Surimi
-
Upload
praktikumhasillaut -
Category
Documents
-
view
24 -
download
9
Transcript of Surimi
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, kain saring, penggiling daging,
freezer, milimeter blok, timbangan analitik, plastik, dan texture analyzer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir,
polifosfat, es batu.
1.2. Metode
1
Ikan bawal dicuci bersih dengan air
mengalir
Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian
kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.
Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.
Daging ikan digiling hingga halus, dengan ditambahkan es batu
2
Daging ikan dicuci dengan air es 3 kali lalu disaring dengan menggunakan
kain saring.
Daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2);
5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan
polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5%
(kelompok 4, 5).
Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk kemudian
dibekukan dalam freezer selama 1 malam.
3
Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya yang
meliputi kekenyalan dan aroma.
Surimi diukur kekerasannya dengan menggunakan texture analyzer.
Surimi dipress dengan menggunakan presser.
Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok untuk
kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Luas atas=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)
Luas bawah=13
a(h0+4 h1+2h2+4h3+…+hn)
Luas area basah=Luasatas−Luas bawah
mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Surimi
Kel. PerlakuanHardness
(gf)WHC
(mg H2O)Sensori
Kekenyalan Aroma
1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,1%106,73 268087,13 ++ ++
2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3%110,22 332457,81 ++ +++
3Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,3%152,62 290357,43 +++ ++
4Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%91,879 277594,52 +++ ++
5Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%123,41 327271,52 ++ +++
Keterangan :Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis + + : kenyal + + : amis+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan yang berbeda akan
mempengaruhi hasil yang diperoleh. Untuk nilai hardness, kelompok E3 dengan
perlakuan sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% memiliki nilai tertinggi dengan
152,62 gf sedangkan yang memiliki nilai hardness terkecil adalah kelompok E4 dengan
perlakuan sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%. Pada uji WHC, nilai tertinggi
terdapat pada kelompok E2 dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan
polifosfat 0,3% yakni sebesar 332457,81 mg H2O dan terendah pada kelompok E1
dengan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,1% yaitu sebesar
268087,13 mg H2O. Untuk uji kekenyalan diperoleh hasil bahwa kelompok E1, E2, dan
E5 memiliki tekstur yang sama yaitu kenyal. Sedangkan kelompok E3 dan E4 memiliki
tekstur yang sangat kenyal. Untuk aroma diperoleh data bahwa kelompok E1, E3, dan
E4 memiliki aroma yang amis, sedangkan untuk kelompok E2 sampai E5 memiliki
aroma sangat amis.
4
3. PEMBAHASAN
Kata surimi berasal dari Jepang yang digunakan untuk menggambarkan hancuran
daging ikan yang telah mengalami proses-proses yang dibutuhkan untuk
mempertahankan umur simpan ikan (Okada, 1992). Surimi memiliki sifat dapat
membentuk gel yang kuat melalu pemanasan. Keberadaan miosin dan aktin dari protein
ikan yang larut garam (protein miofibril) mempengaruhi kemampuan surimi untuk
membentuk gel yang kokoh dan elastis pada suhu yang relatif rendah sekitar 40oC.
Dalam jurnal Chemical, Technological, and Nutritional Quality of Sausage Processed
with Surimi (2015) dikatakan bahwa protein sarkoplasma yang diekstrak dari proses
pencucian dapat mencegah pembentukan gel surimi selama pemasakan. Ramirez et al.
(2002) mengatakan bahwa surimi baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengikat dan
bahan pengemulsi. Surimi merupakan produk antara yang dapat diolah menjadi bakso,
sosis, otak-otak, kamaboko, dan chikuwa yang spesifikasinya bergantung pada
kemampuannya dalam membentuk gel (Suzuki, 1981). Hal ini sesuai dengan jurnal
Chemical, Technological, and Nutritional Quality of Sausage Processed with Surimi
(2015) bahwa penggunaan bahan ikan pada pembuatan sosis dapat meningkatkan
kualitas nutrisi dari produk serta merupakan salah satu cara lain agar masyarakat dapat
lebih sering mengkonsumsi produk berbasis ikan. Sosis yang diproduksi dengan
menggunakan bahan surimi ikan memiliki kadar lemak dan natrium yang lebih rendah
daripada sosis komersial lain yang tidak dibuat dari surimi ikan. Hal ini sangat baik
karena artinya penggunaan surimi sebagai bahan dasar sosis tersebut dapat menekan
terjadinya hipertensi yang dapat terjadi akibat kelebihan natrium.
Untuk mempertahankan umur simpannya, maka surimi diberi perlakuan dingin menjadi
surimi beku dengan cara menghaluskan daging ikan yang telah dicuci dengan air,
dicampur dengan gula dan polifosfat, serta dibekukan. Produk surimi yang diinginkan
adalah yang berwarna putih dengan flavor yang baik dengan tingkat keelastisan tinggi.
Produk surimi ini dibuat dengan diberi penambahan zat anti denaturasi protein yang
disebut krioprotektan. Menurut jurnal Influence of Cryoprotectant Levels on Storage
Stability of Surimi from Nemipterus japonicus and Quality of Surimi-Based Products
(2014), pada saat dilakukan pembekuan akan terjadi interaksi dan terbentuknya ikatan
5
6
antara krioprotektan dengan molekul protein. Protein yang tertutup oleh krioprotektan
akan mengalami peningkatan hidrasi dan penurunan agregasi. Penggunaan campuran
gula dengan konsentrasi 2 hingga 4% mampu mempertahankan umur simpan surimi
beku hingga 5 bulan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dari produk
surimi, antara lain jenis ikan yang digunakan, proses pencucian, penambahan bahan
tambahan, dan metode pembekuan. Lee (1984) menambahkan beberapa faktor penting
yang mempengaruhi kualitas dari surimi yaitu cara fillet, besarnya partikel dari daging
lumat, kualitas air, temperatur ikan, peralatan yang digunakan, dan cara pencucian.
Jurnal Chemical, Technological, and Nutritional Quality of Sausage Processed with
Surimi (2015) menyebutkan bahwa larutan yang digunakan untuk proses pencucian
dapat mempengaruhi kandungan protein dari surimi. Surimi yang diperoleh dari
pencucian menggunakan natrium bikarbonat cenderung mengandung protein yang lebih
rendah dibandingkan dengan surimi yang diperoleh dengan pencucian menggunakan
asam fosfat.
Menurut Miyake et al. (1985), semua jenis ikan dapat diolah menjadi produk surimi
dengan beberapa persyaratan berikut: ikan berdaging putih, tidak berbau lumpur, ikan
berasal dari perairan dingin, ikan demersal lebih baik digunakan, dan ikan air tawar
umumnya tidak sesuai untuk diolah menjadi surimi. Tingkat kesegaran dari ikan yang
digunakan dapat mempengaruhi tingkat keelastisitasannya menjadi lebih tinggi.
Keelastisitasan dari ikan dapat ditingkatkan dengan menambahkan daging ikan dari
spesies lain, dan diikuti dengan penambahan gula, pati, atau protein nabati. pH ikan
yang baik untuk membuat produk surimi adalah 6.5 – 7.0 dengan kadar lemak yang
cenderung rendah. Tingginya kadar lemak pada ikan yang digunakan akan
mempengaruhi daya gelatinisasi dan menyebabkan produk surimi akan mudah tengik.
Menurut Mitchell (1985), fase bertelur, musim, serta ukuran dari ikan juga dapat
mempengaruhi pembuatan surimi juga dapat mempengaruhi kualitas dari surimi yang
dihasilkan. Ikan dengan ukuran kecil yang ditangkap saat fase bertelur pada musim
panas cenderung mudah terdenaturasi daripada ikan besar yang ditangkap pada fase
tidak bertelur saat musim semi menurut Suzuki (1981). Pada praktikum kali ini, ikan
bawal yang digunakan sebagai bahan utama memiliki daging berwarna putih. Hal ini
telah sesuai dengan Miyake et al. (1985) yang mengatakan bahwa jenis ikan yang dapat
7
dijadikan surimi adalah ikan yang berdaging putih karena memiliki kemampuan
membentuk gel yang lebih baik dibandingkan dengan ikan berdaging merah. Daging
merah yang lebih mudah berubah menjadi gelap selama penyimpanan, baunya yang
lebih amis, dan kandungan asam lemak bebasnya yang lebih besar menyebabkan
kurangnya penggunaan daging merah untuk produk surimi. Tingginya kandungan asam
lemak bebas tersebut dapat memicu terjadinya oksidasi saat pembuatan surimi menurut
Spinelli & Dassow (1982).
Pada pengujian ini, hal pertama yang dilakukan adalah pencucian ikan menggunakan air
mengalir. Kemudian bagian-bagian dari ikan yang tidak berguna seperti sisik, kepala,
organ-organ dalam dibuang sehingga diperoleh fillet ikan. Isi perut ikan yang tidak
dibuang dapat mempengaruhi warna produk surimi menjadi lebih gelap (Suzuki, 1981).
Lalu daging ikan digiling sambil ditambahkan es batu hingga halus menggunakan
chopper. Penambahan es batu saat penggilingan dapat mencegah terjadinya denaturasi
protein dari panas akibat proses penggilingan. Daging giling lalu dicuci dengan air es
sebanyak 3x kemudian disaring dengan kain saring. Proses pencucian dengan es
bertujuan untuk mempertahankan suhu ikan agar terhindar dari kontaminasi
mikroorganisme proteolitik seperti Bacillus sp. atau Pseudomonas sp. Menurut Peppler
& Perlman (1979). Penggunaan air dengan kesadahan tinggi tidak dianjurkan karena
dapat merusak tekstur surimi dan mempercepat terjadinya degradasi lemak. Sedangkan
menurut Irianto (1990), penggunaan air laut atau air garam dapat menyebabkan ikan
mengalami kehilangan protein yang semakin tinggi. Pada praktikum ini dilakukan
penambahan gula sukrosa sebanyak 2,5% untuk kelompok E1 dan E2, sedangkan
kelompok E3 hingga E5 diberi penambahan sukrosa 5% dari 100 gram sampel ikan.
Sukrosa ini berperan sebagai zat anti denaturasi protein atau krioprotektan.
Sedangkan penambahan garam sebanyak 2,5% yang dilakukan pada penelitian ini
bertujuan untuk memberi rasa asin, meningkatkan dewatering, dan pembentukan gel
surimi. Hal ini telah sesuai dengan teori Shimizu & Toyohara (1992) bahwa konsentrasi
garam yang umum digunakan untuk pembuatan surimi adalah 2-3%. Pengeluaran air
yang cepat akibat penambahan garam menurut Wibowo (2004) dapat menyebabkan
surimi memiliki umur simpan yang lebih lama. Surimi yang dibuat dengan
8
menggunakan penambahan garam merupakan jenis ka-en surimi. Penambahan
polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok E1); 0,3% (kelompok E2 dan E3); dan 0,5%
(kelompok E4 dan E5) bertujuan untuk memperpanjang umur simpan surimi hingga
lebih dari 1 tahun (Lee, 1984). Proses pembekuan yang dilakukan selama 1 malam yang
dilakukan selanjutnya membantu surimi untuk mempertahankan kualitasnya agar tetap
stabil. Bahan pangan yang dibekukan tanpa dibungkus, bagian luarnya akan mengering
dan mengeras sehingga akan mempengaruhi tekstur produk akhir. Menurut Winarno
(2004) pembekuan dengan suhu yang tidak tepat menyebabkan perubahan warna
menjadi lebih gelap, timbul bau tidak sedap, surimi menjadi lebih lunak, pecahnya sel
dalam surimi dan menyebabkan keluarnya cairan dari sel. Sewaktu dilakukan proses
pembekuan akan terjadi perubahan pada protein miofibril seperti berkurangnya water
holding capacity (WHC) yang menyebabkan menurunnya kekuatan gel surimi. Oleh
karena itu, pada praktikum ini kemudian dilakukan dengan pengukuran WHC yang
sebelumnya didahului dengan proses thawing dan sensori.
3.1. Hardness
Penambahan krioprotektan seperti polifosfat dapat digunakan untuk menghambat
denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan suhu rendah. Polifosfat ini juga
dapat mengurangi drip loss, kekasaran produk, kehilangan berat selama pengolahan,
memperbaiki ikatan air, tekstur, meningkatkan keelastisan surimi, warna, dan cita rasa
dari produk. Namun hasil pengamatan yang didapatkan tidak terlalu sesuai dimana
kelompok E2, E3, dan E5 memiliki hardness yang lebih tinggi daripada kelompok E1
yang mengalami penambahan polifosfat paling rendah (0,1%) yakni sebesar 110,22 gf;
152,62 gf; dan 123,41 gf. Sedangkan kelompok E4 (penambahan polifosfar 0,5%)
memiliki hasil hardness yang sesuai yakni sebesar 91,879 gf karena tingkat
kekerasannya lebih kecil dibandingkan kelompok E1 (106,73 gf) yang hanya diberi
penambahan 0,1% polifosfat. Ketidaksesuaian yang terjadi pada kelompok E2, E3, dan
E5 ini dapat disebabkan karena air yang digunakan untuk mencuci memiliki kesadahan
yang tinggi. Menurut Irianto (1990), air pencuci yang berkesadahan tinggi dapat
menyebabkan kerusakan tekstur dan mempercepat terjadinya degradasi lemak,
sedangkan penggunaan air laut atau air garam dapat menyebabkan kehilangan protein
yang semakin tinggi. Seharusnya air pencuci yang baik adalah aquades. Menurut jurnal
9
Effect of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of
Threadfin Bream Surimi (Nemipterus spp.) during Frozen Storage (2012), hardness dari
surimi akan mengalami penurunan seiring dengan waktu penyimpanan yang semakin
lama. Surimi dengan penambahan sukrosa juga diketahui memiliki tingkat kekerasan
yang lebih rendah daripada surimi dengan penambahan polidekstrosa.
3.2. Water Holding Capacity (WHC)
Water Holding Capacity atau daya ikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat
air baik yang berasal dari daging maupun yang berasal dari luar. Menurut jurnal Effect
of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of
Threadfin Bream Surimi (Nemipterus spp.) during Frozen Storage (2012), WHC
biasanya mencerminkan tingkat denaturasi dari protein dan kadar air. Banyaknya air
yang berikatan dengan protein pada WHC berkaitan dengan fungsi dari komposisi asam
amino dan bentuk proteinnya. Penambahan sukrosa dan polifosfat pada surimi dapat
meningkatkan nilai WHC. Jurnal Cryoprotective Effects of Different Levels of
Polydextrose in Treadfin Bream Surimi During Frozen Storage (2011) mengatakan
bahwa kandungan fosfat pada polifosfat dapat meningkatkan kemampuan protein untuk
menyerap cairan kembali dan meningkatkan pH. Hal ini berdampak pada nilai WHC
yang juga akan meningkat sehingga memicu kemampuan pembentukan gel yang lebih
baik. Namun hal ini tidak nampak pada hasil yang diperoleh dari pengamatan ini. Hal
ini dapat kita lihat dari penurunan nilai WHC pada kelompok E3 dengan penambahan
sukrosa 5% dan polifosfat 0,3% (290357,43 mg H2O) serta E4 dengan penambahan
sukrosa 5% dan polifosfat 0,5% (277594,52 mg H2O) dari nilai WHC sebelumnya milik
kelompok E2 dengan penambahan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,3% (332457,81 mg
H2O). Sedangkan pada kelompok E5, nilai WHC-nya lebih tinggi dari E4 yakni sebesar
327271,52 mg H2O. Namun nilai tersebut tetap tidak lebih tinggi dari nilai WHC
kelompok E2 yang konsentrasi penambahan sukrosa dan polifosfatnya lebih sedikit.
Ketidaksesuaian yang terjadi dapat disebabkan oleh suhu yang saat pencucian yang
kurang sesuai, ketidaksesuaian berat polifosfat sewaktu menimbang, dan ukuran ikan
yang tidak semuanya sama menurut Santoso (2009).
10
Hanya data kelompok E2 yang sesuai dengan teori dari Miyauchi (1970) dan Nopianti
et al., (2010) yang menyatakan bahwa penambahan polifosfat dan sukrosa pada surimi
yang semakin banyak akan meningkatkan kemampuan surimi dalam mengikat air
(WHC semakin besar) dan mencegah denaturasi protein sehingga gel surimi dapat
mengikat air lebih baik. Menurut jurnal Effect of Different Types of Low Sweetness
Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus spp.)
during Frozen Storage (2012), WHC dari produk surimi umumnya akan mengalami
penurunan secara signifikan saat disimpan dalam waktu yang lama. Hal ini berkaitan
dengan sifat fungsional protein miofibrilar surimi yang hilang karena protein
mengalami denaturasi dan agregasi selama penyimpanan. Krioprotektan seperti laktitol
dan polidekstrosa dapat mempertahankan tinggi WHC setelah enam bulan penyimpanan
pada suhu beku. Jurnal Cryoprotective Effects of Different Levels of Polydextrose in
Treadfin Bream Surimi During Frozen Storage (2011) menambahkan, WHC dari surimi
pada berbagai macam perlakuan akan mengalami penurunan seiring dengan proses
pembekuan yang berlangsung, kecuali pada sampel tanpa penambahan krioprotektan
dan surimi yang diberi penambahan polidekstrosa 3% dan 6%.
3.3. Sensoris (Kekenyalan dan Aroma)
Teori dari Nopianti, et al. (2010) mengatakan bahwa penambahan polifosfat yang
semakin tinggi akan menghasilkan surimi yang semakin kenyal. Hal ini disebabkan
karena senyawa fosfat (polifosfat) dapat meningkatkan pH yang menyebabkan
meningkatnya daya ikat air dapat berdampak pada peningkatan kekuatan gel. Pada
pengujian sensori berdasarkan kekenyalan, didapatkan hasil bahwa surimi kelompok
E1, E2, dan E5 bertekstur kenyal sedangkan kelompok E3 dan E4 bertekstur sangat
kenyal. Hasil tersebut kurang sesuai dengan teori karena seharusnya kekenyalan surimi
akan meningkat seiring dengan semakin banyak penambahan sukrosa pada surimi.
Hanya kelompok E3 dan E4 yang hasilnya paling sesuai karena tingkat kekenyalannya
lebih tinggi daripada kelompok E1 dan E2 yang penambahan sukrosanya hanya sebesar
2,5%. Peranginangin et al. (1999) mengatakan bahwa penambahan polifosfat yang baik
dalam pembuatan surimi adalah sebesar 0,2 %-0,3%. Pernyataan tersebut sesuai dengan
tingkat kekenyalan surimi kelompok E3 dengan penambahan polifosfat 0,3% yang
memiliki tingkat kekenyalan paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Dari
11
hasil yang didapat ini dapat dikatakan bahwa surimi kelompok E3 dan E4 memiliki
kualitas paling baik daripada kelompok lain karena kekenyalan tekstur suriminya paling
baik.
Peranginangin et al. (1999) mengatakan bahwa bau amis pada surimi timbul karena
disebabkan terjadinya oksidasi pada ikan yang menyebabkan perubahan asam lemak
menjadi off-flavor. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
kelompok E2 dan E5 memiliki aroma yang sangat amis. Sedangkan kelompok lainnya
hanya beraroma amis. Hal ini dipengaruhi oleh kadar penambahan sukrosa dan
polifosfat pada tiap-tiap kelompok yang berbeda. Surimi yang diberi perlakuan
penambahan krioprotektan yakni sukrosa dan polifosfat yang lebih banyak seharusnya
akan memiliki aroma yang lebih amis karena surimi akan terlindungi dari proses
denaturasi yang akan membuat daging lebih keras dan lebih amis (Nopianti et al.,
2010). Maka surimi yang mengalami denaturasi (penambahan krioprotektannya sedikit)
seharusnya akan memiliki aroma yang sangat amis. Berdasarkan hasil tersebut,
kelompok E3 dan E4 dapat dikatakan tidak sesuai dengan teori yang ada. Kesalahan ini
dapat terjadi karena metode yang dilakukan adalah sensori yang cenderung bersifat
subjektif sehingga kurang akurat (Merit et al., 1982). Jurnal Technology for Production
of Surimi Powder and Potential of Applications (2012) mengatakan bahwa surimi dapat
diolah menjadi bentuk bubuk. Bubuk surimi ini dapat digunakan untuk industri pangan
seperti makanan ringan berbasis ikan karena penanganannya lebih mudah dan fisiknya
yang kering lebih mudah untuk disimpan. Sifat fungsional dari bubuk surimi ini
bervariasi tergantung pada jenis ikan dan metode pengeringan digunakan. Untuk
mencegah denaturasi protein selama pengeringan, sukrosa dan poliol dapat ditambahkan
ke dalam adonan. Penambahan dryoprotectants seperti sukrosa, sorbitol, dan poliol
dapat mencegah denaturasi protein selama pengeringan.
4. KESIMPULAN
Surimi merupakan protein miofibril ikan yang telah melalui berbagai proses
sehingga menjadi produk olahan perikanan “antara”.
Perlakuan pembuatan surimi pada praktikum ini adalah ka-en surimi.
Surimi yang baik dibuat dari daging ikan putih dengan kandungan lemak rendah.
Aquades seharusnya digunakan untuk mencuci ikan bawal pada pratikum ini.
Penggilingan surimi pada suhu rendah bertujuan untuk mempertahankan umur
simpan surimi.
Sukrosa dan polifosfat adalah zat krioprotektan yang berfungsi sebagai
antidenaturasi protein.
Krioprotektan menyebabkan tekstur surimi menjadi lebih kenyal dan meningkatkan
nilai WHC dari surimi.
Garam dapat mempercepat keluarnya air agar umur simpan surimi lebih lama.
Aroma surimi akan semakin amis karena adanya zat krioprotektan.
Semarang, 30 Oktober 2015Praktikan, Asisten Praktikum
- Yusdhika Bayu
Jessica Novia Suharto13.70.0038
12
5. DAFTAR PUSTAKA
Huda, N; Leng, O.H.; & Nopianti, R. (2011). Cryoprotective Effects of Different Levels of Polydextrose in Treadfin Bream Surimi During Frozen Storage. Journal of Fisheries & Aquatic Science 6(4):404-416.
Irianto, B. (1990). Teknologi Surimi Salah Satu Cara Mempelajari Nilai Tambah Ikan Ikan yang Kurang Dimanfaatkan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 9(2):35– 39.
Lee, C.M. (1984). Surimi Process Technology. Journal Food Techonology 38(11):69-80.
Merit, J. H; Windsor, M.L; Aitken, A; Mackie, I.M. (1982). Fish Handling and Processing Second Edition. Her Majesty’s Stationery Office. Edinburgh.
Mitchell, C. (1985). Surimi: The America Experience. Infofish. No. 5: 17 – 20.
Miyake, Y.; Hirasawa, Y; and Miyanebe, M. (1985). Technology ofManufacturing. Info Fish marketing Digest. 5: 29-32.
Miyauchi, David; Kudo, George; & Patashnik, Max. (1970). Surimi-A Semi-Processed Wet Fish Protein. Pacific Fishery Products Technology Center.
Nopianti, Rodiana, Nurul Huda, and Noryati Ismail. (2010). Loss of Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and Improvement of Gel-Forming Properties of Surimi. Journal Food Ag-Ind. 3(06): 535-547.
Nopianti, R; Huda, N; Fazilah, A; Ismail, N, & Easa, A. M. (2012). Effect of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus Spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal 19(3): 1011-1021 (2012).
Okada, M. (1992). History of Surimi Technology in Japan. Dalam : Surimi Technology. Lanier TC, Lee CM, editors. New York : Marcel Dekker.
Peppler, H.J. & D, Perlman. (1979). Microbial Technology: Fermentation Technology. Academic Press. New York.
Peranginangin, R; Wibowo, S; Nuri, Y; & Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.
13
14
Piotrowicz, I.B.B; & Mellado, M.M.S. (2015). Chemical, Technological, and Nutritional Quality of Sausage Processed with Surimi. International Food Research Journal 22(5):2013-2110.
Ramirez JA, Garcia-Carreno FL, Morales OG, Sanchez A. 2002. Inhibition of Modori-Associated Proteinases by Legume Seed Extract in Surimi Production. Journal Food Science 67(2):578-581.
Santana, P; Huda, N; & Yang, T.A. (2012). Technology for Production of Surimi Powder and Potential of Applications. International Food Research 19(4):1313-1323.
Santoso, Wahyu. (2009). Komposisi Mineral Makro dan Mikro daging Ikan Gurami (Osphronemous gouramy) pada berbagai waktu pemeliharaan.
Shimizu, Y; Toyohara, H; & Lanier, T.C. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.
Spinelli, J & Dassow, J.A. (1982). Fish Proteins: Their Modification and Potential Uses in The Food Industry. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, Hebard CE, Ward DR, editor. Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. Connecticut: AVI Publishing Company.
Suzuki T. (1981). Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied Science Publishing. Ltd.
U, Parvathy & George, S. (2014). Influence of Cryoprotectant Levels on Storage Stability of Surimi from Nemipterus japonicus and Quality of Surimi-Based Products. Journal Food Science Technology 51(5):982–987.
Wibowo, Singgih. (2004). Pembuatan Bakso Ikan dan Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarno, F.G. (2004). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
LA=13
× (a )× (h0+4 (h1)+2 ( h2 )+4 ( h3 )+hn )
LB=13
× (a )× (h0+4 (h1 )+2 ( h2 )+4 (h3 )+hn)
Larea basa h=LA−LB
Mg H2 O=Larea basah - 8,0
0,0948
Kelompok E1
LA=13
× ( 46 )× (116+4 (188 )+2 (204 )+4 (196 )+110 )
LA=33273,33
LB=13
× ( 46 ) × (116+4 (35 )+2 (13 )+4 (30 )+110 )
LB=7850,67
Larea basa h=33273,33−7850,67=25422,66
Mg H2 O=25422,66-8,00,0948
=268087,13
Kelompok E2
LA=13
× ( 48,5 )× (120+4 (227 )+2 (238 )+4 (225 )+102 )
LA=40513,67
LB=13
× ( 48,5 )× (120+4 (33 )+2 (19 )+4 (41 )+102 )
LB=8988,67
Larea basa h=40513,67−8988,67=31525
Mg H2 O=31525 -8,00,0948
=332457,81
Kelompok E3
LA=13
× (50 ) × (126+4 (199 )+2 (207 )+4 (202 )+93 )
15
16
LA=37284,079
LB=13
× (50 ) × (126+4 (36 )+2 (33 )+4 (39 )+93 )
LB=9750,195
Larea basa h=37284,079−9750,195=27533,884
Mg H2 O=27533,884 -8,00,0948
=290357,43
Kelompok E4
LA=13
× ( 49 )× (104+4 (183 )+2 (188 )+4 (176 )+103 )
LA=32970,27
LB=13
× ( 49 )× (104+4 (19 )+2 (10 )+4 (26 )+103 )
LB=6646,31
Larea basa h=32970,27−6646,31=26323,96
Mg H2 O=26323,96 -8,00,0948
=277594,52
Kelompok E5
LA=13
× (50 ) × ( 82+4 (204 )+2 (222 )+4 (203 )+76 )
LA=37166,67
LB=13
× (50 ) × ( 82+4 (21 )+2 (15 )+4 (24 )+76 )
LB=6133,33
Larea basa h=37166,67−6133,33=31033,34
Mg H2 O=31033,34 -8,00,0948
=327271,52
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
17
6.4. Milimeter Blok
6.5. Abstrak Jurnal