surfaktan

6
Teori Umum Defenisi Kelarutan Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen. Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak dimasukkan kedalam golongan produk lainnya”. Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah: 1. pH 2. Temperatur 3. Jenis pelarut 4. Bentuk dan ukuran partikel 5. Konstanta dielektrik pelarut 6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan lain-lain. Surfaktan Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan

Transcript of surfaktan

Page 1: surfaktan

Teori Umum

Defenisi Kelarutan

Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam

larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai interaksi spontan

dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam

mili liter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut

dalam 500 ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.

Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang mengandung satu

atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya,

cara peracikan atau penggunaanya, tidak dimasukkan kedalam golongan produk lainnya”.

Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum

larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu

melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:

1. pH

2. Temperatur

3. Jenis pelarut

4. Bentuk dan ukuran partikel

5. Konstanta dielektrik pelarut

6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan lain-lain.

Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus

lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan

adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya.

Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang

suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif,

negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka

udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada

pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam

dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang

panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Jatmika, 1998)

Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan

gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul

surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih

dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air

dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga

mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya

lebih dominan, maka molekulmolekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak

Page 2: surfaktan

dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga

mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan

larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun

konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka

surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical

Micelle Concentration (CMC), tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah

CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi

jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro,

1990).

Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan mediumsekaligus

membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel larut ke dalammedium (Martinet

al., 1993). Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat

yang disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar tinggi sampai Critical Micelle

Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu

selanjutnya dapat pula mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena

surfaktan dan membranmengandung komponen penyusun yang sama (Attwood & Florence,

1985;Sudjaswadi,1991).

Salah satu sifat penting dari surfaktan adalah kemampuan untuk meningkatkankalarutan bahan yang

tidak larut atau sedikit larut dalam medium dispersi. Surfaktan pada konsentrasi rendah,

menurunkan tegangan permukaan dan menaikkan laju kelarutan obat(Martinet al., 1993).

Sedangkan pada kadar yang lebih tinggi surfaktan akan berkumpul membentuk agregat yang

disebut misel (Shargelet al.,1999)

Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu:

1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Contohnya

adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat asam lemak rantai

panjang.

2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya

garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil

dimethil benzil ammonium.

3. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya ester

gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil

amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina

oksida.

4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan

negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain.

Page 3: surfaktan

Pembahasan

Pada percobaan ini diawali dengan melakukan pencampuran larutan yaitu antara air dan

surfaktan dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai dengan yang telah ditentukan. Kemudian

sampel (asam salisilat) dilarutkan dalam pelarut yang telah ditambahakn surfaktan tersebut dan

dilakukan pengocokan dengan menggunakan pengocok orbital selama 15 menit. Setelah itu

dilakukan titrasi pembakuan terhadap larutan baku sekunder (NaOH 0,1N). Titrasi yang dilakukan

adalah titrasi asam-basa, yaitu titrasi terhadap larutan asam salisilat terhadap larutan yang berasal

dari basa dengan menggunakan indikator fenolptalein (pp).

Indikator fenolptalein dipilih karena rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar 8,0 - 10,0.

Indikator fenolptalein berfungsi untuk menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau titik

ekuivalen. Titik ekuivalen titrasi adalah titik dimana larutan titran dan larutan uji telah bereaksi

sempurna yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna

merah muda. Sehingga diperoleh larutan jenuh, yaitu larutan dimana zat terlarut ada yang tidak larut

dalam pelarutnya. Larutan kemudian difiltrasi dengan kertas saring untuk memisahkan endapan dan

pengotor.

Larutan yang telah disaring kemudian di titrasi dengan larutan NaOH dan indikator pp

hingga diperoleh titik ekuivalen. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi asam salisilat

dalam berbagai konsentrasi pelarut dan surfaktan, berbeda-beda. Dari data hasil percobaan didapat

bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan ke dalam larutan asam salisilat maka

semakin besar pula volume NaOH yang dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar

konsentrasi surfaktan maka akan semakin tinggi pula kelarutan asam salisilat di dalam air. Hal ini

terjadi karena surfaktan merupakan molekul ampifilik yaitu memiliki gugus hidrofilik (suka

air,polar) dan gugus lipofilik (suka minyak, nonpolar), sehingga surfaktan memiliki aftinitas dengan

pelarut polar (air) ataupun nonpolar (minyak).

Berdasarkan grafik hasil percobaan, menunjukkan bahwa kadar asam salisilat semakin

meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan. Grafik setelah naik akan

memperlihatkan garis lurus yang berarti konsentrasinya menjadi konstan. Hal ini menunjukan

surfaktan tersebut telah menurunkan tegangan permukaan pada larutan asam salisilat sampai pada

titik Critical Micelle Concentration (CMC). Pada titik Critical Micelle Concentration (CMC) ini

surfaktan menjadi jenuh dan surfaktan yang berlebih akan membentuk misel. Misel sendiri adalah

suatu  agregat yang mengandung monomer-monomer surfaktan. Pada konsentrasi setelah CMC,

surfaktan akan meningkatkan kelarutan zat yang tidak larut air karena zat tersebut dapat

tersembunyi di dalam misel. Misel ini berperan dalam proses solubilisasi miselar. Solubilisasi

miselar adalah suatu pelarutan spontan yang terjadi pada molekul zat yang sukar larut dalam air

melalui interaksi yang reversibel dengan misel dari surfaktan larutan sehingga terbentuk suatu

larutan yang stabil secara termodinamika.

Page 4: surfaktan

Kesimpulan

Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan asam salisilat.

2. Semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan ke dalam larutan asam salisilat maka

semakin besar pula volume NaOH yang dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

besar konsentrasi surfaktan maka akan semakin tinggi pula kelarutan asam salisilat di dalam

air.

3. Saat larutan mencapai Critical Micelle Concentration (CMC) maka  surfaktan menjadi jenuh

dan akan membentuk misel yang dapat menjerat asam salisilat atau zat lain yang tidak larut

air atau pelarut lainnya.

4. Saat konsentrasi surfaktan yang ditambahkan sangat jauh melebihi CMC, makan

kelarutannnya pun akan menurun (larutan menjadi jenuh).