Makalah Surfaktan Fix

89
TUGAS MAKALAH PETROKIMIA DAN OLEOKIMIA SURFAKTAN OLEH : KELOMPOK 4 ANTONI ALAMSYAH 1107114210 ARI RIDHA AMRIL 1107114247 FAKHRI SAPUTRA 1107120651 LANIE FARADINA 1107114189

Transcript of Makalah Surfaktan Fix

TUGAS MAKALAH PETROKIMIA DAN OLEOKIMIASURFAKTAN

OLEH :KELOMPOK 4

ANTONI ALAMSYAH 1107114210ARI RIDHA AMRIL 1107114247FAKHRI SAPUTRA 1107120651LANIE FARADINA 1107114189

JURUSAN TEKNIK KIMIA S1FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU2013

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGSurfaktan adalah senyawa organik yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (biasa disebut kepala) yang suka air (gugus hidrofilik) dan ujung satunya (yang disebut ekor) yang tidak suka air (hidrofobik). Apabila ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Surfaktan adalah zat aktif yang berperan sebagai pengemulasi minyak dan air, sehingga surfaktan adalah senyawa yang memegang peranan penting dalam proses penghilangan kotoran. Namun selama ini surfaktan bersumber dari bahan baku minyak bumi. Surfaktan yang disintesis dari turunan minyak bumi dan gas alam sukar terdegradasi oleh alam, di samping itu proses pembuatan surfaktan dari bahan baku ini menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh karena itu, saat ini telah dikembangkan produksi surfaktan dari sumber nabati, yaitu kelapa sawit. Sedikitnya ada 13 jenis surfaktan yang dapat dihasilkan dari minyak kelapa sawit. Dari berbagai jenis surfaktan itu, lebih lanjut dapat dihasilkan beraneka produk komersial, seperti bahan baku pembersih berupa detergen dan pelembut pakaian, kosmetika yang meliputi sabun, sampo, perawatan kulit, hingga pasta gigi. Dari Surfaktan juga dapat dihasilkan bahan pewarna tekstil, pelumas, bahan baku farmasi untuk obat dan pembuatan vaksin, serta aditif bagi bahan bakar minyak.Pengembangan surfaktan berbasis minyak sawit dapat dilakukan di Indonesia mengingat produksi minyak sawit Indonesia yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Produksi surfaktan dari kelapa sawit bila dibandingkan dengan harga CPO (crude palm oil), surfaktan memiliki harga jual 20 kali lipat lebih tinggi. Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi atau biokimiawi. Salah satu jenis surfaktan yang banyak diperlukan di industri, khususnya industri deterjen adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES).

1.2 TUJUANMakalah ini bertujuan untuk melegkapi tugas Proses Industri Petro dan Oleokimia. Selain itu ingin memperdalam pengetahuan serta memberi informasi kepafda pembaca tentang jenis, kegunaan, proses produksi surfaktan dan beberapa aplikasi penggunaan surfaktan dalam kehidupan.

BAB IIISI

2.1 Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Jatmika, 1998).Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekulmolekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990).

2.2Struktur Pembentuk dan Pembuatan Surfaktan

Surfaktan (surfactant = surfactive active agent) adalah zat seperti detergent yang ditambahkan pada cairan utuk meningkatkan sifat penyebaran atau pembasahan dengan menurunkan tegangan permukaan caira khususnya air. Sufaktan mempunyai struktur molekul yang terdiri dari gugus hydrophobic dan hydrophilic. Gugus hydrophobic merupakan gugus yang sedikit tertarik/menolak air sedangkan gugus hydrophilic tertarik kuat pada molekul air. Sturktur ini disebut juga dengan struktur amphipatic. Adanya dua gugus ini menyebabkan penurunan tegangan muka dipermukaan cairan. Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak.

Gambar 2.1 Surfaktan

Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Surfaktan

2.3Jenis-jenis SurfaktanKlasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu:1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat asam lemak rantai panjang.2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain.

Gambar 2.3 Klasifikasi Surfaktan

2.4 Konsumsi Surfaktan duniaPermintaas surfaktan di dunia internasional cukup besar. Pada tahun 2004, permintaan surfaktan sebesar 11,82 juta ton per-tahun dan pertumbuhan permintaan surfaktan rata-rata 3 persen per-tahun (Widodo, 2004). Tabel 2.1 Konsumsi Surfaktan Dunia tahun 2003

Penggunaan surfaktan sangat bervariasi, seperti bahan deterjen, kosmetik, farmasi, makanan, tekstil, plastik dan lain- lain. Beberapa produk pangan seperti margarin, es krim, dan lain-lain menggunakan surfaktan sebagai satu bahannya. Syarat agar surfaktan dapat digunakan untuk produk pangan yaitu bahwa surfaktan tersebut mempunyai nilai Hydrophyle Lypophyle Balance (HLB) antara 2-16, tidak beracun, serta tidak menimbulkan iritasi. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak.Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan yang tidak saling melarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase kontinu atau medium dispersi. Berdasarkan jenisnya emulsi dibedakan menjadi dua yaitu:5) a. Emulsi minyak dalam air (O/W), adalah emulsi dimana bahan pengemulsinya mudah larut dalam air sehingga air dikatakan sebagai fase eksternal.b. Emulsi air dalam minyak (W/O), adalah emulsi dimana bahan pengemulsinya mudah larut dalam minyak.

2.5 BiosurfaktanSurfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi, seperti linier alkilbensen sulfonat (LAS), alkil sulfonat (AS), alkil etoksilat (AE) dan alkil etoksilat sulfat (AES). Surfaktan dari turunan minyak bumi dan gas alam ini dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, karena surfaktan ini setelah digunakan akan menjadi limbah yang sukar terdegradasi. Disamping itu, minyak bumi yang digunakan merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbaharui. Masalah inilah yang menyebabkan banyak pihak mencari alternatif surfaktan yang mudah terdegradasi dan berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui (Herawan, 1998; Warwel, dkk. 2001). Penerapan bioteknologi pada sintesis surfaktan akhir-akhir ini mendapat perhatian yang besar. Bioteknologi dapat didefinisikan sebagai pemanfaatan jasad hidup dan proses biologis/kimia dalam suatu proses metabolisme untuk menghasilkan produk bernilai ekonomis lebih tinggi. Sejalan dengan definisi di atas serta didukung dengan jumlah minyak nabati sebagai pemasok bahan baku biosurfaktan maka penerapan bioteknologi pada sintesis biosurfaktan ini berpotensi besar untuk diaplikasikan. Biosurfaktan mempunyai sifat yang mirip seperti surfaktan sintetik, akan tetapi biosurfaktan lebih rendah tingkat toksisitasnya, mudah terurai secara biologi, lebih efektif pada suhu, pH dan kadar garam yang berlebihan, dan lebih mudah disintesis. Di samping itu, sifat aktif permukaan yang dimilikinya berbeda dengan surfaktan yang disintesis secara kimia. Biosurfaktan mempunyai banyak struktur. Sebagian besar adalah lemak, yang memiliki ciri struktur surfaktan amfifil. Bagian lipofil dari lemak hampir selalu gugus hidrokarbon dari satu atau lebih asam lemak jenuh atau tak jenuh dan mengandung struktur siklik atau gugus hidroksi. Sebagian besar biosurfaktan bermuatan netral atau negatif. Pada biosurfaktan anionik, muatan itu disebabkan oleh karboksilat dan/atau fosfat atau kelompok sulfat. Sejumlah kecil biosurfaktan kationik mengandung gugus amina. Biosurfaktan sebagian besar diproduksi oleh mikroorganisme seperti bakteri, ragi (khamir) dan kapang secara biotransformasi sel. Beberapa mikroba dapat menghasilkan surfaktan pada saat tumbuh pada berbagai substrat yang berbeda, mulai dari karbohidrat sampai hidrokarbon. Perubahan substrat seringkali mengubah juga struktur kimia dari produk sehingga akan mengubah sifat surfaktan yang dihasilkan. Pengetahuan mengenai surfaktan akan sangat berguna dalam merancang produk dengan sifat yang sesuai dengan aplikasi yang diinginkan. Beberapa mikroorganisme juga ada yang menghasilkan enzim dan dapat digunakan sebagai katalis pada proses hidrolisis, alkoholisis, kondensasi, asilasi atau esterifikasi. Proses ini digunakan dalam pembuatan berbagai jenis produk surfaktan termasuk monogliserida, fosfolipida dan surfaktan asam amino. (Herawan, 1998; Ee Lin Soo, dkk. 2003)Biosurfaktan paling banyak digunakan pada produk-produk yang langsung berhubungan dengan tubuh manusia seperti kosmetika, obat-obatan dan makanan, selain itu ada juga yang digunakan pada pengolahan limbah untuk mengendalikan lingkungan (Herawan, 1998). Pada saat ini penggunaan biosurfaktan pada industri pangan dan non pangan (kimia) secara umum masih belum kompetitif karena masih tingginya biaya produksi. Namun demikian, masalah lingkungan yang diakibatkan oleh surfaktan sintetik memacu produksi dan aplikasi biosurfaktan untuk berkembang. Oleh sebab itu, agar biosurfaktan dapat bersaing dengan surfaktan kimia, harus ditemukan proses produksi yang lebih ekonomis. Kajian proses produksi biosurfaktan secara fermentasi maupun biotransformasi untuk mengurangi biaya produksi harus dilakukan, seperti upaya untuk mendapatkan perolehan (yield) yang tinggi, akumulasi produk serta penggunaan bahan baku yang murah atau malah tidak bernilai jual. Salah satu strategi untuk memproduksi biosurfaktan adalah dengan menggunakan bahan baku dari industri pertanian dan hasil sampingnya termasuk limbah yang dihasilkannya.2.5.1Surfaktan Alkanolamida

Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, karena itu golongan senyawa ini banyak terdapat di alam. Amida yang terpenting adalah protein. Amida dapat bereaksi dengan asam dan reaksi ini tidak membentuk garam karena amida merupakan basa yang sangat lemah. Selain itu senyawa amida merupakan nukleofilik yang lemah dan bereaksi sangat lambat dengan alkil halida. Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan amina dengan trigliserida, asam lemak atau metil ester asam lemak. Senyawa amina yang digunakan dalam reaksi amidasi sangat bervariasi seperti etanolamina dan dietanolamina, yang dibuat dengan mereaksikan amonia dengan etilen oksida.

Alkanolamina seperti etanolamina, jika direaksikan dengan asam lemak akan membentuk suatu alkanolamida dan melepaskan air. Alkanolamida merupakan kelompok surfaktan nonionik yang berkembang dengan pesat. Beberapa contoh surfaktan alkanolamida ditunjukkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.4 Beberapa Jenis Surfaktan Alkanolamida

Jenis surfaktan yang biasanya digunakan pada produk-produk kosmetika dan pangan adalah lemak/asam lemak yang berasal dari minyak kelapa, dan saat ini seluruhnya diimpor dari negara lain. Surfaktan alkanolamida yang berasal dari minyak kelapa contohnya coconut dietanolamida. Coconut dietanolamida dimanfaatkan sebagai penstabil busa, bahan pendispersi, dan viscosity builder pada produk-produk toiletries dan pembersih seperti shampo, emulsifier, bubble bath, detergen bubuk dan cair, stabilizer skin conditioner dan sebagainya.2.5.2 DietanolamidaDietanolamida pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol dietanolamina dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama Kritchevsky amida sesuai dengan nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150oC selama 6-12 jam (Herawan, dkk. 1999). Dari hasil reaksi akan dihasilkan dietanolamida dan hasil samping berupa sabun amina. Kehadiran sabun amina ini, tentu saja akan menaikkan pH produk. Pada tahap pemurnian diperlukan pemisahan produk utama dengan sabun amina.Dietanolamida merupakan salah satu surfaktan alkanolamida yang paling penting. Dietanolamida berfungsi sebagai bahan penstabil dan pengembang busa. Hal ini disebabkan karena adanya kotoran berminyak seperti sebum menyebabkan stabilitas busa sabun cair atau shampo akan berkurang secara drastis. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan penstabil busa yang berfungsi untuk menstabilkan dan mengubah struktur busa agar diperoleh busa yang lebih banyak, pekat dengan buih yang sedikit.Pada pembuatan sabun, dietanolamida digunakan agar sabun menjadi lembut. Pemakaian dietanolamida pada formula shampo dapat mencegah terjadinya proses penghilangan minyak yang berlebihan pada rambut (efek perlemakan berlebihan) dan produk yang dihasilkan tidak menyebabkan rasa pedih di mata, sehingga cocok untuk digunakan sebagai produk sabun dan shampo bagi bayi (Holmberg, 2001). Sintesis dietanolamida menggunakan bahan baku dietanolamina dan asam laurat. Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Sifat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut (E Merck, 2008):Rumus molekul : C4H11NO2Berat Molekul : 105,1364 gr/molDensitas : 1,090 gr/cm3Titik Lebur : 28oC (1 atm)Titik Didih : 269 - 270oC (1 atm)Kelarutan : H2O, alkohol dan eter2.6 Proses produksi surfaktan2.6.1 Bahan Mentah SurfaktanSurfaktan dapat berasal dari surfaktan oleokimia maupun surfaktan petrokimia. Secara umum, kebanyakan rantai hidrokarbon dalam sebagian besar surfaktan dan lain-lain surfaktan istimewa dihasilkan dari bahan mentah berikut:1. Lemak dan minyak biasa2. Petroleum3. Etilena4. Propilena1. Bahan Surfaktan Dari Lemak Dan Minyak Dalam minyak dan lemak, rantai hidrokarbon di bentuk di dalam bahan mentah menjadi trasilgliserol (TAG). TAG yang berasal dari sumber hewan dan tumbuhan ini dipisahkan dan direaksikan secara kimia menjadi bahan penting surfaktan. Minyak kelapa dan minyak inti sawit penghasil rantai C12-C14. Bahan ini terdiri dari berbagai unsur yang akan diubah menjadi surfaktan antara lain:a. Asam Lemakb. Metil Ester Lemakc. Alkohol Lemak2. Bahan Surfakatan Dari Petroleum Rantai hidrokarbon linear atau n-parafin dapat diekstrak dari fraksi petroleum Kerosen adalah faraksi petroleum yang mengandung hidrokarbon C10-C16Bahan ini terdiri dari:a. N-parafinb. Alkil Benzen Linear (LAB)3. Bahan Surfaktan Dari Etilenaa. Proses Pemanjangan Etilena Zieglerb. Alkohol Zieglerc. Alkil Fenol, Deodesil Benzena, dan Isotridesil Alkohol

2.6.2 Proses ProduksiA. Produksi surfaktan alkohol lemak sulfatAlkohol lemak yang memiliki panjang rantai C12-C18 memiliki formulasi produk detergen sebab memiliki kualitas deterjen yang bagus, sifat pembasahan dan pembusaan, dan biodegradabilitas. Rantai C12-C14 dikenal dengan nama sodium lauryl sulfat (SLS) yang memiliki pembusaan optimum dan sebagai foaming agent dalam produksi pasta gigi. Sedangkan rantai C12-C14 dan C12-C16 digunakan dalam produksi sampo.

Reaksi KimiaAlkohol lemak sulfat menetralkan garam sebagai sodium coco alkohol lemak sulfat. Produk ini dihasilkan dengan mereaksikan alkohol lemak dengan sulfur trioksida dan kemudian dinetralisai dengan menggunakan soda kaustik :RCH2OH + SO3 RCH2OSO3Halkohol lemak sulfur trioksida fatty alcohol sulfuric acid

RCH2OSO3H + NaOH RCH2OSO3Na + H2Ofatty alcohol sulfuric acid soda kaustik sodium fatty alcohol sulfate airTingkatan produk adalah setengah ester asam sulfur dan harus segera dinetralisasi. Produk akhir mengandung sekitar 1.5% sodium sulfat, 1.0-1.5% alkohol nonreaksi, dan 0.5% alkali bebas.Pada proses akhir reaksi pembentukan alkohol lemak sulfat adalah dengan menambahkan gas SO3 sebagai agen sulfasi. Proses ini bukan saja menghasilkan produk murni yang tinggi namun juga sangat ekonomis dan ramah lingkungan. ProsesHal yang utama dalam proses produksi surfaktan adalah reaktor. Reaktor yang digunakan adalah batch, cascade, atau tipe falling film. Kebanyakan industri-industri menggunakan reaktor tipe falling film karena reaksi dapat terkontrol dan lebih efisien. Reaktor Falling-film terdiri dari multitube, monotube, atau annular.

Gambar 2.5 Multitube film reactorProduksi alkohol lemak sulfat atau sulfat lainnya terdiri atas lima tahap, yaitu:1. Proses persiapan udara (Process Air Preparation)2. Sulfur Trioxide Generation3. Sulfasi4. Netaralisasi5. Perawatan gas lemah (exhaust gas treatment)1. Process Air PreparationProses udara harus benar-benar kering dengan titik embun(dewpoint) sekitar 50 C. Dengan adanya embun akan terjadi korosif (sebab reaksi ini ditambah gas SO3) dan juga meningkatkan warna produk. Udara dialirkan ke dalam kompresor besar untuk sistem pendinginan, di mana suhu yang digunakan sekitar 3-5 C dan uap-uap di kondensasikan. Selanjutnya udara di dikeluarkan melalui sebuah dehumdifier (pengering udara), seperti silika gel dimana sisa-sisa uap terakhir di tahan/di simpan.

Gambar 2.6 Ballestras air drying system

2. Sulfur Trioxide GenerationDalam proses ini, sulfur dengan kemurnian yang tinggi (kemurnian 99,5%) di larutkan dalam sebuah tanki dan suhu dijaga sekitar 145-150 C untuk mempertahankan viskositas minimum dan nilai konstan. Sulfur cair dimasukkan ke dalam sulfur burner (pembakar sulfur) dengan pompa meter khusus dan kemudian dibakar dengan SO2 menggunakan udara kering. Gas SO2 cair (6-7%) meninggalkan burner pada suhu 650 C dan didinginkan pada suhu 430 C sebelum diumpankan ke dalam konverter.Katalitik konverter dengan tiga sampai empat katalis vanadium pentoksida mengkonversi SO2 menjdai SO3 dengan efisiensi konversi 98%. Gas SO3 didinginkan di bawah suhu 60 C, dicairkan hingga 4% volume, dan dikeluarkan melalui mist eliminator untuk memindahkan sisa oleum sebelum diumpankan ke dalam reaktor.

Gambar 2.7 Typical System For Generation SO3 Gas

3. SulfasiSulfasi dilakukan di reaktor film multitude untuk mengontrol keakurasian rasio mol antara SO3 dengan umpan organik dalam berbagai pipa. Umpan di masukkan di bagian atas dan mengalir ke bawah di samping pipa. Ketika reaksi berlangsung eksotermis, air dingin pada aliran kontrol dimasukkan ke dalam jaket untuk menjaga temperatur pada 45-50 C maksimum. Yield reaksi sebesar 97% dapat dicapai. Proses ini ditunjukkan pada gambar reaktor multitube film.4. NetralisasiTingkatan produk dari reaktor harus dinetralisasi segera, dengan hidrolisis bisa menghindari pengaruh buruk bagi proses dan kualitas produk. Proses ini akan lebih berhasil jika langkah ini dilakukan duakali terhadap unit netralisasi. Dengan pencampuran multibladed maka dihasilkan campuran yang homogen.Perlu diperhatikan bahwa netralisasi akan memelihara sifat-sifat alkali sekecil apapun untuk menjaga kelancaran dan stabilitas proses. Konsentrasi rata-rata zat aktif sebesar 72% dapat digunakan. Konsentrasi yang terlalu tinggi tidak baik digunakan karena akan menimbulkan kesulitan dalam proses. Jika menginginkan sebuah produk kering, maka proses selanjutnya dengan melewati sebuah wiped film evaporator.

Gambar 2.8 Ballestras Double Step Neutralization

5. Exhaust gas treatmentKomposisi gas harus di hilangkan dengan meregulasi lingkungan. Gas lemah terdiri dari zat-zat organik sisa, SO3 nonreaksi dan gas SO2. Pertama kedua kotoran dipindahkan dari electrostatic presipitator. Sisa gas SO2 dipindahkan dari reaksi dengan menambahkan soda kaustik yang mengalir dengan arus berlawanan sepanjang scrubbing coloumn. Konsentrasi gas sisa dalam gas lemah SO2 dilepaskan ke dalam atmosfir dengan tekanan maksimum 5 ppm.

Gambar 2.9 Ballestras Gas Scrubbing System

B. Sulfonasi metil ester asam lemak Salah satu jenis surfaktan yang banyak diperlukan di industri, khususnya industri deterjen adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Keunggulannya dalam menghilangkan sifat kekerasan air menjadikannya lebih baik daripada alkohol lemak sulfat. Dengan memproduksi MES dari minyak sawit maka diharapkan kecenderungan penggunaan bahan baku minyak bumi dapat ditekan. Reaksi

Gambar 2.10 Sulfonasi metil ester asam lemak

Sulfonasi metil ester asam lemak berbeda dari alkohol lemak. Mekanisme reaksi terdiri dari dua tahap. Pada reaksi pertama, gas SO3 bereaksi cepat dengan sulfoanhydride. Langkah kedua (dengan waktu 40-90 menit), sulfoanhydride berubah menjadi agen sulfonasi yang bereaksi dengan still-unreacted ester. Reaksi membutuhkan SO3 excess sebesar 20-30 mol % untuk diinisiasikan. Dengan adanya excess, formasi dari disalt selama proses netralisasi dapat dihindari. Cara ini dilakukan untuk meminimalisasikan proses esterifikasi kembali setelah langkah kedua.Langkah netralisasi ini memiliki kesamaan dengan langkah netralisasi dalam produksi alkohol lemak sulfat. Karena adanya reaksi awal dan kondisi selama proses sulfonasi, dihasilkan warna gelap pada produk yang dapat dihilangkan dengan proses bleaching. Postreaction treatment dengan H2O2 dan NaOCl menghasilkan sebuah produk dengan warna yang baik. ProsesProses pembuatan surfaktan metil ester sulfonat anionik dari CPO dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama berupa proses saponifikasi CPO dengan larutan NaOH dilanjutkan netralisasi dengan menghasilkan asam lemak. Tahap kedua berupa prosesesterifikasi asam lemak dengan metanol menghasilkan metil ester. Tahap ketiga adalah sulfonasi metil ester dengan asam sulfat menjadi metil ester sulfonat, yang merupakan bahan kimia surfaktanProses saponifikasi CPO dilakukan dalam reaktor kapasitas 500 mL yang dilengkapi pengaduk dan alat pengendali suhu. Reaksi dijalankan pada perbandingan pereaksi antara CPO dengan larutan NaOH dibuat tetap stoikhiometrik. Konsentrasi larutan NaOH dibuat bervariasi antara 0,4 N sampai 1N dan suhu reaksi 80 oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan larutan NaOH encer sekitar 0,5 N atau kurang, nilai konversinya rendah. Penggunaan larutan NaOH yang pekat sekitar 0,95 N atau lebih, campuran bahan pereaksi menggumpal dan konversinya juga rendah. Nilai konversi pada suhu reaksi 60oC atau dibawahnya relatif rendah dibanding dengan konversi pada suhu 70 oC. Konversi saponifikasi mencapai nilai yang tinggi pada pemakaian larutan NaOH sekitar 0,7 N dan suhu reaksi 70 oC. Pada kondisi itu konversi mencapai 80% dalam waktu 150 menit. Produksi metil ester sulfonat dalam skala industri terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu tahap sulfonasi, tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan.

1. Tahap SulfonasiMES diproduksi melalui proses sulfonasi metil ester dengan campuran SO3/udara. Reaksi pengontakkan SO3 dan bahan organik terjadi di dalam suatu falling film reactor. Gas dan organik mengalir di dalam tube secara co-current dari bagian atas reaktor pada temperatur 45oC dan keluar reaktor pada temperatur sekitar 30oC. Proses pendinginan dilakukan dengan air pendingin yang berasal dari cooling tower. Air pendingin ini mengalir pada bagian shell dari reaktor. Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan temperatur reaksi akibat reaksi eksoterm yang berlangsung di dalam reaktor.

Gambar 2.11 Proses sulfonasi Agar campuran MESA mencapai waktu yang tepat dalam reaksi sulfonasi yang sempurna, MESA harus dilewatkan kedalam digester yang memilki temperature konstan (~80oC) selama kurang lebih satu jam. Efek samping dari MESA digestion adalah penggelapan warna campuran asam sulfonat secara signifikan. Sementara itu, gas-gas yang meninggalkan reaktor menuju sistem pembersihan gas buangan (waste gas cleaning system).1. Tahap Pemucatan (Bleaching)Untuk mengurangi warna sampai sesuai dengan spesifikasi, digested MESA harus diukur didalam sistem kontinu acid bleaching, dimana dicampurkan dengan laju alir metanol yang terkontrol dan hidrogen peroksida sesudahnya. Reaksi bleaching lalu dilanjutkan dengan metanol reflux dan pengontrolan temperatur yang presisi.1. Tahap NetralisasiAcid ester yang terbentuk dalam proses sulfonasi bersifat tidak stabil dan mudah terhidrolisis. Oleh karena itu, pencampuran yang sempurna antara asam sulfonat dan aliran basa dibutuhkan dalam proses netralisasi untuk mencegah lokalisasi kenaikan pH dan temperatur yang dapat mengakibatkan reaksi hidrolisis yang berlebih. Neutralizer beroperasi secara kontinu, mempertahankan komposisi dan pH dari pasta secara otomatis.

Gambar 2.12 Proses penetralan

1. Tahap PengeringanSelanjutnya, pasta netral MES dilewatkan ke dalam sistem TurboTubeTM Dryer dimana metanol dan air proses yang berlebih dipisahkan untuk menghasilkan pasta terkonsentrasi atau produk granula kering MES, dimana produk ini tergantung pada berat molekul MES dan target aplikasi produk. Langkah akhir adalah merumuskan dan menyiapkan produk MES dalam komposisi akhir, baik itu dalam bentuk cair, batangan semi-padat atau granula padat, dengan menggunakan teknologi yang tepat.

C. Produksi Surfaktan Dari Monoalkil FosfatMonoalkil sulfat dan ester fosfat merupakan suatu tipe khusus fosfat yang merupakan suatu surfaktan anionik . Fungsinya yang menekan busa digunakan sebagai komponen surfaktan untuk alkalin, dan sebagai pembersih dan pembuatan kosmetik khusus. Reaksi:Fosfat ester direaksikan dengan phosphosporus oxychloride dengan proses hidrolisis. Proses ini menghasilkan monoalkil, dialkil, dan triakil fosfat. Cara lain adalah dengan mereaksikan dengan alkohol lemak salah satunya dengan fosfor pentoksida atau asam polifosforik. Dalam proses dihasilkan produk asam alkil fosfat yang siknifikan yang menggunakan dua unsur fosfat agent. Dengan menggunakan asam polifosforik dihasilkan ratio yang besar antara monoester : diester daripada dengan menggunakan fosfor pentoksida.

Proses:Fosfat ester direaksikan pada temperatur 80-120 C pada tekanan atmosfir. Temperatur juga bisa digunakan pada 30-80 C. Temperatur yang rendah akan berakibat pada warna produk. Fosforus pentoksida ditambahkan ke dalam alkohol dengan rasio yang disesuaikan seperti larutan pentoksida dan reaksi terjadi tanpa penggumpalan (lumping). Penggumpalan dapat menyebabkan P2O5 tidak reaktif. Reaksi antara alkohol dengan P2O5 berada pada fasa liquid dan eksotermis serta tidak menggunakan katalis. Penambahan sedikit asam hyphosporus atau garamnya akan menghasilkan warna pucat, yaitu warna stabil pada produk.

D. Produksi Surfaktan Gliserol MonooleatDalam pembuatan surfaktan cair gliserol monooleat skala komersial yang produk atau teknologinya teraplikasi di industri pengguna (industri tekstil) digunakan sistem proses batch. Pembuatan surfaktan gliserol monooleat sistem batch dilakukan dalam skala 500 mL pada kondisi operasi suhu 180 C, waktu 7 jam , tekanan atmosferik, pengadukan 450 rpm melalui reaksi esterifikasi antara gliserol dan asam oleat dengan katalis asam. Produk surfaktan gliserol monooleat banyak digunakan di industri tekstil, kosmetik, dan lain-lain sebagai emulsifier. Pengembangan penelitian dari sistem batch menjadi sistem kontinyu dilakukan untuk mengefisienkan proses produksi yang meliputi ongkos produksi, waktu proses dan kapasitas produk.

E. Produksi Surfaktan N-parafinUntuk menghasilkan surfaktan, kerosen adalah sumber hidrokarbon yang paling penting. Parafin linear atau normal dapat dipisahkan dari yang bercabang dan siklik menggunakan proses MOLE X atau ISOSIVBiasanya 20-25% kerosen mengandung parafin normal denagn panjang rantai C10-C16. Parafin normal disuling dalam pembuatan surfaktan. Bagian hidrokarbon bercabang/siklik atau rafinat dijual sebagai bahan bakar (upgraded fuel)F. Produksi Surfaktan Alkil Benzen Linear (LAB)Alkil benzene linear (linear alkyl benzene, LAB) adalah bahan antara surfaktan terbesar saat ini. Proses utama pembuatan LAB adalah proses UOP PACOL/HF. Proses ini melibatkan penghidrogenan berkatalis (proses PACOL) n-parafin untuk merubah kira-kira 12 % parafin menjadi olefin. Kemudian olefin direaksikan dengan benzena menggunakan HF cair sebagai katalis. HF dipisahkan dari campuran organik benzena, paraffin, LAB dan alkilat berat yang tertinggal dipisahkan melalui penyulingan. Proses ini menghasilkan LAB jenis 2-fenil.

Gambar 2.13 Proses PACOL n-parafinG. Produksi Surfaktan Dengan Proses Pemanjangan Etilena ZieglerDalam pembuatan surfaktan, etilena digunakan untuk membentuk hidrokarbon berantai panjang. Proses yang digunakan adalah reaksi pemanjangan (growth reaction) untuk menghasilkan rantai hidrokarbon panjangnya C2 ke C20. Rantai hidrokarbon dipanjangkan melalui penambahan unit etilena ke organo-logam seperti trietil alumunium. Unit etilena diselipkan di antara rantai alkil yang memanjang dengan alumunium menjadi triakil alumunium atau produk perpanjangan.

H. Produksi Surfaktan Alkohol ZieglerDalam proses alkohol ziegler, alkohol lemak berantai karbon genap linear dihasilkan dari produk pemanjangan melalui pengoksidaan diikuti oleh hidrolisis.

Perbandingan proses-proses produksi surfaktan :a. Produksi surfaktan alkohol lemak: surfaktan hasil proses ini memiliki kualitas deterjen yang bagus karena memiliki sifat pembasahan dan pembusaan yang optimum (sodium lauryl sulfat (SLS) ) serta adanya sifat biodegradabilitas. Terdiri dari lima tahap proses yaitu: proses persiapan udara (process air preparation), sulfur trioxide generation, sulfasi, netaralisasi, perawatan gas lemah (exhaust gas treatment). Adanya penambahan gas SO3 sebagai agen sulfasi pada proses akhir reaksi pembentukan alkohol lemak sulfat, sehingga menghasilkan produk murni yang tinggi. Namun penambahan gas SO3 menyebabkan terjadi korosi. Pada Process Air Preparation digunakan dewpoint sebesar 50 C agar udara yang digunakan benar-benar kering. Adanya proses netralisasi menghindari pengaruh buruk bagi proses dan kualitas produk. Proses netralisasi dilakukan sebanyak duakali sehinga dihasilkan campuran larutan yang homogen. Netralisasi akan memelihara sifat-sifat alkali sekecil apapun untuk menjaga kelancaran dan stabilitas proses. Komposisi gas harus di hilangkan dengan meregulasi lingkungan dengan tekanan maksimum 5 ppm. b. Produksi surfaktan metil ester sulfat: Surfaktan ini memiliki keunggulan dalam menghilangkan sifat kekerasan air daripada alkohol lemak sulfat. Produksi MES dari minyak kelapa sawit diharapkan dapat menekan kecenderungan penggunaan bahan baku minyak bumi Proses pembuatan surfaktan metil ester sulfonat anionik dari CPO dilakukan melalui tiga tahap yaitu: saponifikasi CPO dengan larutan NaOH, proses esterifikasi yang dilanjutkan netralisasi, dan sulfonasi metil ester. Reaktor yang digunakan berkapasitas 500 mL. Sulfonasi metil ester asam lemak berbeda dari alkohol lemak dimana mekanisme reaksi terdiri dari dua tahap yaitu: pertama, gas SO3 bereaksi cepat dengan sulfoanhydride, kedua, (dengan waktu 40-90 menit), sulfoanhydride berubah menjadi agen sulfonasi yang bereaksi dengan still-unreacted ester. Langkah netralisasinya memiliki kesamaan dengan langkah netralisasi dalam produksi alkohol lemak sulfat, namun karena adanya reaksi awal dan kondisi selama proses sulfonasi, maka dihasilkan warna gelap pada produk yang dapat dihilangkan dengan proses bleaching. Adanya proses postreaction treatment dengan H2O2 dan NaOCl menghasilkan sebuah produk dengan warna yang baik. Penggunaan konsentrasi NaOH yang berbeda-beda harus diperhatikan karena memiliki kelemahan masing-masing. Konversi saponifikasi mencapai nilai yang tinggi pada pemakaian larutan NaOH sekitar 0,7 N dan suhu reaksi 70 oC. Pada kondisi itu konversi mencapai 80% dalam waktu 150 menit.c. Produksi surfaktan Dari Monoalkil Fosfat Monoalkil sulfat dan ester fosfat yang merupakan suatu surfaktan anionik memiliki fungsi yang dapat menekan busa sehingga digunakan sebagai komponen surfaktan untuk alkalin, dan sebagai pembersih serta pembuatan kosmetik khusus. Fosfat ester direaksikan dengan phosphosporus oxychloride dengan proses hidrolisis atau mereaksikan dengan alkohol lemak, salah satunya dengan fosfor pentoksida atau asam polifosforik Fosfat ester direaksikan pada temperatur 80-120 C pada tekanan atmosfir. Temperatur yang rendah akan berakibat pada warna produk. Reaksi terjadi tanpa penggumpalan (lumping). Penggumpalan dapat menyebabkan P2O5 tidak reaktif. Reaksi antara alkohol dengan P2O5 berada pada fasa liquid dan eksotermis serta tidak menggunakan katalis. Menghasilkan warna pucat, yaitu warna stabil pada produk.d. Produksi surfaktan gliserol monooleat: Surfaktan ini digunakan pada industri tekstil, kosmetik, dan juga sebagai emulsifier. Proses menggunakan sistem proses batch yang dilakukan dalam skala 500 mL pada kondisi operasi suhu 180 C, waktu 7 jam , tekanan atmosferik, pengadukan 450 rpm melalui reaksi esterifikasi antara gliserol dan asam oleat dengan katalis asam. e. Produksi surfaktan N-parafin: Menggunakan proses MOLE X atau ISOSIV Biasanya 20-25% kerosen mengandung parafin normal denagn panjang rantai C10-C16. dan parafin normal disuling dalam pembuatan surfaktan. f. Produksi surfaktan Alkil Benzen Linear (LAB): Proses utama pembuatan LAB adalah proses UOP PACOL/HF. Proses ini melibatkan penghidrogenan berkatalis (proses PACOL) n-parafin untuk merubah kira-kira 12 % parafin menjadi olefin Proses ini menghasilkan LAB jenis 2-fenil.g. Produksi surfaktan dengan Proses Pemanjangan Etilena Ziegler: Proses yang digunakan adalah reaksi pemanjangan (growth reaction) untuk menghasilkan rantai hidrokarbon panjangnya C2 ke C20 melalui penambahan unit etilena ke organo-logam seperti trietil alumunium Unit etilena diselipkan di antara rantai alkil yang memanjang dengan alumunium menjadi triakil alumunium atau produk perpanjanganh. Produksi surfaktan Alkohol Ziegler Dalam proses alkohol ziegler, alkohol lemak berantai karbon genap linear dihasilkan dari produk pemanjangan melalui pengoksidaan diikuti oleh hidrolisis.Meningkatnya harga minyak dunia yang sangat dirasakan akibatnya bagi perekonomian masyarakat juga akan meningkatkan harga komoditi turunan minyak bumi, termasuk surfaktan. Oleh karena itu pengembangan produk turunan minyak nabati, yaitu kelapa sawit, sebagai bahan baku surfaktan merupakan langkah strategis yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan negara dan masyarakat karena tingginya ketergantungan terhadap minyak bumi.Dilihat dari kinerja, baik surfaktan oleokimia maupun surfaktan petrokimia adalah bersifat komplementer. Sifat fisiko-kimia dalam setiap surfaktan menyebabkan keduanya tidak bisa saling mensubstitusi secara penuh. Linear Alkylbenzene Sulfonat (LAS) yang merupakan surfaktan petrokimia memiliki kinerja yang jauh lebih efektif sebagai zat pembersih bila dalam bentuk bubuk. Sementara, surfaktan oleokimia memiliki kinerja yang jauh lebih efektif sebagai zat pembersih bila dalam bentuk cair. LAS sangat efektif di berbagai kondisi air, baik air dengan kadar logam (hardness) tinggi maupun rendah. Sementara surfaktan oleokimia tidak begitu efektif kinerjanya dalam membersihkan larutan berkadar logam tinggi. Dengan kata lain, unsur kimia dalam surfaktan oleokimia tidak efektif mengendapkan zat logam kecuali kotoran yang mengandung protein dan lemak. Dari segi bisnis, pembuatan surfaktan LAS tidaklah serumit dan sekompleks pembuatan surfaktan lainnya yang lebih banyak tahapan produksinya. LAS dibuat dari alkilasi benzene yang merupakan turunan kedua dari minyak mentah setelah naptha. Oleh karena itu, sebagai salah satu negara produsen alkyl benzene terkemuka di dunia, Indonesia memiliki nilai tambah dalam hal harga domestik yang jauh lebih murah dari pasaran dunia. Walaupun surfaktan alcohol ethoxylate bisa diproduksi dari petrokimia, rute produksi dari oleokimia jauh lebih singkat dan lebih pendek. Penurunan harga ekspor surfaktan alcohol ethoxylate asal Indonesia bisa berasal dari adanya peningkatan efisiensi produksi dan peningkatan produktivitas. Di sisi lain, kala itu produksi tallow dunia (produk substitut oleokimia dari kelapa sawit) yang meningkat tajam seiring merebaknya wabah mad cow disease di benua Eropa dan Amerika. Sifatnya yang lebih ramah lingkungan ditunjang dengan luasnya aplikasi surfaktan oleokimia menyebabkan produsen kelapa sawit di Indonesia berlomba-lomba melakukan ekspansi ke industri oleokimia yang merupakan industri hilir dari industri minyak kelapa sawit. Beberapa produsen deterjen tingkat dunia menyikapi hal ini dengan dua gambaran yang saling membayangi dalam beberapa tahun mendatang, yakni melonjaknya harga oleokimia dan oversupply.

2.7 Surfaktan dalam Kehidupan2.7.1 Sabun Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air itu. Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif) seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992) a. Sifat sifat Sabun 1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH- 2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4Na2SO4+ Ca(CH3(CH2)16COO)23. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar). Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar).

Gambar 2.14 Molekul SabunAdapun sifat-sifat fisik sabun yang perlu diketahui oleh design engineer dan kimiawi adalah sebagai berikut:a. ViskositasSetelah minyak atau lemak disaponifikasi dengan alkali, maka akan dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar dari pada minyak atau alkali. Pada suhu di atas 75o C viskositas sabun tidak dapat meningkat secara signifikan, tapi di bawah suhu 75o C viskositasnya dapat meningkatkan secara cepat. Viskositas sabun tergantung pada temperature sabun dan komposisi lemak atau minyak yang dicampurkan.b. Panas JenisPanas jenis sabun adalah 0,56 Kal/gc. DensitasDensitas sabun murni berada pada range 0,96 0,99g

b. Kegunaan Sabun Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun: 1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J. Fessenden, 1992)c. Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran Kebanyakan kotoran pada pakaian atau kulit melekat sebagai lapisan tipis minyak. Jika lapisan minyak ini disingkirkan, berarti partikel kotoran dapat dicuci. Molekul sabun terdiri atas rantai seperti hidrokarbon yang panjang, terdiri atas atom karbon dengan gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Bila sabun dikocok dengan air akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati, larutan sabun ini mengandung agregat molekul sabun yang disebut misel (micelle). Rantai karbon nonpolar, atau lipofilik, mengarah kebagian pusat misel. Ujung molekul yang polar, atau hidrofilik membentuk permukaan misel yang berhadapan dengan air. Pada sabun biasa, bagian luar dari setiap misel bermuatan negatif, dan ion natrium yang positif berkumpul di dekat keliling setiap misel. Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara ini, butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari butiran minyak mencegah penggabungan (koalesensi). (Hard Harold, 1984). Secara singkat cara kerja sabun sebagai penghilang kotoran dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi bersih dan meresap lebih cepat kepermukaan kain.2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. 3. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

Gambar 2.15 Ekor lipofilik mengikat molekul kotorand. Bahan Pembuatan SabunSecara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun antara lain bahan baku dan bahan pendukung.1. Bahan Baku a. Jenis-jenis Minyak atau LemakJumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya : 1. Lemak Hewan (Tallow)Tallow adalah lemak padat pada temperatur kamar dan merupakan hasil pencampuran Asam Oleat (0-40%), Palmitat (25-30%), stearat (15-20%). Sabun yang berasal dari Tallow digunakan dalam industri sutra dan industri sabun mandi. Pada indsutri sabun mandi, tallow biasanya dicampurkan dengan minyak kelapa dengan perbandingan 80% tallow dan 20% minyak kelapa.2. Minyak Kelapa (Coconut Oil)Minyak kelapa merupakan komponen penting dalam pembuatan sabun. Kerena harga minyak kelapa cukup mahal, maka tidak digunakan untuk membuat sabun cuci. Minyak kelapa ini berasal dari kopra yang berisikan lemak putih dan dileburkan pada suhu 15oC. Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.3. Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil)Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Dengan warna minyak yang terang, minyak inti sawit dapat digunakan langsung untuk membuat sabun tanpa perlakuan pendahuluan terlebih dahulu.4. Minyak Sawit (Palm Oil)Dalam pembuatan sabun, minyak sawit dapat digunakan dalam berbagai macam bentuk, seperti Crude Palm Oil, RBD Palm Oil (minyak sawit yang telah dibleaching dan dideorisasi), Crude Palm falty Acid dan asam lemak sawit yang telah didestilasi. Crude Plam Oil yang telah dibleaching digunakan untuk membuat sabun cuci dan sabun mandi, RBD Palm Oil dapat digunakan tanpa melalui Pre-Treatment terlebih dahulu. Minyak sawit yang dicampurkan dalam pembuatan sabun sekitar 50% atau lebih tergantung pada kegunaan sabun yang diproduksi.5. Marine Oil.Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.6. Minyak Jarak (Castor Oil) Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.7. Minyak Zaitun (Olive Oil)Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

b. AlkaliBahan terpenting lainnya dalam pembuatan sabun adalah alkali seperti NaOH, KOH, Na2CO3, dan Ethanolamines. NaOH biasanya digunakan untuk membuat sabun cuci, sedangkan KOH digunakan untuk sabun mandi. Alkali yang digunakan harus bebas dari kontaminasi logam berat karena mempengaruhi nama dan struktur sabun serta dapat menurunkan resistansi terhadap oksidasi. (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

2. Bahan Baku PendukungBahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pengendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.a. NaCl. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.

b. Bahan aditif. Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers Inert, Anti oksidan, Pewarna, dan Parfum.3. 1)Builders (Bahan Penguat)Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.2)Fillers Inert (Bahan Pengisi)Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.3) PewarnaBahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange.4) ParfumKeberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower.e. Karakteristik Memilih Bahan Baku SabunAda beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara lain:1. WarnaLemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.2. Angka SaponifikasiAngka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalim hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.3. Bilangan IodBilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.

f. Reaksi Dasar Pembuatan Sabun1. SaponifikasiPembuatan sabun tergantung pada reaksi kimia organik, yaitu saponifikasi. Lemak direaksi dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserin. Persamaan reaksi dari saponifikasi adalah: C3H3(O2CR)3 + NaOH 3RCOONa + C3H5(OH)3 Lemak minyak Alkali Sabun GliserinPada rumus kimia diatas, R dapat berupa rantai yang sama maupun berbeda-beda dan biasanya dinyatakan dengan R1, R2, R3. Rantai R dapat berasal dari laurat, palmitat, stearat, atau asam lainnya yang secara umum di dalam minyak disebut sebagai eter gliserida. Struktur gliserida tergantung pada komposisi minyak. Perbandingan dalam pencampuran minyak dengan beberapa gliserida ditentukan oleh kadar asam lemak pada lemak atau minyak tersebut. Reaksi saponifikasi dihasilkan dari pendidihan lemak dengan alkali dengan menggunakan steam terbuka.2. Hidrolisa Lemak dan Penetralan dengan AlkaliPembuatan sabun melalui reaksi hidrolisa lemak tidak langsung menghasilkan sabun. Minyak atau lemak diubah terlebih dahulu menjadi asam lemak melalui proses splitting (hidrolisis) dengan menggunakan air, selanjutnya asam lemak yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis tersebut akan dinetralkan dengan alkali sehingga akan dihasilkan sabun. Hidrolisa ini merupakan kelanjutan dari proses saponifikasi. Secara kimia reaksi pembuatan sabunnya adalah :(i) C3H5(O2CR)3 + 3H2O 3RCO2H + C3H5(OH)3 Lemak/ MinyakAir Asam Lemak Gliserida (ii) 3RCOOH + 3NaOH 3RCOONa + 3H2OAsam Lemak Alkali sabun Air Air yang digunakan pada proses hidrolisis dapat berupa air dingin, panas atau dalam bentuk uap air panas (steam). Pada proses hidrolisa lemak, air yang digunakan berada pada tekanan dan temperatur yang tinggi, supaya reaksi hidrolisa dapat terjadi dengan cepat. Jika natrium karbonat (Na2CO3) digunakan sebagai penetralan asam lemak, maka selama reaksi saponifikasi akan menghasilkan CO2 dan menyebabkan massa bertambah sehingga material yang ada di dalam reaksi akan tumpah karena melebihi kapasitas reaksi yang digunakan. Dengan alasan ini, maka Na2CO3 digunakan pada reaksi yang berada pada reactor yang memiliki kapasitas yang cukup besar.g. Proses Pembuatan SabunAda empat metode dalam pembuatan sabun yaitu sebagai berikut: a. Proses Pendidihan penuhProses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu lemak atau minyak dipanaskan di dalam ketel (batch) dengan menambahakan NaOH yang telah dipanaskan. Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk pasta kira-kira setelah 3-4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta tambahkan NaCl (10-12%) maka terbentuklah sabun dan alkali, lalu keduanya dipisahkan dengan menggunakan air panas sehingga dihasilkan produksi utama berupa sabun dan produksi sampingan berupa gliserin.b. Proses semi pendidihanPada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu lemak atau minyak dan alkali langsung bercampur kemudian dipanaskan secara bersama-sama. Terjadilah reaksi saponifikasi. Setelah reaksi saponifikasi sempurna, maka dapat ditambahkan sodium siklikat dan sabun yang dihasilkan berwarna gelap.c. Proses DinginPada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali dan alkohol dibiarkan di dalam suatu tempat tanpa dipanaskan pada temperatur kamar, reaksi antara NaOH dengan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm, sehingga dapat menghasilkan panas dan panas tersebut yang digunakan untuk mereaksikan alkohol dengan minyak, proses dingin memerlukan waktu selama 24 jam dan menghasilkan sabun yag berkualitas tinggiSyarat syarat proses pendinginan adalah :

a. Lemak dan minyak harus murnib. Konsentrasi NaOH harus terukur dengan telitic. Temperatur harus terkontrol dengan baikd. Menggunakan minyak kelapa

Table 2.2 Perbandingan Proses Pembuatan SabunProses Cold-made Soap Semi-boiled SoapContinous Proses

Bahan BakuLebih banyak digunakan fatty acid daripada lemak.Fatty acid ( dari minyak kelapa atau minyak marine).Bisa digunakan pada lemak atau minyak dan fatty acid.

ProdukProduk bermutu rendah.Sabun Lunak ( sabun potash), secara umum produk bermutu rendah.Produk sabun murni (neat soap dan bar soap)

Keunggulan Bisa digunakan untuk skala kecil Operasi tidak membutuhkan recovery gliserin Untuk perancangan skala kecil relative lebih murah Operasi tidak membutuhkan recovery gliserin Waktu reaksi lebih singkat (2-3 jam) Produk lebih mudah dikeluarkan Keseragaman dan kontinitas produk terjaga Gliserin yang dapat di recovery lebih banyak

Kelemahan Butuh beberapa hari untuk menyempurnakan reaksi Proses rumit Produk sulit dikeluarkan Kualitas produk tidak seragam Butuh beberapa hari untuk menyempurnakan reaksi Proses rumit Produk sulit dikeluarkan Kualitas produk tidak seragam Butuh banyak alat Diperlukan pengontrolan yang akurat Kondisi operasi pada suhu dan tekanan vakum

d. PenetralanPrinsip dasar proses penetralan adalah lemak atau minyak ditambahakn NaOH sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa yang banyak oleh karena itu perlu dilakukan penetralan yaitu dengan menambahkan Na2CO3.Dalam proses pembuatan sabun secara hidrolisa ada dua cara yaitu proses Batch dan proses Kontinue. a. Proses BatchPada proses batch lemak atau minyak yang dipanaskan di dalam reaktor batch dengan menambahakn NaOH, lemak tersebut dipanaskan sampai bau NaOH tersebut hilang. Seletah terbentuk endapan lalu didinginkan kemudian endapan dimurnikan dengan menggunakan air dan diendapkan lagi dengan garam, kemudian endapan tersebut direbus dengan air sehingga terbentuk campuran halus yang membentuk lapisan homogen yang mengapung dan terbentuklah sabun murah.Diagram alir Proses Batch :

Lemak/minyak + NaOHEndapanPemurnian +airEndapan +airCampuran halus yng bmembentuk lapisan homogenSabun Murah

Gambar 2.16 Diagram Alir Proses Batch

b. Proses KontinuePada proses kontinue secara umum yaitu lemak atau minyak dimasukkan kedalam reaktor kontinue kemudian dihidrolisis dengan menggunakan katalis sehingga menghasilkan asam lemak dengan gliserin. Kemudian dilakukan peyulingan terhadap asam lemak dengan menambahakna NaOH sehingga terbentuk sabun.Diagram alir Proses Kontinue :

Lemak/minyak (dalam reaktor)Asam lemak+gliserol+NaOHSabun

Gambar 2.17 Diagram Alir Proses Kontinue

Tabel 2.3 Perbandingan Proses HidrolisisParameterBatch autoclaveContinous Countereurrent

Suhu ( oC )150 175240250

Tekanan ( Mpa )5,2 10,02,9 3,15,61

Katalis Zn, Ca, Mg, Oksida , 1 - 2%Tanpa KatalisOpsional (Batch autoclave atau Twichel)

Waktu ( Jam )5- 102-4

Model OperasiBatch Kontinue

Perolehan85-98%97-99%

Keuntungan Suhu dan tekanan sedang Dapat diadaptasikan untuk skala kecil Biaya investasi awal lebih murah dari proses kontinue Tidak butuh ruangan luas Kualitas produk seragam Perolehan lebih tinggi Konsentrasi gliserin tinggi Biaya operasi lebih murah Pengendalian lebih akurat

Kelemahan Investasi awal agak tinggi Penanganan katalis Waktu reaksi lebih lambat dari proses continue Biaya tenaga kerja tinggi Perlu lebih satu tahap untuk mendapatkan perolehan yang lebih baik Investasi awal tinggi Suhu dan tekanan tinggi Perlu tingkat keahlian penanganan yang tinggi

a) Pemurnian SabunPemurnian sabun adalah suatu perlakuan untuk menghilangkan impurities yang terlarut dalam larutan alkali dan meng-cover lagi gliserin yang terbebas pada saat reaksi saponifikasi. Asumsi tentang pemurnian sabun yaitu : a. Giserol merupakan jumlah total pelarut dalam pencucian larutan alkali.b. Gliserol ada pada sabun yang dilarutkan dalam larutan alkali.c. Ketika sabun dicampurkan dengan pencucian larutan alkali, gliserol pindah dari larutan alkali pada sabun menjadi pencucian alkali sampai konsentrasi keduanya stabil.d. Bila campuran tadi dibiarkan di stele kemudian dipisahkan menjadi dua lapisan bagian yaitu lapisan atasnya adalah sabun dan lapisan bawahnya untuk pencucian alkali.e. Ketika pencucian meningkat, kebanyakan gliserol diekstrak pada saat banyaknya larutan alkali yang dikorbankan. Secara umum proses pencucian sabun yaitu :a. Proses pembasahan, perlakuan terhadap kotoran dan lemak-lemakb. Proses menghilangkan kotoran dari permukaan c. Mengatur kotoran-kotoran supaya tetap stabil dari larutannya atau suspensinya. b) FinishingFinishing merupakan langkah akhir pada proses pembuatan sabun, yang meliputi beberapa tahap, yaitu:1) CrutchingJika sabun murni yang berasal dari ketel atau proses lainnya akan dicampurkan dengan menggunakan bahan lain, maka sebelum dibentuk atau dikeringkan, dilakukan pencampuran terlebih dahulu. Campuran itu dilarutkan di dalam mesin crutcher dahulu. Crutcher adalah bejana yang berbentuk silindris dengan ukuran kecil, kapasitasnya 680-2279 dan dilengkapi dengan pengaduk. Crutcher juga digunakan di dalam pencampuran alkali dengan lemak di dalam pembuatan sabun dengan proses pendinginan.2) FrammingMetode yang digunakan untuk mengubah sabun murni atau cairan sabun panas menjadi padatan yang mudah dibentuk menjadi batangan atau disebut dengan framming. Framming dilakukan pada cairan sabun yang berada pada suhu 57-62oC didalam suatu frame yang memiliki berat 454 545 kg berbentuk persegi. Untuk memadatkan sabun murni diperlukan waktu 3-7 hari. Sabun yang telah dicetak dapat dipotong menjadi bagian kecil. Penambahan zat adiktif antioksidan stabilizer dan farfum dilakukan pada saar crutching sebelim framming.

3) DryingBerbagai macam metoda pembuatan sabun dengan menggunakan reaksi saponifikasi yang menghasilkan sabun murni mengandung air sekitar 30-35%. Sabun murni tersebut diubah menjadi sabun chip dengan kandungan 5-15% air. Proses pengeringan yang sederhana dikenal dengan spray drying proses. Sabun yang mengandung air dilewatkan melalui spary nozzles. Partikel-partikel kecil ini dikeluarkan oleh spray nozzles dalam bentuk kering. Pengeringan juga daapt dilakukan pada vakum atau di dalam atmospherik flash drying.2.7.2 DeterjenSepanjang sejarah banyak usaha dilakukan untuk membantu kita mengerjakan pekerjaan mencuci. Pencucian dengan air saja, bahkan dengan penggosokan atau putaran mesin sekeras apapun, akan menghilangkan sebagian saja bercak, kotoran dan partikel-partikel tanah. Air saja tidak dapat menghilangkan debu yang tak larut dalam air. Air juga tak mampu menahan debu yang telah lepas dari kain agar tetap tersuspensi (tetap berada di air, jadi tidak kembali menempel ke kain). Jadi diperlukan bahan yang dapat membantu mengangkat kotoran dari air dan kemudian menahan agar kotoran yang telah terangkat tadi, tetap tersuspensi. Sejak ratusan tahun lalu telah dikenal sabun, yakni persenyawaan antara minyak atau lemak dan basa. Awalnya orang-orang Arab secara tak sengaja menemukan bahwa campuran abu dan lemak hewan dapat membantu proses pencucian. Walaupun berbagai usaha perbaikan pada kualitas dan proses pembuatan sabun telah dilakukan, semua sabun hingga kini mempunyai satu kekurangan utama yakni akan bergabung dengan mineral-mineral yang terlarut dalam air membentuk senyawa yang sering disebut lime soap (sabun-kapur), membentuk bercak kekuningan di kain atau mesin pencuci. Akibatnya kini orang mulai meninggalkan sabun untuk mencuci seiring dengan meningkatnya popularitas deterjen. Salah satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat.Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting adalah jenis kotoran yang akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.a. Zat-zat dalam DeterjenAdapun Zat-zat yang terdapat dalam deterjen yaitu:1. Surfaktan yaitu untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan2. Abrasive untuk menggosok kotoran3. Substansi untuk mengubah pH yang mempengaruhi penampilan ataupun stabilitas dari komponen lain4. Water softener untuk menghilangkan efek kesadahan5. Oxidants untuk memutihkan dan menghancurkan kotoran6. Material lain selain surfaktan untuk mengikat kotoran didalam suspensi7. Enzim untuk mengikat protein, lemak, ataupun karbohidrat didalam kotoran.b. Komposisi DeterjenDari penjelasan tentang cara kerja deterjen, disimpulkan komponen penting deterjen adalah surfaktan. Fungsi surfaktan sekali lagi adalah untuk meningkatkan daya pembasahan air sehingga kotoran yang berlemak dapat dibasahi, mengendorkan dan mengangkat kotoran dari kain dan mensuspensikan kotoran yang telah terlepas. Surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat, senyawa amonium kuarterner, imidazolin dan betain. Linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat bila dilarutkan dalam air akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif, memiliki daya bersih yang sangat baik, dan biasanya berbusa banyak (biasanya digunakan untuk pencuci kain dan pencuci piring). Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel yang bermuatan, busa yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah (air yang kandungan mineralnya tinggi), dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran. Senyawa-senyawa amonium kuarterner, berubah menjadi partikel positif ketika terlarut dalam air, surfaktan ini biasanya digunakan pada pelembut (softener). Imidazolin dan betain dapat berubah menjadi partikel positif, netral atau negatif bergantung pH air yang digunakan. Kedua surfaktan ini cukup kestabilan dan jumlah buih yang dihasilkannnya, sehingga sering digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga. Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat (builder), yang meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.Pertimbangan banyak busa adalah pertimbangan salah kaprah tapi selalu dianut oleh banyak konsumen. Banyaknya busa tidak berkaitan secara signifikan dengan daya bersih deterjen, kecuali deterjen yang digunakan untuk proses pencucian dengan air yang jumlahnya sedikit (misalnya pada pencucian karpet). Untuk kebanyakan kegunaan di rumah tangga, misalnya pencucian dengan jumlah air yang berlimpah, busa tidak memiliki peran yang penting. Dalam pencucian dalam jumlah air yang sedikit, busa sangat penting karena dalam pencucian dengan sedikit air, busa akan berperan untuk tetap "memegang" partikel yang telah dilepas dari kain yang dicuci, dengan demikian mencegah mengendapnya kembali kotoran tersebut. Revolusi terbesar dalam perkembangan deterjen adalah pemakaian enzim. Enzim sebagai bantuan untuk mencuci bukanlah suatu hal yang baru lagi untuk dunia industri. Enzim proteolik telah dicoba sebagai zat aditif untuk mencuci di Jerman pada tahun 1920-an dengan sukses dan juga di Switzerland pada tahun 1930-an. Enzim, yang disebut juga dengan katalis organik, cenderung untuk mempercepat reaksi dan enzim proteolitik dapat mengubah ataupun menghancurkan protein menjadi asam amino baik sebagian maupun keseluruhan. Cara kerja enzim relatif lambat dan harga produksinya tinggi, tetapi dengan metode yang telah disempurnakan untuk produksi dan pemurnian, rantai enzim, dikembangkan untuk bereaksi dengan cepat. Dalam perkembangannya, deterjen pun makin canggih. Deterjen masa kini biasanya mengandung pemutih, pencerah warna, bahkan antiredeposisi (NaCMC atau sodium carboxymethylcellulose).c. Mekanisme detergen menghilangkan kotoranSurfaktan (zat aktif permukaan) pada deterjen mempunyai dua ujung yang berbeda yaitu ujung hidrofil (suka air) dan ujung hidrofob (benci air / suka lemak). Zat aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Berikut ini adalah gambaran cara kerja surfaktan pada deterjen saat mengangkat noda.

Gambar 2.18 Surfaktan mengangkat lemak pada pakaian

Mula-mula, surfaktan berbentuk misel dengan ujung hidrofil berikatan hidrogen dengan air, sedangkan ujung hidrofobnya tertolak oleh air, sehingga terlindung di bagian dalam misel. Saat berdekatan dengan noda, ujung hidrofob ini akan menarik noda dari kain, kemudian bersama-sama membentuk misel baru. Suhu tinggi, pengadukan dan pengucekan pakaian akan mempercepat proses ini karena akan mempermudah terlepasnya noda dari kain. Semua proses ini tidak melibatkan pertukaran elektron seperti pada reaksi redoks antara iodine pada betadine dengan surfaktan anionik. Yang terjadi hanyalah interaksi / gaya yang timbul akibat adanya sifat hidrofil-hidrofob tersebut (Ronquillo, 2011)

d. Proses pembuatan Detergen1. Spray-dryingMerupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk sintetik, dimana didalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan dengan proses pengeringan. Tahap-tahap proses dalam proses spray-drying dapat diperlihatkan pada gambar :

Gambar 2.19 Spray Drying Plant Block DiagramKeterangan :Komponen-komponen cairan (diterima dalam drum dan kemudian disimpan dalam storage tank) diukur kemudian dicampurkan dengan komponen padat (diterima dalam wadah khusus dan kemudian disimpan dalam silos) untuk membentuk slurry yang homogen. Beberapa slurry memiliki perbedaan viskositas dan konsentrasi berdasarkan formula yang dipompakan pada tekanan tinggi ( hingga 10 bar) menuju .Dan di spray (disemprotkan) melalui alat penyemprot khusus (nozzles) ke dalam menara berbentuk silinder (spray drying tower) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7. dimana aliran dari udara panas terbawa. Dalam beberapa kasus aliran udara mengalir menuju produk untuk memastikan efisiensi termalnya tinggi dan proses drying terkontrol.Pilihan drying co-current pada dasarnya dibatasi oleh perbedaan proses drying yang mana hasilnya lebih tetap dan tahan terhadap hollow beads yang berasal dari ekspansi mula mula dan drying permukaan ketika slurry menurun pada saat suhu udara tinggi pada bagian atas menara (spray- darying tower). Dalam kasus ini ketika meneruskan arus aliran turun, pengeringan produk diproses yang dihubungkan dengan menurunkan suhu udara. drying co-current menurunkan efisiensi kalor dan sebagian besar digunakan untuk pengeringan produk yang sensitif terhadap suhu tinggi dari bulk dengan densitas yang rendah.Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada bagian atas menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui sistim pembawa airlift dengan aliran udara dingin.setelah pengankutan udara bubuk dasar disaring dan diberikan pengharum dan akhirnya dicampur dengan komponen-komponen yang sensitive terhadap suhu atau zat adiktif yang kemudian di simpan dalam silos dan akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk.

Gambar 2.20 Spray Drying Plant

Perlakuan bahan bahan mentah : Berbagai pilihan dari perlakuan dari bahan bahan mentah dan pendistibusiannya tersedia dalam pemasaran dan dipilih sesuai syarat syarat yang di tetapkan dan bergantung pada formula produknya. Gambar 3 memperlihatkan skema penanganan dari bahan mentah padat untuk skala industry dengan kapasitas 3 hingga 5 ton per jam. Bahan bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan deterjen secara umum bahayanya di batasi terhadap lingkungan. Namun , beberapa bahan seperti bahan bahan berbau tajam, konsentrasi fines, dan enzim memerlukan penananganan secara khusus dan prosedur pemrosesan yang telah ditetapkan oleh penyedia bahan bahan mentah.a. Pembuatan Slurry1. Sistem KontinuProses balestra dosex diperlihatkan pada gambar 4 yang merupakan sistim pembuatan slurry secara kontinu. Setiap komponen tunggal ditimbang dalam putaran 30 sekon hingga beberapa menit. Variabelnya berdasarkan laju produksi yang diperlukan. Sistim pembuatan slurry secara kontinu digunakan untuk medium dengan kapasitas produk 6 10 ton /jam atau lebih besar, sedangkan sistim batch digunakan untuk kapasitas produksi 4 ton/jam

Gambar 2.21 Spray Drying : Ballestra Dosex Continuous Slurry Preparation and Pumping System

Keterangan :Alat pengangkut ( conveyor ) mengumpulkan terus menerus padatan yang telah ditimbang sebelum membawa padatan tersebut ke crutcher slurry. Crutcher slurry juga menerima komponen komponen liquid yang mengalir secara tetap dari damper yang mengumpulkan berbagai umpan. Ketika formula padat, meliputi senyawa sulfon anionic dan sabun, asam lemak dan asam sulphonic dinetralisasikan dengan alkali dalam mixer sebelum umpan dikirim/dimasukkan ke dalam crutcher slurry. Dalam beberapa kasus, ketika tidak ada reaksi yang diharapkan dari komponen lain, asam menjadi umpan dan dinetralisaikan secara langsung didalam crutcher slurry yang dalam kasus ini bagian dalam dari crutcher slurry harus terbuat dari bahan bahan stainless steel 304 agar bagian dalamnya tidak rusak akibat asam. Crutcher slurry merupakan mixer dengan kecepatan putaran yang tinggi yang didesain untu penguraian fine dan membuat campuran menjadi homogen.Pengoperasian crutcher juga mencegah penumpukkan dan pembentukan gumpalan gumpalan padat yang dapat menyumbat pipa aliran umpan. Dari crutcher, slurry kemudian di transfer menuju vessel aging, dimana campuran tersebut dihomogenasasi lebih lanjut dan diatur berdasarkan derajat hidrosin yang dari garam anorgonik yang diperlukan seperti soda ash, natrium sulfat, dan sodium tripolyphosphate yang ada dalam formula.Selanjutnya penyaringan dan pemompaan : slurry kental merupakan umpan yang melewati filter manetik dan di lanjutkan dengan filter pembersih khusus yang dibuat untuk membuang setiap partikel partikel padat yang memungkinkan terjadinya kerusakan atau penyumbatan pada pompa dan pipa spray. Sedangkan pompa booster merupakan pompa yang dibuat untuk menangani kekentalan dari slurry pada tekanan hingga 100 bar dan untuk menjaga kekentalan slurry tetap konstan sesuai dengan nilai yang diperlukan.2. Sistem Batch Pembuatan slurry secara batch direkomendasikan hanya untuk kapasitas kecil. Sistem automatis juga dapat diberikan dimana komponen komponen tersebut ditimbang secara automatis kedalam crutcher melalui hopper menengah. Setelah pengukuran dan pencampuran dalam crutcher khusus. Slurry tersebut dipindahkan menuju vessel penyimpan ( stored vessel) dan dari situ difilter dan dipompakan menuju menara spray drying.b. Jalur pipa spray drying :Slurry dipompakan menuju lintasan yang dipasang pada bagian atas dari menara spray yang mana pipa spray tersebut dihubungkan dengan shutoff dan katup katup yang dibuat untuk mengendalikan operasi. Ukuran dan jumlah dari pipa spray tergantung dari kapasitas pabrik.

c. Menara spray drying.Menara spray drying merupakan desain khusus dari wadah distribusi udara panas yang mengizinkan operasi dengan perbedaan temperature yang tinggi dari udara panas yang masuk hingga 400 500oC dan temperature keluaran udara pembuangan turun menjadi 85-90oC dengan efisiensi termal yang optimum. Pembersih khusus seperti air broom dan cincin blade juga dapat digunakan untuk mencegah penumpukan pada dinding menara.Multicyclon dan efisiensi filter yang tinggi ditempatkan pada bagian keluaran aliran udara atau pada bagian atas menara untuk memperoleh kembali fines yang secara kontinu dikumpulkan dan direcycle kedalam menara. Semua kondisi operasi menara spray drying diatur secara otomasi dengan settings yang tempat dari penggunaan bahan bakar, aliran udara, konsentrasi slurry dan semua temperature dan tekanan yang diperlukan pada nilai yang optimum.d. Penanganan produk akhirDeterjen bubuk yang dihasilkan dikeluarkan dari menara spray dryng pada temperature 60-70oC dan dibawa dengan alat pengangkut (belt) menuju unit kristalisasi kontinu yaitu airlift. Dalam airlift deterjen dibawa keatas oleh aliran udara yang dingin dengan pengeringan sempurna dan dilanjutkan dengan pengkristalan. Lalu udara pengangkut dihisap melalui penyaring sleeve sebelum dikeluarkan ke atmosfir. Fines yang dipisahkan dikeluarkan kedalam menara spray drying.Akhirnya deterjen bubuk dalam bagian bawah krucut dikeluarkan menuju saringan (sleve) untuk membuang setiap material atau bahn mentah yang masih kasar ( biasanya 1%-2% dari total produk yang dihasilkan). Sebelum diberikan farfum dan akhirnya pada post addition dilakukan pengemasan. Adapun kelebihan dari spray drying antara lain : Butiran deterjen yang di hasil kan mempunyai volume per satuan berat yang besar. Butiran dterjen yang dihasilkan mempunyai densistas yang tinggi.Kekurangan spray drying antara lain: Densitas dari bubuk deterjan rendah biay pengepakan cukup tinggi Membutuhkan biaya investasi yang cukup besar dalam pembuatan deterjen Menyebabkan kerusakan pada STTP karena temperature tinghgi Membutuhkan energi yang tinggi untuk unit produksi

2. AgglomerasiProses agglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis yang memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material kering dengan bahan-bahan cairan yang di bantu dengan adanya bahan pengikat cairan yang kemudian bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung satu sama l;ain yang membentuk partikel-partikel berukuran besar.Proses agglomerasi dapat di gambar kan seprti proses penimbunan atau penumpuka dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau granula. Agglomerasi memperlihatkan operasi yang sangat penting dan kritis, karena proses tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang sama,di hubungkan ke komposisi kimia dari produk.Proses agglomerasi juga merupakan proses spry drying dengan dry mixing atau blending. Konsentasi air prose yang digunakan anatara 35-40% dalam crutcher slurry. Dalam agglomerasi cairan disemprotkan keatas secar continue. Komponen-komponen atau bahan yang digunakan dalam agglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang digunakan sebagai cairan dalam agglomerasi.

a) Dry mixing GranulationPembuatan deterjen dengan DMG dari bahan padat terkadang dilengkapi dengan penambahan asam organic/anorganik dengan jumlah terbatas yang meliputi beberapa substansi kering dan dengan penambahan bahan cairan dalam jumlah kecil (seperti silikat,non-ionik,atau parfum) untuk meningkatkan kualitas produk dari segi komponen nya.Pembuatan deterjen bubuk dengan proses DMG menggunakan alat disebut lodige mixer.Alat ini terdiri atas silinderstatis horizontal yang memiliki batang yang dapat berputar 140-160 rpm dibagian tengah-tengah nya.pada batang tersebut berbagai blade-blade pemotong disusun/dipasang pada saat bahan-bahan dasr atau komponen pembuatan deterjen baik padat maupun cairan dimasukkan kedalam mesin mixer dan bahan-bahan tersebut kemudian bercampur diman [encampuran tersebut dilakukan olejh blade-blade pemoton atau bilah- bilah pisau pemotong yang mengangkat bahan-bahan campuran tersebut dari dasar mixer. Pada bagian bawah mixer terdapat dua choppers (gigi-gigi pemotong) yang digerakkan oleh motor penggerak yang membantu untuk memecahkan gumpaslan-gumpalan dalam bahan-bahan mentah tadi yang mana gumpalan-gumpala tersebut cenderung terbentuk saat bahan-bahan yang berbentuk padatan dimasukkan kedalam bubuk.Deterjen bubuk yang dihasilkan dari proses DMG ini memiliki sifat-sifat yaitu kandungan surfaktan rendah (1-5%) dan densitas nya berada dalam range 400-700 g/l. Berikut adalah formula yang digunakan dalam pembuatan detergen bubuk dengan metode DMG proses.

Tabel 2.4 Formula pembuatan detergen bubuk dengan metode DMGNoBahan-bahanI(%)II(%)III(%)

1Asam slurry121512

2STTP (suhu naik hingga 10-15 C)1012-

3Soda ash454053

4Soda bicarb7,57,510

5Sodium metasilikat885

6Sodium suphate(anhidrat)101010

7Sodium chloride (refined)557,5

8Parfum,colour0,50,50,5

9Brightener---

10Water222

11Total100100100

Adapun tahapan dalam dry mixing sebagai berikut :Material kering(dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen bubuk ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer,pencampuran dilanjutkan selama 1-2 menit dan ditambah kan slurry selama 3-4 menit.setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama 1-2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk yang terbentuk dapat dikemas dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit penyimpanan.b) Simple dry mixing Metode CKS merupakan cara pembuatan deterjen bubuk yang sederhana,yaitu dengan cara mencampurkan bahan-bahan kering dalam mixer dan kemudian ditambahkan bahan-bahan cairan dalam jumlah kecil yang kemudian dicampurkan hingga diperoleh suatu campuran yang homogen.

Gambar 2.22 Dry Mixing : Flow Mixer with Chopper

BAB IIIPENUTUP

3.1 KESIMPULANSurfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai dua ujung yang berbeda yaitu ujung hidrofilik (suka air) dan hidrofobik (tidak suka air). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktan memiliki berbagai jenis sehingga dapat dibuat dari bahan oleokimia aupun bahan petrokimia. Produksi surfaktan tergantung dari bahan mentah yang digunakan baik itu dari alkohol lemak, metil ester sulfonat, monoalkil fosfat, dll. Setiap umpan memiliki proses yang berbeda-beda. Proses bergantung dari reaktor yang digunakan, kapasitas yang diperlukan, temperatur, tekanan, dan lamanya proses. Secara umum proses produksi sufaktan menggunakan sistem batch.Berdasarkan berbagai macam proses produksi surfaktan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka disimpulkan bahwa produksi surfaktan oleokimia memiliki keunggulan dibandingkan produksi surfaktan lainnya. Surfaktan ini memiliki rute produksi yang lebih singkat dan lebih pendek. Sifatnya yang lebih ramah lingkungan ditunjang dengan luasnya aplikasi surfaktan oleokimia sehingga dapat menekan ketergantungan penggunaan bahan baku minyak bumi yang tinggi. Surfaktan oleokimia memiliki kinerja yang jauh lebih efektif sebagai zat pembersih bila dalam bentuk cair.Dari berbagai produksi surfaktan oleokima maka surfaktan metil ester sulfonat lebih baik daripada surfaktan alkohol sulfat. Surfaktan ini memiliki keunggulan dalam menghilangkan sifat kekerasan air daripada alkohol lemak sulfat. Lamanya proses lebih cepat sekitar 150 menit, berkapasitas 500 ml, tekanan atmosferik, dan pada suhu 70 C. Surfaktan ini tidak menimbulkan korosif dan menghasilkan warna kualitas baik karena adanya penggunaan proses bleaching.Efektifitas suatu surfaktan sebagai agen pembusaan akan tampak tergantung pada efektivitasnya dalam mengurangi tegangan permukaan dari larutan busa yang bergantung pada gaya kohesi intermolekul. Sebagai agen aktif permukaan, surfaktan memiliki sifat khusus yang mampu meningkatkan daya cuci air karena adanya penggabungan adsorpsi pada anatarmuka, solubilisasi (pengendapan), emulsifikasi dan pembentukan serta pelepasan muatan permukaan.

R1 COCH2

R3 COCH2

R2 COCH

O

O

O

+

3CH3OH

HOCH2

HOCH2

HOCH2

+

R1 C - OCH3

R3 C OCH3

R2 C OCH3

O

O

O

TRIASILGLISEROL

METANOL

GLISEROL

ESTER METIL

3 ROH + P2O5

RO P - OH

RO P - OH

+

O

O

OH

OH

+ H2

n-parafin

KatalisPacol

Olefin dalaman(12% penukaran)

Rx Pemanjangan

pengoksidaan

Hidrolisis

Trietil Al

Trialkil Al

alumina

Alkohol ziegler

Air

Udara

Etilena

Gambar 2.8 Proses Alkohol Ziegler (ALFOL)

OH

Liquid Raw materials dosing

Spray driedPowderStrorage/packaging

Spray drying

Post Blending

Slurrypumping

Slurry preparation

Solid Raw materialsdosing

Liquid feed

Solid feed

Plow Mixing Blades

Chopper

Chopper

M

M

Product Discharge

Ekor hidrofobik

Kepala hidrofilik