Syok sirkulasi

7
Syok Sirkulasi Syok merupakan manifestasi klinik dari kegagalan sistem sirkulasi yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen selular. Diagnosis syok berdasarkan pada tanda klinis, hemodinamik, dan biokimiawi. Pertama-tama, terjadi hipotensi arterial sistemik, pada dewasa, tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau MAP kurang dari 70 mmHg, yang disertai dengan takikardia. Kedua, ditemukannya tanda klinis dari hipoperfusi jaringan, yang dapat dilihat pada tiga bagian tubuh, yaitu kulit (akral dingin dan lembab, yang disertai dengan vasokonstriksi dan sianosis), ginjal (pengeluran urine kurang dari 0,5 ml/kg BB/jam), dan neurologis (perubahan status mental, meliputi obtundasi, disorientasi, dan konfusi). Ketiga, timbul hiperlaktatemia, yang mengindikasikan adanya kelainan metabolisme oksigen selular. Kadar normal laktat di dalam darah kira-kira 1 mmol/liter, tetapi kadar laktat ini dapat meningkat (>1,5 mmol/liter) pada kegagalan sirkulasi akut. Patofisiologi Syok terjadi akibat 4 mekanisme berbeda, yaitu hipovolemia (akibat kehilangan cairan eksternal dan internal), faktor kardiogenik (infark miokardial akut, kardiomiopati tahap lanjut, penyakit katup jantung, miokarditis, dan aritmia jantung), obstruktif (emboli pulmonal, tamponade jantung, dan tension pneumotoraks), faktor distributif (sepsis berat atau reaksi anafilaksis dari pelepasan mediator inflamasi). Tiga mekanisme pertama ditandai dengan penurunan curah jantung (cardiac output) sehingga tidak adekuatnya transpor oksigen. Pada syok distributif, defisit utama terletak pada perifer, dengan penurunan resistensi vaskular sistemik dan perubahan ekstraksi oksigen. Pasien dengan kegagalan sirkulasi akut seringkali memiliki kombinasi dari beberapa mekanisme tersebut. Syok sepsis, salah satu bentuk dari syok distributif, merupakan bentuk syok yang tersering dijumpai pada pasien yang

description

word

Transcript of Syok sirkulasi

Syok Sirkulasi Syok merupakan manifestasi klinik dari kegagalan sistem sirkulasi yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen selular. Diagnosis syok berdasarkan pada tanda klinis, hemodinamik, dan biokimiawi. Pertama-tama, terjadi hipotensi arterial sistemik, pada dewasa, tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau MAP kurang dari 70 mmHg, yang disertai dengan takikardia. Kedua, ditemukannya tanda klinis dari hipoperfusi jaringan, yang dapat dilihat pada tiga bagian tubuh, yaitu kulit (akral dingin dan lembab, yang disertai dengan vasokonstriksi dan sianosis), ginjal (pengeluran urine kurang dari 0,5 ml/kg BB/jam), dan neurologis (perubahan status mental, meliputi obtundasi, disorientasi, dan konfusi). Ketiga, timbul hiperlaktatemia, yang mengindikasikan adanya kelainan metabolisme oksigen selular. Kadar normal laktat di dalam darah kira-kira 1 mmol/liter, tetapi kadar laktat ini dapat meningkat (>1,5 mmol/liter) pada kegagalan sirkulasi akut. Patofisiologi Syok terjadi akibat 4 mekanisme berbeda, yaitu hipovolemia (akibat kehilangan cairan eksternal dan internal), faktor kardiogenik (infark miokardial akut, kardiomiopati tahap lanjut, penyakit katup jantung, miokarditis, dan aritmia jantung), obstruktif (emboli pulmonal, tamponade jantung, dan tension pneumotoraks), faktor distributif (sepsis berat atau reaksi anafilaksis dari pelepasan mediator inflamasi). Tiga mekanisme pertama ditandai dengan penurunan curah jantung (cardiac output) sehingga tidak adekuatnya transpor oksigen. Pada syok distributif, defisit utama terletak pada perifer, dengan penurunan resistensi vaskular sistemik dan perubahan ekstraksi oksigen. Pasien dengan kegagalan sirkulasi akut seringkali memiliki kombinasi dari beberapa mekanisme tersebut. Syok sepsis, salah satu bentuk dari syok distributif, merupakan bentuk syok yang tersering dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU, diikuti dengan syok kardiogenik dan syok hipovolemik; syok obstruktif jarang dijumpai. Tipe dan penyebab syok dapat ditentukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, misalnya, syok setelah luka traumatik merupakan mekanisme hipovolemik (akibat kehilangan darah), tetapi syok kardiogenik atau syok distributif dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan, misalnya disebabkan oleh beberapa kondisi seperti tamponade jantung dan cedera korda spinalis. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh harus meliputi penilaian terhadap warna kulit, suhu tubuh, distensi vena jugularis, dan edema perifer. Penatalaksanaan awal pasien syokDukungan hemodinamik yang adekuat pada pasien syok sangat penting untuk mencegah perburukan disfungsi organ dan kegagalan organ. Resusitasi harus sudah dimulai saat sedang mencari tahu penyebab syok. Penyebab syok harus dikoreksi secara cepat (misalnya, mengontrol perdarahan, intervensi koroner perkutan (PCI) untuk sindrom koroner, trombolisis atau embolektomi untuk emboli pulmonal masif, dan pemberian antibiotik untuk syok sepsis).

Dukungan ventilatorPemberian oksigen harus dimulai segera untuk meningkatkan transpor oksigen dan mencegah hipertensi pulmonal. Pulse oximetry seringkali tidak dapat dipercaya untuk menandakan terjadinya suatu vasokonstriksi perifer, dan untuk menentukan kebutuhan oksigen secara akurat seringkali diperlukan monitoring gas darah. Intubasi endotrakeal harus dilakukan pada hampir semua pasien dengan sesak nafas berat, hipoksemia, atau asidemia persisten atau yang semakin memburuk (pH < 7,30). Ventilasi mekanik invasif memiliki manfaat tambahan dalam mengurangi kebutuhan oksigen pada otot respirasi dan menurunkan afterload ventikel kiri dengan meningkatkan tekanan intratorakal. Penurunan tekanan arteri secara mendadak setelah pemasangan ventilasi mekanik invasif menandakan keadaan hipovemia dan penurunan aliran vena. Penggunaan obat sedatif seharusnya dikurangi seminimal mungkin untuk menghindari penurunan tekanan arteri dan curah jantung (cardiac output). Resusitasi cairanTerapi cairan untuk meningkatkan aliran darah mikrovaskular dan curah jantung merupakan bagian penting terapi untuk berbagai bentuk syok. Pasien dengan syok kardiogenik akan mendapatkan manfaat dari cairan, karena edema akut dapat mengurangi volume intravaskular efektif. Namun, pemberian cairan harus dimonitor secara ketat, dikarenakan terlalu banyaknya cairan dapat meningkatkan resiko edema dengan konsekuensi yang tidak diinginkan. Teknik pemilihan cairan harus dlakukan untuk menentukan respon aktual pasien terhadap cairan, untuk meminimalkan resiko dari efek merugikan. Pertama, tipe cairan harus dipiih. Cairan kristaloid adalah pilihan pertama, dikarenakan cairan ini dapat ditoleransi tubuh dengan baik dan harganya murah. Kedua, kecepatan pemberian cairan harus ditentukan. Ketiga, tujuan dari pemilihan cairan harus diketahui. Pada keadaan syok, tujuan umumnya adalah untuk meningkatkan tekanan arteri sistemik, meskipun hal ini dapat menurunkan denyut jantung atau meningkatkan pengeluaran urine. Terakhir, batasan aman dari pemberian cairan harus diketahui. Edema pulmonal merupakan komplikasi tersering dari infus cairan. Obat vasoaktif Vasopressor Jika hipotensi memberat atau menetap meskipun telah dilakukan resusitasi cairan, penggunaan vasopressor diindikasikan untuk dilakukan. Pemberian vasopressor secara bertahap ketika sedang dilakukannya resusitasi cairan dapat diterima. Agonis adrenergik merupakan vasopresor lini pertama karena onset cepat, potensi tinggi, dan waktu paruh pendek. Stimulasi pada tiap tipe reseptor adrenergik memiliki manfaat potensial dan efek merugikan. Misalnya, stimulasi beta-adrenergik dapat meningkatkan aliran darah tetapi juga dapat meningkatkan resiko iskemia miokardial sebagai hasil peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas. Saat ini penggunaan isoproterenol, agen beta adrenergik alami dibatasi untuk pasien dengan bradikardia berat. Stimulasi alfa adrenergik dapat meningkatkan tonus vaskular dan tekanan darah tetapi dapat pula menurunkan curah jantung dan merusak jaringan pembuluh darah, terutama pada regio hepatosplenikus. Oleh karena itu, phenylephrine yang merupakan alfa adrenergik jarang digunakan. Norepinephrine dapat menjadi vasopresor lini pertama. Norepinephrine sebagian besar merupakan komponen alfa adrenergik, tetapi efek beta adrenergik nya dapat membantu memelihara curah jantung. Pemberiannya secara signifikan dapat meningkatkan MAP dengan sedikit perubahan pada denyut jantung atau curah jantung. Dosis yang biasanya diberikan adalah 0,1 - 0,2 g/kg BB/menit. Dopamin memiliki efek beta adrenergik lebih dominan pada dosis rendah dan efek alfa adrenergik lebih dominan pada dosis tinggi, tetapi efeknya relatif lemah. Efek dopaminergik pada dosis sangat rendah (< 3 g/kg BB/menit secara IV) dapat secara selektif menyebabkan dilatasi pembuluh darah renal dan hepatosplanikus. Stimulasi dopaminergik dapat menimbulkan efek endokrin yang tidak diinginkan pada sistem hiporalamus-pituitari, yang menyebabkan imunosupresi, melalui reduksi pelepasan prolaktin. Pada percobaan double-blind dengan teknik randomisasi terkontrol didapatkan hasil bahwa dopamin tidak memiliki manfaat melebihi norepinephrine sebagai agen vasopresor lini pertama. Selain itu, dopamin lebih memicu terjadinya aritmia dan berkaitan dengan peningkatan kecepatan kematian dalam 28 hari pada pasien syok kardiogenik. Pemberian dopamin, jika dibandingkan dengan norepinephrine, dapat berkaitan dengan kecepatan kematian yang lebih tinggi pada pasien dengan syok sepsis. Oleh karena itu, tidak dianjurkan dopamin sebagai pengobatan pada pasien dengan syok. Epinefrin, sebagai agen vasopresor yang lebih kuat, memiliki efek beta adrenergik yang lebih dominan pada dosis rendah, dengan efek alfa adrenergik menjadi signifikan secara klinis pada dosis yang lebih tinggi. Namun, pemberian epinefrin berkaitan dengan peningkatan timbulnya aritmia dan penurunan aliran darah splanikus, serta dapat meningkatkan kadar laktat di dalam darah. Agen inotropikDobutamin menjadi agen inotropik pilihan untuk meningkatkan curah jantung. Dobutamin memiliki efek terbatas pada tekanan arteri. Dobutamin dapat meningkatkan perfusi kapiler pada pasien dengan syok sepsis. Vasodilator Dengan mengurangi afterload ventrikel, agen vasodilator dapat meningkatkan curah jantung tanpa meningkatkan kebutuhan miokardial terhadap oksigen. Batasan utama obat ini adalah resiko penurunan tekanan arteri ke nilai normal perfusi jaringan.

Pencapaian support hemodinamikTekanan darahPencapaian utama dari resusitasi seharusnya tidak hanya memperbaiki tekanan darah tetapi juga menjamin terciptanya metabolisme selular yang adekuat, dimana sebagai prasyaratnya adalah koreksi hipotensi arteri. Perbaikan MAP pada 65 70 mmHg merupakan suatu pencapaian yang baik, tetapi nilainya harus disesuaikan terhadap perbaikan perfusi jaringan, penilaian terhadap status mental, tampilan kulit, dan pengeluaran urine. Curah jantung dan hantaran oksigenKarena syok sirkulasi menandakan suatu ketidakseimbangan antara persediaan oksigen dengan kebutuhan oksigen tubuh, maka pemeliharaan hantaran oksigen ke jaringan tubuh merupakan hal yang sangat penting, tetapi segala cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini sangatlah terbatas. Setelah koreksi hipoksemia dan anemia yang berat, curah jantung merupakan penentu utama dalam penghantaran oksigen, tetapi curah jantung optimal sulit didapatkan. Pengukuran saturasi oksigen vena (SvO2) dapat membantu dalam menilai keseimbangan antara kebutuhan dan persediaan oksigen. Pengukuran SvO2 juga sangat berguna dalam menginterpretasikan curah jantung. SvO2 akan menurun pada pasien dengan aliran darah yang rendah atau anemia, tetapi akan normal atau meningkat pada pasien dengan syok distributif. Kadar laktat dalam darah Peningkatan kadar laktat di dalam darah menunjukkan fungsi seluler yang abnormal. Pada tingkat aliran darah yang rendah, mekanisme utama terjadinya hiperlaktatemia adalah hipoksia jaringan dengan suatu metabolisme anaerob, tetapi pada syok distributif, patofisiologinya lebih kompleks dan melibatkan peningkatan glikolisis dan penghambatan dehidrogenase piruvat. Pada semua kasus, perubahan pada bersihan dapat dikarenakan fungsi hati yang menurun. Prioritas dan pencapaian terapi Terdapat empat fase dalam pengobatan syok, dimana pencapaian terapeutik dan monitoring diperlukan pada tiap fase. Pada fase pertama (tindakan penyelamatan), pencapaian terapinya adalah agar tercapainya tekanan darah minimum dan curah jantung yang sesuai untuk pertahanan hidup segera. Monitoring sederhana diperlukan. Pada banyak kasus, monitoring invasif dapat dilakukan dengan kateterisasi vena atau arteri sentral. Prosedur bantuan hidup dasar (misalnya pembedahan pada kasus trauma, drainase perikardial, revaskularisasi pada infark miokard akut, dan penggunaan antibiotik pada sepsis) diperlukan untuk mengobati penyebab yang mendasari syok. Fase kedua (optimisasi), pencapaian terapinya adalah untuk meningkatkan ketersediaan oksigen selular, dan peluang yang sempit untuk intervensi status hemodinamik. Resusitasi hemodinamik yang adekuat dapat mengurangi reaksi inflamasi, disfungsi mitokondria, dan aktivasi caspase. Pengukuran SpO2 dan kadar laktat dapat sebagai dijadikan petunjuk terapi, dan juga monitoring curah jantung harus dipertimbangkan untuk dikerjakan. Pada fase ketiga (stabilisasi), pencapaiannya adalah untuk mencegah disfungsi organ, setelah stabilisasi hemodinamik tercapai. Terakhir, fase keempat (de-eskalasi), pencapaiannya adalah untuk menghentikan pasien dari pemakaian agen vasoaktif dan memicu poliuria spontan, atau merangsang pembuangan cairan melalui penggunaan diuretik untuk mencapai balance cairan yang negatif. Kesimpulan Syok sirkulasi berhubungan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Identifikasi yang tepat sangatlah penting sehingga tindakan agresif dapat dilakukan segera. Pengobatan yang teoat berdasarkan atas pemahaman yang baik pada mekanisme patofisiologi yang mendasari. Pengobatan seharusnya meliputi koreksi terhadap penyebab syok dan stabilisasi hemodinamik, pertama dengan infus cairan dan pemberian agen vasoaktif. Respon pasien dapat dimonitor dengan evaluasi klinis secara hati-hati dan pengukuran kadar laktat di dalam darah.