surimi

22
1. MATERI METODE 1.1. MATERI 1.1.1. ALAT Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pisau, telenan, kain saring, penggiling daging, plastic, freezer, texture analyzer dan pengepres. 1.1.2. BAHAN Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir, polifosfat dan es batu. 1.2. METODE 1 Pencucian ikan Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut

description

surimi

Transcript of surimi

1. MATERI METODE

1.1. MATERI

1.1.1. ALAT

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pisau, telenan, kain saring, penggiling

daging, plastic, freezer, texture analyzer dan pengepres.

1.1.2. BAHAN

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir,

polifosfat dan es batu.

1.2. METODE

1

Pencucian ikan

Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut

(Fillet daging ikan)

Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr

2

Penggilingan fillet menggunakan alat penggiling daging dengan ditambah es batu

Pencucian daging giling dengan es batu sebanyak 3 kali

Penyaringan daging giling hingga kering (tidak menggumpal)

3

Penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3);

0,5% (kelompok 4, 5)

Pembekuan selama 1 malam di dalam freezer

Thawing

Pengujian sensori meliputi kekenyalan dan aroma

Uji hardness menggunakan texture analyzer

4

Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC

Hasil press digambar di milimeter blok

Penghitungan WHC :

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan Surimi

Kel. PerlakuanHardness

(gf)WHC

(mg H2O)Sensori

Kekenyalan Aroma

1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,1%108,24 188832,63 + + +

2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,3%121,52 216793,25 + + + +

3Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%188,05 130435,97 + + + + +

4Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%103,44 271751,05 + + + +

5Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%91,87 273975,32 + + + + +

Keterangan :Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis + + : kenyal + + : amis+ + + : sanagat kenyal + + + : sanagat amis

Dari data diatas didapatkan hasil hardness paling tinggi pada kelompok D3 sebesar

188,05 dan nilai WHC terendah sebesar 130435,97 dengan perlakuan sukrosa 5% +

garam 2,5% + polifosfat 0,3%. Kelompok D5 mendapatkan nilai hardness paling

rendah sebesar 91,87 dan nilai WHC paling tinggi yaitu 273975,32 dengan perlakuan

sukrosa 5% + garam 2.5% + polifosfat 0,5%. Kelompok D5 menghasilkan surimi yang

sangat kenyal, kelompok D1 dan D2 memiliki tingkat kekenyalan yang tidak kenyal.

Aroma surimi dari kelompok D2 dan D3 sangat amis.

5

3. PEMBAHASAN

Menurut Guenneugues and Morrissey (2005) dalam A.M. Martin-Sanchez (2009)

surimi adalah istilah untuk tulang daging ikan yang sudah dihilangkan dagingnya dan

dicuci kemudian digunakan untuk makanan laut imitasi, cara ini dirasakan memiliki

nutrient yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Protein ikan merupakan komponen terbesar

setelah air dan merupakan bagian yang sama penting untuk tubuh. Protein ikan dapat

diklasifikasikan menjadi protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein jaringan

ikat atau protein stroma. Proporsi yang paling tinggi terdapat pada protein miofibril

yang larut dalam garam. Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi otot dan penyusun

protein miofibril terdiri dari 3 bagian yaitu miosin, aktin dan protein regulasi

(tropomiosin, troponin dan aktinin). Pada proses pembuatan surimi, protein miofibril

berperan sangat penting dalam proses pembentukan gel (Andini, 2006).

Hossain et al (2004) mengatakan selama proses pembuatan surimi ada beberapa faktor

utama yang perlu diperhatikan, yaitu suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan.

Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian tergantung pada suhu air pencuci,

dimana hal tersebut akan mempengaruhi kekuatan gel. Proses pencucian merupakan

tahap yang paling penting, dimana pencucian itu sendiri diperlukan untuk

menghilangkan substansi yang larut air, terutama protein sarkoplasma, lemak, dan

bahan lainnya yang tidak diinginkan seperti pigmen.

Pada praktikum kali ini, ikan bawal digunakan sebagai bahan utama untuk pembuatan

surimi, karena dagingnya yang berwarna putih (Lee 1984; Tan et al. 1988). Daging ikan

yang berwarna merah bila sebagai bahan baku surimi akan memiliki beberapa kendala

(Flick et al., 1990) dan kurang disukai karena warna daging merah akan berubah

menjadi lebih gelap selama penyimpanan dan memiliki bau yang lebih amis. Selain itu,

kandungan asam lemak bebas yang relatif lebih besar pada daging merah juga akan

merangsang reaksi oksidasi saat proses pembuatan (Spinelli dan Dassow, 1982).

Tahap awal pembuatan surimi adalah pencucian dengan air bersih, selanjutnya

pemisahan antara daging ikan dengan kepala; isi perut; sirip; ekor; dan sisik. Pencucian

dan pembersihan adalah hal yang sangat penting karena didalam tubuh ikan banyak

komponen-komponen yang tidak diinginkan selama pembuatan surimi (Kosol

Lertwittayanon et al., 2013). Daging ikan ditimbang sebanyak 100 gram.

6

7

Selanjutnya daging dihaluskan dengan cara penggilingan, selama proses penghalusan

daging ditambahkan es batu sedikit-sedikit. Hal tersebut sesuai dengsn teori yang

disampaikan oleh F. Ducept (2012) bahwa saat penggilingan harus ditambahkan es batu

agar mencegah denaturasi protein pada daging ikan. Lalu ditambahkan sukrosa

sebanyak 2,5% untuk kelompok D1 dan D2, dan kelompok D3, D4, dan D5 sebanyak

5%. Penambahan sukrosa tersebut berguna untuk mencegah denaturasi protein karena

meningkatnya garam mineral. Sukrosa berperan sebagai senyawa krioprotektan, fungsi

dari krioprotektan adalah mencegah terbentuknya kristal es, mencegah denaturasi, dan

menstabilkan membran plasma selama proses pembekuan dan thawing (J.J. Stine et al.,

2012).

Dilanjutkan dengan penambahan garam 2,5% yang berguna untuk mempercepat

pengeluaran air sehingga surimi tidak cepat busuk dan tahan lama, penghilangan lendir,

darah dan kotoran lain dari daging. Garam ditambahkan sebagai bumbu untuk

menambah cita rasa asin. Dalam menambahkan garam, harus diperhatikan jumlah

garam yang digunakan karena penggunaan garam yang terlalu banyak akan

menimbulkan rasa asin yang berlebihan juga menyebabkan denaturasi protein, namun

penggunaan garam yang terlalu sedikit akan menyebabkan tekstur yang dihasilkan

kurang baik karena ekstraksi protein aktomiosin kurang sempurna (Wibowo, 2004).

Selain itu ada penambahan polifosfat 0,1% untuk kelompok D1; 0,3% untuk kelompok

D2 dan D3; 0,5% untuk kelompok D4 dan D5. Jenis polifosfat yang digunakan dalam

praktikum ini adalah natrium polifosfat. Menurut Nopianti et al., (2010) natrium

polifosfat merupakan salah satu komponen yang mengandung satu gugus fosfat yang

dinamakan orthophosphate. Jika mengandung 2 gugus fosfat disebut sebagai

pyrophosphates, 3 gugus fosfat disebut triphosphates dan 4 gugus fosfat disebut

tetraphosphates, gugus fosfat antara 5-15 disebut sebagai oligophosphate. Selain

natrium fosfat, bahan lain yang dapat ditambahkan yaitu sodium pyrophosphate (SPP),

sodium hexametaphospate (SHMP), tetrasodium pyrophosphate (TSPP), tetrapotassium

pyrophosphate, sodium hexametaphosphate (SHMP) dan trisodium phosphate (TSP).

Tujuan utama dari penambahan natrium fosfat yaitu untuk menurunkan tingkat

viskositas dari daging ikan sehingga akan meningkatkan tingkat pemotongan.

Kandungan fosfat dalam natrium fosfat dapat mempertahankan kelembapan dan

meningkatkan aktivitas protein untuk mengabsorbsi kembali air yang keluar ketika

8

daging ikan dithawing. Selain itu, kandungan fosfat akan meningkatkan pH yang akan

meningkatkan pembentukan gel, kekuatan gel, dan kepadatan tekstur karena

meningkatnya kapasitas pengikatan air atau WHC dalam pH yang tinggi. Polyphosphate

yang ditambahkan dengan kadar 0,5% akan memberikan kekuatan gel yang paling besar

tetapi penambahan 0,3% cukup untuk menghasilkan kekuatan gel. Penambahan fosfat

biasanya diikuti dengan penambahan dengan gula sukrosa atau sorbitol (Nopianti et al.,

2010).

Daging ikan yang sudah selesai diberi perlakuan dimasukkan kedalam plastik bening

dan dibekukan dalam freezer selama 1 malam. Selama penyimpanan didalam freezer

dapat terjadi perubahan sifat fungsional dari protein miofibril yaitu berkurangnya

kemampuan mengikat air dan garam sehingga kekuatan gel yang dihasilkan semakin

rendah. Hal ini dapat terjadi karena denaturasi protein miofibril yang terjadi selama

penyimpanan beku, oleh karena itu, penggunaan krioprotektan menjadi keharusan untuk

mempertahankan kualitas dari surimi ini. Namun dalam praktikum yang kami lakukan

didapatkan nilai WHC (lihat tabel 1) yang kurang tepat pada kelompok D2

mendapatkan nilai WHC lebih tinggi dari kelompok D1 yang mana seharusnya surimi

dengan panambahan krioprotektan konsetrasi lebih tinggi memiliki nilai WHC yang

lebih tinggi pula namun hal tersebut tidak terbukti dalam praktikum kami. Tekstur gel

akan semakin baik bila daya serap air semakin baik pula. Hal tersebut sudah sesuai

dengan hasil yang didapat oleh praktikum kami, yaitu semakin tinggi nilai WHC maka

akan semakin kenyal surimi yang dihasilkan (Chen, 1995). Kesalahan hasil dari

praktikum ini dapat disebabkan karena waktu lamanya pencucian daging ikan bawal

yang tidak ditentukan lamanya serta suhu air yang digunakan untuk pencucian yang

tidak sampai 10 -15 ºC. Suhu air yang lebih tinggi dari 15 ºC akan lebih banyak

melarutkan protein larut air sehingga daya ikat air pada daging berkurang. Kekuatan gel

terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air yang bersuhu 10ºC – 15ºC

(Schwarz dan Lee, 1988). Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2004), bahwa

pembekuan dengan suhu yang tidak tepat dapat menimbulkan pecahnya sel-sel sehingga

cairannya keluar dari sel, warna bahan menjadi gelap, terjadi pembusukan dan

pelunakan. Pada bahan pangan yang dibekukan tanpa dibungkus maka bagian luarnya

akan menjadi kering dan mengeras sehingga akan mempengaruhi tekstur produk akhir

yang dihasilkan.

9

Didalam jurnal yang ditulis oleh William Renzo Cortez-Vega et al. (2012) berjudul

Comparisons of the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi

and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material dapat disimpulkan

bahwa surimi yang terbuat dari Mechanically Deboned Chicken Meat (MDCM) lebih

diterima oleh para panelis. Hasil yang disajikan menunjukan selisih penerimaan unggas

dan ikan makanan hasil pertanian adalah mungkin karena kebiasaan makan para umat

manusia.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas surimi, antara lain adalah: cara

penyiangan (pemotongan kepala, fillet), besarnya partikel daging lumat, kualitas air,

temperatur ikan, kebersihan peralatan, dan cara pencucian (Lee, 1994).

4. KESIMPULAN

Surimi adalah daging ikan lumat yang memiliki banyak nutrien bermanfaat bagi

tubuh.

Produk makanan beku dapat mengalami kerusakan akibat denaturasi protein..

Penambahan es batu bertujuan untuk mencegah denaturasi protein.

Penambahan sukrosa berperan untuk melindungi protein dari denaturasi selama

pembekuan.

Penambahan garam bertujuan untuk proses pembentukan gel secara optimal.

Penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan meningkatkan

pH.

WHC (water holding capacity) atau kemampuan daging untuk mengikat air baik

yang berasal dari daging itu sendiri maupun yang berasal dari luar.

Suhu yang tidak tepat dapat menimbulkan pecahkan sel-sel sehingga cairannya

keluar dari sel.

Semakin banyak konsentrasi natrium sulfat ditambahkan nilai WHC juga semakin

tinggi.

Semakin banyak natrium sulfat yang ditambahkan maka kekenyalan surimi akan

meningkat.

Aroma surimi dipengaruhi oleh kebersihan dalam mencuci daging.

Waktu penyimpanan bengaruh pada pH, WHC, kekuatan gel surimi beku.

Proses pencucian menjadi faktor yang paling penting untuk menentukan kekuatan

gel surimi.

Semarang, 27 Oktober 2015

Praktikan

Oei, Amelia A.W

13.70.0048

Asisten Dosen

Yusdhika Bayu S.

10

5. DAFTAR PUSTAKA

Andini YS. 2006. Karakteristik surimi hasil ozonisasi daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.) [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Chen NH. 1995. Thermal stability and gel-forming ability af shark muscle as related to ionic strength. Journal Food Science 60(6): 1237-1240.

Ducept F. et al. (2012). Influence of the Mixing Process on Surimi Seafood Paste Properties and Structure. Journal of Food Enginering 108, 557-562.

Flick GJ, Barna MA, Enriquez LG. 1990. Processing finfish. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, editor. The Seafood Industry. New York: Van Nostrand Reinhold.

Hossain, M.I., Muhammad M.K., Fatema H.S., & MD. Shahidul Hoque. (2004). Effect of Washing and Salt Concentration on the Gel Forming Ability of Two Tropical Fish Species. International Journal of Agriculture and Biology.

Lee CM. 1984. Surimi process technology. Journal Food Techonology 38 (11) : 69-80.

Lee CM. 1994. Surimi-based imitation crab characteristic affected by heating method and end point temperature. J. Food Sci. 60 (2): 292-296.

Lertwittayanon K. et al. (2013). Effect of Different Salts on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Surimi. International Aquatic Research, 5:10.

Martin-Sanchez A.M et al. (2010). Alternatives for Efficient and sustainable production of Surimi: A review. Institute of Food Technologists. Vol. 8 Comprehensive reviews in food science and food safety.

Nopianti dkk. (2010). Loss of Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and Improvement of Gel-forming Properties of Surimi.As. J. Food Ag-Ind. 2010 , 3(06), 535-547.

Renzo W. et al. (2012). Comparisons of the Properties of Whitemouth Croaker Surimi and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi Like Material. Food and Nutrition Science 3, 1480-1483.

Schwarz MD, Lee CM. 1988. Comparison of the thermostability of red hake and alaska pollack surimi during processing. Journal of Food Science. Vol. 53 (5): 1347 – 1351.

11

12

Spinelli J, Dassow JA. 1982. Fish proteins: their modification and potential uses in the food industry. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, Hebard CE, Ward DR, editor. Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. Connecticut: AVI Publishing Company.

Stine J. J et al. (2012). Recovery and Utilization of Protein Derived from Surimi Wash Water. Journal of Food Quality 35, 43-50.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.

Wibowo, Singgih., 2004. Pembuatan Bakso Ikan dan Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Winarno, F.G., 2004. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

6. LAMPIRAN

6.1. PERHITUNGAN

Rumus:

Luas atas=13

a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas bawah=13

a(h0+4 h1+2h2+4h3+…+hn)

Luas area basah=Luasatas−Luas bawah

mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948

Kelompok D1

Luas atas=13

36,5 (89+4 (186 )+2 (197 )+4 (180 )+99 )=24893 mm2

Luas bawah=13

36,5 ( 89+4 (38 )+2 (23 )+4 ( 47 )+99 )=6983,667 mm2

Luas area basah=24893−6983,667=17909,33 mm2

mg H 2O=17909,33−8,00,0948

=188832,63 mg

Kelompok D2

Luas atas=13

40 (124+4 (213 )+2 (227 )+4 (210 )+133 )=32040 mm2

Luas bawah=13

40 (124+4 (67 )+2 (54 )+4 (57 )+133 )=11480 mm2

Luas area basah=32040−11480=20560 mm2

mg H 2O=20560−8,00,0948

=216793,25 mg

13

14

Kelompok D3

Luas atas=13

32 ( 105+4 (129 )+2 (148 )+4 (146 )+88 )=16949,33 mm2

Luas bawah=13

32 (105+4 (25 )+2 (14 )+4 (27 )+88 )=4576 mm2

Luas area basah=16949,33−4576=12373,33 mm2

mg H 2O=12373,33−8,00,0948

=130435,97 mg

Kelompok D4

Luas atas=13

45 (121+4 (201 )+2 (211)+4 (204 )+90 )=33795 mm2

Luas bawah=13

45 (121+4 (34 )+2 (30 )+4 (32 )+90 )=8025 mm2

Luas area basah=33795−8025=25770 mm2

mg H 2O=25770−8,00,0948

=271751,05 mg

Kelompok D5

Luas atas=13

47 ( 95+4 (182 )+2 (201 )+4 (195 )+107 )=33095,04 mm2

Luas bawah=13

47 (95+4 (24 )+2 (20 )+4 (29 )+107 )=7114,18 mm2

Luas area basah=33095,04−7114,18=25980,86 mm2

mg H 2O=25980,86−8,00,0948

=273975,32 mg

15

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal

16