Syok Dengue

32
MAKALAH SINDROM SYOK DENGUE Disusun Oleh : Kelompok 6 / 6 B 1. Ana Dwi Fatmawati 13010055 2. Cindy Anisa P. 13010057 3. Eka Siswanti 13010062 4. Hafi Datur Rofiah 13010067 5. Hafilah Nur Alizah 13010068 6. Muh. Zaenal Arifin 13010082 7. Weka Febrinda S. 13010099 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

description

KMB

Transcript of Syok Dengue

Page 1: Syok Dengue

MAKALAH

SINDROM SYOK DENGUE

Disusun Oleh :

Kelompok 6 / 6 B

1. Ana Dwi Fatmawati 13010055

2. Cindy Anisa P. 13010057

3. Eka Siswanti 13010062

4. Hafi Datur Rofiah 13010067

5. Hafilah Nur Alizah 13010068

6. Muh. Zaenal Arifin 13010082

7. Weka Febrinda S. 13010099

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2016/2017

Jl. dr. Soebandi No. 59 Jember. Telp/Fax. (0331) 483536

E-mail : [email protected]

Page 2: Syok Dengue

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan

rahmat serta penyertaannya sehingga makalah Sindrom Syok Dengue ini dapat kami selesaikan.

Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa yang sederhana,

singkat serta mudah dipahami oleh para pembaca, khususnya keluarga besar Stikes dr. Soebandi

Jember.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih dapat kekurangan

dan kekeliruan dalam penulisan. Maka kami berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk

perbaikan di masa yang akan datang.

Dalam menyelesaikan makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama

disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Kami menyadari masih banyak

celah dan kecacatan dalam makalah ini. Maka kami mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk kedepannya. Dan juga, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami juga

pembacanya.

Jember, 07 Mei 2016

Page 3: Syok Dengue

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri

sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis

hemoragik. Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang

dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus

dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-

kadang disebut juga sebagai demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia

Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola

penyebaran penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 – 1949 memiliki kecenderungan

epidemic dan lebih banyak di daerah tropis.

Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling

banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia,

dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000.

Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis

berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain

seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di

Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan

dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda

renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah

satu masalah kesehatan global

Page 4: Syok Dengue

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan SSD (Sindrom Syok Dengue)?

2. Apa etiologi dari SSD?

3. Bagaimana epidemiologi dari SSD?

4. Bagaimana patogenesis dari SSD ?

5. Apa manifestasi klinis dari SSD ?

6. Bagaimana patofisiologi dari SSD ?

7. Pemeriksaan penunjang apa untuk SSD?

8. Bagaimana diagnosis dan penentuan derajat penyakit pada SSD?

9. Bagaimana penatalaksanaan pada SSD?

10. Apa komplikasi dari SSD?

11. Bagaimana langkah promotif dan preventif pada SSD?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pembahasan dari SSD ( Sindrom Syok Dengue )

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui definisi dari SSD (Sindrom Syok Dengue)

2. Untuk mengetahui etiologi dari SSD

3. Untuk mengetahui epidemiologi dari SSD

4. Untuk mengetahui patogenesis dari SSD

5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari SSD

6. Untuk mengetahui patofisiologi dari SSD

7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk SSD

8. Untuk mengetahui diagnosis dan penentuan derajat penyakit pada SSD

9. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada SSD

10. Untuk mengetahui komplikasi dari SSD

11. Untuk mengetahui langkah promotif dan preventif pada SSD

Page 5: Syok Dengue

BAB II

PEMBAHASAN

Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang mempengaruhi

daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian

infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala

(asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam

Dengue (DD), atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom

Syok Dengue (SSD).

A. Definisi

Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD

disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari

DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling

berat, yang berakibat fatal.

B. Etiologi

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus

yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-

3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe

yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,

sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.

Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe

selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di

Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di

beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi

sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan

menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan

A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus

dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung

Page 6: Syok Dengue

virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus

yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation

period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus

dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission).

Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan

dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan

waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.

Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia

yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam

timbul.

C. Epidemiologi

Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak

dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia dilaporkan

angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa.

Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah

melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000

penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995).

Mortalitas DBD cenderung menurun hingga 2% tahun 1999.

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada

suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap

bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban

tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap

tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat

terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.

D. Patogenesis

Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori

yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection)

dan hipotesis immune enhancement.

Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection.

Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog

Page 7: Syok Dengue

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog

yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk

kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit

terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh

tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi

anamnestik).

Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-

antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes

ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan

hipovolemia hingga syok.

Gambar 2. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan

meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai

tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan

perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan

adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di

dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik

akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada

tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat

menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai

potensi untuk menimbulkan wabah.

Page 8: Syok Dengue

Gambar 3. Patogenesis Syok pada DBD

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan

agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel

pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi

trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran

trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit

melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo

endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada

saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi

stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan

menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif

(KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen

degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

yang dapat memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang mempercepat terjadinya syok.

Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor

pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

Page 9: Syok Dengue

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya

tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat bersifat

asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue

(DD), demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).

Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari) timbul gejala

prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas.

a) Demam Dengue

Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back

fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang pada bola mata, nyeri otot, tulang, sendi, mual,

muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal

penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah

halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu,

dapat juga ditemukan petekie. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue

yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran

cerna, hematuri, dan menoragi.

b) Demam Berdarah Dengue

Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka

kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan

muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan

dibawah tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple

leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan

kasus, petekie halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole,

yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih

jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati

biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae

kanan. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi

penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi

dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi

minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.

Page 10: Syok Dengue

c) Sindrom Syok Dengue

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke-3 sampai hari

ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang

ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi <

20 mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan produksi urin yang berkurang.

Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Bila

terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan

berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna. infeksi

(pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik

infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan

yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia,

dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan

kembalin

F. Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala

karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi

di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system

retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam

pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD

dan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin,

histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan

intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi,

hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya

cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan

hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan

terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian pada DBD

adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,

gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.

Page 11: Syok Dengue

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti

dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi

disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh

aktifasi sistem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada

pasien dengan perdarahan hebat.

G. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam

dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah

trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai

gambaran limfosit plasma biru.

Parameter laboratori yang dapat diperiksa:

- Leukosit: dapat normal atau menurun.

Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit)

disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada

fase syok akan meningkat.

- Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 akibat depresi

sumsum tulang.

- Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal. Sering ditemukan mulai hari ke-3.

- Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

- Imunoserologi

Pemeriksaan anti-dengue IgG, IgM

IgM IgG Interpretasi+ - Infeksi primer

+ + Infeksi sekunder

- + Riwayat terpapar/

dugaan infeksi sekunder

- - Bukan infeksi Flavivirus,

ulang 3-5 hari bila curiga.

Page 12: Syok Dengue

Uji HI: ≥ 1: 2560 Infeksi sekunder Flavivirus

- Protein/Albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

- SGOT/SGPT dapat meningkat.

- Ureum, Kreatinin: dapat meningkat pada keadaan gagal ginjal akut.

- Gas darah: terdapat gangguan pada konsentrasi gas darah sesuai dengan keadaan

pasien.

- Elektrolit: sebagai parameter pemberian cairan.

- Golongan darah dan cross match: dilakukan sebelum tindakan tranfusi darah untuk

keamanan pasien.

b) Pemeriksaan Radiologis

a. Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada

hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat

dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi

lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi dalam

keadaan klinis ragu-ragu dan pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.

b. USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura.

H. Diagnosis dan Penentuan Derajat Penyakit

Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 :

a) Demam Dengue

1. Probable

Demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri kepala, nyeri belakang

mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI >_ 1.280 dan atau

IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama

ditemukan kasus confirmed dengue infection.

2. Corfirmed

Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue, peningkatan

titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens, dan atau isolasi

virus.

Page 13: Syok Dengue

b) Demam Berdarah Dengue

Diagnosis tegak bila semua hal dipenuhi :

1. Demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.

2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :

a) Uji tourniquet positif

b) Petekie, ekimosis, atau purpura

c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas

suntikan

d) Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia < 100.00/ul

4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan

a) Peningkatan nilai hematrokrit > 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis

kelamin.

b) Penurunan nilai hematokrit > 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat

c) Efusi pleura, asites, hipoproteinemi

c)Sindrom Syok Dengue

Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :

1. Penurunan kesadaran, gelisah

2. Nadi cepat, lemah

3. Hipotensi

4. Tekanan nadi < 20 mmHg

5. Perfusi perifer menurun

6. Kulit dingin-lembab.

d) Penentuan Derajat Penyakit

Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis perlu

ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.

Page 14: Syok Dengue

Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut :

DERAJAT GEJALA & TANDA LABORATORIUM

DD

Demam 2-7 hari

Disertai > 2 tanda : sakit

kepala, nyeri retro-orbital,

mialgia, atralgia

Leukopenia

Trombositopeni

Kebocoran Plasma (-)

Serologi

Dengue

Positif

DBD IGejala di atas (+)

Disertai uji bendung positif Trombositopeni

(<100.000/ul)

Kebocoran Plasma (+)

Peningkatan Ht > 20 %

Penurunan Ht > 20 %

setelah pemberian

cairan yang adekuat.

DBD IIGejala di atas (+)

Disertai perdarahan spontan

DBD

DSSIII

Gejala di atas (+)

Disertai tanda kegagalan

sirkulasi

DBD

DSSIV

Syok berat disertai dengan

tekanan darah dan nadi yang

tidak terukur

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu kebocoran plasma.

Pedoman tatalaksana DD dan DBD, SSD berbeda dari segi resusitasi cairan dan indikasi

perawatan di RS. Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan

cairan plasma. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang

perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan

intensif.

a. Demam Dengue

Pada fase demam pasien dianjurkan :

1. Tirah baring, selama masih demam.

2. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

3. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll

Page 15: Syok Dengue

a. Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.

Semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2

hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan sulit

membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas

saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD

terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).

b. Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Tidak ada terapi spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama adalah terapi

suportif yaitu pemeliharaan volume cairan sirkulasi akibat kebocoran plasma.

1. Penanganan Tersangka (probable) DBD Tanpa Syok

Petunjuk dalam memberi pertolongan pertama pada penderita atau tersangka DBD di Unit

Gawat Darurat serta dalam memutuskan indikasi rawat. Tersangka DBD di UGD

dilakukan pemeriksaaan darah lengkap, minimal Hb, Ht dan trombosit. Bila hasil trombosit

normal atau turun sedikit (100.000 – 150.000) pasien dipulangkan, wajib kontrol 24 jam

berikut atau bila memburuk segera harus kembali ke UGD. Bila hasil Hb dan Ht normal,

trombosit <100.000, pasien dirawat. Bila hasil Hb, Ht meningkat, trombosit normal atau

turun, pasien dirawat.

Gambar 7. Penanganan Tersangka (probable) DBD Tanpa Syok

2. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

Page 16: Syok Dengue

Tatalaksana kasus tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa

syok, diberi cairan infuse kristaloid dengan rumus volume cairan yang diperlukan per

hari :

1500 + (20 x (BB dalam kg – 20)

Monitor Hb, Ht, trombosit per 24 jam. Bila hasil Hb dan Ht meningkat >10-20% dan

trombosit turun <100.000 maka jumlah cairan tetap, lalu lanjutkan monitor per 12 jam.

Bila hasil Hb, Ht meningkat >20% dan nilai trombosit <100.000 lanjutkan pemberian

cairan sesuai Protokol 3.

Gambar 8. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%

Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan

sebanyak 5%. Terapi awal pemberian cairan, infuse kristaloid dengan dosis

6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 3-4 jam setelah pemberian cairan. Parameter nilai

perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi, tekanan darah dan produksi urin. Bila

didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila 2

jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam.

Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian, pemberian cairan infuse dapat

dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal maka dosis cairan infus naik

menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan dikurangi menjadi 5

ml/kgbb jam. Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam.Bila tanda syok (+) masuk

ke protokol syok.

Page 17: Syok Dengue

Gambar 9. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%

4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Sumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis,

perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing

(hematuria), perdarahan otak, dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak

4-5 ml/kgBB/jam. Terapi cairan sama seperti kasus DBD tanpa syok. Pemeriksaan tanda

vital, Hb, Ht, trombosit dilakukan 4-6 jam serta pemeriksaan trombosis dan hemostasis.

Heparin diberi bila tanda KID (+). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi,

PRC diberi bila Hb <10 g/dl. Trombosit hanya diberi pad pasien perdarahan spontan

masif dengan kadar trombosit <100.000 dengan atau tanpa tanda KID. FFP diberikan bila

didapatkan defisiensi faktor pembekuan (PT dan aPTT memanjang).

5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting dalam menangani syok hipovolemia

pada SSD. Fase awal, guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB, lalu evaluasi 15-30 menit

kemudian. Bila renjatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam.

Bila dalam 60-120 menit keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam.

Bila dalam 60 – 120 menit kemudian tetap stabil, dosis menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila stabil

Page 18: Syok Dengue

selama 24-48 jam, hentikan infus karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami

extravasasi terjadi (ditandai dengan Ht yg turun), bila cairan tetap diberi bisa terjadi

hipervolemi, edema paru dan gagal jantung.

Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan pemeriksaan darah

perifer lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin. Harus dilakukan

pengawasan dini terhadap kemungkinan syok berulang dalam waktu 48 jam. Karena proses

patogenesis penyakit masih berlangsung dan cairan kristaloid hanya menetap 20% dalam

pembuluh darah setelah 1 jam pemberian. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.

Bila setelah fase awal, renjatan belum teratasi, cairan ditingkatkan menjadi 20-30

ml/kgBB evaluasi dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatikan nilai

Ht. Bila ht meningkat, perembesan plasma masih berlangsung, maka pilihan cairan koloid.

Bila Ht menurun kemungkinan perdarahan dalam (internal bleeding) maka dapat diberikan

transfuse darah segar 10 cc/kgBB (dpt diulang sesuai kebutuhan). Tanda hemodinamik

masih belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30°/o dianjurkan untuk memakai kombinasi

kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4:1 atau 3:1.

Koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB, evaluasi setelah

10-30 menit, dapat ditambah hingga jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Pilihan sebaiknya yang

tidak menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme pembekuan darah

ini dapat disebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis

koloid itu sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam

24 jam. Pada kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat diatasi, maka

penatalaksanaan selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam

setiap 500cc.

Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien SSD, dan apabila

asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien

menjadi lebih kompleks.Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan

secepatnya dandilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka

perdarahansebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.

Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada SSD mengingat kemungkinan

infeksi sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Indikasi lain

pemakaian antibiotik pada DBD, bila didapatkannya infeksi sekunder di tempat/organ

Page 19: Syok Dengue

lainnya, dan antibiotik yang digunakan hendaknya yang tidak mempunyai efek terhadap

sistem pembekuan.

Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)

1. Kristaloid

Larutan ringer laktat (RL)

Larutan ringer asetat (RA)

Larutan garam faali (GF)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh

larutan yang mengandung dekstran)

2. Koloid

Dekstran 40, Plasma, Albumin

Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan SSD

Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan dan

kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch (HES).

Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan

larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan

ekstravaskular. Efek volume 6% Dekstran 70 dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan efek

volume 10°/o Dekstran 40 dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan tersebut dapat

menggangu mekanisme pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan

menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24

jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan pada pasien dengan KID.

Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang mempunyai

sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2-3 jam dan tidak

mengganggu mekanism pembekuan darah.

Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah

larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan

hiponkotik. Efek volume 6%/10°/o HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan

Page 20: Syok Dengue

6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme

pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi

karena pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu

protrombin dan waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.

J. Komplikasi.

a. Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok.

b. Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.

c. Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan.

K. Langkah Promotif / Preventif.

Pencegahan / pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan

melakukan tindakan 3M, yaitu:

1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau

menaburkan bubuk larvasida (abate).

2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

3. Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.

Page 21: Syok Dengue

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak

dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan

angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sindrom

renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai

oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan

sebagai salah satu masalah kesehatan global.

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut sangat

tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan

dan timbul antibodi,namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin

berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.

Pengobatan SSD bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting.

Tatalaksana berdasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan

perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang

adekuat akan mencegah terjadinya syok. Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan

diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Penegakkan diagnosis DBD secara

dini dan pengobatan yang tepat dancepat akan menurunkan angka kematian DBD.

3.2 Saran

Gerakan 3M, tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan gerakan nasional melalui

pendekatan masyarakat. Penanganan yang cepat sangat dibutuhkan agar tidak terjadi

komplikasi.

Page 22: Syok Dengue

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.

Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Ed.I. 2004. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Nusirwan Acang. 2009. Pemberian Cairan Pada Demam Berdarah Dengue. Sub Bagian Petri, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-Unand/RS Dr. M. Djamil Padang.: http://papdiplg.multiply.com/journal (akses: 4 Mei 2016).