NEW Laporan Suppo Kel 6

57
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di era globalisasi saat ini tentunya perkembangan ilmu semakin berkembang bahkan sudah mulai ke arah yang lebih maju, baik dari segi ilmu pendidikan maupun teknologinya. Salah satunya adalah perkembangan ilmu dan teknologi farmasi yang dapat dikatakan sudah maju. Dimana, para farmasis saat ini sedang berlomba-lomba dalam menciptakan dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh untuk membuat formula-formula sediaan farmasi yang baru seperti sediaan obat dan kosmetik dalam bentuk yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang berbeda-beda untuk memberikan rasa kepuasan kepada masyarakat. Tidak hanya seorang apoteker saja tetapi seorang mahasiswa farmasi juga turut ikut andil dalam merancang dan menciptakan formula. Dalam hal ini, mahasiswa farmasi diharuskan belajar mengenai “Teknologi Sediaan Padat” untuk merancang dan 1

Transcript of NEW Laporan Suppo Kel 6

Page 1: NEW Laporan Suppo Kel 6

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini tentunya perkembangan ilmu semakin

berkembang bahkan sudah mulai ke arah yang lebih maju, baik dari segi

ilmu pendidikan maupun teknologinya. Salah satunya adalah perkembangan

ilmu dan teknologi farmasi yang dapat dikatakan sudah maju. Dimana, para

farmasis saat ini sedang berlomba-lomba dalam menciptakan dan

menerapkan ilmu yang telah diperoleh untuk membuat formula-formula

sediaan farmasi yang baru seperti sediaan obat dan kosmetik dalam bentuk

yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang berbeda-beda

untuk memberikan rasa kepuasan kepada masyarakat.

Tidak hanya seorang apoteker saja tetapi seorang mahasiswa farmasi

juga turut ikut andil dalam merancang dan menciptakan formula. Dalam hal

ini, mahasiswa farmasi diharuskan belajar mengenai “Teknologi Sediaan

Padat” untuk merancang dan menciptakan formula dari berbagai bentuk

sediaan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Teknologi sediaan farmasi ini merupakan suatu sarana yang diberikan

kepada mahasiswa farmasi untuk dapat mempelajari cara merancang dan

menciptakan formula-formula baru dari sediaan obat. Sediaan obat

tersebut diformulasikan dengan baik dan menarik yang efektif dalam

pemakaian dan mengandung zat obat dengan dosis tertentu yang mampu

memberikan efek terapeutik untuk menyembuhkan dengan tokisistas

yang relatif kecil dan juga memiliki keuntungan bagi konsumen dalam hal

1

Page 2: NEW Laporan Suppo Kel 6

ini adalah pasien. Salah satu contoh formulasi sediaan yang beredar

dipasaran saat ini adalah sediaan Suppositoria.

Suppositoria merupakan suatu bentuk sediaan padat yang

pemakaiannya dengan cara memasukkan melalui lubang, atau celah pada

tubuh, dimana sediaan ini akan melebur, melunak atau melarut dan

memberikan efek lokal atau sistemik. Formulasi sediaan suppositoria yang

akan dibuat dalam percobaan ini adalah suppositoria rektal yang umumnya

berbentuk seperti torpedo dengan bobot dan ukuran tertentu yang telah

ditetapkan (Ansel, 676).

Khususnya dalam percobaan suppositoria ini zat aktif yang digunakan

adalah “Asam Asetil Salisilat” yang merupakan obat anti-nyeri tertua yang

sampai kini paling banyak digunakan di seluruh dunia. Asam Asetil Salisilat

yang dirancang dalam bentuk suppositoria ini sedikitnya dapat mengurangi

efek samping yang paling sering berupa iritasi mukosa lambung dengan

resiko tukak lambung dan perdarahan samar (occult) dibandingkan dengan

pemberian Asam Asetil Salisilat dalam bentuk oral (Tjay, H.T., 316)

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Adapun maksud dalam percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat

mengetahui dan memahami cara memformulasi dan pembuatan Suppositoria

Aspirin (Asam Asetil Salisilat) disertai dengan evaluasinya.

2

Page 3: NEW Laporan Suppo Kel 6

I.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menentukan metode pembuatan yang cocok untuk supositoria

Aspirin (Asam Asetil Salisilat).

2. Untuk mengamati uji supositoria Aspirin (Asam Asetil Salisilat) melalui

uji homogenitas atau penampilan, uji kisaran leleh, uji waktu lunak dan

uji kehancuran.

3

Page 4: NEW Laporan Suppo Kel 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

II.1.1 Pengertian Suppositoria

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan

bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya

meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat

bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat

terapetik yang bersifat lokal atau sistematik. Bahan dasar suppositoria

yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak

nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul

dan ester asam lemak polietilen glikol (FI IV, 6).

Umumnya, supositoria rectum panjangnya ± 32 mm (1,5 inci),

berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Beberapa supositoria untuk

rectum diantaranya ada yang berbentuk seperti peluru, torpedo atau jari-

jari kecil tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan habis yang

digunakan, beratnya pun berbeda-beda. USP menetapkan berat supositoria

2 gram untuk orang dewasa apabila oleum cacao yang digunakan sebagai

basis. Sedangkan supositoria untuk bayi dan anak-anak, ukuran dan

beratnya ½ dari ukuran dan berat untuk orang dewasa, bentuknya kira-kira

seperti pensil. Keuntungan bentuk torpedo adalah bila bagian yang besar

masuk melalui otot penutup dubur, maka suppositoria akan tertarik masuk

dengan sendiri. Supositoria untuk vagina yang juga

disebut pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut,

4

Page 5: NEW Laporan Suppo Kel 6

sesuai dengan kompendik resmi beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum

cacao. Supositoria untuk saluran urin yang juga disebut bougie bentuknya

ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urin

pria atau wanita. Supositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm

dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu

dengan lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya ± 4

gram. Supositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari

ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram dan basisnya

oleum cacao (Ansel, 576-577 ).

Gambar 1. Bentuk suppositoria

II.1.2 Keuntungan Dan Kerugian

Keuntungan Suppositoria

(Fastrack, 157-158) :

1. Bentuk sediaan rektal mungkin bertujuan untuk memberikan

efek lokal dalam pengobatan injeksi dan peradangan, misalnya

wasir.

5

Page 6: NEW Laporan Suppo Kel 6

2. Bentuk sediaan rektal untuk digunakan pada sembelit dan luka

pada usus sebelum operasi.

3. Bentuk sediaan rektal digunakan untuk memberikan efek

sistemik, dimana penyerapan obatnya untuk oral dapat

mengiritasi lambung, sehingga dibuat dalam bentuk sediaan

rektal.

4. Dapat digunakan oleh pasien yang tidak sadar dan mudah

muntah.

5. Dibuat bentuk sediaan rektal karena ada obat yang rentan

terhadap degradasi di perut, obat yang tidak terlarut diserap

dalam saluran pencernaan.

6. Obat (agen terapeutik) tidak langsung masuk ke dalam hati.

(Ansel, 578) :

1. Obat yang masuk dibuat tidak aktif oleh PH aktivitas enzim

dalam lambung atau perlu dibawa untuk masuk ke dalam

lingkungan merusak ini.

2. Obat yang merangsang lambung langsung dapat dibiarkan

tanpa menimbulkan perangsangan.

3. Obat yang rusak dalam portal dapat melewati hati setelah

diabsorbsi pada rektum.

4. Cara ini lebih sesuai digunakan oleh pasien dewasa dan anak-

anak yang tidak dapat atau tidak mau menelan obat.

5. Merupakan cara yang efektif dalam perawatan pasien yang

sukar muntah.

6

Page 7: NEW Laporan Suppo Kel 6

Kerugian Suppositoria

(Fastrack, 158) :

1. Dinegara-negara tertentu, terutama Amerika Serikat dan Inggris

bentuk sediaan rektal umumnya tidak populer.

2. Terdapatnya feses dalam rektum sangat mempengaruhi tingkat

penyerapan obat.

3. Diindustri pembuatan suppositoria lebih sulit dibandingkan

bentuk sediaan umum lainnya.

(Ansel, 578) :

Dosis obat yang digunakan melalui rektum mungkin lebih

besar atau lebih kecil daripada yang dipakai secara oral tergantung

pada faktor-faktor ke dalam tubuh pasien. Sifat fisika-kimia obat dari

kemampuan obat dalam melewati penghalang fisiologis, untuk

diabsorbsi dan sifat basis suppositoria yang dimaksudkan untuk

obat-obat sistemik dan lokal umumnya terjadi dengan bentuk/waktu

setengah jam sampai sedikit 4 jam.

II.1.3 Tujuan Penggunaan Suppositoria

Obat-obat dapat diberikan dalam bentuk suppositoria, baik untuk efek

lokal maupun untuk efek sistemik. Aksi tersebut tergantung pada sifat

obat, konsentrasinya, dan laju absorpsi. Emolien, astringen, zat antibakteri,

hormon, steroid, dan anestetik lokal diberikan dalam bentuk suppositoria

untuk mengobati keadaan lokal vagina, rektum, atau uretra. Maksud dari

pemberian suppositoria rektal adalah untuk pengobatan konstipasi dan

wasir. Selain itu suppositoria rektal juga diberikan untuk efek sistemik.

7

Page 8: NEW Laporan Suppo Kel 6

Berbagai macam obat digunakan, misalnya analgesik, antispasmodik,

sedatif, obat penenang, dan zat antibakteri (Lachman III, 1148).

Suppositoria rektal juga digunakan untuk efek sistemik dalam kondisi

dimana pemberian obat secara oral tidak akan ditahan atau diabsorbsi

secara tepat ; seperti pada keadaan mual yang hebat dan muntah atau pada

Paralitis ileus (Lachman III, 1148).

II.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat suppositoria

(Ansel, 579) :

Faktor Fisiologi

Rectum manusia panjangnya ± 15 – 30 cm. Pada waktu kosong, rectum

hanya berisi 2 – 3 ml cairan mukosa yang inert. Dalam keaadan

istirahat, rectum tidak ada gerakan vili dan microvili pada mukosa

rectum. Akan tetapi terdapat vaskularisasi adsorbsi obat dan rectum

adalah kandungan kolon, jalur sirkulasi dan pH serta tidak adanya

kemampuan mendapat cairan rectum.

a. Kandungan Kolon

Apabila diinginkan efek sistemik dari suppositoria yang

mengandung obat absorbsi yang lebih besar, lebih banyak terjadi

pada rectum yang kosong dan rectum yang dikembungkan oleh

fases ternyata obat lebih mengabsorbsi dimana tidak ada fases.

b. Jalur Sirkulasi

Obat yang diabsorbsi melalui rectum tidak seperti obat yang

diabsorbsi setelah pemberian secara oral. Tidak melalui sirkulasi

8

Page 9: NEW Laporan Suppo Kel 6

porta, sewaktu didalam perjalanan sirkulasi yang lazim. Dalam hal

ini obat dimungkinkan dihancurkan didalam hati.

c. pH

Tidak adanya kemampuan mendapat dari cairan rektum karena

cairan rectum pada dasarnya pada pH 7 – 8 dan kemampuan

mendapat tidak ada, maka bentuk obat yang digunakan lazimnya

secara kimia tidak berubah oleh lingkungan rectum.

Faktor Fisika – Kimia

a. Kelarutan lemak – air

Suatu obat lifofil yang terdapat dalam suatu basis. Suppositoria

berlemak dengan konsistensi rendah memiliki kecenderungan yang

kurang untuk melepaskan diri dari kedalam cairan sekelilingnya.

Dibandingkan jika tidak ada bahan hidrofilik pada bahan/basis

berlemak  dalam batas-batas untuk mendekati jenuhnya.

b. Ukuran Partikel

Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah larut dan lebih besar

kemungkinan untuk lebih cepat diabsorbsi.

c. Sifat basis

Basis harus mampu mencair, melunak atau melarut supaya

pelepasan kandungan obatnya untuk diabsorbsi. Apabila terjadi

interaksi antara basis dengan lelehan lepas, maka adsorbsi akan

terganggu atau malah dicegah.

9

Page 10: NEW Laporan Suppo Kel 6

II.1.5 Efek Terapeutis

Efek sistemik

Untuk efek sistemik, membran mukosa rektum dan vagina

memungkinkan absorbsi dan kebanyakan obat yang dapat larut

walaupun rektum sering digunakan sebagai tempat absorbsi secara

sistemik, vagina tidak sering digunakan untuk tujuan ini. Untuk

mendapatkan efek sistemik, atau pemakaian melalui rektum mempunyai

beberapa kelebihan dari pada pemakian secara oral, yaitu(Ansel, 576) :

1. Obat yang rusak atau tidak dibuat tidak aktif oleh pH atau aktifitas

enzim dan lambung.

2.  Obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa

menimbulkan rangsangan.

3. Merupakan cara yang efektif dalam perawatan pasien yang suka

muntah, dan lain sebagainya.

Efek Lokal

Begitu dimasukkan, basis suppositoria meleleh, melunak atau

melarut menyebarkan bahan obat yang dibawahnya kejaringan-jaringan

didaerah tersebut obat ini bisa dimaksudkan untuk ditahan dalam ruang

tersebut untuk efek kerja lokal atau bisa juga dimaksudkan agar

diabsorbsi untuk mendapatkan efek sistemik. Suppositoria rektal

dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering digunakaan untuk

menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi rasa gatal dan radang

sehubungan dengan wasir atau kondisi anarektal lainnya. Suppositoria

vagina yang dimaksudkan untuk efek lokal, digunakan terutama sebagai

10

Page 11: NEW Laporan Suppo Kel 6

antiseptik pada higiene wanita dan sebagai zat khusus untuk memerangi

dan menyerang penyebab penyakit (Ansel, 576).

II.1.6 Syarat-Syarat Basis Yang Ideal

Basis suppositoria yang ideal di uraikan sebagai berikut (Lachman III,

1168) :

1. Telah mencapai kesetimbangan kristalivitas dimana komponen

mencair dalam temperatur rectum (36°C),tetapi basis dengan

kisaran leleh lebih tinggi dapat digunakan untuk campuran

eutektikum, penambahan minyak-minyak, balsam-balsam, serta

suppositoria yang digunakan pada iklim tropis.

2. Tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan yang peka dan

meradang.

3.  Dapat bercampur dengan berbagai jenis obat.

4. Basis suppositoria tersebut tidak mempunyai bentuk meta stabil

(tidak berubah bentuk dalam keadaan semula pada saat pelelehan).

5. Basis suppositoria tersebut menyusut secukupnya pada

pendinginan, sehingga dapat dilepaskan dari cetakan tanpa

menggunakan pelumas cetakan.

6.  Basis suppositoria mempunyai sifat membasahi dan mengemulsi.

7. Basis suppositoria tidak merangsang.

8. Angka air tinggi maksudnya persentase air yang tinggi dapat

dimaksudkan kedalamnya.

9. Stabil pada penyimpanan maksudnya warna, bau dan pola

pelepasan obat tidak berubah.

11

Page 12: NEW Laporan Suppo Kel 6

10. Dapat dibuat suppositoria dengan tangan, mesin, kompresi, atau

ekstrusi.

11. Angka asam dibawah 0,2.

12. Angka penyabunan berkisar dari 200 sampai 245.

13. Angka iod kurang dari 7.

14. Interval antara titik leleh dan titik memadat kecil atau kurva SFI-

nya tajam.

Basis suppositoria yang ideal menurut (Scoville’S, 370-371) :

Dari segi pandang pada formulasi basis suppositoria ideal

seharusnya : stabil, mudah dalam penuangan, menjadi keras pada

pendinginan dengan cepat, tidak membutuhkan lubrikan pencetakan,

mempunyai penampilan yang baik, cocok dengan semua obat. Dari

sudut pandang dari absorbsi obat pada basis seharusnya netral dalam

reaksi, tidak mengiritasi, kehadiran dari obat dalam mengabsorbsi

bentuk sangat mudah, melunak sempurna atau larut pada suhu tubuh di

dalam rektum.

II.1.7 Macam-macam Basis Suppositoria

(Ansel, 582 – 589) :

1. Basis berminyak atau berlemak

Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, karena

pada dasarnya oleum cacao termasuk kelompok ini, utama dan

kelompok ketiga merupakan golongan basis-basis lainnya. Diantara

bahan berminyak atau berlemak lainnya yang biasa digunakan sebagai

basis Suppositoria. Macam-macam asam lemak yang dihidrogenesis

12

Page 13: NEW Laporan Suppo Kel 6

dari minyak nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas, juga

kumpulan basis lemak yang mengandung gabungan minyak gliserin dan

asam lemak dengan berat molekul tinggi, seperti asam palmitat dan

asam stearat, mungkin ditemukan dalam basis Suppositoria berlemak.

Campuran yang dimikian seperti gliserol dan monostearat merupakan

contoh dari kelompok ini.

2. Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air.

Merupakan kumpulan yang penting dari kelompok ini adalah gelatin

dan gliserin dan basis polietilen glikol. Basis gelatin gliserin paling

sering digunakan dalam pembuatan Suppositoria vagina dimana

memang diharapkan  efek setempat yang cukup lama dari unsur

obatnya.

3. Basis lainnya dalam kelompok basis ini termasuk campuran bahan

bersifat seperti lemak yang larut dalam air atau bercampur dengan air,

bahan-bahan ini mungkin membentuk zat kimia atau campuraan fisika.

Beberapa diantaranya berbentuk emulsi, umumnya dan tipe air dalam

minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan berair. Salah satu

dari bahan ini adalah polioksil 40 stearat adalah suatu zat aktif pada

permukaan digunakan dalam sejumlah basis Suppositoria dalam

perdagangan.

II.1.8 Metode Pembuatan Suppositoria

13

Page 14: NEW Laporan Suppo Kel 6

Empat metode digunakan dalam membuat suppositoria, yakni mencetak

dengan tangan, kompresi, mencetak tuang, dan mesin pencetak otomatis

(Lachman III, 1179-1180) :

1. Metode dengan Tangan

Metode pembuatan suppositoria yang paling sederhana dan yang paling

tua adalah dengan tangan. Yakni dengan menggulung basis suppositoria

yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif menjadi bentuk

yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan

bahan aktif dengan menggunakan atau dilarutkan dengan air, atau

kadang-kadang dicampur atau dengan sedikit lemak bulu domba untuk

mempermudah penyatuan basis suppositoria. Kemudian massa digulung

menjadi satu barang silinder dengan garis tengah dan panjang yang

dikehendaki atau menjadi bola-bola vaginal sesuai dengan berat yang

diinginkan. Batang silinder dipotong menjadi beberapa bagian kemudian

salah satu ujungnya diruncingkan.

2. Mencetak kompressi

Suppositoria yang lebih seragam dengan cara farmasetik dapat dibuat

dengan mengkompressi larutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang

dikehendaki, suatu roda tangan berputar menekan suatu bistor pada

massa suppositoria yang diisikan dalam silinder sehingga massa

terdorong masuk ke dalam cetakan.

3. Metode cetak tuang

14

Page 15: NEW Laporan Suppo Kel 6

Metode yang paling umum digunakan pada suppositoria skala kecil dan

skala besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan basis diletakkan

sebaiknya di atas penangas air atau penangas uap untuk menghindari

pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif

diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.

4. Metode Pencetak Otomatis

Pelaksanaan pencetakan (penanganan, pendinginan) dan pemindahan

dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian, pengeluaran dan

pembersihan cetak semua dijalankan secara otomatis. Pertama-tama

massa yang telah disiapkan diisikan ke dalam suatu corong pengisi

dimana massa tersebut secara kontinyu dicampur dan dijaga pada

temperatur konstan.

II.1.9 Masalah-Masalah Pembuatan Suppositoria

(Lachman III, 1186-1191) :

1. Air dalam suppositoria

Penggunaan air sebagai pelarut untuk mencampurkan zat-zat dalam

basis suppositoria harus dihindari untuk alasan berikut :

a. Air mempercepat oksidasi lemak.

b. Jika air menguap, zat-zat yang terlarut akan membentuk kristal-

kristal.

c. Kecuali kalau air berada dalam jumlah lebih tinggi dari yang

dibutuhkan untuk melarutkan obat, air mempunyai nilai kecil

dalam membantu absorpsi obat.

15

Page 16: NEW Laporan Suppo Kel 6

d. Reaksi antara bahan-bahan yang terdapat dalam suppositoria

tampaknya lebih sering terjadi dengan air.

e. Pemasukan air atau zat-zat lain yang dapat dikontaminasi oleh

pertumbuhan bakteri dan fungi memerlukan tambahan bahan-bahan

bakteriostatik seperti paraben.

2. Higroskopis

Suppositoria gelatin yang mengandung gliserin kehilangan lembab oleh

penguapan dalam iklim kering dan mengabsorbsi lembab dalam kondisi

kelembapan yang tinggi.

3. Ketidaktercampurkan

Basis-basis polietilen glikol ternyata tidak dapat bercampur dengan

garam-garam perak, asam tanat, aminopirin, kinin, ichtammol, aspirin,

benzokain, iodoklorhidroksikin, dan sulfonamida. Sebagian besar bahan

kimia mempunyai kecenderungan mengkristal dari polietilen glikol,

misalnya barbital natrium, asam salisilat,dan camphore.

4. Viskositas

Viskositas massa suppositoria yang mencair adalah penting dalam

pembuatan suppositoria dan perilakunya dalam rektum setelah mencair.

Minyak cokelat cair dan beberapa penggantinya mempunyai viskositas

rendah, sedangkan basis tipe gelatin yang mengandung gliserin dan tipe

polietilen glikol mempunyai viskositas yang jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan viskositas minyak cokelat.

5. Kerapuhan

16

Page 17: NEW Laporan Suppo Kel 6

Suppositoria yang dibuat dari minyak cokelat sangat elastik dan tidak

mudah pecah. Basa-basa lemak sintetis dengan derajat hidrogenasi

yang tinggi pada temperatur kamar, biasanya lebih rapuh.

6. Kerapatan

Untuk menghitung jumlah obat tiap suppositoria, kerapatan basis

tersebut harus diketahui. Volume ruang cetakan ditetapkan, sehingga

berat masing-masing suppositoria tergantung pada kerapatan massa.

7. Penyusutan volume

Fenomena ini terjadi dalam sebagian besar basis suppositoria cair

setelah didinginkan dalam cetakan.

8. Pelumas atau zat penglepas dari cetakan

Minyak cokelat melengket pada cetakan suppositoria karena volume

penyusutannya rendah. Suppositoria ini sukar dilepaskan dari cetakan,

sehingga berbagai pelumas cetakan atau zat-zat penglepas dari cetakan

harus digunakan untuk menanggulangi kesulitan ini.

9. Faktor penggantian dosis

Jumlah basis yang diganti oleh bahan-bahan aktif dalam formulasi

suppositoria dapat dihitung. Faktor pengganti, f, diturunkan dari

persamaan berikut :

f =100(E−G)

(G )(X )+1

Dimana : E = bobot basis suppositoria

G = bobot suppositoria dengan bahan aktif X%

17

Page 18: NEW Laporan Suppo Kel 6

10. Pengawasan bobot dan volume

Farmakope jerman dan rusia menyatakan variasi bobot masing-masing

suppositoria rektal adalah ±5% dari bobot rata-ratanya.

11. Ketengikan dan antioksidan

Ketengikan disebabkan oleh autooksidasi dan penguraian berturut-turut

dari lemak tidak jenuh menjadi aldehid jenuh dan tidak jenuh dengan

bobot molekul kecil sampai pertengahan (C3-C11), berbagai keton dan

asam, yang mempunyai bau kuat dan tidak menyenangkan.

II.1.10 Evaluasi Suppositoria

(Lachman III, 1191-1194) :

1. Uji Kisaran Leleh

Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro dan uji merupakan salah

satu ukuran waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh

sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap

(37°C). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang

diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa

digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria

adalah alat disentegrasi tablet USP. Suppositoria dicelupkan seluruhnya

dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang diperlukan

suppositoria untuk meleleh sempurna atau menyebar dalam air

sekitarnya diukur.

2. Uji Pencairan atau uji waktu melunak dari suppositoria rektal

suatu modifikasi yang dikembangkan oleh Krowezyasku adalah uji

suppositoria akhir lain yang berguna. Uji tersebut terdiri dari pipa U

18

Page 19: NEW Laporan Suppo Kel 6

yang sebagian dicelupkan kedalam penangas air yang bertemperatur

konstan. Penyempitan pada satu menahan suppositoria tersebut pada

tempatnya dalam pipa. Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di

bagian atas suppositoria, dan waktu yang diperlukan batangan untuk

melewati suppositoria sampai penyempitan tersebut dicatat sebagai

waktu melunak.

3. Uji Kehancuran

Berbagai larutan sudah diuraikan untuk memecahkan masalah

kerapuhan suppositoria. Uji kehancuran  dirancang sebagai metode

untuk mengukur keregasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang

digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berbanding

rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada suhu

37°C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut. Dan

suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang

lempeng dimana suatu batang diletakkan.

4. Uji Disolusi

Pengujian laju pelepasan zat obat dari suppositoria secara invitro selalu

mengalami kesulitan karena adanya pelelehan. Perubahan bentuk dan

depresi dari medium disolusi. Pengujian awal dilakukan dengan

penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu medium.

II.2 Formula

I. FORMULASI

ASAM ASETIL SALISILAT SUPOSITORIA REKTAL

19

Page 20: NEW Laporan Suppo Kel 6

II. RANCANGAN FORMULA

Tiap 3 gr suppositoria mengandung :

Asam Asetil Salisilat 450 mg

Alfa Tokoferol 0,05 %

Cera Alba 4 %

Oleum Cacao q.s

III. MASTER FORMULA

Nama Produk : Cetariarin®

Jumlah Produk : 10 Supositoria

Tanggal formula : 18 – 4 - 2013

Tanggal Produksi : 2 – 5 - 2013

Expired Date : 2 – 5 – 2014

NO. Registrasi : DKL 13 077 030 25 A1

NO. Batch : D3 25 030

No.Reg : DKL 13 077 030 25 A1

No.Batch : D3 25 047

PT. CLASSEDUO FARMA

Tanggal Formula

18 – 4 – 2013

Tanggal Produksi

2 – 5 – 2013

Jumlah Produksi

10 Suppositoria

No Kode BahanNama

Bahan

Fungsi

Bahan

Tiap

Suppositoria

Tiap

Batch

1 ASPAsam asetil

salililatZat Aktif 4,5 gr 3,15 g

2 ATF Alfa Antioksidan 0,0002 g 0,00165

20

Page 21: NEW Laporan Suppo Kel 6

Tokoferol g

3 CA Cera albaStiffening

Agent0,04 g 1,32 g

4 OLCOleum

CacaoBasis 0,04 g 0,8 g

II.3 Alasan penambahan

II.3.1 Asam asetil salisilat

Asam asetil salisilat merupakan golongan obat antiinflamasi nonsteroid

yang berkhasiat sebagai analgesik dan antipiretik. Dimana senyawa ini

memiliki efek samping terhadap saluran cerna antara lain iritasi

lambung, mual, dan muntah, untuk menghindari efek samping tersebut

dapat diatasi dengan memformulasikan asam asetil salisilat dalam

bentuk sediaan suppositoria. Penggunaan suppositoria mempunyai

keuntungan dibandingkan dengan sediaan oral, salah satunya yakni

tidak mengiritasi lambung, tidak menyebabkan rasa tidak enak (mual)

(Tjay, 607 ; Ansel, 578).

Aspirin dan beberapa obat antiinflamasi lainnya banyak digunakan

dalam bentuk suppositoria untuk meningkatkan bioavaibilitas. (Ravi,

2013).

Sebagian besar obat dalam sediaan oral akan diubah oleh hati secara

kimi sehingga keefektifan sistemiknya seringkali berkurang. Sebaliknya

sebagian besar obat yang sama dapat diabsorpsi dari daerah anorektal

dan nilai terapetiknya masih dipertahankan (Lachman III, 1149)

21

Page 22: NEW Laporan Suppo Kel 6

Dosis aspirin dalam bentuk suppositoria yaitu 450-900 mg setiap 4 jam

(Martindale36th, 23).

II.3.2 Oleum cacao

Minyak cokelat merupakan basis suppositoria yang paling banyak

digunakan. Sebagian besar sifat minyak cokelat memenuhi persyaratan

basis ideal karena tidak berbahaya (Lachman III, 1168).

Oleum cacao merupakan basis yang paling baik, disebabkan oleh aksi

emolien, penyejuk, dan penyebarannya (Ansel, 581).

Minyak cokelat tidak diresorpsi dalm rektum. Minyak cokelat akan

membentuk perusakan lemak dalam usus tidak terjadi (Voight, 285).

Lemak cokelat bersifat netral secara kimia dan fisiologi serta banyak

digunakan. Titik lebur dari minyak cokelat yaitu 31o-34oC (Voight,

281).

II.3.3 Cera alba

Cera alba digunakan sebagai bahan pengeras yang dapat dilebur dengan

oleum cacao untuk mengimbangi pengaruh peleburannya dari bahan

yang ditambahkan (Ansel, 583).

Bahan-bahan seperti fenol (termasuk asam asetil salisilat) cenderung

menurunkan titik lebur dari oleum cacao sewaktu bercampur dengan

bahan tersebut. Jika titik lebur menurun sedemikian rupa sehingga tidak

mungkin lagi dijadikan suppositoria yang padat dengan menggunakan

oleum cacao sebagai basis tunggal, maka bahan pengeras (stiffening

agent) seperti malam tawon (cera alba) ± 4% dapat dilebur dengan

oleum cacao untuk mengimbangi pengaruh pelunakkan (Ansel, 583).

22

Page 23: NEW Laporan Suppo Kel 6

Obat- obat seperti minyak menguap, kresol, fenol, dan klorol hidrat

sangat menurunkan titik leleh minyak coklat. Untuk memperbaiki

kondisi ini biasanya digunakan malam atau spermaseti (Lachman,

1170).

Konsentrasi cera alba yang digunakan adalah 4%, karena apabila

konsentrasinya kurang dari 4% dapat menurunkan titik leleh oleum

cacao dan apabila konsentrasinya lebih 4% dapat menaikkan titik leleh

diatas suhu tubuh (Widayanti, 3).

II.3.4 Alfa tokoferol

Oleum cacao mempunyai beberapa kelemahan, yaitu dapat menjadi

tengik. Oleh karena itu, dibutuhkan antioksidan yang berfungsi untuk

menghambat autooksidasi dari oleum cacao yang dapat menyebabkan

ketengikan. Contoh oksidasi efektif (antioksidan) salah satunya adalah

alfa tokoferol (Ansel, 119 ; Pharmaceutical excipient booklet, 15).

Alfa tokoferol atau vitamin E merupakan antioksidan larut lemak, yang

cara kerjanya dengan mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan

dengan radikal bebas (Efflonora, 279).

Alfa tokoferol merupakan pelarut yang baik untuk obat yang

kelarutannya rendah, dimana alfa tokoferol dalam formulasi ini untuk

memperbaiki kelautan dari asam asetil salisilat yang sukar larut dalam

air (Excipient6th, 31).

Alfa tokoferol dalam basis lemak biasanya digunakan konsentrasi

0,001-0,05% (Excipient6th, 31).

Konsentrasi alfa tokoferol sebagai anti oksidan yaitu 0,05-0,75%

(Voight, 640).

23

Page 24: NEW Laporan Suppo Kel 6

II.4 Uraian Bahan

1. Aspirin (FI IV, 31)

Nama Resmi : Acidum acetylosalicylum

Sinonim : Asam asetil salisilat, asetosal, aspirin, aspilet

RM/BM : C6H804/180,16

Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau

lempengan tersusun atau serbuk hablur putih,

tidak berbau atau berbau lemah. Stabil diudara

kering, di dalam udara lembab serta bertahap

terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam

asetat.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol,

larut dalam kloroform dan dalam eter, agak sukar

larut dalam eter mutlak.

Konsentrasi : 450-500 mg

Khasiat : Anti inflamasi non steroid

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

2. Alfa tokoferol (FI IV, 796 ; Excipient 6th, 31)

Nama resmi : Tocopherolum

Sinonim : Alfa tokoferol; vitamin E; copherol F1 300 – 3,4

– dihydro-2,5,7, 8– tetramethy l – 2 – (4,8,12-

trimethyltridecyl) –2 H-1- benzopyrun-6-01;

E307; RRR – a – tocopherolum, synthetic alpha

24

Page 25: NEW Laporan Suppo Kel 6

tocopherol; an – rac – a – tocopherol; dl – a –

tocopherol; 5,7,8 – trimethyltocol.

Pemerian : Praktis tidak berbau dan tidak berasa. Bentuk alfa

tokoferol dan alfa tokoferol asetat berupa minyak

kental jernih, warna kuning atau kuning

kehijauan. d-alfa tokoferol asetat dapat berbentuk

padat pada suhu dingin. Alfa tokoferol asam

suksinat berupa serbuk warna putih; berbentuk d-

isomer melebur pada suhu lebih kurang 75o dan

bentuk dl- melebur pada suhu lebih kurang 70 o.

Golongan alfa tokoferol tidak stabil terhadap

udara dan cahaya terutama dalam suasana alkalis.

Bentuk ester stabil terhadap udara dan cahaya,

tetapi tidak stabil dalam suasana alkalis. Senyawa

dengan asam suksinat juga tidak stabil bila dalam

bentuk leburan.

Kelarutan : Alfa tokoferol asam suksinat tidak larut dalam

air, sukar larut dalam larutan alkali; larut dalam

etanol, dalam eter, dalam aseton, dan dalam

minyak nabati; sangat mudah larut dalam

kloroform. Bentuk vitamin E lain tidak larut

dalam air; larut dalam etanol; dapat bercampur

dengan eter, dengan aseton, dengan minyak

nabati dan dengan kloroform.

25

Page 26: NEW Laporan Suppo Kel 6

Khasiat : Antioksidan

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari

cahaya. Bentuk d-atau dl- alfa tokoferol

dilindungi dengan gas inert.

Kestabilan : Tokoferol teroksidasi perlahan oleh oksigen dan

cepat teroksidasi oleh garam besi dan perak.

Tokoferol ester lebih stabil untuk oksidasi.

Tokoferol harus disimpan dalam wadah yang

kedap udara, ditempat sejuk dan terlindung dari

cahaya.

Incompatibilities : Tokoferol tidak compatible dengan peroksida dan

ion logam terutama besi, tembaga, dan perak.

Konsentrasi : 0,001-0,05 %

3. Cera alba ( FI IV, 186; Excipient 6th,779)

Nama resmi : Cera alba

Sinonim : Malam putih, wax white, bleached wax, E901,

lilin putih.

Pemerian : Padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya

dalam keadaan lapisan tipis, bau khas lemah dan

bebeas bau tengik.

Kelarutan : Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam

etanol dingin. Etanol mendidih melarutkan asam

sitrat dan bagian dari merisin yang merupakan

kandungan malam putih. Larut sempurna dan

26

Page 27: NEW Laporan Suppo Kel 6

kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan

minyak atsiri. Sebagian larut dalam benzene

dingin dan dalam karbon disulfide dingin. Pada

suhu lebih kurang 30o larut sempurna dalam

benzene, dan dalam karbon disulfide.

Kegunaan : Sebagai pengeras ( stivening agent )

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kestabilan : Ketika lilin dipanaskan diatas 1508 o C,

esterivikasi terjadi dengan penurunan akibat nilai

asam elevasi titik leleh. Lilin putih stabil bila

disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung

dari cahaya.

Incompatibilities : Tidak kompatibel dengan oksidator.

Konsentrasi : 4% sebagai bahan pengeras (Steveni agent)

4. Oleum Cacao (FI III, 453; Excipient 6th, 725)

Nama resmi : Oleum cacao

Sinonim : Lemak coklat, cocoa butter, oleum theobronatis

Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan, bau khas

aromatic, rasa khas lemak, agak rapuh.

Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%) p, mudah larut

dalam kloroform p, dalam eter p, dan dalam eter

minyak tanah p.

Kegunaan : Sebagai basis lemak suppositoria

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

27

Page 28: NEW Laporan Suppo Kel 6

Incompatibilities : Incompatibilitas basis suppositoria tidak

ditemukan dalam setiap literature. Terjadinya

reaksi kimia antara basis lemak dan zat aktifnya

jarang terjadi.

Kestabilan : Pemanasan oleum cacao lebih dari 36o C selama

pembuatan suppositoria dapat mengakibatkan

penurunan kepadatan. Hal ini dapat menyebabkan

kesulitan dalam pembuatan suppositoria.

Konsentrasi : -

BAB III

METODE KERJA

III.1. Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

1. Alu (1 buah)

28

Page 29: NEW Laporan Suppo Kel 6

2. Alat desintegrasi tablet USP (1 buah)

3. Batang pengaduk (1 buah)

4. Cawan porselin (2 buah)

5. Cutter (1 buah)

6. Lap kasar (1 buah)

7. Lap halus (1 buah)

8. Lemari pendingin (1 buah)

9. Lumpang (1 buah)

10. Neraca analitik (1 buah)

11. Pencetak suppositoria (1 buah)

12. Pipet tetes (1 buah)

13. Pipa U (1 buah)

14. Sendok tanduk (1 buah)

15. Sudip (1 buah)

16. Waterbath(Penangas air) (1 buah)

III.1.2 Bahan yang digunakan

- Bahan formula

1. Asam asetil Salisilat

2. Alfa Tokoferol

3. Cera Alba

4. Oleum Cacao

- Bahan Tambahan

1. Alkohol 70%

2. Aluminium Foil

29

Page 30: NEW Laporan Suppo Kel 6

3. Kapas

4. Minyak Jarak

5. Paraffin Cair

III.2 Perhitungan Bahan

Asam asetil salisilat 0,45 g

Alfa Tokoferol 0,05%

Cera Alba 4%

Oleum Cacao q.s

Dibuat sebanyak 10 supositoria

Nilai tukar Aspirin 0,7

- Aspirin 0,45 g = 0,45 X 10 = 4,5 g

Nilai tukar Aspirin = 0,7 X 4,5 = 3,15 g

Bobot supositoria 3 gr= 3 X 10 = 30 g

Ditambahkan 10% = 10

100 x 30 g = 3 g

Jadi bobot supositoria = 30 + 3 g = 33 g

- Cera Alba 4% = 4

100 x 33 g = 1,32 g

- Alfa Tokoferol 0,055 = 0,051000

x 33 g = 0,0165 = 16,5 mg

30

1 mg = 1,49 iu

Alfa tokoferol = 16,5 mg

= 16,5 x 1,499 = 24, 585 iu

24, 585 iu = 16,5 mg

1 Kapsul = 100 iu

1 mg = 1,49 iu

1 kapsul = 1001,49

x 1 mg = 67,11

Page 31: NEW Laporan Suppo Kel 6

- Oleum Cacao = 33 – (3,15 + 1,32 + 0,0165)

= 33 – 4,4865

= 28,5135 g

III.3 Cara Kerja

III.3.1 Pembuatan supositoria

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%

3. Dikalibrasi cetakan

4. Dilubrikasi cetakan dengan menggunkan paraffin cair secukupnya

5. Digerus Aspirin hingga halus

6. Ditimbang Aspirin yang telah dihaluskan sebanyak 3,15 g, Cera alba

1,32 g, dan Oleum cacao sebanyak 28,5135 g

7. Dikeluarkan Alfa tokoferol dari cangkang kapsul kemudian

dimasukkan ke dalam cawan porselin

31

1 mg = 1,49 iu

Alfa tokoferol = 16,5 mg

= 16,5 x 1,499 = 24, 585 iu

24, 585 iu = 16,5 mg

1 Kapsul = 100 iu

1 mg = 1,49 iu

1 kapsul = 1001,49

x 1 mg = 67,11

x = 16,567,11

x 4 mL = 0,983 mL

1 mL = 20 tetes

= 1mL

20 tetes =

0,983x

x = 0,983 X 20 tetes

= 19,66 = 20 tetes

Page 32: NEW Laporan Suppo Kel 6

8. Diencerkan Alfa tokoferol dengan 4 mL minyak jarak

9. Dileburkan terlebih dahulu cera alba dengan menggunakan penangas

air (waterbath) pada suhu 61-65oC

10. Ditambahkan aspirin kemudian diaduk hingga homogen

11. Ditambahkan oleum cacao kemudian diaduk hingga melebur

12. Ditambahkan alfa tokoferol sebanyak 20 tetes kemudian diaduk

hingga homogen

13. Dituang hasil leburan kedalam cetakan yang telah dilubrikasi dengan

paraffin cair

14. Dimasukkan kedalam lemari pendingin dengan suhu 2-8oC selama

kurang lebih 15 menit

15. Dikeluarkan supositoria yang telah terbentuk dari cetakan dengan

menggunakan sudip

16. Dimasukkan ke dalam aluminium foil

17. Dimasukkan ke dalam kemasan supositoria

18. Dimasukkan ke dalam dus yang telah berisi brosur

III.3.2 Uji Supositoria

a. Uji Homogenitas/Penampilan

1. Supositoria yang telah jadi dipotong memanjang dengan menggunakan

cutter

2. Diamati secara visual bagian/sisi dalam dan luar dari masing-masing

supositoria

b. Uji Kisaran Leleh

32

Page 33: NEW Laporan Suppo Kel 6

1. Supositoria yang telah jadi dicelupkan kedalam penangas air dengan

suhu 36oC

2. Dicatat waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh dengan

sempurna

c. Uji Waktu Lunak

1. Supositoria yang telah jadi dimasukkan kedalam pipa U yang sebagian

dicelupkan dalam penangas air dengan suhu 37oC

2. Dicatat waktu yang diperlukan supositoria saat batangan melewati

supositoria

d. Uji Kehancuran

1. Supositoria yang telah jadi dimasukkan di bagian bawah ‘perforated

disc’ pada alat desintegrasi

2. Diamati kehancuran supositoria selama 30 menit

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

33

Page 34: NEW Laporan Suppo Kel 6

IV.1 Hasil pengamatan

Tabel IV.1 Hasil evaluasi suppositoria rektal asam asetilsalisilat (aspirin).

No Jenis evaluasi Hasil evaluasi

1

2

3

4

Uji Kisaran leleh

Uji Waktu lunak

Uji Penghancuran

Uji Homogenitas penampilan

Tidak meleleh

Tidak melunak

Tidak hancur

Tidak homogen

IV. 2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami akan melakukan percobaan sediaan

Suppositoria dengan bahan zat aktif Asam asetil salisilat (Aspirin) dan basis yang

akan digunakan, yaitu Minyak Coklat (Oleum cacao). Suppositora ini akan dibuat

dalam bentuk torpedo dengan pemberian melalui rektal yang diharapkan dapat

memberikan efek sistemik. Aspirin termasuk obat golongan analgetik-antipiretik,

aspirin termasuk obat AINS golongan non-selektif. Obat-obat yang dapat

mengiritasi lambung seperti aspirin, lebih baik dibuat dalam bentuk suppositoria

karena sediaan suppositoria ini dapat digunakan dengan tujuan efek sistemiknya.

Dimana jika diberikan dalam bentuk oral penyerapan obatnya dapat menyebabkan

degadrasi lambung (Obat-obat penting, 316) ; (Farmakologi dan terapi, 231).

Oleum cacao digunakan sebagai basis suppositoria, karena oleum cacao

sebagian besar memenuhi basis ideal, disamping itu minyak coklat ini tidak

berbahaya, lunak, dan tidak reaktif, serta meleleh pada temperatur tubuh 36-37˚ C.

(Lachman 3, 1168).

34

Page 35: NEW Laporan Suppo Kel 6

Dosis aspirin yang digunakan yaitu dosis 450 mg. Aspirin dalam bentuk

suppositoria yakni 450-900 mg, setiap 4 jam dosis maksimum 3,6 g/sehari

(Martindale, 23).

Dalam pembuataan suppositoria rektal terdiri dari beberapa langkah,

Langkah pertama yaitu menyediakan alat dan bahan. Alat yang digunakan berupa

lumpang, alu, pencetak suppositoria torpedo, cawan porselin, dan waterbath,

sedangkan bahan yang digunakan yaitu Alkohol 70%, Aspirin, α-tokoferol, cera

alba, oleum cacao, minyak jarak dan paraffin cair. Kemudian langkah berikutnya

dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%, karena alkohol 70% bersifat

antiseptik. Langkah selanjutnya dikalibrasi dan diolesi cetakan dengan

menggunakan paraffin cair. Tujuan dikalibrasi untuk mengetahui volume dari

pencetak suppositoria sedangkan tujuan pengolesan dengan paraffin untuk

menjaga agar suppositoria tidak melengket pada cetakan. Langkah berikutnya

digerus asam asetil salisilat (Aspirin) dengan menggunakan lumpang dan alu

hingga halus. Penggerusan dengan arah konstan atau arah jarum jam. Kemudian

ditimbang aspirin yang telah dihaluskan sebanyak 0,9 gram, cera alba 0,264 gram,

α-tokoferol 0,0333 gram, dan oleum cacao 5,71 gram.

Langkah selanjutnya, dileburkan cera alba dengan menggunakan penangas

air (Waterbath) dengan suhu 31-34°C. Tujuan digunakan cera alba dikarenakan

jika basis oleum cacao digunakan dalam bentuk tunggal, maka suppositoria lebih

cepat melunak sebelum digunakan, cera alba berfungsi sebagai bahan pengeras

yang dapat dilebur dengan oleum cacao untuk mengimbangi pengaruh pelunakan

dari bahan yang ditambahkan (Ansel,583). Langkah berikutnya ditambahkan

aspirin kemudian diaduk hingga homogen, selanjutnya ditambahkan oleum cacao

35

Page 36: NEW Laporan Suppo Kel 6

dan berikutnya lagi ditambahkan α-tokoferol kedalam hasil leburan tersebut.

Penggunaan α-tokoferol ini disebabkan oleh karena salah satu kelemahan dari

basis oleum cacao yang digunakan yaitu cepat teroksidasi sehingga lebih cepat

berbau tengik, dan untuk mengatasinya diberikan anti-oksidan berupa α-tokoferol.

Dimana mekanisme kerja dari α-tokoferol sebagai anti-oksidan yaitu anti-oksidan

bereaksi dengan memberikan salah satu elektron dan dengan mudah atom-atom

hydrogen yang tersedia diterima oleh mudah oleh radikal-radikal bebas dari pada

obat yang dijaga (Ansel, 158).

Selanjutnya dituang hasil leburan kedalam cetakan yang telah diolesi

dengan paraffin cair dan dimasukkan kedalam lemari pendingin dengan suhu

dibawah 30°C. Hal ini berdasarkan teori dalam buku Farmakope Indonesia edisi

IV, bahwa suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat harus disimpan dalam

wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu dibawah 30° (suhu kamar terkendali).

Metode pembuatan suppsitoria yang digunakan pada percobaan ini yaitu metode

cetak tuang. Metode cetak tuang digunakan untuk menjamin pembekuan yang

cepat, sehingga lebih mengurangi proses infeksi dari bahan obat (Voight, 285).

Selanjutnya dikeluarkan suppositoria yang telah terbentuk dalam cetakan

dengan menggunakan sudip agar mempermudah dalam pengeluaran suppositoria.

Setelah suppositoria dikeluarkan dari cetakannya maka harus dibungkus atau

dilapisi dengan menggunakan aluminium foil untuk menjaga suhu konstan dari

suppositoria tersebut, dan langkah terakhir dimasukan kedalam kemasan

suppositoria kemudian dimasukan kedalam dus yang telah berisi dengan brosur.

Kemudian suppositoria yang telah jadi dievaluasi yaitu evaluasi uji kisaran

leleh, uji waktu lunak, uji penghancuran dan uji homogenitas penampilan. Uji

36

Page 37: NEW Laporan Suppo Kel 6

kisaran leleh, yaitu dimana suppositoria dicelupkan kedalam penangas air dengan

suhu 37°C selama 30 menit dan didapatkan lelehan suppositoria. Kemudian untuk

uji waktu lunak dimana suppositoria dimasukan ke dalam pipa berbentuk U yang

sebagian tercelupkan kedalam pipa U, dan pada waktu 33 menit suppositoria

melunak. Selanjutnya untuk uji penghancuran, suppositoria dimasukan kedalam

alat uji waktu hancur, dan pada menit ke 30 supositoria tidak terlihat hancur dan

memenuhi tidak memenuhi syarat, dan untuk uji homogenitas penampilan dimana

suppositoria dipotong dengan munggunakan cutter (Gillete) secara melintang.

Kemudian diamati, dan terlihat suppositoria tersebut tidak begitu padat, karena

pada bagian tengah suppositoria masih terdapat bagian yang kosong. Hal ini

disebakan karena pada penuangan pada alat cetak terjadi kesalahan.

Berdasarkan hasil evaluasi suppositoria pada percobaan ini ternyata

suppositoria yang telah dibuat masih belum memenuhi syarat. Hal ini dapat dilihat

dari hasil evaluasi uji penghancuran pada yang waktu yang ditentukan yaitu dalam

30 menit suppositoria tidak hancur dan dari uji homogenitas penampilan

suppositoria tidak terlalu padat dimana bagian tengah terdapat bagian yang

kosong. Adapun faktor kesalahan lain yaitu ketidaksengajaan yang dilakukan oleh

praktikkan, antara lain dalam penuangan ke dalam cetakan dan pemilihan basis

serta bahan tambahan lainnya.

BAB V

PENUTUP

37

Page 38: NEW Laporan Suppo Kel 6

V.1 Kesimpulan

1. Metode yang cocok digunakan dalam pembuatan supositoria asam

asetil salisilat adalah metode cetak tuang karena bentuk suppositoria

yang akan dibuat yaitu bentuk torpedo, sehingga harus dileburkan dan

dituang kedalam cetakkan.

2. Sesuai hasil pengamatan dari uji supositoria asam asetil salisilat :

- Uji Homogenitas/Penampilan

Bagian luar supositoria asam asetil salisilat menghasilkan

penampilan yang bagus dan bagian dalam suposittoria tidak

memiliki lubang atau celah.

- Uji Kisaran Leleh

Tidak meleleh atau menyebar dalam air sekitanya setalah

dicelupkan seluruhnya dalam penangas air dengan suhu yang

konstan selama 30 menit.

- Uji Waktu Lunak

Tidak dapat melunak selama 30 menit dengan temperatur 37oC.

- Uji kehancuran

Tidak hancur atau tidak larut seluruhnya tetapi hanya sebagian saja

yang hancur atau larut selama 30 menit.

V.2 Saran

Untuk alat-alat laboratorium teknologi sediaan padat lebih

dilengkapi.

38