Suppo Sulfanilamid, Aminakrin Hcl Dan Allantoin

download Suppo Sulfanilamid, Aminakrin Hcl Dan Allantoin

of 21

description

supo

Transcript of Suppo Sulfanilamid, Aminakrin Hcl Dan Allantoin

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Pada dasarnya farmasi merupakan system pengetahuan yang

    mengupayakan dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan

    dirinya dalam mendalami, memperluas, menghasilkan dan mengembangkan

    pengetahuan tentang obat dalam arti yang seluas-luasnya serta efek dan

    pengaruh obat terhadap manusia dan hewan. Pengetahuan ilmu farmasi

    jangkauannya sangat luas, namun dari semua cabang ilmu profesi

    kefarmasian bertujuan untuk menciptakan racikan obat yang rasional, baik,

    dan cocok bagi masyarakat untuk digunakan atau dikonsumsi, yang

    memberikan efek teraupetik. Sediaan farmasi tersebut diantaranya sediaan

    serbuk, kapsul, tablet dan suppositoria. Bentuk-bentuk sediaan tersebut

    memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan

    obat yang digunakan. Salah satu bentuk sediaan yang jarang dijumpai di

    pasaran yaitu sediaan suppositoria. Namun kebanyakan orang lebih memilih

    obat yang dikonsumsi digunakan secara oral karena difikir lebih aman,

    dibandingkan sediaan suppositoria yang penggunaannya melalui dubur,

    vagina maupun uretra.

    Secara umum, suppositoria merupakan salah satu dari sediaan farmasi

    yang berbentuk padat seperti torpedo yang pemakaiannya dengan cara

    memasukkannya melalui lubang atau celah pada tubuh seperti rectal dan

    vaginal, dimana sediaan akan melebur, melunak, atau melarut pada suhu tubuh

    dan memberikan efeknya baik secara local maupun sistemik. Bentuk dan

    ukuran dari sediaan suppositoria harus dibentuk sedemikian rupa sehingga

    dapat dengan mudah dimasukkan kedalam lubang atau celah yang diinginkan

    tanpa menimbulkan kejanggalan dan penggelembungan ketika digunakan serta

    dapat bertahan dalam waktu tertentu. Suppositoria untuk rectum umumnya

    dapat dimasukkan dengan jari tangan. Padaaksilokal, begitu dimasukkan basis

    suppositoria akan meleleh, melunak, atau melarut menyebarkan bahan obat

    yang dibawanya kejaringan- jaringan di daerah tersebut. Obat ini dimaksudkan

    agar dapat ditahan dalam ruang tersebut untuk efek kerja lokal, atau bisa juga

  • dimaksudkan agar diabsorpsi untuk mendapat efek sistemik. Sedangkan pada

    aksi sistemik membrane mukosa rectum memungkinkan absorbs dari

    kebanyakan obat yang dapat larut.

    I.2 Maksud Percobaan

    Untuk mengetahui bentuk-bentuk suppositoria, cara pembuatan, serta

    basis yang digunakan.

    I.3 Tujuan Percobaan

    Mahasiswa mampu membuat suppositoria dengan basis serta metode

    yang sesuai serta mengetahui pesyaratan suppositoria.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Teori Umum

    II.1.1 Pengertian Suppositoria

    Suppositoria adalah bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan

    cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia akan

    melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik.

    Suppositoria umumnya dimasukkan melalui rektum, vagina, kadang-kadang

    melalui saluran urin dan jarang melalui telinga dan hidung (Ansel,2008).

    Suppositoria adalah sediaan sediaan padat, melunak, melumer, dan

    larut pada suhu tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan ke dalam

    rektum, berbentuk sesuai dengan maksud penggunaannya, umumnya

    berbentuk torpedo (Formularium Nasional, 1979). Bentuk dan ukuran

    suppositoria harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah

    dimasukkan kedalam lubang atau celah yang diinginkan tanpa

    menimbulkan kejanggalan saat menggunakan.

    Selain itu, suppositoria merupakan bentuk sediaan obat padat yang

    umumnya dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam rektum, vagina, dan

    jarang digunakan untuk uretra. Suppositoria rektal dan uretral biasanya

    menggunakan pembawa yang meleleh atau melunak pada temperatur tubuh,

    sedangkan suppositoria vaginal kadang-kadang disebut pessaries, juga

    dibuat sebagai tablet kompresi yang hancur dalam cairan tubuh (Lachman,

    2008).

    Suppositoria dapat memberikan efek lokal dan efek sistemik yaitu

    utuk mendapatkan efek lokal basis suppositoria meleleh, melunak, dan

    melarut menyebarkan obat yang dibawanya ke jaringan-jaringan di daerah

    tersebut. Obat yang dimaksudkan untuk ditahan dalam ruangan tersebut agar

    mendapatkan keja lokal. Sedangkan untuk efek sistemik membran mukosa

    rektum dan vagina memungkinkan absorpsi dari kebanyakan obat dapat

    larut.

  • II.I.2 Macam-Macam Suppositoria

    Macam suppositoria dapat dibagi sesuai penggunaannya yaitu (Ansel,2008):

    a. Suppositoria untuk rectum (rectal)

    Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari

    tangan. Biasanya suppositoria rektum panjangnya 32 mm (1,5 inchi),

    dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria

    rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung

    kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya

    menurut USP sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum cacao

    b. Suppositoria untuk vagina (vaginal)

    Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk

    bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 g,

    apabila basisnya oleum cacao.

    c. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)

    Suppositoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie, bentuknya

    rampiung seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria

    atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm

    dengan panjang 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu

    dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya 4

    g. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya dari

    ukuran untuk pria, panjang 70 mm dan beratnya 2 g, inipun bila

    oleum cacao sebagai basisnya.

    II.1.3 Beberapa Faktor Absorbsi Obat dari Suppositoria Rektum

    Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Absorbsi Obatdari

    Suppositoria Rektum yaitu (Ansel,2008):

    1. Faktor Fisiologi

    Pada waktu isi kolon kosong, rektum hanya berisi 2- 3 mL.

    Cairan mukosa yang inert. Dalam keadaan istirahat rektum tidak ada

    gerakan, tidak ada villi dan mikrovilli pada mukosa rektum. Akan

    tetapi terdapat vaskularisasi yang berlebihan dari bagian sub mukosa

    dinding rektum dengan darah dan kelenjar limfe.

  • Diantara faktor fisiologi yang mempengaruhi faktor absorbsi

    obat dari rektum adalah kandungan kolo, jalur sirkulasi, dan pH serta

    tidak adanya kemampuan mendapar dari cairan rektum.

    2. Faktor Fisika Kimia dari Obat dan Basis Suppositoria

    Faktorfisika kimia mencakup sifat-sifat seperti kelarutan relatif obat

    dalam lemak dan air serta ukuran partikel dari obat yang menyebar.

    Faktor fisika kimia basis melengkapi kemampuannya melebur,

    melunak, atau melarut pada suhu tubuh. Kemampuannya melepaskan

    obat dan sifat hidrofilik atau hidrofobiknya.

    II.1.4 Bahan Dasar Suppositoria

    Klasifikasi Basis Suppositoria yaitu (Ansel,2008):

    1. Basis berminyak/ berlemak

    Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai karena

    pada dasarnya oleum cacao termasuk kelompok ini. Diantara bahan-

    bahan yang bisa digunakan yaitu: macam-macam asam lemakyang

    dihigrogenasi dari minyak dari minyak palem dan minyak biji kapas.

    2. Basis yang larut dalam air dan basis bercampur dengan air

    Komponen yang penting dari basis yang larut dalam air dan basis

    bercampur dengan air adalah gelatin gliserin dan basis PEG. Dimana

    basis gliserin paling sering digunakan dalam pembuatan suppositoria

    vagiana dimana memang diharapkan efek setempar yang cukup lama

    dari unsur obatnya.

    3. Basis Lainnya

    Dalam kelompok ini termasuk campuran bahan bersifat lemak dan yang

    larut dalam air atau bercampur dengan air. Bahan-bahan ini mungkin

    berbentuk zat kimia atau cmpuran fisika.

    II.1.5 Metode Pembuatan Suppositoria

    Metode yang bisa digunakan dalam pembuatan suppositoria yaitu

    (Lachman, 2012) :

    a. Dengan tangan

    Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah

    dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang

  • dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-

    bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh

    massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa

    digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang

    yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada

    tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.

    b. Mencetak kompressi

    Suppositoria yang lebih seragam dengan cara farmasetik dapat

    dibuat dengan mengkompressi larutan massa dingin menjadi suatu

    bentuk yang dikehendaki, suatu roda tangan berputar menekan suatu

    bistor pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder sehingga

    massa terdorong masuk ke dalam cetakan.

    c. Metode Tuang

    Metode yang paling umum digunakan pada suppositoria skala kecil

    dan skala besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan basis

    diletakkan sebaiknya di atas penangas air atau penangas uap untuk

    menghindari pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan-

    bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.

    d. Metode Pencetak Otomatis

    Pelaksanaan pencetakan (penanganan, pendinginan) dan

    pemindahan dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian,

    pengeluaran dan pembersihan cetak semua dijalankan secara otomatis.

    Pertama-tama massa yang telah disiapkan diisikan ke dalam suatu

    corong pengisi dimana massa tersebut secara kontinyu dicampur dan

    dijaga pada temperatur konstan.

    II.2 Rancangan Formula

    Tiap 5 gr suppositoria vagina mengandung

    Sulfanilamid 21%

    Aminakrin HCl 0.28%

    Allantoin 2.8%

    Tween-80 2%

    Metil Paraben 0.18%

  • Propilenglikol 10%

    Komponen basis ad 5 gr

    Gliserin 70%

    Gelatin 20%

    Air 10%

    II.3 Alasan Formulasi

    1. Sediaan ini dibuat suppositoria karena zat aktif yaitu suppositoria ini

    bekerja secara sistemik untuk mengobati dan mencegah beberapa

    penyakit infeksi (Melyanto, 2008).

    2. Sediaan ini mengandung tiga zat aktif yaitu sulfanilamide, aminacrin

    HCl dan allantoin. Sulfanilamide ini merupakan golongan anti bakteri

    yang berfungsi mengatasi infeksi saluran kemih dan vagina. Obat ini

    dikombinasikan dengan aminacrin HCl karena merupakan antimikroba

    yang efektif dan memiliki efek samping yang minimal. Aminacrin HCl

    juga memiliki aktivitas bakteristik luas mencangkup gram positif dan

    negatif. Obat ini juga dikombinasikan dengan allantoin, karena allantoin

    ini membantu proses penyembuhan jaringan yang telah terinfeksi (Tjay,

    2007).

    3. Sediaan ini dibuat dalam bentuk ovula yang dimasukkan kedalam tubuh

    melalui vagina karena obat ini tergolong obat antibacterial yang

    bertujuan untuk mengatasi infeksi saluran kemih dan vagina (Gunawan,

    2007).

    4. Mekanisme kerja sulfanilamide yaitu sulfanilamide bekerja secara

    kompetisi dengan PABA (paraamino benzoate acid). PABA diperlukan

    untuk bersintesis koenzim asam dihidropteroatdalam bakteri/protozoa,

    sehingga melindungi sintetis asam folat dan pembentukan karbonnya

    yang membawa kofaktor. Banyak jenis bakteri membutuhkan asam

    folat untuk membangun asam intinya DNA dan RNA secara kimiawi.

    Struktur sulfanilamide memiliki struktur yang mirip dengan struktur

    PABA sehingga, bakteri salah menggunakan sulfa sebagai bahan untuk

    mensintetis asam folatnya dan RNA/DNA tidak terbentuk lagi dan

    pertumbuhan bakteri terhenti (Tjay, 2007).

  • 5. Diantara zat antiinfeksi dalam perdagangan didapat sediaan untuk

    vagina yaitu kandidisin, nifuraksin (antifungi), 9-aminoakridin,

    nitrofurazon dan sulfanilamide (antibakteri) dan furozalidan

    metrotridazol (antitrikomonas) (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi:

    596).

    6. Berdasarkan studi desain dilaporkan bahwa telah dilakukan percobaan

    pada 168 wanita dengan gejala trikomonas vagina dan jumlah pasien

    yang menunjukkan hal positif setelah pengobatan yakni 35/43 (81,4 %)

    pada AVC Suppositoria (sulfanilamide 1.05 gr, aminacrin HCl 14 mg,

    dan allantoin 40 mg) (Rein Mf, 1997).

    II.3 Alasan Penggunaan Bahan

    1. Gliserin-Gelatin

    a. Basis gliserin-gelatin digunakan karena suppositoria ini ditujukan

    untuk penggunaan vagina. Sediaan ini tidak menggunakan PEG

    karena sulfanilamide tidak kompatibel dengan PEG. Selain itu, PEG

    juga dapat menurunkan aktivitas dari obat antibacterial (Rowe,

    2009).

    b. Basis gliserin-gelatin paling sering digunakan dalam pembuatan

    suppositoria vagina dimana memang diharapkan efek setempat yang

    cukup lama dari unsure obatnya. Basis gliserin-gelatin lebih lambat

    melunak dan bercampur dengan cairan tubuh daripada oleum cacao

    dan oleh karena itu, waktu pelepasan bahan obatnya lebih lama

    (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi: 583).

    2. Tween-80

    a. Tween-80 digunakan sebagai surfaktan bertujuan untuk menambah

    kelarutan dan sulfanilamide (winarti, 2013).

    b. Tween-80 merupakan surfaktan yang termasuk golongan nonionic

    sehingga tween-80 bersifat non-toksik. Surfaktan ini juga dapat

    menghambat pertumbuhan bakteri (Ronal, 2012).

    c. Tween-80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara oat dan

    medium sekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan

    terbawa oleh misel larut kedalam medium (Martin et all, 1993).

  • 3. Penggunaan metil paraben dan penambahan propilenglikol

    a. Penggunaan metil paraben sebagai pengawet untuk penggunaan di

    vagina yakni 0.1-0.8%

    b. Aktivitas antimikroba metil paraben dan paraben lainnya jauh

    berkurang dengan adanya surfaktan nonionic seperti tween-80

    sebagai hasil dari misel. Namun,

    propilenglikol (10%) telah terbukti

    mempotensi aktivitas antimikroba paraben

    dengan adanya surfaktan nonionik. Serta dapat mencegah interaksi

    antara metil paraben dan polisorbat-80 (Excipient 5th: 486).

    II.4 Uraian Bahan

    1. Sulfanilamida (FI III, )

    Nama Resmi : Sulfanilamidum

    Nama Lain : Sulfanilamida, P-aminobenzensulfonamida

    RM/BM : C6H8N2O2/172,21

    Rumus Struktur :

    Pemerian : Hablur, serbuk hablur atau butiran putih, tidaj

    berbau, rasa agak pahit kemudian manis

    Kelarutan : Larut dlam 200 bagian air, sangat mudah larut

    dalam air mendidih, agak sukar larut dalam

    kloroform dalam eter dan dalam benzena,

    mudah larut dalam aseton, larut dalam gliserol,

    dalam asam klorida dan alkali

    Kestabilan : Stabil pada suhu normal dan tekanan

    Inkompatibilitas : Zat pengoksida kuat

  • Penyimpanan

    Kegunaan

    Dosis

    2. Aminakrin HCl (Chemical Book)

    Nama R

    Nama Lain

    RM/BM

    Rumus struktur

    Pemerian

    Kelarutan

    Stabilitas

    Inkompabilitas

    Penyimp

    DM

    Konsentrasi

    3. Allantoin (Chemical Book)

    Nama Resmi

    Nama Lain

    RM/BM

    Rumus Struktur

    Pemerian

    Kelarutan

    Inkompatibilitas

    Penyimpanan : Jangan disimpan dibawah sinar matahari

    langsung, dalam wadah tertutup rapat, ditempat

    sejuk, kering dan berventilasi baik

    Kegunaan : Sebagai zat aktif

    Dosis : 20%

    Aminakrin HCl (Chemical Book)

    Nama Resmi : Aminacrin hydrochlorida

    Nama Lain : Acridin-9-amino hydrochloride, Monacrin

    RM/BM : C13H11C1N2/23069289

    Rumus struktur :

    Pemerian :

    Kelarutan :

    Stabilitas :

    Inkompabilitas : Oksidator kuat, basa kuat, asam anhidrat metil

    selulosa

    Penyimpanan : Dalam wdah tertutp rapat, sejuk kering

    DM : -

    Konsentrasi : 0,001-1%, konsentrasi yang digunakan 0,1%

    Allantoin (Chemical Book)

    Nama Resmi : Allantoin

    Nama Lain : Allantoin, Cardianin,

    RM/BM : C4H6N4O3/158,12

    Rumus Struktur :

    Pemerian : Serbuk putih

    Kelarutan : Larut dalam 190 ml air, larut dalam alkohol 500

    ml, tidak larut dalam eter

    Inkompatibilitas : Reaktif dengan oksidator kuat

    Jangan disimpan dibawah sinar matahari

    langsung, dalam wadah tertutup rapat, ditempat

    sejuk, kering dan berventilasi baik

    Aminacrin hydrochlorida

    amino hydrochloride, Monacrin

    /23069289

    ator kuat, basa kuat, asam anhidrat metil-

    Dalam wdah tertutp rapat, sejuk kering

    1%, konsentrasi yang digunakan 0,1%

    Allantoin, Cardianin, Glyoxydiureide, Septalan

    /158,12

    Larut dalam 190 ml air, larut dalam alkohol 500

    ml, tidak larut dalam eter

    Reaktif dengan oksidator kuat

    Serbuk kuning, tidak berbau

    Larut dalam air

    Stabil dibawah kondisi penyimpanan yang disarankan

  • Stabilitas

    Penyimpanan

    Kegunaan

    DM

    Konsentrasu

    4. Gliserin (Excipient, 283)

    Nama Resmi

    Nama Lain

    RM/BM

    Rumus Struktur

    Pemerian

    Kelarutan

    Stabilitas : Stabil jika disimpan dibawah kondisi yang tepat

    Penyimpanan : Ditempat kering, sejuk, hindari panas dan

    cahaya yang berlebihan

    Kegunaan : Sebagai zat aktif

    DM : -

    Konsentrasu : 1%

    Gliserin (Excipient, 283)

    Nama Resmi : Glyserin

    Nama Lain : Gliserol, Glycerolum, Glicon

    RM/BM : C3H8O3/92,09

    Rumus Struktur :

    Pemerian : Tidak berwarna, tidak berbau, kental, airan

    higroskopik, memiliki rasa manis 0,6 kali

    semanis sukrosa

    Kelarutan :

    disimpan dibawah kondisi yang tepat

    Ditempat kering, sejuk, hindari panas dan

    cahaya yang berlebihan

    Gliserol, Glycerolum, Glicon

    Tidak berwarna, tidak berbau, kental, airan

    higroskopik, memiliki rasa manis 0,6 kali

    Larut dal

  • Stabilitas : Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi

    oleh suasana dibawah kondisi penyimpanan

    basa, tetapi terurai pada pemanasan dengan

    evolusi okiolein beracun, campuran gliserin

    dengan air, etanol (95%) dn propilenglikol yang

    kimiawi stabil, gliserin dapat mengkristal jika

    disimpan pada suhu rendah dan tidak meleleh

    sampai dihangtkan 208C

    Inkompabilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan

    oksidator kuat seperti kromium trioksida,

    pottasium klorat atau kalium permanganol.

    Perubahan warna dari gliserin terjadi dihadapan

    cahaya atau pada kontak dengan seng oksida

    atau dasar bismuth nitrat. Sebuah kontamian

    besi dalam gliserin bertanggung jawab atau

    penggelapan tersebut dalam warna campuran

    yang mengandung fenol, salisilat dan tanin.

    Gliserin membentuk kompleks asam borat,

    asam glyceraboric yng merupakan asam lebih

    kuat dan asam borat

    Penyimpanan : dismpan dalam wadah kedap udara, ditempat

    sejuk, kering

    Kegunaan : sebagai basis

    DM : -

  • Konsentrasi : 70%

    5. Gelatin (Excipient, 278)

    Nama Resmi :

    Nama Lain :

    RM/BM :

    Rumus Struktur :

    Pemerian : Terjadi sebagai cahaya kuning, tidak berbau dan

    berasa, tembus lembar, serpih, butiran atau

    sebagai bubuk kasar

    Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, kloroform,

    etnaol (95%), eter dan metanol. Larut dalam

    gliserin asam dan alkalis, meskipun asam kuat

    dan alkalis menyebabkan pengendapan. Di air,

    gelatin membengkak dan melembutkan. Gelatin

    larut dlam air, diatas 400C membentuk solusi

    koloid yang melebur pada pendingin sampai 35-

    400C

    Inkompatibilitas : Gelatin akan bereaksi dengn ldehid dn gula

    aldehid, ion logam, plastik, pengawet dan

    oksidasi kuat

    Stabilitas : Gelatin kering stabil diudara, gelatin cair juga

    stabil untuk waktu yang lama jika disimpan

    dalam kondisi dingin dan dapat disterilkan

    dengan panas kering

  • Penyimpanan

    Kegunaan

    Konsentrasi

    6. Air Suling (FI III : 96)

    Nama Resmi

    Nama Lain

    RM/BM

    Rumus struktur

    Pemerian

    Kelarutan

    Penyimpanan

    Kegunaan

    Range

    7. Tween

    Nama Resmi

    Nama Lain

    RM/BM

    Rumus struktur

    Pemerian

    Penyimpanan : disimpan pada suhu diatas 50C dalam wadah

    kedap udara

    Kegunaan : Sebagai basis

    Konsentrasi : 20%

    Air Suling (FI III : 96)

    Nama Resmi : Aqua Destilata

    ama Lain : Air suling, Aquadest

    RM/BM : H2O/18,02

    Rumus struktur :

    Pemerian :

    Kelarutan : -

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

    Kegunaan : Sebagai pelarut

    Range : 10%

    Tween-80 (FI IV : 607, Excipient : 544)

    Nama Resmi : Polysorbatum 80

    Nama Lain : Polisorbat 80, Tween 80

    RM/BM : C64H26O124/1310

    Rumus struktur :

    Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning

    muda hingga coklat muda, bau khas lemah,

    pahit dan hangat

    disimpan pada suhu diatas 50C dalam wadah

    Air suling, Aquadest

    Dalam wadah tertutup baik

    80 (FI IV : 607, Excipient : 544)

    Polisorbat 80, Tween 80

    Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning

    muda hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa

    Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa

  • Kelarutan : Sangat mudah larut dlam air, larutan tidak

    berbau dan prkatis tidak berwarna, larut dalam

    etnaol, etil asetat dan tidak larut dalam minyak

    mineral

    Kestabilan : stabil dalam elektrolit, asam serta basa lemah,

    higroskopis diperhatikan

    Inkompabilitas : Perubahan warna pada berbagai zat, fenol, tanin,

    pengawet

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

    Kegunaan : Sebagai surfaktan

    DM : -

    Konsentrasi : 2%

  • BAB III

    METODE KERJA

    III.1 Alat dan Bahan

    III.1.1 Alat yang digunakan

    1. Alu

    2. Batang pengaduk

    3. Cawan porselin

    4. Gelas kimia

    5. Gelas ukur

    6. Kaca arloji

    7. Lap halus

    8. Lap kasar

    9. Lumpang

    10. Neraca analitik

    11. Pipet tetes

    12. Sendok tanduk

    13. Sudip

    14. Waterbath

    III.1.2 Bahan yang digunakan

    1. Alkohol 70%

    2. Aluminium foil

    3. Allantoin

    4. Aminakrin HCL

    5. Aquades

    6. Brosur

    7. Etiket

    8. Gelatin

    9. Gliserin

    10. Kertas perkamen

    11. Propilenglikol

    12. Metil paraben

    13. Sulfanilamida

  • 14. Tween 80

    III.2 Cara Kerja

    III.2.1 Pembuatan Basis

    1. Disiapkan alat dan bahan

    2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%

    3. Ditimbang gliserin 22,309 g, gelatin 6,374 g, dan air 3,187

    4. Dipanaskan campuran gliserin 22,309 g, gelatin 6,374 g, dan air 3,187

    g pada suhu 50C

    5. Diaduk hingga homogen

    III.2.2 Pembuatan Suppositoria

    1. Ditimbang sulfanilamida 10,5 g, aminakrin Hcl 0,14 g, allantoin 1,4 g,

    tween 80 1 g, propilenglikol 5 g, dan metil paraben 0,09 g

    2. Dimasukkan sulfanilamida 10,5 g ke dalam lumpang

    3. Ditambahkan tween 80 1 g, di gerus hingga homogen

    4. Ditambahkan propilenglikol 5 g, digerus hingga homogen

    5. Ditambahkan metil paraben 0,09 g, digerus hingga homogen

    6. Ditambahkan aminakrin Hcl 0,14 g, digerus hingga homogen

    7. Ditambahkan allantoin 1,4 g, digerus hingga homogen

    8. Dimasukkan campuran zat aktif ke dalam suatu wadah

    9. Dituang basis yang telah dibuat ke dalam wadah yang berisi zat aktif

    10. Dilebur menggunakan waterbath hingga homogen

    11. Didiamkan beberapa saat hingga siap untuk dicetak

    12. Dicetak menggunakan tangan hingga berbentuk ovula

    13. Dibungkus dengan aluminium foil

    14. Dimasukkan kedalam kemasan beserta etiket dan brosurnya

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    IV.1 Hasil Pengamatan

    Suppositoria Hasil Pengamatan

    Bentuk Warna Bau

    Suppo-Sulfamall

    Suppositoria

    Ovula Putih Khas gliserin

    gelatin

    Tabel 4.1 Hasil Pengamatan

    IV.2 Pembahasan

    Pada praktikum ini akan dibuat suatu sediaan padat yaitu

    suppositoria, dimana suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai

    bobot dan bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, yang

    umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh (Dirjen POM,

    1995).

    Bentuk suppositoria yang kami rancang adalah bentuk suppositoria

    vagina, dengan tiga zat aktif sulfanilamida, aminakrin HCL dan allantoin

    yang diindikasikan untuk inveksi vagina dan exocermis seperti monilasis

    dan trikomonal vaginitis yang disebabkan oleh baktiri T. Vaginalis .

    menurut Ansel (1989), suppositoria vagina dimaksudkan untuk efek lokal

    digunakan terutama sebagai antiseptik pada hygine wanita dan sebagai zat

    khusus untuk memerangi dan menyerang penyebab penyakit (bakteri

    patogen).

    Dalam rancangan formula suppositoria vagina ini menggunakan

    basis Gliserin-gelatin. Gliserin-gelatin paling sering digunakan dalam

    pembuatan suppositoria vagina karena diharapkan efek setempat yang

    cukup lama dari unsur obatnya. Basis gliserin-gelatin lebih lambat

    melunak dan bercampur dengan cairan tubuh daripada oleum cacao serta

    waktu pelepasan bahan obatnya lebih lama. Untuk pembuatan suppositoria

    vagina, lazimnya paling banyak digunakan basis kombinasi yang terdiri

    dari polietilen glikol dari macam-macam berat molekul (Ansel, 1989).

    Pada basis ini ditambahkan surfaktan nonionik yaitu tween 80 dan

    bahan pengawet yaitu metil paraben, diamana aktivitas antimikroba metil

  • paraben dan paraben lainnya jauh berkurang dengan adanya surfaktan

    nonionik seperti tween 80 sebagai hasil dari misel. Namun propilen glikol

    10% telah terbukti mempotensi aktivitas antimikroba paraben dengan

    adanya surfaktan nonionik. Serta dapat mencegah infeksi antara metil

    paraben dan polisorbata (Rowe, 2009).

    Untuk membuat sediaan suppositoria vagina, langkah awal yang

    dilakukan adalah membuat basis terlebih dahulu. Pertama-tama disiapkan

    alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian alat dibersihkan

    menggunakan alkohol 70% dengan tujuan untuk menghilangkan lemak

    dan kotoran yang menempel pada alat (Dirjen POM, 1979). Ditimbang

    gliserin 22,309 gram, gelatin 6,374 gram dan air 3,187 gram, metil paraben

    0,09 gram dan propilen glikol 5 gram. Selanjutnya dipanaskan campuran

    gliserin, gelatin, metil paraben dan propilen glikol pada water bath dengan

    suhu 50 0C. Langkah kedua adalah membuat sediaan suppositoria vagina.

    Pertama ditimbang sulfanilamida 10,5 gram, aminakrin HCL 0,14 gram,

    allantoin 1,4 gram dan tween 80 1 gram. Dimasukkan sulfanilamida 10,5

    gram kedalam lumpang dan digerus. Lalu ditambahkan aminakrin HCl

    0,14 gram dan allantoin 1,4 gram dan digerus hingga homogen. Setelah

    homogen ditambahkan tween 80 1 gram dengan tujuan untuk menambah

    kelarutan dari sulfanilamida dan diaduk hingga homogen. Setelah

    campuran homogen dimasukkan campuran zat aktif ke dalam wadah dan

    dituang basis yang telah dibuat ke dalam wadah yang berisi zat aktif dan

    dilebur menggunakan water bath hingga homogen. Selanjutnya diamkan

    beberapa saat hingga suppositoria vagina siap dicetak. Dalam pembuatan

    suppositoria vagina ini menggunakan metode dengan tangan dimana

    metode dengan pembuatan tangan merupakan metode suppositoria yang

    paling tua dan sederhana. Massa suppositoria yang telah dilebur kemudian

    digulung menjadi bola-bola vaginal sesuai berat yang dikehendaki

    (Lachman, 2012). Selanjutnya dibungkus bola-bola vagina tadi

    menggunakan alumunium foil agar suppositoria tidak tembus cahaya dan

    sebaiknya dikemas dalam wadah tertutup rapat untuk mencegah perubahan

    kelembapan dalam isi suppositoria dan sangat baik bila disimpan pada

  • lemari es pada suhu 15 C. Efek samping dari sediaan suppositoria vagina

    ini adalah agranulositosis, anemia molitis, reaksi alergi misalnya urtikaria,

    kotosensitasi serta iritasi.

    Efek farmakologi sulfanilamide bersifat nukrobiostasis untuk

    sejumlah besar bakteri gram positif dan gram negatif dan berbagai

    protozoa (seperti colidia, plasmodium sp) bakteriofag p22 dari salmonella

    tonoum torius pada radiasi dengan cahaya tempat. Analisis kinetik dari

    pembentukan dan fotonoktivasi kompleks antara 9-aminacrine dan p22

    disebutkan bahwa acridine terikat untuk diva dan diselingi oleh basis yang

    memodiasi kerusakan protein DNA astrinag dan agen keratolitik

    merangsang proses regenerasi.

  • BAB V

    PENUTUP

    V.1 Kesimpulan

    Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

    suppositoria vagina dengan zat aktif sulfanilamida, aminakrin HCl dan

    allantoin menggunakan basis gliserin-gelatin yang merupakan basis larut air

    karena ketiga zat aktif larut air dan ditujukan untuk tujuan lokal. Dalam

    pembuatan suppositoria vagina ini digunakan metode yang paling sederhana

    yaitu metode tangan.

    V.2 Saran

    Sebaiknya pada saat praktikum, praktikan diharapkan bisa mengetahui

    bagaimana cara menggunakan alat yang baik dan benar, agar dapat

    meminimalisir berbagai kesalahan yang mungkin saja terjadi pada saat

    praktikum berlangsung.