnosis Sinusitis Kronis
Diagnosis sinusitis kronis dapat ditegakkan dengan :
1. Anamnesis yang cermat
2. Pemeriksaan rhinoskopi anterior dan posterior
3. Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada
daerah sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap.
4. Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi waters, PA dan
Lateral. Posisi waters adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya
terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala
pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini
terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid.
Posisi posteroanterior untuk melihat sinus frontal dan posisi lateral untuk melihat
sinus frontal, spenoid dan etmoid.
5. Pungsi sinus maksilaris
6. Sinoskopi sinus maksilaris, dapat dilihat keadaan dalam sinus, apakah ada sekret,
polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan bagaimana keadaan mukosa
dan apakah osteumnya terbuka. Pada sinusitis kronis akibat perlengketan akan
menyebabkan osteum tertutup sehingga drainase menjadi terganggu.
7. Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan
sinoskopi
8. Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan
nasoendoskopi
9. Pemeriksaan CT-Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan
sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan
tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak
11
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik)
2.7 Terapi
a. Sinusitis Akut
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam).
Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazol dan
terapi tambahan yakni obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk
memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien
atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka
pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada
perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan dan atau nasoendoskopi. Bila
dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik.
Jika tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi
komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah
terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena
ada sekret tertahan oleh sumbatan.
b. Sinusitis Sub Akut
Terapi mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan
tindakan yaitu diatermi atau pencuci sinus. Obat-obat yang diberikan berupa
antibiotika berspektrum luas atau yang sesuai dengan resistensi kuman selama 10-14
hari. Juga diberikan obat-obat simptomatis berupa dekongestan. Selain itu dapat pula
diberikan analgetika, antihistamin dan mukolitik.
Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra Short
Wave Diathermy) sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki
vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus.
12
Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis ethmoid,
frontal, atau sphenoid yang letak muaranya di bawah, dapat dilakukan tindakan
pencucian sinus cara Proetz.
13
c. Sinusitis Kronis
Terapi untuk sinusitis kronis :
a. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai
dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik
mencukupi 10-14 hari.
b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini
II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan
antibiotik alternatif 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan diteruskan antibiotik
mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan
pemeriksaan nasoendoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada
obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu Bedah
Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau bedah konvensional. Jika tidak ada
obstruksi maka evaluasi diagnosis.
c. Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.
d. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid,
frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.
e. Pembedahan
Radikal :
- Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.
- Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi
- Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian
Non Radikal :
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF), prinsipnya dengan membuka dan
membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.
2.8 Komplikasi Sinusitis
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan
derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini
harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.
14
1. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.
Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoidalis akut, namun
sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat
menimbulkan infeksi isi orbita.
Terdapat lima tahapan, yaitu :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi
sinus ethmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena
lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis seringkali
merekah pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi
orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang
lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis
konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin
bertambah.
e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran
vena ke dalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus. Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai
kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar
dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat
bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat
15
menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kita dapat menimbulkan diplopia
dan gangguan penglihatan dengan menekan syaraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejalanya hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
3. Komplikasi Intra Kranial
a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis
akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau
langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus
frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dural, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,
seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga
pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intrakranial.
c. Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau
permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
d. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara
bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis
adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik
berupa malaise, demam dan menggigil.
2.9 Prognosis Sinusitis
Dengan pengobatan yang adekuat prognosisnya adalah baik.
16
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Wahyu Gusrizal
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Minang
Alamat : Jl. Andalas no.1 Padang
ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki berumur 17 tahun datang ke poli THT RS. DR. M
Djamil Padang tanggal 24 Agustus 2007 dengan :
Keluhan Utama :
Hidung tersumbat di kedua lubang hidung hilang timbul, sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Hidung tersumbat di kedua lubang hidung hilang timbul, sejak 3 tahun yang
lalu
Riwayat bersin-bersin pada pagi hari ada
Riwayat keluar ingus encer dari kedua lubang hidung ada
Gangguan penciuman pada hidung kanan dan kiri tidak ada.
Riwayat sakit tenggorokan, nyeri dan sukar menelan ada.
Riwayat suara berubah menjadi agak sengau tidak ada
Pasien sering terbangun ketika sedang tidur karena tiba-tiba merasa sesak dan
sukar bernafas sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat batuk dan demam ada
Riwayat hidung dan mata gatal disertai mata berair tidak ada
17
Riwayat rasa nyeri di daerah muka, dibelakang bola mata dan keluar darah dari
hidung tidak ada.
Gangguan pendengaran tidak ada.
Riwayat sakit kepala tidak ada
Riwayat gali gato, serta alergi makanan dan obat-obatan tidak ada.
Pasien telah berobat ke dokter umum, diberi 3 macam obat makan yang tidak
diketahui namanya, namun keluhan tidak berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak pernah menderita sait seperti ini sebelunya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Ayah pasien menderita gali gato, dan ibu pasien mendrita asma.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan.
Pasien adalah seorang siswa SMP kelas 2.
Pasien sering makan jajanan es.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis cooperatif
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 37,20C
Pemeriksaan Sistemik
Kepala : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru
18
Inspeksi : simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus terba 1 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (–)
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Extremitas : edem -/-
Status Lokalis THT
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Daun telinga
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Diding liang
telinga
Cukup lapang (N)Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)
Sempit
Hiperemi Tidak Tidak
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
19
Sekret/serumen
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Membran timpani
Utuh
Warna Putih mengkilat putih mengkilat
Reflek cahaya (+), arah jam 5 (+), arah jam 7
Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak Tidak
Perforasi
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Kwadran Tidak ada Tidak ada
Pinggir Tidak ada Tidak ada
Gambar
Mastoid
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
20
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Tes garpu tala
Rinne (+) (+)
Schwabach Sama dengan
pemeriksa
Sama dengan
pemeriksa
Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan Pendengaran
normal
Pendengaran
normal
Audiometri Tidak dilakukan
Hidung
PemeriksaanKelainan Dektra Sinistra
Hidung luar
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Sinus paranasal
PemeriksaanDekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
21
Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Cavum nasi
Cukup lapang (N)
Cukup lapang Cukup lapangSempit
Lapang
Sekret
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
Jumlah - -
Bau - -
Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Konka media Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Septum
Cukup
lurus/deviasiCukup lurus Cukup lurus
Permukaan licin licin
Warna Merah muda Merah muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
- Lokasi Tidak ada Meatus media,
menutupi kavum
nasi
22
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran - -
Permukaan - -
Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh
vasokonstriktor- -
Gambar
Rinoskopi Posterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Koana
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Cukup lapang Cukup lapang
Mukosa
Warna Merah muda Merah muda
Edem Tidak Tidak
Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada
Konka inferior
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Edem Tidak Tidak
23
Adenoid Ada/tidak Tidak ada Tidak ada
Muara tuba
eustachius
Tertutup sekret Tidak Tidak
Edem mukosa Tidak Tidak
Massa
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Ukuran - -
Bentuk - -
Permukaan - -
Post Nasal Drip Ada/tidak ada ada
Jenis
Gambar
Orofaring dan mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Palatum mole +
Arkus Faring
Simetris/tidak Simetris Simetris
Warna Merah muda Merah muda
Edem Tidak Tidak
Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding faring Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Ukuran T2 T3
Warna Merah muda Merah muda
24
Tonsil
Permukaan Licin Licin
Muara kripti melebar melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan
dengan pilarTidak ada Tidak ada
Peritonsil
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak Tidak
Abses Tidak ada Tidak ada
Tumor
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Konsistensi - -
Gigi Karies/Radiks An odontia
Lidah
Warna Merah muda
Bentuk Normal
Deviasi Tidak ada
Massa Tidak ada
Gambar
25
Laringiskopi Indirek
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Epiglotis
Bentuk Seperti kubah Seperti kubah
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak Tidak
Pinggir rata/tidak rata Rata
Massa Tidak ada Tidak ada
Ariteniod
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak Tidak
Massa Tidak ada Tidak ada
Gerakan Baik Baik
Ventrikular band
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak Tidak
Massa Tidak ada Tidak ada
Plica vokalis
Warna putih putih
Gerakan Simetris Simetris
Pingir medial Rata Rata
Massa Tidak ada Tidak ada
Subglotis/trakea Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Sinus piriformis Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Valekula Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret ( jenisnya ) Tidak ada Tidak ada
26
Gambar
Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher
Inspeksi : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah bening
submental, submandibula, dan regio colli
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening
RESUME
1. Anamnesis
Pasien laki-laki, umur 13 tahun dengan keluhan hidung tersumbat di kedua
lubang hidung sejak 3 tahun yang lalu. Pasien sering terbangun ketika sedang
tidur karena tiba-tiba merasa sesak dan sukar bernafas sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat batuk-batuk dan demam ada. Riwayat sakit tenggorokan, nyeri dan sukar
menelan ada. Rasa cairan mengalir di tenggorokan ada sejak 1 tahun yang lalu.
2. Pemeriksaan fisik
Hidung
Rinoskopi posterior : post nasal drip +/+
Orofaring dan mulut : Tonsil : T2-T3, muara kripti melebar.
3. Diagnosis Kerja : Sinusitis kronik + Tonsilitis kronik
4. Diagnosis Tambahan :
5. Diagnosis Banding :
6. Pemeriksaan Anjuran
- Roentgen foto sinus para nasal posisi Waters dan lateral.
7. Terapi anjuran: FESS
8. Prognosis
- quo ad vitam : bonam
- quo ad sanam : bonam
27
Daftar Pustaka
1. Peter AH. Penyakit sinus paranasalis. Dalam: Adams, Boies, Higler (eds).
Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. hal 240-53
2. Endang M, Damajanti S. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar NH (eds).
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi 6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. hal 150-53
3. Amelia, 2007, Sinusitis, http://nusaindah.tripod.com/kessinusitis.htm
4. Amelia,2007, Sinusitis kronis
http://www.medicastore.com/cybermed/detail_pyk .php?idktg=15&iddtl=55
5. Armelia, 2004, Sinusitis, http://www.mitrakeluarga.net/sinusitis.html. 2004.
6. Handoko, S. Iwan., 2003, Sinusitis,
http://www.klinikku.com/pustaka/medis/tht/ sinusitis.html
7. Supartono, Gilbert,
2006,Sinusitishttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/14
TrappedGaspadaPenerbangan024.pdf/14TrappedGaspadaPenerbangan024.h
tml
8. Kennnedy DW, Bolger WE, Zinreich SJ. Diseases Of The Sinuses Diagnosis
And Management. Decker ; 2001.
28