T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peringkat Indeks pembangunan manusia (human development index) Indonesia turun dari nomor 94 pada tahun 1995 menjadi 109 pada tahun 2000 di antara 174 negara di dunia (UNDP, 2000). Salah satu komponen penting dalam penilaian indeks tersebut adalah komponen tingkat kesehatan masyarakat. Perbaikan dengan perubahan yang mendasar, sistematis sekaligus strategis harus segera dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Tuntutan perubahan ini semakin mendesak oleh karena permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia semakin kompleks, jauh lebih kompleks dibanding negara maju. Tidak saja terjadi transisi epidemiologis dari pola penyakit infeksi dan kekurangan gizi bergeser ke pola penyakit degeneratif seperti jantung koroner yang telah menempati ranking pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia. Lebih dari itu masyarakat Indonesia mengalami double burden of diseases. Sementara sebagian masyarakat masih berpenyakit terkait kekurangan gizi di sisi lain sebagian berpenyakit kelebihan gizi. Pemerintah 1

Transcript of T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

Page 1: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peringkat Indeks pembangunan manusia (human development index)

Indonesia turun dari nomor 94 pada tahun 1995 menjadi 109 pada tahun 2000

di antara 174 negara di dunia (UNDP, 2000). Salah satu komponen penting

dalam penilaian indeks tersebut adalah komponen tingkat kesehatan

masyarakat. Perbaikan dengan perubahan yang mendasar, sistematis sekaligus

strategis harus segera dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang optimal. Tuntutan perubahan ini semakin mendesak oleh

karena permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia semakin kompleks,

jauh lebih kompleks dibanding negara maju. Tidak saja terjadi transisi

epidemiologis dari pola penyakit infeksi dan kekurangan gizi bergeser ke pola

penyakit degeneratif seperti jantung koroner yang telah menempati ranking

pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia.

Lebih dari itu masyarakat Indonesia mengalami double burden of

diseases. Sementara sebagian masyarakat masih berpenyakit terkait

kekurangan gizi di sisi lain sebagian berpenyakit kelebihan gizi. Pemerintah

dan masyarakat masih berjuang meningkatkan survival rate dengan

mengatasi berbagai penyakit berbahaya pada bayi dan anak seperti infeksi

saluran pernafasan akut terutama pneumonia, diare, tuberkulosis dan demam

berdarah sementara itu pula petugas kesehatan sudah disibukkan dengan

masalah penyakit pada usia lanjut seperti Alzheimer, kardiovaskuler,

osteoporosis, pembesaran prostat dan lain lain. Hal ini sebagai konsekuensi

logis jumlah lansia yang meningkat secara tajam mencapai tiga kali lebih

dalam kurun waktu 30 tahun terakhir (Biro Pusat Statistik, 1998).

Di sisi lain dalam era globalisasi Indonesia juga dituntut harus mengikuti

percepatan perkembangan teknologi kedokteran dengan konsekuensi biaya

yang mahal. Pemanfaatan hasil perkembangan teknologi biomolekuler,

rekayasa genetika, elektro-magnetik dan teknologi kedokteran aplikatif lain

1

Page 2: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

seperti CT scan, MRI, katerisasi jantung sudah menjadi kebutuhan dalam era

kompetisi global. Sayangnya, medical technogy influx di Indonesia tidak

dibarengi kemampuan penapisan teknologi (technology assessment) untuk

menilai cost-effectiveness-nya. Bahkan jarang dilakukan penilaian kebutuhan

teknologi kedokteran berdasarkan kondisi objektif pola data epidemiologis di

lapangan. Akibatnya pembelanjaan biaya kesehatan masyarakat semakin

tinggi dengan tingkat efisiensi dan efektifitas yang dipertanyakan. Oleh

karena itu, masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun terakhir telah

banyak menarik perhatian, tidak saja di dalam negeri tetapi juga di luar

negeri.

1.2 Rumusan Masalah :

1. Apa definisi dari pembiayaan kesehatan ?

2. Bagaimana teori dan sejarah tentang perkembangan pembiayaan kesehatan

masyarakat Indonesia ?

3. Bagaimana sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia ?

4. Dari mana saja sumber pembiayaan kesehatan di Indonesia ?

5. Apa saja-saja unsur-unsur dari pembiayaan kesehatan ?

6. Bagaimana penyelenggaraan pembiayaan kesehatan ?

7. Bagaimana strategi pembiayaan pelayanan kesehatan ?

8. Apa definisi dari ilmu ekonomi kesehatan ?

9. Apa definisi dari Dana Alokasi Khusus Pelayanan Kesehatan ?

10. Apa saja faktor yang menyebabkan rendahnya alokasi dana bidang

kesehatan ?

1.3 Tujuan :

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan konsep dan pembiayaan kesehatan di Indonesia dan sumber

dana alokasi di bidang kesehatan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi dari pembiayaan kesehatan]

2

Page 3: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

2. Mengetahui teori dan sejarah perkembangan pembiayaan kesehatan

masyarakat di Indonesia

3. Mengetahui sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia

4. Mengetahui sumber-sumber pembiayaan kesehatan di Indonesia

5. Mengetahui unsure-unsur dari pembiayaan kesehatan

6. Mengetahui cara penyelenggaraan pembiayaan kesehatan

7. Mengetahui strategi pembiayaan kesehatan

8. Mengetahui definisi dari ilmu ekonomi kesehatan

9. Mengetahui definisi dari Dana Alokasi Khusus Pelayanan Kesehatan

10. Mengetahui factor-faktor yang menyebabkan rendahnya alokasi dana

bidang kesehatan

1.4 Manfaat :

Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Mahasiswa

Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami definisi pembiayaan

kesehatan dan penyelenggaraannya di Indonesia serta mampu

menjelaskan dan memahami tentang sumber dana dan alokasi di bidang

kesehatan.

2. Dosen

Makalah ini dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana mahasiswa mampu

mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai bahan

pertimbangan dosen dalam menilai mahasiswa.

3

Page 4: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

BAB II

PEMBIAYAAN KESEHATAN DI INDONESIA

2.1 Definisi Pembiayaan Kesehatan

Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang

mengatur tentang besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk

menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang

diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :

1. Penyedia pelayanan kesehatan: Merupakan besarnya dana yang harus

disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan.

2. Pemakai jasa pelayanan: yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari

sudut pemakai jasa pelayanan (health consumer) adalah besarnya dana

yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.

Jumlah dana pembiayaan harus cukup untuk membiayai upaya kesehatan yang

telah direncanankan. Bila biaya tidak mencukupi maka jenis dan bentuk pelayanan

kesehatannya harus diubah sehingga sesuai dengan biaya yang disediakan.

Distribusi atau penyebaran dana perlu disesuaikan dengan prioritas. Suatu

perusahaan yang unit kerjanya banyak dan tersebar perlu ada perencanaan alokasi

dana yang akurat.

2.2 Teori dan Sejarah

Masa Penjajahan ( Colonial Period )

Sejarah kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak zaman

penjajahan Belanda pada abad ke-19. Pada tahun 1807 dimasa pemerintahan

Gubernur Jenderal Deandles pembiayaan kesehatan dilakukan oleh

pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu pernah dilakukan pelatihan

dukun bayi dalam praktik persalinan dengan tujuan penurunan angka

kematian bayi yang sangat tinggi pada masa tersebut. Upaya tersebut tidak

berlangsung lama karena terbatasnya dana dalam penyediaan tenaga pelatih

kebidanan. Pada tahun 1930 upaya ini dilanjutkan kembali dengan mendata

semua dukun bayi yang ada di Indonesia untuk diberikan pelatihan

4

Page 5: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

pertolongan persalinan. Pada masa penjajahan juga yiatu tahun 1851

didirikan Sekolah Dokter Java (sekarang menjadi Fakultas kedokteran

Universitas Indonesia) di Jakarta yang dikepalai oleh orang Belanda yang

kemudian terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Opleding Van

Indische Arsten) untuk pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913 juga

didirikan sekolah dokter di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland

Indische Arsten School). Kedua sekolah doker tersebut mempunyai peranan

besar dalam pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia

(Notoatmodjo: 2005).

Pada masa penjajahan, pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan

berbagai fasilitas kesehatan diberbagai daerah di Indonesia sseperti

Laboratorium Eykman di Bandung tahun 1888 yang juga berdiri di Medan,

Makassar, Surabaya dan Yogyakarta. Saat wabah penyakit Pes masuk ke

Indonesia pada tahun 1922 dan menjadi epidemik tahun 1933-1935 terutama

di pulau Jawa, pemerintah Hindia Belanda melakukan penanggulangan

dengan melakukan penyemprotan dengan DDT terhadap semua rumah

penduduk dan vaksinasi masal. Begitupun saat terjadi wabah penyakit

Kolera pada tahun 1927 dan 1937 (Notoatmodjo : 2005).

Dari berbagai catatan sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa

penjajahan, pembiayaan kesehatan pemerintah Hindia Belanda pada waktu

itu bersumber dari pajak dan hasil bumi yang dihasilkan dari bumi

Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya berada

dalam kendali penuh pemerintah Hindia Belanda, warga Indonesia yang

sedang terjajah tidak bisa ikut berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan,

akses masyarakat pribumi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang

dimiliki pemerintah Hindia Belanda juga dibatasi. Warga pribumi hanya

berperan sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan yang disediakan oleh

pemerintah Hindia Belanda. Pada masa ini Pemerintah Hindia Belanda tidak

dapat menjamin pelayanan kesehatan berbasis kemasyarakatan yang bisa

memberikan jaminan bahwa setiap penduduk memiliki status kesehatan

yang baik. Pemerintah Hindia Belanda hanya mementingkan pelayanan

5

Page 6: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

kesehatan bagi para pegawai pemerintah Hindia Belanda, Militer belanda

dan pegawai perusahaan milik pemerintah pada masa itu.

Pembiayaan Kesehatan Masa Kemerdekaan dan Orde Lama

Sejarah yang mencatat kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun

1945 menaruh harapan besar bagi segenap warga negara Indonesia dalam

semua aspek kehidupan untuk menjadi lebih baik. Salah satu aspek yang

menjadi harapan adalah bidang kesehatan. Perbaikan di sektor kesehatan

terutama dititik beratkan pada upaya pemerataan pelayanan kesehatan yang

bisa menjangkau seluruh masyarakat diwilayah negara kesatuan Republik

Indonesia yang notabene merupakan negara kepulauan yang sangat luas

wilayahnya. Pembiayaan kesehatan negara Indonesia pada masa tersebut

sepenuhnya berada dalam domain pemerintah Republik Indonesia yang

dialokasikan melalui anggaran negara. Keterbatasan anggaran belanja negara

yang juga masih membutuhkan dana terutama dalam perjuangan

mempertahankan kemerdekaan membuat aspek kesehatan belum menjadi

priorotas utama pemerintahan pada masa itu dalam pembangunan.

Salah satu perkembangan penting bidang kesehatan pada masa

kemerdekaan adalah konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh

dr. J. Leimena dan dr. Patah. Konsep ini memperkenalkan bahwa dalam

pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan rehabilitatif tidak bisa

dipisahkan. Tahun 1956, dr. J. Sulianti mengembangkan konsep baru dalam

upaya pengembangan kesehatan masyarakat yaitu model pelayanan bagai

pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia. Konsep ini

memadukan antara pelayanan medis dengan pelayanan kesehatan

masyarakat pedesaan. Proyek ini dilaksanakan di beberapa seperti Sumatera

Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali

dan Kalimantan Selatan (Notoatmodjo: 2005). Kedelapan wilayah tersebut

merupakan daerah percontohan sebuah proyek besar yang sekarang dikenal

dengan nama pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).

Kondisi ekonomi dan keuangan pada periode awal kemerdekaan amat

buruk. Kondisi ini membuat pemerintahan pada masa tersebut mengambil

6

Page 7: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

kebijakan yang kurang menitikberatkan pada sektor kesehatan.

Pemerintahan pada masa awal kemerdekaan dan orde lama

pembangunannya lebih dititik beratkan pada peningkatan ekonomi,

pemerintah belum memiliki kebijakan kesehatan nasional yang jelas. Pada

masa itu pemerintah sempat menjalankan program pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin tetapi belum berhasil dengan baik karena pelayanan yang

kurang merata dan belum mampu menjangkau seluruh masyarakat

Indonesia, selain itu juga dikembangkan model sistem asuransi kesehatan

tetapi masih terbatas pada kalangan pejabat pemerintahan saja

(Notoatmodjo: 2005)

Saat masa kemerdekaan, juga dikenal masa demokrasi liberal (periode

tahun 1950-1957) dimana pengaruh politik pada masa ini sistem ekonomi

Indonesia menggunakan prinsip-prinsip liberal dimana perekonomian

sepenuhnya diserahkan kepada pasar. Hal ini membuat pengusaha pribumi

yang masih lemah menjadi kalah bersaing dengan pengusaha non pribumi

terutama pengusaha Tionghoa. Sistem perekonomial liberal ini akhirnya

memperburuk kondisi perekonomian di Indonesia. Pemerintah pada masa itu

mengambil bebagai macam kebijakan untuk mengatasi masalah

perekonomian negara yaitu:

1. Pemotongan nilai mata uang pada tahun 1950 yang dikenal dengan

istilah gunting Syarifuddin.

2. program Benteng pada masa kabinet Natsir dengan upaya menumbuhkan

jumlah wiraswasta pribumi dan mendorong importer nasional agar

mampu bersaing dengan importir asing.

3. nasionalisasi De Javache Bank menjadi Bank Indonesia pada 15

Desember 1951 melalui UU Nomor 24 tahun 1951.

4. penerepan sistem ekonomi Ali Baba pada masa kabinet Ali

Sostroamijoyo yang menggalakan program kerjasama antara pengusaha

pribumi dan pengusaha Tionghoa.

5. pembatalan sepihak hasil Konfrensi Meja Bundar yang isinya cenderung

tidak menguntungkan Indonesia sehingga banyak pengusaha Belanda

yang menjual perusahaannya.

7

Page 8: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

Pada periode ini juga dikenal masa demokrasi terpimpin (periode tahun

1959-1967), masa ini diawali dengan keluarnya Dekrit Presiden pada

tanggal 5 Juli 1959 sehingga Indonesia menjalankan sistem Demokrasi

Terpimpin dan sistem perekonomian Indonesia menjurus pada sistem

etatisme (semua kebijakan diatur oleh pemerintah) dengan harapan akan

membawa kemakmuran dalam bidang sosial, ekonomi dan politik, akan

tetapi kebijakan yang diambil tersebut belum mampu memperbaiki kondisi

perekonomian Indonesia.

Dari berbagai catatan sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa

kemerdekaan dan orde lama, pembiayaan kesehatan pemerintah pada waktu

itu bersumber hampir seluruhnya dari anggaran pemerintah. Kebijakan

pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya berada dalam kendali penuh

pemerintahan Presiden Soekarno. Warga Indonesia sudah mulai dilibatkan

dan ikut berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, akses masyarakat

terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki pemerintah mulai

dibuka. Pada masa ini Pemerintah orde lama belum mampu menjamin

pelayanan kesehatan berbasis kemasyarakatan yang bisa memberikan

jaminan bahwa setiap penduduk memiliki status kesehatan yang baik.

Pembiayaan Kesehatan Masa Orde Baru

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, kebijakan pemerintah lebih

menitikberatkan pada stabilitas nasional yang sangat besar sekali pengaruh

politiknya. Soeharto beranggapan bahwa suatu negara harus mencapai

stabilitas nasional terlebih dahulu sebelum mencapai stabilitas dibidang

lainnya. Pemerintahan Soeharto menegaskan bahwa kedaulatan dalam

politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam bidang

sosial budaya merupakan elemen penting untuk mencapai kemakmuran

suatu bangsa.

Pembangunan nasional terus dilakukan untuk terus meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dengan berbagi kebijakan seperti penciptaan

lapangan keja baru. Pendapatan perkapita penduduk juga meningkat jika

dibandingkan dengan periode pemerintahan orde lama.

8

Page 9: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

Berdasarkan catatan sejarah, sesungguhnya perkonomian Indonesia

dimasa orde baru sangat spektakuler, salah satu indikatornya adalah tercapai

angka pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% sepanjang 32 tahun masa

pemerintahan Soeharto. Indonesia pernah mencapai swasembada pangan

pada masa ini, tahun 1984 Indonesia mencapai swasembada beras. Soeharto

berhasil memberlakukan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui

program yang dikenal dengan Pelita. Presiden Soeharto juga berhasil

mengeluarkan Indonesia dari ancaman krisis ekonomi pada tahun 1985.

Menurut para ahli ekonomi keberhasilan Soeharto bersumber dari kombinasi

yang baik antara kepemimpinan Soeharto dan kaum teknokrat yang memicu

gerak cepat reformasi ekonomi kisaran tahun 1966 hingga 1996

( www.mudrajad.com ; 2011 ). Pada masa tersebut, berdasarkan data dari

BPS, nilai pertumbuhan domestik bruto (PDB) per kapita meningkat empat

kali lipat dalam rentang waktu tersebut, angka melek huruf juga meningkat

60% pada tahun 1970 menjadi 85% pada tahun 1996. Kepemimpinan

Soeharto yang bermula pada kondisi negara yang sedang tidak stabil paska

tragedi berdarah 1 Oktober 1965 dengan laju inflasi 600% dan jumlah

penduduk miskin lebih dari 70 juta penduduk. Kepemimpinan Soeharto

mulai mengalami masa suram saat Indonesia mengalami krisis ekonomi

hebat di tahun awal periode keenam masa kepemimpinan Soeharto, kondisi

perekonomian Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan

negara-negara Asia. Perilaku KKN aparat pemerintah terus merajalela,

jumlah masyarakat miskin terus meningkat dengan tajam, terjadinya

ketimpangan sosial yang sangat signifikan antara kaum kaya dan kaum

miskin menyulut terjadinya kerusuhan sosial dan bernuasa sara pada tahun

1998. Krisis ekonomi besar yang melanda Indonesia juga berimbas terhadap

sektor kesehatan. Kondisi keuangan negara yang tidak stabil membuat

perhatian pemerintah terhadap sektor kesehatan menurun karena terfokus

pada upaya perbaikan ekonomi bangsa.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada masa orde baru selalu

disusun berdasarkan asumsi perhitungan dasar yaitu laju pertumbuhan

ekonomi, tingkat inflasi, harga ekspor minyak mentah dan nilai tukar rupiah

9

Page 10: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

terhada dollar Amerika. Pemerintah juga mendapatkan pinjaman luar negeri

yang dimasukkan dalam komponen penerimaan negara yang jumlahnya

terus meningkat setiap tahunnya untuk menutupi defisit anggaran yang terus

bertambah. Penerimaan pajak dari dalam negeri pada masa itu sangatlah

minim sehingga pemerintah harus mencari alternatif lain sebagai sumber

pembiayaan negara yaitu melalui hutang luar negeri. Prinsip fungsional

diterapkan pemerintah dengan artian pinjaman luar negeri hanya boleh

digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Berbagai kebijakan tersebut

membuat stabilitas ekonomi Indonesia terjaga dengan baik ditunjang lagi

oleh stabilitas politik yang juga baik. Kebijakan pemerintah pada masa itu

pada dasarnya sangat bagus akan tetapi jumlah pinjaman luar negeri yang

tercantum dalam APBN terus bertambah setiap tahunnya.

Akibatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri menjadi berkurang dan

dampak lainnya adalah pemerataan ekonomi sulit terwujud. Kebocoran

dalam anggaran juga kerap terjadi yang membuat terjadinya tindak pidana

korupsi pada masa ini. Hal lain yang lebih parah atas terus meningkatnya

pinjaman luar negeri adalah ketergantungan terus menerus akan

menyebabkan negara menjadi malas untuk berusaha meningkatkan

penerimaan dalam negeri. Prinsip lain yang diterapkan pemerintah adalah

dinamis yang berarti peningkatan tabungan pemerintah untuk pembiayaan

pembangunan melalui deregulasi perbankan dan reformasi perpajakan. Jelas

sekali gambaran bahwa pemerintahan orde baru sangat bergantung pada

pinjaman luar negeri.

Saat kekuasaan pemerintahan beralih pada tahun 1967 dari

Pemerintahan Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto, kebijakan dan arah

pembangunan Indonesia juga turut mengalami perubahan yang signifikan.

Pada bulan Nopember 1967, dilakukan seminar yang membahas dan

merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi

dan kemampuan rakyat Indonesia. dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu

pada konsep Bandung (Bandung Plan) mengajukan konsep pusat kesehatan

masyarakat. Hasil seminar pada waktu itu menyepakati konsep puskesmas

tipe A, B dan C. Departemen Kesehatan pada waktu itu menyiapkan

10

Page 11: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Pada tahun 1968

dilaksanakan Rapat Kerja Kesehatan Nasional yang menghasilkan keputusan

bahwa puskesmas merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang

kemudian dikembangkan menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat.

Puskesmas disepakati sebagai unit pelayanan kesehatan yang memberikan

pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dn mudah

dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di

kotamadya atau kabupaten.

Pada tahun 1984 tanggung jawab puskesmas sebagai ujung tombak

pelayanan kesehatan masyarakat di daerah mulai ditingkatkan lagi dengan

dikembangnya konsep Posyandu (Pos Pelayanan Tepadu) yang memberikan

pelayanan kesehatan ditingkat desa dengan menitikberatkan pada pelayanan

kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, penanggulangan diare dan

imunisasi. Pelayanan di posyandu juga merupakan momentum baru dalam

melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan dengan adanya

kader kesehatan yang berasal dari masyarakat dalam pelayanan posyandu di

tiap desa.

Pembiayaan kesehatan pada masa orde baru juga mengalami perubahan

dimana kondisi perekonomian negara yang mulai meningkat, sektor privat

atau swasta juga mengalami perkembangan pesat termasuk didalamnya

pengelolaan rumah sakit. Pemerintah pada masa itu juga belum mampu

menetapkan regulasi yang mengatur tentang pasar dibidang kesehatan.

Pembiayaan kesehatan negara hampir sepenuhnya bersumber dari anggaran

pendapatan dan belanja negara (APBN), perencanaan pembangunan

dibidang kesehatan ditetapkan melalui rencana pembangunan lima tahunan

atau yang lebih dikenal dengan sebutan REPELITA mulai dali REPELITA I

sampai REPELITA VI yang juga berakhir seiring dengan berakhirnya

kekuasaan pemerintahan orde baru ke orde reformasi pada tahun 1998.

Pada zaman orde baru juga dikenal 3 macam asuransi kesehatan yaitu:

1. Perum Husada Bakti (sekarang PT.Askes, yang menangggung

pembiayaan kesehatan bagi pegawai negeri sipil, pensiunan , veteran dan

anggota keluarganya.

11

Page 12: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

2. PT. ASTEK, yang didirikan pada tahun 1977 berdasarkan PP Nomor 33

Tahun 1977 (yang kemudian berubah menjadi PT. Jamsostek pada

tahun 1995 berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 1995) yang menanggung

pembiayaan kesehatan bagi tenaga kerja sektor swasta dan BUMN.

3. PT. Asabri, yang menanggung pembiayaan kesehatan bagi anggota TNI,

Kepolisian RI, PNS Departemen Pertahanan beserta anggota

keluarganya (dibentuk berdasarkan PP Nomor 44 Tahun 1971 yang

disempurnakan lagi dengan PP Nomr 67 Tahun 1991).

Dari berbagai catatan sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa pada

masa orde baru Indonesia pernah mengalami masa kejayaan dalam

bidang ekonomi yang juga memberikan dampak positif terhadap

pembiayaan sektor kesehatan. Lahirnya konsep puskesmas dan posyandu

yang bertujuan untuk meberikan pelayanan kesehatan yang dapat

dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat juga terjadi pada masa ini.

Pembiayaan kesehatan pada masa ini tidak lagi sepenuhnya bersumber

dari anggaran pemerintah tetapi juga mulai dilakukan oleh sektor swasta

yang ditandai dengan meningkatnya jumlah rumah sakit swasta yang

didirikan di berbagai wilayah di Indonesia.

Kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sepenuhnya berada

dalam kendali penuh pemerintahan Presiden Soeharto. Warga

masyarakat sudah mulai dilibatkan dan ikut berpartisipasi dalam

pelayanan kesehatan seperti sebagai kader kesehatan dalam program

posyandu, akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang

dimiliki pemerintah mulai merata. Pada masa ini pemerintah orde baru

sudah mulai mampu menjamin pelayanan kesehatan berbasis

kemasyarakatan yang bisa memberikan jaminan bahwa setiap penduduk

memiliki status kesehatan yang baik.

Pembiayaan Kesehatan Masa Reformasi

Tumbangnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998 disaat kondisi

perekonomian Indonesia sedang dalam masa krisis turut memberikan

dampak dalam proses pembangunan. Beralihnya kekuasaan dari Presiden

12

Page 13: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

Soeharto ke Presiden Habibie menandainya dimulainya era reformasi.

Banyak perubahan besar terjadi pada masa ini seperti dalam hal

ketatanegaraan dan juga kebijakan ekonomi. Pemerintahan Presiden Habibie

cenderung lebih berhati-hati dalam setiap pengambilan kebijakan dibidang

ekonomi, kebijakan yang dibuat diutamakan untuk pengendalian stabilitas

politik negara. Saat kekuasaan kembali beralih kepada pemerintahan

Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), belum terjadi perubahan yang

signifikan karena masa pemerintahan yang singkat yaitu 2 tahun. Persolan

ekonomi bangsa yang diwariskan orde baru seperti maraknya perilaku KKN

( korupsi, kolusi dan nepotisme ), pemulihan ekonomi dari keterpurukan

akibat krisis, pengendalian inflasi, mempertahankan kurs rupiah dan

menurunnya kinerja BUMN. Pemerintahan Presiden Gus Dur yang belum

banyak melakukan perubahan malah terlibat dalam kasus Bruneigate yang

menyebabkan dicabutnya mandate sebagai presiden oleh MPR sehingga

kekuasaan pemerintahan kembali beralih ke Presiden Megawati.

Pada masa kepemimpinan Megawati, banyak kebijakan yang diambil

untuk terus memulihkan keterpurukan perekonomian nasional. Namun

kebijakan privatisasi BUMN mengundang kecaman dan kontroversi dari

banyak ahli ekonomi karena BUMN dijual ke perusahaan asing. Pada masa

ini juga dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang bertujuan

memberantas praktek korupsi disemua sektor, tetapi hasilnya belum ada

gebrakan nyata pada masa-masa awal kerjanya. Maraknya perilaku KKN

yang terjadi hampir disemua lini pemerintahan menyebabkan para investor

berpikir ulang untuk menanamkan investasinya di Indonesia dan hal ini juga

berdampak terhadap proses pembangunan nasional.

Pada masa reformasi dimana kondisi negara yang mengalami krisis

ekonomi besar dimana terjadi kenaikan harga berbagai komponen barang

termasuk bahan bakar minyak (BBM) yang meningkat membuat pemerintah

mengambil kebijakan untuk mengurangi dampak tersebut terhadap

kehidupan warga negara. Dalam bidang pembiayaan kesehatan, kebijakan

yang diambil adalah program kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar

minyak - jaring pengaman sosial bidang kesehatan (PKPS BBM – JPS BK)

13

Page 14: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

yang dimulai sejak tahun 1998 dengan tujuan memberikan pelayanan

kesehatan gratis bagi masyarakat tidak mampu disemua fasilitas pelayanan

kesehatan milik pemerintah. Program ini dilakukan untuk meminimalisir

dampak yang dirasakan oleh masyarakat kecil dan tidak mampu terutama

dalam bidang kesehatan terhadap dampak krisis ekonomi.

Berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah sebagai

salah satu kompensasi kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk

mewujudkan aspirasi warga negara diberbagai wilayah di Indonesia.

Pengaruh politik terlihat kentara sekali dalam lahirnya UU Otonomi daerah,

kebijakan pembangunan yang semula tersentralisasi di pemerintahan pusat,

sejak diberlakukannya UU tentang otonomi daerah menjadi di

desentralisasikan ke pemerintah daerah untuk mengambil alih kebijakan

pembangunan didaerahnya masing-masing. Bidang kesehatan termasuk

urusan yang penyelenggaraannya diserahkan pada pemerintah daerah, hal ini

setidaknya menimbulkan berbagi masalah seperti ketimpangan

pembangunan antara daerah yang kaya dengan daerah yang miskin. Daerah

yang kaya dengan sumber daya alam tentu saja dapat mengalokasikan lebih

banyak anggaran belanja daerahnya dalam bidang kesehatan, hal itu

tentunya tidak bisa dilakukan oleh daerah yang memiliki sumber daya alam

yang terbatas.

Dari berbagai catatan sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa

reformasi Indonesia mengalami krisis ekonomi besar pada kisaran tahun

1998-1999. Pemerintahan pada masa ini pernah mengalami masa-masa sulit

dalam pembiayaan keuangan negara. Beban hutang luar negeri yang

melonjak tajam sebagai akibat dari terpuruknya kondisi perekonomian

negara membuat pemerintah mengambil berbagai maca kebijakan untuk

mebiayai defist keuangan negara. Pembiayaan kesehatan pada masa ini juga

mengalami masalah sebagai imbas terjadinya krisis ekonomi. Anggaran

pemerintah disektor kesehatan pada periode awal reformasi juga menurun.

Peran sektor swasta juiga meningkat pada masa ini yang ditandai dengan

terus bertambahnya jumlah sakit swasta yang didirikan di berbagai wilayah

di Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan pemerintah lebih dititik

14

Page 15: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

beratkan pada program untuk mengurangi dampak krisis ekonomi yang

langsung dirasakan oleh masyarakat, salah satu bentuknya adalah program

JPS-BK. Partisipasi masyarakat pada masa ini cenderung stagnan karena

imbas krisis ekonomi. Pelaksanaan otonomi daerah juga memberikan

pengaruh yang signifikan dalam kebijakan pembiayaan kesehatan. Bidang

kesehatan sejak masa ini tidak lagi sepenuhnya berada dalam kendali

pemerintah pusat tetapi diserahkan pada pemerintah daerah, pemerintah

pusat lebih banyak mengambil peran sebagi regulator dalam bidang

kesehatan . Akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang

dimiliki pemerintah mulai merata. Pada masa ini pemerintah sudah mulai

mampu menjamin pelayanan kesehatan berbasis kemasyarakatan yang bisa

memberikan jaminan bahwa setiap penduduk memiliki status kesehatan

yang baik.

Pembiayaan Kesehatan Indonesia Masa Sekarang dan Pengaruh Dunia

Internasional

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dimulai sejak

tahun 2004 mengambil kebijakan yang cenderung controversial dan

imbasnya langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Kebijakan Pengurangan

subsidi BBM yang menyebabkan harga BBM melonjak drastis

menyebabkan masyarakat mengalami dampak yang cukup signifikan.

Kenaikan harga BBM cenderung selalu diikuti dengan kenaikan harga

berbagai komponen bahan pokok dan kenaikan jasa termasuk didalamnya

jasa pelayanan kesehatan terutama sektor swasta. Pemerintahan pada masa

itu mengalihkan anggaran subsidi BBM ke sektor yang lebih penting yaitu

sektor pendidikan, kesehatan dan bidang lainnya yang ikut mendukung

tercapainya kesejahteraan masyarakat. Kebijakan lainnya yang diambil

pemerintah pada masa ini adalah pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT)

bagi masyarakat miskin. Kebijakan ini menimbulkan kontroversi karena

tujuan pengurangan dampak kenaikan harga BBM bagi masyarakat miskin

tidak tercapai karena banyak BLT yang diterima oleh warga yang tidak

berhak.

15

Page 16: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

Tahun 2006, Pemerintah berhasil melakukan pelunasan hutang luar

negeri pada Dana Moneter Internasional sebesar US$ 3,2 miliar, harapan

Indonesia untuk bisa lepas dari pengaruh IMF yang cenderung mendikte

berbagai kebijakan yang diambil pemerintah mulai muncul. Pada masa ini

kebijakan pemerintah yang sangat memberikan kemudahan bagi investor

asing pada hampir semua bidang pembangunan termasuk bidang kesehatan.

Diberlakukannya UU tentang penanaman modal asing semakin membuka

keran yang sangat lebar bagi masuknya asing untuk berinvestasi di

Indonesia. Investasi asing dengan membangun rumah sakit berskala

internasional mulai terjadi pada masa ini, hal ini tentunya berdampak

terhadap meningkatnya biaya pelayanan kesehatan yang harus dikeluarkan

oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terutama yang

disediakan oleh sektor swasta. Meningkatnya jumlah penduduk miskin dari

35,10 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada tahun 2006

membuat pemerintah mengeluarkan wacana untuk kembali berhutang ke

luar negeri. Birokrasi pemerintahan pada masa ini cenderung kental yang

menyebabkan realisasi belanja negara seringkali tidak tercapai karena daya

serap anggaran yang rendah.

Departemen Kesehatan pada masa ini yaitu tahun 2006 mengeluarkan

konsep pembangunan kesehatan berkelanjutan yang kemudian dikenal

sebagai Visi Indonesia Sehat 2010. Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah

untuk mencapai visi tersebut dengan mensosialisasikan hingga ketingkat

daerah. Kebijakan desentaralisasi yang direvisi kembali melalui UU Nomr

32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sedikit menghambat

berjalannya kebijakan Indonesia Sehat 2010. Konsepsi visi Indonesia Sehat

2010 pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigm yang secara

nyata cukup bertentangan dengan prinsip desentarlisasi yang di atur dalam

UU pemerintahan daerah dimana kewenangan daerah otonom dalam

penentuan arah dan model pembangunan di wilayahnya masing-masing

tanpa hatus terikat dengan kebijakan pemerintah pusat.

16

Page 17: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

Kebijakan desentralisasi pada beberapa hal ikut menggerus pola lama

pembangunan termasuk didalamnya pembangunan bidan kesehatan.

Kekuasaan otonom pemerintah daerah dalam penentuan kebijakan

pembangunannya membuat konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010 menjadi

tidak terlalu bermakna.

Pada kenyataannya masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang

pembangunan di bidang kesehatannya sangat jauh dari kualitas baik, pada

sat yang sama kecenderungan epidemiologi penyakit tidak banyak

mengalami perubahan dan diperparah lemahnya infrastruktur promoif dan

perventif bidang kesehatan. Pemerintah pusat akhirnya membuat kebijakan

berupa penerbitan dokumen panduan pembangunan kesehatan yang

kemudian dikenal sebagai sistem kesehatan nasional yang terdiri dari upaya

kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sumber

daya obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan

manajemen kesehatan. Komponen pembiayaan kesehatan merupakan salah

satu komponen terpenting dalam sistem kesehatan nasional.

Beberapa kebijakan dalam pembiayaan kesehatan yang dilakukan oleh

pemerintah antara lain pada tahun 2004 pemerintah telah menerbitkan UU

Nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional (UU SJSN)

dengan tujuan memberikan jaminan nasional yang komprehensif bagi

seluruh warga negara Indonesia. Tahun 2005 pemerintah melalui

Departemen Kesehatan meluncurkan program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) yang disempurnakan bentuk dan

operasionalnya pada tahun 2008 menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat

(Jamkesmas).

Tahun 2010 pemerintah kembali memperkenalkan program baru yaitu

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dananya disalurkan ke seluruh

puskesmas yang ada di Indonesia. Pengaruh lembaga Internasional seperti

PBB yang Indonesia menjadi anggotanya dengan konsep Millenium

Development Goals (MDGs) menekankan beberapa target pembangunan

berkelanjutan yang harus dicapai oleh negara-negara berkembang di dunia

termasuk Indonesia. Salah satu komponen dalam MDGs adalah bidang

17

Page 18: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

kesehatan yaitu target penurunan Angka Kematian Ibu melahirkan atau AKI

pada tahun 2015 yang harus menurun hingga 102 / 100.000 kelahiran hidup

dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 / 1000 kelahiran hidup. Untuk

mempercepat pencapaian target tersebut pemerintah melalui Kementerian

Kesehatan meluncurkan program baru yang dilaksanakan sejak bulan

Januari 2011 yaitu program Jaminan Persalinan ( Jampersal ) dengan tujuan

menjamin seluruh pembiayaan persalinan seluruh warga negara.

Pembiayaan kesehatan pada masa ini terus mengalami peningkatan

dimana pada tahun 2010 anggaran Kementerian Kesehatan mencapai 27,7

Triliun rupiah dan meningkat manjadi 27,8 Triliun Rupiah ( naik 172,7

milyard ) pada tahun 2011. Kementerian Kesehatan menganggarkan dana

sebesar 6,3 Triliun Rupiah untuk pembiayaan program jampersal dan

Jamkesmas, anggaran BOK untuk seluruh puskesmas di Indonesia mencapai

904,5 milyard Rupiah. Anggaran Jamkesmas diperuntukkan bagi

pembiayaan kesehatan 76,5 juta jiwa warga miskin di seluruh Indonesia.

Tahun 2011, pemerintah juga memperluas cakupan pelayanan program

Jamkesmas selain bagi masyarakt miskin juga diberikan kepada

gelandangan, pengemis, anak terlantar serta masyarakat miskin yang tidak

punya identitas, masyarakat miskin penghuni panti-panti sosial, korban

bencana paska tanggap darurat dan masyarakat miskin penghuni lembaga

pemasyarakatan dan rumah tahanan. Keterlibatan pemerintah daerah pada

masa ini juga ditunjukkan dengan adanya program Jaminan Kesehatan

Daerah (Jamkesda) yang diperuntukkan bagi warga suaru daerah yang

belum tercakup dalam program Jamkesmas.

Dari berbagai catatan sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa

sekarang pembiayaan sektor kesehatan mulai menjadi prioritas

pembangunan. Pembiayaan kesehatan pada masa ini tidak lagi sepenuhnya

bersumber dari anggaran pemerintah tetapi juga dilakukan oleh sektor

swasta yang ditandai dengan meningkatnya jumlah rumah sakit swasta yang

didirikan di berbagai wilayah di Indonesia. Kebijakan pembiayaan kesehatan

masyarakat tidak lagi sepenuhnya berada dalam kendali penuh pemerintahan

pusat, seiringnya berjalannya sistem otonomi daerah, setiap daerah otonom

18

Page 19: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

berhak menentukan perencanaan sendiri pembangunan kesehatan di

daerahnya. Partisipasi masyarakat terus meningkat dalam upaya kesehata

yang bersumber masyarakat (UKBM) seperti posyandu dan kader kesehatan.

Akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki

pemerintah mulai merata seiring dengan bertambahnya jumlah fasilitas

pelayanan kesehatan yang mulai menjangkau daerah pedesaan di Indonesia.

Pada masa ini pemerintah sudah mulai mampu menjamin pelayanan

kesehatan berbasis kemasyarakatan dengan program Jamkesmas dan

Jampersal.

Pembiayaan Kesehatan Indonesia di Masa Mendatang

Lahirnya UU Nomor 40 tahun 2009 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional merupakan harapan baru bagi sistem pembiayaan kesehatan

Indonesia dimasa yang akan datang. Dalam UU tersebut terdapat empat

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yaitu PT. Askes, (yang diperuntukan

bagi semua PNS, penerima pension, perintis kemerdekaan, veteran dan

anggota keluarganya dengan jumlah peserta tahun 2010 mencapai 3,7 juta

PNS belum termasuk anggota keluarga yang ikut ditanggung biaya

kesehatannya yaitu 1 orang isteri/suami dan 2 orang anak ), PT. Jamsostek

(yang diperuntukkan bagi semua pekerja sektor BUMN dan swasta yang

telah bekerjasama dengan Jamsostek), PT. Asabri (yang diperuntukkan bagi

anggota TNI dan POLRI), PT. Taspen (dana tabungan pegawai negeri sipil).

UU SJSN No. 40 Tahun 2004 menyebutkan bahwa setiap warga negara

berhak atas jaminan sosial untuk pemenuhan kebutuhan dasar hidup yg

layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat

Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Ini merupakan cikal bakal

terbentuknya Sistem Jaminan Sosial Nasional Bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Pada tanggal 28 Oktober 2011, DPR dan pemerintah mengesahkan

Undang-undang tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial ( BPJS ) yang di

bagi menjadi:

19

Page 20: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

1. UU BPJS 1 yang diasumsikan akan mulai beroperasi pada tanggal

1 Januari 2014 dengan tujuan penyelenggaraan program jaminan kesehatan

bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk menampung pengalihan program

Jamkesmas, Askes, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT. Jamsostek dan

PT. Asabri.

2. UU BPJS 2 yang diasumsikan mulai beroperasi pada tanggal 1

Januari 2014 atau selambat-lambatnya 1 Juli 2015 dengan tujuan

pengelolaan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua

dan jaminan pension yang merupakan transformasi dari PT. Jamsostek.

Dari berbagai kebijakan yang telah diambil pemerintah diatas, kebijakan

pembiayaan kesehatan Indonesia dimasa yang akan datang bertujuan untuk

menjamin kesehatan semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Hal itu

diaspirasi melalui disahkannya UU tentang sistem jaminan sosial nasional

yang pada hakekatnya bertujuan agar semua warga negara dijamin oleh

suatu sistem nasional yang dikelola oleh negara, jaminan yang diberikan

tidak hanya sebatas jaminan kesehatan, tetapi juga jaminan kecelakaan kerja,

jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Pemerintah

bersama DPR baru saja mengesahkan UU tentang Badan Pelaksana Jaminan

Sosial (BPJS) yag mengatur tentang Badan Publik yang akan melaksanakan

sistem jaminan sosial nasional sperti yang telah dimanatkan dalam UU No.

40 Tahun 2004. Dengan disahkannya UU BPJS, jalan panjang rakyat

Indonesia untuk bisa menikmati jaminan kesehatan dan jaminan sosial

lainnya dari negara masih sangat panjang karena penerapan UU BPJS baru

akan diberlakukan pada awal tahun 2014.

20

Page 21: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

Tabel 1: Perubahan Pola Pembiayaan Kesehatan Di Indonesia

Komponen

yang dikaji

Masa

Penjajajahan

Masa

Kemerdekaan

dan Orde

Lama

Masa Orde

Baru

Masa Orde

Reformasi

Masa

Sekarang

Jumlah

Anggaran

Tidak

diketahui

Tidak

diketahui

678 Milyard 5,6 Triliun 27,8 Triliun

Sistem

Perencanaan

Anggaran

Diatur

Pemerintah

Hindia

Belanda

Berubah

seiring

perubahan

peta politik

GBHN,

terarah

dalam

PELITA

Berubah

karena

peralihan

kekuasaan

Setiap

Tahun

dalam

APBN

Persentase

terhadap PDB

Tidak

diketahui

Tidak

diketahui

0,8-1 % 1,2% 2,4 %

Pengambil

Keputusan

Pemerintah

Hindia

Belanda

Pemerintah

OrdeLama

Presiden

Soeharto

berkuasa

penuh dan

cenderung

otoriter

Presiden

Bersama

DPR

Kesepakatan

Bersama

Pemerintah

dan DPR

Pengaruh

Politik

Kerajaan

Belanda

Berkuasa

penuh

Sering

berubah

Pemerintah

cenderung

otoriter

Sangat Kuat

Lebih

Demokratis,

Sangat Kuat

Sangat Kuat

Kebijakan

Pembiayaan

Kesehatan

Pelatihan

Dukun Bayi,

pendirian

STOVIA

dan sekolah

dokter

lainnya

Konsep

Bandung Plan

( cikal bakal

puskesmas ),

laboratorium

kesehatan

Mulai

merata,

konsep

Puskesmas

Indonesia

Sehat 2010

Jamkesmas,

BOK,

Jampersal

Sasaran Warga

Belanda,

Miliiter

Belanda

Pejabat

pemerintah,

sebagian rayat

Mulai

merata,

Belum

Menjangkau

seluruh

Belum

Menjangkau

seluruh

rakyat

Akses

belum

merata,

terutama

warga

21

Page 22: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

rakyat daerah

terpencil,

kepulauan

dan

perbatasan

Kondisi

Keuangan

Negara

Sangat

miskin

Miskin Stabil Defisit Meningkat

2.3 Sistem Pembiayaan Kesehatan Nasional

Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem

yaitu:

1. Fee for Service (Out of Pocket)

Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran

berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu

membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau

rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang

diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan

yang diterima.

Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada

sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World

Health Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat

Indonesia masih bergantung pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4%

yang dapat mengikuti sistem Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan

sistem Fee for Service adalah terbukanya peluang bagi pihak pemberi

pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan hubungan Agency

Relationship , dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk

pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya ditentukan

dari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin

besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke

pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk

22

Page 23: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan

imbalan jasa yang lebih banyak.

2. Health Insurance

Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh

pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat.

Sistem health insurance ini dapat berupa sistem kapitasi dan sistem

Diagnose Related Group (DRG system).

a. Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan

kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per

peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu.

Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi adalah pembayaran yang

dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan

kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian

anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Salah satu lembaga di

Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang telah menajdi peserta akan

membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan kesehatan

paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai

ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu

terjaga dan biaya terjangkau.

b. Sistem DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan

sistem kapitasi di atas. Pada sistem ini, pembayaran dilakukan dengan

melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat

dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah

dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang

diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan

pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK.

Kelemahan dari sistem Health Insurance adalah dapat terjadinya

underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang

diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

Selain itu, jika peserta tidak banyak bergabung dalam sistem ini, maka

resiko kerugian tidak dapat terhindarkan. Namun dibalik kelemahan,

23

Page 24: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

terdapat kelebihan sistem ini berupa PPK mendapat jaminan adanya pasien

(captive market), mendapat kepastian dana di tiap awal periode waktu

tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan

multidiagnose. Dan sistem ini akan membuat PPK lebih ke rah preventif

dan promotif kesehatan.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, pembiayaan kesehatan dengan

sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan efisien menurunkan angka kesakitan

dibandingkan sistem pembayaran berdasarkan layanan (Fee for Service)

yang selama ini berlaku. Namun, masih ada hambatan dan tantangan, salah

satunya adalah sistem kapitasi yang belum dapat memberikan asuransi

kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali seperti yang disebutkan

dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN). Sampai saat ini, perusahaan asuransi masih banyak memilah peserta

asuransi dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan

bayar rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai

terjadinya pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat

wajib dimana penduduk yang mempunyai resiko kesehatan rendah akan

membantu mereka yang beresiko tinggi dan penduduk yang mempunyai

kemampuan membayar lebih akan membantu mereka yang lemah dalam

pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi sistem

kesehatan Indonesia.

2.4 Sumber Pembiayaan Kesehatan

Sumber-sumber pembiayaan kesehatan dapat diperoleh dari pemerintah,

swasta, masyarakat dalam bentuk pembiayaan langsung (sistem Fee for service)

dan asuransi, serta sumber-sumber lain dalam bentuk hibah atau pinjaman luar

negeri. Pembiayaan kesehatan di masa depan akan semakin mahal karena:

Pertumbuhan ekonomi nasional yang juga mengakibatkan meningkatnya

tuntutan (demand) masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih

bermutu.

Perkembangan teknologi kedokteran dan pertumbuhan industry

kedokteran. Hampir semua teknologi kedokteran masih diimpor sehingga

24

Page 25: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

harganya relative mahal karena nilai rupiah yang jatuh dibandingkan

dengan dolar Amerika.

Subsidi pemerintah semakin menurun akibat krisis ekonomi tahun 1998.

Biaya pelayanan kesehatan di Indonesia sebelum krisis adalah US $18 per

kapita per tahun, tetapi kondisi ini menurun lagi setelah krisis menjadi US

$ 12 per kapita per tahun pada tahun 2000. Seiiring dengan turunnya

kemampuan pemerintah, daya beli masyarakat juga menurun untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan

Adapun sumber-sumber pembiayaan kegiatan sektor kesehatan antara lain:

Pemerintah

Melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang disalurkan ke

daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

Dengan diberlakukannya otonomi daerah, porsi dana sector kesehatan

yang bersumber dari APBN menurun. Pemerintah pusat masih tetap

membantu pelaksanaan program kesehatan di daerah melalui bantuan dana

dekonsentrasi khususnya untuk pemberantasan penyakit menular.

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

APBD ini bersumber dari Pendapatan Asli Daerah baik yang bersumber

dari pajak atau penghasilan badan usaha milik pemda. Mobilisasi dana

kesehatan juga dapat bersumber dari masyarakat dalam bentuk asuransi

kesehatan, investasi pembangunan sarana pelayanan kesehatan oleh pihak

swasta, dan biaya langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk

perawatan kesehatan. Dana pembangunan kesehatan yang diserap oleh

berbagai sector harus dibedakan dengan dana sector kesehatan yang

diserap oleh dinas kesehatan.

Bantuan Luar Negeri

Bantuan luar negeri dapat dalam bentuk hibah atau pinjaman untuk

investasi atau pengembangan pelayanan kesehatan

25

Page 26: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

2.5 Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan

Unsur-unsur pembiayaan kesehatan, antara lain :

1. Dana

Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan

sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya

yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan.

Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat dipertanggung-jawabkan.

2. Sumber daya

Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola,

standar, regulasidan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna

dan berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian dan

pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya

pembangunan kesehatan.

2. Pengelolaan Dana Kesehatan

Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat

aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku

subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah secara lintas

sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme

penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan.

2.6 Penyelenggaraan Pembiayaan Kesehatan

Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus-menerus

dan terkendali, agar tersedia dana kesehatan yang mencukupi dan

berkesinambungan, bersumber dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan sumber

lainnya. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan dilakukan melalui

penggalian dan pengumpulan berbagai sumber dana yang dapat menjamin

kesinambungan pembiayaan pembangunan kesehatan, mengalokasikannya secara

rasional, menggunakannya secara efisien dan efektif. Dalam hal pengaturan

penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang bersumber dari iuran

wajib, pemerintah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber

dana dari iuran wajib, dana APBN/APBD, dana dari masyarakat, dan sumber

lainnya.

26

Page 27: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

a. Penggalian dana

Penggalian dana untuk upaya pembangunan kesehatan yang bersumber

dari pemerintah dilakukan melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan

atau pinjaman yang tidak mengikat, serta berbagai sumber lainnya; dana

yang bersumber dari swasta dihimpun dengan menerapkan prinsip public-

private partnership yang didukung dengan pemberian insentif; penggalian

dana yang bersumber dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh

masyarakat sendiri atau dilakukan secara pasif dengan memanfaatkan

berbagai dana yang sudah terkumpul di masyarakat. Penggalian dana

untuk pelayanan kesehatan perorangan dilakukan dengan cara penggalian

dan pengumpulan dana masyarakat dan didorong pada bentuk jaminan

kesehatan.

b. Pengalokasian Dana

Pengalokasi dana pemerintah dilakukan melalui perencanaan anggaran

dengan mengutamakan upaya kesehatan prioritas, secara bertahap, dan

terus ditingkatkan jumlah pengalokasiannya sehingga sesuai dengan

kebutuhan. Pengalokasian dana yang dihimpun dari masyarakat didasarkan

pada asas gotong-royong sesuai dengan potensi dan kebutuhannya.

Sedangkan pengalokasian dana untuk pelayanan kesehatan perorangan

dilakukan melalui kepesertaan dalam jaminan kesehatan.

c. Pembelanjaan

Pemakaian dana kesehatan dilakukan dengan memperhatikan aspek

teknis maupun alokatif sesuai peruntukannya secara efisien dan efektif

untuk terwujudnya pengelolaan pembiayaan kesehatan yang transparan,

akuntabel serta penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good

Governance).

Pembelanjaan dana kesehatan diarahkan terutama melalui jaminan

kesehatan, baik yang bersifat wajib maupun sukarela. Hal ini termasuk

program bantuan sosial dari pemerintah untuk pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin dan tidak mampu, yaitu Jamkesmas.

27

Page 28: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

2.7 Strategi Pembiayaan Pelayanan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang

peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam

rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu

negara diantaranya adalah pemerataan pelayanankesehatan dan akses (equitable

access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality). Oleh

karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan

fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin

terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi

(efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri.

Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (health care

financing) akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi

sumber-sumber pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta

menggunakannya secara efisien dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan

yang mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada masyarakat miskin

(equitable and pro poor health policy) akan mendorong tercapainya akses yang

universal.

Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa pembiayaan kesehatan mempunyai

kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi. Pelayanan kesehatan itu

sendiri pada akhir-akhir ini menjadi amat mahal baik pada negara maju maupun

pada negara berkembang. Penggunaan yang berlebihan dari pelayanan kesehatan

dengan teknologi tinggi adalah salah satu penyebab utamanya. Penyebab yang lain

adalah dominasi pembiayaan pelayanan kesehatan dengan mekanisme

pembayaran tunai (fee for service) dan lemahnya kemampuan dalam

penatalaksanaan sumber-sumber dan pelayanan itu sendiri (poor management of

resources and services)

Meskipun tiap-tiap negara mempunyai perbedaan dalam reformasi

pembiayaan kesehatannya bergantung dari isu-isu dan tantangannya sendiri, akan

tetapi pada dasarnya dalam banyak hal karakteristiknya sama karena kesemua hal

itu diarahkan untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan kesehatan

nasional, regional dan internasional. Organisasi kesehatan se-dunia (WHO)

sendiri memberi fokus strategi pembiayaan kesehatan yang memuat isu-isu pokok,

28

Page 29: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

tantangan, tujuan utama kebijakan dan program aksi itu pada umumnya adalah

dalam area sebagai berikut:

1. Meningkatkan investasi dan pembelanjaan publik dalam bidang kesehatan,

2. Mengupayakan pencapaian kepesertaan semesta dan penguatan

permeliharaan kesehatan masyarakat miskin,

3. Pengembangan skema pembiayaan praupaya termasuk didalamnya

asuransi kesehatan sosial (SHI)

4. Penggalian dukungan nasional dan internasional,

5. Penguatan kerangka regulasi dan intervensi fungsional,

6. Pengembangan kebijakan pembiayaan kesehatan yang didasarkan pada

data dan fakta ilmiah

7. Pemantauan dan evaluasi.

Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada

beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan

prioritas, reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket

funding), menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan

efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang memadai

dan dapat diterima pengguna jasa.

Sejalan dengan itu, dalam rencana strategik Depkes 2005-2009 secara jelas

disebutkan bahwa meningkatkan pembiayaan kesehatan merupakan salah satu dari

empat strategi utama departemen kesehatan disamping menggerakkan dan

memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat

terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas serta meningkatkan sistem

surveilans, moitoring dan informasi kesehatan. Strategi utama itu dijabarkan

dalam 17 sasaran pembangunan.

Selanjutnya sasaran dari strategi utama meningkatkan pembiayaan kesehatan

itu adalah;

1. Pembangunan kesehatan mendapatkan penganggaran yang memadai oleh

pemerintah pusat dan daerah

2. Anggaran kesehatan pemerintah lebih diutamakan untuk pencegahan dan

promosi kesehatan

29

Page 30: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

3. Terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi

masyarakat miskin

Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan

dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara

berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan

kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya.

30

Page 31: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

BAB III

SUMBER DANA DAN ALOKASI BIDANG KESEHATAN

3.1 Ilmu Ekonomi Kesehatan

Menurut KLARMAN (1964) Penerapan ilmu ekonomi dalam bidang

kesehatan (Konsep dan teknik ilmu ekonomi dalam bidang kesehatan) PPEKI

merupakan penerapan ilmu ekonomi dalam upaya kesehatan dan faktor-faktor

yang mempengaruhi kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Sesuai dengan batasan tersebut, Ilmu Ekonomi Kesehatan membahas tentang:

1. Alokasi sumber daya dari berbagai program kesehatan.

2. Besar sumber daya yang dipergunakan dalam pelayanan kesehatan.

3. Pengorganisasian dan pembiayan institusi kesehatan terkait pelayanan

langsung dan institusi penunjang.

4. Efisiensi dan efektifivitas sumberdaya kesehatan.

5. Efek pelayanan preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap kesehatan

penduduk.

Sedangkan ruang lingkup ilmu ekonomi kesehatan dibagi menjadi dua yaitu:

a. Kajian Ekonomi Makro (macro economic): menelaah sektor ekonomi

secara makro/menyeluruh (global) serta hubungannya secara timbal balik

dengan sektor lain, menganalisa pengaruh kebijakan dan implementasi

pembangunan sektor lain terhadap kesehatan. Contoh:

Hubungan adanya bendungan Aswan di Mesir dengan kejadian

penyakit schistosomiasis

Pengaruh pembukaan hutan dengan kejadian Malaria di Brazil

Dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan dan gizi, Kecendrungan

pembiayaan kesehatan dengan perkembangan ekonomi suatu negara

Pengaruh kebijakan moneter dan fiskal terhadap kecukupan biaya

kesehatan.

Peningkatan sektor transportasi dengan kematian akibat kecelakaan.

b. Kajian Ekonomi Mikro (Micro Economic): menelaah aspek produksi

(suply), konsumsi (demand/utilisasi) pelayanan kesehatan.

31

Page 32: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

3.2 Dana Alokasi Khusus Pelayanan Kesehatan

Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana perimbangan

dan bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu

de ngan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan

urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Anggaran tersebut digunakan rata-rata digunakan untuk pengadaan

infrastruktur kesehatan, danobat dan perbekalan kesehatan dalam rangka

memenuhi kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan pada pelayanan kesehatan

primer. Pengadaan infrastruktur kesehatan, meliputi:

1. Pembangunan Puskesmas

2. Pembangunan Puskesmas Perawatan

3. Pembangunan Pos Kesehatan Desa

4. Pengadaan Puskesmas Keliling Perairan

5. Pengadaan Kendaraan roda dua untuk Bidan Desa.

Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan, dapat dimanfaatkan untuk

peningkatan fasilitas ruma sakit provinsi, kabupaten/kota, antara lain:

a. peningkatan fasilitas tempat tidur kelas III RS.

b. pemenuhan peralatan unit transfusi darah RS dan bank darah RS.

c. peningkatan fasilitas instalasi gawat darurat RS.

d. peningkatan sarana prasarana dan pengadaan peralatan kesehatan untuk

program pelayanan obstetric neonatal emergency komprehensif (PONEK)

di RS.

e. pengadaan peralatan pemerksaan kultur M.tuberculosis di BLK provinsi.

Untuk kabupaten/kota, alokasi DAK 2010 ditujukan 2 (dua) kegiatan, yaitu:

pemenuhan pelayanan dasar dan pelayanan rujukan. Pelayanan dasar berupa

pemenuhan kesehatan dasar dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. Untuk

pemenuhan kesehatan dasar, DAK diberikan kepada 405 kabupaten/kota dengan

total anggaran sebesar Rp1,22 triliun, sementara untuk obat dan perbekalan

kesehatan diberikan kepada 378 kabupaten/kota dengan total anggaran sebesar Rp

1 triliun.

32

Page 33: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

3.3 Faktor Rendahnya Alokasi Dana Bidang Kesehatan

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya alokasi dana bidang kesehatan,

antara lain:

1. Pemerintah tidak punya dana

2. Sektor kesehatan dianggap sektor konsumtif

3. Penentu kebijakan melihat sektor kesehatan merupakan sektor dependen

4. Penentu kebijakan dan politisi tidak yakin dana yg

dialokasikan ke bidang kesehatan digunakan secara optimal

5. Profesional tenaga kesehatan belum mampu melakukan advokasi dengan

baik kepada politisi dan penentu kebijakan agar mendapatkan anggaran

kesehatan yang memadai.

Untuk mendapatkan anggaran yang memadai Dinkes Kab/Kota harus mampu

melakukan mobilisasi dana dan memahami konsep P2KT.

33

Page 34: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang

mengatur tentang besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk

menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang

diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Pola pembiayaan kesehatan di Indonesia dari masa penjajahan kolonial, masa

kemerdekaan, orde lama, orde baru, masa reformasi sampai masa sekarang

mengalami jumlah peningkatan yang signifikan dan juga peningkatan peran pihak

swasta yang semakin besar.

Sumber dana dan alokasi bidang kesehatan termuat dalam Ilmu ekonomi

Kesehatan. Dana yang digunakan daerah untuk bidang kesehatan disebut Dana

Alokasi Khusus (DAK) yang bersumber dari APBN. Beberapa Faktor yang

menyebabkan rendahnya alokasi dana kesehatan diantaranya pemerintah tidak

punya dana cukup, bidang kesehatan dianggap konsumtif, sektor kesehatan

merupakan sektor dependen, profesional tenaga kesehatan belum mampu

melakukan advokasi yang baik dengan politisi.

4.2 Saran

Kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan dengan baik

fasilitas kesehatan yang telah diusahakan oleh Pemerintah.

Pemerintah agar meningkatkan fasilitas kesehatan guna memperbaiki

kesehatan masyarakat yang merupakan bagian dari penerus bangsa.

Perawat memberikan edukasi kepada masyrakat mengenai fasiklitas kesehatan

yang telah di usahakan oleh Pemerintah.

34

Page 35: T13_SGD Klp.6 (Pembiayaan Kes & Sumber Dana Dan Alokasi)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Kebijakan Pembiayaan Kesehatan.

http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/component/content/article/337-

kebijakan-pembiayaan-kesehatan.html. Diakses pada tanggal 19 Mei 2013

Arianto, Kurniawan. 2011. Perubahan Pola Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

Sejalan dengan Perubahan Pola Politik yang Terjadi. 1: 1-18.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pelaksanaan

jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Jakarta: Depkes RI.

Hsiao, W.C. 2000. Toward a Theoritical Model of Health System, work in

Progress. Massachusetts : Harvard School of Public Health.

Lubis, Ade Fatma. 2009. Ekonomi Kesehatan. Medan: USU Press.

Makhfudly, Ferry Efendi. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan

Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:

Rineka Cipta.

Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. 2013. Tentang Pembiayaan

Kesehatan. http://www.ppjk.depkes.go.id/index.php?

option=com_content&task=view&id=84&Itemid=119. Diakses pada tanggal

20 Mei 2013

Salim Ahmad, Imania. 2010. Pembiayaan Rumah Sakit.

http://www.scribd.com/doc/33121043/Makalah-Pembiayaan-RS. Diakses

pada tanggal 20 Mei 2013.

Sulastomo. 2007. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

35