Surimi

26
1. MATERI DAN METODE 1.1. Materi 1.1.1. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, kain saring, penggiling daging, freezer, milimeter blok, timbangan analitik, plastik, dan texture analyzer. 1.1.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir, polifosfat, es batu. 1.2. Metode 1 Ikan bawal dicuci bersih dengan air mengalir Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya. Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.

Transcript of Surimi

Page 1: Surimi

1. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, kain saring, penggiling daging,

freezer, milimeter blok, timbangan analitik, plastik, dan texture analyzer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir,

polifosfat, es batu.

1.2. Metode

1

Ikan bawal dicuci bersih dengan air

mengalir

Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian

kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.

Daging ikan digiling hingga halus, dengan ditambahkan es batu

Page 2: Surimi

2

Daging ikan dicuci dengan air es 3 kali lalu disaring dengan menggunakan

kain saring.

Daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2);

5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan

polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5%

(kelompok 4, 5).

Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk kemudian

dibekukan dalam freezer selama 1 malam.

Page 3: Surimi

3

Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya yang

meliputi kekenyalan dan aroma.

Surimi diukur kekerasannya dengan menggunakan texture analyzer.

Surimi dipress dengan menggunakan presser.

Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok untuk

kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Luas atas=13

a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas bawah=13

a(h0+4 h1+2h2+4h3+…+hn)

Luas area basah=Luasatas−Luas bawah

mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948

Page 4: Surimi

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan Surimi

Kel. PerlakuanHardness

(gf)WHC

(mg H2O)Sensori

Kekenyalan Aroma

1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,1%106,73 268087,13 ++ ++

2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,3%110,22 332457,81 ++ +++

3Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%152,62 290357,43 +++ ++

4Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%91,879 277594,52 +++ ++

5Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%123,41 327271,52 ++ +++

Keterangan :Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis + + : kenyal + + : amis+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan yang berbeda akan

mempengaruhi hasil yang diperoleh. Untuk nilai hardness, kelompok E3 dengan

perlakuan sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% memiliki nilai tertinggi dengan

152,62 gf sedangkan yang memiliki nilai hardness terkecil adalah kelompok E4 dengan

perlakuan sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%. Pada uji WHC, nilai tertinggi

terdapat pada kelompok E2 dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan

polifosfat 0,3% yakni sebesar 332457,81 mg H2O dan terendah pada kelompok E1

dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,1% yaitu sebesar

268087,13 mg H2O. Untuk uji kekenyalan diperoleh hasil bahwa kelompok E1, E2, dan

E5 memiliki tekstur yang sama yaitu kenyal. Sedangkan kelompok E3 dan E4 memiliki

tekstur yang sangat kenyal. Untuk aroma diperoleh data bahwa kelompok E1, E3, dan

E4 memiliki aroma yang amis, sedangkan untuk kelompok E2 sampai E5 memiliki

aroma sangat amis.

4

Page 5: Surimi

3. PEMBAHASAN

Kata surimi berasal dari Jepang yang digunakan untuk menggambarkan hancuran

daging ikan yang telah mengalami proses-proses yang dibutuhkan untuk

mempertahankan umur simpan ikan (Okada, 1992). Surimi memiliki sifat dapat

membentuk gel yang kuat melalu pemanasan. Keberadaan miosin dan aktin dari protein

ikan yang larut garam (protein miofibril) mempengaruhi kemampuan surimi untuk

membentuk gel yang kokoh dan elastis pada suhu yang relatif rendah sekitar 40oC.

Dalam jurnal Chemical, Technological, and Nutritional Quality of Sausage Processed

with Surimi (2015) dikatakan bahwa protein sarkoplasma yang diekstrak dari proses

pencucian dapat mencegah pembentukan gel surimi selama pemasakan. Ramirez et al.

(2002) mengatakan bahwa surimi baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengikat dan

bahan pengemulsi. Surimi merupakan produk antara yang dapat diolah menjadi bakso,

sosis, otak-otak, kamaboko, dan chikuwa yang spesifikasinya bergantung pada

kemampuannya dalam membentuk gel (Suzuki, 1981). Hal ini sesuai dengan jurnal

Chemical, Technological, and Nutritional Quality of Sausage Processed with Surimi

(2015) bahwa penggunaan bahan ikan pada pembuatan sosis dapat meningkatkan

kualitas nutrisi dari produk serta merupakan salah satu cara lain agar masyarakat dapat

lebih sering mengkonsumsi produk berbasis ikan. Sosis yang diproduksi dengan

menggunakan bahan surimi ikan memiliki kadar lemak dan natrium yang lebih rendah

daripada sosis komersial lain yang tidak dibuat dari surimi ikan. Hal ini sangat baik

karena artinya penggunaan surimi sebagai bahan dasar sosis tersebut dapat menekan

terjadinya hipertensi yang dapat terjadi akibat kelebihan natrium.

Untuk mempertahankan umur simpannya, maka surimi diberi perlakuan dingin menjadi

surimi beku dengan cara menghaluskan daging ikan yang telah dicuci dengan air,

dicampur dengan gula dan polifosfat, serta dibekukan. Produk surimi yang diinginkan

adalah yang berwarna putih dengan flavor yang baik dengan tingkat keelastisan tinggi.

Produk surimi ini dibuat dengan diberi penambahan zat anti denaturasi protein yang

disebut krioprotektan. Menurut jurnal Influence of Cryoprotectant Levels on Storage

Stability of Surimi from Nemipterus japonicus and Quality of Surimi-Based Products

(2014), pada saat dilakukan pembekuan akan terjadi interaksi dan terbentuknya ikatan

5

Page 6: Surimi

6

antara krioprotektan dengan molekul protein. Protein yang tertutup oleh krioprotektan

akan mengalami peningkatan hidrasi dan penurunan agregasi. Penggunaan campuran

gula dengan konsentrasi 2 hingga 4% mampu mempertahankan umur simpan surimi

beku hingga 5 bulan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dari produk

surimi, antara lain jenis ikan yang digunakan, proses pencucian, penambahan bahan

tambahan, dan metode pembekuan. Lee (1984) menambahkan beberapa faktor penting

yang mempengaruhi kualitas dari surimi yaitu cara fillet, besarnya partikel dari daging

lumat, kualitas air, temperatur ikan, peralatan yang digunakan, dan cara pencucian.

Jurnal Chemical, Technological, and Nutritional Quality of Sausage Processed with

Surimi (2015) menyebutkan bahwa larutan yang digunakan untuk proses pencucian

dapat mempengaruhi kandungan protein dari surimi. Surimi yang diperoleh dari

pencucian menggunakan natrium bikarbonat cenderung mengandung protein yang lebih

rendah dibandingkan dengan surimi yang diperoleh dengan pencucian menggunakan

asam fosfat.

Menurut Miyake et al. (1985), semua jenis ikan dapat diolah menjadi produk surimi

dengan beberapa persyaratan berikut: ikan berdaging putih, tidak berbau lumpur, ikan

berasal dari perairan dingin, ikan demersal lebih baik digunakan, dan ikan air tawar

umumnya tidak sesuai untuk diolah menjadi surimi. Tingkat kesegaran dari ikan yang

digunakan dapat mempengaruhi tingkat keelastisitasannya menjadi lebih tinggi.

Keelastisitasan dari ikan dapat ditingkatkan dengan menambahkan daging ikan dari

spesies lain, dan diikuti dengan penambahan gula, pati, atau protein nabati. pH ikan

yang baik untuk membuat produk surimi adalah 6.5 – 7.0 dengan kadar lemak yang

cenderung rendah. Tingginya kadar lemak pada ikan yang digunakan akan

mempengaruhi daya gelatinisasi dan menyebabkan produk surimi akan mudah tengik.

Menurut Mitchell (1985), fase bertelur, musim, serta ukuran dari ikan juga dapat

mempengaruhi pembuatan surimi juga dapat mempengaruhi kualitas dari surimi yang

dihasilkan. Ikan dengan ukuran kecil yang ditangkap saat fase bertelur pada musim

panas cenderung mudah terdenaturasi daripada ikan besar yang ditangkap pada fase

tidak bertelur saat musim semi menurut Suzuki (1981). Pada praktikum kali ini, ikan

bawal yang digunakan sebagai bahan utama memiliki daging berwarna putih. Hal ini

telah sesuai dengan Miyake et al. (1985) yang mengatakan bahwa jenis ikan yang dapat

Page 7: Surimi

7

dijadikan surimi adalah ikan yang berdaging putih karena memiliki kemampuan

membentuk gel yang lebih baik dibandingkan dengan ikan berdaging merah. Daging

merah yang lebih mudah berubah menjadi gelap selama penyimpanan, baunya yang

lebih amis, dan kandungan asam lemak bebasnya yang lebih besar menyebabkan

kurangnya penggunaan daging merah untuk produk surimi. Tingginya kandungan asam

lemak bebas tersebut dapat memicu terjadinya oksidasi saat pembuatan surimi menurut

Spinelli & Dassow (1982).

Pada pengujian ini, hal pertama yang dilakukan adalah pencucian ikan menggunakan air

mengalir. Kemudian bagian-bagian dari ikan yang tidak berguna seperti sisik, kepala,

organ-organ dalam dibuang sehingga diperoleh fillet ikan. Isi perut ikan yang tidak

dibuang dapat mempengaruhi warna produk surimi menjadi lebih gelap (Suzuki, 1981).

Lalu daging ikan digiling sambil ditambahkan es batu hingga halus menggunakan

chopper. Penambahan es batu saat penggilingan dapat mencegah terjadinya denaturasi

protein dari panas akibat proses penggilingan. Daging giling lalu dicuci dengan air es

sebanyak 3x kemudian disaring dengan kain saring. Proses pencucian dengan es

bertujuan untuk mempertahankan suhu ikan agar terhindar dari kontaminasi

mikroorganisme proteolitik seperti Bacillus sp. atau Pseudomonas sp. Menurut Peppler

& Perlman (1979). Penggunaan air dengan kesadahan tinggi tidak dianjurkan karena

dapat merusak tekstur surimi dan mempercepat terjadinya degradasi lemak. Sedangkan

menurut Irianto (1990), penggunaan air laut atau air garam dapat menyebabkan ikan

mengalami kehilangan protein yang semakin tinggi. Pada praktikum ini dilakukan

penambahan gula sukrosa sebanyak 2,5% untuk kelompok E1 dan E2, sedangkan

kelompok E3 hingga E5 diberi penambahan sukrosa 5% dari 100 gram sampel ikan.

Sukrosa ini berperan sebagai zat anti denaturasi protein atau krioprotektan.

Sedangkan penambahan garam sebanyak 2,5% yang dilakukan pada penelitian ini

bertujuan untuk memberi rasa asin, meningkatkan dewatering, dan pembentukan gel

surimi. Hal ini telah sesuai dengan teori Shimizu & Toyohara (1992) bahwa konsentrasi

garam yang umum digunakan untuk pembuatan surimi adalah 2-3%. Pengeluaran air

yang cepat akibat penambahan garam menurut Wibowo (2004) dapat menyebabkan

surimi memiliki umur simpan yang lebih lama. Surimi yang dibuat dengan

Page 8: Surimi

8

menggunakan penambahan garam merupakan jenis ka-en surimi. Penambahan

polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok E1); 0,3% (kelompok E2 dan E3); dan 0,5%

(kelompok E4 dan E5) bertujuan untuk memperpanjang umur simpan surimi hingga

lebih dari 1 tahun (Lee, 1984). Proses pembekuan yang dilakukan selama 1 malam yang

dilakukan selanjutnya membantu surimi untuk mempertahankan kualitasnya agar tetap

stabil. Bahan pangan yang dibekukan tanpa dibungkus, bagian luarnya akan mengering

dan mengeras sehingga akan mempengaruhi tekstur produk akhir. Menurut Winarno

(2004) pembekuan dengan suhu yang tidak tepat menyebabkan perubahan warna

menjadi lebih gelap, timbul bau tidak sedap, surimi menjadi lebih lunak, pecahnya sel

dalam surimi dan menyebabkan keluarnya cairan dari sel. Sewaktu dilakukan proses

pembekuan akan terjadi perubahan pada protein miofibril seperti berkurangnya water

holding capacity (WHC) yang menyebabkan menurunnya kekuatan gel surimi. Oleh

karena itu, pada praktikum ini kemudian dilakukan dengan pengukuran WHC yang

sebelumnya didahului dengan proses thawing dan sensori.

3.1. Hardness

Penambahan krioprotektan seperti polifosfat dapat digunakan untuk menghambat

denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan suhu rendah. Polifosfat ini juga

dapat mengurangi drip loss, kekasaran produk, kehilangan berat selama pengolahan,

memperbaiki ikatan air, tekstur, meningkatkan keelastisan surimi, warna, dan cita rasa

dari produk. Namun hasil pengamatan yang didapatkan tidak terlalu sesuai dimana

kelompok E2, E3, dan E5 memiliki hardness yang lebih tinggi daripada kelompok E1

yang mengalami penambahan polifosfat paling rendah (0,1%) yakni sebesar 110,22 gf;

152,62 gf; dan 123,41 gf. Sedangkan kelompok E4 (penambahan polifosfar 0,5%)

memiliki hasil hardness yang sesuai yakni sebesar 91,879 gf karena tingkat

kekerasannya lebih kecil dibandingkan kelompok E1 (106,73 gf) yang hanya diberi

penambahan 0,1% polifosfat. Ketidaksesuaian yang terjadi pada kelompok E2, E3, dan

E5 ini dapat disebabkan karena air yang digunakan untuk mencuci memiliki kesadahan

yang tinggi. Menurut Irianto (1990), air pencuci yang berkesadahan tinggi dapat

menyebabkan kerusakan tekstur dan mempercepat terjadinya degradasi lemak,

sedangkan penggunaan air laut atau air garam dapat menyebabkan kehilangan protein

yang semakin tinggi. Seharusnya air pencuci yang baik adalah aquades. Menurut jurnal

Page 9: Surimi

9

Effect of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of

Threadfin Bream Surimi (Nemipterus spp.) during Frozen Storage (2012), hardness dari

surimi akan mengalami penurunan seiring dengan waktu penyimpanan yang semakin

lama. Surimi dengan penambahan sukrosa juga diketahui memiliki tingkat kekerasan

yang lebih rendah daripada surimi dengan penambahan polidekstrosa.

3.2. Water Holding Capacity (WHC)

Water Holding Capacity atau daya ikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat

air baik yang berasal dari daging maupun yang berasal dari luar. Menurut jurnal Effect

of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of

Threadfin Bream Surimi (Nemipterus spp.) during Frozen Storage (2012), WHC

biasanya mencerminkan tingkat denaturasi dari protein dan kadar air. Banyaknya air

yang berikatan dengan protein pada WHC berkaitan dengan fungsi dari komposisi asam

amino dan bentuk proteinnya. Penambahan sukrosa dan polifosfat pada surimi dapat

meningkatkan nilai WHC. Jurnal Cryoprotective Effects of Different Levels of

Polydextrose in Treadfin Bream Surimi During Frozen Storage (2011) mengatakan

bahwa kandungan fosfat pada polifosfat dapat meningkatkan kemampuan protein untuk

menyerap cairan kembali dan meningkatkan pH. Hal ini berdampak pada nilai WHC

yang juga akan meningkat sehingga memicu kemampuan pembentukan gel yang lebih

baik. Namun hal ini tidak nampak pada hasil yang diperoleh dari pengamatan ini. Hal

ini dapat kita lihat dari penurunan nilai WHC pada kelompok E3 dengan penambahan

sukrosa 5% dan polifosfat 0,3% (290357,43 mg H2O) serta E4 dengan penambahan

sukrosa 5% dan polifosfat 0,5% (277594,52 mg H2O) dari nilai WHC sebelumnya milik

kelompok E2 dengan penambahan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,3% (332457,81 mg

H2O). Sedangkan pada kelompok E5, nilai WHC-nya lebih tinggi dari E4 yakni sebesar

327271,52 mg H2O. Namun nilai tersebut tetap tidak lebih tinggi dari nilai WHC

kelompok E2 yang konsentrasi penambahan sukrosa dan polifosfatnya lebih sedikit.

Ketidaksesuaian yang terjadi dapat disebabkan oleh suhu yang saat pencucian yang

kurang sesuai, ketidaksesuaian berat polifosfat sewaktu menimbang, dan ukuran ikan

yang tidak semuanya sama menurut Santoso (2009).

Page 10: Surimi

10

Hanya data kelompok E2 yang sesuai dengan teori dari Miyauchi (1970) dan Nopianti

et al., (2010) yang menyatakan bahwa penambahan polifosfat dan sukrosa pada surimi

yang semakin banyak akan meningkatkan kemampuan surimi dalam mengikat air

(WHC semakin besar) dan mencegah denaturasi protein sehingga gel surimi dapat

mengikat air lebih baik. Menurut jurnal Effect of Different Types of Low Sweetness

Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus spp.)

during Frozen Storage (2012), WHC dari produk surimi umumnya akan mengalami

penurunan secara signifikan saat disimpan dalam waktu yang lama. Hal ini berkaitan

dengan sifat fungsional protein miofibrilar surimi yang hilang karena protein

mengalami denaturasi dan agregasi selama penyimpanan. Krioprotektan seperti laktitol

dan polidekstrosa dapat mempertahankan tinggi WHC setelah enam bulan penyimpanan

pada suhu beku. Jurnal Cryoprotective Effects of Different Levels of Polydextrose in

Treadfin Bream Surimi During Frozen Storage (2011) menambahkan, WHC dari surimi

pada berbagai macam perlakuan akan mengalami penurunan seiring dengan proses

pembekuan yang berlangsung, kecuali pada sampel tanpa penambahan krioprotektan

dan surimi yang diberi penambahan polidekstrosa 3% dan 6%.

3.3. Sensoris (Kekenyalan dan Aroma)

Teori dari Nopianti, et al. (2010) mengatakan bahwa penambahan polifosfat yang

semakin tinggi akan menghasilkan surimi yang semakin kenyal. Hal ini disebabkan

karena senyawa fosfat (polifosfat) dapat meningkatkan pH yang menyebabkan

meningkatnya daya ikat air dapat berdampak pada peningkatan kekuatan gel. Pada

pengujian sensori berdasarkan kekenyalan, didapatkan hasil bahwa surimi kelompok

E1, E2, dan E5 bertekstur kenyal sedangkan kelompok E3 dan E4 bertekstur sangat

kenyal. Hasil tersebut kurang sesuai dengan teori karena seharusnya kekenyalan surimi

akan meningkat seiring dengan semakin banyak penambahan sukrosa pada surimi.

Hanya kelompok E3 dan E4 yang hasilnya paling sesuai karena tingkat kekenyalannya

lebih tinggi daripada kelompok E1 dan E2 yang penambahan sukrosanya hanya sebesar

2,5%. Peranginangin et al. (1999) mengatakan bahwa penambahan polifosfat yang baik

dalam pembuatan surimi adalah sebesar 0,2 %-0,3%. Pernyataan tersebut sesuai dengan

tingkat kekenyalan surimi kelompok E3 dengan penambahan polifosfat 0,3% yang

memiliki tingkat kekenyalan paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Dari

Page 11: Surimi

11

hasil yang didapat ini dapat dikatakan bahwa surimi kelompok E3 dan E4 memiliki

kualitas paling baik daripada kelompok lain karena kekenyalan tekstur suriminya paling

baik.

Peranginangin et al. (1999) mengatakan bahwa bau amis pada surimi timbul karena

disebabkan terjadinya oksidasi pada ikan yang menyebabkan perubahan asam lemak

menjadi off-flavor. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa

kelompok E2 dan E5 memiliki aroma yang sangat amis. Sedangkan kelompok lainnya

hanya beraroma amis. Hal ini dipengaruhi oleh kadar penambahan sukrosa dan

polifosfat pada tiap-tiap kelompok yang berbeda. Surimi yang diberi perlakuan

penambahan krioprotektan yakni sukrosa dan polifosfat yang lebih banyak seharusnya

akan memiliki aroma yang lebih amis karena surimi akan terlindungi dari proses

denaturasi yang akan membuat daging lebih keras dan lebih amis (Nopianti et al.,

2010). Maka surimi yang mengalami denaturasi (penambahan krioprotektannya sedikit)

seharusnya akan memiliki aroma yang sangat amis. Berdasarkan hasil tersebut,

kelompok E3 dan E4 dapat dikatakan tidak sesuai dengan teori yang ada. Kesalahan ini

dapat terjadi karena metode yang dilakukan adalah sensori yang cenderung bersifat

subjektif sehingga kurang akurat (Merit et al., 1982). Jurnal Technology for Production

of Surimi Powder and Potential of Applications (2012) mengatakan bahwa surimi dapat

diolah menjadi bentuk bubuk. Bubuk surimi ini dapat digunakan untuk industri pangan

seperti makanan ringan berbasis ikan karena penanganannya lebih mudah dan fisiknya

yang kering lebih mudah untuk disimpan. Sifat fungsional dari bubuk surimi ini

bervariasi tergantung pada jenis ikan dan metode pengeringan digunakan. Untuk

mencegah denaturasi protein selama pengeringan, sukrosa dan poliol dapat ditambahkan

ke dalam adonan. Penambahan dryoprotectants seperti sukrosa, sorbitol, dan poliol

dapat mencegah denaturasi protein selama pengeringan.

Page 12: Surimi

4. KESIMPULAN

Surimi merupakan protein miofibril ikan yang telah melalui berbagai proses

sehingga menjadi produk olahan perikanan “antara”.

Perlakuan pembuatan surimi pada praktikum ini adalah ka-en surimi.

Surimi yang baik dibuat dari daging ikan putih dengan kandungan lemak rendah.

Aquades seharusnya digunakan untuk mencuci ikan bawal pada pratikum ini.

Penggilingan surimi pada suhu rendah bertujuan untuk mempertahankan umur

simpan surimi.

Sukrosa dan polifosfat adalah zat krioprotektan yang berfungsi sebagai

antidenaturasi protein.

Krioprotektan menyebabkan tekstur surimi menjadi lebih kenyal dan meningkatkan

nilai WHC dari surimi.

Garam dapat mempercepat keluarnya air agar umur simpan surimi lebih lama.

Aroma surimi akan semakin amis karena adanya zat krioprotektan.

Semarang, 30 Oktober 2015Praktikan, Asisten Praktikum

- Yusdhika Bayu

Jessica Novia Suharto13.70.0038

12

Page 13: Surimi

5. DAFTAR PUSTAKA

Huda, N; Leng, O.H.; & Nopianti, R. (2011). Cryoprotective Effects of Different Levels of Polydextrose in Treadfin Bream Surimi During Frozen Storage. Journal of Fisheries & Aquatic Science 6(4):404-416.

Irianto, B. (1990). Teknologi Surimi Salah Satu Cara Mempelajari Nilai Tambah Ikan Ikan yang Kurang Dimanfaatkan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 9(2):35– 39.

Lee, C.M. (1984). Surimi Process Technology. Journal Food Techonology 38(11):69-80.

Merit, J. H; Windsor, M.L; Aitken, A; Mackie, I.M. (1982). Fish Handling and Processing Second Edition. Her Majesty’s Stationery Office. Edinburgh.

Mitchell, C. (1985). Surimi: The America Experience. Infofish. No. 5: 17 – 20.

Miyake, Y.; Hirasawa, Y; and Miyanebe, M. (1985). Technology ofManufacturing. Info Fish marketing Digest. 5: 29-32.

Miyauchi, David; Kudo, George; & Patashnik, Max. (1970). Surimi-A Semi-Processed Wet Fish Protein. Pacific Fishery Products Technology Center.

Nopianti, Rodiana, Nurul Huda, and Noryati Ismail. (2010). Loss of Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and Improvement of Gel-Forming Properties of Surimi. Journal Food Ag-Ind. 3(06): 535-547.

Nopianti, R; Huda, N; Fazilah, A; Ismail, N, & Easa, A. M. (2012). Effect of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus Spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal 19(3): 1011-1021 (2012).

Okada, M. (1992). History of Surimi Technology in Japan. Dalam : Surimi Technology. Lanier TC, Lee CM, editors. New York : Marcel Dekker.

Peppler, H.J. & D, Perlman. (1979). Microbial Technology: Fermentation Technology. Academic Press. New York.

Peranginangin, R; Wibowo, S; Nuri, Y; & Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

13

Page 14: Surimi

14

Piotrowicz, I.B.B; & Mellado, M.M.S. (2015). Chemical, Technological, and Nutritional Quality of Sausage Processed with Surimi. International Food Research Journal 22(5):2013-2110.

Ramirez JA, Garcia-Carreno FL, Morales OG, Sanchez A. 2002. Inhibition of Modori-Associated Proteinases by Legume Seed Extract in Surimi Production. Journal Food Science 67(2):578-581.

Santana, P; Huda, N; & Yang, T.A. (2012). Technology for Production of Surimi Powder and Potential of Applications. International Food Research 19(4):1313-1323.

Santoso, Wahyu. (2009). Komposisi Mineral Makro dan Mikro daging Ikan Gurami (Osphronemous gouramy) pada berbagai waktu pemeliharaan.

Shimizu, Y; Toyohara, H; & Lanier, T.C. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.

Spinelli, J & Dassow, J.A. (1982). Fish Proteins: Their Modification and Potential Uses in The Food Industry. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, Hebard CE, Ward DR, editor. Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. Connecticut: AVI Publishing Company.

Suzuki T. (1981). Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied Science Publishing. Ltd.

U, Parvathy & George, S. (2014). Influence of Cryoprotectant Levels on Storage Stability of Surimi from Nemipterus japonicus and Quality of Surimi-Based Products. Journal Food Science Technology 51(5):982–987.

Wibowo, Singgih. (2004). Pembuatan Bakso Ikan dan Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Winarno, F.G. (2004). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Page 15: Surimi

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

LA=13

× (a )× (h0+4 (h1)+2 ( h2 )+4 ( h3 )+hn )

LB=13

× (a )× (h0+4 (h1 )+2 ( h2 )+4 (h3 )+hn)

Larea basa h=LA−LB

Mg H2 O=Larea basah - 8,0

0,0948

Kelompok E1

LA=13

× ( 46 )× (116+4 (188 )+2 (204 )+4 (196 )+110 )

LA=33273,33

LB=13

× ( 46 ) × (116+4 (35 )+2 (13 )+4 (30 )+110 )

LB=7850,67

Larea basa h=33273,33−7850,67=25422,66

Mg H2 O=25422,66-8,00,0948

=268087,13

Kelompok E2

LA=13

× ( 48,5 )× (120+4 (227 )+2 (238 )+4 (225 )+102 )

LA=40513,67

LB=13

× ( 48,5 )× (120+4 (33 )+2 (19 )+4 (41 )+102 )

LB=8988,67

Larea basa h=40513,67−8988,67=31525

Mg H2 O=31525 -8,00,0948

=332457,81

Kelompok E3

LA=13

× (50 ) × (126+4 (199 )+2 (207 )+4 (202 )+93 )

15

Page 16: Surimi

16

LA=37284,079

LB=13

× (50 ) × (126+4 (36 )+2 (33 )+4 (39 )+93 )

LB=9750,195

Larea basa h=37284,079−9750,195=27533,884

Mg H2 O=27533,884 -8,00,0948

=290357,43

Kelompok E4

LA=13

× ( 49 )× (104+4 (183 )+2 (188 )+4 (176 )+103 )

LA=32970,27

LB=13

× ( 49 )× (104+4 (19 )+2 (10 )+4 (26 )+103 )

LB=6646,31

Larea basa h=32970,27−6646,31=26323,96

Mg H2 O=26323,96 -8,00,0948

=277594,52

Kelompok E5

LA=13

× (50 ) × ( 82+4 (204 )+2 (222 )+4 (203 )+76 )

LA=37166,67

LB=13

× (50 ) × ( 82+4 (21 )+2 (15 )+4 (24 )+76 )

LB=6133,33

Larea basa h=37166,67−6133,33=31033,34

Mg H2 O=31033,34 -8,00,0948

=327271,52

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

Page 17: Surimi

17

6.4. Milimeter Blok

6.5. Abstrak Jurnal